laporan akhir ekpd 2009 kalimantan barat - untan

39

Upload: ekpd

Post on 29-Nov-2014

4.023 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

Dokumen Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Kalimantan Barat oleh Universitas Tanjungpura

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

i

KATA PENGANTAR

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 telah

berlangsung empat tahun, dan saat ini sedang memasuki tahun kelima. Dalam empat

tahun berjalan, perlu dilakukan suatu evaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana

pencapaian program-program yang direncanakan dalam tataran pelaksanaannya, baik

nasional maupun di daerah.

Buku ini merupakan Laporan Akhir dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Hal-hal yang dievaluasi meliputi program pembangunan di

semua bidang pembangunan yang dicerminkan dalam lima indikator hasil, yaitu (1)

Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi, (2) Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia, (3)

Tingkat Pembangunan Ekonomi, (4) Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam, dan (5)

Tingkat Kesejahteraan sosial.

Dalam penyusunan laporan ini, Tim didukung oleh berbagai pihak antara lain Bappenas,

Pemda Provinsi Kalimantan Barat, para Stakeholder, dan masyarakat Kalimantan Barat.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih. Semoga hasil

evaluasi ini akan menjadi bahan acuan dalam mencapai pembangunan yang lebih baik di

masa yang akan datang.

Pontianak, Desember 2009

Universitas Tanjungpura

Rektor,

Prof. Dr. H. Chairil Effendi, M.S. NIP. 195705091984031007

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar .............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan...........................................................................

1.2 Keluaran........................................................................................................

1.2 Metodologi.....................................................................................................

1.3 Sistematika Penulisan Laporan.....................................................................

BAB II HASIL EVALUASI 2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI................................

2.1.1. Capaian Indikator................................................................................

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol...............................

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan.....................................................................

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA.................................... 2.2.1. Capaian Indikator..................................................................................

2.2.2. Rekomendasi Kebijakan........................................................................

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI……………………………………… 2.3.1. Capaian Indikator..................................................................................

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol.................................

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan........................................................................

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM................................ 2.4.1 Capaian Indikator..................................................................................

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol.................................

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan........................................................................

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT…………………………………… 2.5.1 Capaian Indikator ................................................................................

2.5.2 Rekomendasi Kebijakan......................................................................

BAB III. KESIMPULAN………………………………………………………………………. LAMPIRAN

i

1

2

2

7

8

9

12

13

14

15

18

19

20

25

26

27

27

30

30

31

31

34

35

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk

meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik

dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.

Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan

program pembangunan di daerah masing-masing.

Oleh karena itu, untuk memastikan apakah kewenangan yang luas dalam menentukan

kebijakan dan program pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat dipergunakan dengan

baik, apakah sasaran-sasaran program dan kegiatan terpenuhi, serta apakah berbagai

permasalahan pembangunan lainnya dapat diatasi, maka pelaksanaan pembangunan di

daerah ini perlu dievaluasi secara cermat dan terus-menerus. Dalam hal ini, evaluasi

kinerja pembangunan daerah dipandang penting dilakukan sekaligus juga untuk

mengukur tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan di daerah,

jika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan di tingkat

nasional.

Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 di Provinsi Kalimantan Barat

dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam

rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah

pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat telah mencapai tujuan/sasaran yang

diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah

tersebut.

Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai

alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan

dalam memahami, mengelola, dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.

Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna

mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode

berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  2

Dekonsentrasi (DEKON).

Tujuan yang akan dicapai dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN dalam rentang waktu

2004-2008 di Provinsi Kalimantan Barat antara lain adalah:

1. Mengumpulkan data dan informasi aktual serta obyektif tentang pelaksanaan, hasil,

permasalahan, dan dampak pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat.

2. Melakukan analisis dan assesment tentang permasalahan yang dihadapi serta

mendapatkan berbagai masukan untuk melakukan perbaikan terencana, terarah, cepat,

dan sistematis dalam mengatasi masalah pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat.

3. Memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pelaksanaan kebijakan, program, dan

kegiatan dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional di Provinsi Kalimantan Barat.

1.2. Keluaran Evaluasi

Adapun keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:

1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi

Kalimantan Barat.

2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Kalimantan

Barat.

1.3. Metodologi 1.3.1 Kerangka Kerja EKPD 2009

Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1)

Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian

tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan

(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat

pada Gambar 1.1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes) Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak

(impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.

Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan

dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:

• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;

• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  3

• Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;

• Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja;

• Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator;

• Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.

Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran

pembangunan daerah meliputi:

A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.

B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.

C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.

D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.

E. Tingkat Kesejahteraan sosial.

(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat

dilihat dalam Gambar 2 yaitu:

• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan

terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.

• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi

terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan

daerah.

• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi

keluaran (outputs).

• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan

outcomes pembangunan.

• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil

pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.

• Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses

pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  4

Gambar 1.1 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi

Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka

pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas

pencapaian.

(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan

utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.

Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan

efektivitas pencapaian.

Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang

menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  5

Tim Evaluasi Provinsi Kalimantan Barat akan menjelaskan “How and Why”

berkaitan dengan capaian pembangunan daerah.

Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan

dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.

Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi

di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai

terendah.

Gambar 1.2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi

1.3.2. Metode Evaluasi

Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah

sebagai berikut:

(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang

memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator

pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.

(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  6

(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna

negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan

terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).

Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.

(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi

jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk

indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:

• persentase penduduk miskin

• tingkat pengangguran terbuka

• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak

• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia

• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial

Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).

Sehingga:

Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100%

- tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan

sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut

usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5

Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk

masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.

Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah

Relevansi dan Efektivitas.

Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan

yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini,

relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah

sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.

Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil

dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan

dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

  7

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:

Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di

daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan

hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi Kalimantan Barat.

Pengumpulan Data Primer

Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim

Evaluasi Provinsi Kalimantan Barat menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali

masukan dan tanggapan peserta diskusi.

Pengumpulan Data Sekunder

Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS, Bappeda

dan Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Barat.

1.4. Sistematika Penulisan Laporan

Penulisan laporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat ini disusun dengan sistematika sebagai berikut.

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan 1.2 Keluaran 1.2 Metodologi 1.3 Sistematika Penulisan Laporan

BAB II HASIL EVALUASI

Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Tingkat Pembangunan Ekonomi Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam 2.5. Tingkat Kesejahteraan Rakyat

BAB III. KESIMPULAN

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

8

BAB II HASIL EVALUASI

2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI Kondisi keamanan dan ketertiban di Kalimantan Barat saat ini relatif stabil, hal ini ditandai

bahwa dalam empat tahun terakhir ini hampir tidak ada kerusuhan sosial yang

bernuansakan SARA dan tindakan pelanggaran hukum yang menimbulkan dampak

keresahan sosial yang bersifat massif. Namun demikian, pelanggaran hukum seperti

illegal loging, illegal trading, illegal fishing dan trafficking masih menjadi masalah yang

cukup rawan dan potensial di Kalimantan Barat, terlebih daerah ini memiliki perbatasan

langsung dengan Sarawak Malaysia Timur. Dalam kaitannya dengan implementasi dari

program untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa di daerah saat

ini, ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh daerah, diantaranya adalah: Masih

belum terwujudnya komitmen untuk menjadikan prinsipi-prinsip good governance sebagai

salah satu pijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, masih lemahnya

pengawasan dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, masih lemahnya

panataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, masih rendahnya kualitas sumber daya

manusia aparatur sebagai pilar utama penyelenggaraan pemerintahan, walaupun ada

perubahan ke arah yang lebih baik namun tingkat pelayanan publik masih belum sesuai

dengan harapan masyarakat. Terkait dengan pelayanan publik, tidak banyak daerah

Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat yang membuat peraturan daerah tentang pelayanan

satu atap.

Perkembangan demokrasi lokal dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi

berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Derah, telah membawa

perubahan yang cukup signifikan bagi dinamika politik di daerah, di mana sudah semakin

terbukanya peluang yang sangat besar bagi penguatan kapasitas politik masyarakat.

Kemampuan pemerintah Provinsi Kalbar dalam menciptakan stabilitas sosial-politik dalam

proses demokrasi di daerah telah menampakan hasilnya. Namun demikian, program-

program yang terkait dengan pendidikan politik kepada masyarakat, memfasilitasi

peningkatan kualitas, peran dan fungsi Parpol serta Ormas, pendidikan multikulturalisme,

dan pembauran bangsa, belum sepenuhnya mampu dilaksanakan.Sampai saat ini,

partisipasi politik masyarakat dalam even-even pesta demokrasi cukup signifikan, terlebih

setelah suksesnya pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung di 8

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

9

(delapan) kabupaten dan satu Kota dari 14 kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Barat.

Pemilihan secara kepala daerah secara langsung Gubernur dan wakil Gubernur

Kalimantan Barat pada bulan Nopember 2007 berjalan dengan baik. Begitu juga halnya

dengan Pemilu legislatif dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009

telah berjalan dengan lancar, aman dan demokratis.

2.1.1. Capaian Indikator

Gambar 2.1. Grafik Capaian Outcome Tingkat Pelayangan Publik dan demokrasi

Pelayanan Publik:

Terkait dengan penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum

dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kalbar, sepanjang tahun 2009 setidaknya ada

peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu berjumlah 33 kasus. Pada tahun

2008 laporan yang masuk dicurigai sebagai tindakan korupsi hanya 29 kasus. Dari 33

kasus yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut sebanyak 25 kasus telahpun diproses

lewat pengadilan. Sedangkan kasus korupsi yang ditangani oleh pihak Kepolisian

Kalimantan Barat tidak terlalu banyak. Namun demikian, secara umum masyarakat masih

belum terlalu puas atas penyelesaian bebebrapa kasus korupsi di Kalimantan Barat.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

2004 2005 2006 2007 20080.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASKI (PROVINSI)

TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASKI (NASIONAL)

TREN PROVINSI

TREN NASIONAL

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

10

Sedangkan yang terkait dengan prosentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah memiliki

Perda pelayanan satu atap sampai tahun 2009 hanya 33,70% saja. Dengan demikian

perkembangannya tidak terlalu signifikan kalau kita bandingkan dengan tahun 2004 yang

jumlahnya 20,31%. Peraturan Daerah tentang satu atap untuk tingkat Provinsi Kalbar

sampai saat ini hanya ada dua saja. Sedangkan untuk level Kabupaten/Kota yang paling

banyak dimiliki oleh Kota Pontianak, yaitu ada tiga, disusul Kabupaten Sintang dua, Kota

Singkawang 2 dan Kabupaten lainnya di luar Kayong Utara dan Kubu Raya masing-

masing satu Perda. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota membuat Sistem Pelayanan

Satu Pintu (SIMPTU) dan Sistem Pelayanan Satu Atap (SIMPTAP) masih terlalu kecil.

Sehingga sistem pelayanan prima yang berasaskan pada efisien, cepat dan memuaskan

sulit untuk terwujud saat ini di beberapa Kabupaten/Kota di Kalbar.

Demokrasi:

Untuk melihat perkembangan demokrasi secara umum dan di daerah pada khususnya

adalah dengan melihat tingakt partisipasi politik masyarakat dalam setiap even-even

politik penting di daerah. Terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada

secara langsung di 8 (delapan) Kabupaten dan Kota sejak dari tahun 2005 sampai tahun

2009 rata-rata mencapai 83%, sedangkan dalam Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur

pada bulan Nopember 2007 tingkat partisipasi politik masyarakat hanya mencapai

76,87% atau 2.143.614 orang yang menggunakan hak pilihnya dari 2.932.096 total jumlah

pemilih yang terdaftar.

Pada Pemilu legislatif tahun 2009 di Kalimantan Barat tingkat partisipasi politik

masyarakat hanya mencapai 73,36%, Sedangkan pada Pemilu tahun 2004 tingkat

partisipasi masyarakat mencapai 85%. Dengan demikian berarti Pemilu pada tahun 2009

ada penurunan jumlah partisipasi politiknya jika dibandingkan dengan Pemilu pada tahun

2004. Kemudian, untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009, tingkat

partisipasi politik masyarakat Kalbar sebesar 71,23%, sedangkan pada Pilpres pada

tahun 2004 tingkat partisipasi masyarakat mencapai 82%. Dengan demikian berarti

Pilpres pada tahun 2009 juga ada penurunan jumlah partisipasi politiknya jika

dibandingkan dengan Pilpres pada tahun 2004.

Analisis Relevansi:

Penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum di Kalbar yang

mencapai, mencapai 75,61% pada tahun 2009 tersebut tentu tidak terlepas dengan

adanya tuntutan masyarakat akan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

11

yang bebas dari KKN. Capaian prosentase ini tentunya tidak terlalu berbeda jauh dengan

capaian Nasional dalam pemberantasan Korupsi. Adanya good will dan keberanian

aparat penegak hukum pada level pusat dalam pemberantasan korupsi biasanya akan

berimplikasi positif kepada aparat penegak hukum di daerah untuk melakukan hal yang

sama. Sedangkan prosentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah memiliki Perda

pelayanan satu atap sampai tahun 2009 masih terlalu rendah, dengan demikian

perkembangannya tidak terlalu signifikan dan tentunya berpengaruh terhadap optimalisasi

pelayanan publik. Di Kalimantan Barat, untuk level pemerintahan Provinsi dan

Kabupaten/Kota, yang paling baik pelayanan dengan sistem satu atap ini adalah

pelayanan pengurusan dan pembayaran pajak kendaraan bermotor.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada di Kabupaten/Kota di Kalbar semenjak

tahun 2005 sampai tahun 2009 rata-rata mencapai 83%, dan dalam Pilkada Gubernur

dan Wakil Gubernur pada 2007 mencapai 76,87%, maka berarti tingkat partisipasi politik

masyarakat secara umum cukup tinggi jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik

secara nasional pada Pemilu legislatif dan Pilpres tahun 2009 yang hanya berkisar 71%.

Pada Pemilu legislatif tahun 2009 di Kalimantan Barat tingkat partisipasi politik

masyarakat mencapai 73,36%, dengan demikian ada penurunan tingkat partisipasi jika

dibandingkan dengan Pemilu tahun 2004, di mana tingkat partisipasi masyarakat

mencapai 85%. Secara rata-rata nasional tingkat partisipasi politk dalam Pemilu legislatif

hanya mencapai 75%. pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009 di

Kalbar, tingkat partisipasi politik masyarakat sebesar 71,23%, hal ini berarti ada

penurunan jika dibandingkan dengan Pilpres pada tahun 2004 di mana tingkat partisipasi

masyarakat mencapai 82%. Secara rata-rata nasional tingkat partisipasi politik dalam

Pemilu Presiden hanya mencapai 71%. Dari gambaran presentase perbandingan tingkat

partisipasi politik masyarakat dalam even-even pesta demokrasi berarti secara umum

kuantiítas partisipasi politik masyarakat Kalbar berada di atas rata-rata nasional. Namun

demikian, secara kualitatif, tingkat partisipasi politik masyarakat tersebut masih belum

diiringi dengan perilaku dan budaya politik yang berlandaskan pada prinsip-prinsip

demokrasi dan semangat multikulturalisme, sehingga masih mengentalnya fenomena

primordialisme dalam proses rekrutmen politik di daerah.

Analisis efektivitas:

Secara umum kemampuan aparat penegak hukum dalam penegakan hukum yang terkait

dengan penanganan kasus korupsi di daerah (mencapai 75%) telah menununjukkan

perkembangan yang cukup baik, walaupun secara umum peningkatan kasus korupsi yang

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

12

dilaporkan dan yang diproses oleh pihak penegak hukum makin meningkat pada tahun

2009 jika dibandingkan dengan tahun 2008. hal ini menunjukkan, sebenarnya kasus-

kasus korupsi di daerah masih cukup tinggi. Sedangkan yang terkait dengan pelayanan

satu atap efektivitasnya di daerah masih belum tercapai dengan baik. Hal ini terlihat,

bahwa bidang-bidang perizinan yang memerlukan pelayanan yang cepat, murah,

transparan dan akuntabel masih belum memuaskan masyarakat, terutama para pelaku

ekonomi. Kesadaran pemerintah daerah untuk membangun sistem pelayanan yang prima

dalam prakteknya masih belum memuaskan masyarakat. Terkait dengan peningkatan

jenjang pendidikan bagi aparatur pemerintah daerah dan penerimaan PNS yang berijazah

S1 sampai tahun 2009 makin meningkat yaitu mencapai 30,99%. Hal ini terkait

bagaimana komitmen pemerintah daerah untuk menciptakan aparatur pemerintahan

daerah yang handal dan profesional.

Kondisi politik masyarakat saat ini di daerah masih menunjukkan mengentalnya fenomena

primordialisme dalam proses rekrutmen politik di daerah. Permasalahan lain yang

dihadapi di bidang politik di Kalbar juga menunjukan, bahwa budaya demokrasi belum

sepenuhnya menjadi referensi perilaku elit politik dan masyarakat di daerah. Dinamika

budaya politik saat ini menunjukkan kecenderungan sikap dan perilaku politik masyarakat

yang mudah terprovokasi, sehingga berimpilkasi pada kurang sehatnya bagi

pembangunan demokrasi di daerah. Proses penyelenggaraan Pilkada di beberapa

Kabupaten/Kota sejak dari tahun 2005-2009 dan pada level Provinsi (Pilgub pada

November 2007) tersebut secara umum berjalan dengan cukup baik, namun demikian

suatu hal fenomena etnis atau primordialisme dalam even politik lokal tersebut. Namun

demikian, saat ini peningkatan peran dan fungsi partai politik, LSM, dan organisasi

kemasyarakatan lainnya sebagai mitra Pemerintah daerah dalam melaksanakan

pembangunan di daerah makin meningkat, peran dan fungsi pers di daerah sebagai

media interaktif dalam pelaksanaan pendidikan dan partisipasi politik masyarakat juga

makin meningkat. Komunikasi politik dalam rangka transparansi dan demokratisasi juga

menunjukkan perkembangan yang cukup baik terlebih dengan adanya perangkat hukum

di daerah dalam bentuk Perda yang mengatur tentang transparansi.

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Hal-hal yang menonjol yang terkait dengan penanganan masalah korupsi di daerah saat

ini adalah terkait dengan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparat pemerintahan,

pengelolaan anggaran proyek pembangunan yang tidak semestinya, dan hal-hal yang

terkait dengan illegal loging yang melibatkan oknum aparat penegak hukum. Sampai saat

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

13

ini penanganan masalah korupsi di daerah rekatif cukup baik,hal ini dapat terlihat semakin

banyaknya kasus-kasus korupsi yang di bawa sampai ke pengadilan, walaupun dari segi

prosentase atau jumlah orang yang dilaporkan di duga melakukan korupsi juga punya

kecenderungan meningkat. Namun demikian, untuk kasus-kasus pelanggaran hukum

illegal logging yang melibatkan aparat penegak hukum sudah mengalami penurunan.

Sedangkan yang terkait dengan pelayanan publik, sampai saat ini kemampuan daerah

dalam memberikan pelayanan dengan sistem satu atap masih belum optimal, hanya

beberapa Kabupaten/Kota yang terus memperbaiki perangkat hukum, sistem dan

infrastrukturnya yang terkait dengan peningkatan pelayanan satu atap tersebut.

Dalam hubungannya dengan perkembangan demokrasi di daerah saat ini yang cukup

singnifikan adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan kebijakan publik. Pilkada langsung di beberapa daerah Kabupaten/Kota

termasuk Pilkada Gubernur dan pemilihan umum juga berjalan dengan demokratis.

Pemilu legislatif dan Pilpres 2009 di wilayah Kalbar juga berjalan dengan demokratis,

aman dan lancar. Kondisi ini sudah barang tentu akan dapat memberikan landasan yang

kuat untuk mengembangkan nilai-nilai budaya politik yang demokratis ditengah

masyarakat Kalimantan Barat yang heterogen, sehingga diharapkan fenomena etnisitas

atau primordialisme dalam even politik lokal dengan sendirinya akan berkurang.

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

Penangan masalah korupsi di daerah saat ini memang sudah mengalami kemajuan

walaupun belum sepenuhnya dapat memuaskan harapan masyarakat dan pelayanan

publik saat ini pun masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Walaupun

tingkat partisipasi politik masyarakat Kalimantan Barat dalam even-even pesta demokrasi

secara kuantitatif berada di atas rata-rata nasional, pada masa mendatang perlu untuk

terus ditingkatkan tidak hanya prosentasenya, akan tetapi kualitas dan tingkat

pemahaman politik masyarakat harus juga ditingkatkan, sehingga ada kemandirian dan

kesadaran politik yang lebih rasional. Oleh karenanya, kebijakan pembangunan

pelayanan publik dan demokrasi di Kalbar sepatutnya disertai dengan langkah-langkah

strategis sebagai berikut:

1. Perlu ada peningkatan koordinasi antara aparat penegak hukum dalam penanganan

masalah korupsi di daerah.

2. Perbaikan pelayanan publik dalam bentuk system pelayanan satu atap perlu untuk

terus ditingkatkan, oleh karena itu ke depan yang diperlukan selain adanya payung

hukum dalam bentuk Perda dan juga perlu diiringi dengan infrastruktur yang memadai

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

14

serta peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik.

3. Membangun kesadaran baru kepada masing-masing kelompok etnis agar bisa

melakukan revitalisasi budaya etnisnya yang mampu menyerap nilai-nilai eksternal

universal seperti demokrasi, perdamaian, kontekstual dengan kondisi struktur sosial,

ekonomi, politik, dan budaya masyarakat Kalimantan Barat;

4. Peningkatan pemahaman pelaksanaan demokrasi dan persatuan dan kesatuan

bangsa;

5. Membuka kesempatan agar publik dapat memperoleh akses-akses pokok berkaitan

dengan rencana dan kebijakan yang strategis.

6. Pemerintah daerah dan segala perangkatnya harus membuka diri terhadap kritik,

masukan dan saran yang disampaikan oleh publik. Menyediakan daya dukung dan

kesempatan yang luas sehingga memungkinkan formulasi kebijakan yang partisipatif

dan demokratis;

7. Meningkatkan kemampuan kemandirian partai politik di daerah sehingga mampu

melaksanakan peran dan fungsinya (artikulasi, agregasi, dan rekrutmen dan

sebagainya) dengan baik.

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Pembangunan Sumberdaya Manusia di Kalimantan Barat menunjukkan hasil positif.

Merujuk pada capaian indikator pendidikan dan kesehatan sejak 2004 – 2008, tampak

ada peningkatan kualitas SDM. Meskipun meningkat, namun capaian indikator tersebut

masih di bawah capaian nasional.

Beberapa indikator SDM seperti APM dan tingkat pemahaman siswa mengalami

peningkatan. Sementara di sisi lain tingkap APS juga meningkat yang disebabkan adanya

kesulitan ekonomi. Capaian parameter di bidang pendidikan secara umum mengalami

peningkatan.

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

15

2.2.1. Capaian Indikator

Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia

72.00

73.00

74.00

75.00

76.00

77.00

78.00

79.00

80.00

81.00

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

es

-0.01

-0.01

0.00

0.01

0.01

0.02

0.02

0.03

0.03

0.04

0.04

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r Out

com

es

TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSITINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA NASIONALTREN TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSITREN TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA NASIONAL

Gambar 2.2. Grafik Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia

Analisis Relevansi

a. Pendidikan

Kinerja pembangunan pendidikan diukur dari capaian indikator Angka Partisipasi Murni

(APM), Rata-rata nilai akhir, Angka Putus Sekolah (APS), Angka Melek Huruf (AMH),

Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Pembangunan pendidikan dapat dinilai berhasil jika

terdapat peningkatan pada capaian masing-masing indikator.

APM menunjukkan jumlah penduduk usia sekolah (6-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18

tahun) yang terserap di masing-masing jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMA). Dalam

kurun waktu 2004 – 2008, APM SD/MI cenderung turun, sedangkan APM SMP/MTs dan

SMA/SMK/MA meningkat terus. Angka Partisipasi Murni (APM) Kalbar meskipun

menunjukkan peningkatan namun pencapaiannya masih di bawah APM Nasional yang

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

16

terus meningkat dari tahun 2004 hingg 2009. Pada tahun 2004 APM SD/MI sudah

mencapai 93,1% dan Nasional 93,0%. Lima tahun berikutnya (2008) APM SD/MI turun

sebesar 3,2% menjadi 89,9% sedangkan APM Nasional bertambah sebesar 0,9%

menjadi 93,9%. APM SMP/MTs Kalbar terus meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2004

(53,3%) sampai dengan 2008 (61,7%). Demikian juga halnya dengan APM SMA/SMK/MA

terus meningkat dari 31,5% (2004) ingá 45,5% (2008). Walaupun dalam kurun waktu lima

tahun terus meningkat, Namun capaian APM Kalbar di semua jenjang pendidikan masih

lebih rendah dari capaian APM nasional.

Indikator pemahaman siswa atas mata pelajaran yang diajarkan di bangku sekolah dapat

dilihat dari capaian rata-rata nilai akhir. Rata-rata nilai akhir sejak tahun 2004 hingga

tahun 2009 capainnya bervariasi (turun-naik). Rata-rata nilai akhir SMP/MTs meningkat

dari 6,1 (2004) menjadi 6,5 (2009). Demikian juga rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA

meningkat dari 6,5 (2004) menjadi 6,8 (2009).

Angka Putus Sekolah (APS) di Kalbar menunjukkan kecenderungan yang berbeda. APS

SD/MI cenderung turun, sedangkan APS SMP/MTs dan SMA/SMK/MA cenderung naik.

Pada tahun 2004, APS SD/MI sebesar 1,2%. Lima tahun berikutnya (2008), turun sedikit

menjadi 1,1%. Penurunan ini merupakan bukti dari keberhasilan program wajib relajar.

Sementara itu pada periode yang sama, APS SMP/MTs meningkat dari 1,6% menjadi

1,7% dan APS SMA/SMK/MA bertambah cukup besar dari 1,5% menjadi 3,5%.

Pertambahan APS SMA/SMK/MA diduga karena kesulitan ekonomi.

Indikator keberhasilan wajib belajar tampak dari capaian Angka Melek Huruf (AMH). AMH

ini merupakan salah satu unsur untuk menilai keberhasilan pembangunan manusia di

suatu daerah/negara. AMH usia 15 tahun ke atas dalam lima tahun terakhir (2004 – 2008)

meningkat terus namun capainnya masih lebih rendah dari AMH nasional. Pada tahun

2004, AMH Kalbar adalah 85,7% (Nasional 89,0%). Lima tahun berikutnya (2008) AMH

Kalbar meningkat 5,8% menjadi 91,5% (Nasional 93,3%). Ini berarti masih terdapat 8,5%

penduduk Kalbar usia 15 tahun ke atas yang belum dapat membaca dan menulis alias

buta huruf.

Dari aspek pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tidak hanya ditentukan oleh

capaian AMH, tetapi juga capaian rata-rata lama sekolah (RLS). Tingkat pendidikan

penduduk Kalimantan Barat meningkat terus dari tahun ke tahun, namun masih tergolong

rendah. Pada tahun 2004 penduduk Kalbar rata-rata berpendidikan kelas 6 SD (RLS =

6,4). Pada tahun 2009, RLS penduduk Kalbar bertambah menjadi 7,0 (rata-rata

berpendidikan kelas 1 SMP).

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

17

Kualitas guru yang memenuhi kualifikasi mengajar di Kalbar ternyata cukup

memprihatinkan. Data Dinas Pendidikan Nasional Kalbar pada Maret 2006 menyebutkan,

Guru SD/MI yang memenuhi kualifikasi akademik S-1 dan D-4 hanya mencapai 2,43

persen. Sementara guru SMP/MTs yang memenuhi kualifikasi mengajar sebanyak 37,18

persen dan guru SMA/SMK/MA berjumlah 56,74 persen. Sedangkan guru TK/RA/BA yang

memenuhi kualifikasi tersebut berjumlah 7,56 persen.

b. Kesehatan

Kinerja pembangunan kesehatan diukur dari capaian indikator Umur Harapan Hidup

(UHH), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Pravalensi Gizi Buruk

dan Gizi Kurang. Pembangunan kesehatan dapat dinilai berhasil jika terdapat penurunan

pada capaian masing-masing indikator, kecuali UHH (harus semakin meningkat).

UHH akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan sosial ekonomi.

Kemajuan IPTEK di bidang kesehatan disertai dengan peningkatan pendapatan dan

pendidikan berpengaruh positip terhadap penambahan UHH. Secara teoritis dinyatakan

bahwa UHH akan bertambah 2,5 tahun dalam kurun waktu lima tahun. UHH penduduk

Kalbar pada tahun 2004 adalah 64,8 tahun, lima tahun kemudian bertambah menjadi 67,3

tahun.

Faktor sosial ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan

lingkungan, kepercayaan, nilai-nilai, dan kemiskinan merupakan faktor individu dan

keluarga, mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat. Tingginya kematian ibu dan bayi

merupakan cerminan dari ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya perawatan ibu

hamil dan pencegahan terjadinya komplikasi kehamilan. AKB menunjukkan trend

menurun dari 37 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 29 per 100.000

kelahiran hidup tahun 2008. Walaupun menunjukkan trend yang menurun, namun

capaiannya masih lebih besar dari capaian nasional pada periode yang sama. AKI di

Kalbar semakin menurun dari 566 per 100.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 350 per

100.000 kelahiran hidup (2008). Capaian ini masih jauh dari sasaran Millenium

Development Goals (MDGs) untuk menurunkan AKI sebesar 124 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2015.

Pravalensi gizi buruk dan gizi kurang (GK) selama lima tahun berturut-turut (2004-2009)

menunjukkan penurunan. Pravalensi gizi buruk menurun dari angka 11,6% pada tahun

2004 menjadi 7,0% tahun 2009. Demikian juga halnya dengan pravalensi gizi kurang,

menurun dari 22,1% (2004) menjadi 10,0% (2009). Meskipun menunjukkan penurunan,

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

18

namun capaian pravalensi gizi buruk masih lebih tinggi dari nasional dan capaian

pravalensi gizi kurang lebih rendah dibanding capaian nasional.

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) di Kalimantan Barat relatif lambat (masih di bawah

2,0%). Pertumbuhan penduduk pada tahun 2004/2005 adalah 1,62% dan pada tahun

2008/2009 melambat menjadi 1,46%. Lambatnya LPP ini erat kaitannya dengan

keberhasilan Program Keluarga Berncana (KB). Saat ini (2009) keikutsertaan penduduk

dalam ber-KB sudah mencapai 75,2%. Bertambah 3,7% dibanding tahun 2004 (71,5%).

Analisis Efektifitas

a. Pendidikan

Penurunan APM SD/MI besar kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya penduduk

usia 6 – 12 tahun sebagai dampak dari keberhasilan program Keluarga Berencana. Selain

itu tingginya komitmen masing-masing pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk

menjadikan pendidikan sebagai urusan wajib. Peningkatan APM SMP dan SMA

dikarenakan semakin meratanya persebaran gedung sekolah dan revitalisasi gedung dan

bertambahnya jumlah guru yang mengajar. Tingkat kesadaran measyarakat akan

pentingnya pendidikan cenderung meningkat

Penurunan Angka Putus Sekolah SD/MI merupakan bukti dari keberhasilan program wajib

belajar 9 tahun. Sementara itu, pertambahan APS SMA/SMK/MA diduga karena kesulitan

ekonomi sebagai dampak dari krisis ekonomi dan daya serap investasi yang rendah. Laju

kenaikan biaya pendidikan jauh lebih tinggi dari laju kenaikan penghasilan.

Perubahan indikator guru layak mengajar menjadi S-1 atau D-4 menyebabkan jumlah

guru SD/MI yang layak mengajar menjadi rendah.

b. Kesehatan

Angka kematian bayi dan angka kematian ibu masih tinggi. Ini dikarenakan keterbatasan

jumlah sarana dan prasarana kesehatan, belum meratanya persebaran tenaga kesehatan

antar Kabupaten/Kota, keterbatasan anggaran pembangunan kesehatan, masih

rendahnya kinerja layanan kesehatan, dan kurang mendukungnya prilaku hidup

masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat.

2.2.2. Rekomendasi Kebijakan

a. Pendidikan

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

19

1. Memprioritaskan peningkatan kualitas tenaga pendidik

2. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan

3. Menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok masyarakat

dengan memberikan akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang

selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan.

4. Menyelenggarakan dan menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan

Tahun.

5. Meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan menengah jalur formal dan

non formal baik umum maupun kejuruan. untuk mengantisipasi meningkatnya

lulusan sekolah menengah pertama sebagai dampak keberhasilan Program Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

b. Kesehatan

1. Perluasan Penyediaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Kesehatan,

seperti membangun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang refresentatif,

penambahan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas;

2. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan (seperti pengadaan Dokter

Spesialis Dasar);

3. Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin;

4. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat dan bersih;

5. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini;

6. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

Beberapa program pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat selama

ini diyakini cukup efektif untuk menggerakkan perekonomian daerah. Namun demikian,

permasalahan dan tantangan utama pembangunan ekonomi masih dihadapkan pada

persoalan berupa minimnya insentif investasi, dukungan infrastruktur yang masih

terbatas, belum mantapnya pasokan bahan baku dan rekayasa teknologi bagi

pengembangan industri pengolahan berbasis agro, terbatasnya produk ekspor yang

berasal dari sektor manufaktur, dan kurangnya kemampuan UMKM dalam

pengembangan usaha.

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

20

2.3.1. Capaian Indikator

0

5

10

15

20

25

30

2004 2005 2006 2007 2008-0.06

-0.04

-0.02

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL

TREN PROVINSI TREN NASIONAL

Gambar 2.3. Grafik Tingkat Pembangunan Ekonomi

Analisis Relevansi:

Pembangunan ekonomi yang bertumpu pada keunggulan daerah telah mampu

mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2004, capaian pertumbuhan ekonomi

Kalbar cenderung di atas laju pertumbuhan nasional (kecuali tahun 2008). Pada tahun

2006, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,45% (nasional=5,19%), dan tahun 2007

meningkat menjadi 6,03% (nasional=5,63%). Capaian pertumbuhan ekonomi Kalbar

tahun 2008 sedikit mengalami penurunan yakni 5,42% (nasional=6,30%).

Pada sisi lain, output manufaktur dalam struktur perekonomian (PDRB) menunjukkan

trend capaian di bawah capaian nasional. Kontribusi output manufaktur pada tahun 2004

sebesar 19,92% (nasional=28,07%) dan cenderung menurun sampai tahun 2006 (kasus

yang sama terjadi di tingkat nasional). Periode 2007-2008 perkembangannya cukup

membaik, namun secara kualitas peningkatan output manufaktur dalam PDRB Kalbar

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

21

masih di bawah nasional. Tahun 2007, kontribusinya 18,17% (nasional=27,06%), dan

meningkat menjadi 18,32% (nasional=27,87%) pada tahun 2008.

Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih relatif kecil dalam struktur

perekonomian Kalbar. Selama tahun 2004-2008, kontribusi output UMKM Kalbar dan

menunjukkan trend capaian yang sangat jauh dibandingkan dengan nasional. Pada tahun

2004, kontribusi output UMKM dalam PDRB hanya sebesar 1,64% (nasional=55,40%).

Selama periode 2007-2008 peran UMKM menunjukkan sedikit peningkatan, meski di

bawah 2%. Kontribusi output UMKM tahun 2007 sebesar 1,93% (nasional=53,60%), dan

meningkat menjadi 1,98% (nasional=52,70%) pada tahun 2008.

Meski pencapaian pertumbuhan ekonomi Kalbar cenderung di atas nasional, namun

pendapatan per kapita Kalbar masih di bawah angka nasional. Tahun 2004, pendapatan

per kapita Kalbar sebesar Rp 7,37 juta (nasional=Rp 10,61 juta). Pada tahun 2007-2008,

pendapatan per kapita Kalbar sudah berada di atas Rp 10 Juta, yakni namun pada saat

yang sama pendapatan per kapita nasional jauh lebih besar dibandingkan Kalbar.

Selanjutnya, inflasi menjadi persoalan makroekonomi yang cukup krusial dalam konteks

pembangunan Kalbar, mengingat sejak tahun 2004 kecenderungan/trend inflasi Kalbar

selalu di atas inflasi nasional (kecuali tahun 2006). Tahun 2004, inflasi di Kalbar mencapai

6,60% (nasional=6,10%), dan tahun berikutnya kenaikan harga yang tidak terkendali

menjadikan Kalbar mengalami inflasi sebesar 14,43% (nasional=10,50%). Periode 2007-

2008, menempatkan Kalbar menghadapi tekanan inflasi yang cukup berat dibandingkan

nasional. Tahun 2007, angka inflasi sebesar 8,56% (nasional=6,00%) dan meningkat

lebih dari dua poin pada tahun 2008 yakni sebesar 11,19% (nasional 11,06%).

Pengaruh inflasi yang tinggi juga berimbas pada upaya peningkatan sektor riil. Iklim

investasi di Kalbar menjadi kurang kondusif. Pergerakan investasi swasta yang

mendapatkan fasilitas pemerintah (PMA dan PMDN) belum menampakkan

perkembangan yang menggembirakan. Selama tahun 2004-2008, pertumbuhan realisasi

investasi PMA di Kalbar menampakkan trend capaian lebih rendah dibandingkan nasional

(kecuali pada tahun 2006 dan 2008). Sementara untuk investasi PMDN secara

keseluruhan menunjukkan capaian yang jauh di bawah nasional.

Prasarana jalan sebagai infrastruktur utama penunjang kegiatan ekonomi di provinsi

Kalimantan Barat masih sangat terbatas. Faktor utama lemahnya di bidang infrastruktur

jalan adalah disebabkan oleh minimnya dana infrastruktur pembangunan jalan

dibandingkan dengan luasnya wilayah pembangunan, faktor geografis yang berat yang

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

22

menyebabkan nilai biaya pembangunan jalan menjadi tinggi, curah hujan yang tinggi yang

menyebabkan siklus umur jalan menjadi lebih pendek dibandingkan rencana, dan

penggunaan jalan yang tidak sesuai dengan kapasitas rencana. Total panjang jalan

provinsi dan kabupaten yang ada di provinsi Kalimantan Barat adalah 12.631,58 km.

Panjang jalan dalam kondisi baik 40% (4972.91 km), kondisi sedang 35% (4.492,34 km)

dan kondisi buruk 25% (3166.33 km). Sedangkan total panjang jalan nasional yang ada

di provinsi Kalimantan Barat adalah 1484,87 km dimana 47% (687,12 km) dalam kondisi

baik, 31% (458,12 km) dalam kondisi sedang, dan 28% (339,63) dalam kondisi rusak.

Perkembangan jalan provinsi dan kabupaten di wilayah provinsi Kalimantan Barat tidak

begitu signifikan dalam 3 tahun terakhir ini seperti terlihat dalam grafik di bawah ini.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, penambahan panjang jalan rata-rata 726,4 km/tahun

sedangkan dalam tiga tahun terakhir hanya 216 km/tahun.

Kondisi Jalan Provinsi dan Kabupaten di Wilayah Kalimantan Barat 2004-2008

1477.2 2686.52 2229.53 3066.354972.908179

1985.79 3084.62

2616.983081.53

4492.338136

2049.48 3735.876114.25 6279.66

3166.333685

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

2004 2005 2006 2007 2008

Panjang jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi § Baik § Sedang § Buruk

Gambar 2.5. Grafik Perkembangan Jalan di Wilayah Kalimantan Barat

Secara geografis, wilayah Kalimantan Barat memiliki perbatasan darat dengan negara

Malaysia dimana terdapat 5 titik pintu masuk utama yaitu Entikong, Aruk, Jagoi Babang,

Jasa dan Badau. Dari kelima titik strategis tersebut, akses jalan yang sudah mantap

adalah jalan menuju PPLB Entikong. Sedangkan akses menuju keempat pintu masuk

lainnya hingga tahun 2008 masih dalam kondisi belum mantap bahkan belum bisa dilalui

ketika musim hujan karena sebagian besar badan jalan masih berpermukaan tanah.

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

23

Analisis Efektivitas:

Perekonomian Kalimantan Barat sepanjang lima tahun terakhir mengalami peningkatan

dan kemajuan. Faktor utama yang berperan dalam menciptakan kemajuan ekonomi

adalah kebijakan pembangunan yang mengacu pada potensi daerah untuk

mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Pembangunan ekonomi berhasil

menggerakkan komponen-komponen ekonomi daerah untuk bersinergi dalam

mengembangkan potensi daerah.

Kinerja pertumbuhan ekonomi Kalbar terus membaik sejak tahun 2004-2007. Laju

pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 4,79%, meningkat menjadi 4,69% tahun 2005.

Periode 2006-2007, Kalbar berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,23% tahun 2006 berhasil ditingkatkan menjadi 6,02%

pada tahun 2007. Sementara, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sedikit mengalami

penurunan yakni 5,42%. Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008

dikarenakan perekonomian Kalbar mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya.

Kontribusi output manufaktur Kalbar selama periode 2004-2008 menunjukkan indikasi

penurunan. Meski demikian, yang cukup membanggakan adalah beberapa sub sektor

manufaktur di Kalbar menampakkan adanya peningkatan. Kontribusi output manufaktur

dalam struktur perekonomian Kalbar pada tahun 2004 sebesar 19,92%, turun menjadi

19,03% pada tahun 2005. Penurunan yang sama terjadi pada tahun 2006 dan 2007,

meski dalam porsi yang sedikit lebih rendah dari periode sebelumnya. Sub sektor industri

barang dari karet, makanan dan minuman menampakkan perkembangan aktivitas pada

tahun 2008, sehingga kedua sub sektor ini cukup diandalkan dalam menopang kontribusi

output manifaktur terhadap PDRB Kalbar. Ekspansi output kelompok industri tersebut

menjadikan kontribusi output manufaktur mengalami peningkatan pada tahun 2008

menjadi sebesar 18,32% (tahun 2007=18,17%).

Peran manufaktur yang cukup besar dalam struktur perekonomian Kalbar ternyata belum

dikuti oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selama tahun 2004-2008, UMKM

belum berperan secara optimal dalam menggerakkan perekonomian Kalbar. Terbatasnya

kemampuan kewirausahaan UMKM termasuk koperasi merupakan kendala dalam upaya

meningkatkan kontribusi output UMKM terhadap PDRB Kalbar.

Meski kontribusinya relatif masih rendah dan jauh dari yang diharapkan, namun dari tahun

2004 sampai tahun 2008 terjadi peningkatan kontribusi output UMKM. Sebagai

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

24

gambaran, output UMKM pada tahun 2004 hanya sebesar 1,64% meningkat menjadi

1,89% pada tahun 2006.

Kebijakan secara berkesinambungan untuk memajukan UMKM terus dilakukan sebagai

perwujudan komitmen pembangunan daerah yang meletakkan ekonomi kerakyatan

sebagai tulang punggung perekonomian daerah. Beberapa program pembinaan dan

pengembangan M yang dilakukan cukup berhasil mendorong aktivitas UMKM. Selama

periode 2007-2008, output UMKM menunjukkan adanya peningkatan meski dalam jumlah

yang relatif kecil. Kontribusi output UMKM meningkat dari 1,93% tahun 2007 menjadi

1,98% pada tahun 2008.

Perkembangan perekonomian Kalbar selama periode 2004-2008 yang ditandai dengan

pencapaian pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat ternyata secara signifikan

mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Kalbar. Semula, pendapatan

per kapita sebesar Rp 7,37 Juta pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 9,16 Juta pada

tahun 2006. Dalam dua tahun terakhir, peningkatan pendapatan per kapita Kalbar

berhasil menembus angka > Rp 10 Juta. Pada tahun 2007, pendapatan per kapita sekitar

Rp 10,17 Juta, dan meningkat menjadi Rp 11,39 Juta pada tahun 2008. Secara relatif,

perubahan demikian menjadikan kesejahteraan masyarakat Kalbar mulai menampakkan

adanya peningkatan.

Dalam hal penciptaan stabilitas ekonomi di daerah, tingkat inflasi di Kalbar sejak tahun

2004 relatif cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Inflasi pada tahun

2004 sebesar 6,60%. Kenaikan harga yang tidak terkendali pada tahun berikutnya

menjadikan angka inflasi Kalbar sangat fantastis menembus dua digit yakni sebesar

14,43%.

Kejadian yang sama terulang kembali periode 2007-2008. Kenaikan harga pada periode

ini menempatkan perekonomian Kalbar menghadapi tekanan inflasi yang cukup berat.

Tahun 2007, angka inflasi sebesar 8,56%, meningkat 11,19% pada tahun 2008. Trend

inflasi yang cukup tinggi di Kalbar mengindikasikan bahwa perekonomian Kalbar masih

berhadapan dengan gejolak kenaikan harga, sehingga kurang kondusif bagi upaya

pemulihan makro ekonomi (sektor riil) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kalbar.

Kegiatan investasi swasta yang berstatus PMA maupun PMDN di Kalbar belum

menampakkan peningkatan secara signifikan. Sebagian besar kegiatan investasi

terkonsentrasi pada sub sektor perkebunan (sektor hulu). Dilihat dari akumulasi nilai

investasi, secara kuantitas investasi di Kalbar mengalami peningkatan, baik investasi

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

25

fasilitas PMA maupun PMDN. Namun, pertumbuhan realisasi investasi PMA relatif lebih

baik dibandingkan investasi PMDN.

Pada tahun 2004, realisasi investasi PMA sebesar USD 433,13 Ribu, meningkat menjadi

USD 611,00 Ribu tahun 2006. Namun pada periode 2007-2008 terjadi penurunan.

Investasi PMA tahun 2007 sebesar USD 725,00 Ribu menurun menjadi USD 618,32 Ribu.

Sementara untuk investasi PMDN pada tahun 2004 sebesar Rp 4.400 Juta menurun

menjadi Rp 4.250 Juta pada tahun 2006. Sebagaimana halnya investasi PMA, pada

periode 2007-2008 investasi PMDN di Kalbar mengalami penurunan. Pada tahun 2007,

investasi PMDN sebesar Rp 4.580 Juta menurun menjadi Rp 4.290 Juta. Meski terjadi

penurunan secara proporsional, namun pertumbuhan realisasi investasi PMA di Kalbar

relatif lebih baik dibandingkan investasi PMDN.

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

20042005

20062007

2008

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

700.00

800.00

Nila

i Eks

por (

Juta

US

$)

Perkembangan Nilai Ekspor Karet Provinsi Kalimantan Barat

EKSPOR KARET KALBAR (JUTA US $) TOTAL EKSPOR KALBAR (JUTA US $)

Gambar 2.6. Perkembangan Nilai Ekspor Karet Provinsi Kalimantan Barat

Ekspor non migas Kalbar sejak tahun 2004-2008 menunjukkan perkembangan yang

cukup membanggakan, khususnya bila dicermati pada komoditas utama ekspor daerah.

Selama ini, andalan ekspor Kalbar berasal dari hasil industri karet olahan dan hasil

hutan/kayu. Sejak pasokan bahan baku berupa log semakin berkurang dalam beberapa

tahun terakhir ini, menjadikan share utama ekspor Kalbar berubah dari produk industri

kayu kepada industri karet olahan. Peningkatan ekspor karet olahan dari Kalbar

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

26

dimungkinkan mengingat secara nasional Kalbar merupakan daerah penghasil karet

terbesar kelima.

Perkembangan volume dan nilai ekspor karet olahan Kalbar dari tahun ke tahun

menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2004, nilai ekspor industri karet

olahan Kalbar mencapai USD 206,34 Juta (35,90% dari total nilai ekspor Kalbar),

kemudian meningkat menjadi USD 224,32 Juta (38,30% nilai ekspor). Selanjutnya, pada

periode 2007-2008, kontribusi nilai ekspor karet olahan menunjukkan peningkatan cukup

taham. Pada tahun 2007, devisa ekspor karet olahan mencapai USD 361,54 Juta

(49,61% nilai ekspor) dan meningkat menjadi USD 447,82 Juta (50,07% nilai ekspor).

Mengingat peran yang demikian besar, maka komoditi karet telah ditetapkan sebagai

komoditi unggulan daerah Provinsi Kalimantan Barat Sebagai implementasinya, kegiatan

peremajaan karet telah diformulasikan dalam program pengembangan agribisnis berbasis

karet rakyat (Probangkara) dengan target 1,2 juta ha sampai dengan tahun 2025.

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan

Perekonomian Kalimantan Barat di masa mendatang perlu semakin dipicu

perkembangannya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program dan

kegiatan pembangunan ekonomi daerah perlu difokuskan pada kebutuhan riil daerah

serta disenergikan dengan program nasional pembangunan bidang ekonomi.

Oleh karenanya, kebijakan pembangunan bidang ekonomi Kalbar sepatutnya disertai

dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut:

Peningkatan pemanfaatan potensi unggulan daerah secara optimal dalam

kegiatan usaha yang produktif dan efisien untuk meningkatkan daya saing

ekonomi daerah.

Pengembangan potensi unggulan daerah perlu didukung dengan penumbuhan

dan peningkatan kegiatan di sektor hilir/industri pengolahan.

Perbaikan sistem perizinan investasi dalam bentuk pelayanan perizinan terpadu

(satu pintu) untuk membuka peluang usaha dan kenyamanan berinvestasi di

Kalbar.

Peningkatan infrastruktur perdagangan untuk menunjang kegiatan ekspor daerah.

Menumbuhkan kewirausahaan bagi UMKM dalam lingkup pemberdayaan ekonomi

secara terintegrasi.

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

27

Memprioritaskan pembangunan infrastruktur transportasi khususnya jalan akses

ke hinterland pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan wilayah perbatasan.

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

2.4.1. Capaian Indikator

0.002.00

4.006.00

8.0010.00

12.0014.00

16.0018.00

2004 2005 2006 2007 2008

Cap

aian

Indi

caot

Out

com

es

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

Tren

Cap

aian

Indi

cato

r Out

com

es

KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (PROVINSI)KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (NASIONAL)TREN KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ( PROVINSI) TREN KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (NASIONAL)

Gambar 2.7. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Analisis Relevansi dan Efektifitas

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat

sepanjang lima tahun terakhir cukup baik, hal ini terlihat dari berbagai indikator seperti

persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, rehabilitasi lahan luar

hutan, luas kawasan konservasi, jumlah tindak pidana perikanan, dan luas kawasan

konservasi laut. Kesemuanya indikator tadi menunjukkan perbaikan pengelolaannya

mengalami peningkatan dan kemajuan.

Luas Kawasan Konservasi Dari data yang ada terlihat bahwa Kalimantan Barat trennya

lebih tinggi dibandingkan dengan tren nasional dalam upaya mengrehabilitasi lahan luar

hutan, terutama pada tahun 2008 mencapai 14.277 Ha. Kenaikkan ini cukup tinggi karena

pada tahun 2007 hanya 410 Ha. Rehabilitasi lahan luar hutan mempunyai potensi nilai

komersial disamping manfaat penting lainnya bagi lingkungan hidup. Proses permudaan

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

28

perlu memperhatikan permasalahan seperti hilangnya kesuburan tanah, dampak erosi

dan gangguan terhadap keseimbangan hidrologi serta fungsi-fungsi ekologis lainnya.

Upaya pemecahannya meliputi berbagai macam praktek seperti mempercepat proses

permudaan alam, tanaman perkayaan, pergantian siklus rotasi, budidaya jenis-jenis cepat

tumbuh, penggunaan cadangan genetik unggul, mengurangi dampak pembalakan dan

pembangunan tegakan campuran menggunakan jenis-jenis cepat tumbuh dan jenis

tanaman yang tahan hidup dibawah naungan.

Luas Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk

melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan

pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber

daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan

fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting.

Secara umum indicator hasil capaian untuk luas kawasan konservasi di wilayah Provinsi

Kalimantan Barat cukup menonjol disbanding dengan rata-rata nasional. Berdasarkan

capaian hasil selama 4 tahun terakhir di wilayah Provinsi Kalimantan Barat terlihat bahwa

luas kawasan konservasi relatif tidak berubah, sampai pada tahun 2007 luas kawasan

konservasi Kalimantan Barat seluas 1.456.236.30 Ha akan tetapi pada tahun 2008 luas

kawasan konservasi menjadi1.645.580.00 Ha. Sedikit berbeda dengan perkembangan

luas kawasan konservasi nasional, luas kawasan konservasi nasional tidak berubah dari

tahun 2007 sampai tahun 2009 yaitu 20.040.048,01 Ha.

Secara nasional sampai saat ini, sejumlah kawasan konservasi telah ditetapkan yang

jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237 Cagar Alam, 77 Suaka Marga

Satwa, 50 Taman Nasional, 119 Taman Wisata Alam, 21 Taman Hutan Raya, 15 Taman

Buru).

Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan terhadap Lahan Kritis

Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam

mereherabilitasi Dalam Hutan sudah cukup optimal, akan tetapi laju lahan kritis yang

terjadi relatif lebih tinggi, hal ini menyebabkan persentase luas lahan rehabilitasi dalam

hutan terhadap lahan kritis semakin rendah. Pada tahun 2006 persentase luas lahan

rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis 0,15 % akan tetapi pada tahun 2007 turun

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

29

menjadi 0,04 % dan pada tahun 2008 turun menjadi 0,09 %. Sedangkan di tingkat

nasional terlihat bahwa persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan

kritis juga menunjukkan tren yang sama. Pada tahun 2006 persentase luas lahan

rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis 0,83 % dan pada tahun 2008 dan tahun

2009 turun menjadi 0,26 %. Dari data tersebut dapat menggambarkan bahwa setiap

tahun terdapat kecenderungan meningkatnya luas lahan kritis.

Jumlah Tindak Pidana Perikanan

Tindak pidana perikanan di wilayah hukum Provinsi Kalimantan Barat relatif lebih tinggi

dari rata-rata jumlah tindak pidana nasional. Perairan laut Cina Selatan merupakan salah

satu perairan laut yang kaya akan sumber daya perikanan dan kelautan, hal inilah yang

diduga banyaknya kapall-kapal nelayan asing tak berizin yang memasuki dan

menangkap ikan secara illegal di perairan laut wilayah Provinsi Kalimantan Barat..

Jumlah tindak pidana perikanan Provinsi Kalimantan Barat relatif bervariasi selama 5

tahun terakhir. Pada tahun 2004 tercatat 11 kasus dan pada tahun 2006 turun menjadi 7

kasus, akan tetapi pada tahun 2007 meningkat menjadi 22 kasus, sedangkan pada tahun

2008 turun. Terdapat perbedaan tren tindak pidana perikanan antara Provinsi Kalimantan

Barat dan nasional. Tindak pidana perikanan nasional menunjukkan kecenderungan

menurun pada tahun 2008.

Perikanan dan kelautan merupakan sektor penting yang belum optimal pengelolaannya.

Pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia merupakan suatu sistem pembangunan

yang memanfaatkan ekosistem laut beserta segenap sumberdaya yang terkandung di

dalamnya untuk kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan. Akan tetapi dengan

maraknya pencurian ikan di banyak kawasan di Indonesia menyebakan berkurangnya

potensi perikanandan kelautan. Banyaknya tindak pidana perikanan disebabkan masih

lemahnya sarana dan alat penegakan hukum di laut yang menyebabkan intensitas dan

efektifitas monitoring dan pengawasan menjadi berkurang.

Luas Kawasan Konservasi Laut

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah menetapkan berbagai wilayah untuk dijadikan

kawasan konservasi laut. Data yang dapat dihimpun tentang luas kawasan konservasi

laut dimulai pada tahun 2006, dimana luas kawasan ini cenderung menurun dari tahun ke

tahun. Pada tahun 2006 luas kawasan mencapai 210.000 Ha dan menurun pada tahun

2007 dengan luas kawasan 77.100 Ha, sedangkan pada tahun 2008 naik menjadi

183.885 Ha. Penetapan kawasan konservasi laut adalah upaya pemerintah untuk

melestarikan lingkungan laut sekaligus meningkatkan kesejahteraan Nelayan.

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

30

Pengelolaan kawasan konservasi perairan laut dikembangkan dengan sistem zonasi.

Dalam PP No.60 Tahun 2007, disebutkan bahwa pembagian ruang pengelolaan sesuai

dengan peruntukan kawasan, di mana salah satu zona dapat dikembangkan di dalam

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) laut berupa zona perikanan berkelanjutan (diatur

dalam PP No.60 Tahun 2007) yang peruntukannya guna mengakomodasikan

kepentingan atau mata pencaharian nelayan setempat. Tanggung jawab pengelolaan

Kawasan Konservasi ini juga berbagi kewenangan dengan Pemerintah Daerah. Oleh

karenanya,dengan pertimbangan yang utuh mengenai pengembangan lingkungan, dan

sekaligus mempertimbangkan secara signifikan aspek sosial dan ekonomi.

Dari data yang ada dapat dilihat bahwa pembangunan kawasan konservasi laut yang

dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sudah sejalan dengan kebijakan

pembangunan nasional.

2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Walaupun secara umum capaian kualitas pengelolaan sumber daya alam di Provinsi

Kalimantan Barat sejalan dengan capaian kualitas pengelolaan sumber daya alam

nasional, namun untuk indikator luas lahan konservasi, Kalimantan Barat cukup menonjol

terutama dengan ditetapkannya Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi.

Terdapat 2 Taman Nasional di Kabupaten Kapuasl Hulu, yaitu Taman Nasional Betung

Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Kedua Taman Nasional ini mempunyai

keunikan dan keragaman jenis dan spesies yang tinggi. Di Taman Nasional Danau

Sentarum memiliki keunikan dan kelangkaan jenis ikan air tawar. Dari banyak spesies

ikan yang terdapat di Danau Sentarum yang paling menonjol adakah ikan Arawana super

merah (Super Red Arawana) yang masuk dalam golongan appendix 1. Sedangkan pada

Taman Nasional Betung Kerihun adalah banyaknya jenis tumbuhan dan satwa yang unik

dan langka. Dari jenis tumbuhan, beberapa spesies anggrek dan nephentes termasuk

jenis tumbuhan yang unik dan langka, sedangkan dari jenis satwa yang paling menonjol

adalah orang hutan.

2.4.3. Rekomendasi

Sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin

keberlanjutan pembangunan. Oleh karenanya, kebijakan pembangunan bidang Sumber

Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kalbar sepatutnya disertai dengan langkah-langkah

strategis sebagai berikut:

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

31

Kegiatan pembinaan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan menjadi

perhatian yang sangat penting, sehingga perlu meningkatkan koordinasi antara

pihak terkait dengan masyarakat. Dinas kehutanan juga perlu mempersiapkan

SDM yang handal sehingga mampu melaksanakan fungsi tugas secara cepat,

tepat dan efektif. Untuk itu diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang

memadai serta paket teknologi yang dapat diterapkan sesuai fungsi dan

penggunaannya

Pengaturan lingkungan hidup harus dilakukan secara terintegrasi diberbagai

daerah, sehingga dengan demikian akan lebih mengoptimalkan hasil yang dicapai.

Melakukan pembinaan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai

dampak dari kerusakan lingkungan yang terjadi, baik itu akibat kebakaran hutan

maupun pencemaran udara dan air.

Pengelolaan sumber daya alam dititikberatkan pada pengelolaan pertambangan,

pengembangan kapasitas pengelolaan serta rehabilitasi dan pemulihan cadangan

sumber daya alam.

Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya dan lingkungan hidup di

masa yang akan datang diupayakan komitmen dan upaya yang lebih keras yang

diarahkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya alam agar mampu

memberikan manfaat ekonomi, termasuk jasa lingkungannya, dalam jangka

panjang dengan tetap menjamin kelestariannya. Disamping itu juga diperlukan

upaya untuk mengendalikan degradasi terumbu karang di kawasan pesisir dan

laut mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati laut.

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT

Pembangunan ekonomi yang berkualitas adalah pembangunan yang disertai dengan

pertumbuhan ekonomi yang berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin dan jumlah

pengangguran. Dalam lima tahun pelaksanaan RPJM Nasional di daerah Kalimantan

Barat, tampak hasil positip dari pelaksanaan pembangunan ekonomi. Jumlah penduduk

miskin menunjukkan kecenderungan yang menurun

2.5.1. Capaian Indikator

Pada tahun 2005, persentase penduduk miskin adalah 14,24%, lima tahun kemudian

berkurang menjadi 10,74%. Pada periode yang sama, tingkat pengangguran terbuka juga

menunjukkan penurunan dari 8,84% tahun 2005 menjadi 7,14% tahun 2009.

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

32

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

2004 2005 2006 2007 2008

Persentase penduduk miskin (Provinsi) Persentase penduduk miskin (Nasional)Tingkat pengangguran terbuka (Provinsi) Tingkat pengangguran terbuka (Nasional)

Gambar 2.8. Grafik Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kalimantan Barat

Analisis Relevansi dan Efektifitas

Keberhasilan mengurangi persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka

erat kaitannya dengan pelaksanaan program-program nasional didukung dengan peran

serta masyarakat. Program-program kemiskinan yang dijalankan, selain memperluas

lapangan kerja, pemberian bantuan modal melalui kredit mikro, juga menjalankan

program penanggulangan kemiskinan nasional di tingkat daerah (desa), seperti program

Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin), Pembangunan Desa

Tertinggal, Pengembangan Usaha Agrpbisnis Pedesaan (PAUP), dan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Peran serta masyarakat tampak dari

pertumbuhan Credit Union (CU) yang tersebar di tiap-tiap kecamatan.

Secara kuantitaif ada perbaikan dalam kemiskinan, tetapi secara kualitatif masih banyak

permasalahan yang harus diatasi. Sekitar 91 persen penduduk miskin berpendidikan

rendah (Tidak sekolah, Tamat SD/SLTP). Penduduk miskin yang buta huruf relatif tinggi

(13,9%). Terkait dengan keadaan ini, angka putus sekolah (APS) penduduk miskin usia

SD sekitar 2,5%, dan usia SMP sekitar 18%. Dari fakta ini dapat dinyatakan bahwa

semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi APS. Jika hal ini tidak segera diatasi,

kualitas pendidikan penduduk miskin tidak menunjukkan peningkatan yang pada

gilirannya kaum miskin sulit keluar dari kemiskinannya.

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

33

Di bidang sosial terlihat menurunnya jumlah wanita penyandang masalah sosial, seperti

berkurangnya jumlah WTS yang pada tahun 2005 dan 2006 dalam posisi stagnan yaitu

berjumlah 2.778, sedangkan tahun 2007 berkurang menjadi 2.497 (menurun 11,69%),

dan tahun 2008 menurun sebesar 63,75% menjadi 905 orang. Rehabilitasi anak asuh

meningkat sebanyak 30.018 jiwa dari 2.385 tahun 2007 menjadi 32.403 jiwa tahun 2008.

Gambar 2.9. Grafik Penanganan Masalah Anak Asuh dan WTS

Selain itu juga terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga di Kalimantan Barat. Indikator keberhasilan ini terlihat pada grafik berikut ini:

 

Gambar 2.10. Grafik Komposisi Tingkat Kesejahteraan Keluarga

 

Berkenaan dengan penyakit yang diderita, tampaknya penyandang tiga jenis penyakit

yang mengalami peningkatan di tahun 2008, yaitu penderita eks kusta (lepra) HIV dan

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

34

AIDS. Eks penderita kusta meningkat dari tahun 2007 berjumlah 590 orang menjadi 1.883

orang tahun 2008. Sedangkan pengidap HIV meningkat sebanyak 394 orang (30,59%),

yaitu dari 1.288 orang tahun 2007 menjadi 1.682 orang tahun 2008.

 

Gambar 2.11 Grafik Komposisi Penderita Penyakit

2.5.2. Rekomendasi Kebijakan

Pembangunan di bidang kesejahteraan yang merata merupakan salah satu pilar konsepsi

Ketahanan Nasional Indonesia. Oleh karena itu masalah ini harus mendapatkan perhatian

yang utama. Untuk waktu singkat pembangunan di bidang ini hendaknya diarahkan

kepada mengurangi dan melenyapkan situasi dan kondisi ketidakberuntungan,

ketidakberdayaan, dan kesenjangan sosial yang dapat melahirkan disharmoni dan sikap

frustrasi yang merata pada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang berpihak kepada

mereka. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah masih tingginya

kesenjangan sosial yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat baik secara ekonomi

maupun teritorial atau kawasan. Ketegasan sikap pemerintah dalam menegakkan aturan

agar tidak terjadi eksploitasi masyarakat bawah dan kaum lemah demi untuk kepentingan

politik praktis perlu diwujudkan secara konsisten.

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

35

BAB III KESIMPULAN

Pembangunan di bidang pelayangan publik dan demokrasi sudah menampakan hasil.

Peran DPRD dan lembaga-lembaga sosial dalam mengontrol penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan semakin nampak. Begitu juga halnya dengan

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung di beberapa Kabupaten/Kota

dan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur juga berjalan dengan aman, lancar dan

demokratis. Kemampuan pemerintah dalam menjaga keamanan dengan tidak adanya

konflik horizonal yang bernuansakan SARA merupakan sebuah keberhasilan, namun

pada sisi lain trend tindakan kriminalitas dengan modus operandi baru terus kian

meningkat.

Pembangunan Sumberdaya Manusia di Kalimantan Barat menunjukkan hasil positif.

Merujuk pada capaian indikator pendidikan dan kesehatan sejak 2004 – 2008, tampak

ada peningkatan kualitas SDM. Meskipun meningkat, namun capaian indikator IPM

tersebut masih di bawah capaian nasional. Beberapa indikator SDM seperti APM dan

tingkat pemahaman siswa mengalami peningkatan. Sementara di sisi lain tingkap APS

juga meningkat yang disebabkan adanya kesulitan ekonomi. Capaian parameter di bidang

pendidikan secara umum mengalami peningkatan.

Beberapa program pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat selama

ini diyakini cukup efektif untuk menggerakkan perekonomian daerah. Untuk memecahkan

masalah sosial ekonomi yang mendasar, maka membangunan ekonomi di Provinsi

Kalimantan Barat diarahkan pada peningkatan kegiatan investasi, peningkatan kegiatan

industri pengolahan berbasis bahan baku lokal, pengembangan perdagangan dan

peningkatan ekspor produk unggulan daerah, serta pengembangan dan pemberdayaan

UMKM.

Di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, secara umum capaian

sejalan dengan capaian pembangunan nasional. Pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat cukup baik, walaupun di beberapa tempat

dan wilayah mengalami tekanan, seperti penebangan hutan secara illegal, penambangan

emas tanpa izin, kebakaran hutan, banjir, abrasi pantai, konversi lahan, dan lain-lain.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi berbagai tekanan lingkungan

tersebut. Beberapa program pembangunan bidang pengelolaan sumber daya alam dan

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN

36

lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat dinilai cukup baik untuk mengelola sumber

daya alam dan lingkungkungan hidup.

Pembangunan ekonomi yang berkualitas adalah pembangunan yang disertai dengan

pertumbuhan ekonomi yang berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin dan jumlah

pengangguran. Dalam lima tahun pelaksanaan RPJM Nasional di daerah Kalimantan

Barat, tampak hasil positip dari pelaksanaan pembangunan ekonomi.

Pembangunan di bidang kesejahteraan yang merata merupakan salah satu pilar konsepsi

Ketahanan Nasional Indonesia. Oleh karena itu masalah ini harus mendapatkan perhatian

yang utama. Untuk waktu singkat pembangunan di bidang ini hendaknya diarahkan

kepada mengurangi dan melenyapkan situasi dan kondisi ketidakberuntungan,

ketidakberdayaan, dan kesenjangan sosial yang dapat melahirkan disharmoni dan sikap

frustrasi yang merata pada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang berpihak kepada

mereka.