kronologi tragedi ambon

26
KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH Desember 1998 s.d. Desember 2000 BAGIAN 1-1: SEBELUM AMBON Tragedi berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba- tiba. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa Iedul Fithri 1419H berdarah, tercatat beberapa peristiwa penting yang dianggap sebagai pra-kondisi, bahkan jauh ke belakang pada tahun 1995. Beberapa peristiwa itu (sebagian) adalah sebagai berikut.1) 15 Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa), diserang warga Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh. Penyerangan dikoordinasikan oleh empat orang yang nama-namanya dicatat oleh MUI. 21 Pebruari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang lagi. Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan batu dan panah. Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin oleh sersan (namanya tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja (kepala desa) berikut istri dan anak-anaknya. Mereka menggeledah isi rumah dan menginjak-injak peralatan keagamaan. 18 Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa Unpatti (Universitas Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku), yang dimotori oleh organisasi pemuda dan mahasiswanya menghujat Danrem Kolonel Hikayat. Demonstrasi berlangsung dua hari. Mereka membakar beberapa mobil keamanan, melukai tukang becak, dan merusak serta melempari kaca kantor PLN Cabang Ambon. Jatuh korban luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan ABRI. Beberapa bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu pengusiran orang-orang Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di Tragedi kerusuhan ambon…………. By. Erick, Samuel, dan okta vianus… smak tunas kasih tarakan 1

Upload: -blank

Post on 27-Jun-2015

528 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH

Desember 1998 s.d. Desember 2000

BAGIAN 1-1: SEBELUM AMBON

Tragedi berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa Iedul Fithri 1419H berdarah, tercatat beberapa peristiwa penting yang dianggap sebagai pra-kondisi, bahkan jauh ke belakang pada tahun 1995. Beberapa peristiwa itu (sebagian) adalah sebagai berikut.1)

15 Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa), diserang warga Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh. Penyerangan dikoordinasikan oleh empat orang yang nama-namanya dicatat oleh MUI.

21 Pebruari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang lagi. Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan batu dan panah. Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin oleh sersan (namanya tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja (kepala desa) berikut istri dan anak-anaknya. Mereka menggeledah isi rumah dan menginjak-injak peralatan keagamaan.

18 Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa Unpatti (Universitas Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku), yang dimotori oleh organisasi pemuda dan mahasiswanya menghujat Danrem Kolonel Hikayat. Demonstrasi berlangsung dua hari. Mereka membakar beberapa mobil keamanan, melukai tukang becak, dan merusak serta melempari kaca kantor PLN Cabang Ambon. Jatuh korban luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan ABRI.

Beberapa bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu pengusiran orang-orang Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di tengah masyarakat yang membuat gelisah banyak orang. Mereka kurang bisa membedakan suku Bugis dan Makassar. Kedua suku ini sebenarnya adalah satu. Orang-orang Muslim suku lain (non-Maluku) juga diisukan untuk diusir. Produksi pesanan senjata tajam ditengarai sangat tinggi. Pesanan dilakukan oleh kelompok tertentu.

Isu pengusiran BBM memang berbau SARA, terutama yang menangkut suku dan agama. Entah bagaimana awalnya dari dalam Gereja. yang tepat, isu BBM

1

Page 2: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

bertiup dengan kencang dari kalangan Kristen, bahkan kabarnya disuarakan oleh Gereja.

Menjelang akhir Nopember 1998: Sekitar 200 preman Ambon dari Jakarta, yang bekerja sebagai penjaga keamanan tempat judi pulang kampung. Merekalah yang memulai bentrok dengan penduduk Ketapang (Jakarta). Karena umat Islam Jakarta marah, mereka dikepung. Beberapa darinya tewas. Sejumlah besar yang lain diminta masyarakat agar dievakuasi oleh aparat keamanan. Sebagian dari mereka - sekitar 200 orang - inilah yang pulang ke Ambon.

Beberapa 'Test Case' Sebelum Iedul Fithri Berdarah

Setidaknya, ada tiga peristiwa penting yang dapat dianggap sebagai bagian dari tragedi Iedul Fithri berdarah 1999. Ketiga peristiwa itu adalah peristiwa Wailete tanggal 13 Desember 1998, peristiwa Air Bak 27 Desember 1998, dan peristiwa Dobo 14 dan 19 Januari 1999.

Peristiwa-perista di atas adalah sebuah 'test case' yang dinilai berhasil mendeteksi keberanian, persatuan dan kesatuan serta kesiapan Ummat Islam se-Ambon untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam yang tengah menyongsong bulan Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama penilaian terhadap suku Bugis-Buton-Makassar yang kurang kompak. Atas dasar penilaian demikian itu tampaknya dijadikan peluang untuk mengobarkan Tragedi Iedul Fithri Berdarah. Hal ini terbukti dengan tiba-tiba didatangkan ratusan preman dari Jakarta, eks-konflik Jalan Ketapang, Jakarta sebagai pelaku di lapangan.

Serangan Massa Kristen ke Desa Wailete

13 Desember 1998 : Desa Wailete yang merupakan perkampungan Muslim masyarakat asal Bugis-Buton-Makasar (BBM) diserang oleh warga Kampung Hative Besar (Kristen). Ratusan massa Kristen menyerbu dengan batu, dan membakar kampung Wailete. Serangan dilakukan dua kali pada malam itu dimana tahap kedua dilakukan secara tuntas membakar habis semua rumah sehingga penghuni hanya menyelamatkan diri dengan baju yang melekat di badan saja. Empat rumah dilaporkan terbakar dan satu kios bensin milik orang Bugis terbakar dan meledak. Penduduk desa tersebut mengungsi.2)

Tidak pernah ada kejelasan penyelesaian dalam peristiwa itu. Bahkan polisi tampak ragu menghadapi ancaman warga desa Hative Besar. Keraguan aparat ini tampak jelas sebagai hasil penghujatan selama demo dengan pecahnya insiden Batu Gajah. Dalam rangkaian penghujatan lewat berbagai media massa sebagian berpendapat bahwa oknum Polri telah berhasil digalang untuk melaksanakan rencana mereka. Surat kabar Suara Maluku tidak memberitakan peristiwa besar ini secara proporsional, dua kali pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal kasus Batu Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan Anjing dan Babi masih berulang selama sebulan.

2

Page 3: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Ummat Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya sebenarnya mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan pertolongan yang memadai tetapi hal itu tidak terjadi karena para pemimpinnya memang lemah dan tidak ada tokoh pemersatu. Warga masyarakat desa Hative Besar telah membuktikan secara nyata isu yang berkembang bahwa suku Bugis-Buton-Makassar dan Jawa-Sunda akan diusir dari Ambon.

Setelah aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak akan menerima kedatangan suku Bugis-Buton-Makasar lagi ke desa Wailete, karena itu desa Wailete tidak pernah dibangun lagi, bahkan parapenghuni yang telah melarikan diri itu tak berani mengunjungi bekas kampungnya. Pemerintah daerah tidak memasukanpembakaran desa Wailete ini kedalam program rehabilitasi, dianggap bukan dalam rangka kerusuhan Ambon.3)

Serangan Massa Kristen ke Desa Air Bak Akhir Desember 1998

27 Desember 1998 : Desa Air Bak, yang hanya berpenduduk sekitar 8 keluarga beragama Islam (desa kecil) diserbu warga Desa Tawiri yang mayoritas beragama Kristen. Pertikaian ini diawali ketika ada Babi peliharaan masyarakat Tawiri memasuki kebun masyarakat desa Bak Air, hal seperti ini biasa terjadi. Menghalau dengan lemparan batu saja Babi akan keluar dari kebun. Kali ini, kejadian ini dijadikan masalah oleh orang Kristen Tawiri. Orang-orang Muslim dilempari batu. Tidak ada penyelesaian, malah warga Muslim yang ditahan polisi.

5 Januari 1999 : Di tengah masyarakat beredar isu akan tejadinya kerusuhan pada Hari Raya Iedul Fithri, meski beberapa penyampaian di antaranya dengan bahasa yang disamarkan. Di bagian lain bisa dibaca bagaimana isu itu berkembang di Kampung Batu Gantung Waringin. Seluruh rumah di situ dibakar dan diruntuhkan. Kampung ini dihuni oleh mayoritas orang Bugis.

 

Tragedi Berdarah di Dobo, Maluku Tenggara

14 Januari 1999 : Kerusuhan pecah di Dobo, kecamatan Pulau Aru (Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara). Korban tewas delapan orang. Penyerangan dilakukan oleh kelompok Kristen tersebut bukanlah yang pertama kali. Sekitar satu bulan sebelumnya sempat terjadi kontak senjata tradisional meski dengan skala yang lebih kecil di tempat yang sama.

19 Januari 1999: Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan pecah lagi di Dobo, setelah umat Islam melaksanakan sholat Ied. Dikabarkan 14 orang terbunuh, 10 orang di antaranya adalah orang Kristen. Sebanyak 55 rumah habis terbakar.

Ketiga peristiwa di atas jelas telah direncanakan sebelumnya dalam rangka mencoba rencana besar mereka, yakni pembantaian Muslim Ambon di Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan Dobo (14/1) layak dianggap sebagai awal meletusnya Kerusuhan Ambon. Cukup banyak anggota TNI yang dikirim ke Dobo sehingga

3

Page 4: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

kekuatan TNI di Ambon berkurang dalam jumlah yang berarti. Jumlah sisanya tidak mampu berbuat apa-apa di kota Ambon pada tanggal 19 dan 20 Januari, sebelum datangnya bala bantuan TNI dari tempat lain. Apalagi kemudian, di Dobo, pada Iedul Fithri, juga pecah kerusuhan lanjutan yang cukup besar.4)

Dikaitkan dengan Tragedi Iedul Fithri Berdarah, rentetan ketiga peristiwa di atas harus dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan, atau sebagai 'babak pertama' dari seluruh babak yang berjudul 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'. Seandainya ummat Islam di Ambon menyatakan protes keras kepada pihak Kristen yang berpura-pura tidak tahu maka mereka akan ragu memasuki 'babak kedua', yaitu adegan 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'. Dengan kata lain Tragedi Iedul Fithri Berdarah itu belum tentu bisa terjadi karena uji cobanya tidak berhasil, Ummat Islam masih siap dan kompak, siaga menghadapi setiap kemungkinan.

Begitu pula Polri, jika betul-betul profesional dan bersungguh-sungguh dalam menangani kasus di atas, termasuk datangnya ratusan orang kiriman itu, maka peristiwa yang amat menyakitkan Ummat Islam se Indonesia ini mungkin tidak akan terjadi. Begitu juga kegelisahan masyarakat luas akibat munculnya kabar burung bahwa akan ada kekacauan besar ketika Shalat Iedul Fithri. Jadi sesungguhnya tragedi ini merupakan ketidak-profesionalan TNI atau lemahnya TNI akibat penghujatan. Jelas ini merupakan peluang yang mulus bagi golongan untuk merencanakan rencana makarnya.

Marilah kita lihat tragedi ini sebagai salah satu bukti rencana strategis pihak Kristen yang teratur dan terencana, sehingga berhasil demikian baiknya.5)

Catatan kaki :

1.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 48, Mizan 1999

2.Tragedi Ambon, hal 35, Yayasan Al-Mukminun 1999

3.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam Kastor, hal 25, Wihdah Press

4.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 51, Mizan 1999

5.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam Kastor, hal 27, Wihdah Press

 

BAGIAN 1-2-2:IEDUL FITHRI BERDARAH 1999 (2/2) - HARI-HARI PEMBANTAIAN BERLANJUT

Hari-hari Pembantaian Berlanjut ...

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku mengeluarkan catatan resmi rentetan peristiwa penting pasca pecahnya Tragedi Iedul Fithri Berdarah, 19 Januari 1999.

4

Page 5: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Dokumen ini ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin MUI, orpol, ormas, tokoh-tokoh Islam di Maluku.

Selain itu, juga ada laporan terperinci berbagai peristiwa tiap hari yang diterima dan kemudian dikeluarkan secara terbatas oleh Pusat Informasi dan Komunikasi Umat Islam, Masjid Al-Fatah Ambon, dan Posko Umat Maluku Tenggara perwakilan Ambon.

Peristiwa-peristiwa penting itu - dari MUI Pusat, Informasi Al-Fatah, dari Posko Ummat Maluku Tenggara - sebagian dirangkum, disunting, dan disajikan di bawah ini.

2 Pebruari 1999 : Insiden terjadi di Terminal Mardika. Seorang penumpang angkot turun dari mobil dengan tidak mau membayar ongkos. Supir dan kernet menagihnya tetapi tetap tidak mau membayar bahkan penumpang tersebut lari. Di saat melarikan diri orang yang melihatnya berteriak 'Copet-copet!' kemudian dikejar massa. Pada saat itu aparat keamanan yang bertugas di pasar mengeluarkan tembakan. Massa semakin panik ditambah lagi Patroli Helikopter juga mengeluarkan tembakan. Tidak berapa lama kemudian, terjadi pengejaran warga Islam di kantor-kantor pemerintah yang berada di wilayah pemukiman Kristen, seperti di Kanwil Depsos Karang Panjang dan Dinas Pertaninan Tanaman Pangan Dati I Maluku di Tanah Tinggi. Pegawai beragama Islam bahkan ada yang diparang di halaman kantornya (Depsos). Tiga karyawan Depkes dicegat ketika pulang melewati SMP Negri I, yang beragama Islam diancam dan ditikam.

11.00 WIT : Enam orang pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan lima Menteri di kantor Gubernur Maluku, di Ambon, terjebak barikade dan diancam dengan kekerasan.

Seorang Bugis dibacok di Gang Singa, Belakang Soya, hingga meninggal.

SMEA Negri I Ambon di Karang Panjang diserang oleh para pemuda dari Pondok Paty. Empat kendaraan roda dua dibakar.

3 Pebruari 1999 : Pagi hari, di Karang Tagepe, Kuda Mati, terjadi perusakan atas empat rumah warga Muslim. Rumah-rumah warga Muslim yang belum dibakar atau dirusak akan diratakan dengan tanah. Para pengungsi dari Karang Tagepe berada di dalam tenda-tenda di lingkungan transmisi RCTI/SCTV Gunung Nona. Mobil dan kendaraan roda dua dibakar. Rumah-rumah telah dibakar atau dirusak.

Makar Kristen di Kairatu dan Pembantaian di Desa Waraloki

Pukul 14.00 WIT : Diadakan jamuan makan 'Patita Damai' warga Kairatu, Rumberu dan Rumaitu di satu pihak dan masyarakat Muslim Kairatu. Ternyata ada rencana jahat pihak Kristen. Mereka datang dengan persenjataan lengkap seperti panah, dan tombak, sehingga suasana pesta itu bukan dijadikan wahana Perdamaian melainkan justru berubah menjadi ajang pertempuran. Dalam insiden itu 4 orang warga Muslim terkena panah. Pertikaian meluas menjadi pembakaran pasar, dan rumah-rumah warga Muslim di sekitar Masjid.

5

Page 6: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

4 Pebruari 1999 : Pukul 05.30 WIT warga Desa Waraloki yang sedang melaksanakan Shalat Shubuh diserang oleh massa Kristen dari Desa Kamariang, Sariawang (orang gunung) dan juga warga Kristem lainnya, dengan formasi penyerangan berbentuk huruf L. Dalam insiden itu 7 orang warga Muslim Waraholi terbunuh, salah satunya adalah gadis cilik berumur delapan tahun. Menurut saksi, gadis cilik ini dianiaya lebih dahulu sebelum dibunuh. Satu jam kemudian penyerang dipukul mundur.

Pukul 07.00 WIT : Terjadi penyerangan kedua yang tidak dicegah oleh aparat keamanan yang dipimpin oleh Letda Sitorus. Perusuh dilepas dan akhirnya lari ke gunung. Warga yang melihat keadaan tersebut berkata agar pelaku perusuh ditembak, tetapi oknum aparat mengatakan bahwa pelurunya telah habis. Dalam insiden itu 52 rumah hancur dan kebanyakan korban adalah orang Buton.

Pukul 10.30 WIT : Kota Kairatu kembali diserang oleh massa Kristen yang datang dari kampung-kampung yang berada di pegunungan, sehingga 40 rumah terbakar.

5 Pebruari 1999 : Pagi hari, kerusuhan kembali terjadi di Kairatu, berupa pembakaran di Kairatu. Masyarakat Desa Pelauw (mayoritas Muslim) bergerak maju menuju Kairatu untuk mengevakuasi masyarakat Muslim. Pada malam harinya, rumah-rumah dan masjid dilempari batu.

Kerusuhan juga terjadi di Dusun Alinong. Sejumlah massa Kristen Kuda Mati menyerang warga Muslim Dusun Alinong. Jalan menuju Karang Tagepe di Kuda Mati dibarikade dengan batang-batang kayu. Sejumlah 25 keluarga minta tolong untuk dievaluasi. Imam Masjid Al-Muqaram Kampung Karang Tagepe (Kuda Mati) dengan istrinya ditemukan meninggal oleh polisi di ruang tamu rumahnya. Tubuhnya terlilit kabel listrik telanjang. Pada pukul 10.00 WIT massa Kristen Kamariang menyerang lagi, tetapi berhasil dihalau.

Desa Batu Merah Diguncang Bom

8 Pebruari 1999 : Pukul 08.00 WIT pertama kalinya Desa Batu Merah dilempari dengan bom-bom rakitan.

13 Pebruari 1999 : Tertangkap 6 orang warga Kristen asal Maluku Tenggara yang melecehkan Islam dengan menghujat Rasulullah dan menulis 'Yesus Maju Terus' pada rumah warga Muslim di simpang tiga Air Besar STAIN-Ahuru.

Pembantaian Muslim di Pulau Haruku, Maluku Tengah

14 Pebruari 1999 : Di Pulau Haruku, Maluku Tengah, warga Kariu yang beragama Kristen dibantu beberapa orang aparat membantai warga Muslim Pelauw. Dilaporkan 15 warga Muslim terbunuh dan 43 lainnya luka berat akibat terkena tembakan dan granat. Tercatat, empat anggota Polisi terlibat dalam aksi penyerangan itu. Mereka adalah Serka Loupatty, Serta Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu dan Latumahina.

6

Page 7: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Ketegangan Terjadi Lagi di Passo

17 Pebruari 1999 : Pagi hari terjadi lagi ketegangan di Passo. Awalnya sebuah mobil truk dari Hitu menuju Ambon yang dilempari batu. Penghuni Kristen di kiri kanan jalan keluar sambil membawa parang dan panah. Kaca mobil dipecah dan aparat keamanan yang berada di tempat kejadian tidak bereaksi. Menurut keterangan korban, ada barikadi di jalan mulai di Negeri Lama sampai dengan pasar, menggunakan batu, drum, dan batang pohon. Tiap mobil yang lewat penumpangnya ditanyai. Dua orang warga Hitu yang menumpang mobil lain ditahan karena membawa senjata tajam, sementara massa Kristen yang berkumpul di situ - dengan membawa berbagai senjata tajam - dibiarkan begitu saja oleh aparat.

Dua jam kemudian, ada sebuah mobil Kijang menuju Hitu ditumpangi warga Muslim. Pengemudinya dipanah oleh warga Kristen Desa Passo, mobil dilempari. Para penyerang tidak diamankan oleh aparat keamanan yang ada.

Ambon Terus Bergolak

18 Pebruari 1999 : Ambon kembali diguncang bom. Peledakan itu terjadi pada hari Kamis (18/2), pukul 1.00 WIT, dini hari. Smentara itu pemerintah melaporkan ada 81 berkas kasus kerusuhan Ambon yang siap disidangkan dengan menjerat 192 tersangka.

22 Pebruari 1999 : Terjadi bentrokan berdarah antara warga Muslim dan warga Kristen. Peristiwa ini menyusul aksi pembakaran 15 rumah warga Muslim di Batu Merah Dalam, Ambon dan satu buah Masjid di Ihamahu, Maluku Tengah. Sedikitnya 9 orang terbunuh dan puluhan lainnya luka-luka.

23 Pebruari : Puluhan bom dilemparkan ke perkampungan Muslim di Batu Merah Dalam, Kodya Ambon. Puluhan rumah musnah terbakar. Dilaporkan 15 orang terbunuh, 13 orang tidak diketahui nasibnya dan 34 orang luka-luka.

Dikabarkan banyak murid sekolah yang dipulangkan, terutama di Galunggung Batu Merah, Kapaha dan sekitarnya. Seorang ibu hamil berjilbab yang pulang dari pasar ketika melewati Gereja Bethabara, Batu Merah Dalam diejek sekelompok orang, tetapi tidak dihiraukan. Ia sempat ditendang. Ini terjadi pada pukul 09.00 WIT.

Memasuki tengah hari, terjadi kerusuhan di Desa Batu Merah Bawah dengan pelemparan beberapa bom rakitan dari arah Batu Merah Atas. Terjadi juga pembakaran warga Muslim di Dusun Rinjani (Desa Batu Merah).

Sampai akhir Pebruari 1999 banyak terjadi insiden di berbagai tempat. Serang menyerang ini dilakukan dengan lemparan batu, lemparan bom, pemanahan, pencegatan, pemukulan, pembacokan, perusakan, penjarahan dan pembakaran rumah.

Jama'ah Sholat Shubuh Ahuru Dibantai

7

Page 8: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

1 Maret 1999 : Sejumlah massa membantai warga Muslim Ahuru, Kodya Ambon, yang tengah melaksanakan Shalat Shubuh berjama'ah di Masjid Al-Huda. Sembilan orang terbunuh. Dua orang bocah, Mansyur (7) dan Parman (1.5) lolos dari serangan brutal ini. Aparat Polisi diduga terlibat dalam aksi penyerangan ini. Dilaporkan pula bahwa di kawasan Kopertis, Kodya Ambon, juga terjadi penyerangan yang diikuti pembakaran sebuah Masjid. 1)

Passo Bergolak Lagi

8 Maret 1999 : Terjadi kerusuhan lagi di Passo. Lewat tengah hari, sebuah Mikrolet dari Tulehu yang dikawal 3 orang Polisi dihadang massa di tikungan Jalan Baru Passo. Penumpangnya ditanya, agamanya Kristen atau Islam. Pak Sopir diseret keluar, lalu lehernya dibacok. Para penumpangnya juga diseret keluar, dibawa ke rumah warga setempat, alu diinterogasi. Mereka yang mengaku beragama Kristen diminta beribadah menurut cara Kristen.

Pada tengah malam, dilaporkan ada kebakaran di dekat Masjid Jabal Tsur, Benteng Atas. Diterima kabar lain kemudian bahwa yang terbakar adalah satu rumah warga Muslim dan empat rumah warga Kristen. Keadaan dapat dikendalikan aparat keamanan. Masjid Jabal Tsur sejak petang hingga Shubuh menjadi sasaran pelemparan. Esok paginya, sekitar pukul 05.00 WIT, masjid itu dilempari bom, tetapi tidak menimbulkan korban.

Catatan kaki :

1.Menyulut Ambon, Sinansari ecip, hal 97, Konspirasi Politik RMS Kristen, Rustam Kastor, hal 185.

2.Tragedi Ambon, hal. 50, Yayasan Al-Mukminun.

 

 

BAGIAN 1-3 : BELUM HABIS AMBON, TERBITLAH TUAL

Belum habis tangis di Ambon, kerusuhan merembet ke kota Tual, Maluku Tenggara, pada akhir Maret 1999. Menurut informasi dari Posko Umat Islam Al-Huriyah 45, kerusuhan itu berawal pada hari Sabtu (27/3). Peristiwa-peristiwa provokasi terjadi di Maluku Tenggara, setelah kerusuhan Dobo (yang juga termasuk Maluku Tenggara). Kerusuhan dipicu oleh sejumlah tulisan yang isinya menghujat Nabi Muhammad SAW, yang terlihat di tembok rumah milik Abdullah Koedubun, salah seorang PNS pada Kantor Bupati Maluku Tenggara.1)

Berikut kronologi tragedi berdarah di Tual, Maluku Tenggara.

28 Maret 1999 : Beberapa pemuda Muslim dipimpin Abdullah Koedubun, yang tergabung dalam Persatuan Pemuda Muslim Kota Tual (PPMKT) melakukan unjuk rasa di halaman kantor Polisi Maluku Tenggara. Mereka menyampaikan protes atas pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW.

8

Page 9: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Pukul 16.00 WIT, seorang warga Kristen bernama Ulis Karmomyanan menyebar berita bohong bahwa rumah ibunya di bakar pihak Muslim. Dengan cepat berkembang bahwa umat Kristen Desa Taar dan Un akan menyerang ummat Islam kota Tual. Ketegangan pun tak dapat dihindarkan.

Pukul 20.00 WIT, datang segerombolan warga Kristen Desa Taar ke wilayah Wearhid yang mayoritas beragama Islam. Meski jarak antara Desa Taar dengan Desa Wearhir sekitar 2 km, sekitar 5.000 orang telah siap melakukan penyerangan ke desa-desa Muslim di Tual.

Massa Kristen Desa Taar, melakukan penyerbuan dengan lemparan batu ke arah rumah-rumah penduduk Muslim. Beberapa rumah dikabarkan rusak.

29 Maret 1999 : Sejak pukul 4.00 WIT, sekitar 500 massa Kristen bergerak dari pos pengamanan bersama, yang dikuasainya, menuju rumah Said Rewarin. Merela melempari dan merusak rumah Said sambil berteriak, 'Hidup Jesus', 'Bunuh saudara Karim Renwarin dan adik-adiknya!'. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Pihak Muslim yang mendengar kegaduhan langsung berkumpul dan menghalau massa Kristen sambil berterian 'Allahu Akbar!'. Bentrok fisik pun tidak dapat terelakkan. Akhirnya, massa Kristen berhasil dipukul mundur hingga ke pos pengamanan bersama. Beberapa rumah dilaporkan terbakar.

31 Maret 1999 : Penyerangan massa Kristen terhadap permukiman Muslim di Desa Wearhir kembali terjadi. Bentrok fisik kembali terjadi dengan beberapa korban jatuh dari kedua belah pihak. Hingga siang hari, pihak Muslim berhasil menghalau massa Kristen.

Pukul 15.00-24.00 WIT, situasi mulai mereda. Tidak terjadi pertikaian lagi antara dua belah pihak. Berapa Pastor Katholik berupaya berunding dengan pihak Muslim, dimana mereka meminta agar tempat ibadah orang Katholik tidak diserang, sebab mereka tidak memihak kelompok Kristen. Pihak Muslim menerima permohonan tersebut.

1 April 1999 : Pukul 05.00 WIT Shubuh, terdengar beberapa rentetan tembakan peringatan dari pihak keamanan. Dua jam kemudian terdengar lagi rentetan tembakan yang lebih lama.

Pukul 07.30 WIT, seorang pemuda Muslim bernama Syarif (17) pelajar kelas III SMA di Lodarel Tual, terkena panah besi. Panah tersebut menancam di dada kirinya, lebih kurang 10 cm. Syarif akhirnya terwas. Selain Syarif, jatuh pula korban dari pihak Muslim, yaitu Abdul Ghani Tamber (36), yang dikenal sebagai pimpinan perang, dan Muhammad Taher Penboran (35). Mereka terbunuh akibat tembakan di dekat Gereja Ston, dari laras senjata oknum Polisi bernama Anton dan Miru dari Angkatan Darat.

Pukul 10.00 WIT, terjadi lagi pembakaran rumah-rumah milik warga Muslim, oleh massa Kristen, di komplek kuburan Cina dan belakang PLN lama. Pihak Muslim segera melakukan serangan balasan tersebut. Beberapa aparat keamanan yang

9

Page 10: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

bertugas melakukan penembakan terhadap kaum Muslimin, yang mengakibatkan 3 orang terbunuh, sementara beberapa orang luka berat dan ringan. Tidak kurang 70 rumah terbakar.

Pada hari yang sama, terjadi perusakan yang disertai pembakaran rumah-rumah warga Muslim oleh massa Kristen, di komplek belakang Dragun Lama, Kelurahan Ohoijang RT 04/02, yang dipimpin oleh Buce Raharna, PNS Statistik Maluku Tenggara. Seorang pengurus DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Tual, melihat peristiwa tersebut. Buce Rahanra juga berusaha memotong lengan seorang ibu bernama Salija Wattimena, namun atas izin Allah, parang orang kafir itu tidak mampu melukai korban.

Jum'at 2 April 1999 : Terjadi penyerangan dari desa-desa Kristen di Kliwat, Sather, Soindat, dan Weduar terhadap desa Larat yang Muslim, di Kecamatan Key Besar. Akibat serangan ini, umat Islam di desa tersebut memutuskan untuk tidak melaksanakan shalat Jum'at, namun pelaksanaannya diganti dengan sholat Dzuhur berjama'ah di masjid Ar-Rahman.

Sebelumnya, telah terjadi perjanjian damai antara Umat Katholik dengan ummat Islam. Pagi harinya ummat Islam melakukan penjagaan di Gereja Katholik untuk pengamanan ibadah Paskah, dan massa Kristen berhasil dihalau.

Pukul 13.00 WIT : Umat Katholik ganti menjaga umat Islam yang tengah melaksanakan Sholat Dzuhur berjama'ah di Masjid Ar-Rahman Desa Larat, Tual. Ketika ummat Islam baru saja selesai menunaikan shalat Dzuhur berjama'ah, sekelompok massa Kristen tiba-tiba datang menyerang dan melemparkan bom ke dalam Masjid. Jama'ah di dalam Masjid mereka bantai. Seketika itu juga jatuh korban sembilan orang Muslim, termasuk imam Masjid Ar-Rahman H. AH. Rahanyamtel. Seorang jama'ah Masjid bernama Kabir Rahayaan dibantai, tumbuhnya dipotong-potong kemudian dibungkus dengan sajadah dan hambal (karpet). Bungkusan mayat itu lantas diletakkan di bawah mimbar masjid dan disiram minyak, lalu dibakar. Menurut seorang saksi mata, serangan pihak Kristen tampak terorganisir rapi.

3 April 1999 : Massa Kristen dari desa Ohoiet, Ngifut, Ohoirenan, melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga Muslim di Ohoiwait.

Di hari yang sama, sekitar pukul 05.00 WIT juga tejadi penyerangan disertai pembakaran rumah-rumah milik Muslim di Kecamatan Key Besar, antara lain Desa Sungai, Ngafan, dan Wafol. Sejumlah rumah hangus terbakar, sementara korban luka-luka teridentifikasi sebanyak 3 orang.

Akibat serangan-serangan itu, sekitar seribu orang warga Muslim dari berbagai desa, dan 400 orang dari Desa Larat mengungsi. Mereka diangkut oleh kapal Perang yang besar.

Massa Kristen kembali melakukan serangan tahap kedua, hari itu, di desa Larat. Para perusuh Kristen membakar tidak kurang seratus rumah warga Muslim, sebuah sekolah, sebuah Puskesmas, dan sebuah Masjid. Suasana di Key Besar

10

Page 11: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

sangat mencekam. Menurut seorang ketua Posko Satgas MUI Tual, seluruh kecamatan telah menjadi puing, banyak rumah penduduk dibakar secara keji.

5 April 1999 : Serangan demi serangan masih berkelanjutan. Sekitar pukul 20.00 WIT, Kantor Bupati Tual dibakar. Demikian pula sejumlah rumah milik Muslim dibakar oleh para perusuh Kristen. Setelah merusak rumah-rumah itu, mereka melakukan penjarahan besar-besaran, mengangkut segala harta benda yang ada. Setelah itu baru rumah-rumah tersebut dibakar. 2)

Posko Ummat Al-Huriyah 45, Tual, melaporkan pada Palima KODAM TRIKORA, bahwa beberapa desa Katholik di Kecamatan Key Besar : Desa Watsin dan Desa Bombai, telah ikut aktif melakukan penyerangan, pembakaran dan pembunuhan terhadap umat Islam di pesisir Utara Barat, Kecamatan Key Besar. Perbuatan keji ini bertentangan dengan pernyataan sikap Gereja Katholik yang ditandatangani Wakil Uskup Paroki Key Aru di Tual.

Laporan tersebut juga memuat keterlibatan aparat kepolisian Maluku Tenggara dalam memerangi ummat Islam. Para anggota polisi yang beragama Kristen menyebar ke pinggiran kota Tual dengan menyamar sebagai preman dan dipersenjatai untuk melakukan penembakan terhadap Muslim.

Laporan itu juga memuat nama-nama aparat keamanan yang terlibat, yakni : Serda Buce Buluroy (Provost Polres Maluku Tenggara, Serma (Pol) Buce Yambornias, Peltu (Polwan), Ati Titaley, Sema (Pol) Natur Sarkol, Serka (Brimob) Frans Naraha, Serda Miru (anggota Kodim 1503 Maluku Tenggara), dan Serda (Pol) Febby Helyanan. Posko Umat Al-Huriyah 45-Tual, Kabupaten Maluku Tenggara

Ada pun desa-desa Islam yang dibakar, di Maluku Tenggara, menurut laporan tersebut adalah sbb : 

No        Nama Desa                                        Kecamatan

1            Desa Fas                                           Key Besar

2            Desa Wer Frawav                             Key Besar

3            Desa Wer Ker                                   Key Besar

4            Desa Wer Ohoinam                           Key Besar

5            Desa Wearmaf (Kampung Baru)        Key Besar

6            Desa Nerong Lama                            Key Besar

7            Desa Nerong Baru                             Key Besar

8            Desa Larat                                         Key Besar

9            Desa Elralang                                     Key Besar

11

Page 12: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

KRONOLOGIS KERUSUHAN MALUKU (AMBON)

(Bagian Pertama)

Yayasan Salawaku 09/15/99 01:33 PM GMT

I. PENGANTAR

Kerusuhan Ambon (Maluku) yang terjadi sejak bulan Januari 1999 hingga saat ini telah memasuki periode kedua, yang telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar serta telah membawah penderitaan dalam bentuk kemiskinan dan kemelaratan bagi rakyat di Maluku pada umumnya dan kota Ambon pada khususnya.

Kerusuhan Ambon (Maluku) yang semula menurut pemahaman kalangan masyarakat awam sebagai sebuah tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh suatu tindak/peristiwa kriminal biasa, ternyata berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan adalah merupakan sebuah rekayasa yang direncanakan oleh orang atau kelompok tertentu demi kepentingannya dengan mempergunakan isu SARA dan beberapa faktor internal didaerah (seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi dibidang pemerintahan dll) untuk melanggengkan skenario yang ditetapkan.

Begitu matangnya rencana yang dilakukan yang diikuti dengan berbagai penyebaran isu yang menyesatkan, seperti adanya usaha-usaha dari kelompok separatis RMS (Republik Maluku Selatan) yang sengaja diidentifisir dengan Republik Maluku Serani (Kristen), adanya usaha untuk membantai umat Islam di Maluku, keterlibatan preman Kristen Jakarta, isu pemasokan senjata kepada umat Kristen di Maluku dari Israel dan Belanda, serta berbagai isu menyesatkan lainnya telah menimbulkan semakin kuat dan mengentalnya sikap dan prilaku fanatisme terhadap masing-masing agama (Islam dan Kristen).

Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan ABRI untuk mengklarifikasi isu-isu yang tidak bertanggung jawab tersebut ternyata tidak mampu meredam kekuatan dari mereka yang menginginkan agar kerusuhan Ambon (Maluku) terus diperpanjang dan diperluas.

Penciptaan kondisi ini semakin menguat ketika ABRI (TNI dan Polri) telah dengan sengaja ikut menciptakan konflik yang berkepanjangan melalui penanganan pengendalian keamanan yang

12

Page 13: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

tidak profesional dan terkesan bertendensi mengipas-ngipas agar kerusuhan di Maluku tak kunjung selesai.

Peranan Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Militer serta komponen bangsa lainnya yang ada di daerah melalui berbagai upaya rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai hanya bersifat "semu" belaka. Satu dan lain hal disebabkan karena tidak ada kemauan yang transparan dalam upaya menyelesaikan pertikaian, juga upaya rekonsiliasi lebih bersifat Top Down dan bukan Bottom Up.

Sejauh mana kebenaran dari pikiran-pikiran di atas, berikut kami dari YAYASAN SALA WAKU MALUKU sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) lokal mencoba menurunkan rangkuman kronologis peristiwa kerusuhan di Maluku (Ambon) yang diperoleh berdasarkan hasil investigasi di lapangan.

II. KRONOLOGIS PERISTIWA KERUSUHAN DI MALUKU

1. AWAL PERISTIWA

Peristiwa kerusuhan di Ambon (Maluku) diawali dengan terjadinya perkelahian antara salah seorang pemuda Kristen asal Ambon yang bernama J.L, yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot dengan seorang pemuda Islam asal Bugis, NS, penganggur yang sering mabuk-mabukan dan sering melakukan pemalakan (istilah Ambon "patah" ) khususnya terhadap setiap sopir angkot yang melewati jalur Pasar Mardika – Batu Merah.

Saat itu tanggal 19 Januari 1999, masih dalam hari raya Idul Fitri (hari kedua), pemuda Bugis NS bersama temannya seorang pemuda Bugis lain bernama T, melakukan pemalakan di Batu Merah terhadap pemuda Kristen J.L selama beberapa kali ketika J.L mengendari angkotnya dari jurusan Mardika – Batu Merah. Namun permintaan kedua pemuda Bugis tersebut tidak dilayaninya, karena J.L belum mempunyai uang, mengingat belum ada penumpang yang dapat diangkutnya, karena hari itu hari raya Idul Fitri.

Permintaan dengan desakan yang sama dilakukan oleh pemuda NS hingga kali yang ketiga saat pemuda Ambon J.L berada di terminal Batu Merah, malah pemuda Bugis NS tidak segan-segan mengeluarkan badiknya untuk menikam pemuda Ambon J.L. Untunglah J.L sempat menangkisnya dengan mendorong pintu mobilnya.

Merasa dirinya terancam, pemuda J.L langsung pulang ke rumahnya mengambil parang (golok) dan kembali ke terminal Batu Merah. Disana ia masih menemukan pemuda Bugis NS bersama temannya

13

Page 14: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

T. Ia kemudian memburunya, dan NS kemudian berlari masuk ke kompleks pasar Desa Batu Merah.

NS kemudian ditahan oleh warga Batu Merah, dan ketika ia ditanya apa permaslahannya, maka ia (NS) menjawab bahwa, "ia akan dibunuh oleh orang Kristen".

Jawabannya ini kemudian yang memicu kerusuhan Ambon, dengan munculnya warga Muslim dimana-mana untuk menyerang warga Kristen dan sebaliknya juga warga Kristen yang muncul untuk mempertahankan diri.

2. PECAHNYA KERUSUHAN DI MANA-MANA

Beberapa saat berselang atau sekitar 5 menit setelah peristiwa saling kejar-mengejar antara pemuda Muslim asal Bugis, NS dengan pemuda Kristen asal Ambon J.L, seperti ada komando, kerusuhan akhirnya pecah dimana-mana dalam kota Ambon.

Kira-kira jam 15.00 WIT ratusan masa Muslim muncul dari Desa Batu Merah (lokasi dimana pemuda Bugis NS dikejar dan berteriak akan dibunuh oleh oleh orang Kristen) bangkit menyerang warga Kristen di kawasan Mardika (tetangga desa Batu merah) dengan menggunakan berbagai alat tajam (parang, panah, tombak dan lain-lain) dengan seragam dan berikat kepala putih. Mereka sempat melukai, merusak dan mebakar rumah-rumah warga Kristen Mardika. Demikian juga pada waktu yang bersamaan, beberapa lokasi pemukiman Kristen seperti Galunggung, Tanah Rata, Kampung Ohiu, Silale dan Waihaong ikut diserang oleh kelompok penyerang Muslim. Beberapa orang warga Kristen terbunuh, ratusan rumah dibakar dan sebuah gereja yang terletak di kawasan Silale dirusak dan akhirnya dibakar oleh masa.

Dari lokasi-lokasi ini, kerusuhan berlanjut terus dan hanya berbeda waktu beberapa menit dari lokasi ke lokasi yang lain.

Warga Kristen yang mendiami lokasi Batu Gantung , Kudamati dan sekitarnya setelah mendengar penyerangan yang dilakukan oleh masa Muslim terhadap warga Kristen di Mardika, Galunggung, Kampung Ohiu, Waihaong dan Silale serta mendengar gereja Silale telah terbakar, bangkit amarahnya dan memberikan serangan balasan terhadap warga Muslim melalui pengrusakan dan pembakaran rumah-rumah di kawasan Batu Gantung dan Kompleks Pohon Beringin, serta melakukan pengrusakan dan pembakaran terhadap berbagai kendaraan seperti becak, sepeda motor dan mobil.

3. SALING MENYERANG

14

Page 15: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Setelah terjadi kerusuhan pada beberapa lokasi seperti tersebut di atas yang berlangsung sejak siang hingga menjelang malam tanggal 19 Januari 1999, maka memasuki malam hingga pagi hari tanggal 20 Januari 1999, suasana terasa semakin mencekam dengan semakin berkembangnya isu telah terjadi pertikaian antar sesama warga Ambon (Maluku) yang bernuansa SARA, terutama diantara kelompok yang beragama Kristen dan Muslim.

Beberapa lokasi di dalam wilayah kota Ambon terus berkecamuk. Di lokasi Pohon Puleh, Tugu Trikora dan Anthony Rhebok hingga tengah malam tanggal 19 januari 1999, terlihat masa diantara kedua kubu saling berhadap-hadapan dan mencoba untuk saling melakukan penyerangan dengan pelemparan batu yang diteruskan dengan pengrusakan dan pembakaran sejumlah rumah diantara kedua belah pihak, pembakaran kendaraan (becak, sepeda motor dan mobil) dan pembakaran sebuah sekolah Al Hilal di Jl. Anthony Rhebok. Sementara itu di kawasan Batu Merah Tanjung yang dihuni oleh mayoritas warga Muslim, terjadi pengrusakan, pembakaran terhadap rumah-rumah dan pembantaian terhadap beberapa warga Kristen. Di lokasi inipun sebuah gereja sempat dirusak kemudian dibakar oleh masa Muslim. Sedangkan di lokasi Puleh (Karang Panjang) warga Kristen sempat merusak dan membakar rumah-rumah warga Muslim, demikian juga sebuah mesjid yang terletak di lokasi ini.

Menjelang pagi hari tanggal 20 Januari 1999, terjadi penyerangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh warga Kristen terhadap kompleks Pasar Gambus, kompleks Pasar Mardika dan kompleks Pasar Pelita yang berada di tengah-tengah jantung kota. Penyerangan ini dimulai dengan kosentrasi masa Muslim disekitar Jl. A. J. Patty menuju ke lapangan Merdeka Ambon yang diduga akan melakukan penyerangan ke gereja Maranatha (gereja Pusat Ambon).

Masa Kristen yang berada di sekitar kompleks gereja Maranatha merasa terancam, akhirnya melakukan penyerangan ke lokasi tersebut yang merupakan daerah yang mayoritas dihuni oleh warga muslim dengan jalan membakar habis kompleks tersebut. Diperkirakan banyak korban yang meninggal, karena terjebak kebakaran yang hingga saat ini sulit teridentifikasi.

4. WARGA MUSLIM JAZIRAH LEIHITU BERGERAK

Pecahnya kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999 akhirnya melebar keluar kota Ambon. Pada tanggal 20 Januari 1999, kira-kira jam 09.00 WIT, warga Muslim jazirah Leihitu yang terletak bagian barat dan utara Pulau Ambon mulai bergerak dengan sasaran menuju kota Ambon. Menurut data yang ditemukan di lapangan ,

15

Page 16: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

tujuan mereka bergerak menuju kota Ambon karena adanya isu yang tidak benar bahwa mesjid Al-Fatah di kota Ambon telah dibakar oleh orang-orang Kristen. Selain itu juga ada data yang mengungkapkan bahwa tujuan mereka ke Ambon adalah dalam rangka silahturahmi berkenan dengan hari raya idul fitri.

Namun apapun alasan yang dibuat oleh mereka, ternyata semuanya hanya untuk membela diri, karena cukup bukti yang ditemukan di lapangan bahwa setelah terjadinya kerusuhan tanggal 19 Januari 1999 di kota Ambon, telah terjadi kontak antara umat Muslim kota Ambon dengan umat Muslim jazirah Leihitu untuk melakukan penyerangan terhadap desa-desa Kridten yang berada di sekitarnya maupun yang menuju arah kota Ambon.

Bukti-bukti di atas didukung pula dengan adanya fakta bahwa dalam waktu yang relatif singkat, seluruh warga Muslim jazirah Leihitu dapat dikumpulkan, pada hal jarak antara desa yang satu dengan yang lainnya cukup berjauhan. Pada saat penyerangan, mereka telah menggunakan simbol-simbol tanda pengenal khusus (baju seragam dan ikat kepala putih) serta membawah alat tajam seperti parang, panah, tombak dan bom yang cukup banyak. Malah strategi penyerangan yang dilakukan cukup sistimatis dan terencana. Menurut data yang ditemukan di lapangan saat terjadinya penyerangan, pasukan Muslim yang menyerang desa-desa Kristen tersebut terdiri dari 3 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pengusir yang menggunakan bom rakitan, kelompok kedua adalah kelompok penjarah dan kelompok ketiga adalah kelompok perusak dan pembakar rumah-rumah warga sekaligus melakukan pembersihan dalam bentuk pembantaian terhadap warga Kristen yang ditemukan.

Ketika mereka mulai bergerak pada tanggal 20 Januari 1999, sedikitnya ada 3 pasukan penyerang. Pasukan pertama terdiri dari warga Muslim desa Hitu, Mamala, Morela dan sebagian lagi warga Desa Wakal yang melakukan penghancuran terhadap warga Desa/Dusun Kristen Telaga Kodok, Benteng Karang, Hunuth/Durian Patah, Waiheru, Nania dan Negeri Lama.

Operasi penyerangan yang mereka lakukan sejak pagi hingga sore hari tanggal 20 Januari 1999, sempat membumihanguskan perkampungan di atas, merusak, membakar, menjarah rumah-rumah dan harta milik serta melukai dan membunuh sejumlah warga Kristen yang ditemui.

Dari data yang ada ratusan rumah dirusak, dibakar dan dijarah. 5 buah gereja dibakar habis (3 buah di Benteng Karang, 1 buah di Nania, 1 buah di Negeri Lama), 1 buah sekolah dibakar, kurang lebih 25 orang dibunuh, termasuk salah seorang pendeta yang baru

16

Page 17: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

selesai berdoa di gereja Nania, yaitu Pdt. THYSEN dan mayatnya kemudian dibakar, ratusan warga dilukai serta sebagian besar harta benda milik warga, dijarah dan diangkut dengan mobil-mobil truck.

Tragisnya lagi dari kurang lebih 20 warga Kristen yang dibunuh di dusun Benteng Karang, 15 diantaranya kemudian dibakar dan salah satunya adalh Ny. RINA SERPIELA, ibu hamil (6 bulan) dibunuh dengan cara membelah perutnya kemudian janinnya dikeluarkan dan dibakar bersama mayat ibunya. Peristiwa ini disaksikan sendiri oleh suaminya YOPY SERPIELA. Sedangkan anaknya yang berusia 2 tahun sempat diculik dan dijadikan tameng oleh penyerang dari lemparan batu warga Kristen yang bertahan.

Seorang pendeta dari gereja Sidang Jemaat Allah yang bersama-sama dengan beberapa orang tua, wanita dan ank-ank juga sempat dibom oleh penyerang, saat mereka bersembunyi di sebuah goa di Dusun Benteng Karang, untunglah bom tersebut tidak meledak.

Pasukan kedua terdiri dari warga Muslim Desa Wakal yang melakukan pengrusakan, pembakaran dan pembantaian terhadap warga Kristen yang berada di sekitarnya hingga ke arah Desa Hitu dari arah timur hingga ke Desa Hila. Mereka merusak, membakar dan menjarah rumahdan harta milik warga Kristen. Malah di Desanya sendiri- Desa Wakal - mereka sempat membantai seorang pendeta yaitu MECKY SAINYAKIT dan sopir truck DIRK MATAHERU yang saat itu menggunakan mobil truck dari arah Desa Hila menuju desa Wakal untuk mencari angkutan bagi rombongan Bible Camp GKPB yang akan pulang ke Ambon.

Setelah selesai mebunuh pendeta dan sopir mobil tersebut, mereka kemudian menuju ke kompleks Field Station Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, dimana anggota jemaat dari sang pendeta sedang bersiap-siap pulang ke Ambon setelah melakukan kegiatan Bible Camp.

Rombongan yang sebagian besar anak-anak dan wanita itu (kurang lebih 100 orang) kemudian diserang dan dibantai. Beberapa orang anak sempat melarikan diri dengan cara berenang ke laut dan masuk hutan.

Mereka kemudian ditolong oleh warga Muslim asal Buton dan beberapa penduduk Muslim lainnya, kemudian dievakuasi melalui hutan (gunung) ke Desa Hative Besar dan Poka /Rumahtiga. Sebagian yang lain memilih tetap tinggal akhirnya disiksa, dilukai dan 4 (empat) orang dibunuh dan kemudian mayatnya dilempar dan ditinggalkan begitu saja di dalam got. Dalam peristiwa ini seorang pemuda Kristen yang bernama ROY PONTOH sempat dibunuh

17

Page 18: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

karena ketika ditanya "kamu siapa", ia menjawab "saya tentara Allah" secara berulang kali kepada para pembantainya.

Pasukan ketiga terdiri dari warga Muslim Desa Hila Islam yang melakukan penyerangan terhadap Desa Hila Kresten dan pembantain terhadap 8 (delapan) orang warga Kristen asal Desa Ulath Pulau Saparua yang sementara membersihkan kebunnya di hutan Desa Hila Islam.

Menurut data yang peroleh di lapangan beberapa saat setelah terjadi penyerangan dan pembantaian pasukan pertama dan pasukan kedua di lokasi-lokasi yang disebut di atas, warga Desa Hila Islam menyerang dan membumi hanguskan Dusun Hila Kristen yang sebenarnya dari segi adat istiadat dan budaya masih mempunyai hubungan keluarga. Penyerangan ini mengakibatkan seluruh rumah-rumah warga Kristen di Dusun ini terbakar termasuk 1 (satu) buah Gereja tua yang mempunyai nilai sejarah, 1 (satu) orang dibunuh dan dibakar serta 2 (dua) orang lainnya mengalami luku-luka. Warga Kristen Dusun ini terpaksa harus mengungsi dengan berjalan kaki melewati gunung (ada yang sampai dua hari perjalanan untuk tiba ditempat pengungsian yaitu Desa Hative Besar).v Dalam perjalanan pengungsian ini mereka juga ditolong saudara-saudaranya dari Desa Kaitetu yang beragama Muslim.

5. TIMBUL FANATISME AGAMA YANG KUAT

Kerusuhan demi kerusuhan di Pulau Ambon pada akhirnya bersangkut paut dengan sikap toleransi warga yang berdomesili di Pulau Ambon. Sementara isu pertikaian yang bernuasa SARA semakin dipertajam sehingga menimbulkan panatisme antara masing-masing umat beragama. Berkenaan dengan itu maka pada tanggal 21 Januari 1999 warga Kristen yang berdomisili di Batu Gajah Dalam mendengar terbunuhnya 2 (dua) orang pendeta dan pembakaraan beberapa buah gereja dalam penyerangan yang dilakukan oleh warga Muslim dari jasirah Leihitu kemudian bangkit menyerang warga Muslim Dusun Batu Bulan dan membantai sejumlah warganya. Dari data di lapangan terungkap 150 buah rumah dibakar/dirusak, 5 (lima) orang dibunuh dan 1 (satu) buah Mesjid terbakar. Demikian juga pada tanggal yang sama warga Kristen yang berdomesili di Batu Gantung Dalam (Kampung Ganemo), Mangga Dua, Kudamati ikut melakukan penyerangan terhadap warga Muslim yang berada di sekitarnya. Dalam penyerangan ini 8 (delapan) orang meninggal dunia.. 5 (lima) orang warga Muslim diantaranya dibantai kemudian dibakar bersama mobil truk yang mengangkutnya di kawasan Mangga Dua karena diduga sebagai propokator dan membawa bahan peledak.

18

Page 19: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Sementara itu di kawasan Desa Hative Besar Kotamadya Ambon terjadi penyerangan dari warga Muslim asal Buton, Bugis dan Makasar dari Dusun Wailete yang berada di bawah wilayah Desa Hative Besar yang mengakibatkan puluhan rumah warga Kristen Desa Hative Besar terbakar. Peristiwa ini selain dipicu oleh dampak kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999, juga diakibatkan oleh dendam lama yaitu peristiwa kerusuhan yang terjadi pada bulan Nopermber 1998. Tindakan penyerangan warga Dusun Wailete tersebut dibalas oleh warga Kristen Desa Hative Besar yang membakar habis lokasi pemukiman mereka. Akibat Peristiwa ini ratusan rumah terbakar dan 4 (empat) orang Warga Muslim Meninggal, 1 buah Mesjid dan 1 buah Mushola terbakar.

6. KERUSUHAN BERGESER KE LUAR PULAU AMBON

Begitu liciknya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang tidak menginginkan kedamaian di Maluku, akhirnya mereka mampu memprovokasi isu SARA dalam kerusuhan Ambon yang semakin mengental di kalangan masyarakat. Selain faktor di atas semakin terasa dikembangkan pula isu-isu yang tidak benar di kalangan umat Muslim di luar pulau Ambon seperti telah terbakarnya Mesjid Al-Fatah yang merupakan pusat kebanggaan umat Muslim di Maluku, terbakarnya rumah dan terbunuhnya beberapa tokoh Muslim di kota Ambon yang dilakukan oleh orang-orang Kristen.

Isu-isu yang tidak benar ini, akhirnya keluar dari wilayah pulau Ambon. Serentak dengan itu umat Muslim di kota Sanana (Kabupaten Maluku Utara) bangkit dan menyerang kelompok minoritas Kristen di kota Sanana dan sekitarnya pada tanggal 21 Januari 1999 tengah malam. Puluhan rumah dan bangunan dirusak dan dibakar termasuk 4 (empat) buah Gereja serta 3 (tiga) orang warga Kristen dibunuh oleh masa dan 6 (enam) orang lainnya (3 orang warga Kristen dan 3 orang warga Muslim) mengalami luka-luka.

Demikian juga 24 Kepala Keluarga minoritas Kristen yang tinggal di Dusun Papora, Desa Luhu (beragama Muslim) Kecamatan Seram Barat Piru dibumi hangsukan oleh warga Desa Luhu. Rumah-rumah dan harta benda mereka dibakar habis termasuk 2 (dua) buah Gereja. Mereka terpaksa lari ke hutan-hutan untuk melindungi diri selama beberapa hari, sebelum akhirnya dengan menempuh jalan kaki berkilo-kilo meter, akhirnya tiba di Desa Lokki (sebuah Jemaat Kristen) dan mengungsi di situ. Sayangnya Desa Lokki ini juga telah dibumi hanguskan oleh kelompok Muslim pada kerusuhan periode kedua yang dimulai pada pertengahan bulan Juli 1999, sehingga akhirnya pengungsi asal Dusun Papora ini bersama-sama warga Kristen Desa Lokki harus menempuh jalan hidup baru dengan mengungsi ke Desa Piru (ibu kota Kecamatan Seram Barat).

19

Page 20: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Nasib malang ini juga ikut dialami oleh warga Kristen Desa Tomalehu Timur di pulau Manipa (Kecamatan Seram Barat). Desa Tomalehu Timur yang merupakan satu-satunya Desa Kristen di pulau ini ikut dibumi hanguskan oleh warga Muslim dari Desa Kelang Asaude, Hasaoi, Luhutubang, Aman Jaya, Tuniwara dan Buano Hatuputih. Semula mereka sempat dilindungi oleh warga Muslim Desa Tomalehu Barat yang mempunyai hubungan Gandong (dari satu moyang hanya berbeda agama). Namun upaya perlindungan ini tidak membuahkan hasil, karena kelompok Muslim Desa tetangga lainnya yang menyerang warga Kristen Tomalehu Timur berada dalam jumlah yang cukup banyak. Desa ini akhirnya dibumi hanguskan pada tanggal 25 Januari 1999 jam 04.00 WIT. Seluruh rumah dan bangunan dibakar habis termasuk 1 (satu) buah gedung Gereja, 1 (satu) orang meninggal dunia dan 1 (satu) orang lainnya mengalami luka berat. Sama halnya dengan Dusun Papora, warga Kristen Desa Tomalehu Timur ini merupakan kelompok minoritas yang berada di tengah-tengah kelompok mayoritas Muslim. Ketika terjadinya penyerangan terhadap mereka, jalan satu-satunya yang mereka tempuh adalah lari masuk ke hutan untuk menyelamatkan diri, sebelum mereka dievakuasi oleh aparat keamanan dan diungsikan ke Desa Tomalehu Barat (Desa Muslim) yang merupakan Desa Gandong mereka.

Setelah beberapa hari tinggal di Desa Tomalehu Barat, perasaan was-was selalu menghantui mereka karena hampir setiap hari mereka mendapat ancaman dari Desa-Desa penyerang untuk dihabisi.

Akhirnya atas koordinasi dengan aparat keamanan dan tanpa memikirkan bagaimana masa depan mereka, mereka dievakuasi dengan kapal TNI Angkatan Laut pada akhir bulan Pebruari 1999 ke kota Kecamatan Piru. Di lokasi pengungsian yang baru ini mereka diterima oleh warga Kristen pada beberapa Jemaat/Desa di antaranya : Piru, Neniari, Lumoli, Translog Mata Empat, Eti dan Morakao.

7. PULAU AMBON TETAP BERGOLAK

Ketika beberapa lokasi Desa Kristen di luar pulau Ambon sebagaimana yang diuraikan di atas diserang dan dibumi hanguskan oleh warga Muslim, maka hingga akhir bulan Januari 1999 situasi di Pulau Ambon terus bergolak, melalui berbagai pertikaian antar kelompok yang bertikai (Muslim dan Kristen).

Dalam kurun waktu tersebut beberapa kejadian sempat terjadi dalam kota Ambon seperti di Gudang Arang, Batu Gong, Desa Passo dan beberapa lokasi lain dalam skala kecil.

20

Page 21: KRONOLOGI TRAGEDI AMBON

Di Gudang Arang pada tanggal 23 Januari 1999 kira-kira jam 14.00 WIT masa Muslim asal BBM (Buton, Bugis, Makasar) dengan memanfaatkan aparat keamanan (bantuan) KOSTRAD yang berasal dari Ujung Pandang telah melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga Kristen di Gudang Arang.

Beberapa orang pemuda warga Kristen yang mencoba mempertahankan diri ditembak oleh aparat keamanan yang mengakibatkan 1 (satu) orang meninggal dunia dan 6 (enam) orang luka-luka karena tembakan aparat keamanan serta beberapa buah rumah rusak dan terbakar.

Melihat tindakan aparat keamanan yang memihak dalam bentuk memimpin penyerangan tersebut, salah seorang pemuda Kristen sempat membantai seorang aparat keamanan dengan parang (golok) hingga meninggal dunia.

Sementara itu di Batu Gong Desa Passo pada tanggal 21 Januari 1999 terjadi penyerangan terhadap warga Muslim asal Buton di Wailiha oleh masa Kristen Desa Passo. Walaupun tidak terjadi korban jiwa dan hanya 1 (satu) buah rumah terbakar, namun pada tanggal 23 Januari 1999 masa Kristen Desa Passo kembali melakukan penyerangan. Kali terhadap masa Muslim di sekitar kompleks pabrik Playwood Batu Gong. Akibat penyerangan ini 1 (satu) orang mengalami luka, 1 buah Mesjid terbakar dan beberapa buah rumah warga Muslim rusak/terbakar.

21