laporan akhir - bkp.pertanian.go.id
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PEMBINAAN DAN MONITORING
CADANGAN PANGAN PEMERINTAH
DAN MASYARAKAT
TAHUN 2018
PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN
BADAN KETAHANAN PANGAN
2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
penyusunan Laporan Akhir Pembinaan dan Monitoring Cadangan Pangan
Pemerintah dan Masyarakat TA. 2018 dapat terlaksana dengan baik. Dinamika
cadangan pangan kini dan mendatang menjadi semakin penting dan krusial
mencermati di era pasar global hambatan perdagangan yang semakin pudar dan
kondisi pasar internasional untuk pangan sangat tipis (thin market). Kegiatan ini
bertujuan untuk memformulasikan jumlah cadangan pangan pemerintah dan
cadangan pangan masyarakat khususnya beras serta pengelolaan cadangan
pangan yang baik. Kegiatan pembinaan dan monitoring cadangan pangan juga
berpartisipasi aktif dalam lembaga internasional khususnya ASEAN Plus Three
Emergncy Rice Reserve (APTERR), dimana Bidang Cadangan Pangan telah
ditetapkan sebagai National Focal Point APTERR.
Untuk mendukung capaian pembinaan dan monitoring cadangan pangan,
kegiatan dilakukan melalui antara lain: Penyusunan perhitungan jumlah cadangan
beras pemerintah tahun 2018; Penyusunan penetapan jumlah cadangan beras
pemerintah daerah; Penyusunan panduan pengembangan lumbung pangan
masyarakat tahun 2018; Penyusunan konsep perhitungan cadangan beras
masyarakat; Rekapitulasi identifikasi lumbung pangan masyarakat; Dukungan
terhadap kegiatan prioritas nasional; Proses pengesahan protokol amandemen
persetujuan APTERR; dan Proses ratifikasi protokol amandemen persetujuan
APTERR.
Dengan dilaksanakannya kegiatan Pembinaan dan Monitoring Cadangan
Pangan Pemerintah dan Masyarakat TA. 2018, diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah dan mencari solusi yang terbaik bagi pengembangan
cadangan pangan pemerintah dan masyarakat di Indonesia.
Jakarta, Desember 2018
Kabid Cadangan Pangan
Nita Yulianis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk
mewujudkan pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat
perseorangan secara berkelanjutan, salah satunya dengan memperkuat
penyediaan pangan. Cadangan pangan merupakan salah satu komponen
penting dalam ketersediaan pangan yang dapat berfungsi menjaga
kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan, yang digunakan untuk
mengantisipasi kemungikan terjadinya kekurangan pangan. Pemerintah
bertugas menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan
pengawasan antara lain melalui penyelenggaraan cadangan pangan
nasional, yang terdiri atas cadangan pangan pemerintah dan cadangan
pangan masyarakat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 32 Undang
Undang Pangan Tahun 2012 bahwa dalam mewujudkan kedaulatan
pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan, Pemerintah
menetapkan cadangan pangan nasional.
Cadangan pangan merupakan salah satu komponen yang
menentukan ketersediaan pangan selain komponen produksi, penyiapan,
distribusi, pemasaran, dan kondisi ekonomi. Cadangan pangan nasional
terdiri atas cadangan pangan pemerintah, cadangan pangan pemerintah
daerah dan cadangan pangan masyarakat. Pasal 24 menyatakan bahwa
pengembangan cadangan pangan nasional dimaksudkan untuk
mengantisipasi kekurangan ketersediaan pangan, kelebihan ketersediaan
pangan, gejolak harga pangan dana atau keadaan darurat.
Cadangan pangan pemerintah adalah cadangan pangan bersifat
pokok di tingkat nasional yaitu persediaan pangan pokok tertentu, misalnya
beras, sedangkan di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok
masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan pemerintah pusat
dituangkan dalam bentuk cadangan Beras Pemerintah, yang dananya
bersumber dari APBN, serta dijadikan sebagai stok beras nasional.
Pengelolaan Cadangan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Perum Bulog dan
dimanfaatkan untuk bantuan darurat akibat bencana serta mengatasi
gejolak harga beras. Sedangkan tugas masyarakat adalah
menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh
pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Pentingnya pengembangan cadangan pangan disebabkan
beberapa hal sebagai berikut: (a) masih banyak penduduk miskin dan
rawan pangan, berdasarkan hasil Susenas 2017 jumlah penduduk miskin
di Indonesia tahun 2017 mencapai 10,2 persen atau 26,58 juta jiwa dan
penduduk rawan pangan yang Angka Kecukupan Gizi (AKG) dibawah 70
persen sebesar 9,84 persen; (b) situasi iklim Indonesia saat ini tidak
menentu dan kurang bersahabat yang telah menyebabkan bencana
(longsor, banjir, kekeringan), sehingga menuntut manajemen cadangan
pangan yang efektif dan efisien agar dapat mengatasi kerawanan pangan;
(c) masa panen dan tidak panen yang mencolok mengharuskan adanya
cadangan pangan, untuk mengatasi distribusi pangan antar waktu; (d)
cadangan pangan dapat dijadikan instrument untuk stabilisasi harga
khususnya untuk mengatasi pola pangan musiman, serta mengantisipasi
goncangan dari pasar internasional; dan (e) banyaknya kejadian darurat
sehingga memerlukan adanya cadangan pangan untuk penanganan pasca
bencana., penanganan rawan pangan, dan bantuan pangan wilayah.
Laporan akhir tahun ini akan dirangkum seluruh rangkaian kegiatan
yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan Desember
2018.
1.2 Tujuan
Tujuan pembinaan dan monitoring cadangan pangan pemerintah dan
masyarakat diarahkan untuk melaksanaan pemantauan/ pengumpulan
Data Cadangan Pangan Pemerintah dan Masyarakat adalah untuk
melaporkan seluruh rangkaian kegiatan pengembangan cadangan pangan
baik pemerintah maupun masyarakat yang telah dilaksanakan selama 1
(satu) tahun periode bulan Januari sampai dengan bulan Desember yang
terdiri dari:
a. Penyusunan penghitungan jumlah cadangan beras pemerintah
b. Penyusunan penetapan jumlah cadangan beras pemerintah daerah
c. Penyusunan pengelolaan cadangan beras pemerintah
d. Penyusunan panduan pengembangan lumbung pangan masyarakat
e. Penyusunan konsep perhitungan CBM
f. Rekapitulasi identifikasi lumbung pangan masyarakat
g. Penyusunan konsep kegiatan lumbung pangan masyarakat yang
difasilitasi DAK
h. Koordinasi perencanaan DAK di ICC Bogor
i. Penyusunan pedoman teknis kegiatan pengembangan lumbung pangan
masyarakat tahun 2019
j. Perkembangan cadangan beras pemerintah pusat dan daerah
k. Dukungan terhadap kegiatan prioritas nasional
l. Partisipasi sebagai National Focal Point Asean Plus Three Emergency
Rice Reserve (APTERR)
BAB II
METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam laporan ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer berasal dari data terkini yang diambil di lapangan
langsung di beberapa kabupaten/kota di beberapa provinsi. Data sekunder
meliputi data stok cadangan beras pemerintah daerah, data produksi, ekspor,
dan impor beras, serta jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk. Data
bersumber dari instansi/dinas yang menangani ketahanan pangan di 34 provinsi,
Badan Urusan Logistik (BULOG), PIBC, Food Station, Badan Pusat Statistik,
Badan Ketahanan Pangan, Pusat Data dan Informasi Pertanian serta lembaga
pemerintah terkait lainnya.
2. Lokasi
Pelaksanaan kegiatan pembinaan dan monitoring cadangan pangan
pemerintah dan masyarakat di laksanakan di beberapa kabupaten/kota pada
beberapa provinsi di Indonesia.
3. Metode Pelaksanaan
Secara umum kegiatan pembinaan dan monitoring cadangan pangan
pemerintah dan masyarakat dilaksanakan mulai bulan Januari sampai
Desember 2018. Tahapan kegiatan mencakup study pustaka, pengumpulan
data, pengolahan dan anaisis data, FGD (Focuss Group Discussion), rapat
koordinasi, perjalanan dinas ke lapangan dan penyusunan laporan.
.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Penyusunan Perhitungan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah Tahun
2018
Kegiatan FGD Perhitungan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah
tahun 2018 telah dilaksanakan pada tanggal : 29 Maret 2018 di Ruang Rinjani,
Hotel The Mirah, Jl. Pangrango No.9A, Bogor, 16151. Peserta Perhitungan
Jumlah Cadangan Beras Pemerintah tahun 2018 sebanyak 50 orang terdiri
dari Kepala Badan Ketahanan Pangan, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan,
Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Kepala Pusat Distribusi
dan Cadangan Pangan, perwakilan dari pejabat Eselon 3 dan 4 lingkup Pusat
DCP Badan Ketahanan Pangan Pusat, serta Pejabat Fungsional Analis
Ketahanan Pangan Madya.
Kegiatan FGD Perhitungan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah tahun
2018 dibuka oleh Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan. Dalam
sambutannya dikatakan bahwa tujuan dari FGD ini adalah untuk
mengindentifikasi penggunaan cadangan beras pemerintah yang tepat sasaran
serta disposal stok cadangan beras yang lebih terarah.
Sesuai dengan amanat UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, dalam
Pasal 23 – 33 yang menjelaskan tentang Cadangan Pangan Nasional, maka
Cadangan Pangan Nasional terbagi di tiga titik, yaitu Cadangan Pangan
Masyarakat (CPM/CBM), Cadangan Pangan Pemerintah (CPP/CBP) serta
Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD/CBPD). Sementara
Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah dipergunakan untuk menjaga
stabilitas harga beras, penanggulangan keadaan darurat, bencana dan rawan
pangan, pemenuhan kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN serta
kerjasama internasional bantuan sosial.
Perhitungan CBP Tahun 2018, untuk memenuhi pengadaan CBP 1,2
Juta Ton, maka dibutuhkan anggaran Rp. 8,78 T. Perhitungan ini mengalami
kenaikan sekitar 439% dari alokasi 2017 sekitar Rp 2T untuk pengadaan CBP
286,66 ribu Ton (asumsi harga Rp 7.300/kg). Usulan Kementerian Pertanian,
target serap beras BULOG tahun 2018 untuk memperkuat Cadangan Beras
Pemerintah. Adapun dari target 3,7 juta ton serap beras BULOG, 1 juta ton
untuk Rastra, 1,2 juta ton untuk Cadangan Beras Pemerintah dan 1,5 juta ton
untuk komersial.
Pengadaan CBP sejak 2011-2017 berkisar 155-286 ribu ton per tahun
sehingga stok beras pemerintah (PSO, CBP, dan Komersial BULOG) di akhir
tahun rendah, bahkan di bawah 1 juta ton. Pada 2013-2014 tidak ada alokasi
pengadaan tahun CBP sehingga perlu mekanisme revolving penggunaan
dana CBP agar volume berlipat. Adapun penggunaan CBP pada tahun 2017
sendiri untuk Operasi Pasar sebesar 14,9 juta ton, untuk bencana sebesar 8,6
juta ton dan untuk bantuan Internasional sebesar 5 juta ton.
Perkiraan stok CBP di akhir tahun 2018, berdasarkan data penggunaan
CBP selama 5 tahun terakhir rata-rata pengunaan Cadangan Beras
Pemerintah per tahun sebesar 250.000 ton – 380.000 ton beras. Jika
cadangan beras pemerintah sebesar 1,2 juta ton maka stok CBP sampai akhir
tahun 2018 sebesar 820.000 - 950.000 ton beras.
Sekretaris Badan menyampaikan hasil Rakornis CBP di menko
Perekonomian tanggal 23 Maret 2018 mengenai ada 2 (dua) skenario
pengelolaan stok CBP oleh BULOG, yaitu:
a. 1.2 juta ton sekali dalam setahun (posisi akhir tahun habis)
b. 1.2 juta ton ada setiap saat (setiap bulan tersedia)
Stok CBP disepakati sebesar 1.2 juta ton harus tersedia setiap saat dan
akan dibahas dalam rakortas tingkat Menteri. Untuk mendukung stok CBP 1,2
juta ton setiap saat diperlukan regulasi baru dari masing2 K/L, diantaranya
revisi Permenko Perekonomian, Permendag, Permensos dan Permenkeu.
Semua regulasi diharapkan dapat diselesaikan sebelum HBKN Puasa dan
Lebaran 2018. KPA CBP diusulkan tetap di Kemenkeu.
Deputi Bappenas mengkaji bahwa dengan harga beras saat ini sebesar
Rp. 11.000,- maka agar dapat diturunkan Rp. 9.000,- maka Perum BULOG
harus memiliki ketersediaan stok beras sebesar 2.7 juta ton per tahun.
BULOG menyatakan kesediaannya terhadap pola baru, dengan syarat:
• Dari K/L perlu ada regulasi baru, dengan istilah OP sepanjang tahun atau
OP khusus.
• Asumsi setiap bulan disalurkan 100 ribu ton, maka akan dilakukan tagihan
bulanan BULOG ke kemenkeu, seperti halnya mekanisme bansos rastra.
• Perlu ada outlet pada golongan anggaran tertentu yg dilayani oleh BULOG.
• Perlu adanya kebijakan terhadap pengelolaan stok yang turun
kualitas/mutu.
• Kontinuitas stok: ketersediaan 1.2 juta ton dapat dilakukan selama terdapat
harga gabah beras sesuai HPP (plus fleksibilitas).
2. Penyusunan Penetapan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah Daerah.
(Permentan Nomor 11 Tahun 2018)
Kegiatan Penyusunan Penetapan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah
Daerah dilakukan melalui FGD Kebijakan Cadangan Pangan Pemerintah
Daerah dan telah dilaksanakan pada tanggal : 24 Februari 2018 di Ruang
Megamendung, Hotel The Mirah, Jl. Pangrango No.9A, Bogor. Peserta FGD
Kebijakan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah sebanyak 30 orang terdiri
dari Kepala Badan Ketahanan Pangan, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan,
Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Kepala Pusat Distribusi
dan Cadangan Pangan, perwakilan Biro Hukum Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat dan
Kabupaten Bogor, perwakilan dari pejabat Eselon 3 dan 4 lingkup Badan
Ketahanan Pangan Pusat, serta Pejabat Fungsional Analis Ketahanan
Pangan Madya.
Kebijakan tentang Pangan telah diatur dalam Undang-Undang No. 18
tahun 2012. Pasal 23 menyebutkan bahwa untuk mewujudkan kedaulatan
pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan, pemerintah
menetapkan cadangan pangan nasional. Pasal 24 disebutkan bahwa
pengembangan cadangan pangan nasional dimaksudkan untuk
mengantisipasi kekurangan ketersediaan pangan, kelebihan ketersediaan
pangan, gejolak harga pangan dan atau keadaan darurat.
Pasal 29 menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa menetapkan jenis dan jumlah
cadangan pangan tertentu sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat
setempat. Pasal 32 menyebutkan bahwa pemerintah menugasi kelembagaan
Pemerintah yang bergerak di bidang pangan untuk mengelola Cadangan
Pangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Sedangkan terkait pembagian urusan pemerintahan bidang pangan telah
diatur pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengelolaan
cadangan pangan provinsi dan pengelolaan cadangan pangan
kabupaten/kota.
Peraturan Menteri Pertanian No. 65 Tahun 2010 mengatur tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Adapun SPM cadangan pangan pemerintah provinsi yaitu
tersedianya minimal 200 ton ekuivalen beras, sedangkan kabupaten/Kota
minimal 100 ton ekuivalen beras. Selain itu perlu adanya lembaga CPP pada
pada setiap provinsi dan kabupaten/kota. Permentan ini perlu rujukan terkini
mengingat dengan ditetapkannya UU Nomor 23 Tahun 2014, SPM ini tidak
berlaku dan harus disusun NSPK (Norma, Standar Prosedur dan Kriteria).
NSPK yang disusun berupa konsep Permentan tentang cara penetapan
jumlah cadangan beras pemerintah daerah yang dapat menjadi
acuan/referensi perhitungan bagi daerah dalam rangka pengajuan APBD
Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk pengalokasian cadangan pangan provinsi
dan kabupaten/kota serta menjadi dasar bagi daerah untuk menyusun
peraturan daerah. Adapun konsep Permentan terdiri dari 7 pasal yang
mengatur tentang cara penetapan cadangan beras pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota, beserta lampirannya yang berisi tentang rumus perhitungan
penetapan jumlah cadangan beras pemerintah daerah dan keterangan serta
asumsi perhitungan cadangan beras pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah bertujuan untuk
meningkatkan penyediaan beras bagi masyarakat miskin dan atau rawan
pangan yang terkena rawan pangan transien untuk menjamin pasokan
pangan yang stabil antar waktu dan antar daerah; memenuhi kebutuhan beras
bagi rumah tangga miskin dan atau rawan pangan yang mengalami keadaan
darurat dan kerawanan pangan pasca bencana serta untuk meningkatkan
akses pangan khususnya beras bagi rumah tangga miskin dan atau rawan
pangan akibat gejolak harga.
Strategi pengembangan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yaitu
dengan membagi peran antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota serta melakukan desentralisasi dalam mekanisme
pengelolaan cadangan pangan. Sedangkan strategi cadangan beras
pemerintah daerah diantaranya: cadangan pangan berupa beras; pengadaan
cadangan dilakukan pada musim panen, sedangkan penyalurannya dapat
ditujukan untuk stabilisasi harga maupun bantuan pangan pada masyarakat
rawan pangan; kegiatan pengembangan cadangan pangan dibawah
koordinasi Dinas Ketahanan Pangan provinsi/kab/kota dan sebagai payung
hukum perlu disusun Peraturan Daerah.
Persiapan pelaksanaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi,
ditetapkan pada UU No. 18 Tahun 2012 Pasal 29 Ayat 1, tentang penetapan
jenis dan jumlah cadangan pangan provinsi, penyusunan Peraturan Daerah
serta pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.
Mekanisme pengadaan bersumber dari APBD Provinsi berdasarkan Perpres
Nomor 54 Tahun 2010 Junto Perpres Nomor 70 tahun 2012 tentang
pengadaan barang dan jasa, yaitu mengutamakan pembelian pangan pokok
produksi dalam negeri terutama pada saat panen raya (UU No 18 Tahun 2012
Pasal 29, ayat (2), kualitas beras medium, harga satuan yang dikenakan
dalam penyediaan cadangan beras disesuaikan dengan HPP.
Persiapan pelaksanaan Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota
ditetapkan pada UU No. 18 Tahun 2012 Pasal 29 Ayat 1, tentang penetapan
jenis dan jumlah cadangan pangan Kabupaten/Kota, penyusunan Peraturan
Daerah serta pengalokasian anggaran pendapatan dan belanja daerah
Kabupaten/Kota. Mekanisme pengadaan bersumber dari APBD
Kabupaten/Kota berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Junto Perpres
Nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa, yaitu Pengadaan
CPP kabupaten/kota bersumber dari produksi dalam negeri (UU No.18 Tahun
2012, Pasal 29, ayat (2), kualitas beras medium, Harga Perkiraan Sendiri
(HPS) dapat mengacu kepada harga Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Adapun anggota tim pelaksana CPP Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah :
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Sosial, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Pengawasan
Pembangunan Daerah (Bawasda), Dinas Perdagangan, Bulog, Dinas lingkup
pertanian serta instansi terkait yang relevan.
Persiapan pelaksanaan Cadangan Pangan Pemerintah Desa ditetapkan
pada UU No. 18 Tahun 2012 Pasal 29 Ayat 1, tentang penetapan jenis dan
jumlah cadangan pangan desa, penyusunan Peraturan Desa serta
pengalokasian dana desa. Undang-Undang ini berelevansi dengan
Permendagri Nomor 30 Tahun 2008 tentang Cadangan Pangan Pemerintah
Desa.
Pemantauan pengelolaan cadangan beras pemerintah mencakup
pengadaaan dan penyimpanan cadangan pangan pemerintah,
pendistribusian cadangan pangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
kepada masyarakat penerima serta permasalahan yang dihadapi dan upaya
penyelesaiannya oleh provinsi dan kabupaten/kota. Sementara pelaporan
dilakukan setiap semester mencakup: kemajuan pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan indikator yang ditetapkan, permasalahan yang dihadapi dan
penyelesaiannya, perkembangan dan penguatan cadangan pangan
pemerintah provinsi. Pelaporan pelaksanaan oleh kabupaten/kota dan
provinsi diharapkan ditembuskan kepada Badan Ketahanan Pangan.
Panduan Pengelolaan CPP ini dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan
kegiatan pengembangan cadangan pangan pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota.
Dalam rangka penetapan jumlah cadangan beras pemerintah daerah,
diperlukan metode penghitungan jumlah cadangan beras pemerintah daerah.
Sehubungan dengan itu, perlu adanya acuan bagi Pemerintah Daerah dalam
cara penetapan jumlah cadangan beras pemerintah daerah.
Pelaksanaan rapat pembahasan konsep Permentan dengan melibatkan
subbag hukum BKP dan Biro Hukum Kementan untuk penyelarasan lebih
lanjut sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Rapat ini merupakan rapat tindak lanjut FGD Cadangan Beras
Pemerintah Daerah yang diselenggarakan pada tanggal 20 Februari 2018 di
Hotel Pajajaran Suites, Bogor.
Hasil Pertemuan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Sebagai acuan bagi pemerintah daerah, baik provinsi dan kab/kota
diperlukan Peraturan Menteri Pertanian mengenai cara penetapan jumlah
cadangan beras pemerintah daerah. Peraturan tersebut diusulkan untuk
ditandatangani oleh Menteri Pertanian selaku Ketua Harian Dewan
Ketahanan Pangan.
2. Acuan ini akan digunakan sebagai referensi dalam penetapan besaran
cadangan beras pemerintah daerah untuk selanjutnya dicantumkan dalam
peraturan daerah tentang penyelenggaraan cadangan pangan daerah.
3. Konsep rancangan Permentan secara umum:
a. Terdiri dari 7 pasal yang mengatur tentang cara penetapan jumlah
cadangan beras pemerintah daerah.
b. Lampiran terdiri dari: rumus penghitungan penetapan jumlah cadangan
beras pemerintah daerah lengkap dengan keterangan dan asumsi
perhitungan Cadangan Beras Pemerintah Provinsi (CBPP) dan
Cadangan Beras Pemerintah Kabupaten (CBPK).
4. Cara perhitungan penetapan jumlah cadangan beras pemerintah daerah
adalah sebagai berikut :
a. Cadangan Beras Total Provinsi “X” =
0,5% x jumlah penduduk provinsi x konsumsi beras per kapita per
tahun di propinsi)/1000
b. Cadangan Beras Pemerintah Provinsi (CBPP) =
20% x Cadangan Beras Total Provinsi “X”
c. Cadangan Beras Pemerintah Kab/Kota “Y” (CBPK) =
80% x Cadangan Beras Total Provinsi “X” x Rasio jumlah penduduk
kab/kota “Y” terhadap jumlah penduduk Provinsi “X”
5. Keterangan dan Asumsi Perhitungan CBPP dan CBPK adalah
a. Cadangan Beras Nasional sebesar 20% (AFSIS) dari total kebutuhan
beras nasional. Cadangan tersebut terbagi atas 11,5% di masyarakat,
8% di kuasai oleh pemerintah pusat dan 0,5% di pemerintah daerah.
b. Pemerintah Daerah memiliki kontribusi dalam penyediaan cadangan
pangan nasional sebesar 0,5%. Angka tersebut menjadi proporsi utama
dalam perhitungan CBPP.
c. Cadangan Beras Total Provinsi “X” adalah Cadangan Beras
Pemerintah Provinsi ditambah dengan Cadangan Beras Pemerintah
Kab/Kota di Provinsi “X”
d. Cadangan Beras Pemerintah Provinsi “X” diasumsikan memiliki
proporsi 20% dari total Cadangan Beras Total Provinsi “X”.
e. Cadangan Beras Pemerintah Kab/Kota “Y” diasumsikan memiliki
proporsi 80% dari Cadangan Beras Total Provinsi “X” yang dikalikan
dengan proporsi jumlah penduduk kab/kota “Y” terhadap jumlah
penduduk provinsi “X”.
(Permentan terlampir)
3. Penyusunan Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (Permentan
Nomor 38 Tahun 2018)
Pertemuan Penyusunan Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah
dilakukan melalui FGD yang dipimpin oleh Kepala Pusat Distibusi dan
Cadangan Pangan – Badan Ketahanan Pangan. Rapat dihadiri oleh Kepala
Badan Ketahanan Pangan, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan, Kepala
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Perwakilan dari Biro Hukum,
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, PSE-KP Kementerian Pertanian,
BB Padi, BB Pasca Panen, Lab Mutu Beras dan Pasca Panen Serealia-
Balitbangtan, Kepala Subbagian Hukum Bagian Umum lingkup Badan
Ketahanan Pangan dan pejabat eselon III dan IV lingkup BKP Kementan.
Berdasarkan Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan
Kepada Perusahaan Umum (Perum) BULOG Dalam Rangka Ketahanan
Pangan Nasional, Pemerintah menugaskan Perum BULOG dalam menjaga
ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen
dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai. Perum
BULOG dalam melaksanakan penugasan Pemerintah melakukan: a.
pengamanan harga pangan ditingkat produsen dan konsumen; b.
pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah; c. penyediaan dan
pendistribusian pangan; d. pelaksanaan impor pangan dalam rangka
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e.
pengembangan industri berbasis pangan; dan f. pengembangan
pergudangan pangan.
Perum BULOG dalam menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi
harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan
pokok beras, melakukan: a. pengamanan harga beras ditingkat produsen dan
konsumen; b. pengelolaan cadangan beras Pemerintah; c. penyediaan dan
pendistribusian beras kepada golongan masyarakat tertentu; d. pelaksanaan
impor beras dalam rangka pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; e. pengembangan industri berbasis beras, termasuk produksi
padi/gabah, pengolahan gabah dan beras; dan f. pengembangan
pergudangan beras.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Ketahanan Pangan dan Gizi, Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016
tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) BULOG Dalam
Rangka Ketahanan Pangan Nasional, Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Cadangan
Beras Pemerintah Untuk Bantuan Sosial, Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 04/M-DAG/PER/1/2012 tentang Penggunaan Cadangan Beras
Pemerintah Untuk Stabilisasi Harga, tujuan penyaluran Cadangan Beras
Pemerintah yaitu untuk stabilisasi harga pangan, kekurangan pangan,
bencana alam, bencana sosial, keadaan darurat, bantuan pangan luar negeri,
kerja sama internasional, dan keperluan lainnya yang ditetapkan Pemerintah.
Apabila dalam jangka waktu tertentu cadangan beras pemerintah yang
tersedia di Perum BULOG tidak dapat tersalurkan sesuai peruntukannya,
maka untuk menjaga kualitas cadangan beras pemerintah tersebut perlu
dilakukan upaya pelepasan cadangan beras pemerintah.
Beras yang masuk ke Perum BULOG memiliki standar sesuai Instruksi
Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras
dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah. Untuk tetap mempertahankan
kualitas mutu beras tersebut diperlukan penentuan batas waktu simpan.
Penyimpanan merupakan tahap yang menentukan dalam menjamin
ketersediaan beras berkualitas. Selama penyimpanan, beras mengalami
penyusutan kualitas dan kuantitas yang disebabkan oleh perubahan fisik,
kimia, dan biologis.
Penyimpanan beras pada umumnya memiliki masa simpan yang
dipengaruhi beberapa aspek yaitu mutu fisik awal beras, kemasan, kondisi
gudang penyimpanan, dan manajemen penyimpanan. Hasil kajian terhadap
waktu penyimpanan beras dan hama gudang menunjukkan bahwa pada
umur simpan 2 (dua) bulan, ada gejala munculnya hama gudang tetapi masih
dapat dikendalikan.
Mutu beras yang meliputi mutu fisik berdasarkan Permentan No. 31
tahun 2017 dan nutrisi beras (protein, lemak, karbohidrat, kadar serat,
mineral) tidak terjadi perubahan mutu yang nyata sampai dengan bulan
keempat penyimpanan, sedangkan mutu tanak atau tingkat kepulenan nasi
mulai terjadi penurunan mutu setelah bulan keempat penyimpanan. Untuk itu,
pelepasan cadangan beras pemerintah (CBP) direkomendasikan dilakukan
setidaknya pada beras yang telah memasuki umur simpan 4 (empat) bulan.
Pelepasan cadangan beras pemerintah dengan tetap memperhatikan
pengisian kembali cadangan beras pemerintah. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kuantitas jumlah cadangan beras pemerintah. Mengingat bahwa
pengelolaan cadangan beras pemerintah tidak hanya menyangkut
kewenangan yang ada di Kementerian Pertanian, namun juga mencakup
kementerian/lembaga terkait sektor keuangan, perdagangan, dan social,
serta di bawah payung koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
untuk itu diatur pula mengenai mekanisme pelepasan cadangan beras
pemerintah.
Berdasarkan hasil pertemuan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Peraturan Menteri ini ditujukan bagi Pemerintah Pusat sebagai dasar
pengelolaan cadangan beras pemerintah.
2. Konsep rancangan Permentan secara umum:
a. Terdiri dari 6 bab meliputi : ketentuan umum, pelepasan, tata cara
pelepasan, monitoring, evaluasi dan pelaporan, pembiayaan dan
ketentuan penutup.
b. Terdiri dari 16 pasal yang mengatur tentang pengelolaan cadangan
beras pemerintah.
3. Konsep permentan pengelolaan cadangan Beras Pemerintah sudah
tertuang dalam Permentan Nomer 38/Permentan/KN.130/8/2018 tanggal
28 Agustus 2018. (Permentan terlampir).
4. Penyusunan Panduan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
Tahun 2018.
Komitmen pemerintah untuk membangun sistem ketahanan pangan
melalui penguatan kelembagaan lumbung pangan masyarakat terus
dilakukan. Secara berjenjang baik ditingkat pusat hingga daerah, saling
bekerjasama dan mendukung untuk menumbuhkembangkan kembali
sebentuk kearifan lokal yang telah memberikan bukti dalam mengatasi
persoalan kekurangan pangan ditingkat desa atau masyarakat. Lumbung
pangan masyarakat menjadi institusi lokal yang aktif berperan didalam
memberikan solusi untuk jangka pendek untuk kondisi-kondisi tertentu,
misalkan pada masa musim paceklik. Dengan didukung aksesibilitas yang
mudah, keberadaan lumbung pangan benar-benar dapat dirasakan
manfaatnya untuk masyarakat terutama ditingkat perdesaan.
Pemerintah, dalam kuruan waktu 10 tahun terakhir, telah
mengimplementasikan kegiatan lumbung pangan ini sebagai bagian dari
langkah strategis yang dapat dihandalkan. Tentunya dengan memperbaiki
beberapa unsur atau aspek didalamnya misal terkait dengan pengelolaan. Di
tahun 2019 ini, melalui Dana Bantuan Pemerintah (Banper), pemerintah
kembali memberikan bantuan kegiatan sebesar 60 juta kepada 443 kelompok
lumbung pangan masyarakat. Dengan dana tersebut diharapkan keberadaan
lumbung pangan dapat kembali berperan aktif dalam membantu
menyelesaikan persoalan pangan dimasyarakat. Disamping itu pada saat
yang bersamaan mampu menumbuhkan atau memberikan dampak
kesejahteraan bagi anggota.
Sehubungan dengan adanya kegiatan tersebut, dalam memberikan
panduan yang jelas dan terarah bagi pemerintah daerah, Kementerian
Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan membuat panduan teknis
sebagai acuan dalam melaksanaan kegiatan lumbung pangan. Pembahasan
dan penyusunan panduan tersebut melibatkan unsur pimpinan dan staff
bidang cadangan pangan. Adapun kerangka outline dari buku panduan ini
sudah diberikan secara baku seragam untuk semua kegiatan yang
menggunakan bantuan pemerintah yaitu meliputi: Bab 1 Pendahuluan, Bab 2
Kerangka Pikir, Bab 3 Pelaksanaan, Bab 4 Organisasi dan Tata Kerja, Bab 5
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, dan Bab 6 Penutup.
Bab Pendahuluan, pembahasan difokuskan pada penetapan tujuan,
sasaran, indicator keberhasilan dan pengertian. Adapun terkait tujuan dapat
dipaparkan: 1) meningkatkan volume cadangan pangan kelompok untuk
menjamin akses dan kecukupan pangan bagi anggotanya; dan 2)
meningkatkan modal kelompok melalui pengembangan usaha ekonomi
produktif kelompok di bidang pangan. Kegiatan ini menyasar 443 kelompok
penerima manfaat yang berada di 25 provinsi.
Kemudian pada Bab Kerangka Pikir, terkait dengan pelaksanaan
kegiatan LPM di tahun 2019 mendatang, ada beberapa hal penekanan yang
dapat dikatakan cukup berda. Melihat pelaksanaan Pengembangan lumbung
pangan masyarakat pada tahun-tahun sebelumnya, bahwa orientasi dari
kegiatan ini adalah untuk menyediaakan kebutuhan pangan pada pada
daerah rawan pangan. Namun demikian, pengelolaan cadangan pangan
untuk kegiatan pengembangan LPM Tahun 2019, utamanya akan dilakukan di
wilayah sentra produksi padi, akan tetapi beberapa diantaranya masih berada
di wilayah rawan pangan. Kedepannya, pengembangan LPM akan difokuskan
pada wilayah sentra produksi pangan. Hal ini untuk memaksimalkan
kontinuitas pengelolaan cadangan pangan kelompok, dalam hal ini berupa
perputaran cadangan pangan yang dikelola oleh kelompok dan
pengembangan usaha ekonomi produktif kelompok.
Lumbung Pangan Masyarakat yang menjadi penerima manfaat
fasilitasi Bantuan Pemerintah TA 2019 diprioritaskan kepada kelompok LPM
yang memasuki Tahap Pengembangan pada tahun 2019. Penerima manfaat
ini merupakan lumbung yang dibangun melalui alokasi DAK Fisik Bidang
Pertanian Tahun 2016 atau DAK tahun sebelumnya yang belum pernah
mendapatkan pengisian cadangan pangan melalui alokasi APBN mencakup
443 LPM yang tersebar di 25 provinsi, 135 kabupaten/kota. Berdasarkan
pemetaan dengan menggunakan kriteria wilayah sentra produksi padi dan
kategori Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Nasional tahun 2018
maka sebaran LPM tersebut mencakup 429 LPM berada di 127 kabupaten
tahan pangan dan 14 LPM berada di 8 kabupaten rawan pangan atau 303
LPM berada di 80 kabupaten sentra produksi padi dan 140 LPM berada di 55
kabupaten non sentra produksi padi (Tabel 1).
Tabel 1. Sebaran Lokasi Pembangunan LPM melalui DAK Fisik Bidang Pertanian Tahun 2016 berdasarkan kategori Sentra Produksi Padi dan kategori FSVA 2018
NO PROPINSI
Kategori Sentra Produksi Padi
Kategori FSVA 2018
Sentra Padi
Non Sentra Padi
Tahan Pangan
Rawan Pangan
Ʃ Kab
Ʃ LPM
Ʃ Kab
Ʃ LPM Ʃ Kab Ʃ LPM
Ʃ Kab
Ʃ LPM
1 Aceh 3 8 2 4 5 12 - -
2 Sumatera Barat 3 7 3 5 6 12 - -
3 Jambi 1 2 1 2 2 4 - -
4 Sumatera Selatan
6 19 - - 6 19 - -
5 Bengkulu - - 4 7 4 7 - -
6 Lampung 5 17 1 2 6 19 - -
7 Bangka Belitung - - 2 2 1 1 1 1
NO PROPINSI
Kategori Sentra Produksi Padi
Kategori FSVA 2018
Sentra Padi
Non Sentra Padi
Tahan Pangan
Rawan Pangan
Ʃ Kab
Ʃ LPM
Ʃ Kab
Ʃ LPM Ʃ Kab Ʃ LPM
Ʃ Kab
Ʃ LPM
8 Banten 1 7 1 6 2 13 - -
9 Jawa Barat 9 36 - - 9 36 - -
10 Jawa Tengah 17 58 - - 17 58 - -
11 DI Yogyakarta 1 3 - - 1 3 - -
12 Jawa Timur 12 54 1 1 13 55 - -
13 Kalimantan Tengah
- - 2 5 2 5 - -
14 Kalimantan Selatan
4 8 - - 4 8 - -
15 Kalimantan Timur
- - 2 4 2 4 - -
16 Sulawesi Utara - - 10 22 10 22 - -
17 Sulawesi Tengah 3 18 5 16 7 31 1 3
18 Sulawesi Selatan 6 26 3 7 9 33 - -
19 Sulawesi Tenggara
1 11 2 2 3 13 - -
20 Gorontalo - - 4 6 4 6 - -
21 Bali 1 3 1 1 2 4 - -
22 NTB 5 23 - - 5 23 - -
23 NTT 1 2 5 37 5 37 1 2
24 Maluku - - 1 3 1 3 - -
25 Papua 1 1 5 8 1 1 5 8
TTOTAL 80 303 55 140 127 429 8 14
135 Kab, 443 LPM 135 Kab, 443 LPM
Adapun konsep pelaksanaan kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat tahun 2019 dengan menggunakan dana bantuan pemerintah
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Skenario Pemanfaatan Banper LPM Tahun 2019
Dalam tataran implementasi ada beberapa hal yang penting untuk
diketahu: Pertama, apabila kelompok LPM berada di kabupaten sentra
produksi padi, maka pemanfaatan dana Banper sebesar Rp 60.000.000,-
diutamakan untuk pembelian gabah dan/atau beras. Komoditas tersebut
selanjutnya dikelola sebagai cadangan pangan kelompok dan untuk
pengelolaan usaha ekonomi produktif kelompok. Kelompok LPM melakukan
pengelolaan cadangan pangan kelompok dengan menjaga jumlah cadangan
pangan yang tersedia di gudang LPM sebesar 40% dari total cadangan
pangan yang dikelola kelompok. Cadangan pangan kelompok tersebut
dilakukan perputaran secara berkala untuk menjamin kualitas stok pangan
yang disimpan. pangan diutamakan pada saat panen raya untuk menjaga
stabilitas harga di tingkat petani.Selanjutnya, kelompok melakukan kegiatan
usaha ekonomi produktif kelompok berupa pembelian-penjualan, tunda jual,
dan/atau usaha ekonomi produktif lainnya di bidang pangan. Melalui usaha
tersebut diharapkan dapat meningkatkan modal usaha kelompok. Kedua:
Apabila kelompok LPM berada di wilayah non-sentra produksi padi dan/atau
rawan pangan, maka pemanfaatan dana Banper sebesar Rp.60.000.000,-
(enam puluh juta rupiah), dapat dimanfaatkan untuk pembelian gabah
dan/atau beras dan/atau pangan pokok lainnya (jagung, sagu, dll) yang
tersedia di wilayah tersebut. Adapun untuk pengelolaan cadangan pangan
kelompok dan pengembangan usaha ekonomi produktif kelompok memiliki
mekanisme yang sama seperti halnya di wilayah sentra produksi padi.
Selanjutnya pada bab pelaksanaan, diatur didalamnya terkait dengan
pelaksanaan kegiatan dan pengeloaan bantuan pemerintah. Masuk pada bab
organisasi dan tata kerja, didalamnya ada pengaturan tentang peran tiap-tiap
instansi dari tingkat pusat hingga kelompok penerima manfaat. Kemudian satu
bab lagi yang tidak kalah penting yakni penjelasan tentang monitoring,
evaluasi dan pelaporan. Dalam hal pelaporan ada mekanisme berjenjang yang
harus dilakukan untuk menyampaikan perkembangan atau capaian dari
penggunaan dana bantuan pemerintah.
5. Penyusunan Konsep Perhitungan Cadangan Beras Masyarakat (CBM)
Kegiatan Penyusunan Konsep Perhitungan Cadangan Beras
Masyarakat (CBM) dilakukan melalui FGD Perhitungan Cadangan Beras
Masyaraka yang telah dilaksanakan pada tanggal : 9 – 10 Maret 2018 di
Ruang Rancake III, Hotel Pajajaran Suites, Jl. Pajajaran No 17, Bogor.
Peserta FGD sebanyak 30 orang terdiri dari Kepala Badan Ketahanan
Pangan, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan, Kepala Pusat Ketersediaan
dan Kerawanan Pangan, Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan,
pejabat Fungsional Madya Analis Ketahanan Pangan, Kepala Bidang Harga,
Pusat DCP, Kepala Bidang Akses, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan
Pangan, Perwakilan Perpadi, perwakilan pejabat Eselon III lingkup Badan
Ketahanan Pangan.
FGD Perhitungan Cadangan Beras Masyarakat dibuka oleh Kepala
Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan. Dalam sambutannya dikatakan
bahwa tujuan dari FGD adalah Menyusun estimasi/pendugaan jumlah
cadangan beras masyarakat.
Adapun paparan yang disampaikan Kepala Pusat Distribusi dan
Cadangan Pangan adalah mengenai beras yang merupakan komoditas
penting bagi masyarakat Indonesia. Perhitungan Cadangan Beras
Masyarakat dilakukan melalui beberapa kajian, kerjasama antara Badan
Ketahanan Pangan (BKP) dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Tahun 2004
kajian yang dilakukan adalah terkait Pedoman Perhitungan Cadangan Beras
Masyarakat. Tahun 2011 kajiannya terkait Konsumsi dan Cadangan Beras
Nasional. Tahun 2013 kajian terkait Pedoman Pencacah Survei Kajian
Perhitungan Cadangan Pangan Masyarakat. Kajian terakhir tahun 2015 terkait
Survei Kajian Beras. Empat kajian tersebut dilaksanakan di beberapa titik yaitu
Rumah Tangga Petani (Produsen), Rumah Tangga Konsumen, Penggilingan,
Pedagang dan Horeka. Hasil kajian yang dilaksanakan oleh BKP dan BPS
tahun 2004-2015 dapat dimanfaatkan untuk dilakukan perhitungan dalam
menduga cadangan beras yang ada di masyarakat saat ini secara periodik.
Tindak lanjut dari upaya pendugaan metodologi perhitungan cadangan beras
masyarakat diharapkan dapat digunakan untuk menduga di beberapa titik,
yaitu petani/produsen, konsumen, penggilingan, pedagang besar, pedagang
eceran, horeka dan industri.
Bapak Hermanto, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura dan
Perkebunan, BPS memaparkan tentang Metode Perhitungan Cadangan
Beras Masyarakat. Menurut kelompok pengeluaran, pengeluaran rumah
tangga terkait bahan makanan memberikan andil inflasi terbesar pada bulan
Januari 2018. Pada perkembangan harga eceran beras umum pada Januari
2014 sampai dengan Februari 2018, terlihat tren harga beras mulai naik sejak
September 2017 dengan kenaikan yang signifikan di Januari 2018. Pada
tahun 2015, BPS meneliti terkait pola distribusi perdagangan komoditas beras
di provinsi Jawa Timur, dimana ada 8 jalur distribusi perdagangan beras.
Berdasarkan penelitian, ada 2 skenario yang dibuat yaitu skenario 1 :
mengatur pembagian keuntungan yang adil dan skenario 2 : memangkas jalur
distribusi. Penghitungan cadangan beras yang dilakukan BPS menggunakan
rumus sebagai berikut :
Stok akhir = stok awal + produksi – konsumsi – ekspor + impor.
dengan data stok akhir didapatkan dari pemerintah dalam hal ini Bulog, serta
masyarakat berdasarkan pola hasil survei 2 tahunan. Data produksi
didapatkan dari Kerangka Sampel Area (Bulanan). Data konsumsi didapatkan
dari rumah tangga pada survei sosial ekonomi nasional (Susenas). Sementara
data ekspor dan impor didapatkan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Saran rencana tindak lanjut yang akan dilakukan BPS dalam
perhitungan cadangan beras masyarakat adalah:
1. Penyusunan roadmap cadangan pangan beras kekinian dan kontinyu.
2. Keterlibatan stakeholder terkait
3. Identifikasi kegiatan survei yang diperlukan
4. Periodisasi pelaksanaan survei
5. Sistem pelaporan, pengolahan, dan desiminasi.
Bapak Prof Firdaus selaku Wakil Dekan FEM Bidang Sumberdaya,
Kerjasama dan Pengembangan, IPB memberikan materi tentang Estimasi dan
Pengembangan Model Perhitungan Cadangan Beras Masyarakat.
Menurut Professor Firdaus, keunikan persoalan pangan di Indonesia
adalah adanya variasi musiman dan juga variasi geografis. Sementara negara
lain produsen besar pertanian kebanyakan bersifat kontinental. Sehingga
secara agregat nasional produksi cukup namun persoalan distribusi
menyebabkan di beberapa daerah mengalami kelangkaan.
Saran teknik Estimasi Cadangan Pangan Masyarakat menurut
Profesor Firdaus adalah :
1. Estimasi besaran cadangan di 2018 bisa dilakukan dengan melakukan
penyesuaian berdasarkan data:
a. Kenaikan jumlah produksi padi dari total produksi di 2015 ke total
produksi di 2017.
b. Kenaikan jumlah konsumsi beras dari total konsumsi di 2015 ke total
konsumsi di 2017.
c. Dalam perhitungan konsumsi, menggunakan data konsumsi per kapita
yang sama di kedua tahun, namun jumlah penduduk berbeda.
d. Selisih perhitungan produksi dan konsumsi di kedua tahun dianggap
menjadi cadangan pada awal tahun 2018.
2. Proporsi distribusi cadangan mengikuti pola dari hasil survey BPS tanggal
31 Maret 2015.
Estimasi besaran cadangan beras dapat disempurnakan dengan beberapa
rekomendasi sebagai berikut
1. Semua gabah pasti dibawa ke penggilingan. Maka penggilingan beras
adalah salah satu titik kritis dalam estimasi cadangan pangan
masyarakat. Pencatatan data stok di penggilingan secara teratur
(bulanan) akan sangat membantu : jumlah gabah yang dibawa petani,
yang dijual dan marketed surplus., termasuk harga. Pengalaman di
Jateng, dengan kontribusi 0.45 poin pada inflasi bulan Jan 2018, maka
Pimpinan daerah memberikan perhatian serius pada monitoring
produksi dan stok beras, dengan menginkorporasikan survey
penggilingan dalam Sistem Informasi berbasis android SIHATI. Jumlah
penggilingan di Jateng: 22.000-an.
2. Data jumlah beras yang keluar dan masuk ke PIC dan pasar-pasar
eceran di DKI Jakarta dapat menjadi faktor koreksi dalam survey
penggilingan. Koordinasi dengan PT. Food Station secara baik untuk
mendapatkan data pemasukan, stok dan pengeluaran serta harga
beras diperlukan.
3. Survey cadangan beras masyarakat harus dilakukan secara serentak
pada hari yang sama.
4. Badan Ketahanan Pangan perlu membuat DASH-BOARD yang dapat
digunakan untuk memantau secara mingguan atau bulanan sampai
level kabupaten/kecamatan terkait produksi, konsumsi, harga dan
cadangan pangan, bahkan ke depan real time.
Dr. Ir. Handewi Purwati Saliem, MS dari Pusat Sosial Ekomomi, Kementan
menyampaikan materi Perspektif Manajemen Stok Pangan Masyarakat.
Berdasarkan hasil kajian PSEKP tahun 2017, estimasi besaran CPM
dengan pengelompokan gaah dan beras berdasarkan asumsi fungsi
kepemilikan/ penguasaan CPM.
1) Sebagai cadangan yang dapat digunakan untuk merespon dinamika
pasar, khususnya perubahan harga (marketable, disimpan untuk dijual
kemudian):
Gabah di RT produsen padi
Gabah dan beras di UG padi
Gabah dan beras di UD beras
2) Sebagai cadangan untuk memastikan dalam periode waktu tertentu
kebutuhan konsumsi atau bahan baku terpenuhi, sehingga beras ini
tidak marketable
Beras di RT produsen padi
Beras di Horeka, institusin pelayanan,industri pangan
Beras di RT konsumen beras
Berdasar hasil kajian BPS-BKP tahun 2015, total CBN : 8,8 juta ton,
CPP sebesar 1,7 juta ton, dan CPM sebesar 7.1 juta ton. Manajemen atau
pengelolaan cadangan beras masyarakat sangat penting. Saat ini
manajemen pengelolaan diserahkan kepada masing-masing pelaku. CBM
memiliki peran dominan (90%) dalam mengisi cadangan beras nasional.
Dari CBM, dominasi cadangan beras berada pada RT produsen padi
(>50%) dan usaha perdagangan beras skala menengah kecil (20%).
Pengelolaan CBM perlu didukung oleh data berbasis on line yang dapat
diakses secara cepat, akurat dan real time terkait informasi sebaran, jenis
dan jumlah cadangan beras yang ada di masing-masing pelaku terutama
RT produsen padi dan UD beras-MK.
Rekomendasi Kebijakan:
1. BKP perlu membuat DASH-BOARD yang dapat digunakan untuk
memantau secara mingguan atau bulanan sampai level kabupaten
terkait produksi, konsumsi, harga dan cadangan pangan, bahkan ke
depan real time.
2. BKP dan BPS akan menyusun roadmap: pendugaan/estimasi CBM dan
pelaksanaan survei.
3. Kajian Perhitungan Stok di Masyarakat di dorong ke Bappenas untuk
menjadi Prioritas Nasional (Pronas) Perlu ada validasi data pusat dan
daerah.
Estimasi Perhitungan Cadangan Beras Masyarakat Tahun 2018
1. Mengacu pada hasil Survey Kajian Beras masyarakat Tahun 2015.
2. Simulasi perhitungan CBM 2018, dengan Produksi (Tahun Bergerak)
dan Stok (Tahun Bergerak, hasil proyeksi kajian 2015)
Rasio Produksi
Periode/Tahun 2015 2016 2017 2018
Januari-Maret 0,90 1,38 1,07
Januari-Juni 1,00 1,09 1,06
Januari-September 1,00 1,05 1,06
Data Produksi Beras per Tahun berdasarkan Bulan
Bulanan Akumulasi Bulanan Akumulasi Bulanan Akumulasi Bulanan Akumulasi
Januari 1.757.286 1.298.928 2.640.907 2.759.200
Februari 3.501.379 2.465.253 6.010.546 6.461.657
Maret 7.320.503 12.579.168 7.494.889 11.259.069 6.842.700 15.494.153 7.314.659 16.535.516
April 6.645.770 7.003.492 4.553.457 4.813.983
Mei 3.266.985 3.850.050 3.832.877 4.014.244
Juni 3.286.249 25.778.171 3.637.963 25.750.574 4.133.020 28.013.507 4.414.473 29.778.217
Juli 3.602.643 3.900.223 4.303.021 4.555.793
Agustus 4.835.327 4.687.977 4.469.443 4.553.922
September 3.959.315 38.175.456 3.684.988 38.023.762 3.300.589 40.086.560 3.543.809 42.431.740
Oktober 2.080.234 2.691.621 2.723.083 2.977.933
November 1.521.257 2.620.814 2.378.791 2.642.224
Desember 2.072.967 2.815.315 3.234.921 3.121.796
TOTAL 43.849.914 46.151.512 48.423.355 51.173.693
*Perkiraan Produksi Beras Kotor (ton) Tahun 2015-2018
Bulan2018201720162015
Estimasi Perhitungan CBM 2018
RUMUS PERHITUNGAN :
Stok Maret Tahun ke t :
Stok Juni Tahun ke t :
Stok September tahun ke t :
Intitusi
Maret Juni September Maret Juni September
Rumah Tangga 5.184.685 4.783.513 4.208.351 6.815.351 5.525.779 4.677.551
a. Produsen 4.833.172 4.438.964 3.924.855 6.353.281 5.127.766 4.362.448
b. Konsumen 351.513 344.549 283.496 462.069 398.013 315.104
Pedagang 1.300.528 1.871.192 1.620.862 1.709.565 2.161.548 1.801.576
a. UMK 1.272.024 1.836.197 1.587.946 1.672.096 2.121.123 1.764.990
b. UMB 28.504 34.995 32.916 37.469 40.425 36.586
Penggilingan 564.299 1.269.635 727.155 741.780 1.466.647 808.227
Horeka dan Industri 31.292 587.876 582.604 41.134 679.098 647.560
Total 7.080.804 8.512.216 7.138.972 9.307.829 9.833.072 7.934.915
CBM Tahun 2018CBM Tahun 2015
(Kajian CBM BPS dan BKP)
6. Rekapitulasi Identifikasi Lumbung Pangan Masyarakat
A. Analisa Terhadap Tabel Identifikasi LPM Calon Penerima Banper
Identifikasi Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan data terbaru dari LPM yang menjadi calon
penerima Bantuan Pemerintah (Banper) berupa pemberian fasilitasi melalui
APBN sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) untuk pengisian
cadangan pangan pada lumbung pangan yang sudah masuk tahap
pengembangan maupun lumbung pangan yang akan masuk tahap
pengembangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi LPM yang
dilaporkan dari dinas/badan/kantor yang menyelenggarakan urusan
pangan di daerah baik provinsi maupun kabupaten kepada pemerintah
pusat, dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian.
Pemberian fasilitasi dari Banper terakhir dilakukan oleh Badan
Ketahanan pada Tahun 2015 kepada sejumlah 1584 LPM yang memasuki
Tahap Pengembangan, kemudian dilanjutkan pada tahun berikutnya, tahun
2016 dilaksanakan penyaluran Banper kepada sejumlah 51 LPM yang juga
memasuki Tahap Pengembangan.
Tahun 2019, rencana awal akan dilaksanakan pemberian Banper
terhadap LPM yang telah memasuki Tahap Pengembangan, dimana
pernah mendapatkan Banper sejumlah 1 kali, yang disalurkan pada Tahun
2015 dan 2016, serta LPM yang akan memasuki Tahap Pengembangan
dimana LPM tersebut dibangun menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Fisik Bidang Pertanian Tahun 2016. Oleh karena itu dilakukan
pengumpulan laporan Identifikasi LPM yang mencakup informasi:
- Identitas Lokasi
- Nama LPM
- Nama Ketua lengkap dengan nomor HP Ketua LPM
- Tahun Pembangunan Fisik Lumbung
- Kondisi Fisik Lumbung
- Keaktifan Kelompok
- Kapasitas Lumbung
- Stok Akhir
- Foto open camera kondisi fisik lumbung.
Adapun berdasarkan laporan Identifikasi LPM yang telah dilaporkan
ke Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, terdapat 78% LPM
yang telah dilaporkan data identifikasinya dari total 2078 LPM yang
seharusnya dilaporkan.
Tabel 1: Rekapitulasi Laporan Identifikasi LPM
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 di atas, terlihat pada Tahap
Penumbuhan 2016, hampir seluruh identifikasi LPM dilaporkan oleh
dinas/badan/kantor yang menyelenggarakan urusan pangan di daerah.
Sementara pada Tahap Pengembangan 2015 dan 2016, identifikasi LPM yang
sudah dilaporkan sebesar 72,29% dari total 1584 LPM dan 62,75% dari total
51 LPM.
Hampir lengkapnya data Identifikasi LPM pada Tahap Penumbuhan
2016 yang dilaporkan ke Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian,
No Tahap LPM
Pelaksana Laporan Identifikasi
Ʃ
Prov.
Ʃ
Kab.
Ʃ
LPM
Ʃ
Prov.
Ʃ
Kab.
Ʃ
LPM
1 Pengembangan 2015 34 241 1584 28 183 1145
2 Pengembangan 2016 4 5 51 3 3 32
3 Penumbuhan 2016 25 135 443 25 134 437
2078 Sudah
Dilaporkan 1614
Belum
Dilaporkan 464
karena seiring dengan perkembangan konstelasi kebijakan pembangunan
pertanian, konsepsi LPM pada tahun 2019 mengalami dinamika perubahan
bahwa LPM yang akan masuk Tahap Pengembangan akan diberikan fasilitasi
melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berupa pemberian
Bantuan Pemerintah (Banper) sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta
rupiah) kepada kelompok lumbung yang dibangun melalui DAK Fisik Bidang
Pertanian Tahun 2016 atau sebelumnya yang belum pernah mendapatkan
pengisian cadangan pangan.
a) Keaktifan Kelompok
Keaktifan Kelompok yang diamati pada organisasi LPM, dikategorikan
menjadi 2 yaitu kelompok aktif dan kelompok tidak aktif. Kelompok aktif
merupakan kelompok yang masih aktif menjalankan kegiatan
keorganisasian lumbung serta pengadaan maupun penyaluran
gabah/beras. Sedangkan kelompok tidak aktif, merupakan kelompok yang
sudah tidak lagi menjalankan aktivitas kegiatan keorganisasian lumbung,
maupun kegiatan pengadaan maupun penyaluran gabah/beras. Namun,
yang perlu menjadi catatan adalah untuk kelompok yang tidak aktif pada
72,29%
62,75%
98,65%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
Pengembangan 2015
Pengembangan 2016
Penumbuhan 2016
Rekapitulasi Laporan Identifikasi LPM Calon Penerima Banper 2019
Pengembangan 2015 Pengembangan 2016 Penumbuhan 2016
Gambar 1: Persentase data Identifikasi LPM yang sudah dilaporkan
Tahap Penumbuhan 2016, bisa jadi merupakan kelompok yang belum aktif,
karena semenjak dibangun fisik lumbung pada tahun 2016, belum ada
bantuan pengisian dari APBN, sehingga organisasinya belum aktif
menjalankan kegiatan lumbung untuk pengadaan maupun penyaluran
gabah/beras, kecuali beberapa LPM yang dengan menggunakan swadaya
masyarakat bergotong royong untuk mengumpulkan modal awal untuk
penyimpanan gabah/beras.
Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa sebagian besar keaktifan kelompok
pada LPM masih berstatus aktif dalam menjalankan keorganisasiannya
dalam kepengurusan serta kegiatan lumbung. Hal ini menunjukkan adanya
partisipasi masyarakat yang baik terhadap adanya LPM yang dibangun
ditengah-tengah masyarakat.
b) Kondisi Fisik Lumbung
Kondisi fisik lumbung yang diamati dikategorikan menjadi 3 yaitu kondisi
baik, sedang, dan rusak. Pada Tahap Pengembangan 2015, sebanyak 830
LPM, kondisi fisik lumbungnya masih baik, 151 LPM kondisi sedang, 42
LPM kondisi sudah rusak, sedangkan masih terdapat 122 data yang belum
0
200
400
600
800
1000
Pengembangan2015
Pengembangan2016
Penumbuhan 2016
933
31
399
981 23
11415
Keaktifan Kelompok
Aktif Tidak Aktif Tidak ada data
Gambar 2: Keaktifan Kelompok
dilaporkan kondisi fisik lumbungnya. Pada Tahap Pengembangan 2016,
seluruh LPM yang telah dilaporkan, kondisi fisik lumbungnya masih baik.
Sementara LPM yang merupakan Tahap Penumbuhan 2016, sejumlah 411
LPM masih dalam kondisi baik, 11 LPM kondisi sedang, tidak ada satupun
LPM yang dilaporkan dalam kondisi rusak, serta 15 LPM lainnya belum
dilengkapi keterangan kondisi fisik lumbung.
c) Kapasitas Lumbung
Untuk memudahkan dalam melihat keragaman kapasitas lumbung yang
dibangun oleh masing-masing kelompok LPM, maka kapasitas lumbung
dikategorikan menjadi 3 kategori kapasitas lumbung yaitu:
- Lumbung berkapasitas <30 ton
- Lumbung berkapasitas 30-60 ton
- Lumbung berkapasitas >60 ton
Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa pada Tahap Pengembangan 2015,
kapasitas lumbungnya cenderung beragam mulai dari lumbung
berkapasitas <30 ton, 30-60 ton serta >60 ton. Hal ini terlihat dari jumlah
dari masing-masing kapasitas yang hampir mencapai sepertiga dari jumlah
0
200
400
600
800
1000
Pengembangan 2015 Pengembangan 2016 Penumbuhan 2016
830
32
411
151
1142122
15
Kondisi Fisik Lumbung
Baik Sedang Rusak Tidak ada data
Gambar 3: Kondisi Lumbung
lumbung pada Tahap Pengembangan 2015. Demikian pula dengan LPM
Tahap Pembangunan 2016, kapasitas lumbungnya juga cenderung
beragam yang dilihat dari jumlah masing-masing kategori kapasitas
lumbung hampir mencapai sepertiga dari jumlah lumbung pada Tahap
Pembangunan 2016. Sedangkan pada tahap Pengembangan 2016,
seluruh lumbung yang dilaporkan data identifikasi LPM’nya memiliki
kapasitas <30 ton.
d) Stok Akhir
Beragamnya jumlah stok akhir yang tersimpan di masing-masing LPM,
kemudian disusunlah 3 kategori untuk memudahkan untuk melihat sejauh
mana kondisi stok akhir yang ada di lumbung. Kategori kondisi stok disusun
kedalam 3 kategori, yaitu:
- kurang dari 1.000 kg
- antara 1.000-4.000 kg
- lebih dari 4.000 kg
Pada Tahap Pengembangan 2015 serta Tahap Penumbuhan 2016, terlihat
kondisi stoknya lebih beragam mulai dari stok kurang dari 1.000 kg sampai
dengan lebih dari 4.000 kg. Pada kedua kelompok LPM ini, juga masih
banyak terdapat data kondisi stok yang tidak tersedia datanya, hal ini bisa
dimungkinkan karena 2 hal, yang pertama karena memang tidak
disampaikan kondisi stoknya, kedua kondisi stoknya kosong, sehingga
tidak dituliskan jumlahnya. Sementara pada Tahap Pengembangan 2016,
sebagian besar LPM masih memiliki stok di atas 4.000 kg. Hal ini
menunjukkan LPM pada tahap ini, cukup bagus dalam mempertahankan
ketersediaan cadangan pangannya, baik dalam bentuk gabah maupun
beras.
B. Gambaran Pengelolaan Lumbung Pangan Masyarakat di Jawa Barat
1. Kelompok LPM Sri Lestari
Desa Parakan, Kecamatan Leuwimunding, Kab. Majalengka
Lumbung Pangan Sri Lestari merupakan Lumbung Pangan Masyarakat
dibangun melalui dana DAK tahun 2014 dan diisi melalui dana APBN
tahun 2015. LPM dikelola oleh Kelompok Tani Marga Asri, tepatnya
berada di Desa Parakan Kecamatan Leuwimunding Kabupaten
Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Bangunan Lumbung Pangan ini
seluas 6 x 8 m saat ini terisi 19 karung gabah @ 42 kg atau sekitar 0,8
ton gabah milik kelompok, sedangkan yang ada di masyarakat berupa
pinjaman uang sebanyak Rp. 40 juta. LPM ini dilengkapi dengan lantai
jemur yang berkuran 6 x 8 meter.
Menurut Ketua Poktan Sri Lestari, Bpk Rusta, Lumbung pangan milik
kelompoknya melayani simpan pinjam berupa uang. Pinjaman dalam
bentuk uang dengan ketentuan bunga 3% per bulan selama musim
tanam. Adapun pengurus kelompok dibantu oleh Didi Sawidi sebagai
Sekretaris dan Asja sebagai Bendahara. Selain itu dilengkapi dengan
seksi pengawas yaitu Bapak Ayat Firman Hidayat, SE.
Keberadaan LPM sangat bermanfaat untuk antisipasi paceklik bisa
pinjam dan penyaluran rawan pangan. Dari aktivitas simpan pinjam
tersebut, kelompok lumbung pangan yang berdiri tanggal 8 Desember
2008 ini berkembang anggotanya. Pada awal berdiri hanya
beranggotakan 40 orang, berkembang menjadi 90 orang.
Saat ini harga GKG setempat Rp. 5.200., sedangkan harga beras di
penggilingan sebesar Rp. 9.000 dan di pasar mencapai Rp. 10.000.
Tidak ada petani yang menjual gabah dalam bentuk GKP. Varietas yang
banyak ditanam anggota kelompok ciherang dan IR36.
Kelengkapan administrasi umum, administrasi keuangan dan buku
AD/ART sudah lengkap. Selain itu LPM ini sudah dilengkapi dengan
surat pengesahan pendirian berbadan hukum berdasarkan Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI nomor AHU-
0074943.AH.01.07 Tahun 2016.
Selain dari bantuan pemerintah, LPM ini telah menambahkan modal dari
simpanan wajib anggota sebesar 50 Kg Gabah per anggota dan
simpanan pokok setiap kali panen sebesar 20 kg selama 2 tahun atau 6
kali (asumsi panen satahun 3 kali).
Untuk pertemuan antar anggota secara rutin dilakukan setahun sekali
pada saat RAT dan pembagian SHU bagi anggotanya. Untuk SHU
dilakukan setahun 2 kali. SHU diperoleh dari usaha traktor yang
dipinjamkan ke anggotanya. Adapun LPM ini sudah dilengkapi dengan
timbangan dan traktor.
Untuk kedepan yang harus diperhatikan oleh kelompok lumbung
pangan ini adalah perbaikan lantai lumbung karena sudah banyak
rusak/mengelupas dan untuk menjaga kebersihan lumbung, perlu
perbaikan atap karena tidak ada plafon untuk antisipasi serangan tikus.
Selain itu untuk kelengkapan bangunan lumbung diperlukan papan
nama kelompok.
Foto-foto LPM Sri Lestari
2. Kelompok LPM Karya Sari V
Desa Kepel, Kecamatan Cisaga, Kab. Ciamis
Lumbung pangan pada masa lalu merupakan sebentuk kearifan lokal
dalam menghadapi masa-masa paceklik. Peranannya yang begitu vital
telah memberikan bukti kemanfaatan yang nyata bagi masyarakat
perdesaan. Dan hal inilah yang ingin dihadirkan kembali oleh salah satu
kelompok lumbung pangan yang berada di Desa Kepel, Kecamatan
Cisaga, Kabupaten Ciamis. Nama kelompok tersebut adalah LPM Karya
Sari V. Kelompok ini merupakan salah satu LPM binaan Pemda. Ciamis
yang telah mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah.
Struktur LPM Karya Sari dibentuk secara organisasi pada tahun 2013.
Kelompok ini dipimpin oleh seorang ketua bernama Bapak Enda dengan
dibantu Ibu Dasih sebagai sekretaris dan Bapak Udung sebagai
Bendahara. Di tahun 2013, seiring dengan pembentukan struktur
pengurus, kelompok ini terseleksi mendapat bantuan dana alokasi
khusus (DAK) untuk pembangunan fisik lumbung. Bangunan yang
didirikan diatas tanah hibah milik salah salah satu pengurus ini memiliki
ukuran luas lumbung yakni 4 m x 6 m. Bangunan tersebut juga
sekaligus dilengkapi dengan lantai jemur yang dibangun disamping
gudang lumbung dengan luasan 3 m x 7 m. Secara penampakan fisik
lumbung, bangunan tersebut hingga saat ini masih berdiri kokoh dan
terawat dengan baik. Adapun terkait dengan kepemilikan asset fisik
kelompok, beradasar kondisi yang ada kelompok ini belum memiliki
RMU maupun timbangan. Kedepan mereka berharap agar sekirnya
diberikan peluang bantuan sarana fisik lain yang dapat menunjang
perkembangan pengelolaan lumbung.
Kelompok lumbung pangan pimpinan Bapak Enda, pada awal
pembentukan organisasi telah memiliki anggota sebanyak 72 orang.
Dan jumlah tersebut hingga maret 2018 tidak mengalami perubahan.
Sebagaimana dengan keberadaan kelompok lain, Kelompok LPM Karya
Sari V juga melengkapi struktur organisasinya dengan membuat seksi
atau bidang-bidang yang dibutuhkan dalam membantu pengelolaan
kegiatan lumbung pangan.
Dari sisi stok ketersediaan cadangan pangan, dengan diberikannya
bantuan pemerintah sebesar Rp. 20 juta di tahun 2015, kelompok dapat
membeli gabah untuk iron stock sebanyak 3 ton. Dan selama proses
pengelolaan stok cadangan, pengurus telah melakukan refresh stok
cadangan oleh sebab menghindari penuruan kualitas yang dapat
mengakibatkan gabah tidak layak untuk di konsumsi.
“Terkait stok cadangan ini sudah kami ganti pak. Kami jual untuk
dibelikan kembali. Karena kalau tidak begitu khawatir kualitas gabah
turun seperti berubah warna. Dan kebetulan pas harga jual cukup
bagus, tutur salah satu pengurus.”
Pasca dilakukan refresh tersebut kondisi stok cadangan digudang saat
ini ada sebanyak 2,5 ton gabah. Adapun terkait dengan perkembangan
harga gabah di wilayah Desa Kepel sekianya menarik untuk dicatat
bahwa di desa ini tidak ditemui penduduk yang menjual gabah kering
panan (GKP). Warga desa biasanya menjual gabah dalam bentuk GKG
dengan kisaran harga Rp. 5000/kg. Sedangkan untuk harga beras kelas
medium ditingkat penggilingan yakni pada rentang harga Rp. 8.000 –
9.000/kg sedangkan ditingkat pasar yakni Rp. 10.000/kg.
Perjalanan pengelolaan lumbung pangan Karya Sari hingga saat ini
masih sebatas mengelola stok cadangan pangan. Keberadaan kegiatan
ini sungguh sangat dirasakan kemanfaatannya bagi anggota utamanya
pada masa paceklik atau kondisi sosial tertentu yang mengakibatkan
rawan pangan. Adapun untuk kegiatan-kegiatan penunjang semisal
simpan pinjam saat ini belum dilakukan di internal kelompok namun
niatan ini sudah mencoba untuk diwujudkan. Harapannya dengan
adanya kegiatan bersama tersebut dapat mengikat tanggung jawab dan
menguatkan rasa kebersamaan.
Adapun sehubungan dengan kelengkapan administrasi di tingkat
kelompok, pengurus telah memiliki beberapa kelengkapan penunjang
seperti buku tamu, absensi, notulensi dan buku alur jual beli stok
cadangan. Pengurus kedepan bertekad untuk terus mengembangkan
dan memajukan kegiatan kelompok dan semakin memberikan manfaat
bagi warga khususnya anggota.
Foto-foto LPM Karya Sari V
3. Kelompok LPM Rhineka
Desa Neglasasi, Kecamatan Kadungora, Kab. Garut
Kelompok LPM Rhineka yang diketuai oleh Bapak Enjang Wijaya ini
berada di Desa Neglasasi, Kecamatan Kadungora. Kelompok ini
mendapatkan bantuan pembangunan fisik lumbung melalui Dana
Alokasi Khusus Bidang Pertanian pada tahun 2014, dengan ukuran 6 x
8 meter, sekaligus mendapatkan pembangunan lantai jemur dengan
ukuran 10 x 8 meter. Pada tahun berikutnya mendapat fasilitasi
pengisian cadangan pangan sebanyak 3,3 ton GKG.
Kelompok LPM Rhineka ini adalah kelompok tani yang tergabung dalam
Gabungan kelompok tani (Gapaoktan) Sejahtera yang pada awalnya
mempunyai anggota sebanyak 29 orang dan saat ini telah berkembang
menjadi 38 orang. Gapoktan Sejahtera merupakan gabungan 5
kelompoktani yaitu Kelompok tani Rineka, Bojong, Mekarsari,
Mekarjaya, Taruna Jaya.
Untuk meningkatkan pemupukan modal, kelompok LPM ini menggalang
iyuran dari anggotanya berupa gabah sebanyak 10 kg setiap kali musim
panen. Hingga saat ini perkembangan modal kelompok telah mencapai
8 ton gabah. Pada saat kunjungan tersimpan gabah sebanyak 3 ton di
gudang, dimana sisanya masih dipinjam oleh anggotanya.
Dengan aktivitas yang tunjukan oleh kelompok ini dalam menjalankan
kegiatannya pada tahun 2015, kelompok ini kembali meandapatkan
bantuan RMU dari Dana alokasi Khusus Bidang Pertanian.
Dengan kepemimpinan Bapak Enjang Wijaya, yang sekaligus juga
ketua Gapoktan Sejahtera, kelompok LPM ini terus berkembang
melakukan pengeloalan RMU yang diperolehnya dengan melakukan
penjualan beras. Pada tahun 2017 Gapoktan Sejahtera mendapat
kepercayaan sebagai pelaksana kegiatan PUPM
Foto-foto LPM Rhineka
4. Kelompok LPM Sentosa
Desa Suko Sono, Kecamatan Sukawening, Kab. Garut
Kelompok Lumbung Pangan Masyarakat Sentosa terletak di Kp. Sumur
Sari, Desa Suka Sono, kecamatan Sukawening kabupaten Garut,
provinsi Jawa Barat. Kelompok ini mempunyai anggota sebanyak 30
orang yang dipimpin oleh ketua Bapak Kuniawan. Lumbung yang dimiliki
kelompok dibangun melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Pertanian
pada tahun 2010.
Dalam pengisian lumbung, kelompok ini mengumpulkan iuran dari
anggotanya sebanyak 25 kg setiap musim panen, sampai saat ini telah
terkumpul gabah miliki kelompok sebanyak 2,5 yang kemudian
dipinjamkan kepada anggota menjelang musim tanam dan dikembalikan
ke lumbung setelah panen. Jasa pinjaman sebesar 5 kg per 1 kwintal.
Pada tahun 2015 kelompok ini mendapatkan bantuan RMU dari Dana
Alokasi Khusus Bidang Pertanian. Kelompok ini menerima upah
penggilingan padi dari anggota dan masyarakat sekitarnya, upah giling
yang diterima adalah sebesar 5 kg beras setiap 1 kwintal gabah. Dengan
RMU ini kelompok mengembangkan usaha penjualan beras dengan
membeli gabah dari anggotanya.
Foto-foto LPM Sentosa
5. Kelompok LPM Bina Warga
Desa Cikaramas, Kec. Tanjungmedar, Kab. Sumedang
Lumbung Pangan Bina Marga merupakan Lumbung Pangan
Masyarakat (LPM) dibangun melalui dana DAK tahun 2016 akhir diisi
secara mandiri oleh masyarakat sekitar yang merupakan anggota dari
kelompok tersebut. LPM ini dikelola oleh Kelompok Tani Bina Warga,
tepatnya di Desa Cikaramas Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten
Sumedang Provinsi Jawa Barat. Lumbung pangan yang diketuai oleh H.
Akap Samsudin ini memiliki luas 4x4 m dengan kapasitas 15-20 ton
dengan lantai jemur seluas 6x8 m. Saat ini masih ada stok sebesar 120
kg gabah dan masih ada di masyarakat sebanyak 3,3 ton gabah.
Lumbung pangan Bina Warga melayani simpan pinjam gabah kering
giling kepada anggota poktan, sementara ada juga masyarakat yang
memanfaatkan lumbung pangan tersebut untuk menyimpan hasil panen
mereka.
Setiap anggota yang meminjam gabah sebanyak 10 kg per panen, wajib
mengembalikan ke lumbung sebanyak 11 kg per panen sehingga ada
simpanan yang dapat mengisi lumbung pangan untuk dapat terus
diputar peminjamannya. Pengembalian tersebut ditetapkan dalam 1
(satu) musim panen. Dalam setahun terdapat 3 (tiga) kali musim panen.
Simpanan pokok anggota sebesar 10 kg gabah, sedangkan simpanan
wajib sebesar 10 kg tiap kepemilikan 0,1 ha sawah tiap anggota. Namun
sistem ini tidak mematok atau terikat, dalam arti apabila ada warga yang
hanya dapat memberikan simpanan pokok di bawah 10 kg masih
diperbolehkan. Anggota kelompok meminjam dalam bentuk gabah. Saat
ini harga GKG Rp. 5.000 dan harga beras medium di daerah tersebut
Rp. 10.000.
Keberadaan LPM Bina Warga sangat bermanfaat bagi anggota
terutama pada saat belum panen atau gagal panen, sehingga mereka
dapat meminjam gabah kepada LPM. Dari aktivitas simpan pinjam
tersebut, kelompok lumbung pangan yang berdiri tahun 2010 ini
berkembang anggotanya. Pada awal berdiri hanya beranggotakan 50
orang, saat ini berkembang menjadi 80 orang. Keberadaan lumbung
pangan ini tidak hanya diperuntukkan untuk anggota saja, tetapi juga
untuk masyarakat sekitar yang membutuhkan. Untuk meningkatkan
potensi dan kesejahteraan anggota dan masyarakat, LPM Bina Warga
mengadakan pertemuan sekali dalam sebulan yang berlokasi di rumah
Ketua LPM Bina Warga dan dihadiri oleh para anggota, masyarakat,
pengurus LPM dan pembina dari Dinas terkait.
Foto-foto LPM Bina Warga
6. Kelompok LPM Ciampenan
Desa Ciampenan, Kecamatan Cineam, Kab. Tasikmalaya
Kelompok Lumbung Ciampenan berlokasi di Desa Ciampenan,
Kecamatan Cineam dengan anggota kelompok sebanyak 32 orang.
Kelompok lumbung pangan terbentuk pada tahun 2013. Pada tahun
2013, kelompok lumbung menerima bantuan pemerintah melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian tahun 2013 untuk
pembangunan fisik lumbung. Lahan Untuk pembangunan lumbung
pangan menggunakan lahan yang telah dibeli oleh kelompok seluas 132
meter persegi.
Lumbung yang dibangun dari DAK Bidang Pertanian ini memiliki
kapasitas 60 ton dan dilengkapi dengan ruangan sekretariat kelompok
lumbung. Kondisi lumbung pangan saat kunjungan dilakukan masih
dalam kondisi bagus.
Kelompok lumbung pangan Ciampenan pada tahun 2015 telah
menerima bantuan pemerintah melalui dana dekosentrasi sebesar Rp
20.000.000,- Alokasi dana bantuan pemerintah tersebut sesuai dengan
Rencana Usaha Kelompok (RUK) untuk pengadaan cadangan
kelompok sebesar 3,4 ton Gabah Kering Panen. Kondisi stok kelompok
waktu kunjungan dilakukan tinggal sebanyak 6 kwintal. Sedikitnya stok
saat ini karena telah dipinjam oleh anggota kelompok dan sebagian lagi
dijual ada harga gabah yang cukup tinggi sehingga dapat dibelikan pada
saat panen raya Bulan April.
Pembukuan kelompok lumbung pangan sudah baik, hal ini diindikasikan
dengan adanya buku pengadaan gabah, buku peminjam gabah, buku
notulen, buku neraca dan keuangan dan buku tamu. Kelompok lumbung
pangan ini cukup aktif dimana setiap aktifitas kelompok yang akan
dilakukan seperti penjualan stok diputuskan dalam rapat anggota.
Namun demikian, kelompok lumbung masih belum memiliki anggaran
dasar dan anggaran rumahtangga kelompok karena masih menjadi
bagian dari aktifitas Gapoktan Ciampenan. Memperhatikan struktur
pengurus kelompok lumbung sudah mewakili keterlibatan wanita
dimana bendahara dan sekretaris diisi oleh wanita tani.
7. Penyusunan Konsep Kegiatan Lumbung Pangan Masyarakat yang
difasilitasi melalui DAK Fisik Bidang Pertanian Tahun 2019
Pada Tahun 2019, melalui DAK Fisik Bidang Pertanian Tahun 2019,
terdapat alokasi pembangunan lumbung pangan masyarakat dan sarana
pendukung. Untuk menyamakan persepsi kegiatan terkait pemanfaatan DAK
Fisik Pertanian 2019 maka disusun Petunjuk Operasional (Jukof) Pengelolaan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian TA 2019 yang tertuang dalam
Permentan Nomor 52 Tahun 2018.
Adapun isi konsep dari jukof Pembangunan Lumbung Pangan
Masyarakat dan Penyediaan Sarana Pendukung adalah sebagai berikut :
Kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM)
merupakan salah satu mekanisme pengelolaan cadangan pangan
masyarakat, dengan komponen kegiatannya adalah fasilitasi pembangunan
fisik lumbung dan penyediaan sarana pendukungnya. Peranan strategis LPM
meliputi keterpaduan antara mekanisme komersial dan sosial, yang secara
sinergis dilakukan oleh kelompok tani/gapoktan penerima manfaat untuk
menjamin keberlangsungan akivitas LPM.
Secara fisik, LPM merupakan tempat penyimpanan hasil produksi
petani yang dikombinasikan dengan fasilitasi alat/mesin pengolahan
gabah/beras yang dibangun untuk mewujudkan ketahanan pangan wilayah
dan peningkatan kesejahteraan petani. Konsep Pengembangan LPM melalui
DAK ini diarahkan untuk mengoptimalkan potensi produksi di kabupaten
wilayah sentra produksi padi yang didukung dengan proses pengolahan dan
pemasaran sehingga meningkatkan nilai tambah bagi petani. Dalam
aktivitasnya, keberadaan LPM diarahkan untuk mengoptimalkan penyerapan
gabah petani anggota. Di sisi lain, peranan sosial LPM berfungsi sebagai
cadangan pangan masyarakat untuk mengantisipasi masa paceklik, gejolak
harga dan bencana alam.
Pembangunan Lumbung Pangan Masyarakat dan penyediaan sarana
pendukungnya mencakup komponen sebagai berikut:
a. Pembangunan fisik Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) kapasitas 30-60
ton per unit; dan
b. Sarana Pendukung lainnya, dengan beberapa pilihan sebagai berikut:
1) Pengadaan RMU dengan kapasitas minimal 0,5 ton per jam disertai
dengan rumah RMU; dan/atau
2) Pembangunan lantai jemur.
Apabila masih terdapat sisa alokasi dari total anggaran poin a) dan b),
dapat dipergunakan kembali antara lain untuk pemagaran, instalasi listrik,
pengadaan pallet, timbangan, tangga dan/atau penjahit karung beras. Sumber
pendanaan lainnya melalui APBD dan/atau swadaya masyarakat dapat
digunakan untuk melengkapi sarana pendukung dan pembiayaan lainnya.
Terkait dengan pembangunan fisik lumbung dan rumah RMU dapat
dibangun secara terpisah atau menjadi satu kesatuan dalam satu bangunan,
sesuai dengan ketersediaan lahan dan anggaran.
Spesifikasi teknis dari komponen pembangunan LPM dan sarana
pendukungnya tersebut mencakup:
1. Lumbung Pangan Masyarakat berkapasitas 30-60 ton, spesifikasi
bangunan permanen (beton), ventilasi dan sirkulasi udara cukup,
dilengkapi dengan pallet. Ukuran panjang dan lebar bangunan dapat
disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat.
2. RMU kapasitas minimal 0,5 ton per jam dengan komponen fungsi pecah
kulit (PK) dan polisher.
3. Lantai jemur dibuat dari beton dengan permukaan cembung dan licin,
pada masing-masing sisi dibuat saluran air.
4. Bangunan rumah RMU disesuaikan dengan kebutuhan ukuran RMU.
Pembangunan lumbung pangan masyarakat dan sarana pendukungnya perlu
memperhatikan hal hal sebagai berikut:
1. Lokasi pembangunan LPM berada di kabupaten sentra produksi padi;
2. Pembangunan lumbung pangan dan sarana pendukungnya dilaksanakan
sesuai kebutuhan daerah dan dibangun di satu lokasi yang sama
sehingga bersifat terpadu;
3. Fasilitasi RMU meliputi mesin penggilingan padi lengkap 1 (satu) paket,
dengan komponen fungsi pecah kulit (PK) dan polisher;
4. Fungsi bangunan LPM sebagai sarana penyimpanan mengacu pada
standar yang dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang
(Kementerian Pekerjaan Umum setempat);
5. Kriteria kelompok penerima manfaat yaitu:
a. Kelompok Tani/Gapoktan yang sudah aktif minimal 2 (dua) tahun;
b. belum pernah mendapat fasilitas yang sama pada tahun berjalan atau
pada tahun-tahun sebelumnya;
c. mengajukan proposal usulan yang selanjutnya dijadikan dasar e-
proposal oleh dinas kabupaten yang menangani ketahanan pangan;
d. sanggup menyediakan lahan untuk pembangunan fisik lumbung, lantai
jemur dan rumah RMU. Lahan tersebut dapat berasal dari salahsatu
anggota kelompok/lahan desa/lahan pemda yang sudah dihibahkan
kepada kelompok yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesediaan
menghibahkan lahan;
e. membuat pernyataan kesanggupan untuk langsung
mengoperasionalkan lumbung pangan beserta fasilitas pendukung
secara berkelanjutan setelah dibangun; dan
6. Kepala Daerah pelaksana kegiatan Lumbung Pangan Masyarakat
membuat surat pernyataan kesanggupan untuk mendukung fasilitasi
operasional dan pengisian LPM minimal setara dengan 10% alokasi DAK
melalui APBD.
8. Koordinasi Penyempurnaan Rancangan Kegiatan Ketahanan Pangan
Tahun 2019 khususnya terkait dengan Perencanaan LPM melalui DAK
TA. 2019.
Pelaksanaan rapat Koordinasi Penyempurnaan Rancangan kegiatan
Ketahanan Pangan tahun 2019 terkait kegiatan DAK Bidang Pertanian
diselenggarakan di IPB International Convention Center, Botani Square,
Bogor pada tanggal 24 -25 September 2018 yang dihadiri oleh 113
kabupaten/kota. Kabupaten/kota pelaksana DAK TA 2019 memastikan
penetapan CPCL sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu berada
di wilayah sentra produksi padi, status ketersediaan lahan untuk
pembangunan 1 (satu) paket pembangunan lumbung pangan dan sarana
pendukung lainnya, serta telah berstatus aktif minimal 2 (dua) tahun terakhir.
Guna mendukung program padat karya, pembangunan fisik lumbung
dilakukan melalui swakelola yang sesuai dengan Perpres Pengelolaan DAK.
Untuk pelaksanaan pembangunan lumbung dan lantai jemur melalui
rekomendasi Dinas Pekerjaan Umum, sedangkan pengadaan RMU/Dryer
melalui rekomendasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP), dengan spesifikasi sebagai berikut:
a. Pembangunan lumbung pangan memiliki kapasitas simpan 40 – 60 ton,
dengan tipe bangunan permanen.
b. Fasilitas pendukung berupa pengadaan RMU memiliki kapasitas 1 – 1,5
ton, rumah RMU disertai lantai jemur.
c. Untuk pilihan fasilitas lainnya berupa Dryer disesuaikan dengan
usulan/kebutuhan daerah.
Kesediaan daerah dalam mengalokasikan APBD untuk pengisian
Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) dinyatakan melalui surat pernyataan
oleh Bupati, dan kesediaan kelompok dalam penggunaan lahan untuk aktivitas
LPM dinyatakan dengan surat hibah atau pinjam pakai.
Perubahan lokus dari wilayah rentan rawan pangan menjadi wilayah
sentra produksi padi, mengharuskan beberapa kabupaten/kota yang belum
melakukan penyesuaian CPCL untuk melakukan proses pengusulan kembali
melalui aplikasi KRISNA. Pengurangan alokasi anggaran menyebabkab
pengurangan jumlah kabupaten/kota penerima DAK tahun 2019 yang semula
sebanyak 160 kabupaten/kota menjadi 140 kabupaten/kota.
KABUPATEN PELAKSANA DAK 2019
NO.
Provinsi
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA
Alokasi DAK
Alokasi DAK
1 Aceh 3 3
1 Kab. Aceh Timur 1 1
2 Kab. Bireuen 1 1
3 Kab. Pidie 1 1
2 Sumatera Utara 8 7
1 Kab. Deli Serdang 1 1
2 Kab. Langkat 2 1
3 Kab. Mandailing Natal 1 1
4 Kab. Tapanuli Selatan 1 1
5 Kab. Nias Selatan 1 1
6 Kab. Padang Lawas Utara 1 1
7 Kab. Labuhanbatu Utara 1 1
3 Sumatera Barat 7 6
1 Kab. Lima puluh Kota 1 1
2 Kab. Agam 2 1
3 Kab. Pasaman 1 1
4 Kab. Pesisir Selatan 1 1
5 Kab. Tanah Datar 1 1
6 Kab. Pasaman Barat 1 1
4 Jambi 1 1
1 1 Kab. Kerinci 1 1
5 Sumatera Selatan 10 10
1 Kab. Musi Banyuasin 1 1
2 Kab. Musi Rawas 1 1
3 Kab. Muara Enim 1 1
4 Kab. Ogan Komering Ilir 2 2
5 Kab. Banyuasin 2 2
6 Kab. OKU Timur 2 2
7 Kab. OKU Selatan 1 1
6 Lampung 10 9
1 Kab. Lampung Selatan 2 1
2 Kab. Lampung Tengah 2 2
3 Kab. Lampung Timur 2 2
4 Kab. Tanggamus 1 1
5 Kab. Way Kanan 1 1
6 Kab. Pesawaran 1 1
7 Kab. Mesuji 1 1
7 Jawa Barat 13 12
1 Kab. Ciamis 1 1
2 Kab. Garut 2 2
3 Kab. Indramayu 1 1
4 Kab. Kuningan 1 1
5 Kab. Purwakarta 1 1
NO.
Provinsi
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA
Alokasi DAK
Alokasi DAK
6 Kab. Sukabumi 2 2
7 Kab. Sumedang 2 1
8 Kab. Tasikmalaya 2 2
9 Kab. Pangandaran 1 1
8 Banten 4 3
1 Kab. Lebak 2 2
2 Kab. Serang 2 1
9 Jawa Tengah 28 25
1 Kab. Banyumas 1 1
2 Kab. Blora 2 2
3 Kab. Boyolali 1 1
4 Kab. Brebes 2 1
5 Kab. Cilacap 2 2
6 Kab. Demak 2 2
7 Kab. Grobogan 2 2
8 Kab. Jepara 1 1
9 Kab. Klaten 2 1
10 Kab. Magelang 1 1
11 Kab. Pati 2 2
12 Kab. Pekalongan 1 1
13 Kab. Purbalingga 1 1
14 Kab. Purworejo 1 1
15 Kab. Rembang 1 1
16 Kab. Sragen 2 2
17 Kab. Tegal 1 1
18 Kab. Temanggung 1 1
19 Kab. Wonogiri 2 1
10 DI Yogyakarta 1 1
1 1 Kab. GunungKidul 1 1
11 Jawa Timur 17 16
1 Kab. Blitar 1 1
2 Kab. Bojonegoro 1 1
3 Kab. Bondowoso 1 1
4 Kab. Gresik 2 1
5 Kab. Jombang 1 1
6 Kab. Lamongan 2 2
7 Kab. Mojokerto 1 1
8 Kab. Ngawi 2 2
9 Kab. Pasuruan 2 2
10 Kab. Probolinggo 1 1
11 Kab. Sumenep 1 1
12 Kab. Trenggalek 1 1
13 Kab. Tulungagung 1 1
12 Kalimantan Barat 5 4
1 Kab. Bengkayang 1 1
2 Kab. Landak 2 1
3 Kab. Sambas 2 2
13 Kalimantan Tengah 2 2
1 Kab. Kotawaringin Timur 1 1
2 Kab. Pulang Pisau 1 1
14 Kalimantan Selatan 9 9
1 Kab. Banjar 1 1
2 Kab. Barito Kuala 1 1
NO.
Provinsi
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA
Alokasi DAK
Alokasi DAK
3 Kab. Hulu Sungai Selatan 1 1
4 Kab. Hulu Sungai Tengah 1 1
5 Kab. Tabalong 1 1
6 Kab. Tanah Laut 1 1
7 Kab. Tapin 1 1
8 Kab. Balangan 1 1
9 Kab. Tanah Bumbu 1 1
15 Kalimantan Timur 2 1
1 1 Kab. Kutai Kartanegara 2 1
16 Provinsi Sulawesi Utara 2 1
1 1 Kab. Bolaang Mongondow 2 1
18 Gorontalo 1 1
1 Kab. Gorontalo 1 1
17 Sulawesi Tengah 5 4
1 Kab. Banggai 1 1
2 Kab. Poso 1 1
3 Kab. Parigi Moutong 2 1
4 Kab. Sigi 1 1
19 Sulawesi Selatan 18 16
1 Kab. Bone 2 2
2 Kab. Bulukumba 1 1
3 Kab. Gowa 2 1
4 Kab. Luwu 2 1
5 Kab. Luwu Utara 1 1
6 Kab. Maros 1 1
7 Kab. Pangkajene dan Kepulauan 1 1
8 Kab. Pinrang 2 2
9 Kab. Sidenreng Rappang 1 1
10 Kab. Soppeng 1 1
11 Kab. Wajo 2 2
12 Kab. Luwu Timur 1 1
13 Kab. Toraja Utara 1 1
20 Sulawesi Barat 3 2
1 1 Kab. Polewali Mandar 2 1
2 2 Kab. Mamasa 1 1
21 Sulawesi Tenggara 3 2
1 1 Kab. Konawe 2 1
2 2 Kab. Konawe Selatan 1 1
22 NTB 5 3
1 Kab. Dompu 1 1
2 Kab. Lombok Tengah 2 1
3 Kab. Sumbawa 2 1
23 NTT 2 1
1 Kab. Manggarai Barat 2 1
24 Papua 1 1
1 Kab. Merauke 1 1
118 Total 160 140
Rapat koordinasi ini ditindaklanjuti dengan rencana penyusunan
Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan LPM dan sarana pendukungnya
sebagai dasar bagi daerah dalam penatalaksanaan swakelola untuk
mendukung program padat karya di daerah, yang akan melibatkan
kementerian/lembaga terkait dan pakar. Diusulkan agar dilaksanakanya
pertemuan sosialisasi kepada kelompok penerima manfaat terkait mekanisme
swakelola dan pengelolaan LPM, dilakukan pada 3 (tiga) wilayah, yaitu
pertemuan wilayah barat, tengah dan timur, masing-masing 40
kabupaten/kota pelaksana DAK. Pertemuan diagendakan bulan Pebruari
2019.
9. Penyusunan Pedoman Teknis Kegiatan Pengembangan Lumbung
Pangan Masyarakat Tahun 2019
Dalam memenuhi ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat,
pemerintah melalui kewenangan yang dimilikinya telah membuat regulasi
yang mengatur serta menjamin pemenuhan kebutuhan pangan tersebut
melalui UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Secara jelas dan tegas tersirat
bahwa pemenuhan kebutuhan pangan adalah hak individu yang tidak boleh
diabaikan karena sifatnya yang asasi. Oleh karena itu, upaya-upaya yang
mengarah pada penjaminan kebutuhan pangan harus didukung secara
maksimal. Strategi pencaipannya pun harus dibangun diatas sinergistas
kerjasama lintas sektor yang saling berkaitan. Karena pada dasarnya,
persoalan pangan tidak semata menjadi tanggung jawab pemerintah namun
juga harus melibatkan stakeholder lain termasuk masyarakat sebagai subjek
pembangunan.
Sehubungan dengan strategi serta peran serta dalam pemenuhan
kebutuhan pangan tersebut, Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan
Pangan (BKP) telah melaksanakan Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat dilakukan sejak tahun 2009. Terhitung sejak awal kegiatan ini
dilakukan hingga tahun 2016 telah dibangun sebanyak 3.818 unit lumbung
pangan masyarakat. Diantaranya telah difasilitasi pengisian cadangan pangan
sebanyak 3.257 kelompok. Tentunya keberadaan lumbung pangan
masyarakat tersebut diharapkan menjadi sarana pendukung penguatan
ketahanan pangan yang mudah diakses dan cukup memenuhi kebutuhan
anggotanya disaat muncul kondisi-kondisi kekurangan pangan. Misal saat
musim paceklik atau akibat terdampak bencana transien.
Terkait dengan pelaksanaan kegiatan lumbung pangan di tingkat
daerah, pada tahun 2018, kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat di provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan anggaran untuk
operasional pembinaan kepada kelompok.Berkenaan dengan hal tersebut,
sebagai panduan dalam pemanfaatan anggaran tersebut disusun, maka Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian memandang perlu menerbitkan
Panduan Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat (CPM). Panduan ini
dapat digunakan sebagai referensi atau acuan bagi aparat provinsi dan
kabupaten dalam pelaksanaan kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat Tahun 2018.
Dalam penyusunan panduan ini, dibentuk tim penyusun yang
melibatkan unsur pimpinan dan staf bidang cadangan pangan. Pelaksanaan
penyusunan ini dilakukan di Hotel Santika, Depok. Adapun proses awal
penyusunan buku panduan ini diawali dengan penentuan batas kerangka pikir,
dan kegiatan pelaksanaan kegiatan Pengembangan CPM. Secara umum
pembahasan tentang kedua aspek tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Kerangka Pikir, dalam pembahasan bab ini setidaknya ada tiga sub bab
yang harus dipaparkan yaitu; dasar hukum, langkah kebijakan dan strategi
keberlanjutan program. 1) Dasar hukum. Konteks kegiatan pengembangan
lumbung pangan masyarakat tidak lepas dari komitmen pemerintah dalam
menguatkan system ketahanan pangan utamanya ditingkat masyarakat.
Dasar gerak dari upaya atau langkah pelaksanaannya pun merupakan
tindak lanjut dari mandat peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UU
Pangan, yang didalamnya memberikan ruang bagi bagi masyarakat untuk
terlibat aktif dalam mewujudkan cadangan pangan masyarakat. Pelibatan
kelompok masyarakat atau kelompok lumbung ini menjadi sentra penting
terbangunnya pilar-pilar ketahanan pangan. Oleh sebab itu, ketentuan
hukum yang berlaku telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
kelompok atau komunitas masyarakat untuk berpartisipasi aktif didalamnya.
2) Langkah Kebijakan. Harus ada arah kebijakan yang jelas dalam
mengatasi persoalan pangan. Tidak sebatas target yang akan dicapai
namun mencakup didalamnya langkah-langkah strategis yang bisa
dilakukan secara opersional dalam hal ini ditingkat masyarakat. Dalam
panduan ini kemudian dijelaskan setidaknya ada 3 cara pelaksnaan yang
diterapkan dalam kegiatan lumbung pangan: a) pemberdayaan kelompok
untuk meningkatkan kemampuan sdm, b) optimalisasi sumberdaya yang
ada, dan c) penguatan kapasitas kelembagaan. Dan 3) Strategi
Keberlanjutan. Dalam pembahasan sub bab ini fokus pembahasan yang
dilakukan yaitu memperjelas peran pemerintah daerah dalam penanganan
kelompok lumbung yang telah menerima bantuan, yang memasuki tahap
pasca mandiri.
2) Pelaksanaan. Guna memberikan panduan yang jelas bagi aparat didaerah
maka satu bab penting yang tidak boleh terlewatkan adalah berkait dengan
aspek pelaksanaan. Ada beberapa sub bab yang dibahas di dalamnya
meliputi: operasional pengembangan lumbung pangan masyarakat,
pembinaan, penyusunan direktori klasifikasi lumbung pangan masyarakat,
pemantauan dan evaluasi, dan pelaporan. 1) Operasional pengembangan
LPM. Pada sub bab ini lebih menjelaskan pada peran penanggungjawab
pelaksanan kegiatan dalam hal ini adalah pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten. Masing-masing mendapat beban tanggung jawab yang harus
ditunaikan atas penyertaan biaya yang diberikan pada anggaran daerah.
Misal dana terkait dengan honor enumerator, maka harus diikuti dengan
tangung jawab penentuan petugas enumerator sesuai dengan criteria yang
telah ditentukan. Disamping itu masih banyak lagi tugas-tugas yang harus
ditunaikan terkait dengan pemberian anggaran meliputi pertemuan
koordinasi, melakukan monev, penyusunan laporan direktori klasifikasi dan
lain sebagainya. 2) Pembinaan. Satu bagin terpenting dari keberhasilan
pelaksanaan kegitaan pengembangan LPM adalah aspek pembinaan. Baik
pemerintah provinsi/kab harus melakukan kegiatan ini dengan sebaik
mungkin dan berkesinambungan. Aspek ini penting untuk menguatkan
fungsi kelembagaan LPM dan juga kualitas sdm pengelolanya. 3)
Penyusunan Direktori Klasifikasi LPM. Di ketahui bahwa sejak tahun 2009-
2016 telah terbangun fisik lumbung sebanyak 3818 unit. Diantara sebanyak
3257 unit telah mendapatkan pengisian. Terkait dengan proses
pelaksanaan kegiatan lumbung tersebut tentunya akan didapati kondisi dan
capaian hasil yang beragam. Oleh sebab itu penting kemudian untuk
disusun direktori klasifikasi LPM yang memberikan gambaran tingkat
keberhasilan ditiap-tiap kelompok LPM. Dalam pelaksanaannya ada
pembagian peran baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten. Cakupan
kerja ditingkat provinsi yakni mengolah dan mengkompilasi hasil
pengolahan yang disampaikan oleh kabupaten. Adapun untuk pelaksanan
ditingkat kabupaten yakni melakukan pengumpulan data, meng entry dan
mengolahnya. 4) Pemantauan dan Evaluasi. Pemantauan dimaksudkan
untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan. Monitoring
dilakukan untuk mengetahui berbagai permasalahan yang muncul di
lapangan supaya kegiatan berjalan secara efektif.Evaluasi kegiatan
dilakukan secara berjenjang (kabupaten dan provinsi) setiap semester yang
bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan kegiatan sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan. Dan 5) Pelaporan. Pada kegiatan pelaporan
ini berkait langsung dengan penunjukan enumerator di daerah (kabupaten).
Pelaporan ini dimaksdukan sebagai aktivitas penyampaian informasi secara
berkala dan berjenjang terkait dengan perkembangan/kondisi cadangan
pangan dikelompok.
3) Dalam menunjang pelaksanaan kegiatan utamanya berkait dengan rutinitas
pelaporan maka disertakan juga format-format pelaporan yang
distandarkan untuk dipakai oleh aparat di daerah.
10. Perkembangan Cadangan Beras Pemerintah Pusat dan Daerah
A. Perkembangan Cadangan Beras pemerintah Pusat
Perkembangan Cadangan Beras Pemerintah Pusat berdasarkan
laporan Perum BULOG. Sejak tahun 2005, Pemerintah telah memiliki
Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh BULOG, menyatu
dengan stok BULOG dan dapat diakses di setiap gudang BULOG di
seluruh Indonesia oleh Pemerintah.
CBP yang dikelola Perum BULOG memiliki fungsi berbeda dengan
cadangan yang dikuasai oleh pedagang atau rumah tanggga. Secara
umum fungsi dari CBP ini secara subtantif meliputi; 1) untuk pengendalian
harga pangan yang dilakukan melalui OP dan 2) bantuan darurat
sosial/bencana alam. Namun demikian secara kondisional ketersediaan
stock CBP ini dalam kondisi tertentu (in case) dapat dipergunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan raskin/rastra jika dirasa perlu ada
penambahan pasokan. Sehingga dengan demikian dikatakan bahwa CBP
ini dalam realitas pemanfaatannya dapat difungsikan untuk pengendalian
harga, bantuan bencana/sosial dan penanggulangan kemiskinan melalui
rastra.
Mengingat informasi dari Perum BULOG tentang cadangan beras
pemerintah (CBP) sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan dalam
mempertimbangkan apakah harus melakukan impor atau tidak, harus
mendatangkan beras dari wilayah lain atau tidak, dan cadangan beras
mencukupi atau tidak, maka dilakukan pemantauan terhadap CBP
termasuk penggunaan atau penyalurannya setiap bulan.
Berdasarkan laporan Perum BULOG maka dapat dilakukan analisis
sederhana mengenai stock dan pemanfaatan CBP setiap bulannya.
Adapun terkait dengan jumlah pemanfaatan CBP tersebut secara garis
besar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1 Pemanfaatan CBP BULOG Tahun 2018
Satuan:Ton
OP BENCANA
1 ACEH 12,896 226 13,122
2 SUMUT 27,915 372 28,286
3 RIAU 16,421 253 16,673
4 SUMBAR 8,048 17 8,065
5 JAMBI 12,271 16 12,288
6 SUMSEL 7,630 86 7,715
7 BENGKULU 4,272 - 4,272
8 LAMPUNG 15,057 305 15,362
9 DKI 64,214 125 64,339
10 JABAR 107,017 245 107,262
11 JATENG 60,626 307 60,933
12 DIY 7,586 - 7,586
13 JATIM 96,002 115 96,117
14 KALBAR 10,231 131 10,362
15 KALTIM 6,580 1 6,581
16 KALSEL 7,663 35 7,698
17 KALTENG 2,887 74 2,961
18 SULUT 4,104 550 4,654
19 SULTENG 5,043 1,148 6,191
20 SULTRA 5,245 353 5,598
21 SULSEL 9,275 167 9,442
22 BALI 2,645 378 3,023
23 NTB 16,145 498 16,643
24 NTT 15,525 1,205 16,730
25 MALUKU 7,209 279 7,488
26 PAPUA 13,453 92 13,544
545,959 6,975 552,935
NO ProvinsiPEMANFAATAN CBP
Total
TOTAL
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2018 realisasi
penyaluran CBP sebanyak 552.935 ton, yaitu untuk Operasi Pasar (OP)
dalam rangka stabilisasi harga beras sebanyak 545.959 ton (98,74%) dan
bantuan bencana sebanyak 6.975 ton (1,26%).
Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk Operasi Pasar telah
disalurkan di 26 drive, yaitu Aceh, Sumut, Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel,
Bengkulu, Lampung, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kalbar, Kaltim, Kalsel,
Kalteng, Sulut, Sulteng, Sultra, Sulsel, Bali, NTB, NTT, Maluku dan Papua.
Penyaluran OP terbesar dilakukan di provinsi Jawa Barat sebesar 107.017
ton, diikuti provinsi Jatim, DKI Jakarta dan jateng, berturut-turut sebesar
96.002 ton, 64.214 ton dan 60.626 ton. Penyaluran CBP untuk operasi
pasar terbesar dilakukan di provinsi Jawa Barat sebesar 107.017 ton atau
sebesar 19,6% dari total OP sebesar 545.959 ton ton.
Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk bantuan
bencana alam telah disalurkan di 24 drive, yaitu Aceh, Sumut, Riau,
Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar,
Kaltim, Kalsel, Kalteng, Sulut, Sulteng, Sultra, Sulsel, Bali, NTB, NTT,
Maluku dan Papua. Penyaluran bencana terbesar terjadi di provinsi NTT
dan Sulawesi Tenggara berturut-turut sebesar 1.205 ton dan 1.148 ton.
Penyaluran CBP untuk bencana terbesar di provinsi NTT sebesar
1.205 atau sebtonesar 17,27% dari total sebesar 6.975 ton. Penyaluran
CBP tersebut merupakan kumulatif penyaluran yang dilakukan di provinsi
NTT sebagai daerah yang rawan kekeringan sepanjang tahun sehingga
memerlukan bantuan untuk bencana.
Berdasarkan monitoring harian yang dilakukan oleh Perum BULOG
dapat diinformasikan bahwa terdapat beberapa Kabupaten dengan
intensitas permintaan yang rutin diantaranya Kabupaten Manggarai Barat
(Provinsi NTT) untuk bantuan pangan karena kekeringan sepanjang tahun.
Untuk bencana terbesar tahun 2018 terjadi di provinsi Sulawesi
Tengah tepatnya di Kabupaten Sigi dan Donggala yaitu terjadinya Tsunami
pada bulan Oktober 2018 sehingga telah tersalurkan CBP hingga 1.138
ton.
B. Laporan Cadangan Beras Pemerintah Daerah
Penguatan sistem ketahanan pangan ditingkat daerah merupakan
salah satu langkah strategis yang dapat diambil dan terus didorong. Pilar
ketahanan pangan akan semakin kokoh tatkala pondasi penguatan ini tidak
semata bersifat top down. Namun juga harus dibangun secara sinergis
dari tingkat daerah. Ketersediaan stok yang memadai ditingkat daerah
akan meringankan beban pengelolaan persoalan pangan secara nasional.
Keberpihakan dan kepedulian pemangku pemerintahan ditingakat
daerah terhadap penjaminan ketersediaan pangan, melalui pengelolaan
cadangan pangan pemerintah daerah, tentunya sangat diapresiasi. Hal ini
sejalan dengan amanah UU Pangan No 18 Tahun 2012 yang
menempatkan keberadaan stok cadangan pemerintah daerah, baik
ditingkat provinsi/kabupaten/kota, sebagai satu bagian dari penguatan
cadangan pangan nasional. Besaran ketersediaan ini tentunya akan cukup
beragam. Cara perhitungan cadangan beras pemerintah daerah sendiri,
baik provinsi dan kab/kota, telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) No 11 tahun 2018 tentang Penetapan Jumlah
Cadangan Beras Pemerintah Daerah. Adapun gambaran kondisi stok
cadangan beras pemerintah daerah ditingkat provinsi dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel. Kondisi Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi, 2018
Grafik. Kondisi Cadangan Beras Pemerintah Daerah Provinsi, 2018
Satuan (Kg)
No Provinsi Stok Awal Pengadaan Stok Penyaluran Stok Akhir
1 Aceh 234,560 50,000 284,560 31,500 253,060
2 Sumatera Utara 67,000 67,000 67,000
3 Sumatera Barat 302,000 100,000 402,000 59,842 342,158
4 Riau 305,740 305,740 70,000 235,740
5 Kepulauan Riau 33,925 5,000 38,925 18,576 20,349
6 Jambi 55,263 12,000 67,263 5,402 61,861
7 Bengkulu 36,236 9,727 45,963 45,963
8 Sumatera Selatan 11,000 9,730 20,730 2,000 18,730
9 Bangka Belitung 20,990 20,990 20,990
10 Lampung 250,960 250,960 250,960
11 Banten 466,754 466,754 257,819 208,935
12 DKI Jakarta - - -
13 Jawa Barat 902,213 38,925 941,138 148,899 792,239
14 Jawa Tengah 85,883 201,000 286,883 105,435 181,448
15 DI Yogyakarta 188,110 10,000 198,110 4,491 193,619
16 Jawa Timur 171,230 171,230 140,030 31,200
17 Kalimantan Barat 246,830 246,830 246,830
18 Kalimantan Tengah 79,050 79,050 79,050
19 Kalimantan Selatan 122,750 122,750 122,750
20 Kalimantan Timur 162,100 162,100 20,600 141,500
21 Kalimantan Utara - - -
22 Sulawesi Utara 124,924 8,626 133,550 96,309 37,241
23 Gorontalo - - -
24 Sulawesi Tengah 65,802 65,802 29,360 36,442
25 Sulawesi Tenggara - - -
26 Sulawesi Selatan 140,000 140,000 140,000
27 Sulawesi Barat - - -
28 NTB 137,180 137,180 31,420 105,760
29 NTT 80,840 250,000 330,840 330,840
30 Bali - - -
31 Maluku Utara - - -
32 Maluku 2,930 2,930 2,930
33 Papua Barat - - -
34 Papua 128,270 128,270 128,270
Total 4,422,539 695,008 5,117,547 1,021,683 4,095,864 Sumber: Dinas KP Provinsi (Diolah)
Berdasar pada tabel tersebut diatas, baru 26 provinsi yang telah
memiliki cadangan pangan pemerintah di tahun 2018. Dari 26 provinsi
tersebut dapat diketahui total stok diawal tahun sebesar 4,42 juta ton
beras dan kondisi cadangan diakhir tahun sebesar 4,09 ton beras.
Adapun untuk kondisi stok akhir CPPD Kabupaten/Kota dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kondisi (Akhir) Cadangan Pangan Daerah Kabupaten/Kota, 2018
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
1 Aceh
1 Aceh Tamiang 30,250
2 Aceh Jaya 76,000
3 Kota Banda Aceh 234,560
-
2 Sumatera Utara -
4 Karo 12,000
5 Serdang begadai 70,480
-
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
3 Sumatera Barat -
6 Pesisir Selatan 45,750
7 Pasaman 32,387
8 Pasaman Barat 59,555
9 Kota Payakumbuh 20,504
10 Kota Padang 82,433
11 Solok 34,000
12 Kota Solok 66,485
13 Tanah Datar 25,475
14 Solok Selatan 2,367
15 50 Kota 8,710
16 Sijunjung 20,000
17 Agam 8,758
18 Padang Pariaman 7,150
-
4 Riau -
19 Bengkalis 20,000
20 Indragiri Hilir 27,250
21 Indragiri Hulu 55,970
22 Pelalawan 22,750
23 Rokan Hulu 6,280
-
5 Kepulauan Riau -
24 Natuna 2,552
25 Bintan 7,056
-
6 Jambi -
26 Tanjab Barat 38,144
27 Tanjab Timur 93
28 Kota Jambi 36,265
29 Kerinci 2,258
30 Bungo 5,000
31 Batanghari 5,000
-
7 Bengkulu -
32 Kepahiang 10,159
33 Bengkulu Selatan 3,002
34 Bengkulu Tengah 6,200
35 Bengkulu Utara 103,500
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
36 Muko-muko 1,035
-
8 Sumatera Selatan -
37 Prabumulih 9,365
38 Muaraenim 55,085
39 Banyuasin 256,000
40 Musi Banyuasin 55,878
41 Musi rawa 83,000
42 Lahat 11,500
43 OKI 5,500
44 Ogan Illir 37,000
45 Palembang 35,000
46 Lubuk Linggau 9,800
-
9 Bangka Belitung -
47 Kota Pangkal Pinang 27,000
48 Bangka Barat 9,000
49 Bangka Selatan 11,200
-
10 Lampung -
50 Lampung Selatan 19,190
51 Lampung Tengah 24,000
52 Lampung Utara 65,000
53 Tulang Bawang 10,000
54 Lampung Timur 6,000
55 Way Kanan 85,000
56 Bandar lampung 140
57 Pringsewu 40,000
58 Tanggamus 35,000
59 Lampung Barat 11,800
60 Pesawaran 1,920
61 Pesisir Barat 13,000
62 Kota Metro 12,000
-
11 Banten -
63 Kab. Pandeglang 2,026
64 Kab. Serang 116,400
65 Kota Tangerang 289,670
66 Kota Cilegon 33,000
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
67 Kota Serang 15,000
68 Kab Tangerang 17,800
-
12 Jawa Barat -
69 Sukabumi 11,030
70 Kuningan 19,165
71 Majalengka 20,000
72 Pangandaran 51,000
73 Cianjur 41,000
74 Ciamis 15,246
75 Bogor 51,043
76 Indramayu 45,710
77 Sumedang 748
78 Cirebon 15,120
79 Karawang 79,950
80 Purwakarta 28,000
81 Bandung 18,960
82 Kab Tasik 31,075
83 Kota Bandung 57,280
84 Kota Banjar 17,851
85 Kota Cirebon 15,121
86 Kota Depok 54,120
87 Kota bekasi 7,880
88 Kab. Bekasi 68,000
-
13 Jawa Tengah -
89 Cilacap 20,000
90 Klaten 825
91 Karanganyar 30,145
92 Demak 5,110
93 Grobogan 12,860
94 Tegal 21,600
95 Wonogiri 10,641
96 Kudus 12,130
97 Kendal 29,400
98 Boyolali 16,826
99 Banjarnegara 780
100 Pati 16,200
101 Pekalongan 1,853
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
102 Sragen 7,250
103 Purbalingga 2,250
104 Magelang 7,920
105 Jepara 4,000
106 Pemalang 15,000
107 Blora 12,150
108 Sukoharjo 1,794
109 Kebumen 50,293
110 Brebes 2,670
111 Batang 4,000
112 Kota Salatiga 4,200
-
14 DI Yogjakarta -
113 Kulon Progo 4,500
114 Sleman 62,832
115 Gunung Kidul 4,250
116 Bantul 5,036
-
15 Jawa Timur -
117 Madiun 12,420
118 Lamongan 22,035
119 Probolinggo 23,850
120 Kota Batu 27,960
-
16 Kalimantan Barat -
121 Sambas 22,010
122 Bengkayang 19,640
123 Landak 13,692
124 Mempawah 9,870
125 Sanggau 51,650
126 Sintang 103,768
127 Kapuas Hulu 16,025
128 Sakadau 9,160
129 Kota Pontianak 94,794
130 Kota Singkawang 5,040
-
17 Kalimantan Tengah -
131 Kota Waringin Barat 60,390
132 Katingan 17,060
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
-
18 Kalimantan Selatan -
133 Hulu Sungai Utara 15,000
134 Balangan 26,000
135 Hulu Sungai Tengah 13,460
136 hulu Sungai Selatan 16,480
137 Tapin 15,000
138 Tala (Tanah Laut) 10,660
139 Batola 15,000
-
19 Kalimantan Timur
140 Paser 320
20 Sulawesi Utara -
141 Kota Manado 34,788
142 Kota Tomohon 10,132
143 Minahasa Tenggara 550
144 Bolmong Utara 14,150
145 Bolmong Selatan 20,253
146 Kota Kotamubagu 14,810
147 Boolang Mongondow 14,200
21 Gorontalo -
148 Kota Gorontalo 420
22 Sulawesi Tengah -
149 Parigi Motong 43,057
150 Toli-toli -
151 Kapuas 580
152 Banggai Kepulauan 8,037
-
23 Sulawesi Selatan -
153 Maros -
154 Pangkep 8,125
155 Pinrang 13,000
156 Soppeng 11,000
157 Sinjai 24,000
158 Bantaeng 6,500
159 Bulukumba 60,000
No PROVINSI/KAB/KOTA Stock/Sisa Akhir
160 Enrekang 20,000
161 Wajo 16,710
162 Luwu 32,000
163 Luwu Timur 6,354
164 Toraja Utara 1,380
165 Kota Makasar 5,000
166 Gowa 2,000
167 Palopo 12,680
-
24 Sulawesi Barat -
168 Poliwali Mandar 1,000
169 Mamuju 1,000
-
25 N T B -
170 Mataram 13,400
171 Lombok Barat 13,690
172 Lombok Tengah 26,370
173 Kota Bima 7,815
174 Sumbawa 15,497
175 Lombok Timur 29,840
176 Sumbawa Barat 21,720
177 Bima -
-
26 Bali -
178 Tabanan 942
27 NTT -
179 Kupang 25,000
180 Alor 1,580
181 Ende 17,670
182 Ngada 105,000
183 Manggarai Barat 15,000
184 Sumba Timur 107,330
Jumlah 5,010,329.04
Sumber: Dinas Pangan/KP (Diolah) Per tanggal 28 Des 2018