laporan kasus morbili dan diare

Upload: dhimse

Post on 15-Jul-2015

426 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

5x..Identitas pasienNama Usia Agama Suku Alamat Reg,Med Masuk RS Anamnesis : An.S : 1 tahun 9 bulan : Islam : Etnis sunda : Tegal panjang mekar jaya RT 01/01 Kec. Mande : 413954 : 29/07/11, 22.41 : 30/07/11, 19.00

Anamnesa (Alloanamnesis) Keluhan Utama Demam sejak 5 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Demam terus menerus, muncul mendadak, disertai batuk, produktif, sering, pilek ada, muntah hanya setelah batuk, berisi makanan yang dimakan, tidak berwarna hitam,frekuensi 2-3x/ hari, banyaknya gelas, BAB cair dengan ampas sedikit berwarna kuning, terdapat lendir, dan tidak ada darah, frekuensi 4-5x/ hari banyaknya gelas, mata merah, bengkak, nyeri, berair, bercak merah sejak 1 hari SMRS, awalnya tampak pada wajah, namun sudah menyebar ke seluruh tubuh. Anak tampak kehausan, saat diberi ASI tampak bibirnya mengikuti dada ibunya, dan menangis keras saat dilepas. Keluhan tidak disertai dengan kejang, penurunan kesadaran, mimisan, keluar cairan dari telinga, BAK normal tidak nyeri, berwarna kuning keruh, frekuensi 2-3x/hari, tidak ada riwayat kontak dengan penderita campak sebelumnya, tidak ada riwayat bepergian kedaerah endemis malaria sebelumnya. Riwayat Penyakit Dahulu hal yang sama disangkal, TB paru disangkal Riwayat Pengobatan

sudah diobati sebelumnya dipuskesmas, namun tidak ada perubahan pasien mengaku obat yang diberi hanya penurun panas dan antibiotik. Riwayat Penyakit Keluarga Hal yang sama dari keluarga disangkal, TB paru disangkal Riwayat Kelahiran dan Kehamilan Ibu pasien selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin dibidan Bayi lahir cukup bulan dirumah dibantu oleh bidan secara spontan langsung menangis, BBL dan PBL pasien lupa. Riwayat Imunisasi (usia 21 bulan) BCG 1x Hepatitis B 3x Polio 4x DPT 4x Campak (-) Kesimpulan : riwayat imunisasi dasar tidak lengkap Pertumbuhan dan Perkembangan (usia 21 bulan) o Motorik kasar : mulai merangkak usia 6 bulan, berdiri dan berjalan usia 12 bulan

o Motorik halus : Memegang benda dan membenturkannya usia 6 bulan, Suka memasukkan benda kedalam mulut usia 9 bulan o Bahasa : Papa mama dengan jelas usia 11 bulan

o Personal sosial : Takut pada orang lain usia 6 bulan, mulai bermain dengan anakanak lain usia 18 bulan Kesimpulan : riwayat tumbuh kembang sesuai usia Riwayat Makanan

2

ASI diberikan sampai sekarang, usia 6 bulan sudah diberikan bubur susu, usia 12 bulan sudah diberikan makanan keluarga.

Pemeriksaan FisikKU : tampak rewel Tanda Vital : Suhu : 38,8 0 C Nadi : 120 x/menit RR : 48 x/menit Status Gizi BB : 9,5 kg TB : 80 cm Status gizi : BB/U : 76 % (tanpa edema gizi kurang) TB/U : 94 % (baik) BB/TB : 83 % (gizi kurang)

Status Generalisata Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Normocephal, ruam mukopapular pada seluruh wajah Mata merah (+/+), conjunctiva hiperemis (+/+), mata cekung (+), air mata (+/+), sklera ikterik (-/-) Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-) Sekret (-) Peri oral sianosis (-), bibir tampak kering, lidah kotor (-) Pembesaran kelenjar getah bening (-), thyroid (-), retraksi supracostae (-)

Dada (paru) Inspeksi

Dada tampak simetris, retraksi intercostae (-), ruam mukopapular (+) 3

Palapasi Perkusi Auskultasi

Vocal fremitus sama pada kanan dan kiri paru Sonor pada kedua lapang paru Vesicular, ronchi (+/+), wheezing (-/-)

Cor Inspeksi Palapasi Perkusi Auskultasi

Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis tidak teraba Batas kanan jantung linea sternalis dextra, batas kiri jantung linea midclavicularis sinistra Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palapasi Perkusi

Kembung, retraksi epigastrium (+), ruam mukopapular (+) Bising usus (+) meningkat Hepatomegali (-), spleenomegali (-), nyeri tekan (-), turgor kembali lambat Tympani

Ekstremitas Acral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-), ruam mukopapular (+)

LaboratoriumParameter WBC LY % MO% GR% LY # MO# GR# RBC Nilai 8,3 103/L 24,9 L % 10,3 % 64,8 H % 2,1 L 103/L 0,4 103/L 5,3 103/L 4,82 105/L 4 Parameter MCH MCHC PLT RDW PCT MPV PDW Nilai 21,2 Pg 32,1 g/dl 354 103/L 14,9 % 0,18 % 5,1 L Fl 19,0 H %

HGB HCT MCV

10,2 g/dl 31,8 % 66,0 Fl

ResumeAnamnesis ; perempuan usia 21 bulan dari ibunya mengeluh demam terus menerus, muncul mendadak, disertai batuk, produktif, pilek (+), muntah (+) hanya setelah batuk, tidak berwarna hitam, frekuensi 2-3x/ hari, banyaknya gelas, BAB cair ampas (+) sedikit berwarna kuning, lendir (+), darah(-), frekuensi 4-5x/ hari banyaknya gelas, mata merah, bengkak, nyeri, berair, bercak merah awalnya tampak pada wajah, namun sudah menyebar ke seluruh tubuh. Anak tampak kehausan, saat diberi ASI tampak bibirnya mengikuti dada ibunya, dan menangis keras saat dilepas. BAK normal tidak nyeri, berwarna kuning keruh, frekuensi 2-3x/hari, Pemeriksaan fisik ; pasien rewel, dengan gizi kurang, suhu febris, pernapasan cepat, tampak ruam pada seluruh tubuh, mata merah, conjunctiva hiperemis, mata cekung, air mata masih ada, ebdomen tampak kembung, tampak retraksi epigastrium, bising usus terdengar meningkat, turgor kulit kembali lambat. Laboratorium ; leukosit normal, trombosit normal

Diagnosa KerjaMorbili + Bronchopenumonia + Diare cair akut dengan dehidrasi ringan sedang DD : Morbili + TB paru + Diare cair akut dehidrasi ringan sedang

Rencana Terapi Rl 9,5x75 / 12 dilanjutkan 9,5 x (50+100+80)/96 Zinc 1x1 cth Lacto-B 4x1 sach Propyretik 80 mg supp (bila demam) Taxegram 2 x 475 mg IV Gentamicin 2 x 21 mg IV 5

Vitamin A 200.000 IU

TINJAUAN PUSTAKA 1. MORBILI a. Definisi Morbili/campak adalah penyakit yang akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. b. Epidemiologi Di Indonesia, menurut survei badan kesehatan rumah tangga campak menduduki tempat ke-5 dalam 10 urutan penyakit utama pada bayi (0-7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10macam penyakit utama pada anak umur 14tahun. c. Etiologi Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. Cara penularan dengan droplet infeksi. d. Patofisiologi

6

e. Manifestasi Klinis: Masa inkubasi 10-20 hari Timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium 1. Stadium Kataral (prodormal) 4-5 hari Demam ringan-sedang Batuk kering ringan, Coryza Fotofobia Konjungtivitis.

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik spot tanda patognomonik bagi morbili, Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. 2. Stadium Erupsi Coryza dan batuk-batuk bertambah. Eritema makulopapular di mulai dari telinga-wajah-badan-eksremitas (pola cephalocaudal) 7

-

Rasa gatal Perbesaran KGB pada sudut mandibula dan bagian belakang oksipital.

3. Stadium Konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) dan mengelupas. bisa hilang sendiri. f. Penyulit Laringitis Distress saluran nafas, sesak, sianosis, dan stridor Bronkopneumoni Batuk, sesak nafas, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronkhi halus Enteritis Muntah dan mencret Konjungtivitis Otitis media Kejang demam Ensefalitis SSPE (Subacue Sclerosing Panencephalitis) dll

g. Penatalaksanaan Anak harus diberi cukup cairan dan kalori Atasi gejala simptomatik : antipiretik, antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan.

8

Beri vitamin A 50.000 IU (anak < 6 bulan), 100.000 IU (anak 6-11 bulan) atau 200.000 (anak usia 12 bulan-5 tahun). Bila disertai dengan penuyulit Bronkopneumonia Antibiotik Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis i.v kombinasi dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari. i.v dan 4 dosis sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Enteritis Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan iv dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan dehidrasi. Otitis mdia Antibiotik kotrimoksazole + sulfametoksazole (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis) Ensefalopati Reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan untuk mengurangi edema otak disamping pemberian kortikosteroid. Koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

2. BRONKOPNEUMONI a. Definisi Bronkopneumonia (Pneumonia Lobularis) adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.

9

b. Epidemiologi Pneumonia merupakan penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak berusia < 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia. c. Etiologi Usia Lahir 20 hari Etiologi yang sering Bakteri E. colli Streptoccus group B Listeria monocytogenes Etiologi yang jarang Bakteri Bakteri anaerob Streptoccous group D Haemophilllus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Virus Virus sitomegalo Virus Herpes simpleks Bakteri Bordetella pertusis Haemophilus influenzae tipe B Moraxella catharalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum Virus Virus sitomegalo Bakteri Haemophillus influenzae tipe B Moraxella catharalis 10

3 minggu 3 bulan

4 bulan 5 tahun

Bakteri Chlamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza 1,2,3 Respiratory Syncytial Virus Bakteri Chlamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae

5 tahun remaja

Streptococcus pneumoniae Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rino Respiratory Syncytial virus Bakteri Chlamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae

Neisseria meningitidis Staphylococcus aureus Virus Virus Varisela-Zoster

Bakteri Haemophillus influenzae Legionella sp Staphylococcus aureus Virus Virus Adeno Virus Epstein-Barr Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rino Respiratory Syncytial Virus Virus Varisela-Zoster

d. Patofisiologi

11

e. Diagnosis Anamnesis Gejala Infeksi Umum Demam, sakit kepala, gelisah,malaise, penurunan nafsu makan, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare. Gejala Respiratori Batuk, sesak napas retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, merintih dan sianosis. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Perkusi : Retraksi : Pekak 12

Palpasi

: Suara napas melemah

Auskultasi : Rongki Pemeriksaan Penunjang Darah perifer lengkap C-Reaktive Protein Uji Serologi Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan Rontgen Toraks

f. Penatalaksanaan Terapi suportif IVFD O2 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa, elektolit dan gula darah Terapi kausatif Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap golongan beta-laktam atau kloramfenikol dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin. 3. DIARE Definisi Diare akut adalah perubahan konsistensi tinja menjadi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja, yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air dalam tinja melebihi normal (10 ml/kg/hari), dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 7 hari. Epidemiologi 13

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak balita Di dunia, 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara barkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003). Di Indonesia, angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil survey rumah tangga, kematian karena diare diperkirakan menurun dari 16% pada tahun 1986 hingga 7,4% pada tahun 1996 dari semua kasus kematian. Walaupun angka kematian menurun, namun angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia, dilaporkan tiap anak mengalami diare sebanyak 1,3 episode per tahun (Depkes, 2003). Prevalensi diare pada anak balita di Indonesia adalah laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%) dan 12-23 bulan (14,8%) (Biro Pusat Statistik, 2003). Etiologi Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya infeksi (saluran cerna maupun luar saluran cerna), gangguan absorpsi (malabsorpsi), alergi makanan, keracunan makanan, dan imunodefisiensi. Infeksi saluran cerna merupakan penyebab tersering. Rotavirus merupakan penyebab utama (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan pada 20% dewasa dan 10% anak. Kuman penyebab diare biasanya menyebar secara fekal oral, melalui makanan/minuman yang tercemar tinja, dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare: Tidak memberikan ASI secara eksklusif (4-6 bulan pertama kehidupan), kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar Menggunakan botol susu, memudahkan penyebaran kuman, karena botol susah dibersihkan.

14

-

Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, sehingga tercemar kuman, dan kuman akan berkembang biak. Menggunakan air minum yang tercemar. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum makan atau menyuapi anak. Tidak membuang tinja dengan benar, termasuk tinja bayi. Kurangnya antibodi yang dapat melindungi bayi dari berbagai kuman penyebab diare, biasanya karena ASI tidak cukup diberikan. Gangguan gizi (gizi kurang atau buruk), meningkatkan beratnya penyakit, lama sakit dan resiko kematian. Campak, diare terjadi pada empat minggu terakhir campak, akibat penurunan kekebalan tubuh penderita. Imunodefisiensi / imunosupresi Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%) Sarana air bersih Sarana pembuangan tinja

Sementara faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare, yaitu:

Dua faktor lingkungan yang mempengaruhi angka kejadian diare, yaitu:

Gejala Klinis Anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada nafsu makan. Tinja mungkin mengandung darah dan/atau lendir. Meningkatnya asam laktat akibat fermentasi laktosa di dalam usus besar menyebabkan tinja menjadi asam yang dapat mengiritasi anus dan sekitarnya sehingga lecet. Muntah dapat terjadi sebelum atau selama diare. Kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, yang dapat dinilai dari berat badan yang menurun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, mata tampak cekung, tonus otot dan turgor kulit berkurang, mukosa mulut dan bibir tampak kering. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan dapat menimbulkan gejala klinis sesak, kejang, perut kembung dan kesadaran menurun.

15

Patogenesis Ada dua prinsip mekanisme terjadinya diare akut, yaitu sekretorik dan osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemkan pada infeksi saluran cerna. Kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak. a. Diare sekretorik Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit kedalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari dalam tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin, misalnya E. coli atau V. cholera. b. Diare osmotik Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Oleh karena itu, bila di dalam lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik, air, atau bahan yang larut, maka akan melewati mukosa usus halus tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. Patofisiologi Diare dapat menyebabkan: 1. Kehilangan air (dehidrasi) Terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dibanding masukan air (input). 2. Gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik), karena: Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja Ketosis kelaparan Penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan intraselular.

16

3. Hipoglikemia Terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare dan sering pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg%. Gejala dapat berupa anak lemah, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. 4. Gangguan nutrisi Sering terjadi gangguan nutrisi karena penurunan berat badan dalam waktu singkat, dapat disebabkan karena : Makanan sering dihentikan oleh orangtua karena takut diare atau muntah akan Susu sering diberikan dengan pengenceran dan diberikan dalam waktu lama Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan bertambah hebat

baik karena adanya hiperperistaltik 5. Gangguan sirkulasi Diare dengan atau tanpa disertai muntah dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Perfusi jaringan yang berkurang menyebabkan hipoksia, asidosis metabolik bertambah berat, perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong dapat meninggal. Diagnosis Beberapa yang perlu dilakukan jika mendapatkan anak dengan diare akut: Menilai derajat dehidrasi Memberikan pengganti cairan dan elektrolit yang keluar Mencegah penyebaran kuman enteropatogen Cari etiologi dan barikan pengobatan yang spesifik sesuai indikasi Hendaknya anamnesis dilakukan dengan teliti, terutama tentang asupan peroral, frekuensi dan volume tinja yang keluar, keadaan umum, aktivitas anak, dan frekuensi miksi. Data lain yang penting diketahui adalah lama dan beratnya diare, konsistensi tinja, adanya lendir dan darah, dan gejala lain yang berhubungan seperti demam, muntah, serta kejang.

17

Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbul kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang menunjukkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada. Demam menunjukkan proses inflamasi dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi. Mual dan muntah merupakan gejala yang tidak spesifik, tetapi muntah menunjukkan adanya mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna atas, seperti virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Demam merupakan hal yang sering terjadi pada pasien dengan diare karena infeksi, sedangkan nyeri perut biasanya pada diare yang lebih berat, dan tenesmus dapat timbul pada perut bagian bawah dan rektum yang menunjukkan adanya keterlibatan usus besar. Pada diare non-inflamasi, demam biasanya tidak ada atau tidak tinggi, nyeri biasanya berupa kram, periumbilikal, dan tidak berat. Diare yang lebih banyak air menunjukkan keterlibatan saluran cerna bagian atas. Klasifikasi Dehidrasi Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan diklasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang, atau tanpa dehidrasi. a. Skor Maurice King (1974) 1 2 Gelisah, lekas marah, Mengigau, apatis, mengantuk Sedikit kurang Sedikit kurang Sedikit cekung Kering 120-140 x/menit koma/syok Sangat kurang Sangat kurang Sangat cekung Kering dan sianosis > 140 x/menit 18

Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 diperiksa 1. Keadaan umum Sehat 2. Turgor kulit 3. Mata 4. Ubun-ubun besar 5. Mulut 6. Denyut nadi Normal Normal Normal Normal < 120 x/menit

Catatan : kembali ke semula. b. Tanda dan Gejala 1.Lihat : Keadaan umum Mata Air mata Mulut dan lidah Rasa haus 2. Periksa turgor kulit 1 detik 1-2 detik 2 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan) : turgor kurang (dehidrasi sedang) : turgor sangat kurang (dehidrasi berat) Untuk menentukan turgor kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk selama 30-60 detik, kemudian di lepas. Dilihat berapa detik kulit

Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat Nilai 0-2 Nilai 3-6 Nilai 7-12 : tanpa dehidrasi : dehidrasi ringan/sedang : dehdirasi berat

ditentukan derajat dehidrasinya :

Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai Menurut WHO (2009) Tanpa dehidrasi Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa, tidak haus Kembali cepat Ringan / sedang *Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering *Haus, ingin minum banyak *Kembali lambat Berat *lesu, lunglai, atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Tidak ada Sangat kering *Malas minum atau tidak bisa minum *Kembali sangat lambat (>2 detik)

untuk ubun-ubun besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing.

Derajat dehidrasi

TANPA DEHIDRASI

Rencana terapidibagi atas :

Rencana terapi A

DEHIDRASI RINGAN/ SEDANG Bila ada 1 tanda * ditambah 1 tanda lain atau lebih Rencana terapi B

DEHIDRASI BERAT Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain Rencana terapi C

c. Menurut tonisitas darah/banyak sedikitnya natrium yang hilang, dehidrasi dapat

19

1. 150 mEq/L) 2. 3.

Dehidrasi isotonik (bila kadar Na dalam plasma antara 131Dehidrasi hipotonik (bila kadar Na plasma < 131 mEq/L) Dehidrasi hipertonik (bila kadar Na plasma > 150 mEq/L)

Gejala-gejala dehidrasi : isotonik, hipotonik dan hipertonik Gejala Rasa haus Berat badan Turgor kulit Kulit/selaput lendir Gejala SSP Sirkulasi Nadi Tekanan darah Banyaknya kasus Tatalaksana Prinsip tatalaksana penderita diare adalah tiga besar, yang terdiri atas: 1) 2) 3) Terapi rehidrasi Pemberian zinc Lanjutkan pemberian ASI / makanan Hipotonik Menurun sekali Menurun sekali Basah Apatis Jelek sekali Sangat lemah Sangat rendah 20-30% Isotonik + Menurun Menurun Kering Koma Jelek Cepat dan lemah Rendah 70% Hipertonik + Menurun Tidak jelas Kering sekali Irritable, kejang-kejang, hiperrefleksi Relatif masih baik Cepat dan keras Rendah 10-20%

Obat antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin, karena kecilnya kejadian diare yang memerlukannya. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (kemungkinan besar shigellosis), suspek kolera dengan dehidrasi berat, dan infeksiinfeksi diluar saluran pencernaan yang berat, seperti pneumonia. Anti diare tidak dianjurkan karena belum adanya bukti mengenai anti diare yang berdaya guna, sehingga penggunaan anti diare hanya menimbulkan beban biaya. Obatobatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, sebagian menimbulkan efek samping berbahaya, terkadang berakibat fatal.

20

Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Sampai saat ini belum ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. 1) Terapi Rehidrasi Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, air sup. Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada kebiasaan setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang cocok, jangkauan pelayanan kesehatan, dan tersedianya oralit. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan, berikan air matang. Jangan diberikan cairan yang osmolaritasnya tinggi, misalnya air yang terlalu manis. Bila terjadi dehidrasi, penderita harus diobati secara cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan Ringer Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral. 2) Pemberian Tablet Zinc Lebih dari 90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase, yang berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas soperoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan epitel dalam usus. Zinc juga menghambat enzim iNOS (inducible nitric oxide synthase), dimana ekspresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian diare. Kerusakan morfologi epitel usus ini karena rotavirus, yang menjadi penyebab terbesar diare akut. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,

21

serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya. Semua anak dengan diare harus diberi zinc segera setelah anak mengalami diare. Zinc diberikan pada setiap diare akut dengan dosis, untuk anak dibawah 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet) zinc per hari. Sedangkan untuk anak diatas 6 bulan diberikan 1 tablet zinc 20 mg. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik, untuk mencegah kejadian diare 3 bulan kedepan. 3) Pemberian ASI atau makanan Berikan makanan selama serangan diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan rumah tangga termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan leih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare behenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. Komplikasi Kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat mengakibatkan beberapa komplikasi diantaranya : 1. hipotonik, isotonik, atau hipertonik) 2. 3. 4. 5. 6. hipertonik 22 Renjatan hipovolemik Hipokalemia, Hipoglikemia Intoleransi Laktosa sekunder, dengan gejala Dehidrasi (ringan, sedang, berat,

meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada ECG

sebagai akibat defisiensi Enzim Laktase karena kekurangan vili mukosa usus halus Kejang, terutama pada dehidrasi

7.

Malnutrisi energi protein, karena Lampiran (3)

selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan

Rencana Pengobatan ADigunakan untuk : - mengatasi diare tanpa dehidrasi - meneruskan terapi diare di rumah - memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi MENERANGKAN 3 CARA TERAPI DIARE DIRUMAH 1. Berikan anak anda cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi Cairan yang dianjurkan : Cairan oralit, makanan yang cair (air tajin, sup), yoghurt, air matang, dll (catatan bila usia anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat lebih baik diberi oalit dan air matang daripada makanan cair) Berikan larutan sebanyak anak mau, teruskan hingga diare berhenti 2. Lanjutkan pemberian makanan untuk mencegah kurang gizi. i. Teruskan ASI atau susu yang biasa diberikan ii. Untuk anak 6bulan atau telah mendapat makanan padat - Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang, sayur, daging atau ikan. Tambahkan beberapa tetes minyak sayur tiap porsi. - Berikan pisang atau sari buah segar untuk menambah Kalium. - Bujuk supaya anak makan sebanyak mungkin, berikan makanan lebih sering sedikitnya 6 kali sehari - Masak dan hancurkan atau cincang makanan dengan baik agar mudah dicerna. - Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan beri tambahan setiap hari selama 2 minggu atau sampai berat badan sebelum sakit tercapai kembali. 3. Bawa anak anda ke petugas kesehatan bila : - buang air besar cair sering sekali - muntah berulang-ulang - mata menjadi cekung/kering sangat haus - makan dan minum sedikit - demam - pada tinja terdapat darah 4. Perlihatkan kepada ibu bagaimana cara mencampur dan memberikan oralit Tunjukkan kepada ibu, berapa banyak oralit yang diberikan : Usia Jumlah oralit yang dibutuhkan Jumlah oralit yang disediakan umur 5 tahun 200 300 ml setiap BAB 800 -1000 (4-5 bungkus) dewasa 300 400 ml setiap BAB 1200 - 2800 Bila anak muntah, tunggu 10 menit kemudian pemberian oralit diteruskan tetapi lebih 23 lambat : 1 sendok teh setiap 1-2 menit.

Berikan kepada ibu oralit untuk 2 hari. Anak harus diberi oralit dirumah bila Setelah mendapat terapi B dan C Tidak dapat kembali kepetugas kesehatan bila diare memburuk

Rencana Pengobatan B Pengobatan Dehidrasi Ringan/Sedang dengan OralitDalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/kgBB atau bila berat badan tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel dibawah : umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5 tahun Dewasa Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml jika penderita ingin minum oralit lebh banyak, berikanlah dorong ibu untuk meneruskan ASI untuk bayi < 6bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200ml air masak selama masa ini Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit Beritahu berapa banyak oralit yang harus diminum Tunjukkan bagaimana cara menyiapkan dan memberikannya Awasi ibu sewaktu memberikan oralit kepada anaknya Bila muntah , tunggu 10 menit kemudian pemberian oralit diteruskan tetapi lebih lambat : 1 sendok makan setiap 2-3 menit Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana A bila bengkak telah hilang Setelah 3-4 jam, nilailah kembali keadaan penderita, kemudian pilihlah rencana pengobatan selanjutnya A, B, atau C Bila tidak ada dehidrasi, ganti rencana A. Dehidrasi hilang anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan, susu, dan sari buah seperti rencana A Bila tanda menunjkkan dehidrasi berat, ganti rencana C Jika ibu tidak dapat tinggal di Puskesmas sebelum rencana pengobatan B selesai Usahakan agar ibu menyelesaikan terlebih dahulu rencana pengobatan B selama 4-6 jam, sesuai dengan butir 1. Setelah rencana B selesai, dirumah ibu harus memberikan larutan oralit ad libitum. Beri petunjuk caranya menemukan tanda-tanda dehidrasi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut, ibu harus membawa kembali anaknya ke Puskesmas pada pagi hari berikutnya

24

Berilah oralit cukup untuk 2 hari, dan berikanlah petunjuk cara menyiapkan dan memberikannya

Rencana Pengobatan C Pengobatan Dehidrasi Beratya

Dapatkan anda Dapatkah anda memberikan Memberi cairan cairan Intravena intravena

Mulai beri cairan intravena segera. 100mg/kgBB cairan RL (atau garam normal) dibagi sebagai berikut : umur Bayi 12bulan pemberian I 30ml/kg/1 jam 30ml/kg/1,5 jam pemberian II 70ml/kg/5 jam 70ml/kg/2,5jam

Tidak

- Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba - Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai Tetesan intravena dipercepat - Bila pasien bisa minum, berikan oralit (5ml/kg/jam) - Setelah 3-6jam(bayi)atau 3jam(anak) lakukan penilaian kembali. Pilih rencana yang sesuai (A,B, dan C) untuk kelanjutan pengobatan.

adakah pengobatan terdekat (dlm 30 menit) Tidak Dapatkah anda menggunakan NGT untuk rehidrasi rencana Tidak Apakah pasien Dapat minum

ya

- Kirim pasien untuk pengobatan intravena - Bila pasien bisa minum, sediakan oralit untuk ibu dan tunjukan cara pemberian dalam perjalanan - Mulai rehidrasi dengan pipa NGT (20ml/kg/6jam) - Nilai pasien tiap 1-2 jam - Bila muntah atau kembung berikan cairan pelan-pelan - Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3jam, kirim pasien untuk terapi intravena - Setelah 6 jam lakukan penilaian kembali. Pilih yang sesuai (A, B, C) - Mulai rehidrasi lewat mulut dgn oralit (10ml/kg/6jam) - Nilai pasien tiap 1-2 jam. - Bila muntah atau kembung berikan cairan pelan-pelan - Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3jam, kirim pasien untuk terapi intravena - Setelah 6 jam lakukan penilaian kembali. Pilih rencana yang sesuai (A, B, C)

ya

TidakSegera kirim anak untuk rehidrasi melalui

NGT atau inravena

25

Catatan : Cairan intravena yang dianjurkan adalah larutan RL. Bila tidak ada, NaCl 0,9%, DG ana atau 2A dapat digunakan. Larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh digunakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Soenarto, Yati, dkk. 2007. Tatalaksana Diare pada Anak. Lokakarya Tatalaksana Diare, Medan 2. Soenarto, Yati, dkk. 2007. Pelatihan Tatalaksana Diare pada Anak. Lokakarya Tatalaksana Diare, Medan 3. WHO, IDAI. 2009. Pelayanan Kesahatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHOIndonesia, Depkes RI 4. krugman saul, katz samuel, infectious disease of children, penyunting, 1st ed. St louis: mosby: 1981; 141-159. 5. berhman, kliehman, jenson, penyunting, nelson text book of pediatric, 17th ed, philadelphia: elsevier: 2004; 1026-1031. 6. green and richmond, penyunting, pediatric diagnosis 7. rampengan T.H, laurentz .I.R, penyakit infeksi tropik pada anak, edisi 1, jakarta : EGC, 1993; 91-99

26