laporan kasus vina cva infark

117
LAPORAN KASUS PASIEN DENGAN CVA INFARK Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi Di RST Dr. Soedjono Magelang Disusun oleh: Yulia Devina Suci Kusumastrini 01.209.6050 Pembimbing: Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Upload: yulia-devina

Post on 01-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Vina CVA Infark

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN CVA INFARK

Diajukan untuk

Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi

Di RST Dr. Soedjono Magelang

Disusun oleh:

Yulia Devina Suci Kusumastrini

01.209.6050

Pembimbing:

Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS

BAGIAN ILMU SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2013

Page 2: Laporan Kasus Vina CVA Infark

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

CVA INFARK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Neurologi

Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono

Disusun Oleh :

Yulia Devina Suci

1120221152

Telah Diseteujui Dan Dipresentasikan Pada Tanggal : November 2013

Magelang, November 2013

Dosen Pembimbing,

Letkol (CKM) dr. HERIYANTO, SpS

Page 3: Laporan Kasus Vina CVA Infark

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan pada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul CVA INFARK.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Neurologi Rumah

Sakit Tk. II Dr. Soedjono periode 28 Oktober 2013 – 23 November 2013.

Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Letkol (CKM) dr. Heriyanto, SpS selaku pembimbing dalam penyusunan

makalah ini, paramedik serta seluruh staf di SMF Neurologi dan semua pihak yang turut

membantu dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman – teman yang selalu ada untuk

berbagi dalam berbagai hal.

Saya menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Oleh

karena itu dengan segala kerendahan hati saya menerima semua saran dan kritik yang

membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, November 2013

Penyusun

Page 4: Laporan Kasus Vina CVA Infark

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk gangguan serebrovaskuler, termasuk

infark cerebral, perdarahan intracerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut WHO (World

Health Organization), stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang

terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang

berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh

gangguang peredaran darah otak.

Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.

Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia

menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta

orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.

Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke

merupakan penyebab utama cacat menahun. Penggolongannya adalah 65-85% merupakan

stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik)

dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Tahun 2005

dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥ 18

tahun.

Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang

memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000

penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas

tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit

jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di

Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di

Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik

lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor risiko yang memicu

tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-

modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic

Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk

factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral

kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).

Page 5: Laporan Kasus Vina CVA Infark

BAB II

STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Suwarsih

Usia : 65 tahun

Tanggal Lahir : 8 Juni 1943

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pangangan RT 03 RW 012. Kel. Wates Kec. Mageang Utara,

Magelang

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 1 November 2013 pukul 08.00

I.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh di kamar mandi 1 jam

sebelum masuk Rumah Sakit. Sesampainya di IGD pasien mengalami kejang ± 1

menit.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun pasien tidak mengetahui secara pasti

waktu pertama kali tekanan darahnya tinggi. Pasien mengatakan memiliki riwayat

stroke kurang lebih 5 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus.

Riwayat Pengobatan :

Pasien mengatakan bahwa berobat ke puskesmas Ngablak dan ketika disana

pasien dipasang kateter, namun pasien dirawat di rumah saja. Keluarga pasien

maupun pasien tidak mengetahui jenis obat-obat yang diberikan di puskesmas.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien tidak mengetahui adanya riwayat hipertensi dan stroke di keluarganya.

Page 6: Laporan Kasus Vina CVA Infark

I.3 PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit berat.

Kesadaran/GCS : SoporoComa, E4VxMx

Tanda Vital :

Tekanan darah : 180/100

Nadi : 108 kali/menit

Pernafasan : 16 kali/menit

Suhu : 36.50 C

Suhu Rectal : 37.40 C

STATUS LOKALISATA

Kepala :

Pupil : Isokor, diameter 3 mm

Sianosis : -

Dispneu : -

Konjungtiva anemis : -/-

Sklera ikterik : -/-

Leher :

Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal.

Thoraks :

Bentuk : Normochest, retraksi (-).

Jantung :

o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.

o Perkusi : Redup. Batas jantung dalam batas normal.

o Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-)

Paru :

o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri.

o Palpasi : Vokal fremitus +/+.

o Perkusi : Sonor +/+.

o Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.

Abdomen :

Page 7: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Inspeksi : Datar.

Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit.

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak

ada nyeri tekan.

Perkusi : Timpani.

Ekstremitas :

Ekstremitas Superior

o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus.

o Capillary refill < 2 detik.

o Akral dingin.

Ekstremitas Inferior

o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri.

o Capillary refill < 2 detik.

o Akral dingin.

STATUS NEUROLOGI

GCS : E4VxMx

TANDA MENINGEAL :

Kaku kuduk : -

Kernig : -

Brudzinski I : -

Brudzinski II : -

Brudzinski III : -

Brudzinski IV : -

NERVUS CRANIALIS :

1. N. Olfaktorius (N. I)

a. Pemeriksaan bau : DBN

2. N. Optikus (N. II)

a. Warna : Tidak dilakukan

b. Funduskopi : Tidak dilakukan

c. Tajam penglihatan : DBN

d. Lapang pandang (visual field) : DBN

Page 8: Laporan Kasus Vina CVA Infark

3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI)

a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN

b. Gerakan bola mata : DBN

c. Pupil :

Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN

Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+

Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN

4. N. Trigeminus (N. V)

a. Sensorik : DBN

b. Motorik :

Merapatkan gigi : DBN

Buka mulut : DBN

Menggerakkan rahang : DBN

Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan

c. Refleks :

Kornea : DBN

Maseter/mandibula : -

5. N. Facialis (N. VII)

a. Sensorik : DBN

b. Motorik :

Kondisi diam : Simetris

Kondisi bergerak :

a) Musculus frontalis : DBN

b) Musculus korugator supersili : DBN

c) Musculus nasalis : DBN

d) Musculus orbicularis oculi : DBN

e) Musculus orbicularis oris : DBN

f) Musculus zigomaticus : DBN

g) Musculus risorius : DBN

h) Musculus bucinator : DBN

i) Musculus mentalis : DBN

j) Musculus plysma : DBN

Sensorik khusus

a) Lakrimasi : Tidak dilakukan

Page 9: Laporan Kasus Vina CVA Infark

b) Refleks stapedius : Tidak dilakukan

c) Pengecapan 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan

6. N. Stato-akustikus (N. VIII)

a. Suara bisik : DBN

b. Arloji : DBN

c. Garpu tala : Tidak dilakukan

d. Nistagmus : Tidak dilakukan

e. Tes Kalori : Tidak dilakukan

7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X)

a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat : Uvula simetris

b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : Uvula simetris

c. Refleks : Tidak dilakukan

d. Sensorik khusus :

Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan

e. Suara serak atau parau : (-)

f. Menelan :

Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat : (-)

8. N. Acesorius (N. XI)

a. Kekuatan m. Trapezius : DBN

b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus : DBN

9. N. Hipoglosus (N. XII)

a. Keadaan diam : Lidah deviasi ke kiri

b. Keadaan gerak : Lidah deviasi ke kanan

PEMERIKSAAN MOTORIK

1) Observasi : DBN

2) Palpasi : Konsistensi otot kenyal

3) Perkusi : DBN

4) Tonus : DBN

5) Kekuatan otot :

5 0

5 0

a. Ekstremitas atas :

Page 10: Laporan Kasus Vina CVA Infark

M. deltoid : +5/ 0

M. biceps brakii : +5/ 0

M. triceps : +5/ 0

M. brakioradialis : +5/ 0

M. pronator teres : +5/ 0

Genggaman tangan : +5/ 0

b. Ekstremitas bawah :

M. iliopsoas : +5 / 0

M. kwadricep femoris : +5 / 0

M. hamstring : +5 / 0

M. tibialis anterior : +5 / 0

M. gastrocnemius : +5 / 0

M. soleus : +5 / 0

PEMERIKSAAN SENSORIK

1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN

2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN

3) Kombinasi :

a. Stereognosis : Tidak dilakukan

b. Barognosis : Tidak dilakukan

c. Graphestesia : DBN

d. Sensory extinction : DBN

e. Loss of body image : (-)

f. Two point tactile discrimination : DBN

REFLEKS FISIOLOGIS

1) Refleks Superficial

a. Dinding perut /BHR : Tidak dilakukan

b. Cremaster : -

2) Refleks tendon/periostenum

a. BPR / Biceps : +2 / +2

b. TPR / Triceps : +2 / +2

c. KPR / Patella : +2 / +2

d. APR / Achilles : +2 / +2

Page 11: Laporan Kasus Vina CVA Infark

e. Klonus :

Lutut/patella : -/-

Kaki/ankle : -/-

REFLEKS PATOLOGIS

a. Babinski : -/-

b. Chaddock : - / -

c. Oppenheim : - / -

d. Gordon : - / -

e. Schaeffer : - / -

f. Gonda : - / -

g. Stransky : - / -

h. Rossolimo : - / -

i. Hoffman : - / -

j. Tromner : - / -

k. Mendel-Bechtrew: - / -

REFLEKS PRIMITIF

a. Grasp refleks : - / -

b. Palmo-mental refleks : - / -

PEMERIKSAAN SEREBELLUM

a. Koordinasi

Asinergia /disinergia : (-)

Diadokinesia : (-)

Metria : (-)

Tes memelihara sikap

Rebound phenomenon : Sulit dievaluasi

Tes lengan lurus : Sulit dievaluasi

b. Keseimbangan

Sikap duduk : Sulit dievaluasi

Sikap berdiri :

Wide base / broad base stance : Sulit dievaluasi

Modifikasi Romberg : Sulit dievaluasi

Page 12: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Dekomposisi sikap : Sulit dievaluasi

Berjalan / gait :

Tendem walking : Sulit dievaluasi

Berjalan memutari kursi / meja : Sulit dievaluasi

Berjalan maju-mundur : Sulit dievaluasi

Lari ditempat : Sulit dievaluasi

c. Tonus : DBN

d. Tremor : (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

1. Aphasia : (-)

2. Alexia : (-)

3. Apraksia : (-)

4. Agraphia : (-)

5. Akalkulia : (-)

6. Fingeragnosia : (-)

7. Right-left disorientation : (-)

TES SENDI SACRO-ILIACA

a. Patrick’s : -/-

b. Contra patrick’s : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS

a. Laseque : -/-

b. Sicard’s : -/-

c. Bragard’s : -/-

d. Minor’s : Sulit dievaluasi

e. Neri’s : Sulit dievaluasi

f. Door bell sign : -/-

g. Kemp test : Sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN DISARTRIA

a. Labial : DBN

b. Palata : DBN

Page 13: Laporan Kasus Vina CVA Infark

c. Lingual : DBN

I.4 RESUME

Pasien Perempuan usia 70 tahun datang ke IGD tanggal 1 November 2013 pukul

08.00 dengan keluhan penurunan kesadaran setelah terjatuh di kamar mandi. Pasien

mengatakan bahwa 3 hari SMRS pasien ke puskesmas dan dipasang kateter. Pasien

mengeluh lemas pada bagian tubuh sebelah kanan kurang lebih 5 bulan terakhir dan

aktivitas pasien hanya di tempat tidur. Pasien tidak mengeluhkan pusing, mual maupun

muntah. Keluarga pasien dan pasien menyangkal adanya riwayat trauma sebelumnya.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan stroke. Namun pasien tidak mengetahui tentang

riwayat diabetes melitus karena tidak pernah memeriksakan diri.

I.5 ASSESSMENT

1) Klinis : Hemiplegi sinistra, Kejang focal, Hipertensi, Diabetes Melitus,

Dislpidemia

2) Topis : Hemisfer cerebri dextra

3) Siriraj Stroke Score (SSS) : -1

4) Etiologi : CVA infark.

DD :

CVA Bleeding

Tumor kepala

I.6 PLANNING

1) Planning Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium darah

Darah lengkap

Fungsi ginjal

Fungsi hati

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 November 2013

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi WBC 13,8 3,5 – 10,0 x 103 /uL RBC 4.65 3,50 – 5,50 x 106 /mm3 NHGB 13,2 11,0 – 15,0 NHCT 37.9 36,0 – 48,0 % NMCV 81 80,0 – 99,0 fL N

Page 14: Laporan Kasus Vina CVA Infark

MCH 28.4 26,5 – 32,0 Pg NMCHC 34,9 32,0 – 36,0 g/dL NPLT 292 150-450 x 103 /uL NMPV 8.1 6,5 - 10,4 um3 NPDW 12.8 10,0 – 15,0 Fl NPCT 0,237 0,10 – 0,28 % NRDW 13.8 11,5 – 15,0 %

Pemeriksaan Hasil Batas Normal InterpretasiLYM% 30.8 20,0 – 40,0 % NMON% 4.9 4,0 – 10,0 L % NGRAN% 64,3 43,0 – 76,0 % NLYM# 4.2 1,2 – 3,2 x 103 /uL MON# 0,6 0,3 – 0,8 x 103 /uL NGRAN# 9.0 2,0 – 6,8 x 103 /uL

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Interpretasi GLUKOSA 251 70 – 115 mg/dL KOLESTEROL 299 0 - 200 TRIGLISERID 447 0 - 150 UREUM 36 8 – 50 mg/dL NKREATININ 0.9 0 – 1,3 mg/dL NASAM URAT 6.3 2.3 – 8.2 NSGOT 92 3 – 35 U/L NSGPT 96 8 – 41 U/L N

b. Pemeriksaan penunjang : CT Scan kepala tanpa kontras

Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras Tanggal 1

November 2013

Page 15: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Kesan :

Lacunar infark cerebri ganglia basalis dan corona radiata sinistra

Hygroma subdural (minimal) bifronto-parietalis

Diagnosis Klinis : Suspek CVA Infark

2) Planning Terapi

Infus NS 14 tpm

Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 – 10 menit

Inj. Brainact 500 mg 4 x1

Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc

Inj. Extrase 2 x 1

Bila kejang inj. Valium dalam ± 2 menit

Inj. Neurotam 4 x 3

Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas

Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit

Per oral :

o Tonicard 3 x 1

o B6 3 x 1

o Vaceo 1 x 1

Page 16: Laporan Kasus Vina CVA Infark

3) Planning Monitoring

Observasi keadaan umum

Observasi tanda vital

Observasi kejang

4) Edukasi

Menjelaskan penyakit yang diderita.

Posisi berbaring 300

Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap

dalam keadaan berbaring.

Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Page 17: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Follow Up

Tanggal S O A P1 -11 – 2013 - Kejang

- Ekstremitas sinistra tidak dapat digerakkan

- Sakit kepala (-)- Muntah (-)- Makan/minum -/-- BAB/BAK belum

Keadaan Umum : sakit berat Kesadaran : SoporoComa, E4VxMx Tanda Vitalo TD : 180/100 mmHg

o N : 106 x/menit

o RR : 16 x/menit

o S rectal : 37.40 C

Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu

(-) Thoraks

Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.

o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.

o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur

(-). Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-

kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.

o Perkusi : Sonor +/+.

o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,

Wheezing -/-. Abdomen :

Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia

Topis : Hemisfer Cerebri Dextra

Etiologi : CVA Infark hari ke-1

Terapi Infus NS 14 tpm

Inj. Phenitoin 3 x 1

dalam NS 50 cc, 5 –

10 menit

Inj. Brainact 500 mg

4 x1

Inj. Lapibal 1 amp

dalam 9 cc

Inj. Extrase 2 x 1

Bila kejang inj.

Valium dalam ± 2

menit

Inj. Neurotam 4 x 3

Inj. Tamoliv 3 x 1 fl

dalam 15 menit b/

panas

Inj. Ciprofloxacin 2

x 1 fl dalam 15

menit

Page 18: Laporan Kasus Vina CVA Infark

o Inspeksi : Datar.

o Auskultasi : Bising usus (+).

o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak

teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.

Ekstremitas : Ekstremitas Superior

o Tidak tampak adanya edema dari

carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.

o Akral dingin

Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada

kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.

o Akral dingin.

Motorik : 5 | 0 5 | 0 Sensorik : dbn R. Fisiologis :

BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2

R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-

Per oral :

o Tonicard 3 x 1

o B6 3 x 1

o Vaceo 1 x 1

Monitoring Observasi keadaan

umum. Observasi tanda vital. Observasi kejang

Edukasi Posisi berbaring 300

Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.

Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Page 19: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Tanggal S O A P

2-11 – 2013 - Kejang (-)- Ekstremitas

sinistra lemah- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum

+/+- BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6

Tanda Vitalo TD : 170/70 mmHg

o N : 90 x/menit

o RR : 20 x/menit

o S : 36,20 C

Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),

Dispneu (-) Thoraks

Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.

o Perkusi : Batas jantung dalam batas

normal.o Auskultasi : S1 > S2, reguler,

murmur (-). Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris

kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.

o Perkusi : Sonor +/+.

o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,

Wheezing -/-. Abdomen :

Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia

Topis : Hemisfer Cerebri Dextra

Etiologi : CVA Infark hari ke-2

Terapi Infus NS 14 tpm

Inj. Phenitoin 3 x 1

dalam NS 50 cc, 5 –

10 menit

Inj. Brainact 500 mg

4 x1

Inj. Lapibal 1 amp

dalam 9 cc

Inj. Extrase 2 x 1

Bila kejang inj.

Valium dalam ± 2

menit

Inj. Neurotam 4 x 3

Inj. Tamoliv 3 x 1 fl

dalam 15 menit b/

panas

Inj. Ciprofloxacin 2 x

1 fl dalam 15 menit

Per oral :

o Tonicard 3 x 1

Page 20: Laporan Kasus Vina CVA Infark

o Inspeksi : Datar.

o Auskultasi : Bising usus (+).

o Palpasi : Supel, hepar dan lien

tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.

Ekstremitas : Ekstremitas Superior

o Tidak tampak adanya edema dari

carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada

kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Motorik : 5 | 0 5 | 0 Sensorik : dbn R. Fisiologis :

BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2

R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-

o B6 3 x 1

o Vaceo 1 x 1

Monitoring Observasi keadaan

umum. Observasi tanda vital. Observasi Kejang

Edukasi Posisi berbaring 300

Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.

Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Page 21: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Tanggal S O A P3–11 - 2013 - Kejang (-)

- Ekstremitas sinistra lemah

- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum

+/+- BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6

Tanda Vitalo TD : 130/70 mmHg

o N : 84 x/menit

o RR : 20 x/menit

o S : 36,20 C

Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),

Dispneu (-) Thoraks

Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.

o Perkusi : Batas jantung dalam batas

normal.o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).

Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris

kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.

o Perkusi : Sonor +/+.

o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,

Wheezing -/-. Abdomen :o Inspeksi : Datar.

Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia

Topis : Hemisfer Cerebri Dextra

Etiologi : CVA Infark hari ke-3

Terapi Infus NS 14 tpm

Inj. Phenitoin 3 x 1

dalam NS 50 cc, 5 –

10 menit

Inj. Brainact 500 mg

4 x1

Inj. Lapibal 1 amp

dalam 9 cc

Inj. Extrase 2 x 1

Bila kejang inj.

Valium dalam ± 2

menit

Inj. Neurotam 4 x 3

Inj. Tamoliv 3 x 1 fl

dalam 15 menit b/

panas

Inj. Ciprofloxacin 2 x

1 fl dalam 15 menit

Per oral :

o Tonicard 3 x 1

Page 22: Laporan Kasus Vina CVA Infark

o Auskultasi : Bising usus (+).

o Palpasi : Supel, hepar dan lien

tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.

Ekstremitas : Ekstremitas Superior

o Tidak tampak adanya edema dari

carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada

kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Motorik : 5 | 4 5 | 1 Sensorik : dbn R. Fisiologis :

BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2

R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-

o B6 3 x 1

o Vaceo 1 x 1

Monitoring Observasi keadaan

umum. Observasi tanda vital.

Edukasi Posisi berbaring 300

Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.

Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Page 23: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Tanggal S O A P4 -11 – 2013 - Kejang (-)

- Ekstremitas sinistra lemah

- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum

+/+- BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6

Tanda Vitalo TD : 180/100 mmHg

o N : 84 x/menit

o RR : 20 x/menit

o S : 36,80 C

Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),

Dispneu (-) Thoraks

Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.

o Perkusi : Batas jantung dalam batas

normal.o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).

Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris

kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.

o Perkusi : Sonor +/+.

o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,

Wheezing -/-. Abdomen :o Inspeksi : Datar.

Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia

Topis : Hemisfer Cerebri Dextra

Etiologi : CVA Infark hari ke-3

Terapi Infus NS 14 tpm

Inj. Phenitoin 3 x 1

dalam NS 50 cc, 5 –

10 menit

Inj. Brainact 500 mg

4 x1

Inj. Lapibal 1 amp

dalam 9 cc

Inj. Extrase 2 x 1

Bila kejang inj.

Valium dalam ± 2

menit

Inj. Neurotam 4 x 3

Inj. Tamoliv 3 x 1 fl

dalam 15 menit b/

panas

Inj. Ciprofloxacin 2 x

1 fl dalam 15 menit

Per oral :

o Tonicard 3 x 1

Page 24: Laporan Kasus Vina CVA Infark

o Auskultasi : Bising usus (+).

o Palpasi : Supel, hepar dan lien

tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.

Ekstremitas : Ekstremitas Superior

o Tidak tampak adanya edema dari

carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada

kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Motorik : 5 5 5 4 Sensorik : dbn R. Fisiologis :

BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2

R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-Oppenheim -/-

o B6 3 x 1

o Vaceo 1 x 1

Monitoring Observasi keadaan

umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang

Edukasi Posisi berbaring 300

Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.

Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Page 25: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Tanggal S O A P5 -11 – 2013 - Kejang (-)

- Ekstremitas sinistra lemah

- Panas (-)- Pusing (-)- Muntah (-)- Makan/minum

+/+- BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6

Tanda Vitalo TD : 180/100 mmHg

o N : 84 x/menit

o RR : 20 x/menit

o S : 36,80 C

Kepala dan lehero Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-),

Dispneu (-) Thoraks

Jantung :o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat.

o Perkusi : Batas jantung dalam batas

normal.o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-).

Paru :o Inspeksi : Pergerakan dada simetris

kanan-kiri.o Palpasi : Vokal fremitus +/+.

o Perkusi : Sonor +/+.

o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-,

Wheezing -/-.

Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia

Topis : Hemisfer Cerebri Dextra

Etiologi : CVA Infark hari ke-35

Terapi Infus NS 14 tpm

Inj. Phenitoin 3 x 1

dalam NS 50 cc, 5 –

10 menit

Inj. Brainact 500 mg

4 x1

Inj. Lapibal 1 amp

dalam 9 cc

Inj. Extrase 2 x 1

Bila kejang inj.

Valium dalam ± 2

menit

Inj. Neurotam 4 x 3

Inj. Tamoliv 3 x 1 fl

dalam 15 menit b/

panas

Inj. Ciprofloxacin 2 x

1 fl dalam 15 menit

Page 26: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Abdomen :o Inspeksi : Datar.

o Auskultasi : Bising usus (+).

o Palpasi : Supel, hepar dan lien

tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani.

Ekstremitas : Ekstremitas Superior

o Tidak tampak adanya edema dari

carpal sampai dorsum manus.o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Ekstremitas Inferioro Tidak tampak adanya edema pada

kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik.

o Akral hangat.

Motorik : 5 5 5 5 Sensorik : dbn R. Fisiologis :

BPR : +2 +2TPR : +2 +2KPR : +2 +2

R. Patologis :Babinski +/-Chaddock +/-

Per oral :

o Tonicard 3 x 1

o B6 3 x 1

o Vaceo 1 x 1

Monitoring Observasi keadaan

umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang

Edukasi Posisi berbaring 300

Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring.

Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Page 27: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Oppenheim -/-

Page 28: Laporan Kasus Vina CVA Infark

BAB III

DASAR TEORI

DEFINISI

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok

Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).

Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular

Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh

gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-

tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai

dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).

Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis

dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung

dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa

ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998).

Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal – hal yang harus kita perhatikan dalam

mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah :

1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global

2. Onset yang mendadak

3. Semata – mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic

atau perdarahan

4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian

Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang berhubungan

dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan stroke (stroke like syndrome).

EPIDEMOLOGI

Page 29: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Prevalensi stroke pada orang dewasa diatas 20 tahun pada tahun 2006 adalah

6.400.000 ( sekitar 2.500.000 pada jenis kelamin laki – laki dan wanita 3.900.000 pada

wanita). (NHANES 2003 – 06 dan NHLBI)

Setiap tahun sekitar 795.00 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 merupakan

serangan pertama dan 185.000 merupakan serangan ulang.(GCNKSS,NINDS,NHLBI)

Jika dirata – ratakan setiap 40 detik seseorang di Amerika Serikat terkena stroke.

(AHA compution based dari data terakhir)

Setiap tahun bertambah sekitar 55.000 wanita yang terkena stroke dibandingkan

dengan pria.(GCNKSS, NINDS)

Insidensi stroke pada pria lebih besar dari pada wanita saat usia muda namun tidak

pada usia tua. Rasio insidensi stroke pria/wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25; pada usia

65 – 74 adalah 1,50; pada usia 75 – 84 adalah 1,07 dan pada usia diatas 85 tahun adalah 0,76.

(ARIC dan CHS studies)

Dari semua stroke, 87% merupakan stroke ischemic, 10% adalah perdarahan

intracerebral, dan 3 % adalah perdarahan subarachnoid.(GCNKSS,NINDS)

Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.

Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai

dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka insidensi stroke adalah

84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia adalah 62,10 per 100.000

penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok

umur 30 – 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 – 70 tahun

adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000

penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke

perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid (Lamsudin, 1998).

Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data

jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai

dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45

– 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien

perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%) dari

semua penderita yang masuk rumah sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan angka

kematiannya 18,4% untuk stroke trombotik, serta 56,4% untuk perdarahan intraserebral

(Widjaja, 1999). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi mortalitas stroke

yang tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas untuk stroke jenis ini

Page 30: Laporan Kasus Vina CVA Infark

sebesar 51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini. Kemudian disusul oleh stroke

perdarahan subarakhnoidal (46,7%) dan stroke iskemik akut atau infark (20,4%) dari jumlah

masing- masing jenis stroke tersebut (Lamsudin, 1998).

VASKULARISASI OTAK

1. Peredaran Darah Arteri

Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang

mempunyai 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis

kiri dan arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari

bagian kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis

komunis kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masing-

masing bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan) dan arteri

subklavia kiri dan kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri

dan kanan. Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya

disebut sistem vertebrobasiler, dan yang melalui arteri karotis interna beserta cabang-

cabangnya disebut sistem karotis.1,2 Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri

karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.3

Berikut ini merupakan gambar dari peredaran darah arteri mulai dari aorta sampai ke

arteri karotis interna.4

Page 31: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar 1. Anatomi Peredaran Darah Arteri. 4

Page 32: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar 2. Sistem Carotis. 5

Gambar 3. Vaskularisasi serebral 2

2. Anatomi Sistem Karotis

Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan

lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum.6 Pada tingkat

kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.7

Arteri Karotis Interna

Batang arteri karotis interna terbagi menjadi empat bagian, yaitu: 7

1. Pars servikalis

Berasal dari arteri karotis komunis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar

tengkorak.

2. Pars petrosa

Terletak di dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venosus karotikus

internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung puncak piramid

pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak disisi lateral oleh

septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih.

3. Pars kavernosa

Melintasi ujung sinus kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai huruf "S"

Page 33: Laporan Kasus Vina CVA Infark

yang sangat melengkung, dinamakan Karotissphon. Di sisi medial, pars kavernosa

terletak berdekatan badan tulang baji di dalam suatu slur mendatar yang membentang

sampai dengan dasar prosesus klinoidesus anterior.

4. Pars serebralis

Dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang

segera membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan ke dalam orbita.

Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah kulit dari

dahi, pangkal hidung dan kelopak mata dan beranastomosis dengan arteri fasialis serta

arteri maksilaris interna, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.2

Cabang-cabang arteri karotis interna beserta fungsinya yaitu sebagai berikut:1,7

1. Pars petrosa

Arteri karotikotimpani, memperdarahi bagian anterior dan medial dari telinga

tengah.

2. Pars kavernosa

Arteri kavernosa, memperdarahi hipofisis dan dinding sinus kavernosus.

Arteri hipofise, memperdarahi hipofise.

Arteri semilunaris, memperdarahi ganglion semilunaris.

Arteri meningea anterior, memperdarahi duramater, fossa kranialis anterior.

3. Pars supraklinoid

Arteri oftalmika, memperdarahi orbita, struktur wajah yang berdekatan.

Arteri khoroidalis anterior, memperdarahi pleksus khoroideus, ventrikulus lateral

dan bagian yang berdekatan.

Arteri komunikans posterior, dengan cabang-cabang ke hipotalamus, talamus,

hipofise, khiasma optika. Arteri ini merupakan arteri penghubung antara arteri

karotis interna dan arteri serebri posterior.

4. Pada bagian akhir arteri karotis interna.

Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis dan parietalis

serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu :

Arteri striate medial / arteri rekuren Heubner, mengurus bagian rostroventral

nukleus kaudatus, putamen dan kapsula interna.

Page 34: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Arteri komunikans anterior, yang menghubungkan arteri serebri anterior kedua

sisi satu dengan lain.

Arteri frontopolaris, memperdarahi korpus kalosum, lobus frontalis pada

permukaan median dan superior dan superior permukaan lateral.

Arteri kallosomarginalis,

Arteri perikallosal, memperdarahi permukaan dorsal korpus kalosum.

Arteri parietalis, mengurus bagian permukaan medial lobus parietalis.

Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan

temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. :

Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis.

Arteri orbitofrontalis lateralis, memperdarahi girus frontalis inferior dan

bagian lateral girus orbitalis.

Arteri pre-rolandika (arteri sulkus presentralis) arteri rolandika (arteri sulkus

sentralis). Kedua arteri ini mangurus vaskularisasi girus frontalis inferior,

girus frontalis medius, dan girus presentralis

Arteri parietalis posterior, memperdarahi girus postsentralis, lobulus parietalis

superior dan lobulus parietalis inferior.

Arteri angularis, memperdarahi girus angularis.

Arteri parietotemporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal.

Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek permulaan

lateral dari lobus temporalis.

Page 35: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar 4. Aliran darah arteri pada bagian interior otak 2

Page 36: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar 5. arteri carotis interna.4

Page 37: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar 6. Arteri otak tampak medial dan basal. 4

3. sistem vertebrobasiler

Arteri vertebralis (VA) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia. Setelah

keluar dari sudut kanan arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam

foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan sepanjang foramen dari C6

hingga C1 dan melewati bagian superior dari arcus C1 dan menembus membran

atlantooccipital dan masuk kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior,

ia memberikan cabang arteri cerebellar inferior posterior (PICA) sebelum akhirnya bersatu

dengan VA dari arah yang berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary

junction untuk membentuk arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua arteri

cerebral posterior pada pontomesencephalic junction. Hubungan menuju sirkulasi anterior

melalui PCoA akan melengkapi sirkulus Willisi.

Page 38: Laporan Kasus Vina CVA Infark

PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan

mensuplai medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA

juga sangat erat kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan 11.

Arteri cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal dari

vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons, pedunculus

cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan

saraf kranial ke 7 dan 8.

Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal percabangan basilaris, dan

mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan

membentuk anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer cerebellum dan

merupakan sumber potensial dari aliran kolateral.

Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan mensuplai otak

tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial lobus temporalis, dan lobus

occipitalis.

Sirkulus Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah intrakranial.

Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat beberapa tempat anastomose lain antara

pembuluh darah ekstra dan intrakranial, mencakup anastomose melalui arteri sphenopalatina,

arteri dari foramen rotundum dan cabang kecil yang biasanya ada pada tulang petrosus. Arteri

utama yang mensuplai dura adalah arteri meningea media dan cabang ascending arteri

pharyngeal, cabang dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk anastomose antara

dura dan permukaan korteks. Sebagai tambahan, hubungan antara carotis dan vertebrobasillar

dapat terjadi.

Page 39: Laporan Kasus Vina CVA Infark

4. Sistem Anastomose

Sirkulus arteri Willisi berasal dari karotis interna dan sistem arteri vertebralis. Pada

putaran ini arteri mernberikan cabang arteri komunikans posterior. Yang bergabung dengan

tunggul proksimal dari arteri serebri posterior dan membentuk bersama dengan arteri ini dan

arteri basilaris rostral, arkus posterior dari sirkulus Willisi

Karotis interna juga memberi cabang aa. Khoroidalis anterior sebelum karotis

berakhir dan terbagi menjadi aa. Serebri anterior dan media. Tunggul dari aa. Serebri anterior

segera mencembung ke garis tengah dan saling berhubungan melalui arteri komunikans

anterior. Jadi, arkus anterior dari sirkulus Willisi tertutup.7

Gambar 7. Sirkulus Arteriosus Willisi Dan Cabang-Cabangnya. 4

Page 40: Laporan Kasus Vina CVA Infark

A. karotis A. Karotikotimpani : bagian anterior dan medial telinga

interna tengah

A. kavernosa : hipofise dan dinding sinus kavernosus

A. hipofise : hipofise

A. semilunaris : ganglion semilunaris

A. meningea anterior : duramater, fosa kranialis anterior

A. oftalmika : mata dan struktur wajah yang berdekatan.

A. khoroidalis anterior : pleksus khoroideus, ventrikel lateral

dan bagian yang berdekatan.

A. komunikans posterior beserta cabang-cabangnya:

hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optikum

A. serebri anterior beserta cabang-cabangnya: korteks orbitalis,

lobus frontalis pada permukaan medial dan

A. karotis superior, dan superior permukaan lateral, korpus

komunis kalosum, dan lobus parietalis.

A. serebri media: lobus frontalis bagian lateral dan inferior

termasuk area motorik 4 dan 6, dan area motorik brocca; lobus

parietal termasuk korteks sensorik dan supramarginal; lobus

temporalis superior dan insula- termasuk area sensorik

Wernicke

A. karotis eksterna

Skema 1. Percabangan arteri karotis interna. 7

Page 41: Laporan Kasus Vina CVA Infark

KLASIFIKASI

Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran

klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO, 1989; Ali, et al,

1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999).

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai

cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Ali,

et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi tersebut, antara lain :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

i. Perdarahan intra serebral

ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

i. Stroke akibat trombosis serebri

ii. Emboli serebri

iii. Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

a. Transient Ischemic Attack (TIA) ,pada bentuk ini gejala neurologik yang

timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu

24 jam.

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul

akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari

seminggu.

c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik yang makin

lama makin berat.

d. Completed stroke, gejala klinis sudah menetap.

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

a. Sistem karotis

Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b. Sistem vertebrobasiler

Page 42: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Motorik : hemiparese alternans, disartria

Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

PATOFISIOLOGI ATHEROTROMBOTIK

Anatomi dan histologi pembuluh darah otak

Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.corotis interna dan A.

Vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna

masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus

akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau

sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk

sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna.

Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen magnum dan

bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris. Sistem ini biasa disebut sistem

vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus

dan 1/3 bagian belakang cerebrum.

Gambar. Suplai arteri ke otak

Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium berpengaruh

dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik

mudah terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-

daerah tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress

sehingga endotel yang ada mudah terkoyak.

Page 43: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-turut dari

dalam ke luar dsb tunika intima, media dan adventisia. Bagian tunika intima yang

berhubungan dengan lumen pembuluh darah adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang

lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan

subendotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun

konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda dipisahkan dari tunika

intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastica interna, dan dari tunika

adventitia oleh lamina elastica externa.

Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut

tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah. Tunika adventisia terdiri dari

jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan

pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum).

Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika

media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan

proteoglikan. Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang

setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena pada

umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan

dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.

Gambar. Penampang Pembuluh Darah

Page 44: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Arteriosklerosis, Aterosklerosis, trombosis dan aterotrombosis

Arterioklerosis dan aterosklerosis

Arterioklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya penebalan dan

hilangnya elastisitas arteri. Secara patologi anatomi, terdapat 3 jenis arterioklerosis,

yaitu:

1. Arterioklerosis, ditandai dengan pembentukan ateroma (palque di intima yang terdiri

dari lemak dan jaringan ikat.

2. Monckeberg’s medial calcific sclerosis, yang ditandai dengan kalsifikasi tunika

media, dan

3. Arterosklerosis, ditandai dengan adanya proliferasi atau penebalan dinding arteri

kecil dan arteriol. Karena aterosklerosis merupakan bentuk arterioklerosis yang paling

sering dijumpai dan paling penting, istilah arterioklerosis dan aterosklerosis sering

digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kelainan yang sama.

Ada 3 proses biologis yang fundamentali yang berperan dalam pembentukan lesi

aterosklerosis, yaitu:

1. proliferasi sel oto polos di tunika intima, pengumpulan makrofag dan limfosit

2. pembentukan matriks jaringan ikat yang terdiri dari kolagen, serat-serat elastin dan

proteoglikan

3. akumulasi lemak terutama dalam bentuk kolesterol bebas dan esternya, baik dalam sel

maupun dalam jaringan sekitarnya

Gambar . Proses Atherosklerosis

Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar, namun yang

paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan pembuluh darah otak, sehingga Infark

Page 45: Laporan Kasus Vina CVA Infark

miokard dan Infark otak merupakan dua akibat utama proses ini. Proses aterosklerosis

dimulai sejak usia muda berjalan perlahan dan jika tidak terdapat faktor resiko yang

mempercepat proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia

pertengahan atau lebih.

Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah besar dan

sedang. Lesi utamanya berbentuk plaque menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti

berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibrous cap.

Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak pada daerah

subintima. Lesi ini bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikatakan pada orang yang

mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah akan terbentuk sebelum usia

20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah berwarna kekuningan pada

permukaan dalam arteri, pada umumnya berbentuk bulat dengan θ1 mm atau berbentuk

guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara mokroskopis, fatty streak

ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang disebut sel busa (foam cell) di daerah

subintima. Sel busa ini pada mulanya adalah makrofag yang memakan lemak kemudian

mengalami kematian inti sel. Lesi fatty sreak tidak mempunyai arti secara klinis namun

dipercaya sebagai prekursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut yang disebut fibrous plaque.

Fibrious plaque merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting, karena merupakan

sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling sering dijumpai di aorta abdominalis,

arteri coronaria, a. popitea, aorta descendens, a.karotis interna dan pembuluh darah yang

menyusun circulus willisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen, berwarna

keabun/pucat. Secara mikroskofis terdiri dari kumpulan monosit, limfosit, sel busa dan

jaringan ikat. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik berisi debris sel dan

kristal kolesterol. Pada lesi ini dapat juga dijumpai fibrous cap berupa kumpulan sel otot

polos dalam matriks jaringan ikat.

Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan fibrous plaque ini adalah:

1. kalsifikasi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang lentur dan mudah

pecah.

2. ulserasi pada permukaan plaque, yang dapat menyebabkan kaskade agregasi trombosit

yang pada akhirnya dapat membentuk trombus yang akan menyumbat pembuluh

darah dan menyebabkan gangguan aliran darah.

3. pada pembuluh darah yang besar, bagian dari ateroma yang terlepas dapat

menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah,

Page 46: Laporan Kasus Vina CVA Infark

4. ruptur endotel atau kapiler yang memperdarahi plaque, yang dapat menyebabkan

perdarahan didalam plaque, dan

5. penekanan plaque terhadap tunika media yang dapat meyebabkn terjadinya atropi dan

berkurangnya jaringan elastis sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya aneurisma.

Gambar. Manifestasi akibat plaque fibrosis pada pembuluh darah

Trombosis, trombogenesis dan trombolisis.

Trombosis adalah keadaan patologis dimana terjadi suatu pembekuan darah

(hemostasis) abnormal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah ke daerah distal

peyumbatan. Dalam keadaan normal, hemostasis hanya terjadi jika ada cedera pada

pembuluh darah.

Cedera pembuluh darah akan diikuti dengan pelepasan komponen-komponen darah

kedalam matriks ekstraseluler yang kemudian akan menyebabkan trombosit mengalami

agregasi dan akhirnya akan mengaktifkan proses pembekuan darah ditempat terjadinya

cedera tersebut dan berakhir dengan pembentukan fibrin yang menstabilkan tempat cedera.

Cedera endotel pada pembuluh darah yang normal akan menyebabkan terjadinya

pembentukan fibrin, kemudian terjadi proses penyembuhan sehingga endotel kembali utuh

dan kembali bersifat non trombogenik.

Page 47: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar. Mekanisme hemostasis

Pada plaque aterosklerosis, proses trombosis yang terjadi-karena sebab yang belum

diketahui- tidak diikuti dengan proses perbaiakan endotel sehingga plaque aterosklerosis

mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk pembentukan trombus. Fibrin yang terbentuk di

plaque tersebut menyebabkan ukuran trombus yang terbentuk menjadi lebih besar, sehingga

lebih mempersempit lumen pembuluh darah.

Ada beberapa kelainan dalam tubuh yang menyebabkan kecendrungan untuk

terjadinya tombosis yitu kelainan genetis, aterosklerosis, kanker dan auto antibodi. Kelainana

genetis yang menyebabkan seseorang jadi lebih mudah mengalami trombosis adalah antara

lain defisiensi zat-zat inhibitor koagulasi intravskuler seperti antitrombin III, protein S dan

protein C. Sedangkan pada aterosklerosis, kecendrungan untuk terjadinya trombosis diduga

karena adanya ruptur atau visura pada plaque aterosklerosis yang dikuti dengan

vasokontriksi. Faktor-fakto ryg diduga ikut berperan dalam kejadian ini adalah kadar

kolestrol plasma. Faktor gesekan dalam pembuluh darah lokal, terpapaprnya permukaan

trombogenik dan efek vasokontriksi.

Trombogenesis terjadi pada tempat dimana terjadi kerusakan endotel yang

mengakibatkan jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik dan diakhiri dengan pembentukan

fibrin. Pada jalur intrinsik faktor XII (faktor Hageman) berubah mejadi faktor XIIa.

Selanjutnya faktor XIIa mengubah faktor XI menjadi faktor XIa. Kejadian ini terjadi pada

permukaan endotel.

Sedangkan proses berikut terjadi pada permukaan sel trombosit. Faktor Xia yang

berbentuk akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa dan pada gilirannya faktor IXa

Page 48: Laporan Kasus Vina CVA Infark

mengubah faktor X menjadi faktor Xa. Perubahan faktor X menjadi Xa dapat diaktifkan

melalui jalur ekstrinsik. Jalur ini teraktifkan jika terjadi kerusakan jaringan. Pelepasan

tromboplastin jaringan (faktor III) dari jaringan yang rusak bersama-sama dengan faktor VII

dan ion Ca- 2 mengaktifkan faktor X. aktivasi faktor X melalui jalur ekstrinsik membutuhkan

waktu beberapa detik; sedangkan yang melalui jalur intrinsik membutuhkan waktu beberapa

menit.

Faktor Xa bersama-sama dengan faktor V, ion Ca-2 fospolipid yang ada pada sel

trombosit mengaktifkan faktor II (prottombin) dan mengubahnya menjadi trombin. Trombin

yang berbentuk dilepaskan dari sel trombosit dan kemudian mengubah faktor I (fibrinogen)

menjadi fibrin. Fibrin yang terbentuk kemudian mengalami stabilisasi secara kimia sehingga

relatif tidak dapat dipengaruhi aksi proteolisis yang dilakukan oleh plasmin.

Gambar. Proses pembekuan darah

Dalam tubuh terdapat beberapa jenis antikoagulan alami yang akan menghambat

proses trombogenesis ini, misalnya trombomodulin dan heparan sulfat yang terdapat pada

permukaan sel endotel yang utuh. Trombomodulin mengubah trombin menjadi protein C

yang mengaktofkan sistim fibrinolisis dengan faktor V dan VIII serta merangsang aktifator

plasminogen dari sel endotel. Sedangkan herparan sulfat yang terdapat dipermukaan sel

Page 49: Laporan Kasus Vina CVA Infark

endotel yang utuh mencegah trombogenesis dengan caramengikat antitrombin III (ATEIII)

yang beredar dalam darah.

Pengahancuran trombus membutuhkan beberapa enzim yaitu:

1. plasminogen yang beredar dalam darah

2. aktifator plasminogen dalam jaringan (tissue – type plasminogen activator, tPA),

3. mengahambat palsmin dan tPA

tPA dihasikan oleh trauma lokal, dan faktor-faktor neurohumoral yang pada akhirnya

menyebabkan penghancuran fibirn menjadi fibrin degenaration produc (FDP). FDP ini akan

menghambat perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Plasmin juga menghidrolisis protrombin,

faktor V, VIII dan XII. Aktivitas plasmin dihambat secara alami oleh anti plasmin yang

terdapat dalam darah.

Aterogenesis

Sel sel yang berperan dalam aterogenesis

EndotelEndotel merupakan jaringan terluas dalam tubuh karena menutupi seluruh jaringan

pembuluh darah. Di arteri, endotel membentuk selapis sel yang kontinu dan tak terputus dan

merupakan barrier utama antara elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Hubungan

antar selnya melalui tight junction & gap junction.

Transportasi zat melalui mekanisme endositosis. Pada endotel kapiler dijumpai

adanya terowongan transendotelial namun fungsinya dalam transport makromolekul belum

jelas. Diduga celah antar sel merupakan tempat potensi untuk transportasi zat, terutama saat

sel endotel mengalami cedera.

Sifat-sifat endotel antara lain:

Sangat selektif permiebel

Bersifat nontrombogenik

Metaboliemenya sangat aktif

Dapat membentuk beberapa macam zat vasoaktif yang bersifat vasokolato seperti

prostasiklin dan EDRF,maupun yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, faktor

VW danlain lain, faktor VIII.

Page 50: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Sel endotel bertumpu pada membran basalis yang tersusun terutama oleh kolagen tipe

4 dan molekul proteoglikan. Zat-zat ini diproduksi sendiri oleh sel endotel dan mungkin

berfungsi sebagai filter. Pada permukaan endotel terdapat reseptor- reseptor untuk berbagai

macam molekul, diantaranya untuk LDL, GF, dan mungkin untuk beberapa jenis zat lain.

Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis adalah kemampuan

memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor LDL endotel mengalami

oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke subintima.

LDL yang telah teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus di

permukaan makrofag yang disebut scavenger redeptor. LDL tersebut kemudian ditelan oleh

makrofag dan membentuk sel busa (foam cell).

Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat anti trombotik

sehingga menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan kaskade koagulasi. Namun

pada saat terjadinya inflamasi atau kerusakan sel endotel, sel sel ini akan mensintesis

danmensekresikan faktor-faktor yang bersifat protrombotik.

Sitikon merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi,yang merangsang

pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit yang beredar dalam darah

untuk mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan –2, VCAM-1, yang

merupakan regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan pembuluh darah yang

mengalami gangguan.

Efek non trombogenik pada sel endotel terjadi karena:

Permukaan licin dilapisi oleh heparin sulfat

Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama PGI2

(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat yang efektif menghambat agregsi

trombosit

Juga menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sabagai vasodilator terjuat yang

pernah ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing Factor)

Menghasilkan zat fibrinolotik, termasuk plasminogen

Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena:

Faktor von Wilebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak

Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin, angiotensin

converting enzyme dan pDGF

Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dansecara dinamis menjaga homeostosis pembuluh

darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga keutuhannya.

Sel otot polos

Page 51: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Merupakan sel yang berproliferasi pada lesi intermedial dan lanjut pada

aterosklerosis. Sel ini disebut sel mesenkin yang multi fungsi. Dulu diduga hanya berfungsi

untuk berkontraksi saja, umum belakangan diketahui bahwa sel ini mempunyai fungsi lain

yaitu:

Mempertahankan tonus arteri dengan berkontraksi. Kontraksi ini dipengaruhi oleh

epinefrin dan angiotensin (vasokonstriktor) serta prostasiklin dan EDRF (vasodilator)

Mensintesa dan mensekresi beberapa jenis kolagen dan proteoglikan

Mengandung reseptor berafinitas tinggi terhadap ligan-ligan tertentu, antara lain LDL,

insulin, stimulator pertumbuhan seperti PDGF dan inhibitor pertumbuhan seperti

transforming growth factor beta (TFG-β)

Bila dibiakkan dalam kultur jaringan, dapat dijumpai dua fenotip sel otot polos, yaitu

fenotipe kontraktif dan sintetik. Fenotipe kontraktil mengandung miofibril yang terdiri dari

aktin dan miosin dalam jumlah banyak. Tipe ini tak bereaksi terhadap zat-zat mitogen seperti

PDGF. Sedangkan fenotipe sintetik terjadi jika sel otot polos distimulasi terus. Sel-sel

tersebut akan kehilangan miofibrilnya dan membentuk retikulum endoplasma kasar danbadan

golgi dalam jumlahbanyak.

Sel otot polos fenotipe sintetik berkemampuan untuk membentuk protein - protein,

termasuk makromolekul pembentuk matriks jaringan ikat. Ke-2 fenotipe

Ini terdapat di kultur jaringan dan juga di dinding arteri invivo Untuk terjadinya perubahan

fenotip dari tipe kontraktil ke sintetik, sel otot polos harus bermigrasi ke tunika intima. Sel

otot polos yang sudah bermigrasi dan berubah fenotipe bukan hanya bereaksi terhadap zat

mitogen (PDGF dan lain - lain) , tetapi juga dapat menstimulasi dirinya sendiri dan sel-sel

lain disekelilingya.

Trombosit

Merupakan sel yang berperan penting dalam kaskade pembekuan darah. Sel ini

berdiameter 1-5 mikron, jumlah 150-400 ribu/ml,usianya 10 hari. Dalam keadaan normal,

selama beredar trombosit tidak saling menempel satu sama lain dan juga tidak akan

menempel pada permukaan sel endotel. Namun jika terdapat kerusakan sel endotel, trombosit

akan segera beragregasi.

Agregasi ini menyebabkan trombosit mengeluarkan kandungannya, antara lain PDGF,

sitokin, enzim proteolitik, ADP, serotin, histamin, anti heparin, β -trombomodulin

danepinefrin. Agregasi trombosit Akan mengaktifkan fosfolipase A2, yang akan bekerja pada

permukaan trombosit untuk mengkatalisis pelepasan asam arakidonat, yang oleh

Page 52: Laporan Kasus Vina CVA Infark

endoperoksidase akan diubah menjadi prostaglandin peroksida siklik (PGG2 dan PGH2).

PGG2 oleh tromboksian sintetase diubah menjadi tromboksan (TxA2), sedangkan PGH2

menjadi PGE2. selain itu dari asam arakidonat dibentuk juga leukotrien yang dapat

mengikatkan respon inflamasi.

Sel Makrofag

Saat terjadi cedera endotel, monosit yang beredar dalam pembuluh dara tertarik oleh

zat kemotraktan yang dihasilkan oleh endotel sehingga monosit terangsang ke lapisan yang

selanjutnay bertindak sebagai scavenger cell (sel pengangkut sampah) untuk membuang zat

yang tidak berguna dengan cara fagositosis dan hidrolisis sintaseluler. Selain itu makrofag

dapat mensintesis dan mensekresi bermacam zat di antaranya interleukin, leukotrien dan

anion superoksida yang dapat berefek toksik terhadap sel lain. Sel ini juga dapat mensintesis

sedikitnya 6 macam faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, interleukin, fibroblast growth factor

(FGF), epidermal growth factor (EGF), TGF- β dan M-CSF.

Akibat dari kemampuan sel ini, makrofag dianggap sebagai sel yang memegang kunci

untuk pembentukan jaringan ikat yang terbentuk pada proses inflamasi kronis dan juga

menjadi sumber sel busa yang banyak dijumpai pada lesi aterosklerosis.

Limfosit T

Limfosit T jenis CD8+ dan CD4+ ditemukan pada semua stadium lesi aterosklerosis.

Karena sel-sel tersebut merupakan sel yang biasa dijumpai pada respon imun seluler, diduga

pembentukan lesi aterosklerosis merupakan proses inflamasi, atau malah diduga merupakan

respon atoimun. Antigen yang berperan dalam aterogenesis sampai saat ini belum dapat

diidentifikasi. Ross (1999) mengemukakan bahwa kemungkinan besar antigen tersebut adalah

LDL teroksidasi (ox-LDL).

Hipotesis Aterogenesis

Terdapat 3 hipotesis aterogenesis, yaitu hipotesis respon terhadap cedera (respon to

injury hypotehsis), hipotesis lipoprotein (lipogenik) dan hipotesis monoklonal. Yang banyak

dianut saat ini adalah hipotesis yang pertama.

Menurut hipotesis ini, proses aterosklerosis berawal dari kerusakan / cedera (injury)

sel endotel. Cedera sel endotel ini dapat disebabkan oleh sebab mekanik (tekanan darah

dalam pembuluh dara), metabolik (hiperhomosisteinemi), imunologis (aterogenesis setelah

Page 53: Laporan Kasus Vina CVA Infark

pencangkokan ginjal) atau akibat adanya zat-zat baig yang datang dari luar seperti LDL, atau

zat-zat yang disekresikan oleh endotel sendiri, makrofag dan/atau trombosit.

Manifestasi cedera sel endotel dapat bermacam-macam,antara lain disfungsi sel yang

menyebabkan gangguan permeabilitas endotel serta pelepasan zat vasoaktif danfaktor

pertumbuhan atau berkurangnya sifat nontrombogenik permukaan endotel.

Hiperlipidemi kronik dapat menyebabkan cedera toksik pada sel endotel karena

peningkatan LDL yang teroksidasi dan kolesterol. Keadaan hiperlipidemi kronik ini juga

menyebabkan perubahan sel endotel, leukosit yang beredar dalam darah dan juga mungkin

trombosit. Keadaan hiperkolesterolemi menyebabkan meningkatnya adhesi monosit ke

dinding endotel. Monosit yang menempel pada sel endotel ini kemudian menyusup di antara

sel endotel dan mengambil tempat di daerah subendotel untuk kemudian berubah menjadi

scavenger celi dan berubah bentuk menjadi makrofag. Makrofag berfungsi menelan dan

membersihkan lemak terutama LDL yang sudah teroksidasi tersebut melalui reseptor khusus

yang disebut reseptor scavenger. Sel scavenger ini kemudian menjadi sel busa yang

merupakan cikal bakal fatty streak.

Berkumpulnya makrofag di daerah subintima menyebabkan kerusakan endotel

bertambah. Sel-sel ini menghasilkan dan mensekresikan zat-zat yang bersifat toksik dan juga

metabolit yang bersifat oksidatif seperti LDL teroksidasi dan anion superoksida. Semuanya

ini dapat menyebabkan kerusakan / gangguan fungsi endotel berrtambah Makrofag dapat

mensintesis dan mensekresi paling tidak 4 jenis faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, PGF, EGF-

like factor dan TGF β.

Keempat faktor pertumbuhan merupakan zat mitogen yang kuat dan dapat

merangsang migrasi dan proliferasi fibroblas serta sel otot polos yang pada akhirnya dapat

menyebabkan pembentukan jaringan ikat baru. Dari ke empat faktor tersebut, PDGF

memegang peranan yang paling penting karena efek kemotaktik dan mitogeniknya terhadap

sel otot polos. Selain itu sitokin ygdihasilkan juga merangsang rangkaian reaksi yang

menyebabkan trombosit dan monosit menempel pada tempat cedera.

Jika sel endotel rusak, dan jaringan ikat subendotel terpapar, trombosit yang beredar

dalam pembuluh dara akan terangsang untuk beragregasi membentuk satu trombus mural.

Selanjutnya hal ini akan merangsang trombosit yang beragregasi tersebut untuk

mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan seperti yang diproduksi dan disekresikan oleh

makrofag.

Sebagai tambahan, sel-sel otot polos yang bermigrasi dan berubah fenotipe

Page 54: Laporan Kasus Vina CVA Infark

dari kontraktil menjadi sekrotik akan juga mengeluarkan sejenis PDGF jika dibiakkan di

kultur jaringan. Jika hal ini terjadi juga secara in vivo, sel-sel otot polos yang ada juga

berperan serta dalam pengembangan lesi aterosklerosis Sesuai teori ini, jika proses cedera

yang dialami sel endotel berhenti, maka sel endotel dapat memperbaiki dirinya sendiri, dan

lesi yang sudah terbentuk dapat mengalami regresi. Sebaliknya jika cedera itu terjadi

berulang-ulang atau terus menerus selama beberapa tahun. Lesi awal yang terbentuk akan

terus berkembang dan dapat menimbulkan gangguan klinis. Hal inilah yang menjadi dasar

mengapa kontrol faktor resiko menjadi sangat penting untuk pencegahan kejadian

aterosklerosis.

Faktor resiko aterosklerosis

Dari studi yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat di Framingham,

Massachusets yang dilakukan selama lebih dari 24 tahun, didapatkan beberapa faktor resiko

mayor untuk terjadinya aterosklerosis, yang terbagi atas faktor yang tidak dapat dimodifikasi

seperti usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Selain itu dikenal

juga faktor resiko minor seperti obesitas, gaya hidup bermalas malasan (sedentary life style)

dan stres.

Dari studi yang sama juga didapatkan bahwa 5 faktor mayor untuk penyakit jantung

koroner (PJK) juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke, yaitu hipertensi, adanya

gejala klinis PJK, gagal jantung, adanya bukti PJK secara EKG atau radiologis dan atrial

fibrilasi.

Sedangkan kenaikkan kadar LDL dan rendahnya kadar LDL, walaupun secara

statistik sangat bermakna untuk kejadian PJK ternyata kurang bermakna untuk kejadian

stroke aterombotik. Dalam pembahasan mengenai faktor resiko stroke yang digolongkan ke

dalam faktor resiko pasti adalah merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, DM dan kenaikan

kadar fibrinogen darah. Berikut akan diterangkan bagaimana faktor resiko yang

menyebabkan aterosklerosis:

Hipertensi

Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak diketahui

dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan

resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan

permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa

Page 55: Laporan Kasus Vina CVA Infark

jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat

menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis.

Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri,

namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma hipertensi

yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi faktor resiko terjadinya

aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil lipid,

resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran

aliran darah arterial.

Hiperlipidemi

Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemi berhubungan

dengan aterogenesis. Orang yang menderita kelainan genetis yang menyebabkan tingginya

kadar kolesterol dalam darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa

adanya faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol terbukti merupakan

komponen utama dalam plak aterosklerosis.

Jenis kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL,

sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis karena

HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan kolesterol.

Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar kolesterol

total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih besar daripada orang – orang

dengan kadar kolesteral total <220 mg%. Namun demikian, hiperlipidemi tidak berhubungan

dengan peningkatan resiko stroke Infark.

Merokok

Mengapa rokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum diketahui dengan

pasti. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa secara statistik merokok lebih berhubungan

dengan kejadian perdarahan subarakhnoid dari pada dengan stroke Infark aterombotik.

Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan aterogenesis karena merokok adalah:

1. stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin

2. penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2

3. reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh dara

4. meningkatnya adhesi trombosit, dan

5. meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang

terkandung di dalam rokok.

Page 56: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Selain itu, pada percobaan pada binatang ditemukan bahwa hipoksia merangsang

proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula pada orang yang merokok.

Peneliti lain menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikan

reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin serta kenaikan kadar

fibrinogen dalam plasma. Jumlah nikotin dan zat kimia yang dihisap oleh perokok bervariasi

sehingga sulit untuk menentukan secara langsung hubungan antara jumlah rokok yang

dihisap dengan resiko aterosklerosis, namun dipercaya bahwa semakin banyak rokok yang

dihisap, semakin tinggi resiko terkena penyakit aterosklerosis. Studi statistik menunjukkan

bahwa merokok berhubungan dengan proses aterogenesis ekstra dan intrakranial.

Pada studi Framingham didapatkan bahwa merokok merupakan faktoryang signifikan

untuk kejadian stroke Infark aterombotik pada laki-laki berusia dibawah 65 tahun. Penelitian

lain di Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai resiko terkena stroke 1,6 kali lebih

banyak dari bukan perokok. Sedangkan dari penelitian Framingham perokok berat (>40

batang sehari) mempunyai resiko terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (<10 batabg

sehari).

Beberapa peneliti menyebutkan hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan

resiko aterosklerosis, antara lain wanita yang merokok lebih dari 25 batang rokok resiko

relatif terkena semua jenis stroke adalah 3,7 sedangkan untuk terkena perdarahan

subarakhnoid resiko relatifnya lebih besar yaitu 9,8 dan tidak tergantung pada faktor resiko

lain seperti penggunaan kontrasepsi oral, hipertensi danalkohol.

Dari Honolulu Heart study dan the Nurses Health Study didapatkan resiko relatif

merokok pada lelaki 2,5 x dari orang normal dan pada wanita 3,1 x lipat. Dikatakan juga

bahwa penghentian kebiasaan merokok menurunkan resiko stroke secara signifikan dari

tahun ke tahun, bahkan setelah 5 tahun berhenti merokok, tingkat resiko terkena strokenya

menjadi hampir sama dengan yang bukan perokok.

Diabetes mellitus

DM telah terbukti sebagai faktor resiko yang kuat untuk semua manifestasi klinik

penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme peningkatan aterogenesis pada penderita DM

meliputi gangguan pada profil lipid, gangguan metabolisme asam arakidonat, peningkatan

agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel,

glikosilasi protein dan adanya resistensi insulin hiperinsulinemi.

Fibrinogen

Page 57: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan peningkatan resiko stroke,

namun masih belum jelas apakah peningkatan kadar fibrinogen ini merupakan faktor resiko

ataukah merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau indikator adanya suatu reaksi

inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan reaktan yang akan dikeluarkan dalam fase

akut suatu reaksi inflamasi.

Dari penelitian terakhir didapatkan beberapa faktor resiko tambahanseperti:

Lipoprotein (a) / Lp(a)

Lp(a) adalah suatu lipoprotein plasma yang kaya kolesterol (seperti LDL) dan

ditandai dengan adanya apo(a) yang dikontrol secara genetis. Lp(a) telah terbukti merupakan

faktor resiko independen untuk PJK dan stroke permatur. Lp(a) mempunyai struktur yang

homolog dengan plasminogen dengan proses trombosis. Lp(a) mempunyai struktur yang

homolog dengan plasminogen sehingga lp(a) dapat menghambat fibrinolisis karena adanya

kompetisi dengan plasminogen di reseptor plasminogen di permukaan sel endotel. Lp(a) juga

ternyata dapat mengatur ekspresi PAI-1 pada sel endotel sehingga menyebabkan

terhambatnya pembentukan plasmin karena aktivasi tPA terhambat. Penelitian lain juga

menemukan Lp(a) menghambat produksi dan sekresi tPA dari sel endotel sehingga aktivasi

plasminogen terhambat yang mengakibatkan terganggunya fibrinogen.

Lp(a) juga dianggap merangsang pertumbuhan plaque aterosklerosis dengan

menghambat aktivasi TGF β sehingga merangsang proliferasi sel otot polos.

Selain itu dinyatakan pula bahwa pembentukan kompleks yang tak larut

antara Lp(a) dengan kalsium pada lesi aterosklerosis dapat menambah pertumbuhan plaque.

Juga dilaporkan Lp(a) merangsang ekspresi molekul adhesi pada sel endotel. Hipotesis

terakhir menyebutkan bahwa kadar Lp(a) yang tinggi tidak bersifat aterogenik jika kadar

LDL tidak meningkat, sehingga Lp(a) bukan merupakan penyebab primer anterogenesis.

Uji saring Lp(a) untuk menentukan faktor resiko dianjurkan untuk penderita dengan

riwayat keluarga PJK, MI, stroke atau penderita hiperkolesterolemi familial dan disfungsi

ginjal dengan mikroalbuminemi, dan penderita dengan obesitas sentral.

LDL yang teroksidasi

Page 58: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Menurut hipotesis respon terhadap cedera LDL yang bersifat aterogenik adalah LDL

yang teroksidasi (ox-LDL). Fungsi utama LDL adalah mengangkut asam lemak tak jenuh,

vitamin yang larut dalam lemak dan kolestrol ke sel yang membutuhkannya. Selama

perjalanannya, LDL mengalami oksidasa dengan hasil metabolik yang bermacam-macam.

Jika LDL ada dalam jumlah yang banyak dalam pembuluh darah, ox-LDL ini akan

dijumpai dalam jumlah banyak pula dalam darah. Ox-LDL berbahaya bagi endotel dan sel

otot polos. Terhadap endotel, ox-LDL merangsang pengeluaran molekul adhesi dan zat

kemoktratan sehingga menyebabkan disfungsi endotel. Ox-LDL sendiri bersifat kemotaktik

terhadap monosit dan dapat menyebabkan pembentukan M-CSF (macrophage colony

stimulating factro).

Ox-LDL ditemukan secara imunohistokimia dalam makrofag yang ada pada lesi

aterosklerosis. Tubuh manusia memiliki mekanisme perlindungan terhadap oksidasi ini antara

lain melalui enzim-enzim SOD (superoksida dismutase) GPx (glutation peroksidase) selain

juga adanya zat-zat antioksidan dari makanan baik berupa vitamin E, flavonoid (dikandung

oleh sayuran, buah-buahan, the hijau), α-tokoferol, β-karoten dan lain-lain.

Inflamasi dan infeksi

Inflamasi dan infeksi berkaitan dengan aterogenesis, khususnya melalui aktivasi dan

proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah. Inflamasi dan infeksi

ditandai dengan dikeluarkannya berbagai macam protein plasma ke dalam darah, antara lain

CRP (C-reaactive protein) yang melipatgandakan sinyal sitokin. Kadar CRP berkolerasi

langsung dengan tingkat keparahan aterosklerosis koroner, serebral, dan arteri prifer. Dari 2

penelitan yang indipenden, disimpulkan bahwa kadar CRP dapat memprediksikan resiko

Infark miokard dan stroke dikemudian hari.

Selain CRP, zat lain yang meningkat pada inflamasi adalah molekul adhesi

seperti slCAM-1, sVCAM-1 dan s-selektum. Zat-zat ini merangsang penempelan monosit

pada dinding endotel, dimana hal ini merupakan tahap awal dari proses aterogenesis.

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa molekul adhesi ini dapat menajdi faktor resiko

yang berdiri sendiri untuk penyakit kardiovaskuler dan stroke, dan yang secara statistik

paling bermakna menunjukkan hubungan dengan derajat aterosklerosis adalah kadar

sVCAM-1.

Infeksi kronis dari beberapa virus danbakteri diduga berhubungan dengan proses

aterosklerosis. Hal ini ditunjang dengan ditemukannya virus dan bakteri seperti

Cytomegalovirus, Chlamydia pneumoniae, dan helicobacter pylori pada plak aterosklerosis.

Page 59: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Hiperhomosisteinemi

Merupakan faktor resiko indipenden untuk terjadinta Infark miokard, stroke dan penyakit

vaskuler prifer. Dasar peningkatan resiko aterogenesis pada hyperhomosteinemia masih

belum jelas. Ada beberapa mekanisme yang diduga berhubungan, yaitu:

1. homosistein mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap endotel karena zat ini

dapat mengkatalisir produksi hidrogen peroksida,

2. homosistein meningkatkan oksidasi LDL,

3. homosistein meningkatkan proliperasi sel otot polos dan produksi kolagen,

4. homosistein meningkatkan resiko trombosis dengan cara menurunkan aktifitas AT-

III , menurunkan kadar faktor V dan VII, inhibisi aktivasi protein C, penurunan ikatan

tPA. Homosistein juga diketahui dapat menrunkan sintesis NO.

Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1)

Resiko trombosis meningkat jika faktor-faktor koagulasi dan inhibitor fibrinolisis

meningkat. Gangguan fibrinolisis dapat meningkatkan proses aterogenesis dengan deposisi

fibrin dan trombosis pada lesi aterosklerosis. PAI-1 merupakan salah satu inhibitor

fibrinolisis yang penting.

Zat ini bekerja sebagai inhibitor primer terhadap tPA dan aktivator plasminogen type

urokinase. Peningkatan aktivitas PAI-1 merupakan prediktor indipenden untuk terjadinya

Infark miokard ulang dalam waktu 3 tahun kedepan. Banyak penelitian cross sectional

menemukan hubungan antara kadar PAI-1 dengan kadar fibrinogen, dan berkaitan juga

dengan sejumlah variabel sindroma resistensi insulin. Ditemukan juga bahwa kenaikan kadar

PAI-1 ini mempunyai dasar genetis.

ATEROSKLEROSIS PADA PEMBULUH DARAH OTAK

Proses aterosklerosis pada pembuluh darah otak sering kali mengakibatkan

penyumbatan yang berakibat terjadinya stroke Infark. Terdapat dua kemungkinan mekanisme

terjadinya stroke Iskemik. Tipe yang paling sering adalah lepasnya sebagian dari trombus

yang terbentuk di pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.

Tombus ini menyumbat arteri yang terdapat disebelah distal lesi. Penyebab lain yang

mungkin adalah hipoperfusi jaringan disebelah distal pembuluh darah yang terkena proses

aterosklerosis yang dicetuskan oleh hipotensi dan jeleknya sirkulasi kolateral ke daerah distal

lesi aterosklerosis tersebut. Karena sumbatan yang terjadi biasanya berhubungan dengan

Page 60: Laporan Kasus Vina CVA Infark

proses trombosis dan embolisme, stroke Infark karena proses aterosklerosis biasa disebut

stroke Infark aterombotik dan embolisme karena lepasnya bagian plque aterosklerosis dikenal

dengan istilah tromboemboli.

Gambar. Mekanise atherosklerotik, thrombus, dan tromboemboli

Tempat yang paling sering mengalami proses aterosklerosis adalah ostia A.

vertebralis, segmen proksimal dan distal A. basilaris serta pangkal pars syphon dan

supraclinoid A.karotis interna. Plak aterosklerosis yang mengalami ulserasi akan

menyebabkan pembentukan trombosis inta mural sehingga dapat menyebabkan stenosis.

Aliran darah ke otak akan menurun jika stenosis mencapai 80% dari diameter lumen.

Page 61: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar. Lokasi tersering terjadinya oklusi di arteri

Sebagaimana diketahui plak ateromatossa merupakan lesi yang menonjol yang

ditutupi oleh fibrous cap. Sering juga dijumpai perdarahan kecil dan /atau pembentukan

trombus dipermukaannya yang meungkin akan makin mempersempit lumen pembuluh darah

yang terkena proses tersebut. Namun aterogenesis tidak selalu menyebabkan penurunan

aliran darh, karena pada kenyataannya sampai tahap tertentu lumen pembuluh darah

berdilatasi pada daerah yang mengalami obstruksi sebagai mekanisme kompensasi dari

pembuluh darah itu sendir terhadap berkurangnya aliran darah. Fenomena ini disebut

premodeling.

Penyumbatan pembuluh darah otak menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak.

Jika pengurangan tersebut sampai dibawah ambang batasnya akan

terjadinya satu serial proses iskemik di otak yang dapat berakhir dengan kematian sel-sel

saraf. Bila aliran darah ke otak terputus dalam waktu 6 detik, metabolisme neuronal

terganggu, lebhi dari 30 detik gambaran EEG mendatar, dlam 2 menitaktivitas jaringan otak

berhenti, dalam 5 menit kerusakan jaringan otak dimulai,dan lebih dari 9 menit manusia akan

meninggal.

Sintesa protein terhambat pada nilai ambang ± 0,55 ml/gr/min, disusul glikolisis

anaerob < 0,35 ml/gr/meningitis, rusaknya metabolisme energi ± 0,20 ml/gr/meningitis,

disertai kenaikan osmolalitas sel yang menyebabkan masuknya air dari ekstra ke intra seluler

Page 62: Laporan Kasus Vina CVA Infark

(sehingga terbentuk edema sitotoksik yang kelak diikuti oleh edema pasogenik) dan

gangguan fungsi berupa penekanan aktivitas EEG.

Depolarisasi anoksik dari membran sel < 0,15 ml/gr/mrn. Dengan gangguan fungsi

cetusan potensial yang menghilang. Sedangkan kaskade iskemik yang menyebabkan

terjadinya kerusakan sel nueron dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar. Cascade neuronal injury akibat ischemic otak

Page 63: Laporan Kasus Vina CVA Infark

II.1 STROKE / CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT (CVA) INFARK

1) DEFINISI

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya

terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial

atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau

ketidakstabilan hemodinamik.

Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu

atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan

(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.

Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.

Pada kasus :

Pada pasien ini terjadi kelemahan pada ekstremitas kanan yang berlangsung lebih dari

24 jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras menunjukan bahwa CVA infark.

Sehingga keadaan pasien ini mengarah ke CVA infark atau stroke hemoragik.

2) FAKTOR RISIKO

Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat

dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor

risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung

(fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang

aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

a. Hipertensi

Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak yang

terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga

mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi

sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke.

Menurut The seventh report of the Joint National Committee on prevention,

detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II.

Page 64: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

b. Penyakit jantung

Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan fungsi jantung

secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung

derajat tekanan darah.3

Penyakit jantung tersebut antara lain:

Penyakit katup jantung

Atrial fibrilasi

Aritmia

Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)

Kelainan EKG

Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan beberapa

kelainan jantung berupa:

Edema pulmonal neurogenik

Penurunan curah jantung

Aritmia dan gangguan repolarisasi

c. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark serebri. Diduga

diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai

arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar, dan mulai lebih dini.

Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes mellitus pria

dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita dibandingkan dengan yang tidak

menderita diabetes mellitus pada umur dan jenis kelamin yang sama.

d. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini berlaku

untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk semua tipe stroke

terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid. Merokok mendorong terjadinya

aterosklerosis yang selanjutnya memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.

Page 65: Laporan Kasus Vina CVA Infark

e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat, serta

kurang olahraga.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Riwayat keluarga

Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi

gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,

penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam

keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada

usia 65 tahun.

b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.

Faktor risiko yang belum terbukti adalah penyakit jantung, ruptur katup mitral,

ateroma arkus aorta, inaktivitas fisik, pola diet buruk, lipoprotein (a), konsumsi alkohol

berlebihan, antibodi antifosfolipid, hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi

hormon, kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba, migrain, dan

displasia fibromuskuler.

Pada kasus :

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis

kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah hipertensi.

3) PATOGENESIS

Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang

menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan

Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika

suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.

Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat

terjadi infark.

Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal

55ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark.

Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai

23 ml/100 gram per menit.

Stroke Trombolitik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di

otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang

Page 66: Laporan Kasus Vina CVA Infark

kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti

oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan

oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan

pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri

kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit

aterosklerosis.

Penyakit trombo-oklusif merupakan penyebab stroke yang paling sering.

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama

thrombosis serebral. Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah

awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau

kejang, dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum, thrombosis serebral tidak

terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada

setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar.

Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya

menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh

darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada

percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat-

tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai risiko dalam urutan

yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas,

dan basilaris bawah.

Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada

permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.

Trombosit akan melepaskan enzim adenosine difosfat yang mengawali mekanisme

koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat

tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

Stroke Emboli

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang

lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak

bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita thrombosis.

Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah

yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak

dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian-bagian

Page 67: Laporan Kasus Vina CVA Infark

yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteria serebri

media, terutama bagian atas.

Gambar. Perbedaan stroke trombosis dan emboli

4) MANIFESTASI KLINIS

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat

gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :

Page 68: Laporan Kasus Vina CVA Infark
Page 69: Laporan Kasus Vina CVA Infark

5) DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis stroke, pencitraan dengan CT-scan yang merupakan

pemeriksaan baku emas (Gold Standard).

Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda stroke :

(F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.

(A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika satu tangan turun

dengan cepat.

(S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah. Lihat jika ternyata

pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang tidak benar.

(T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu sangat penting. Sangat

penting untuk ke rumah sakit secepat mungkin.

Anamnesis

Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa

trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.

Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Onset atau awitan Mendadak Mendadak

Saat onset Sedang beraktivitas Istirahat

Peringatan (warning) - +

Page 70: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Nyeri kepala +++ ±

Kejang + -

Muntah + -

Penurunan kesadaran +++ ±

Pemeriksaan Fisik

Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,

kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

Pemeriksaan Neuro-radiologik

o Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat

membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan

terutama pada fase akut. Pada CT Scan dapat memperlihatkan

adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.

Gambar. CT Scan kepala stroke akut dan kronik

o Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan

gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu,

atau bila scan tak jelas. Angiografi serebral dapat membantu

menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri.

o Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu

membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan

intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

o MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark atau

hemoragik.

Page 71: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Gambar. MRI kepala stroke akut

Gambar. MRI kepala stroke kronik

Page 72: Laporan Kasus Vina CVA Infark

o EEG : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

o Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena.

Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan

darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila

perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit,

Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan :

SSS = (2,5x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan

diastolik) - (3 x atheroma) – 12

Nilai SSS Diagnosis>1 Perdarahan otak

< -1 Infark otak-1 < SSS < 1 Diagnosis meragukan (gunakan kurva atau CT Scan)

Skor Gajah Mada

Page 73: Laporan Kasus Vina CVA Infark

6) DIAGNOSIS BANDING

1. Stroke perdarahan intra serebral

2. Encephalopathy hypertensive

3. Trauma kepala

4. Tumor otak

5. Encephalopathy metabolic

Page 74: Laporan Kasus Vina CVA Infark

PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK

Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):

Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

f. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik

harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

Page 75: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.

Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah,

tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan

saturasi oksigen.

g. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.

Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi,

dapat diberikan obat-obat vasopressor.

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal

Derajat kesadaran

Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama

stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang

mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30º.

Hindari penekanan vena jugulare

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Page 76: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia

Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,

diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial

1 mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik

serebelar

e. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin

loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi

profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila

kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan

diatasi penyebabnya.

Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

g. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,

analisa urin, AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

1. Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.

Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.

Page 77: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah

pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan

diganti bila terjadi kekuranngan.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.

Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.

Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran

menurun.

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,

malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan

fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.

Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.

Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.

Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.

Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

Rehabilitasi

Edukasi keluarga.

Discharge planning.

TERAPI STROKE ISKEMIK

Terapi Umum:

Page 78: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah

posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan

hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan

antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan

(sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan

elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.

Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan

menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang

nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg

% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula

darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi

segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai

gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220

mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2

kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal

jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan

obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi

NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8

jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik

masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥

110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100

mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika

kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25

sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum

memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus

Page 79: Laporan Kasus Vina CVA Infark

dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan

hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi Khusus :

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti

koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen

Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika

didapatkan afasia).

Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut

Obat Dosis

Mula

kerja

Lama

kerja

Efek samping

Keterangan

Labetolol 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit infus kontinyu

5-10 menit

3-6 jam

Nausea, vomitus, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme

Terutama untuk kegawatdaruratan hipertensi, kecuali pada gagal jantung akut

Nikardipin

5-15 mg/jam infus kontinyu

5-15 menit

Sepanjang infus berjalan

takikardi Larut dalam air, tidak sensitif terhadap cahaya, vasodilatasi perifer dengan tanpa menurunkan aktivitas pompa jantung

Diltiazem 5-40 µg/kg/menit infus kontinyu

5-10 menit

4 jam Blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama usia

Krisis hipertensi

Page 80: Laporan Kasus Vina CVA Infark

lanjut

Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut

Jenis Obat

RuteMula kerja

Lama kerja

Dosis dewasa

Frekuensi Pemberian

Efek samping

Nifedipin Oral

Bukal

15-20 menit

5-10 menit

3-6 jam

3-6 jam

10 mg

10 mg

6 jam

20-30 menit

Hipotensi, nyeri kepala, takikardia, pusing, muka merah

Captopril Oral

SL

15-30 menit

5 menit

4-6 jam

2-3 jam

6,25-25 mg

6,26-25 mg

30 menit

30 menit

Hiperkalemia, insufisiensi ginjal, hipotensi dosis awal

Clonidin Oral 30 menit

8-12 jam

0,1-0,2 mg

12 jam Sedasi

Prazosin Oral 15-30 menit

8 jam 1-2 mg 8 jam Sakit kepala, fatique, drowsiness, weakness

Page 81: Laporan Kasus Vina CVA Infark

7) KOMPLIKASI

Banyak pasien mendapat kelemahan fisik yang tersisa dan disertai dengan nyeri dan

spastisitas. Tergantung dari tingkat keparahan gejala dan seberapa banyak bagian tubuh

yang terlibat, kelemahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan untuk berjalan, untuk

berdiri dari kursi, untuk makan sendiri, untuk menulis atau menggunakan computer, untuk

menyetir, dan aktivitas lainnya.

PENCEGAHAN

Pasien yang telah terserang stroke untuk pertama kali, memiliki risiko yang tinggi

untuk mendapat serangan stroke berulang. Cara untuk mecegah rekurensi dari stroke

yakni:

Perubahan gaya hidup

Berhenti merokok

Makan makanan sehat: diet kaya buah dan sayuran, tinggi kalium, dan rendah

lemah jenuh, masukan natrium (garam) kurang dari 2300 mg/hari.

Berolah raga (30 menit, minimal satu kali seminggu)

Menjaga berat badan ideal

Membatasi asupan alkohol.

Terapi antiplatelet dan antikoagulan untuk pencegahan stroke:

Pencegahan primer (jika terapi yang diberikan sebelum terjadinya stroke):

Untuk laki-laki atau perempuan yang tidak memiliki faktor risiko stroke,

tidak ada bukti bahwa aspirin dapat membantu pencegahan.

Perempuan usia 55 – 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika memiliki

risiko stroke atau serangan jantung.

Laki-laki usia 45 – 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika memiliki

risiko stroke atau serangan jantung.

Untuk perempuan dan laki-laki usia 80 tahun atau lebih, tidak diketahui

apakah meminum aspirin untuk pencegahan stroke memilik keuntungan

yang lebih besar daripada risiko perdarahan traktus digestivus atau

perdarahan otak.

Pencegahan sekunder (jika terapi yang diberikan untuk pencegahan stroke ulang):

Dapat diberikan aspirin saja atau aspirin disertai obat-obatan anti-clotting

seperti dipyridamole (Persantine, atau aggrenox) dua kali sehari.

Page 82: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Dapat digunakan klopidogrel sebagai pengganti aspirin, untuk pasien

dengan arteri koroner yang menyempit atau telah memiliki stent.

Mengkombinasi aspirin dengan klopidogrel bersama-sama tidak memiliki

efek yang menguntungkan tetapi meningkatkan risiko terjadinya

perdarahan.

Obat antikoagulan (warfarin) dapat digunakan sebagai pencegahan stroke pada

pasien dengan fibrilasi atrial. Pemberian warfarin memiliki risiko terjadinya

perdarahan, tetapi keuntungan yang didapatkan lebih besar daripada risikonya.

Risiko terjadinya perdarahan lebih tinggi jika terapi warfarin dimulai dengan

dosis yang tinggi dan dengan periode terapi yang lama. Pemeriksaan protrombin

time (PT) dan international normalized ratio (INR) dapat digunakan untuk

memonitor koagulasi darah.

Kontrol diabetes

Pasien dengan diabetes harus mencapai kadar gula darah puasa kurang dari 110

mg/dl dan HbA1C kurang dari 7%.

Kontrol tekanan darah

Pasien dengan diabetes, chronic kidney disease, atau aterosklerosis harus

mencapai tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

Kolesterol LDL yang rendah

American Heart Association merekomendasikan pasien yang memiliki stroke iskemik

atau TIA untuk meminum obat statin untuk menurunkan kadar kolesterol. Kebanyakan

pasien harus mencapai kadar LDL kurang dari 100 mg/dl. Pasien dengan faktor risiko

multipel harus mencapai kadar LDL kurang dari 70 mg/dl.

PROGNOSIS

Lebih dari 75% pasien dapat bertahan hidup pada serangan stroke pertama selama

tahun pertama, dan lebih dari separuh bertahan di bawah 5 tahun. Banyak penderita pasca

stroke dapat kembali ke fungsi mereka sebelumnya, tetapi 25% lainnya memiliki disability

ringan dan 40% memiliki disability sedang-berat.

Risiko untuk rekurensi dari stroke ini sendiri sangat tinggi pada minggu-minggu

pertama dan bulan pertama setelah stroke. Tetapi sekitar 25% pasien yang memiliki

serangan stroke pertama kali, akan mendapat serangan kembali dalam 5 tahun kemudian.

Faktor risiko untuk terjadi rekurensi stroke:

Usia yang tua

Page 83: Laporan Kasus Vina CVA Infark

Adanya bukti arteri yang terblok (riwayat penyakit jantung koroner, penyakit

arteri carotid, penyakit arteri perifer, stroke iskemik, atau TIA).

Stroke hemoragik atau embolik

Diabetes

Alkoholisme

Penyakit katup jantung

Fibrilasi atrial

DAFTAR PUSTAKA

1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin

Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical

Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

3. Departemen Saraf. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi. Edisi

Kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. 2007.

4. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga Medical

Series. 2007.

5. MIMS. Edisi ke-121. 2012.

6. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al. guidelines

for The Early Management Adults With Ischemic Stroke: a Guideline From The

American Heart Association. Circulation. 2007 May 22; 115 (20): e478 - 534