laporan kasus apendisitis

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh). Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiformis yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan namun paling sering kita temukan pada laki-laki berusia 10-30 tahun. Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, sumbatan ini akan mengakibatkan hambatan pengeluaran sekret lumen sehingga akan terjadi pembengkakan, infeksi dan ulserasi (Lindseth, 2006). Sumbatan ini dapat dikarenakan hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, cacing askaris dan E.histolytica (Pieter (ed), 2005). Berdasarkan lama gejala yang dialami, apendiks dapat dibagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik.

Upload: ramadhan-ananda-putra

Post on 19-Jan-2016

1.434 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Apendisitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali

masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah

sekum. Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang

tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah

sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi

immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).

Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiformis yang mengenai

semua lapisan dinding organ tersebut. Penyakit ini dapat mengenai semua umur

baik laki-laki maupun perempuan namun paling sering kita temukan pada laki-laki

berusia 10-30 tahun.

Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, sumbatan

ini akan mengakibatkan hambatan pengeluaran sekret lumen sehingga akan terjadi

pembengkakan, infeksi dan ulserasi (Lindseth, 2006). Sumbatan ini dapat

dikarenakan hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, cacing askaris

dan E.histolytica (Pieter (ed), 2005). Berdasarkan lama gejala yang dialami,

apendiks dapat dibagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik.

Penatalaksanaan apendisitis akut dan kronik hanya memerlukan tindakan

bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memperbaiki keadaan umum

pasien.

1.2. Batasan Masalah

Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan

penatalaksanaan apendisitis.

1.3. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan case ini berupa tinjauan

kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literature dan makalah ilmiah.

Page 2: Laporan Kasus Apendisitis

1.4. Tujuan Penulisan

Case ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman

mengenai etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanan apendisitis.

Page 3: Laporan Kasus Apendisitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Apendisitis merupakan terjadinya peradangan pada mukosa organ

apendiks vermiformis yang bisa terjadi karena obstrusksi saluran limfe,

peradangan mukosa dan obstruksi lumen karena fekolit atau telur cacing.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Vermiformis

Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi

duodenum distal muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon

asendens dan ½ sampai ¾ bagian oral kolon transversum. Apendiks merupakan

organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15 cm), diameter

masuk lumen apendiks antara 0.5-15mm, dan berpangkal di sekum. Letak basis

apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga tenia koli yaitu

tenia libera, tenia colica dan tenia omentum, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun

demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit ke arah ujungnya.

Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar

intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan muskulus

dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari

lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal

yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia coli diperbatasan antara sekum dan apendiks.

Page 4: Laporan Kasus Apendisitis

Jenis posisi-posisi apendiks :

a) Posisi pelvika : ujung apendiks terletak agak ke kaudal, pada

kedudukan ini mungkin apendiks melekat pada

tuba atau ovarium kanan

b) Posisi retrosekal : apendiks terletak retroperitoneal di belakang sekum

c) Posisi ileocecal

d) Posisi antecaecal : terletak di depan sekum

e) Posisi anteileal : terletak di depan ileum

f) Posisi retroileal : terletak di belakang ileum

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus (N. X) yang

mengikuti a.mesentrika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari n.torakalis X (parasimpatis). Oleh karena itu, nyeri visceral

pada apendisitis bermula di umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami gangren.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lender di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated

lymphoid tissue) yang terdapat si sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,

ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh

karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Page 5: Laporan Kasus Apendisitis

2.3. Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negeri

berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang

dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30

tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.

2.4. Klasifikasi Apendisitis

Apendisitis biasanya disebabkan obstruksi pada lumen yang disertai

dengan infeksi. Apendisitis dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, yaitu :

1. Simple Apendisitis (Apendisitis tanpa perforasi)

a) Non obstruksi : gejalanya tidak begitu hebat dan jarang terjadi perforsi

b) Obstruksi : perjalanan penyakitnya lebih cepat dan hebat. Mudah

terjadi gangrene dan perforasi. Keluhan kolik penderita sangat

menonjol

Page 6: Laporan Kasus Apendisitis

2. Apendisitis Akut dengan perforasi

a) Dengan local perforasi : sudah terjadi peradangan organ-organ sekitar

apendiks seperti sekum dan omentum. Biasanya gejala ditemui

sesudah 3hari, dan teraba massa di perut kanan bawah yang tidak

punya batas tegas.

b) Dengan local abses : merupakan lanjutan dari proses infiltrat di mana

sudah disertai demam dan nyeri hebat, mual, muntah.

c) Dengan difus peritonitis : sudah terjadi perforasi sehingga penyebaran

ke seluruh peritoneum.

3. Apendisitis Kronik

Ditandai dengan nyeri yang sering hilang timbul pada perut kanan.

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua

syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang

kronk apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan

menghilang setelah apendektomi (Peiter (ed), 2005). Kriteria mikroskopik

apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan

parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di

mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik (Pieter (ed), 2005).

2.5.Etiologi dan Patogenesis

1. Obstruksi lumen apendiks

Obstruksi lumen dapat terjadi karena adanya benda asing pada lumen,

dinding atau benda asing di luar apendiks yang menekan apendiks.

2. Infeksi

Factor yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui jelas. Pada

apendisitis akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks

adalah Bacteroides fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini

adalah flora normal usus. Bakteri ini menginvasi mukosa, submukosa dan

muskulasris, yang menyebabkan edema, hiperemis dan kongesti vaskuler

lokal, dan hyperplasia kelenjar limfe. Kadang-kadang terjadi thrombosis

pada vasa dengan nekrosis dan perforasi.

Page 7: Laporan Kasus Apendisitis

3. Parasit

Parasit seperti Entamoeba histolytica diduga dapat menimbulkan erosi

mukosa apendiks dan perdarahan. Pada awalnya Entamoeba histolytica

berkembang di kripte glandula intestinal. Selama invasi pada lapisan

mukosa, parasit ini memproduksi enzim yang dapat menyebabkan

nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus.

4. Kebiasaan diet

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman

flora kolon biasa.

Stadium apendisitis, seperti berikut :

1. Stadium kataralis ( acute focal Appendicitis )

Stadium awal yang ditandai gengan terjadinya edema dan ulkus pada

mukosa appendik secara local. Stadium ini dimulai dengan adanya

bendungan pada mukosa hipersekresi kelenjar mukosa peningkatan

tekanan intra luminal akibat mucus yang menumpuk menghambat

aliran limfe edema dinding appendik, tunika serosa dan peritoneum

visceral nyeri sekitar umbilicus (karena persarafan appendik sama

dengan usus yang lainnya). Terkumpulnya mucus dapat berubah menjadi

pus oleh bakteri. Edema dinding appendik akan menyebabkan diapedesis

kuman dan terjadilah ulkus.

2. Stadium purulen ( Acute Suppurative Appendicitis )

Di mana peradangan telah mengenai seluruh dinding appendik. Edema dan

pus sudah menumpuk banyak dan menghambat aliran vena atau arteri

sehingga terjadi iskemia.

Pada keadaan ini sudah terjadi peransangan peritoneum local di atas

appendik dan nyeri yang terjadi visceral berubah menjadi local di dinding

perut pada lokasi appendik (khas pada appendicitis nyeri dari pusat pindah

ke kanan bawah)

Page 8: Laporan Kasus Apendisitis

3. Stadium Gangrenosa

Pada stadium ini aliran arteri sudah sangat terganggu yang menyebabkan

nekrosis/gangrene terutama bagian ante mesenterialnya.

4. Stadium Perforativa

Bila apendiks yang sudah gangren pecah, terjadilah perforasi.

2.6. Gejala dan Manifestasi Klinis

Gejala klasik apendisistis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau regio umbilikus ± 6-8 jam

pertama disertai gejala gastrointestinal lainnya seperti mual, muntah dan

anoreksia. Sesudah itu nyeri itu menjalar ke perut kanan bawah dan menunjukkan

tanda ransangan peritoneum lokal di titik McBurney dengan nyeri tekan, nyeri

lepas dan defans muskuler atau spasme muskulus rectus abdominis kanan. Di sini

nyeri lebih dirasakan tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri

somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi

dan pada anak-anak karena apendiksnya posisi pelvis dan dekat rektum akan

menyebabkan diare. Bila terdapat peransangan peritoneum, biasanya pasien

mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung

oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada

ransangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan

gejala dan tanda ransangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks

tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing,

karena ransangan dindingnya.

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak

menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis

Page 9: Laporan Kasus Apendisitis

diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah

perforasi.

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak

ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia

lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh

penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Pada apendisitis kronik gejalanya tak khas dan tidak ada demam. Penderita

mempunyai riwayat sakit perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik

apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah

apendektomi.

Anak-anak mudah mengalami perforasi apendiks karena memiliki

omentum pendek, apendiks panjang, dan dinding apendiks tipis. Juga memiliki

pertahanan tubuh yang masih rendah. Orang tua juga mudah terjadi perforasi

apendiks karena telah ada gangguan pembuluh darah.

2.7. Uji Diagnostik

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.

Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat

disedari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul

gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genetalia interna

karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila

diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit

dengan pengamatan setiap 1-2 jam

Pemeriksaan fisik

1. Sistemis

Kadang-kadang sudah bisa diduga dengan sikap penderita datang membungkuk

dan bila berbaring kaki kanan sedikit di tekuk. Adanya perbedaan antara suhu

aksilla dan rectal yang lebih tinggi, secara umum temperatur tidak begitu tinggi

kecuali kalau sudah perforasi dan peritonitis.

Page 10: Laporan Kasus Apendisitis

2. Abdomen

Inspeksi : tidak ada gambaran khas kalau belum ada peritonitis umum. Pada point

test, penderita bisa menunjukkan nyeri dari pusat dan menjalar serta menetap pada

kanan bawah. Pada test batuk penderita disuruh batuk dan penderita terasa nyeri di

kanan.

Palpasi : pemeriksaan dimulai dari daerah yang berlawanan (dari kiri terus ke

kanan). Pada palpasi bisa ditemui :

nyeri tekan/lepas di fossa iliaca dextra (Rebound tenduce)

Mc Burney’s sign : nyeri pada titik Mc burney, kalau ditekan dengan

ujung jari

Rovsing sign : jika ditekan pada fossa illiaca kiri terasa nyeri di kanan.

Terjadi karena penekanan udara

Psoas sign : ketika penderita berbaring, paha kanan di fleksikan, akan

terasa nyeri. Ini karena m.psoas berkontak dengan peritoneum dekat

apendiks. Gejala khas pada apendiks posisi pelvis. Psoas sign dilakukan

dengan memberikan rangsangan pada otot psoas melalui hiperekstensi

sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

kanan ditahan. Apabila appendiks yang meradang menempel di M. psoas

mayor, maka akan menimbulkan nyeri.

Obturator sign ( Zachari Cope Sign) : Pada obturator sign dilakukan

gerakan fleksi endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang dan kaki

difleksikan. Bila apendiks yang meradang kontak dengan M.obturator

internus maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

Mc Fadden sign : apendiks posisi pelvic bisa merangsang buli-buli dan

terjadi miksi. Sering pada anak-anak sesudah kolik diikuti miksi.

3. Rectal toucher

Sangat penting dilakukan, kecuali pada anak-anak karena dapat menambah

trauma. Kadang-kadang tak ditemui kelainan, kecuali apendik posisi pelvic dan

terasa nyeri jam 9-11

Page 11: Laporan Kasus Apendisitis

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Test LaboratoriumTes darah digunakan untuk memeriksa tanda-tanda infeksi, seperti

leukositosis ringan, kecuali kalau perforasi leukosit >10.000. Tes darah juga

menunjukkan dehidrasi atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Urine

digunakan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih. Biasanya urin normal, tapi

kadang-kadang pada sediment ditemui leukosit (+) atau eritrosit (+) karena

apendiks dekat ureter. Dokter mungkin juga dapat memesan tes kehamilan bagi

perempuan.

Imaging Tes Foto polos abdominal menemukan air fluid level local (± 50%), adanya

fecolith local dan terjadi peningkatan densitas jaringan lokal. Selain itu, tes

Barium Enema merupakan kontra indikasi untuk dilakukan karena bisa terjadi

perforasi dan hanya boleh dilakukan hanya pada anak-anak atau orang muda

dengan diagnosa masih ragu dan gejala masih 6-12 jam. Foto polos abdominal

akan jarang membantu dalam mendiagnosis usus buntu tetapi dapat digunakan

untuk mencari sumber-sumber lain sakit perut.

Computerized tomography (CT) scan, yang membuat gambar penampang

tubuh, dapat membantu mendiagnosis apendisitis dan lokasi sakit perut. USG

kadang-kadang digunakan untuk mencari tanda-tanda apendisitis, terutama pada

orang yang kurus atau muda. Perempuan usia produktif harus memiliki tes

kehamilan sebelum menjalani Rontgen atau CT Scan. Radiasi dari pemeriksaan

Rontgen atau CT Scan dapat berbahaya bagi janin yang sedang berkembang. USG

tidak menggunakan radiasi dan tidak berbahaya bagi janin.

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendisitis berdasarkan klasifikasi apendisitis :

1. Apendisitis akut tanpa perforasi

Untuk semua umur dilakukan appendictomy

2. Apendisitis infitrat / abses

a. Operatif

Page 12: Laporan Kasus Apendisitis

Kalau apendiksnya bisa dipisahkan dengan jaringan lain lakukan

appendectomy dan pemasangan drainage. Kalau apendiksnya tidak

bisa dipisahkan dengan jaringan sekitar, maka hanya dilakukan

drainage.

b. Konservatif

Menggunakan 5 cara : F 5 Regimen

- Fowler position

- Feel of mass

- Feel of pulse and temperature

- Fungi and antibiotic

- Food

Biasanya dengan cara ini setelah 3-4 hari, keadaan penderita akan

membaik seperti demam berkurang, massa berkurang dan LED

normal. Appendectomy dapat dilakukan secara elektif 3bulan

kemudian.

3. Apendisitis akut perforasi + Perintonitis difusa

Drug of choice bagi peritonitis adalah operatif untuk membuang sumber

kontaminasi.

2.10. Komplikasi

Yang paling sering adalah komplikasi apendisitis perforasi. Perforasi dari

apendiks dapat mengakibatkan abses periappendiceal (koleksi terinfeksi nanah)

atau menyebar peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan panggul). Alasan

utama untuk perforasi adalah appendiceal keterlambatan dalam diagnosis dan

pengobatan. Secara umum, semakin lama penundaan antara diagnosis dan

pembedahan, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam

setelah onset gejala adalah sekurang-kurangnya 15%. Oleh karena itu, setelah

didiagnosa apendisitis, operasi harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu.

Page 13: Laporan Kasus Apendisitis

Komplikasi yang kurang umum apendisitis adalah penyumbatan pada

usus. Penyumbatan terjadi ketika apendisitis sekitarnya menyebabkan otot usus

untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah dari isi usus yang lewat. Jika usus di

atas penyumbatan mulai mengisi dengan cair dan gas, mengalami distensi perut

dan mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin diperlukan untuk

menguras isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam

perut dan usus.

Sebuah ditakuti komplikasi apendisitis adalah sepsis, suatu kondisi di

mana bakteri menginfeksi memasuki darah dan perjalanan ke bagian lain dari

tubuh. Ini adalah sangat serius, bahkan mengancam nyawa komplikasi.

Page 14: Laporan Kasus Apendisitis

LAPORAN KASUS

Seorang paasien perempuan usia 20 tahun dirawat di bangsal bedah RS.Dr.

M. A. Hanafiah ,SM Batusangkar dengan

Keluhan Utama:

Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu

- Awalnya nyeri di seluruh permukaan perut, sehari kemudian nyeri

menetap di perut kanan bawah dan tidak menjalar ke pinggang

- Mual ada

- Muntah ada,3x. Banyak nya muntah 3 sdm setiap kali muntah, berisi apa

yang dimakan dan yang diminum

- Demam tidak ada

- Buang air besar tidak ada sejak 1 hari sebelum masuk RS, flatus ada

- Buang air kecil lancar, tidak nyeri, tidak ada keluar pasir maupun darah

- Pasien tidak sedang haid

- Haid teratur, haid terakhir 10 hari yang lalu

- Pusing tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah mengeluhkan hal seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang Nadi : 72 x/mnt

Kesadaran : CMC, GCS= 15 Nafas : 20 x/mnt

Tekanan darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,8ºC

Status Generalis

Page 15: Laporan Kasus Apendisitis

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak Ikterik

Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP= 5-2 cmH20

Thorak

Jantung I : Iktus tidak terlihat

Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe : batas jantung normal

Aus : irama murni, teratur, bising (-)

Paru I : simetris kiri dan kanan

Pa : fremitus kiri dan kanan sama

Pe : sonor

Aus : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik

Status Lokalisata

Abdomen : Regio iliaca dekstra

I : Tidak tampak membuncit, darm countur (-), darm steifung (-)

Pa : Distensi (-), Nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (-), tidak teraba massa,

Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+), Muscle rigidity (-)

Pe : Tympani

Aus : Bising usus (+) normal

Rectal Toucher :

Anus : tenang, fisura tidak ada, fistel tidak ada.

Tonus sfingter ani : baik

Mukosa : licin

Ampula : kosong

Handschoen : feses (+), darah (-), lendir (-).

Diagnosa Kerja : appendisitis akut

Pemeriksaan Anjuran : Appendikogram

Rencana terapi : Appendiktomy

Page 16: Laporan Kasus Apendisitis

Diskusi Kasus

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berumur 20 tahun dengan

diagnosis Appendisitis akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis: Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang

lalu,awalnya nyeri di seluruh permukaan perut, sehari kemudian nyeri menetap di

perut kanan bawah dan tidak menjalar ke pinggang. Mual ada, muntah ada,3x.

Banyak nya muntah 3 sdm setiap kali muntah, berisi apa yang dimakan dan yang

diminum. Demam tidak ada.Buang air besar tidak ada sejak 1 hari sebelum masuk

RS, flatus ada. Buang air kecil lancar, tidak nyeri, tidak ada keluar pasir maupun

darah. Pasien tidak sedang haid. Haid teratur, haid terakhir 10 hari yang lalu.

Pusing tidak ada. Pasien tidak pernah mengeluhkan hal seperti ini sebelumnya.

Dari pemeriksaan fisik : Di regio abdomen didapatkan dari inspeksi perut

tidak tampak membuncit, tidak terlihat adanya darm countur maupun darm

steifung. Pada palpasi tidak ditemukan adanya distensi. Nyeri tekan ada, nyeri

lepas tidak ada, tidak teraba massa pada abdomen kanan bawah. Rovsing sign (+),

Obturator sign (+), Psoas sign (+), dan tidak ditemukan adanya Muscle rigidity.

Dari perkusi didapatkan tympani dan pada auskultasi terdengar bising usus (+)

normal. Rencana terapi yang akan dilakukan adalah appendectomy.

Page 17: Laporan Kasus Apendisitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005. Usus halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. Dalam Buku ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta : EGC

2. Snell S, 1995. Appendicitis. Dalam Buku Clinical Anatomy for Medical Students fifth edition.

3. Garuda Study Group. Apendisitis. Dalam Buku Kumpulan Catatan Kuliah Bedah, 1989

4. Apendisitis : Diakses dari http://ilmubedah.wordpress.com 20095. Muhammad al-Fatih II. Apendisitis : Diakses dari

www.klinikindonesia.com