lapkas peb anestesi

Upload: gesza-utama-putra

Post on 09-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Bedah sesar adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Tindakan invasif seperti bedah sesar ini akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.1,2. Peredaan nyeri pada persalinan merupakan permasalahan yang unik. Persalinan terjadi sewaktu-waktu tanpa peringatan dan anestesia obstetrik dapat diperlukan segera setelah pasien makan dalam jumlah besar. Muntah dengan aspirasi isi lambung merupakan ancaman konstan yang memberikan morbiditas dan mortalitas ibu yang mencemaskan. Dan lagi, penyakit-penyakit yang terjadi hanya pada kehamilan, seperti preeklampsia, solutio placenta, dan chorioamnionitis, semuanya mempengaruhi adaptasi fisiologis pada kehamilan, dan mempengaruhi secara langsung pilihan obat-obat analgesia dan anestesia yang dipergunakan.3Hampir 80% bedah sesar dilakukan dengan bantuan anestesi regional yang umumnya anestesia subarachnoid, epidural, maupun keduanya. Pemilihan anestesi regional dikarenakan tingkat mortilitas maternal yang lebih rendah daripada penggunaan anestesia umum. Dengan anestesia regional, ibu tetap sadar dan dapat mempertahankan refleks protektif dengan baik sehingga terhindar dari resiko kesulitan intubasi, ventilasi, aspirasi pneumonia, serta efek samping terhadap janin yang lebih kecil. 3Anestesia regional yang paling sering digunakan adalah anestesia subarachnoid karena mudah dilakukan, mula kerja cepat, durasi kerjanya mudah dilakukan, hambatan neuroaksial yang dihasilkan lebih kuat dan jarang menimbulkan toksisitas karena dosis obat anestesi lokal yang dipakai lebih kecil. Komplikasi yang ditimbulkan oleh hambatan neuroaksial diantaranya adalah vasodilatasi yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah. 3Penggunaan teknik dan medikasi untuk menurunkan nyeri pada obstetrik memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai efek-efek yang terjadi untuk menjamin keselamatan ibu dan bayinya.1Perdarahan antepartum adalah salah satu penyulit anestesi yang paling sering terjadi pada anestesi persalinan. Penyebabnya termasuk plasenta previa, solusio plaseta, dan ruptur uteri. Insiden dari plasenta previa adalah 0,5% dari kehamilan. Plasenta previa sering terjadi pada pasien yang memiliki riwayat operasi caesar atau miomektomi uterus. Selain itu, faktor resiko lainnya adalah multiparitas, usia kehamilan, dan besarnya plasenta.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. BEDAH SESARBedah sesar adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Dalam praktek obstetri modern, pada dasarnya tidak terdapat kontraindikasi untuk dilakukan bedah sesar. Namun, bedah sesar jarang diperlukan apabila janin sudah mati atau terlalu prematur untuk bisa hidup. Pengecualian untuk pemerataan tersebut mencakup panggul sempit pada tingkatan tertentu di mana persalinan pervaginam pada beberapa keadaan tidak mungkin dilakukan, sebagian besar kasus plasenta previa, dan sebagian besar kasus letak lintang kasep. 1,4,5Berdasarkan lokasi sayatan, sectio cesarea dibedakan menjadi: 1. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih (segmen bawah rahim) atau teknik seksio sesarea transperitoneal profunda sangat umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.2. Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.3. Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan saat ini karena sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.4. Bentuk lain dari bedah caesar seperti bedah sesar ekstraperitoneal atau bedah sesar Porro.4

Teknik yang sering digunakan adalah teknik sessio sesarea transperitoneal profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Irisan pada segmen bawah rahim mempunyai keuntungan yaitu hanya membutuhkan sedikit pembebasan kandung kemih dari miometrium. Apabila irisan meluas ke lateral maka perlukaan dapat mengenai satu atau kedua pembuluh darah uterus oleh karena itu penting untuk membuat irisan pada uterus cukup luas untuk mengeluarkan bayi tanpa membuat robekan lebih lanjut. Apabila diperlukan perluasan irisan lebih dianjurkan secara tumpul untuk mengurangi jumlah kehilangan darah, insidensiperdarahan postpartum dan kebutuhan transfusi selama seksio sesarea. Perluasan secara tumpul juga mengurangi risiko laserasi pada bayi. Irisan vertikal rendah dapat diperluas hingga ke fundus pada kasus-kasus dimana diperlukan ruang yang lebih luas. Pembebasan kandung kemih yang lebih luas sering diperlukan untuk menjaga agar irisan tersebut tetap berada pada segmen bawah rahim. Apabila irisan vertikal meluas ke bawah dapat terjadi perlukaan menembus serviks hingga ke vagina atau kandung kemih.4Irisan transversal pada segmen bawah rahim lebih dianjurkan karena lebih mudah untuk ditutup, terletak pada lokasi yang paling jarang untuk terjadi ruptur pada kehamilan berikutnya dan tidak menyebabkan perlengketan dengan usus maupun omentum.1,4

2.1.1. INDIKASI SEKSIO SESSREA :Prinsip :1. Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan/atau2. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per vaginam secara fisiologis.Indikasi seksio sessarea meliputi indikasi ibu dan janin: Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, riwayat obstetri jelek, riwayat seksio sesarea sebelumnya, dan permintaan pasien. Indikasi janin : kelainan letak(malpresentasi dan malposisi), prolaps talipusat, gawat janin.Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu syok / anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan kelainan kongenital mayor yang berat.2.1.2. KOMPLIKASI SEKSIO SESAREASetiap tindakan operasi caesar punya tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus bekas operasi sebelumnya-dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul-sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada kandung kemih dan usus. Cedera ini tak jarang cukup berat.1Walau pun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut sebagai embolus. Jika embolus mencapai pembuluh darah pada jantung, timbul gangguan pada jantung dan paru-paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas secara tiba-tiba. Akibat-nya adalah kematian mendadak pada ibu.4Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi caesar adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas pascaoperasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pascaoperasi disebabkan oleh infeksi (infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, dan luka operasi).nyeri bila buang air kecil, luka operasi bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis (infeksi yang sangat berat). Bila mencapai keadaan sepsis, risiko kematian ibu akan tinggi sekali.4Tanda-tanda infeksi antara lain demam tinggi, perut nyeri, kadang-kadang disertai lokia berbau, Hal-hal yang memudahkan terjadinya (faktor predisposisi) komplikasi antara lain persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita anemia, hipertensi, sangat gemuk, gizi buruk, sudah menderita infeksi saat persalinan, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain pada ibu seperti ibu penderita diabetes mellitus (sakit gula). Antibiotik profilaksis dapat menurunkan terjadinya risiko infeksi pada operasi.4

2.2. ANESTESI SPINALAnestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarknoid) ialah pemberian obat anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5 . Teknik ini cukup sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi dari anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi anestesi lokal di ruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan mengoptimalkan keberhasilan terjadinya blok anestesi spinal.8

2.2.1. Indikasi Anestesi Spinal81. Bedah ekstremitas bawah2. Bedah panggul3. Tindakan sekitar rektum-perineum4. Bedah obstetri-ginekologi5. Bedah urologi6. Bedah abdomen bawah7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi dengan anestesi umum ringan

2.2.3. Kontraindikasi absolut anestesi spinal81. Pasien menolak2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat, syok4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan5. Tekanan intrakranial meninggi6. Fasilitas resusitasi minim2.2.4. Kontraindikasi relatif anestesi spinal81. Infeksi sistemik (sepsis, bakterimia)2. Kelainan psikis3. Bedah lama4. Penyakit jantung5. Hipovolemia ringan6. Nyeri punggung kronis

2.2.5. Mekanisme Kerja Anestesi SpinalAnestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan serebrospinal lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda spinalis, tetapi tempat kerja yang utama adalah serabut preganglionik karena mereka meninggalkan korda spinal pada rami anterior. Karena serabut sistem saraf simpatis preganglionik terblokade dengan konsentrasi anestesi lokal yang tidak memadai untuk mempengaruhi serabut sensoris dan motoris, tingkat denervasi sistem saraf simpatis selama anestesi spinal meluas kira-kira sekitar dua segmen spinal sefalad dari tingkat anestesi sensoris. Untuk alasan yang sama, tingkat anestesi motorik rata-rata dua segmen dibawah anestesi sensorik.8

2.2.6. Persiapan anestesi spinalPersiapan anestesi spinal sama dengan persiapan GA karena untuk mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah dan menimbulkan kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.7,8Daerah disekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu harus pula dilakukan :1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan penunjang4. Klasifikasi status fisik

Anamnesis1,6Hal yang pertama harus dilakukan dalam persiapan pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi adalah menanyakan identitas pasien dan mencocokan dengan data pasien mengenai hari dan bagian tubuh yang akan dioperasi untuk menghindari kesalahan tindakan anestesi dan pembedahan. Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal, atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi berikutnya dengan lebih baik. Selain itu harus ditanyakan juga riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat sosial seperti kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, kehamilan, dan obat-obatan.

Pemeriksaan fisik1,6Bagian ini menitikberatkan pada sistem kardiovaskular dan pernafasan; sistem tubuh yang lain diperiksa bila ditemukan adanya masalah yang relevan dengan anesthesia pada anamnesis. Pada akhir pemeriksaan fisik, jalan nafas pasien dinilai untuk mengenali adanya potensi masalah.1. Sistem kardiovaskularPeriksa secara khusus adanya tanda-tanda berikut: Aritmia; Gagal jantung; Hipertensi; Penyakit katup jantung; Penyakit vascular periferJangan lupa untuk melakukan pemeriksaan vena perifer untuk mengidentifikasi setiap masalah yang berpotensi pada akses IV

2. Sistem pernafasanPeriksa secara khusus adanya tanda-tanda berikut Gagal nafas; Ganguan ventilasi; Kolaps, konsolidasi, efusi pleura; Suara nafas dan gangguan pernafasan

3. Sistem sarafPerlu dikenali adanya penyakit kronik sistem saraf pusat dan perifer, dan setiap tanda adanya gangguan sensorik atau motorik dicatat. Harus diingat bahwa beberapa kelainan akan mempengaruhi sistem kardiovaskular dan pernafasan; misalnya distrofia miotonika dan sklerosis multiple.

4. Sistem muskuloskeletalCatat setiap keterbatasan pergerakan dan deformitas bila pasien memiliki kelainan jaringan ikat. Pasien yang mengidap penyakit rheumatoid kronik sangat sering mengalami pengurangan massa otot, neuropati perifer, dan keterlibatan paru. Vertebra servikalis dam sendi temporomandibular pasien perlu diperhatikan secara khusus.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaam penyakit yang sedang dicurigai. Hanya sedikit bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan penunjang rutin sehingga pemeriksaan tersebut sebaiknya hanya diminta bila hasilnya akan mempengaruhi penatalaksanaan pasien. Berikut merupakan panduan kapan diperlukannya pemeriksaan penunjang preoperative yang umum. Sekali lagi, kebutuhan terhadap pemeriksaan ini akan bergantung pada tingkat pembedahan dan usia pasien. 1,6

Urea dan elektrolit: pasien yang mengkonsumsi digoksin, diuretic, steroid, dan mereka yang mengidap diabetes, penyakit ginjal, muntah-muntah, dan diare. Uji fungsi hati: pengidap penyakit hati, riwayat mengkonsumsi alcohol tinggi dari anamnesis, penyakit metastasis atau tanda-tanda malnutrisi. Gula darah: pengidap diabetes, penyakit arteri perifer berat, dalam terapi steroid jangka panjang. ECG: hipertensi, dengan gejala atau tanda penyakit jantung iskemik, aritmia jantung, atau pengidap diabetes berusia >40 tahun. Roentgen thoraks: gejala atau tanda penyakit jantung dan paru, atau tersangka atau pengidap keganasan, bila direncanakan bedah toraks, atau mereka yang berasal dari daerah endemis tuberkulosis yang belum melakukan pemeriksaan roentgen toraks sejak tahun lalu. Uji fungsi paru: dispnea saat melakukan aktivitas ringan, ppok, atau asma. Ukur laju aliran ekspirasi puncak (PEFR), volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) dan FVC. Pasien yang mengalami dispnea atau sianosis saat beristirahat, yang terbukti memiliki FEV1