laporan kasus cidp

31
LAPORAN KASUS GUILLAIN BARRE SYNDROME Moderator: Dr. Mayor CKM Andrie Gunawan, Sp.S Disusun Oleh: Ashri Mirawati 1410221066 Tanggal Penyajian : 03 September 2015

Upload: ashrimirawati

Post on 13-Dec-2015

92 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

chronic inflammatory demyelinating syndromeguillain barre syndromeneurologypaper

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus CIDP

LAPORAN KASUS

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Moderator:

Dr. Mayor CKM Andrie Gunawan, Sp.S

Disusun Oleh:

Ashri Mirawati 1410221066

Tanggal Penyajian :

03 September 2015

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN “VETERAN” JAKARTA

RSPAD GATOT SOEBROTO – DITKESAD JAKARTA

Periode : 10 Agustus s.d 11 September 2015

Page 2: laporan kasus CIDP

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Saraf

RSPAD GATOT SOEBROTO – DITKESAD, Jakarta

Disusun Oleh:

Ashri Mirawati 1410221066

Telah Disetujui Oleh :

Nama Pembimbing Tanda Tangan

Pembimbing

Tanggal

Pengesahan

dr. Mayor CKM Andrie Gunawan, Sp.S

Page 3: laporan kasus CIDP

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Renike Kusumawati

No. RM : 811723

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Status : Menikah

Alamat : Kp Muara Aman, Kec. Lebong Utara, Bengkulu

Ruang Rawat : Ruang Perawatan Umum Lantai 5

Kamar no. : 512

Tanggal masuk : 15 Agustus 2015

Tanggal pemeriksaan : 15 Agustus 2015

ANAMNESA

Auto/Alloanamnesa : Autoanamnesa dengan pasien pada tanggal 15

Agustus 2015, pukul 20.30.

KELUHAN UTAMA

Tungkai kanan dan kiri tidak dapat digerakkan.

KELUHAN TAMBAHAN

Sering terasa kaku dan baal pada tangan kanan dan kiri.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan tungkai kanan dan kiri tidak dapat digerakkan

sejak 3 bulan SMRS. Keluhan tersebut dirasakan secara bertahap. Awalnya pasien

merasakan berat pada tungkai kanan, seminggu kemudian pasien merasakan lemah

pada kedua tungkai hingga sulit untuk berjalan sehingga pasien melakukan rambatan

setiap berjalan dan lama kelamaan kedua tungkai tidak dapat digerakkan sama sekali.

Page 4: laporan kasus CIDP

Pasien juga menyatakan bahwa tangan kanan dan kirinya sering terasa kaku dan baal.

Keluhan baal dan kaku terjadi hilang timbul. Keluhan mual, muntah, sakit kepala dan

demam disangkal oleh pasien. Pasien masih dapat makan dan minum, BAB dan

BAK masih lancar. Riwayat jatuh disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Hipertensi : disangkal

Diabetes Mellitus : disangkal

Sakit Jantung : disangkal

Trauma Kepala : disangkal

Sakit Kepala Sebelumnya : disangkal

Kegemukan : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keluhan yang sama dengan pasien di keluarga, disangkal.

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN

Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS INTERNUS

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Gizi : BB : 70 kg , TB :170 cm (Normoweight)

Tanda vital

TD kanan : 100/70 mmHg

TD kiri : 100/70 mmHg

Nadi kanan : 80 x/menit

Nadi kiri : 80 x/menit

Pernafasan : 16 x/menit

Suhu : 36,4 °C

Limfonodi : Tidak ada pembesaran limfonodi

Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Page 5: laporan kasus CIDP

Paru : Suara dasar vesikuler, rhonki -/-, whezzing -/-

Hepar : Tidak teraba membesar

Lien : Tidak teraba membesar

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

STATUS PSIKIATRI

Tingkah laku : Wajar

Perasaan hati : Tenang

Orientasi : Baik

Jalan pikiran : Normal

Daya ingat : Baik

B. STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : Compos Mentis. E4M6V5 GCS = 15

Sikap tubuh : Baik

Cara berjalan : Pasien tidak dapat berjalan

Gerakan abnormal : Tidak ada

Kepala

Bentuk : Normocephal

Simetris : Simetris

Pulsasi : Teraba pulsasi A.Temporalis dextra & sinistra

Nyeri tekan : Tidak ada

Leher

Sikap : Normal

Gerakan : Bebas ke segala arah

Vertebra : Dalam batas normal

Nyeri tekan : Tidak ada

GEJALA RANGSANGAN MENINGEAL

Page 6: laporan kasus CIDP

Kanan Kiri

Kaku kuduk : (-)

Laseque : (-) (-)

Kerniq : (-) (-)

Brudzinsky I : (-) (-)

Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI CRANIALIS

N.I ( Olfaktorius)

Daya penghidu : Normosmia Normosmia

N II (Opticus)

Ketajaman penglihatan : Menurun Menurun

Pengenalan warna : Baik Baik

Lapang pandang : Baik Baik

Funduscopy : Tidak dilakukan

N III,IV,VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)

Ptosis : (-) (-)

Strabismus : (-) (-)

Nistagmus : (-) (-)

Exophtalmus : (-) (-)

Enophtalmus : (-) (-)

Gerakan bola mata :

Lateral : (+) (+)

Medial : (+) (+)

Atas lateral : (+) (+)

Atas medial : (+) (+)

Bawah lateral : (+) (+)

Bawah medial : (+) (+)

Atas : (+) (+)

Bawah : (+) (+)

Pupil

Page 7: laporan kasus CIDP

Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm

Bentuk pupil : bulat bulat

Isokor/anisokor : isokor

Posisi : sentral sentral

Rf cahaya langsung : (+) (+)

Rf cahaya tdk langsung : (+) (+)

Rf akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N V (Trigeminus)

Menggigit : (+)

Membuka mulut : Simetris

Sensibilitas Atas : (+) (+)

Tengah : (+) (+)

Bawah : (+) (+)

Rf masester : Simetris

Rf zigomatikus : (+) (+)

Rf cornea : Tidak dilakukan

Rf bersin : Tidak dilakukan

N VII (Facialis)

Pasif

Kerutan kulit dahi : simetris kanan dan kiri

Kedipan mata : simetris kanan dan kiri

Lipatan nasolabial : simetris

Sudut mulut : simetris

Aktif

Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri

Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri

Menutup mata : simetris kanan dan kiri

Meringis : Simetris

Menggembungkan pipi : Simetris

Gerakan bersiul : Tidak dilakukan

Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Baik

Hiperlakrimasi : tidak ada

Page 8: laporan kasus CIDP

Lidah kering : tidak ada

N. VIII ( Acusticus )

Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)

Mendengar detik arloji : (+) (+)

Tes Schawabach : Normal Normal

Tes Rinne : (+) (+)

Tes Weber : Terdengar di Tengah

N. IX ( Glossopharyngeus )

Arcus pharynx : simetris

Posisi uvula : Di tengah

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Baik

Refleks muntah : (+)

N.X ( Vagus )

Denyut nadi : teraba, reguler

Arcus faring : simetris

Bersuara : normal

Menelan : tidak ada gangguan

N. XI ( Accesorius )

Memalingkan kepala : normal

Sikap bahu : simetris

Mengangkat bahu : dapat dilakukan

N.XII ( Hipoglossus )

Menjulurkan lidah : Deviasi ke kiri

Kekuatan lidah : Normal

Atrofi lidah : Tidak ada

Artikulasi : Kurang jelas

Tremor lidah : Tidak ada

MOTORIK cukup cukup

Gerakan : terbatas terbatas

Page 9: laporan kasus CIDP

Kekuatan : 5555 5555

1111 1111

Tonus : Hipotonus pada kedua ekstremitas bawah

Trofi : Eutrofi pada keempat ekstremitas

REFLEKS FISIOLOGIS

Refleks Tendon : Kanan Kiri

Refleks Biseps : (+) (+)

Refleks Triseps : (+) (+)

Refleks Patella : (+) (+)

Refleks Archilles : (+) (+)

Refleks Periosteum : (+) (+)

Refleks Permukaan :

Dinding perut : (+)

Cremaster : tidak dilakukan

Spinchter Anii : tidak dilakukan

REFLEKS PATOLOGIS

Hoffman Trommer : (-) (-)

Babinski : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Openheim : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Rosolimo : (-) (-)

Mendel Bechterew : (-) (-)

Klonus paha : tidak dilakukan

Klonus kaki : tidak dilakukan

SENSIBILITAS

Eksteroseptif :

Page 10: laporan kasus CIDP

Nyeri : Menurun Menurun

Suhu : tidak dilakukan

Taktil : Menurun Menurun

Propioseptif :

Vibrasi : (+) (+)

Posisi : (+) (+)

Tekan dalam : (+) (+)

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

Tes romberg : Tidak dilakukan

Tes Tandem : Tidak dilakukan

Tes Fukuda : Tidak dilakukan

Disdiadokenesis : Tidak dilakukan

Rebound phenomen : Tidak dilakukan

Dismetri : Tidak dilakukan

Tes telunjuk hidung : Baik

Tes telunjuk telunjuk : Baik

Tes tumit lutut : TIdak dapat dilakukan

FUNGSI OTONOM

Miksi

Inkontinensia : Tidak ada

Retensi : Tidak ada

Anuria : Tidak ada

Defekasi

Inkontinensi : Tidak ada

Retensi : Tidak ada

FUNGSI LUHUR

Fungsi bahasa : Baik

Fungsi orientasi : Baik

Fungsi memori : Baik

Page 11: laporan kasus CIDP

Fungsi emosi : Baik

Fungsi kognisi : Baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium darah

Hemoglobin : 12.7

Hematokrit : 38

Leukosit : 18250 (↑)

Trombosit : 79

2. CT scan kepala dan orbita

Tanggal 20 Agustus 2015

Kesan :

- Tidak tampak kelainan pada kedua orbita

- Tidak tampak tanda-tanda infark, perdarahan, maupun SOL di parenkim

kedua kemisfer cerebrum maupun cerebellum.

3. MRI

Tanggal 15 Agustus 2015 (MRI vertebrae lumbosacral tanpa kontras

potongan sagital, serta myelogram)

Kesan :

- Hiperintensitas signal medula spinalis sampai conus medularis pada level

L1 e.c suspect Myelitis transversa

- Tidak tampak HNP mau penekanan radiks segmen lumbosacral

Tanggal 19 Agustus 2015 (MRI Kepala Tanpa Kontras)

Kesan :

- Bercak iskemik minimal di periventrikel lateralis bilateral (Fazekas Grade

I)

- Tidak tampak tanda-tanda infark, perdarahan, maupun SOL di parenkim

kedua hemisfer cerebrum maupun cerebellum.

Page 12: laporan kasus CIDP

Tanggal 31 Agustus 2015 (MRI Cervical tanpa kontras)

Kesan :

- Tidak tampak HNP maupun penekanan radiks

- Tidak tampak kelainan pada medulla spinalis

4. EMG

Memo field :

Pada pemeriksaan neurofisiologi tungkai didapatkan :

- N. Tibialis : NCV motorik normal, Fwave latensi memanjang,

blok (-)

- N. Peroneus : NCV motorik normal, Fwave (-), Blok (+)

- N. Suralis : NCV sensorik normal

Kesimpulan :

- Sesuai dengan kompresi lumbal setinggi L3 kebawah (level tinggi antara

thoracolumbal)

- Saran : MRI Thoracolumbal dan pemeriksaan Motor Evoked Potential

Tungkai

RESUME

Pasien Ny.R.K, perempuan, usia 30 tahun datang dengan keluhan kedua

tungkai tidak dapat digerakkan sejak 3 bulan SMRS. Keluhan dirasakan secara

bertahap. Awal, pasien merasakan berat pada tungkai sebelah kanan, seminggu

kemudian pasien merasakan lemah pada kedua tungkai hingga sulit untuk berjalan

dan lama kelamaan kedua tungkai tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien juga

mengeluhkan sering kaku dan baal pada tangan kanan dan kirinya secara hilang

timbul. Tanda vital dalam batas normal. Pada status neurologis didapatkan ketajaman

menurun. Pemeriksaan motorik ekstremitas inferior didapatkan gerakan terbatas,

kekuatan didapatkan nilai 1111/1111, dan hipotonus. Dari pemeriksaan sensibilitas

pada ekstremitas inferior didapatkan penurunan rangsang nyeri dan taktil.

Dari pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan leukosit

meningkat. Hasil pemeriksaan MRI yang pertama (MRI vertebrae lumbosacral tanpa

kontras) didapatkan ”hiperintensitas signal medula spinalis sampai conus medularis

Page 13: laporan kasus CIDP

pada level L1 e.c susp Myelitis transversa”. Hasil pemeriksaan MRI yang kedua

(MRI kepala tanpa kontras) didapatkan “bercak iskemik minimal pada periventrikel

lateralis bilateral”. Pada pemeriksaan EMG didapatkan kesimpulan “sesuai dengan

kompresi lumbal setinggi L3 kebawah (level tinggi antara thoracolumbal)”.

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Paraparese inferior tipe LMN

Hipestesia ekstremitas inferior dextra & sinistra

Diagnosis Topik : Sistem Saraf Tepi

Diagnosis Etiologi : Guillain Barre Syndrome

Diagnosis Sekunder : -

PENATALAKSANAAN

Farmakologi

1. IVFD Ringer Laktat 20 tpm

2. Ceftriaxone 2 x 1 gram IV

3. Mecobalamin 3 x 500 mg IV

4. Ranitidin 2 x 1 ampul IV

5. Metilprednisolon 2 x 125 mg IV

Non Farmakologi

1. Fisioterapi

2. Pengaturan posisi tidur untuk mencegah ulkus decubitus

PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad fungtionam : malam

• Quo ad sanationam : dubia ad malam

• Quo ad cosmeticum : malam

BAB II

PEMBAHASAN

Page 14: laporan kasus CIDP

Pada kasus ini diketahui seorang wanita, Ny.R.K usia 30 tahun mengeluhkan

kedua kaki sulit digerakkan sejak 3 bulan SMRS. Keluhan berawal dari 3 bulan yang

lalu pasien merasakan berat pada tungkai sebelah kanan, yang bertahap menjadi

lemah pada kedua tungkai yang semakin berat hingga akhirnya tidak dapat

digerakkan. Pasien juga mengeluhkan bahwa akhir-akhir ini pasien sering merasakan

kaku dan baal pada kedua tangan yang hilang timbul.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien

ini, didapatkan diagnose klinis pasien paraparese inferior tipe LMN, hipestesia

ekstremitas inferior dextra & sinistra, diagnosis topis pada pasien ini terdapat pada

Sistem Saraf Tepi, diagnose etiologi Guillian Barre Syndrome (GBS).

Parese adalah kelemahan atau kelumpuhan parsial yang ringan atau tidak

lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau

gerakan terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau

lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang

terkena. Kelemahan atau kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut

dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan

tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis),

kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot.

Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik

pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai.

Paraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu: paraparese

spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai Upper Motor Neuron (UMN,

shingga menyebabkan peningkata tonus otot atau hipertoni. Paraparese flaksid terjadi

karena kerusakan yang mengenai Lower Motor Neuron (LMN), sehingga

menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni. Kerusakan pada LMN dapat

mengenai motor neuron, radiks, dan saraf perifer, maupun otot itu sendiri.

Dalam kasus ini penderita mengalami penurunan tonus otot sehingga dapat

disimpulkan adanya kerusakan pada LMN. Kerusakan pada LMN dapat disebabkan

oleh banyak hal yang memberi gambaran klinis yang sama berupa para parese namun

dalam kasus ini penderita didiagnosis paraparese LMN e.c Guillain Barre Syndrome.

Pada penderita dengan GBS, kelumpuhan merupakan manifestasi klinis

utama, yaitu kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neuron. Pada

Page 15: laporan kasus CIDP

sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah

kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf

kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak,

kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris

dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot

bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau

bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.

Gangguan sensibilitas parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal

ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris

objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan

sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas

proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas

fisik.

Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB. Gangguan

tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah

(facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau

episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai.

Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila

tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis

diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen

penderita.

Pemeriksaan laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein

dalam cairan otak tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini

disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini

dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6

minggu. Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian

kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis adalah terjadinya kelemahan yang progresif

dan hiporefleksi

Page 16: laporan kasus CIDP

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis:

- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4

minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%

dalam 4 minggu.

- Relatif simetris

- Gejala gangguan sensibilitas ringan

- Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain

dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang <

5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

- Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang

sampai beberapa bulan.

- Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala

vasomotor.

- Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

- Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP

serial

- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

- Varian:

o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

- Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan

hantar kurang 60% dari normal.

Guillain-Barre Syndrome memiliki beberapa varian tergantung pada gejala

mereka, infeksi sebelumnya, durasi dari fase inflamasi, dan tingkat keparahan. Ada

dua jenis yaitu varian progresif cepat dan varian progresif lambat.

Varian dengan tahap progresif cepat terdiri dari:

1. Polineuropati akut demyelineating inflamasi (AIDP): sub-tipe ini didahului

oleh infeksi bakteri atau virus. Sekitar 40% pasien GBS yang seropositif

untuk Campylobacter jejuni dengan infiltrasi limfositik dan makrofag-

Page 17: laporan kasus CIDP

dimediasi demielinasi dari saraf perifer. Pada kebanyakan pasien ini

mengalami GBS hanya satu serangan auto-imun, di awal. Setelah itu mereka

bergerak ke fase penyembuhan.

2. Neuropati motorik akut aksonal (AMAN): Sebuah bentuk yang sangat parah,

terutama menyerang saraf motorik, menyebabkan kelemahan progresif cepat

sering dengan kegagalan pernapasan. Banyak kasus telah dilaporkan di

daerah pedesaan Cina, terutama pada anak dan dewasa muda selama bulan-

bulan musim panas. Prognosis sering sangat menguntungkan dan pemulihan

yang cepat.

3. Akut neuropati sensori motor aksonal (AMSAN): Ini adalah penyakit akut

yang parah yang mempengaruhi saraf sensoris dan motoris. Pasien umumnya

orang dewasa dengan pemulihan yang lambat dan tidak lengkap.

4. Miller-Fisher Syndrome (MFS): Ini adalah suatu bentuk sangat jarang GBS

yang mempengaruhi sekitar 5% pasien GBS. MFS menyebabkan kelumpuhan

descending, yaitu kelumpuhan yang dimulai pada tubuh bagian atas dan

secara bertahap menyebar ke bawah. Sebuah spinal tap mengungkapkan

adanya tingkat protein tinggi. Pasien mengalami tiga serangkai klasik ataksia,

opthalmoplegia dan areflexia: hilangnya refleks tendon dan koordinasi,

kesulitan berjalan dan berdiri, masalah penglihatan. Juga kesemutan, mati

rasa, pusing, mual. Anti-GQ1b antibodi yang dihasilkan. Pasien mengalami

penglihatan kabur atau ganda. Kerusakan saraf kranial melemahkan mata-

otot, menyebabkan penglihatan ganda. Hal ini juga melemahkan otot-otot

wajah, menyebabkan wajah kendur. Kacamata resep atau lensa kontak

mengurangi masalah penglihatan. Pengobatan sering menggunakan suatu

kortikosteroid.

Pemulihan terjadi dalam urutan yang berlawanan, dengan saraf kranial pulih

lalu.

5. Neuropati Akut Panautomatic: Ini adalah yang paling langka dari semua

varian yang mempengaruhi sistem saraf simpatik dan parasimpatik

"keterlibatan jantung adalah umum dan disritmia merupakan sumber

signifikan dari kematian dalam bentuk penyakit" .

Varian dengan tahap progresif lambat terdiri dari :

Page 18: laporan kasus CIDP

1. Berulang Guillain-Barre Syndrome (RGBS) atau inflamasi kronis demielinasi

Polyradiculoneuropathy (CIDP): Pasien yang menderita lebih dari 32 episode

Guillain-Barre serangan diklasifikasikan sebagai menderita RGBS atau CIDP

yang berkembang selama beberapa bulan atau tahun. Pasien dengan onset

yang cepat RGBS menunjukkan gejala, tingginya insiden penyakit anteseden,

kurangnya respon terhadap terapi imunosupresif dan tingkat normal cairan

otak tulang belakang protein pada awal kekambuhan. Pasien juga

menunjukkan dekat pemulihan lengkap.

2. Multifokal motor Neuropati (MMN): Ini adalah bentuk yang jarang dari

RGBS dengan kaki melemah secara bertahap dalam pola acak.

3. Multifokal motor Neuropati demielinasi Sensorik (MMSD): Ini juga

merupakan bentuk yang jarang dari RGBS menyebabkan kelemahan bersama

dengan gangguan sensori.

4. Multifokal Acquired demielinasi Neuropati Acquired Sensorik (MADSAM):

Ini adalah subtipe dari CIDP dan juga dikenal sebagai Lewis Sumner

Syndrome atau Multifocal CIDP. Ini secara bertahap progresif atau hilang-

timbul.

5. Paraproteinaemic demielinasi Neuropati (PDN): Ini adalah subtipe dari CIDP

dan juga dikenal sebagai gammopathy monoklonal Signifikansi Unknown

(MGUS) di AS. Ini secara bertahap progresif dalam tiga jenis utama antibodi

Immunoglobulin (yaitu, IgM, IgG dan IgA) dengan dua jenis terakhir yang

hilang-timbul.

Penderita dalam kasus ini juga didiagnosis dengan observasi gagal napas

karena pada anamnesis diketahui adanya keluhan sesak napas, dan pada pemeriksaan

fisik didapati respirasi penderita 48x/menit.

Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan

terutama secara simptomatis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik

dan memperbaiki prognosisnya.

Perawatan yang baik sangat penting dan terutama ditujukan pada perawatan

kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea. Infeksi paru

dan saluran kencing harus segera diobati. Respirasi diawasi secara ketat, terhadap

perubahan kapasitas vital dan gas darah yang menunjukkan permulaan kegagalan

Page 19: laporan kasus CIDP

pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera

dibantu dengan pernafasan buatan. Jika pernafasan buatan diperlukan untuk waktu

yang lama maka trakheotomi harus dikerjakan.

Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur

untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki yang

lumpuh mencegah deep voin thrombosis spint mungkin diperlukan untuk

mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah

dengan gerakan pasif.

Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif

dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot. Disfungsi otonom harus

dicari dengan pengawasan teratur dari irama jantung dan tekanan darah. Bila ada

nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.

Pertukaran plasma (plasma exchange) bermanfaat bila dikerjakan dalam

waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per

exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima

kali exchange.

Pemberian kortikosteroid walaupun telah melewati empat dekade

pemakaiannya pada SGB masih diragukan manfaatnya. Namun demikian ada yang

berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid pada fase dini penyakit mungkin

bermanfaat.

Pengobatan dengan imunosupresan yaitu dengan imunoglobulin dan obat

sitotoksik dapat diberikan. Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih

menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih

ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-MP),

azathioprine, dan cyclophosphamid. Efek samping dari obat-obat ini adalah alopecia,

muntah, mual dan sakit kepala.

Page 20: laporan kasus CIDP

DAFTAR PUSTAKA

1. Mantay Kristi McClellan PA-S, Armeau Elin Phd PA-C, Parish Thomas DHSc

PA-C. Recognizing Guillain-Barré Syndrome in the Primary Care Setting. The

Internet Journal of Allied Health Sciences and Practice. Vol.5 No. 1. Jan 2007.

Available from : http://www.ijahsp.nova.edu.

Page 21: laporan kasus CIDP

2. Japardi Iskandar dr. Sindroma Guillain-Barre. Fakultas Kedokteran Bagian

Bedah USU. 2002.

3. Van Doorn PA. Guillain –Barre Syndrome. Orphanet Encyclopedia. September

2004. Available from: http://www.orphanet.net.pdf.

4. Senevirante Udaya MD(SL) MRCP. Guillain-Barré Syndrome: linicopathological

Types and Electrophysiological Diagnosis. Department of Neurology, National

Neuroscience Institute, SGH Campus. Vol.12 No.1. 2003.

5. Heather Rachel Davids, MD; Chief Editor: Robert H Meier III, MD. Guillain –

Barre Syndrome. May 2011. Available from: http://www.medscape.com.

6. Paul H. Gordon, MD, Asa J. Wilbourn, MD. Early Electrodiagnostic Findings in

Guillain-Barre´ Syndrome. American Medical Association. Vol.58. Juni 2001.

Available from : http://www.archneurol.com.

7. Deborah M. Green, MD; Allan H. Ropper, MD. Mild Guillain Barre Syndrome.

American Medical Association. Vol.58. Juni 2001. Available from :

http://www.archneurol.com.

8. Ted M Burns MD. Guillain Barre Syndrome. Thieme Medical Publishers (Semin

Neurol. Vol.28(2) p.152-167. April 2008. Available from : http://

ww.thieme.com.

9. Tarakad S Ramachandran, MBBS, FRCP (C), FACP, Chief Editor: Nicholas Y

Lorenzo, MD. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy. May

2011. Available from: http://www.medscape.com.

10. Koller Hubertus MD, Kieseier Bernd C MD, Jander Sebastian MD, Hartung

Hans Peter MD. Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy. The New

England Journal of Medicine. 352;13. March 2005. Available from :

http://www.nejm.org.

11. Seneviratne Udaya MD(SL),MRCP. Guillain-Barré Syndrome:

Clinicopathological Types And Electrophysiological Diagnosis. Department Of

Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus. Vol 12 . No1 . SGH

Proceedings. 2003.

12. Marshall John. The Landry-Guillain-Barre Syndrome. From the Institute of

Neurology and National Hospital for Nervous Diseases,Queen Square, London,

W.C.I.

Page 22: laporan kasus CIDP