laporan biokimia kalsium darah

22
BAB I PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Pemeriksaan Kalsium Darah (Metode CPC Photomertic) B. Tanggal Praktikum 14 November 2012 C. Tujuan Praktikum 1. Mengukur kadar kalsium darah dengan metode CPC Photometric 2. Menyimpulkan hasil pemeriksaan kalsium darah pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal 3. Melakukan diagnosis dini penyakit apa saja yang berkaitan dengan kadar kalsium darah abnormal dengan bantuan hasil praktikum yang dilakukan.

Upload: m-haris-yoga-iswantoro

Post on 11-Aug-2015

1.679 views

Category:

Documents


108 download

DESCRIPTION

ada

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Biokimia Kalsium Darah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Pemeriksaan Kalsium Darah (Metode CPC Photomertic)

B. Tanggal Praktikum

14 November 2012

C. Tujuan Praktikum

1. Mengukur kadar kalsium darah dengan metode CPC Photometric

2. Menyimpulkan hasil pemeriksaan kalsium darah pada saat praktikum

setelah membandingkannya dengan nilai normal

3. Melakukan diagnosis dini penyakit apa saja yang berkaitan dengan kadar

kalsium darah abnormal dengan bantuan hasil praktikum yang dilakukan.

Page 2: Laporan Biokimia Kalsium Darah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan sejak bayi hingga usia tua.

Jumlah kebutuhan kalsium dapat dibedakan berdasar jenis kelamin dan usia.

Menurut salah satu dokter ahli gizi,kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang

Indonesia rata-rata adalah 500-800 mg per hari. Pada usia lanjut dan wanita

menopause dianjurkan asupan kalsium per hari adalah 1.000 mg

(Cahyono,2010).

Kalsium merupakan mineral yang sangat vital dan diperlukan oleh

tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibanding mineral lainnya. Sekitar 99%

kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu terdapat pada tulang dan gigi.

Sedangkan 1% sisanya terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Sekitar

separuh dari kalsium pada darah terikat dengan protein plasma dan karena

terbatas di plasma atau berikatan dengan PO43- sehingga tidak bebas ikut serta

dalam reaksi reaksi kimia. Separuh kalsium pada CES lainnya dapat berdifusi

bebas dan mudah berpindah dari plasma ke dalam cairan intersisium dan

berinteraksi dengan sel. kalsium bebas dalam plasma intersisium dianggap

sebagai suatu cadangan, hanya kalsium dalam CES bentuk bebas inilah secara

biologis aktid dan berada di bawah kontrol; jumlah ini membentuk kurang dari

seperseribu kalsium total di tubuh(Sherwood, 2011).

Apabila makanan yanag dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan,

maka tubuh akan mengambilnya dari tulang, sehingga tulang dapat dikatakan

sebagai cadangan kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama,

maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang. Kalsium tulang berada

dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang

lebih 2,25 - 2,60 mmol/1 (9-10,4 mg/100ml) (Cahyono,2010).

B. Metabolisme Kalsium

Kalsium memiliki 2 peranan fisiologik yang penting dalam tubuh. Di

dalam tulang, garam-garam kalsium berperan menjaga integritas struktur

kerangka, sedangkan di dalam cairan ekstraseluler dan sitosol, kalsium sangat

Page 3: Laporan Biokimia Kalsium Darah

berperan dalam proses biokimia tubuh. Kedua kompartemen tersebut selalu

berada dalam keadaan yang seimbang (Setiyohadi, 2009).

Dalam serum , kalsium berada dalam 3 fraksi yaitu kalsium ion sekitar

50%, kalsium yang terikat albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk

kompleks terutama sitrat dan fosfat sebanyak 10%. Kalsium ion dan kalsium

kompleks dapat melewati membran semipermeable , sehingga nantinya dapat

difiltrasi di glomerulus secara bebas(Setiyohadi, 2009).

Konsentrasi kalsium ekstrasel adalah sekitar 5 mmol/L dan diatur

secara ketat. Meskipun banyak kalsium yang berikatan dengan organel intrasel

namun konsentrasi kalsium bebas atau bentuk terionisasi di dalam sel sangat

rendah yaitu sekitar 0,05-10 µmol/L. Meskipun gradien konsentrasi yang

sangat besar ini dan gradien transmembran yang baik, namun kalsium tertahan

sehingga tidak dapat masuk ke dalam sel. karena peningkatan kalsium yang

berkepanjangan di sel bersifat sanga toksik, sejumlah besar energi dikeluarkan

untuk memastikan bahwa kalsium intrasel terkontrol. Mekanisme penukaran

natrium/kalsium yang memiliki kapasitas tinggi, namun dengan afinitas

rendah memompa kalsium keluar sel. ada pula pompa kalsium dependen STP-

ase yang mengeluarkan kalsium untuk ditukarkan dengan H+. Selain itu,

terdapat pula Ca2+ ATPase yang memompa kalsium dari sitosol ke lumen

retikulum endoplasma. Berikut 3 cara yang dilakukan untuk mengubah

kalsium sitosol(Murray et al, 2009):

1. Hormon-hormon tertentu melalui pengikatan reseptor yang merupakan

kanal Ca2+, meningkatkan permeabilitas membran terhadap Ca2+ sehingga

meningkatkan influx Ca2+.

2. Hormon juga secara tidak langsung mendorong influx Ca2+ dengan

memodulasi potensial membrane plasma. Depolarisasi membra membuka

kanal Ca2+.

3. Ca2+ dapat dimobilisasi dari reticulum endoplasma, dan mungkin dari

cadangan di mitokondria.

Page 4: Laporan Biokimia Kalsium Darah

Suatu observasi penting yang menghubungkan Ca2+ dengan kerja

hormone berkaitan dengan pengertian target kerja Ca2+ di dalam sel. Penemuan

regulator aktifitas fosfodiseterase yang dependent Ca2+ merupakan dasar bagi

pemahaman yang lebih luas tentang cara interaksi Ca2+ dengan cAMP di dalam

sel (Murray et al, 2009).

Gambar 2.1 Overview of calcium exchange between different tissue

compartements in a person ingesting 1000 mg of calcium per day. Note that most

ofthe ingested calcium is normally eliminated in the feces, although the kidneys

have the capacity to excrate large amounts by reducing tublar reabsorption of

calcium(Guyton, Texbook of Medical Physiology, 10th edition)

C. Hormon yang Mempengaruhi Kadar Kalsium Darah

Kadar kalsium dalam darah diatur oleh 3 hormon penting yaitu

1. Parathormon(PTH)

Hormon Paratiroid (PTH) dihasilkan oleh kelenjar Paratiroid. Pada

tulang PTH akan merangsang pelepasan kalsium dan fosfat yaitu dengan

cara merangsang dan menghambat formasi tulang, sedangkan di ginjal

Page 5: Laporan Biokimia Kalsium Darah

PTH akan merangsang reabsorpsi kalsium dan menghambat reabsorpsi

fosfat. Hasil dari semua reaksi PTH ini adalah peningkatan kalsium di

dalam darah dan penurunan kadar fosfat di dalam darah (Setiyohadi,

2009).

Hormon paratiroid berperan merangsang resorpsi tulang, namun

tidak bersifat langsung karena osteoklas tidak memiliki reseptor PTH.

PTH berefek kompleks terhadap formasi tulang karena dapat merangsang

dan menghambat formasi tulang. Regulator terpenting dari produksi PTH

adalah kadar kalsium plasma. Kalsium yang meningkat akan menutunkan

produksi PTH dan sebaliknya ketika kalsium menurun(Setiyohadi, 2009).

2. Vitamin D 1,25 (OH)2

Vitamin D memiliki efek yang poten untuk meningkatkan absorpsi

kalsium dari usus. Vitamin ini juga nerperan penting bagi pembentukan

dan absorpsi tulang. Namun vitamin D bukanlah zat aktif yang dapat

menimbulkan efek-efek tersebut secara langsung. Vitamin D harus terlebih

dulu diubah mealui rangkaian reaksi di hati dan ginjal untuk membentuk

produk akhir yaitu 1,25-dihidroksikolekalsiferol, yang juga disebut

1,25(OH)2D3(Guyton, 2008).

1,25-Dihidroksikolekalsiferol merupakan hormon steroid yang

dibentuk dari vitamin D. Perannya dalam kadar kalsium darah adalah

menghambat seksresi PTH dan ploriferasi sel paratiroid(Setiyohadi, 2009).

Sintesis dan sekresi 1,25-Dihidroksikolekalsiferol dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu faktor hormonal dan faktor mineral. Faktor

hormonalnya antara lain ; peningkatan kadar PTH,GH yang meningkat

pada masa pertumbuhan sertapeningkatan kadar prolaktin dan estrogen

selama masa kehamilan. Sedangkan faktor mineralnya adalah

hipokalsemia(Cashman, 2003).

Reseptor 1,25-dihidrokolekalsiferol ditemukan di banyak jaringan

selain usus, ginjal, dan tulang. Jaringan tersebut di antaranya adalah kulit,

limfosit, monosit, otot rangka dan jantung, payudara, dan kelenjar

hipofisis anterior(Cashman, 2003).

Page 6: Laporan Biokimia Kalsium Darah

Bentuk aktif vitamin D 1,25-dihidroksikolekalsiferol memiliki efek

terhadap usus, ginjal dan tulang antara lain :

a. Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus.

Bentuk 1,25-dihidroksikolekalsiferol itu sendiri berfungsi sebagai

suatu jenis hormon untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Zat

ini melakukannya dengan cara meningkatkan pembentukan protein

pengikat kalsium di sel epitel usus selama periode sekitar 2 hari.

Protein ini berfungi di brush border sel-sel tersebut untuk mengangkut

kalsium ke dalam sitoplasma sel , dan selanjutnya kalsium bergerak

melalui membran basolateral sel dengan cara difusi terfasilitasi.

b. Mengurangi ekskresi kalsium

Vitamin D juga meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh sel

epitel tubulus ginjal, sehingga cenderung mengurangi ekskresi zat-zat

ini dalam urin. Akan tetapi efek ini sangat lemah dan kemungkinan

tidak banyak manfaatnya dalam pengaturan konsentrasi zat-zat ini

dalam cairan ekstrasel.

3. Calcitonin (CT)

Calcitonin merupakan peptida terdiri dari 32 sam amino yang

dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi dalam menghambat

resorpsi tulang oleh osteoklas. Sekresi CT secara akut diatur oleh kadar

kalsium di dalam darah dan secara kronik dipengaruhi oleh umur dan jenis

kelamin. Kadar CT pada bayi lebih tinggi daripada oran dewasa. Pada

wanita kadar CT ternyata juga lebih rendah dibandingkan laki-

laki(Setiyohadi, 2009).

Jaringan-jaringan lain yangjuga menghasilkan kalsitonin adalah

sel-sel hipofisis dan sel-sel neuroendokrin yang tersebar di berbagai

jaringan, namun kalsitonin nontiroidal ini tidak mempunyai peran yang

penting pada kadar kalsitonin di perifer(Setiyohadi, 2009).

Efek utama CT adalah penghambat osteoklast sehingga resorpsi

tulang terhenti. Kalsitonin juga menghambat osteosit dan merangsang

osteoblas, namun efek ini masih kontroversial. Kalsitonin juga

meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfat di ginjal sehingga menimbulkan

Page 7: Laporan Biokimia Kalsium Darah

hipoklasemia dan hipofosfatemia.Bila didapati kadar kalsium meningkat

maka ekresi kalsitonin juga akan meningkat dan sebaliknya(Setiyohadi,

2009).

D. Fungsi kalsium

Fraksi Ca2+ bebas dalam CES yang kecil akan beperan penting dalam sejumlah

aktivitas esensial, antara lain (Sherwood, 2011) :

1. Ekstabilitas neuromuskuler

Bahkan variasi minor kontraksi Ca2+ bebas CES dapat menimbulkan

dampak yang besar dan segera pada sensitivitas jaringan peka rangsang.

Penurunan Ca2+ bebas menyebabkan saraf dan otot sangat mudag

teragnsang, sebaliknya, peningkatan Ca2+ bebas menekan eksitabilitas

neuromuskular. Efek-efek ini terjadi karena pengaruh Ca2+ pada

permeabilitas membran terhadap Na2+ . Penurunan Ca2+ bebas

meningkatkan permeabilitas Na+ , sehingga menyebabkan influks Na+ dan

bergesernya potensial istirahat mendekati ambang. Akibatnya, pada

hipokalsemia, jaringan peka rangsang dapat dibawa ke ambang oleh

rangsangan fisiologis yang normalnya tidak efektif sehingga otot rangka

melepaskan muatan berkontraksi secara spontan. Jika cukup parah maka

kontraksi spastik otot pernafasan menyebabkan kematian akibat asfiksia.

Hiperkalsemia juga mengancam nyawa sebab menimbulkan aritmia

jantung dan penurunan umum ekstabilitas neuromuskular

2. Penggabungan eksitasi-kontraksi di otot jantung dan otot polos

Masuknya Ca+ CES ke dalam sel otot jantung dan otot polos, akibat

peningkatan permeabilitas Ca+ sebagai respon kontraksi. Peningkatan Ca+

sitosol di dalam sel otot menyebabkan kontraksi, sementara peningkatan

Ca+ bebas dalam CES menurunkan ekstabilitas neuromuskular serta

mengurangi kontraksi.

3. Penggabungan rangsangan reaksi

Masuknya Ca+ ke dalam sel sektretorik memivu pelepasan produk

sekretorik melalui proses eksitosis. Proses ini penting untuk sekresi

neurotransmiter oleh sel saraf untuk sekresi hormon peptida dan

katekolamin oleh sel endokrin.

Page 8: Laporan Biokimia Kalsium Darah

4. Pemeliharan taut eran antara sel-sel

Kalsium membentuk bagian dari semen intrasel yang menyatukan sel-sel

secara erat.

5. Pembekuan darah

Kalsium berfungsi sebagai kofaktor dalam beberapa tahap pada jenjang

reaksi yang menyebabkan pembekuan darah.

Page 9: Laporan Biokimia Kalsium Darah

BAB III

METODE PEMERIKSAAN

A. Alat dan bahan

A.1 Alat

- Spuit 3 cc

- Torniquet

- Plakon

- Appendorf

- Sentrifugator

- Mikropipet (10µl - 100µl)

- Makropipet (100µl - 1000µl)

- Yellow tip

- Blue tip

- Tabung reaksi 3 ml

- Rak tabung reaksi 3 ml

- Kuvet

- Spektrofotometer

A.2 Bahan

- Sampel (serum)

- Working reagen (R. Kalsium + Buffer)

B. Cara pemeriksaan

1. Persiapan sample:

a. Diambil darah probandus sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit.

b. Darah dimasukkan kedalam tabung eppendorf dan disentrifugasi dengan

kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil serumnya untuk

sample.

2. Sampel (serum) sebanyak 20 µl kemudian dicampurkan dengan working

reagen sebanyak 1000 µl.

Page 10: Laporan Biokimia Kalsium Darah

3. Campuran diinkubasi selama 5 menit dalam suhu ruangan (20-25oC),

kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 578

nm.

C. Nilai Normal

Kadar kalsium serum atau plasma : 8,1 – 10,5 mg/dl.

Page 11: Laporan Biokimia Kalsium Darah

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Probandus

Nama : M. Haris Yoga

Usia : 19 tahun

Berat badan : 67 kg

Tinggi badan : 172 cm

2. Cara Kerja

darah 3 cc + EDTA

Inkubasi 10 menit

Sentrifugasi 4000rpm, 10 menit

Ambil serum 10 μl

1000μL

Inkubasi 1 menit

Baca absorbansinya

Gambar 4.1 Cara Kerja Pemeriksaan Glukosa Darah

Working Reagen

Page 12: Laporan Biokimia Kalsium Darah

3. Interpretasi kadar kalsium darah probandus

Setelah dibaca di spektrofotometer dengan panjang gelombang

578nm, kadar kalsium darah probandus adalah 0.6 mg/dl. Hasil ini

diinterpretasikan sebagai angka yang di bawah normal atau bisa disebut

hipokalsemia.

B. Pembahasan

Penyakit hipokalsemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, dimana salah

satunya adalah defisiensi vitamin D dan asupan makanan tinggi kalsium yang

rendah. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D

adalah:

1. Asupan makanan yang tidak mengandung lemak

2. Malabsorbsi yang terjadi pada gastrektomi sebagian, pankreatitis kronik,

pemberian laksan yang terlalu lama, bedah-pintas usus dengan tujuan

mengurangi obesitas.

3. Metabolisme vitamin D yang terganggu pada penyakit riketsia, pemberian

obat anti kejang, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan fungsi hati kronik

(Siregar, 2009).

Setelah, melakukan pengamatan lebih lanjut terhadap probandus,

probandus mengatakan bahwa akhir-akhir ini jarang mengkonsumsi makanan

tinggi kalsium seperti susu. Sehingga mungkin salah satu penyebab kadar

kalsium serum dalam tubuh probandus rendah.

C. Aplikasi Klinis

1. Osteoporosis

Merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan

densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang menjadi rapuh

dan mudah patah. Umur dan densitas tulang merupakan faktor risiko

osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya fraktur

osteoporotik. Selain itu ada beberapa faktor risiko lain yaitu genetik dan

lingkungan. Faktor genetik menjelaskan bahwa perempuan memiliki risiko

yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Lingkungan juga mempengaruhi

Page 13: Laporan Biokimia Kalsium Darah

terjadinya osteoporosis seperti defisiensi kalsium, aktivitas fisik, dan

makanan (Setyohadi, 2009).

Pemeriksaan biokimia tulang dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis penyakit osteoporosis. Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari

kalsium total dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum,

piridinolin urin dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D. Kalsium

serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang terikat pada albumin (40%),

kalsium ion (48%), dan kalsium kompleks (12%). Ada beberapa cara untuk

melakukan pencegahan terhadap osteoporosis antara lain: edukasi penderita

untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur, jaga aasupan kalsium 1000-

1500 mg/hari, hindari merokok dan menghindari alkohol (Setyohadi, 2009).

2. Osteomalasia

Pertumbuhan tulang normal dan proses mineralisasi membutuhkan

vitamin D, kalsium dan fosfor yang adekuat. Defisiensi yang lama dari

berbagai hal diatas mengakibatkan akumulasi matriks tulang yang tidak

dimineralisasikan. Penurunan mineralisasi pada pasien muda menyebabkan

riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan lempeng epifise. Pasien dengan

riketsia mengalami hipotonia, kelemahan otot dan pada kasus berat bisa

terjadi tetani (Kertia, 2009).

Manifestasi klinis dari osteomalasia menyerupai gangguan reumatik

meliputi nyeri tulang, mudah lelah kelemahan proksimal, dan pelunakan

periartikuler. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukan garis

radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan

seringkali simetris. Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat

defisiensi vitamin D adalah kadar kalsium serum yang rendah atau normal,

hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase, kadar osteokalsin

serum normal, meningkatknya kadar hormon paratiroid serum dan

rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (Kertia, 2009).

Page 14: Laporan Biokimia Kalsium Darah

BAB V

KESIMPULAN

1. Pada pemeriksaan kadar kalsium darah terhadap probandus, didapatkan hasil

0,6 mg/dl, angka tersebut di bawah normal yang mana batas normal kadar

kalsium dalam darah itu yakni 8,1 – 10,5 mg/dl.

2. Hormon-hormon yang mempengaruhi kadar kalsium dalam darah yakni;

PTH, kalsitonin dan vitamin D (1,25-dihidroxykolekalsiferol).

3. Bila kadar kalsium dalam darah berada bawah normal disebut juga

hipokalsemia yang bisa menyebabkan penyakit osteoporosis dan

osteomalasia.

Page 15: Laporan Biokimia Kalsium Darah

DAFTAR PUSTAKA

Cashman, Kevin. 2003. Prebiotics and Calcium Bioavailibility. Department of

Food and Nutritional Sciens, and Medicine, University Collage, Cork, Cork,

Ireland 4: 21-32

Cahyono, Prima Hendri. 2010. Makalah Gizi Kalsium. Fakultas Ilmu

Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Guyton, Arhtur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Kertia, Nyoman. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing

Murray, Robert K, Daryl K. Granner, dan Victor W. Rodwell. 2009. Biokimia

Harper Edisi 27. Jakarta: EGC

Setiyohadi, Bambang. 2009. Struktur dan Metabolisme Tulang dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta : FKUI.

Setyohadi, Bambang. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Siregar, Parlindungan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing