laporan akhir ekpd 2010 - sumsel - unsri

127

Upload: ekpd

Post on 05-Dec-2014

2.000 views

Category:

Education


2 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Sumatera Selatan oleh Tim Universitas Sriwijaya

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

i

 

Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2010 yang menganalisis kinerja daerah dalam mengimplementasikan agenda dan program pembangunan pembangunan nasional dalam RPJMN 2004-2009 sangat krusial, karena hasilnya dapat digunakan untuk menjadi arahan bagi penyesuaian dan pelaksanaan program pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2010 – 2014. Keberhasilan pembangunan dan permasalahan yang masih ada dapat dijadikan pelajaran dan bahan masukan untuk memperbaiki proses pembangunan ke depan, sehingga dapat dihindari kesalahan yang sama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Pembangunan daerah tetap merupakan bagian integral dari pembangunan nasional sehingga program-program yang disusun oleh pemerintah daerah mesti relevan dengan program pembangunan nasional. Dengan kata lain keduanya harus saling mendukung. Pada pelaksanaan EKPD 2010 ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga menetapkan agar Tim Evaluasi melakukan penyandingan antar program prioritas nasional dengan program prioritas daerah untuk dilihat relevansi antara keduanya.

Laporan akhir kegiatan EKPD 2010 ini memuat hasil analisis pada tiga agenda pembangunan melalui capaian indikator output dan outcome pembangunan di Wilayah Sumatera Selatan yang diukur dari indikator tingkat kriminalitas, pelayanan publik, demokrasi, pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, ekonomi makro, investasi, infrastruktur, pertanian, kehutanan, kelautan, dan keseejahteraan sosial. Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 dan evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014.

Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kementerian Negara PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atas kepercayaannya kepada Universitas Sriwijaya untuk melaksanakan kegiatan EKPD di Sumatera Selatan. Semoga kerjasama yang baik ini dapat dilanjutkan di masa mendatang.

Palembang, Desember 2010

Rektor Universitas Sriwijaya

Prof. Dr. Badia Perizade, M.B.A.

 

KATA PENGANTAR

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

ii

Halaman

KATA PENGANTAR i

I. PENDAHULUAN I-1

A. Latar Belakang Evaluasi I-1

B. Tujuan dan Sasaran I-5

C. Keluaran I-6

II. HASIL PELAKSANAAN EVALUASI RPJMN 2008-2009 II-1

A. Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai II-1

B. Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis II-7

C. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat II-16

III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD III-1

A. Pengantar III-1

B. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional III-2

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI IV-1

A. Kesimpulan IV-1

B. Rekomendasi IV-4

DAFTAR ISI

 

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

iii

Halaman

Tabel 2.1. Capaian Indikator Indeks Kriminalitas, Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional dan Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional

II-2

Tabel 2.2. Capaian Indikator Pelayanan Publik II-7

Tabel 2.3. Capaian Indikator Gender Development Index dan Gender Empowerment Meassurement

II-12

Tabel 2.4. Capaian Indikator Indeks Pembangunan Manusia II-16

Tabel 2.5. Capaian Indikator Pendidikan II-19

Tabel 2.6. Capaian Indikator Kesehatan II-27

Tabel 2.7. Capaian Indikator Keluarga Berencana II-31

Tabel 2.8. Capaian Indikator Ekonomi Makro II-34

Tabel 2.9. Capaian Indikator Investasi II-40

Tabel 2.10. Capaian Indikator Infrastruktur II-44

Tabel 2.11. Capaian Indikator Pertanian II-46

Tabel 2.12. Capaian Indikator Kehutanan II-53

Tabel 2.13 Rekapitulasi rencana kegiatan RHL secara vegetatif pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan

II-57

Tabel 2.14. Capaian Indikator Kelautan II-59

Tabel 2.15. Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial II-60

Tabel 3.1

Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional

III-2

DAFTAR TABEL

 

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

iv

Halaman

Gambar 2.1. Grafik Pencapaian Indikator Indeks Kriminalitas

II-2

Gambar 2.2.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional

II-4

Gambar 2.3.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan dengan yang Dilaporkan

II-8

Gambar 2.4.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Jumlah Kabupaten/ Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap

II-9

Gambar 2.5.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Instansi (SKPD) Kabupaten yang Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

II-11

Gambar 2.6.

Grafik Pencapaian Indikator Gender Development Index (GDI)

II-13

Gambar 2.7.

Grafik Pencapaian Indikator Gender Empowerment Meassurement (GEM)

II-14

Gambar 2.8.

Grafik Pencapaian Indikator Indeks Pembangunan Manusia

II-17

Gambar 2.9.

Grafik Pencapaian Indikator Angka Partisipasi Murni (SD/MI)

II-20

Gambar 2.10.

Grafik Pencapaian Indikator Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)

II-21

Gambar 2.11.

Grafik Pencapaian Indikator Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas

II-24

Gambar 2.12.

Grafik Pencapaian Indikator Angka Kematian Bayi (AKB) II-27

DAFTAR GAMBAR 

 

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

v

Halaman

Gambar 2.13.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Penduduk ber-KB

II-30

Gambar 2.14.

Grafik Pencapaian Indikator Laju Pertumbuhan

Penduduk

II-31

Gambar 2.15. Grafik Pencapaian Indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi II-33

Gambar 2.16. Grafik Pencapaian Indikator Pendapatan per Kapita (dalam juta rupiah)

II-36

Gambar 2.17. Grafik Pencapaian Indikator Laju Inflasi II-37

Gambar 2.18.

Grafik Pencapaian Indikator Nilai Realisasi Investasi PMA (US$ Juta)

II-40

Gambar 2.19.

Grafik Pencapaian Indikator Nilai Realisasi Investasi PMDN (Rp Milyar)

II-41

Gambar 2.20. Grafik Pencapaian Indikator % Panjang Jalan Nasional II-43

Gambar 2.21.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis

II-53

Gambar 2.22.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Penduduk Miskin

II-60

Gambar 2.23.

Grafik Pencapaian Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

II-60

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

I-1

A. Latar Belakang Evaluasi

Lima tahun telah berlalu pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dimotori oleh

Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009. Program-program pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

pada periode tersebut telah pula dilaksanakan dalam berbagai bidang oleh Pemerintah

dan Pemerintah Daerah bersama semua elemen masyarakat. Pemerintah telah

merencanakan secara serius dan komprehensif upaya untuk meningkatkan pembangunan

wilayah dan masyarakat Indonesia yang tentu pada pelaksanaannya di masing-masing

wilayah dijalankan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Jelas pula bahwa untuk

mencapai keberhasilan mesti memenuhi salah satu syarat terjadinya sinkronisasi dan

keterpaduan antara rencana pembangunan pusat dan daerah, meskipun setiap daerah

dapat memiliki agenda khusus spesifik daerah sesuai dengan potensi dan kondisi masing-

masing. Namun demikian, seluruh agenda, sasaran dan prioritas pembangunan nasional

yang telah dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 merupakan kebutuhan bersama

sehingga relevan dan sangat perlu untuk dilaksanakan seluruh daerah dengan

pengecualian satu atau beberapa aspek masalah dan program pembangunan dapat

dianggap tidak perlu menjadi perhatian serius pada daerah tertentu karena memang tidak

muncul permasalahannya di daerah tersebut.

Selanjutnya, yang mesti menjadi pertimbangan adalah bahwa pada hakekatnya

keberhasilan pembangunan tidak hanya dinilai dari tingkat pertumbuhan atau peningkatan

kuantitatif aspek fisik variabel-variabel pembangunan tersebut seperti produksi output total

dan pendapatan per kapita, peningkatan jumlah konsumsi, infrastruktur, dan lain-lain.

Elemen kunci pembangunan adalah bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam

proses pembangunan yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur ke arah

kemajuan. Hal ini berarti pula bagaimana partisipasi mereka dalam menikmati manfaat

1 PENDAHULUAN 

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

I-2

dari hasil-hasil pembangunan secara lebih baik dan merata. Fenomena tersebut sedapat

mungkin diupayakan untuk disampaikan dalam laporan Evaluasi Kinerja Pembangunan

Daerah 2010 di Provinsi Sumatera Selatan.

Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan

sampai saat ini merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara

berkesinambungan dari kegiatan pembangunan sebelumnya, dimana sistem perencanaan

dengan penggunaan pola rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)

yang sudah memasuki dua tahap yaitu tahap 2005-2008 dan tahap 2008-2013. Hal

tersebut dilakukan selain dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Provinsi

Sumatera Selatan, juga sebagai upaya mensinkronkannya dengan agenda pembangunan

yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

Pelaksanaan pembangunan di wilayah ini telah menghasilkan keberhasilan dalam banyak

hal, namun masih menyisakan masalah-masalah yang menghambat atau mengganggu

kelancaran proses pembangunan tersebut seperti kemiskinan, pengangguran dan

rendahnya pendapatan perkapita yang perlu diantisipasi dan segera dicarikan jalan

keluarnya. Sejauh mana isu-isu tersebut di atas yang telah memacu Provinsi Sumatera

Selatan untuk melaksanakan pembangunan dengan memprioritaskan peningkatan

kesejahteraan masyarakat melalui berbagai langkah strategis dan kebijakan pokok yang

disusunnya demi kepentingan kemajuan daerah maupun mendukung dan/atau sinkron

dengan agenda-agenda pembangunan dalam RPJMN perlu untuk dievaluasi secara

komprehensif.

Keberhasilan dan hambatan pembangunan tersebut sebagai ekspresi dari kinerja

pembangunan nasional dapat secara faktual diketahui dari hasil penilaian melalui evaluasi

yang dilakukan terhadap hasil pelaksanaan program-programnya di seluruh daerah,

termasuk di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sangat relevan karena, pembangunan

daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, dan pada

hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas

daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi

semua masyarakat.

Hal tersebut sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

I-3

menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing - masing. Oleh

karena itu sudah tentu pula keberhasilan pembangunan daerah akan menentukan

keberhasilan pembangunan nasional, dan kendala atau masalah yang terjadi juga

merupakan bagian dari hambatan pembangunan nasional tersebut. Untuk itulah mulai

tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melaksanakan

kegiatan evaluasi pembangunan daerah (EKPD) bekerja sama dengan perguruan tinggi di

seluruh wilayah provinsi di Indonesia, sehingga dapat diketahui sejauh mana kinerja

pembangunan setiap daerah provinsi dalam wilayah Republik Indonesia. Kinerja

pembangunan daerah yang dinilai berupa tingkat keberhasilan yang dicapai, keterkaitan

atau sinkronisasi dan sinergisme antara pembangunan daerah dan pembangunan

nasional, partisipasi elemen masyarakat, serta kendala dan hambatan yang dialami.

Tahun 2010 ini merupakan tahun ke lima pelaksanaan kegiatan EKPD yang untuk

Provinsi Sumatera Selatan bekerja sama dengan Tim dari Universitas Srwijaya.

Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat

tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan,

pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu

tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan

mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana

pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan

Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan

Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk

melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN tersebut. Saat ini

telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus pembangunan jangka

menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan siklus pembangunan 5

tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak bersamaan waktunya

dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Hal ini

menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu mengacu pada prioritas-

prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program

antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi.

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

I-4

Dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan

dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama

adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian

keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan dalam

evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi ex-post untuk melihat

efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda

RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta

Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai

pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis

indikator pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi

RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11

prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga

mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-

2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi

Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan

Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim

Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah

Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan

Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2)

Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.

Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah dalam EKPD 2010 ini

merupakan indikator dampak ( impact) yang pencapaiannya didukung melalui pencapaian

indikator hasil (outcome). Untuk menentukan indikator tersebut, parameter yang

digunakan diupayakan memenuhi memenuhi lima kaidah berikut:

• Specific. Indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;

• Measurable. Jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati,

dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;

• Attainable. Dapat dicapai;

• Relevant. Mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output

dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcome

dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;

• Timely. Tepat Waktu.

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

I-5

Setelah melalui pengelompokan dan pemilihan, serangkaian indikator-indikator yang

terpilih selanjutnya akan dijadikan patokan dalam melakukan pengukuran kinerja pada

tahapan selanjutnya.

Selanjutnya, tim melakukan pemilihan fokus analisis terhadap data yang dinilai cenderung

lebih tinggi atau cenderung lebih rendah” dengan data tahun sebelumnya untuk capaian

indikator tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008, sedangkan capaian indikator 2008-

2009 dianalisis secara keseluruhan. Data pendukung dimasukkan ke dalam grafik

analisis.

Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada

perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah.

Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan pembangunan daerah. Pelaksanaan EKPD dilakukan secara

eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih independen terhadap pelaksanaan

RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja

Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD)

yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan dibantu

oleh stakeholders daerah.

B. Tujuan dan Sasaran

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2010 di Provinsi Sumatera Selatan ini disusun

dengan tujuan:

1. Untuk melihat sejauhmana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat

memberikan kontribusi pada pembangunan di daerah;

2. Untuk mengetahui sejauhmana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam

RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.

Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:

1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di

Provinsi Sumatera Selatan;

2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Sumatera

Selatan dengan RPJMN 2010-2014.

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

I-6

C. Keluaran

Keluaran dari evaluasi kinerja pembangunan daerah 2010 ini adalah:

1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009

untuk Provinsi Sumatera Selatan;

2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Sumatera Selatan

dengan RPJMN 2010- 2014.

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-1

A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

Keamanan dan perdamaian nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

merupakan perwujudan dari salah satu tujuan bernegara, yaitu melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini merupakan prasyarat bagi

terwujudnya tiga tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD tahun

1945. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, keamanan nasional NKRI yang mencakup

pertahanan negara, keamanan dalam negeri, keamanan dan ketertiban masyarakat, serta

keamanan sosial baik secara langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh

dinamika politik, ekonomi, kesejahteraan, sosial, dan budaya di dalam negeri, serta

dinamika keamanan di kawasan regional dan internasional. Sasaran tujuan sebagaimana

ditetapkan dalam pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Daerah (RPJPD), sehingga setiap Pencapaian

sasaran dapat diketahui dalam RPJMN disetiap Provinsi karena menjadi salah satu

agenda pembangunan di setiap wilayah di Indonesia.

Pencapaian agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai diukur dari tiga

indikator yang berkaitan dengan kondisi kriminalitas yang terjadi pada satu wilayah berikut

pelaksanaan penyelesaian dari kasus-kasus tersebut. Hasil capaian indikator dari

agenda tersebut berikut analisa dari pencapaian indikator disajikan pada Tabel 2.1

2 HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-2

A.1. Indikator Indeks Kriminalitas, Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional dan Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional

1.1. Capaian Indikator

Tabel 2.1. Capaian Indikator Indeks Kriminalitas, Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan

Konvensional dan Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indeks Kriminalitas 3.251 911 5.284 6.512 4.649 4.695

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional 100 100 74

82

77 88

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional

-

- - - - -

Sumber : Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, 2009

Berdasarkan data Tabel 2.1 di atas menunjukan bahwa tingkat kriminalitas yang

terjadi di Provinsi Sumatera Selatan dalam lima tahun terakhir berfluktuasi yaitu tahun

2005 terjadi penurunan tingkat kriminalitas, bentuk tindak pidana yang terjadi mayoritas

berupa pencurian atau perampokan, namun pada tahun berikutnya (2006) meningkat

sangat tinggi, bentuk tindak pidana yang terjadi mayoritas berupa penganiayaan dan

penipuan. Pada tahun 2007, trend tindak pidana yang terjadi berupa

pencurian/perampokan demikian juga tahun 2008 dan 2009, tindak pidana

pencurian/perampokan dominan yang terjadi di masyarakat. Naik turun terjadinya tingkat

kriminalitas tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penegakan hukum

dirasakan masih rendah, hal disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran hukum

masyarakat, penegak hukum yang kurang profesional, dan masih tingginya tingkat

pengangguran dan kemiskinan masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan

pembangunan sektor hukum belum mencapai seperti apa yang dikehendaki dalam

RPJMD tahun 2005-2009.

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-3

1.2. Analisis Pencapaian Indikator

1.2.1. Indeks Kriminalitas

Gambar 2.1. Grafik Pencapaian Indikator Indeks Kriminalitas

Indeks Kriminalitas

3,251

911

5,2846,512

4,649 4,695

2216 1626 979 1364 1195 1195

16361

11269 10951

32994

42286 42286

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Jum

lah Indeks Kriminalitas

Jumlah Tindak Pidana

Jumlah Pelanggaran

Grafik di atas menunjukan bahwa selama lima tahun terakhir tindak kriminalitas di

Provinsi Sumatera Selatan menunjukan perkembangan yang berfluktuasi. Penyebab

utama dari kondisi tersebut terutama kondisi ekstrim yang terjadi di tahun 2005 dimana

tindak pidana kriminal menurun drastis adalah sebagai dampak dari peningkatan

penegakan hukum oleh aparat penegak hukum. Selain itu juga merupakan sebagai efek

positif dari membaiknya kondisi perekonomian, serta tingkat kesadaran hukum

masyarakat yang mulai meningkat, sehingga pembangunan daerah di bidang hukum juga

berjalan dengan baik. Namun demikian pada tahun-tahun berikutnya tindak kriminalitas

terus meningkat, sehingga pada tahun 2009 pemerintah mencanangkan pemberantasan

mafia hukum atau makelar kasus, dan Provinsi Sumatera Selatan termasuk daerah yang

cukup besar terjadinya tindak pidana (kriminalitas) di Indonesia. Sedangkan pada sisi lain

Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu bagian dari NKRI memiliki peranan yang

sangat penting dalam mewujudkan keamanan dan perdamaian dalam kerangka

mewujudkan keamanan dan perdamaian nasional dan daerah. Berbagai indikator

pencapaian dapat diketahui dan dianalisis untuk melihat perwujudan keamanan dan

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-4

perdamaian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Sumatera

Selatan diantaranya adalah indikator kriminalitas. Dari data yang disajikan pada Tabel 2.1

dan Gambar 2.1 terlihat bahwa dalam lima tahun terakhir (tahun 2004-2009) indeks

kriminalitas di Sumatera Selatan berkembang fluktuatif. Pada tahun 2004 berjumlah

3.251, tahun 2005 menurun menjadi 911, dan tahun 2006 naik menjadi 5.284 kasus,

tahun 2006 juga naik menjadi 6.512 kasus, namun tahun 2008 terjadi penurunan yaitu

4.649 kasus, namun tahun 2009 terjadi kenaikan kembali menjadi 4.695 kasus.

Dalam kegiatan penegakan hukum, ada beberapa faktor yang sangat

mempengaruhi, yaitu: 1) adanya peraturan perundang-undangan yang baik; 2) penegak

hukum yang baik; 3) tingkat kesadaran hukum masyarakat tinggi; 4) ada fasilitas

penunjang kegiatan penegakan hukum; dan 5) budaya hukum yangh baik. Berdasarkan

data statistik sebagaimana yang digambarkan di atas dan hasil pengamatan, ada

beberapa catatan yang dapat diketahui sebagai faktor penyebab indeks kriminalitas

berfluktuasi di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu:

1. Penegakan hukum belum optimal sebagaimana yang diharapkan.

2. Penegak hukum kurang konsisten menjalankan tugas dan fungsi, serta relatif

masih rendahnya profesionalisme penegak hukum dalam menjalankan fugasnya.

3. Masih banyak peristiwa kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap

warga, seperti peristiwa kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian atas warga

Desa Rengas, Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Dari informasi

yang didapatkan telah terjadi pelanggaran hukum oleh PT PN VII dimana lahan

seluas tidak kurang dari 1.529 Ha adalah milik warga berdasarkan keputusan

Mahkamah Agung pada 1996. Selanjutnya, telah terjadi kesepakatan antara

warga dan pihak PT PN VII dimana pihak perusahaan akan menyerahkan lahan

kepada masyarakat. Karenanya, dapat dipahami jika warga membersihkan lahan

dan mendirikan pondok-pondok yang tidak permanen di areal tersebut. Secara

sepihak pondok tersebut di robohkan oleh Pihak PTPN VII dengan dukungan

aparat kepolisian. Pada Jumat 4 Desember 2009, terjadi peristiwa kekerasan

oleh aparat kepolisian Brimob Polda Sumsel yang mengakibatkan belasan warga

menjadi korban kekerasan dan terkena luka tembak.

4. Masih terjadi kesenjangan sosial-ekonomi (kemerosotan perekonomian rakyat),

sehingga mendapatkan uang dengan melakukan kriminalitas masih terus

berlangsung.

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-5

5. Kesadaran hukum sebagian masyarakat relatif masih rendah, hal ini ditunjukan

masih tingginya jumlah perbuatan kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat di

Provinsi Sumatera Selatan.

6. Persepsi masyarakat terhadap lembaga penegak hukum masih bersifat negatif

(masih kurang percaya), isu-isu mafia peradilan masih melekat pada benak

masyarakat.

7. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dirasakan masih kurang.

Berbagai indikator di atas menunjukan bahwa apa yang menjadi tujuan

pembangunan hukum yang dimaksud dalam RPJMD belum tercapai sebagaimana yang

diharapkan, bahkan kecenderungan perbuatan tindak pidana (kriminalitas makin

meningkat), yang sekaligus mempengaruhi pencapaian pembangunan Indonesia yang

aman dan damai sebagaimana yang direncanakan dalam RPJMN.

1.2.2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional

Gambar 2.2. Grafik Pencapaian Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional

Berdasarkan data pada Tabel 2.1. dan 2.2 menunjukan bahwa penyelesaian kasus

kejahatan konvensional terjadi naik turun selama lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan

oleh beberapa faktor, yaitu a. pengadilan tidak mampu menyelesaian semua kasus yang

terdaftar di Pengadilan, b. masih kurangnya jumlah SDM (hakim) di Pengadilan Negeri,

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional

100 100

7482 77

88

0

20

40

60

80

100

120

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Per

senta

se PersentasePenyelesaian KasusKejahatanKonvensional

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-6

c. masih kurangnya fasilitas pendukung pelaksanaan kegiatan peradilan, dan penegak

hukum masih belum profesional dalam menjalankan tugasnya, sehingga antara

kasus/perkara yang terdaftar dengan beban kerja tidak seimbang, yang menyebabkan

setiap tahun ratusan kasus tidak dapat terselesaikan. Sedangkan keberhasilan

penegakan hukum merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di sektor

hukum.

Tujuan pembangunan dapat tercapai apabila dapat menciptakan keamanan dan

perdamaian. Aman dan damai merupakan kunci sukses pencapaian sasaran

pembangunan bangsa Indonesia pada umumnya dan Provinsi Sumatera Selatan pada

khususnya. Dalam setiap Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah telah

disusun indikator-indikator pencapaian tersebut. Namun, dalam pelaksanaannya masih

terdapat berbagai faktor penghambat pencapaian sasaran pembangunan yang terjadi

berupa kejahatan (tindak pidana) yang terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan data

statistik peristiwa kejahatan yang terjadi menunjukkan bahwa semua peristiwa kejahatan

yang terdata tersebut berbentuk kejahatan konvensional. Dalam kurun waktu 2004-2007

tindak kejahatan konvensional ini menunjukkan trend yang terus meningkat, dan mulai

menurun di tahun 2008, namun di tahun 2009 kembali meningkat.

Dari tindakan kejahatan konvensional yang terjadi tersebut, pada gambaran

penyelesaian kasusnya yang ditampilkan pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa dalam

kurun waktu tahun 2004-2005 penyelesaian kasus kriminal dapat diselesaikan semua

oleh pengadilan (100%), sedangkan di tahun 2006, jumlah kasus kejahatan yang

diselesaikan sebanyak 3.921 (atau 74%), sisanya 36% disesaikan tahun berikutnya yaitu

2007. Tahun 2007, jumlah kasus yang dapat diselesaikan sebesar 82% yaitu tersisa 490

kasus. Tahun 2008, kasus yang dapat diselesaikan berjumlah 3596 kasus atau 77%, sisa

kasus yang tidak terselesaikan cukup banyak yaitu berjumlah 1044 kasus. Sedangkan

tahun 2009 jumlah kasus yang diselesaikan sekitar 88%, dimana tersisa kasus yang

belum selesai yaitu 540 kasus. Pada umumnya kasus-kasus kejahatan atau kriminalitas

yang dilaporkan berbentuk kasus konvensional semua dan tidak ada kasus kejahatan

transnasional yang dilaporkan.

Jika diteliti lebih mendalam, sejak tahun 2006, sebenarnya jumlah kasus kejahatan

yang terjadi cenderung menurun setiap tahun, hanya saja hampir setiap tahun semua

kasus kejahatan yang tangani oleh pengadilan tidak dapat terselesaikan semua, sehingga

sisa tahun sebelumnya menjadi pekerjaan tahun berikutnya dan seterusnya. Ini

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-7

menunjukan bahwa kinerja pengadilan belum optimal sebagaimana yang diharapkan. Hal

ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor penghambat, seperti masih kurangnya SDM di

pengadilan, sering terjadi penundaan persidangan yang disebabkan oleh berbagai alasan,

seperti kurang siapnya jaksa, pengacara, dan hakim, sehingga penundaan persidangan

merupakan hal biasa, serta penegak hukumnya kurang profesional dalam menangani

perkara kejahatan.

1.2.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional

Tindak pidana transnasional atau kejahatan yang melintasi batas negara, meliputi:

1) dilakukan di lebih dari satu negara, 2) persiapan, perencanaan, pengarahan dan

pengawasan dilakukan di negara lain, 3) melibatkan organized criminal group dimana

kejahatan dilakukan di lebih satu negara, 4) berdampak serius pada negara lain.

Organized criminal group memiliki karakteristik yaitu: 1) memiliki struktur grup, 2) terdiri

dari 3 orang atau lebih, 4) dibentuk untuk jangka waktu tertentu, 5) tujuan dari kejahatan

adalah melakukan kejahatan serius atau kejahatan yang diatur dalam konvensi, 6)

bertujuan mendapatkan uang atau keuntungan materil lainnya. Kriteria kejahatan serius

(serious crime) berdasarkan UNCATOC yaitu: 1) ditentukan oleh negara yang

bersangkutan sebagai kejahatan (serius), dan 2) diancam pidana penjara minimal 4

tahun. Sementara itu, UNCATOC mensyaratkan suatu negara mengatur empat jenis

kejahatan yaitu: 1) peran serta dalam criminal organized criminal group, 2) money

laundering, 3) korupsi, dan 4) obstruction of justice (misalnya pemberian alat bukti

maupun kesaksian padahal tidak diminta), property, illicit arms trafficking, aircraft

hijacking, sea piracy, insurance fraud, computer crime, environmental crime, trafficking in

persons, trade in human body parts, illicit drug trafficking, fraudulent bankruptcy,

infiltration of legal business, corruption. Berdasarkan kriteria di atas belum terdapat jenis

kejahatan transnasional dimaksud, semua bentuk kejahatan yang dilaporkan adalah

konvensional yang dilakukan di Sumatera Selatan.

1.3. Rekomendasi Kebijakan

Penciptaan rasa aman dan damai dalam hidup bermasyarakat merupakan

kewajiban pemerintah/negara selaku lembaga yang mempunyai kekuasaan/kewenangan

dan perlengkapan untuk mewujudkan rasa aman dan damai dalam masyarakat. Alat

negara tersebut merupakan penegak hukum (seperti: kepolisian, kejaksaan, dan hakim

serta pengacara/advocad) mempunyai kewajiban untuk memelihara keamanan dan

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-8

perdamaian serta kewenangan untuk menjatuhkan sanksi pidana penjara/kurungan

(khusus hakim) kepada pelaku kejahatan. Untuk mengoptimalkan peran penegak hukum

tersebut diperlukan kebijakan yang berkaitan dengan :

1. Perencanaan yang progresif dan responsif, kinerja pembangunan menjadi lebih

optimal, karena mengoptimalkan sumberdaya manusia, baik kepolisian, jaksa

maupun hakim perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitas

2. Guna menunjang pelaksanaan perencanaan tersebut, maka diperlukan juga

kebijakan pendukung yang mengarah pada perbaikan sistem peradilan.

B. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

Agenda pembangunan mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis adalah

agenda pembangunan yang berlandaskan dasar negara Pancasila dan pencapaian tujuan

negara sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Sebagai salah satu agenda pembangunan nasional, pencapaian tujuan dari agenda ini

tentu saja harus dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia. Untuk melihat sejauhmana

pencapaian pembangunan nasional dengan agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan

demokratis diperlukan indikator-indikator sebagai alat ukur yang mampu mewakilkan

pencapaian agenda ini. Pada evaluasi kinerja pembangunan daerah, indikator yang

digunakan untuk mengukur pencapaian perwujudan Indonesia yang adil dan demokratis

dilakukan melalui indikator pelayanan publik dengan tiga indikator hasil (output) dan

indikator demokrasi yang diukur dari dua indikator hasil (output). Hasil pencapaian dari

indikator-indikator yang digunakan tersebut disajikan pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.3

berikut analisis yang menyertainya, serta rekomendasi kebijakannya.

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-9

B.1. Indikator Pelayanan Publik

1.1. Capaian Indikator

Tabel 2.2.

Capaian Indikator Pelayanan Publik

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan

100 96,30 83,00 96,00

97,70

97,90

Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap

- 14,30 21,40 43,00 57,00 66,67

Persentase kabupaten yang memiliki pelaporan Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

73 73 93 93 93 100

Sumber : BPS Sumatera Selatan dan BPMD Sumsel, 2009.

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukan perkembangan peningkatan

yang cukup baik, terutama persentase penanganan tindak pidana korupsi, yaitu hampir

semua kasus yang dilaporkan ditangani atau diproses. Hal ini disebabkan oleh karena

program pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi dalam sepuluh tahun

terakhir dan adanya desakan masyarakat untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Demikian juga halnya dengan persentase peningkatan penerbitan Peraturan Daerah

tentang pelayanan satu pintu terus meningkat. Hal ini disebabhkan oleh adanya program

pemerintah tentang peningkatan investasi baik dalam negeri maupun investor asing

melalui perbaikan sistem perizinan dan menghilangkan biaya tinggi. Dengan terbentuk

sistem perizinan satu pintu akan meningkatan jumlah investasi dan akan menghilangkan

biaya tinggi yang memberatkan investor. Sedangkan persentase pemerintah memiliki

pelaporan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) juga terus meningkat. Hal ini disebabkan

oleh peraturan perundang-undangan yang mewjibkan bahwa setiap pemerintah

diwajibkan membuat laporan keuangan setiap tahun dengan baik dan benar, ternyata

untuk kabupaten dan kota di Provinsi sumatera Selatan telah diselaksanakan hampir

seluruh kabupaten dan kota yang memiliki predikat WDP (Wajar Dengan Pengecualian).

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-10

1.2. Analisis Pencapaian Indikator

1.2.1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan dengan yang Dilaporkan

Gambar 2.3. Grafik Pencapaian Indikator Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani

Dibandingkan dengan yang Dilaporkan

Salah satu wujud dari sistem pemerintahan yang baik adalah suatu pemerintahan

yang memperhatikan dan responsif terhadap kehendak aspirasi masyarakat serta

melibatkan mereka dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut aspek

kepentingan masyarakat (kebijakan publik) baik yang diambil dalam forum legislatif

maupun eksekutif atau secara bersama-sama (kemitraaan sejajar) diantara kedua

institusi tersebut. Disamping itu lemahnya penguasaan subtansi kepemerintahaan yang

baik dari kalangan anggota dewan juga menyebabkan belum optimalnya fungsi legislasi,

pengawasan dan penganggaran secara optimal termasuk juga kapasitas pemerintahan

daerah pada umumnya masih rendah dengan ditandai oleh sebagai berikut: (1) masih

terbatasnya ketersediaan sumberdaya aparatur baik jumlah maupun kualitasnya; (2)

masih terbatasnya ketersediaan sumber-sumber pembiayaan yang memadai, baik yang

berasal dari kemampuan daerah (internal) maupun sumber-sumber dana dari luar daerah

(eksternal) dan terbatasnya kemampuan dalam pengelolaannya; (3) belum tersusunnya

kelembagaan perangkat daerah yang efektif; (4) belum terbangunnya sistem dan regulasi

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-11

tentang aparatur pemerintah daerah yang jelas dan tegas; (5) terbatasnya informasi

pembangunan kepada masyarakat dan adanya pertanggungjawaban pemerintah

terhadap pengelolaan keuangan pemerintah yang dilakukan secara transparansi.

Berdasarkan data yang terkumpul bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir

(2004-2009) terdapat perkembangan yang cukup baik, terutama penanganan terhadap

pencari keadilan dan penanganan kasus korupsi, dimana terdapat peningkatan

penanganan yang setiap tahun rata-rata 90% lebih, namun masih banyak putusan akhir

tidak menjatuhkan hukuman atau putusan bebas terhadap tersangka korupsi atau

putusan yang tidak seimbang dengan perbuatannya. Bila diuraikan secara rinci, maka

grafik pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa persentase jumlah kasus korupsi yang

tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan pada setiap tahunnya selama kurun

waktu 2004-2009 menunjukkan presentase penanganan yang cenderung berfluktuasi

setiap tahunnya. Tahun 2004 sampai 2006 menunjukkan penurunan, namun mulai tahun

2007 hingga tahun 2009 menunjukkan trend yang menggembirakan karena presentase

jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan menunjukkan

peningkatan hingga 97,90% di tahun 2009.

1.2.2. Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah

Pelayanan Satu Atap

Provinsi Sumatera Selatan termasuk pemerintah daerah yang cukup tanggap

menjalankan program pemerintah pusat tentang sistem pelayanan satu atap atau pintu,

dimana kabupaten/kota telah mulai membentuk dan membangun sistem pelayanan satu

pintu dengan diiringi menerbitkan peraturan tentang pelayanan satu pintu, sebagaimana

dijelaskan pada Gambar 2.4.

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-12

Gambar 2.4. Grafik Pencapaian Indikator Persentase Jumlah Kabupaten/ Kota yang Memiliki Peraturan

Daerah Pelayanan Satu Atap  

Berdasarkan grafik di atas menunjukan bahwa sistem pelayanan satu atap/pintu

merupakan salah satu indikator untuk meningkatkan jumlah investasi atau merupakan

daya tarik bagi investor, karena selama ini yang dirasakan para investor yang akan

menanamkan modalnya di Indonesia berokrasi perizinan sangat panjnag dan rumit serta

biaya tinggi, sehingga investor enggan mengembangkan bisnis di Indonesia. Dengan

adanya kebijakan perizinan terpadu satu atap/pintu dari pemerintah pusat, maka

pemerintah daerah diwajibkan menjalankan kebijakan tersebut dan harus menerbitkan

Perda sebagai aturan pelaksana UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Pelayanan satu atap (one stop service) adalah kegiatan penyelenggaraan suatu

perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan sebagian

wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan dari lembaga atau

instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses

pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen

dilakukan dalam satu pintu dan atau satu atap.

Berdasarkan grafik yang disajikan pada Gambar 2.4 terlihat bahwa kegiatan

pelayanan publik terutama pembentukan pelayanan satu pintu setiap tahun terus

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-13

meningkat, dimana hampir setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan telah

mendirikan unit/badan pelayanan satu pintu yaitu ada peningkatan setiap tahun lebih

kurang bertambah 10%-15%. Keberadaan kegiatan pelayanan satu pintu ini dimulai

tahun 2005 dengan Kabupaten Musi Banyuasin sebagai pelopor, yang selanjutnya terus

diikuti oleh kabupaten lainnya. Hingga tahun 2009 sebanyak 66,67% (10

kabupaten/kota) di Provinsi Sumatera Selatan yang telah melakukan kegiatan pelayanan

Publik dengan metoda satu pintu. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran aparat

untuk memberikan pelayanan kepada publik secara optimal dan efisien semakin

meningkat. Hal ini dikarenakan tujuan dari penyelenggaraan pelayanan satu pintu ini

adalah :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik

2. Memberikan akses yang lebih luas lepada masyarakat untuk memperoleh

pelayanan publik

3. Menyederhanakan proses pengurusan perizinan dan non perizinan yang

terkait dengan kegiatan

4. Mempercepat proses pengurusan perizinan dan non perizinan

5. Memberikan informasi yang rinci dan jelas

Makin meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan pelayanan satu

pintu dapat diartikan bahwa semakin meningkat juga keinginan dari kabupaten/kota

melalui infrastrukturnya mencapai tujuan penerapan pelayanan satu pintu seperti yang

diuraikan di atas. Namun demikian peningkatan jumlah kabupaten/kota yang menerapkan

ini tentu saja diharapkan juga diikuti dengan peningkatan perbaikan perangkat, sistem dan

infrastrukturnya yang terkait dengan peningkatan pelayanan satu atap tersebut.

1.2.3. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Pelaporan Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa hampir semua kabupaten dan kota di provinsi

Sumatera Selatan menjalankan pelaporan akuntasi keuangan pemerintah, dimana

sebagian besar telah mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), ini

menunjukan bahwa ada perbaikan kinerja keuangan di kabupaten dan Kota di Provinsi

sumatera selatan dan kondisi ini dalam lima tahun terakhir terus meningkat jumlah

mendapatkan predikat WTP sebagaimana tertera pada gambar di bawah ini.

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-14

Gambar 2.5. Grafik Pencapaian Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Pelaporan Wajar

Dengan Pengecualian (WDP)   

Persentase Instansi (SKPD) Kabupaten yang memiliki pelaporan Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

73 73 73

93100

0

20

40

60

80

100

120

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

tase Persentase Instansi (SKPD)

Kabupaten yang memilikipelaporan Wajar DenganPengecualian (WDP)

Berdasarkan gambar di atas menunjukan bahwa persentase kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki predikat Wajar Dengan Pengecualian dalam

lima tahun terakhir terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti bahwa

pengelolaan keuangan yang baik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

pemerintah daerah untuk menghindari tindak pidana korupsi dan optimalisasi APBD agar

sesuai dengan kinerja pemerintah dan sesuai dengan tujuan perencanaan yang tertuang

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan pendek serta Renstra. Selain itu

kegiatan pengelolaan keuangan sesuai dengan sistem anggaran berbasis kinerja yaitu

penggunaan keuangan sesuai dengan program kerja yang telah disusun dalam Renstra

Pemerintah daerah dan Kota. Oleh karena itu, pada saat laporan keuangan diperiksa BPK

dapat predikat WDP

Dari hasil laporan keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Selatan sejak tahun 2004 hingga tahun 2009 menunjukkan bahwa setiap tahunnya terus

terjadi peningkatan terhadap jumlah kabupaten/kota yang mendapat predikat ”Wajar

Dengan Pengecualian” (WDP). Pada tahun 2004 dari 14 kabupaten/kota yang mendapat

predikat WDP berjumlah 11 (79%) kabupaten/kota, sedangkan 3 (tiga) kabupaten belum,

seperti Oku Selatan, OKU Timur, dan OKU, karena OKU Selatan dan Timur serta

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-15

Kabupaten OKU baru dilakukan pemekaran kabupaten baru (OKU Selatan dan OKU

Timur) sehingga belum dapat dinilai laporan keuanganya. Pada tahun 2005, terdapat 10

Kabupaten/Kota yang mendapat WDP (71%), sedangkan 4 (empat) kabupaten mendapat

predikat ”Tidak Memberikan Pendapat” (TMP) yaitu Kabupaten Bayuasin, Kabupaten

Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten OKU Selatan. Tahun 2007-

2009 terdapat peningkatan yang sangat baik yaitu semua kabupaten/kota hasil

pemeriksaan BPK mendapat predikat WDP. Hal ini berarti selama tiga tahun terakhir

menunjukan perkembangan yang sangat baik dalam pengelolaan keuangan pemerintah

daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Faktor pendukung sehingga semua

kabupaten/kota mendapat predikat WDP adalah adanya keseriusan Pemda/Pemkot

dalam pengelolaan anggaran, telah adanya auditor intern dan adanya peningkatan

kuantitas dan kualitas auditor intern Pemda.

1.3. Rekomendasi Kebijakan

Perjuwudan rasa keadilan dan demokratis sangat berkaitan dengan pelayanan

publik pada masyarakat. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapat keadilan dalam

berbagai kegiatan, seperti dalam proses peradilan, pelayanan publik dan keterbukaan

dalam pengelolaan anggaran belanja pemerintah daerah. Oleh karena itu, untuk

mewujudkan rasa keadilan dan demokrasi tersebut, maka diperlukan kebijakan yang

mengarah pada :

1. Peningkatan peranan pemerintah dalam optimalisasi penyelesaian tindak pidana

2. Pembentukan unit/badan pelayanan terpadu satu pintu disetiap kabupaten/

3. Peningkatan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah daerah dengan

menerbitkan Peraturan Daerah tentang Transparansi (Keterbukaan) informasi. Hal

ini penting untuk mengantisipasi perbuatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat

atau pegawai yang ditugas pada pelayanan publik, pelaksana anggaran dan

penegak hukum yang memproses tindak pidana korupsi.

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-16

B.2. Indikator Demokrasi

2.1. Capaian Indikator

Tabel 2.3. Capaian Indikator Gender Development Index dan Gender Empowerment Meassurement

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gender Development Index (GDI)

55,50

58,50

59,2

59,7

59,8

63,8

Gender Empowerment Meassurement (GEM)

56,90 56,10 56,3 56,8 57,2 63,4

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

Pencapaian nyata dalam kesetaraan gender adalah dengan melihat seberapa jauh

upaya pemberdayaan terhadap perempuan, khususnya peningkatan peranan perempuan

dalam proses pembangunan. Capaian keberhasilan dalam pemberdayaan perempuan

dalam kurun waktu 2005-2009 hanya pada tahap penguatan dan sosialisasi.

Oleh karena itu, capaian seberapa besar Indeks Pemberdayaan Gender yang

dicapai daerah, mengalami kesulitan mendapatkan datanya, yang ada data kuantitatif

tahun 2004 dan 2005 dengan capaian indeks pembangunan gender sebesar 55,5

persen dan 58,6 persen dan meningkat menjadi 63,8 pada tahun 2009.

2.2. Analisis Pencapaian Indikator

2.2.1. Gender Development Index (GDI)

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-17

Gambar 2.6. Grafik Pencapaian Indikator Gender Development Index (GDI)

Pencapaian nyata dalam kesetaraan gender adalah dengan melihat seberapa jauh

upaya pemberdayaan terhadap perempuan, khususnya peningkatan peranan perempuan

dalam proses pembangunan. Capaian keberhasilan dalam pemberdayaan perempuan

dalam kurun waktu 2005-2009 hanya pada tahap penguatan dan sosialisasi. Oleh karena

itu, capaian seberapa besar Indeks Pemberdayaan Gender yang dicapai daerah belum

nampak data kuantitatifnya. Dari grafik pencapaian indikator yang disajikan pada Gambar

2.7 tersaji data kuantitatif tahun 2004 dan 2005 dengan capaian indeks pembangunan

gender sebesar 55,5 persen dan 58,6 persen dan meningkat menjadi 63,8 pada tahun

2009.

Sasaran pembangunan gender secara umum adalah peningkatan kualitas

kehidupan dan peran perempuan, adanya kesadaran, kepekaan dan kepedulian gender

dalam masyarakat di setiap aspek pembangunan, meningkatnya kesejahteraan

perempuaan, menurunnya kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, terjaminnya

keadilan gender dalam setiap proses kebijakan di semua tingkat pemerintahan serta

penegakan hukum.

Relevansi sasaran pembangunan dalam upaya pembangunan berwawasan

gender belum secara optimal diimplementasikan dalam kehidupan. Masih rendahnya

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-18

kualitas hidup dan peran perempuan terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan,

ekonomi dan politik. Peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan

masih tertinggal dibandingkan laki-laki, karena pemahaman masyarakat dan program

pembangunan yang kurang peka terhadap gender. Keterlibatan perempuan dalam

jabatan publik juga masih rendah dan peranannnya dalam pengambilan keputusan

terutama bagi nasib perempuan itu sendiri belum optimal.

Efektifitas dalam pembangunan gender masih relatif rendah, hal ini dapat dilihat

dari masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan

masyarakat. Data kekerasan perempuan dalam rumah tangga tahun 2007 sebanyak 190

kasus atau 66,67 persen, kasus trafficing sebanyak 40 kasus dan pemerkosaan sebanyak

32 kasus. Data tahun 2009 mengalami kenaikan khususnya data kasus pemerkosaan

sebanyak 70 kasus. Kasus pemerkosaan yang terjadi dalam rumah tangga, yaitu antara

ayah dengan anak perempuannya (incest). Kasus ini cenderung tidak diteruskan ke

pengadilan dengan alasan merupakan aib keluarga, sehingga diselesaikan secara

kekeluargaan.

Ada anggapan kekerasan dalam keluarga merupakan domain keluarga, bukan

menjadi urusan publik. Faktor yang mendorong kekerasan terhadap perempuan

dianggap sebagai urusan rumah-tangganya sendiri. Lemahnya kelembagaan dan jaringan

Pengarus Utamaan Gender termasuk di dalamnya mengenai ketersediaan data

mengenai lembaga atau individu yang berkomitmen dalam perlindungan perempuan.

Lemahnya PUG juga dapat dilihat dari hubungan pendidikan terhadap perempuan dan

banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, dan

diskriminatif terhadap perempuan.

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-19

2.2.2. Gender Empowerment Meassurement (GEM)

Gambar 2.7. Grafik Pencapaian Indikator Gender Empowerment Meassurement (GEM)  

 

  

Data indikator GEM yang disajikan pada Gambar 2.7 menunjukkan tren pada

tahun 2004-2007 cenderung berfluktuasi dengan angka yang relatif berbeda tipis diangka

56. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan nilai GEM menjadi 57,2 dan terus meningkat di

tahun 2009 menjadi 63,4. Peningkatan angka nilai GEM karena ada peningkatan

indikator persentase wanita pekerja profesional dan wanita dalam angkatan kerja.

Namun demikian, kenyataannya dalam kehidupan terlihat bahwa kualitas hidup

dan peran perempuan terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik

masih tergolong rendah. Peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan

masih tertinggal dibandingkan laki-laki, karena pemahaman masyarakat dan program

pembangunan yang kurang peka terhadap gender. Keterlibatan perempuan dalam

jabatan publik juga masih rendah dan peranannnya dalam pengambilan keputusan

terutama bagi nasib perempuan itu sendiri belum optimal.

Jumlah perempuan yang menjadi anggota dewan saja belum memenuhi kuota

30%. Dari sejumlah 616 orang anggota dewan hanya ada 5 % saja anggota dewan yang

berjenis kelamin perempuan. Kecuali PNS yang ratio antara laki-laki dan perempuan

relatif lebih besar PNS perempuan, namun dari segi menduduki jabatan, jumlah PNS laki-

laki justru yang banyak menduduki jabatan penting daripada perempuan.

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-20

Adanya kebutuhan ekonomi dan pertumbuhan industri yang semakin pesat,

mengharuskan perempuan untuk memasuki lapangan pekerjaan. Di pedesaan peranan

perempuan dalam menopang kelangsungan hidup keluarganya dan perekonomian desa

sangat besar, baik sebagai petani maupun sebagai pedagang kecil di pasar tradisional

dan pedagang keliling. Studi lapangan menunjukkan bahwa banyak pengusaha

perempuan yang mandiri dalam mengelola usahanya, baik usaha skala kecil maupun

usaha skala menengah.

2.3. Rekomendasi Kebijakan

Secara normatif kaum perempuan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan

yang sama dengan kaum laki-laki di segala bidang, demikian pula keterlibatan dan

tanggung jawab dalam pembangunan dan tuntutan untuk berperan serta dalam

pembangunan. Namun demikian, masih relatif rendah peran, kedudukan, tanggung jawab

dan penghargaan yang diberikan kepada perempuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari data

kondisi di beberapa bidang dan sektor di Sumatera Selatan.

Perempuan merupakan sumberdaya potensial yang harus dikembangkan secara

maksimal, sehingga dapat berperan dalam proses di berbagai bidang pembangunan.

Untuk itu diperlukan beberapa kebijakan sebagai berikut :

1. Dalam upaya mempercepat proses pembangunan hendaknya pemerintah daerah

membuat kebijakan yang isinya bertujuan memberikan perhatian pada

peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan.

2. Dalam upaya peningkatan peran perempuan, hendaknya setiap perencanaan

pembangunan yang responsif gender, sebagai upaya mengatasi ketimpangan

gender. Adanya perencanaan yang responsif, kinerja pembangunan menjadi lebih

optimal, karena mengoptimalkan sumber daya manusia baik perempuan maupun

laki-laki akan meningkatkan produktifitas. Berarti apabila pembangunan

mengikutsertakan perempuan dan laki-laki dalam setiap proses dan tahapan,

maka implementasi pembangunan akan melaju dengan kekuatan sempurna.

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-21

C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan yang dilakukan

di Indonesia merupakan agenda pembangunan yang pengukuran keberhasilannya

menggunakan paling banyak indikator dibandingkan agenda pembangunan lainnya. Hal

ini tentu saja terkait dengan kompleksnya usaha yang harus dilakukan sebagai tolak ukur

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam evaluasi ini, terdapat 11 indikator

yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dengan agenda

meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang tersaji dalam uraian berikut ini.

C.1. Indikator Indeks Pembangunan Manusia

1.1. Capaian Indikator

Tabel 2.4.

Capaian Indikator Indeks Pembangunan Manusia

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indeks Pembangunan Manusia 69,60

72,20

71,09

71,40

72,05

72,53

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

Tren capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) cenderung meningkat dari

tahun 2004 sampai tahun 2007, meskipun peningkatannya relatif rendah. Begitu juga tren

tahun 2008 sampai 2009 tidak jauh berbeda. Dilihat dari derajat kesehatan, nampaknya

tahun 2009 angka harapan hidup warga Sumatera Selatan rata-ratanya mencapai 70

tahun lebih, ini menunjukkan kapabilitas penduduk yang lebih baik. Hal ini juga

menunjukkan penurunan angka kematian bayi dan angka kematian ibu serta kondisi

kesehatan masyarakat yang baik. Namun rata-rata lama sekolah yang masih relatif

rendah atau belum tercapainya pendidikan dasar (wajib belajar 9 tahun). Dari 15

Kota/Kabupaten di Sumatera Selatan, hanya Kota Palembang yang telah memenuhi wajib

belajar 9 tahun. Selain itu untuk melihat keberhasilan program pendidikan dengan melihat

Angka Partisipasi Sekolah. Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah disajikan pada tabel

2.5. dibawah ini.

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-22

Tabel. 2.5. Angka Partisipasi Sekolah Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2004 - 2009

di Sumatera Selatan

No. Tahun Umur

7 - 12 13 - 15 16 - 18

1. 2004

95,75 80,65 50,32

2. 2005

96,44 81,49 51,21

3. 2006

96,84 83,43 52,77

4. 2007

97,36 84,32 53,71

5. 2008

97,89 84,95 54,84

6. 2009

98,43 85,59 55,96 Sumber : BPS - Sumsel

1.2. Analisis Pencapaian Indikator

1.2.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Gambar 2.8. Grafik Pencapaian Indikator Indeks Pembangunan Manusia  

Indeks Pembangunan Manusia

69.6 72.2 71.09 71.4 72.05

95.75 96.44 96.84 97.36 97.89

80.65 81.49 83.43 84.32 84.95

50.32 51.21 52.77 53.71 54.84

0

20

40

60

80

100

120

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Per

sen

tase

Indeks PembangunanManusia

Umur 7- 12 Tahun

Umur 13-15 tahun

Umur 16-18 Tahun

 

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-23

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menggambarkan capaian kinerja

pembangunan manusia di suatu wilayah. Kemajuan pembangunan sangat tergantung dari

komitmen penyelenggara pemerintah daerah dalam meningkatkan kapasitas dasar

penduduk yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. Indeks Pembangunan

Manusia Sumatera Selatan ada kecenderungan meningkat selama kurun waktu dari 2004

sampai tahun 2009. Meskipun peningkatan kurang tajam, kemungkinan disebabkan oleh

dampak pemekaran daerah, sehingga pembangunan lebih diutamakan untuk memenuhi

infrastruktur perkantoran dan infrastruktur pendukungnya.

Indeks Pembangunan Manusia juga menjadi indikator kondisi dan mutu

sumberdaya manusia di Sumatera Selatan jika dikaitkan dengan tingkat kualitas

pendidikan formal rata-ratanya relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator rata-rata

lama sekolah penduduk tahun 2005 sebesar 7,6 menjadi 7,7 pada tahun tahun 2007 dan

menjadi 8,1 tahun pada 2009. Ini artinya rata-rata pendidikan penduduk Sumatera Selatan

hanya sampai kelas 9 atau setingkat kelas 3 SLTP, belum memenuhi kebijakan Program

Wajib Belajar 9 tahun.

Selain itu untuk melihat keberhasilan program pendidikan dengan melihat Angka

Partisipasi Sekolah. Nampaknya tren APS setiap tahunnya mengalami peningkatan,

namun peningkatannya relatif kecil, kecuali untuk umur 16 – 18 tahun. Dalam kaitan

dengan deklarasi Millennium Development Goals (MDGs) mentargetkan tahun 2015

pencapaian pendidikan dasar bagi semua anak laki-laki maupun perempuan sudah dapat

tuntas atau tercapai. Dengan demikian perlu dukungan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kualitas manusia dengan meningkatkan anggaran pendidikan.

1.3. Rekomendasi Kebijakan

Paradigma penanggulangan kemiskinan harus dirubah menjadi paradigma bahwa

persoalan kemiskinan menjadi persoalan bersama dan multi pihak. Implikasi dari

pemikiran tersebut mendorong dalam mengimplementasikan program dan kegiatan

terhadap kurangnya keberhasilan penanggulangan kemiskinan antara lain: program

penanggulangan kemiskinan kurang berbasis pada warga miskin, posisi warga miskin

ditempatkan hanya sebagai obyek program, kesempatan untuk melibatkan warga miskin

dalam proses pengambilan keputusan dari mulai perencanaan program, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi cenderung diabaikan dan cenderung bersifat elitis, dalam

menyusun perencanaan maupun pelaksanaan program masih cenderung sektoral,

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-24

menentukan kriteria miskinpun masih sendiri-sendiri, berjalan sendiri-sendiri antar SKPD,

maupun pemerintah dengan LSM, dunia usaha dan kelompok peduli lainnya. Belum

terjadinya integrasi program dalam penanggulangan kemiskinan, yang dilakukan lebih

pada kegiatan karitatif sehingga cenderung tidak memandirikan masyarakat miskin.

Paradigma penanggulangan kemiskinan dilakukan secara sinergis dengan

menempatkan masyarakat miskin sebagai pelaku, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi serta manajemen pengendalian dalam keberlanjutan hasil

pembangunan.

Dampak pengangguran adalah tingkat angka kriminalitas mengalami kenaikan,

seperti meningkatnya tindak kejahatan pencurian, meskipun masih dalam kewajaran,

dalam pengertian tidak sampai meresahkan masyarakat dalam skala luas. Penyebab

pengangguran adalah ada kecenderungan bahwa arah pembangunan yang lebih menitih

beratkan pada bidang ekonomi saja, sehingga ukurannya adalah produktivitas dan

menggunakan teknologi tinggi dan padat modal, dan ada kecenderungan pengembangan

ekonomi tidak memiliki efek multiplier yang luas, sehingga akibatnya penyerapan tenaga

kerja relatif rendah. Oleh karena itu, kedepan arah kebijakan ketenagakerjaan diarahkan

pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, dengan menciptakan investasi baru, menekan

laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan pembangunan sosial atau peningkatan

usaha kesejahteraan masyarakat.

Indeks Pembangunan Manusia setidaknya mencerminkan adanya pemanfaatan

hasil pembangunan ekonomi dan sosial yang dapat dinikmati seluruh penduduk Sumatera

Selatan. Dengan demikian, tinggi rendahnya IPM sebagai ukuran tingkat kesejahteraan

dan kualitas penduduknya. Implikasi dari rendahnya IPM akan berdampak pada

rendahnya investasi modal asing ke Indonesia, karena faktor rendahnya pendidikan.

Kendala utama peningkatan angka IPM adalah keterbatasan anggaran untuk

memenuhi hak dasar pendidikan warga masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kebijakan

dan kemauan politik yang kuat dari pemerintah daerah untuk meningkatkan dan

memenuhi hak dasar warganya, dengan meningkatkan anggaran belanja untuk bidang

pendidikan dan kesehatan dan dilakukan secra konsisten dan berkelanjutan .

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-25

C.2. Indikator Pendidikan

2.1. Capaian Indikator

Kualitas masyarakat di Sumatera Selatan diukur dari pendidikan formal yang

ditamatkan penduduk relatif rendah, hanya pada tingkat pendidikan menengah, meskipun

angka melek huruf sudah mencapai 96,75 persen. Angka partisipasi murni berdasarkan

jenjang pendidikan tahun 2004 sampai tahun 2009, untuk tingkat pendidikan dasar,

khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan untuk pendidikan setingkat

sekolah lanjutan pertama, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 persentase

APM naik dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada tahun

2006, dan pada tahun 2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan

2009, mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Sedangkan angka partisipasi kasar pada tingkat pendidikan sekolah dasar

sederajat relatif tinggi telah mencapai angka 100 persen lebih sejak tahun 2004 sampai

tahun 2009, ini menunjukkan ada penduduk masuk sekolah dasar sebelum berumur 6

tahun. Disamping itu masih tingginya angka putus sekolah pada tingkat SD, SLTP

maupun SLTA, namun tahun 2009 sudah kurang dari 1 persen.

Tabel 2.6.

Capaian Indikator Pendidikan

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Partisipasi Murni (SD/MI)

87,18

89,16

93,01

92,69

93,10

94,05

Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)

100,32 100,96 102,50 103,12 103,80 104,70

Rata-rata nilai akhir SMP/MTs 4,53 5,80 5,80 5,80 6,41 6,44Rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA 5,32 5,69 6,03 6,59 6,70 6,75Angka Putus Sekolah SD 0,93 0,90 0,84 0,74 0,65 0,45Angka Putus Sekolah SMP/MTs

1,67 1,63 1,60 1,45 1,15 0,86

Angka Putus Sekolah Menengah

1,42 1,31 1,25 1,16 1,16 1,04

Angka melek aksara 15 tahun keatas

95,70 95,90 96,03 95,59 96,66 96,75

Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs 79,82 79,76 73,21 62,72 66,77 65,59Persentase jumlah guru yang layak mengajar di SMA

65,22 65,38 70,44 72,7 81,82 80,17

Sumber : BPS Sumsel dan Diknas Provinsi Sumatera Selattan, 2009

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-26

Indikator keberhasilan dari bidang pendidikan ini sifatnya relatif, disamping adanya

peningkatan, angka partisipasi sekolah, menurunnya buta aksara, tetapi juga ada bidang-

bidang yang perlu ditingkatkan, seperti program Wajib Belajar 9 tahun nampaknya masih

belum menjangkau sepenuhnya ke masyarakat. Persentase angka melek huruf penduduk

usia 15 tahun ke atas setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai

tahun 2006, namun tahun 2007 mengalami penurunan, dan tahun 2008 sampai 2009

mengalami kenaikan, tetapi persentase kenaikan setiap tahunnya relatif rendah. Hal ini

dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah pada jenjang tingkat sekolah dasar, yang

belum mencapai 100 persen setiap tahunnya.

2.2. Analisis Pencapaian Indikator 2.2.1. Angka Partisipasi Murni (SD/MI)

Gambar 2.9.

Grafik Pencapaian Indikator Angka Partisipasi Murni (SD/MI)

APM merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan MDGs dalam mengukur

pencapaian kesetaraan gender dibidang pendidikan. APM mengukur proporsi anak yang

bersekolah tepat waktu, yang dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan yaitu SD

untuk penduduk usia 7-12 tahun, SMP untuk penduduk usia 13-15 tahun,dan SMA untuk

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-27

penduduk usia 16-18 tahun. Pada jenjang pendidikan SD yang trend perkembangannya

digambarkan pada Gambar 2.9, capaian APM SD/MI di Sumatera Selatan untuk periode

tahun 2004-2006 menunjukkan peningkatan hingga 93,01 persen di tahun 2006. Namun

kemudian menurun di tahun 2007 dan kembali meningkat di tahun 2008 dan tahun 2009

bahkan lebih baik dari periode tahun 2004-2006. Dari capaian tersebut diketahui bahwa

tidak ada perbedaan pencapaian yang signifikan antara anak laki-laki dan anak

perempuan.

2.2.2. Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)

Gambar 2.10. Grafik Pencapaian Indikator Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) 

Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)

100.32100.96

102.5103.12

103.8

104.7

98

99

100

101

102

103

104

105

106

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Per

sen

tase

Angka PartisipasiKasar (SD/MI)

 

Indikator yang lain yang sering digunakan untuk mengukur pencapaian kesetaraan

gender pada bidang pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK). APK menurut ”The

UN Guidelines Indicators for Monitoring the Millenium Development Goals”, angka ini lebih

baik daripada perbandingan jumlah absolute murid laki-laki dan perempuan. APK

diperlukan karena adanya perbedaan yang relatif besar antara jumlah penduduk

perempuan dan laki-laki, sehingga rasio jumlah siswa saja belum dapat menggambarkan

kesetaraan dan keadilan gender. APK juga digunakan, mengingat masih tingginya siswa

berusia lebih tua dari kelompok usia yang semestinya (overage), sehingga APM di tingkat

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-28

SD, lebih rendah dibandingkan dengan APK. Gambar 2.10 menunjukkan bahwa APK

pada tingkat SD di Sumatera Selatan dalam kurun waktu 2004 - 2009 menunjukkan

kecenderungan yang terus meningkat yang kesemuanya berada pada angka di atas 100

persen. Melihat angka-angka tersebut dapat menjelaskan bahwa program wajib belajar 6

tahun telah di Sumatera Selatan telah tercapai, meskipun program wajib belajar 9 tahun

belum tercapai sepenuhnya di seluruh wilayah.

2.2.3. Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs

Data yang disajikan pada Tabel 2.5 menunjukkan bahwa rata-rata nilai akhir

SMP/MTs di Sumatera Selatan dalam kurun waktu 2004-2009 menunjukkan

kecenderungan meningkat meskipun di tahun 2005-2007 tidak terjadi peningkatan namun

juga tidak terjadi penurunan, bertahan di angka yang sama yaitu 5,80. Tahun 2008 terjadi

peningkatan menjadi 6,41 dan di tahun 2009 kembali meningkat walaupun dengan nilai

peningkatan hanya 0,04 dari tahun sebelumnya, namun peningkatan itu tetap menjadi

satu kondisi yang menggembirakan karena mampu menjadi salah satu indikator

keberhasilan bidang pendidikan tingkat SMP/MTs di Sumatera Selatan. Oleh karena

letak geografis beberapa daerah di Sumatera Selatan yang merupakan perairan dan

terpencil, sehingga pada daerah yang kondisinya seperti tersebut ada kecenderungan

mempunyai nilai-nilai rata-rata yang lebih rendah daripada nilai diperkotaan. Namun

demikian, justru nilai tertinggi ujian negara tahun ajaran 2009/2010 yang lalu berasal dari

daerah, yaitu Kayuagung. Hambatan utama pendidikan pada tingkat SLTP pada

umumnya adalah jumlah sekolah yang belum merata, khususnya di daerah perairan dan

daerah terpencil.

2.2.4. Rata-rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA

Rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA di Provinsi Sumatera Selatan seperti yang

disajikan pada Tabel 2.5 menunjukkan perkembangan nilai akhir yang terus meningkat

dan cenderung lebih baik setiap tahunnya selama kurun waktu 2004-2009. Dimulai tahun

2004, rerata nilai akhir SMA/SMK/MA di Sumatera Selatan berada pada angka 5,32,

kemudian meningkat di tahun 2005 menjadi 5,69 hingga tahun 2009 sudah berada di

angka 6,75. Peningkatan ini menunjukkan semakin tingginya perhatian pihak pelaksana

sekolah terhadap kualitas pendidikan siswanya serta juga meningkatnya kesadaran para

siswa untuk terus memperbaiki diri. Hal ini terlihat dari perkembangan sistem belajar di

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-29

sekolah, dimana setelah siswa berada di kelas akhir, rerata sekolah memberikan jam

tambahan untuk menambah pengetahuan siswa disamping sering mengadakan try out

untuk melatih siswa agar terlatih mengerjakan ujian akhir. Selain itu, semakin

menjamurnya lembaga-lembaga kursus (bimbingan belajar) turut memberikan sumbangan

dalam membantu siswa meningkatkan kualitas dirinya. Standar kelulusan yang dibuat

pemerintah setiap tahunnya juga turut memmacu motivasi siswa untuk tekun belajar agar

mampu melewati angka standar kelulusan yang telah dibuat tersebut.

2.2.5. Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs dan Sekolah Menengah

Angka putus sekolah di pada tingkat Sekolah dasar dari tahun 2004 - 2009

cenderung rata-ratanya kurang dari 1 persen. Trendnya cenderung menurun, meskipun

jika dilihat per daerah kabupaten/kota, seperti Kabupaten Ogan Komering Ilir angka putus

sekolah tingkat SD tertinggi yaitu 1,16 persen.

Namun untuk tingkat sekolah lanjutan menengah (SMP/MTs) dan atas (SMU) nilai

rata-ratanya masih di atas 1 persen. Meskipun pada tahun 2009 untuk tingkat SMP/PTs

sudah menurun menjadi 0,86 persen. Apabila dilihat angka putus sekolah per daerah

kabupaten/kota tingkat sekolah menengah atas masih ada yang di atas 2 persen.

Penyebab anak putus sekolah bervariasi, disamping faktor internal pada si anak dan

keluarganya dan faktor eksternal atau lingkungan. Faktor ekonomi keluarga bukan faktor

penyebab utama anak putus sekolah.

Ada perbedaan mendasar anak putus sekolah di wilayah perairan dan daerah

perkebunan (perkebunan sawit dan karet). Angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar

di daerah perairan, seperti di Kecamatan Cengal Kabupaten Ogan Komering Ilir, angka

putus sekolah yang paling banyak, yaitu 553 anak pada tahun 2008/2009. Ketika

ditelusuri apa penyebab anak putus sekolah, ternyata sebagian orang tua memandang

dari segi ekonomi bahwa sekolah bukan jaminan hidup untuk masa depan. Karena

beberapa orang kaya dan terpandang di wilayah tersebut ternyata tidak lulus sekolah

dasar, tetapi secara ekonomi mampu. Justru beberapa anak yang telah lulus tingkat

sekolah menengah dan perguruan tinggi tidak atau belum bekerja. Hal ini dijadikan ukuran

bahwa sekolah kurang menjanjikan masa depan dilihat dari segi ekonomi.

Hal serupa juga ditemui pada beberapa anggota warga di daerah pinggiran

perkotaan, seperti Kecamatan Selangit di Kabupaten Musi Rawas. Oleh karena beberapa

lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi yang menganggur, dijadikan alasan

untuk tidak perlu menyekolahkan anak.

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-30

Beberapa daerah yang sebagian besar mata pencaharian dari kebun karet

maupun pertanian, memandang sekolah sebagai hal penting tetapi membantu orang tua

juga merupakan kewajiban anak pada orang tua. Oleh karena itu, pada warga yang

bermatapencaharian tersebut, a kan mensyekolahkan anaknya pada siang hari, selepas

anak membantu pekerjaan orang tuanya di kebun pada pagi hari. Berbeda halnya dengan

beberapa daerah yang dekat dengan wilayah perkebunan sawit, karena ada kesempatan

bekerja sehingga anak lebih memilih bekerja dari pada melanjutkan sekolah.

Sedangkan di wilayah perairan, karena kondisi jarak sekolah dengan tempat

tinggal yang melewati sungai, sehingga anak tidak sekolah. Ada kecenderungan di

wilayah perairan anak tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP, karena jaraknya

jauh dan kesulitan transportasi.

Namun secara umum, bahwa kesadaran orangtua terhadap pentingnya

pendidikan masih relatif rendah. Hal ini cenderung pada orangtua yang pendidikan rendah

atau tidak tamat sekolah dasar. Anggapan mereka bahwa membantu pekerjaan orang

tua, dianggap sebagai sarana belajar untuk kehidupan masa depannya.

2.2.6. Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas

Gambar 2.11.

Grafik Pencapaian Indikator Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas  

Angka Melek Aksara 15 Tahun keatas

95.7 95.9 96.03 95.59 96.66 96.75

57.5

81.34

99.7 99.7

21.89 22.13035019 22.48 22.99 25.19 25.19

81.17 84.1

0

20

40

60

80

100

120

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

per

sen

tase

Indikator Utama AngkaMelek Aksara 15 tahunkeatas

Indikator PendukungJumlah SD

Indikator PendukungJumlah SLTP

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-31

Kualitas masyarakat di ukur dari pendidikan formal yang ditamatkan penduduk

relatif rendah, hanya pada tingkat pendidikan menengah, meskipun angka melek huruf

sudah mencapai 96,75 persen. Sedangkan dari indikator rata-rata lama sekolah dalam

Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Selatan, yaitu 72,3 tahun pada tahun 2009.

Meskipun indikator rata-rata lama sekolah di atas nasional (sebesar 7,3 tahun),

namun angka ini masih di bawah program wajar 9 tahun. Disamping itu, tingkat partisipasi

sekolah yang relatif rendah ini, sehingga tingkat pengangguran masih relatif tinggi.

Faktor penyebabnya adalah ada beberapa masyarakat memandang anak sebagai

aset ekonomi bagi orang tuanya, sehingga harus bekerja di usia masih dini, disamping

ketidak mampuan orang tuanya untuk membiayai sekolah anaknya. Faktor penyebab

lainnya adalah kondisi geografis, yaitu penduduk yang bertempat tinggal di wilayah

perairan, sehingga akses untuk sekolah relatif sulit, karena pengaruh transportasi.

2.2.7. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs

Tabel 2.5 menunjukan bahwa persentase jumlah guru yang layak mengajar

SMP/MTs di Sumatera Selatan dalam kurun waktu 2004-2009 menunjukkan angka yang

berfluktuasi. Dalam kurun waktu tersebut, tahun 2004 menunjukkan persentase yang

tertinggi (79,82%), kemudian terus menurun hingga tahun 2007 menjadi 62,72%. Tahun

2008 terjadi kondisi yang menggembirakan karena meningkat menjadi 66,77% meskipun

masih lebih rendah dibanding tahun 2004, 2005 dan 2006. Di tahun 2009, kembali terjadi

penurunan dengan angka persentase menjadi 65,59.

Jika dibandingkan dengan guru yang layak mengajar di tingkat SD, kondisi guru

layak mengajar di SMP/MTs justru lebih baik. Fluktuasinya kelayakan guru mengajar ini,

karena beberapa daerah, ketika ada penambahan penerimaan tenaga guru, masih

menerima guru yang berpendidikan dari D-3.

2.2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Sekolah Menengah

Berbeda dengan perkembangan jumlah guru yang layak mengajar di tingkat SMP,

maka untuk tingkat SMA berdasarkan Tabel 2.5 menunjukkan perkembangan dengan

kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2004 persentase jumlah guru yang

layak mengajar di tingkat SMA berada pada angka 65,22%, kemudian terus meningkat

setiap tahunnya, hingga tahun 2009 menjadi 80,17%.

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-32

Trend perkembangan yang lebih baik ini, karena penerimaan tenaga guru untuk

tingkat SM mensyaratkan lulusan strata satu. Bahkan beberapa guru telah memiliki gelar

strata dua. Beberapa persoalan guru di tingkat SM ini berkaitan dengan kelayakan

matapelajaran yang diajarkan. Umpama guru sejarah tetapi mengajar mapel Sosiologi.

Oleh karena itu, kelayakan guru mengajar disamping kelayakan pendidikan dan juga

kelayakan matapelajarannya.

2.3. Rekomendasi Kebijakan

Strategi kebijakan pendidikan ke depan lebih diarahkan untuk menuntaskan

program Wajar 9 tahun dan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan pada tingkat

pendidikan menengah. Dalam jangka panjang dilakukan strategi peningkatan pelayanan

dan mutu pendidikan tingkat pendidikan menengah. Oleh karena, sekolah gratis belum

tentu mendorong anak untuk melanjutkan sekolah, malah justru menjauhkan masyarakat

dengan sekolah. Dari hasil capaian indikator pada bidang pendidikan berikut hasil analisis

yang dilakukan, maka direkomendasikan beberapa kebijakan, yaitu :

1. Strategi kebijakan pendidikan yang harus diterapkan adalah peningkatan

mutu pendidik (sertifikasi guru),

2. Peningkatan sarana dan prasarana yang diperlukan bagi pelaksanaan

pendidikan tingkat menengah,

3. Penjaminan mutu pendidikan agar mendorong anak lulus wajar 9 tahun

melanjutkan sekolah lebih lanjut dan mengurangi anak putus sekolah di

tingkat pendidikan menengah.

C.3. Indikator Kesehatan

3.1. Capaian Indikator

Di bidang kesehatan, masih relatif rendahnya derajat kesehatan masyarakat

Sumatera Selatan, hal ini terlihat pada angka mortalitas dan morbiditas, yaitu angka

kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan masih relatif cukup tinggi serta terkait

dengan prevalensi penyakit lainnya, seperti angka kesakitan malaria, TBC maupun

demam berdarah dengue yang mengalami peningkatan. Angka kematian bayi masih

cukup tinggi, trennya fluktuatif, tetapi naik dan turunnya relatif rendah. Seperti tahun 2005

meningkat, tetapi pada tahun 2006 menurun, tahun-tahun berikutnya mengalami naik

turun tetapi angkanya lebih besar dari tahun 2006.

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-33

Sedangkan prevalensi gizi buruk sifatnya fluktuatif, tetapi kuantitasnya masih

relatif tinggi, karena dari tahun 2004 sampai tahun 2009, rata-ratanya masih di atas 1

persen. Ketika pemerintahan Orde Baru, peran Posyandu sangat membantu, salah

satunya untuk mengatasi gizi buruk, sehingga warga yang kekurangan gizi bisa langsung

ditangani.

Masalah lain adalah masih terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya

belum merata, mutu pelayanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan penduduk

miskin serta masih terbatasnya sarana-prasarana kesehatan.

Tabel 2.6.

Capaian Indikator Kesehatan

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Umur Harapan Hidup (UHH)

67,7 68,3 68,8 69,0 69,90 70,4

Angka Kematian Bayi (AKB) 34 46 40 44 49 43

Prevalensi Gizi buruk (%) 1,1 0,7 1,7 1,1 1,2 1,1

Prevalensi Gizi kurang (%) 8,56 6,43 10,83 11,34 10,78 10,45

Persentase tenaga kesehatan Perpenduduk 14,8 14,65 13,99 12,45 12,63 13,34

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

3.2. Analisis Pencapaian Indikator

3.2.1. Umur Harapan Hidup (UHH)

Umur harapan hidup yang disajikan perkembangannya pada Tabel 2.6 merupakan

salah satu indikator yang menunjukkan kondisi kesehatan masyarakat. Perkembangan

umur harapan hidup di Sumatera Selatan yang tersaji pada Tabel 2.6 dalam kurun waktu

2004-2006 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan karena cenderung

meningkat setiap tahunnya. Tahun 2004 berada pada angka 67,7, meningkat di tahun

2005 menjadi 68,3, dan semakin membaik di tahun-tahun berikutnya, hingga mencapai

angka 70,4 di tahun 2009. Perkembangan tingkat umur harapan hidup ini menunjukkan

semakin baiknya tingkat kesehatan masyarakat. Hal ini juga menunjukkan derajat

kesehatan yang semakin baik dan tingkat kapabilitas penduduk. Semakin lama harapan

hidup yang mampu dicapai merefleksikan semakin tinggi derajat kesehatannya.

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-34

3.2.2. Angka Kematian Bayi (AKB)

Gambar 2.12. Grafik Pencapaian Indikator Angka Kematian Bayi (AKB)

 

  

Salah satu indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan adalah

menurunnya angka kematian bayi. Tabel 2.6 yang menyajikan perkembangan kesehatan

masyarakat melalui beberapa indikator menunjukkan bahwa perkembangan angka

kematian bayi di Sumatera Selatan dalam periode waktu 2004-2009 cenderung

berfluktuasi. Di tahun 2004, angka kematian bayi berada pada angka 34, meningkat

cukup tinggi di tahun 2005 hingga menjadi 46, kemudian menurun lagi di tahun 2006 (40)

dan kembali meningkat di tahun 2007 dan 2008. Perkembangan yang cukup baik terlihat

di tahun 2009, karena terjadi kembali penurunan menjadi 43.

Pencapaian hasil ini di dukung oleh kesadaran masyarakat yang telah

memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Tahun 2008 misalnya sekitar 48,78 % dari total

penduduk Sumatera Selatan telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat

Puskesmas, dan kesadaran masyarakat, khususnya dalam proses persalinan telah

memanfaatkan jasa tenaga medis, meskipun capaiannya baru sekitar 83%.

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-35

3.2.3. Prevalensi Gizi buruk (%)

Prevalensi gizi buruk merupakan salah satu indikator yang menunjukkan

bagaimana perkembangan status gizi pada masyarakat. Tabel 2.6 menunjukkan bahwa

perkembangan gizi buruk di Sumatera Selatan dalam periode 2004-2009 cenderung

berfluktuasi. Dimulai dengan 1,1% pada tahun 2004, menurun di tahun 2005 menjadi

0,7%, namun kembali meningkat di tahun 2006, kemudian kembali menurun di tahun

2007 dan 2009, dengan angka persentase yang sama pada tahun 2004 yaitu 1,1%

Prevalensi gizi buruk ini berkaitan dengan perkembangan kondisi perekonomian

masyarakat. Dengan adanya krisis ekonomi yang lalu dan krisi global berpengaruh pada

penurunan gizi buruk di masyarakat. Ketika zaman Orde Baru, peran Posyandu sangat

penting dalam memantau kesehatan ibu dan anak, sehingga ketika ada bayi atau anak

mengalami gizi buruk lebih cepat mendapat perhatian. Era reformasi nampaknya peran

Posyandu agak melemah dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah, sehingga

kurang dapat memantau kesehtan ibu dan anak termasuk anak-anak yang mengalami gizi

buruk.

3.2.4. Prevalensi Gizi kurang (%)

Pada capaian indikator prevalensi gizi kurang yang disajikan pada Tabel 2.6

menunjukkan pola perkembangan yang relatif sama dengan indikator prevalensi gizi

buruk. Pada periode 2004-2009 menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi setiap

tahunnya, dimulai pada angka 8,56 pada tahun 2004, kemudian menurun di tahun 2005

(6,43). Selanjutnya kembali meningkat di tahun 2006 dan 2007 menjadi 11,34. Pada

tahun 2008 dan 2009 menunjukkan perkembangan yang cukup baik, dimana terjadi

penurunan angka prevalensi gizi kurang hingga berada pada angka persentase sebasar

10,45 di tahun 2009.

Nampaknya kondisi perekonomian nasional, mempunyai pengaruh positif terhadap

penurunan gizi kurang. Begitu juga masalah kemiskinan, ada korelasi positif dengan gizi

kurang pada masyarakat. Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga. Kondisi

lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan dalam

memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Keluarga miskin pada umumnya tidak memiliki akses

dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri dan keluarga dan

pada gilirannya akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi keluarga miskin

tersebut, akibatnya kekurangan gizi.

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-36

3.2.5. Persentase Tenaga Kesehatan Perpenduduk

Persentase tenaga kesehatan penduduk diukur dari jumlah tenaga kesehatan

yang ada dibandingkan dengan jumlah penduduk setiap tahunnya. Tenaga kesehatan

yang dimaksud dalam perhitungan ini terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dokter

gigi maupun tenaga kebidanan dan keperawatan. Dari data yang disajikan pada Tabel

2.6 menunjukkan bahwa rasio antara tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk

tergolong masih cukup rendah. Dokter umum misalnya satu dokter umum menangani

sekitar 14.456 orang. Begitu juga sebaran dokter, khususnya dokter spesialis dan dokter

gigi belum merata, masih terkonsentrasi di perkotaan.

3.3. Rekomendasi Kebijakan

Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain

menurunnya angka kematian ibu melahirkan, meskipun masih diatas rata-rata,

menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya

proporsi keluarga yang hidup secara bersih dan sehat dan menurunnya persentase balita

dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi angka kesakitan malaria, TB dan demam

berdarah.

Masih perlunya peningkatan jangkauan pelayanan dan mutu pelayanan

kesehatan. Hal ini akan tercapai jika program pembangunan kesehatan diarahkan sesuai

orientasi pengembangan program kesehatan secara terpadu. Strateginya adalah

peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan sampai pada masyarakat di daerah

terpencil. Konsekuensi dari hal ini diperlukan peningkatan sumber daya kesehatan,

sarana-prasarana, asuransi kesehatan yang terjangkau dan mutu kualitas pelayanan

kesehatan.

C.4. Indikator Keluarga Berencana

4.1. Capaian Indikator

Di bidang keluarga berencana, bahwa peningkatan kualitas penduduk merupakan

langkah yang penting dalam melaksanakan dan mencapai pembangunan yang

berkelanjutan. Karakteristik pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian

pertumbuhan penduduk dan pengembangan kualitas penduduk melalui perwujudan

keluarga kecil yang berkualitas. Program Keluarga Berencana dapat berhasil karena

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-37

ditopang oleh kemajuan pendidikan, peningkatan mobilitas penduduk, bertambahnya

wanita dalam angkatan kerja, dan lain-lain. Namun demikian masalah internalisasi

motivasi melaksanakan KB tampaknya belum optimal.

Indikator hasil capaian sejak tahun 2004 sampai tahun 2006 tren mengalami

peningkatan dan tahun sesudahnya yaitu dari tahun 2007 sampai 2009 trennya menurun.

Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Sumatera Selatan trennya dari tahun 2004

meningkat di atas rata-rata nasional 1,5, namun sejak tahun 2007 sampai 2009

mengalami penurunan.

Tabel 2.7.

Capaian Indikator Keluarga Berencana

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase penduduk ber-KB (Contraceptive Prevalence Rate) 68,1 68,2 68,54

64,7

63,58 62,43

Laju pertumbuhan penduduk 1,65 1,89 2,13 1,74 1,45 1,38

Total Fertility Rate (TFR) 2,3 2,3 2,3 2,3 2,2 2,2

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

4.2. Analisis Pencapaian Indikator

4.2.1. Persentase penduduk ber-KB (Contraceptive Prevalence Rate)

Saat ini belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB

dan kesehatan reproduksi. Disamping itu, masih banyak pasangan usia subur yang

menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang.

Nampaknya partisipasi pria dalam ber KB masih rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah

peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi MOP dan kondom masih relatif kecil,

yaitu 1,55 % tahun 2005, sekitar 1,79 % tahun 2006 dan 2,21 tahun 2007. Hal ini

disebabkan keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki juga oleh

keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta

kesetaraan keadilan gender.

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-38

Gambar 2.13. Grafik Pencapaian Indikator Persentase Penduduk ber-KB

Demikian pula, penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi masih belum

mantap dalam aspek kesetaraan dan keadilan gender. Dari sebanyak 265 Puskesmas,

hanya 96 Puskesmas atau 36,23 persen yang memberikan pelayanan kesehatan

reproduksi terpadu dan 88 Puskesmas atau 24,29 persen memberikan kesehatan

reproduksi remaja. Sedangkan angka unmetneed yang menggambarkan besaran angka

PUS yang bukan peserta KB/tidak menggunakan salah satu kontrasepsi dan tidak ingin

memiliki anak lagi trennya mengalami kenaikan sejak tahun 2005 sekitar 20,39 persen

menjadi 16,58 persen tahun 2009.

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-39

4.2.2. Laju Pertumbuhan Penduduk

Gambar 2.14.

Grafik Pencapaian Indikator Laju Pertumbuhan Penduduk 

Laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Selatan menunjukkan perkembangan

yang cukup baik sejak tahun 2007 hingga tahun 2009 dikarenakan menunjukkan

kecenderungan menurun dibandingkan perkembangan di kurun waktu 2004-2006. Faktor

yang menentukan laju pertumbuhan penduduk, karena faktor kelahiran ada kemungkinan

terkait dengan pelimpahan urusan Keluarga Berencana yang tadinya urusan pusat

menjadi urusan daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota. Implikasinya pada

implementasi program perencanaan KB yang dilaksanakan oleh daerah tidak atau belum

optimal, khususnya dalam pendanaan dan penyediaan fasilitas KB.

4.2.3. Total Fertility Rate (TFR)

Jumlah penduduk di Sumatera Selatan dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada

tahun 2005 jumlah penduduk Sumatera Selatan mencapai 6.625.837 jiwa, meningkat

sebesar 274.055 jiwa tahun 2006 dan menjadi 7.019.964 jiwa tahun 2009 dengan laju

pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,38 persen per tahun.

Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat

kelahiran. Angka kelahiran kasar (curde birth rate) di Sumatera Selatan tahun 2005

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-40

mencapai 27,93 per 1000 penduduk, terjadi penurunan meskipun tidak terlalu besar

menjadi 25,71 pada tahun 2006 dan tahun 2007 menjadi 29,31 per seribu penduduk.

.Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, sedangkan untuk

angka Total Fertility Rate(TFR) pada tahun 2005 sebesar 2,57 ditahun 2006 turun menjadi

2,27 dan menjadi 2,42 pada tahun 2007 dan menjadi 2,19 pada tahun 2009, dibandingkan

dengan nasional, TFR Sumatera Selatan masih relatif lebih rendah. Penurunan TFR

terjadi karena meningkatnya penggunaan alat kontrasepsi.

4.3. Rekomendasi Kebijakan

Penduduk merupakan aspek utama dalam suatu proses perencanaan

pembangunan, sebab pada dasarnya penduduk merupakan subjek dan objek

pembangunan, atau dalam arti semua yang dijabarkan dalam suatu ruang kegiatan

adalah sebagai cermin dari tingkat kepentingan penduduk yang harus dipenuhi untuk

masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian kegiatan terhadap aspek

kependudukan ini merupakan perencanaan yang mendasar untuk menyusun suatu

rencana pengembangan dan penyusunan rencana pembangunan. Arah kebijakan

program kependudukan dan keluarga berencana di daerah sesuai dengan arah kebijakan

secara nasional, hanya capaian pelaksanaan kependudukan yang masih relatif belum

optimal.

C.5. Indikator Ekonomi Makro

5.1. Capaian Indikator

Tabel 2.8. Capaian Indikator Ekonomi Makro

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Laju Pertumbuhan ekonomi (%) 4,63 4,84 5,20

5,84

5,10 4,12

Persentase ekspor terhadap PDRB

14,54 19,98 18,15 16,14 16,58 17,86

Persentase output Manufaktur terhadap PDRB

17,76

17,74

17,76

23,03

23,06

22,85

Pendapatan per kapita (dalam juta rupiah)

8,24 10,25 11,81 13,30

15,90

18,98

Laju Inflasi

8,94

18,92

8,44

8,21

8,45

8,12

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-41

5.2. Analisis Pencapaian Indikator

5.2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

Gambar 2.15. Grafik Pencapaian Indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi  

 

Perekonomian Sumatera Selatan pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan

sebesar 4,1 persen, melambat dibanding tahun 2008 yang tumbuh sebesar 5,1 persen.

Nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2009 mencapai Rp 60,4 triliun,

sedangkan pada tahun 2008 sebesar Rp 58,1 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga

berlaku, PDRB Sumatera Selatan tahun 2009 naik sebesar Rp 3,3 triliun, dari Rp 133,3

triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp 136,6 triliun pada tahun 2009. Selama tahun

2009, hampir semua sektor ekonomi yang membentuk PDRB Sumatera Selatan

mengalami perlambatan pertumbuhan, kecuali sektor pertambangan dan penggalian dan

sektor bangunan. Dampak krisis yang terajadi di triwulan IV 2008 merupakan penyebab

utama terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan walaupun arah

perbaikan ekonomi telah dirasakan pada triwulan IV 2009 ini. Turunnya permintaan dunia

dan harga komoditi industri perkebunan yaitu karet dan kelapa sawit juga berdampak

kepada melambatnya produksi di sektor pertanian dan sektor perdagangan terutama

eskpor luar negeri Sumatera Selatan. Namun pada triwulan IV 2009 perekonomian dunia

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-42

dan nasional mulai mengalami pemulihan, di Sumatera Selatan ini ditunjukkan dengan

adanya peningkatan ekspor luar negeri Sumatera Selatan dan adanya kenaikan harga

yang signifikan terhadap komoditi perkebunan. Secara berurut sektor-sektor yang

mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009; sektor pertanian

tumbuh 3,1 melambat dibanding tahun sebelumnya yang tumbuh 4,1 persen. Sektor

industri pengolahan tumbuh 2,1 persen lebih rendah dibanding tahun 2008 yang tumbuh

3,4 persen. Sektor listrik, gas Berita Resmi Statistik No.09/02/16/Th. XII, 10 Februari 2010

dan air bersih tumbuh melambat dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen. Sektor perdagangan

hotel dan restoran juga tumbuh melambat dari 6,9 persen menjadi 3,1 persen. Sektor

angkutan dan komunikasi merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu

tumbuh 13,8 persen namun bila dibanding tahun 2008 pertumbuhan tersebut lebih

rendah. Sektor jasa-jasa tumbuh dari 11,4 tahun 2008 menjadi 9,4 persen.

Dilihat dari sisi besarnya sumbangan masing-masing sektor dalam menciptakan

laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan selama tahun 2009, tiga sektor yang

memberikan sumbangan terbesar adalah sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan

komunikasi, dan sektor pertanian. Masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,8

persen, 0,7 persen dan 0,6 persen.

Berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi sektoral di Sumatera Selatan dapat

dilihat bahwa beberapa sektor dengan laju pertumbuhan tinggi antara lain sektor

pengangkutan dan transportasi (13,92%), sektor jasa-jasa (11,35%), dan sektor

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (8,63%). Beberapa sektor unggulan tumbuh

relatif moderat yaitu sektor pertambangan dan penggalian (1,53%), sektor pertanian

(4,09%), sektor industri pengolahan (3,42%), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran

(7,06%).

Selanjutnya, struktur ekonomi Sumatera Selatan masih didominasi oleh empat

sektor unggulan yaitu sektor pertambangan dan penggalian (23,44%), sektor pertanian

(19,92%), sektor industri pengolahan (17,45%), dan sektor perdagangan, hotel dan

restoran (13,95%). Ini berarti bahwa perubahan struktur ekonomi Sumatera Selatan belum

terlihat dalam periode 2004-2009.

Page 55: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-43

5.2.2. Persentase Ekspor Terhadap PDRB

Kegiatan ekspor Sumatera Selatan mengalami pertumbuhan relatif baik pada

tahun 2004-2005 yang ditandai dengan rasio ekspor terhadap PDRB sebesar 14,54% dan

19,98%. Periode 2006-2007, rasionya mengalami penurunan yaitu sebesar 18,15% dan

16,14%, periode 2008-2009 masing-masing mengalami peningkatan yaitu sebesar

16,58% dan 17,86%. Pergerakan ekspor ini tampaknya fluktuatif dan sangat tergantung

dari ‘volatilitas’ harga komoditi unggulan Sumatera Selatan. Apresiasi nilai mata uang

rupiah terhadap mata uang mitra dagang juga mempengaruhi nilai ekspor Indonesia.

Aktivitas industri pengolahan Sumatera Selatan masih diwarnai oleh

perkembangan industri pengolahan yang berbasis pada sektor primer. Rasio output

industri pengolahan terhadap PDRB tahun 2004, 2005, dan 2006 masing-masing sebesar

17,76%, 17,74%, dan 17,76% sedangkan tahahun 2007, 2008, dan 2009 masing-masing

sebesar 23,03%, 23,06% dan 22,85%. Peningkatan rasio output industri pengolahan

Sumatera Selatan periode 2007-2009 dibanding periode 2004-2006 ini disebabkan

adanya penggalakkan industri olahan.

5.2.3. Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB

Jika mengamati perkembangan persentase output manufaktur terhadap PDRB di

Sumatera Selatan periode 2004-2009 cukup menggembirakan. Tahun 2004, kontribusi

sebesar 17,76% dan relatif konstan samapi dengan 2006. Tahun 2007 dan 2008

bertambah menjadi sebesar 23,03% dan 23,06% tampaknya periode terjadi akselerasi

cukup signifikan. Sementara itu, dampak krisis keuangan global berpengaruh terhadap

produksi manufaktur Sumatera Selatan yang tampaknya sedikit menurun dibanding tahun

2008 sehingga kontribusinya sebesar 22,85%. Capaian produksi manufaktur Sumatera

Selatan belum optimal, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan infratsruktur yang terbatas,

produktivitas yang tumbuh sangat moderat, penggunaan teknologi belum mendongkrat

produktivitas, dan tingkat efisiensi dan efektivitas pengolahan bahan baku produksi masih

relatif rendah.

Page 56: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-44

5.2.4. Pendapatan per Kapita

Gambar 2.16.

Grafik Pencapaian Indikator Pendapatan per Kapita (dalam juta rupiah)

Pertambahan daya beli masyarakat Sumatera Selatan dicerminkan oleh

pendapatan perkapita. Kenaikan pendapatan perkapita riel relatif moderat dengan laju

inflasi yang menggerogoti daya beli tersebut. Atas dasar harga berlaku, pendapatan

perkapita masyarakat tahun 2004 sebesar Rp8,24 juta, dan meningkat cukup besar tahun

2009 sebesar Rp18,98 juta atau tumbuh rata-rata sebesar 18,16 % pertahun.

Peningkatan pendapatan perkapita ini sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi

daerah yang , sebagian besar didominasi oleh sektor pertambangan, sektor pertanian,

sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Beberapa

subsektor yang memberikan kontribusi relative tinggi antara lain subsektor perkebunan

karet dan kelapa sawit, subsektor pertambangan batubara, subsektor perdagangan besar,

dan subsektor industri pengolahan yang berbahan baku sektor primer.

Page 57: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-45

5.2.5. Laju Inflasi

Gambar 2.17.

Grafik Pencapaian Indikator Laju Inflasi

Laju inflasi di Sumatera Selatan tercermin oleh tingkat inflasi yang terjadi di Kota

Palembang. Laju inflasi tahun 2004 sebesar 8,94% (y-oy) dan inflasi tertinggi terjadi tahun

2005 sebesar 18,92% oleh karena adanya kenaikan harga-harga terutama dorongan

harga minyak bumi. Laju inflasi tahun 2006-2009 tampaknya lebih baik berada pada level

di bawah dua dijit, yaitu berkisar di atas angka 8%. Laju inflasi ini berada di atas laju

inflasi nasional sehingga laju inflasi di Sumatera Selatan berada pada level di atas rata-

rata nasional. Laju inflasi cenderung mulai meningkat seiring dengan lonjakan harga

‘volatile foods’, walaupun ‘core inflation’ tetap stabil di tingkat yang rendah. Laju inflasi

tahunan Kota Palembang pada trwulan II 2010 sebesar 3,62% (y-o-y) atau meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada semester II 2010 diperkirakan terjadi kenaikan

harga secara moderat karena kenaikan TDL walaupun kenaikan harga ‘volatile foods’

diperkirakan akan melambat. Hal ini akan diikuti dengan kenaikan harga-harga lainnya

akibat perayaan hari besar keagamaan dan liburan akhir tahun.

Berkembangnya perekonomian daerah menjadi basis kegiatan ekonomi lainnya.

Aktivitas perbankan tumbuh meyakinkan bersamaan dengan penurunan suku bunga yang

Page 58: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-46

mengindikasikan penurunan resiko aktivitas pinjaman perbankan. Potensi

penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar 20% dan pemberian kredit semakin

meningkat sebesar 19,50% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit atau pembiayaan juga

mengalami peningkatan sebesar 24,03% (yoy). Sebagai informasi bahwa tingkat Non-

Performing Loan (NPL) gross bank umum pada triwulan II 2010 sebesar 2,35%, menurun

dibandingkan kondisi tahun sebelumnya.

5.3. Rekomendasi Kebijakan

Provinsi Sumatera Selatan akan terus memacu pembangunannya, terutama untuk

mempersiapkan menjadi tuan rumah SEAGAMES 2011. Agenda pembangunan

infrastruktur ekonomi dan fasilitas publik, seperti jalan, jembatan, dan energi terus

dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan, pemerataan, dan aksesibilitas masyarakat.

Program pembangunan ekonomi akan sinergi dengan program-program pembangunan

sektor lainnya, terutama program pendidikan dan kesehatan ‘gratis’ bagi yang kurang

mampu.

Laju kenaikan permintaan agregat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi

daerah, terutama peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi swasta. Belanja

konsumsi masyarakat meningkat seiring dengan ekspektasi perbaikan ekonomi regional

dan global. Terjadinya ekspansi belanja pemerintah daerah ditandai transfer dana

pemerintah ke daerah semakin besar untuk memperbaiki disparitas antardaerah.

Demikian halnya, peningkatan kegiatan ekspor dan impor cenderung pesat, terutama

upaya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas produksi komoditi unggulan daerah.

Momentum terjadinya apresiasi rupiah dan stabilitas sistem pembayaran yang

kondusif akan menimbulkan dampak positif terhadap suku bunga perbankan yang akan

terkoreksi oleh inflasi. Oleh karena laju inflasi akan terdongkrak oleh kenaikan tarif dasar

listrik, harga bahan makanan, dan kualitas infrastruktur sebagai prasarana distribusi

barang-barang sampai ke konsumen.

C.6. Indikator Investasi

Perkembangan ekonomi daerah seirama dengan pertumbuhan ekonomi nasional,

hal ini terlihat dari besaran indikator memiliki karakteristik yang relatif sama. Berarti

kebijakan pembangunan ekonomi nasional dapat diterjemahkan dan diimplementasikan

Page 59: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-47

sesuai kondisi dan situasi di Sumatera Selatan. Sinergitas pembangunan ekonomi dalam

periode 2004-2009 tercermin dari pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, kegiatan ekspor-

impor, peningkatan pendapatan perkapita, dan peningkatan produk industri manufaktur.

6.1. Capaian Indikator

Tabel 2.9. Capaian Indikator Investasi

Indikator Hasil (Output)

Capaian per tahun

2005 2006 2007 2008 2009 Nilai Rencana PMA yang disetujui (juta Rp)

12.410.638,19

16.946.221,17 190.852.809,04

234.345.853,68 235.394.758,28

Nilai Realisasi Investasi PMA (US$ Juta)

24.557.893

138.526.240 267.582.721

517.334.348

517.334.348

Nilai Rencana PMDN yang disetujui (Rp)

2.988.332.081.720

3.706.558.102.442 8.435.950.145.44212.813.469.895.442 38.502.634.195.632

Nilai Realisasi Investasi PMDN (Rp)

1.789.141.600.528

2.131.056.454.713 2.754.315.220.713 3.003.560.730.713

3.478.465.491.827

Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA (jiwa)

232

2.054 3.145 5.214

5.226

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

6.2. Analisis Pencapaian Indikator

6.2.1. Nilai Rencana PMA yang disetujui

Capaian indikator dari nilai rencana PMA yang disetujui yang disajikan pada Tabel

2.9 menunjukkan kecenderungan meningkat. Kegairahan dan daya tarik Sumatera

Selatan menjadi tujuan investasi sangat menjanjikan, terutama adanya promosi-promosi

kegiatan pembangunan daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahun

2005 dan 2006 rencana investasi PMA yang disetujui sebesar Rp 12,41 trilyun dan 16,95

trilyun meningkat tajam untuk tahun 2007, 2008, 2009 masing-masing sebesar Rp 190,85

trilyun, Rp 234,34 trilyun, dan Rp 235,39 trilyun.

Page 60: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-48

6.2.2. Nilai Realisasi Investasi PMA

Gambar 2.18.

Grafik Pencapaian Indikator Nilai Realisasi Investasi PMA (US$ Juta)

Nilai Realisasi Investasi PMA

12,410,638,190,000

234,345,853,680,000235,394,758,280,000

16,946,221,170,000

190,852,809,040,000

245,578,930,0001,385,262,400,000

2,675,827,210,000 5,173,383,480,000

5,173,383,480,000

0

50,000,000,000,000

100,000,000,000,000

150,000,000,000,000

200,000,000,000,000

250,000,000,000,000

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Nila

i Nilai Rencana PMAyang disetujui

Nilai RealisasiInvestasi PMA

Realisasi investasi di Sumatera Selatan yang tercatat adalah investasi PMA tahun

2005 sebesar Rp 245,58 milyar dan meningkat pada tahun 2009 sebesar Rp 5,17 trilyun.

Jika disimak rasio realisasi terhadap target rencana investasi PMA adalah sebesar 1,98%

(2005), 8,17% (2006), 1,40% (2007), 2,21% (2008), dan 0,02% (2009). Implikasi dari

rasio antara realisasi terhadap rencana investasi yang disetujui di Sumatera Selatan ini

terlihat bahwa: (1) realisasi investasi PMA relatif kecil dan fluktuatif, ini mengindikasikan

adanya kekurang-berhasilan daerah dalam memfasilitasi kegiatan investasi asing,

terutama ketersediaan infrastruktur dan (2) ini mengindikasikan bahwa keberadaan

pelayanan terpadu satu pintu belum berfungsi secara optimal sehingga proses perizinan

terkesan masih birokratis.

6.2.3. Nilai Rencana PMDN yang Disetujui

 Kegiatan investasi dalam negeri di Sumatera Selatan baik rencana maupun

realisasinya cenderung meningkat. Beberapa sektor unggulan di Sumatera Selatan

masih menjadi daya tarik para investor dalam melakukan penanaman modal, seperti

subsektor perkebunan karet, kelapa sawit, dan kopi; subsektor pertambangan batubara;

Page 61: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-49

subsektor perdagangan besar; dan subsektor industri pengolahan yang berbahan baku

sektor primer. Tabel 2.9 menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2004-2009, nilai

rencana PMDN yang disetujui terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2009

nilai rencana PMDN yang disetujui mencapai nilai Rp..502.634.195.632.

6.2.4. Nilai realisasi investasi PMDN

Gambar 2.19. Grafik Pencapaian Indikator Nilai Realisasi Investasi PMDN (Rp Milyar)

Realisasi PMDN di Sumatera Selatan tahun 2005 sebesar Rp 1,79 trilyun dan

meningkat di tahun 2009 menjadi sebesar Rp 3,48 trilyun. Jika disimak rasio realisasi

terhadap target rencana investasi PMA adalah sebesar 1,98% (2005), 8,17% (2006),

1,40% (2007), 2,21% (2008), dan 0,02% (2009). Untuk PMDN adalah sebesar 59,87%

(2005), 57,49% (2006), 32,65% (2007), 23,44% (2008), dan 9,03% (2009). Implikasi dari

rasio antara realisasi terhadap rencana investasi yang disetujui di Sumatera Selatan ini

terlihat bahwa: (1) realisasi investasi PMA relatif kecil dan fluktuatif, ini mengindikasikan

adanya kekurang-berhasilan daerah dalam memfasilitasi kegiatan investasi asing,

terutama ketersediaan infrastruktur; (2) realisasi investasi PMDN rasionya cenderung

menurun, hal ini terlihat bahwa upaya daerah untuk merealisasi rencana investasi PMDN

belum optimal; dan (3) ini mengindikasikan bahwa keberadaan pelayanan terpadu satu

pintu belum berfungsi secara optimal sehingga proses perizinan terkesan masih birokratis.

Nilai Realisasi Investasi PMDN

2,988,332,081,7203,706,558,102,442

8,435,950,145,44212,813,469,895,442

38,502,634,195,6323,478,465,491,827

3,003,560,730,713

2,754,315,220,713

2,131,056,454,7131,789,141,600,528

0

5,000,000,000,000

10,000,000,000,000

15,000,000,000,000

20,000,000,000,000

25,000,000,000,000

30,000,000,000,000

35,000,000,000,000

40,000,000,000,000

45,000,000,000,000

2005

2006

2007

2008

2009

Tahun

Nila

i (R

p) Nilai Rencana

PMDN yangdisetujuiNilai RealisasiPMDN

Page 62: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-50

6.2.5. Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA

Realisasi penyerapan tenaga kerja dengan adanya investasi PMA cenderung

meningkat yaitu tahun 2005 sebesar 232 jiwa dan meningkat untuk tahun 2006 dan 2007

masing-masing sebesar 2.054 jiwa dan 3.145 jiwa, dan bertambah pula untuk tahun 2008

dan 2009 adalah sebesar 5.214 jiwa dan 5.226 jiwa. Perkembangan ini menunjukkan

bahwa PMA yang dilakukan di Sumatera Selatan cukup tinggi kontribusinya dalam

mengatasi angka pengangguran sekaligus menunjukkan bahwa tenag kerja lokal cukup

memiliki potensi untuk dipekerjakan. Namun sayangnya belum terdata distribusi

penyerapan tenaga kerja tersebut berdasarkan tingkatan level manajemen pekerja.

6.3. Rekomendasi Kebijakan

Pertumbuhan investasi PMA dan PMDN di Sumatera Selatan cenderung

meningkat berarti membutuhkan optimalisasi fungsi pelayanan terpadu satu atap yang

telah dioperasikan beberapa waktu yang lalu. Ketersediaan infrastruktur dan fasilitas

publik yang memadai sangat penting sebagai daya tarik investor untuk merealisasikan

investasinya di berbagai sektor ekonomi. Beberapa kendala yang dihadapi oleh dunia

usaha masih terdapat beberapa faktor yang dinilai kurang kondusif dalam kegiatan

investasi dan pengembangan dunia usaha, antara lain: (1) masih terbatasnya pasokan

energi berupa listrik, (2) birokrasi dan banyaknya jenis perizinan belum disatukan dalam

pelayanan terpadu satu atap, (3) tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang masih

relatif tinggi, terutama bagi UKM, (4) belum adanya pembatasan transaksi di dalam negeri

yang menggunakan valuta asing, (5) kondisi keamanan di pelabuhan laut dan bandar

udara yang rawan, (6) ketentuan perpajakan bagi PMA yang dinilai tidak efisien, dan (7)

belum adanya single identity yang berlaku bagi dunia usaha serta adanya intervensi dari

pihak eksternal terhadap operasional perusahaan.

C.7. Indikator Infrastruktur

7.1. Capaian Indikator

Page 63: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-51

Tabel 2.10. Capaian Indikator Infrastruktur

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

% Panjang jalan nasional dalam kondisi :

Baik Sedang Buruk

401,784419,497327,872

401,784419,497327,872

401,784440,472311,478

582,650368,960244,040

883,490 396,020 34,490

863,445436,70021,670

% Panjang jalan provinsi dalam kondisi

Baik Sedang Buruk

215,72 747,52 661,75

274,82 820,58 653,09

335,00 672,70 740,79

337,00 674,09 737,50

579,05 631,05 538,49

654,05 610,05 484,49

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

7.2. Analisis Pencapaian Indikator Infrastruktur

7.2.1. Persentase Panjang Jalan Nasional dalam Kondisi Baik, Sedang, Buruk

Gambar 2.20.

Grafik Pencapaian Indikator % Panjang Jalan Nasional

Persentase Panjang Jalan Nasional Dalam Kondisi Baik, Sedang, Buruk

401.784 401.784 401.784

582.65

883.49 863.445

419.497 419.497 440.472368.96 396.02 436.7

327.872 327.872 311.478244.04

34.49 21.670

200

400

600

800

1000

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Km

Baik

Sedang

Buruk

 

Page 64: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-52

  Dalam menghitung indikator outcome tingkat pembangunan ekonomi diperlukan

tiga indikator yaitu ekonomi makro, investasi dan infrastruktur.

Indikator infrastruktur:

Panjang jalan nasional indikator panjang jalan nasional =

Panjang jalan provinsi

% penambahan jalan provinsi

Dari Tabel 2.10 terlihat bahwa terjadi peningkatan panjang jalan baik jalan nasional

maupun jalan provinsi. Tahun 2005, panjang jalan nasional untuk kondisi baik mencapai

1149.153 km dan sampai dengan tahun 2010 telah mencapai 1321.815 km demikian juga

panjang jalan provinsi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana kondisi jalan

baik selalu bertambah tiap tahunnya. Dari grafik dapat dilihat juga bahwa panjang jalan

nasional dengan kondisi baik meningkat dari tahun ke tahun dan kondisi jalan buruk

menurun dari tahun ke tahun.

7.2.2. Persentase Panjang Jalan Provinsi dalam Kondisi Baik, Sedang, Buruk

Dari data yang disajikan pada Tabel 2.10 terlihat bahwa bahwa panjang jalan

provinsi dengan kondisi baik meningkat dari tahun ke tahun dan kondisi jalan buruk

menurun dari tahun ke tahun.    Perkembangan ini menunjukkan perhatian pemerintah

untuk sarana transportasi ini cukup baik. Hal ini berkaitan juga dengan wilayah Sumatera

Selatan yang merupakan wilayah perlintasan antar provinsi, sehingga kondisi jalan

provinsi sangat berpengaruh terhadap kelancaran hubungan transportasi antar provinsi.

7.3. Rekomendasi Kebijakan

Dari kondisi jalan yang membaik serta meningkatnya kegiatan perekonomian dan

pembangunan di Sumater selatan untuk setiap tahunnya, maka kondisi geografis wilayah

menjadi pertimbangan yang penting untuk mengembangkan infrastruktur dalam rangka

efisiensi biaya pembangunan, pemerliharaan infrastruktur dan biaya transportasi itu

sendiri. Satu hal yang penting juga bahwa dalam penyusunan program dan kegiatan

berbasis skala prioritas, tentu prioritas pertama ditujukan pada pembangunan infrastruktur

dan penyediaan sarana transportasi pada daerah sentra produksi unggulan utama

provinsi Sumatera Selatan, sehingga upaya pengembangan ekonomi komoditas unggulan

utama tersebut dapat berjalan dengan lancar.Kelancaran hubungan transportasi antar

Page 65: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-53

provinsi dapat menjadi prioritas berikutnya, karena dengan sarana infrastruktur yang baik

akan membuka perekonomian antar provinsi berkembang.

C.8. Indikator Pertanian

8.1. Capaian Indikator

Tabel 2.11. Capaian Indikator Pertanian

Indikator Hasil (Output)

Capaian per tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Nilai Tukar Petani per Tahun

-

-

-

100,00

101,39

99,18

PDRB Sektor Pertanian (juta rupiah)

12.495.630 14.358.881

17.300.120

20.080.335

22.965.527

23.800.000

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

8.2. Analisis Pencapaian Indikator

8.2.1. Rata-rata Nilai Tukar Petani per Tahun

Nilai Tukar Petani (Farmers Term of Trade) adalah suatu indikator pengukur

kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian dengan barang dan jasa yang

diperlukan petani untuk konsumsi rumahtangganya dan untuk keperluan dalam

memproduksi produk pertanian. Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan

indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam

persentase). Interpretasi nilai NTP, apabila NTP lebih besar dari 100, menunjukkan

bahwa petani mengalami peningkatan daya beli oleh karena kenaikan harga produksi

lebih besar dari kenaikan harga input produksi dan konsumsi rumahtangganya. Apabila

NTP sama dengan 100, berarti petani mengalami impas, yaitu kenaikan atau penurunan

harga produksinya sama dengan persentase kenaikan atau penurunan harga input

produksi dan konsumsi rumahtangga petani. Selanjutnya, apabila NTP lebih kecil dari

100, menunjukkan bahwa petani mengalami defisit atau penurunan daya belinya, oleh

karena kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga

input produksi dan konsumsi rumahtangganya.

Dari Tabel 2.11 terlihat bahwa data nilai tukar petani yang tersedia adalah data

tiga tahun terakhir (2007-2009) dan tidak ditampilkan NTP tahun 2004-2006. Hal ini

Page 66: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-54

dikarenakan, mulai tahun 2008, BPS melakukan perubahan tahun dasar dari tahun dasar

1993 menjadi tahun dasar 2007 (2007=100). Perubahan tahun dasar ini dilakukan oleh

karena adanya perubahan pola produksi, struktur biaya, pola konsumsi rumahtangga dan

struktur geografis (pemekaran wilayah) antara kondisi pada tahun dasar 1993 dengan

kondisi saat ini. Kondisi tersebut dapat melemahkan nilai kepekaan terhadap informasi

tentang kesejahteraan petani, apabila masih menggunakan tahun dasar 1993. Oleh

karena itu, pada tahun 2007 dilakukan penyusunan paket komoditas dan pemutahiran

diagram timbang NTP untuk mengganti tahun dasar yang lama. Selanjutnya, dalam

rangka peningkatan kualitas sajian, NTP dengan tahun dasar 2007 diperluas ruang

lingkup dan cakupan sub sektornya, yaitu sub sektor Tanaman Pangan (Padi dan

Palawija), sub sektor Hortikultura, sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat, sub sektor

Peternakan dan sub sektor Perikanan. Dengan demikian penyajian NTP berdasarkan

masing-masing sub sektor, yaitu Nilai Tukar Petani Padi dan Palawija, Nilai Tukar Petani

Hortikultura, Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (Pekebun), Nilai Tukar

Peternak dan Nilai Tukar Nelayan.

NTP yang dipantau setiap bulannya menunjukkan angka yang cukup berfluktuasi.

Penurunan NTP umumnya terjadi ketika panen raya, namun naik kembali pada waktu

sesudahnya. Fenomena lain dari penurunan NTP juga tergambar manakala Pemerintah

mengeluarkan kebijakan, seperti menaikkan harga BBM yang berdampak terhadap

naiknya berbagai barang kebutuhan di masyarakat. Tak terkecuali, petanipun ikut

merasakan dampak kebijakan pemerintah tersebut. Sementara kenaikan NTP umumnya

disebabkan karena harga komoditas hasil tanaman bahan makanan maupun hasil

tanaman perkebunan rakyat naik. Meskipun demikian, fluktuasi harga komoditas

konsumsi rumahtangga dan biaya produksi serta penambahan barang modal juga

mempengaruhi tinggi rendahnya NTP. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga

pedesaan di 39 kecamatan yang tersebar di 11 kabupaten di Sumatera Selatan, NTP di

Sumatera Selatan pada tahun 2008 sebesar 101,39. Angka ini menunjukkan daya beli

petani secara umum sudah lebih baik dibandingkan dengan daya beli pada tahun dasar

2007 yang ditunjukkan dengan nilai NTP di atas 100 persen. NTP tahun 2008 tersebut

berasal dari perbandingan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) terhadap Indeks Harga

yang dibayar Petani (Ib).

Pantauan NTP setiap bulan di tahun 2009 dari rerata NTP petani padi dan

palawija, petani hortikultura, petani tanaman perkebunan rakyat (pekebun), peternak dan

Page 67: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-55

nelayan menunjukkan angka yang berfluktuasi, dan hasil perhitungan rerata dalam

setahun menunjukkan bahwa di tahun 2009 terjadi penurunan NTP dibandingkan tahun

2008, yaitu menjadi sebesar 99,18. Penurunan nilai NTP di tahun 2009 tersebut terjadi

karena indeks harga yang diterima petani secara umum mengalami penurunan. Artinya

indeks harga yang diterima petani dari produksi usahataninya lebih rendah dari indeks

harga yang dibayar petani untuk pengeluaran akan barang dan jasa yang dikonsumsi

petani, baik untuk konsumsi rumahtangganya maupun untuk biaya produksinya.

Penurunan tersebut sebenarnya tidak terjadi pada keseluruhan petani secara

umum, melainkan hanya terjadi di kelompok petani tertentu berdasarkan pengelompokkan

komoditi, namun karena diambil rerata secara keseluruhan, maka hasilnya menunjukkan

angka penurunan. Kelompok petani yang mengalami penurunan NTP tersebut

diantaranya adalah NTP petani hortikultura. Komoditas hortikultura meliputi sayur-

sayuran dan buah-buahan, dimana pada tahun 2009 indeks harga komoditas sayur-

sayuran mengalami peningkatan sebesar 1,78 persen, sedangkan indeks harga buah-

buahan turun 0,49 persen. Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani hortikultura

pada di tahun 2009 juga turun sebesar 0,03 persen, terutama karena naiknya indeks

biaya produksi sebesar 0,19 persen sebagai akibat naiknya pengeluaran upah buruh tani

sebesar 1,06 persen.

Pada kelompok pekebun, terlihat perkembangan nilai tukar pekebun selama

setahun terakhir cenderung berfluktuasi. Penurunan nilai tukar pekebun yang terjadi sejak

bulan Oktober 2008 berlanjut hingga pertengahan tahun 2009 dengan nilai tukarnya di

bawah 100. Hal ini menunjukkan bahwa pekebun di Sumatera Selatan selama beberapa

bulan terakhir ini mengalami defisit yang cukup tinggi. Krisis keuangan global tampaknya

masih berdampak pada komoditi andalan Sumatera Selatan, yang ditandai dengan

rendahnya harga komoditi karet, kelapa sawit dan kopi secara global, sehingga sangat

dirasakan para petani di Sumatera Selatan. Pantauan di bulan-bulan akhir tahun 2009

menunjukkan bahwa nilai tukar pekebun pada bulan Nopember 2009 masih mengalami

defisit, yaitu sebesar 86,19 persen. Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, nilai

tukar pekebun bulan Nopember 2009 mengalami penurunan sebesar 1,24 persen.

Indeks Harga yang Diterima Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (pekebun) pada bulan

Nopember 2009 sebesar 102,84 atau turun sebesar 1,07 persen dibanding bulan Oktober

2009. Komoditas perkebunan yang menyebabkan penurunan indeks harga yang diterima

pekebun adalah karet dan kopi biji kering. Sementara itu, indeks harga yang dibayar

Page 68: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-56

petani pekebun pada bulan Nopember 2009 naik sebesar 0,17 persen yang disebabkan

oleh karena naiknya indeks harga konsumsi rumahtangga petani sebesar 0,22 persen.

Untuk sub sektor peternakan terdiri atas ternak besar, ternak kecil, unggas dan

hasil ternak, pada akhir tahun 2009, bulan November 2009 menghasilkan nilai tukar

peternak sebesar 105,53 persen, atau naik 0,45 persen dibandingkan bulan Oktober

2009. Besarnya nilai tukar peternak tersebut menunjukkan bahwa peternak di Sumatera

Selatan masih relatif sejahtera dibandingkan tahun dasar 2007. Pada bulan Nopember

2009, indeks harga yang diterima peternak sebesar 120,95 atau naik 0,52 persen

dibandingkan indeks harga yang diterima pada bulan Oktober 2009. Kenaikan tertinggi

dari indeks harga yang diterima peternak berasal dari ternak kecil dengan kenaikan

sebesar 3,72 persen. Indeks harga ternak besar, unggas dan hasil ternak bulan

Nopember 2009 masing-masing naik sebesar 0,16; 0,15 dan 0,14 persen. Selanjutnya,

indeks harga yang dibayar peternak pada bulan Nopember 2009 hanya naik sebesar 0,07

persen, terutama dari indeks konsumsi rumahtangganya yang naik 0,13 persen.

Sub sektor terakhir adalah Perikanan, yang terdiri atas usaha penangkapan ikan

dan usaha budidaya perikanan. Perkembangan Nilai Tukar Nelayan (NTN) selama

setahun ini cukup berfluktuasi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim.

NTN pada bulan Nopember 2009 mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,17 persen.

Peningkatan NTN ini disebabkan karena kenaikan indeks harga yang diterima nelayan,

terutama dari hasil budidaya perikanan. Indeks harga yang diterima nelayan pada bulan

Nopember 2009 sebesar 134,60 berasal dari usaha penangkapan dengan indeks harga

sebesar 145,16; dan dari usaha budidaya dengan indeks harga sebesar 108,14. Indeks

harga dari usaha budidaya perikanan naik sebesar 0,88 persen, sementara dari usaha

penangkapan tidak mengalami perubahan harga. Selanjutnya, indeks harga yang dibayar

nelayan pada bulan Nopember 2009 sebesar 117,36 atau naik sebesar 0,03 persen

dibandingkan bulan sebelumnya. Indeks harga tersebut berasal dari indeks harga

konsumsi rumahtangga nelayan yang mengalami peningkatan sebesar 0,05 persen, dan

dari indeks biaya produksi dan penambahan modal yang tidak mengalami perubahan.

8.2.2. PDRB Sektor Pertanian

PDRB sektor pertanian yang disajikan pada Tabel 2.11 menurut sektor atas dasar

harga berlaku menunjukkan peranannya terhadap perekonomian Sumatera Selatan.

Page 69: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-57

Dalam periode waktu 2004-2009 terdata bahwa PDRB sektor pertanian setiap

tahunnya terus mengalami peningkatan. Hingga tahun 2009 menjadi

Rp.23.800.000.000.000,-. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa sektor pertanian

memang merupakan sektor yang menyumbangkan kontribusi penting. Pada tahun 2009

perekonomian Provinsi Sumatera Selatan masih didominasi oleh sektor primer yaitu

sektor pertanian dan sektor pertambangan & penggalian, hal ini ditunjukkan oleh

kontribusi sektor primer yang mencapai 39,1. persen meningkat jika dibandingkan periode

sebelumnya yang sebesar 37,2 persen

8.3. Rekomendasi Kebijakan

Dari hasil analisis terhadap perkembangan Nilai Tukar Petani yang cenderung

menunjukkan kondisi yang berfluktuasi bahkan pada tahun terakhir (2009), NTP di

Provinsi Sumatera Selatan mengarah pada kondisi cenderung menurun, maka

direkomendasikan beberapa kebijakan sebagai berikut :

1. Mengingat turunnya NTP petani di tahun 2009 sebagai akibat dari tingginya

harga faktor produksi yang harus mereka keluarkan yang diikuti meningkatnya

harga kebutuhan konsumsi petani, maka untuk permasalahan ini

direkomendasikan perlunya kebijakan untuk melakukan tindak lanjut

pengimplementasian hasil riset di bidang input yang efisien dan ramah

lingkungan seperti pelaksanaan pertanian organik. Selain itu juga patut

dilakukan tindak lanjut implementasi hasil riset bidang produksi dan pengolahan

pangan berbahan baku lokal yang telah dilakukan pada beberapa lembaga

penelitian dan perguruan tinggi lokal di Sumatera Selatan oleh pemerintah

provinsi dan kabupaten/kota agar dapat dimanfaatkan secara luas oleh

masyarakat, sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani.

2. Perlu dirumuskan jenis riset dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan

berbagai benih/bibit, pupuk, pengendali OPT dan lain-lain, termasuk untuk

menghasilkan sistem kelembagaan yang konsisten bagi pengembangan

komoditi.

3. Perlu kebijakan yang khusus mengatur tataniaga dan distribusi input produksi

yang lebih menjamin ketersediaan input produksi pagi petani untuk melengkapi

kebijakan yang ada. Hal tersebut diperlukan karena siklus produksi usaha di

bidang pertanian tidak dapat dipercepat atau diperlambat karena harus

Page 70: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-58

mengikuti proses biologis yang alami. Demikian juga masa tanam yang harus

mengikuti musim yang tepat. Akibatnya kebutuhan input produksi harus tersedia

pada saat yang telah ditentukan. Bila tidak sesuai dengan waktu pada saat

dibutuhkan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akhirnya

mempengaruhi produksi.

4. Perlu sinkronisasi kebijakan provinsi dan kabupaten/kota dalam meningkatkan

infrastruktur di lingkungan usaha pertanian. Hal ini penting mengingat pada

masa mendatang, pencetakan lahan pertanian baik sawah maupun lahan kering

mesti disertai dengan membangun infrastruktur yang menjadi satu kesatuan

dalam paket pencetakan sawah atau lahan pertanian lainnya. Perlunya kegiatan

tersebut dilakukan karena usaha pertanian pada umumnya berada di perdesaan

yang biasanya fasilitas dan infrastrukturnya sangat terbatas. Oleh karena itu

bagi usahatani yang umumnya berada diperdesaan perlu ditingkatkan

infrastrukturnya baik jalan, irigasi, pasar, jaringan komunikasi dan lainnya.

5. Perlu kebijakan akses pinjaman modal dengan beban bunga atau biaya modal

yang wajar bagi petani, seperti pengembangan lembaga keuangan mikro,

koperasi dan perbankan yang yang sudah ada yang dapat dijangkau baik dari

sisi bunga maupun persyaratannya dan ini perlu insentif pembiayaan dari APBD

provinsi dan kabupaten/kota. Campur tangan pemerintah diperlukan di sini

sehubungan dengan keengganan dari sektor keuangan formal dalam

memberikan kredit ke bidang pertanian karena tingginya resiko usaha, tidak

adanya atau keterbatasan agunan tambahan, masih sedikitnya pihak yang

bersedia menjadi penjamin (avalist) dan masa angsuran yang mengikuti siklus

panen. Hal tersebut jika dibiarkan saja dapat berakibat petani akan terlilit oleh

sistem ijon yang dapat mengurangi pendapatan petani.

6. Perlu kebijakan pembiayaan dengan insentif pada besaran bunga dari APBD

kepada investor yang berminat di bidang pertanian baik dari sisi alsintan, input

produksi, distribusi, pasar dan pengolahan produk turunan dari produk pertanian.

Apabila industri atau usaha skala besar ini tewujud, maka usahatani pada tingkat

on farm akan terangkat karena ada jaminan pasokan input produksi dan atau

ada jaminan pasar yang akan menyerap hasil produksi pertanian.

7. Pada kegiatan pemasaran, perlu kebijakan pemasaran bersama yang bersifat

saling mendukung dan melengkapi antara pemerintah provinsi dengan

pemerintah kabupaten/kota maupun antar pemerintah kabupaten/kota. Hal ini

Page 71: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-59

penting untuk dirumuskan agar terdapat sinergi upaya untuk memperlancar

pemasaran komoditi dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat

petani, pekebun, peternak maupun petani ikan/ nelayan, mencapai ketahanan

pangan maupun komoditi bernilai ekonomi tinggi (komersial).

8. Kerjasama dalam kegiatan promosi juga perlu disusun baik antar provinsi dan

kabuparten/kota, maupun dengan pihak perusahaan BUMN/BUMD maupun

swasta untuk memperkuat memperluas jangkauan pemasaran dan

mengefisienkan biaya. Kerjasama ini dapat diwujudkan dengan pembuatan

website bersama pemerintah provinsi/kabupaten dan perusahaan-perusahaan

tersebut secara langsung atau interlink untuk mempromosikan dan memasarkan

produksi unggulan Sumatera Selatan.

9. Perlu kebijakan untuk meningkatkan kualitas SDM di bidang pertanian karena

permasalahan lingkungan dan keamanan pangan dimasa mendatang menjadi

issu yang sangat diperhatikan oleh masyarakat seperti permasalahan pupuk

bersubsidi, pertanian organik dan persaingan global yang akan berpengaruh

langsung terhadap kelangsungan usaha pertanian. Menghadapi permasalahan

dan persaingan tersebut mau tidak mau kualitas petani kita harus ditingkatkan

baik dari pengetahuannya maupun keterampilannya.

10. Perlu kebijakan pengembangan pertanian terpadu di setiap kabupaten/kota

karena peningkatan pendapatan dan efisiensi usahatani merupakan salah satu

tujuan pembangunan pertanian dan selama ini usahatani yang dilakukan bersifat

monokultur belum terjadi integrasi antara tanaman, hewan dan usaha lain yang

bersifat simbiose mutualistik. Untuk meningkatkan pendapatan dan efisiensi

dapat dilakukan sistem usahatani terpadu, antara lain sistem integrasi kelapa

sawit dan sapi, kambing dan tanaman kopi, tanaman padi/jagung, ikan dan

ternak ayam dan lain-lain. Dengan usahatani terpadu yang mutualistik akan

terjadi pengurangan biaya produksi karena input produksi usaha jenis tertentu

dapat diperoleh dari produksi sampingan atau limbah dari jenis usaha atau

komoditas yang lain, demikian juga sebaliknya, misalnya pupuk organik dan

bahan pakan ternak. Selain itu penerapan usaha terpadu tersebut dapat

meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan pendapatan usahatani.

11. Perlu kebijakan untuk mempercepat pengembangan agroindustri di

kabupaten/kota yang memiliki potensi komoditas pangan yang melimpah dan

efisien dalam memproduksinya. Hal tersebut diperlukan mengingat sebagian

Page 72: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-60

besar usaha di bidang pertanian secara luas hanya berkutat di on farm. Padahal

komoditas tersebut dapat diolah untuk menciptakan nilai tambah, penyerapan

tenaga kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu dengan adanya

agroindustri yang dapat mengolah produk primer menjadi ptoduk turunannya

akan menjamin kepastian pasar bagi petani dan harga akan relatif stabil.

Agroindustri tersebut tentunya dapat berbahan baku lokal seperti beras, jagung,

ubi kayu, CPO, kelapa, nenas, pisang, daging sapi, daging ayam, ikan dan lain-

lain.

C.9. Indikator Kehutanan

9.1 Capaian Indikator

Tabel 2.12.

Capaian Indikator Kehutanan

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase luas Lahan Rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis

1,03

0,93

0,83

0,26

0,26

0,25

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

9.2. Analisis Pencapaian Indikator

9.2.1. Persentase luas Lahan Rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis

Page 73: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-61

Gambar 2.21. Grafik Pencapaian Indikator Persentase luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap

Lahan Kritis

Masih luasnya lahan kritis atau potensial kritis di Provinsi Sumatera Selatan

berdasarkan data BPDAS Musi pada tahun 2009 tercatat lahan kategori kritis seluas

3.439.632,73 hektar dan kategori sangat kritis seluas 208.507,77 hektar. Kondisi ini

ternyata berdampak negatif cukup besar terhadap kelestarian lingkungan dan

keseimbangan ekosistem. Peningkatan lahan kritis juga memicu terjadinya bencana alam

seperti banjir, tanah longsor maupun kekeringan. Data menunjukkan bahwa secara total

di luar dan dalam kawasan hutan di provinsi Sumatera Selatan belum dihasilkan

penurunan signifikan total luasan lahan kritis dari tahun 2008 (3.061.153,60 hektar)

menjadi 3.035.457 hektar di tahun 2009.l Walaupun sebenarnya jika dicermati bahwa

lahan kritis di luar kawasan hutan yang meningkat dari 1.380.860,60 hektar (2008)

menjadi 2.745.434 hektar pada tahun 2009. Sebaliknya di dalam kawasan hutan sendiri

telah berhasil dilakukan penurunan lahan kritis dari 1.680.293 hektar (tahun 2008)

menjadi 290.023 pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa telah nyata tercatat

keberhasilan Sumatera Selatan dalam mengatasi timbulnya lahan kritis di kawasan hutan.

Peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan bertujuan untuk

meningkatkan fungsi dan daya dukung sumber daya hutan dengan berbagai upaya

seperti pemantapan kawasan hutan melalui pemantapan tata batas dan penetapan

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), optimalisasi hutan produksi, serta peningkatan

Page 74: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-62

fungsi dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). Disamping itu, peningkatan

konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan ditujukan untuk meningkatkan konservasi

keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan. Terjadinya deforestasi dan degradasi

hutan di Provinsi Sumatera Selatan disebabkan oleh eberapa faktor utama, yaitu:

Kebakaran dan perambahan hutan; Illegal loging dan illegal trading didorong oleh adanya

permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainnya di pasar lokal, nasional dan

global; Adanya konversi kawasan hutan secara permanen untuk pertanian, perkebunan,

pemukiman, dsb; Adanya penggunaan kawasan hutan di luar sektor kehutanan melalui

pinjam pakai kawasan hutan; dan Pemanenan hasil hutan yang tidak memperhatikan

prinsip-prinsip PHL.

Walaupun demikian berbagai tindakan nyata telah dilakukan dalam upaya

menjawab dua kebijakan strategis sektor kehutanan, yaitu : (i) Pengembangan hutan

tanaman , dan (ii) Rehabilitasi hutan dan lahan. Dalam upaya pemanfataan potensi

sumberdaya hutan, Provinsi Sumatera Selatan telah membentuk KPHP (Kesatuan

Pengelolaan Hutan produksi,. Selain itu di sektor ini telah dilakukan perencanaan dan

pengembangan Hutan kemasyarakatan; Pelepasan Kawasan hutan lindung Pantai Air

Telang untuk kebutuhan pembangunan pelabuhan samudra Tanjung Api-api; pengukuhan

dan penatagunaan hutan; Inventarisasi sumberdaya hutan tingkat provinsi, dan

Pendampingan studi kelayakan pengadaan peta lanskap Tanjung Api-Api.

Implementasi program perencanaan dan pengembangan hutan dilakukan melalui

beberapa kegiatan, antara lain; In house training perencanaan teknis dan SIG Kehutanan;

Pembuatan sistem Informasi Perencanaan dan pengendalian Kehutanan; Monitoring,

Evaluasi dan Pelaporan.

Program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/kehutanan diterapkan

melalui kegiatan: Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); Kegiatan

pengendalian peredaran hasil hutan; Perluasan akses layanan informasi pemasaran hasil

hutan; Penyelidikan kasus peredaran hasil hutan; dan Fasilitasi Forum Rimbawan.

Pemantauan titik merupakan bagian pengelolaan penanggulangan kebakaran

lahan/hutan dan kebun yang terpantau yang dilaksanakan oleh Forest Fire Prevention and

Control Project (FFPCP) kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa. Hasil pemantauan titik

panas ini akan sangat berguna bagi pihak-pihak terkait dan masyarakat untuk segera

secara bersama menindaklanjuti penanggulangannya. Namun demikian belum optimalnya

Page 75: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-63

penurunan areal kebakaran hutan juga dipengaruhi oleh faktor iklim, khususnya selama

tahun 2009 terjadi kemarau yang lebih panjang dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya. Hal ini memicu berlangsungnya kebakaran lebih lama dan lebih meluas.

Tabel 2.13.

Rekapitulasi rencana kegiatan RHL secara vegetatif pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan.

No Kab/Kota Luar Kawasan (Ha) Dalam Kawasan (Ha) Total (Ha)

Fungsi Budaya Fungsi Lindung

HK HL HP

1 Musi rawas 327.030.453 64.476.636 711.253 121.786 52.592.272 444.932.400

2 Banyuasin 196.952.020 65.806.362 61.643.796 1.348.352 27.829.372 353.579.902

3 OKI 222.818.239 14.484.672 5.622.828 13.232.188 251.670.624 507.828.551

4 Empat Lawang 76.245.290 38.465.703 1.269.560 9.897.520 36.798 125.854.871

5 Lubuk Linggau 11.997.191 7.552.843 289.909 166.126 96.162 20.102.231

6 OKU Timur 107.383.367 18.762.322 - - - 124.145.689

7 OKU 99.675.573 29.249.240 - 92.515.263 22.189.416 243.629.492

8 Ogan Ilir 87.715.167 10.461.408 - - 664.545 98.841.120

9 Muara Enim 311.755.725 79.587.491 2.185.402 57.840.198 18.772.840 470.141.656

10 Lahat 128.434.411 71.420.094 11.193.391 11.175.488 2.038.685 224.262.069

11 OKU Selatan 156.452.689 49.954.964 9.546.341 123.179.476 14.202.571 353.336.041

12 Pagar Alam 16.144.292 8.535.778 - 26.866.954 - 51.547.024

13 Palembang 9.372.041 1.764.217 - - - 11.136.258

14 Prabumulih 29.083.713 4.617.262 - - - 33.700.975

15 Musi Banyuasin

375.383.445 97.365.663 32.431 41.452 114.471.734 587.294.725

Total (Ha) 2.156.443.616 500.504.655 92.494.911 19.693.756 411.012 180.950.410

Sumber RTk RHL, 2009

Page 76: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-64

9.3. Rekomendasi Kebijakan

1. Dibutuhkan koordinasi yang sinergis antara semua pihak yaitu : pemerintah

(pusat, propvnsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa); BUMN/BUMD dan

swasta (LSM,organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan dan lain-lain).

Koordinasi juga harus terjalin antara instansi yang menangani sektor kehutanan

di kabupaten/kota dan Bappeda di Wilayah DAS Musi.

2. Secara rekapitulasi maka rekomendasi Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam

wilayah DAS Musi disajikan pada Tabel 2.13. Dengan telah disusunnya

Rencana Teknis ini maka kabupaten kota dalam DAS Wilayah Musi diharapkan

mematuhi kesepakatan demi keberhasilan target Rehabilitasi Hutan dan Lahan

di Provinsi Sumatera Selatan.

3. Diperlukan sistem kelembagaan yang kuat dengan pembentukan Kesatuan

Pengelola Hutan (KPH), karena melalui pembangunan KPH sebetulnya

diharapkan akan dapat dicapai sasaran- sasaran sebagai berikut: (1)

Mengurangi degradasi hutan; (2) Tercapainya PHL; (3) Meningkatnya

kesejahteraan masyarakat lokal; (4) Stabilisasi penyediaan hasil hutan; (5)

Mengembangkan tata pemerintahan yang baik dalam pengelolaan hutan; (6)

Percepatan rehabilitasi dan reforestasi; (7) Memfasilitasi akses pada pasar

karbon. Mengingat luasnya wilayah hutan yang ada maka diusulkan dapat

dibentuk 24 KPH di Provinsi Sumatera Selatan (baru ditetapkan 20 unit KPH).

Proses ini telah dimulai sejak tahun 2006 dengan telah dilakukan berbagai

persiapan berupa sosialisasi/konsultasi publik, penyusunan rencana kegiatan

dan peningkatan kualitas SDM. Sampai dengan akhir tahun 2009 telah

dilanjutkan dengan Penyusunan Rancangan Pembangunan KPHL Model di

beberapa Kabupaten antara lain: Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan;

Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Banyuasin.

4. Penyediaan alokasi APBN pada Program Kebun Bibit Rakyat yang baru terbatas

kepada pemberian bibit untuk persemaian (213 unit persemaian atau setara

dengan 26.625 hektar) yang akan dilaksanakan oleh 14 kabupaten/kota di

wilayah Provinsi Sumatera Selatan harus diikuti dengan peningkatan peranserta

masyarakat. Pembangunan Kebun Bibit Desa dan bantuan bibit tanaman

kehutanan dan tanaman buah-buahan kepada masyarakat memerlukan

pendekatan persuasif kepada masyarakat berupa pendampingan berkelanjutan

sehingga masyarakat bertanggung jawab atas kawasan hutan di

Page 77: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-65

sekitarnya. Pengawasan tindakan ilegal di kawasan hutan harus melibatkan

masyarakat secara penuh dengan insentif berupa alokasi dana program

berbasis masyarakat.

5. Pembangunan hutan tanaman melalui analisis ekonomi yang valid akan

membuat masyarakat berpindah pola mata pencahariannya. Hal ini perlu

ditunjang dengan pemantapan status kawasan hutan dan hutan tanaman

sehingga dapat mencegah terjadinya konflik lahan. Selain itu pembangunan

Hutan Desa; Hutan Kemasyarakatan; Hutan Tanaman Industri; dan Restorasi

Ekosistem direkomendasikan untuk terus ditingkatkan.

6. Rehabilitasi pada Daerah Hulu yang berfungsi sebagai wilayah tangkapan air

harus terus ditingkatkan. Untuk itu harus dikembangkan model Pengelolaan

DAS Terpadu yang berarti harus adanya keterpaduan dari berbagai sektor

sesuai tugas dan kewenangannya dengan berpedoman kepada tata ruang dan

master plan pengelolaan sesuai karakteristik DAS.

7. Pengendalian kebakaran hutan yang memang juga dipicu oleh perubahan iklim

harus melibatkan masyarakat agar “melek” akan resiko lingkungan.

Pendampingan oleh LSM yang peduli lingkungan diharapkan dapat

menghasilkan output lebih baik dibandingkan pendampingan oleh aparatur

pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut maka alokasi dana harus

dipersiapkan secara transparan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya

manusia.

8. Tahun 2010-2014 merupakan tahun kerja keras bagi sektor kehutanan RI. Hal

ini terkait dengan kontrak kinerja Menteri Kehutanan RI yang memiliki target

dalam peningkatan rehabilitasi seluas 500.000 ha/tahun disamping sektor

kehutanan untuk menurunkan 14 % emisi gas rumah kaca melalui penanaman

pohon. Untuk itu diperlukan peningkatan Indeks Penutupan Lahan (IPL) dalam

rangka mengurangi erosi (surface run off) pada pengelolaan hutan dan lahan.

Berbagai kegiatan seprti OMOT (One Man One Tree) jangan hanya bersifat

seremonial aparatur pemerintah, tetapi harus dilaksanakan secara

berkesinambungan dengan melibatkan masyarakat pemelihara.

Page 78: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-66

C.10. Indikator Kelautan

10.1 Capaian Indikator

Tabel 2.14. Capaian Indikator Kelautan

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah tindak pidana Perikanan

- - - - - -

Luas kawasan Konservasi Laut (juta ha)

93,44 92,49 93,16 93,30 93,55 93,81

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

10.2. Analisis Pencapaian Indikator

10.2.1. Jumlah tindak pidana perikanan

Indikator kelautan yang berkaitan dengan jumlah tindak pidana perikanan belum

didapat datanya. Dari hasil telusur data diketahui bahwa tidak ada catatan jumlah tindak

pidana perikanan. Data yang tersedia adalah data yang berkaitan dengan tindak pidana

yang dilakukan di laut dan di sungai seperti perampokan nelayan dan penumpang kapal di

laut maupun disungai.

10.2.2. Luas kawasan Konservasi Laut (juta ha)

Luas kawasan konservasi laut berdasarkan Tabel 2.14 menunjukkan

perkembangan yang cenderung meningkat. Peningkatan mulai terlihat sejak tahun 2005,

yang berawal seluas 92,49 juta hektar, meningkat menjadi 93,16 di tahun 2006, dan

selanjutnya meningkat terus walaupun dengan angka peningkatan yang relatif rendah,

hingga berada pada angka 93,81 juta hektar di tahun 2009.

Page 79: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-67

10.3. Rekomendasi Kebijakan

Provinsi Sumatera Selatan merupakan wilayah yang secara geografis bukanlah

wilayah kelautan. Sebelum Provinsi Kepualauan Bangka Belitung memisahkan diri dari

Provinsi Sumatera Selatan dengan membentuk provinsi sendiri, wilayah kelautan menjadi

bagian dari fokus pembangunan, namun setelah Provinsi Babel menjadi provinsi sendiri,

otomatis bidang kelautan menjadi bagian potensi Provinsi Babel, sehingga potensi ini

tidak menjadi perhatian utama di Sumatera Selatan.

C.11. Indikator Kesejahteraan Sosial

11.1 Capaian Indikator

Tabel 2.15. Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial

Indikator Hasil (Output) Capaian per tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Penduduk Miskin 20,92 21,01 20,99 19,15 17,67 16,28

Tingkat Pengangguran Terbuka

8,37 12,82 9,33 9,34 8,10 7,86

Sumber : BPS Sumatera Selatan, 2009

Kondisi kemiskinan di Sumatera Selatan, berdasarkan data laporan BPS Provinsi

Sumatera Selatan pada tahun 2004 tercatat sebesar 1.379.346 jiwa dan menjadi

1.429.000 jiwa pada tahun 2005 dan mengalami penurunan menjadi 1.342.137 jiwa pada

tahun 2008, serta tahun 2009 diperkirakan menjadi 1.339.812 jiwa atau 18,60 persen.

Data jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan, diberlakukannya program

SLT angka kemiskinan meningkat secara signifikan, hal tersebut dibuktikan dengan angka

kemiskinan hasil pendataan BPS tahun 2004 sebesar 20.92 % menjadi 31,75 % dari

jumlah penduduk Sumatera Selatan 2005. Pada tahun 2006 jumlah angka kemiskinan

mengalami kenaikan. Jumlah Kartu Kompensasi BBM (KKB) yang telah dibagikan

melalui program SLT sebanyak 482.805 KKB sedangkan jumlah rumah tangga miskin

tambahan berdasarkan laporan posko sebanyak 392.562 rumah tangga. Daerah kantong-

kantong kemiskinan petanya meluas seiring dengan bertambahnya penduduk miskin.

Page 80: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-68

Namun berdasarkan data angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS dan

Pemerintah Sumatera Selatan, jumlah angka kemiskinan setiap tahunnya mengalami

penurunan. Tahun 2006 jumlah penduduk miskin naik menjadi sebanyak 1.429.000 jiwa

atau 21,01 persen dan pada tahun 2007 penduduk miskin di wilayah perkotaan

mengalami kenaikan, dan sebaliknya di perdesaan mengalami penurunan, meskipun

secara total mengalami penurunan dan menjadi 1.331.800 jiwa, atau 19,15 persen. Tahun

2009 menurun menjadi 18,60 persen.

11.2. Analisis Pencapaian Indikator

11.2.1. Persentase Penduduk Miskin

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2004-2009 berfluktuasi dari

tahun ke tahun. Pada periode 2004-2005 jumlah penduduk miskin meningkat dari 20,92%

menjadi 21,01%. Perkembangan cukup baik terjadi pada kurun waktu 2006 hingga tahun

2009, dimana persentase penduduk miskin di Sumatera Selatan terus menurun hingga

mencapai angka 16,28 di tahun 2009.

Gambar 2.22.

Grafik Pencapaian Indikator Persentase Penduduk Miskin

Persentase Penduduk Miskin

20.92 21.01 20.9919.15

17.67 16.28

12.82 12.829.33

9.348.11

7.88

0

5

10

15

20

25

30

35

40

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Per

sen

tase

PersentasePenduduk Miskin

TingkatPengangguran

Page 81: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-69

Masalah ketenagakerjaan masih merupakan fenomena pelik, karena masih

tingginya angka pengangguran. Meskipun sejak tahun 2005 tren angka pengangguran

terbuka mengalami penurunan. Tahun 2005 sebesar 12,82 persen menjadi 8,89 persen

tahun 2009. Di perkotaan jumlah penganggur terbuka lebih besar dibandingkan dengan

di pedesaan.

Gambar 2.23. Grafik Pencapaian Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat Pengangguran Terbuka

70.96 69.64 69.03 69.26 69.49 69.53

61.86 63.14 62.58 62.95 63.31 63.4

8.3712.82

9.33 9.34 8.1 7.86

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Pe

rse

nta

se

Tingkat PartisipasiAngkatan Kerja

Persentase Pendudukyang Bekerja

Tingkat Pengangguran

Berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2005, tingkat pengangguran terbuka yang

tertinggi adalah lulusan sekolah menengah umum yaitu 13,95 persen, diikuti lulusan SLTP

sederajat sebesar 11,78 persen dan tamatan perguruan tinggi sebesar 10,81 persen.

Sedangkan berdasarkan tingkat umur, penganggur terbuka terbesar terdapat pada

kelompok usia muda ( 15-19 tahun ) yaitu 31,78 persen dan umur 20 – 24 tahun sebesar

21,66 persen pada tahun 2005.

Menciutnya lapangan kerja formal yang mengalami penurunan dari tahun ke

tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor formal telah mengalami penciutan sehingga

terjadi pengurangan yang cukup signifikan terhadap jumlah pekerja. Disisi lain sektor

informal terus mengalami pertumbuhan. Meningkatnya jumlah pekerja di sektor informal

ini disebabkan banyak pekerja yang tidak mampu ditampung di sektor formal sehingga

mereka beralih ke sektor informal. Apabila kondisi ini dibiarkan maka akan berdampak

pada semakin tertekannya sektor informal dan menimbulkan pengangguran terselubung.

Page 82: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-70

Tabel: 2.16 Kondisi Capaian Ketenagakerjaan tahun 2005-2009

Provinsi Sumatera Selatan

No. Kelompok 2005 2006 2007 2008 2009

1 Penduduk yang Bekerja 2.917.818 3.021.938 3.057.518 3.118.505 3.208.006

2 Penduduk yang menganggur 429.113 310.851 314.814 312.578 312.833

3 Angkatan Kerja 3.346.931 3.332.789 3.373.332 3.431.083 3.520.839

4 Bukan Angkatan kerja 1.369.643 1.452.881 1.511.816 1.493.839 1.546.061

5 Penduduk Usia Kerja 4.716.574 4.785.670 4.885.148 4.953.900 5.066.900

6 Tingkat Pengangguran 12,82 9,33 9,34 8.11 7,88

7 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)

70,96 69,64 69,03 69.26 69.49

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Disamping itu, masih banyaknya pekerja yang bekerja dilapangan kerja yang

kurang produktif. Akibatnya semakin banyaknya jumlah pekerja yang bekerja disektor

informal menyebabkan sektor ini menjadi kurang produktif dan berakibat pada rendahnya

pendapatan akibatnya pekerja rawan jatuh dibawah garis kemiskinan (near poor).

Disamping itu terjadi fenomena dimana semakin meningkatnya jumlah setengah

pengangguran khususnya disektor informal dan sektor pertanian. Masih rendahnya upah

tenaga kerja. Rendahnya upah tenaga kerja sangat mempengaruhi produktivitas pekerja

itu sendiri. Kebijakan upah minimum yang diterapkan oleh pemerintah belum sepenuhnya

memenuhi standar kebutuhan hidup minimum (KHM). Kondisi demikian tidak jauh

berbeda dengan tahun-tahun berikutnya meskipun terjadi perbaikan upah minimum

Provinsi. Namun demikian tingkat upah minimum tersebut tidak mampu memenuhi

seluruh kebutuhan hidup minimum pekerja. Ironisnya, kondisi ini berlaku pada sektor

yang padat karya dan banyak melibatkan pekerja-pekerja yang umumnya kondisi

ekonominya berada pada garis kemiskinan, sehingga dengan sendirinya tidak mampu

untuk meningkatkan produktivitasnya. Hal ini diperparah lagi dengan masih adanya

perusahaan-perusahaan yang belum sepenuhnya menerapkan kebijakan upah minimum

dan lalai memenuhi hak-hak normatif pekerja. Akibatnya hubungan industrial antara

Page 83: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-71

pekerja dengan pengusaha menjadi tidak harmonis dan banyak tuntutan-tuntutan pekerja

yang berakibat pada terhambatnya proses produksi perusahaan.

Masih rendahnya kualitas tingkat keterampilan tenaga kerja. Kualitas pekerja di

Sumatera Selatan antara lain dapat dilihat pada tingkat pendidikan yang ditamatkan.

Tingkat pendidikan angkatan kerja Sumatera Selatan pada tahun 2004, sebagian besar

adalah tamatan SMU ke bawah yaitu sebesar 89 persen. Sedangkan bagi lulusan

perguruan tinggi (diploma dan sarjana) hanya sebesar 2,55 persen. Tahun 2005,

sebagian besar penduduk usia kerja sebesar 76,66 persen hanya berpendidikan SLTP ke

bawah, pendidikan setingkat SLTA sebesar 19,65 persen dan pendidikan lebih tinggi dari

SLTA sebesar 3,69 persen.

Rendahnya kualitas pekerja di Sumatera Selatan tidak hanya terjadi pada pekerja

yang berpendidikan menengah kebawah tetapi terjadi pula pada pekerja yang

berpendidikan diploma atau sarjana. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengangguran

tamatan pendidikan tinggi memiliki proporsi yang cukup besar yaitu 4,06 persen untuk

tamatan diploma dan 3,51 persen untuk yang bergelar sarjana. Rendahnya keterampilan

pekerja tersebut lebih disebabkan sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada muatan

keterampilan. Namun hasil Susenas memperlihatkan bahwa penduduk yang bekerja tidak

sepenuhnya bekerja, karena masih ada penduduk yang bekerja memiliki jam kerja yang

relative pendek yaitu kurang dari 35 jam per minggunya, sehingga dianggap sebagai

setengah menganggur.

12.3. Rekomendasi Kebijakan

Paradigma penanggulangan kemiskinan harus dirubah menjadi paradigma bahwa

persoalan kemiskinan menjadi persoalan bersama dan multi pihak. Implikasi dari

pemikiran tersebut mendorong dalam mengimplementasikan program dan kegiatan

terhadap kurangnya keberhasilan penanggulangan kemiskinan antara lain: program

penanggulangan kemiskinan kurang berbasis pada warga miskin, posisi warga miskin

ditempatkan hanya sebagai obyek program, kesempatan untuk melibatkan warga miskin

dalam proses pengambilan keputusan dari mulai perencanaan program, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi cenderung diabaikan dan cenderung bersifat elitis, dalam

menyusun perencanaan maupun pelaksanaan program masih cenderung sektoral,

menentukan kriteria miskinpun masih sendiri-sendiri, berjalan sendiri-sendiri antar SKPD,

maupun pemerintah dengan LSM, dunia usaha dan kelompok peduli lainnya. Belum

Page 84: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-72

terjadinya integrasi program dalam penanggulangan kemiskinan, yang dilakukan lebih

pada kegiatan karitatif sehingga cenderung tidak memandirikan masyarakat miskin.

Paradigma penanggulangan kemiskinan dilakukan secara sinergis dengan menempatkan

masyarakat miskin sebagai pelaku, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan

evaluasi serta manajemen pengendalian dalam keberlanjutan hasil pembangunan.

Dampak pengangguran adalah tingkat angka kriminalitas mengalami kenaikan,

seperti meningkatnya tindak kejahatan pencurian, meskipun masih dalam kewajaran,

dalam pengertian tidak sampai meresahkan masyarakat dalam skala luas. Penyebab

pengangguran adalah ada kecenderungan bahwa arah pembangunan yang lebih menitih

beratkan pada bidang ekonomi saja, sehingga ukurannya adalah produktivitas dan

menggunakan teknologi tinggi dan padat modal, dan ada kecenderungan pengembangan

ekonomi tidak memiliki efek multiplier yang luas, sehingga akibatnya penyerapan tenaga

kerja relatif rendah. Oleh karena itu, kedepan arah kebijakan ketenagakerjaan diarahkan

pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, dengan menciptakan investasi baru, menekan

laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan pembangunan sosial atau peningkatan

usaha kesejahteraan masyarakat.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan evaluasi terhadap pelaksanaan program pembangunan Nasional di

Provinsi Sumatera Selatan yang merujuk pada RPJMN 2004-2009 dlama koridor tiiga

agenda pembangunan dapat disimpulkan beberapa hal berikut :

1. Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai

Penciptaan rasa aman dan damai dalam hidup bermasyarakat yang merupakan

kewajiban pemerintah/negara telah dilaksanakan relatif baik selama lima tahun terakhir

oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di wilayah Sumatera Selatan. Alat negara

sebagai penegak hukum seperti: kepolisian, kejaksaan, dan hakim, dibantu pengacara

trlah melaksanakan kewajibananya untuk memelihara keamanan dan perdamaian, serta

menjatuhkan sanksi pidana penjara/kurungan kepada pelaku kejahatan. Namun untuk

mengoptimalkan peran penegak hukum tersebut diperlukan kebijakan yang berkaitan

dengan perencanaan yang progresif dan responsif dengan mengoptimalkan sumber daya

manusia penegak hukum. Selain itu diperlukan juga kebijakan pendukung yang

mengarah pada perbaikan sistem peradilan.

Page 85: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-73

2. Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis

Peningkatan dan perbaikan sistem pelayanan publik bagi masyarakat secara

perlahan telah menumbuhkan rasa keadilan dan demokratis di Sumatera Selatan.

Masyarakat mempunyai hak untuk mendapat keadilan dalam berbagai kegiatan, seperti

dalam proses peradilan, pelayanan publik dan keterbukaan dalam pengelolaan anggaran

belanja pemerintah daerah. Untuk mebuat kinerja dalam aspek ini lebih baik masih

diperlukan peningkatan peranan pemerintah dalam optimalisasi penyelesaian tindak

pidana, pembentukan unit/badan pelayanan terpadu satu pintu disetiap kabupaten/kota,

dan peningkatan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah daerah.

Hak, kewajiban dan kesempatan yang sama bagi kaum perempuan dan laki-laki

untuk berperan dalam kegiatan pembangunan di segala bidang di Sumatera Selatan

tampaknya masih relatif bias terhadap kepentingan kaum laki-laki. Untuk itu masih

diperlukan kebijakan dan program pemberdayaan SDM perempuan sehingga dapat

berperan lebih banyak dan seimbang dalam proses di berbagai bidang pembangunan,

dan pengembangan perencanaan pembangunan yang responsif gender.

3. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

Peningkatan kesejahteraan masyarakat telah diupayakan oleh Pemerintah

Provinsi Sumatera Selatan dengan berbagai program pembangunannya, yang kinerjanya

dicerminkan dari menurunnya angka kemiskinan, penurunan angka pengangguran,

peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan maupun IPM, membaiknya kondisi

kesehatan, peningkatan pendapatan masyarakat, dan lain-lain. Namun demikian masih

terdapat peluang untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui

peenyusunan perencanaan maupun pelaksanaan program yang terpadu antar sektor

maupun antara pemerintah dengan masyarakat.

Selain itu pelayanan penddidikan dan kesehatan masih perlu ditingkatkan melalui

pengembangan program bidang-bidang tersebut secara terpadu., antara lain peningkatan

jangkauan pelayanan pendidikan dan kesehatan sampai pada masyarakat di daerah

terpencil. Untuk itu tentu perlu peningkatan sumber daya kesehatan, sarana-prasarana,

asuransi kesehatan yang terjangkau dan mutu kualitas pelayanan kesehatan.

Pertumbuhan investasi PMA dan PMDN di Sumatera Selatan yang cenderung

meningkat membutuhkan optimalisasi fungsi pelayanan terpadu satu atap yang telah

dioperasikan beberapa waktu yang lalu. Ketersediaan infrastruktur dan fasilitas publik

yang memadai sangat penting sebagai daya tarik investor untuk merealisasikan

Page 86: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-74

investasinya di berbagai sektor ekonomi, antara lain pasokan energi gas dan listrik,

perbaikan infrastruktur transportasi, pembenahan birokasi perizinan, penetapan suku

bunga pinjaman perbankan yang wajar pembatasan transaksi di dalam negeri yang

menggunakan valuta asing, perbaikan kondisi keamanan di pelabuhan laut dan bandar

udara, perpajakan bagi PMA yang efisien, penerapansingle identity yang berlaku bagi

dunia usaha serta adanya intervensi dari pihak eksternal terhadap operasional

perusahaan.

Masih diperlukan upaya menstabilkan dan meningkatkan Nilai Tukar Petani sebagai

indikator kesejahteraan ekonomi mereka melalui kebijakan penerapan hasil riset di bidang

input yang efisien dan ramah lingkungan seperti pelaksanaan pertanian organik;

penerapan hasil riset bidang produksi dan pengolahan pangan berbahan baku lokal;

kebijakan yang khusus mengatur tataniaga dan distribusi input produksi yang lebih

menjamin ketersediaan input produksi pagi petani untuk melengkapi kebijakan yang ada;

sinkronisasi kebijakan provinsi dan kabupaten/kota dalam meningkatkan infrastruktur di

lingkungan usaha pertanian; kebijakan akses pinjaman modal dengan beban bunga atau

biaya modal yang wajar bagi petani; kebijakan pembiayaan dengan insentif pada besaran

bunga dari APBD kepada investor yang berminat di bidang pertanian baik dari sisi

alsintan, input produksi, distribusi, pasar dan pengolahan produk turunan dari produk

pertanian; kebijakan pemasaran bersama yang bersifat saling mendukung dan

melengkapi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota maupun antar

pemerintah kabupaten/kota. kebijakan untuk meningkatkan kualitas SDM di bidang

pertanian karena permasalahan lingkungan dan keamanan pangan; kebijakan

pengembangan pertanian terpadu di setiap kabupaten/kota karena peningkatan

pendapatan dan efisiensi usahatani merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian

dan selama ini usahatani yang dilakukan bersifat monokultur belum terjadi integrasi antara

tanaman, hewan dan usaha lain yang bersifat simbiose mutualistik; kebijakan untuk

mempercepat pengembangan agroindustri di kabupaten/kota yang memiliki potensi

komoditas pangan yang melimpah dan efisien dalam memproduksinya.

Untuk meningkatkan pelestarian lingkungan dalam pembangunan perlu koordinasi

yang sinergis antara semua pihak yaitu : pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota,

kecamatan dan desa); BUMN/BUMD dan swasta (LSM,organisasi masyarakat, organisasi

kepemudaan dan lain-lain). Koordinasi juga harus terjalin antara instansi yang menangani

sektor kehutanan di kabupaten/kota dan Bappeda di Wilayah DAS Musi.

Page 87: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

II-75

Kecenderungan penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di Sumatera

Selatan menunjukkan membaiknya kinerja pembangunan bidang tersebut di provinsi ini,

yang sebabkan terbukanya kesempatan kerja dalam beberapa sektor seperti perkebunan,

pembangunan infrastruktur dan perumahan, pertambangan dan sektor informal. Namun

demikian, masih diperlukan upaya untuk menerapkan upaya terpadu dalam

menanggulangi kedua masalah tersebut secara terpadu, tepat sasaran dan bersifat

komprehensif sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

Page 88: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-1

A. Pengantar

Penyelenggaraan pembangunan nasional akan berjalan lancar dan mencapai

sukses apabila dilaksanakan secara sinergis, terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik

secara horizontal dan vertikal mulai dari perencanaannya, pelaksanaan, pemantauan

hingga evaluasinya. Dapat dilihat bahwa hal krusial pertama yang mesti diperhatikan

adalah pada aspek perencanaan. Penyusunan rencana agenda pembangunan nasional

dilihat dalam konteks hubungan horizontal adalah sejauh mana dapat mencerminkan

adanya sinergi, integrasi, dan koordinasi lintas kementerian, sementara dalam konteks

vertikal, bagaimana hal itu terjadi antar rencana pembangunan nasional dan rencana

pembangunan daerah.

Upaya mengkaji relevansi antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD

adalah sangat tepat dan perlu didukung penuh karena dari hasilnya berbagai pihak dapat

melihat dan menilai ada atau tidaknya kaitan yang erat antara agenda yang menjadi

rencana pembangunan nasional dengan agenda yang menjadi rencana pembangunan di

masing-masing provinsi. Dengan kata lain apakah rencana pembangunan setiap provinsi

mendukung dan/atau relevan dengan rencana pembangunan nasional, karena menurut

aturannya RPJMD mesti mengacu pada RPJMN. Tentu yang menjadi persoalan adalah

adanya perbedaan kurun waktu RPJMN dan RPJMD. Apabila RPJMD yang ada saat ini

mempunyai kurun waktu yang sama dengan RPJMN, yaitu tahun 2010 – 2014, menilai

relevansi atau dukungan program pembangunan provinsi terhadap pembangunan

nasional cukup tepat. Akan tetapi jika masa berlaku RPJMD mendahului RPJMN,

misalnya untuk kasus Sumatera Selatan yang RPJMD-nya untuk kurun waktu 2008 –

2013 dan mengacu pada RPJMN 2004 – 2009, maka boleh jadi relatif sedikit program

yang relevan, sinkron ataupun mendukung program prioritas nasional. Untuk kepentingan

3 RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD

Page 89: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-2

percepatan kemajuan pembangunan nasional, patut dipertimbangkan untuk melakukan

upaya menjaga konsistensi RPJMD yang selalu mengacu pada RPJMN terbaru. Hal

tersebut berimplikasi politis bagi dilakukannya pemilihan seluruh kepala daerah secara

serentak, bersamaan dengan atau segera setelah pemilihan presiden dan wakil presiden.

Manfaat besar lainnya adalah terjadinya efisiensi dana untuk kegiatan pemilihan tersebut.

B. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional

Tabel 3.1

Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional

No. RPJMN 2010-2014 RPJMD Provinsi SumselTahun 2008 - 2013

Analisis Kualitatif*)

Penjelasanterhadap Analisis Kualitatif

Prioritas Pembangunan

Program Aksi PrioritasPembangunan

Program

1. PRIORITAS 1. REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA

Otonomi Daerah; Penataan otonomi daerah melalui

Penghentian/ pembatasan pemekaran wilayah;

Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan danaperimbangan daerah;

Penyempur-naan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;

- - Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan masih mengusulkan pemekaran dua Kabupaten (Muara Enim dan Musi rawas)

Provinsi Sumsel dalam RPJMD 2008 - 2013 belum memprioritas-kan efesiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan pusat dan daerah

Page 90: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-3

Regulasi;

Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah peraturan daerah selambat-lambatnya 2011;

- - Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Provinsi Sum-sel dalam RPJMDbelum memprioritas-kan perce-patan harmo-nisasi dan sinkronisasi perundang-undangan pusat dan daerah

Sinergi Antara Pusat dan Daerah;

Penetapan dan penerapan sistem Indikator Kinerja Utama Pelayanan Publik yang selaras antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Membangun pemerintahan yang amanah berdasarkan prinsip demokratis, berkeadilan, jujur dan bertanggungjawab, serta akuntabel

Program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah/ wakil kepala perah.

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional.

Program yang ada di Sumsel terkait dengan prioritas sinergi antara pusat dan daerah ini tidak secara langsung ditujukan untuk mensinergi-kan pusat dan daerah, namun rincian program ini menunjukkan bahwa peningkatan pelayanan ini dilakukan untuk semua pihak yg memerlukan pelayan daerah termasuk pelayanan kepada pusat

Page 91: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-4

Penegakan Hukum;

Peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum oleh seluruh lembaga dan aparat hukum

Membina toleransi dan keserasian dalam kehidupan beragama, pada bagian urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri

Program pemberda-yaan masyara-kat untuk menjaga ketertiban dan keamanan

Program peningkat-an keamanan dan kenya-manan lingkungan.

Program pemeliha-raan kantrantib-mas dan pencega-han tindak kriminal

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Pada RPJMD Sumsel, program yang berkaitan dengan penegakan hukum termasuk sebagai salah satu prioritas, artinya selaras dengan program nasional, namun pada RPJMD Sumsel lebih difokuskan pada pemberdaya-an masya-rakat yang bertujuan mendukung integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum oleh seluruh lembaga dan aparat hukum

 

Page 92: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-5

 

Data Kependudukan;

Penetapan Nomor Induk Kependuduk-an (NIK) dan pengembang-an Sistem Informasi dan Administrasi Kependuduk-an (SIAK) dengan aplikasi pertama pada kartu tanda penduduk selambat-lambatnya pada 2011.

- - Tidak ada program daerah yang spesifik mendu-kung prioritas/ program nasional

Program kependudu-kan realisasi-nya di tingkat kota/kab sehingga bukan menjadi program prioritas di tingkat provinsi. Disamping itu laju pertumbu-han di Sumsel masih di bawah nasional.

2. PRIORITAS 2.

PENDIDIKAN

Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar

APM pendidikan setingkat SMP

Angka Partisipasi Kasar (APK) pendi-dikan setingkat SMA

Pemantapan/rasionalisasi Implementasi BOS,

Program Pengemba-ngan Pendidikan

Program pendidikan anak usia dini.

Program wajib belajar pendidikan 9 tahun

Program pendidikan menengah

Program pendidikan non formal

Program pendidikan luar biasa

Ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Program prioritas di Sumatera Selatan, hanya bersifat umum, peningkatan mutu, pelayanan dan meningkat-kan mutu pendidikan serta meningkatkan mutu pendidik serta mening-katkan rata-rata lama sekolah.

Page 93: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-6

Penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-lambatnya 2012 dan

Penyediaan sambungan internet ber-content pendidikan ke sekolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah dasar;

Program pendidikan mutu pendidik dan tenaga pendidikan

Program manaje-men pelayanan pendidikan

Akses Pendidikan Tinggi;

Peningkatan APK pendidikan Tinggi

Program Pengemba-ngan Pendidikan

Mengem-bangkan pendanaan khusus APBD untuk beasiswa nasional dan internasional bagi putra-putri berprestasi Sumatera Selatan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Secara khusus tidak ada program yang ditujukan untuk peningkatan APK pendidikan tinggi. Program prioritas untuk menyelesai-kan program wajib belajar 9 tahun menuju program pendidikan 12 tahun.

Page 94: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-7

Metodologi

Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test),

- - Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Secara spesifik tidak ada program ini, hanya dalam program prioritas disebutkan peningkatan mutu pendidikan

Pengelolaan

Pemberdaya-an peran kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan yang unggul,

Revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance,

Mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten

Program Pengemba-ngan Pendidikan

Program Manajemen Pelayanan Pendidikan.

Ada program daerah yang mendu- kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Secara khu-sus program itu tidak ada. Oleh karena peran Komite Sekolah ha- nya membantu operasional sekolah be-lum menjadi agen penja-min mutu pendidikan dan mendo-rong pengem-bangan mua-tan lokal termasuk kebudayaan lokal.

Kurikulum

Page 95: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-8

Penataan ulang kurikulum sekolah

- - Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Secara spesifik tidak ada, karena kebijakan kurikulum berasal dari pusat. Daerah hanya membuat kurikulum muatan lokal

Kualitas

Peningkatan kualitas guru, pengelolaan dan layanan sekolah

Program Pengemba-ngan Pendidikan

Program Pendidikan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan.

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Program ini secara umum di dukung daerah, dengan diberikan kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

3 PRIORITAS 3 :

KESEHATAN

Kesehatan Masyarakat;

Pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu

Program peningkatan kesehatan masyarakat

Program pencega-han dan penang-gulangan penyakit menular

Ada prog-ram dae-rah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Program prioritas kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena di Sumsel angka

Page 96: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-9

kematian bayi, angka kematian Ibu dan preva-lensi penyakit masih relatif tinggi, sehingga bagaimana upaya menurunkan hal tersebut.

Keluarga Berencana

Peningkatan

kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010-2014;

Program peningkatan kesehatan masyarakat

Peningkat-an jumlah dan kualitas jaringan KB

Penguatan kelemba-gaan jaringan KB

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Masyarakat miskin masih belum siap kemandirian keluarga berencana dan belum meratanya jangkauan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan program gratis KB pada masyarakat miskin dan jangkauan pelayanannya.

Page 97: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-10

Obat

Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pada 2010;

Program upaya Kesehatan masyara-kat

Program pengawa-san obat dan makanan

Program obat dan perbekalan kesehatan

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Persepsi masyarakat terhadap obat adalah mahal. Harga obat seolah-olah ditentukan oleh apotik atau penjual obat. Harga obat dianggap tidak transparan, ditentukan sepihak oleh apotik.

Asuransi Kesehatan Nasional:

Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara 2012-2014

Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Asuransi kesehatan sudah diberlakukan dan ada program kesehatan gratis bagi masyarakat tudak mampu oleh pemerintah Sumatera Selatan

Page 98: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-11

 

4 PRIORITAS 4 : PENANGGU-LANGAN KEMISKINAN

Bantuan Sosial Terpadu:

Integrasi program perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program Bantuan Langsung Tunai, Bantuan pangan, jaminan sosial bidang kesehatan, beasiswa bagi anak keluarga berpendapa-tan rendah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Parenting Education mulai 2010 dan program keluarga harapan diperluas menjadi program nasional mulai 2011—2012;

Program Pemberda-yaan,pelayanan dan rehabilitasi kesejahtera-an sosial bagi penyandang masalah kesejahtera-an sosial

Meningkat-kan dan memera-takan pem-bangunan menuju kese-jahteraan yang bermartabat

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Beberapa program yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat meliputi sekolah gratis hingga tingkat SLTA, kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Bantuan sosial lainnya adalah dengan melakukan pemberdaya-an, penyu-luhan dan rehabilitasi penyandang masalah kesejahteraan sosial, seperti KAT, anak terlantar, anak jalanan, usia lanjut, dan lainnya

.

Page 99: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-12

PNPM Mandiri

Penambahan anggaran PNPM Mandiri

-

- Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan maupun Pedesaan dilaksanakan di tingkat kota/kab, sehingga pro-gram dan dana pendamping kegiatan ini ada di kota/kab.

Kredit Usaha Rakyat (KUR):

Pelaksanaan penyempurnaan mekanisme penyaluran KUR mulai 2010 dan perluasan cakupan KUR mulai 2011;

Penguatan kemitraan antara industri besar dengan industri kecil yg memper-erat industri yang terinte-grasi.

Pengem-bangan keterkaitan industri hulu dan hilir.

Program Pengem-bangan Lembaga Ekonomi Masyara-kat

Program pengem-bangan kewira-usahaan & keunggulan kompetitif

Program pening-katan kualitas kelemba-gaan koperasi

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Dalam upaya penguatan ekonomi masyarakat, pemerintah daerah memberikan modal bagi usaha koperasi dan UKM.

Page 100: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-13

Program peningkat-an kegia-tan usaha koperasi

Program perkuatan permoda-lan usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK)

Program Pening-katan Pemasa-ran Hasil UMKMK

Tim Penang-gulangan Kemiskinan:

Revitalisasi Komite Nasional Penanggulang-an Kemiskinan di bawah koordinasi Wakil Presiden

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Oleh karena komite ini kebijakan dari pusat, sehingga tidak dicantumkan dalam program prioritas. Namun masing-masing kota/kab telah terbentuk komite tersebut dan dokumen SPKD

Page 101: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-14

Prioritas daerah yang tidak ada di prioritas nasional

Pemerata-an dan perluasan akses pendidikan melalui sekolah gratis

Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing melalui pengembangan fasilitas, penyedia-an sarana pendidi-kan, pem-biayaan pendidikan dan peningkat-an kese-jahteraan guru

Prioritas daerah yang tidak ada di prioritas nasional.

Indikator capaian RJMN lebih detail, ukurannya jelas. Sedangkan RJMD Sumatera Selatan cenderung masih bersifat umum. Misalnya, capaian indikator dalam prioritas pendidikan ukurannya pada APK, APM, hal ini jelas ukurannya. Berbeda pada RPJMD, masih umum. Seperti peningkatan mutu melalui pengembangan sekolah bertaraf internasonal. Indikator capaian mutu pendidikan ukurannya apa, hal ini tidak jelas dalam RPJMD.

Page 102: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-15

 

5 PRIORITAS 5 : PROGRAM AKSI DIBIDANG PANGAN

Lahan, Pengembangan Kawasan dan Tata Ruang Pertanian:

Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian,

Pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar;

- - Tidak ada program daerah yang relevan prioritas/ program nasional

Secara spesifik, program ini belum menjadi prioritas RPJMD Sumsel, namun beberapa program lain mengarah pada prioritas ini

Infrastruktur:

Page 103: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-16

Pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan,pengairan, jaringan listrik,serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasaran-nya;

Membangun pertanian pangan dan perkebunan berskala teknis dan ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan penerapan teknologi tepat guna

Program pengembangan dan pengelola-an jaring-an irigasi

Program Pemba-ngunan Infrastruk-tur Pedesaan

Program Pemba-ngunan Jalan dan Jembatan.

Program Peningkat-an pema-saran produk pertanian

Program pening-atan produksi dan produktivi-tas perke-bunan.

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Program pembangunan yg berkaitan dengan infrastruktur di Sumsel selaras (mendukung) program nasional. Program-program tersebut difokuskan di pedesaan guna memperlancar kegiatan pertanian dari penanaman sampai pemasaran

Penelitian dan Pengembangan:

Peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil peneilitian

Membangun pertanian pangan dan perkebunan berskala teknis dan ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan

Program Pening-katan Ketahanan pangan pertanian/ perkebu-nan.

Program lumbung pangan

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Secara khusus keselarasan tersebut belum terlihat secara spesifik, namun namun dalam rincian pelaksanaan

Page 104: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-17

 

lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi;

penerapan teknologi tepat guna

Program pengembangan sentra-sentra produksi tanaman pangan dan horti

Program peningkat-an produksi dan produktivi-tas tanaman pangan dan horti-kultura

Program pengembangan perbeni-han perke-bunan

program-program yg tertera di RPJMD Sumsel ini telah terangkum bagian yg difokuskan untuk pelaksanaan penelitian dan pengembang-an pertanian melalui program-program kajian dan penelitian pada setiap jenis program tersebut

Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi:

Dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri pedesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah,penyediaan pembiayaan yang terjangkau.

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Belum menjadi pioritas pada RPJMD Sumsel

Pangan dan Gizi:

Page 105: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-18

Peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui peningkatan pola pangan harapan;

Membangun pertanian pangan dan perkebunan berskala teknis dan ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan penerapan teknologi tepat guna

Program pening-katan ketahanan pangan pertanian/ perkebu-nan.

Program lumbung pangan

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Program tersebut merupakan bagian dari program ketahanan pangan dan juga bagian dari pelaksanaan program lumbung pangan di Sumsel

Adaptasi Perubahan Iklim:

Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Belum menjadi prioritas dalam RPJMD Sumsel

6 PRIORITAS 6:

INFRASTRUK-TUR

Tanah dan tata ruang:

Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata ruang secara terpadu;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Belum menjadi prioritas dalam RPJMD Sumsel

Page 106: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-19

 

Perhubungan:

Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda dan penurunan tingkat kecelakaan transportasi sehingga pada 2014 lebih kecil dari 50% keadaan saat ini;

Mendayagunakan sumberdaya pertambangan dan energi (fosil dan terbarukan) dengan cerdas, arif, dan bijaksana demi kepentingan masyarakat luas

Program Pembangun-an Jalan dan Jembatan

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional

Program pembangunan jalan dan jembatan yg diprogramkan di RPJMD Sumsel ini salah satunya ditujukan untuk penyediaan sarana transportasi yg memadai antar provinsi

Pengendalian banjir:

Penyelesaian pembangunan prasarana pengendalian banjir

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

-

Page 107: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-20

 

Transportasi perkotaan:

Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan)

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

-

7 PRIORITAS 7 :

IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

Kepastian hukum:

Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

-

Kebijakan ketenagakerja-an:

Sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha dalam rangka memperluas penciptaan lapangan kerja.

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Page 108: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-21

8 PRIORITAS 8 :

ENERGI

Energi alternatif:

Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi alternatif geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014

- Program pe-ngembangan pemanfaatan energi baru dan terbarukan

Ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Program pembangunan disusun secara umum untuk peningkatan ketersediaan listrik wilayah dan desa, dan secara spesifik disusun dalam program aksi oleh SKPD

Hasil ikutan dan turunan minyak bumi/gas:

Revitalisasi industri pengolah hasil ikutan/ turunan minyak bumi dan gas sebagai bahan baku industri tekstil, pupuk dan industri hilir lainnya;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Masih dianggap sebagai program nasional yang dilaksanakan Pemerintah Pusat

Konversi menuju penggunaan gas:

Perluasan program konversi minyak tanah ke gas sehingga mencakup 42 juta Kepala Keluarga pada 2010;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Hal itu sementara ini dianggap sebagai program nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat

Page 109: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-22

Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan di Palembang, Surabaya, dan Denpasar.

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Pemerintah Kota Palembang telah merealisasi-kan penggunaan gas alam untuk rumah tangga

9 PRIORITAS 9 : LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA

Perubahan iklim:

Peningkatan keberdayaan pengelolaan lahan

gambut

Program Pemanfa-atan Potensi Sumber Daya Hutan

Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Program masih bersifat umum dan pada tahun 2010 baru akan dimulai gerakan mitigasi dampak perubahan iklim.

Peningkatan hasil rehabilitasi seluas 500,000 ha pertahun

Rehabilitasi hutan dan lahan

Program Optimalisasi Pemanfaa-tan Hutan Produksi

Ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Mengembangkan Hutan Tanaman Industri; Hutan Tanaman Rakyat, Kebun Rakyat maupun Kebun Desa untuk meningkatkan hasil reboisasi.

Page 110: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-23

Penekanan laju deforestasi secara sungguh-sungguh

Rehabilitasi hutan dan lahan serta Pengendalian kebakaran hutan serta mencegah terjadinya illegal loging

Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Program pengenda-lian kebakaran

Program pengeta-tan pengawasan illegal loging

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional.

Penyusunan Rtk RHL DAS telah dilakukan dan diimplemen-tasikan tahun 2010.

Meningkat-kan keterlibatan masyarakat dalam mencegah kebakaran hutan.

Telah dilakukan pengawasan ketat untuk mencegah illegal loging

Pengendalian Kerusakan Lingkungan:

Penurunan beban pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industri dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut;

Produk hukum pengendali-an lingkungan

Program Pengenda-lian dan Pengru-sakan Lingkung-an

Program Perlindungan dan Konserva-si SDA

Program pengem-bangan kinerja pengelola-an air minum dan air limbah

Program kinerja pengelola-an persampahan.

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional.

Telah diterapkan insentif dan disinsentif thd industri (Proper) dan rutin dilakukan pemantauan dan pembinaan industri yg melanggar peraturan kelas air (PerGub) yang diterbitkan pada tahun 2005.

Page 111: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-24

 

Sistem Peringatan Dini:

Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai 2010 dan seterusnya, serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Belum menjadi prioritas pembangunan di Sumatera Selatan, karena tidak termasuk daerah yang rawan terserang ombak Tsunami, namun tetap rawan terhadap banjir lokal akibat anomali iklim dan cuaca

Penanggulang-an bencana:

Peningkatan kemampuan penanggulang-an bencana

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Prgram tersebut belum menjadi prioritas pembangunan di Sumatera Selatan

Page 112: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-25

10 PRIORITAS 10

DAERAH TERDEPAN, TERLUAR , TERTINGGAL DAN PASCA KONFLIK

Kebijakan:

Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Belum menjadi prioritas pembangunan di Sumsel

Keutuhan wilayah:

Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional

Sumatera Selatan tidak berada di daerah perbatasan dengan negara-negara tersebut.

Daerah tertinggal:

Pengentasan paling lambat 2014.

- - Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional

Belum menjadi prioritas pembangunan di Sumatera Selatan, nampaknya dianggap cukup dengan program pemerintah pusat

Page 113: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-26

11 PRIORITAS 11:

KEBUDAYAAN, KREATIFITAS, DAN INOVASI TEKNOLOGI

Perawatan:

Penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya,

Mengem-bangkan dan membina budaya daerah yang berakar pada nilai-nilai luhur "Simbur Cahaya",

Program Pengem-bangan Nilai Budaya.

Program Pengelolahan Kekayaan Budaya.

Program Pengelola-an Keraga-man Budaya

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional.

Program yang berkaitan dengan kebudayaan di Provinsi Sumatera Selatan juga menjadi salah satu program prioritas, namun pada RPJMD Sumsel, prioritasnya difokuskan pada jenis/nilai budayanya bukan kepada sarana fisik dari budaya

Revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia ditargetkan sebelum Oktober 2011;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional.

Program ini belum menjadi dalam pembangunan di Sumatera Selatan untuk RPJMD 2008-2013

Sarana:

Page 114: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-27

Penyediaan sarana yang memadai bagi pengembang-an, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012;

- - Tidak ada program daerah yang mendu-kung prioritas/ program nasional.

Program ini pada RPJMD Sumsel belum menjadi program prioritas, namun bukan berarti tidak memperha-tikan budaya, hanya saja belum menjadi prioritas untuk periode 2008-2013.

Kebijakan:

Peningkatan perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya;

- Program Pengembangan Kerjasama Pengelola-han Kekayaan Budaya

Ada program daerah yang mendu-kung sepenuh-nya prioritas/ program nasional.

Program prioritas di Sumsel yang berkaitan dengan program ini difokuskan pada pengembang-an kerjasama. Program ini turut mendukung program nasional karena ini adalah salah satu bentuk perhatian pemprov untuk perkembang-an budaya di daerah ini.

Page 115: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-28

 

Inovasi teknologi:

Peningkatan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif yang mencakup pengelolaan sumber daya maritim menuju ketahanan energi, pangan, dan antisipasi perubahan iklim; dan pengembang-an penguasaan teknologi dan kreativitas pemuda.

- - Tidak ada program daerah yang relevan dengan prioritas/ program nasional.

Program pengelolaan sumberdaya maritim nampaknya bukan menjadi program prioritas pada RPJMD Sumsel mengingat Sumsel sendiri bukanlah wilayah yang memiliki sumberdaya maritim yang besar.

Prioritas daerah yang tak ada di prioritas nasional

Page 116: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-29

PRIORITAS DAERAH : PENDIDIKAN

Prioritas daerah yang tidak ada di prioritas nasional.

Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan melalui Sekolah Gratis,

Meningkat-kan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang bermutu

Prioritas daerah yang tidak ada di prioritas nasional.

Indikator capaian RJMN lebih detail, ukurannya jelas. Sedangkan RJMD Sumatera Selatan cenderung masih bersifat umum.

pengem- bangan fasilitas, penyediaan sarana pendidikan, pembiayaan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan guru

Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing melalui pengembang-an sekolah bertaraf internasional.

melalui pengembangan fasilitas dan sarana pendidikan baku, pembiayaan pendidikan dan kesejahtera-an guru.

Misalnya, capaian indikator dalam perioritas pendidikan ukurannya pada APK, APM, hal ini jelas ukurannya. Berbeda pada RPJMD, masih umum. Seperti peningkatan mutu melalui pengembang-an sekolah bertaraf internasonal. Indikator capaian mutu pendidikan ukurannya apa, hal ini tidak jelas dalam RPJMD.

Page 117: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-30

C. Rekomendasi

1. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi

Sejauh ini RPJMD Provinsi Sumatera Selatan 2008 – 2013 telah disusun dengan

skala prioritas yang memperhatikan kondisi dan potensi wilayah dan merujuk pada

RPJMN 2004 – 2009. Selain itu, strategi, arah kebijakan dan program pembangunan

Sumatera Selatan dalam RPJMD tersebut sebagian besar sesuai yang disusun dalam

RPJM yang baru (2010 – 2014).

Provinsi Sumsel dalam RKP 2011 hingga 2013 dan dalam RPJMD 2013-2018

perlu memprioritaskan pembangunan yg berkaitan langsung dengan perimbangan pusat

dan daerah, dan mekanisme efisiensi pemanfaatan dana pembangunan. Hal lain yang

juga penting adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam RPJMD-nya ke depan

mesti memprioritaskan percepatan harmonisasi dan sinkronisasi perundang-undangan

pusat dan daerah, bukan malah mennetapkan peraturan daerah yang bertentangan

dengan peraturan pemerintah.

Perlu dimasukkan penataan ulang kurikulum sekolah untuk program pendidikan

SD, SLTP dan SLTA dalam rencana kerja pembangunan (RKP) pada tahun 2011 -2013

dan dalam RPJMD 2013 -2018 di Sumatera Selatan seperti yang telah tercantum pada

prioritas pembangunan pendidikan dalam RPJMN 2010 – 2014 agar dapat mempercepat

laju peningkatan kulitas SDM melalui pendidikan formal. Cukup relevan pula apabila di

dalam RPJMD direncanakan pembentukan Komite Daerah untuk penanggulangan

kemiskinan dan kelaparan.

Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang lahan pertanian

berkelanjutan perlu disusun rencana penyusunan peraturan daerah tentang implementasi

kepastian hukum atas lahan pertanian dan pengembangan areal pertanian baru seluas

potensi yang ada, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar;

Dengan makin meningkatnya potensi bencana alam seperti banjir, longsor dan

gempa bumi, selain adanya program pusat, perlu diprogramkan oleh Pemerintah

Sumatera Selatan dengan lebih serius mengenai peningkatan kemampuan

penanggulangan bencana oleh tenaga lokal. Selain itu dengan kondisi anomali iklim dan

cuaca yang makin meningkat yang berpotensi menyebabkan penurunan bahkan

kegagalan produksi pangan, perlu disusun program untuk mengantispasi dan mengatasi

Page 118: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-31

kemungkinan terjadinya masalah terseburt, bukan hanya kepentingan masyarakat dalam

wilayah sendiri tetapi juga untuk membantu wilayah lain karena Sumatera Selatan dikenal

sebagai salah satu sentra produksi pangan.

Meskipun sumberdaya maritim nampaknya bukan menjadi program prioritas pada

RPJMD Sumsel mengingat Sumsel sendiri bukanlah wilayah yang memiliki sumberdaya

maritim yang besar, sejalan dengan realisasi pembangunan pelabuhan laut Tanjung Api-

Api yang akan membuka akses ke laut di Pantai Timur provinsi ini, perlu disusun program

pengelolaan sumberdaya maritim pada RKP Sumatera Selatan 2011 – 2013 dan RPJMD

yang akan datang.

Dari pencermatan yang dilakukan, masih terdapat kecenderungan bahwa

Pemerintah Daerah Sumatera Selatan masih belum konsekuen dan konsisten

melaksanakan program-program prioritas yang telah tercantum dalam RPJMD-nya. Hal

ini ditunjukkan oleh masih terjadinya penyusunan RKP SKPD yang masih mementingkan

kepentingan sektoralnya, dan kurang memperhatikan azaz keterpaduan dan efektifitas

program bersama dalam melaksanakan program nasional. Oleh karena itu dalam RPJMD

yang akan datang, hal tersebut perlu dipertegas dengan menetapkan program

pendukung sektoral langsung di bawah dan terkait dengan program prioritas.

2. Rekomendasi Terhadap RPJMN

Potensi Sumatera Selatan yang masih besar dalam peningkatan pembangunan

energi dan pertanian, terutama tanaman pangan dan perkebunan yang dapat berperan

besar memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional memerlukan perhatian yang

lebih serius dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Untuk itu wajar apabila disusun

program aksi yang lebih intensif dan berkelanjutan untuk lebih mengembangkan

pembangunan dua sektor tersebut pada tahun mendatang. Selain itu kondisi infrastruktur

jalan yang berperan penting bagi kelancaran arus pasokan input, pemasaran komoditi dan

pengangkutan bahan baku energi di wilayah ini masih perlu ditingkatkan baik secara

kuantitas, atau paling tidak kulitasnya. Oleh sebab itu masih diperlukan program aksi

pembangunan (termasuk alokasi anggarannya) infrastruktur jalan jalan nasional, provinsi

dan kabupaten/kota. Tentu prioritas pertama ditujukan pada pembangunan infrastruktur

dan penyediaan sarana transportasi pada daerah sentra produksi unggulan utama

provinsi Sumatera Selatan, sehingga upaya pengembangan ekonomi komoditas unggulan

utama tersebut dapat berjalan dengan lancar. Kelancaran hubungan transportasi antar

Page 119: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

III-32

provinsi dapat menjadi prioritas berikutnya, karena dengan sarana infrastruktur yang baik

akan membuka perekonomian antar provinsi berkembang.

Masih terdapat beberapa program penting antar kementerian yang sebenarnya

dapat dilaksanakan secara terpadu di lapangan, namun tetap sesuai dengan tupoksinya

masing-masing, akan efektif pelaksanaan dan hasilnya. Misalnya dalam masalah

pemantapan ketahanan pangan, programnya tidak hanya menjadi tanggung jawab

Kementerian Pertanian, melainkan juga Kementerian Dalam Negeri, Kuangan, Sosial dan

lain-lain. Dalam hal ini mungkin perlu dilakukan pembahasan lingkup masyarakat/lembaga

sasaran yang akan diberdayakan sehingga mereka memperoleh pembinaan secara

komprehensif dan tuntas dalam jangka waktu tertentu yang cukup. Dengan demikian

program-program aksi yang bersifat parsial dapat diminimalkan.

Page 120: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-1

A. Kesimpulan

Hasil pelaksanaan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan selama kurun

waktu 2004 hingga tahun 2009 secara keseluruhan telah menampakkan kemajuan dalam

menjawab tantangan/permasalahan utama yang disebabkan oleh beberapa faktor

pendukung seperti kemampuan pemerintah dan masyarakat membuat kondisi wilayah

menjadi kondusif, perhatian banyak pihak terhadap aspek penting yang mesti menjadi

prioritas. Namun masih terdapat pula permasalahan yang mesti diatasi lebih lanjut pada

periode pembangunan selanjutnya secara lebih serius, terpadu dan komprehensif. Secara

spesifik berdasarkan tiga agenda pembangunan nasional yang dikaji dapat disimpulkan :

1. Untuk agenda pembangunan mewujudkan Indonesia yang aman dan damai yang

diukur dari indikator indeks kriminalitas dan penyelesaian kasus kejahatan

konvensional dan kejahatan transnasional, perkembangannya di Sumatera

Selatan masih menunjukkan kondisi yang berfluktuasi sebagai akibat dari proses

penegakkan hukum dan tingkat konsistensi aparat penegak hukum dalam

menjalankan tugasnya belum optimal, serta turut didukung akibat dari tingkat

kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat yang cenderung tinggi serta kesadaran

hukum sebagian masyarakat yang relatif masih rendah.

2. Untuk agenda pembangunan mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis

yang diukur dari indikator pelayanan publik dan demokrasi perkembangannya di

Sumatera Selatan sangat relevan dengan tujuan pembangunan nasional, dan

tingkat efektivitasnya juga lebih baik dibandingkan perkembangan rata-rata

nasional :

Pelayanan publik yang diukur dari penyelesaian kasus korupsi,

kabupaten/kota yang memiliki pelayanan satu atap dan SKPD

provinsi/kabupaten yang memiliki pelaporan wajar tanpa pengecualian

menunjukkan tingkat persentase perkembangan yang meningkat

4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 

Page 121: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-2

menggambarkan keseriusan pemerintah melalui aparat pelaksana dalam

menangani kasus korupsi, dan melayani kebutuhan masyarakat secara

efektif dan efisien, meskipun perlu lebih baik lagi pengelolaannya pada

masa mendatang;

Untuk tingkat demokrasi, perkembangannya di Sumatera Selatan cukup

tinggi sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, dengan tren yang

membaik dalam kurun beberapa tahun terakhir. Kesadaran masyarakat

akan pentingnya hidup berdemokrasi yang salah satunya dicirikan oleh

meningkatnya kesetaraan gender yang diukur dari peningkatan angka

Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerment

Meassurement (GEM) walaupun dengan laju peningkatan yang masih

cenderung yang konstan, namun telah memberikan arti toleransi

demokrasi yang telah mengedepankan kesetaraan laki-laki dan

perempuan, namun kedepan masih perlu mendapat perhatian yang lebih

serius mengingat kesetaraan tersebut belum terjadi secara merata di

segala bidang pembangunan.

3. Untuk agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, tren perkembangannya relatif

meningkat hingga tahun 2009, yang menunjukkan terdapatnya perbaikan tingkat

kesejahteraan rakyat di Sumatera Selatan. Hal tersebut ditunjukkan oleh :

Perkembangan tingkat kualitas sumberdaya manusia di provinsi ini

mengalami peningkatan, ditunjang oleh angka IPM, angka partisipasi

sekolah, dan nilai kelulusan yang menaik, serta angka putus sekolah yang

cenderung turun. Akan tetapi tren capaiannya mengalami fluktuasi dimana

salah satunya akibat kontribusi menurunnya persentase jumlah guru yang

layak mengajar pada tingkat SMP, meskipun dalam jumlah mutlak dan total

jumlah gurunya bertambah.

Perkembangan kondisi kesehatan masyarakat yang membaik setiap

tahunnya yang ditunjukkan dari meningkatnya angka harapan hidup yang

menggambarkan semakin baiknya tingkat dan derajat kesehatan

masyarakat, walaupun dari indikator angka kematian bayi masih

berfluktuasi namun pada tahun terakhir telah menunjukkan fluktuasi yang

cenderung menurun, dan kondisi yang sama juga ditunjukkan dari kondisi

perkembangan gizi buruk dan gizi kurang yang masih berfluktuasi namun

di tahun terkahir menunjukkan kecenderungan fluktuasi yang menurun.

Page 122: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-3

Namun satu hal yang menjadi catatan dan perlu mendapat perhatian pada

bidang kesehatan di Sumatera Selatan adalah bahwa rasio antara tenaga

kesehatan dengan jumlah penduduk tergolong masih cukup rendah, artinya

penambahan tenaga kesehatan masih perlu menjadi fokus perhatian

pembangunan setiap tahunnya.

Perkembangan pelaksanaan program Keluarga Berencana walaupun bila

dilihat dari persentase penduduk ber KB masih rendah dan dengan

kecenderungan perkembangan menurun, namun dilihat dari laju

pertumbuhan penduduk telah menunjukkan perkembangan yang cukup

baik yang terlihat dari tren penurunan hingga tahun 2009 dan

perkembangan TFR yang juga menunjukkan tren penurunan walaupun

dengan angka penurunan yang relatif masih rendah, sehingga ke depan

masih perlu mendapat perhatian.

Perkembangan kondisi ekonomi makro cukup baik, ditunjukkan dari

penurunan angka persentase ekspor terhadap PDRB, yang mengalami

pertumbuhan cukup baik meskipun masih berfluktuasi karena sangat

tergantung dari ‘volatilitas’ harga komoditi unggulan Sumatera Selatan nilai

mata uang rupiah terhadap mata uang mitra dagang. Namun pada kondisi

makro ini masih perlu mendapat perhatian mengingat ditinjau dari angka

pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 menunjukkan perlambatan

pertumbuhan dan laju inflasi yang berada di atas laju inflasi nasional.

Perkembangan Investasi menunjukkan perkembangan yang lebih tinggi

dibandingkan rata-rata nasional yang disebabkan adanya kenaikan yang

drastis pada investasi PMA meskipun kinerja ekonomi makronya sejalan

dengan kondisi rerata perekonomian nasional. Namun dari sisi efektivitas,

terjadi fluktuasi tren capaian indikator outcome pembangunan ekonomi

provinsi ini akibat fluktuasi laju penanaman modal yang menunjukkan

kurangnya konsistensi dalam memelihara pembangunan ekonomi tersebut,

Perkembangan infrastruktur menunjukkan tren perkembangan yang baik

yang tergambar dari perkembangan panjang jalan nasional dan provinsi

dengan kondisi baik meningkat dari tahun ke tahun dan kondisi jalan buruk

menurun dari tahun ke tahun.   Perkembangan ini menunjukkan perhatian

pemerintah baik pusat maupun daerah untuk sarana transportasi tersebut

cukup baik

Page 123: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-4

Perkembangan pembangunan bidang pertanian, kehutanan dan kelautan

secara keseluruhan menunjukkan perkembangan ke arah peningkatan

yang baik, yang tercermin dari PDRB sektor pertanian setiap tahunnya

terus mengalami peningkatan, meskipun pada bidang kehutanan dan

kelautan masih perlu mendapat perhatian serius. Perkembangan

pengelolaan sumberdaya alam yang relevan lebih baik dibandingkan rata-

rata tingkat nasional, namun tingkat efektifitas pencegahan kerusakan

sumberdaya alam lain masih relatif rendah yang ditunjukkan dengan masih

meningkatnnya lahan kritis dan lahan sangat kritis, sementara

perkembangan rehabilitasi lahan belum mampu mengejar laju peningkatan

lahan kritis tersebut.

Perkembangan kesejahteraan sosial menunjukkan arah perkembangan

cukup baik yang tercermin dari menurunnya angka persentase penduduk

miskin dan tingkat pengangguran terbuka. Namun demikian perhatian

cukup besar masih perlu diberikan pada perkembangan kesejahteraan

sosial ke depan mengingat angka kemiskinan dan pengangguran tersebut

masih tergolong pada nilai angka yang masih tinggi.

B. Rekomendasi

Dari hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan

selama kurun waktu 2004 hingga tahun 2009 yang dilakukan terhadap tiga agenda

pembangunan dan evaluasi terhadap sinkronisasi dari RPJMN dan RPJMD Provinsi

Sumatera Selatan, maka dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Diperlukan perencanaan yang progresif dan responsif dalam pelaksanaan

penegakkan hukum dan perbaikan sistem peradilan melalui optimalisasi

sumberdaya manusia, baik kepolisian, jaksa maupun hakim secara kuantitas

maupun kualitas.

2. Untuk mewujudkan rasa keadilan dan demokrasi perlu dilakukan peningkatan

peranan pemerintah dalam optimalisasi penyelesaian tindak pidana, pembentukan

unit/badan pelayanan terpadu satu pintu disetiap kabupaten dan peningkatan

transparansi pengelolaan keuangan pemerintah daerah dengan menerbitkan

Peraturan Daerah tentgang Transparansi (Keterbukaan) informasi.

Page 124: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-5

3. Dalam upaya peningkatan peran perempuan, hendaknya setiap perencanaan

pembangunan lebih responsif pada kesetaraan gender, sebagai upaya mengatasi

ketimpangan gender karena mengoptimalkan sumber daya manusia baik

perempuan maupun laki-laki akan meningkatkan produktifitas. Dengan kata lain,

apabila pembangunan mengikutsertakan perempuan dan laki-laki dalam setiap

proses dan tahapan, maka implementasi pembangunan akan melaju dengan

kekuatan sempurna.

4. Dalam usaha penurunan angka kemiskinan dan kurang berhasilnya program

penanggulangan kemiskinan maka perlu dilakukan perubahan terhadap

paradigma penanggulangan kemiskinan menjadi paradigma bahwa persoalan

kemiskinan menjadi persoalan bersama dan multi pihak, sehingga program

penanggulangan kemiskinan yang dilakukan ke depan harus berbasis pada warga

miskin, posisi warga miskin ditempatkan tidak hanya sebagai obyek program,

pelaksanaan kegiatan antar sektor (SKPD) berjalan secara sinkron dan

terintegrasi.

5. Dalam usaha menuntaskan program Wajar 9 tahun dan peningkatan pelayanan

dan mutu pendidikan, maka diperlukan strategi kebijakan pendidikan yang

mengarah pada peningkatan mutu pendidik (sertifikasi guru), peningkatan sarana

dan prasarana yang diperlukan bagi pelaksanaan pendidikan tingkat, penjaminan

mutu pendidikan agar mendorong anak lulus wajar 9 tahun melanjutkan sekolah

lebih lanjut dan mengurangi anak putus sekolah di tingkat pendidikan menengah.

6. Guna optimalisasi peningkatan kesehatan masyarakat maka diperlukan

peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan sampai pada masyarakat di daerah

terpencil. Konsekuensi dari hal ini diperlukan peningkatan sumber daya

kesehatan, sarana-prasarana, asuransi kesehatan yang terjangkau dan mutu

kualitas pelayanan kesehatan.

7. Untuk terus memacu pembangunan di Sumatera Selatan, terutama untuk

mempersiapkan menjadi tuan rumah SEAGAMES 2011 maka agenda

pembangunan infrastruktur ekonomi dan fasilitas publik, seperti jalan, jembatan,

dan energi harus terus dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan, pemerataan,

dan aksesibilitas masyarakat dan bersinergi dengan dengan program-program

pembangunan sektor lainnya, terutama program pendidikan dan kesehatan ‘gratis’

bagi yang kurang mampu.

Page 125: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-6

8. Untuk peningkatan pertumbuhan investasi PMA dan PMDN maka diperlukan

optimalisasi fungsi pelayanan terpadu satu atap, ketersediaan infrastruktur dan

fasilitas publik yang memadai, penambahan pasokan energi berupa listrik,

rasionalisasi tingkat suku bunga pinjaman perbankan terutama bagi UKM,

pembatasan transaksi di dalam negeri yang menggunakan valuta asing,

peningkatan kondisi keamanan di pelabuhan laut dan bandar udara yang rawan,,

efisiensi ketentuan perpajakan bagi PMA, pemberlakuan single identity bagi dunia

usaha serta membatasi intervensi dari pihak eksternal terhadap operasional

perusahaan.

9. Guna mendukung peningkatan laju perekonomian wilayah, maka dalam

pembangunan infrastruktur dengan skala prioritas maka prioritas pertama

ditujukan pada pembangunan infrastruktur dan penyediaan sarana transportasi

pada daerah sentra produksi unggulan utama provinsi Sumatera Selatan,

sehingga upaya pengembangan ekonomi komoditas unggulan utama tersebut

dapat berjalan dengan lancar.

10. Mengingat turunnya NTP petani di tahun 2009 sebagai akibat dari tingginya harga

faktor produksi yang harus mereka keluarkan yang diikuti meningkatnya harga

kebutuhan konsumsi petani, maka direkomendasikan untuk dilakukan tindak lanjut

pengimplementasian hasil riset di bidang input yang efisien dan ramah lingkungan

seperti pelaksanaan pertanian organi, tindak lanjut implementasi hasil riset bidang

produksi dan pengolahan pangan berbahan baku lokal agar dapat dimanfaatkan

secara luas oleh masyarakat, sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani.

11. Dalam bidang kehutanan dibutuhkan koordinasi yang sinergis antara semua pihak

yaitu : pemerintah (pusat, propvinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa);

BUMN/BUMD dan swasta (LSM,organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan

dan lain-lain). Koordinasi juga harus terjalin antara instansi yang menangani sektor

kehutanan di kabupaten/kota dan Bappeda di Wilayah DAS Musi.

12. Paradigma penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara sinergis dengan

menempatkan masyarakat miskin sebagai pelaku, yang berarti disertakan dalam

tim dan sistem yang terpadu dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi serta manajemen pengendalian dalam keberlanjutan hasil

pembangunan.

Page 126: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Provinsi Sumatera Selatan, 2010  

IV-7

13. Kondisi peningkatan anomali iklim dan cuaca yang diperkirakan akan

menimbulkan banjir di banyak wilayah dan mengancam produksi pangan perlu

direspon dengan cepat dengan menerapkan program-program untuk

mengantisipasi bencana banjir dan pencarian alternatif untuk meningkatkan atau

minimal mempertahankan produksi pangan seperti dalam kondisi normal.

Page 127: Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumsel - Unsri