kulit mata kuning

20
Amalia Fatmasari 110 2011 022 1. ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK HEPAR 1.1 ANATOMI MAKROSKOPIK HEPAR Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi. Tiga fungsi dasar hepar: a. membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis; b.berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein; c.menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diafragma. Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi oleh peritoneum. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dekstra, dan hemidiafragma dekstra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, perikardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Facies visceralis, atau posteroinferior, membentuk cetakan visera yang letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis esofagus, gaster,

Upload: nadira-danata

Post on 20-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hepatitis

TRANSCRIPT

Amalia Fatmasari

110 2011 022

1. ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK HEPAR1.1 ANATOMI MAKROSKOPIK HEPAR

Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi. Tiga fungsi dasar hepar:

a. membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis;b. berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein;c. menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam darah dari lumen

intestinum.

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diafragma. Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi oleh peritoneum.

Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dekstra, dan hemidiafragma dekstra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, perikardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Facies visceralis, atau posteroinferior, membentuk cetakan visera yang letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis esofagus, gaster, duodenum, fleksura coli dekstra, ren dekstra dan glandula suprarenalis dekstra, serta vesica biliaris.

▲Gambar 1-1. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari anterior

▲Gambar 1-2. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari posterior

Vaskularisasi appendix vermiformis

Arteria hepatica propria, cabang truncus coeliacus, berakhir dengan bercabang menjadi ramus dekster dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis.

Vena porta hepatis bercabang dua menjadi cabang terminal, yaitu ramus dekster dan sinister yang masuk porta hepatis di belakang arteri.

Persarafan appendix vermiformis

Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk pleksus coeliacus. Truncus vagalis anterior mempercabangkan banyak rami hepatici yang berjalan langsung ke hepar.

1.2 ANATOMI MIKROSKOPIK HEPAR

Merupakan kelenjar terbesar yang beratnya + 1500 g. Dibungkus oleh jaringan penyambung padat fibrosa (capsula Glissoni). Capsula ini bercabang-cabang ke dalam hati membentuk sekat-sekat interlobularis, ketebalan sekat berbeda pada spesies yang berbeda, misalnya pada babi lebih tebal daripada pada manusia.

Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jaringan interlobular. Jika dilihat dari tiga dimensi, lobulus seperti prisma hexagonal/polygonal disebut lobulus klasik, panjangnya 1-2 mm. Sel-sel hati/ hepatocyte berbentuk polygonal tersusun berderet radier, membentuk lempengan yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling berhubungan.

Lobulus hati

Lobulus Klasik

Bagian jaringan hati dengan pembuluh-pembuluh darah yang mendarahinya yang bermuara pada pusatnya vena centralis. Batas-batasnya adalah jaringan penyambung interlobular.

Lobulus Portal

Bagian jaringan hati dengan aliran empedu yang menuju ductus biliris didalam segitiga Kiernan.

Unit fungsional hati (acinus hati)

Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu ke dalam satu ductus biliaris terkecil di dalam jaringan interlobular dan juga daerah ini mendapat perdarahan dari cabang terakhir vena porta dan arteri hepatica.

Sinusoid hati

Lebih lebar dari kapiler dengan bentuk tidak teratur. Dindingnya dibentuk oleh sel endotel yang mempunyai fenestra. Pada dinding menempel:

Pada dinding sebelah luar menempel fat storing cell (pericyte) Pada dinding sebelah dalam menempel sel Kupffer yang bersifat fagositik.

▲Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis hepar babi, potongan melintang. Dapat dilihat kapsula Glisson (GC), septum (S), area portal (PA), lobulus (Lo) yang berbentuk

hexagonal, dan vena centralis (VC) yang terdapat di dalam lobulus.

2. FISIOLOGI HEPAR DAN PATOGENESIS IKTERUS

Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi:

a. fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah,b. fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh,c. fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran

pencernaan.

Dalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat dijadikan tempat penyimpanan sejumlah besar darah. Hal ini diakibatkan hati merupakan suatu organ yang dapat diperluas. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah.

Fungsi metabolisme hati dibagi menjadi metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan lain-lain. Dalam metabolisme karbohidrat fungsi hati: menyimpan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, membentuk senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme lemak fungsi hati : kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, pembentukan sebagian besar lipoprotein, pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, dan penguraian sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak. Dalam metabolisme protein hati berfungsi: deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuh, pembentukan protein plasma, interkonversi di antara asam amino yang berbeda.

Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan. Bilirubin adalah hasil akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan berbagai tipe penyakit hati.

DEFINISI  IKTERUS

Ikterus berasal dari Bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning atau ikterus dalam bahasa Latin yang artinya pewarnaan kuning pada kulit, sklera dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. Ikterus dapat dilihat pada sklera pada konsentrasi 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/l). Jika ikterus sudah terlihat nyata, kadar bilirubin sudah mencapai angka 7 mg/dl.1,

Penampakan ikterus tergantung dari pigmentasi kulit seseorang karena itu sebaiknya digunakan terminologi hiperbilirubinemia, karena lebih objektif.3,4 Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang asupan berlebih buah-buahan yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya, dan jeruk. Bilirubin merupakan suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari unsur porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel-sel retikuloendotel.

METABOLISME BILIRUBIN

Hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag di dalam limfa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino melalui suatu proses oksidasi. Heme selanjutnya teroksidasi menjadi biliverdin oleh heme-oksidase dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi.

Bilirubin tidak terkonjugasi bersifat larut dalam lemak dan hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal.  Bilirubin ini disebut juga bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan dalam alkohol. Setelah dilepas ke dalam plasma, sebagian besar bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin sehingga dapat larut di dalam darah kemudian berdifusi ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi akan dikonjugasikan dengan asam glukuromat membentuk bilirubin glukuronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim glukonil transferase, suatu enzim dalam retikulum endoplasmik dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik.

Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak terdeteksi di dalam urin. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam empedu, suatu campuran kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukonorida dan garam empedu. Di dalam saluran cerna, bilirubin terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen bersifat larut dalam air sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal.

PATOFISIOLOGI IKTERIK

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin di dalam darah sangat tinggi. Hiperbilirubinemia dibagi menjadi tiga yaitu hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, hiperbilirubinemia

terkonjugasi dan hiperbilirubinemia campuran.  Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi terjadi bila bilirubin direk ≤ 15%, sedangkan pada hiperbilirubinemia terkonjugasi kadar bilirubin direk 15%.˃ 6

Hiperbilirubinemia disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat, penurunan klirens bilirubin dan gangguan konjugasi genetik. Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan fungsi klirens yang bersifat familial, sedangkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang didapat disebabkan oleh penggunaan beberapa jenis obat (asetaminofen, penisilin, kontrasepsi oral, promacin, estrogen dan steroid anabolik) serta hambatan aliran empedu ke dalam duodenum yang sering disebut kolestasis ekstrahepatik.

1. Produksi bilirubin yang berlebihan

Peningkatan produksi bilirubin paling sering disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan menyebabkan ikterus hemolitik. Terjadi peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma. Sebagai kompensasinya, terjadi peningkatan penyerapan ke dalam sel hati dan ekskresi bilirubin. Selanjutnya akan terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen dalam saluran cerna yang akan diserap kembali dan dikeluarkan melalui urin sehingga kadar urobilinogen urin meningkat. Bilirubin tidak terkonjugasi tidak dikeluarkan dalam urin.

2. Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati

Pada keadaan ini  kadar bilirubin plasma meningkat namun tidak terjadi peningkatan kadar urobilinogen dalam urin. Dapat disebabkan oleh beberapa kelainan genetik seperti sindrom Gilbert serta beberapa jenis obat.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Terjadi bila terdapat kekurangan atau tidak adanya enzim glukonil transferase, misalnya pada kelainan genetik seperti sindrom Crigler-Najjar atau karena pengaruh obat-obatan. Apabila enzim glukonil transferase tidak ada maka ditemui kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang sangat tinggi. Tidak terbentuknya bilirubin terkonjugasi akan menyebabkan tidak ditemukannya bilirubin terkonjugasi di dalam empedu. Empedu menjadi tidak berwarna, tinja pucat dan tidak  terdapat urobilinogen di dalam urin. Apabila hanya terdapat kekurangan enzim glukonil transferase, maka gejala hiperbilirubinemia akan tampak lebih ringan. Empedu tetap berwarna dan urobilinogen dapat ditemukan dalam urin.

4. Gangguan pengeluaran bilirubin

Dapat terjadi pada kerusakan sel hati atau sumbatan saluran empedu di dalam atau di luar hati. Sumbatan saluran empedu dalam hati (kolestasis intrahepatik) dapat terjadi pada kelainan genetik, obat-obatan yang mempengaruhi sekresi melalui membran sel hati atau penyakit hati.  Sumbatan di luar hati (kolestasis ekstrahepatik) umumnya disebabkan oleh batu empedu yang menyebabkan ikterus obstruktif. Pada gangguan pengeluaran empedu, kadar bilirubin terkonjugasi dalam darah akan meningkat dan akan dikeluarkan melalui urin sehingga urin akan menjadi gelap.  Sebaliknya tinja akan menjadi pucat dan kadar urobilinogen dalam urin menurun.

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin dalam 3 fase; prahepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan untuk digunakan.  Pembagian yang baru menambahkan menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier.

Fase Prahepatik

1. Pembentukan bilirubin. Setiap harinya dibentuk bilirubin sebanyak 250-350 mg atau 4 mg/kg berat badan. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah matang, sisanya (early labelled bilirubin) berasal dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian protein hem dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan katalisasi enzim hemeoksidase. Biliverdin reduktase mengubah

biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.

2. Transpor plasma. Bilirubin tidak terkonjugasi terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus sehingga tidak ditemukan pada urin.  Ikatan akan melemah pada beberapa keadaan seperti asidosis dan beberapa bahan seperti antibiotik tertentu seperti salisilat yang berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.

Fase Intrahepatik

1. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transpor yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

2. Konjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. 

Fase Pascahepatik

1. Ekskresi bilirubin. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus.     Di dalam usus flora bakteri men’dekonjugasi’ dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkan sebagian besar ke dalam tinja dan memberi warna coklat. Sebagian dikeluarkan dan diserap kembali ke dalam empedu, dan sebagian kecil mencapai urin sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tapi tidak bilirubin tidak terkonjugasi. Hal ini menjelaskan warna urin yang gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestatik intrahepatik. Bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak, karenanya dapat melewati sawar darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukoronil transferase dan larut dalam empedu cair.

3. HEPATITIS A3.1 DEFINISI

Hepatitis A adalah penyakit jinak yang dapat sembuh sendiri dengan masa inkubasi 2-6 minggu.

Virus hepatitis A merupakan pikornavirus RNA rantai tunggal (single stranded, ssRNA) yang kecil dan tidak berselubung. Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV (anti-HAV) telah dapat diukur di dalam serum. Awalnya antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan mendiagnosis secara cepat suati infeksi HAV. Setelah masa akut antibodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya sehingga keadaan ini menunjukkan bahwa pasien pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier tidak pernah ditemukan.

HAV menyebar melalui ingesti makanan dan minuman yang tercemar dan dikeluarkan melalui tinja selama 2-3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah onset ikterus. HAV tidak dikeluarkan dalam jumlah signifikan dalam air liur, urine, atau semen.

3.2 ETIOLOGIHEPATITIS A

HAV diklasifikasikan sebagai pikornavirus dan secara morfologi merupakan partikel sferis tidak terbungkus yang berdiameter 27 nm dengan simetri ikosahedral. HAV stabil stabil pada suhu 4 C selama 20 jam, suhu -20 C selama 1,5 tahun. HAV hancur pada air mendidih selama 15 menit, inefektit pada pendidihan 5 menit, pemaparan sinar uv (Shulman, 1994).

Infeksi ini biasanya ditularkan lewat jalur fekal-oral dan memiliki masa inkubasi sekitar 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus dan selam masa prodrormal (Price, 2006). Dalam waktu 1 minggu sejak terjadinya ikterus, virus menghilang dari darah dan tinja penderita. HAV dapat juga ditularkan lewat parenteral (Soedarto, 1990).

Hepatitis A biasanya merupakan penyakit akut ringan dalam penyembuhan dalam beberapa minggu. Penyakit ini terkadang fatal pada beberapa kasus dengan komplikasi nekrosis masif. Antibodi IgM muncul dini pada fase akut, meningkat cepat, dan menghilang selama masa penyembuhan. Antibodi IgG muncul lebih lambat pada perjalanan penyakit, meningkat cepat, dan bertahan sepanjang hidup.

HEPATITIS B

Hepatitis B disebabkan oleh virus DNA yang tersusun dari (1) inti bagian dalam yang disintesis di dalam nukleus hepatosit dan mengandung antigen inti HbcAg, HbeAg; (2) kapsul luar yang disintesis dalam sitoplasma sel hepatosit mengandung HbsAg. Secara menyeluruh partikel tersebut berukuran 42 nm dan disebut partikel Dane, berstruktur sferis atau tubular.

Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa, juga dapat ditularkan oleh produk darah seperti semen, saliva, air mata, dll.. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60-90 hari.

Terdapatnya beragam antigen dan antibodi hepatitis B penting untuk menentukan titik tolak diagnosis. HbsAg muncul pertama kali pada akhir masa inkubasi, dan diikuti oleh HbeAg. Adanya HbeAg berhubungan erat dengan adanya partikel Dane yang infeksaius dalam darah dan merupakan indikasi penularan. Pada pasien yang sembuh, HbsAg dan HbeAg menghilangpada awitan penyembuhan klinis. Antibodi yang pertama timbul adalah anti Hbc pada masa akut, diikuti Hbe dan anti Hbs. Terdapatnya anti Hbe menandakan tidak menular.

HEPATITIS C

Hepatitis C disebabkan oleh virus RNA untai tunggal. Masa inkubasi bervariasi antar 2 minggu hingga 6 bulan. Hepatitis c memiliki gambaran klinis hampir sama dengan hepatitis B, kecuali insidensi hepatitis kronis lebih tinggi pada hepatitis C.

HEPATITIS D

HDV merupakan virus RNA berukuran 35-37 nm yang tidak biasa karena membutuhkan HbsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infekaius. Sehingga hanya penderita positif HbsAg yang dapat terinfeksi HDV. Penularan terjadi melalui serum, mengenai pada pengguna obat intravena. Masa inkubasi diyakini menyerupai HBV yaitu sekitar 1-2 bulan.

HEPATITIS E

HEV adalh suatu virus RNA rantia tunggal berdiameter kurang lebih 32-34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah hepatitis nonA nonB yang ditularkan secara enterik jalur fekal oral. Masa inkubasi sekitar 6 minggu.

HEPATITIS F DAN G

Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan adanya virus hepatitis F. HGV adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminan. HGV terutama ditularkan melalui air, dapat juga melalui hubungan seksual. Untuk mendeteksi adanya HBV dilakukan dengan PCR.

3.3 EPIDEMIOLOGI

Identifikasi

Gejala hepatitis A pada orang dewasa di wilayah nonendemis biasanya ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, nausea dan gangguan abdominal, diikuti dengan munculnya ikterus dalam beberapa hari. Gejala awalnya untuk mencegah KLB adalah sindrom Jaundice Akut. Di sebagain besar negara bekembang, infeksi virus hepatitis A terjadi pada masa kanak-kanak umumnya asimtomatis atau dengan gejala sakit ringan. Infeksi yang terjadi pada usia selanjutnya hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi hati. 

Penyakit ini mempunyai gejala klinis dengan spektrum yang bervariasi mulai dari ringan yang sembuh dalam 1-2 minggu sampai dengan penyakit dengan gejala yang berat yang berlangsung sampai beberapa bulan. Lebih jauh, perjalanan penyakit yang berkepanjangan dan kambuh kembali dapat terjadi dan penyakit berlangsung lebih dari 1 tahun ditemukan pada 15% kasus; tidak ada infeksi kronis pada hepatitis A. 

Konvalesens sering berlangsung lebih lama. Pada umumnya, penyakit semakin berat dengan bertambahnya umur, namun penyembuhan secara sempurna tanpa gejala sisa dapat terjadi. Kematian kasus dilaporkan terjadi berkisar antara 0.1% - 0.3%, meskipun kematian meningkat menjadi 1.8% pada orang dewasa dengan usia lebih dari 50 tahun; seseorang dengan penyakit hati kronis apabila terserang hepatitis A akan meningkat risikonya untuk menjadi hepatitis A fulminan yang fatal. 

Pada umumnya, hepatitis A dianggap sebagai penyakit dengan case fatality rate yang relatif rendah. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya antibodi IgM terhadap virus hepatitis A (IgM anti-HAV) pada serum sebagai pertanda yang bersangkutan menderita penyakit akut atau penderita ini baru saja sembuh. IgM anti-HAV terdeteksi dalam waktu 5-10 hari setelah terpajan. Diagnosa juga dapat ditegakkan dengan meningkatnya titer antibodi spesifik 4 kali atau lebih dalam pasangan serum, antibodi dapat dideteksi dengan RIA atau ELISA. (Kit untuk pemeriksaan IgM dan antibodi total dari virus tersedia luas secara komersial). Apabila pemeriksaan laboratorium tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka bukti-bukti epidemiologis sudah dapat mendukung diagnosis.

Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit adalah virus hepatitis A HAV), picornavirus berukuran 27-nm (yaitu virus dengan positive strain RNA). Virus tersebut dikelompokan kedalam Hepatovirus, anggota famili Picornaviridae.

Distribusi Penyakit

Secara epidemiologis, Hepatitis A tersebar di seluruh dunia, muncul sporadis dan sebagai wabah, dahulu dengan kecenderungan muncul secara siklis. Di negara sedang berkembang, orang dewasa biasanya sudah kebal dan wabah hepatitis A (HA) jarang terjadi. Namun adanya perbaikan sanitasi lingkungan di sebagian besar negara di dunia ternyata membuat penduduk golongan dewasa muda menjadi lebih rentan sehingga frekuensi terjadi KLB cenderung meningkat. Di negara-negara maju, penularan penyakit sering terjadi karena kontak dalam lingkungan keluarga dan kontak seksual dengan penderita akut, dan juga muncul secara sporadis di tempat-tempat penitipan anak usia sebaya, menyerang wisatawan yang bepergian ke negara dimana penyakit tersebut endemis, menyerang pengguna suntikan pecandu obat terlarang dan pria homoseksual. 

Didaerah dengan sanitasi lingkungan yang rendah, infeksi umumnya terjadi pada usia sangat muda. Di Amerika Serikat, 33% dari masyarakat umum terbukti secara serologis sudah pernah terinfeksi HAV. Di negara maju wabah sering berjalan dengan sangat lambat, biasanya meliputi wilayah geografis yang luas dan berlangsung dalam beberapa bulan; wabah dengan pola ”Common source” dapat meluas dengan cepat. Selama terjadi KLB, petugas dan para pengunjung tempat penitipan anak, pria dengan banyak pasangan seksual dan para pecandu Napza yang menggunakan suntikan mempunyai risiko lebih tinggi tertulari daripada penduduk pada umumnya. Namun, hampir separuh dari kasus, dan sumber infeksi tidak diketahui. Penyakit ini sangat umum menyerang anak-anak sekolah dan dewasa muda. 

Pada tahun-tahun belakangan ini, KLB yang sangat luas penularannya umumnya terjadi di masyarakat, namum KLB karena pola penularan ”Common source” berkaitan dengan makanan yang terkontaminasi oleh penjamah makanan dan produk makanan yang terkontaminasi tetap saja terjadi. KLB pernah dilaporkan terjadi diantara orang-orang yang bekerja dengan primata yang hidup liar.

Reservoir

Manusia berperan sebagai reservoir, jarang terjadi pada simpanse dan primata bukan manusia yang lain.

Cara Penularan

Dari orang ke orang melalui rute fekal-oral. Virus ditemukan pada tinja, mencapai puncak 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala dan berkurang secara cepat setelah gejala disfungsi hati muncul bersamaan dengan munculnya sirkulasi antibodi HAV dalam darah. Sumber KLB dengan pola ”Common source”umumnya dikaitkan dengan air yang tercemar, makanan yang tercemar oleh penjamah makanan, termasuk makanan yang tidak dimasak atau makanan matang yang tidak dikelola dengan baik sebelum dihidangkan; karena mengkonsumsi kerang (cumi) mentah atau tidak matang dari air yang tercemar dan karena mengkonsumsi produk yang tercemar seperti sla (lettuce) dan strawberi. Beberapa KLB di Amerika Serikat dan Eropa dikaitkan dengan penggunaan obat terlarang dengan jarum suntik mauoun tanpa jarum suntik dikalangan para pecandu. Meskipun jarang, pernah dilaporkan terjadi penularan melalui transfunsi darah dan faktor pembekuan darah yang berasal dari donor viremik dalam masa inkubasi.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah 15 sampai dengan 50 hari, rata-rata 28-30 hari

Masa Penularan

Dari berbagai penelitian tentang cara-cara penularan pada manusia dan dari berbagai bukti epidemiologis menunjukkan bahwa infektivitas maksimum terjadi pada hari-hari terakhir dari separuh masa inkubasi dan terus berlanjut sampai beberapa hari setelah timbulnya ikterus (atau pada puncak aktivitas aminotransferase pada kasus anicteric). Pada sebagian besar kasus kemungkinan tidak menular pada minggu pertama setelah ikterus, meskipun ekskresi virus berlangsung lebih lama (sampai 6 bulan) telah dilaporkan terjadi pada bayi dan anak-anak. Ekskresi kronis HAV dalam tinja tidak pernah dilaporkan terjadi.

Kerentanan dan Kekebalan

Semua orang rentan terhadap infeksi. Penyakit ini pada bayi dan anak-anak prasekolah jarang sekali menunjukkan gejala klinis, hal ini sebagai bukti bahwa infeksi ringan dan anicteric umum terjadi. Imunitas homologous setelah mengalami infeksi mungkin berlangsung seumur hidup.

3.4 PATOFISIOLOGIPerubahan morfologi yang terjadi pada hati sering kali mirip pada berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik hati tampaknya berukuran dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar, dan pada saat palpasi “teraba nyeri di tepian”. Secara histologi terjadi kekacauan susunan hepatoseluler, cedera, dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal. Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Pada beberapa kasus nekrosis submasif atau masif dapat mengakibatkan gagal hati fulminan dan kematian.Lesi morfologi khas dari semua jenis hepatitis virus adalah sama dan terdiri dari infiltrasi panlobular dengan sel mononuklear, nekrosis hati sel, hiperplasia sel Kupffer, dan variabel derajat kolestasis. Regenerasi sel hati hadir, sebagaimana dibuktikan oleh banyak tokoh mitosis, sel-sel berinti, dan "roset"

atau "pseudoacinar" formasi. The mononuklear infiltrasi terutama terdiri dari limfosit kecil, meskipun sel plasma dan eosinofil kadang-kadang hadir. Kerusakan sel hati terdiri dari degenerasi sel hati dan nekrosis, putus sel, sel balon, dan degenerasi acidophilic hepatosit (membentuk apa yang disebut Anggota dewan atau badan apoptosis). Hepatosit besar dengan penampilan tanah-kaca sitoplasma dapat dilihat pada infeksi HBV akut kronis tetapi tidak dalam, sel-sel ini mengandung HBsAg dan dapat diidentifikasi histokimia dengan orcein atau fuchsin aldehid. Dalam hepatitis virus tidak rumit, kerangka reticulin yang diawetkan.Pada hepatitis E, fitur histologis umum ditandai kolestasis. Sebuah varian kolestasis perlahan-lahan menyelesaikan hepatitis A akut juga telah dijelaskan.

3.5 MANIFESTASI KLINIS

Dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu masa inkubasi, praikterik (prodromal), ikterik dan fase penyembuhan. Masa inkubasi berlangsug selama 14-50 hari, dengan rata-rata kurang lebih 28 hari. Masa prodromal terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih.

Pada masa prodromal, gejalanya adalah fatigue, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah perut kanan atas, demam (biasanya< 39oC), merasa dingin, nyeri kepala, gejala mirip flu, nasal discharge, sakit tenggorok, dan batuk. Gejala yang jarang adalah penurunan berat badan ringan, atralgia atau mononeuritis kranial atau perifer. Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan yang nyeri tekan (70%), manifestasi ekstrahepatik lain pada kulit, sendi atau splenomegali (5-20%).

Fase ikterik dimulai dengan urin berwarna kuning tua, seperti teh, atau gelap, diikuti feses yang berwarna seperti dempul (clay-coloured faeces), kemudian warna sklera dan kulit perlahan – lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, lelah, mual, dan muntah bertambah berat untuk sementara waktu. Dengan bertambah berat ikterus gejala tersebut berkurang dan timbul pruritus bersamaan dengan timbulnya ikterus atau hanya beberapa hari sesudahnya.

Penyakit ini biasanya sembuh sendiri. Ikterik menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4 minggi setelah onset.

3.6 DIAGNOSISPEMERIKSAAN PENUNJANG

Pansitopenia Virus marker

IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Anti-HAV yang positif tanpa IgM anti-HAV mengindikasikan infeksi lampau.

Pemeriksaan fungsi hati, dilakukan melalui contoh darah.

▼Tabel 4-1. Hal-hal yang meliputi pemeriksaan fungsi hati

Pemeriksaan Untuk mengukur Hasilnya menunjukkan Alkalin fosfatase

Alanin Transaminase (ALT)/SGPT

Enzim yang dihasilkan di dalam hati, tulang, plasenta; yang dilepaskan ke hati bila terjadi cedera/aktivitas normal tertentu, contohnya : kehamilan, pertumbuhan tulang

Enzim yang dihasilkan oleh hati. Dilepaskan oleh hati bila hati terluka (hepatosit).

Enzim yang dilepaskan ke dalam darah bila hati, jantung,

Penyumbatan saluran empedu, cedera hepar, beberapa kanker.

Luka pada hepatosit. Contohnya : hepatitis

Aspartat Transaminase (AST)/SGOT

Bilirubin

Gamma glutamil transpeptidase (GGT)

Laktat Dehidrogenase (LDH)

Nukleotidase

Albumin

otot, otak mengalami luka.

Komponen dari cairan empedu yang dihasilkan oleh hati.

Enzim yang dihasilkan oleh hati, pankreas, ginjal. Dilepaskan ke darah, jika jaringan-jaringan tesebut mengalami luka.

Enzim yang dilepaskan ke dalam darah jika organ tersebut mengalami luka.

Enzim yang hanya tedapat di hati. Dilepaskan bila hati cedera.

Protein yang dihasilkan oleh hati dan secara normal dilepaskan ke darah.

Protein yang dihasilkan oleh hati janin dan testis.

Luka di hati, jantung, otot, otak.

Obstruksi aliran empedu, kerusakan hati, pemecahan sel darah merah yang berlebihan.

Kerusakan organ, keracunan obat, penyalahgunaan alkohol, penyakit pankreas.

Kerusakan hati jantung, paru-paru atau otak, pemecahan sel darah merah yang berlebihan.

Obstruksi saluran empedu, gangguan aliran empedu.

Kerusakan hati.

Hepatitis berat, kanker hati

Fetoproteinα

Antibodi mitokondria

Protombin Time

Antibodi untuk melawan mitokondria. Antibodi ini adalah komponen sel sebelah dalam.

Waktu yang diperlukan untuk pembekuan darah. Membutuhkan vit K yang dibuat oleh hati.

atau kanker testis.

Sirosis bilier primer, penyakit autoimun. Contoh : hepatitis menahun yang aktif.

3.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis bandingnya adalah inveksi virus: mononukleus infeksiosa, sitomegalovirus, herpes simpleks, coxackie virus, toxoplsmosis, drug-induced hepatitis; hepatitis aktif kronis; hepatitis alkoholik; kolesistitis akut; kolestasis; gagal jantung kanan dengan kongesti hepar; kanker metastasis; dan penyakit genetik/metabolik (penyakit Wilson, defisiensi alfa-1-antitripsin).

3.8 PENATALAKSANAAN

Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan peroral, kadar SGOT-SGPT >10x normal, perubahan perilaku atau penurunan kesadaran akibat ensefalopatihepatitis fulminan, dan prolong, atau relapsing hepatitis.

Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri (self-limiting disease). Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT terkonjugasi diulang pada minggu kedua untuk melihat proses penyembuhan dan minggu ketiga untuk kemungkinan prolong atau relapsing hepatitis. Pembatasan aktivitas fisik terutama yang bersifat kompetitif selama SGOT-SGPT tiga kali batas atas normal.

Diet disesuaikan dengan kebutuhan dan hindarkan makanan yang berjamur, yang mengandung zat pengawet yang hepatotoksik ataupun zat hepatotoksik lainnya. Biasanya antiemetik tidak diperlukan dan makan 5-6 kali dalam porsi kecil lebih baik daripada makan tiga kali dalam porsi besar. Bila muntah berkepanjangan, pasein dapat diberi antiemetik seperti metoklopramid, tetapi bila demikan perlu baehati-hati terhadap efek efek samping yang timbuk karena dapat mengacaukan gejal klinis pernurukan. Dalam keadaan klinis terdapat mual dan muntah pasien diberikan diet rendah lemak. Viamin K diberikan

bila terdapat perpanjangan masa protrombin. Kortikosterosid tidak boleh digunakan. Pencegahan infeksi terhadap lingkungan harus diperhatikan.

3.9 KOMPLIKASI

HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa (carrier) dan hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulminan. Angka kematian akibat HAV sangat rendah, sekitar 0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap penyakit hati akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis B atau alkohol.

3.10 PROGNOSIS

3.11 PENCEGAHAN

Pencegahan dengan imunoprofilaksis

Imunoprofilaksis sebelum paparana. Vaksin HAV yang dilemahkan

Efektivitas tinggi (angka proteksi 93-100%) Sangat imunogenik (hampir 100% pada subjek sehat) Antibosi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek Aman, toleransi baik Efektivitas proteksi selama 20-50 tahun Efek samping utama adalah nyeri di tempat suntikan

b. Dosis dan jadwal vaksin HAV

Usia >19 tahun, 2 dosis HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12 bulan Anak > 2 tahun, 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa), 0, 1, dan 6-12 bulan atau 2 dosis (720 Unit

Elisa), 0, 6-12 bulan

c. Indikasi vaksinasi

Pengunjungan ke daerah resiko Homoseksual dan biseksual IDVU Anak dewasa muda yang pernah mengalami kejadian luar biasa luas Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV labih tinggi dari angka nasional Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik Pekerja laboratorium yang menangani HAV Pramusaji Pekerja pada pembuangan limbah

Profilaksis pasca paparan

a. Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelasb. Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata tetapi tidak sempurnac. Dosis dan jadwal pemberian imunoglobulin:

Dosis 0,02 ml/kgBB, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah paparan Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan Indikasi: kontak erat dan kontak rumah tangga dengan pasien HAV akut