laporan kinetika vinegar
TRANSCRIPT
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Mulyanto Onggo W
NIM : 11.70.0076
Kelompok B2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Praktikum ini dilakukan mulai tanggal 12 Juni hingga 17 Juni (N0 – N96) kami
melakukan pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman beralkohol
dengan substrat yang digunakan adalah sari buah apel. Apel mengandung zat dengan
gizi yang tinggi seperti kalsium, fosfor, besi, serat, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2,
dan vitamin C. Karena sifatnya yang menyehatkan ini maka apel banyak diolah menjadi
berbagai panganan dan minuman. Salah satu olahan apel yaitu cider apel. Yeast yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah Saccharomyces cereviseae. Berikut ini adalah
hasil pengamatan saat praktikum kinetika fermentasi dalam pembuatan minuman
beralkohol :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Pembuatan Minuman Beralkohol
Berdasarkan hasil pengamatan tabel diatas Cider diamati pada hari ke-0 dilambangkan
sebagai N0, hari kesatu dilambangkan sebagai N24, hari kedua dilambangkan sebagai
N48, hari ketiga dilambangkan sebagai N72, hari keempat dilambangkan sebagai N96.
Parameter yang diamati antara lain jumlah mikroba tiap petak, rata-rata/jumlah MO tiap
1
2
petak, rata-rata/jumlah tiap cc, tingkat kekeruhan(OD), Ph, dan total asam. Dari tabel 1
diatas, untuk mempermudah pemamahaman akan hasil pengamatan yang didapatkan
maka akan disajikan 5 buah grafik.
Berikut adalah grafik-grafik tersebut :
N0 N24 N48 N72 N960
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel VS Waktu
B1
B2
B3
B4
B5
Waktu
Jum
lah
Sel
Grafik 1. Hubungan Waktu dan Jumlah Sel/cc
Hasil pengamatan pada grafik 1 dapat terlihat hubungan antara lama waktu fermentasi
dengan jumlah sel mikroorganisme. Pada kebanyakan kelompok terjadi peningkatan
jumlah sel mikroorganisme hingga fermentasi hari ke 2 (N48) kecuali pada kelompok
B1 dimana jumlah sel tetap 0. Namun setelah waktu fermentasi melebihi 3 hari yaitu
pada N96, jumlah sel mikroorganisme kelompok B1 dan B5 mengalami penurunan.
N0 N24 N48 N72 N96
-1.0000
-0.5000
0.0000
0.5000
1.0000
Grafik Hubungan OD dengan Waktu
B1
B2
B3
B4
B5
Waktu
OD
Grafik 2. Hubungan Waktu dan Optical Density (OD)
3
Pada grafik 2 dapat terlihat hubungan antara lama waktu fermentasi dengan tingkat
kekeruhan yang terukur sebagai optical density (OD). Pada hasil tersebut terjadi
peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda dari tiap kelompok.
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
B1
B2
B3
B4
B5
OD
Jum
lah
Sel
Grafik 3. Hubungan Optical Density (OD) dan Jumlah Sel/cc
Pada grafik 3 dapat terlihat hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan tingkat
kekeruhan (OD) pada cider apel. Berdasarkan grafik tersebut sulit diketahui hubungan
yang jelas antara jumlah sel dengan OD. Nilai OD yang diperoleh tiap-tiap kelompok
menunjukkan terdapat hasil yang negatif.
2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel dengan pH
B1
B2
B3
B4
B5
pH
Jum
lah
Sel
Gambar 4. Hubungan Jumlah Sel dengan pH
4
Pada grafik 4 dapat terlihat hubungan antara jumlah sel dengan tingkat keasaman(pH).
Pada hasil pengukuran tersebut terjadi peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda
dari tiap kelompok.
15 16 17 18 19 20 21 22 230
100000000200000000300000000400000000500000000600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
B1
B2
B3
B4
B5
Total Asam
Jum
lah
Sel
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
Pada grafik 5 dapat terlihat hubungan antara jumlah sel dengan total asam. Pada hasil
pengukuran tersebut juga terjadi peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda dari
tiap kelompok.
2. PEMBAHASAN
Praktikum kinetika fermentasi dalam pembuatan minuman beralkohol yang telah kami
lakukan menggunakan sari apel dengan bantuan yeast Saccharomyces cereviceae.
Dalam jurnalnya yang berjudul “Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of
Cider” Nogueira et al (2007) mendefinisikan cider apel sebagai minuman alkohol kadar
rendah dari sari apel.Sari apel diperoleh dari pengepresan buah apel yang kemudian
mengalami proses fermentasi alkohol, sedangkan yeast adalah mikroorganisme, dan
merupakan salah satu mahluk hidup yang sangat kecil ukurannya. Apel mengandung zat
dengan gizi yang tinggi seperti kalsium, fosfor, besi, serat, vitamin A, vitamin B1,
vitamin B2, dan vitamin C (Candra, 2010). Berdasarkan jurnal “Effect of Alcoholic
Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in Cider Processing” Buah apel
juga mengandung antioksidan yang berperan besar dalam proses perbaikan metabolisme
tubuh. Karena sifatnya yang menyehatkan ini maka apel banyak diolah menjadi
berbagai panganan dan minuman. Salah satu olahan apel yaitu cider apel.
Saccahomyces cereviseae memiliki temperatur yang optimal untuk pertumbuhan selama
fermentasi sekitar 28oC hingga 32oC dengan pH lingkungan optimal antara 4 - 5 (Reed
& Rehm, 1983). Penggunaan yeast tersebut sesuai dengan teori yang ada dalam Wang et
al,. (2004) yang menyatakan bahwa fungsi utama dari Saccharomyces cerevisiae untuk
mengkatalisis secara cepat, efisien dan lengkap sari apel yang kita miliki. Selain itu juga
merombak gula menjadi alkohol tanpa menimbulkan off-flavour. Wood (1998) juga
menambahkan bahwa S. cerevisiae selain merombak gula-gula sederhana menjadi
alkohol juga menggunakannya dalam metabolisme sel dan pembentukan biomassa sel
untuk menghasilkan gliserol, asam asetat dan asam suksinat sebagai produk samping.
Berdasarkan jurnal “Yeast species associated with the spontaneous fermentation of
cider” dikatakan bahwa proses fermentasi sari buah melibatkan pengembangan
berurutan dari berbagai jenis mikroorganisme. Spesies yeast dengan dinamika yang
berbeda selama proses fermentasi berlangsung dapat mempengaruhi rasa, aroma, dan
penampilan yang dihasilkan. Hal ini sangat mempengaruhi proses fermentasi dan
jumlah sel. Fermentasi yang semakin lama menyebabkan meningkatnya jumlah yeast
yang akan menghasilkan asam sehingga akan menghambat pertumbuhan bakteri itu
sendiri (Valles et al, 2006).
5
Gambar 1. Proses sterilisasi sari apel
6
Berdasarkan jurnal “Temperature-Dependent Kinetic Model for Nitrogen-Limited Wine
Fermentations” diungkapkan nitrogen merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan
yeast. Konsentrasi nitrogen dalam proses fermentasi mungkin tergantung pada faktor-
faktor lain, seperti suhu dan konsentrasi awal gula. Proses fermentasi pada suhu tinggi
menghasilkan sisa nitrogen yang tinggi pula pada akhir fermentasi. Selain itu faktor-
faktor lingkungan juga ikut berpengaruh dalam pertumbuhan mikroorganisme yaitu
meliputi nutrien, suhu, kelembaban, oksigen, dan pH. Masing-masing dari komponen
ini merupakan faktor yang penting dan dapat membatasi pertumbuhan (Hayes, 1995).
Stanburry & Whitaker (1984) menambahkan bahwa penyediaan oksigen yang cukup,
yang diberikan merupakan salah satu langkah untuk menjamin beerlangsungnya
kebutuhan metabolisme mikroorganisme.
Sari apel yang digunakan dalam praktikum saat itu diperoleh dari pengepresan buah
apel dan kemudian mengalami proses fermentasi alkohol dan konversi malolatik
(Nogueira et al, 2007). Sari apel tersebut
disterilisasi kemudian diberi inokulum
Saccharomyces cereviceae yang dilakukan
secara aseptis seperti yang Nampak pada
gambar 1 di samping. Menurut Fardiaz
(1992) proses sterilisasi sari buah apel
tersebut untuk membunuh atau mematikan
semua jasad renik/mikroorganisme yang
terdapat pada suatu benda, sehingga bila ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada
lagi jasad renik lain yang dapat berkembang biak, sedangkan teknik aseptis menurut
Hadioetomo (1993).bertujuan untuk mencegah infeksi diri dari bakteri yang merugikan
serta mencegah agar kultur yang akan
ditumbuhkan nantinya tidak tercemar oleh
kontaminan-kontaminan yang tidak
diinginkan, baik karena kontaminasi
praktikan, maupun karena kontaminasi
udara lingkungan sekitar. Gambar 2. Inokulasi kultur yeast ke sari apel
7
Tahap selanjutnya setelah sari apel diinokulasi adalah inkubasi selama 4 hari (96 jam).
Menurut Said (1987), proses shaker inkubator digunakan sebagai media aerasi untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan agitasi untuk menjamin tercapainya keseragaman
suspensi dari sel mikroba pada media nutrien yang homogen. Proses aerasi ini sangat
diperlukan karena pertumbuhan Saccharomyces cereviseae biasanya berlangsung secara
aerob (Van Hoek et al, 2004). Dalam melakukan proses inkubasi ini, praktikan
menempatkansari apel dalam labu erlenmeyer yang telah ditutup dengan aluminium foil
yang kemudian diletakkan di atas shaker. Metode ini sesuai dengan metode yang
diungkapkan oleh Rahman (1992) yang menyatakan bahwa proses shaker dilakukan
dengan menempatkan bahan fermentasi dalam wadah dengan kondisi tertutup di atas
shaker.
Pengamatan cider apel dilakukan setiap 24 jam sekali. Parameter pengamatan
meliputi jumlah selyang diuji menggunakan alat haemocytometer dan tingkat
kekeruhan(OD) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.
Haemocytometer merupakan suatu ruang hitung yang terdiri atas petak–petak
berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop, biasanya
digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar ukuran sel darah merah (Hadioetomo,
1993). Volume petak yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 0,05mm x
0,05mm x 0.1 mm.
Gambar 3. Pengisian sari apel ke
haemocytometer
Gambar 4. Pengujian OD menggunakan
spektrofotometer
8
Proses pengujian jumlah sel menggunakan alat haemocytometer untuk kelompok kami
B2 menunjukkan hasil sebagai berikut:
Berdasarkan grafik 1, Hasil pengamatan pada grafik 1 dapat terlihat hubungan antara
lama waktu fermentasi dengan jumlah sel mikroorganisme. Pada kebanyakan kelompok
terjadi peningkatan jumlah sel mikroorganisme hingga fermentasi hari ke 2 (N48)
kecuali pada kelompok B1 dimana jumlah sel tetap 0. Namun setelah waktu fermentasi
melebihi 3 hari yaitu pada N96, jumlah sel mikroorganisme kelompok B1 dan B5
mengalami penurunan. Hasil yang berbeda-beda ini menurut Hayes (1995) disebabkan
karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Beberapa faktor tersebut, antara lain nutrien, suhu, kelembaban, oksigen, dan pH.
Menurut Van Hoek et al (2004), keoptimalan produktivitas baker’s yeast juga akan
sangat dipengaruhi oleh parameter lingkungan sekitar, seperti pH, suhu, laju aerasi,
jenis gula, nitrogen, dan fosfor. Selain itu menurut Kulkarni et al (2011) dalam
jurnalnya yang berjudul “Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies
of S.cereviceae for Sugar Cane Wine Production”, pertumbuhan serta laju produksi
alkohol oleh S.cerevisiae juga dapat dipengaruhi oleh penambahan zat aditif seperti
biotin atau daun jambu. Namun, pada hasil penelitiannya menunjukkan hasil bahwa
penambahan biotin pada kondisi pertumbuhan yang optimun tidak dapat meningkatkan
produksi alkohol sedangkan penambahan daun jambu dapat meningkatkan produksi
alkohol selama proses fermentasi.
Gambar 5. Hasil penampang mikroskop
haemocytometer N0
Gambar 6. Hasil penampang mikroskop
haemocytometer N24
Gambar 9. Hasil penampang mikroskop
haemocytometer N96
Gambar 8. Hasil penampang mikroskop
haemocytometer N72
Gambar 7. Hasil penampang mikroskop
haemocytometer N48
9
Peningkatan jumlah sel mikroorganisme ini terjadi karena Saccharomyces cereviceae
menggunakan glukosa pada sari apel sebagai energi untuk melakukan pertumbuhan.
Sedangkan penurunan jumlah sel mikroorganisme pada hari ke 3 hingga ke 4 terjadi
karena Saccharomyces cereviceae mengalami kematian. Hasil ini membuktikan teori
Shuler (1989) yang menyatakan bahwa kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa
fase yaitu fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Fase lag terjadi dengan
cepat setelah inokulasi dan ini adalah masa penyesuaian sel dengan lingkungan. Fase
lag ini terjadi pada N0. Selama fase ini, jumlah massa meningkat sedikit tanpa
peningkatan densitas sel. Pada fase log, sel sudah menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan baru. Setelah periode adaptasi, sel dapat mengganda dengan cepat dan
jumlah serta densitas sel meningkat secara eksponensial. Pada fase stasioner di mana
pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Hal ini disebabkan karena nutrisi mulai habis,
sehingga tidak terjadi pembelahan oleh mikroorganisme. Pada akhir fase seharusnya
terjadi fase stasioner dan diakhiri dengan fase kematian (N96) di mana pertumbuhan
mikroorganisme sama dengan kematian. Fase pertumbuhan agak terlihat pada kurva
kelompok B1 dimana fase log terjadi pada waktu N0-N24, fase stasioner pada waktu
N24-N48, dan fase kematian pada waktu N48-N96. Pada kelompok lain fase
pertumbuhanlag, log, stasioner dan kematiaan Saccharomyces cereviceae tidak dapat
teramati sempurna.
Pada grafik 2 dapat terlihat hubungan antara lama waktu fermentasi dengan tingkat
kekeruhan yang terukur sebagai optical density (OD). Pada hasil tersebut terjadi
peningkatan dan penurunan yang berbeda-beda dari tiap kelompok. Hal tersebut tidak
sesuai dengan teori Clark (2007) bahwa absorbansi atau optical density berbanding
lurus dengan konsentrasi sel. Dengan demikian konsentrasi sel dalam suspensi dapat
dinyatakan sebagai nilai OD (optical density).
Apabila kita lihat grafik 3, hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan tingkat
kekeruhan (OD) pada cider apel. Berdasarkan grafik tersebut sulit diketahui hubungan
yang jelas antara jumlah sel dengan OD. Nilai OD yang diperoleh tiap-tiap kelompok
menunjukkan terdapat hasil yang negatif. Seharusnya hubungan jumlah sel/cc dengan
10
OD berbanding lurus, sebab dengan jumlah sel banyak atau keruh maka OD akan
meningkat. Semakin tinggi nilai absorbansi, maka akan semakin tinggi pula kadar
biomassanya (Van Hoek et al., 2004). Sebaliknya, apabila jumlah sel yang sedikit atau
kurang keruh maka OD akan menurun. Hal ini sudah sesuai dengan yang dikatakan oleh
Arthey & Ashurst (1998) bahwa absorbansi (Optical Density) berbanding lurus dengan
konsentrasi sel. Hadioetomo (1993) juga menambahkan bahwa mikroba yang tumbuh
dalam cairan ditunjukkan dengan bertambahnya kekeruhan. Semakin besar jumlah sel
maka nilai OD-nya juga semakin tinggi.
Berdasarkan jurnal “Kinetics studies on ethanol production from banana peel waste
using mutant strainof Saccharomyces cerevisiae” dijelaskan bahwa pH optimal dimana
laju produksi ethanol oleh S. Cerevisiae adalah pada pH 4,5. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada grafik 4 yang menggambarkan hubungan antara jumlah sel dengan tingkat
keasaman(pH) dimana menunjukkan peningkatan jumlah sel hingga pH tertentu. Setelah
melewati pH optimum tersebut grafik menunjukkan penurunan jumlah sel
mikroorganisme. Grafik 5 menggambarkan hubungan antara jumlah sel dengan total
asam. Namun pada hasil pengukuran kedua parameter tersebut terjadi peningkatan dan
penurunan yang berbeda-beda dari tiap kelompok. Sehingga masih diragukan hubungan
antara keduanya.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan teori-teori yang ada, dapat kita simpulkan beberapa
hal, antara lain :
Fermentasi cider dapat terjadi karena adanya aktivitas antimikrobia yaitu
Saccharomyces cereviceae.
Fermentasi merupakan oksidasi anaerobik suatu komponen oleh enzim
mikroorganisme untuk menghasilkan energi.
Fase pertumbuhan yeast meliputi fase lag, log, stasioner, dan fase kematian
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah nutrien
dalam substrat, suhu, kelembaban, Oksigen dan pH.
Pembentukan alkohol dalam proses penumbuhan baker’s yeast sangat tidak
diharapkan, karena alkohol dapat mengurangi jumlah biomassa.
Jumlah yeast / cc akan terus meningkat seiring semakin lamanya fermentasi
Peningkatan jumlah sel, akan meningkatkan pula nilai OD (Optical Density)
suatu bahan.
Semakin lama waktu inkubasi akan meningkatkan kekeruhan sehingga
meningkatkan nilai OD.
Semarang, 2 Juni 2014
Praktikan Asisten Dosen
- Stella Mariss H. - Meilisa Lelyana D. - Chrysentia Archinitta L.M. - Katharina Nerissa A.A. - Adriani Cintya S.
Mulyanto Onggo W.
11.70.0076
11
4. DAFTAR PUSTAKA
Candra, Asep. (2010).Cuka Apel Stabilkan Tekanan Darah. http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/01/11331416/Cuka.Apel.Stabilkan.Tekanan.Darah
Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/
Coleman, M. C., R. Fish & D. E. Block. (2007). Temperature-Dependent Kinetic Model for Nitrogen-Limited Wine Fermentations. Department of Chemical Engineering and Material Science and Department of Viticulture and Enology,University of California, One Shields Avenue, Davis, California.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hayes, P. R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman and Hall. Great Britain.
Kulkarni Mayuri K., Pallavi T. Kininge, Nitin V. Ghasghase, Priya R. M., Sunil S. J. (2011). Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of S.cereviceae for Sugar Cane Wine Production. Department of Biotechnology, Kolhapur Institute of Technology, Kolhapur, India, International Journal of Advanced Biotechnology and ResearchVol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158
Manikandan K., V Saravanan and T Viruthagiri. (2007). Kinetics studies on ethanol production from banana peel waste using mutant strainof Saccharomyces cerevisiae.
Department of Chemical Engineering, Annamalai University, Annamalai Nagar 608 002, India.
Nogueira A., Caroline M., Deise R.S.S., Nina W., Gilvan W. ( 2007). Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilian Archives of Biology and Technology Vol.50, n. 6 : pp.1083-1092
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Hayes (1995).
Reed, G & Rehm, H. J. (1995). Biotechnology volume 9. VCH Verlagsge Sellschaft. New York.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
12
13
Schlegel, H.G. & K, Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Shuler, L.M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London
Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Valles B.S, Bedrin˜ anaa R.P, Norman Ferna´ ndez Tasco´ na N.F, Simo´nb A.Q, Madreraa R.R, (2006). Yeast species associated with the spontaneous fermentation of cider. Valencia, Spain Food Microbiology 24 (2007) 25–31.
Van Hoek, et al. (2004). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of Baker’sYeast.http://aem.asm.org/cgi/content/full/64/11/4266?maxtoshow=&hits=RESULTFORMAT.
Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; dan G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal Of The Institute Of Brewing.
Wood BJB. 1998. Microbiologi of Fermented Food. 2nd ed. Blackie Academy and Profesional, London
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus Rata-rata / ∑ tiap cc :
Jumlah selcc
= 1volume petak
xrata−rata jumlah mo . tiap petak
Volume petak=0,05 mm x 0,05 mmx 0,1 mm
¿0,00025 mm
¿0,00000025 cc=2,5 x 10−7 cc
Kelompok B1
N0 :
Jumlah sel/cc =15,75
2,5 x 10−7 = 6,3 x 104 sel/cc
N24 :
Jumlah sel/cc = 24,25
2,5 x 10−7 = 9,7 x 104 sel/cc
N48 :
Jumlah sel/cc = 44
2,5 x 10−7 = 17,6 x 107 sel/cc
N72 :
Jumlah sel/cc =58,25
2,5 x 10−7 = 23,3 x 107 sel/cc
N96 :
Jumlah sel/cc = 38
2,5 x 10−7 = 15,2 x 107 sel/cc
Kelompok B2
N0 :
Jumlah sel/cc =43,5
2,5 x 10−7 = 1,74 x 108 sel/cc
N24 :
Jumlah sel/cc = 63,5
2,5 x 10−7 = 2,54 x 108 sel/cc
N48 :
14
15
Jumlah sel/cc = 63
2,5 x 10−7 = 2,52 x 108 sel/cc
N72 :
Jumlah sel/cc =69,5
2,5 x 10−7 = 2,78 x 108 sel/cc
N96 :
Jumlah sel/cc = 73,5
2,5 x 10−7 = 2,94 x 108 sel/cc
Kelompok B3
N0 :
Jumlah sel/cc =25
2,5 x 10−7 = 1,00 x 108 sel/cc
N24 :
Jumlah sel/cc = 38
2,5 x 10−7 = 15,2 x 107 sel/cc
N48 :
Jumlah sel/cc = 61,75
2,5 x 10−7 = 24,7 x 107 sel/cc
N72
Jumlah sel/cc =94,25
2,5 x 10−7 = 3,77 x 108 sel/cc
N96
Jumlah sel/cc = 133,25
2,5 x 10−7 = 5,33 x 108 sel/cc
Kelompok B4
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 50,5 = 2,02 x 108 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 61= 2,44 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 69,5 = 2,78 x 108 sel/cc
16
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 86 = 3,44 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 96,5 = 3,86 x 108 sel/cc
Kelompok B5
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 0 = 0 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 37 = 1,48 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 33,25 = 1,33 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 72,25= 2,89 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 62,75 = 2,51 x 108 sel/cc
Perhitungan Total Asam
Total asam =
ml NaOH x Normalitas NaOH x 19210 ml sampel
Kelompok B1
N0 :
9,4 x 0,1 x 19210
= 18,048 mg/ml
N24 :
17
9,5 x0,1 x19210
= 20,16 mg/ml
N48 :
9,7 x0,1 x19210
= 20,544 mg/ml
N72 :
8,5 x0,1 x19210
= 17,088 mg/ml
N96 :
8 x0,1 x19210
= 16,32 mg/ml
Kelompok B2
N0 :
9,4 x 0,1 x 19210
= 19,97 mg/ml
N24 :
9,5 x0,1 x19210
= 20,16 mg/ml
N48 :
9,7 x0,1 x19210
= 20,54 mg/ml
N72 :
8,5 x0,1 x19210
= 20,74 mg/ml
N96 :
8 x0,1 x19210
= 22,08 mg/ml
Kelompok B3
N0 :
9,4 x 0,1 x 19210
= 18,05 mg/ml
N24 :
9,5 x0,1 x19210
= 18,24 mg/ml
N48 :
18
9,7 x0,1 x19210
= 18,62 mg/ml
N72 :
8,5 x0,1 x19210
= 16,32 mg/ml
N96 :
8 x0,1 x19210
= 15,36 mg/ml
Kelompok B4
N0
Total Asam = 8 x0,1 x192
10 = 15,36 mg/ml
N24
Total Asam = 8,5 x0,1 x192
10 = 16,32 mg/ml
N48
Total Asam = 9,5 x0,1 x192
10 = 18,24 mg/ml
N72
Total Asam = 8 x0,1 x192
10 =15,36 mg/ml
N96
Total Asam = 8 ,5 x 0,1 x 192
10 = 16,32 mg/ml
Kelompok B5
N0
Total Asam = 10,1 x 0,1 x 192
10 = 19,39 mg/ml
N24
Total Asam = 10,2 x 0,1 x 192
10 = 19,58 mg/ml
N48
Total Asam = 10,5 x 0,1 x192
10 = 20,16 mg/ml
N72
19
Total Asam = 10,5 x 0,1 x192
10 =20,16 mg/ml
N96
Total Asam = 11,2 x0,1 x192
10 = 21,50 mg/ml
5.2. Jurnal
~terlampir~
5.3. Laporan Sementara
~terlampir~