laporan bet

19
7/23/2019 Laporan Bet http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 1/19 1 TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Antarmuka Pada pembahasan termodinamika terdahulu, setiap fasa dari suatu sistem termodinamika dianggap sangat homogen, dengan sifat  –  sifat intensif yang dianggap tetap. Tetapi jika efek  permukaan diperhitungkan, maka terlihat bahwa sifat  –  sifat molekul atau atom pada permukaan tidak sama jika dibandingkan dengan molekul atau atom pada fasa ruah. Daerah tiga dimensi yang membatasi dua fasa yang berbeda disebut sebagai daerah antar muka (interphase / interface / interfacial region). Bila salah satu fasa yang terlibat adalah fasa gas (udara), maka daerah antar muka dapat disebut permukaan (  surface region). Gambar 1 Ilustrasi sistem dua fasa dengan dan tanpa daerah antar muka  α dan β merupakan fasa ruah. Daerah antar muka adalah daerah terarsir antara kedua fasa ruah, dengan ketebalan kurang lebih 3 molekul. Efek permukaan / daerah antar muka sangat  berpengaruh untuk sistem  –  sistem seperti koloid (dimana perbandingan permukaan terhadap volume tinggi) atau sistem gas  –  padat (dimana sejumlah gas dapat teradsorpsi pada padatan). Pengetahuan tentang efek permukaan sangat penting dalam dunia industri dan biologi. Banyak reaksi kimia yang berlangsung dengan bantuan katalis heterogen, yang berfungsi sebagai  permukaan tempat terjadinya reaksi.

Upload: akmal-januar-pratama

Post on 18-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 1/19

1

TINJAUAN PUSTAKA 

A.  Daerah Antarmuka

Pada pembahasan termodinamika terdahulu, setiap fasa dari suatu sistem termodinamika

dianggap sangat homogen, dengan sifat  –   sifat intensif yang dianggap tetap. Tetapi jika efek

 permukaan diperhitungkan, maka terlihat bahwa sifat –  sifat molekul atau atom pada permukaan

tidak sama jika dibandingkan dengan molekul atau atom pada fasa ruah. Daerah tiga dimensi

yang membatasi dua fasa yang berbeda disebut sebagai daerah antar muka  (interphase /

interface / interfacial region). Bila salah satu fasa yang terlibat adalah fasa gas (udara), maka

daerah antar muka dapat disebut permukaan ( surface region).

Gambar 1 Ilustrasi sistem dua fasa dengan dan tanpa daerah antar muka 

α dan β merupakan fasa ruah. Daerah antar muka adalah daerah terarsir antara kedua fasa

ruah, dengan ketebalan kurang lebih 3 molekul. Efek permukaan / daerah antar muka sangat

 berpengaruh untuk sistem  –   sistem seperti koloid (dimana perbandingan permukaan terhadap

volume tinggi) atau sistem gas  –  padat (dimana sejumlah gas dapat teradsorpsi pada padatan).

Pengetahuan tentang efek permukaan sangat penting dalam dunia industri dan biologi. Banyak

reaksi kimia yang berlangsung dengan bantuan katalis heterogen, yang berfungsi sebagai

 permukaan tempat terjadinya reaksi.

Page 2: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 2/19

2

B.  Adsorpsi

Gambar 2 Proses Adsorpsi pada Komponen 

Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan partikel suatu fluida (cairan maupun gas) oleh suatu

 padatan hingga terbentuk suatu film (lapisan tipis) pada daerah antar fasa. Pada peristiwa

adsorpsi, komponen akan berada di daerah antar muka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah.Komponen yang terserap disebut adsorbat (adsorbate ), sedangkan daerah tempat terjadinya

 penyerapan disebut adsorben (adsorbent   / substrate ). Secara umum Adsorpsi didefinisikan

sebagai suatu proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh

 permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi

dengan penyerapnya.

Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia.

  Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat yang disebabkan

oleh gaya Van Der Waals. Adsorpsi fisika terjadi jika daya tarik menarik antara zat terlarut

dengan adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya.

Kerena gaya tarik menarik yang lemah tersebut maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada

 permukaan adsorben. Adsorpsi fisika biasanya terjadi pada temperatur rendah sehingga

keseimbangan antara permukaan solid dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan

 bersifat reversibel.

  Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang

teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya dan kalor yang sama dengan

 panas reaksi kimia. Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh ikatan

Page 3: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 3/19

3

valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Ikatan kimia

tersebut menyebabkan pada permukaan adsorbent akan terbentuk suatu lapisan film.

Tabel 1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia

Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia

Molekul terikat pada adsorben oleh

gaya van der Waals

Molekul terikat pada adsorben oleh

ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi –  4 sampai –  

40 kJ/mol

Mempunyai entalpi reaksi  –  40 sampai

 –  800 kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer   Membentuk lapisan monolayer  

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di

 bawah titik didih adsorbatAdsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi

Jumlah adsorpsi pada permukaan

merupakan fungsi adsorbat

Jumlah adsorpsi pada permukaan

merupakan karakteristik adsorben dan

adsorbat

Tidak melibatkan energi aktifasitertentu

Melibatkan energi aktifasi tertentu

Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

Adsorpsi memiliki kecepatan. Kecepatan adsorpsi adalah banyaknya zat yang teradsorpsi per

satuan waktu. Kecepatan adsorpsi mempengaruhi kinetika adsorpsi. Kinetika adsorpsi adalah laju

 penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam jangka waktu tertentu. Banyak sedikitnya zat yangteradsorpsi di pengaruhi oleh:

 

Macam adsorben

  Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)

  Luas permukaan adsorben

Page 4: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 4/19

4

  Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)

  Temperatur

C.  Luas Permukaan

Gambar 3 Luas Permukaan pada Sampel

Luas permukaan merupakan luasan yang ditempati satu molekul adsorbat/zat terlarut yang

merupakan fungsi langsung dari luas permukaan sampel. Dengan demikian dapat dikatakan

 bahwa luas permukaan merupakan jumlah pori disetiap satuan luas dari sample dan luas

 permukaan spesifiknya merupakan luas permukaan per gram. Luas permukaan dperngaruhi oleh

ukuran partikel/pori, bentuk pori dan susunan pori dalam partikel (Martin dkk, 1993).

Pengukuran luas permukaan zat padat dengan alat Surface Area Analyser merupakan metode

adsorpsi gas. Adsorpsi yang terjadi termasuk jenis adsorpsi fisik dan merupakan jenis adsorpsi

system gas padat. Adsorpsi gas dengan zat padat berlangsung pada temperatur nitrogen cair (-

196oC) (Nurwijayadi, 1998). Zat yang menyerap disebut adsorben dan zat yang terserap disebut

adsorbat.

Proses adsorpsi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu (Jankwoska dkk, 1991) :

  karakteristik fisik dan kimiawi adsorben (luas permukaan dan ukuran pori)

  karakteristik fisik dan kimiawi adsorbat (ukuran molekul dan polaritas molekul)

 

konsentrasi adsorbat dalam larutan  karakteristik larutan (pH dan temperatur)

  lama adsorpsi

Porositas dalam suatu material, dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yatu porositas terbuka

merupakan pori yang terhubung antara satu permukaan dengan permukaan yang lain dan

 porositas tertutup merupakan pori yang terisolasi dari bagian luar.

Page 5: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 5/19

5

1.  Macam-macam Porositas Geologi

1.  Porositas primer : sistem porositas utama atau porositas asli dalam sebuah batuan atau tanah

endapan.

2.  Porositas sekunder :sistem porositas terpisah dalam sebuah batuan dan seringkali

meningkatkan keseluruhan porositas batuan.

3.  Porositas pecahan: porositas ini dihubungkan jaringan yang pecah. Pecahan ini dapat

menciptakan porositas sekunder dalam batuan.

4.  Porositas Vuggy : porositas sekunder yang dihasilkan oleh makrofosil yang telah menjadi

 batuan karbonat yang memiliki lubang-lubang yang besar.

5.  Porositas Efektif : juga disebut porositas terbuka adalah perbandingan antara volume total

dimana fluida yang mengalir menempati (terjebak dalam) volume ini secara efektif. Porositas

ini sangat penting untuk aliran air bawah tanah (groundwater) dan minyak.6.  Porositas ganda : terjadi karena adanya dua reservoir yang saling tumpang tindih dan

 berinteraksi satu sama lain. Contohnya pada lapisan batu yang terpecah.

7.  Makropori : pori yang memiliki diameter lebih dari 50 nm. Aliran yang melalui makropori

dinamakan difusi bulk.

8.  Mesopori : pori dengan diameter lebih dari 2 nm dan kurang dari 50 nm. Aliran melalui

mesopori disebut difusi Knudsen.

9.  Mikropori : pori dengan diameter kurang dari 2 nm. Aliran melalui mikropori disebut difusi

aktif Pengukuran Porositas.

Sifat-sifat yang perlu diamati dari suatu material berpori 

1.  Massa jenis

Massa jenis didefenisikan sebagai ukuran dari massa tiap satuan volume. Semakin besar

massa jenis suatu objek, maka semakin besar pula massa tiap satuan volumenya.

2. Porositas

Porositas merupakan perbandingan antara volume pori total dengan volume total sampel.

Volume pori dapat diketahui dengan metode saturasi air. Pada metode ini sampel ditimbang

terlebih dahulu. Berat ini disebut berat kering (Wd). Sampel kemudian direndam di dalam air

hingga seluruh pori dalam sampel terisi air. Sampel kemudian ditimbang kembali. Berat sampel

 pada saat basah ini disebut berat basah (Ww). Porositas dapat dihitung dengan persamaan

 berikut:

Page 6: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 6/19

6

  …………………………………………(1)

Distribusi ukuran pori ( pore size distribution) juga merupakan parameter penting di dalam

kajian karakterisasi katalis. Sifat-sifat pori dalam katalis pada kenyataannya sangat

mengendalikan fenomena perpindahan dan berhubungan sekali dengan selektifitas di dalam

reaksi katalitik. Sifat-sifat pori seperti volume pori dan distribusi ukuran pori selanjutnya

menjadi parameter penting terutama untuk katalis yang bersifat selektif terhadap bentuk dan

ukuran pori (shape selective catalysis). Metode penyerapan gas biasanya digunakan untuk

mengkarakterisasi material berpori yang berukuran mesopori (diameter 2-50 nm) dan mikropori

(diameter <2 nm). Persoalan mengenai tahanan difusi pori, dan deaktifasi katalis dapat dipelajari

dari bentuk dan ukuran porinya.

D. 

Isoterm Adsorpsi

Percobaan adsorpsi yang paling umum adalah menentukan hubungan jumlah gas teradsorpsi

(pada adsorben) dan tekanan gas. Pengukuran ini dilakukan pada suhu tetap, dan hasil

 pengukuran digambarkan dalam grafik dan disebut isoterm adsorpsi.

Pada adsorpsi isotermis terdapat hubungan antara jumlah zat yang terserap per unit massa

adsorben dengan tekanan adsorbatnya. Adsorpsi isotermis dapat dihitung dengan mengukur

tekanan adsorbat pada saat awal sebelum terjadi kesetimbangan dan pada saat terjadinya

kesetimbangan.

Adsorpsi isotermal merupakan hubungan antara jumlah molekul, volume dan massa gas yang

teradsorp dengan tekanan yang terukur pada temperatur tertentu. Berdasarkan IUPAC adsorpsi

isotermis dapat dikelompokkan menjadi enam tipe seperti terlihat pada gambar 2.7 di bawah ini

(Sontheimer et.al, 1988)(mulyati, 2006).

Page 7: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 7/19

7

Gambar 4 Klasifikasi adsorpsi isotermis

  Tipe I

Jenis ini memiliki ciri khas kenaikan yang curam pada tekanan yang relatif rendah dan

garis kestabilan yang tegas. Kenaikan yang curam mengindikasikan adanya mikropori

(diameter < 2 nm) pada adsorben yang digunakan dan garis kestabilan mengindikasikan

tanda luas permukaan eksternal adsorben relatif kecil. Tipe ini disebut juga Langmuir

isoterm menggambarkan adsorpsi satu lapis (monolayer) dan biasanya diperoleh dariadsorben karbon aktif dan zeolit molecular sieve.

  Tipe II

Adsorpsi isotermal jenis ini digunakan untuk adsorpsi fisika gas dengan padatan tak

 berpori dan padatan dengan diameter pori besar dari 50 nm (makropori). Grafik iosterm

tipe ini dapat terjadi jika ketebalan lapisan adsorbat meningkat dengan cepat seiring

dengan peningkatan tekanan relatif. Pada saat tekanan uap jenuh dicapai, adsorbat

mengalami perubahan fase dari gas menjadi cair atau padat. Garis linier pada grafikmenunjukkan keadaan transisi dari adsorpsi monolayer menjadi multilayer. Karbon aktif

dengan porositas mikro dan meso biasanya menghasilkan adsorpsi isotermal tipe ini.

Titik B mengindikasikan tekanan relatif saat pelapisan monolayer selesai.

Page 8: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 8/19

8

  Tipe III

Tipe ini berbeda dengan adsorpsi isoterm tipe II dimana grafik merupakan garis

cembung. Adsorpsi ini merupakan karakteristik dari interaksi adsorbat dan adsorben yang

lemah dan biasanya digunakan untuk jenis adsorben tak berpori dan makropori. Interaksi

yang lemah antara adsorbat dan adsorben membuat naiknya kurve sedikit untuk tekanan

relatif yang rendah. Tetapi ketika molekul mulai diadsorpsi pada sisi adsorpsi utama

interaksi adsorbatadsorbat semakin kuat yang kemudian mendorong proses adsorpsi,

mempercepat kurva yang naik pada tekanan relatif yang lebih tinggi.

  Tipe IV

Tipe ini hampir sama dengan tipe II pada rentang tekanan relatif rendah sampai

menengah. Dan pada rentang tekanan tertentu garis desorpsi tidak berhimpit dengan garis

adsorpsi. Hal ini disebut dengan fenomena histerisis. Terdapat beberapa kemungkinan

yang menjadi penyebab terjadinya fenomena histerisis, salah satunya adalah perbedaan

sudut kontak molekul gas pada pori saat adsorpsi dengan saat desorpsi. Selain itu

mungkin terbentuk fasa metastabil dan tertutupnya pori. Namun penyebab umum adalah

 perbedaan meniskus molekul gas yang telah teradsorb pada suatu pori.

  Tipe V

Tipe ini hampir sama dengan tipe III. Perbedaannya adalah pada tipe V adsorpsi

mencapai setimbang setelah tercapai tekanan jenuh sedangkan pada tipe III tidakdemikian. Selain itu pada tipe V terdapat histerisis yang menunjukkan adsorpsi terjadi

 pada permukaan yang berpori (padatan makropori atau mesopori). Tipe ini terdapat pada

adsorpsi air terhadap karbon.

  Tipe VI

Tipe ini timbul pada permukaan padatan tak berpori dan sangat homogen.

Karakteristik utama pada kurve tipe ini adalah kurve yang berbelok dan membentuk

 beberapa step. Hal tersebut menunjukkan bahwa adsorpsi terjadi pada lapisan tunggal

yang formasinya merupakan fungsi dari sistem adsorbatadsorben dan temperatur. Bentuk

dari tipe ini mungkin dikarenakan pembentukan menyeluruh lapisan monomolekul

sebelum pembentukan lapisan berikutnya. Sebagaian besar adsorben yang digunakan

dalam eksperimen menunjukkan adsorpsi isotermis yang tidak selalu mengikuti pola

Page 9: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 9/19

9

keenam tipe tersebut diatas. Hal ini terjadi khususnya untuk adsorben yang memiliki pori

dalam jumlah relatif sangat banyak dan dengan perbedaan luas yang besar.

Saat ini banyak model teori dan empiris telah dikembangkan untuk menerapkan berbagai

adsorpsi isotermis. Melalui adsorpsi isotermis dapat ditentukan kapasitas dan laju adsorpsidari suatu adsorben terhadap adsorbat yang digunakan. Seperti model grafik di bawah ini

Gambar 5 Model Adsorpsi Isoterm 

1.  Isoterm Adsorpsi Langmuir

Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan menggunakan

model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Pendekatan

Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu

Page 10: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 10/19

10

a.  Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap

 b.  Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer  

c.  Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk

molekul gas sama

d.  Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat

e. 

Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada

 permukaan

Gambar 6 Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir

Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ menyatakan

fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas yang teradsorpsi, maka

)1(21          P k k    ..................................... (2)

dengan k 1  dan k 2  masing  –   masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi. Jika

didefinisikan a = k 1 / k 2, maka

)(   P a

 P 

    ............................................ (3)

Pada adsorpsi monolayer , jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P ( y) dan jumlah gas

yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer   dihubungkan dengan θ melalui

 persamaan

m y y

    ................................................... (4)

 P a

 P  y y   m

  ............................................... (5)

lapisan adsorbat monolayer  

adsorben

Page 11: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 11/19

11

Teori isoterm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana reaksi yang terjadi

adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer .

2.  Isoterm Adsorpsi BET (Brunaeur-Emmet-Teller)

Teori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H. Emmet, dan E.

Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas lapisan adsorbat

monolayer . Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer .

Keseluruhan proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai

a.  Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan

monolayer  

 b.  Penempelan molekul pada lapisan monolayer  membentuk lapisan multilayer  

Gambar 7 Pendekatan isoterm adsorpsi BET 

Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben dan pada

lapisan adsorbat monolayer   didefinisikan sebagai konstanta c. Lapisan adsorbat akan

terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari gas yang teradsorpsi. Pada

tahap ini, permukaan dapat dikatakan ”basah (wet )”. Bila V   menyatakan volume gas

teradsorpsi, V m  menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan

monolayer , dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai

)1)(1(   cx x x

cx

m  

  ...................................... (6)

Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan

dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan

menggunakan analogi persamaan Clausius –  Clapeyron, maka

lapisan adsorbat multilayer  

adsorben

Page 12: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 12/19

12

2

ln

 RT 

 H 

dT 

 P d    ads

  ............................................. (7)

dimana ΔHads  adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan

kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi adsorpsi.

Metode BET adalah model interpretasi adsorpsi yang dikembangkan oleh

Brunauer,Emmet, Teller (disingkat BET) pada tahun 1938 untuk pengukuran luas suatu

 permukaan yang diukur secara spesifik. Metode ini menganggap bahwa molekul padatan

yang paling atas berada pada kesetimbangan dinamis. Ini berarti jika permukaan hanya

dilapisi oleh satu molekul saja, maka molekul-molekul gas ini berada dalam kesetimbangan

dalam fase uap padatan. Jika terdapat dua atau lebih lapisan, maka lapisan teratas berada

 pada kesetimbangan dalam fase uap padatan. Bentuk isoterm tergantung pada macam gasadsorbat,, sifat adsorben dan sturktur pori. Gejala yang diamati pada adsorpsi isoterm

 berupa adsorpsi lapisan molekul tunggal, adsorpsi lapisan molekul ganda dan kondensasi

dalam kapiler.

(

)=

 +

 [

 ]…………………………………(8) 

dengan :

W = Berat gas total yang terserap pada tekanan relati P/Po (g gas/g adsorben)

Wm = Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan zat

 padat (g gas/g adsorben)

P = Tekanan adsorbat dalam keadaan setimbang

Po = Tekanan uap jenuh adsorbat pada keadaan setimbang

P/Po = Tekanan relatif

C = Tetapan BET

dengan slope

Page 13: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 13/19

13

s =    ..................................................................................(9)  

dan intersep

i =    ………………………………………….. ...............(10)

serta

Wm =   ………………………………….........................(11)

Sehingga Luas permukaan,S,dapat diketahui dari metode BET sebagai berikut :

  x 10-20m2

………………………………….(12) 

dengan :

S = Luas permukaan

 N = bilangan Avogadro (6,02 x 1023 partikel/mol)

M = Berat molekul dari gas teradsorp (g/mol)

Wm = Berat teradsorpsi monolayer

 = Luas rata-rata molekul yang teradsorp

3.  Isoterm Adsorpsi Freundlich

Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal yang

 penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan

(decolorizing ) dengan menggunakan batu apung dan proses pemisahan dengan menggunakan

teknik kromatografi.

Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H. Freundlich.

Menurut Freundlich, jika  y  adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah

konsentrasi zat terlarut dalam larutan, maka

Page 14: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 14/19

14

y = k c1/n  ...........................................................................(13)

cn

k  y   log1

loglog     ...................................................................(14)

dimana k  dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan (13) diaplikasikan untuk gas, maka

 y  adalah jumlah gas yang teradsorpsi dan c  digantikan dengan tekanan gas. Plot log  y 

terhadap log c atau log P menghasilkan kurva linier. Dengan menggunakan kurva tersebut,

maka nilai k dan n dapat ditentukan.

Gambar 8 Plot isoterm Freundlich untuk adsorpsi H2 pada tungsten (suhu 400oC)

Page 15: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 15/19

15

PERHITUNGAN DATA BET 

Rumus :

 

 

Dimana, S = Luas Permukaan

Wm = Berat gas teradsorpsi monolayer

 N = Bilangan Avogadro ( )

Acs = Cross Section

M = Berat molekul gas terdasorp ( g/mol)

Perhitungan :

1.  CuO

Diketahui : Cross Section = 16,2 Å2 Gas Analisis = Nitrogen

Berat molekul = 28,013 g / mol

slope = 3227,097

Intercept = -74,86

Luas Permukaan teori = 1,1 m2/g

Ditanya : Luas Permukaan hitung

Jawab :

 

 

Page 16: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 16/19

16

 

 

 

 

 

 

2.  MgF2 

Diketahui : Cross Section = 16,2 Å2 

Gas Analisis = Nitrogen

Berat molekul = 28,013 g / mol

slope = 110,203

Intercept = 0,7619Luas Permukaan teori = 31,38 m2/g

Ditanya : Luas Permukaan hitung

Jawab :

 

 

 

 

 

Page 17: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 17/19

17

 

 

 

3.  CuO / MgF2 

Diketahui : Cross Section = 16,2 Å2 

Gas Analisis = Nitrogen

Berat molekul = 28,013 g / mol

slope = 273,829

Intercept = - 0,6304

Luas Permukaan teori = 12,75 m2/g

Ditanya : Luas Permukaan hitung

Jawab :

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 18/19

18

4.  CuxMgyFz 

Diketahui : Cross Section = 16,2 Å2 

Gas Analisis = Nitrogen

Berat molekul = 28,013 g / mol

slope = 116,194Intercept = 0,2888

Luas Permukaan teori = 29,90 m2/g

Ditanya : Luas Permukaan hitung

Jawab :

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: Laporan Bet

7/23/2019 Laporan Bet

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-bet 19/19

19

DAFTAR PUSTAKA 

Gregg, S.J. and Sing, K.S.W., 1982. Adsorpsi, Surface and Porosity,  2 ed, Academic Press,

London.

Jankwoska, H., Swiatkowski, A., and Choma, J., 1991. Activated Carbon, Ellis Howood Limited,England.

Martin. A. Swarbrik, J., dab Cammarata, A, 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Farmasi Fisik

dalam Ilmu Farmasi,Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

 Nurwijayadi, 1998. Petunjuk Praktikum Metalurgi Bahan Bakar Nuklir Pengukuran Luas

 Muka, Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Tenaga Atom Nasional, Yogyakarta.

Vooys, F.de, 1983. The Pore Zise Distribution of Activated Carbon In Activated Carbon a

 Fascinating Material, Norit N. V, Netherland.