laporan akhir ekpd 2009 sulawesi tengah - untad

108

Upload: ekpd

Post on 16-May-2015

2.750 views

Category:

Education


2 download

DESCRIPTION

Dokumen Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Sulawesi Tengah oleh Universitas Tadulako

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

KATA PENGANTAR

Sebagai kelanjutan dari Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan Tahun 2008, pada Tahun 2009 ini, Kami kembali dipercayakan untuk menyusun Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.

Berbeda dengan Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008, Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Tahun 2009 dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.

Penyusunan EKPD Provinsi Sulawesi Tengah dimulai Bulan Juli 2009. Tim melaksanakan tugasnya dengan melakukan berbagai kegiatan : melakukan pembagian tugas penulisan laporan sesuai bidang keakhlian masing-masing; pengumpulan data dan informasi pada berbagai pihak yang terkait, dan melakukan rapat-rapat.

Alkhamdulillah, rangkaian proses dan finalisasi penyusunan laporan kegiatan ini akhirnya selesai juga. Tanpa kerja keras dari tim peneliti dan tanpa bantuan dan fasilitasi dari pihak BAPPENAS dan BAPPEDA Provinsi Sulawesi Tengah, sulit dibayangkan apakah laporan ini selesai tuntas dan tepat pada waktunya.

Oleh karena itu, kepada tim peneliti dan sekaligus penyusun laporan ini yang telah bekerja sepenuh hati dan bertanggung penuh akan laporan hasil studi ini kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.

Kami sangat menyadari bahwa di dalam laporan akhir ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kelebihan yang seharusnya tidak perlu terjadi, namun bagaimanapun, karena tim penyusun ini adalah juga anak manusia, maka berbagai kekurangan dan kelebihan tak dapat terhindarkan. Olehnya itu, kehadiran berbagai saran masukan dan kritik konstruktif untuk perbaikan laporan ini akan disambut baik dengan tangan terbuka.

Akhirul kalam, semoga laporan ini bisa memberikan manfaat untuk semua pembacanya.

Palu, 14 Desember 2009 Rektor/Ketua

Tim EKPD Sulawesi Tengah Tahun 2009

Drs. H. Sahabuddin Mustapa, MSi

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

ii  

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik

i ii iv

BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang dan Tujuan 1

1.2 Keluaran 1

1.3 Metodologi 1

1.4 Sistematika Penulisan 3

BAB II HASIL EVALUASI 5 2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 8

2.1.1. Capaian Indikator 8

2.1.2. Demokrasi 12

2.1.3. Analisis Relevansi 19

2.1.4. Analisis Efektivitas 21

2.1.5. Aanalisis Capaian Indikator Spesifik Menonjol 24

2.1.6. Rekomendasi Kebijakan 26

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 28 2.2.1. Capaian Indikator 28

2.2.2. Pendidikan 28

2.2.3. Kesehatan 40

2.2.4. Analisis Relevansi 50

2.2.5. Analisis Efektivitas 51

2.2.6. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 51

2.2.7. Rekomendasi Kebijakan 53

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 55 2.3.1. capaian indikator 55 2.3.2. analisis relevansi 66 2.3.3. analisis efektivitas 69 2.3.4. analisis capaian indikator spesifik dan menonjol 67 2.3.5. Rekomendasi Kebijakan 71

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

iii  

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 72 2.4.1. Capaian Indikator 72 2.4.2. Kehutanan 73 2.4.3. Kelautan 76 2.4.4. Analisis Relevansi 79 2.3.5. Analisis Efektivitas 80 2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 82 2.4.3. Rekomendasi Kebijakan 83

2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL 83 2.5.1. Capaian Indikator 84 2.5.2. Capaian Indikator Outcomes Provinsi dan Outcomes Nasional 89 2.5.3. Analisis Relevansi 90 2.5.4. Analisis Efektivitas 91 2.5.5. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 92 2.5.5. Rekomendasi Kebijakan 94 BAB III P E N U T U P 96

3.1 Kesimpulan 96 3.2 Rekomendasi 97

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

iv  

DAFTAR GRAFIK

NOMOR JUDUL GRAFIK Hal 2.1.1.1 Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani Nasional dan Sulawesi Tengah dibandingkan

dengan yang dilaporkan; 9

2.1.1.2 Presentase Aparat yang Berijasah Minimal S1 Nasional dan Sulawesi Tengah 10

2.1.1.3 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki PERDA Layanan Satu Atap 11

2.1.2.1 Gender Development Indeks Sulawesi Tengah dibandingkan dengan GDI Nasional

13

2.1.2.2

Gender Empowerment Meassurment (GEM) Sulawesi Tengah di Bandingkan dengan GEM Nasional

14

2.1.2.3 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi 15

2.1.2.4 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat pada Pemilihan Legislatif Tahun 2004 dan 2009 16

2.1.2.5 Tingkat Partispasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Presiden Pada Tahun 2004 dan 2009

17

2.1.2.6 Capaian Indikator Layanan Publik 18

2.1.2.7 Capaian Indikator Demokrasi 19

2.1.2.8 Kasus KDRT yang ditangani di Sulawesi Tengah 25

2.1.2.9 Partisipasi Perempuan dalam Legislatif, Pemerintahan setingkat Desa dan Pemerintahan di Sulawesi Tengah

26

2.2.2.1 Perkembangan Angka Partisipasi Murni SD/MI Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

31

2.2.2.2 Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMP/Mts Sulawesi Tengah dan Nasional, 2003-2008

32

2.2.2.3 Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, 2003-2008

33

2.2.2.4: Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

34

2.2.2.5: Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

35

2.2.2.6 Perkembangan Angka Putus Sekolah SD Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

36

2.2.2.7 Perkembangan Angka Putus Sekolah SMP/MTs Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008 37

2.2.2.8

Perkembangan Angka Putus Sekolah SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008 37

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

v  

NOMOR JUDUL GRAFIK Hal 2.2.2.9

Perkembangan Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

38

2.2.2.10

Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008

39

2.2.2.11

Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008

40

2.2.3.1

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009

41

2.2.3.2

Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009

42

2.2.3.3

Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008 43

2.2.3.4

Perkembangan Prevalensi Gizi Kurang/Buruk (PGKB) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009

45

2.2.3.5

Perkembangan Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

46

2.2.3.6

Perkembangan Persentase Penduduk Ber KB Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

47

2.2.3.7

Perkembangan Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

48

2.2.3.8

Capaian Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia, Sulawesi Tengah dan Indonesia 2004-2008 49

2.2.3.9

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Tengah dan Indonesia, 2004-2008 50

2.3.1.1

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000

56

2.3.1.2

Persentase Ekspor Sulawesi Tengah dan Nasional terhadap PDRB/PDB Tahun 2004-2008 57

2.3.1.3

Persentase Output Manufaktur di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

58

2.3.1.4 Pendapatan per Kapita Sulawesi Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008 (Juta Rp)

60

2.3.1.5 Laju Inflasi Provinsi Sulteng dan Nasional (persen) Tahun 2004-2008

61

2.3.1.6a Panjang Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi 62

2.3.1.6b Panjang Jalan Provinsi Berdasarkan Kondisi 63

2.3.1.7

Perkembangan Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

64

2.3.1.8

Perkembangan Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

65

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

vi  

NOMOR JUDUL GRAFIK Hal

2.3.1.9

Capaian Indikator Outcomes Tingkat Pembangunan Ekonomi Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

66

2.3.4a

Perkembangan Pendapatan Per Kapita Sulawesi Tengah (asumsi pertumbuhan rata-rata 8,56 %/tahun)

69

2.3.4b Perkembangan Pendapatan Per Kapita Sulawesi Tengah 70

2.4.2.1

Presentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tengah di bandingkan dengan Luas Lahan Rehabilitasi terhadap luas lahan Kritis Nasional

73

2.4.2.2

Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan di Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Nasional

74

2.4.2.3 Luas Kawasan Konservasi di Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan Luas Kawasan Konservasi Nasional

75

2.4.3.1

Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan Jumlah Tindak Pidana Perikanan Nasional

76

2.4.3.2

Presentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik Secara Nasional

77

4.3.3

Luas Kawasan Konservasi Laut Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan Luas Konservasi Laut Nasional

78

2.4.6 Luas Kawasan Konservasi Sulawesi Tengah 82

2.5.1.1

Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

85

2.5.1.2 Perkembangan Pengangguran Terbuka Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

86

2.5.1.3

Perkembangan Presentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

87

2.5.1.4

Perkembangan Presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

88

2.5.1.5

Perkembangan Presentase pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

89

2.5.2

Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial Sulawesi tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

90

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya

terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan

daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan

dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah

Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program

pembangunan di daerah masing-masing.

Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai

relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.

Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai

tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari

pembangunan daerah tersebut.

Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang

berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan

pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan

sebelumnya.Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi

lokal guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan

daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus

(DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).

1.2 KELUARAN

1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi

Sulawesi Tengah.

2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi

Tengah.

1.3 METODOLOGI

Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah

sebagai berikut:

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

2

 

1. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang

memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

2. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung

dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. 3. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak

dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.

4. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu

menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).

Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin

tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.

5. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi

jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator

Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:

1) persentase penduduk miskin

2) tingkat pengangguran terbuka

3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

4) presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia

5) presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial

Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).

Sehingga:

Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -

tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial

bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +

(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5

Daftar indikator yang menjadi komponen pendukung untuk masing-masing kategori

indikator outcomes dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk menilai kinerja

pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah Relevansi dan Efektivitas.

Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan

yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini,

relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah

sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.

Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian

antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

3

 

pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah

membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:

Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek

pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,

lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.

Pengumpulan Data Primer Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan

daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali

masukan dan tanggapan peserta diskusi.

Pengumpulan Data Sekunder Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS

daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN

Laporan akhir ini disusun dengan mengikuti sistematika penulisan sebagai

berikut:

Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan

1.2 Keluaran

1.3 Metodologi

1.4 Sistematika Penulisan Laporan

BAB II HASIL EVALUASI

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

2.1.1. Capaian Indikator

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.2.1. Capaian Indikator

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

4

 

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 2.3.1. Capaian Indikator

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2.4.1. Capaian Indikator

2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.4.3. Rekomendasi Kebijakan

2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL 2.5.1. Capaian Indikator

2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

2.5.3. Rekomendasi Kebijakan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Rekomendasi

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

5

 

BAB II HASIL EVALUASI

Pembangunan daerah merupakan bagian integral sekaligus merupakan penjabaran

dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dilakukan untuk mencapai sasaran

pembangunan nasional sesuai dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di

daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan

nasional secara efisien, efektif, dan merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan

keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan daerah,

antarprovinsi, antarkabupaten/kota, serta antara provinsi dan kabupaten/kota. Selain untuk

mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan daerah dilakukan untuk

meningkatkan hasil-hasil pembangunan bagi masyarakat setempat secara adil dan merata.

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi

pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui

berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan

sektoral yang dilakukan di daerah disesuaikan dengan kondisi dan potensinya. Kedua, dari

segi pembangunan wilayah, yang meliputi pembangunan kawasan-kawasan khusus,

perbatasan, serta pembangunan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan

sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi

pemerintahannya. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik

maka pemerintah daerah perlu berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah

merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam

rangka implementasi otonomi daerah secara nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungjawab.

UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)

juga menetapkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah

ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Gubernur atau Bupati/Walikota terpilih

dilantik dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah. RPJM Daerah merupakan penjabaran

visi, misi, dan program Gubernur/Bupati/Walikota terpilih selama 5 (lima) tahun, ditempuh

melalui Strategi Pokok yang dijabarkan dalam Agenda Pembangunan Daerah yang

memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan, dan program-

program pembangunan. Untuk itu, beberapa hal yang menjadi perhatian dalam kaitan ini

antara lain adalah: (1) RPJM Nasional menjadi pedoman bagi Gubernur/Bupati/Walikota

terpilih dalam penyusunan RPJM Daerah masing-masing. (2) Penyusunan RPJM Daerah

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

6

 

memperhatikan sasaran-sasaran yang merupakan komitmen internasional Indonesia

terutama pencapaian sasaran dalam Millenium Development Goals (MDGs). (3) Perhatian

khusus untuk kabupaten-kabupaten yang relatif masih tertinggal dalam wilayah provinsi,

dan kecamatan-kecamatan tertinggal dalam wilayah kabupaten.

Sasaran-sasaran lima tahunan yang tertuang dalam RPJM Nasional dan RPJM

Daerah tersebut dijabarkan melalui kegiatan tahunan yang tertuang dalam Rencana Kerja

Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Selanjutnya yang

menjadi perhatian dalam penyusunan RKP dan RKP Daerah demi memantapkan koordinasi

antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pencapaian tujuan nasional adalah: (1)

Konsistensi dalam targeting, terutama terkait pada tujuan, kegiatan, kelompok sasaran, dan

lokasi dari program kementerian/lembaga dengan program pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota. (2) Keserasian penganggaran: dana dekonsentrasi, tugas

perbantuan, dana perimbangan (Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi

Hasil), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Penentuan indikator kinerja yang

jelas dan terukur. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

selain berkepentingan terhadap penyelenggaraan pembangunan sektoral nasional di daerah,

juga berkepentingan terhadap pembangunan dalam dimensi kewilayahan.

Untuk pengamatan yang lebih obyektif dan representatif dalam pencapaian sasaran-

sasaran pembangunan, digunakan serangkaian indikator kuantitatif dan kualitatif sebagai

ukuran pencapaian berbagai hasil pembangunan. Pengamatan tersebut selain bermanfaat

sebagai masukan bagi rumusan perencanaan pembangunan daerah ke depan, juga

merupakan bagian dari kewajiban pemerintah daerah untuk menyampaikan hasil kinerjanya

kepada masyarakat.

Di era otonomi daerah, pelaksanaan pembangunan berhubungan erat dengan

penyelenggaraan pembangunan sektoral nasional di daerah dan pembangunan dalam

dimensi kewilayahan. Oleh karena itu, aktivitas pembangunan daerah harus sejalan dengan

tujuan pencapaian sasaran-sasaran sektoral nasional di daerah dan tujuan pengintegrasian

pembangunan antarsektor di dalam satu wilayah.

Dalam perspektif ini, maka fungsi dan peran pemerintah daerah menjadi sangat

penting dalam upaya merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan daerah. Berdasarkan

pengalaman dan perkembangan pembangunan daerah yang berlangsung selama ini, maka

ada beberapa isu pokok pembangunan daerah yang perlu mendapat perhatian dan prioritas

penanganannya, yaitu:

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

7

 

• Kesenjangan pembangunan antarwilayah, dalam hal ini perlu upaya yang serius

dalam menangani kesenjangan antarwilayah kabupaten dan kota, serta kesenjangan

pembangunan antara kota – desa.

• Keterbatasan sumber-sumber pembiayaan yang memadai, baik yang berasal dari

kemampuan daerah sendiri maupun sumber dana dari luar daerah (eksternal), belum

terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas, serta kurangnya kreativitas dan

partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan rasional.

• Belum meratanya dukungan infrastruktur transportasi dan komunikasi, ketenagalistrikan,

energi, dan infrastruktur sosial ekonomi yang memudahkan warga masyarakat untuk

mengakses dan memperoleh layanan publik yang lebih baik, terutama oleh warga

masyarakat di daerah-daerah perdesaan pedalaman dan di daerah-daerah terpencil.

• Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak

tersentuh oleh program–program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan

sosial, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah disekitarnya.

Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal

memerlukan perhatian serta keberpihakan dari pemerintah daerah dalam pembangunan.

• Pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas sektor

dan antarwilayah masih rendah. Pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah sampai

saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya sehingga

degradasi lingkungan banyak terjadi. Selain itu sistem pengelolaan pertanahan yang ada

juga kurang optimal, padahal pengelolaan pertanahan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari penataan ruang.

• Masih banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum

dikembangkan sehingga lambat dalam menciptakan kemandirian ekonominya.

• Masih banyak wilayah perbatasan dan terpencil yang kondisinya masih terbelakang.

Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terdepan memiliki potensi sumber daya

alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan

dan keamanan negara.

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

Dalam konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan

profesi yang semakin penting. Pelayanan publik tidak lagi merupakan aktivitas sambilan,

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

8

 

tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di

banyak negara berkembang pada masa lalu.

Sebagai sebuah lembaga, pelayanan publik diharapkan dapat menjamin

keberlangsungan administrasi negara yang melibatkan pengembangan kebijakan

pelayanan dan pengelolaan sumberdaya yang berasal dari dan untuk kepentingan

publik. Sebagai profesi, pelayanan publik berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme

dan etika seperti akuntabilitas, efektifitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan keadilan bagi

semua penerima pelayanan.

Menguatnya arus globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi membawa

konsekuensi logis munculnya peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi pelayanan

publik, khususnya pelayanan bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus.

Terkait dengan pelaksanaan demokrasi melalui berbagai “pesta demokrasi”

seperti Pemilu Legislatif, PILPRES dan PILKADA, nampaknya antusiasme masyarakat

agak mengalami penurunan akibat adanya semacam “kebosanan” karena mereka

menganggap tiada hari tanpa pemilu.

2.1.1. CAPAIAN INDIKATOR

Bagian ini akan memperbandingkan dan menganalisis berbagai capaian sub

indikator (indikator pendukung) pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Provinsi

Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional.

Analisis dilakukan dengan memperbandingkan nilai capaian sub indikator

pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan di tingkat

nasional dalam bentuk grafik. Adapun nilai capaian indikator pendukung pelayanan

publik dan demokrasi yang dianalisis terdiri atas: persentase jumlah kasus korupsi yang

tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan; presentase aparat yang memiliki ijasah

minimal S1; Jumlah Daerah yang memiliki Peraturan pelayanan satu atap; Gender

Development Indeks (GDI); dan Gender Empowerment Measurement(GEM).

Dengan cara memperbandingkan dan menganalisis nilai capaian sub Indikator

tersebut, diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang capaian kinerja

pelayanan publik dan demokrasi di Sulawesi Tengah selama periode evaluasi 2004-2008.

2.1.1.1. Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan

Pemberantasan korupsi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

rangka pelayanan publik, karena sangat terkait dengan kualitas layanan yang cepat dan

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

9

 

murah. Berdasarkan data Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2009, upaya

pemberantasan dan penanganan kasus korupsi masih belum menunjukkan hasil yang

maksimal. Hal ini terlihat dari data yang dilaporkan dengan kasus yang ditangani dari

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 menunjukkan presentase yang menurun.

Selama periode evaluasi, 2004-2008, jumlah kasus yang ditangani dibandingkan

dengan jumlah kasus yang dilaporkan di Daerah Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang

makin menurun. Pada Tahun 2004 jumlah kasus yang ditangani dibandingkan dengan

jumlah kasus yang dilaporkan di Daerah Sulawesi Tengah mencapai 97,72 %. Pada

Tahun 2005 jumlah kasus yang ditangani mencapai 80%, kemudian menurun drastis

menjadi 33,33% pada Tahun 2007. Setelah itu kembali menaik menjadi 64,44% pada

Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional, jumlah kasus yang ditangani dibandingkan

dengan jumlah kasus yang dilaporkan menunjukkan tren yang relatif stabil, yaitu menurun

dari 97% pada Tahun 2004 menjadi 94% pada Tahun 2008.

Grafik 2.1.1.1

Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Tertangani Nasional dan Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan yang Dilaporkan

Dari perbandingan capaian sub indikator tersebut, menunjukkan bahwa selama

periode evaluasi, 2004-2008, upaya penanganan kasus korupsi di Sulawesi Tengah

ternyata kinerjanya lebih buruk jika dibandingkan dengan di tingkat nasional.

Bedasarkan data BPS, kasus korupsi yang ditangani pada Tahun 2004 sebesar 97,72%,

kemudian menurun menjadi 80% pada Tahun 2005; sebesar 37,11% pada Tahun 2006;

dan menurun lagi menjadi sebesar 33,33% pada Tahun 2007, sedangkan pada Tahun

2008 capaian penanganan kasus korupsi kembali meningkat menjadi 64,44 % seperti

yang terlihat pada Grafik 2.1.1.1

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

10

 

Walaupun upaya pembenahan sistem politik telah dilaksanakan, namun pada

tataran daerah, khususnya dalam pandangan masyarakat umum, masih timbul kesan

adanya tebang pilih dalam penanganan kasus-kasus khusus, masih dirasakan adanya

pembedaan antara peradilan kepada masyarakat umum dan aparatur negara serta

kalangan tertentu. Olehnya upaya menciptakan sistem pemerintahan dan birokrasi yang

bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa adalah menjadi keniscayaan.

2.1.1.2. Presentase aparat yang berijasah minimal S1

Upaya peningkatan pelayanan publik sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia

yang tersedia. Salah satu indikator penting dalam konteks sumberdaya manusia adalah

tingkat pendidikan. Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan dari

aparat pelayanan publik yang ada maka semakin baik mutu layanan yang diberikan baik

dari segi ketepatan, keakuratan dan efisiensi pelayanan yang diberikan.

Grafik 2.1.1.2.

Presentase Aparat Yang Berijasah Minimal S1 Nasional dan Sulawesi Tengah

Sebagaimana disajikan pada Grafik 2.1.1.2, tingkat pendidikan aparat birokrasi

yang berijasah S1 di Sulawesi Tengah jika dibandingkan dengan nasional menunjukkan

presentase yang ebih tinggi dari pada rata-rata presentase nasional.

Selama periode evaluasi, 2004-2008, jumlah aparat yang berijasah S1 di Daerah

Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang terus menaik. Pada Tahun 2004 jumlah aparat

yang berijasah S1 mencapai 30,67%. Pada Tahun 2005 naik menjadi 33,98%, kemudian

naik lagi menjadi 34,52 % pada Tahun 2006 dan 36,48 % pada Tahun 2007. Setelah itu

kembali menurun menjadi 35,54 % pada Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional,

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

11

 

jumlah aparat yang berijasah S1menunjukkan tren yang relatif stabil, yaitu naik dari 29,9%

pada Tahun 2004 menjadi 30,9% pada Tahun 2008.

Realitas ini mengindikasikan bahwa upaya pemerintah daerah Sulawesi Tengah

dalam meningkatkan kualitas sumberdaya aparatnya selama periode evaluasi 2004-2008

menunjukkan kinerja yang cukup baik. Kinerja ini diharapkan dapat mendukung

peningkatan layanan publik yang lebih berkualitas.

2.1.1.3. Presentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki PERDA layanan satu atap

Tingkat layanan publik juga dapat dilihat dari indikator regulasi peraturan daerah (PERDA) yang terkait dengan layanan satu atap. Dari data yang ada bentuk regulasi dari layanan satu atap ini terdiri atas layanan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); dan layanan pengurusan Surat-Surat Kendaraan Bermotor yang seluruhnya diatur berdasarkan PERDA tentang layanan satu atap tersebut. Grafik 2.1.1.3 memperlihatkan perbandingan layanan satu atap yang sudah dilaksanakan, baik di Daerah Sulawesi Tengah maupun di tingkat nasional.

Grafik 2.1.1.3

Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki PERDA Pelayanan Satu Atap

Tampak dari Grafik 2.1.1.3 bahwa persentase jumlah kabupaten/kota yang

memiliki PERDA pelayanan satu atap di Daerah Sulawesi Tengah jauh di atas tingkat

nasional. Capaian ini sekaligus membuktikan tekad pemerintah daerah Sulawesi Tengah

untuk meningkatkan mutu layanan publik telah berjalan pada jalur yang benar dan nyata.

Namun demikian, secara kelembagaan keberadaan unit layanan satu atap ini

masih perlu dilihat lagi dari segi efektivitas layanannya, baik dari segi standar pelayanan

minimalnya maupun dari segi standar operasional prosedurnya.

2.1.2. DEMOKRASI

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

12

 

Bagian ini menganalisis berbagai capaian sub indikator (indikator pendukung)

demokrasi di Provinsi Sulawesi Tengah dibandingkan dengan capaian sub indikator

demokrasi di tingkat nasional dalam bentuk grafik.

Beberapa sub indikator demokrasi yang diuraikan terdiri atas: Gender

Development Index (GDI), Gender Empowerment Meassurement (GEM), tingkat

partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur, tingkat partisipasi masyarakat dalam

pemilihan legislatif, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan pilpres. Indikator-

indikator pendukung tersebut diuraikan dan dianalisis dengan cara membandingkan

tingkat capaian Sulawesi Tengah dengan tingkat capaian rata-rata persentase nasional.

2.1.2.1. Gender Development Indeks (GDI)

Ditinjau dari sisi sumberdaya manusia, perempuan merupakan kelompok yang

kurang beruntung. Mereka umumnya mengalami marginalisasi baik di bidang politik,

ekonomi, pengetahuan dan sosial. Peran perempuan dalam pembangunan, termasuk

pembangunan demokrasi masih sering terabaikan. Untuk itu dalam konteks

pembangunan yang berperspektif gender, upaya peningkatan perempuan dalam semua

sektor pembangunan perlu memasukkan aspek gender.

Dalam konteks inilah maka upaya peningkatan peran perempuan dalam

pembangunan perempuan yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan terus menerus

diupayakan oleh pemerintah Daerah Sulawesi Tengah. Namun dalam upaya

pembangunan berperspektif gender masih menemui berbagai kendala, baik karena

faktor budaya, sosial maupun kendala ekonomi yang terkait dengan upaya peningkatan

derajat perempuan terutama yang dapat diukur seperti tingkat pendidikan dan derajat

kesehatan, partisipasi dalam bidang politik dan penguasaan terhadap sumberdaya

ekonomi yang tersedia.

Untuk memperoleh gambaran capaian Gender Development Index (GDI) di

Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Grafik 2.1.2.1 berikut ini:

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

13

 

Grafik 2.1.2.1

Gender Development Indeks Sulawesi Tengah dibandingkan dengan GDI Nasional

Tampak dari Grafik 2.1.2.1 bahwa capaian nilai indikator pendukung GDI di daerah

Sulawesi Tengah relatif rendah terhadap capaian nilai indikator pendukung di tingkat

nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek dan peran jender dalam praktik-praktik

pembangunan di daerah ini belum mendapatkan peran yang setara dan berimbang,

terutama pada jabatan-jabatan di sektor publik.

Realitas ini terjadi bukan karena aturan yang membatasi dan peluang yang

ditutup untuk perempuan, melainkan lebih disebabkan oleh faktor internal perempuan

sendiri. Sebab untuk menduduki jabatan-jabatan di sektor publik selain ditentukan

oleh kapasitas dan kredibilitas individu, juga turut ditentukan oleh persyaratan-

persyaratan tertentu yang berlaku umum, seperti kepangkatan, tingkat pendidikan

dan leadership serta dukungan publik.

2.1.2.2. Gender Empowerment Meassurement (GEM)

Capaian nilai indikator pendukung GEM dalam konteks pembangunan demokrasi

di Sulawesi Tengah telah menunjukkan kinerja yang menggembirakan.

Selama periode evaluasi, 2004-2008, capaian nilai indikator pendukung GEM di

Daerah Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang terus menaik. Pada Tahun 2004

Capaian nilai indikator pendukung GEM mencapai 58,3. Pada Tahun 2005 naik menjadi

59,6, kemudian naik lagi menjadi 62,5 pada Tahun 2006 dan 62,7 pada Tahun 2007.

Selanjutnya pada Tahun 2008 terjadi kenaikan yang cukup tinggi mencapai 65,18.

Sedangkan di tingkat nasional, capaian nilai indikator pendukung GEM

menunjukkan tren yang relatif stabil, yaitu naik dari 59,67 pada Tahun 2004 menjadi 62,1

pada Tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya penguatan peran sumberdaya

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

14

 

perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, khususnya di bidang politik dan

demokrasi, yang terus digerakkan oleh pemerintah daerah Sulawesi Tengah melalui

peningkatan peran serta perempuan dalam sistem pengambilan keputusan dan pelibatan

perempuan di sektor-sektor publik terus menunjukkan peningkatan, bahkan melebihi

capaian di tingkat nasional, hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.1.2.2 berikut.

Grafik 2.1.2.2

Gender Empowerment Meassurment (GEM) Sulawesi Tengah di Bandingkan dengan GEM Nasional

2.1.2.3. Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah

Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Gubernur dan atau

Bupati/Walikota) secara langsung dapat dijadikan indikator yang cukup penting dalam

mengukur kualitas demokrasi di Indonesia.

Di Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

pemilihan Gubernur dapat dilihat pada pemilihan Gubernur Tahun 2006 dibandingkan

dengan rata-rata partispasi politik masyarakat pada Pemilihan Gubernur secara Nasional

Tahun 2008 seperti yang terlihat pada Grafik 2.1.2.3. Dari Grafik ini terlihat bahwa tingkat

partisipasi politik masyarakat pada saat pemilihan Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah

lebih rendah dari pada partisipasi politik pada pemilihan Gubernur secara Nasional.

Ketika itu, pada Tahun 2006, partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Gubernur

Provinsi Sulawesi Tengah hanya mencapai 67,7% sedangkan rata-rata partispasi politik

masyarakat pada Pemilihan Gubernur secara Nasional Tahun 2008 mencapai 75.31%.

Data ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif partisipasi politik masyarakat

Sulawesi Tengah masih lebih rendah jika diperbandingkan dengan rata-rata nasional.

Tingkat partisipasi politik masyarakat Sulawesi Tengah pada saat pemilihan Gubernur

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

15

 

sedikit banyak dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur dan suprastruktur politik yang

ada. Rendahnya partisipasi politik pada saat pelaksanaan pemilihan Gubernur diduga

karena adanya kejenuhan masyarakat yang hampir tiap tahun melaksanakan pencoblosan/

pencentangan dalam pemilu. Untuk menghilangkan kejenuhan ini mungkin perlu

dipertimbangkan pelaksanaan pilkada serentak untuk pemilihan kepala daerah provinsi dan

pemilihan kepala daerah kabupaten/kota.

Grafik 2.1.2.3:

Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi

Namun secara kualitatif, boleh jadi rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam

pemilihan Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah itu karena hilangnya kepercayaan (trust)

masyarakat terhadap aturan main yang setiap saat dapat dimanipulasi oleh para

penyelenggara pilkada atas desakan kepentingan tertentu, dan praktik-praktik culas

lainnya dalam pilkada.

2.1.2.4. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Legislatif

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan demokrasi di Indonesia,

salah satunya dapat diukur dengan menggunakan indikator pendukung tingkat

partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif pada pemilihan umum anggota

DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Capaian nilai indikator pendukung tingkat partisipasi politik pada saat Pemilihan

Umum Legislatif mencerminkan bagaimana kualitas demokrasi yang ada pada saat itu.

Dari Pemilihan Umum Legislatif yang berlangsung pada Tahun 2004 dan Tahun 2009

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

16

 

dapat menjadi indikator bagaimana tingkat partisipasi masyarakat di Sulawesi Tengah

terhadap pelaksanaan pemilihan umum legislatif.

Tingkat partisipasi politik masyarakat Sulawesi Tengah pada pemilihan legislatif

jika dibandindangkan dengan partisipsi rata-rata nasional menunjukkan suatu gambaran

bahwa sistem demokrasi yang berlangsung saat itu masih mendapat dukungan positif

dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 2.1.2.4:

Grafik 2.1.2.4:

Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2004 dan 2009

Dari Grafik 2.1.2.4 dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat

Sulawesi Tengah lebih tinggi dari pada partisipasi politik rata-rata nasional. Pada Tahun

2004 partisipasi politik masyarakat Sulawesi Tengah pada pemilihan legislatif adalah

88,94% sedangkan rata-rata nasional pada tahun yang sama hanya 75,19 %. Kemudian

pada Pemilihan Umum Legislatif yang berlangsung pada Tahun 2009 partisipasi politik

masyarakat Sulawesi Tengah adalah 77,96 %, sedang rata-rata nasional hanya 71%.

2.1.2.5. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Presiden

Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan presiden secara langsung juga

merupakan indikator yang cukup penting dalam mengukur kualitas demokrasi di

Indonesia. Pembangunan demokrasi yang berbasis pada partisipasi masyarakat pada

moment-moment penting dalam rangka legitimasi sistem pemerintahan sangat

menentukan apakah demokrasi yang dibangun tersebut telah mendapat legitimasi dan

diterima oleh masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

17

 

Dalam konteks pemilihan presiden, partisipasi politik masyarakat sangat ditentukan

oleh presentase keterlibatan masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan

presiden. Pemilihan presiden yang berlangsung pada Tahun 2004 dan 2009 presentase

masyarakat yang menggunakan hak politiknya di Sulawesi Tengah cenderung mengalami

peningkatan sebagaimana yang tergambarkan pada Grafik 2.1.2.5.

Grafik 2.1.2.5:

Tingkat Partispasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Presiden Pada Tahun 2004 dan 2009

Dari Grafik 2.1.2.5 diketahui bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat Sulawesi

Tengah jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik secara nasional lebih tinggi.

Pada Tahun 2004 persentase masyarakat Sulawesi Tengah yang menggunakan hak

pilihnya 78,74%, sementara nasional 75,98%, dan pada Tahun 2009 mengalami sedikit

penurunan yakni 78,25 % sedang di tingkat nasional mengalami penurunan 2,98% basis

point menjadi 73%. Masih tingginya tingkat partisipasi tersebut diduga karena adanya

keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan penggunaan KTP sehingga

masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya.

2.1.2.6. Capaian Indikator Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi di Provinsi Sulawesi Tengah dan di Tingkat Nasional.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggabungkan tiga indikator penunjang

untuk capaian indikator tingkat layanan publik terlihat bahwa capaian indikator tingkat

layanan publik Sulawesi Tengah memiliki tren yang fluaktif dari capaian tertinggi pada

Tahun 2004 (72,80) dan berkecenderungan menurun pada tiga tahun berikutnya,

kemudian menaik kembali pada Tahun 2008, walaupun belum mencapai atau melewati

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

18

 

capaian pada Tahun 2004, sementara capaian indikator pada tataran nasional,

cenderung meningkat.

Grafik 2.1.2.6:

Capaian Indikator Layanan Publik

Menurunnya tren layanan publik di Sulawesi Tengah tidak terlepas dari adanya

penurunan dalam penanganan kasus-kasus korupsi antara yang dilaporkan dengan

yang ditangani dari 94% pada Tahun 2004 menjadi 64% di Tahun 2008.

Nilai pembentuk tren Sulawesi Tengah relatif lebih tinggi ketimbang nasional

yang mana nilai trend Sulawesi Tengah rata-rata 62,77 persen; sementara nilai trend

nasional rata-rata 56,99 persen. Hal ini tidak terlepas dari tingginya persentase aparat

yang berijasah minimal S1 dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki

peraturan daerah pelayanan satu atap.

Sementara nilai capaian indikator demokrasi, baik di Sulawesi Tengah maupun

Nasional berkecenderungan meningkat. Sulawesi Tengah meningkat dari 56,95 pada

Tahun 2004 menjadi 61,70 pada Tahun 2008, sementara secara Nasional meningkat

dari 61,81 menjadi 63,95.

Untuk capaian indikator kinerja demokrasi ini yang dihitung adalah pada dua sub

indikator yaitu GDI dan GEM, sementara sub indikator lainnya tidak dihitung karena

datanya hanya pada tahun tertentu.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggabungkan dua indikator penunjang

untuk capaian indikator demokrasi terlihat bahwa capaian indikator demokrasi di

Sulawesi Tengah memiliki tren yang terus meningkat, searah dengan meningkatnya

tren capaian indikator demokrasi di tingkat nasional.

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

19

 

Grafik 2.1.2.7:

Capaian Indikator Demokrasi

2.1.3 ANALISIS RELEVANSI

Analisis relevansi terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat pelayanan

publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Bahwa selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian dari indikator-indikator

pendukung tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah,

baik yang mencakup aspek-aspek pelayanan publik maupun aspek-aspek

demokrasi, secara umum menunjukkan adanya relevansi yang cukup signifikan

dengan nilai capaian indikator yang sama di tingkat nasional.

2. Dalam hal nilai capaian indikator pendukung penanganan korupsi yang ditangani di

Sulawesi Tengah dibandingkan dengan tingkat capaian penanganan korupsi secara

Nasional masih menunjukkan tren penurunan walaupun terjadi peningkatan

penanganan korupsi yang ditangani dari Tahun 2007 ke Tahun 2008 yang cukup

signifikan dimana pada Tahun 2007 kasus korupsi yang ditangani hanya 32 kasus

namun pada Tahun 2008 berhasil ditangani 75 kasus. Capaian tersebut belum

menunjukkan tren yang searah dan lebih baik jika dibandingkan dengan capaian

nasional. 3. Dalam hal pelayanan satu atap, persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki

PERDA pelayanan satu atap di Daerah Sulawesi Tengah jauh di atas tingkat

nasional. Namun demikian, secara kelembagaan keberadaan unit layanan satu

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

20

 

atap ini masih perlu dilihat lagi dari segi efektivitas layanannya, baik dari segi

standar pelayanan minimalnya maupun dari segi standar operasional prosedurnya. 4. Berdasarkan data yang ada, capaian nilai indikator pendukung GDI dan GEM di

Sulawesi Tengah menunjukkan trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun

searah dengan capaian di tingkat nasional. Memang selama periode evaluasi 2004-

2008 capaian nilai indikator GDI masih di bawah capaian nilai GDI nasional,

sebaliknya untuk capaian nilai GEM di Sulawesi Tengah sudah melampaui capaian

nilai nasional. Hasil ini mengindikasikan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang

terkait dengan aspek kesetaraan sedikit banyak menunjukkan trend yang

menggembirakan dan sesuai dengan trend nasional. Artinya trend yang terjadi

sudah sejalan dengan tren nasional dan cenderung positif. 5. Upaya pembangunan sistem politik yang bermuara pada partisipasi politik

masyarakat pada saat pemilihan kepala daerah provinsi secara langsung dapat

dikatakan bahwa pembangunan demokrasi di Sulawesi Tengah telah sejalan

dan jika dilihat dari aspek tren yang terjadi secara nasional, maka tren

pembangunan demokrasi yang berlangsung di Sulawesi Tengah dapat

dikatakan telah berhasil mendorong partisipasi masyarakat dalam menentukan

pemimpin daerahnya, dan lebih baik daripada rata-rata presentase nasional.

6. Partisipasi politik dan pembangunan demokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah

Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang searah dengan pola

pembangunan demokrasi nasional, bahkan jika ukuran tren tingkat partisipasi yang

digunakan sebagai ukuran keberhasilan maka pembangunan demokrasi di

Sulawesi Tengah relatif lebih baik jika dibandingkan dengan tren rata-rata nasional,

walaupun dalam kurun lima

tahun terjadi penurunan tingkat partisipasi masyarakat baik secara nasional maupun

di Sulawesi Tengah. Walaupun pada Tahun 2009 tingkat partisipasi politik

masyarakat pada pemilihan legislatif mengalami penurunan cukup signifikan yakni

11% dibanding rata-rata nasional 4,19%. Penurunan tersebut salah satu faktor

penyebabnya adalah banyaknya peserta pemilu yang tidak terdaftar karena adanya

kisruh DPT pada saat Pemilu Legislatif yang berlangsung pada Tahun 2009.

Namun tingkat partisipasi tersebut masih sejalan dengan tren partispasi nasional.

7. Gambaran yang ditunjukkan oleh grafik dan data yang bersumber dari BPS

menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dikembangkan secara nasional

terkait dengan upaya untuk mendorong tingkat partisipasi masyarakat dengan

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

21

 

memberikan keleluasaan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya akan

mampu meningkatkan partisipasi masyarakat. Realitas tersebut menunjukkan

bahwa terjadi keselarasan antara kebijakan yang ditetapkan secara nasional

dengan kebijakan yang dikembangkan pada level daerah di Sulawesi Tengah.

8. Hal penting yang merupakan kendala untuk mendukung pencapaian target-target

nasional di daerah terkait dengan tingkat pelayanan publik dan demokrasi ini adalah

makin merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap praktik-praktik

pelayanan publik yang semakin jauh dari harapan masyarakat.

2.1.4 ANALISIS EFEKTIFITAS

Analisis efektifitas terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat pelayanan

publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Bahwa selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian dari indikator-indikator

pendukung tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dan

di tingkat nasional, telah menunjukkan adanya tren perkembangan yang membaik,

sehingga dipandang cukup efektif untuk dapat mendukung pencapaian sasaran-

sasaran target yang telah ditetapkan, baik di tingkat daerah Sulawesi Tengah

maupun di tingkat nasional. Dalam hubungan ini, ada hal-hal penting yang perlu

diperhatikan untuk mendukung efektivitas pencapaian sasaran-sasaran target

nasional di daerah, yaitu i) meningkatkan mutu layanan publik dan praktik-praktik

pembangunan demokrasi sedemikian rupa sehingga dapat memperkuat respons dan

kepercayaan masyarakat; ii) penanganan secara adil, jujur, menyeluruh dan tuntas,

terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kasus-kasus korupsi dan

pelanggaran hukum lainnya terkait dengan pelayanan publik dan penyelenggaraan

pesta demokrasi seperti Pemilu Legislatif, PILPRES dan PILKADA; iii) pengaturan

waktu penyelenggaraan pesta-pesta demokrasi seperti Pemilu Legislatif, PILPRES

dan PILKADA, agar tidak menimbulkan kebosanan masyarakat, sehingga kualitas

dari setiap penyelenggaraan pesta demokrasi itu dapat dipertanggungjawabkan.

2. Selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian indikator pendukung tingkat

pelayanan publik dan demokrasi di Daerah Sulawesi Tengah dinilai sudah cukup

berhasil, bahkan untuk beberapa sub indikator telah melampaui kinerja di tingkat

nasional, dan cukup efektif dalam mendukung pencapaian target-terget nasional.

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

22

 

3. Jika dicermati trend capaian pemberantasan korupsi dari Tahun 2004 sampai dengan

Tahun 2008 di Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi

menunjukkan tren yang menurun, walaupun pada Tahun 2007 dan 2008 cenderung

mengalami tren yang meningkat, namun jika ditinjau dari tujuan pembangunan

daerah yang tertuang dalam RPJM Sulawesi Tengah yang bertekat untuk terus

menerus meningkatkan pemberantasan korupsi secara nyata belum sepenuhnya

dapat diwujudkan sebab jumlah kasus yang ditangani dengan yang dilaporkan belum

sepenuhnya mampu dicapai.

4. Aparat pemerintah di Propinsi Sulawesi Tengah yang berijasah minimal S1 jika

dibandingkan dengan trend capaian secara nasional dari Tahun 2004 terus

mengalami peningkatan dan lebih baik jika dibandingkan dengan trend secara

nasional sebab presentase jumlah aparat yang berijasah minimal S1 di Sulawesi

Tengah lebih tinggi dari pada jumlah rata-rata nasional. Artinya trend yang terjadi di

Sulawesi Tengah sejalan dengan trend nasional bahkan lebih baik dari pada

nasional. Berdasarkan trend perkembangan selama periode evaluasi, dapat

dikatakan bahwa dari Tahun 2005 capaian peningkatan

kemampuan dalam pelayanan aparatur pemerintah daerah menunjukkan trend yang

membaik dan ini sejalan dengan sasaran yang ditetapkan dalam RPJM Propinsi

Sulawesi Tengah yakni meningkatkan kemampuan pelayanan pemerintah daerah

terhadap masyarakat.

5. Berdasarkan data yang tersedia maka hampir seluruh kabupaten/kota yang ada telah

memiliki Perda Pelayanan Satu atap. Ini memperlihatkan adanya keinginan dari

pemerintah daerah kabupaten/kota berupaya untuk membentuk regulasi sistem

pelayanan yang cepat dan murah sehingga dapat mengefisienkan pelayanan publik

di wilayahnya masing-masing.

6. Berdasarkan capaian dan trend yang terkait dengan GDI maka pembangunan

demokrasi dilihat dari aspek gender setidaknya sudah sesuai dan sejalan dengan

tujuan pembangunan nasional. Dalam konteks capaian tujuan pembangunan GDI di

Sulawesi Tengah juga sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dalam RPJM

karena upaya peningkatan GDI telah menunjukkan hasil yang memadai.

7. Dari berbagai telaah yang dilakukan dengan berbagai pihak kendala yang dihadapi

terkait dengan upaya pembangunan GDI di Sulawesi Tengah disebabkan oleh

kendala budaya yang masih menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua,

terutama terkait dengan kesempatan memperoleh pendidikan dan dalam akses

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

23

 

terhadap kekuasaan, meski kecenderungan telah banyak Kepala Desa di Sulawesi

Tengah yang dijabat oleh perempuan.

8. Efektifitas capaian tingkat partisipasi politik dalam konteks pembangunan demokrasi

di Sulawesi Tengah dilihat dari tren yang berlangsung dalam 2 pemilihan Legislatif

pada tahun 2004 dan 2009 masih menunjukkan hasil yang positif dan masih berada

di atas rata-rata nasional, artinya upaya melibatkan masyarakat dalam proses

pengambilan keputusan yang cukup penting, yakni menentukan wakil-wakil rakyat

di DPRRI, DPRD, dan di DPD masih dalam kerangka capaian sasaran yang

tertuang dalam RPJM Sulawesi Tengah yakni pembangunan demokrasi yang

mampu melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses-proses politik yang

berlangsung.

9. Program pembangunan demokrasi yang dicanangkan dalam RPJM Sulawesi Tengah

ditandai dengan meningkatnya partisipasi politik masyarakat saat pemilihan presiden

pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan pemilihan presiden pada tahun 2004 di

Sulawesi Tengah menunjukkan dan tujuan serta sasaran pembangunan demokrasi di

Sulawesi Tengah telah mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun sasaran tersebut

adalah meningkatnya partisipasi politik masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik

baik pada level nasional maupun pada level daerah. Artinya pemerintah Sulawesi

Tengah telah berhasil mengembangkan kehidupan demokrasi yang sehat dan

mampu memunculkan kepercayaan masyarakat.

2.1.5 ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK MENONJOL

Salah satu capaian indikator spesifik dan menonjol yang dicapai dalam konteks

pelayanan publik di Sulawesi Tengah adalah penanganan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) yang dilaporkan dan ditangani oleh aparat penegak hukum terus

meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah kasus KDRT yang dilaporkan dan

ditangani dari tahun ke tahun, serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk

menyelesaikan masalah yang terkait dengan KDRT melalui jalur hukum.

Sepanjang Tahun 2006 rasio kasus KDRT yang berhasil ditangani sebanyak 53

orang/kasus. Kemudian pada Tahun 2007 rasio KDRT yang berhasil ditangani mengalami

peningkatan sebanyak 67 orang/ kasus, dan diikuti pada Tahun 2008 sebanyak 99 orang/

kasus. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah yang memberikan perhatian penuh dalam

rangka perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kaum perempuan atas tindak

kekerasan, dengan membuka akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam hal

pengaduan tindak kekerasan yang mereka terima melalui Komnas HAM dan aparat

penegak hukum.

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

24

 

Kenyataan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa penanganan kasus KDRT

mengalami kemajuan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kasus-kasus

lainnya termasuk penanganan kasus korupsi, yang masih membutuhkan penanganan

yang lebih serius. Untuk lebih jelasnya tren penanganan kasus KDRT di Sulawesi

Tengah disajikan pada Grafik 2.1.2.8 berikut ini:

Grafik 2.1.2.8:

Kasus KDRT Yang Ditangani di Sulawesi Tengah

Dalam konteks pembangunan demokrasi terutama yang terkait dengan

kesetaraan gender dalam bidang politik dan demokrasi yang menonjol di Sulawesi

Tengah yakni meningkatnya peran perempuan dalam bidang pemerintahan baik sebagai

anggota legislatif maupun sebagai kepala desa dan kelurahan. Berdasarkan data

Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 2009, partisipasi perempuan sebagai

anggota legislatif relatif meningkat jika dibandingkan dengan sebelum masa reformasi.

Perempuan yang menjadi anggota DPRD pada tahun 2007-2008 berjumlah 38 orang,

yang menjadi kepala desa berjumlah 23 orang sedang yang menduduki jabatan dalam

struktur pemerintahan daerah eselon IV-II berjumlah 270 orang.

Jumlah tersebut menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam bidang politik

dan pemerintahan terus mengalami peningkatan yang signifikan, telah terjadi perubahan

paradigm dalam masyarakat yang telah mulai menerima perempuan sebagai pemimpin

yang patut mendapatkan peluang yang sama dengan kaum laki-laki. Hal ini terutama

pada level masyarakat desa yang umumnya masih hidup dengan norma-norma yang

masih sangat menjujung tinggi nilai-nilai patriarchy (paham serba laki) telah menerima

perempuan sebagai kepala desa, bahkan dalam beberapa kasus pemilihan kepala desa

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

25

 

yang diikuti oleh perempuan selalu memenangkan pertarungan dalam proses pemilihan.

Ini mengindikasikan bahwa program pemberdayaan perempuan dalam konteks

demokrasi, politik dan pemerintahan di Sulawesi Tengah telah menunjukkan tren positip

yang perlu terus menerus dikembangkan.

Grafik 2.1.2.9:

Partisipasi Perempuan dalam Legislatif, Pemerintahan setingkat Desa dan Pemerintahan di Sulawesi Tengah

2.1.6 REKOMENDASI KEBIJAKAN

Mencermati perkembangan dan trend pelayanan publik dan demokrasi yang

diukur dari indikator penanganan kasus korupsi, aparat yang berijasah minimal S-1,

pelayanan satu atap, GDI, GEM, Partisipasi Politik masyarakat dalam Pemilu Legislatis,

Pilkada dan Pilpres, maka direkomendasikan kebijakan sebagai berikut:

1. Penanganan kasus-kasus Korupsi yang dilaporkan perlu terobosan berupa

peningkatan peran dari institusi penegak hukum dalam hal koordinasi antara KPK,

Kepolisian dan Kejaksaan disatu pihak dan aparat auditor dengan pihak penyidik

dalam hal ini Bawasda, Inspektorat, BPKP dan BPK agar terjadi satu sinergisitas

dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi. Yang tidak kalah pentingnya

adalah diperlukannya semacam perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi pada

tingkat daerah;

2. Dalam rangka meningkatkan tingkat pendidikan Aparatur Pemerintah Daerah,

maka kerjasama dengan lembaga penyelenggara pendidikan perlu terus

ditingkatkan, dan pemerintah daerah pada tingkat propinsi dan kabupaten perlu

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

26

 

menyediakan dukungan pembiayaan dalam bentuk beasiswa bagi aparat yang

akan melanjutkan jenjang pendidikannya;

3. Upaya pelayanan satu atap agar pemerintah Provinsi diharapkan melakukan

terobosan melalui regulasi sistem pelayanan yang cepat dan murah dengan

menerbitkan Keputusan/instruksi Gubernur tentang pelayanan satu atap kepada

pemerintah daerah sambil mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota bersama

DPRD menerbitkan Peraturan Daerah tentang pelayanan satu atap;

4. Capaian dalam bidang pembangunan demokrasi yang positif perlu terus menerus

ditingkatkan terutama yang terkait dengan GDI dan GEM yang masih berada di

bawah rata-rata tren nasional melalui kebijakan sebagai berikut:

1) Mengoptimalkan program pendidikan keluarga dan pelayanan kesehatan

yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat;

2) Pendidikan politik bagi perempuan disinergikan melalui program pemberdayaan

perempuan dan keluarga;

3) Peningkatan partisipasi politik yang semakin membaik harus terus menerus

dioptimalkan melalui pendidikan politik yang melibatkan multi stakeholders.

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

27

 

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Dalam konteks pembangunan manusia, aspek kualitas sumberdaya manusia

merupakan salah satu fokus penting yang memperoleh perhatian khusus. Penempatan

kualitas sumberdaya manusia atau mutu modal manusia sebagai titik sentral dalam

pembangunan manusia tidak saja merupakan program nasional namun juga komitmen

hampir seluruh bangsa di dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sebagaimana diketahui bersama, dibandingkan dengan negara-negara lain di

dunia peringkat kualitas sumberdaya manusia Indonesia terus merosot. Apabila hal ini

tidak segera di atasi, maka tingkat kompetisi sumberdaya manusia Indonesia akan

semakin merosot. Kondisi ini pada gilirannya akan menghambat Indonesia dalam

memasuki persaingan global.

Dalam hubungan itulah maka dalam studi ini akan dievaluasi program-program

pembangunan yang terkait dengan kualitas sumberdaya manusia dengan menggunakan

beberapa indikator terpilih yang mencakup indikator outcome pendidikan, kesehatan,

keluarga berencana dan indikator outcome kependudukan.

2.2.1. CAPAIAN INDIKATOR

Bagian ini membahas nilai capaian indikator outcomes kualitas sumberdaya

manusia di tingkat daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional. Analisis

dilakukan dengan memperbandingkan nilai capaian sub indikator (indikator pendukung)

dalam bentuk grafik. Adapun nilai capaian indikator pendukung yang dianalisis terdiri

atas: pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, dan kependudukan.

Dengan cara memperbandingkan dan menganalisis nilai capaian sub Indikator

tersebut, diharapkan akan diperoleh sebuah gambaran yang lebih jelas tentang capaian

kinerja pembangunan sumberdaya manusia atau tingkat kualitas sumberdaya manusia di

Sulawesi Tengah selama periode evaluasi 2004-2008.

2.2.2 PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan salah satu sub indikator penting yang dapat menentukan

tingkat kualitas sumberdaya. Dalam undang–undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional dinyatakan bahwa pembangunan di bidang pendidikan bertujuan

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

28

 

Pemaknaan yang perlu ditekankan dari tujuan pendidikan nasional tersebut adalah

bahwa dengan meningkatnya pendidikan masyarakat memiliki dampak berantai terhadap

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan produktivitasnya.

Masalah pendidikan masih merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi

penduduk Sulawesi Tengah, sebagaimana juga dihadapi di daerah provinsi yang lain.

Permasalahan tersebut meliputi aspek pemerataan, akses, mutu, relevansi dan daya

saing. Tentunya untuk menjawab permasalahan tersebut perlu penyediaan sarana dan

prasarana pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan dalam jumlah yang cukup dan

berkompeten, dan layanan proses belajar mengajar yang baik.

Secara rinci, permasalahan pembangunan pendidikan di Sulawesi Tengah dalam

kurun waktu Tahun 2004-2008 dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Kondisi Geografis

Daerah Sulawesi Tengah yang terdiri dari daerah kepulauan dan pedamalan

mengakibatkan masih rendahnya akses anak usia sekolah terutama di daerah-daerah

terpencil, (2) Belum optimalnya penyelenggaraan otonomi pendidikan, (3) Rendahnya

kualifikasi Guru, khususnya pada jenjang SD/MI, (4) tidak meratanya sebaran guru pada

jenjang, tingkat dan jenis pendidikan, (5) masih minimya ketersediaan sarana dan

prasarana pendidikan di jenjang sekolah dasar untuk mendukung proses pembelajaran,

(6) belum maksimalnya dukungan pemerintah daerah Kab/Kota dalam pembiayaan

pendidikan, serta masih rendahnya peran serta dan dukungan dunia usaha dan dunia

industri (DUDI) dalam membantu penyelenggaraan pendidikan, (7) penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana penyedia bahan ajar dan penunjang

proses belajar mengajar belum optimal.

Dengan memperhatikan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan

pendidikan di Sulawesi Tengah tersebut, maka yang menjadi tujuan pembangunan pada

masa Tahun 2004-2008 yakni meningkatkan akses pemerataan, kualitas dan relevansi

pendidikan, dan meningkatkan angka partisipasi pendidikan pada semua jenis dan

jenjang pendidikan, serta meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan pendidikan di Sulawesi

Tengah adalah: (1) menuntaskan angka buta aksara, (2) meningkatkan akses dan mutu

pendidikan terutama untuk penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, (3)

meningkatkan relevansi dan lulusan pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, serta (4)

meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen layanan pendidikan.

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

29

 

Berdasarkan sasaran pembangunan pendidikan tersebut, maka arah kebijakan

lebih diorientasikan pada upaya (1) memperluas dan memeratakan kesempatan

memperolah pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat, (2) meningkatkan

kemampuan akademis dan profesional, serta jaminan kesejahteraan tenaga pendidik

sehingga mampu berfungsi optimal, (3) Melakukan pembaharuan dan pemantapan

manajemen pendidikan berdasarkan prinsip desentralisasi, (4) Menurunkan secara

signifikan jumlah penduduk buta aksara melalui peningkatan kualitas penyelenggaraan

pendidikan keaksaraan fungsional, dan (5) Menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

Sembilan Tahun untuk mewujudkan pemerataan pendidikan dasar yang bermutu.

Dalam laporan ini, evaluasi terhadap indikator pendidikan meliputi: Angka

Partisipasi Murni SD/MI; Angka Partisipasi Murni SMP/MTs; Angka Partisipasi Murni

SMA/MA; Angka Putus Sekolah SD ; Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas; Angka

Putus Sekolah SMP/MTs; Angka Putus Sekolah SMA/MA; Persentase jumlah guru yang

layak mengajar SMP/MTs; Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs;

Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs; Persentase jumlah guru yang

layak mengajar SMA/MA.

2.2.2.1 Angka Partisipasi Murni SD/MI

Angka Partisipasi Murni (APM) pada jenjang pendidikan SD/MI sebagai salah satu

dimensi penting dalam mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan,

menjelaskan seberapa banyak persentase kelompok penduduk usia sekolah SD/MI yang

tercatat dan terlibat aktif sebagai murid sekolah SD/MI. Semakin tinggi nilai APM ini

semakin berhasil program pembangunan pendidikan sekolah SD/MI.

Selama periode evaluasi 2004-2008, perkembangan nilai APM SD/MI di Sulawesi

Tengah berlangsung lebih cepat melebihi perkembangan nilai APM SD/MI di tingkat

nasional. Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.2.2.1, selama periode evaluasi nilai

APM SD/MI meningkat sebesar 6,34 persen, dari 90,78 persen pada Tahun 2004

menjadi 97,12 persen pada Tahun 2008, sementara pada APM SD/MI di tingkat nasional

hanya meningkat sebesar 0,98 persen, dari 93,0 persen pada Tahun 2004 meningkat

menjadi 93,98 persen pada Tahun 2008.

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

30

 

Grafik 2.2.2.1

Perkembangan Angka Partisipasi Murni SD/MI Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

Kenaikan APM SD/MI di Sulawesi Tengah tidak terlepas dari upaya serius dari

semua stakholder dalam menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun melalui

perluasan akses dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah

yang menghadapi kesulitan akses kepada layanan pendidikan dasar.

2.2.2.2 Angka Partisipasi Murni SMP/MTs

Memperhatikan data APM SMP/MTs di Sulawesi Tengah dari Tahun 2003 sampai

Tahun 2008 sebagaimana disajikan pada Grafik 2.2.2.2 tidak mengalami perkembangan

yang signifikan. Hal ini relatif sama dengan perkembangan secara nasional, dari 63,49

persen pada Tahun 2003 berkembang menjadi 66,75 persen pada Tahun 2008.

Perkembangan APM SMP/MTs di Sulawesi tengah berada di bawah rata-rata

secara nasional. Perbedaan tingkat perkembangan APM SMP/MTs tersebut dikarenakan

oleh beberapa sebab, diantaranya ketersediaan ke sekolah SMP/MTs tidak merata pada

setiap wilayah kecamatan, terutama di wilayah kecamatan di daerah pedalaman dan di

daerah kepulauan terpencil, sehingga diantara anak-anak usia sekolah di wilayah

kecamatan tersebut tidak melanjutkan sekolahnya.

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

31

 

Grafik 2.2.2.2

Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMP/Mts Sulawesi Tengah dan Nasional, 2003-2008

2.2.2.3 Angka Partisipasi Murni SMA/MA

Memperhatikan Grafik 2.2.2.3 tentang perkembangan APM SMA/MA di Sulawesi

Tengah selama kurun waktu 2003 sampai 2008 masih berada di bawah perkembangan

secara nasional. Meskipun tren membaik, tetapi apabila dikaji fluktuasinya masih dapat

dikatakan sejalan dengan tren nasional. Misalnya Tahun 2004-2005 penurunan angka

dari 36,33 ke 34,04 ternyata sejalan dengan penurunan secara nasional pada tahun

yang sama yaitu dari 42,96 menjadi 40,66.

Rendahnya APM SMA/MA di Sulawesi Tengah disebabkan oleh keterbatasan

akses ke sekolah-sekolah SMA/MA terutama bagi anak-anak usia APM SMA/MA yang

tinggal didaerah-daerah pedalaman dan daerah–daerah terpencil, serta ketidakmampuan

para orang tua mereka membiayai pendidikan anaknya.

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

32

 

Grafik 2.2.2.3

Perkembangan Angka Partisipasi Murni SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, 2003-2008

2.2.2.4 Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs

Perkembangan rata-rata nilai akhir SMP/MTS di Sulawesi Tengah sebagaimana

disajikan pada Grafik 2.2.2.4 menunjukkan adanya peningkatan, walaupun dengan

tingkat perkembangan yang lamban. Selama periode evaluasi 2004-2008, rata-rata nilai

akhir SMP/MTs di daerah ini mengalami peningkatan sebesar 0,31 yaitu dari 5, 42 pada

tahun 2004 meningkat menjadi 6,07 pada Tahun 2008.

Jika diperbandingkan dengan rata-rata nilai akhir SMP/MTS di tingkat nasional,

maka capaian rata-rata nilai akhir SMP/MTS di Sulawesi Tengah masih relatif lebih tinggi.

Prestasi ini dapat dicapai karena berbagai faktor, diantaranya adalah makin

meningkatnya persentase jumlah guru yang layak mengajar di tingkat SMP/MTs.

Boleh jadi, faktor-faktor eksternal yang lain seperti perubahan kurikulum, kebijakan ujian

akhir nasional dan sebagainya menjadi faktor pemicu munculnya suasana belajar yang

lebih baik serta berlangsungnya proses pembelajaran yang semakin memenuhi harapan

para peserta didik.

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

33

 

Grafik 2.2.2.4:

Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

2.2.2.5 Rata-rata Nilai Akhir SMA/MA

Dengan menyimak Grafik 2.2.2.5 rata-rata nilai akhir SMA/MA di Sulawesi

Tengah menunjukkan arah perkembangan yang semakin baik. Selama periode evaluasi

2004-2008 rata-rata nilai akhir SMA/MA di daerah ini meningkat sebesar 1,55. Rata-

rata nilai akhir SMA/MA pada Tahun 2004 sebesar 4,54 kemudian meningkat menjadi

6,09, sedangkan di tingkat nasional pada periode yang sama mengalami peningkatan

sebesar 1,58 yaitu dari 4,77 pada Tahun 2004 meningkat menjadi 6,35 pada Tahun

2008. Jika diperbandingkan dengan rata-rata nilai akhir SMP/MTS di tingkat nasional,

maka capaian rata-rata nilai akhir SMP/MTS di Sulawesi Tengah masih relatif lebih

rendah. Namun demikian, capaian ini sudah cukup memadai karena berbeda tipis

dengan capaian di tingkat nasional.

Keberhasilan ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh makin meningkatnya

persentase jumlah guru yang layak mengajar di tingkat SMA/MA. Selain daripada itu,

faktor-faktor eksternal yang lain seperti perubahan kurikulum, kebijakan ujian akhir

nasional dan sebagainya boleh jadi menjadi faktor pemicu munculnya semangat belajar

yang lebih kuat dari peserta didik serta berlangsungnya proses pembelajaran yang

semakin memenuhi harapan para peserta didik.

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

34

 

Grafik 2.2.2.5:

Perkembangan Rata-rata Nilai Akhir SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

Meskipun perkembangan rata-rata nilai akhir SMA/MA di daerah ini tidak

menunjukan kenaikan yang berarti, akan tetapi dapat dikatakan cukup menggembirakan.

Artinya sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan pendidikan telah sesuai dan

sejalan dengan arah pengembangan secara nasional, meski harus diakui bahwa dari segi

mutunya masih di bawah tingkat nasional.

2.2.2.6 Angka Putus Sekolah SD

Perkembangan angka putus sekolah SD di Sulawesi Tengah selama periode

evaluasi 2004 – 2008 telah menunjukkan angka yang relatif rendah jika dibandingkan

angka putus sekolah di tingkat nasional. Sebagaimana disajikan pada Grafik 2.2.2.6

tren perkembangan angka putus sekolah SD di daerah ini selama periode 2004-2008

tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan perkembangan angka putus

sekolah SD di tingkat nasional menunjukkan perkembangan yang membaik, terutama

sejak digulirkannya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Penurunan

angka putus sekolah SD dari 3,17 pada Tahun 2005 menjadi 1,81 pada Tahun 2008

menunjukan kinerja yang membaik secara nasional.

Dalam kaitan ini, posisi dan peran Sulawesi Tengah menurunkan angka putus

sekolah SD sudah lebih baik terhadap capaian angka nasional. Olehnya keberhasilan ini

penting dipertahankan dan ditingkatkan melalui program percepatan, terutama yang

fokus pada upaya pemerataan dan peningkatan akses pendidikan di wilayah pedalaman

dan terpencil di Sulawesi Tengah.

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

35

 

Grafik 2.2.2.6: Perkembangan Angka Putus Sekolah SD

Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

2.2.2.7 Angka Putus Sekolah SMP/MTs

Pada Grafik 2.2.2.7 perkembangan angka putus sekolah SMP/MTs di Provinsi

Sulawesi Tengah apabila dibandingkan dengan capaian nasional terjadi kesenjangan

yang signifikan. Dari Tahun 2004 sampai Tahun 2006 terjadi peningkatan angka putus

sekolah SMP/MTs di Sulteng, sedangka dari Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2008

terjadi penurunan yang tajam. Hal ini merupakan dampak dari adanya program

pengembangan mutu SMP di Sulawesi Tengah. Selain meningkatkan mutu tenaga

pendidiknya, program ini ternyata berdampak pada penurunan angka putus sekolah

SMP/MTs yang signifikan.

Memang disadari bahwa angka putus sekolah SMP/MTs di Sulawesi Tengah

masih tinggi dibandingkan dengan nasional, karena masih banyak ditemui anak-anak

kelompok usia sekolah di Sulawesi Tengah, terutama di perdesaan, lebih memilih

membantu orang tua ke sawah/kebun dari pada melanjutkan sekolah.

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

36

 

Grafik 2.2.2.7:

Perkembangan Angka Putus Sekolah SMP/MTs Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

2.2.2.8 Angka Putus Sekolah SMA/MA

Perkembangan angka putus sekolah SMA/MA yang terlihat pada Grafik 2.2.2.8 menunjukkan perbaikan yang berarti, terutama dari Tahun 2005 sampai Tahun 2008.

Adanya kenaikan lonjakan angka putus sekolah SMA/MA di Provinsi Sulawesi Tengah

pada Tahun 2004-2005 dapat diduga karena dampak dari rendahnya kehidupan

perekonomian masyarakat di daerah ibi pada masa itu. Akibatnya penduduk usia

sekolah SMA/MA banyak yang putus sekolah, terutama di wilayah pedesaan. Bahkan

pada periode 2007-2008 penurunan angka putus sekolah SMA/MA di Sulteng

melampaui capaian angka putus sekolah SMA/MA secara nasional.

Grafik 2.2.2.8 Perkembangan Angka Putus Sekolah SMA/MA

Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

37

 

2.2.2.9 Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas

Angka melek aksara pada kelompok penduduk usia 15 tahun ke atas di Sulawesi

Tengah sudah melampaui angka melek aksara di tingkat nasional. Selama periode

evaluasi 2004-2008 telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam penuntasan melek

aksara di Sulawesi Tengah, yaitu dari sekitar 94,41% pada Tahun 2004 meningkat

menjadi 95,58% pada Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional, selama periode yang

sama capaian penuntasan melek aksara masih di bawah capaian Sulawesi Tengah, yaitu

dari 90,40% pada Tahun 2004 meningkat menjadi 92,19% pada Tahun 2008.

Upaya penuntasan melek aksara di Sulawesi Tengah yang selama ini ditempuh

dengan melibatkan berbagai kelompok pemangku kepentingan, termasuk dari kalangan

kampus, dianggap telah berhasil dengan baik. Keberhasilan tersebut perlu dipertahankan

dan ditingkatkan sedemikian rupa agar upaya penuntasan melek aksara di daerah ini

benar-benar tuntas.

Grafik 2.2.2.9: Perkembangan Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke atas

Sulawesi Tengah dan Nasional, 2004-2008

2.2.2.10 Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs

Grafik 2.2.2.10 menunjukkan perkembangan jumlah guru di Sulawesi Tengah

yang layak mengajar di SMP/MTS. Harus diakui selama kurun waktu 2004-2008

banyak program yang telah dikembangkan oleh pemerintah daerah Sulawesi Tengah

dalam meningkatkan kompetensi dan kemampuan mengajar guru baik di jenjang

SMP/MTs maupun di SMA/MA.

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

38

 

Bahkan apabila dibandingkan dengan perkembangan nasional, kedudukan

kelayakan mengajar guru SMP/MTs di Sulawesi Tengah lebih baik dari nasional.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan, antara lain: (1) keinginan yang kuat dari

guru untuk mengembangkan diri, (2) program melalui MGMP yang telah dilaksanakan

sehingga mendorong kemampuan guru untuk mengembangkan diri, (3) apresiasi dari

pemerintah daerah yang cukup baik.

Di daerah Sulawesi Tengah, beragam bentuk dan kegiatan dalam rangka

meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar telah dilakukan. Upaya-upaya

tersebut terbukti memberikan dampak yang baik bagi jumlah guru yang memiliki

kelayakan mengajar di kelas, seperti terlihat dari Grafik 2.2.2.10 dan Grafik 2.2.2.11.

Grafik 2.2.2.10: Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs

Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008

2.2.2.11 Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMA/MA

Kelayakan guru mengajar merupakan aspek yang mempengaruhi kualitas

penyelenggaraan pendidikan. Dari Grafik 2.2.2.11 diketahui bahwa perkembangan

kemampuan dan kelayakan guru SMA/MA dalam mengajar mengalami perbaikan

dengan tren yang terus membaik. Bahkan apabila dibandingkan dengan perkembangan

nasional, kedudukan kelayakan mengajar guru SMA/MA di Sulawesi Tengah lebih baik

dari nasional. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan, antara lain: (1) keinginan

yang kuat dari guru untuk mengembangkan diri, (2) program melalui MGMP yang telah

dilaksanakan sehingga mendorong kemampuan guru untuk mengembangkan diri, (3)

apresiasi dari pemerintah daerah yang cukup baik.

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

39

 

Grafik 2.2.2.11:

Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMA/MA Sulawesi Tengah dan Nasional, Tahun 2004-2008

2.2.3 KESEHATAN

Kesehatan merupakan salah satu indikator pendukung penting yang dapat

menggambarkan tingkat kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraannya.

Dalam undang–undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan dinyatakan bahwa

pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kesehatan serta

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk mencapai

sasaran pembangunan bidang kesehatan melalui upaya kesehatan yang berkualitas,

merata, dan terjangkau.

Dalam konteks pembangunan bidang kesehatan, keberhasilan upaya kesehatan

dan peningkatan derajad kesehatan masyarakat memiliki dampak berantai terhadap

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan produktivitasnya. Secara

kuantitatif dan kualitatif kebutuhan jasa kesehatan dari waktu ke waktu terus meningkat.

Hal ini tentunya akan membutuhkan penyediaan prasarana dan sarana kesehatan yang

memadai, pilihan-pilihan layanan kesehatan yang lebih berkualitas dan penyediaan tenaga

kesehatan dalam jumlah yang cukup dan berkompeten. Kesemua itu merupakan masalah

kesehatan yang dewasa ini tengah dihadapi di daerah Sulawesi Tengah, sebagaimana

juga dihadapi di daerah provinsi yang lain, terutama di Kawasan Timur Indonesia.

Evaluasi terhadap capaian indikator kualitas sumberdaya manusia di bidang

kesehatan mencakup dimensi umur harapan hidup, angka kematian bayi, angka

kematian ibu, prevalensi gizi kurang/buruk, dan tenaga kesehatan.

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

40

 

2.2.3.1 Usia Harapan Hidup (UHH)

Kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan tingkat

kesejahteraan penduduk, sehingga suatu daerah dikatakan berhasil pembangunannya

dapat ditinjau dari sisi kesehatan masyarakat.

Kinerja pembangunan bidang kesehatan, salah satunya dapat dilihat dari capaian

indikator umur harapan hidup. Semakain tinggi angka indikator ini, maka akan semakin

tinggi pula peluang penduduk berumur panjang dan hidup sehat. Capaian indikator

umur harapan hidup penduduk di Sulawesi Tengah sebagaimana ditunjukkan pada

Grafik 2.2.3.1, terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode

evaluasi, 2004-2008, umur harapan hidup meningkat sebesar 1,5 tahun, yaitu dari 64,6

pada Tahun 2004 menjadi 66,1 tahun pada Tahun 2008. Sedangkan di tingkat nasional,

indikator pendukung umur harapan hidup meningkat sebesar 1,9 tahun, yaitu dari 68,6

pada Tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada Tahun 2008.

Grafik 2.2.3.1:

Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009

Masih rendahnya UHH ini sebenarnya merupakan resultante dari pola hidup

sehat masyarakat, terutama di daerah-daerah pedesaan, dan akses kepada layanan

kesehatan yang masih sulit serta kemampuan ekonomi yang masih rendah sehingga

keterpenuhan asupan gizi masyarakat juga rendah atau dibawah kebutuhan minimal.

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

41

 

2.2.3.2 Angka Kematian Bayi (AKB)

Untuk mengetahui kinerja pembangunan bidang kesehatan, selain menggunakan

indikator umur harapan hidup, dapat juga diukur dengan menggunakan indikator Angka

Kematian Bayi (AKB). Indikator ini menunjukkan banyaknya jumlah bayi yang lahir hidup

kemudian meninggal sebelum mencapai usia satu tahun yang dinyatakan dengan per

1.000 kelahiran hdup. Selain itu, indikator AKB juga dapat digunakan untuk mengetahui

pergeseran jumlah komposisi penduduk di suatu daerah dalam suatu periode tertentu.

Berdasarkan data yang ada, angka kematian bayi di daerah Sulawesi Tengah

adalah yang tertinggi di kawasan Pulau Sulawesi, sedangkan yang terendah adalah

Sulawesi Utara. Pada Tahun 1997, angka kematian bayi di Provinsi Sulawesi Tengah

tercatat 95 per 1.000 kelahiran, kemudian turun menjadi 52 per 1.000 kelahiran pada

tahun 2002/2003, dan berada pada urutan ketiga tertinggi di bawah Sulawesi Tenggara

dan Gorontalo. Secara umum angka kematian bayi di Pulau Sulawesi berada di atas

rata-rata nasional kecuali Provinsi Sulawesi Utara.

Grafik 2.2.3.2:

Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.2.3.2, selama periode evaluasi angka

kematian bayi di daerah ini berfluktuasi dengan kecenderungan yang terus menaik.

Pada Tahun 2004, AKB mencapai 52 dan meningkat menjadi 55 kematian/1000

kelahiran hidup pada Tahun 2008. Jika dibandingkan dengan perkembangan AKB pada

periode yang sama di tingkat nasional, capaian ini masih relatif rendah. Lagi-lagi, hal ini

disebabkan oleh terbatasnya jenis dan layanan kesehatan, masih sulit akses kepada

layanan kesehatan, serta pola hidup sehat masyarakat yang masih rendah.

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

42

 

2.2.3.3 Angka Kematian Ibu (AKI)

Tidak jauh beda dengan indikator angka kematian bayi, indikator angka

kematian ibu juga dapat dipakai untuk mengetahui kinerja pembangunan bidang

kesehatan. Indikator ini menunjukkan banyaknya kematian ibu melahirkan per 100.000

kelahiran hidup dalam suatu periode tertentu. Makin tinggi angka kematian ibu

melahirkan, maka akan semakin rendah kinerja pembangunan bidang kesehatan. Hal ini

dapat dijelaskan melalui dua alasan: pertama, kasus kematian ibu melahirkan pada

umumnya terjadi karena lambatnya cara penanganan yang disebabkan oleh peralatan

yang tidak mendukung dan kurangnya kesiapan/ketersediaan tenaga kesehatan yang

mampu dan terampil menangani persalinan; dan kedua, sulitnya memperoleh layanan

kesehatan yang baik dan tepat waktu karena terhambat oleh keterbatasan akses ke

pusat-pusat layanan kesehatan, khususnya bagi sebagian besar penduduk yang tinggal

di daerah perdesaan dan pedalaman.

Karena alasan itulah, maka warga masyarakat di perdesaan masih sangat

mempercayakan penanganan persalinan keluarganya kepada dukun kampung, meski

mereka ini belum mendapatkan pelatihan khusus tentang penanganan persalinan

secara benar, sehat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Grafik 2.2.3.3:

Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Angka kematian ibu di Provinsi Sulawesi Tengah selama periode evaluasi

menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik

2.2.3.3, angka kematian ibu melahirkan menurun dari 517 kematian pada Tahun 2004

menjadi 281 kematian pada Tahun 2008.

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

43

 

Capaian tersebut tidak terlepas dari peranan beberapa unsur penunjang

kesehatan penduduk yang lain seperti tersedianya tenaga kesehatan (tenaga penolong

persalinan) khususnya ditinjau dari keadaan kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan, dan

sarana kesehatan yang mampu dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Sampai

dengan Tahun 2006, sekitar 49,79 persen proses persalinan bayi ditolong oleh

bidan/tenaga medis lainnya, menyusul pemanfaatan dukun kampung yang mencapai

38,49 persen.

2.2.3.4 Gizi Kurang/Buruk

Keadaan gizi kurang/buruk, khususnya pada balita (anak berumur di bawah 5

tahun) selain menggambarkan rendahnya derajad kesehatan balita itu sendiri, juga

mencerminkan kurang atau buruknya keadaan gizi masyarakat secara umum. Maka dari

itu, masalah gizi kurang/buruk memerlukan penanganan khusus karena kecerdasan

bangsa tergantung pada kecukupan asupan gizinya, terutama pada kelompok balita.

Dari publikasi resmi yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan bahwa persentase

balita yang berstatus gizi kurang/buruk di Sulawesi Tengah mengalami penurunan dari

tahun ke tahun. Pada Tahun 1992 jumlah balita berstatus gizi kurang/buruk baru sekitar

5,6 persen, kemudian meningkat menjadi 13,16 persen pada Tahun 1998. Salah satu

penyebabnya adalah menurunnya daya beli masyarakat sebagai akibat dari dampak

krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan Tahun 1997 lalu.

Masalah gizi kurang/buruk ini tampaknya belum tertangani secara baik dan

bahkan terus meningkat. Selama periode 1992-2005 persentase balita berstatus gizi

kurang/buruk cenderung meningkat, dari 5,6 persen pada Tahun 1992 menjadi 10,36

persen pada Tahun 2005. Capaian ini bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di

Pulau Sulawesi menempati urutan ke 3.

Dalam hal penanganan masalah gizi kurang/buruk, sebagaimana disajikan pada

Grafik 2.2.3.4, menunjukkan perkembangan capaian indikator yang berfluktuasi dengan

tren yang semakin menurun. Pada Tahun 2004, capaian indikator PGKB sebesar 20,96

persen kemudian pada Tahun 2006 menurun secara drastis menjadi 13,5 persen dan

kembali naik menjadi 19,1 persen pada Tahun 2008.

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

44

 

Grafik 2.2.3.4:

Perkembangan Prevalensi Gizi Kurang/Buruk (PGKB) Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2009

Masih tingginya tingkat Prevalensi Gizi Kurang/Buruk ini disebabkan oleh banyak

faktor, diantaranya adalah kurang proaktifnya pihak petugas kesehatan masyarakat di

lapangan dalam mendeteksi masalah kekurangan/kecukupan gizi, keterbatasan

pengetahuan masyarakat, terutama para kaum ibu tentang kesehatan dan cara

penanganan kesehatan anak balita, dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan gizi minimumnya.

2.2.3.5 Tenaga Kesehatan per Penduduk

Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan

masyarakat adalah dengan meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah

dan kualitas yang cukup serta mampu memberikan layanan kesehatan kepada berbagai

lapisan masyarakat. Tenaga kesehatan tersebut mencakupi: dokter, apoteker, asisten

apoteker, sarjana kesehatan masyarakat (SKM), bidan, penunjang kesehatan, perawat,

perawat gigi dan sanitarian.

Untuk mengetahui capaian kinerja penyediaan tenaga kesehatan, dalam evaluasi

ini digunakan indikator berupa persentase tenaga kesehatan per penduduk. Indikator ini

menunjukkan bahwa semakin kecil nilai indikatornya maka akan semakin kecil pula

peluang layanan kesehatan dapat diberikan kepada masyarakat.

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

45

 

Grafik 2.2.3.5:

Perkembangan Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.2.3.5, persentase tenaga kesehatan per

penduduk di Sulawesi Tengah, selama periode evaluasi tidak menunjukkan

perkembangan yang cukup signifikan. Pada Tahun 2004, persentase tenaga kesehatan

per penduduk sebesar 0,25 kemudian menurun menjadi 0,23 pada Tahun 2008. Pada

pertengahan periode itu, yaitu pada Tahun 2006, terjadi penurunan yang sangat drastis

menjadi 0,17. Hal ini mengindikasikan, bahwa manakala kemampuan penyediaan

tenaga kesehatan semakin berkurang, maka semakin berkurang pula jenis layanan

kesehatan yang dapat diberikan kepada masyarakat.

Salah satu penyebab mengapa ketersediaan tenaga kesehatan di daerah ini

rendah adalah kurangnya minat untuk menetap dan mengabdi di daerah ini oleh

kalangan tenaga kesehatan (khususnya dokter) yang umumnya adalah pendatang,

sehingga pada saat masa tugas wajib selesai, mereka cenderung pindah ke kota-kota

besar atau kembali ke daerah asalnya. Kondisi inilah yang menyebabkan kekurangan

tenaga kesehatan di daerah ini, khususnya di daerah-daerah pedesaan.

2.2.3.6 Penduduk Ber KB

Sebagaimana diketahui, program nasional KB adalah salah satu pendekatan

dalam pengendalian jumlah penduduk. Untuk mengetahui keberhasilan program

nasional keluarga berencana, dalam evaluasi ini digunakan indikator persentase

penduduk ber KB. Indikator ini menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai indikator

tersebut, maka akan semakin berhasil program nasional keluarga berencana.

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

46

 

Indikator persentase penduduk ber KB di Daerah Sulawesi Tengah selama

periode evaluasi menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Pada

Tahun 2004, indikator persentase penduduk ber KB di daerah ini mencapai angka

67,68 persen kemudian meningkat menjadi 76,36 persen pada Tahun 2008.

Grafik 2.2.3.6:

Perkembangan Persentase Penduduk Ber KB Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Jika diperbandingkan dengan capaian di tingkat nasional, maka capaian ini

sangat luar biasa dan tentu sangat menggembirakan semua pihak. Mengapa? Pertama,

daerah ini sangat luas dan penyebaran penduduknya sangat tidak merata, sehingga

akses mereka untuk memperoleh layanan program KB cukup sulit; Kedua, secara

topografis, daerah ini lebih banyak didominasi oleh kawasan pegunungan dimana

penduduknya bermukim atau bertempat tinggal, sehingga untuk menjangkau mereka

sebagai sasaran target program keluarga berencana juga sulit; dan Ketiga, terbatasnya

jumlah penyuluh lapangan KB.

Namun berkat kerja keras tenaga penyuluh KB di lapangan dan partisipasi aktif

masyarakat, sehingga program KB tersebut dapat berlangsung secara efektif.

2.2.3.7 Laju Pertumbuhan Penduduk

Untuk mengetahui keberhasilan program pengendalian jumlah penduduk,

salah satunya digunakan indikator laju pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi nilai

indikator ini semakin tidak berhasil program pengendalian jumlah penduduk.

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.2.3.7, selama periode 2004-2008, laju

pertumbuhan penduduk di Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang terus menurun. Pada

Tahun 2004 laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,98 persen, kemudian menurun

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

47

 

menjadi 1,72 persen pada Tahun 2008. Pada rentang waktu tersebut, laju pertumbuhan

penduduk mengalami kenaikan pada Tahun 2006 dan Tahun 2007. Kenaikan ini

disebabkan oleh kondisi ekonomi yang terus memburuk pada tahun tersebut.

Grafik 2.2.3.7:

Perkembangan Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Jika diperbandingkan dengan capaian di tingkat nasional, upaya pengendalian

penduduk di daerah Sulawesi Tengah relatif belum berhasil. Berdasarkan keberhasilan

program KB di atas, tampaknya tidak cukup untuk pengendalian jumlah penduduk

karena tertnyata laju pertumbuhan penduduk di daerah ini masih relatif tinggi melebihi

tingkat laju pertumbuhan penduduk di tingkat nasional. Aspek migrasi tampaknya

merupakan faktor penentu laju pertumbuhan penduduk karena daerah ini masih sangat

terbuka dan menarik bagi kaum migran dari daerah lain di luar Sulawesi Tengah.

2.2.3.8 Capaian Indikator kualitas sumberdaya manusia Provinsi Sulawesi Tengah dibandingkan dengan capaian di tingkat Nasional

Nilai capaian indikator kualitas sumberdaya yang dihitung dengan menjumlahkan

nilai rata-rata indikator pendukung atau sub indikator yang mencakup pendidikan,

kesehatan, dan keluarga berencana, kemudian dibagi dengan banyaknya indikator

pendukung, sebagaimana disajikan pada Grafik 2.2.3.8 diperoleh hasil sebagai berikut:

Pertama, capaian indikator kualitas sumberdaya manusia di Daerah Provinsi Sulawesi

Tengah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan capaian indikator kualitas sumberdaya

manusia di tingkat nasional;

Kedua, selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian indikator tersebut menunjukkan

tren yang terus menurun, baik di tingkat Daerah Sulteng maupun dalam skala nasional.

Namun penurunan tren itu terjadi lebih cepat di daerah Provinsi Sulawesi Tengah.

Page 55: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

48

 

Dengan demikian, temuan ini menggambarkan kondisi kualitas sumberdaya

manusia yang terus menurun, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah Provinsi

Sulawesi Tengah.

Grafik 2.2.3.8:

Capaian Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia, Sulawesi Tengah dan Indonesia 2004-2008

Nilai capaian indikator tersebut cukup menarik untuk dicermati karena kondisinya

berbanding terbalik dengan nilai indeks pembangunan manusia (IPM). Selama periode

evaluasi, 2004-2008, nilai IPM di tingkat nasional selalu lebih tinggi dibandingkan

dengan nilai IPM Daerah Sulteng. Demikian halnya dengan tren perkembangannya,

selama periode evaluasi selalu menunjukkan tren yang terus menaik (Grafik 2.2.3.9).

Perbedaan tersebut terjadi karena dalam indikator kualitas sumberdaya manusia

dimensi-dimensi yang diperhatikan berbeda dengan dimensi-dimensi yang diperhatikan

dalam indeks pembangunan manusia.

Pada indikator kualitas sumberdaya manusia memasukkan dimensi pendidikan,

kesehatan dan keluarga berencana, sedangkan pada indeks pembangunan manusia

mengandung dimensi pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Page 56: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

49

 

Grafik 2.2.3.9:

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Tengah dan Indonesia, 2004-2008

2.2.4 ANALISIS RELEVANSI

Analisis relevansi terhadap nilai capaian indikator pendukung kualitas sumber daya

manusia di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil sebagai berikut:

9. Bahwa selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian dari indikator-indikator

pendukung kualitas sumberdaya manusia, baik yang mencakup aspek pendidikan dan

kesehatan, maupun aspek keluarga berencana dan kependudukan telah menunjukkan

adanya relevansi yang cukup signifikan dengan nilai capaian indikator yang sama di

tingkat nasional. Hal penting yang merupakan kendala untuk mendukung pencapaian

target-target nasional di daerah adalah masih terbatas dan belum meratanya sarana dan

prasarana pendidikan dan kesehatan, terutama kecukupan tenaga guru dan dokter,

serta rendahnya akses masyarakat kepada layanan publik di bidang pendidikan dan

kesehatan, terutama di daerah-daerah pedalaman dan daerah-daerah terpencil di

kawasan kepulauan.

10. Selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian indikator program nasional KB di

Daerah Sulawesi Tengah cukup mengesankan. Capaian indikator ini jika kemudian

dibandingkan dengan capaian indikator yang sama di tingkat nasional, maka program

nasional KB di Daerah Sulawesi Tengah sudah sangat relevan. Namun keberhasilan

program KB ini belum berdampak terhadap upaya pengendalian penduduk. Ini berarti,

upaya pengendalian penduduk tidak cukup hanya melalui program KB, melainkan juga

perlunya upaya yang sungguh-sungguh melalui pengendalian arus migrasi masuk.

Page 57: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

50

 

2.2.5 ANALISIS EFEKTIFITAS

Analisis efektifitas terhadap nilai capaian indikator pendukung kualitas sumber daya

manusia di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil sebagai berikut:

10. Bahwa selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian dari indikator-indikator

pendukung kualitas sumberdaya manusia, baik yang mencakup aspek pendidikan dan

kesehatan, maupun aspek keluarga berencana dan kependudukan telah menunjukkan

adanya tren perkembangan yang membaik, sehingga dipandang cukup efektif untuk dapat

mendukung pencapaian sasaran-sasaran target yang telah ditetapkan, baik di tingkat

daerah Sulawesi Tengah maupun di tingkat nasional. Dalam hubungan ini, ada hal-hal

penting yang perlu diperhatikan untuk mendukung efektivitas pencapaian sasaran-sasaran

target nasional di daerah, yaitu i) koordinasi dan singkronisasi kegiatan penyusunan,

pelaksanaan dan pemantauan program di daerah-daerah kabupaten dengan daerah

provinsi dan pemerintah pusat pada fokus dan prioritas program yang sama; ii)

penanganan secara menyeluruh dan tuntas mengenai keterbatasan dan belum meratanya

sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, serta rendahnya akses masyarakat

kepada layanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan, terutama di daerah-daerah

pedalaman dan daerah-daerah terpencil di kawasan kepulauan.

11. Selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian indikator program KB di Daerah

Sulawesi Tengah dinilai sudah cukup berhasil melampaui kinerja di tingkat nasional,

dan bahkan dinilai cukup efektif dalam mendukung pencapaian target-terget nasional.

Namun dalam hal upaya pengendalian penduduk belum menunjukkan hasil yang

signifikan. Berdasarkan nilai capaian indikator pendukung pertumbuhan penduduk di

Daerah Sulawesi Tengah, khususnya dalam hal pengendalian jumlah penduduk,

tampaknya belum menunjukkan tingkat efektivitas yang cukup untuk mendukung

capaian target-target secara nasional.

2.2.6. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL

Berdasarkan hasil analisis relevansi dan efektivitas terhadap sejumlah indikator

pendukung kualitas sumberdaya manusia di SulawesiTengah, dalam hal ini mencakup

capaian indikator pendidikan, kesehatan, dan keluarga berencana, maka perlu dianalisis

beberapa capaian indikator spesifik dan menonjol sebagai berikut:

Di bidang pendidikan: Pertama, dalam hal penanganan masalah rendahnya akses

penduduk kepada layanan pendidikan SMP/MTs dan pendidikan SMA/MA yang lebih

berkualitas, maka yang perlu mendapat sentuhan program adalah i) perluasan dan

Page 58: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

51

 

peningkatan prasarana pendidikan, terutama di daerah-daerah pedalaman dan terpencil; ii)

penyediaan jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan mutu yang

memadai; iii) pemerataan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan ke seluruh sekolah, baik

di wilayah perkotaan maupun di wilayah perdesaan. Kedua, Dalam rangka mengoptimalkan

kebijakan desentralisasi pendidikan di daerah, pemerintah daerah hendaknya lebih terbuka

baik dalam menjalin kemitraan secara lintas instansi maupun pelibatan para ahli, praktisi, dan

pengamat pendidikan untuk bersama-sama menyusun perencanaan dan pelaksanaan

kebijakan pembangunan pendidikan di daerah secara berkesinambungan untuk meningkatkan

mutu sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi pembangunan daerah; Ketiga, Dengan

digulirkannya otonomi pendidikan yang merupakan salah satu kewenangan esensial daerah,

peluang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang merupakan tolok ukur kualitas

sumber daya manusia di daerah. Oleh karena itu, akan sangat dibutuhkan komitmen, visi,

dan misi daerah untuk terus meningkatkan kualitas sesuai dengan harapan yang tentunya

perlu pengkajian ulang sistem yang digunakan sebelumnya. Artinya sistem penyelenggraan

pendidikan di daerah selayaknya tetap mengacu pada program nasional yang tercermin

dalam empat strategi dasar pendidikan nasional yaitu pemerataan pendidikan, peningkatan

mutu, efisiensi, dan relevansi.

Di bidang kesehatan, hampir semua indikator pendukung pembangunan kesehatan

seperti indikator umur harapan hidup, angka kematian bayi, angka kematian ibu, prevalensi

gizi kurang/ buruk, dan indikator tenaga kesehatan menunjukkan capaian indikator yang

tidak lebih baik dari capaian secara nasional. Namun demikian, terdapat suatu capaian

indikator yang dianggap spesifik dan menonjol untuk dianalisis lebih lanjut, yaitu indikator

tenaga kesehatan.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tenaga kesehatan tersebut

mencakup: dokter, apoteker, asisten apoteker, sarjana kesehatan masyarakat (SKM), bidan,

penunjang kesehatan, perawat, perawat gigi dan sanitarian. Masing-masing dari mereka

tercatat sebanyak 350 orang dokter umum, 73 orang dokter spesialis, dan 60 orang dokter

gigi. Tenaga kesehatan lainnya mencapai 5.252 orang yang terdiri atas apoteker, asisten

apoteker, sarjana kesehatan masyarakat, bidan, perawat, dan sanitarian. Jumlah tersebut

sudah termasuk tenaga kesehatan yang tercatat sebagai pegawai tidak tetap (PTT).

Hampir separuh dari tenaga kesehatan non-dokter tersebut adalah perawat, yakni sebesar

48,68 persen. Mereka tersebar di 10 (sepuluh) daerah kabupaten dan satu kota dengan

tingkat penyebaran yang sangat tidak merata.

Page 59: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

52

 

Fakta di lapangan menunjukkan, ketika para pegawai tidak tetap ini, khususnya tenaga

dokter, telah menjalani masa wajib kerja di daerah-daerah perdesaan (terpencil), mereka

pindah ke kota atau pindah ke daerah lain dan bahkan banyak yang melanjutkan

pendidikannya. Kondisi ini sangat terasa pada Tahun 2006, sehingga ketersediaan tenaga

kesehatan pada waktu itu semakin berkurang. Akibatnya, semakin berkurang pula layanan

kesehatan yang dapat diberikan kepada masyarakat.

Di bidang keluarga berencana, terdapat fenomena yang menarik untuk dianalisis,

terutama pada indikator persentase penduduk ber KB. Capaian indikator ini melampaui

capaian indikator secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan arti

pentingnya KB telah dipahami dan dilaksanakan oleh sebagian warga masyarakat. Harusnya,

dengan semakin tingginya keikutsertaan warga masyarakat ber KB, laju pertumbuhan

penduduk dapat di tekan.

Di daerah Sulawesi Tengah kenyataannya lain, hal ini menandakan bahwa laju

pertumbuhan penduduk tidak cukup dikendalikan melalui keluarga berencana, melainkan

perlunya pengelolaan yang lebih efektif terhadap dinamika aspek demografi seperti migrasi.

Hal ini penting untuk dilakukan karena tampaknya upaya pengelolaan yang efektif terhadap

dinamika aspek demografi cukup signifikan pengaruhnya terhadap upaya pengendalian

jumlah penduduk.

2.2.7. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan hasil analisis capaian indikator spesifik dan menonjol sebagaimana

diuraikan di atas, diajukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

1. Dalam kurun waktu tersisa, RPJMN 2004-2009 dan RPJMD Tahun 2006-2011, diharapkan

adanya penguatan sinergitas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dengan

seluruh stakeholders pendidikan dan kesehatan untuk mempercepat perencanaan dan

pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan yang lebih partisipatif, transparan dan

dapat dipertanggungjawabkan, mengelola sumber dana secara efisien dan memberikan

pelayanan publik bidang pendidikan dan kesehatan secara lebih efektif dengan

menerapkan standar pelayanan minimal, sehingga dapat diukur kinerja pemerintah daerah

dalam meningkatkan akses dan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas.

2. Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan,

mutu tenaga pendidik/guru dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, tata usaha, laboran,

pustakawan, pengawas) serta peningkatan ketersediaan, kualitas dan kesejahteraan

pendidik. hendaknya lebih diperhatikan lagi agar penuntasan wajar DIKDAS sembilan tahun

dan pembangunan pendidikan dapat dipercepat di Provinsi Sulawesi Tengah.

Page 60: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

53

 

3. Untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan,

meningkatkan jumlah dan mutu tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, asisten

apoteker, sarjana kesehatan masyarakat (SKM), bidan, penunjang kesehatan, perawat,

perawat gigi dan sanitarian serta peningkatan ketersediaan, kualitas dan kesejahteraan

tenaga kesehatan hendaknya lebih diprioritaskan agar visi menuju Indonesia Sehat Tahun

2015 dapat dipercepat di Provinsi Sulawesi Tengah.

4. Peningkatan akses, pemerataan pelayanan dan relevansi pendidikan menengah dan

tinggi yang berkualitas, serta peningkatan pendidikan luar sekolah.

5. Peningkatan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas layanan kesehatan

terutama bagi masyarakat di perdesaan perlu diprioritaskan.

6. Upaya peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan, terutama untuk layanan kesehatan

dasar di daerah terpencil dan tertinggal perlu diprioritaskan.

7. Penanganan masalah gizi kurang/buruk pada ibu hamil, bayi dan anak balita harus

secara terus menerus mendapat penanganan secara serius.

8. Perlunya penguatan dan penajaman program KB yang sudah berjalan dan secara

langsung menyentuh pada sasaran program.

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses perubahan yang tidak hanya

semata-mata bersentuhan dengan aspek ekonomi, melainkan juga bersentuhan dengan

aspek sosial budaya, demokrasi, politik dan hukum. Oleh karena itu, pembangunan

ekonomi akan berhasil dengan baik jika didalam prosesnya senantiasa mengakarkan diri

pada aspek-aspek tersebut.

Demikian luasnya ruang lingkup pembangunan ekonomi, maka didalam studi ini hanya akan dievaluasi beberapa indikator utama yang dipandang mampu menjelaskan tingkat kemajuan atau keberhasilan pembangunan ekonomi.

2.3.1. CAPAIAN INDIKATOR

Bagian ini membahas nilai capaian indikator tingkat pembangunan ekonomi yang

mencakup beberapa sub indikator (indikator pendukung), yaitu indikator pendukung laju

pertumbuhan ekonomi; persentase ekspor terhadap PDB/PDRB; persentase output

manufaktur; pendapatan perkapita; laju inflasi; investasi dan indikator pendukung

infrastruktur. Sebenarnya ada satu sub indikator yaitu persentase output UMKM terhadap

PDB/PDRB, namun tidak dapat diuraikan karena ketiadaan data provinsi.

Page 61: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

54

 

Pembahasan dilakukan dengan memperbandingkan nilai capaian dari masing-

masing sub indikator dari indikator tingkat pembangunan ekonomi di daerah Provinsi

Sulawesi Tengah dengan di tingkat nasional sebagai berikut:

2.3.1.1 Laju Pertumbuhan ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan jalan (antara lain)

memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, memperbaiki distribusi pendapatan

masyarakat, serta meningkatkan kegiatan ekonomi.

Pada Tahun 2004, kinerja pembangunan ekonomi Sulawesi Tengah mengalami

percepatan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,15 persen (harga konstan

2000) dan 6,60 persen (harga konstan 1993). Dari sisi produksi, semua sektor ekonomi

mengalami peningkatan. Sektor pertanian dan industri pengolahan masing-masing

tumbuh sekitar 6,30 persen dan 5,57 persen. Sedangkan dari sisi permintaan,

pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh sekitar 6,04 persen dengan nilai ekspor

barang ke manca negara tumbuh pesat sekitar 15,24 persen.

Hingga Tahun 2004, peran konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah dalam

perekonomian daerah Sulawesi Tengah masih sangat dominan dengan tingkat

pertumbuhan masing-masing sekitar 6,66 persen.

Berdasarkan harga konstan Tahun 2000, Laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi

pada Tahun 2005 meningkat menjadi 7,57 persen; 7,82 persen pada Tahun 2006, 7,99

persen pada Tahun 2007 dan sedikit menurun menjadi 7,76 persen pada Tahun 2008.

Sampai dengan triwulan III Tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,47 persen.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV Tahun 2009 terutama didorong oleh

konsumsi rumah tangga dan investasi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan

meningkat terkait dengan bulan puasa dan persiapan hari raya Idul Fitri, sedangkan

investasi diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya realisasi belanja

modal pemerintah dan swasta antara lain berbagai proyek yang dibiayai paket

stimulus fiskal infrastruktur dan APBN/APBD serta penyelesaian pembangunan PLTA

Poso II dengan kapasitas 3x60 MW.

Page 62: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

55

 

Grafik 2.3.1.1

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000

Dibandingkan dengan nilai capaian indikator pendukung pertumbuhan ekonomi

nasional, nilai capaian indikator pendukung laju pertumbuhan ekonomi daerah Sulawesi

Tengah selama periode evaluasi 2004-2008 masih lebih tinggi. Realitas ini menunjukkan

bahwa daya tahan ekonomi daerah Sulawesi Tengah menghadapi berbagai perubahan

eksternal masih lebih kuat dibandingkan dengan daya tahan ekonomi nasional.

2.3.1.2 Persentase Ekspor terhadap PDB/PDRB

Perkembangan ekspor yang didominasi komoditi pertanian dalam beberapa tahun

terakhir terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan pertumbuhan volume

perdagangan dan kondisi moneter yang cenderung baik, dapat dimanfaatkan oleh

eksportir daerah untuk meningkatkan kegiatan usahanya. Makin baiknya perekonomian

internasional (perkembangan ekonomi negara pengimpor) utamanya negara tujuan

ekspor Sulawesi Tengah akan meningkatkan transaksi perdagangan apalagi didukung

nilai tukar yang kompetitif.

Walaupun perkembangan ekspor Sulawesi Tengah dalam beberapa tahun

terakhir terus menunjukkan peningkatan namun belum sepenuhnya mampu memberi

kontribusi yang berarti pada peningkatan PDRB. Peningkatan pertumbuhan volume

perdagangan dan tingginya harga komoditas di pasar internasional, nampaknya dapat

dimanfaatkan oleh eksportir daerah untuk meningkatkan kegiatan usahanya.

Page 63: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

56

 

Grafik 2.3.1.2

Persentase Ekspor Sulawesi Tengah dan Nasional terhadap PDRB/PDB Tahun 2004-2008

Perkembangan persentase ekspor Sulawesi Tengah terhadap PDRB selama lima

tahun terakhir masih cukup rendah dan berfluktuasi bila dibandingkan dengan

perkembangan ekspor Nasional terhadap PDB. Pada Tahun 2004 persentase ekspor

mencapai 9,66 %, menurun menjadi 8,16 % pada Tahun 2005, kembali menurun

menjadi 6,63% pada Tahun 2006, meningkat menjadi 8,75% pada Tahun 2007, dan

pada Tahun 2008 meningkat menjadi 10,40%.

Bila dibandingkan dengan persentase ekspor nasional terhadap PDB maka

persentase ekspor nasional terhadap PDRB Sulawesi Tengah jauh tertinggal, karena

secara prorata, persentase ekspor Sulawesi Tengah berada pada kisaran 8 persen

terhadap PDRB sementara secara nasional rata-rata 20 persen. Seperti terlihat pada

Grafik 2.34. Rendahnya persentase ekspor terhadap PDRB Sulawesi Tengah bisa

dimaklumi, karena selama ini andalan ekspor Sulawesi Tengah hanya pada komoditas

pertanian tertentu.

2.3.1.3 Persentase Output Manufaktur

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.3.1.3, persentase output manufaktur

terhadap PDRB Sulawesi Tengah masih sangat rendah dibandingkan dengan

persentase output manufaktur terhadap PDB. Kemampuan produk industri manufaktur di

Sulawesi Tengah yang kebanyakan terdiri dari pertanian olahan dan yang lainnya, dalam

kondisi seperti sekarang ini tampaknya tak akan bertahan lama untuk bisa bersaing di

pasar bebas regional ataupun nasional. Pangsa pasar komoditas ini akan terkikis, jika

visi dan strategi jangka panjang yang dibuat pemerintah dalam RPJMD untuk

Page 64: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

57

 

memperkuat daya saing produk manufaktur tidak fokus. Sulawesi Tengah seharusnya

sudah mampu bersaing dengan daerah-daerah lain di Indonesia maupun di Kawasan

ASEAN dalam hal perdagangan. Akan tetapi, karena pemerintah kurang memiliki visi dan

strategi dalam jangka panjang, maka menghadapi ASEAN Free Trade Area

(AFTA/Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN) pun Sulawesi Tengah belum siap.

Bukti industri yang tidak mampu bersaing di pasar regional adalah industri

pertanian. Sektor ini masih sulit bersaing, terutama dengan industri pertanian yang

berasal dari jawa karena kalah dari segi penguasaan teknologi dan sumberdaya manusia

pengelolanya. Bahkan beberapa produk seperti industri produk pertanian olahan, pada

akhirnya juga akan terkikis. Kekalahan itu disebabkan karena visi dan strategi yang

dimiliki pemerintah daerah hanya difokuskan untuk jangka pendek.

Grafik 2.3.1.3

Persentase Output Manufaktur di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Jika ingin kompetitif di pasar regional, maka pemerintah daerah harus mampu

membuat investor asing dan regional tertarik berinvestasi di Sulawesi Tengah. Investasi

itu tidak hanya pada industri hilirnya saja, tetapi juga pada industri hulu dan

pendukungnya. Dengan demikian basis produksi akan semakin luas, karena adanya

supporting industri untuk membuat industri hilirnya efisien, sehingga tercipta kegiatan

produksi manufaktur yang lebih luas. Untuk itu perlu diciptakan iklim investasi yang

kondusif dalam jangka panjang dan menengah, sehingga investor asing dan investor

regional tidak hanya berpikir menanamkan modalnya dalam jangka pendek.

Selain itu, perlu juga dilakukan sinergi dengan perusahaan lain di Sulawesi.

Dengan adanya iklim investasi jangka panjang dan sinergi itu, diharapkan Sulawesi

Page 65: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

58

 

Tengah akan mampu menghadapi persaingan global. Untuk persaingan di pasar

regional, industri pertanian yang selama ini diandalkan, mulai mengalami kemunduran.

Pasalnya, karena berbagai masalah, seperti kurangnya energi listrik yang tersedia, biaya

yang dikeluarkan tidak sebanding dengan produk yang dihasilkan. Akibatnya, pasar

mulai melirik daerah-daerah lain.

Dengan gambaran tersebut maka bisa dimaklumi bila kontribusi industri

manufaktur terhadap PDRB Sulawesi Tengah masih relatif rendah karena memang basis

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah selama ini berada pada sektor pertanian yang

memiliki andil kurang-lebih 40 persen terhadap PDRB, sementara persentase industri

manufaktur terhadap PDB secara nasional sudah di atas 27 persen.

2.3.1.4 Pendapatan Per Kapita

Perkembangan ekonomi Sulawesi Tengah sampai dengan Tahun 2009 telah

menunjukkan kemajuan yang cukup pesat, prestasi yang dicapai dalam kurun waktu

tersebut ditunjukkan oleh meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan

meningkatnya pendapatan per kapita. Di sisi lain, usaha pemerintah daerah dalam

menstabilkan kondisi sosial dan keamanan, dapat dirasakan hasilnya. Sejak Tahun

2006, Sulawesi Tengah telah masuk pada fase tingkat pertumbuhan yang semakin

melaju. Fase dimana kondisi sektor-sektor ekonomi secara keseluruhan saling

menunjang, mantap dan terpadu dengan akar perekonomian domestik lokal yang kuat.

Faktor non ekonomi misalnya lingkungan, keamanan, sosial dan budaya yang juga

telah tumbuh secara seimbang dengan kemajuan ekonomi. Hal ini ikut memberikan

andil terhadap perbaikan perekonomian sampai dengan Tahun 2008.

Dari data yang ada, pendapatan per kapita Sulawesi Tengah sebesar Rp 6,49 juta

pada Tahun 2004, meningkat menjadi Rp 7,46 juta pada Tahun 2005; Rp 8,22 juta

Tahun 2006; Rp 9,07 juta Tahun 2007 dan Rp 11,55 juta pada Tahun 2008. Walaupun

perkembangannya cukup signifikan, namun pendapatan per kapita ini masih jauh di

bawah pendapatan per kapita nasional. Bila dibandingkan maka Pendapatan Per Kapita

Sulawesi Tengah kurang lebih hanya setengah dari Pendapatan Per Kapita Nasional.

Data ini menunjukkan bahwa daya beli Sulawesi Tengah masih lebih rendah dari

Nasional, atau dengan kata lain perkembangan tingkat kesejahteraannya lebih rendah

daripada Nasional. Perkembangan daya beli yang lebih lambat daripada Nasional akan

mempengaruhi kinerja daerah dalam penurunan jumlah dan persentase keluarga miskin

jika dibandingkan dengan kinerja nasional untuk hal yang sama.

Page 66: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

59

 

Grafik 2.3.1.4

Pendapatan per Kapita Sulawesi Tengah dan Nasional Tahun 2004-2008 (Juta Rp)

2.3.1.5 Tingkat Inflasi

Laju inflasi di Kota Palu yang menjadi patokan inflasi Sulawesi Tengah pada

Tahun 2004 mencapai 7,01 persen meningkat secara tajam pada tahun berikutnya

(2005) yaitu 16,33 persen. Tekanan inflasi yang meningkat pada Tahun 2005 disebabkan

karena pemerintah/PLN merealisasikan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) demikian

halnya dengan adanya kenaikan BBM sebanyak dua kali. Pada Tahun 2006 inflasi

menurun menjadi 8,69 persen penurunan ini seiring dengan turunnya tekanan inflasi

yang berasal dari administered prices.

Adanya asumsi pasokan dan distribusi barang tetap terjaga, serta kurs rupiah

relatif stabil maka tingkat Inflasi Kota Palu Tahun 2007 sedikit lebih rendah daripada

tahun sebelumnya yaitu mencapai 8,13 persen. Hal ini searah dengan prakiraan inflasi

Tahun 2007 hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Beberapa hal yang

melatarbelakangi perkiraan tersebut antara lain minimalnya tekanan permintaan barang

dan jasa, distribusi barang dan jasa yang relatif lebih baik, stabilnya nilai tukar rupiah dan

tidak adanya penyesuaian harga barang, administered strategis, sampai dengan akhir

Tahun 2007, khususnya harga BBM dan TDL serta berjalannya program pembangunan

infrastruktur di Sulawesi Tengah,

Berdasarkan data dan perkembangan terkini, inflasi IHK Kota Palu Tahun 2008

mencapai 10,4 persen. Tekanan inflasi ini terutama berasal dari imported inflation.

Sementara itu, tekanan inflasi administered prices dan volatile foods diperkirakan

memberi tekanan minimal pada Tahun 2008 tersebut. Namun demikian, laju inflasi Kota

Page 67: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

60

 

Palu di tahun-tahun mendatang perlu diwaspadai karena akan mendorong peningkatan

ekspektasi inflasi masyarakat di masa yang akan datang.

Untuk itu diperlukan upaya yang lebih baik lagi untuk mengatasi sumber tekanan

inflasi melalui peningkatan koordinasi berbagai pemangku kepentingan, perbaikan dan

pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, saluran irigasi dan pelabuhan.

Grafik 2.3.1.5

Laju Inflasi Provinsi Sulteng dan Nasional (persen) Tahun 2004-2008

Inflasi IHK Tahunan (y-o-y) Kota Palu pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan

mengalami penigkatan. Inflasi terutama terjadi pada kelompok bahan makanan,

kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar. Inflasi pada triwulan mendatang tersebut antara lain

didorong oleh imported inflation akibat pelemahan kurs rupiah, musim hujan yang

menyebabkan gangguan pasokan subkelompok sayur-sayuran dan ekspektasi kenaikan

upah yang diikuti dengan kenaikan harga beberapa barang dan jasa pada kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (misalnya sewa dan kontrak rumah).

Rencana Pemerintah menurunkan harga BBM subsidi diharapkan mampu mengurangi

ekspektasi inflasi masyarakat.

2.3.1.6 Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur adalah bagian integral dari pembangunan daerah.

Dapat dikatakan bahwa Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi,

sosial dan politik.

Ketersediaan infrastruktur prasarana jalan (khususnya) yang cukup memadai

diyakini oleh para pakar ekonomi pembangunan akan mendorong pertumbuhan ekonomi

pada suatu kawasan atau wilayah. Ketersediaan tersebut haruslah sedemikian rupa,

Page 68: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

61

 

sehingga mempunyai pengaruh yang nyata pada kinerja jaringan transportasi dan

perubahan dalam perilaku ekonomi transportasi. Demikian pula, tercapainya tingkat

ekonomi tertentu diyakini akan mendorong perkembangan sistem transportasi yang lebih

luas dan efisien. Infrastruktur yang akan menjadi perhatian dalam bagian ini, adalah

kondisi prasarana/sarana jalan, baik jalan nasional maupun jalan provinsi.

Data-data yang disajikan pada Grafik Grafik 2.3.1.6a di bawah ini merupakan

data kondisi jalan di Sulawesi Tengah, tanpa membandingkannya dengan kondisi jalan

secara nasional karena datanya tidak tersedia. Dari data yang tersedia, kondisi jalan

nasional dalam kategori baik di Sulawesi Tengah mengalami kenaikan yang cukup

signifikan yaitu dari 429.1 Km pada Tahun 2004 (31%); menjadi 764.12 Km (42,30%)

pada Tahun 2008; kondisi jalan dalam kategori sedang turun dari 671.07 Km (48,48%)

pada Tahun 2004 menjadi 499,13 Km (27,63%) pada Tahun 2008, sedangkan kondisi

jalan dalam kategori Buruk, meningkat dari 284 Km (20,52% pada Tahun 2004 menjadi

543,21 Km (30,07%).

Grafik 2.3.1.6a

Panjang Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi

Untuk jalan provinsi kondisinya tidak jauh berbeda dengan kondisi jalan nasional.

Walaupun berfluktuasi, kondisi jalan provinsi dalam kategori baik naik dari 254,2 Km

(12,48%) pada Tahun 2004 menjadi 331,84 Km (16,29%) pada Tahun 2008, pada Tahun

2005, kondisi jalan provinsi dalam kategori baik tidak mengalami perubahan dari tahun

sebelumnya, Tahun 2006 naik menjadi 427,84 Km (27,87%), turun drastis menjadi 79,97

Km (3,93%) pada Tahun 2007.

Sebaliknya pada Jalan Provinsi dalam kondisi sedang yang menurun dari

1.003,53 Km (49,26%) pada Tahun 2004 menjadi 782,37 Km 38,41%) pada Tahun 2008.

Page 69: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

62

 

Disayangkan, jalan provinsi dalam kondisi rusak justeru meningkat dari 799,33 Km

38,26%) pada Tahun 2004 menjadi 922,85 Km (45,30%) pada Tahun 2008. Panjangnya

jalan yang berkategori rusak ini bisa dimaklumi karena kondisi wilayah geografis

Sulawesi Tengah yang pada wilayah tertentu sering terjadi longsor dan terjadinya banjir

bandang pada ruas-ruas jalan tertentu.

Grafik 2.3.1.6b

Panjang Jalan Provinsi Berdasarkan Kondisi

2.3.1.7 Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA

Informasi dan data mengenai realisasi investasi PMA selama periode 2004-2008

tidak cukup lengkap dan akurat untuk dievaluasi, terutama pada Tahun 2006 dan Tahun

2008. Di Daerah Sulawesi Tengah, pertumbuhan yang cukup tinggi dalam aktivitas

investasi PMA terjadi pada periode 2004-2005, masing-masing 91,33 dan 97,67 persen

dan kemudian menurun menjadi 59,32 pada Tahun 2007. Sedangkan aktivitas investasi

PMA pada Tahun 2006 dan Tahun 2008 sama sekali tidak diperoleh data dan

informasinya. Secara umum, selama periode 2004-2008 aktivitas investasi PMA

menunjukkan tren yang menurun.

Page 70: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

63

 

Grafik 2.3.1.7: Perkembangan Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA

Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Sebagaimana disajikan pada Grafik 2.3.1.7, capaian indikator tersebut jika

diperbandingkan dengan capaian indikator pertumbuhan investasi PMA dalam skala

nasional masih relatif lebih tinggi. Dari pengamatan di lapangan, beberapa faktor

penyebab yang mempengaruhi kinerja indikator pertumbuhan realisasi investasi PMA di

daerah ini diantaranya adalah peluang investasi di daerah ini masih cukup besar di

sektor primer, terutama pada bidang pertambangan, perkebunan dan perikanan.

Sekalipun demikian, masalah infrastruktur dan kecukupan energi masih menjadi kendala

yang harus mendapat prioritas penanganannya.

2.3.1.8 Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN

Berbeda dengan aktivitas investasi PMA, pada aktivitas investasi PMDN di daerah

ini data dan informasinya relatif lebih lengkap dan akurat untuk dievaluasi. Selama

periode 2004-2008, pertumbuhan realisasi investasi PMDN menunjukkan tren yang

meningkat. Pada Tahun 2004, pertumbuhan realisasi PMDN baru mencapai 7,16 persen

kemudian meningkat menjadi 16,07 persen pada Tahun 2008. Pada Tahun 2005 dan

Tahun 2007 terjadi lonjakan pertumbuhan realisasi investasi PMDN yang cukup tinggi,

masing-masing sebesar 46,21 persen dan 31,62 persen. Khusus pada Tahun 2006,

pertumbuhan realisasi investasi PMDN menurun menjadi 4,80 persen. Hal ini tampaknya

berkaitan dengan merosotnya realisasi investasi PMA yang pada tahun itu mengalami

kontraksi cukup kuat mencapai 32,76 persen.

Page 71: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

64

 

Catatan: Investasi PMDN digunakan data Kredit Investasi Perbankan (Miliar Rp)

Grafik 2.3.1.8: Perkembangan Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN

Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Capaian indikator tersebut jika diperbandingkan dengan capaian di tingkat

nasional masih relatif rendah. Beberapa faktor penyebab rendahnya realisasi investasi

PMDN adalah 1) belum adanya regulasi di tingkat daerah yang menjamin adanya

kepastian berusaha bagi kalangan pelaku ekonomi domestik, 2) ketersediaan dan

dukungan infrastruktur dan energi masih sangat rendah, dan 3) masih lambatnya

layanan publik dan sulitnya mengakses perbankan.

2.3.1.9 Capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional.

Dari delapan indikator Tingkat Pembangunan Ekonomi, yang di analisis

berdasarkan persentase hanya pada lima sub indikator outcomes yaitu Laju

Pertumbuhan Ekonomi; Persentase Ekspor terhadap PDB/PDRB; Persentase Output

Manufaktur; Laju Inflasi; dan Investasi. Data Output UMKM terhadap PDRB tidak tersedia

maka analisis hanya dilakukan pada lima indikator outcomes tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggabungkan lima indikator penunjang

untuk capaian indikator tingkat pembangunan ekonomi terlihat bahwa capaian indikator

tingkat pembangunan ekonomi Sulawesi Tengah memiliki tren yang kurang lebih sama

dengan capaian indikator pembangunan ekonomi nasional, yaitu adanya kemiripan

fluktuasi dari pembentukannya berdasarkan data Tahun 2004-2008. Walaupun demikian,

nilai pembentuk trend Sulawesi Tengah relatif lebih rendah ketimbang nasional yang

Page 72: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

65

 

mana nilai trend Sulawesi Tengah rata-rata 30,76; sementara nilai trend nasional rata-

rata 33,40.

Grafik 2.3.1.9:

Capaian Indikator Outcomes Tingkat Pembangunan Ekonomi Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

2.3.2 ANALISIS RELEVANSI

Analisis relevansi terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat

pembangunan ekonomi di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh

hasil sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir memperlihatkan kemajuan yang

signifikan, dikatakan demikian karena laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

selama ini berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan

ekonomi yang cukup signifikan tersebut, diharapkan mampu menjadi stimulus dalam

perputaran roda perekonomian Sulawesi Tengah dimasa yang akan datang. Proses

tersebut pada gilirannya diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Pendapatan per kapita Sulawesi Tengah selama ini memang meningkat dari tahun

ke tahun, namun harus diakui bahwa naiknya pendapatan per kapita tersebut

belum sepenuhnya memenuhi harapan karena nilainya yang masih relatif rendah

yaitu hanya setengah bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita nasional. Rendahnya pendapatan per kapita Sulawesi Tengah ini tak terlepas dari basis

pertumbuhan ekonomi yang masih bernuansa agraris. Keadaan ini mencerminkan

Page 73: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

66

 

sasaran pembangunan daerah sudah sejalan dengan target/sasaran pembangunan

nasional namun keadaannya tidak lebih baik ketimbang pembangunan nasional.

3. Inflasi adalah salah satu ‘penyakit’ ekonomi yang harus dihindari karena bila

meningkat tajam, bukan tidak mungkin dapat menyebabkan mundurnya kemakmuran

rakyat. Berdasarkan trend yang telah diungkapkan di atas maka capaian Sulawesi

Tengah maupun Nasional berkecenderungan meningkat, namun kecenderungan ini

masih dalam batas-batas yang dapat ditoleransi. Walaupun tidak persis sama,

fluktuasi inflasi dalam perjalanan waktu Tahun 2004-2008 antara inflasi Sulawesi

Tengah dengan Nasional agaknya sejalan, dan bila terdapat kebijakan pemerintah

yang bisa memicu meningkatnya harga secara umum, akan dapat menyebakan

tingkat inflasi dalam kondisi “lampu merah” (di atas dua digit). Tentu hal ini harus

dihindari, sehingga tidak merugikan rakyat banyak.

4. Seperti terpaparkan di atas, Infrastruktur jalan di Sulawesi Tengah selama ini banyak

yang dalam kondisi buruk baik poros jalan dalam kewenangan pusat (jalan nasional

yang berada di Sulawesi Tengah), sebesar 30,07% pada Tahun 2008, maupun ruas

jalan dalam kewenangan provinsi yang mencapai 45,30%. Kondisi ini jelas lebih jelek

ketimbang jalan nasional yang berkategori rusak sekitar 18% (data Tahun 2007).

Dengan begitu maka tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan belum mampu

menjawab permasalahan utama/tantangan, dan belum sesuai dengan trend capaian

pembangunan daerah yang kurang sejalan dengan capaian pembangunan nasional.

5. Berdasarkan data yang dipaparkan di atas kelihatan bahwa terjadi trend yang

fluktuatif yang searah antara Sulawesi Tengah dengan Nasional, baik pada

persentase pertumbuhan realisasi PMA maupun PMDN. Trend-nya menaik Tahun

2004-2005, menurun di Tahun 2006, kemudian menaik lagi pada Tahun 2007 dan

pada Tahun 2008 menurun. Kenyataan ini mengandung arti bahwa tujuan/sasaran

pembangunan yang direncanakan belum mampu menjawab permasalahan utama

pembangunan dalam kaitannya dengan PMA/PMDN. Karena kecenderungannya

searah maka tren capaian pembangunan daerah sejalan dengan capaian

pembangunan nasional.

2.3.3 ANALISIS EFEKTIVITAS

Analisis efektifitas terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat

pembangunan ekonomi di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh

hasil sebagai berikut:

Page 74: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

67

 

1. Ekonomi makro Sulawesi Tengah saat ini telah tumbuh dengan peningkatan yang

signifikan, hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi

peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Pembangunan ekonomi sebagai

proses yang berdimensi jamak, melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial dan

sikap masyarakat terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan

ketidakmerataan, pemberantasan kemiskinan absolut. Karena pertumbuhan riel

PDRB rata-rata 7,6 % per tahun untuk periode 2004-2008 jauh melebihi rata-rata laju

penduduk, 1,74 % per tahun maka secara riel terjadi pertumbuhan pendapatanper

kapita yang berpotensi mendorong terjadinya proses akumulasi, alokasi, demografi

dan distribusi pendapatan pada ekonomi daerah Sulawesi Tengah.

2. Pendapatan per kapita sebagai wujud dari tingkat kemakmuran, sehingga bila

terjadi peningkatan maka dapatlah dikatakan masyarakat semakin makmur.

Peningkatan pendapatan per kapita Sulawesi Tengah sebagaimana tergambarkan

pada grafik di atas, memang bisa dimaknai sebagai adanya peningkatan

kemakmuran, namun ketika diperhadapkan dengan tingginya pendapatan per

kapita nasional maka Sulawesi Tengah masih jauh tertinggal. Kenaikannya dari

tahun ke tahun mengindikasikan bahwa capaian pembangunan daerah sudah

sesuai dengan sasaran RPJM-D, walau demikian, masih diperlukan kerja keras

untuk dapat mendekati capaian nasional.

3. Secara rata-rata, tingkat inflasi di Sulawesi Tengah selama periode evaluasi

2004-2008 berada pada tingkat yang kurang menguntungkan (sekitar dua digit).

Sebenarnya hal ini bisa dimaklumi karena salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap inflasi di Sulawesi Tengah adalah adanya tekanan inflasi terutama berasal

dari imported inflation, tekanan inflasi administered prices dan volatile foods

diperkirakan juga akan memberi pengaruh. Dengan memperhatikan tren

perkembangan inflasi di daerah ini selama periode evaluasi 2004-2008 maka capaian

indiktor ini bukannya membaik dalam artian tingkat inflasi menurun malah sebaliknya.

4. Dengan kondisi jalan seperti dipaparkan pada analisis relevansi di atas maka tidak

keliru bila dikatakan terdapat ketidaksesuaian antara hasil dan dampak pembangunan

terhadap tujuan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena persentase jalan dalam

kondisi mantap turun dari 79,48% pada Tahun 2004 menjadi 69,93% pada Tahun

2008 untuk jalan nasional, dan dari 61,74% pada Tahun 2004 menjadi 54,70% untuk

jalan provinsi. Sementara itu, target yang akan diraih sesuai Revisi RPJMD Sulawesi

Tengah adalah 64,60% jalan Provinsi dalam kondisi mantap dan 80% jalan nasional

dalam kondisi mantap pada Tahun 2011.

Page 75: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

68

 

5. Dengan adanya kecenderungan yang searah baik PMA maupun PMDN pada tataran

Nasional maupun Sulawesi Tengah, dapat dikatakan bahwa belum memiliki

kesesuaian antara hasil dan dampak terhadap tujuan pembangunan yang diharapkan.

Adanya penurunan trend juga mengandung makna PMA/PMDN dalam kontribusinya

terhadap pembangunan daerah, khususnya di Tahun 2007-2008 berkecenderungan

menurun dari tahun sebelumnya.

2.3.4. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL

Dari delapan indikator penunjang tingkat pembangunan ekonomi yang dipaparkan

di atas ada tiga indikator yang akan diuraikan di bawah ini untuk dianalisis tingkat

capaian indikator spesifik dan menonjol, yaitu peningkatan pendapatan per kapita,

persoalan infrastruktur (jalan), dan Investasi (PMA dan PMDN).

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa selama periode evaluasi

2004-2008 terdapat kecenderungan meningkatnya pendapatan per kapita (PDRB/kapita)

yaitu sekitar 8,56 persen rata-rata per tahun. Kalau kecenderungan rata-rata

pertumbuhan ini terwujud, maka target RPJMD (Rp 12,5 juta) dapat dicapai pada tahun

Tahun 2009 ini, seperti terpapar pada Grafik 2.3.4a

Grafik 2.3.4a

Perkembangan Pendapatan Per Kapita Sulawesi Tengah (asumsi pertumbuhan rata-rata 8,56 %/tahun)

Namun jika menggunakan analisis trend maka target tersebut akan tercapai

sesudah Tahun 2011 seperti dipaparkan pada Grafik 2.3.4b.

Namun demikian, pertumbuhan rata-rata 8,56 persen per tahun tersebut

nampaknya belum akan mendekati peningkatan pendapatan per kapita nasional karena

Page 76: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

69

 

selama ini pendapatan per kapita Sulawesi Tengah hanya sekitar setengah dari

pendapatan per kapita nasional.

Grafik 2.3.4b

Perkembangan Pendapatan Per Kapita Sulawesi Tengah (analisis trend)

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu persoalan yang

dihadapi Sulawesi Tengah selama periode observasi 2004-2008 adalah Infrastruktur

jalan. Baik kondisi jalan nasional maupun kondisi jalan provinsi dalam kategori baik

dalam lima tahun terakhir semakin berkurang. Untuk jalan nasional, pada Tahun 2004

yang berkategori baik sepanjang 1.147 Km menurun menjadi 764 Km pada Tahun 2008;

untuk jalan Provinsi turun dari 1.003 Km pada Tahun 2004, menjadi 764 Km pada Tahun

2008. Hal ini nampaknya disebabkan karena kurangnya perhatian Pemerintah (Pusat

dan Daerah) untuk memberi anggaran yang memadai bagi perbaikan infrastruktur jalan

ini, disamping adanya berbagai bencana alam yang terjadi (khususnya banjir bandang) di

wilayah tertentu.

Adapun mengenai Investasi, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, nampak

terlihat dalam perjalanan waktu 2004-2008 dapat dikatakan tidak ada penambahan

Investasi, baik dalam bentuk PMA maupun PMDN di Provinsi Sulawesi Tengah. Hal ini

paling tidak terkait dengan tiga penyebab: pertama; kondisi infrastruktur yang mengalami

kerusakan di sebagian wilayah; kedua: kondisi kelistrikan yang sangat parah. Pasokan

energi listrik di wilayah kerja PT. PLN Cabang Palu, mengalami defisit sehingga

pemadaman bergilir menjadi hal yang tidak terhindarkan. Pemadaman bergilir tentunya

menimbulkan dampak yang cukup serius antara lain peningkatan biaya produksi pada

berbagai jenis usaha, berkurangnya pendapatan usaha, peningkatan konsumsi BBM

subsidi dan non-susbsidi dan terganggunya berbagai aktivitas masyarakat.

Page 77: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

70

 

Selain itu, pemadaman bergilir juga berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan

sektor listrik dan air bersih, juga sektor ekonomi lainnya; dan ketiga, ketiadaan regulasi

yang memungkinkan investor tertarik menanamkan investasinya di daerah ini.

2.3.5 REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan hasil analisis capaian indikator spesifik dan menonjol sebagaimana

diuraikan di atas, diajukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

1. Sangat perlu dan segera dilakukan peningkatan investasi pemerintah dalam upaya

perbaikan kualitas berbagai infrastruktur jalan sebagai penunjang perkembangan

aktivitas ekonomi, disamping itu diperlukan pula peningkatan aksesibilitas pelayanan

transportasi yang terjangkau bagi masyarakat banyak;

2. Dalam upaya perbaikan kualitas berbagai infrastruktur jalan tersebut hendaknya

disertai dengan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan dengan pihak instansi teknis

terkait di daerah Provinsi dan Kabupaten agar dicapai suatu perbaikan dan

peningkatan kualitas berbagai infrastruktur jalan tersebut secara simultan sehingga

dapat menghubungkan daerah-daerah kantong produksi dengan pasar secara lebih

mudah, murah dan efisien;

3. Untuk dapat menarik investor menanamkan modalnya di Sulawesi Tengah, sangat

mendesak untuk segera menyelesaikan penyediaan energi listrik, sembari

menemukenali energi terbarukan dan diperlukan intervensi kebijakan dalam

peningkatan pemerataan pelayanan listrik bagi masyarakat, terutama di wilayah

perdesaan, disamping itu diperlukan pula tambahan regulasi yang terkait dengan

layanan satu atap untuk kepentingan perizinan dunia usaha;

4. Agar pertumbuhan ekonomi dapat memiliki efek multiplier yang tinggi, pemerataan,

dan keberlanjutan, pengembangan ekonomi perlu diarahkan pada peningkatan

aktivitas sektor riil;

5. Untuk dapat meningkatkan daya saing daerah dan peningkatan ekspor (non migas),

diperlukan kebijakan pembangunan ekonomi yang disesuaikan dengan karakteristik

dan potensi sumberdaya serta keunggulan masing-masing wilayah, disamping itu

pengembangan ekonomi harus diarahkan pada keterkaitan aktivitas rantai industri;

6. Diperlukan intervensi kebijakan dalam menciptakan pemerataan pendapatan

antarwilayah yang dapat dilakukan antara lain dengan peningkatan peran sektor riil

yang berbasis kepada potensi unggulan wilayah sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat wilayah tersebut.

Page 78: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

71

 

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

Pembangunan ekonomi di Indonesia, tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan

dan dukungan sumber daya alam. Tanpa mengandalkan dukungan sumberdaya alam,

pola dan strategi pembangunan yang ditempuh selama ini sudah tidak bisa lagi

dipertahankan.

Oleh karena itu, upaya pengelolaan sumberdaya alam secara arif dan ramah

lingkungan adalah merupakan faktor kunci keberlanjutan pembangunan ekonomi di

negeri ini yang harus dipertahankan dan dioptimalkan. Semua pihak harusnya menyadari

bahwa upaya pengelolaan sumberdaya alam secara arif dan ramah lingkungan adalah

sebuah pendekatan yang berusaha untuk tetap dapat mempertahankan kelestarian

fungsi lingkungan bagi kehidupan semua makhluk hidup, termasuk manusia.

Dengan demikian, upaya ini hendaknya menjadi komitmen nasional dan bahkan

menjadi norma yang berlaku untuk semua warga bangsa ini. Artinya, tanpa kecuali,

siapapun yang akan memanfaatkan sumberdaya alam di negeri ini harus tunduk dan

bersedia secara sukarela mengikatkan diri pada norma-norma itu.

Untuk mengetahui sampai sejauh mana kualitas pengelolaan sumberdaya alam

itu, dalam studi ini dievaluasi beberapa indikator pendukung yang merepresentasikan

kualitas pengelolaan sumberdaya alam .

2.4.1. CAPAIAN INDIKATOR

Bagian ini menganalisis nilai capaian indikator outcome kualitas pengelolaan

sumberdaya alam Provinsi Sulawesi Tengah dibandingkan dengan nilai capaian indikator

outcomes kualitas pengelolaan sumberdaya alam di tingkat nasional dalam bentuk grafik

dan analisis bidang kehutanan. Indikator-indikator pendukung dari indikator outcomes

kualitas pengelolaan sumberdaya alam bidang kehutanan yang akan dianalisi terdiri atas

indikator kualitas kehutanan yang mencakup: persentase luas lahan rehabilitasi dalam

hutan terhadap lahan kritis; rehabilitasi lahan luar hutan; dan luas kawasan konservasi.

Indikator-indikator pendukung tersebut dianalisis dengan cara membandingkan antara

capaian Provinsi Sulawesi Tengah dengan capaian di tingkat nasional dalam satuan

ukuran rata-rata persentase.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan sumberdaya laut

digunakan 3 (tiga) indikator pendukung yaitu jumlah tindak pidana perikanan,

persentase terumbu karang dalam keadaan baik, dan luas kawasan konservasi laut.

Ketiga indikator pendukung tersebut dibandingkan dengan indikator pendukung yang

sama pada tingkat nsional, untuk memaknai apakah program pengelolaan laut yang

Page 79: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

72

 

dilakukan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir telah relevan dengan tren

perkembangan nasional atau tidak, dalam artian negatif. Disamping itu, juga

dianalisis efektifitas capaian yang diukur dari pencapaian sasaran yang telah

ditetapkan dalam RPJM Sulawesi Tengah dan RPJM Nasional. Dengan

perbandingan tersebut akan diketahui bagaimana Pemerintah Daerah Sulawesi

Tengah mencapai target-target yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.4.2. KEHUTANAN

2.4.2.1. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis

Indikator luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis adalah indikator

yang dapat digunakan dalam mengukur kualitas hutan dari suatu Negara. Semakin tinggi

presentase luas lahan yang berhasil direhabilitasi terhadap luas lahan yang masuk

kategori kritis maka semakin tinggi kualitas hutan dari suatu wilayah, sebaliknya semakin

rendah presentase luas lahan yang direhabilitasi dalam hutan terhadap luas lahan kritis

maka makin rendah kualitas hutan suatu wilayah.

Pada Grafik 2.4.2.1 memperlihatkan nilai capaian indikator pendukung

persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Daerah Sulawesi

Tengah dan di tingkat nasional. Selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian

indikator pendukung persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis

di tingkat nasional menunjukkan kecenderungan yang menurun. Walaupun tidak

didukung data yang cukup, patut diduga bahwa tren yang sama untuk indikator

pendukung tersebut juga terjadi di Sulawesi Tengah.

Grafik 2.4.2.1:

Presentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tengah di bandingkan dengan Luas Lahan Rehabilitasi

terhadap luas lahan Kritis Nasional

Page 80: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

73

 

Dari Grafik 2.4.2.1, tampak bahwa pada Tahun 2006 persentase luas lahan

rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Daerah Sulawesi Tengah masih relatif

tinggi (sekitar 2,14 persen) di banding dengan nasional yang hanya 0,83 persen. Dari

nilai capaian indikator pendukung ini mengindikasikan bahwa presentase luas lahan

yang berhasil direhabilitasi terhadap luas lahan yang masuk kategori kritis di Daerah

Sulawesi Tengah masih relatif tinggi dibanding dengan di tingkat nasional.

2.4.2.2. Rehabilitasi Lahan Luar Hutan

Rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan mencakup rehabilitasi atau pemulihan

fungsi lahan agar fungsi-fungsi ekologis dapat dipulihkan sehingga dapat didayagunakan

untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terkait dengan

keberadaan lahan yang akan direhabilitasi. Rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan

hutan mencakup pemulihan fungsi dan meningkatkan kemampuan daya dukung lahan

baik dalam konteks ekonomi, sosial, dan fungsi ekologis lainnya. Dalam konteks itulah

Pemerintah Sulawesi Tengah telah mencanangkan program pemulihan dan rehabilitasi

lahan-lahan kritis yang ada agar dapat didayagunakan dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan konteks tersebut maka sejak Tahun 2004 sampai dengan Tahun

2006 upaya pemulihan atau rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan di Sulawesi

Tengah mengalami peningkatan.

Grafik 2.4.2.2

Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan di Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Nasional

Page 81: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

74

 

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.4.2.2, pada Tahun 2004 berhasil

direhabilitasi 1170 Ha, (Nasional 390.896,00 ha) kemudian meningkat menjadi 1530 ha

(Nasional 70.410,00 ha) pada Tahun 2005, dan pada Tahun 2006 meningkat cukup

signifikan menajadi 7.104 Ha ( nasional 301.020,00 ha). Namun pada Tahun 2007 luas

lahan kritis di luar kawasan hutan yang berhasil direhabilitasi mengalami penurunan

menjadi 605 Ha (nasional, 239.236,00 ha).

2.4.2.3 Luas Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi adalah kawasan yang berfungsi untuk perlindungan

dan pengawetan flora dan fauna serta fungsi ekologis dari kawasan tersebut. Luasan

kawasan konservasi indikator penting yang dapat dijadikan ukuran terhadap kualitas

pengelolaan sumberdaya alam yang ada di suatu Negara atau daerah. Semakin luas

kawasan yang berhasil di konservasi maka semakin tinggi pula kualitas pengelolaan

sumberdaya suatu Negara atau suatu daerah.

Berdasarkan konsepsi itulah maka pemerintah secara terus menerus berusaha

meningkatkan luas kawasan konservasi dalam bentuk hutan konservasi dan lahan

konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan sumberdaya

yang ada. Pemerintah Sulawesi Tengah dalam RPJM telah mencanangkan program

peningkatan kawasan konservasi terutama dalam hal upaya perambahan terhadap

hutan lindung, taman nasional dan hutan dan lahan konservasi lainnya.

Sumber: BPS Sulawesi Tengah

Grafik 2.4.2.3 Luas Kawasan Konservasi di Sulawesi Tengah

Dibandingkan dengan Luas Kawasan Konservasi Nasional

Page 82: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

75

 

Untuk dapat memahami apakah program kualitas pengelolaan sumberdaya alam

di Sulawesi Tengah 5 tahun terakhir ini telah berhasil meningkatkan kualitas dari kawasan

konservasi dapat ditunjukkan dengan data yang disajikan pada Grafik 2.4.2.3, pada Tahun

2004 luas kawasan konservasi di Sulawesi Tengah 593.038.75 ha. (nasional

22,715,297.35 ha), pada tahun 2006 meningkat menjadi 624377.38 ha (nasional,

22,702,527.17), dan pada Tahun 2007 tidak mengalami peningkatan yakni tetap

624377.39 ha, (nasional, 20,040,048.01).

2.4.3 KELAUTAN

2.4.3.1 Jumlah Tindak Pidana Perikanan

Jumlah tindak pidana perikanan yang terjadi di suatu wilayah atau daerah

adalah indikator yang penting untuk dicermati. Semakin tinggi jumlah tindak pidana

yang terjadi semakin semakin tinggi pula tingkat kerusakan lingkungan laut yang

ada. Hal ini disebabkan oleh karena umumnya tindak pidana perikanan tidak hanya

terkait dengan proses illegal fishing semata, seperti penyalahgunaan izin tangkap

atau izin usaha perikanan laut, tetapi juga mencakup tindak pelanggaran seperti

penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan

Pukat Harimau, penggunaan bom yang berbahan dasar potassium dan bahan

berbahaya lainnya, sehingga merusak ekosistem karang. Disamping itu pula terkait

dengan upaya-upaya penegakan hukum di sektor perikanan tangkap, baik

mencakup izin, retribusi dan pajak serta hal-hal lain seperti penyelundupan hasil

tangkap.

Sumber: BPS Sulawesi Tengan dan Nasional

Grafik 2.4.3.1. Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Sulawesi Tengah

Dibandingkan dengan Jumlah Tindak Pidana Perikanan Nasional

Page 83: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

76

 

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah telah

menetapkan program penegakan hukum yang terkait dengan pengelolaan perikanan

tangkap baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang dilakukan oleh dunia

usaha, serta kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan dari Negara-negara

tetangga seperti nelayan Thailand, China, Taiwan dan Philipina.

Pada Grafik 2.4.3.1 ditunjukkan bahwa jumlah tindak pidana perikanan dari

tahun 2005-2007 terus mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada Tahun

2005 berhasil ditindak 4 kasus, dan pada tahun 2006 dan 2007 1 kasus, sedang

secara nasional pada tahun 2005 174 kasus, tahun 2006 174 kasus dan pada tahun

2007 139 kasus.

2.4.3.2 Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik

Untuk indikator terumbu karang dalam keadaan baik di Sulawesi Tengah

tidak dapat dianalisis karena tidak ada data yang tersedia, namun jika asumsi bahwa

keadaan berdasarkan persentase nasional yang dijadikan indikator maka keadaan

terumbu karang di Sulawesi Tengah, sama dengan keadaan terumbu karang

nasional yang mengalami proses penurunan pada tahun 2005 ke tahun 2007 yakni

dari 31.49 % menjadi 29.49% dan pada tahun 2007 dan 2008 mengalami

peningkatan menjadi 30.62 % dan 30.96 %. Untuk lebih jelasnya keadaan terumbu

karang yang dalam kondisi baik Secara Nasional disajikan pada Grafik 2.4.3.2 berikut ini:

Grafik 2.4.3.2: Presentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik

Secara Nasional

Page 84: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

77

 

2.4.3.3 Luas Kawasan Konservasi Laut

Kawasan laut merupakan kawasan yang penting bagi pertahanan dan ekonomi karena banyak sekali sumberdaya seperti jenis-jenis ikan dan non ikan serta beberapa bahan galian lainnya terkandung didalamnya, dan berada di dasar perairan laut kita. Dalam konteks sumberdaya alam maka indikator luasan kawasan konservasi yang ada sangat menentukan kualitas sumberdaya yang ada. Semakin luas wilayah yang bisa dan berhasil dikonservasi maka semakin tinggi pula kualitas sumberdaya laut kita, baik terhadap sumberdaya yang terbarukan seperti jenis ikan dan non ikan, maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbarukan.

Sulawesi Tengah dlam upaya untuk mempertahankan kualitas sumberdaya alam laut yang ada telah menetapkan beberapa kawasan sebagai kawasan konservasi laut berupa Taman Wisata Alam Laut diantaranya Taman Wisata Alam TWA) Laut (L) Pulau Tokobae di Kabupaten Poso seluas 1000 ha, TWA (L) Tomori di Kabupaten Morowali seluas 7200 ha, TWA (L) Tosale di Kabupaten Donggala seluas 5000 ha, TWA (L) Pulau Peling di Kabupaten Banggai kepulauan seluas 17.462 ha, dan TWA (L) Kepulauan Sogo di Kabupaten Banggai Kepulauan seluas 153.850 ha. Upaya tersebut sekaligus menunjukkan adanya keseriusan pemerintah Sulawesi Tengah dalam upaya konservasi laut. Untuk lebih jelasnya gambaran konservasi laut di Sulawesi Tengah dibandingkan dengan Konservasi Laut nasional disajikan pada Grafik 2.4.3.3 berikut ini:

Grafik 2.4.3.3:

Luas Kawasan Konservasi Laut Sulawesi Tengah Dibandingkan dengan Luas Konservasi Laut Nasional

Berdasarkan data dan Grafik 2.4.2.3 luas kawasan konservasi laut di Sulawesi Tengah 362. 605 ha yang ditetapkan sejak Tahun 2004. Artinya sejak saat itu, luas kawasan konservasi laut cenderung tidak mengalami pertambahan, sementara secara nasional terus bertambah dari 8,6 juta ha pada Tahun 2004 menjadi 13.5 juta ha pada Tahun 2008.

Page 85: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

78

 

2.4.4 ANALISIS RELEVANSI

Analisis relevansi terhadap nilai capaian indikator pendukung kualitas

pengelolaan sumberdaya alam di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional,

diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Berdasarkan data BPS dan Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah tren

rehabilitasi lahan diluar kawasan hutan sejak tahun 2004 sampai 2007, program

rehabilitasi lahan kritis sejalan dengan tren program dan hasil yang dicapai nasional.

Hal ini menunjukkan bahwa implementasi program rehabilitasi lahan diluar kawasan

hutan di Sulawesi Tengah sejalan dan mendukung proses capaian pembangunan

nasional di bidang hutan dan lahan. Kenyataan tersebut ditunjukkan oleh data yang

selaras dengan apa yang dicapai pada tren nasional, secara nasional terjadi

peningkatan hal yang sama juga terjadi di Sulawesi Tengah, artinya tren rehabilitasi

lahan di Sulawesi Tengah mengarah pada capaian yang positip.

2. Berdasarkan data yang ada, ditunjukkan bahwa capaian pengelolaan indikator luas

kawasan konservasi di Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang positip sebab

dalam kurun waktu 4 tahun luas kawasan konservasi cenderung mengalami

peningkatan, sementara secara nasional luas lahan konservasi cenderung

mengalami penurunan. Walaupun masalah yang terlkait dengan upaya peningkatan

dan upaya mempertahankan luas kawasan konservasi terus berbenturan dengan

meningkatnya populasi penduduk disatu sisi dan meningkatnya akan kebutuhan

lahan bagi pengembangan kawasan industry baik pertambangan maupun usaha

agro industry yang telah menetapkan Sulawesi Tengah sebagai daerah tujuan

investasi di bidang pertambangan dan agro industri. Sementara pada sisi yang lain

perambahan dan pembalakan liar masih merupakan hal yang terus mengancam

eksistensi kawasan konservasi yang ada, belum lagi ditambah dengan munculnya

klaim masyarakat yang mengatasnamakan hak adat atau hak ulayat terhadap

kawasan konservasi seperti yang terjadi di Dongi-Dongi. Namun dari data yang ada

dapat disimpulkan bahwa luas kawasan konservasi jika dibandingkan dengan luas

kawasan konservasi nasional dari sisi tren maka Sulawesi Tengah telah mengalami

kemajuan dibandingkan dengan tren nasional.

Page 86: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

79

 

2.4.5 ANALISIS EFEKTIFITAS

Analisis efektifitas terhadap nilai capaian indikator pendukung dari indikator

outcome kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Daerah Sulawesi Tengah dan di

tingkat nasional, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Jika asumsi bahwa tren nasional adalah gambaran tren daerah, maka berdasarkan

data Tahun 2006 luas lahan rehabilitasi dalam kawasan hutan kritis di Sulawesi

Tengah masih di atas rata-rata nasional. Ini berarti, pengelolaan dan program

rehabilitasi hutan kritis di Sulawesi Tengah lebih efektif dibandingkan dengan hal

yang sama secara nasional. Hal ini dimungkinkan oleh karena program rehabilitasi

hutan melalui program reboisasi dan hutan tanaman industri yang cukup berhasil

dikembangkan di Sulawesi Tengah serta sejalan dengan sasaran yang ditetapkan

dalam RPJM Sulawesi Tengah yakni menurunnya luas kawasan hutan kritis di

Sulawesi Tengah.

2. Efektifitas capaian sasaran pembangunan bidang kehutanan pada salah satu

indikator rehabilitasi lahan luar hutan menunjukkan capaian yang efektif karena

mampu menurunkan luas lahan kritis luar kawasan hutan secara signifikan dari

tahun 2004 sampai dengan tahun 2006, walau pada tahun 2007 luas lahan yang

mampu direhabilitasi mengalami penurunan yang cukup signifikan, artinya ini dapat

dijadikan asumsi bahwa luas lahan yang akan direhabilitasi pada tahun tersebut

juga mengalami penurunan Karena keberhasilan program rehabilitasi lahan pada

tahun 2004-2006. Keadaan tersebut sejalan dengan kondisi yang terjadi secara

nasional yang juga secara signifikan berhasil menurunkan luas lahan kritis diluar

kawasan hutan.

3. Berdasarkan sasaran yang telah dicanangkan dalam RPJM Nasional dan RPJM

Sulawesi Tengah jika dicermati berdasarkan data yang ada dan jika dibandingkan

dengan tingkat pencapaian nasional, maka luas kawasan konservasi di Sulawesi

Tengah sebagai indikator kualitas sumberdaya alam yang ada telah mampu

ditingkatkan oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah artinya program dan

kegiatan yang dilaksanakan selama 4 tahun terakhir telah efektif dalam

mempertahankan dan meningkatkan luas kawasan konservasi yang ada,

walaupuntren secara nasional terus mengalami penurunan luasan kawasan

konservasi secara signifikan. Artinya program dan kegiatan yang telah dicanangkan

telah efektif dan tepat dalam mencapai sasaran yang ingin dicapai.

4. Program pengamanan kekayaan perikanan laut yang merupakan kekayaan sumber

daya alam yang sangat penting nilainya telah menunjukkan hasil yang signifikan,

Page 87: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

80

 

karena selama periode evaluasi 2004-2008 telah terjadi tren penurunan yang cukup

tinggi rata-rata 30-50% dalam setiap tahunnya. Fakta ini sekaligus menjadi indikasi

bahwa upaya-upaya pengamanan dan penegakan hukum terhadap perairan laut

kita di daerah Sulawesi Tengah cukup efektif. Dalam hal ini dapat disimpulkan

bahwa upaya penegakan hukum melalaui penindakan terhadap pidana perikanan

tangkap di Sulawesi Tengah telah sejalan dengan tren nasional.

5. Mencermati tren nasional yang terus mengalami peningkatan secara signifikan dalam

hal luas kawasan yang berhasil dikonservasi selama 5 (lima) tahun 2004-2008,

sementara di Sulawesi Tengah dalam kurun waktu tahun 2006-2007 tidak

mengalami perubahan, artinya upaya konservasi sumberdaya laut di Sulawesi

Tengah belum menunjukkan arah yang sejalan dengan capaian secara nasional.

6. Dari segi efektifitas, jika diukur dari capaian sasaran ang tercantum dalam RPJM

Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan RPJM Nasional, menunjukkan bahwa upaya

penegakan hukum terkait dengan pidana perikanan tangkap yang terjadi di

Sulawesi Tengah, telah menunjukkan kualitas pengelolaan sumberdaya kelautan di

Sulawesi Tengah dari tahun ke tahun yang terus membaik.

7. Efektititas pencapaian sasaran pengelolaan kawasan konservasi laut di daerah

Sulawesi Tengah belum menunjukkan tren yang baik jika dibandingkan dengan tren

nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan selama kurun

waktu 5 tahun terakhir belum menunjukkan hasil yang signifikan bahkan cenderung

stagnan, sementara upaya-upaya pada tingkat nasional telah mampu

menoingkatkan capaian dari tahun 2004 sampai dengan 2008 yang mengalami tren

meningkat. Dengan demikian, upaya yang dilakukan di daerah ini belum efektif

mencapai sasaran yang ingin dicapai yakni perluasan kawasan konservasi laut

yang dapat meningkatkan kualitas sumberdaya laut secara nasional.

2.4.6 ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL

Dalam konteks pengelolaan sumberdaya laut tidak ada aspek yang

menonjol sebagai indikator yang dapat dijadikan ukuran atau menilai keberhasilan

program pengelolaan sumberdaya alam di Sulawesi Tengah sebab minimnya

informasi yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut. Namun upaya-upaya

untuk meningkatkan kualitas sumberdaya alam laut bukannya tidak ada, hal ini

dapat dilihat dari telah ditetapkannya beberapa kawasan sebagai kawasan

konservasi dalam bentuk kawasan wisata alam laut di beberapa kabupaten di

Provinsi Sulawesi Tengah.

Page 88: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

81

 

Analisis capaian indikator spesifik dan menonjol yang terkait dengan

pengelolaan kualitas sumberdaya alam di Sulawesi Tengah, adalah indikator

rehabilitasi lahan luar hutan dan indikator luas kawasan konservasi. Hal ini terlihat

dari meningkatnya secara signifikan luas kawasan lahan kritis diluar hutan yang

berhasil di konservasi dari tahun ketahun terus meningkat, sementara secara

nasional peningkatan pada indikator yang sama relatif rata-rata hanya meningkat 1

(satu) sampai dengan 2 (kali) dari luas lahan yang mampu direhabilitasi, sementara

di Sulawesi Tengah dalam kurun waktu 2004 sampai dengan 2006 meningkat

sampai dengan 4 (empat) kali.

Sedangkan pada luas lahan konservasi jika pada tren nasional kawasan

konservasi terus mengalami pengurangan cukup siginifikan tetapi di Sulawesi

Tengah luas kawasan Konservasi relatif mengalami peningkatan yang signifikan

terutama dalam kurun waktu tahun 2004-2006. Untuk memperoleh gambaran yang

jelas terhadap tren dari kedua indikator tersebut disajikan pada Grafik 2.4.6 berikut

ini:

Grafik 2.4.6

Luas Kawasan Konservasi Sulawesi Tengah

Page 89: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

82

 

2.4.7 REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan sebelumnya dan untuk

meningkatkan upaya pengelolaan sumberdaya alam di Sulawesi Tengah maka

Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah perlu melakukan beberapa kebijakan sebagai

berikut:

1. Program pelibatan masyarkat dalam konteks konservasi dan rehabilitasi lahan

kritis perlu terus menerus ditingkatkan;

2. Pengembangan kawasan konservasi hutan, tanah dan air yang berbasis pada

masyarakat perlu terus dikembangkan;

3. Penyelesaian kasus perambahan kawasan lindung dan taman nasional perlu

segera diselesaikan agar ada kepastian hukum dengan pelibatan multi

stakeholder seperti Pemerintah, Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh masyarakat dan

agama;

4. Penegakan atas kasus-kasus yang melibatkan pengusaha dan masyarakat agar

dilakukan dengan tegas, tepat dan elegan;

5. Meningkatkan operasi penangkapan ikan secara illegal dengan meningkatkan

kerjasama dengan Instansi Kepolisian dan Angkatan laut dalam melakukan

operasi pengamanan sumber daya laut terutama yang terkait dengan ikan dan

non ikan;

6. Meningktkan upaya penyuluhan hukum tentang larangan penggunaan bahan

peledak dalam penangkapan ikan dan non ikan di laut oleh nelayan tradisional;

7. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi baik kawasan

wisata alam laut maupun dalam pengelolaan kawasan lindung sehingga

masyarakat dapat merasakan manfaat dari adanya kawasan konservasi tersebut;

8. Mengintensifkan program reboisasi pada lahan kritis dan daerah tangkapan

secara berkelanjutan;

9. Mengintensifkan program pemberdayaan hutan kemasyarakatan secara

berkelanjutan.

Page 90: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

83

 

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kata pembangunan, apapun pemaknaannya dan dimanapun diselenggarakan,

termasuk di Indonesia, selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.

Maka dari itu, kesejahteraan sosial menjadi salah satu tujuan utama pembangunan.

Yang dimaksud kesejahteraan sosial disini adalah keadaan sentosa dan

makmur serta berkecukupan, baik dalam dimensi fisik maupun nonfisik. Dalam

konteks pembangunan kesejahteraan sosial, mereka yang kondisi kesejahteraan

sosialnya rendah biasanya dicirikan atau disandang oleh mereka yang menderita

cacat, telantar dan tuna sosial.

Sehubungan dengan upaya mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut,

berbagai upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan sosial telah banyak

dilakukan. Untuk mengetahui sampai sejauh mana kinerja pelaksanaan program-

program pembangunan sosial itu, dalam studi ini akan dievaluasi melalui beberapa sub

indikator atau indikator pendukung yang dapat merepresentasikan indikator outcome

tingkat kesejahteraan sosial.

2.5.1. CAPAIAN INDIKATOR

Bagian ini membahas capaian indikator kesejahteraan sosial di daerah

Provinsi Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional. Nilai capaian indikator diperoleh

dengan menjumlahkan nilai rata-rata indikator pendukung yang mencakup persentase

penduduk miskin; tingkat pengangguran terbuka; persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal);

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan persentase pelayanan

dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban penyalahgunaan

narkoba), dibagi dengan banyaknya indikator pendukung.

Uraian tentang capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial ini dimulai

dengan mengedepankan sub-sub indikator (indikator pendukung) pembentuknya.

2.5.1.1 Persentase Penduduk Miskin

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sudah klasik dan telah demikian

intensif dibahas dan didiskusikan, baik dalam kajian ilmu ekonomi pembangunan dan

ilmu-ilmu sosial maupun di berbagai forum diskusi. Sedemikian intensifnya kemiskinan

itu dibahas dan didiskusikan, memunculkan kesan baru bahwa seolah-olah

kemiskinan itu semakin sering dibahas dan didiskusikan, semakin tak kunjung selesai

penyelesaian masalahnya. Namun, mengapa kemiskinan itu tetap menjadi perhatian

dalam evaluasi ini? Ada beberapa alasan yang perlu dikemukakan: pertama, dari

Page 91: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

84

 

dimensi filosofi, kemiskinan itu tidak dikehendaki oleh siapapun. Kemiskinan

merupakan sisi gelap dari kehidupan umat manusia, baik secara individual maupun

kelompok, kondisi kemiskinan menyebabkan seseorang atau kelompok orang sulit

mencapai kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan kerja produktif yang

menguntungkan secara ekonomi dan sosial. Karena miskin, seseorang sebagian

waktunya habis tersita hanya untuk mempertahankan survival dalam kehidupannya.

Realitas ini terjadi hampir di semua tempat, termasuk di daerah Provinsi Sulawesi Tengah; kedua, dari dimensi ideologi kemiskinan merupakan tantangan dan sekaligus

masalah krusial yang dihadapi dalam upaya memajukan kesejahteraan sosial,

sehingga setiap kebijakan pengentasan kemiskinan, khususnya di daerah Sulawesi

Tengah, harusnya selalu menjadi prioritas; dan ketiga, dari dimensi empiris

kemiskinan merupakan fenomena sosial yang bisa terjadi di mana dan kapan saja,

termasuk yang sedang dihadapi di daerah ini.

Memang, mengungkap kemiskinan itu tidak mudah, apalagi bagi mereka yang

sama sekali tidak pernah bergelut dan merasakan hidup miskin. Kemiskinan itu

bukanlah sesuatu yang dengan mudahnya dapat dikuantifikasikan, ia sangat erat

hubungannya dengan nilai-nilai sosial, kultural dan agama. Oleh karena itu, masalah

kemiskinan bersifat multidimensional. Boleh jadi kemiskinan itu adalah sesuatu yang

misterius, kemiskinan itu ada akan tetapi tidak otomatis diakui keberadaannya,

terutama oleh individu-individu yang termasuk atau dimasukkan dalam kategori si

miskin. Dalam evaluasi ini, si miskin atau penduduk miskin yang dijadikan obyek

pembahasan adalah penduduk miskin yang dikriteriakan oleh BPS.

Grafik 2.5.1.1 :

Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Page 92: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

85

 

Selama periode evaluasi, capaian indikator persentase penduduk miskin relatif

tidak mengalami perubahan yang berarti, baik di Sulawesi Tengah maupun di tingkat

nasional. Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.5.1.1 persentase penduduk miskin

di Sulawesi Tengah pada Tahun 2004 mencapai 21,6 persen, kemudian menurun

menjadi 20,75 persen pada Tahun 2008. Di tengah periode evaluasi, yaitu pada

Tahun 2006, persentase penduduk miskin terjadi kenaikan yang cukup signifikan

menjadi 23,63 persen. Pola perubahan indikator persentase penduduk miskin juga

berlaku di tingkat nasional. Tampaknya, kenaikan ini disebabkan oleh dampak

berantai dari kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik yang terjadi pada Tahun 2005.

2.5.1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka

Dalam konteks pembangunan kesejahteraan sosial, tingkat pengangguran

terbuka dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerjanya. Makin tinggi tingkat

pengangguran terbuka dalam suatu masyarakat, makin tidak sejahtera masyarakat

tersebut. Dalam evaluasi ini tidak membahas tentang apa dan mengapa

pengangguran terbuka itu ada dan terjadi, melainkan hanya ingin membandingkan

kenyataan yang terjadi di Daerah Sulawesi Tengah dengan di tingkat nasional.

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.5.1.2 , capaian indikator tingkat

pengangguran terbuka di daerah Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang menurun,

walaupun di tengah periode evaluasi terjadi kenaikan yang cukup signifikan.

Grafik 2.5.1.2 Perkembangan Pengangguran Terbuka

Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Page 93: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

86

 

Pada awal periode evaluasi, Tahun 2004, capaian indikator ini sebesar 5,85

persen dan kemudian menurun menjadi 5,45 persen di akhir periode evaluasi, Tahun

2008. Naiknya pengangguran terbuka pada Tahun 2006 tampaknya juga turut

disebabkan oleh dampak berantai dari kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik yang

terjadi pada Tahun 2005.

2.5.1.3 Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal)

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya

mencapai tujuan nasional yang diamanatkan dalam UUD 45. Di dalam sila ke-5

Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas dinyatakan

bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi

bangsa, karenanya setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk memperoleh

keadilan sosial yang sebaik-baiknya, termasuk anak-anak terlantar, anak jalanan,

balita terlantar dan anak nakal. Selama periode evaluasi, capaian indikator persentase

pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak relatif tidak mengalami perubahan yang

berarti, khususnya di daerah Sulawesi Tengah.

Grafik 2.5.1.3:

Perkembangan Presentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal)

Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.5.1.3 persentase pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak di Sulawesi Tengah pada Tahun 2004 mencapai 2,4

persen, kemudian menurun menjadi 2,14 persen pada Tahun 2008. Berbeda halnya di

tingkat nasional, capaian indikator pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

Page 94: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

87

 

menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Pada Tahun 2004 mencapai 2,18 persen,

kemudian menurun menjadi 1,25 persen pada Tahun 2008.

2.5.1.4 Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia

Pelayanan kesejahteraan sosial bagi kelompok penduduk lanjut usia adalah

merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan nasional sebagaimana diamanatkan

dalam UUD 45. Atas dasar itulah, maka setiap Warga Negara Indonesia, khususnya

kelompok lanjut usia (LANSIA) berhak memperoleh keadilan sosial yang sebaik-baiknya,

termasuk pelayanan kesejahteraan sosialnya.

Selama periode evaluasi, capaian indikator persentase pelayanan kesejahteraan

sosial bagi kelompok penduduk LANSIA mengalami perubahan, baik di Sulawesi

Tengah maupun di tingkat nasional. Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.5.1.4

persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi kelompok penduduk LANSIA di

Sulawesi Tengah mencapai 2,15 persen pada Tahun 2004, kemudian menurun menjadi

1,5 persen pada Tahun 2008.

Di tingkat nasional, capaian indikator persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi

kelompok penduduk lanjut usia menurun dari 1,42 persen pada Tahun 2004 menjadi

0,72 persen pada Tahun 2008.

Grafik 2.5.1.4:

Perkembangan Presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

2.5.1.5 Persentase Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Page 95: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

88

 

Dalam sila ke-5 Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara

jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi salah satu

filosofi bangsa, karenanya setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk memperoleh

keadilan sosial yang sebaik-baiknya, termasuk wanita tuna susila, anak terlantar dan

penyandang masalah sosial lainnya. Dalam kaitan ini, pelayanan dan rehabilitasi sosial

adalah merupakan bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan social sebagaimana

dimaksudkan di atas.

Selama ini pemerintah bersama masyarakat telah berusaha secara sungguh-

sungguh mewujudkan tata kehidupan dan penghidupan sosial, baik secara materil

maupun spirituil. Berbagai pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada kelompok

sasaran seperti anak-anak terlantar, wanita tunasusila dan kelompok lainnya seperti

memberikan pembekalan keterampilan seperti tata rias, menjahit, pertukangan,

elektronik, dan otomotif serta kemandirian berusaha dan sebagainya tidak lain

dimaksudkan untuk mencapai kehidupan sosial yang makin baik.

Grafik 2.5.1.5: Perkembangan Presentase pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Di Sulawesi Tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Selama periode evaluasi, capaian indikator persentase pelayanan dan

rehabilitasi sosial mengalami perubahan yang signifikan, khususnya di daerah Sulawesi

Tengah. Sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 2.5.1.5 persentase pelayanan dan

rehabilitasi sosial di Sulawesi Tengah pada Tahun 2004 mencapai 31,86 persen,

kemudian menurun menjadi 27,03 persen pada Tahun 2008.

Page 96: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

89

 

Hal yang sama juga terjadi di tingkat nasional, capaian indikator pelayanan dan

rehabilitasi sosial menunjukkan tren penurunan yang relatif lamban, dari sekitar 1,00

persen pada Tahun 2004 menurun menjadi 0,74 persen pada Tahun 2008.

2.5.2. CAPAIAN INDIKATOR OUTCOMES PROVINSI DIBANDINGKAN DENGAN CAPAIAN INDIKATOR OUTCOMES NASIONAL

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai capaian indikator kesejahteraan sosial

sebagai berikut: 1) capaian indikator kesejahteraan sosial di Daerah Provinsi Sulawesi

Tengah relatif rendah dibandingkan dengan capaian indikator kesejahteraan sosial di

tingkat nasional; 2) selama periode evaluasi 2004-2008, nilai capaian indikator tersebut

menunjukkan tren yang terus menaik, baik di Daerah Sulawesi Tengah maupun dalam

skala nasional dengan arah dan pola perubahan yang sama. Tren dan pola perubahan

capaian indikator tersebut mengindikasikan bahwa tingkat keberhasilan pembangunan

kesejahteraan sosial di daerah Sulawesi Tengah sangat ditentukan oleh keberhasilan

pembangunan kesejahteraan sosial di tingkat nasional.

Grafik 2.5.2: Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial

Sulawesi tengah dan Indonesia, Tahun 2004-2008

Hal ini dapat dijelaskan bahwa selama ini program-program pembangunan

kesejahteraan sosial di Daerah Sulawesi Tengah sebagian besar pendanaannya

bersumber dari dana APBN. Kondisi sebaliknya dimana capaian indikator kesejahteraan

sosial di daerah ini melebihi tingkat capaian indikator di tingkat nasional dapat saja terjadi

manakala ada komitmen yang kuat dari pemimpin daerah dan dukungan dana daerah

yang memadai untuk pembiayaan pembangunan kesejahteraan sosial.

Page 97: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

90

 

2.5.3 ANALISIS RELEVANSI

Analisis relevansi terhadap nilai capaian indikator pendukung tingkat

kesejahteraan sosial di Daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Capaian indikator persentase penduduk miskin di daerah ini walaupun masih lebih

tinggi jika diperbandingkan dengan capaian indikator persentase penduduk miskin di

tingkat nasional namun menunjukkan kinerja yang terus membaik. Jika capaian

indikator ini dibandingkan dengan target persentase penduduk miskin sebesar 18

pesen sebagaimana tertuang dalam RPJMD Sulawesi Tengah 2006-2011, maka

relevansinya cukup tinggi terhadap upaya penanggulanaan kemiskinan.

2. Capaian indikator pengangguran terbuka di daerah ini sudah di bawah capaian

indikator pengangguran terbuka di tingkat nasional. Jika diperbandingkan dengan

target pengangguran terbuka sebesar 4 - 6 persen sebagaimana tertuang dalam

RPJMD 2006-2011 maka relevansinya sangat tinggi terhadap upaya penurunan

angka pengangguran terbuka.

3. Capaian indikator pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak di daerah ini secara

kualitatif tidak lebih baik jika diperbandingkan dengan capaian di tingkat nasional.

Jika capaian indikator ini dibandingkan dengan sasaran terbinanya kesejahteraan

sosial, fakir miskin dan komunitas adat terpencil, rehabilitasi sosial penyandang

cacat, penanggulangan korban bencana, pembinaan kesejahteraan sosial keluarga,

anak terlantar dan lanjut usia terlantar sebagaimana tertuang dalam RPJMD

Sulawesi Tengah 2006-2011, maka relevansinya rendah terhadap upaya pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak.

4. Capaian indikator persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi kelompok

penduduk lanjut usia di daerah ini masih tidak lebih baik jika diperbandingkan

dengan capaian indikator persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi kelompok

penduduk lanjut usia di tingkat nasional. Jika capaian indikator ini dibandingkan

dengan sasaran pembangunan kesejahteraan sosial sebagaimana tertuang dalam

RPJMD Sulawesi Tengah 2006-2011, maka dinilai tidak cukup relevan terhadap

upaya pembangunan kesejahteraan sosial di daerah ini.

5. Capaian indikator persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di daerah ini masih

tidak lebih baik jika diperbandingkan dengan capaian indikator persentase

pelayanan dan rehabilitasi sosial di tingkat nasional. Jika capaian indikator ini

dibandingkan dengan sasaran pembangunan kesejahteraan sosial sebagaimana

tertuang dalam RPJMD Sulawesi Tengah 2006-2011, maka dinilai tidak cukup

relevan dalam mendukung pembangunan kesejahteraan sosial di daerah ini.

Page 98: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

91

 

2.5.4 ANALISIS EFEKTIVITAS

Analisis efektifitas terhadap capaian indikator pendukung tingkat kesejahteraan sosial

di daerah Sulawesi Tengah dan di tingkat nasional, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Menurunnya capaian indikator persentase penduduk miskin di daerah ini ternyata

tidak lebih baik jika diperbandingkan dengan capaian indikator secara nasional.

Namun demikian, capaian indikator ini menunjukkan adanya perbaikan atau

peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga dinilai sangat efektif dalam

mendukung pencapaian tujuan pembangunan, khususnya dalam pengentasan

kemiskinan.

2. Menurunnya capaian indikator pengangguran terbuka di daerah ini ternyata lebih baik

jika diperbandingkan dengan capaian indikator secara nasional. Capaian indikator ini

juga disertai dengan adanya perbaikan atau penurunan angka pengangguran

terbuka dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga dinilai sangat efektif dalam

mendukung pencapaian tujuan pembangunan, khususnya dalam menekan tingkat

pengangguran terbuka.

3. Menurunnya capaian indikator pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak di daerah ini

ternyata tidak lebih baik jika diperbandingkan dengan capaian indikator secara

nasional. Namun demikian, capaian indikator ini menunjukkan adanya perbaikan

atau peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga dinilai cukup efektif dalam

mendukung pencapaian tujuan pembangunan, khususnya dalam pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak.

4. Menurunnya capaian indikator persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi

kelompok penduduk lanjut usia di daerah ini ternyata tidak lebih baik jika

diperbandingkan dengan capaian indikator secara nasional. Ditambah lagi, capaian

indikator ini tidak menunjukkan adanya perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya,

sehingga dinilai tidak efektif dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan,

khususnya dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi kelompok penduduk lanjut

usia.

5. Menurunnya capaian indikator persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di daerah

ini ternyata tidak lebih baik jika dirbandingkan dengan capaian indikator secara

nasional. Ditambah lagi, capaian indikator ini tidak menunjukkan adanya perbaikan

dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga dinilai tidak efektif dalam upaya mencapai

tujuan pembangunan, khususnya dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi

kelompok penduduk sasaran.

2.5.5. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL

Page 99: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

92

 

Setelah memperhatikan hasil analisis relevansi dan efektivitas sejumlah indikator

pendukung dari indikator tingkat kesejahteraan sosial di Sulawesi Tengah, dalam hal ini

mencakup capaian indikator persentase penduduk miskin, pengangguran terbuka,

pelayanan dan rehabilitasi sosial, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi

lanjut usia, dan persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak. Dari indikator-

indikator pendukung di atas, persentase penduduk miskin akan dikaji sebagai indikator

spesifik dan menonjol. Indkator pendukung ini menarik untuk di kaji karena dalam kenyataannya hingga Tahun 2008 seperlima penduduk Sulawesi Tengah berada di

bawah garis kemiskinan, semetara target RPJMD Sulawesi Tengah pada Tahun 2011

persentase penduduk miskin sekitar 17-18%.

Sejak diberlakukannya undang-undang tentang pemerintahan daerah,

penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu perhatian utama pembangunan

nasional dan daerah. Seharusnya hal tersebut dijadikan momentum dan peluang untuk

mewujudkan desentraliusasi pembangunan yang sensitif terhadap persoalan lokal.

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, sayangnya

pencapaian program penanggulangan baik secara nasional dan maupun daerah belum

sepenuhnya berhasil.

Penanggulangan atau pengentasan kemiskinan selama otonomi daerah

diberlakukan belum mampu manjawab masalah kemiskinan secara menyeluruh dan

tuntas, karena: 1) Program tidak tepat sasaran; 2) Program tidak bertahan lama; 3)

Program dipaksakan terhadap penduduk miskin; dan Program tidak diakses karena

hambatan struktual.

Ada juga menyatakan penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan bersifat

karitatif (Charity) yang cenderung menjadikan orang miskin semakin tergantung pada

bantuan pihak luar dan sangat sedikit sekali program penangulangan kemksikinan yang

benar-benar memenuhi tujuan pemberdayaan penduduk di bawah garis kemiskinan. Ini

berarti program pengentasan kemiskinan tidak bertumpu pada komunitas setempat.

Akibatnya perekonomian mereka rentan dan mereka dengan mudah kembali berada di

bawah garis kemiskinan ketika ada kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-poor

seperti kenaikan BBM, TDL dll. Faktor lain berkaitan dengan kelemahan organisai

pelaksana seperti pemerintah lokal dan pemerintah kelurahan atau desa. Oleh karena

itu diperlukan strategi baru untuk mengentaskan kemiskinan yang menggunakan

potensi sosial lokal untuk membantu orang miskin terbebas dari kemiskinannya.

Strategi yang dikembangkan termasuk dalam community based development dengan

menggunakan potensi lokal setempat.

Secara eksplisit dalam prioritas pembangunan daerah Sulawesi Tengah

dicantumkan tentang Penanggulangan Kemiskinan, yang pelaksanaannya

Page 100: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

93

 

dilaksanakan secara terus menerus sehingga masyarakat miskin di Sulawesi Tengah

berangsur angsur dapat ditekan seminimal mungkin. Prioritas ini difokuskan pada :

1. Pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan, dan

infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi.

2. Revitalisasi pelayanan KB dan keselamatan ibu melahirkan (save mother hood)

3. Penanganan gizi buruk

4. Pemberdayaan usaha mikro

Walaupun upaya pengurangan jumlah dan persentase penduduk di bawah garis

kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah, terus digalakkan namun harus diakui bahwa

masih sangat diperlukan upaya keras untuk dapat menurunkan jumlah penduduk miskin

tersebut. Bilamana program prioritas yang dicanangkan tersebut tepat sasaran dan

berkelanjutan maka target penurunan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah

sebesar 17-18 persen (target RPJMD) pada Tahun 2011 diperkirakan akan tercapai.

Dalam RPJMD Sulawesi Tengah Tahun 2006-2011, pengentasan kemiskinan

menduduki prioritas pertama. Dengan menempatkannya pada priorits utama,

seharusnya persentase penduduk miskin ditargetkan turun setengahnya (sekitar 10-

12%) sebagaimana tercantum dalam RPJMD (sebelum di revisi). Dalam RPJMD

(sebelum di revisi) tercantum: “Sasaran yang ingin dicapai berdasarkan Visi

Penanggulangan Kemiskinan di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu ”Terwujudnya

penurunan 12 % angka kemiskinan pada Tahun 2011 melalui upaya terpadu dari

semua stakeholder menuju keluarga mandiri, adil dan sejahtera”. Sasaran ini

dijabarkan lebih lanjut melalui:

a. Tersedianya pangan yang bermutu dan terjangkau, serta meningkatnya status gizi

masyarakat, terutama ibu, bagi dan anak balita.

b. Tersedianya pe!ayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi

gender.

c. Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau dan tanpa

diskriminasi gender.

d. Tersedianya lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta meningkatnya

kemampuan pengernbangan usaha tanpa diskriminasi gender.

e. Tersedianya perumahan yang layak dan lingkungan permukiman yang sehat.

f. Tersedianya air bersih dan sanitasi dasar yang baik.

g. Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komural atas tanah.

h. Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pengolahan dan pemanfaatan sumber

daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Page 101: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

94

 

i. Terjaminnya rasa aman dari gangguan keamanan dan tindak kekerasan terutama di

daerah konflik (Kabupaten Poso).

j. Terjaminya partisipasi masyarakat miskin dan keseluruhan proses pembangunan.

2.5.6. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan beberapa capaian indikator pendukung tingkat kesejahteraan sosial

dan hasil analisis capaian indikator spesifik dan menonjol dalam upaya peningkatan

kesejahteraan sosial, diajukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

Penanggulangan Kemiskinan:

1. Upaya penanggulangan kemiskinan, hendaknya ditempuh secara simultan melalui

beragam aktivitas lintas sektoral dalam satu rentang kendali dan koordinasi,

dilaksanakan secara tepat waktu dan tepat sasaran secara berkelanjutan;

2. Penanggulangan kemiskinan berbasis asset di Sulawesi Tengah diperlukan

pendekatan lokal yang spesifik sesuai dengan karakteristik asset, kemampuan

absorbsi, dan permasalahan spesifik pada kelompok masyarakat miskin itu sendiri;

3. Mengintensifkan dan mengefektifkan penerapan sistem perlindungan sosial bagi

warga miskin;

4. Penguatan kelembagaan pelayanan social untuk mempercepat penyelesaian

berbagai masalah sosial;

5. Memberdayakan potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang terdapat dalam

masyarakat, kondisi alam, dan tatanan sosial masyarakat setempat; dan

6. Meningkatkan kepedulian masyarakat dengan berpartisipasi aktif dalam kerja-kerja

kemanusian yang terkait dengan penyelesaian berbagai masalah sosial.

Pengangguran Terbuka:

1. Memacu pertumbuhan ekonomi daerah melalui upaya penguatan kapasitas

individual dan kelompok sasaran yang potensial untuk berwirausaha;

2. Memacu investasi yang mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi.

3. Memperkuat kapasitas pekerja dan pelaku ekonomi sektor UMKM melalui program

pengembangan soft competencies, dan fasilitasi kredit UMKM.

Pelayanan Kesejahteraan Sosial:

Page 102: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

95

 

1. Mengintensifkan dan mengefektifkan penerapan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.

2. Penguatan kelembagaan pelayanan social dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah sosial.

3. Sebagai penunjang keberhasilan Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial adalah menggali dan memberdayakan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang terdapat dalam unsur masyarakat, kondisi alam, dan tatanan sosial masyarakat setempat.

4. Diperlukan peningkatan kepedulian masyarakat dengan berpartisipasi aktif dalam kerja-kerja kemanusian yang terkait dengan penyelesaian berbagai masalah sosial.

BAB III P E N U T U P

3.1 K E S I M P U L A N

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kinerja pembangunan daerah Sulawesi

Tengah selama periode 2004-2008, yang meliputi analisis terhadap beberapa indikator

outcome: tingkat layanan publik dan demokrasi; tingkat kualitas sumberdaya manusia;

tingkat pembangunan ekonomi; tingkat pengelolaan sumberdaya alam; dan indikator

outcome tingkat kesejahteraan sosial, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kualitas kehidupan demokrasi di daerah Provinsi Sulawesi Tengah semakin

meningkat dan berkembang. Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif, Pemilihan

Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah disambut dengan semarak oleh

masyarakat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya partisipasi rakyat dalam pesta

demokrasi tersebut. Namun harus dicermati agar jangan sampai muncul kebosanan

dan hilangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pesta

demokrasi tersebut;

2. Berbagai tuntutan masyarakat terhadap layanan publik yang semakin mudah,

terjangkau, efisien, efektif dan dengan berbagai kenyamanan disahuti oleh

Pemerintah Daerah melalui berbagai regulasi yang memiliki keberpihakan kepada

masyarakat. Peranserta perempuan dalam berbagai bidang khususnya di bidang

pemerintahan dan politik semakin meningkat seiring dengan pengejawantahan

konsep kesetaraan jender;

Page 103: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

96

 

3. Kondisi infrastruktur (khususnya infrastruktur jalan dan jembatan) di Sulawesi Tengah

pada umumnya mengalami kerusakan. Kerusakan ini akibat perubahan iklim yang

ekstrim, dan ulah para pelaku illegal logging yang menyebabkan banjir bandang di

beberapa tempat hingga merusak beberapa badan jalan dan jembatan;

4. Keterbatasaan energi listrik akibat kekurangan daya menyebabkan aktivitas

ekonomi masyarakat terganggu dan rusaknya berbagai perabot rumah tangga

masyarakat dan rumahtangga pemerintah, sehingga terjadi lonjakan biaya

operasional yang cukup tinggi;

5. Dalam hal layanan publik di sektor pendidikan dan kesehatan, permasalahan akses,

pemerataan, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan masih

sangat dominan dihadapi oleh sebagian besar warga masyarakat;

3.2 REKOMENDASI

Berdasarkan beberapa kesimpulan dari hasil evaluasi terhadap kinerja

pembangunan daerah Sulawesi Tengah selama periode 2004-2008, diajukan beberapa

rekomendasi sebagai berikut:

3.2.1 Peningkatan Pelayanan Publik dan Demokrasi

Mencermati perkembangan dan trend pelayanan publik dan demokrasi yang

diukur dari indikator penanganan kasus korupsi, aparat yang berijasah minimal S-1,

pelayanan satu atap, GDI, GEM, Partisipasi Politik masyarakat dalam Pemilu Legislatis,

Pilkada dan Pilpres, maka direkomendasikan kebijakan sebagai berikut:

5. Penanganan kasus-kasus Korupsi yang dilaporkan perlu terobosan berupa

peningkatan peran dari institusi penegak hukum dalam hal koordinasi antara KPK,

Kepolisian dan Kejaksaan disatu pihak dan aparat auditor dengan pihak penyidik

dalam hal ini Bawasda, Inspektorat, BPKP dan BPK agar terjadi satu sinergisitas

dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi. Yang tidak kalah pentingnya

adalah diperlukannya semacam perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi pada

tingkat daerah;

6. Dalam rangka meningkatkan tingkat pendidikan Aparatur Pemerintah Daerah,

maka kerjasama dengan lembaga penyelenggara pendidikan perlu terus

ditingkatkan, dan pemerintah daerah pada tingkat propinsi dan kabupaten perlu

menyediakan dukungan pembiayaan dalam bentuk beasiswa bagi aparat yang

akan melanjutkan jenjang pendidikannya;

Page 104: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

97

 

7. Upaya pelayanan satu atap agar pemerintah Provinsi diharapkan melakukan

terobosan melalui regulasi sistem pelayanan yang cepat dan murah dengan

menerbitkan Keputusan/instruksi Gubernur tentang pelayanan satu atap kepada

pemerintah daerah sambil mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota bersama

DPRD menerbitkan Peraturan Daerah tentang pelayanan satu atap;

8. Capaian dalam bidang pembangunan demokrasi yang positif perlu terus menerus

ditingkatkan terutama yang terkait dengan GDI dan GEM yang masih berada di

bawah rata-rata tren nasional melalui kebijakan sebagai berikut:

4) Mengoptimalkan program pendidikan keluarga dan pelayanan kesehatan

yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat;

5) Pendidikan politik bagi perempuan disinergikan melalui program pemberdayaan

perempuan dan keluarga;

6) Peningkatan partisipasi politik yang semakin membaik harus terus menerus

dioptimalkan melalui pendidikan politik yang melibatkan multi stakeholders.

3.2.2 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

Berdasarkan beberapa capaian nilai indikator pendukung tingkat kualitas sumberdaya manusia dan hasil analisis capaian indikator spesifik dan menonjol terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, diajukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

9. Dalam kurun waktu tersisa, RPJMN 2004-2009 dan RPJMD Tahun 2006-2011, diharapkan adanya penguatan sinergitas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dengan seluruh stakeholders pendidikan dan kesehatan untuk mempercepat perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan yang lebih partisipatif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, mengelola sumber dana secara efisien dan memberikan pelayanan publik bidang pendidikan dan kesehatan secara lebih efektif dengan menerapkan standar pelayanan minimal, sehingga dapat diukur kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan akses dan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas.

10. Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan, mutu tenaga pendidik/guru dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, tata usaha, laboran, pustakawan, pengawas) serta peningkatan ketersediaan, kualitas dan kesejahteraan pendidik. hendaknya lebih diperhatikan lagi agar penuntasan wajar DIKDAS sembilan tahun dan pembangunan pendidikan dapat dipercepat di Provinsi Sulawesi Tengah.

11. Untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan, meningkatkan jumlah dan mutu tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, asisten

Page 105: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

98

 

apoteker, sarjana kesehatan masyarakat (SKM), bidan, penunjang kesehatan, perawat, perawat gigi dan sanitarian serta peningkatan ketersediaan, kualitas dan kesejahteraan tenaga kesehatan hendaknya lebih diprioritaskan agar visi menuju Indonesia Sehat Tahun 2015 dapat dipercepat di Provinsi Sulawesi Tengah.

12. Peningkatan akses, pemerataan pelayanan dan relevansi pendidikan menengah dan tinggi yang berkualitas, serta peningkatan pendidikan luar sekolah.

13. Peningkatan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas layanan kesehatan terutama bagi masyarakat di perdesaan perlu diprioritaskan.

14. Upaya peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan, terutama untuk layanan kesehatan dasar di daerah terpencil dan tertinggal perlu diprioritaskan.

15. Penanganan masalah gizi kurang/buruk pada ibu hamil, bayi dan anak balita harus secara terus menerus mendapat penanganan secara serius.

16. Perlunya penguatan dan penajaman program KB yang sudah berjalan dan secara langsung menyentuh pada sasaran program.

3.2.3 Pembangunan Ekonomi Berdasarkan beberapa capaian nilai indikator pendukung tingkat pembangunan

ekonomi dan hasil analisis capaian indikator spesifik dan menonjol terkait dengan upaya

percepatan pembangunan ekonomi, diajukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai

berikut:

7. Sangat perlu dan segera dilakukan peningkatan investasi pemerintah dalam upaya

perbaikan kualitas berbagai infrastruktur jalan sebagai penunjang perkembangan

aktivitas ekonomi, disamping itu diperlukan pula peningkatan aksesibilitas pelayanan

transportasi yang terjangkau bagi masyarakat banyak;

8. Dalam upaya perbaikan kualitas berbagai infrastruktur jalan tersebut hendaknya

disertai dengan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan dengan pihak instansi teknis

terkait di daerah Provinsi dan Kabupaten agar dicapai suatu perbaikan dan

peningkatan kualitas berbagai infrastruktur jalan tersebut secara simultan sehingga

dapat menghubungkan daerah-daerah kantong produksi dengan pasar secara lebih

mudah, murah dan efisien;

9. Untuk dapat menarik investor menanamkan modalnya di Sulawesi Tengah, sangat

mendesak untuk segera menyelesaikan penyediaan energi listrik, sembari

menemukenali energi terbarukan dan diperlukan intervensi kebijakan dalam

peningkatan pemerataan pelayanan listrik bagi masyarakat, terutama di wilayah

Page 106: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

99

 

perdesaan, disamping itu diperlukan pula tambahan regulasi yang terkait dengan

layanan satu atap untuk kepentingan perizinan dunia usaha;

10. Agar pertumbuhan ekonomi dapat memiliki efek multiplier yang tinggi, pemerataan, dan

keberlanjutan, pengembangan ekonomi perlu diarahkan pada peningkatan aktivitas

sektor riil;

11. Untuk dapat meningkatkan daya saing daerah dan peningkatan ekspor (non migas),

diperlukan kebijakan pembangunan ekonomi yang disesuaikan dengan karakteristik

dan potensi sumberdaya serta keunggulan masing-masing wilayah, disamping itu

pengembangan ekonomi harus diarahkan pada keterkaitan aktivitas rantai industri;

12. Diperlukan intervensi kebijakan dalam menciptakan pemerataan pendapatan

antarwilayah yang dapat dilakukan antara lain dengan peningkatan peran sektor riil

yang berbasis kepada potensi unggulan wilayah sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat wilayah tersebut.

3.2.4 Pengelolaan Sumberdaya Alam

Berdasarkan beberapa capaian nilai indikator pendukung tingkat pengelolaan

sumberdaya alam dan hasil analisis capaian indikator spesifik dan menonjol terkait dengan

upaya pengelolaan sumberdaya alam, diajukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai

berikut:

10. Program pelibatan masyarkat dalam konteks konservasi dan rehabilitasi lahan kritis

perlu terus menerus ditingkatkan.

11. Pengembangan kawasan konservasi hutan, tanah dan air yang berbasis pada

masyarakat perlu terus dikembangkan;

12. Penyelesaian kasus perambahan kawasan lindung dan taman nasional perlu segera

diselesaikan agar ada kepastian hukum dengan pelibatan multi stakeholder seperti

Pemerintah, Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh masyarakat dan agama;

13. Penegakan atas kasus-kasus yang melibatkan pengusaha dan masyarakat agar

dilakukan dengan tegas, tepat dan elegan.

3.2.5 Kesejahteraan Sosial

Penanggulangan Kemiskinan:

Page 107: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

100

 

7. Upaya penanggulangan kemiskinan, hendaknya ditempuh secara simultan melalui

beragam aktivitas lintas sektoral dalam satu rentang kendali dan koordinasi,

dilaksanakan secara tepat waktu dan sasaran serta berkelanjutan.

8. Penanggulangan kemiskinan berbasis asset di Sulawesi Tengah diperlukan

pendekatan lokal yang spesifik sesuai dengan karakteristik asset, kemampuan

absorbsi, dan permasalahan spesifik pada kelompok masyarakat miskin itu sendiri;

9. Meingkatkan dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi warga miskin;

10. Penguatan kelembagaan pelayanan social;

11. Diperlukan program/kegiatan yang lebih tajam dalam menyelesaikan berbagai

masalah social;

12. Sebagai penunjang keberhasilan Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam

Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial adalah menggali dan

memberdayakan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang terdapat dalam

unsur masyarakat, kondisi alam, dan tatanan sosial masyarakat setempat; dan

13. Diperlukan peningkatan kepedulian masyarakat dengan berpartisipasi aktif dalam

kerja-kerja kemanusian yang terkait dengan penyelesaian berbagai masalah sosial.

Pengangguran Terbuka:

4. Diperlukan kebijakan agar pertumbuhan ekonomi dapat mendorong penurunan

tingkat pengangguran terbuka;

5. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengandalkan investasi

pemerintah dan swasta yang mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi.

6. Menciptakan lapangan dengan mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan yang

berproduktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas tinggi dengan

meningkatkan kualitas dan kompetensi pekerja, serta mendorong sektor informal

melalui fasilitas kredit UMKM.

7. Perlu upaya yang lebih intensif dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja .

Pelayanan Kesejahteraan Sosial:

5. Meingkatkan dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat

miskin.

6. Penguatan kelembagaan pelayanan sosial

Page 108: Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH SULAWESI TENGAH TAHUN 2009 |  

101

 

7. Diperlukan program/kegiatan yang lebih tajam dalam menyelesaikan berbagai

masalah sosial.

8. Sebagai penunjang keberhasilan Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam

Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial adalah menggali dan

memberdayakan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang terdapat dalam

unsur masyarakat, kondisi alam, dan tatanan sosial masyarakat setempat.

9. Diperlukan peningkatan kepedulian masyarakat dengan berpartisipasi aktif dalam

kerja-kerja kemanusian yang terkait dengan penyelesaian berbagai masalah sosial.