lapkas radiologi(kanker paru)
DESCRIPTION
dcdTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS RADIOLOGI
KANKER KOLON
Disusun Oleh:
Teresa Nadia (07120110050)
Pembimbing:
dr. Mira Yuniarti, Sp. Rad
Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran – Universitas Pelita Harapan
Siloam Hospitals Lippo Village
Rumah Sakit Umum Siloam
Periode: 18 Mei – 6 Juni 2015
Tangerang, 2015
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bpk. R
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Jakarta, 19 Agustus 1949
Agama : Kristen
Kebangsaan : Indonesia
No. Rekam Medis : SHLK 0000.650.5xx
B. ANAMNESIS
Keluhan utama: Batuk kurang lebih 2 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
batuk kurang lebih 2 bulan SMRS. Batuk berdahak, terus-menerus, dan
bertambah parah. Keluhan diikuti dengan sesak nafas yang muncul dengan
pola tidak menentu. BAK normal, BAB normal. Riwayat demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat darah tinggi terkontrol.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi
Diabetes
Riwayat kebiasaan
Pasien merokok dari umur 20 tahun (satu kotak perhari)
Pasien mengaku suka minum alkohol
Riwayat Alergi
Tidak ada
2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Denyut nadi : 80x/menit
Laju napas : 20x/menit
Suhu : 36oC
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 168 cm
Status Generalisata
Kepala : deformitas (-)
Wajah : simetris, deformitas (-)
Mata :
o Konjungtiva : injeksi (-/-), anemis (+/+)
o Sklera : ikterik (-/-)
o Iris & Pupil : reaktif (+), 2mm/mm, reguler
o Lensa : jernih
Mulut : bibir dan mukosa basah, lidah tidak ada deviasi
Leher : Masa (-), nyeri tekan (-)
KGB : Pembesaran KGB infraclavicula sinistra
Dada :
o Inspeksi & Palpasi : dalam batas normal
o Perkusi : Batas jantung kiri bawah di sela intercostal
IV linea anterior axilaris sinistra
o Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 reguler
Paru :
o Auskultasi : Vesikuler menurun (+/+)
Abdomen :
o Inspeksi : Dalam batas normal
o Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
3
o Palpasi : Dalam batas normal
o Auskultasi : bising usus normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Biochemistry
Ureum 26.0 mg/dL (N: <71.00)
Creatinine 0.72 mg/dL (N: 0.5-1.3)
eGFR 116.4 ml/mnt/1.73m2 (N: >60)
Pemeriksaan CT scan Thorax Contrast
Hasil:
4
Masa inhomogen
dengan komponen
klasifikasi pada
segmen 3 medial
lobus atas paru kiri
berbatas tidak tegas
(ukuran +/- 3.9 x
4.75 x 5 vm), pasca
pemberian kontras
massa menyangat
inhomogen.
Masa tampak menginfiltrasi bronchus kiri cabang superior
anterior selanjutnya mengakibatkan atelectasis nekrotik
mencakup segmen 3 lobus atas paru kiri, segmen lingual paru
kiri dan segmen 7, 8 lobus bawah paru kiri disertai infiltrate
pneumonitis disekitarnya.
Massa juga mengobilaterasi cabang-cabang arteri pulmonalis
kiri.
Pembesaran kelenjar getah bening multiple di infraclavicula kiri,
interna mammari kiri, prearcus aorta, subkarina, dan paratrachea
kanan (diameter +/- 0.8-2 cm)
Sugestif Ca paru kiri sentral
Centrilobular emphysema di segmen 3 lobus atas paru kanan.
CT TTB 1 Non Contrast
5
Hasil:
Tampak atelectasis mencakup segmen 3 lobus atas paru kiri,
segmen lingual paru kiri, dan segmen 7, 8 lobus bawah paru kiri
disertai infiltrate pneumolitis disekitarnya.
Dilakukan pungsi didaerah tersebut
Pungsi berhasil
Jarum pungsi diangkat
Tidak tampak pneumothorax pada daerah pungsi
Pathology Anatomy (PA Hasil Biopsi)
Hasil:
Makroskopik: Pada sediaan apus sitology TTB paru kiri
mengandung sel ganas dengan inti besar, pleomorfik, vesikuler
kadang-kadang mengandung nucleoli/agak hiperkromatik
dengan sitoplasma agak amfofilik/eosinofilik.
Kesimpulan: NON-SMALL CELL CARCINOMA
F. DIAGNOSIS
CA Paru (NON-SMALL CELL CARCINOMA)
G. DIAGNOSIS BANDING
PPOK
Bronchiectasis
TB paru
H. TATALAKSANA
Obat yang sudah diberikan dari Rumah Sakit:
Medixon
Provital Plus
Levopront
6
Rencana terapi selanjutnya melihat evaluasi keadaan pasien terlebih dahulu.
I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanantionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Dalam istilah medis yang dimaksud dengan
kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma)
PATOGENESIS
Sama halnya dengan kanker pada tempat-tempat lain, karsinoma paru
didasari oleh adanya abnormalitas genetik yang menyebabkan berubahnya epitel
bronkus menjadi jaringan neoplasma. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker
apabila oleh berbagai sebab yang menyebabkan ketidakseimbangan antara fungsi
onkogen dengan gen tumor supresor dalam proses tumbuh dan kembangnya
sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya
hiperekspresi onkogen dan atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor supresor
menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan
dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.
7
Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heteroginiti kromosom atau LOH
juga diduga sebagai mekanisme ketidaknormalan pertumbuhan sel pada sel
kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang
berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras.
Sedangkan kelompok gen tumor supresor antara laingen p53, gen rb
MANIFESTASI KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala berarti
dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:
a. Lokal (tumor tumbuh setempat):
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis.
b. Invasi lokal:
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena kava superior
Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
8
Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
c. Gejala metastasis:
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula
d. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10 % kanker paru, dengan gejala:
Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologic: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid
Dermatologic: eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal: SIADH (syndrome of inappropriate andiuretic hormone).
e. Asimtomatik dengan gejala radiologis
Sering pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
9
DETEKSI DINI
Deteksi kanker paru biasanya dilakukan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Diteksi dini dilakukan pada
subyek dengan resiko tinggi.
Laki-laki , dengan usia lebih dari 40 tahun , perokok
Paparan industri tertentu.
dengan satu atau lebih keluhan : batuk darah, batuk kronik, berat badan
menurun, nyeri dada.
Golongan yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan
gejala-gejala diatas dan riwayat tentang anggota keluarga dengan penyakit
paru bisa dijadikan pertimbangan yang berarti.
National Cancer Institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan
setiap 4 bulan dan terutama ditujukan pada laki-laki >40 tahun, perokok >1
bungkus per hari dan atau bekerja di lingkungan berpolusi yang
memungkinkan terjadinya kanker paru (pabrik cat, plastik, asbes, dll).
10
Gambar Alur Diagnosis Deteksi Dini Kanker Paru
STANGING
Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International
System For Lung Cancer (1997), berdasarkan sistem TNM. Pengertian T
adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan
kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3,
sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.
11
T Tumor Primer
To Tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor
primer sulit dinilai, atau tumor primer
terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada
sekret bronkopulmoner tetapi tidak
tampak secara radilogis atau bronkoskopik.
Tx Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer
terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada
sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak
secara radilogis atau bronkoskopik.
Tis Karsinoma in situ T1 Tumor dengan garis
Tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura
viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak
lebih proksimal dari
bronkus lobus (belum sampai ke bronkuslobus
(belum sampai ke bronkus utama). Tumor
supervisial sebarang ukuran dengankomponen
invasif terbatas pada dinding bronkus yang
meluas ke proksimal bronkus utama
T2 Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai
berikut :
Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih
distal dari karina mengenai pleura viseral
Berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis obstruktif yang meluas ke
12
daerah hilus, tetapi belum mengenai
seluruh paru.
13
T3 Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan
langsung pada dinding dada (termasuk tumor
sulkus superior), diafragma, pleura
mediastinum atau tumor dalam bronkus
utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah
distal karina atau tumor yang berhubungan
dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif
seluruh paru.
T4 Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau
jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus
vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura
ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang
sama dengan tumor primer.
N Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx Kelenjar getah bening tak dapat dinilai
No Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial
dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara
langsung
N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum
ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3 Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau
KGB skalenus / supraklavila ipsilateral / kontralateral
M Metastasis (anak sebar) jauh.
Mx Metastasis tak dapat dinilai
14
Mo Tak ditemukan metastasis jauh
M1 Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s)
ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai
M1
TERAPI
Tujuan pengobatan tumor
Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup pasien.
Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factor obat
anti nyeri dan obat anti infeksi.
Terdapat beda fundamental perangai biologi Non Small Cell Lung Cancer
(NSCLC) dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus
dibedakan :
NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)
Staging TNM yang didasarkan ukuran (T) kelenjar getah bening yang terlibat (N)
dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam penentuan tata laksana
NSCLC ini. Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
dengan perhatian khusus pada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi, dan
skeletal. Hitung jenis sel darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan
untuk mencari kemungkinan adanya metastase ke sumsum tulang, hati dan
tengkorak.
15
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II
pada pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru
biasanya ditoleransi baik bila prediktif “post reseksi Fevi” yang didapat dari
pemeriksaan spirometri peroperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning
melebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat operasi
menjadi pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau
pneumonektomi tetap sebagai standar di mana segmentektomi dan reseksi baji
bilobektomi atau reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.
Survival pasien yang di operasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II
26-37 % dari IIa 17-36,3 %. Pada stadium III A mendekati masih ada kontroversi
mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding
torak terdapat metastasis.
Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu
gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan
memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.
Radioterapi
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi ajuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi
seperti mengurangi efek obstruktif/penekanan terhadap pembuluh
darah/bronkus.Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post
radiasi, sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%). Radiasi dengan
dosis paruh yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang
inoperabel tapi belum disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan
memperpanjang survival sampai 20% dengan cara radiasi dosis paruh ini didapat
16
dari kasus-kasus stadium I usia lanjut, kasus dengan penyakit penyerta sebagai
penyulit operasi atau pasien yang menolak dioperasi.
Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah
merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk
diberikan. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya
pada reseksi lebih komplit pada pancoast tumor atau stadium III b dilaporkan
bermanfaat dari beberapa sentra kanker. Radiasi paliatif pada kasus sindrom vena
cava superior atau kasus dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker
seperti hemoptisis, batuk refrakter, atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis
kranium dan tulang, juga amat berguna.
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
17
Kemoterapi
Prinsip kemoterapi
Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan sel
normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika
kebanyakan efektif terhadap sel bermitosis. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kegagalan pencapaian target pengobatan antara lain:
a. Resistensi terhadap sitostatika
b. Penurunan dosis sitostatika di mana penurunan dosis sebesar 20% akan
menurunkan angka harapan sembuh sekitar 50%
c. Penurunan intensitas obat di mana jumlah obat yang diterima selama
kurun waktu tertentu kurang.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, dosis obat harus diberikan secara optimal
dan sesuai jadwal pemberian. Kecuali terjadi hal-hal yang jika diberikan
sitostatika akan lebih membahayakan jiwa.
Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi dengan
rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah tepi yang akan
menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif. Penilaian respons pengobatan
kanker dapat dibagi menjadi lima golongan seperti :
a. Remisi komplit, tidak tampak seluruh tumor terukur atau lesi terdeteksi
selama lebih dari 4 minggu.
b. Remisi parsial, tumor mengecil >50% tumor terukur atau >50% jumlah
lesi terdeteksi menghilang.
c. Stable disease pengecilan 50% atau <25% membesar.
d. Progresif tampak beberapa lesi baru atau >25% membesar.
e. Lokoprogresif : tumor membesar di dalam radius tumor (lokal).
18
Penggunaan kemoterapi pada pasien NSCLC dalam dua dekade terakhir ini sudah
di teliti. Untuk pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara terintegrasi
dengan modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan penyakit
lokoregional lanjut.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIA
dan untuk pengobatan paliatif.
Kemoterapi adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional
tumor dapat direseksi lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi lokal
definitif dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya.
Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Terapi definitif dengan pembedahan,
radioterapi, atau keduanya diberikan di antara siklus pemberian kemoterapi.
Pemilihan obat
Regimen yang biasanya digunakan sebagai modalitas kemoterapi adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan
tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal
tidak mencapai remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti
untuk meningkatkan tingkat respons yang akan berdampak pada harapan hidup.
Terapi Biologi
19
BCG, levamisole, interferon dan interleukin, penggunaannya dengan kombinasi
modalitas lainnya hasilnya masih kontroversial.
Terapi Gen
Akhir-akhir ini dikembangkan penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara
transplantasi stem sel dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.
SCLC (Small Cell Lung Cancer)
SCLC dibagi menjadi dua yaitu :
1. Limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi
kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%
Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respons terapi
inisial sebesar 60-70% dan angka respons terapi komplit sebesar 20-30%. Angka
median-survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk
extensive-stage disease adalah 9 bulan.
PROGNOSIS
Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
o Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan
stadium dari penyakit
o Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa
tidaklah seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan
tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah
30%.
o Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma ;35-
40% pada stadium I ; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10%
pada stadium III
20
o 75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal,
25% karena ekstra torakal, 2% di antaranya meninggal karena
gangguan sistem saraf sentral.
o 40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat
komplikasi torakal, 55% karena ekstra torakal.
o 15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke
otak dan 8-9% meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.
o Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi,
dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat
tergantung pada : performance status (skala Karnofsky), luasnya
penyakit, adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan utama batuk selama kurang lebih
dua bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dan terus menerus.
Keluhan batuk juga diikuti dengan sesak nafas yang dirasakan bertambah parah
dan dengan pola yang tidak menentu.
Diagnosis CA Paru pada pasien ini dapat ditegakan dengan:
Anamnesis:
o Keluhan utama: Batuk kronis
o Sesak nafas
Faktor resiko kanker paru:
o Laki-laki
o Usia > 40 tahun
o Merokok
Pada pemeriksaan penunjang radiologi (CT Scan Thorax Contrast)
ditemukan massa.
Pada pemeriksaan PA hasil Biopsi dari massa menunjukan hasil sel
keganasan dengan kesimpulan NON-SMALL CELL CARCINOMA.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanker Paru, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Available at: http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/kankerparu.pdf.
Accessed on June 2nd, 2015.
2. Fraumeni, J. F, Jr dan Blot, William. J. 1982. Cancer
Epidemiology And Prevention: Lung And Pleura. Press of W. B Saunders
Company. United States of America.
3. Kemoterapi Kanker Paru. Available at:
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/Kemoterapi%20paru%20last
%20check10.pdf. Accessed on June 2nd, 2015.
4. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S,
Sutantio N. 2005. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman
Nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. Ed. Jusuf
A, Syahruddin E. PDPI dan POI, Jakarta
5. Pembahasan Penyakit Tidak Menular, Kanker Paru. Available at:
http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/03/makalah-kanker-paru.html.
Accessed on June 2nd, 2015.
6. Greene FL, Page DL, Fleming ID, Fritz AG, Balch CM, Haller
DG, et al. Cancer Survival Analysis. In : AJJ Cancer Staging handbook. 6th
ed, Springer, New York, 2002, p. 15-25
7. Lembar Informasi Kanker Paru. Available at:
http://www.roche.co.id/fmfiles/re7175008/Indonesian/media/lembar.informasi
/Onkologi/LC/Lembar.Informasi.Kanker.Paru.pdf. Accessed on June 2nd,
2015.
22