kupas tuntas transfer pricing

46
Makalah ini disampaikan oleh Prianto Budi S (Direktur PT Pratama Indomitra Konsultan [member of Russell Bedford International]) dalam Lokakarya Perpajakan pada tanggal 3 Maret 2011 Di Hotel bumi Karsa Komplek Bidakara, Jakarta

Upload: indra-siallagan

Post on 26-Jul-2015

267 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Makalah ini disampaikan oleh Prianto Budi S (Direktur PT Pratama Indomitra Konsultan [member of Russell Bedford International]) dalam Lokakarya Perpajakan pada tanggal 3 Maret 2011 Di Hotel bumi Karsa Komplek Bidakara, Jakarta

Page 2: Kupas Tuntas Transfer Pricing

ii

DDDAAAFFFTTTAAARRR IIISSSIII

BAB I HUBUNGAN ISTIMEWA .................................................... 4

Pengantar ............................................................................................................... 4 Jenis Hubungan Istimewa ...................................................................................... 4 Penentuan Harga Perolehan dalam Transaksi Pengalihan Harta .......................... 8 Hubungan Istimewa dalam UU Pajak penghasilan ................................................. 9

BAB II TRANSFER PRICING ...................................................... 14

Pengantar ............................................................................................................. 14 Pengertian Transfer Pricing .................................................................................. 15 Transfer Pricing Rules .......................................................................................... 17 Transfer Pricing Rules di Indonesia ...................................................................... 18 Metode dan Teknis Penghitungan Harga Wajar ................................................... 19 Pemeriksaan Transfer Pricing .............................................................................. 23 Advance Pricing Agreement (APA) ...................................................................... 24

BAB III PENGUNGKAPAN PIHAK-PIHAK BERELASI ............................ 42

Tujuan dan Ruang lingkup PSAK 7 (Revisi 2009) ................................................ 42 Konsep Utama ...................................................................................................... 42 Perlakuan Akuntansi ............................................................................................ 44

Page 3: Kupas Tuntas Transfer Pricing

iii

BIODATA RINGKAS FASILITATOR

Nama Lengkap : Prianto Budi Saptono Nama panggilan : Prianto / Prie Asal : Purwokerto Pendidikan : S2 UGM (2010)

D4 - STAN lulus 1999 Organisasi Profesi : - Pengurus IAI Wilayah Jakarta

- Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Jakarta Pengalaman kerja : - Ditjen Pajak cq Karikpa Jakarta Enam (1994 – 1999)

- KAP Kanaka Puradiredja & Rekan (2000 – 2004) - PT Partner Utama Konsultan (2004 – 2010) - PT Pratama Indomitra Konsultan (2010 – now)

Member of Russell Bedford International

Komunikasi : HP 0811.90.6181

[email protected] YM: prianto_0809 GT: prianto.budi PIN: 21E4590A www.pratamaindomitra.co.id tax.russellbedford.co.id

Page 4: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 4

BBBAAABBB III HHHUUUBBBUUUNNNGGGAAANNN IIISSSTTTIIIMMMEEEWWWAAA

PENGANTAR Di dalam Pasal 18 UU PPh, telah diatur ketentuan khusus tentang anti penghindaran pajak (Anti-Avoidance Rule), yaitu: 1. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan

modal perusahaan (debt to equity ratio/ DER rule). 2. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak

dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek (controlled foreign corporation/ CFC rule).

3. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (transfer pricing rule) serta menentukan utang sebagai modal (hybrid loan recharacterization rule) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

Pembahasan berikut mengupas lebih detil tentang hubungan istimewa dan transfer pricing. Khusus untuk transfer pricing, pembahasannya dimasukkan dalam bab tersendiri.

JENIS HUBUNGAN ISTIMEWA 1. Pengertian hubungan istimewa menurut UU PPh

Di dalam praktik seringkali terjadi suatu badan usaha bertransaksi dengan badan usaha lainnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sedangkan keduanya masih dalam satu kelompok usaha. Dalam hal demikian, tidak menutup kemungkinan terjadi transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar. Untuk itu, Pasal 18 ayat 4 UU PPh telah memberikan batasan tentang hubungan istimewa, yaitu hubungan istimewa dianggap ada apabila salah satu dari tiga elemen berikut ini terpenuhi.

a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah

25% pada Wajib Pajak lain, hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.

Misalnya, PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT B tersebut mempunyai 50% saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian antara PT A, PT B dan PT C dianggap terdapat hubungan

Page 5: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 5

istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT D, antara PT B, PT C dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa

Hubungan kepemilikan seperti tersebut di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan.

b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di

bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung (melalui manajemen atau penggunaan teknologi).

c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus

dan atau ke samping satu derajat.

1) Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah saudara.

2) Yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat

adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar.

2. Pengertian Hubungan Istimewa menurut Organization for Economic Cooperation and

Development atau OECD Model (Pasal 9)

“Associated Enterprises” Where an enterprise of a Contracting State participates directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other Contracting State, or the same persons participate directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of a Contracting State and an enterprise of the other Contracting State, and in either case conditions are made or imposed between the two enterprises in their commercial or financial relations which differ from those which would be made between independent enterprises, then any profits which would, but for those conditions, have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed accordingly.

Jika kedua pengertian di atas dipersandingkan, akan terdapat dua masalah yaitu pengertian hubungan istimewa dan apa yang harus dilakukan dalam hal transaksi tidak mencerminkan harga wajar. Untuk masalah yang pertama, kedua aturan tersebut pada dasarnya sama yaitu rumusan mengenai "hubungan istimewa. Perbedaannya, pada Model OECD besarnya penyertaan tidak ditentukan secara kuantitatif, sedangkan Pasal 18 ayat 4 memberikan syarat minimum besarnya penyertaan. Masalah yang kedua, yaitu landasan yang dipakai untuk melakukan koreksi, Pasal 18 ayat 4 dan Pasal 9 OECD sedikit berbeda dari segi rumusannya, sebagai berikut. a. Pasal 18 (4)

Page 6: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 6

Ketentuan ini tidak secara tegas merujuk terjadinya transaksi dan akan dilakukan koreksi apabila tidak menunjukkan kewajaran seperti halnya tidak ada hubungan istimewa.

b. Pasal 9, OECD Model:

Terdapat transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam transaksi tersebut diciptakan syarat-syarat yang tidak sesuai dengan transaksi antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

3. Konsekuensi dalam Transaksi Hubungan Istimewa menurut UU PPh

a. Penentuan kembali harga transfer dan DER

Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 UU PPh berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (transfer pricing) serta menentukan utang sebagai modal atau Debt to Equity Ratio (DER) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

Rumusan di atas menunjukkan ada dua hal yang harus dipenuhi agar Dirjen Pajak dapat melakukan koreksi, yaitu: 1) terdapat hubungan istimewa antara pihak-pihak yang melakukan transaksi dan 2) transaksi tersebut tidak menunjukkan kewajaran dan kelaziman usaha

Contoh: Penyertaan modal secara terselubung dengan menyatakan penyertaan modal sebagai utang. Dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya, melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dengan utang yang lazim (DER) terjadi antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.

Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen yang dikenakan pajak.

Contoh lain tentang DER yang lebih konkret adalah DER yang diatur di dalam Kontrak Karya pertambangan umum, yaitu 5:1 atau 8:1. Dalam hal Kontrak Karya DER dikaitkan dengan jumlah investasi, yaitu investasi sampai dengan US$ 200 juta, DER-nya adalah 5:1, sedangkan untuk investasi yang melebihi US$ 200 juta, DER-nya adalah 8:1. Apabila DER sudah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menentukan perlakuan pajak terhadap bunga yang tidak boleh dikurangkan sebagai biaya. Karena aturan tersebut diterapkan terhadap pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sebagaimana dijelaskan di atas bunga yang tidak memenuhi DER diperlakukan sebagai dividen.

b. Advance Pricing Agreement (APA)

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja

Page 7: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 7

sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. Pembahasan lebih detil tentang APA diuraikan di bab lain bersamaan dengan pembahasan Transfer Pricing.

c. Non-Deductibility

Pengeluaran dengan jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (lihat Pasal 9 ayat 1 (f) UU PPh).

Jenis Transaksi Afiliasi & Tax Planning Terkait 1. Jenis transaksi afiliasi, yang sangat berisiko bila ditinjau dari aspek perpajakan, di antaranya

adalah:

a. Untuk transaksi usaha, seperti diuraikan di atas, Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

b. Untuk pinjaman, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan tingkat bunga yang wajar atas

transaksi utang piutang antar pihak yang mempunyai hubungan isitimewa. Hal ini berarti akan merugikan perusahaan karena perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 berdasarkan tingkat bunga wajar dan ada kemungkinan dikenakan sanksi oleh pihak pajak karena kurang memotong. Bagi perusahan induk, atas penghasilan bunga tersebut akan dikoreksikan positif sehingga laba kena pajak akan lebih tinggi.

c. Atas transaksi utang piutang berupa reimbursment cost yang biasa dilakukan antar induk

dan anak perusahaan memiliki kemungkinan adanya implikasi perpajakan berupa kewajiban memungut PPN dan/ atau memotong PPh Pasal 23. Hal ini dapat terjadi apabila pihak pajak mengindikasikan adanya objek pemungutan PPN dan objek pemotongan pajak atas transaksi utang piutang affiliasi tersebut.

2. Jika terjadi transaksi afiliasi antara dua entitas yang berbeda, hal-hal yang harus dilakukan:

a. Diupayakan semaksimal mungkin agar transaksi pembelian barang atau pun pemanfaatan jasa, yang biasanya dilakukan melalui induk perusahan, dapat dilakukan langsung oleh perusahaan yang menggunakannya. Dengan demikian, tidak muncul adanya transaksi utang afiliasi antara anak perusahaan dengan induk perusahaan. Dengan cara ini, dapat diminimalkan risiko adanya pemungutan PPN maupun pemotongan PPh Pasal 23 karena transaksi utang piutang afiliasi.

b. Dalam hal dilakukan pemberian pinjaman kepada anak perusahaan tanpa bunga, harus

terpenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam Surat Dirjen Pajak No. S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992 yaitu: 1) Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu

Page 8: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 8

sendiri dan bukan berasal dari pihak lain. 2) Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada

perusahaan penerima pinjaman telah setor dalam keadan seluruhnya. 3) Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi. 4) Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk

kelangsungan usahanya.

Apabila salah satu dari keempat unsur di atas tidak terpenuhi, atas pinjaman tersebut akan dilakukan koreksi oleh kantor pajak dan menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar. Hal ini akan menambah beban biaya bagi perusahaan.

Karena itu, apabila ada transaksi pinjam meminjam antara perusahaan dengan induk perusahaan, perlu dibuat perjanjian pinjaman yang sekurang-kurangnya memuat tentang pokok pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga yang dibebankan. Seandainya tidak ada pembebanan bunga, hal tersebut harus secara tegas dinyatakan di dalam perjanjian tersebut.

PENENTUAN HARGA PEROLEHAN DALAM TRANSAKSI PENGALIHAN HARTA Di dalam Pasal 10 UU PPh diatur beberapa ketentuan yang terkait dengan penentuan harga perolehan atau harga penjualan yang mengakibatkan adanya pengalihan harta. Berikut uraiannya. 1. Jual beli

a. Tidak ada hubungan istimewa Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima.

b. Terdapat hubungan istimewa

Harga perolehan atau harga penjualan, dalam hal terjadi jual beli harta yang di dalamnya terdapat hubungan istimewa antara pihak yang melakukan transaksi jual beli, adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.

2. Tukar menukar

Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.

3. Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Penjelasan lebih lanjut dikupas di bab berikutnya.

4. Hibah, bantuan, sumbangan, warisan

Merujuk pada Pasal 4 ayat 3 huruf a dan Pasal 10 UU PPh, apabila terjadi pengalihan harta

Page 9: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 9

dalam bentuk hibah, bantuan, sumbangan, berlaku ketentuan sebagai berikut:

Kondisi Keterangan Dasar penilaian memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh

tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pemberi dan penerima

dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak

tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh

ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pemberi dan penerima

dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut

HUBUNGAN ISTIMEWA DALAM UU PAJAK PENGHASILAN Di dalam UU PPh 2008, khususnya Pasal 18 ayat 3a s.d. 3e, keleluasan wajib pajak dalam penggunaan Special Purpose Company (SPC) atau Special Purpose Vehicle (SPV) semakin dipersempit. SPV ini selalu dikaitkan dengan hubungan istimewa antara pendiri SPV dengan SPV yang didirikan tersebut. Ini terlihat dari tambahan klausul di dalam Pasal 18, seperti terlihat berikut ini: 1. Wajib Pajak, yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau

badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

Contoh:

2. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose

company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.

Page 10: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 10

Contoh 2:

Berdasarkan ilustrasi di atas dan merujuk pada ketentuan di atas, US Co dan UK Co dianggap mendapatkan penghasilan dari penjualan harta di Indonesia dan bisa dikenakan pajak di Indonesia.

3. Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi

kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut. Contoh:

Page 11: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 11

3A

NPW

P :

NAM

A :

ID

AFTA

R P

IHAK

YAN

G M

EMIL

IKI H

UB

UNG

AN IS

TIM

EWA

12

34

12

34

12

34

12

34

12

34

IIR

INC

IAN

TR

ANSA

KSI

DEN

GAN

PIH

AK Y

ANG

MEM

ILIK

I HUB

UNG

AN IS

TIM

EWA

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

1 2No

Nam

a

Nila

i Tra

nsak

siM

etod

e P

enet

apan

Har

ga y

ang

digu

naka

nN

o3

Nam

a M

itra

Tran

saks

iJe

nis

Tran

saks

i

Ala

mat

PER

NYA

TAA

N T

RA

NSA

KSI

DEN

GA

N P

IHA

K Y

AN

G M

EMIL

IKI H

UB

UN

GA

N IS

TIM

EWA

TAH

UN

PA

JAK

JIK

A FO

RM

ULI

R IN

I TID

AK M

ENC

UKU

PI D

APA

T D

IBU

AT S

END

IRI S

ESU

AI D

ENG

AN

BE

NTU

K IN

I

Keg

iata

n U

saha

NP

WP

/ Tax

Iden

tific

atio

n N

umbe

rB

entu

k H

ubun

gan

deng

an

Waj

ib P

ajak

14 5 2 3 54

Ala

san

Pen

ggun

aan

Met

ode

LAM

PIR

AN

KH

USU

SSP

T TA

HU

NA

N P

AJA

K P

ENG

HA

SILA

N W

AJI

B P

AJA

K B

AD

AN

……

……

……

……

…..,

WA

JIB

PA

JAK

/ K

UA

SA

( ……

……

……

……

……

……

……

……

……

...…

……

)

Page 12: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 12

TAHUN PAJAK

N P W P :

NAMA WAJIB PAJAK / BUT :

I DOKUMENTASI PENETAPAN HARGA WAJAR TRANSAKSI

1 Mengenai Gambaran Perusahaan Secara RinciBahwasannya kami telah membuat catatan tentang :

Ya Tidak

Struktur kepemilikan yang menunjukkan keterkaitan antara semua perusahaan dalam satu kelompok perusahaan multinasional.

Struktur organisasi perusahaan Wajib Pajak.

Gambaran Lingkungan Ucaha Secara Rinci.

2 Mengenai TransaksiBahwasannya kami telah membuat catatan tentang :

Ya Tidak

Transaksi Wajib Pajak dengan perusahaan yang mempunyai hubungan Istimewa.

Transaksi Wajib Pajak dengan perusahaan yang tidak dipengaruhi oleh hubungan Istemewa atau informasi mengenai transaksi pembanding.

Dalam hal Wajib Pajak bertindak sebagai pihak yang menjual, menyerahkan atau meminjamkan dalam transaksi-transaksi sebagaimana disebutkandi atas, kami telah menyelenggarakan catatan sebagai berikut :- Kebijakan penentuan harga dan daftar harga selama 5 (lima) tahun terakhir- Rincian biaya pabrikasi atau harga perolehan atau biaya penyiapan jasa.

3 Mengenai Catatan Hasil Analisis KesebandinganBahwasannya kami telah membuat catatan tentang :

Ya Tidak

Karakteristik dari produk (barang, jasa, pinjaman, instrumen keuangan, dan lain-lain) yang ditransaksikan.

Kondisi-kondisi ekonomi pada saat terjadinya transaksi.

Strategi bisnis Wajib Pajak pada saat melakukan transaksi afiliasi.

4 Mengenai Catatan Mengenai Penentuan Harga WajarBahwasannya kami telah membuat catatan tentang :Ya Tidak

Data pembanding yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk menentukan harga transfer.

Aplikasi metodologi penentuan harga transfer dan penggunaan data pembanding dalam harga transfer.

……………….,…………………………….

Wajib Pajak / kuasa

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN

PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA

3A-1LAMPIRAN KHUSUS

Berikut catatan-catatan khusus yang kami buat untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan Istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran (arm's length principle ) dan kelaziman.

Aspek-aspek operasional kegiatan usaha Wajib Pajak termasuk rincian fungsi-fungsi yang diselenggarakan oleh unit-unit yang berada dalam organisasi perusahaan Wajib Pajak.

Analisis fungsional yang menjadi pertimbangan dilakukannya transaksi antara Wajib Pajak dengan perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa, semua risiko-risiko diasumsikan dan aktiva-aktiva digunakan dalam transaksi tersebut.

Syarat-syarat transaksi-transaksi (terms of transactions ), termasuk juga perjanjian sesuai kontrak antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang masih mempunyai hubungan Istimewa di luar negeri.

Metodologi penentuan harga yang diterapkan oleh Wajib Pajak, yang menunjukkan bagaimana harga yang wajar diperoleh, dan alasan metode tersebut dipilih dibandingkan dengan metode -metode lainnya.

Page 13: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Hubungan Istimewa 13

3A-2

NP

WP

:

NA

MA

:

ID

ALAM

HAL

WAJ

IB P

AJAK

DAL

AM T

AHUN

PAJ

AK IN

I MEL

AKUK

AN T

RAN

SAK

SI D

ENG

AN P

IHAK

-PIH

AK Y

ANG

MER

UPAK

AN P

END

UDUK

NEG

ARA

TAX

HA

VE

N C

OU

NTR

Y

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

ab

cd

ef

g

II PE

NETA

PAN

NILA

I TR

ANSA

KSI

DI A

TAS,

DIT

ETAP

KAN

DEN

GAN

MEN

GG

UNAK

AN P

RIN

SIP

KEW

AJAR

AN D

AN K

ELAZ

IMAN

USA

HA

YaTi

dak

……

……

……

……

,……

……

……

……

……

……

……

……

2 3

Nila

i Tra

nsak

si

WAJ

IB P

AJAK

/KU

ASA

( ……

……

……

……

……

…)

No

Jeni

s Tr

ansa

ksi

1

Nam

a M

itra

Tran

saks

i

54

LAM

PIR

AN

KH

USU

SSP

T TA

HU

NA

N P

AJA

K P

ENG

HAS

ILAN

WA

JIB

PA

JAK

BA

DA

N

TAH

UN

PAJ

AK

PER

NYA

TAA

N T

RA

NSA

KSI

DEN

GA

N P

IHA

K Y

AN

G M

ERU

PAK

AN

PEN

DU

DU

K N

EGA

RA

TA

X H

EA

VE

N C

OU

NTR

Y

JIKA

FO

RM

ULI

R IN

I TID

AK

ME

NC

UKU

PI D

AP

AT

DIB

UA

T S

EN

DIR

I SE

SU

AI D

EN

GA

N B

EN

TUK

INI

Neg

ara

Page 14: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 14

BBBAAABBB IIIIII TTTRRRAAANNNSSSFFFEEERRR PPPRRRIIICCCIIINNNGGG

PENGANTAR "Kontroversi tentang 750 perusahaan penanaman modal asing (PMA) tidak membayar pajak karena rugi selama lima tahun berturut-turut, seperti yang diungkapkan Menteri Keuangan terdahulu, Jusuf Anwar, menimbulkan beragam tanggapan baik dari DPR, pelaku bisnis, pengamat, dan bahkan dari institusi pemerintah sendiri yaitu dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.. " Terlepas dari berbagai komentar tersebut, dilihat dari perspektif perpajakan internasional, suatu perusahaan multinasional akan berusaha meminimalkan beban pajak global mereka dengan cara memanfaatkan ketiadaan ketentuan perpajakan suatu negara yang tidak mengatur ketentuan anti penghindaran pajak (anti tax avoidance) atau mengaturnya tetapi tidak memadai, sehingga menimbulkan peluang yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan praktik penghindaran pajak. Bukan rahasia umum untuk meminimalisasikan pajak, perusahaan sering melakukan transfer pricing guna memaksimalkan keuntungan. Bagi kalangan pebisnis, pajak tetap saja dipandang sebagai beban yang mengurangi kecil keuntungan. Atas dasar itu wajar jika mereka merekayasa suatu transaksi untuk meminimalisasi beban pajak dengan transfer pricing. Perlakuan Pajak Tax Haven Harian Kontan, 18 Mei 2009

Pemerintah berencana menerbitkan peraturan berisi daftar tax haven yang juga dapat menjelaskan perlakuan pajak yang akan diterapkan atas transaksi yang melibatkan tax haven yang ditengarai merugikan Indonesia karena dipakai untuk menghindari pajak. Meski dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) No. 36/Tahun 2008, Pasal 18 (3c), dijelaskan adanya tax haven sebagai negara yang memberikan perlindungan pajak, tapi tidak ada peraturan pajak lebih lanjut yang menjelaskan kriteria tentang tax haven.

Perhatian yang meningkat atas tax haven juga terjadi setelah OECD mengeluarkan laporan terbaru tentang tax haven yang didasarkan atas beberapa kriteria seperti dari tidak adanya pungutan pajak atau pajak yang rendah, kurangnya pertukaran informasi, kurangnya transparasi dan ketiadaan persyaratan untuk kegiatan yang substansial.

Belum lama ini OECD, lewat Secretary General Angel Gurria, mengeluarkan pernyataan bahwa tax haven telah merugikan negara-negara berkembang dalam hal pajak. Ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan tax haven yakni: (1) menyebutkan definisi tax haven, dan (2) membuat peraturan tentang perlakuan perpajakan atas tax haven.

Kriteria Tax Haven Kriteria tax haven Indonesia mungkin kurang tepat dibandingkan dengan kriteria dengan negara maju. Pasalnya, umumnya investor asal negara maju menggunakan tax haven sebagai perantara untuk berinvestasi di negara berkembang. Indonesia dapat mencontoh Brazil sebagai sesama negara berkembang dalam masalah tax haven.

Brazil di tahun 2008 mengesahkan UU yang menjelaskan definisi tax haven serta perlakuan pajak atas tax haven. Secara umum definisi tax haven di Brazil meliputi yuridiksi yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak kurang dari 20%, tapi UU baru tersebut menjelaskan bahwa definisi tax haven juga meliputi negara yang tidak mengungkapkan akses atas informasi terhadap (i) kepemilikan perusahaan yang berdiri di negara tersebut, atau (ii) menjelaskan beneficial owner atas penghasilan dari perusahan tersebut.

UU baru di Brazil juga mengubah peraturan transfer pricing yang menetapkan bahwa transaksi yang dilakukan oleh residen di Brazil dengan individu atau badan hukum yang mengambil keuntungan dari favourable tax regime, tanpa memandang asal dan hubungannya akan diatur dengan peraturan transfer pricing. Favourable tax regime didefinisikan selain mencakup definisi atas tax haven juga mencakup negara yang menyediakan keuntungan pajak

Page 15: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 15

tanpa kegiatan ekonomi substansial dalam wilayahnya serta negara yang tidak memberikan akses atas informasi kepemilikan barang atau transaksi yang dilakukan di sana.

Indonesia dapat saja menjelaskan kriteria atas tax haven dengan menggunakan ketentuan serupa ketentuan di Brazil dengan mengacu pada UU PPh. Satu contoh lain dari Brazil atas transaksi yang melibatkan tax haven adalah penerapan tarif pajak yang lebih tinggi. Misalnya,, di Brazil atas pembayaran royalti, bunga, jasa serta capital gain kepada tax haven akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.

Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi di Indonesia atas transaksi dengan tax haven akan dibatasi oleh UU PPh, pasal 26, sebesar 20% atau sesuai dengan tax treaty. Indonesia tidak dapat menerapkan tarif pajak sebesar 20% terhadap negara yang disebut sebagai tax haven seperti Singapura dan Swiss. Karena adanya tax treaty antara Indonesia dengan Singapura, yang diratifikasi tahun 1991; serta tax treaty dengan Swiss yang diratifikasi tahun 2009, yang menurunkan tarif pajak atas pembayaran yang dilakukan.

Peraturan Transfer Pricing Indonesia juga membuat tax treaty dengan Labuan, Malaysia, yang juga disebut sebagai tax haven. Pemerintah bahkan sampai sekarang belum meratifikasi perubahan tax treaty dengan Malaysia dimana perubahan tersebut mengeluarkan Labuan dari cakupan tax treaty seperti tarif pajak yang lebih rendah. Di masa lalu, Indonesia juga pernah membuat tax treaty dengan Mauritius, yang juga digolongkan sebagai tax haven, dan membatalkannya di tahun 2005.

Pemerintah Amerika Serikat, didukung Barack Obama, telah membuat rancangan UU (Stop Tax Haven Abuse Act) yang membatasi penggunaan tax haven pada wajib pajak Amerika. Salah satu isi rancangan UU itu adalah menyebutkan negara yang masuk dalam tax haven, persyaratan disclosure yang lebih luas serta sanksi yang lebih keras atau penghindaran pajak lewat tax haven.

Satu hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah membuat peraturan transfer pricing yang lebih baik dan melakukan penegakan peraturan transfer pricing dengan baik. Peraturan dan penegakan aturan transfer pricing di Indonesia tertinggal jauh dibanding China dan India (Global Transfer Pricing Survey-EY, 2006) bahkan peraturan transfer pricing di Indonesia sekarang tertinggal dibandingkan Singapura.

Tanpa adanya pembuatan dan penegakan peraturan transfer pricing yang baik, pembuatan definisi tax haven akan tidak banyak berguna. Meskipun transfer pricing dapat digunakan untuk tujuan positif, namun transfer pricing dapat digunakan untuk menghindari pajak dengan menggunakan metode transfer pricing. Selain peraturan transfer pricing, renegosiasi atau perubahan tax treaty serta segera meratifikasinya juga dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tax haven.

PENGERTIAN TRANSFER PRICING Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi. Transfer pricing dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam satu perusahaan. Sedangkan inter-company transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Kedua perusahaan tersebut bisa berada dalam satu negara (domestic transfer pricing), bisa juga berada di negara yang berbeda (international transfer pricing). Transfer pricing, terutama international transfer pricing, dapat menimbulkan permasalahan apabila digunakan untuk kepentingan penghindaran pajak. Dengan international transfer pricing, perusahaan-perusahaan yang berada pada negara yang berbeda dapat mengatur harga transfer sedemikian rupa sehingga perusahaan di negara yang tarif pajaknya rendah mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya, sedangkan perusahaan di negara yang tarif pajaknya lebih tinggi mendapatkan keuntungan yang serendah-rendahnya.

Page 16: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 16

Transfer Pricing

Intra-Company Transfer Pricing

Inter-Company Transfer Pricing

Domestic Transfer Pricing

International Transfer Pricing

Domestic transfer pricing bisa juga digunakan untuk menghindari pajak, meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan, dengan cara menetapkan harga transfer sedemikian rupa sehingga Penghasilan Kena Pajak tersebar merata pada perusahaan-perusahaan terkait untuk

mengurangi kemungkinan terkena tarif pajak progresif tertinggi. Laba dapat dialihkan kepada perusahaan yang masih berhak menikmati kompensasi kerugian.

Contoh 1: MBR.Ltd yang berkedudukan di Jepang mempunyai anak perusahaan di Malaysia, Hongkong dan Indonesia. Pada suatu saat, perusahaan Indonesia mengimpor bahan dari MBR Ltd Jepang. Namun, faktur dari Jepang dikirim ke Hongkong dan dari Hongkong dikirim ke Singapura. Dari Singapura inilah dikeluarkan faktur ke Indonesia. Dari Jepang barang dihitung harga US$100, dari Hongkong ke Singapura dihitung US$200 dan dari Singapura ke Indonesia dihitung US$300 . Di Indonesia dijual dengan US$400, sehingga laba seluruhnya adalah sekurang-kurangnya US$300.

MBR Ltd Jpn

MBR Ltd Hongkong

MBR Pte Ltd Sin

PT MBR Ind

$100

$200

$300

Arus Barang

Konsumen

$400

Dengan transfer pricing, laba tersebut dialokasikan ke Jepang, Hongkong, Singapura dan Indonesia, padahal barang dari Jepang langsung dikirim ke Indonesia, hanya kertasnya yang mampir-mampir. Karena dianggap memakai jasa broker Trading House Singapura, perusahaan Indonesia harus membayar komisi US$50. Atas modal kerja untuk melaksanakan pembelian itu dibiayai dengan pinjaman dari grup dengan bunga 15% atau US$45. Berarti laba perusahaan Indonesia tinggal US$5. Kalau atas bahan tersebut diperlukan jasa teknik dari induk di Jepang dengan biaya US$30 (10%), akhirnya perusahaan Indonesia justru menderita rugi US$25. Dari contoh tersebut, akhirnya muncul keanehan (anomali), yaitu bahwa grup untung sekurang-kurangnya US$300, yang diperoleh dari penjualan barang yang dibeli oleh orang Indonesia, tetapi perusahaan di Indonesia malah menderita rugi US$25. Indonesia tidak dapat memungut PPh dari

Page 17: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 17

perusahaan yang merugi tersebut. Dengan rekayasa transfer pricing, Indonesia tidak mendapat alokasi laba padahal laba grup tidak akan ada kalau barang tersebut tidak rekayasa semuanya itu dibeli orang Indonesia. Karena dilakukan di luar Indonesia, pemeriksa pajak tidak punya akses data ke sana. Ini merupakan masalah yang pelik untuk pembuktiannya. Karena sesuatunya sudah diatur secara rapi dan canggih secara formal (on paper), pemeriksa pajak akan mengalami kesulitan untuk melakukan koreksi rekayasa tersebut. Untuk memperkirakan arm’s length profit dari perusahaan Indonesia, umumnya pemeriksa memberlakukan metode resale price (harga jual minus). Kendala dari metode ini adalah tidak mudahnya mendapatkan data laba kotor yang wajar, apalagi menyangkut bukti dokumen yang berada di luar yurisdiksi Indonesia. Tentu saja, akan dengan mudah koreksi transfer price dipatahkan oleh wajib pajak. Contoh 2: MBR Corp yang berkedudukan di Amerika Serikat menjual produknya ke anak perusahaan PT MBR Indonesia. Berikut ilustrasinya. Perusahaan Uraian Normal Opsi A1 Opsi A2 Normal Opsi B1 Opsi B2 MBR Corp AS Penjualan 10.000 11.000 8.000 10.000 11.000 8.000 HPP 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Ph neto 4.000 5.000 2.000 4.000 5.000 2.000 PPh 20% 800 1.000 400 PPh 40% 1.600 2.000 800 PT MBR Ind Penjualan 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 HPP 10.000 11.000 8.000 10.000 11.000 8.000 Ph neto 2.000 1.000 4.000 2.000 1.000 4.000 PPh 30% 600 300 1.200 600 300 1.200 Total Pajak 1.400 1.300 1.600 2.200 2.300 2.000 1. Jika tarif PPh Badan di AS < di Indonesia, harga jual ke anak perusahaan diupayakan lebih

mahal (Opsi A1) agar penghematan pajak bisa dioptimalkan. 2. Jika tarif PPh Badan di AS > di Indonesia, harga jual ke anak perusahaan diupayakan lebih

murah (Opsi B2) agar penghematan pajak bisa dioptimalkan.

TRANSFER PRICING RULES Untuk mencegah penghindaran pajak melalui transfer pricing ini, OECD merekomendasikan agar negara-negara mengadopsi transfer pricing rules, yaitu memberikan kewenangan kepada negara untuk mendistribusikan, membagikan, atau mengalokasikan gross income, pengurang penghasilan, credits atau allowances, atau item lain yang mempengaruhi Penghasilan Kena Pajak di antara Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak yang sebenarnya dari tiap Wajib Pajak tersebut. Tujuan transfer pricing rules ini adalah untuk menempatkan Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa menjadi Wajib Pajak yang independen sehingga harga-harga yang digunakan di antara Wajib Pajak-Wajib Pajak tersebut dapat dipastikan kewajarannya (arm’s

Page 18: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 18

length).

TRANSFER PRICING RULES DI INDONESIA Melalui UU PPh, Indonesia telah mengadopsi transfer pricing rules. Dalam Pasal 18 (3) UU PPh diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk: menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal

untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Sebagai aturan pelaksanaannya, ada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing. Dalam Surat Edaran ini diatur antara lain: Konsep Hubungan Istimewa Sesuai dengan Pasal 18 (4) UU PPh, hubungan istimewa dianggap ada apabila: 1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%

pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah

penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; 3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan

atau ke samping satu derajat. Konsep Transfer Pricing Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Hubungan istimewa dimaksud dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Transfer pricing dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Kekurangwajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada: 1. Harga penjualan; 2. Harga pembelian; 3. Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost); 4. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan); 5. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan

atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya; 6. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai

Page 19: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 19

hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar; 7. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai

substansi usaha (misalnya: dummy company, letter box company atau reinvoicing center).

METODE DAN TEKNIS PENGHITUNGAN HARGA WAJAR Di dalam Kep.Dirjen Pajak No. Kep-01/PJ.7/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, penentuan harga pasar wajar dalam hubungan istimewa dilakukan dengan menguji angka-angka dalam SPT melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Metode ini termasuk metode tidak langsung, yang antara lain dikenal beberapa metode seperti berikut ini: 1. Metode harga pasar sebanding (Comparable uncontrolled price method); 2. Metode harga jual minus (Sales minus/Resale price method); 3. Metode harga pokok plus (Cost plus method); 4. Metode profit split; dan 5. Metode Transactional Net Margin. Comparable Uncontrolled Price Metode ini diterapkan dengan pembandingan harga transaksi dari pihak yang ada hubungan istimewa tersebut dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (pembanding independen). Metode ini dapat digunakan dalam hal: Terdapat penjualan/pembelian kepada pihak yang ada hubungan istimewa; Maupun kepada pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa; Jenis produk sebagai obyek transaksi relatif sama.

Dalam membandingkan harga dimaksud harus diperhatikan kondisi yang menyebabkan perbedaan harga antara lain sebagai berikut: pasar-pasar yang berbeda secara geografis; potongan harga dan potongan kuantitas (diskon dan rabat); kualitas barang; biaya transportasi; asuransi.

Perbedaan harga yang diakibatkan oleh faktor-faktor di atas harus dieliminasi untuk mendapatkan pembebanan harga yang wajar, dengan demikian penyesuaikan dapat dilakukan seperlunya sesuai dengan keadaan.

Contoh 1: PT Z menyerahkan penjualan barang X kepada afiliasinya PT Y dengan harga franko tujuan Rp

2.000.000 PT Z menyerahkan penjualan barang X kepada pihak ketiga PT. A dengan harga franko pabrik

Rp 2.000.000. Biaya pengangkutan dan asuransi Rp 100.000 Dengan demikian harga jual wajar barang X kepada PT Y adalah Rp 2.000.000 + Rp 100.000 =

Rp 2.100.000.

Page 20: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 20

Contoh 2: PT M menyerahkan penjualan barang kepada distributor khusus afiliasinya PT N dengan diskon

50%. PT N melaksanakan juga pergudangan, marketing dan advertensi untuk kepentingan PT M. PT N melakukan penyerahan penjualan barang yang sama kepada pihak lain yang independen.

PT M menyerahkan juga penjualan barang yang sama kepada pihak ketiga yang independen PT B dengan diskon 25%.

Terdapat perbedaan tingkat distribusi antara PT N dengan PT B. Berdasarkan analisis biaya yang dikeluarkan oleh PT N, tingkat penerimaan hasil (rate of return) dari perbedaan peran yang dilakukan oleh PT N dibanding PT B adalah sebesar 12%.

Dengan demikian, perhitungan harga wajar penjualan barang x kepada PT N adalah sebagai berikut: diskon wajar bagi PT. N adalah : 25% + 12% = 37% harga wajar penyerahan barang kepada PT. N adalah : 100% - 37% = 63%

Resale price Metode ini dapat dipergunakan dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu produk yang telah dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya. Harga yang terjadi pada penjualan kembali tersebut dikurangi dengan laba kotor (mark up) wajar (yang mencerminkan jumlah untuk menutup biaya-biaya dan laba dari si penjual kembali) merupakan harga jual wajar. Penentuan harga pasar wajar dengan metode harga jual minus dilakukan dengan mengurangkan suatu mark up wajar dari harga jual barang yang sama pada mata rantai berikutnya. Mark up wajar diperoleh dengan membandingkannya dengan transaksi yang tidak ada hubungan istimewa. Metode ini dapat dipakai dalam hal: 1. Tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan istimewa yang dapat digunakan

sebagai pembanding, misalnya pada sistem pemasaran dengan keagenan tunggal. 2. Terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. 3. Tidak terdapat peroses perubahan barang yang menambah nilai. 4. Pihak pembeli dan penjual dalam hubungan istimewa tidak menambah harga yang besar

pengaruhnya terhadap nilai barang tersebut. Contoh penerapan metode 1: PT X menyerahkan barang kepada afiliasinya PT A dengan harga Rp 1.000.000. PT A

menyerahkan barang yang sama kepada pihak ketiga PT D (independen) dengan harga Rp 2.000.000.

PT C pihak yang independen juga menyerahkan produk yang sama kepada PT B (juga independen) dengan kenaikan harga jual (mark up) 20%.

Dengan demikian, harga jual yang wajar dari PT X kepada PT A adalah Rp 2.000.000 - (20% x Rp 2.000.000) = Rp 1.600.000.

Alokasi penghasilan kepada PT A adalah Rp 1.600.000 - Rp 1.000.000 = Rp 600.000. Jadi, harga jual PT X terlalu rendah dari yang seharusnya karena ada transfer pricing.

Contoh penerapan metode 2: Dari contoh di atas, apabila PT X membebankan biaya jaminan terhadap PT A sebesar Rp 100.000,

Page 21: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 21

harga penjualan wajar kepada PT A adalah Rp 1.600.000 - Rp 100.000 = Rp 1.500.000. Cost Plus Metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang menjual produk kepada afiliasinya untuk diproses lebih lanjut. Perhitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar kepada biaya produksi. Data persentase laba kotor wajar dapat diperoleh dari: Penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual yang juga melakukan penjualan

terhadap afiliasinya. Penjualan oleh pihak-pihak yang independen. Komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal fungsi penjualan yang dilakukan oleh

penjual adalah sama dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian tersebut. Persentase laba kotor dari perusahaan sejenis.

Hal-hal yang perlu diperhaitkan dalam penerapan metode harga pokok plus adalah: 1. Alokasi biaya-biaya terhadap harga pokok:

a. Penentuan biaya langsung: diperhatikan tingkat efisiensi pemakaian bahan langsung dan jam kerja langsung.

b. Penentuan biaya tidak langsung: 1) diperhatikan tingkat efisiensi bahan tidak langsung serta jam kerja tidak langsung. 2) pembebanan biaya-biaya tidak langsung lainnya dari unit-unti yang berbeda terhadap

produksi. 2. Penggunaan metode biaya langsung (direct costing) dalam penentuan harga jual. 3. Penggunaan teknologi yang dapat menghemat bahan baku dan jam kerja. 4. Permintaan harga dari pemesan. Contoh penerapan metode: PT X memproduksi barang dengan biaya Rp 50.000 dan menyerahkan barang tersebut kepada

afiliasinya (hubungan istimewa) PT A dengan harga Rp 90.000. PT Y memproduksi barang sejenis dengan biaya sebesar Rp 60.000 dan menjualnya kepada PT

B (tidak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp 100.000. Dari penjualan PT Y terlihat bahwa persentase laba kotor dari biaya adalah sebesar 40 : 60 =

66,66 % Dengan cost-plus method, dapat diketahui bahwa harga wajar penjualan PT X ke PT A adalah :

Rp 50.000 + (66,66% x Rp 50.000) = Rp 83.333. Jadi, bisa dianggap bahwa harga beli PT A lebih mahal dari yang seharusnya dan dapat dikoreksi biayanya oleh kantor pajak.

Profit Split Metode ini digunakan untuk menentukan laba yang akan dibagi antara anggota grup dari transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Selanjutnya, laba tersebut dibagi antara perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dengan dasar pertimbangan ekonomis sehingga pembagian itu mencerminkan laba seandainya transaksi itu tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Contoh penerapan metode: X Sdn Bhd Malaysia memproduksi alat telekomunikasi, mengembangkan microprocessor

sendiri, dan memiliki paten atas teknologinya tersebut.

Page 22: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 22

PT Y Indonesia merupakan anak perusahaan X Sdn Bhd dan memproduksi mobile equipment dan mengembangkan micropocessor serta teknologi sendiri. PT Y Ind merupakan pemegang lisensi tunggal teknologi X Sdn Bhd.

X Sdn Bhd membeli semua mobile equipment dari PT Y Indonesia dan menjualnya kepada pihak ketiga.

Keduanya sepakat sesuai kontrak bahwa atas produksinya ditetapkan mark-up sebesar 10% dan atas distribusinya ditetapkan mark-up 25%

Berikut transaksi di antara kedua perusahaan tersebut 1. Langkah 1: Penentuan basic return

Uraian PT Y Indonesia (USD) X Sdn Bhd (USD) Penjualan 100.000 125.000 HPP (60.000) (100.000) Laba kotor 40.000 25.000 Biaya operasi (5.000) (15.000) Laba operasi 35.000 10.000

Total laba operasi grup adalah USD 45.000

Uraian USD

PT Y Indonesia: HPP 60.000 Mark-up 10%) 6.000 Harga transfer tanpa intangibles 66.000

X Sdn Bhd: Penjualan ke pihak ketiga 125.000 Marjin penjualan 25% Laba kotor tanpa intangibles 31.250

Perhitungan basic return berdasarkan data di atas:

Uraian PT Y Indonesia (USD) X Sdn Bhd (USD)

Penjualan 66.000 HPP 60.000 Laba kotor 6.000 31.250 Biaya operasi (5.000) (15.000) Laba operasi 1.000 16.250

Total laba operasi grup adalah USD 17.250

2. Langkah 2: Pembagian residual profit

Residual profit grup adalah USD 45.000 – USD 17.250 = USD 27.750. Di dalam perkembangan kedua perusahaan, ada dua beban yang dapat dimasukkan untuk

menentukan intangibles, yaitu biaya litbang dan pemasaran. Jika dimisalkan biaya litbang dan pemasaran yang dikeluarkan kedua perusahaan adalah:

- PT Y Indonesia USD 3.000 (20%), - X Sdn Bhd USD 12.000 (80%) pembagian residual profit menjadi

Page 23: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 23

- PT Y Indonesia (20% x USD 27.750) USD 5.550 - X Sdn Bhd (80% x USD 27.750) USD 22.200

Dengan demikian, laba operasi masing-masing perusahaan setelah penyesuaian adalah: - PT Y Indonesia USD 5.550 + USD 1.000 = USD 6.550 - X Sdn Bhd USD 16.250 + USD 22.200 = USD 38.450

Uraian PT Y Indonesia (USD) X Sdn Bhd (USD)

Penjualan 71.550 125.000 HPP 60.000 (71.550) Laba kotor 11.550 53.450 Biaya operasi (5.000) (15.000) Laba operasi 6.550 38.450

Transactional Net Margin (TNM) Metode ini digunakan untuk menetapkan persentase laba bersih yang didasarkan atas perbandingan laba bersih terhadap biaya-biaya, laba bersih penjualan atau laba bersih terhadap aktiva yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Contoh penerapan metode: PT SC merupakan produsen alat-alat rumah tangga yang menjual ke perusahaan grup di

Singapura (SingCo Pte Ltd) dan menggunakan merk SingCo Pte Ltd. Dalam hal ini, SingCo Pte Ltd hanya menjual produk PT SC.

Berdasarkan analisis, terdapat PT MBR yang menjual produk serupa dan memperoleh laba operasi sebesar 10%. Untuk itu, harga transfer PT SC berdasarkan metode TNM adalah:

Uraian USD

HPP 5.000.000 Biaya operasi 1.500.000 Total biaya 6.500.000 Net mark-up (sesuai data pembanding PT MBR 10%) 650.000 Harga transfer 7.150.000

PEMERIKSAAN TRANSFER PRICING Karena kompleksitas transfer pricing, suatu pemeriksaan pajak dapat diperpanjang hingga 2 tahun jika ada indikasi transfer pricing. Sesuai dengan SE-01/PJ.7/2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, berdasarkan permintaan, Kepala Kanwil DJP atau Direktur P4 dapat memperpanjang jangka waktu penyelesaian PL, PSL dan PSK dengan ketentuan sebagai berikut: Dalam hal pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh WP OP/Badan yang menyatakan lebih bayar ditemukan adanya indikasi transfer pricing yang belum dapat diungkap, dalam jangka waktu penyelesaian SPT LB (12 bulan) surat ketetapan pajak harus diterbitkan. Selanjutnya, pemeriksaan terhadap Wajib pajak tersebut dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.

Page 24: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 24

Jenis Pemeriksaan Jangka Waktu Pemeriksaan

Perpanjangan jangka waktu penyelesaian

Keterangan

Pemeriksaan Sederhana Kantor

PSK 4 minggu 2 minggu Apabila dalam PSK ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi PL

Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 tahun

Pemeriksaan Sederhana Lapangan

PSL 1 bulan 1 bulan

Pemeriksaan Lapangan

PL 2 bulan 6 bulan

ADVANCE PRICING AGREEMENT (APA) Pengertian APA Kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengannya. Tujuan APA Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multi nasional. Persetujuan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak tersebut dapat mencakup beberapa hal (misalnya harga jual produk yang dihasilkan dan jumlah royalti), tergantung pada kesepakatan. Manfaat APA

Keuntungan dari APA, selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, adalah bahwa fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam grup yang sama. Sifat APA 1. unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak,

atau 2. bilateral, yaitu kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara

lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya.

Page 25: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 25

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ.7/1993

TENTANG PETUNJUK PENANGANAN KASUS-KASUS TRANSFER PRICING (SERI TP - 1)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU PPh 1984 beserta penjelasannya dan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU PPN 1984 beserta penjelasannya diatur wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk mengatur lebih lanjut mengenai perlakuan perpajakan atas transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Ketentuan tersebut berkaitan pula dengan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh 1984. Hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainnya sebanyak 25% atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Sedangkan untuk Wajib Pajak Perseorangan hubungan istimewa dapat terjadi karena hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau kesamping satu derajat. Hubungan istimewa antara Wajib Pajak Perseorangan dianggap terjadi misalnya antara ayah, ibu, anak, saudara (kandung), mertua, anak tiri dan ipar. Hubungan istimewa dimaksud dapat mengakibatkan kekurang-wajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Kekurang wajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada : (1) Harga penjualan; (2) Harga pembelian; (3) Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost); (4) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan) (5) Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa

teknik dan imbalan atas jasa lainnya; (6) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan

istimewa yang lebih rendah dari harga pasar; (7) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi usaha

(misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center). Perlu disadari bahwa dengan perkembangan dunia usaha yang demikian cepat, yang sering kali bersifat transnasional dan diperkenalkannya produk dan metode usaha baru yang semula belum dikenal dalam bidang usaha (misalnya dalam bidang keuangan dan perbankan), maka bentuk dan variasi transfer pricing dapat tidak terbatas. Namun demikian dengan pengaturan lebih lanjut ketentuan tentang transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa diharap dapat meminimalkan atau mengurangi praktek penghindaran/penyelundupan pajak dengan rekayasa transfer pricing tersebut. Perlu ditegaskan pula bahwa Transfer Pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak Dalam Negeri dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (Negara yang tidak memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak yangmempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang perpajakan kita menganut azas mate-riil (substance over form rule).

Page 26: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 26

Untuk memudahkan bagi Saudara dalam menangani kasus-kasus Transfer Pricing atau yang mengandung indikasi adanya Transfer Pricing, di bawah ini disampaikan beberapa contoh dari kasus dimaksud beserta perlakuan perpajakannya. (1) Kekurang-wajaran harga penjualan

Contoh 1: PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang PT. A ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp. 160,- per unit, berbeda dengan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang yang sama kepada PT. X (tidak ada hubungan istimewa) yaitu Rp. 200,- per unit. Perlakuan Perpajakan : Dalam contoh tersebut, harga pasar sebanding (comparable uncontrolled price) atas barang yang sama adalah yang dijual kepada PT. X yang tidak ada hubungan istimewa. Dengan demikian harga yang wajar adalah Rp. 200,- per unit. Harga ini dipakai sebagai dasar perhitungan penghasilan dan/ atau pengenaan pajak. Kalau PT. A adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), ia harus menyetor kekurangan PPN-nya (dan PPn BM kalau terutang). Atas kekurangan tersebut dapat diterbitkan SKP dan PT. A tidak boleh menerbitkan faktur pajak atas kekurangan tersebut, sehingga tidak merupakan kredit pajak bagi PT. B. Contoh 2: PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A membebankan harga jual Rp. 160,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan kepada pihak ketiga yang tidak ada hubungan istimewa. Perlakuan Perpajakan : Dalam contoh di atas, maka harga yang wajar adalah harga pasar atas barang yang sama (dengan barang yang diserahkan PT. A) yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Apabila ditemui kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang sama (terutama karena PT. A tidak menjual kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa), maka dapat ditanggulangi dengan menerapkan harga pasar wajar dari barang yang sejenis atau serupa, yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Dalam hal terdapat kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang sejenis atau serupa, karena barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus, misalnya semi finished products, maka pendekatan harga pokok plus (cost plus method) dapat digunakan untuk menentukan kewajaran harga penjualan PT. A. Misalnya diketahui bahwa PT. A memperoleh bahan baku dan bahan pembantu produksinya dari para pemasok yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Harga pokok barang yang diproduksi per unit adalah Rp. 150,- dan laba kotor yang pada umumnya diperoleh dari penjualan barang yang sama antar pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable mark up) adalah 40% dari harga pokok. Dengan menerapkan metode harga pokok plus maka harga jual yang wajar atas barang tersebut dari PT. A kepada PT. B untuk tujuan penghitungan penghasilan kena pajak/dasar pengenaan pajak adalah Rp. 210 {Rp. 150 + (40% x Rp. 150)}. Contoh 3: PT. B menjual kembali barang yang dibeli dari PT. A pada contoh 2 di atas ke pihak yang tidak ada hubungan istimewa dengan harga Rp. 250,- per unit. Laba kotor sebanding untuk penjualan barang tersebut adalah 20% dari harga jualnya. Perlakuan Perpajakan: (1) Dalam menguji kewajaran harga penjualan dari PT. A ke PT. B, selain pendekatan harga pokok plus,

dapat pula diterapkan pendekatan harga jual minus (sales minus/ resale price method). Dengan menerapkan metode tersebut maka harga penjualan barang PT. A ke PT. B yang wajar untuk

Page 27: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 27

perhitungan pajak penghasilan/dasar pengenaan pajak adalah Rp. 200,- {Rp. 250,- - (20% x Rp. 250,-)}.

(2) Apabila ternyata terdapat kesulitan dalam memperoleh harga pasar sebanding dan juga sulit menerapkan metode harga jual minus maupun harga pokok plus maka dapat digunakan metode lainnya, misalnya dengan pendekatan tingkat laba perusahaan sebanding ( comparable profits) atau tingkat hasil investasi (return on investment) dari usaha yang sama, serupa atau sejenis. Misalkan diketahui bahwa persentase laba kotor jenis usaha yang sama dengan usaha PT. A dari data dunia bisnis adalah 30%. Selanjutnya ternyata bahwa laba kotor yang dilaporkan PT. A adalah 15%. Karena terdapat deviasi tingkat laba PT. A dari tingkat laba rata-rata tersebut di atas, maka dapat diduga bahwa ada penggeseran laba melalui penjualan dengan harga yang kurang wajar dari PT. A ke PT. B. Kalau misalnya PT. B merupakan pembeli tunggal (monopsoni) barang yang dijual PT. A tersebut, laba kotor PT. A atas barang tersebut untuk tujuan penghitungan pajak terutang harus dihitung kembali menjadi sebesar 30%.

(2) Kekurang-wajaran harga pembelian Contoh: H Ltd Hongkong memiliki 25 % saham PT. B. PT. B mengimpor barang produksi H Ltd dengan harga Rp. 3.000 per unit. Produk tersebut dijual kembali kepada PT. Y (tidak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp. 3500 per unit. Perlakuan perpajakan: Pada contoh tersebut di atas, pertama-tama dicari harga pasar sebanding untuk barang yang sama, sejenis atau serupa atas pembelian/impor dari pihak yang tidak ada hubungan istimewa atau antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa (sama halnya dengan kasus harga penjualan). Apabila ditemui kesulitan, maka pendekatan harga jual minus dapat diterapkan, yaitu dengan mengurangkan laba kotor (mark up) yang wajar ditambah biaya lainnya yang dikeluarkan Wajib Pajak dari harga jual barang kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Apabila laba yang wajar diperoleh adalah Rp. 750,- maka harga yang wajar untuk perpajakan atas pembelian barang dari H Ltd di Hongkong adalah Rp. 2.750 (Rp. 3.500 - Rp.750). Harga ini merupakan dasar perhitungan harga pokok PT. B dan selisih Rp. 250 antara pembayaran utang ke H Ltd di Hongkong dengan harga pokok yang seharusnya diperhitungkan dianggap sebagai pembayaran dividen terselubung.

(3) Kekurang-wajaran alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost) Contoh :Pusat perusahaan (Head Office) di luar negeri dari BUT di Indonesia sering mengalokasikan biayaadministrasi dan umum (overhead cost) kepada BUT tersebut. Biaya yang dialokasikan tersebut antara lain adalah:

a. Biaya training karyawan BUT di Indonesia yang diselenggarakan kantor pusat di luar negeri; b. Biaya perjalanan dinas direksi kantor pusat tersebut ke masing-masing BUT; c. Biaya administrasi/manajemen lainnya dari kantor pusat yang merupakan biaya

penyelenggaraan perusahaan; d. Biaya riset dan pengembangan yang dikeluarkan kantor pusat.

(4) Perlakuan perpajakan: Alokasi biaya-biaya tersebut diatas diperbolehkan sepanjang sebanding dengan manfaat yang diperoleh masing-masing BUT dan bukan merupakan duplikasi biaya. Biaya kantor pusat yang boleh dialokasikan kepada BUT tidak termasuk bunga atas penggunaan dana kantor pusat, kecuali untuk jenis usaha perbankan, dan royalti/sewa atas harta kantor pusat. Dalam hal berlaku perjanjian penghindaran pajak

Page 28: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 28

berganda maka pengalokasian biaya kantor pusat, kepada BUT adalah seperti yang diatur dalam perjanjian tersebut. Kewajaran biaya training di atas dapat diuji dengan membandingkan jumlah biaya training yang sama atau sejenis, yang diselenggarakan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Untuk biaya lainnya, maka besarnya biaya yang dapat dialokasikan dihitung berdasar faktor-faktor tertentu yang dapat mencerminkan dengan baik proporsi manfaat yang diterimanya, misalnya perbandingan jumlah peredaran. Kekurang-wajaran pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham Contoh: H Ltd di Hongkong memiliki 80% saham PT. C dengan modal yang belum disetor sebesar Rp. 200 juta. H Ltd juga memberikan pinjaman sebesar Rp. 500 juta dengan bunga 25% atau Rp. 125 juta setahun. Tingkat bunga setempat yang berlaku adalah 20%. Perlakuan perpajakan: (a) Penentuan kembali jumlah utang PT. C. Pinjaman sebesar Rp. 200 juta dianggap sebagai

penyetoran modal terselubung, sehingga besarnya hutang PT. C yang dapat diakui adalah sebesar Rp. 300 juta ( RP. 500 juta - Rp. 200 juta ).

(b) Perhitungan Pajak Penghasilan. Bagi PT. C pengurangan biaya bunga yang dapat dibebankan adalah Rp. 60 juta (20% x Rp. 300 juta) yang berarti koreksi positif penghasilan kena pajak. Selisih Rp. 65 juta (Rp. 125 juta - Rp. 60 juta) dianggap sebagai pembayaran dividen ke luar negeri yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% atau dengan tarif sesuai dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

(5) Kekurang-wajaran pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan jasa lainnya Contoh kasus Pembayaran lisensi, franchise dan royalti : Contoh 1: PT. A, perusahaan komputer, memberikan lisensi kepada PT. X (tidak ada hubungan istimewa) sebagai distributor tunggal di negara X untuk memasarkan program komputernya dengan membayar royalti 20% dari penjualan bersih. Selain itu PT. A juga memasarkan program komputernya melalui PT. B di negara B (ada hubungan istimewa) sebagai distributor tunggal dan membayar royalti 15% dari penjualan bersih. Perlakuan perpajakan: Oleh karena program komputer yang dipasarkan PT. B sama dengan yang dipasarkan PT. X, atas dasar matching transaction method untuk tujuan perpajakan maka royalti di PT. B juga harus 20%. Kalau kondisi yang sama tidak diperoleh maka perlu diadakan penyesuaian. Pendekatan demikian disebut comparable adjustable method (metode sebanding yang disesuaikan). Contoh tersebut dapat juga digunakan untuk menguji kewajaran franchise atau imbalan lain yang serupa dengan itu. Contoh 2: G GmbH Jerman, perusahaan farmasi, memiliki 50% saham PT. B (Indonesia) yang beroperasi di bidang usaha yang sama. G GmbH mensuplai bahan baku dan pembantu kepada PT. B dengan harga DM 120 per unit. Selanjutnya didapat informasi, misalnya dari SGS di Jerman, bahwa harga internasional untuk bahan tersebut adalah DM 100 per unit. Perlakuan perpajakan: Harga sebanding untuk bahan tersebut adalah DM 100 per unit. Untuk bahan farmasi umumnya terdapat paten atas penemuan ramuannya. Kemungkinan tidak terdapat kontrak lisensi yang ditutup antara G GmbH dengan PT. B. Kalau dalam praktek perdagangan ternyata pada umumnya terdapat imbalan royalti (tanpa diketahui berapa jumlahnya), maka jumlah sebesar DM 20 dianggap sebagai pembayaran royalti. Di lain pihak kalau diperoleh data bahwa royalti umumnya adalah 10% dari harga, maka dapat

Page 29: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 29

disimpulkan bahwa royaltinya sebesar DM 10, sedang selisihnya dianggap pembagian dividen. Contoh kasus imbalan atau jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan jasa sejenis lainnya: PT. A memiliki 25% saham PT. B. PT. A memberikan bantuan teknik kepada PT. B dengan imbalan sebesar Rp. 500. Imbalan jasa yang sama dengan keadaan yang sama atau serupa adalah Rp. 250. Perlakuan Perpajakan: Dalam kasus di atas, maka imbalan jasa yang wajar adalah Rp 250. Contoh kasus komisi: PT. A memiliki 25% saham PT. B. PT. B juga merupakan distributor PT. A dengan komisi 5% dari harga jual. Disamping itu PT. B juga sebagai distributor produk perusahaan lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa dengan komisi 9%.untuk memasarkan produk PT. A, diperlukan biaya-biaya promosi dan sebagainya yang menjadi beban PT. B. Perlakuan perpajakan: Berdasarkan analisis fungsi, maka besarnya komisi dari PT. A sebesar 5% adalah kurang wajar karena sebagai distributor PT. B masih menanggung biaya promosi, dsb yang dapat melebihi jumlah komisinya. Di lain pihak diketahui bahwa komisi dari pihak ketiga yang tidak dibebani biaya promosi adalah 9%. Oleh karena itu maka komisi dari PT. B yang wajar adalah minimal sebesar 9% ditambah dengan suatu jumlah untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan.

(6) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham atau oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Contoh: A adalah pemegang 50% saham PT. B. Harta perusahaan PT. B berupa kendaraan, dibeli A dengan harga Rp. 10 juta. Nilai buku kendaraan tersebut adalah Rp. 10 juta. Harga pasaran kendaraan sejenis dalam keadaan yang sama adalah Rp. 30 juta. Perlakuan perpajakan: Oleh karena harga pasar sebanding untuk kendaraan tersebut adalah Rp. 30 juta, maka penghasilan kena pajak PT. B dikoreksi positif Rp. 20 juta (Rp. 30 juta - Rp. 10 juta). Sedangkan bagi A selisih harga Rp. 20 juta merupakan penghasilan berupa dividen yang oleh PT. B harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%.

(7) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak mempunyai substansi usaha (letter box company). Contoh: PT. I Indonesia, yang mempunyai hubungan istimewa dengan H Ltd Hongkong, dua-duanya adalah anak perusahaan K di Korea. Dalam usahanya PT. I mengekspor barang yang langsung dikirim ke X di Amerika Serikat atas permintaan H Ltd Hongkong. Harga pokok barang tersebut adalah Rp. 100. PT. I Indonesia selalu menagih H Ltd dengan jumlah Rp. 110. Sedang H Ltd Hongkong menagih X Amerika Serikat. Informasi yang diperoleh dari Amerika Serikat menunjukan bahwa X membeli barang dengan harga Rp. 175. Keterangan lebih lanjut menunjukan bahwa H Ltd Hongkong hanya berupa Letter Box Company (reinvoicing center), tanpa substansi bisnis. Perlakuan perpajakan: Oleh karena tarif pajak perseroan di Hongkong lebih rendah dari Indonesia, maka terdapat petunjuk adanya usaha Wajib Pajak untuk mengalihkan laba kena pajak dari Indonesia ke Hongkong agar di peroleh penghematan pajak. Dengan memperhatikan fungsi (substansi bisnis) dari H Ltd, maka perantaraan transaksi demikian (untuk penghitungan pajak) dianggap tidak ada, sehingga harga jual

Page 30: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 30

oleh PT. I dikoreksi sebesar Rp. 65 (Rp. 175 - Rp. 110). Kalau fungsi H Ltd adalah sebagai agen yang pada umumnya mendapat laba kotor (komisi) 10%, maka untuk penghitungan Pajak Penghasilan laba sebesar Rp. 75 dialokasikan sebagai berikut : - untuk H Ltd = Rp.17,50 (10% x Rp. 175), - untuk PT. I = Rp. 57,50 (Rp. 75 - Rp. 17,50). - Harga jual oleh PT. I yang wajar adalah Rp. 157,50 (Rp. 175 - Rp. 17,50). Agar supaya para pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan efektif terhadap kasus Transfer Pricing, akan segera diterbitkan Petunjuk Pemeriksaan Pajak Pada Kasus Transfer Pricing. Jika dalam pelaksanaan sehari-hari Saudara menghadapi kasus-kasus yang tidak dapat diselesaikan pada instansi pertama, hendaknya Saudara konsultasikan dengan Kanwil setempat. Kalau dibutuhkan data pembanding dari luar negeri maka permintaan hendaknya ditujukan ke Direktorat Peraturan Perpajakan. Selanjutnya Direktorat tersebut akan melaksanakan permintaan data dimaksud ke Negara yang bersangkutan. Prosedur permintaan data dilakukan sesuai dengan ketentuan pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd Drs. MAR'IE MUHAMMAD PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 43/PJ/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI ANTARA WAJIB PAJAK DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang :

a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;

b. bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

c. bahwa berdasarkan huruf a dan b di atas dan untuk memberikan kepastian dan kelancaran dalam penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa;

Mengingat :

Page 31: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 31

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI ANTARA WAJIB PAJAK DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

4. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara/jurisdiksi lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

5. Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPN.

6. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau

Page 32: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 32

berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.

7. Harga Wajar atau laba Wajar adalah harga atau Iaba yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

8. Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.

9. Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

10. Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

11. Data Pembanding Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

12. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.

13. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.

14. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

15. Metode pembagian laba (profit split method/PSM) adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

16. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang c dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

17. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) adalah prosedur administratif yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari Indonesia dengan pejabat yang berwenang dari negara mitra P3B untuk menyelesaikan sengketa perpajakan yang timbul sehubungan dengan penerapan P3B.

BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2

Page 33: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 33

(1) Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini adalah transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat mengakibatkan pelaporan jumlah penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha meliputi antara lain :

a. penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud maupun barang tidak berwujud;

b. sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau pemanfaatan harta berwujud maupun harta tidak berwujud;

c. penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa; d. alokasi biaya; dan e. penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan penghasilan atau

pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud.

BAB III PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA SERTA ANALISIS KESEBANDINGAN Pasal 3 (1) Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang

mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. (2) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding; b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat; c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis

Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan

d. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

(3) Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak melampaui Rp 10 .000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun Wajib Pajak tetap diwajibkan memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP.

Pasal 4 (1) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan

Istimewa dianggap sebanding dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam hal : 1) tidak terdapat perbedaan kondisi yang material atau signifikan yang dapat mempengaruhi ha

atau laba dari transaksi yang diperbandingkan; atau 2) terdapat perbedaan kondisi, namun dapat dilakukan penyesuaian untuk menghilangkan peng

yang material atau signifikan dari perbedaan kondisi tersebut terhadap harga atau laba;

b. dalam hal tersedia Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal dengan tingkat kesebandingan yang sama, maka Wajib Pajak wajib menggunakan Data Pembanding Internal

Page 34: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 34

untuk penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar .

(2) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan Data Pembanding Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus

dilakukan analisis atas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan antara lain: a. karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud yang diperjualbelikan,

termasuk jasa; b. fungsi masing-masing pihak yang melakukan transaksi; c. ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian; d. keadaan ekonomi; dan e. strategi usaha .

(2) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian atas faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku .

Pasal 6 (1) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, harus dilakukan analisis terhadap jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan, dialihkan, atau diserahkan, baik oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa maupun oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

(2) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :

a. ciri-ciri fisik barang; b. kualitas barang; c. daya tahan barang; d. tingkat ketersediaan barang; dan e. jumlah penawaran barang.

(3) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang tidak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :

a. jenis transaksi; b. jenis barang tidak berwujud yang diserahkan; c. jangka waktu dan tingkat perlindungan yang diberikan; dan d. potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan barang tidak berwujud tersebut.

(4) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :

a. sifat dan jenis jasa; dan b. cakupan pemberian jasa.

Pasal 7 (1) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi (functional analysis) sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 ayat (1) huruf b, harus dilakukan analisis dengan mengidentifikasi dan membandingkan kegiatan ekonomi yang signifikan dan tanggung jawab utama yang diambil atau akan diambil oleh pihak-pihak

Page 35: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 35

yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. (2) Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap signifikan dalam hal kegiatan tersebut

berpengaruh secara material pada harga yang ditetapkan dan/atau laba yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan.

(3) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi, harus dipertimbangkan antara lain : a. struktur organisasi; b. fungsi-fungsi utama yang dijalankan oleh suatu perusahaan seperti desain, pengolahan,

perakitan, penelitian, pengembangan, pelayanan, pembelian, distribusi, pemasaran, promosi, transportasi, keuangan, dan manajemen;

c. jenis aktiva yang digunakan atau akan digunakan seperti tanah, bangunan, peralatan, dan harta tidak berwujud, serta sifat dari aktiva tersebut seperti umur, harga pasar, dan lokasi;

d. risiko yang mungkin timbul dan harus ditanggung oleh masing-masing pihak yang melakukan transaksi seperti risiko pasar, risiko kerugian investasi, dan risiko keuangan.

Pasal 8 Dalam melakukan penilaian dan analisis atas ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, harus dilakukan analisis terhadap tingkat tanggung jawab, risiko, dan keuntungan yang dibagi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, yang meliputi ketentuan tertulis dan tidak tertulis.

Pasal 9 Dalam melakukan penilaian dan analisis keadaan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d, harus diidentifikasi kondisi ekonomi yang relevan, seperti keadaan geografis, luas pasar, tingkat persaingan, tingkat permintaan dan penawaran, serta tingkat ketersediaan barang atau jasa pengganti pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

Pasal 10 Penilaian dan analisis atas strategi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e, harus dilakukan antara lain dengan mengidentifikasi inovasi dan pengembangan produk baru, tingkat diversifikasi barang/jasa, tingkat penetrasi pasar, dan kebijakan-kebijakan usaha lainnya, yang terjadi pada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

BAB IV METODE PENENTUAN HARGA WAJAR ATAU LABA WAJAR Pasal 11 (1) Dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode

Penentuan Harga Transfer yang paling tepat. (2) Metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah :

a. metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP);

b. metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM);

c. metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional

Page 36: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 36

(transactional net margin method/TNMM).

(3) Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. penerapan metode Penentuan Harga Transfer dilakukan secara hirarkis dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat;

b. dalam hal metode perbandingan harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) sesuai dengan kondisi yang tepat;

c. dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM).

(4) Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP) adalah:

a. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi yang sebanding; atau

b. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.

(5) Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah : a. tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai

Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan

b. pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.

(6) Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah: a. barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; b. terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak

jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau

c. bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

(7) Metode pembagian laba (profit split method/PSM) secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut :

a. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau

b. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.

(8) Penerapan metode Penentuan Harga Transfer secara hirarkis harus didasarkan pada kondisi yang tepat untuk setiap metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).

(9) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Page 37: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 37

Pasal 12 Dalam hal kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) tidak terpenuhi maka metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) dapat diterapkan.

BAB V HARGA WAJAR ATAU LABA WAJAR Pasal 13 (1) Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode-metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR).

(2) Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a; dan

b. didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar tidak dapat dipergunakan.

(4) Yang dimaksud dengan Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR) adalah rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang merupakan hasil pengujian beberapa data pembanding dengan menggunakan metode Penentuan Harga Transfer yang sama.

BAB VI TRANSAKSI KHUSUS Pasal 14 (1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi jasa yang dilakukan antara

Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. (2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman

Usaha sepanjang memenuhi ketentuan : a. penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi; b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial dari perolehan jasa; dan c. nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa sama

dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding, atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;

(3) Transaksi jasa antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam hal transaksi jasa terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan induk pada salah satu atau beberapa perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha.

(4) Transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya atau pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan :

a. kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan induk, seperti rapat pemegang saham perusahaan induk, penerbitan saham oleh perusahaan induk, dan biaya pengurus perusahaan induk;

b. kewajiban pelaporan perusahaan induk, termasuk laporan keuangan konsolidasi perusahaan

Page 38: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 38

induk, kecuali terdapat bukti mengenai adanya manfaat yang terukur yang dinikmati oleh Wajib Pajak; dan

c. perolehan dana/modal yang dipergunakan untuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan dalam kelompok usaha, kecuali pengambilalihan tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dan manfaatnya dinikmati oleh Wajib Pajak.

Pasal 15 Dalam hal transaksi jasa yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dapat dilakukan identifikasi jenis transaksinya secara spesifik, langkah-langkah penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diterapkan untuk setiap jenis transaksi jasa.

Pasal 16 (1) Dalam hal transaksi jasa dilakukan bersama-sama antara Wajib Pajak dan pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa dan tidak dapat dilakukan identifikasi atas transaksi jasa yang diserahkan kepada masing-masing pihak, maka beban jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-masing pihak .

(2) Kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan beban jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memadai dalam hal menerapkan kriteria yang terukur dan dapat diandalkan berdasarkan :

a. sifat jasa, kondisi pada saat jasa diserahkan, dan manfaat yang diperoleh; atau b. kriteria lain yang berkaitan dengan transaksi yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak

mempunyai Hubungan Istimewa.

Pasal 17 (1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi pemanfaatan dan pengalihan

harta tidak berwujud yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

(2) Transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:

a. transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud benar-benar terjadi; b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial; dan c. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa mempunyai nilai

yang sama dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding dengan menerapkan Analisis Kesebandingan dan menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi.

(3) Transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:

a. transaksi pengalihan harta tidak berwujud benar-benar terjadi; dan b. nilai pengalihan harta tidak berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai

Hubungan Istimewa sama dengan nilai pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding.

(4) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dipertimbangkan antara lain :

Page 39: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 39

a. keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas harta tidak berwujud; b. eksklusifitas hak yang dialihkan; dan c. keberadaan hak pihak yang memperolah harta tak berwujud untuk turut serta dalam

pengembangan harta dimaksud.

BAB VII DOKUMEN DAN KEWAJIBAN PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN Pasal 18 (1) Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan pelaksanaannya.

(2) Termasuk dalam pengertian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokumen yang menjadi dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

(3) Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup :

a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha, struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;

b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya; c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan, hasil analisis

fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian, dan strategi usaha; d. pembanding yang terpilih; dan e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih oleh

Wajib Pajak.

(4) Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang harus diselenggarakan disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih.

Pasal 19 Wajib Pajak wajib melaporkan transaksi yang dilakukannya dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

BAB VIII KEWENANGAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Pasal 20 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

(2) Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib Pajak .

(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan/atau menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam

Page 40: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 40

peraturan ini, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.

(4) Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa.

(5) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa yang terindikasi sebagai tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang KUP.

Pasal 21 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyesuaian (correlative adjustment) terhadap

penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas suatu penyesuaian (primary adjustment) yang dilakukan oleh :

a. Direktur Jenderal Pajak atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak; atau

b. otoritas pajak negara lain atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak negara tersebut yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak dalam negeri Indonesia.

(2) Atas penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan sendiri penyesuaian penghitungan pajaknya.

BAB IX HAK-HAK WAJIB PAJAK Pasal 22 Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai ketentuan dalam P3B untuk menyelesaikan sengketa perpajakan yang menyangkut penerapan ketentuan dalam P3B sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak di negara mitra P3B terhadap Wajib Pajak yang menjadi lawan transaksinya.

Pasal 23 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing

Agreement/APA) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai upaya menghindari permasalahan yang mungkin timbul dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

(2) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh.

BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 24

Page 41: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Transfer Pricing 41

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 6 September 2010 DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd. MOCHAMAD TJIPTARDJO NIP 195104281975121002

Page 42: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 42

BBBAAABBB IIIIIIIII PPPEEENNNGGGUUUNNNGGGKKKAAAPPPAAANNN PPPIIIHHHAAAKKK---PPPIIIHHHAAAKKK BBBEEERRREEELLLAAASSSIII

TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PSAK 7 (REVISI 2009) Tabel di bawah ini menggambarkan tujuan dan ruang lingkup perlakuan akuntansi tentang hubungan istimewa atau pihak-pihak berelasi di dalam PSAK 7 (Revisi 2009). PSAK ini mulai berlaku efektif 1 Januari 2011 dan mengacu pada IAS 24 (2009): Related Party Disclosures dan merevisi PSAK 7 (1994): Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Tujuan & Ruang Lingkup Deskripsi

Tujuan Tujuan PSAK 7 (Revisi 2009) adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan entitas berisi pengungkapan yang diperlukan untuk dijadikan perhatian terhadap kemungkinan bahwa laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi telah dipengaruhi (1) oleh keberadaan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (pihak-pihak

berelasi) dan (2) oleh transaksi dan saldo (outstanding balances), termasuk komitmen dengan pihak-

pihak tersebut Ruang lingkup PSAK 7 (Revisi 2009) diterapkan untuk melakukan:

(a) identifikasi hubungan dan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;

(b) identifikasi saldo, termasuk komitmen antara entitas dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa;

(c) identifikasi keadaan pengungkapan butir (a) dan (b), jika diperlukan; dan (d) penentuan pengungkapan yang harus dilakukan mengenai butir butir tersebut (paragraf

2 PSAK 7 (Revisi 2009).

KONSEP UTAMA Transaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa oleh PSAK 7 (Revisi 2009), khususnya paragraf 9, didefinisikan sebagai suatu pengalihan sumber daya, jasa, atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, terlepas apakah ada harga yang dibebankan. Tujuan pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dalam laporan keuangan, sebagaimana terlihat pada Tabel III.15 dilandasi oleh beberapa pertimbangan. Hal tersebut diuraikan dalam paragraf 5, 6, dan 7 PSAK 7 (Revisi 2009). Berikut adalah uraiannya. 1. Hubungan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa merupakan suatu

karakteristik (feature) normal dari perdagangan dan bisnis. Misalnya, entitas sering melaksanakan bagian dari kegiatan mereka melalui entitas anak, ventura bersama dan entitas asosiasi. Dalam keadaan ini, entitas memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan keuangan dan operasi investee melalui adanya pengendalian, pengendalian bersama, atau pengaruh signifikan.

2. Suatu hubungan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat berpengaruh

terhadap laba atau rugi dan posisi keuangan entitas. Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat menyepakati transaksi yang tidak dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak

Page 43: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 43

mempunyai hubungan istimewa. Misalnya, entitas yang menjual barang kepada entitas induknya pada harga perolehan, mungkin tidak menjual dengan persyaratan tersebut kepada pelanggan lain. Selain itu, transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin tidak dilakukan dalam jumlah yang sama, seperti dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

3. Laba atau rugi dan posisi keuangan entitas dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak yang

mempunyai hubungan istimewa bahkan jika transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak terjadi sekalipun. Hanya dengan keberadaan hubungan istimewa itu saja, mungkin sudah cukup untuk mempengaruhi transaksi entitas dengan pihak lain. Misalnya, entitas anak dapat mengakhiri hubungan dengan mitra dagangnya, pada saat terjadinya akuisisi oleh entitas induk terhadap sesama entitas anak (fellow subsidiaries) yang terlibat dalam kegiatan yang sama seperti mitra dagang sebelumnya. Selain itu, satu pihak dapat menahan diri untuk bertindak, karena pengaruh signifikan dari yang lain. Misalnya, entitas anak dapat diminta oleh entitas induk untuk tidak terlibat dalam kegiatan penelitian dan pengembangan.

Ada dua jenis hubungan istimewa jika prasayarat yang terlihat pada Tabel di bawah ini terpenuhi: hubungan istimewa antara orang atau anggota keluarga terdekat terkait entitas pelapor; hubungan istimewa antara suatu entitas terkait dengan entitas pelapor.

Prasyarat masing-masing hubungan istimewa tersebut terlihat pada Tabel berikut ini.

Jenis hub. Istimewa dan prasyaratnya secara akuntansi

Jenis hubungan istimewa sesuai ketentuan perpajakan

a. Orang atau anggota keluarga terdekat terkait entitas pelapor jika orang tersebut: i) memiliki pengendalian atau pengendalian

bersama atas entitas pelapor; ii) memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas

pelapor; atau iii) personal manajemen kunci entitas pelapor

atau entitas induk entitas pelapor

a. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.

Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah saudara.

Yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar [Pasal 18 ayat (4) huruf c UU PPh 2008 dan penjelasan].

b. Suatu entitas terkait dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu hal berikut: i) Entitas dan entitas pelapor adalah anggota

dari kelompok usaha yang sama (artinya entitas induk, entitas anak dan entitas anak berikutnya terkait dengan entitas lain;

ii) Satu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama bagi entitas lain (atau entitas asosiasi atau ventura bersama yang merupakan anggota suatu kelompok usaha, dimana entitas lain tersebut adalah anggotanya;

b. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir [Pasal 18 ayat (4) huruf a UU PPh 2008]

c. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau

dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun

Page 44: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 44

Jenis hub. Istimewa dan prasyaratnya secara akuntansi

Jenis hubungan istimewa sesuai ketentuan perpajakan

iii) Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga yang sama.

iv) Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas yang lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga.

v) Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pasca kerja untuk imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas yang terkait dengan entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah entitas yang menyelenggarakan program tersebut, entitas sponsor juga terkait dengan entitas pelapor.

vi) Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang yang diidentifikasi dalam butir a.

vii) Orang yang diidentifikasi dalam butir a. i) memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas atau anggota menejemen kunci entitas (atau entitas induk dari entitas).

tidak langsung (melalui manajemen atau penggunaan teknologi) [Pasal 18 ayat (4) huruf b UU PPh 2008 dan penjelasan].

Dalam mempertimbangkan setiap kemungkinan hubungan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, perhatian diarahkan pada substansi hubungan dan tidak hanya dalam bentuk hukum (paragraf 10 PSAK 7 (Revisi 2009)). Dengan kata lain, sebagaimana diuraikan di dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan sebelumnya, standar akuntansi keuangan memiliki karakteristik Substansi Mengungguli Bentuk atau Substance over form. Kata kunci dari adanya hubungan istimewa sesuai Tabel di atas terdapat dalam definisi istilah di paragraf 9 PSAK 7 (Revisi 2009). Masing-masing definisi diuraikan dalam Tabel berikut ini:

Perihal Pengertian Pengendalian kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi dari suatu entitas sehingga

memperoleh manfaat dari aktivitas tersebut Pengendalian bersama

persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian terhadap suatu aktivitas ekonomi

Pengaruh signifikan

kekuasaan untuk berpartisipasi dalam keputusan kebijakan keuangan dan operasi dari suatu entitas, tetapi tidak mengendalikan kebijakan tersebut. Pengaruh signifikan dapat diperoleh dengan kepemilikan saham, anggaran dasar atau perjanjian

Anggota manajemen kunci

orang-orang yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin dan mengendalikan aktivitas entitas, secara langsung atau tidak langsung, termasuk direktur dan komisaris (baik eksekutif maupun tidak) dari entitas

PERLAKUAN AKUNTANSI Sesuai dengan judul PSAK-nya, isu utama perlakuan akuntansi dari PSAK 7 (Revisi 2009) adalah bagaimana mengungkapkan hubungan pihak-pihak berelasi, baik antara satu entitas dengan entitas lainnya yang non pemerintah maupun antara entitas dengan pemerintah. Perlakuan akuntansi utama secara detil diuraikan dalam Tabel III.23 dan merujuk pada paragraf-paragraf di PSAK 7 (Revisi 2009) yang dicetak miring

Page 45: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 45

Tabel Perlakuan Akuntansi atas Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi [PSAK 7 (Revisi 2009)]

Perihal Perlakuan Akuntansi Seluruh Entitas Hubungan antara entitas induk dan entitas anak harus diungkapkan terlepas dari apakah telah terjadi transaksi antara mereka. Jika entitas induk maupun

pihak pengendali paling akhir (ultimate controlling party) tidak melaporkan laporan keuangan konsolidasian yang tersedia untuk keperluan umum, nama entitas induk berikutnya (next most senior parent) yang paling pertama menghasilkan laporan keuangan juga harus diungkapkan (par.13)

Entitas mengungkapkan kompensasi anggota manajemen kunci secara total dan untuk masing-masing kategori berikut: (a) imbalan kerja jangka pendek; (b) imbalan pasca-kerja; (c) imbalan kerja jangka panjang lainnya; (d) imbalan pemutusan hubungan kerja; dan (e) pembayaran berbasis saham (par.16)

Jika entitas memiliki transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa selama periode yang dicakup dalam laporan keuangan, entitas mengungkapkan sifat dari hubungan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa serta informasi mengenai transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang diperlukan untuk memahami potensi dampak hubungan tersebut dalam laporan keuangan. Sekurang-kurangnya, pengungkapan meliputi: (a) nilai transaksi; (b) jumlah saldo, termasuk komitmen dan:

(i) persyaratan dan ketentuan terkait, termasuk apakah terdapat jaminan, dan sifat dari imbalan diberikan pada saat penyelesaian; dan (ii) rincian jaminan yang diberikan atau diterima;

(c) penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan (d) beban yang diakui selama periode dalam hal piutang ragu-ragu atau penghapusan piutang dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

(i) persyaratan dan ketentuan terkait, termasuk apakah terdapat jaminan, dan sifat dari imbalan diberikan pada saat penyelesaian; dan (ii) rincian jaminan yang diberikan atau diterima;

(c) penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan (d) beban yang diakui selama periode dalam hal piutang ragu-ragu atau penghapusan piutang dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

(par.17). Pengungkapan yang disyaratkan oleh paragraf 17 dilakukan secara terpisah untuk masing-masing kategori berikut:

(a) entitas induk; (b) entitas dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan terhadap entitas; (c) entitas anak; (d) entitas asosiasi; (e) ventura bersama dimana entitas merupakan venturer; (f) anggota manajemen kunci dari entitas atau entitas induknya; dan (g) pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa lainnya (par.18).

Page 46: Kupas Tuntas Transfer Pricing

Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi 46

Perihal Perlakuan Akuntansi Pos yang memiliki sifat serupa dapat diungkapkan secara agregat kecuali ketika pengungkapan terpisah diperlukan untuk memahami pengaruh transaksi

pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa pada laporan keuangan entitas (par.23) Entitas yang Mempunyai Hubungan Istimewa dengan Pemerintah

Entitas pelapor dikecualikan dari persyaratan pengungkapan dalam paragraf 17 atas transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan saldo, termasuk komitmen dengan: (a) pemerintah yang memiliki pengendalian, pengendalian bersama atau pengaruh signifikan atas entitas pelapor; dan (b) entitas lain yang memiliki hubungan istimewa karena sama-sama dikendalikan oleh pemerintah, pengendalian bersama atau pengaruh signifikan atas

entitas pelapor dan entitas lain. (par.24) Jika entitas pelapor menerapkan pengecualian dalam paragraf 24, maka entitas mengungkapkan mengenai transaksi-transaksi dan saldo terkait yang dirujuk paragraf 24, yaitu: (a) nama departemen atau instansi pemerintah dan sifat hubungannya dengan entitas pelapor (misalnya; pengendalian, pengendalian bersama atau

pengaruh signifikan); (b) informasi berikut dengan rincian yang cukup yang memungkinkan pengguna laporan keuangan memahami dampak transaksi dengan pihak-pihak yang

memiliki hubungan istimewa dalam laporan keuangan: (i) sifat dan jumlah setiap transaksi yang secara individual signifikan; dan (ii) untuk transaksi lain yang secara kolektif (bukan individual) signifikan, yang diindikasikan kualititif atau kuantitatif. Jenis transaksi tersebut termasuk

yang dijelaskan dalam paragraf 20 (par.25)