laporan akhir ekpd 2009 kalimantan barat - untan
DESCRIPTION
Dokumen Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Kalimantan Barat oleh Universitas TanjungpuraTRANSCRIPT
i
KATA PENGANTAR
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 telah
berlangsung empat tahun, dan saat ini sedang memasuki tahun kelima. Dalam empat
tahun berjalan, perlu dilakukan suatu evaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana
pencapaian program-program yang direncanakan dalam tataran pelaksanaannya, baik
nasional maupun di daerah.
Buku ini merupakan Laporan Akhir dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Hal-hal yang dievaluasi meliputi program pembangunan di
semua bidang pembangunan yang dicerminkan dalam lima indikator hasil, yaitu (1)
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi, (2) Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia, (3)
Tingkat Pembangunan Ekonomi, (4) Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam, dan (5)
Tingkat Kesejahteraan sosial.
Dalam penyusunan laporan ini, Tim didukung oleh berbagai pihak antara lain Bappenas,
Pemda Provinsi Kalimantan Barat, para Stakeholder, dan masyarakat Kalimantan Barat.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih. Semoga hasil
evaluasi ini akan menjadi bahan acuan dalam mencapai pembangunan yang lebih baik di
masa yang akan datang.
Pontianak, Desember 2009
Universitas Tanjungpura
Rektor,
Prof. Dr. H. Chairil Effendi, M.S. NIP. 195705091984031007
ii
DAFTAR ISI Kata Pengantar .............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan...........................................................................
1.2 Keluaran........................................................................................................
1.2 Metodologi.....................................................................................................
1.3 Sistematika Penulisan Laporan.....................................................................
BAB II HASIL EVALUASI 2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI................................
2.1.1. Capaian Indikator................................................................................
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol...............................
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan.....................................................................
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA.................................... 2.2.1. Capaian Indikator..................................................................................
2.2.2. Rekomendasi Kebijakan........................................................................
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI……………………………………… 2.3.1. Capaian Indikator..................................................................................
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol.................................
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan........................................................................
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM................................ 2.4.1 Capaian Indikator..................................................................................
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol.................................
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan........................................................................
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT…………………………………… 2.5.1 Capaian Indikator ................................................................................
2.5.2 Rekomendasi Kebijakan......................................................................
BAB III. KESIMPULAN………………………………………………………………………. LAMPIRAN
i
1
2
2
7
8
9
12
13
14
15
18
19
20
25
26
27
27
30
30
31
31
34
35
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik
dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan
program pembangunan di daerah masing-masing.
Oleh karena itu, untuk memastikan apakah kewenangan yang luas dalam menentukan
kebijakan dan program pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat dipergunakan dengan
baik, apakah sasaran-sasaran program dan kegiatan terpenuhi, serta apakah berbagai
permasalahan pembangunan lainnya dapat diatasi, maka pelaksanaan pembangunan di
daerah ini perlu dievaluasi secara cermat dan terus-menerus. Dalam hal ini, evaluasi
kinerja pembangunan daerah dipandang penting dilakukan sekaligus juga untuk
mengukur tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan di daerah,
jika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan di tingkat
nasional.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 di Provinsi Kalimantan Barat
dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam
rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat telah mencapai tujuan/sasaran yang
diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah
tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai
alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan
dalam memahami, mengelola, dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna
mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode
berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
2
Dekonsentrasi (DEKON).
Tujuan yang akan dicapai dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN dalam rentang waktu
2004-2008 di Provinsi Kalimantan Barat antara lain adalah:
1. Mengumpulkan data dan informasi aktual serta obyektif tentang pelaksanaan, hasil,
permasalahan, dan dampak pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat.
2. Melakukan analisis dan assesment tentang permasalahan yang dihadapi serta
mendapatkan berbagai masukan untuk melakukan perbaikan terencana, terarah, cepat,
dan sistematis dalam mengatasi masalah pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat.
3. Memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pelaksanaan kebijakan, program, dan
kegiatan dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional di Provinsi Kalimantan Barat.
1.2. Keluaran Evaluasi
Adapun keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi
Kalimantan Barat.
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Kalimantan
Barat.
1.3. Metodologi 1.3.1 Kerangka Kerja EKPD 2009
Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1)
Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian
tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat
pada Gambar 1.1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes) Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak
(impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.
Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan
dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
3
• Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
• Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja;
• Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator;
• Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran
pembangunan daerah meliputi:
A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
E. Tingkat Kesejahteraan sosial.
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat
dilihat dalam Gambar 2 yaitu:
• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan
daerah.
• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi
keluaran (outputs).
• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
• Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
4
Gambar 1.1 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka
pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas
pencapaian.
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan
efektivitas pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.
5
Tim Evaluasi Provinsi Kalimantan Barat akan menjelaskan “How and Why”
berkaitan dengan capaian pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi
di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai
terendah.
Gambar 1.2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
1.3.2. Metode Evaluasi
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah
sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
6
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan
terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk
indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100%
- tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk
masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan
yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini,
relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah
sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil
dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan
dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
7
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di
daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan
hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi Kalimantan Barat.
Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim
Evaluasi Provinsi Kalimantan Barat menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali
masukan dan tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS, Bappeda
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Barat.
1.4. Sistematika Penulisan Laporan
Penulisan laporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat ini disusun dengan sistematika sebagai berikut.
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan 1.2 Keluaran 1.2 Metodologi 1.3 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Tingkat Pembangunan Ekonomi Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam 2.5. Tingkat Kesejahteraan Rakyat
BAB III. KESIMPULAN
8
BAB II HASIL EVALUASI
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI Kondisi keamanan dan ketertiban di Kalimantan Barat saat ini relatif stabil, hal ini ditandai
bahwa dalam empat tahun terakhir ini hampir tidak ada kerusuhan sosial yang
bernuansakan SARA dan tindakan pelanggaran hukum yang menimbulkan dampak
keresahan sosial yang bersifat massif. Namun demikian, pelanggaran hukum seperti
illegal loging, illegal trading, illegal fishing dan trafficking masih menjadi masalah yang
cukup rawan dan potensial di Kalimantan Barat, terlebih daerah ini memiliki perbatasan
langsung dengan Sarawak Malaysia Timur. Dalam kaitannya dengan implementasi dari
program untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa di daerah saat
ini, ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh daerah, diantaranya adalah: Masih
belum terwujudnya komitmen untuk menjadikan prinsipi-prinsip good governance sebagai
salah satu pijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, masih lemahnya
pengawasan dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, masih lemahnya
panataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, masih rendahnya kualitas sumber daya
manusia aparatur sebagai pilar utama penyelenggaraan pemerintahan, walaupun ada
perubahan ke arah yang lebih baik namun tingkat pelayanan publik masih belum sesuai
dengan harapan masyarakat. Terkait dengan pelayanan publik, tidak banyak daerah
Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat yang membuat peraturan daerah tentang pelayanan
satu atap.
Perkembangan demokrasi lokal dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi
berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Derah, telah membawa
perubahan yang cukup signifikan bagi dinamika politik di daerah, di mana sudah semakin
terbukanya peluang yang sangat besar bagi penguatan kapasitas politik masyarakat.
Kemampuan pemerintah Provinsi Kalbar dalam menciptakan stabilitas sosial-politik dalam
proses demokrasi di daerah telah menampakan hasilnya. Namun demikian, program-
program yang terkait dengan pendidikan politik kepada masyarakat, memfasilitasi
peningkatan kualitas, peran dan fungsi Parpol serta Ormas, pendidikan multikulturalisme,
dan pembauran bangsa, belum sepenuhnya mampu dilaksanakan.Sampai saat ini,
partisipasi politik masyarakat dalam even-even pesta demokrasi cukup signifikan, terlebih
setelah suksesnya pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung di 8
9
(delapan) kabupaten dan satu Kota dari 14 kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Barat.
Pemilihan secara kepala daerah secara langsung Gubernur dan wakil Gubernur
Kalimantan Barat pada bulan Nopember 2007 berjalan dengan baik. Begitu juga halnya
dengan Pemilu legislatif dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009
telah berjalan dengan lancar, aman dan demokratis.
2.1.1. Capaian Indikator
Gambar 2.1. Grafik Capaian Outcome Tingkat Pelayangan Publik dan demokrasi
Pelayanan Publik:
Terkait dengan penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum
dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kalbar, sepanjang tahun 2009 setidaknya ada
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu berjumlah 33 kasus. Pada tahun
2008 laporan yang masuk dicurigai sebagai tindakan korupsi hanya 29 kasus. Dari 33
kasus yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut sebanyak 25 kasus telahpun diproses
lewat pengadilan. Sedangkan kasus korupsi yang ditangani oleh pihak Kepolisian
Kalimantan Barat tidak terlalu banyak. Namun demikian, secara umum masyarakat masih
belum terlalu puas atas penyelesaian bebebrapa kasus korupsi di Kalimantan Barat.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
2004 2005 2006 2007 20080.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASKI (PROVINSI)
TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASKI (NASIONAL)
TREN PROVINSI
TREN NASIONAL
10
Sedangkan yang terkait dengan prosentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah memiliki
Perda pelayanan satu atap sampai tahun 2009 hanya 33,70% saja. Dengan demikian
perkembangannya tidak terlalu signifikan kalau kita bandingkan dengan tahun 2004 yang
jumlahnya 20,31%. Peraturan Daerah tentang satu atap untuk tingkat Provinsi Kalbar
sampai saat ini hanya ada dua saja. Sedangkan untuk level Kabupaten/Kota yang paling
banyak dimiliki oleh Kota Pontianak, yaitu ada tiga, disusul Kabupaten Sintang dua, Kota
Singkawang 2 dan Kabupaten lainnya di luar Kayong Utara dan Kubu Raya masing-
masing satu Perda. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota membuat Sistem Pelayanan
Satu Pintu (SIMPTU) dan Sistem Pelayanan Satu Atap (SIMPTAP) masih terlalu kecil.
Sehingga sistem pelayanan prima yang berasaskan pada efisien, cepat dan memuaskan
sulit untuk terwujud saat ini di beberapa Kabupaten/Kota di Kalbar.
Demokrasi:
Untuk melihat perkembangan demokrasi secara umum dan di daerah pada khususnya
adalah dengan melihat tingakt partisipasi politik masyarakat dalam setiap even-even
politik penting di daerah. Terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada
secara langsung di 8 (delapan) Kabupaten dan Kota sejak dari tahun 2005 sampai tahun
2009 rata-rata mencapai 83%, sedangkan dalam Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur
pada bulan Nopember 2007 tingkat partisipasi politik masyarakat hanya mencapai
76,87% atau 2.143.614 orang yang menggunakan hak pilihnya dari 2.932.096 total jumlah
pemilih yang terdaftar.
Pada Pemilu legislatif tahun 2009 di Kalimantan Barat tingkat partisipasi politik
masyarakat hanya mencapai 73,36%, Sedangkan pada Pemilu tahun 2004 tingkat
partisipasi masyarakat mencapai 85%. Dengan demikian berarti Pemilu pada tahun 2009
ada penurunan jumlah partisipasi politiknya jika dibandingkan dengan Pemilu pada tahun
2004. Kemudian, untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009, tingkat
partisipasi politik masyarakat Kalbar sebesar 71,23%, sedangkan pada Pilpres pada
tahun 2004 tingkat partisipasi masyarakat mencapai 82%. Dengan demikian berarti
Pilpres pada tahun 2009 juga ada penurunan jumlah partisipasi politiknya jika
dibandingkan dengan Pilpres pada tahun 2004.
Analisis Relevansi:
Penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum di Kalbar yang
mencapai, mencapai 75,61% pada tahun 2009 tersebut tentu tidak terlepas dengan
adanya tuntutan masyarakat akan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
11
yang bebas dari KKN. Capaian prosentase ini tentunya tidak terlalu berbeda jauh dengan
capaian Nasional dalam pemberantasan Korupsi. Adanya good will dan keberanian
aparat penegak hukum pada level pusat dalam pemberantasan korupsi biasanya akan
berimplikasi positif kepada aparat penegak hukum di daerah untuk melakukan hal yang
sama. Sedangkan prosentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah memiliki Perda
pelayanan satu atap sampai tahun 2009 masih terlalu rendah, dengan demikian
perkembangannya tidak terlalu signifikan dan tentunya berpengaruh terhadap optimalisasi
pelayanan publik. Di Kalimantan Barat, untuk level pemerintahan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, yang paling baik pelayanan dengan sistem satu atap ini adalah
pelayanan pengurusan dan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada di Kabupaten/Kota di Kalbar semenjak
tahun 2005 sampai tahun 2009 rata-rata mencapai 83%, dan dalam Pilkada Gubernur
dan Wakil Gubernur pada 2007 mencapai 76,87%, maka berarti tingkat partisipasi politik
masyarakat secara umum cukup tinggi jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik
secara nasional pada Pemilu legislatif dan Pilpres tahun 2009 yang hanya berkisar 71%.
Pada Pemilu legislatif tahun 2009 di Kalimantan Barat tingkat partisipasi politik
masyarakat mencapai 73,36%, dengan demikian ada penurunan tingkat partisipasi jika
dibandingkan dengan Pemilu tahun 2004, di mana tingkat partisipasi masyarakat
mencapai 85%. Secara rata-rata nasional tingkat partisipasi politk dalam Pemilu legislatif
hanya mencapai 75%. pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009 di
Kalbar, tingkat partisipasi politik masyarakat sebesar 71,23%, hal ini berarti ada
penurunan jika dibandingkan dengan Pilpres pada tahun 2004 di mana tingkat partisipasi
masyarakat mencapai 82%. Secara rata-rata nasional tingkat partisipasi politik dalam
Pemilu Presiden hanya mencapai 71%. Dari gambaran presentase perbandingan tingkat
partisipasi politik masyarakat dalam even-even pesta demokrasi berarti secara umum
kuantiítas partisipasi politik masyarakat Kalbar berada di atas rata-rata nasional. Namun
demikian, secara kualitatif, tingkat partisipasi politik masyarakat tersebut masih belum
diiringi dengan perilaku dan budaya politik yang berlandaskan pada prinsip-prinsip
demokrasi dan semangat multikulturalisme, sehingga masih mengentalnya fenomena
primordialisme dalam proses rekrutmen politik di daerah.
Analisis efektivitas:
Secara umum kemampuan aparat penegak hukum dalam penegakan hukum yang terkait
dengan penanganan kasus korupsi di daerah (mencapai 75%) telah menununjukkan
perkembangan yang cukup baik, walaupun secara umum peningkatan kasus korupsi yang
12
dilaporkan dan yang diproses oleh pihak penegak hukum makin meningkat pada tahun
2009 jika dibandingkan dengan tahun 2008. hal ini menunjukkan, sebenarnya kasus-
kasus korupsi di daerah masih cukup tinggi. Sedangkan yang terkait dengan pelayanan
satu atap efektivitasnya di daerah masih belum tercapai dengan baik. Hal ini terlihat,
bahwa bidang-bidang perizinan yang memerlukan pelayanan yang cepat, murah,
transparan dan akuntabel masih belum memuaskan masyarakat, terutama para pelaku
ekonomi. Kesadaran pemerintah daerah untuk membangun sistem pelayanan yang prima
dalam prakteknya masih belum memuaskan masyarakat. Terkait dengan peningkatan
jenjang pendidikan bagi aparatur pemerintah daerah dan penerimaan PNS yang berijazah
S1 sampai tahun 2009 makin meningkat yaitu mencapai 30,99%. Hal ini terkait
bagaimana komitmen pemerintah daerah untuk menciptakan aparatur pemerintahan
daerah yang handal dan profesional.
Kondisi politik masyarakat saat ini di daerah masih menunjukkan mengentalnya fenomena
primordialisme dalam proses rekrutmen politik di daerah. Permasalahan lain yang
dihadapi di bidang politik di Kalbar juga menunjukan, bahwa budaya demokrasi belum
sepenuhnya menjadi referensi perilaku elit politik dan masyarakat di daerah. Dinamika
budaya politik saat ini menunjukkan kecenderungan sikap dan perilaku politik masyarakat
yang mudah terprovokasi, sehingga berimpilkasi pada kurang sehatnya bagi
pembangunan demokrasi di daerah. Proses penyelenggaraan Pilkada di beberapa
Kabupaten/Kota sejak dari tahun 2005-2009 dan pada level Provinsi (Pilgub pada
November 2007) tersebut secara umum berjalan dengan cukup baik, namun demikian
suatu hal fenomena etnis atau primordialisme dalam even politik lokal tersebut. Namun
demikian, saat ini peningkatan peran dan fungsi partai politik, LSM, dan organisasi
kemasyarakatan lainnya sebagai mitra Pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan di daerah makin meningkat, peran dan fungsi pers di daerah sebagai
media interaktif dalam pelaksanaan pendidikan dan partisipasi politik masyarakat juga
makin meningkat. Komunikasi politik dalam rangka transparansi dan demokratisasi juga
menunjukkan perkembangan yang cukup baik terlebih dengan adanya perangkat hukum
di daerah dalam bentuk Perda yang mengatur tentang transparansi.
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Hal-hal yang menonjol yang terkait dengan penanganan masalah korupsi di daerah saat
ini adalah terkait dengan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparat pemerintahan,
pengelolaan anggaran proyek pembangunan yang tidak semestinya, dan hal-hal yang
terkait dengan illegal loging yang melibatkan oknum aparat penegak hukum. Sampai saat
13
ini penanganan masalah korupsi di daerah rekatif cukup baik,hal ini dapat terlihat semakin
banyaknya kasus-kasus korupsi yang di bawa sampai ke pengadilan, walaupun dari segi
prosentase atau jumlah orang yang dilaporkan di duga melakukan korupsi juga punya
kecenderungan meningkat. Namun demikian, untuk kasus-kasus pelanggaran hukum
illegal logging yang melibatkan aparat penegak hukum sudah mengalami penurunan.
Sedangkan yang terkait dengan pelayanan publik, sampai saat ini kemampuan daerah
dalam memberikan pelayanan dengan sistem satu atap masih belum optimal, hanya
beberapa Kabupaten/Kota yang terus memperbaiki perangkat hukum, sistem dan
infrastrukturnya yang terkait dengan peningkatan pelayanan satu atap tersebut.
Dalam hubungannya dengan perkembangan demokrasi di daerah saat ini yang cukup
singnifikan adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kebijakan publik. Pilkada langsung di beberapa daerah Kabupaten/Kota
termasuk Pilkada Gubernur dan pemilihan umum juga berjalan dengan demokratis.
Pemilu legislatif dan Pilpres 2009 di wilayah Kalbar juga berjalan dengan demokratis,
aman dan lancar. Kondisi ini sudah barang tentu akan dapat memberikan landasan yang
kuat untuk mengembangkan nilai-nilai budaya politik yang demokratis ditengah
masyarakat Kalimantan Barat yang heterogen, sehingga diharapkan fenomena etnisitas
atau primordialisme dalam even politik lokal dengan sendirinya akan berkurang.
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Penangan masalah korupsi di daerah saat ini memang sudah mengalami kemajuan
walaupun belum sepenuhnya dapat memuaskan harapan masyarakat dan pelayanan
publik saat ini pun masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Walaupun
tingkat partisipasi politik masyarakat Kalimantan Barat dalam even-even pesta demokrasi
secara kuantitatif berada di atas rata-rata nasional, pada masa mendatang perlu untuk
terus ditingkatkan tidak hanya prosentasenya, akan tetapi kualitas dan tingkat
pemahaman politik masyarakat harus juga ditingkatkan, sehingga ada kemandirian dan
kesadaran politik yang lebih rasional. Oleh karenanya, kebijakan pembangunan
pelayanan publik dan demokrasi di Kalbar sepatutnya disertai dengan langkah-langkah
strategis sebagai berikut:
1. Perlu ada peningkatan koordinasi antara aparat penegak hukum dalam penanganan
masalah korupsi di daerah.
2. Perbaikan pelayanan publik dalam bentuk system pelayanan satu atap perlu untuk
terus ditingkatkan, oleh karena itu ke depan yang diperlukan selain adanya payung
hukum dalam bentuk Perda dan juga perlu diiringi dengan infrastruktur yang memadai
14
serta peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik.
3. Membangun kesadaran baru kepada masing-masing kelompok etnis agar bisa
melakukan revitalisasi budaya etnisnya yang mampu menyerap nilai-nilai eksternal
universal seperti demokrasi, perdamaian, kontekstual dengan kondisi struktur sosial,
ekonomi, politik, dan budaya masyarakat Kalimantan Barat;
4. Peningkatan pemahaman pelaksanaan demokrasi dan persatuan dan kesatuan
bangsa;
5. Membuka kesempatan agar publik dapat memperoleh akses-akses pokok berkaitan
dengan rencana dan kebijakan yang strategis.
6. Pemerintah daerah dan segala perangkatnya harus membuka diri terhadap kritik,
masukan dan saran yang disampaikan oleh publik. Menyediakan daya dukung dan
kesempatan yang luas sehingga memungkinkan formulasi kebijakan yang partisipatif
dan demokratis;
7. Meningkatkan kemampuan kemandirian partai politik di daerah sehingga mampu
melaksanakan peran dan fungsinya (artikulasi, agregasi, dan rekrutmen dan
sebagainya) dengan baik.
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Pembangunan Sumberdaya Manusia di Kalimantan Barat menunjukkan hasil positif.
Merujuk pada capaian indikator pendidikan dan kesehatan sejak 2004 – 2008, tampak
ada peningkatan kualitas SDM. Meskipun meningkat, namun capaian indikator tersebut
masih di bawah capaian nasional.
Beberapa indikator SDM seperti APM dan tingkat pemahaman siswa mengalami
peningkatan. Sementara di sisi lain tingkap APS juga meningkat yang disebabkan adanya
kesulitan ekonomi. Capaian parameter di bidang pendidikan secara umum mengalami
peningkatan.
15
2.2.1. Capaian Indikator
Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
72.00
73.00
74.00
75.00
76.00
77.00
78.00
79.00
80.00
81.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
es
-0.01
-0.01
0.00
0.01
0.01
0.02
0.02
0.03
0.03
0.04
0.04
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
es
TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSITINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA NASIONALTREN TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSITREN TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA NASIONAL
Gambar 2.2. Grafik Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
Analisis Relevansi
a. Pendidikan
Kinerja pembangunan pendidikan diukur dari capaian indikator Angka Partisipasi Murni
(APM), Rata-rata nilai akhir, Angka Putus Sekolah (APS), Angka Melek Huruf (AMH),
Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Pembangunan pendidikan dapat dinilai berhasil jika
terdapat peningkatan pada capaian masing-masing indikator.
APM menunjukkan jumlah penduduk usia sekolah (6-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18
tahun) yang terserap di masing-masing jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMA). Dalam
kurun waktu 2004 – 2008, APM SD/MI cenderung turun, sedangkan APM SMP/MTs dan
SMA/SMK/MA meningkat terus. Angka Partisipasi Murni (APM) Kalbar meskipun
menunjukkan peningkatan namun pencapaiannya masih di bawah APM Nasional yang
16
terus meningkat dari tahun 2004 hingg 2009. Pada tahun 2004 APM SD/MI sudah
mencapai 93,1% dan Nasional 93,0%. Lima tahun berikutnya (2008) APM SD/MI turun
sebesar 3,2% menjadi 89,9% sedangkan APM Nasional bertambah sebesar 0,9%
menjadi 93,9%. APM SMP/MTs Kalbar terus meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2004
(53,3%) sampai dengan 2008 (61,7%). Demikian juga halnya dengan APM SMA/SMK/MA
terus meningkat dari 31,5% (2004) ingá 45,5% (2008). Walaupun dalam kurun waktu lima
tahun terus meningkat, Namun capaian APM Kalbar di semua jenjang pendidikan masih
lebih rendah dari capaian APM nasional.
Indikator pemahaman siswa atas mata pelajaran yang diajarkan di bangku sekolah dapat
dilihat dari capaian rata-rata nilai akhir. Rata-rata nilai akhir sejak tahun 2004 hingga
tahun 2009 capainnya bervariasi (turun-naik). Rata-rata nilai akhir SMP/MTs meningkat
dari 6,1 (2004) menjadi 6,5 (2009). Demikian juga rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
meningkat dari 6,5 (2004) menjadi 6,8 (2009).
Angka Putus Sekolah (APS) di Kalbar menunjukkan kecenderungan yang berbeda. APS
SD/MI cenderung turun, sedangkan APS SMP/MTs dan SMA/SMK/MA cenderung naik.
Pada tahun 2004, APS SD/MI sebesar 1,2%. Lima tahun berikutnya (2008), turun sedikit
menjadi 1,1%. Penurunan ini merupakan bukti dari keberhasilan program wajib relajar.
Sementara itu pada periode yang sama, APS SMP/MTs meningkat dari 1,6% menjadi
1,7% dan APS SMA/SMK/MA bertambah cukup besar dari 1,5% menjadi 3,5%.
Pertambahan APS SMA/SMK/MA diduga karena kesulitan ekonomi.
Indikator keberhasilan wajib belajar tampak dari capaian Angka Melek Huruf (AMH). AMH
ini merupakan salah satu unsur untuk menilai keberhasilan pembangunan manusia di
suatu daerah/negara. AMH usia 15 tahun ke atas dalam lima tahun terakhir (2004 – 2008)
meningkat terus namun capainnya masih lebih rendah dari AMH nasional. Pada tahun
2004, AMH Kalbar adalah 85,7% (Nasional 89,0%). Lima tahun berikutnya (2008) AMH
Kalbar meningkat 5,8% menjadi 91,5% (Nasional 93,3%). Ini berarti masih terdapat 8,5%
penduduk Kalbar usia 15 tahun ke atas yang belum dapat membaca dan menulis alias
buta huruf.
Dari aspek pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tidak hanya ditentukan oleh
capaian AMH, tetapi juga capaian rata-rata lama sekolah (RLS). Tingkat pendidikan
penduduk Kalimantan Barat meningkat terus dari tahun ke tahun, namun masih tergolong
rendah. Pada tahun 2004 penduduk Kalbar rata-rata berpendidikan kelas 6 SD (RLS =
6,4). Pada tahun 2009, RLS penduduk Kalbar bertambah menjadi 7,0 (rata-rata
berpendidikan kelas 1 SMP).
17
Kualitas guru yang memenuhi kualifikasi mengajar di Kalbar ternyata cukup
memprihatinkan. Data Dinas Pendidikan Nasional Kalbar pada Maret 2006 menyebutkan,
Guru SD/MI yang memenuhi kualifikasi akademik S-1 dan D-4 hanya mencapai 2,43
persen. Sementara guru SMP/MTs yang memenuhi kualifikasi mengajar sebanyak 37,18
persen dan guru SMA/SMK/MA berjumlah 56,74 persen. Sedangkan guru TK/RA/BA yang
memenuhi kualifikasi tersebut berjumlah 7,56 persen.
b. Kesehatan
Kinerja pembangunan kesehatan diukur dari capaian indikator Umur Harapan Hidup
(UHH), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Pravalensi Gizi Buruk
dan Gizi Kurang. Pembangunan kesehatan dapat dinilai berhasil jika terdapat penurunan
pada capaian masing-masing indikator, kecuali UHH (harus semakin meningkat).
UHH akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan sosial ekonomi.
Kemajuan IPTEK di bidang kesehatan disertai dengan peningkatan pendapatan dan
pendidikan berpengaruh positip terhadap penambahan UHH. Secara teoritis dinyatakan
bahwa UHH akan bertambah 2,5 tahun dalam kurun waktu lima tahun. UHH penduduk
Kalbar pada tahun 2004 adalah 64,8 tahun, lima tahun kemudian bertambah menjadi 67,3
tahun.
Faktor sosial ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan
lingkungan, kepercayaan, nilai-nilai, dan kemiskinan merupakan faktor individu dan
keluarga, mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat. Tingginya kematian ibu dan bayi
merupakan cerminan dari ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya perawatan ibu
hamil dan pencegahan terjadinya komplikasi kehamilan. AKB menunjukkan trend
menurun dari 37 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 29 per 100.000
kelahiran hidup tahun 2008. Walaupun menunjukkan trend yang menurun, namun
capaiannya masih lebih besar dari capaian nasional pada periode yang sama. AKI di
Kalbar semakin menurun dari 566 per 100.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 350 per
100.000 kelahiran hidup (2008). Capaian ini masih jauh dari sasaran Millenium
Development Goals (MDGs) untuk menurunkan AKI sebesar 124 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015.
Pravalensi gizi buruk dan gizi kurang (GK) selama lima tahun berturut-turut (2004-2009)
menunjukkan penurunan. Pravalensi gizi buruk menurun dari angka 11,6% pada tahun
2004 menjadi 7,0% tahun 2009. Demikian juga halnya dengan pravalensi gizi kurang,
menurun dari 22,1% (2004) menjadi 10,0% (2009). Meskipun menunjukkan penurunan,
18
namun capaian pravalensi gizi buruk masih lebih tinggi dari nasional dan capaian
pravalensi gizi kurang lebih rendah dibanding capaian nasional.
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) di Kalimantan Barat relatif lambat (masih di bawah
2,0%). Pertumbuhan penduduk pada tahun 2004/2005 adalah 1,62% dan pada tahun
2008/2009 melambat menjadi 1,46%. Lambatnya LPP ini erat kaitannya dengan
keberhasilan Program Keluarga Berncana (KB). Saat ini (2009) keikutsertaan penduduk
dalam ber-KB sudah mencapai 75,2%. Bertambah 3,7% dibanding tahun 2004 (71,5%).
Analisis Efektifitas
a. Pendidikan
Penurunan APM SD/MI besar kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya penduduk
usia 6 – 12 tahun sebagai dampak dari keberhasilan program Keluarga Berencana. Selain
itu tingginya komitmen masing-masing pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk
menjadikan pendidikan sebagai urusan wajib. Peningkatan APM SMP dan SMA
dikarenakan semakin meratanya persebaran gedung sekolah dan revitalisasi gedung dan
bertambahnya jumlah guru yang mengajar. Tingkat kesadaran measyarakat akan
pentingnya pendidikan cenderung meningkat
Penurunan Angka Putus Sekolah SD/MI merupakan bukti dari keberhasilan program wajib
belajar 9 tahun. Sementara itu, pertambahan APS SMA/SMK/MA diduga karena kesulitan
ekonomi sebagai dampak dari krisis ekonomi dan daya serap investasi yang rendah. Laju
kenaikan biaya pendidikan jauh lebih tinggi dari laju kenaikan penghasilan.
Perubahan indikator guru layak mengajar menjadi S-1 atau D-4 menyebabkan jumlah
guru SD/MI yang layak mengajar menjadi rendah.
b. Kesehatan
Angka kematian bayi dan angka kematian ibu masih tinggi. Ini dikarenakan keterbatasan
jumlah sarana dan prasarana kesehatan, belum meratanya persebaran tenaga kesehatan
antar Kabupaten/Kota, keterbatasan anggaran pembangunan kesehatan, masih
rendahnya kinerja layanan kesehatan, dan kurang mendukungnya prilaku hidup
masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat.
2.2.2. Rekomendasi Kebijakan
a. Pendidikan
19
1. Memprioritaskan peningkatan kualitas tenaga pendidik
2. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan
3. Menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok masyarakat
dengan memberikan akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang
selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan.
4. Menyelenggarakan dan menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun.
5. Meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan menengah jalur formal dan
non formal baik umum maupun kejuruan. untuk mengantisipasi meningkatnya
lulusan sekolah menengah pertama sebagai dampak keberhasilan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
b. Kesehatan
1. Perluasan Penyediaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Kesehatan,
seperti membangun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang refresentatif,
penambahan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas;
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan (seperti pengadaan Dokter
Spesialis Dasar);
3. Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin;
4. Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat dan bersih;
5. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini;
6. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
Beberapa program pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat selama
ini diyakini cukup efektif untuk menggerakkan perekonomian daerah. Namun demikian,
permasalahan dan tantangan utama pembangunan ekonomi masih dihadapkan pada
persoalan berupa minimnya insentif investasi, dukungan infrastruktur yang masih
terbatas, belum mantapnya pasokan bahan baku dan rekayasa teknologi bagi
pengembangan industri pengolahan berbasis agro, terbatasnya produk ekspor yang
berasal dari sektor manufaktur, dan kurangnya kemampuan UMKM dalam
pengembangan usaha.
20
2.3.1. Capaian Indikator
0
5
10
15
20
25
30
2004 2005 2006 2007 2008-0.06
-0.04
-0.02
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL
TREN PROVINSI TREN NASIONAL
Gambar 2.3. Grafik Tingkat Pembangunan Ekonomi
Analisis Relevansi:
Pembangunan ekonomi yang bertumpu pada keunggulan daerah telah mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2004, capaian pertumbuhan ekonomi
Kalbar cenderung di atas laju pertumbuhan nasional (kecuali tahun 2008). Pada tahun
2006, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,45% (nasional=5,19%), dan tahun 2007
meningkat menjadi 6,03% (nasional=5,63%). Capaian pertumbuhan ekonomi Kalbar
tahun 2008 sedikit mengalami penurunan yakni 5,42% (nasional=6,30%).
Pada sisi lain, output manufaktur dalam struktur perekonomian (PDRB) menunjukkan
trend capaian di bawah capaian nasional. Kontribusi output manufaktur pada tahun 2004
sebesar 19,92% (nasional=28,07%) dan cenderung menurun sampai tahun 2006 (kasus
yang sama terjadi di tingkat nasional). Periode 2007-2008 perkembangannya cukup
membaik, namun secara kualitas peningkatan output manufaktur dalam PDRB Kalbar
21
masih di bawah nasional. Tahun 2007, kontribusinya 18,17% (nasional=27,06%), dan
meningkat menjadi 18,32% (nasional=27,87%) pada tahun 2008.
Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih relatif kecil dalam struktur
perekonomian Kalbar. Selama tahun 2004-2008, kontribusi output UMKM Kalbar dan
menunjukkan trend capaian yang sangat jauh dibandingkan dengan nasional. Pada tahun
2004, kontribusi output UMKM dalam PDRB hanya sebesar 1,64% (nasional=55,40%).
Selama periode 2007-2008 peran UMKM menunjukkan sedikit peningkatan, meski di
bawah 2%. Kontribusi output UMKM tahun 2007 sebesar 1,93% (nasional=53,60%), dan
meningkat menjadi 1,98% (nasional=52,70%) pada tahun 2008.
Meski pencapaian pertumbuhan ekonomi Kalbar cenderung di atas nasional, namun
pendapatan per kapita Kalbar masih di bawah angka nasional. Tahun 2004, pendapatan
per kapita Kalbar sebesar Rp 7,37 juta (nasional=Rp 10,61 juta). Pada tahun 2007-2008,
pendapatan per kapita Kalbar sudah berada di atas Rp 10 Juta, yakni namun pada saat
yang sama pendapatan per kapita nasional jauh lebih besar dibandingkan Kalbar.
Selanjutnya, inflasi menjadi persoalan makroekonomi yang cukup krusial dalam konteks
pembangunan Kalbar, mengingat sejak tahun 2004 kecenderungan/trend inflasi Kalbar
selalu di atas inflasi nasional (kecuali tahun 2006). Tahun 2004, inflasi di Kalbar mencapai
6,60% (nasional=6,10%), dan tahun berikutnya kenaikan harga yang tidak terkendali
menjadikan Kalbar mengalami inflasi sebesar 14,43% (nasional=10,50%). Periode 2007-
2008, menempatkan Kalbar menghadapi tekanan inflasi yang cukup berat dibandingkan
nasional. Tahun 2007, angka inflasi sebesar 8,56% (nasional=6,00%) dan meningkat
lebih dari dua poin pada tahun 2008 yakni sebesar 11,19% (nasional 11,06%).
Pengaruh inflasi yang tinggi juga berimbas pada upaya peningkatan sektor riil. Iklim
investasi di Kalbar menjadi kurang kondusif. Pergerakan investasi swasta yang
mendapatkan fasilitas pemerintah (PMA dan PMDN) belum menampakkan
perkembangan yang menggembirakan. Selama tahun 2004-2008, pertumbuhan realisasi
investasi PMA di Kalbar menampakkan trend capaian lebih rendah dibandingkan nasional
(kecuali pada tahun 2006 dan 2008). Sementara untuk investasi PMDN secara
keseluruhan menunjukkan capaian yang jauh di bawah nasional.
Prasarana jalan sebagai infrastruktur utama penunjang kegiatan ekonomi di provinsi
Kalimantan Barat masih sangat terbatas. Faktor utama lemahnya di bidang infrastruktur
jalan adalah disebabkan oleh minimnya dana infrastruktur pembangunan jalan
dibandingkan dengan luasnya wilayah pembangunan, faktor geografis yang berat yang
22
menyebabkan nilai biaya pembangunan jalan menjadi tinggi, curah hujan yang tinggi yang
menyebabkan siklus umur jalan menjadi lebih pendek dibandingkan rencana, dan
penggunaan jalan yang tidak sesuai dengan kapasitas rencana. Total panjang jalan
provinsi dan kabupaten yang ada di provinsi Kalimantan Barat adalah 12.631,58 km.
Panjang jalan dalam kondisi baik 40% (4972.91 km), kondisi sedang 35% (4.492,34 km)
dan kondisi buruk 25% (3166.33 km). Sedangkan total panjang jalan nasional yang ada
di provinsi Kalimantan Barat adalah 1484,87 km dimana 47% (687,12 km) dalam kondisi
baik, 31% (458,12 km) dalam kondisi sedang, dan 28% (339,63) dalam kondisi rusak.
Perkembangan jalan provinsi dan kabupaten di wilayah provinsi Kalimantan Barat tidak
begitu signifikan dalam 3 tahun terakhir ini seperti terlihat dalam grafik di bawah ini.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, penambahan panjang jalan rata-rata 726,4 km/tahun
sedangkan dalam tiga tahun terakhir hanya 216 km/tahun.
Kondisi Jalan Provinsi dan Kabupaten di Wilayah Kalimantan Barat 2004-2008
1477.2 2686.52 2229.53 3066.354972.908179
1985.79 3084.62
2616.983081.53
4492.338136
2049.48 3735.876114.25 6279.66
3166.333685
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
2004 2005 2006 2007 2008
Panjang jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi § Baik § Sedang § Buruk
Gambar 2.5. Grafik Perkembangan Jalan di Wilayah Kalimantan Barat
Secara geografis, wilayah Kalimantan Barat memiliki perbatasan darat dengan negara
Malaysia dimana terdapat 5 titik pintu masuk utama yaitu Entikong, Aruk, Jagoi Babang,
Jasa dan Badau. Dari kelima titik strategis tersebut, akses jalan yang sudah mantap
adalah jalan menuju PPLB Entikong. Sedangkan akses menuju keempat pintu masuk
lainnya hingga tahun 2008 masih dalam kondisi belum mantap bahkan belum bisa dilalui
ketika musim hujan karena sebagian besar badan jalan masih berpermukaan tanah.
23
Analisis Efektivitas:
Perekonomian Kalimantan Barat sepanjang lima tahun terakhir mengalami peningkatan
dan kemajuan. Faktor utama yang berperan dalam menciptakan kemajuan ekonomi
adalah kebijakan pembangunan yang mengacu pada potensi daerah untuk
mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Pembangunan ekonomi berhasil
menggerakkan komponen-komponen ekonomi daerah untuk bersinergi dalam
mengembangkan potensi daerah.
Kinerja pertumbuhan ekonomi Kalbar terus membaik sejak tahun 2004-2007. Laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 4,79%, meningkat menjadi 4,69% tahun 2005.
Periode 2006-2007, Kalbar berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,23% tahun 2006 berhasil ditingkatkan menjadi 6,02%
pada tahun 2007. Sementara, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sedikit mengalami
penurunan yakni 5,42%. Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008
dikarenakan perekonomian Kalbar mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
Kontribusi output manufaktur Kalbar selama periode 2004-2008 menunjukkan indikasi
penurunan. Meski demikian, yang cukup membanggakan adalah beberapa sub sektor
manufaktur di Kalbar menampakkan adanya peningkatan. Kontribusi output manufaktur
dalam struktur perekonomian Kalbar pada tahun 2004 sebesar 19,92%, turun menjadi
19,03% pada tahun 2005. Penurunan yang sama terjadi pada tahun 2006 dan 2007,
meski dalam porsi yang sedikit lebih rendah dari periode sebelumnya. Sub sektor industri
barang dari karet, makanan dan minuman menampakkan perkembangan aktivitas pada
tahun 2008, sehingga kedua sub sektor ini cukup diandalkan dalam menopang kontribusi
output manifaktur terhadap PDRB Kalbar. Ekspansi output kelompok industri tersebut
menjadikan kontribusi output manufaktur mengalami peningkatan pada tahun 2008
menjadi sebesar 18,32% (tahun 2007=18,17%).
Peran manufaktur yang cukup besar dalam struktur perekonomian Kalbar ternyata belum
dikuti oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selama tahun 2004-2008, UMKM
belum berperan secara optimal dalam menggerakkan perekonomian Kalbar. Terbatasnya
kemampuan kewirausahaan UMKM termasuk koperasi merupakan kendala dalam upaya
meningkatkan kontribusi output UMKM terhadap PDRB Kalbar.
Meski kontribusinya relatif masih rendah dan jauh dari yang diharapkan, namun dari tahun
2004 sampai tahun 2008 terjadi peningkatan kontribusi output UMKM. Sebagai
24
gambaran, output UMKM pada tahun 2004 hanya sebesar 1,64% meningkat menjadi
1,89% pada tahun 2006.
Kebijakan secara berkesinambungan untuk memajukan UMKM terus dilakukan sebagai
perwujudan komitmen pembangunan daerah yang meletakkan ekonomi kerakyatan
sebagai tulang punggung perekonomian daerah. Beberapa program pembinaan dan
pengembangan M yang dilakukan cukup berhasil mendorong aktivitas UMKM. Selama
periode 2007-2008, output UMKM menunjukkan adanya peningkatan meski dalam jumlah
yang relatif kecil. Kontribusi output UMKM meningkat dari 1,93% tahun 2007 menjadi
1,98% pada tahun 2008.
Perkembangan perekonomian Kalbar selama periode 2004-2008 yang ditandai dengan
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat ternyata secara signifikan
mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Kalbar. Semula, pendapatan
per kapita sebesar Rp 7,37 Juta pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 9,16 Juta pada
tahun 2006. Dalam dua tahun terakhir, peningkatan pendapatan per kapita Kalbar
berhasil menembus angka > Rp 10 Juta. Pada tahun 2007, pendapatan per kapita sekitar
Rp 10,17 Juta, dan meningkat menjadi Rp 11,39 Juta pada tahun 2008. Secara relatif,
perubahan demikian menjadikan kesejahteraan masyarakat Kalbar mulai menampakkan
adanya peningkatan.
Dalam hal penciptaan stabilitas ekonomi di daerah, tingkat inflasi di Kalbar sejak tahun
2004 relatif cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Inflasi pada tahun
2004 sebesar 6,60%. Kenaikan harga yang tidak terkendali pada tahun berikutnya
menjadikan angka inflasi Kalbar sangat fantastis menembus dua digit yakni sebesar
14,43%.
Kejadian yang sama terulang kembali periode 2007-2008. Kenaikan harga pada periode
ini menempatkan perekonomian Kalbar menghadapi tekanan inflasi yang cukup berat.
Tahun 2007, angka inflasi sebesar 8,56%, meningkat 11,19% pada tahun 2008. Trend
inflasi yang cukup tinggi di Kalbar mengindikasikan bahwa perekonomian Kalbar masih
berhadapan dengan gejolak kenaikan harga, sehingga kurang kondusif bagi upaya
pemulihan makro ekonomi (sektor riil) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kalbar.
Kegiatan investasi swasta yang berstatus PMA maupun PMDN di Kalbar belum
menampakkan peningkatan secara signifikan. Sebagian besar kegiatan investasi
terkonsentrasi pada sub sektor perkebunan (sektor hulu). Dilihat dari akumulasi nilai
investasi, secara kuantitas investasi di Kalbar mengalami peningkatan, baik investasi
25
fasilitas PMA maupun PMDN. Namun, pertumbuhan realisasi investasi PMA relatif lebih
baik dibandingkan investasi PMDN.
Pada tahun 2004, realisasi investasi PMA sebesar USD 433,13 Ribu, meningkat menjadi
USD 611,00 Ribu tahun 2006. Namun pada periode 2007-2008 terjadi penurunan.
Investasi PMA tahun 2007 sebesar USD 725,00 Ribu menurun menjadi USD 618,32 Ribu.
Sementara untuk investasi PMDN pada tahun 2004 sebesar Rp 4.400 Juta menurun
menjadi Rp 4.250 Juta pada tahun 2006. Sebagaimana halnya investasi PMA, pada
periode 2007-2008 investasi PMDN di Kalbar mengalami penurunan. Pada tahun 2007,
investasi PMDN sebesar Rp 4.580 Juta menurun menjadi Rp 4.290 Juta. Meski terjadi
penurunan secara proporsional, namun pertumbuhan realisasi investasi PMA di Kalbar
relatif lebih baik dibandingkan investasi PMDN.
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
20042005
20062007
2008
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
Nila
i Eks
por (
Juta
US
$)
Perkembangan Nilai Ekspor Karet Provinsi Kalimantan Barat
EKSPOR KARET KALBAR (JUTA US $) TOTAL EKSPOR KALBAR (JUTA US $)
Gambar 2.6. Perkembangan Nilai Ekspor Karet Provinsi Kalimantan Barat
Ekspor non migas Kalbar sejak tahun 2004-2008 menunjukkan perkembangan yang
cukup membanggakan, khususnya bila dicermati pada komoditas utama ekspor daerah.
Selama ini, andalan ekspor Kalbar berasal dari hasil industri karet olahan dan hasil
hutan/kayu. Sejak pasokan bahan baku berupa log semakin berkurang dalam beberapa
tahun terakhir ini, menjadikan share utama ekspor Kalbar berubah dari produk industri
kayu kepada industri karet olahan. Peningkatan ekspor karet olahan dari Kalbar
26
dimungkinkan mengingat secara nasional Kalbar merupakan daerah penghasil karet
terbesar kelima.
Perkembangan volume dan nilai ekspor karet olahan Kalbar dari tahun ke tahun
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2004, nilai ekspor industri karet
olahan Kalbar mencapai USD 206,34 Juta (35,90% dari total nilai ekspor Kalbar),
kemudian meningkat menjadi USD 224,32 Juta (38,30% nilai ekspor). Selanjutnya, pada
periode 2007-2008, kontribusi nilai ekspor karet olahan menunjukkan peningkatan cukup
taham. Pada tahun 2007, devisa ekspor karet olahan mencapai USD 361,54 Juta
(49,61% nilai ekspor) dan meningkat menjadi USD 447,82 Juta (50,07% nilai ekspor).
Mengingat peran yang demikian besar, maka komoditi karet telah ditetapkan sebagai
komoditi unggulan daerah Provinsi Kalimantan Barat Sebagai implementasinya, kegiatan
peremajaan karet telah diformulasikan dalam program pengembangan agribisnis berbasis
karet rakyat (Probangkara) dengan target 1,2 juta ha sampai dengan tahun 2025.
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Kalimantan Barat di masa mendatang perlu semakin dipicu
perkembangannya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program dan
kegiatan pembangunan ekonomi daerah perlu difokuskan pada kebutuhan riil daerah
serta disenergikan dengan program nasional pembangunan bidang ekonomi.
Oleh karenanya, kebijakan pembangunan bidang ekonomi Kalbar sepatutnya disertai
dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
Peningkatan pemanfaatan potensi unggulan daerah secara optimal dalam
kegiatan usaha yang produktif dan efisien untuk meningkatkan daya saing
ekonomi daerah.
Pengembangan potensi unggulan daerah perlu didukung dengan penumbuhan
dan peningkatan kegiatan di sektor hilir/industri pengolahan.
Perbaikan sistem perizinan investasi dalam bentuk pelayanan perizinan terpadu
(satu pintu) untuk membuka peluang usaha dan kenyamanan berinvestasi di
Kalbar.
Peningkatan infrastruktur perdagangan untuk menunjang kegiatan ekspor daerah.
Menumbuhkan kewirausahaan bagi UMKM dalam lingkup pemberdayaan ekonomi
secara terintegrasi.
27
Memprioritaskan pembangunan infrastruktur transportasi khususnya jalan akses
ke hinterland pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan wilayah perbatasan.
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
2.4.1. Capaian Indikator
0.002.00
4.006.00
8.0010.00
12.0014.00
16.0018.00
2004 2005 2006 2007 2008
Cap
aian
Indi
caot
Out
com
es
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
Tren
Cap
aian
Indi
cato
r Out
com
es
KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (PROVINSI)KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (NASIONAL)TREN KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ( PROVINSI) TREN KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (NASIONAL)
Gambar 2.7. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Analisis Relevansi dan Efektifitas
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat
sepanjang lima tahun terakhir cukup baik, hal ini terlihat dari berbagai indikator seperti
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, rehabilitasi lahan luar
hutan, luas kawasan konservasi, jumlah tindak pidana perikanan, dan luas kawasan
konservasi laut. Kesemuanya indikator tadi menunjukkan perbaikan pengelolaannya
mengalami peningkatan dan kemajuan.
Luas Kawasan Konservasi Dari data yang ada terlihat bahwa Kalimantan Barat trennya
lebih tinggi dibandingkan dengan tren nasional dalam upaya mengrehabilitasi lahan luar
hutan, terutama pada tahun 2008 mencapai 14.277 Ha. Kenaikkan ini cukup tinggi karena
pada tahun 2007 hanya 410 Ha. Rehabilitasi lahan luar hutan mempunyai potensi nilai
komersial disamping manfaat penting lainnya bagi lingkungan hidup. Proses permudaan
28
perlu memperhatikan permasalahan seperti hilangnya kesuburan tanah, dampak erosi
dan gangguan terhadap keseimbangan hidrologi serta fungsi-fungsi ekologis lainnya.
Upaya pemecahannya meliputi berbagai macam praktek seperti mempercepat proses
permudaan alam, tanaman perkayaan, pergantian siklus rotasi, budidaya jenis-jenis cepat
tumbuh, penggunaan cadangan genetik unggul, mengurangi dampak pembalakan dan
pembangunan tegakan campuran menggunakan jenis-jenis cepat tumbuh dan jenis
tanaman yang tahan hidup dibawah naungan.
Luas Kawasan Konservasi
Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk
melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan
pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan
fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting.
Secara umum indicator hasil capaian untuk luas kawasan konservasi di wilayah Provinsi
Kalimantan Barat cukup menonjol disbanding dengan rata-rata nasional. Berdasarkan
capaian hasil selama 4 tahun terakhir di wilayah Provinsi Kalimantan Barat terlihat bahwa
luas kawasan konservasi relatif tidak berubah, sampai pada tahun 2007 luas kawasan
konservasi Kalimantan Barat seluas 1.456.236.30 Ha akan tetapi pada tahun 2008 luas
kawasan konservasi menjadi1.645.580.00 Ha. Sedikit berbeda dengan perkembangan
luas kawasan konservasi nasional, luas kawasan konservasi nasional tidak berubah dari
tahun 2007 sampai tahun 2009 yaitu 20.040.048,01 Ha.
Secara nasional sampai saat ini, sejumlah kawasan konservasi telah ditetapkan yang
jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237 Cagar Alam, 77 Suaka Marga
Satwa, 50 Taman Nasional, 119 Taman Wisata Alam, 21 Taman Hutan Raya, 15 Taman
Buru).
Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan terhadap Lahan Kritis
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam
mereherabilitasi Dalam Hutan sudah cukup optimal, akan tetapi laju lahan kritis yang
terjadi relatif lebih tinggi, hal ini menyebabkan persentase luas lahan rehabilitasi dalam
hutan terhadap lahan kritis semakin rendah. Pada tahun 2006 persentase luas lahan
rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis 0,15 % akan tetapi pada tahun 2007 turun
29
menjadi 0,04 % dan pada tahun 2008 turun menjadi 0,09 %. Sedangkan di tingkat
nasional terlihat bahwa persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan
kritis juga menunjukkan tren yang sama. Pada tahun 2006 persentase luas lahan
rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis 0,83 % dan pada tahun 2008 dan tahun
2009 turun menjadi 0,26 %. Dari data tersebut dapat menggambarkan bahwa setiap
tahun terdapat kecenderungan meningkatnya luas lahan kritis.
Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Tindak pidana perikanan di wilayah hukum Provinsi Kalimantan Barat relatif lebih tinggi
dari rata-rata jumlah tindak pidana nasional. Perairan laut Cina Selatan merupakan salah
satu perairan laut yang kaya akan sumber daya perikanan dan kelautan, hal inilah yang
diduga banyaknya kapall-kapal nelayan asing tak berizin yang memasuki dan
menangkap ikan secara illegal di perairan laut wilayah Provinsi Kalimantan Barat..
Jumlah tindak pidana perikanan Provinsi Kalimantan Barat relatif bervariasi selama 5
tahun terakhir. Pada tahun 2004 tercatat 11 kasus dan pada tahun 2006 turun menjadi 7
kasus, akan tetapi pada tahun 2007 meningkat menjadi 22 kasus, sedangkan pada tahun
2008 turun. Terdapat perbedaan tren tindak pidana perikanan antara Provinsi Kalimantan
Barat dan nasional. Tindak pidana perikanan nasional menunjukkan kecenderungan
menurun pada tahun 2008.
Perikanan dan kelautan merupakan sektor penting yang belum optimal pengelolaannya.
Pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia merupakan suatu sistem pembangunan
yang memanfaatkan ekosistem laut beserta segenap sumberdaya yang terkandung di
dalamnya untuk kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan. Akan tetapi dengan
maraknya pencurian ikan di banyak kawasan di Indonesia menyebakan berkurangnya
potensi perikanandan kelautan. Banyaknya tindak pidana perikanan disebabkan masih
lemahnya sarana dan alat penegakan hukum di laut yang menyebabkan intensitas dan
efektifitas monitoring dan pengawasan menjadi berkurang.
Luas Kawasan Konservasi Laut
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah menetapkan berbagai wilayah untuk dijadikan
kawasan konservasi laut. Data yang dapat dihimpun tentang luas kawasan konservasi
laut dimulai pada tahun 2006, dimana luas kawasan ini cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2006 luas kawasan mencapai 210.000 Ha dan menurun pada tahun
2007 dengan luas kawasan 77.100 Ha, sedangkan pada tahun 2008 naik menjadi
183.885 Ha. Penetapan kawasan konservasi laut adalah upaya pemerintah untuk
melestarikan lingkungan laut sekaligus meningkatkan kesejahteraan Nelayan.
30
Pengelolaan kawasan konservasi perairan laut dikembangkan dengan sistem zonasi.
Dalam PP No.60 Tahun 2007, disebutkan bahwa pembagian ruang pengelolaan sesuai
dengan peruntukan kawasan, di mana salah satu zona dapat dikembangkan di dalam
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) laut berupa zona perikanan berkelanjutan (diatur
dalam PP No.60 Tahun 2007) yang peruntukannya guna mengakomodasikan
kepentingan atau mata pencaharian nelayan setempat. Tanggung jawab pengelolaan
Kawasan Konservasi ini juga berbagi kewenangan dengan Pemerintah Daerah. Oleh
karenanya,dengan pertimbangan yang utuh mengenai pengembangan lingkungan, dan
sekaligus mempertimbangkan secara signifikan aspek sosial dan ekonomi.
Dari data yang ada dapat dilihat bahwa pembangunan kawasan konservasi laut yang
dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sudah sejalan dengan kebijakan
pembangunan nasional.
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Walaupun secara umum capaian kualitas pengelolaan sumber daya alam di Provinsi
Kalimantan Barat sejalan dengan capaian kualitas pengelolaan sumber daya alam
nasional, namun untuk indikator luas lahan konservasi, Kalimantan Barat cukup menonjol
terutama dengan ditetapkannya Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi.
Terdapat 2 Taman Nasional di Kabupaten Kapuasl Hulu, yaitu Taman Nasional Betung
Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Kedua Taman Nasional ini mempunyai
keunikan dan keragaman jenis dan spesies yang tinggi. Di Taman Nasional Danau
Sentarum memiliki keunikan dan kelangkaan jenis ikan air tawar. Dari banyak spesies
ikan yang terdapat di Danau Sentarum yang paling menonjol adakah ikan Arawana super
merah (Super Red Arawana) yang masuk dalam golongan appendix 1. Sedangkan pada
Taman Nasional Betung Kerihun adalah banyaknya jenis tumbuhan dan satwa yang unik
dan langka. Dari jenis tumbuhan, beberapa spesies anggrek dan nephentes termasuk
jenis tumbuhan yang unik dan langka, sedangkan dari jenis satwa yang paling menonjol
adalah orang hutan.
2.4.3. Rekomendasi
Sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin
keberlanjutan pembangunan. Oleh karenanya, kebijakan pembangunan bidang Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kalbar sepatutnya disertai dengan langkah-langkah
strategis sebagai berikut:
31
Kegiatan pembinaan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan menjadi
perhatian yang sangat penting, sehingga perlu meningkatkan koordinasi antara
pihak terkait dengan masyarakat. Dinas kehutanan juga perlu mempersiapkan
SDM yang handal sehingga mampu melaksanakan fungsi tugas secara cepat,
tepat dan efektif. Untuk itu diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang
memadai serta paket teknologi yang dapat diterapkan sesuai fungsi dan
penggunaannya
Pengaturan lingkungan hidup harus dilakukan secara terintegrasi diberbagai
daerah, sehingga dengan demikian akan lebih mengoptimalkan hasil yang dicapai.
Melakukan pembinaan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
dampak dari kerusakan lingkungan yang terjadi, baik itu akibat kebakaran hutan
maupun pencemaran udara dan air.
Pengelolaan sumber daya alam dititikberatkan pada pengelolaan pertambangan,
pengembangan kapasitas pengelolaan serta rehabilitasi dan pemulihan cadangan
sumber daya alam.
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya dan lingkungan hidup di
masa yang akan datang diupayakan komitmen dan upaya yang lebih keras yang
diarahkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya alam agar mampu
memberikan manfaat ekonomi, termasuk jasa lingkungannya, dalam jangka
panjang dengan tetap menjamin kelestariannya. Disamping itu juga diperlukan
upaya untuk mengendalikan degradasi terumbu karang di kawasan pesisir dan
laut mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati laut.
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
Pembangunan ekonomi yang berkualitas adalah pembangunan yang disertai dengan
pertumbuhan ekonomi yang berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin dan jumlah
pengangguran. Dalam lima tahun pelaksanaan RPJM Nasional di daerah Kalimantan
Barat, tampak hasil positip dari pelaksanaan pembangunan ekonomi. Jumlah penduduk
miskin menunjukkan kecenderungan yang menurun
2.5.1. Capaian Indikator
Pada tahun 2005, persentase penduduk miskin adalah 14,24%, lima tahun kemudian
berkurang menjadi 10,74%. Pada periode yang sama, tingkat pengangguran terbuka juga
menunjukkan penurunan dari 8,84% tahun 2005 menjadi 7,14% tahun 2009.
32
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase penduduk miskin (Provinsi) Persentase penduduk miskin (Nasional)Tingkat pengangguran terbuka (Provinsi) Tingkat pengangguran terbuka (Nasional)
Gambar 2.8. Grafik Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kalimantan Barat
Analisis Relevansi dan Efektifitas
Keberhasilan mengurangi persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka
erat kaitannya dengan pelaksanaan program-program nasional didukung dengan peran
serta masyarakat. Program-program kemiskinan yang dijalankan, selain memperluas
lapangan kerja, pemberian bantuan modal melalui kredit mikro, juga menjalankan
program penanggulangan kemiskinan nasional di tingkat daerah (desa), seperti program
Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin), Pembangunan Desa
Tertinggal, Pengembangan Usaha Agrpbisnis Pedesaan (PAUP), dan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Peran serta masyarakat tampak dari
pertumbuhan Credit Union (CU) yang tersebar di tiap-tiap kecamatan.
Secara kuantitaif ada perbaikan dalam kemiskinan, tetapi secara kualitatif masih banyak
permasalahan yang harus diatasi. Sekitar 91 persen penduduk miskin berpendidikan
rendah (Tidak sekolah, Tamat SD/SLTP). Penduduk miskin yang buta huruf relatif tinggi
(13,9%). Terkait dengan keadaan ini, angka putus sekolah (APS) penduduk miskin usia
SD sekitar 2,5%, dan usia SMP sekitar 18%. Dari fakta ini dapat dinyatakan bahwa
semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi APS. Jika hal ini tidak segera diatasi,
kualitas pendidikan penduduk miskin tidak menunjukkan peningkatan yang pada
gilirannya kaum miskin sulit keluar dari kemiskinannya.
33
Di bidang sosial terlihat menurunnya jumlah wanita penyandang masalah sosial, seperti
berkurangnya jumlah WTS yang pada tahun 2005 dan 2006 dalam posisi stagnan yaitu
berjumlah 2.778, sedangkan tahun 2007 berkurang menjadi 2.497 (menurun 11,69%),
dan tahun 2008 menurun sebesar 63,75% menjadi 905 orang. Rehabilitasi anak asuh
meningkat sebanyak 30.018 jiwa dari 2.385 tahun 2007 menjadi 32.403 jiwa tahun 2008.
Gambar 2.9. Grafik Penanganan Masalah Anak Asuh dan WTS
Selain itu juga terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga di Kalimantan Barat. Indikator keberhasilan ini terlihat pada grafik berikut ini:
Gambar 2.10. Grafik Komposisi Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Berkenaan dengan penyakit yang diderita, tampaknya penyandang tiga jenis penyakit
yang mengalami peningkatan di tahun 2008, yaitu penderita eks kusta (lepra) HIV dan
34
AIDS. Eks penderita kusta meningkat dari tahun 2007 berjumlah 590 orang menjadi 1.883
orang tahun 2008. Sedangkan pengidap HIV meningkat sebanyak 394 orang (30,59%),
yaitu dari 1.288 orang tahun 2007 menjadi 1.682 orang tahun 2008.
Gambar 2.11 Grafik Komposisi Penderita Penyakit
2.5.2. Rekomendasi Kebijakan
Pembangunan di bidang kesejahteraan yang merata merupakan salah satu pilar konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia. Oleh karena itu masalah ini harus mendapatkan perhatian
yang utama. Untuk waktu singkat pembangunan di bidang ini hendaknya diarahkan
kepada mengurangi dan melenyapkan situasi dan kondisi ketidakberuntungan,
ketidakberdayaan, dan kesenjangan sosial yang dapat melahirkan disharmoni dan sikap
frustrasi yang merata pada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang berpihak kepada
mereka. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah masih tingginya
kesenjangan sosial yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat baik secara ekonomi
maupun teritorial atau kawasan. Ketegasan sikap pemerintah dalam menegakkan aturan
agar tidak terjadi eksploitasi masyarakat bawah dan kaum lemah demi untuk kepentingan
politik praktis perlu diwujudkan secara konsisten.
35
BAB III KESIMPULAN
Pembangunan di bidang pelayangan publik dan demokrasi sudah menampakan hasil.
Peran DPRD dan lembaga-lembaga sosial dalam mengontrol penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan semakin nampak. Begitu juga halnya dengan
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung di beberapa Kabupaten/Kota
dan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur juga berjalan dengan aman, lancar dan
demokratis. Kemampuan pemerintah dalam menjaga keamanan dengan tidak adanya
konflik horizonal yang bernuansakan SARA merupakan sebuah keberhasilan, namun
pada sisi lain trend tindakan kriminalitas dengan modus operandi baru terus kian
meningkat.
Pembangunan Sumberdaya Manusia di Kalimantan Barat menunjukkan hasil positif.
Merujuk pada capaian indikator pendidikan dan kesehatan sejak 2004 – 2008, tampak
ada peningkatan kualitas SDM. Meskipun meningkat, namun capaian indikator IPM
tersebut masih di bawah capaian nasional. Beberapa indikator SDM seperti APM dan
tingkat pemahaman siswa mengalami peningkatan. Sementara di sisi lain tingkap APS
juga meningkat yang disebabkan adanya kesulitan ekonomi. Capaian parameter di bidang
pendidikan secara umum mengalami peningkatan.
Beberapa program pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat selama
ini diyakini cukup efektif untuk menggerakkan perekonomian daerah. Untuk memecahkan
masalah sosial ekonomi yang mendasar, maka membangunan ekonomi di Provinsi
Kalimantan Barat diarahkan pada peningkatan kegiatan investasi, peningkatan kegiatan
industri pengolahan berbasis bahan baku lokal, pengembangan perdagangan dan
peningkatan ekspor produk unggulan daerah, serta pengembangan dan pemberdayaan
UMKM.
Di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, secara umum capaian
sejalan dengan capaian pembangunan nasional. Pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat cukup baik, walaupun di beberapa tempat
dan wilayah mengalami tekanan, seperti penebangan hutan secara illegal, penambangan
emas tanpa izin, kebakaran hutan, banjir, abrasi pantai, konversi lahan, dan lain-lain.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi berbagai tekanan lingkungan
tersebut. Beberapa program pembangunan bidang pengelolaan sumber daya alam dan
36
lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat dinilai cukup baik untuk mengelola sumber
daya alam dan lingkungkungan hidup.
Pembangunan ekonomi yang berkualitas adalah pembangunan yang disertai dengan
pertumbuhan ekonomi yang berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin dan jumlah
pengangguran. Dalam lima tahun pelaksanaan RPJM Nasional di daerah Kalimantan
Barat, tampak hasil positip dari pelaksanaan pembangunan ekonomi.
Pembangunan di bidang kesejahteraan yang merata merupakan salah satu pilar konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia. Oleh karena itu masalah ini harus mendapatkan perhatian
yang utama. Untuk waktu singkat pembangunan di bidang ini hendaknya diarahkan
kepada mengurangi dan melenyapkan situasi dan kondisi ketidakberuntungan,
ketidakberdayaan, dan kesenjangan sosial yang dapat melahirkan disharmoni dan sikap
frustrasi yang merata pada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang berpihak kepada
mereka.