laporan oseonografi kimia

66
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salinitas adalah garamgaram yang terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992). Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam air laut terlarut macammacam garam terutama natrium klorida, selain itu terdapat pula garamgaram magnesium, kalium dan sebagainya. (Nontji, 1987). Salinitas didefenisikan sebagai jumlah seluruh zat yang larut dalam satu kilogram air laut dengan anggapan bahwa seluruh karbonat telah berubah menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida dan semua zat organik mengalami oksidasi sempurna (Nontji, 1987). Salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik. Salinitas merupakan salah satu parameter yang berperan dalam lingkungan ekologi laut. Beberapa jenis organisme ada yang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, ada pula yang tahan terhadap salinitas yang kecil (Nybakken,1992). Dari uraian tersebut maka untuk menentukan kadar garam suatu perairan maka dilakukanlah praktikum penentuan nilai salinitas. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan kadar garam sampel air laut perairan Kampung Paotere dengan menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu metode konduktivitas, densitas dan refraksi indeks. Kegunaan praktikum ini adalah dapat memberikan pengetahuan tentang kadar garam (salinitas) sampel air laut dari Kampung Paotere dengan menggunakan 3 (tiga) metode yaitu konduktivitas, densitas dan refraksi indeks.

Upload: sulham-syahid

Post on 30-Dec-2014

205 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Laporan Oseonografi kimia - Laporan praktikum oseonografi kimia. pengukuran salinitas, DO ( Oksigen terlaut, kandungan klorofil-a,ortophosphat. Clorida

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Oseonografi kimia

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salinitas adalah garam–garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut dan

dinyatakan dalam satuan perseribu (Nybakken, 1992). Selanjutnya dinyatakan

bahwa dalam air laut terlarut macam–macam garam terutama natrium klorida,

selain itu terdapat pula garam–garam magnesium, kalium dan sebagainya. (Nontji,

1987).

Salinitas didefenisikan sebagai jumlah seluruh zat yang larut dalam satu

kilogram air laut dengan anggapan bahwa seluruh karbonat telah berubah menjadi

oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida dan semua zat organik

mengalami oksidasi sempurna (Nontji, 1987).

Salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme,

misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik. Salinitas merupakan salah satu

parameter yang berperan dalam lingkungan ekologi laut. Beberapa jenis

organisme ada yang tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, ada pula

yang tahan terhadap salinitas yang kecil (Nybakken,1992).

Dari uraian tersebut maka untuk menentukan kadar garam suatu perairan

maka dilakukanlah praktikum penentuan nilai salinitas.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan kadar garam sampel air laut

perairan Kampung Paotere dengan menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu metode

konduktivitas, densitas dan refraksi indeks.

Kegunaan praktikum ini adalah dapat memberikan pengetahuan tentang

kadar garam (salinitas) sampel air laut dari Kampung Paotere dengan

menggunakan 3 (tiga) metode yaitu konduktivitas, densitas dan refraksi indeks.

Page 2: Laporan Oseonografi kimia

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per

mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung

dalam 1000 gram air laut. Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik kimia suatu

perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang

surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya,

salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya,

misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰,

estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken,1992).

Faktor–faktor yang mempengaruhi kandungan nilai salinitas pada suatu

perairan adalah adanya evaporasi pada permukaan perairan, banyaknya air tawar

yang masuk ke perairan serta musim. Di perairan samudra, salinitas biasanya

berkisar antara 34 – 35 o/oo sedang kisaran salinitas normal bagi perairan pantai

untuk daerah tropis adalah antara 28 – 32 o/oo (Lisu, 1996).

Salinitas suatu kawasan menentukan dominansi makhluk hidup pada daerah

tersebut. Suatu kawasan dengan salinitas tertentu didominasi oleh suatu spesies

tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang

ada (Nybakken, 1992).

Perbedaan salinitas terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan

presipitasi. Salinitas lautan di daerah beriklim tropik lebih tinggi karena evaporasi

yang tinggi pula, sedangkan pada lautan di daerah beriklim sedang salinitasnya

rendah karena evaporasi lebih rendah, sedangkan pada daerah pantai dan laut

yang tertutup sebagian memiliki salinitas yang bervariasi dan mungkin mendekati

nol dimana sungai menyuplai air tawar (Nybakken 1992).

Terdapat berbagai cara untuk menentukan salinitas, baik secara kimia

maupun fisika. Salah satu cara yang populer untuk mengukur salinitas dengan

Page 3: Laporan Oseonografi kimia

3

ketelitian tinggi ialah salinometer yang bekerjanya berdasarkan daya hantar listrik.

Makin besar salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Selain itu telah

dikembangkan pula alat STD (Salinity-Temperature-Depth recorder) yang apabila

diturunkan ke dalam laut dapat dengan otomatis membuat kurva salinitas dan suhu

terhadap kedalaman di lokasi tersebut. Salinitas mempunyai nilai maksimum pada

daerah lintang 200 LU dan 200 LS, kemudian menurun kembali pada daerah lintang

yang lebih tinggi lagi (Nybakken,1992).

Alat dan metode untuk penentuan salinitas adalah sebagai berikut :

1. Salinometer

Salinometer adalah alat untuk mengukur salinitas dengan cara mengukur

kepadatan dari air yang akan dihitung salinitasnya. Bekerjanya berdasarkan daya

hantar listrik,semakin besar salinitas semakin Besar pula daya hantar listriknya.

Alat ini digunakan di laboratorium, berbeda dengan refraktometer yang biasa

digunakan di lapangan (Anonim, 2012).

2. Hand Refraktometer

Hand Refraktometer merupakan alat pengukur salinitas yang cukup umum.

Juga disebut sebagai pengukur indeks pembiasan pada cairan yang dapat

digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan

memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air, karena

memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai di tempat yang mendapatkan

banyak cahaya atau lebih baik kalau digunakan di bawah sinar matahari (Anonim,

2012).

3. Conductivitymeter

Metode pengukuran salinitas dengan mempergunakan dasar nilai

konduktivitas air laut pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an. Untuk

melakukan perhitungan salinitas sangat tergantung pada faktor suhu sehingga

pengukurannya harus bersamaan dengan pengukuran suhu yang berakurasi yang

Page 4: Laporan Oseonografi kimia

4

cukup tinggi. Metode ini dibakukan pada tahun 1978 dengan sebutan Practical

salinity Scale (PSS78), dengan satuan Psu (Practical Salinity Unit) atau bisa ditulis

tanpa satuan (Syahid, 2012)

Page 5: Laporan Oseonografi kimia

5

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Prinsip analisis untuk menentukan salinitas suatu perairan ada 3 (tiga), yaitu

sebagai berikut :

1) Prinsip Analisis Densitas (Tekanan)

Pada metode ini alat yang digunakan dalam penentuan salinitas adalah

salinometer. Salinometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

keasinan / kadar garam suatu larutan. Prinsip kerja dari alat ini yaitu mengacu

pada massa jenis air yang diukur. Salinometer akan mengapung karena pengaruh

jenis air. Daya apung salinometer mengindikasi nilai kadar air tersebut. Untuk

mengetahui kadar garam air tersebut dengan melakukan pembacaan skala yang

terdapat pada salinometer (Ernamaiyanti, 2010)

2) Prinsip Analisis Refraksi Indeks (Pembiasan Cahaya)

Pada metode penentuan salinitas dengan metode refraksi indeks, alat yang

digunakan yaitu hand refraktor. Hand refraktor adalah alat pengukur salinitas yang

cukup umum juga disebut pengukur indeks pembiasan cairan yang dapat

digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip kerja alat ini dengan

memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air (Anonim,

2012)

3) Prinsip Analisis Konduktivitas (Daya Hantar Listrik)

Konduktivitas adalah kemampuan suatu alat dalam antar arus listrik. Alat yang

digunakan dalam menghitung konduktivitas adalah konduktivitimeter.

Konduktivitimeter adalah alat yang digunakan untuk analisis konduktivitas, prinsip

kerja pada alat ini berkaitan dengan daya hantar listrik dari suatu larutan yang

berhubungan dengan jenis dan konsentrasi ion di dalam larutan (Anonim, 2012).

Page 6: Laporan Oseonografi kimia

6

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran salinitas yaitu Salinometer

untuk mengukur salinitas, Konduktivitimeter berfungsi mengukur salinitas, Hand

refraktor untuk mengukur salinitas, gelas ukur untuk mengukur air sampel, gelas

kimia untuk mencampur sampel dengan akuades dan pipet tetes untuk mengambil

larutan / sampel

Bahan yang dibutuhkan dalam pengukuran salinitas yaitu sampel air laut

sebagai sampel, aquades sebagai pengencer, dan tissue untuk membersihkan.

C. Prosedur kerja

1. Conductivitymeter

Menyiapkan semua alat dan bahan yang digunakan. Kemudian mencuci gelas

ukur dengan aquades untuk mensterilkannya. Setelah itu memasukkan sampel air

laut kedalam gelas ukur dengan volume 10 ml. Kemudian mengencerkan sampel

tersebut dengan aquades hingga volumenya 100 ml. Menuangkan ke dalam

beaker glass yang steril, selanjutnya menyalakan konduktivitymeter. Memasukkan

prob kedalam sampel yang telah diencerkan tadi. Setelah itu menekan tombol oC

untuk mengukur suhunya. Kemudian menekan tombol CND untuk mengukur

konduktivitanya. Mencatat hasil pengukuran suhu dan nilai konduktivitas sampel

tersebut dan mematikan alat konduktivitimeter .

2. Salinometer

Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Membersihkan

permukaan salinometer dengan menggunakan tissue. Setelah itu, memasukkan

sampel air laut ke dalam gelas ukur hingga volume 100 ml. memasukkan

salinometer di dalam sampel air laut secara perlahan. kemudian mengamati air

yang berimpitan dengan nilai pada skala salinometer. Kemudian mencatat nilai

Page 7: Laporan Oseonografi kimia

7

pengukuran. Melakukan 3 (tiga) kali pengulangan oleh pengamat yang berbeda-

beda.

3. Handrefraktometer

Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Mensterilkan lensa

handrefraktometer dengan menggunakan aquades dengan cara meneteskannya,

dan membersihkannya dengan tissue. Kemudian mengambil sampel dengan

menggunakan pipet tetes dan meneteskannya diatas permukaan lensa

handrefraktometer selanjutnya menutup lensa handrefraktometer dengan kaca

yang terdapat pada alat tersebut. Setelah itu mengarahkan handrefraktometer

kearah cahaya dengan mendatar (lensa berada dibagian atas mengarah ke

cahaya). Kemudian membaca penunjukan angka yang berimpitan dengan

perbatasan antara bidang yang berwarna putih dan biru. Mencatat hasil

pengamatan yang diperoleh dan melakukan 3 (kali) pengulangan oleh pengamat

yang berbeda tiap pengulangannya.

D. Perhitungan

Perhitungan salinitas menggunakan konduktivitimeter dilakukan dengan

menggunakan rumus yang dikembangkan oleh APHA (1992).

Dimana ΔS diperoleh dari :

Dimana :

a0 = 0.0080 b0 = 0.0005

a1 = -0.1692 b1 = -0.0056

a2 = 25.3851 b2 = -0.0066

S = ao + a1Rt1/2 + a2Rt + a3Rt

3/2 + a4Rt2 + a5Rt

5/2 + ΔS

ΔS = 𝑡 −15

1 +0.0162 (𝑡 −15) {bo + b1Rt

1/2 + b2Rt + b3Rt3/2 + b4Rt

2 + b5Rt5/2}

Page 8: Laporan Oseonografi kimia

8

a3 = 14.0941 b3 = -0.0375

a4 = -7.0261 b4 = 0.0636

a5 = 2.7081 b5 = -0.0144

Rt = Konduktivitas Air Contoh pada Suhu t

KOnduktivitas Larutan KCL pada Suhu t

Page 9: Laporan Oseonografi kimia

9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Perhitungan Metode Densitas

Data yang diperoleh :

Pengamatan I = 35 ppt

Pengamatan II = 36 ppt

Pengamatan III = 34 ppt

Kadar salinitas ditentukan dengan rumus:

Salinitas = 35+36+34

3 =

105

3 = 35 ppt

2. Perhitungan Metode Refraksi Indeks

Data yang diperoleh :

Pengamatan I = 39 ppt

Pengamatan II = 39 ppt

Pengamatan III = 39 ppt

Kadar salinitas ditentukan dengan rumus:

Salinitas = 39+39+39

3 =

117

3 = 39 ppt

3. Perhitungan Metode Konduktivitas

Data yang diperoleh :

C Sampel = 4.868 𝜇s/cm

C Kcl = 53.000 𝜇s/cm

Suhu = 24.8o C

Kadar salinitas ditentukan dengan rumus:

Rt = Konduktivitas Air Contoh pada Suhu t

KOnduktivitas Larutan KCL pada Suhu t

R24.8 = 4.868

53000 4.868 × 1000 × 10

Page 10: Laporan Oseonografi kimia

10

= 0.91849 𝜇s/cm

Cari Nilai ΔS :

ΔS = 𝑡 −15

1 +0.0162 (𝑡 −15) {bo + b1Rt

1/2 + b2Rt + b3Rt3/2 + b4Rt

2 + b5Rt5/2}

= 24.8 −15

1 +0.0162 (24.8 −15) {0.0005 + 0.0056(0.91849 )1/2 + 0.0066(0.91849) +

0.0374(0.91849 )3/2 + 0.0636 (0.91849 )2 +

0.0144(0.91849 )5/2}

= (8.547)(0.0005-0.005367-0.005367-0.006062-0.03301+0.053654-0.011643)

= -0.00193(8.547)

= -0.001647

Nilai S :

S = ao + a1Rt1/2 + a2Rt + a3Rt

3/2 + a4Rt2 + a5Rt

5/2 + ΔS

= 0.008 + 0.1692(0.91849 )1/2 + 25.3854(0.91849) + 14.0941(0.91849 )3/2 +

7.0261 (0.91849 )2 + 2.7081(0.91849 )5/2 – 0.01647

= 0.008 + 0.162158 +23.31624 + 12.140649 – 5.927386 + 2.189529 – 0.01647

= 32.13856 ppt

Page 11: Laporan Oseonografi kimia

11

B. Pembahasan

Setelah melakukan percobaan pengukuran salinitas dengan metode yang

berbeda dan sampel yang sama, diperoleh pada metode pertama yaitu metode

densitas dengan menggunakan salinometer didapatkan 35 ppt. pada pengulangan

kedua metode yang digunakan yaitu metode konduktivitas nilai pengukuran

salinitas sebesar 32.13856 ppt, dan metode terakhir yaitu metode refraksi indeks,

nilai salinitas yang diperoleh yaitu 39 ppt.

Hasil yang didapatkan sesuai dengan salinitas air laut. Sesuai pendapat

Nybakken (1992) yang menyatakan bahwa kisaran salinitas air laut adalah 30-

35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰.

Perbandingan nilai salinitas yang didapatkan pada tiap metode yang

digunakan, perbandingannya sangat kecil. Ketepatan nilai akurasi pada

pengukuran tergantung alat yang digunakan saat pengukuran. Menurut

Nyabakken (1992) alat pengukur salinitas dengan ketelitian tinggi ialah

konduktivitimeter yang bekerjanya berdasarkan daya hantar listrik. Makin besar

salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Hubungan konduktivitas dengan

salinitas memiliki akurasi sekitas ± 0.0003 salinitas.

Page 12: Laporan Oseonografi kimia

12

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) metode yang

digunakan dalam penentuan salinitas pada air yaitu metode densitas, metode

refraksi indeks, dan metode konduktivitas. Hasil dari pengukuran menggunakan

salinometer didapatkan 35 ppt. pada metode konduktivitas nilai pengukuran

salinitas sebesar 32.13856 ppt, dan metode refraksi indeks, nilai salinitas yang

diperoleh yaitu 39 ppt, metode yang paling akurat adalah metode konduktivitas.

B. Saran

Laporan praktikum sebaiknya langsung dikerja dan diselesaikan setelah

melakukan praktikum.

Page 13: Laporan Oseonografi kimia

13

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Alat Pengukur Salinitas Tekanan dan Suhu. (http://rahayu-

putrysantoso.blogspot.com/2012/03/alat-pengukur-salinitas-tekanandan-

suhu.html). (Online). [Diakses pada tanggal 20 April 2013].

Ermayanti. 2010. Faktor-Faktor Ekologi Habitat Larva Nyamuk Anaohales di

Desa Daerah Kelantan. Universitas riau, Pekanbaru,

Lisu, W. 1996. Sifat Fisik dan Kimia Air Laut. Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Nyabakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT

Gramedia, Jakarta.

Syahid, S. 2012. Pengukuran Nilai Salinitas. (http: // mulai dengan kanan. blogspot. com/2012/03/pengukuran-nilai-salinitas.html). (Online). [Diakses pada tanggal 20 April 2013].

Page 14: Laporan Oseonografi kimia

14

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah

larut. Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu

mg/ldi dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan

klorida demikian juga manusia dan hewan membuang material klorida dan

nitrogen yang tinggi. Kadar Cl dalam air dibatasi oleh standar untuk berbagai

pemanfaatan yaitu air minum, irigasi dan konstruksi (Boyd, 1979).

Klorinitas ini dapat diartikan sebagai jumlah chloride yang terdapat dalam 1

kg air laut ditambah engan semua bromine dan iodine yang memiliki nilai yang

lebih kecil dari pada salinitas. Kadar klorida yang tinggi pada suatu perairan yang

diikuti dengan kalsium dan magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat

korosivitas air. Perairan yang demikian mudah mengakibatkan terjadinya

perkaratan peralatan yang terbuat dari logam (Effendi, 2000).

Pengukuran tentang kadar klorida yang ada pada perairan TPI Paotere ini

sangat perlu dilakukan , mengingat bahwa proses-proses yang terjadi pada suatu

perairan sedikit tidak juga dipengaruhi oleh kadar klorida pada perairan tersebut,

sehingga dengan melakukan pengukuran ini kita dapat mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhinya dan memberikan manfaat bagi ekosistem disekitarnya.

B. Tujuan dan Kegunaan

Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan

konsentrasi Klorida dalam air laut.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat memahami dan

mengetahui cara menentukan kadar klorida dalam air laut.

Page 15: Laporan Oseonografi kimia

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

Klorida merupakan unsur penyusun kadar garam dalam air laut. Penentuan

kadar klorida dilakukan dalam berbagai metode salah satunya adalah titrasi

argentometri. Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan metode yang

klasik untuk analisis kadar Klorida yang dilakukan dengan menggunakan larutan

AgNO3 dan indikator K2Cr2O4 5%. Kelebihan analisis Klorida dengan cara ini

yaitu pelaksanaannya yang mudah dan cepat, memiliki ketelitian dan keakuratan

yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk menentukan kadar yang memiliki

sifat yang berbeda-beda (Nontji, 2002).

Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2- 20 mg/l. Kadar

klorida sekitar 250 mg/l dapat mengakibatkan air menjadi asin (Rump dan Krist,

1992). Pada air laut kandungan klorida sekitar 19300 mg/l dan brines mengandung

klorida hingga 200.000 mg/l. Pada kadar klorida yang tinggi, seperti air laut yang

diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang tinggi dapat meningkatkan sifat

korosivitas air yang mengakibatkan mudah berkaratnya peralatan yang terbuat

dari logam (Dahuri, 2001).

Sebaran klorinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola

sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau

daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur yang kompleks, karena selain

merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih

berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 2002).

Proses penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi. Klorinitas ini

mengandung klorida, bromida, dan iodida serta memiliki nilai yang lebih kecil dari

pada salinitas. Klorinitas adalah jumlah chloride yang terdapat dalam 1 kg air laut

di tambah dengan semua bromine dan iodine. Klorinitas ini dapat ditentukan

Page 16: Laporan Oseonografi kimia

16

dengan cara titrimetrik menggunakan standar AgNO3 dan K2 CrO4 (Dahuri,

2001).

Manfaat penting dari klorin adalah sebagai disenfectan untuk menghilangkan

mikroorgasisme yang tidak dibutuhkan terutama bagi air yang diperuntukkan bagi

kepentingan domestik. Beberapa alasannya adalah (Tebbut, 1992) :

1. Klorin bisa dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk (powder)

2. Klorin memiliki daya larut yang tinggi, dapat larut pada kadar yang tinggi

(7000 mg/l)

3. Residu dalam bentuk larutan, pada kadar yang tak berlebihan tidak

berbahaya bagi manusia.

4. Klorin sangat toksik bagi mikroorganisme dengan cara menghambat

aktivitas metabolisme.

Page 17: Laporan Oseonografi kimia

17

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Titrasi dilakukan terhadap suatu sampel dengan menggunakan AgNO3.

Sampel yang telah ditambahkan indikator K2Cr2O4 kemudian dititrasi dengan

AgNO3 sehingga terbentuk endapan merah bata muda. Endapan yang terbentuk

dari larutan perak, nitrat, dan natrium klorida dapat digunakan dalam menentukan

titik akhir dalam titrasi volumetrik. Titik akhir tersebut ditandai dengan habisnya

semua klorida diendapkan menjadi perak klorida. Endapan terbentuk setelah ion

Ag+ pada AgNO3 bereaksi dengan indikator K2Cr2O4.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu erlenmeyer 250 ml untuk

mencampur larutan, buret 50 ml berfungsi untuk mentitrasi, gelas ukur 100 ml

berfungsi untuk mengukur air sampel dan larutan, dan pipet skala untuk

mengambil larutan atau sampel.

Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan Indikator

K2Cr2O4 5% sebagai larutan indikator dan larutan standar AgNO3 0,01 N.

C. Prosedur Kerja

Memasukkan 5 ml contoh air laut kedalam gelas ukur 100 ml. Menambahkan

akuades hingga 100 ml. Mengambil contoh dari campuran air laut dan akuades

sebanyak 25 ml, menambahkan 5 ml larutan Indikator K2Cr2O4 5% (akan

berwarna kuning). Mentitrasi dengan AgNO3 hingga berwarna merah bata. Catat

volume Titrant AgNO3 0,01 N.

D. Perhitungan

Penentuan kadar klorida dalam air laut dapat digunakan rumus sebagai

berikut :

Page 18: Laporan Oseonografi kimia

18

1000 x A x N x 35,5 x fp Kadar klorida dalam mg/L = -----------------------------------

Vc

Dimana :

A = Volume Titrant AgNO3 yang digunakan (ml)

N = Normalitas AgNO3 (0,01)

Vc = Volume Contoh (ml)

fp = Faktor Pengenceran 100/25

35,5 = Berat Molekul klorida

Page 19: Laporan Oseonografi kimia

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data yang diperoleh :

A = 31 ml

Vc = 25 ml

N = 0.01

Fp = 100

5 = 20

Kadar klorida dalam mg/L = 1000 x A x N x 35.5 x fp

Vc

= 1000 x 31x 0.01 x 35.5 x 20

25

= 8804 mg/ L

= 8804

1000

= 8,804 ppt

B. Pembahasan

Dari hasil pengukuran penentuan kadar klorida didapatkan hasil sebesar

8,804 ppt. Artinya, kadar klorida di daerah pengambilan sampel merupakan

perairan yang masih alami. Sesuai pendapat Rump dan Krist ( 1992) yang

menyatakan bahwa keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2- 20

mg/l.

Page 20: Laporan Oseonografi kimia

20

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil yang didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa penentuan kadar

klorida dalam air laut dapat dilakukan dengan cara mentitrasi sampel air laut .Hasil

pengkuran adalah 8,804 ppt. Itu artinya bahwa daerah Paotere masih dalam

keadaan perairan alami.

B. Saran

Jika melakukan titrasi saat pengujian klorida, sebaiknya dilakukan dengan

hati-hati untuk mendapatkan hasil yang mempunyai akurasi kebenaran tinggi.

Page 21: Laporan Oseonografi kimia

21

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E and F. Lichtkopper. 1979. Water Quality Management for Pond

Culture, International Center for Agriculture. Agriculture Experiment

Station, Auburn University, Auburn, Alabama.

Dahuri, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan

secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan

FIKP, IPB. Bogor.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Rump, H.H. and Krist, H. Laboratory Manual for the Examination of Water, Waste

Water, and Soil. Second Edition. VCH Verslagsgesselschaft mbH.

Weinheim. Germany. 190 p.

Tebbut, T.H.Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourt edition.

Pergamon Press. Oxford. 251 p.

Page 22: Laporan Oseonografi kimia

22

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) merupakan kebutuhan yang vital

bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut diambil oleh

organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan

kesuburan. Umumnya oksigen dijumpai di lapisan permukaan karena oksigen dari

udara didekatnya dapat secara langsung larut (berdifusi ke dalam air laut).

Fitoplankton juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada siang hari.

Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil

fotosintesis (Hutabarat & Evans, 1985).

Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil

proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang

hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk

mikroorganisme seperti bakteri (Jones, 1964).

Melihat peranan dan pentingnya oksigen terlarut dalam perairan maka

dilakukan praktikum agar mahasiswa mengetahui penentuan oksigen terlarut

dalam air laut.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktikum ini adalah diharapkan dapat melaksanakan penentuan

kadar oksigen terlarut dalam air laut.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat

memahami dan mengetahui cara menentukan kadar oksigen terlarut dalam air

laut.

Page 23: Laporan Oseonografi kimia

23

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam

satu liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui

permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis

plankton atau tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting

karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan massa air serta merupakan

indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi (Riley, 1976).

Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya

suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan,

kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan

udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman

akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin

berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan

oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik (Odum, 1971)

Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas,

turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi

secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan

pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah

(effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain

berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut

cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Riley, 1976).

Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas

yang ada di udara maupun di dalam air. Makin tinggi suhu, salinitas, dan tekanan

parsial gas yang terlarut dalam air maka kelarutan oksigen dalam air makin

berkurang. Berkurangnya oksigen yang larut dalam air adalah karena digunakan

Page 24: Laporan Oseonografi kimia

24

oleh organisme untuk proses perombakan bahan-bahan organik yang larut

maupun bahan-bahan kotoran dasar ( Warjdono, 1974)

Limbah organik sangat berpengaruh pada jumlah oksigen terlarut karena

secara alamiah, limbah organik berupa mikroorganisme dapat mengdegradasi dan

menguraikan limbah organik yang ada sehingga proses dekomposisi oleh bakteri

terhadap limbah organik itu dapat menurunkan jumlah O2 yang ada. Kekurangan

oksigen akibat dekomposisi limbah organik oleh bakteri dapat diatasi dengan cara

uptake/pengambilan O2 dari udara yang dipengaruhi oleh tekanan atmosfer ke

dalam laut. Di daerah permukaan penambahan dan pengurangan DO hanya

bersumber dari aktivitas fotosintesis dari tumbuhan air dan adanya perbedaan DO

antara dasar dan permukaan (Warjdono, 1974)

Konsentrasi dan distribusi oksigen di laut oleh kelarutan gas oksigen dalam

air dan proses biologi yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan

oksigen. Proses fisik juga mempengaruhi kecepatan oksigen memasuki dan

terdistribusi di dalam laut (Dahuri, 2001)

Menurut Effendi (2000) kelarutan oksigen sangat erat hubungannya dengan

CO2 bebas. Gas CO2 ini berasal dari proses penguraian bahan organik, oleh

jasad-jasad renik (dekomposer) dan dari hasil respirasi hewan-hewan air.

Oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas suatu perairan. Korelasi antara

kualitas perairan dengan kandungan oksigen terlarut (mg/L) dalam satuan ppm

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan Oksigen Terlarut Hubungannya Dengan Kualitas

Perairan

Kandungan Oksigen Terlarut Kualitas Perairan

> 6,5 berarti tidak tercemar/tercemar sangat ringan

Page 25: Laporan Oseonografi kimia

25

4,5 – 6,5 berarti tercemar ringan

2,0 – 4,4 berarti tercemar sedang

< 2,0 berarti tercemar berat.

Page 26: Laporan Oseonografi kimia

26

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Metode analisis yang umum digunakan untuk menganalisis kadar oksigen

dalam air laut adalah metode titrasi iodometri. Metode ini pertama kali dikenalkan

oleh Winkler pada tahun 1888, kemudian dilakukan modifikasi untuk mengatasi

gangguan yang ditimbulkan oleh garam garam nitrit dengan menambahkan garam

natrium asida dilakukan oleh Alsterberg pada tahun 1925.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu botol BOD 300 ml berfungsi

sebagai wadah air sampel, buret titrasi berfungsi untuk mengeluarkan larutan

dengan volume tertentu , pipet tetes berfungsi untuk memipet larutan, gelas ukur

100 ml berfungsi untuk mengukur berapa banyak larutan yang digunakan, dan

erlenmeyer 250 ml berfungsi sebagai wadah percampuran larutan.

Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan MnSO4,

larutan alkali-iodida-asida, larutan Asam Sulfat pekat H2SO4 (p), larutan indikator

2%, dan larutan Natrium Tio Sulfat 0,025 N.

C. Prosedur kerja

Memasukkan air contoh kedalam botol BOD dengan perlahan, hindari

gelembung udara. Menutup botol dengan pelan-pelan. Selanjutnya membuka

tutup botol dan menambahkan 2 ml MnSO4. H2O, menambahkan 2 ml alkali-iodida-

asida. Menutup kembali botol BOD dengan pelan-pelan. Mengkocok dengan

dengan membolak-balik sebanyak 15 kali. Diamkan sampai terjadi endapan di

dasar botol. Kemudian menambahkan 2 ml (H 2 SO 4 ), mengkocok sampai semua

endapan larut. Setelah itu, mengambil air contoh 100 ml dengan menggunakan

gelas ukur 100 ml memasukkan dalam erlenmeyer, mengusahakan jangan sampai

Page 27: Laporan Oseonografi kimia

27

terjadi aerasi. Menitrasi dengan Na-Thiosulfat 0,025 N hingga terjadi perubahan

warna dari kuning tua ke kuning muda. Menambahkan 5-8 tetes indikator amylum

hingga terbentuk warna biru. Melanjutkan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga tepat

tidak berwarna (bening).

D. Perhitungan

Penentuan Kadar oksigen terlarut dalam air contoh dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

Dimana :

A = mL larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan (ml)

Vc = mL larutan yang dititrasi (ml)

N = kenormalan larutan natrium tiosulfat (0.025)

Vb = volume botol BOD (300 ml)

Oksigen terlarut dalam mg/L = 6)-(Vb / Vb x Vc

8 x NA x x 1000

Page 28: Laporan Oseonografi kimia

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Ulangan I

Data yang diperoleh :

A = 1,5 mL

N = 0,025 N

Vc = 50 Ml

Vb = 300 mL

Oksigen terlarut dalam mg/L = 1000 x 1,5 x 0,025 x 8

50 x 300

(300 −6)

= 300 15000

294

= 300

51,02

= 5,88 mg/L

Ulangan II

Data yang diperoleh :

A = 1,3 mL

N = 0,025 N

Vc = 50 Ml

Vb = 300 mL

Oksigen terlarut dalam mg/L = 1000 x 2,8 x 0,025 x 8

50 x 300

(300 −6)

= 260 15000

294

= 260

51,02

= 5,09 mg/L

Untuk menentukan rata-rata oksigen terlarut digunakan rumus :

Rata-rata oksigen terlarut dalam mg/L = DO1+DO2

2

Page 29: Laporan Oseonografi kimia

29

Rata-rata oksigen terlarut dalam mg/L = 5,88+ 5,09

2

= 5,485 mg/L

B. Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan penentuan oksigen terlarut dengan

menggunakan metode Winkler atau titrimetri. Sampel yang digunakan adalah air

laut di perairan TPI Paotere.

Berdasarkan hasil analisis dengan metode titrasi iodometri pada ulangan 1

dibutuhkan Na-tiosulsat sebanyak 1,5 ml sedangkan pada ulangan 2 dibutuhkan

Na-tiosulfat 1,3, sehingga setelah dihitung dengan menggunakan rumus pada

ulangan 1 diperoleh oksigen terlarut sebesar 5,88 mg/l dan pada ulangan 2

diperoleh sebesar 5,09 mg/l. Setelah dirata-ratakan kandungan oksigen terlarut

yang terdapat pada perairan TPI Paotere sebesar 5,485 mg/l.

Kandungan oksigen terlarut di TPI Paotere terjadi pencemaran ringan. Sesuai

pendapat Effendi (2000) bahwa korelasi antara kualitas perairan dengan

kandungan oksigen adalah > 6,5 berarti tidak tercemar/tercemar sangat ringan,

4,5 – 6,5 berarti tercemar ringan, 2,0 – 4,4 berarti tercemar sedang, < 2,0 berarti

tercemar berat

Page 30: Laporan Oseonografi kimia

30

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil yang didapat maka dapat disimpulkan metode yang digunakan

dalam menganalisa oksigen terlarut yaitu metode titrasi WINKLER. Berdasarkan

metode tersebut diperoleh hasil kandungan oksigen terlarut pada perairan TPI

Paotere sebesar 5,485 mg/l. Kualitas air di TPI Paotere terjadi pencemaran ringan.

B. Saran

Dalam melakukan pengambilan sampel untuk praktikum, sebaiknya praktikan

mengetahui teknik atau cara pengambilan sampel air laut. Sehingga nantinya hasil

yang didapat sesuai yang ada di lapangan.

Page 31: Laporan Oseonografi kimia

31

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK, IPB. Bogor.

Hutabarat dan Evans. 2002. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Jones, H.R.E. 1964. Fish and River Pollution. Buther Worth. London : 203

pp.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.

Riley dan Skirrow. 1976. Chemichal Oceaenography. Vol 1 dan 2. John Wiley

and Sons ; New York.

Warjdono, S,T,H. 1974. Manajemen Kualitas Air. Fak. Perikanan IPB. Bogor.

Page 32: Laporan Oseonografi kimia

32

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nitrat merupakan salah satu unsur yang penting untuk sintesis protein

tumbuh-tumbuhan dan hewan. Akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi

dapat mengakumulasikan pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas (bila syarat-

syarat lain seperti konsentrasi fosfat dipenuhi), sehingga air kekurangan oksigen

terlarut dan menyebabkan kematian organisme-organisme lain (Alaerts, 1987).

Nitrat sebagai unsur hara utama Nitrogen dalam bentuk NO3- digunakan

sebagai substansi atau komponen dinding sel yang dibutuhkan dalam jumlah yang

banyak. Oleh karena itu Nitrat sebagai senyawa-senyawa nitrogen anorganik

utama dalam air laut terdapat sebagai ion nitrat (NO3) nitrit dan amoniak (NH3),

dan sangat dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air (Alaerts, 1987).

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dilakukan praktikum ini untuk

mengkaji lebih lanjut mengenai kandungan nitrat pada perairan Paotere Makassar.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah dapat melaksanakan penentuan kadar nitrat

dalam air laut.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat memahami dan

mengetahui cara menentukan kandungan Nitrat (NO3) dari suatu perairan.

Page 33: Laporan Oseonografi kimia

33

II. TINJAUAN PUSTAKA

Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah

senyawa yang stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa

protein tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selanjutnya dikatakan bahwa pemasukan

nitrogen ke laut terutama berasal dari fiksasi nitrogen dari atmosfer oleh petir

membentuk senyawa N2O5, N2O, dan NO yang ikut dalam air hujan. Letusan

gunung api juga memasukkan nitrogen ke laut, pemecahan material organik yang

berasal dari sampah tanaman atau hewan menghasilkan amoniak. Hasil

pemecahannya dapat mengalami oksidasi biologis menghasilkan nitrit (NO2) dan

nitrat (NO3) (Effendi, 2003)

Nitrat merupakan salah satu senyawa anorganik utama dalam air laut yang

terdapat sebagai ion nitrat (NO3), nitrat (NO2) dan amonia (NH3) yang sangat

dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air. Nitrogen memegang peranan kritis

dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam daur

nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam salah satu

bentuk gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini

membuat protein yang kemudian dimakan hewan dan diubah menjadi protein

hewani. Jaringan organik yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di

dalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi

bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, NH4) dan bakteri denitrifiksi yang melakukan

hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke udara dan diserap dari udara selama daur

berlangsung (Herawanty, 2002).

Sumber utama nitrat di perairan berasal dari limbah yang mengandung

senyawa nitrat berupa bahan organik dan senyawa anorganik seperti pupuk

nitrogen. Semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar nitrat tertinggi biasanya

ditemukan di perairan muara. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan kadar

Page 34: Laporan Oseonografi kimia

34

nitrat di laut disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau perairan

(pemupukan) yang mengandung nitrat (Hutagalung , 1997)

Di beberapa perairan laut, nitrat digambarkan sebagai senyawa mikro nutrien

pengontrol produktifitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik. Kadar nitrat

di daerah eufotik sangat dipengaruhi oleh transportasi nitrat ke daerah tersebut,

oksidasi amoniak oleh mikroorganisme dan pengambilan nitrat untuk proses

produktifitas primer, bila intensitas cahaya yang masuk ke kolom air cukup, maka

kecepatan pengambilan nitrat (uptake) lebih cepat daripada proses transportasi

nitrat ke lapisan permukaan (Grasshoff, 1976).

Konsentrasi nitrat meningkat pada kedalaman tertentu dan akan berkurang

pada kedalaman dimana konsentrasi oksigen mendekati nol. Nitrat dan elemen-

elemen lainnya yang berasal dari molekul organik, asam amino, protein dan asam

nukleat mengalami hidrolisa dan oksidasi (Raymont, 1980).

Menurut Effendi (2000), kadar nirat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan

terjadinya pencemaranan tropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja

hewan. Kadar nitrat-nitrogen melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya

eutrofikasi (pengayaan) perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga

dan tumbuhan air scara pesat (blooming).

Menurut Davis dan Cornwell (1971) dalam Effendi (2000), nitrat dapat

digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan. Perairan

oligotrofik kadar nitrat 0-1 mg/l, perairan mesotrofik kadar nitrat 1-5 mg/l, dan

perairan eutrofik dengan kadar nitrat 5-10 mg/l. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap

organisme akuatik. Tetapi pada manusia khususnya pada bayi dibawah lima bulan

akan menimbulkan penyakit methemoglobinemia, disebut pula dengan istilah blue-

baby desease yang mengakibatkan kulit berwarna kebiruan (Cyanosis).

Page 35: Laporan Oseonografi kimia

35

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Dalam penentuan nitrat-nitrogen digunakan metode Brucine (APHA,1979),

dengan menggunakan pereaksi-pereaksi brucine dan asam sulfat pekat. Reaksi

brucine dengan asam sulfat pekat membentuk senyawa yang berwarna kuning.

Kecepatan reaksi ini sangat ditentukan oleh tingkat panas larutan. Pemanasan

larutan dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat. Metode ini hanya sesuai

untuk air sampel yang kadar nitrat-nitrogennya 0,1 sampai 2 ppm (selang terbaik :

0,1 – 1 ppm NO3-N ). Bila diduga air sampel mengandung nitrat lebih besar atau

lebih kecil dari selang ini, disarankan untuk menggunakan metode sebagaimana

yang disarankan APHA (1989).

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar nitrat ini yaitu

Spektrofotometer untuk pengukuran kadar nitrat, botol sampel untuk tempat

sampel air laut, tabung reaksi untuk tempat larutan, labu ukur untuk mengukur air

sampel, rak tabung untuk tempat tabung reaksi, pipet skala untuk pipet larutan dan

corong.

Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum penentuan kadar nitrat ini yaitu

sampel air laut sebagai sampel, indikator brucine sebagai indicator penentuan,

aquades untuk pengenceran, dan kertas saring whatman no 2 untuk menyaring

serta H2SO4.

C. Prosedur Kerja

Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan. Mengambil dan

menyaring sampel air laut kira-kira 10–15 mL dengan menggunakan kertas saring

yang dipasang pada corong. Selanjutnya, menuangkan air hasil saringan tersebut

Page 36: Laporan Oseonografi kimia

36

ke dalam gelas ukur hingga volumenya 5 mL, kemudian memasukkannya ke

dalam tabung reaksi. Meneteskan indikator Brucine ke dalam tabung reaksi

tersebut sebanyak 25 tetes, kemudian mengaduknya selama 2-4 menit.

Menambahkan 5 mL asam sulfat H2SO4 ke dalam larutan tadi kemudian

mengaduknya. Membiarkan larutan tersebut dingin, jika perlu merendamnya

dalam air agar larutan lebih cepat dingin. Sementara menunggu larutan dingin,

membuat larutan blanko menggunakan aquades dengan cara kerja dan volume

yang sama dengan pembuatan larutan tadi. Selanjutnya melakukan pengukuran

absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420

µm, kemudian mencatat nilai yang tertera pada layar spektrofotometer.

D. Perhitungan

Hasil pengukuran spektrofotometer yang diperoleh dari sampel dan Blanko,

dihitung dengan rumus berikut.

NO3- dalam mg/L = Nt–No

Dimana :

Nt = nilai sampel

No = nilai Blanko

Page 37: Laporan Oseonografi kimia

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data yang diperoleh :

Ulangan 1

Nt = 0,346 mg/L

No = 0 mg/L

NO3- dalam mg/L = Nt – No

= 0,346 - 0

= 0,346 mg/L

Ulangan 2

Nt = 0,286 mg/L

No = 0 mg/L

NO3- dalam mg/L = Nt – No

= 0,286 - 0

= 0,286 mg/L

Rata-rata = 0,346 + 0,286

2

= 0.489 mg/L

B. Pembahasan

Hasil rata-rata dari perhitungan kadar nitrat yakni 0,0489 mg/L. Artinya

kandungan nitrat sampel tersebut termasuk sangat rendah (oligotrofik) sesuai

pendapat Davis dan Cornwell (1971) yang menyatakan bahwa perairan oligotrofik

memiliki kandungan kadar nitrat 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kandungan

kadar nitrat 1-5 mg/l, dan perairan eutrofik dengan kadar nitrat 5-10 mg/l.

Page 38: Laporan Oseonografi kimia

38

Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yakni

adanya pencemaran pada perairan TPI Paotere sangat banyak limbah yang

masuk ke laut, serta banyaknya buangan sampah yang terdapat pada perairan

tersebut. Sehingga hal ini menjadi faktor yang menyebabkan kandungan Nitrat

pada perairan tersebut tergolong rendah.

Page 39: Laporan Oseonografi kimia

39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kadar nitrat di Paotere sebesar

0,0489mg/L, Hasil yang didapatkan menggunakan metode Brucine. Dan dari hasil

perhitungan tersebut menunjukkan bahwa perairan TPI Paotere memiliki

kandungan nitrat sampel tersebut termasuk sangat rendah (oligotrofik).

B. Saran

Pada saat pengambilan sampel sebaiknya asisten ikut untuk mengetahui

apakah cara praktikan mengambil sampel sudah sesuai dengan prosedur.

Sehingga nantinya hasilnya sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan

Page 40: Laporan Oseonografi kimia

40

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya.

Effendi, H 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisus ; Yogyakarta.

Grasshoff, K., 1976. Determination of Nitrate. Methods of Seawater Analysis

(Grasshoff edt.). Verlag chemic-Weinheim-New York : 137-145.

Herawanty, 2002. Hubungan Parameter Fisika Kimia Terhadap Klorofil-a di

Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru. Skripsi Jurusan Ilmu

Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin

Makassar.

Hutagalung, H. P. 1997. Metode Analisa Air Laut Sedimen dan Biota. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu pengetahuan

Indonesia, Jakarta.

Raymont, 1980. Dampak Pencemaran Lingkungan. Badan Kerjasama

Perguruan Tinggi Negeri. Indonesia Bagian Timur.

Page 41: Laporan Oseonografi kimia

41

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fosfat merupakan salah satu unsur dari sekian banyak unsur yang

terkandung dalam air laut. Fosfat dalam suatu perairan dapat ditemukan dalam

bentuk senyawa terlarut, tersuspensi, dan ada yang terikat didalam sel organisme

perairan laut yang ada (Hutagalung et al, 1997).

Fosfat terdapat dilaut dalam berbagai keadaan. Sebagian terdapat didalam

senyawa organik seperti protein dan gula, sebagian dalam butiran-butiran kalsium

fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik, dan sebagian terlarut sebagi

fosfat anorganik. Fosfat anorganik banyak terdapat dilaut, dapat mencapai 90 %

dari seluruh fosfor dilaut, terutama pada saat produksi bahan organik tinggi

anorganik rendah, mencapai kurang dari 50 % dar keseluruhan fosfor yang ada

diperairan (Alkaf, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya pengetahuan yang mendalam

mengenai kandungan fosfat di perairan. Maka dari itu, dilakukan praktikum tentang

penentuan kadar fosfat dalam air laut.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan kadar

phosphat dalam air laut.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu

memahami dan mengetahui cara menentukan kadar phosphat dari suatu perairan.

Page 42: Laporan Oseonografi kimia

42

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ortofosfat merupakan faktor pembatas bagi produktivitas disuatu perairan

dalam. Ortofosfat dalam perairan terdapat dalam jumlah yang kecil dan merupakan

unsur hara yang relatif langka terdapat dalam bentuk bebas pada suatu perairan,

sehingga merupakan faktor pembatas bagi proses fotosintesis. Fosfat dalam

kedalaman suatu perairan sebagian besar berasal dari aktivitas manusia di

daratan. Polifosfat yang memasuki sungai melalui buangan air limbah penduduk

dan industri yang menggunakan detergen yang mengandung fosfat, seperti

industri pencucian, logam maupun akibat dari pemupukan pada areal persawahan

yang berlebihan sehingga sisanya akan masuk ke sungai dan akhirnya akan

terbawa ke laut (Boyd, 1988).

Kadar fosfor dalam orthophosphat (P- PO4) jarang melebihi 0,1 mg l-1,

sedangkan kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg l-1. Fosfor

tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan dan ikan (Effendi 2003).

Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah

sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat

daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari

sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi,

antara lain dalam bentuk ion H2 PO4-, HPO4

2-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh

fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan (Hutagalung et al,

1997)..

Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi

tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri.

Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan

populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan

Page 43: Laporan Oseonografi kimia

43

secara massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 –

5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).

Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses

fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid

koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam

keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling

banyak terdapat dalam siklus fosfat (Bloom, 1988).

Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses

biologi dan fisik. Di permukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses

fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan

pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3

µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi.

Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4 jatuh

ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti

organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin

hampir semua P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses

upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan

pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah

musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat akan sangat berkurang (Bloom,

1988).

Menurut Joshimura (1989) dalam Wardoyo (1988), perairan alami

mengandung fosfat terlarut tidak lebih dari 0,1 ppm, kecuali pada perairan

penerima limbah rumah tangga dan industri tertentu serta limpahan air dari daerah

pertanian yang mengalami pemupukan fosfat.

Tabel 2. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan ortofosfat

(Joshimura dalam Wardoyo, 1988)

Kandungan ortofosfat Kesuburan

Page 44: Laporan Oseonografi kimia

44

< 0,020 Rendah

0,021 – 0,050 Cukup

0,051 – 0,100 Baik

0,101 – 0,200 Sangat baik

> 0,200 Sangat baik sekali

Di perairan bentuk dari unsur fosfor terus menerus berubah akibat proses

dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorgank yang

dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk

ortoposfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titi

didih perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini

juga meningkat dengan menurunnya nilai pH, lebih cepat pada air limbah yang

mengandung bakteri daripada air bersih (Effendi, 2000).

Page 45: Laporan Oseonografi kimia

45

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Dalam larutan asam, orthophosphate bereaksi dengan Ammonium molybdate

membentuk senyawa kompleks Ammonium phosphomolybdate. Dengan suatu

pereaksi reduksi ( Metode Stannous chloride), molybdenum dalam senyawa

kompleks tersebut dapat tereduksi menjadi senyawa yang berwarna biru.

Intensitas warna biru bertambah dengan semakin besarnya kadar phosphate

terlarut yang ada.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Spektrofotometer DREL 2800

untuk pengukuran kadar ortofosfat, tabung reaksi untuk tempat mencampur

larutan dengan sampel, rak tabung untuk tempat tabung reaksi, tipet Skala 1 ml

untuk mempipet larutan dan sampel, corong untuk mencorong sampel, erlenmeyer

100 ml untuk mengukur sampel, dan karet bulp.

Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan

Ammonium Molybdate 4 %, larutan Asam Sulfat 2,5 M, larutan Asam askorbik 2

%, pereaksi campuran, dan larutan Asam Borat (H3BO3) 2 %.

C. Prosedur Kerja

Menyaring air sampel sebanyak 25-50 ml dengan kertas saring Whatman no.

42 atau yang setara kemudian mempipet 2,0 ml air sampel yang telah disaring,

masukkan kedalam tabung reaksi lalu menambahkan 3 ml pereaksi dan 2 ml

asam borat 2 %,mengocok. membiarkan 15 menit. Selanjutnya mengukur kadar

Fosfat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L

pada panjang gelombang 660nm. Mencatat nilai Fosfat yang tertera di layar

Spektrofotometer.

Page 46: Laporan Oseonografi kimia

46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data 1 = 0, 137 x 19,2 = 2, 6304 mg/L

Data 2 = 0, 106 x 19,2 = 2,0352 mg/L

B. Pembahasan

Dari perhitungan kadar orthophosphat diperoleh hasil yang pertama adalah 2,

6304 mg/L dan yang kedua adalah 2,0352 mg/L. Hasil tersebut tergolong bahwa

perairan TPI Paotere memiliki tingkat kesuburan sangat baik sekali.

Sesuai pendapat Joshimura (1989) yang mengatakan bahwa kandungan

ortofosfat yang hubungannya dengan kesuburan perairan yaitu < 0,020 rendah,

0,021 – 0,050 cukup, 0,051 – 0,100 baik, 0,101 – 0,200 sangat baik > 0,200 sangat

baik sekali

Page 47: Laporan Oseonografi kimia

47

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dan dari hasil perhitungan didapatkan untuk uji pertama 2, 6304 mg/L dan

yang kedua adala 2,0352 mg/L. Hasil tersebut tergolong bahwa perairan TPI

Paotere memiliki tingkat kesuburan sangat baik sekali.

B. Saran

Sebaiknya asisten menjelaskan detail tentang bagaimana cara pengukuran

orthiphosphat ini sehingga praktikan tidak bingung.

Page 48: Laporan Oseonografi kimia

48

DAFTAR PUSTAKA

Alkaf, E. 2003. Skripsi : Analisis Kandungan nitrat (NO3), fosfat (PO4), dan

bahan organik total (BOT) pada sedimen dihutan bakau Kec. Sinjai

Timur dan Sinjai Utara, Kab. Sinjai. Jurusan Ilmu kelautan. Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Bloom, J. H. 1988. Chemical And Physycal Water Quality Analysis.

NUFFIC/Unibraw/LUW/Fish. Universitas Brawijaya. Malang.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elseviers

Scientific Publishing Company. New York.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisus ; Yogyakarta.

Hutagalung, Horas P. 1997. Metode Analisa Air Laut Sedimen dan Biota. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu pengetahuan

Indonesia, Jakarta.

Wardoyo, S.T.H. 1975. Kriteria air untuk keperluan pertanian dan perikanan.

Seminar pengendalian dan pencemaran air. Bandung, bagian

akuakultur fakultas perikanan IPB; Bogor.

Page 49: Laporan Oseonografi kimia

49

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan organik total menggambarkan kandungan keseluruhan bahan organik

suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan

koloid. Bahan organik yang terbawa aliran merupakan faktor penting dalam rantai

makanan organisme perairan (Hynes, 1970 dalam Rakhman, 1999).

Kandungan total bahan organik yang mudah larut dalam air berkisar antara

0,3 – 3 mg C/l, walaupun berbeda dengan yang ditemukan di perairan pantai akibat

aktivitas plankton dan polusi dari daratan (20 mg C/l). Bagian utama dari

kandungan bahan organik terlarut terdiri dari materi kompleks yang sangat tahan

terhadap bakteri, tetapi secara ekologis merupakan bagian penyusun kecil

campuran yang labil tetapi sangat penting (Syabil, 1998 dalam Rakhman, 1999)

Dengan pertimbangan bahwa banyak atau tidaknya bahan organik dalam

suatu perairan sangat terkait sekali dengan tingkat kesehatan atau kesuburan

perairan itu sendiri, oleh karena itu dipandang perlunya praktikum Oseanografi

Kimia ini kami mencoba mengkaji sejauh mana bahan organik yang terakumulasi

atau seberapa besar subsidi dari bahan organik total yang ada di perairan TPI

Paotere Makassar.

B. Tujuan dan Kegunaan

Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan dapat melaksanakan penentuan

kadar bahan organik total dalam air laut.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu

mengetahui tingkat kesuburan perairan berdasarkan kadar bahan organik total.

Page 50: Laporan Oseonografi kimia

50

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan organik terlarut total atau Total Organik Matter (TOM) menggambarkan

kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik

terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bahan organik merupakan bahan

bersifat kompleks dan dinamis berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat

di dalam tanah yang mengalami perombakan. Bahan ini terus-menerus mengalami

perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi.

Dekomposisi bahan organik di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain susunan

residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara dan oksigen (Rakhman, 1999).

Kosentrasi tertinggi bahan organik terlarut terdapat pada permukaan perairan

dan terutama perairan dekat pantai (daerah dengan tingkat produktifitas tertinggi,

terdapat aliran sungai dan mendapat masukan dari atmosfer). Konsentrasi bahan

organik baik perairan dekat pantai dapat juga berubah secara cepat yang

dipengaruhi oleh ledakan alga, pemangsaan zooplankton, badai dan masukan air

tawar. Untuk bahan organik terlarut yang ideal untuk budidaya yaitu kisaran 20 –

30 mg/l (Rakhman, 1999).

Terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air

laut, yaitu yang berasal dari daratan, proses pembusukan organisme yang telah

mati, perubahan metabolik-metabolik ekstraseluler oleh algae, terutama

fitoplankton dan ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya Selanjutnya

dikatakan bahwa bahan organik total di perairan terdapat sebagai plankton,

partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik yang mengalami perombakan

(detritus) dan bahan-bahan organik total yang berasal dari dari daratan dan

terbawa oleh aliran sungai (Rakhman, 1999).

Sebagian besar bahan buangan organik dapat diuraikan oleh organisme

mikro yang berada di sekitar perairan. Tetapi beberapa komponen organik seperti

Page 51: Laporan Oseonografi kimia

51

lignin, selulosa dan batubara tidak dapat atau sulit diuraikan oleh organisme.

Komponen-komponen yang sulit terurai tersebut akan menutupi daerah perairan

dan memperdangkal perairan dan dapat juga mengakibatkan turunnya konsentrasi

oksigen terlarut dalam air (Wardoyo 1975).

Bahan organik laut berasal dari bahan organik terlarut dan organik bebas.

Bahan organik terlarut meliputi bahan organik transpersi dan koloid yang lulus dari

saringan 0,5 N sedangkan bahan organik bebas mempunyai diameter lebih dari

0,5 mikrometer (Saunder, 1980).

Menurut Syafrani (1994) kandungan bahan organik total di perairan dapat

bervariasi antara 1,00-30,00 mg/L. Sedangkan nilai yang lebih tinggi dari angka

tersebut menunjukkan adanya masukan akibat adanya kegiatan manusia.

Page 52: Laporan Oseonografi kimia

52

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Prinsip analisa didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan

organik dapat dioksidasi dengan menggunakan senyawa kalium permarganat

(KMnO4) atau kalium dikhromat. Oksidator yang digunakan pada penentuan

bahan organik adalah KMnO4, yang diasamkan dengan H2SO4 pekat dan

dididihkan beberapa saat.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu pemanas listrik untuk

memanaskan, buret asam 50 ml untuk tempat larutan, erlenmeyer 250 ml untuk

memcampur larutan, gelas ukur 100 ml untuk mengukur sampel dan larutan, gelas

piala 100 ml untuk tempat pengukuran, pipet skala 10 ml untuk mengambil larutan

dan sampel , thermometer untuk mengukur suhu dan karet bulp.

Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu kalium

permanganat 0,01 N ; KMnO4, natrium oksalat 0,01 N; Na2C2O4, dan asam sulfat

(1:4); H2SO4.

C. Prosedur Kerja

Mempipet 50 ml air sample, memasukkan dalam Erlenmeyer. Menambahkan

sebanyak 9,5 ml KMnO4 langsung dari buret. Kemudian menambahkan 10 ml

H2SO4 (1:4). Lalu panaskan sampai suhu 70-80oC, angkat. Bila suhu telah turun

menjadi 60-70oC, langsung tambahkan Natrium oksalat 0,01 N secara perlahan-

lahan sampai tidak berwarna. Segera titrasi dengan KMnO4 0,01 N, sampai

berubah warna (merah jambu/pink). Catat ml KMnO4 yang digunakan (x ml). Pipet

50 ml aquades, lakukan prosedur (1-6), catat ml KMnO4 yang digunakan.

Page 53: Laporan Oseonografi kimia

53

D. Perhitungan

Untuk menentukan Bahan Organik Total (BOT) suatu perairan maka

digunakan rumus:

BOT (mg/L) = ml

1000 x 0,01 x 31,6 x y)-(x

Dimana:

x = ml KMnO4 untuk sampel.

y = ml KMnO4 untuk aquades (larutan blanko)

31,6 = Seperlima dari BM KMnO4, karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5

oksigen dalam reaksi ini.

0,01 = Normalitas KMnO4

Page 54: Laporan Oseonografi kimia

54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data yang diperoleh :

- Sampel air laut (x)= 20,6 ml

- Aqudes (y)= 0,6 ml

BOT dalam mg/L = (20,6− 0,6) x 31,6 x 0,01 x 1000

50 mL

= 20 x 31,6 x 0,01 x 1000

50 mL

= 6320

50

= 126,4 mg/L

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, kadar BOT yang terkandung dalam perairan

TPI Paotere sebesar 126,4 mg/L. Dengan demikian, perairan kampung Paotere

tergolong perairan yang masih dipengaruhi oleh masukan akibat adanya kegiatan

manusia sesuai pernyataan Syafrani (1994), yang menyatakan bahwa kandungan

bahan organik total di perairan dapat bervariasi antara 1,00-30,00 mg/L.

Sedangkan nilai yang lebih tinggi dari angka tersebut menunjukkan adanya

masukan akibat adanya kegiatan manusia berupa pembuagan sampah ke

perairan tersebut.

Page 55: Laporan Oseonografi kimia

55

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan kegiatan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa salah

satu metode untuk analisa BOT, yaitu dengan menggunakan kalium permarganat

(KMnO4) sebagai oksidator. Berdasarkan metode tersebut, diperoleh hasil sebesar

126,4 mg/L, dan perairan TPI Paotere tergolong yang memiliki kandungan bahan

organik terlarut yang tinggi. Nilai yang lebih tinggi dari angka tersebut

menunjukkan adanya masukan akibat adanya kegiatan manusia berupa

pembuagan sampah ke perairan tersebut.

B. Saran

Sebaiknya setiap praktikan disuruh untuk mencoba melakukan praktikum satu

per satu sehingga tidak hanya beberapa orang saja dalam kelompok yang aktif

bekerja.

Page 56: Laporan Oseonografi kimia

56

DAFTAR PUSTAKA

Rakhman, A. 1999. Studi Penyebaran Bahan Organik Pada Berbagai

Ekosistem Di Perairan Pantai Pulau Bonebatang. Skripsi Jurusan Ilmu

Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Saunder, G.W., 1980. Organic matter and Decomposers. In The Functioning of Freshwater Ecosystem Eds. by E.D. Le Cren and R.H. Lowe-Mc. Connel. Cambridge University Press.588 p.

Syafrani. 1994. Studi Lingkungan Perairan Sungai Siak bagian Hilir dari

Pencemaran Bahan Organik. Tesis program Pascasarjana IPB. Bogor.

Syafrani. 1994. Studi Lingkungan Perairan Sungai Siak bagian Hilir dari Pencemaran Bahan Organik. Tesis program Pascasarjana IPB. Bogor.

Wardoyo, S.T.H. 1975. Kriteria Air Untuk keperluan Pertanian dan Perikanan.

Seminar pengendalian pencemaran air. Bandung. Bagian Akuakultur

Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 57: Laporan Oseonografi kimia

57

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri

fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan

dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia (Hatta,

2002).

Dalam proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu

memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan

menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Dan

karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi

protein, lemak, asam nukleat dan molekul organik lainnya (Abidin, 1984).

Klorofil pada plankton dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu

perairan. Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas primer

tumbuhan yang berklorofil yang merupakan interaksi dari berbagai faktor,

diantaranya adalah unsur hara dalam perairan. Selain itu klorofil juga digunakan

sebagai indikator biomassa fitoplankton pada suatu perairan (Abidin, 1984).

Mengetahui kandungan klorofil fitoplankton dalam suatu perairan, menjadi

penting karena dapat digunakan sebagai pendugaan standing stock dan ukuran

produktivitas primer maka dilakukan praktikum penentuan kadar klorofil-a dalam

air laut.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah dapat melaksanakan penentuan kadar

klorofil-a dalam air laut.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah untuk melihat tingkat

kesuburan suatu perairan berdasarkan kandungan klirofil dalam air laut.

Page 58: Laporan Oseonografi kimia

58

II. TINJUAN PUSTAKA

Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan

produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a

sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Beberapa parameter

fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah

intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan

parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab

bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Selain itu “grazing”

juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut (Hatta,

2002).

Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya

dan keberadaan nutrien. Perairan laut tropis pada umumnya memiliki kandungan

klorofil-a rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom air.

Saunder (1980) menyatakan bahwa stratifikasi kolom air disebabkan oleh

pemanasan permukaan perairan yang hampir sepanjang tahun.

Pola persebaran klorofil-a secara musiman maupun spasial, dibeberapa

bagian perairan dijumpai kosentrasinya yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan

karena terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui

berbagai proses dinamika massa air, diantaranya upwelling, percampuran vertikal

massa air serta pola pergerakkan massa air, yang membawa massa air kaya

nutrien dari perairan sekitarnya (Saunder, 1980).

Menurut Hatta (2002) klorofil-a dipermukaan perairan dikelompokkan ke

dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan kandungan klorofil-a:

Tabel 3. Kategori kandungan klorofil-a

Klorofil-a Kategori

<0,07 Rendah

Page 59: Laporan Oseonografi kimia

59

0,07-0,14 Sedang

>0,14 Tinggi

Menurut Harborne (1987), faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya

klorofil adalah:

a. Faktor pembawaan

Pembentukan klorofil seperti halnya dengan pembentukan pigmen pigmen

lain pada hewan dan manusia yang dibawakan oleh suatu gen tertentu didalam

kromosom. Jika gen ini tidak ada, tanaman akan tampak putih belaka.

b. Cahaya

Klorofil dapat terbentuk dengan memerlukan cahaya tanaman lain yang

ditumbuhkan didalam gelap tak berhasil membentuk klorofil. Larutan klorofil yang

dihadapkan pada sinar kuat tampak berkurang hijaunya.

c. Oksigen

Okigen juga sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil.

d. Karbohidrat

Karbohidrat juga sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil ,

utamanya di dalam daun daunan yang mengalami tumbuh dan gelap. Dengan

tiada pemberian gula, daun daun tersebut tidak mampu menghasilkan klorofil.

Hutagalung (1997) mengatakan bahwa untuk menghitung kandungan klorofil

absorbansi dari panjang gelombang yang diukur (664, 647, dan 630 nm) dikurangi

dengan absorbansi pada panjang gelombang 750 nm. Pengurangan absorbansi

pada masing-masing panjang gelombang tersebut dengan absorbansi pada

panjang gelombang 750 nm dimaksudkan untuk mendapatkan nilai absorbansi

yang dilakukan oleh klorofil, karena pada panjang gelombang 750 nm tidak

terdapat penyerapan yang dilakukan oleh klorofil (hanya faktor kekeruhan sampel).

Page 60: Laporan Oseonografi kimia

60

Menurut Sukadi (2007), klasifikasi tingkat kesuburan perairan secara umum

dan status trofik

Tabel 4. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan klorofil-a

Rata-rata

Klorofil-a

Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hypereutrofik

<1 4,7 14,3 100-200>

Page 61: Laporan Oseonografi kimia

61

III. METODE ANALISIS

A. Prinsip Analisis

Pada percobaan ini prinsip analisis yang digunakan yakni dengan

memnggunakan metode spektrofotometer (panjang gelombang) yakni dengan

panjang gelombang 750, 665, 645 dan 630 nm. Pada setiap pengukuran panjang

gelombang 750 nm mencatat nilai absorbansinya kemudian melakukan

perhitungan.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu peralatan penyaringan untuk

diameter 47 mm milipore, botol dengan penutup 300 ml, tabung centrifuge 15 ml,

centrifuge untuk tabung 15 ml, dan spektrofotometer dengan cuvet 10 cm.

Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu aseton 90%,

magnesium karbonat, dan kertas saring membran selulosa nitrat.

C. Prosedur Kerja

Menyaring contoh air laut sebanyak 1000 ml ke dalam saringan milipore,

dengan menggunakan pompa vacum yang telah tersambung dengan corong

buchner dan erlenmeyer section. Lalu menambahkan 3-5 tetes larutan MgCO3

kedalam contoh air laut sementara disaring. Setelah selesai proses penyaringan,

mengambil kertas saring dengan menggunakan pinset. Memasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi Aceton 90% sebanyak 15 ml, menutup dengan

aluminium foil. Kemudian menyimpannya dalam refrigerator selam 1 x 24 jam.

Disentrifugal tiap tabung reaksi pada temperatur kamar selama 15 menit dan 3500

rpm. Selanjutnya mengambil supernatan kedalam cuvet 10 cm dan ukur absorban

pada panjang gelombang 750, 665, 645, dan 630, nm. Mencatat nilai absorban

yang tertera di display alat spectrophotometer DREL 2800.

Page 62: Laporan Oseonografi kimia

62

D. Perhitungan

Perhitungan kadar klorofil -a dalam contoh air laut menggunakan rumus

sebagai berikut :

Dan

Dimana :

C = jumlah Ca + Cb + Cc (ml)

V = volume contoh air laut (liter)

v = volume aseton ( 15 ml)

Klorofil-a (C) = 15,6 E665 - 2,0 E645 - 0,8E630 X f

mg klorofil/m3 = 10Vx

Cxv

Page 63: Laporan Oseonografi kimia

63

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data yang diperoleh :

Panjang Gelombang

ʎ750 ʎ 665 ʎ645 ʎ630

-0,014 -0,021 -0,001 -0,001

Berdasarkan perhitungan dengan rumus maka dapatkan hasi, sebagai berikut :

F = 1000 x Volume aseton (ml)

Panjang sel (cm) x volume smapel (ml)

= 1000 x 10

10 x 600

= 10000

6000

= 1,666 mg/ml

µg/L klororfil-a = 15,6 E665 – 2,0 E645 – 0,8 E630 x F

= 15,6 (-0,021) – 2,0 (-0,001) – 0,8 (-0.001) x 1,666

= -0,3276 – 0,0020 – 0,0008 x 1,666

= -0,3309 mg/ml

B. Pembahasan

Hasil dari perhitungan klorofil TPI Paotere didapat kandungan klorofil dari

sampel air laut sebesar -0,3309 mg/ml. hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel

air laut tergolong rendah sesuai pernyataan Hatta (2002) yang menyatakan bahwa

dibawah nilai 0,07 termasuk dalam kategori memiliki kandungan klorofil-a yang

rendah.

Perairan TPI Paotere termasuk dalam perairan oligotrofik, dengan kandungan

klorofil-a kurang dari 1 mg/L. perairan oligotrofik merupakan perairan yang

Page 64: Laporan Oseonografi kimia

64

kesuburannya kurang. Sesuai pernyataan Sukadi (2007) yang mengatakan bahwa

nilai kandungan klorofil-a dibawah 1 mg/L termasuk dalam perairan oligotrofik.

Page 65: Laporan Oseonografi kimia

65

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengukuran kandungan klorofil-a dalam air laut dapat dilakukan dengan

metode Aceton spektrofotometric yang dikembangkan oleh APHA (1992).

Berdasarkan metode tersebut, diperoleh hasil analisa kandungan klorofil-a pada

sampel air laut kurang dari 1 mg/L, yaitu -0,3309 mg/ml, dengan demikian perairan

tersebut merupakan perairan oligotrofik yaitu dengan tingkat kesuburan yang

rendah sesuai pernyataan

B. Saran

Pengambilan sampel air laut untuk mengukur kadar klorofil-a maka sebaiknya

diambil pada hari praktikum atau dibungkus dengan kertas hitam.

Page 66: Laporan Oseonografi kimia

66

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z.1984. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa. Bandung

Hatta. 2002. Hubungan antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis Dengan Kondisi Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya. Makalah Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hutagalung, H.P.1997. Metode Analisa Air Laut, Sedimen dan Biota. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta.

Saunder, G.W., 1980. Organic matter and Decomposers. In The Functioning of Freshwater Ecosystem Eds. by E.D. Le Cren and R.H. Lowe-Mc. Connel. Cambridge University Press.

Sukadi. 2007. Analisis Kualitas Air. PT Gramedia, Jakarta