kpsw internsip

Upload: mely-okthora

Post on 18-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IIREKAM MEDIS

IDENTIFIKASI

Nama

: Ny. LUmur

: 29 tahun

Alamat: Marga Mulya, Lubuk LinggauAgama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

MRS

: 14 Desember 2013 (pkl 22.30 WIB).

ANAMNESIS

Anamnesis Umum (14 Desember 2013 (pkl 22.30 WIB).

Riwayat Obstetri : G1P0 A0

NoTempat BersalinTahunHasil KehamilanJenis PersalinanANAK

kelaminBeratKeadaan

1.Hamil ini2013

Riwayat Kehamilan Lalu

Preeklampsi-eklampsia/hiperemesis: (-)

Perdarahan post partum

: (-)

Penyakit-penyakit lain

: (-)

Trauma (kecelakaan lalu lintas): (-)Operasi yang lalu

: (-)

Riwayat kehamilan sekarang

Haid

: Teratur

Siklus

: 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: Biasa

HPHT

: 20 Maret 2013Taksiran persalinan

: 27 Desember 2013Nafsu makan

: Baik

Miksi

: Normal

Defekasi

: Normal

Gerakan anak dirasakan: Lebih 5 bulan yang lalu

Periksa hamil

: Periksa ke bidan

Riwayat Persalinan

Dikirim oleh

: (-)His mulai sejak tanggal: (+), Darah lendir sejak tanggal: (+), 13 Desember 2013Ketuban

: PecahRiwayat Perkawinan

: 1 kali; lama 1 tahun,

Riwayat Sosial ekonomi: Menengah kebawahRiwayat gizi

: Cukup

Anamnesis Khusus

Keluhan Utama : Mau melahirkan anak dengan keluar air-air sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

12 jam sebelum masuk rumah sakit os mengeluh keluar air-air dari kemaluannya, warnanya jernih, bau tidak ada, banyaknya 3 kali ganti celana dalam. Os juga merasa perutnya mules yang terasa menjalar sampai ke pinggang 5 jam SMRS. Riwayat keluar darah lendir ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat demam tidak ada, riwayat coitus tidak ada, riwayat keputihan tidak ada, riwayat minum jamu atau obat-obatan tidak ada. Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan. Lalu os memutuskan untuk berobat ke RS Sobirin Lubuklinggau.PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 80 x/mnt

Frekuensi pernafasan

: 20 x/mnt

Suhu

: 36,5C

Berat badan

: 62 kg

Tinggi badan

: 153 cm

Bentuk badan

: Astenikus

Konjungtiva palpebra : Pucat -/-

Sklera

: Ikterik -/-

Gizi

: CukupPayudara hiperpigmentasi : (+/+)

Jantung

: Gallop (-), murmur (-)

Paru-paru

: Wheezing (-), ronki (-)

Hati dan lien

: Sulit dinilai

Edema pretibial

: (-/-)

Varices

: (-/-)

Refleks fisiologis

: (+/+)

Refleks patologis

: (-/-)Status Obstetri

Pemeriksaan luar: Tanggal : 14 Desember 2013 pukul 22.30Inspeksi : Tampak perut cembung

Palpasi : Leopold I: 2 jari di bawah proccesus xiphoideus (32cm)

Leopold II : Memanjang, punggung kiri.

Leopold III : Terbawah kepala

Leopold IV : Penurunan 4/5

His : 2x/10menit/ lamanya 30 detik, kualitas sedang

DJJ : 140x/menit

Pemeriksaan dalam vagina :

Tanggal 14 Desember 2013 pukul 22.30 WIB

Inspekulo :

Portio livid, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) cairan ketuban tidak aktif, erosi (-), laserasi (-), polip (-), tes lakmus (+) merah menjadi biru.

Pemeriksaan Dalam :

Portio :

1 Konsistensi: Lunak

2 Posisi

: Posterior3 Pendataran: 100%

4 Pembukaan: 2cm5 Ketuban

: -6 Terbawah

: Kepala

7 Penurunan: Hodge I - II

8 Penunjuk

: SSCPemeriksaan panggul:

Promontorium tidak teraba, KD >13 cm, KV >4,5 cm, linea innominata teraba 1/3-1/3, sakrum konkaf, spina ischiadika tak menonjol, arkus pubis >900, dinding samping lurus, kesan panggul luas. DKP (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb: 12,1 gr/dl

Ht: 36 vol%

Leukosit: 12100/mm3LED: 20 mm/jam

Trombosit: 319000/mm3Hitung jenis: 0/1/3/1/13/0

DIAGNOSA KERJA

G1P0 A0 hamil aterm fase laten dengan KPSW 12 jam kala I fase laten inpartu, janin tunggal hidup presentasi kepala.

PROGNOSIS

Ibu: dubia ad BonamAnak: dubia ad BonamPENATALAKSANAAN

Rencana partus pervaginam

Obs DJJ, TVI, tanda inpartu

IVFD RL gtt XX/menit

Injeksi Cefotaxim 2x1 gr IV Induksi dg drip piton 5 IU dalam 500cc RL gtt X/menit dinaikkan gtt V/menit tiap 5 menit sampai maksimum gtt XL/menit atau sampai his adekuat Evaluasi dan partograf WHO modifikasiFOLLOW UP ( 15 Desember 2013)

Pukul 02.30

Keluhan:hamil cukup bulan dengan keluar air-air

Status present

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 80 x/mnt

Frekuensi pernafasan

: 20 x/mnt

Suhu

: 36,5C Status obstetri

Tifut 2 jari bawah processus xiphoideus (32 cm), memanjang, punggung kiri, bagian terbawah kepala, penurunan 4/5, his 3x/ 10/30, DJJ 148 x/menit, TBJ 2800 gram

Pemeriksaan dalam

Portio lunak, posisi posterior, pendataran 100%, pembukaan 4 cm, terbawah kepala, penurunan Hodge I-II, ketuban (-), penunjuk UUK kiri depanKesimpulan

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 16 jam inpartu kala 1 fase aktif janin tunggal hidup presentasi kepala

Pukul 06.30

Keluhan:hamil cukup bulan dengan keluar air-air

Status present

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 80 x/mnt

Frekuensi pernafasan

: 20 x/mnt

Suhu

: 36,8C

Status obstetri

Tifut 3 jari bawah processus xiphoideus (36 cm), memanjang, punggung kiri, bagian terbawah kepala, penurunan 2/5, his 4x/ 10/40, DJJ 142 x/menit, TBJ 2800 gram

Pemeriksaan dalam

Portio lunak, posisi medial, pendataran 100%, pembukaan 8 cm, terbawah kepala, penurunan Hodge II-III, ketuban (-), penunjuk UUK kiri depan

Kesimpulan

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 20 jam inpartu kala 1 fase aktif janin tunggal hidup presentasi kepala Pukul 07.00

Keluhan:hamil cukup bulan dengan keluar air-air

Status present

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 80 x/mnt

Frekuensi pernafasan

: 20 x/mnt

Suhu

: 36,8C

Status obstetri

Tifut 3 jari bawah processus xiphoideus (36 cm), memanjang, punggung kiri, bagian terbawah kepala, penurunan 2/5, his 4x/ 10/45, DJJ 148 x/menit, TBJ 2800 gram

Pemeriksaan dalam

Portio lunak, posisi medial, pendataran 100%, pembukaan 9 cm, terbawah kepala, penurunan Hodge II-III, ketuban (-), penunjuk UUK kiri depan

Kesimpulan

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 20 jam inpartu kala 1 fase aktif janin tunggal hidup presentasi kepala

LAPORAN PERSALINAN

Pukul 07.30 WIB

Parturient tampak ingin mengedan kuat, pada VT didapatkan:

Pembukaan

: lengkap

Portio

: tidak teraba

Ketuban

: (-)

Terbawah

: kepala

His

: +

Penunjuk

: UUK kiri depan

Diagnosis: G1P0A0 Hamil aterm inpartu kala II janin tunggal hidup presentasi kepala Terapi: Pimpin persalinan

Episiotomi mediolateral

Pukul 07.35 WIB lahir seperti neonatus dengan jenis kelamin laki-laki, BB 2500gram PB 45 cm, AS 8/9 FTAGADilakukan manajemen aktif kala III:

- Injeksi Oxytocin 10 IU (IM)

- Peregangan tali pusat terkendali

- Masase fundus uteri

Dilakukan eksplorasi tidak ditemukan perluasan luka episiotomi. Luka episiotomi dijahit secara jelujur dan subkutikuler dengan chromic catgut 2/0.Keadaan ibu post partum baik, perdarahan aktif (-).

BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang perempuan berusia 29 tahun dengan alamat di dalam kota datang ke rumah sakit dengan keluhan mau melahirkan anak dengan keluar air-air. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mengeluh keluar air-air 12 jam sebelum masuk rumah sakit, jernih, tidak berbau , banyaknya 3 kali ganti celana dalam. Os juga mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang, sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, rasa mules makin lama makin kuat disertai keluarnya darah lendir dari kemaluan. Dari anamnesa, riwayat keputihan tidak ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat demam tidak ada, riwayat coitus tidak ada, riwayat minum jamu dan obat-obatan tidak ada. Os mengaku hamil cukup bulan, gerakan anak masih dirasakan. Kemudian os pergi RS. Sobirin Lubuklinggau.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20 kali permenit, suhu 36,5C, berat badan 62 kg dan tinggi badan 153 cm. Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 2 jari di bawah proccessus xiphoideus (32 cm), letak janin memanjang dengan punggung di sebelah kiri, bagian terbawah adalah kepala dan penurunan 4/5, denyut jantung janin 140 kali permenit, his dua kali dalam 10 menit lamanya 30 detik, dengan kualitas sedang. Pemeriksaan dalam didapatkan portio livid, posisi posterior, pendataran 100%, pembukaan 2 cm, ketuban (-), bau (-). Pada pemeriksaan panggul promontorium tidak teraba, konjugata diagonal >13 cm, konjugata vera >4,5 cm,linea innominata teraba 1/3-1/3, kesan panggul luas dan disproporsi kepala panggul tidak ada.Berdasarkan anamnesis dari riwayat obsteri, ibu ini hamil untuk yang pertama kalinya. Pada kehamilan ini, pasien hamil dengan pecah ketuban sebelum waktunya.

Berdasarkan riwayat yang didapatkan dari anamnesis seperti tidak adanya demam dan nyeri saat BAK dan tidak adanya bau menyingkirkan etiologi akibat dari infeksi ascenden, tidak adanya riwayat perdarahan menyingkirkan etiologi dari HAP. Dari pemeriksaan panggul menunjukkan bahwa panggul ibu luas, pasien tidak merokok, dan tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intra uterin. Namun pada pasien ini ditemukan sosio-ekonomi menengah kebawah sehingga kemungkinan KPSW disebabkan asupan nutrien yang kurang sehingga menyebabkan selaput ketuban sangat sensitif sehingga stress yang kecil sekalipun dapat menjadi predisposisi terjadinya KPSW pada pasien ini dan pasien ini termasuk primigravida.

Dari semua anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosa pasien ini adalah G1P0 A0 hamil aterm dengan KPSW 12 jam in partu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala. Kemudian pasien ini ditatalaksana dengan direncanakan partus pervaginam karena kehamilan telah cukup bulan, inpartu dengan pembukaan 2 cm dan posisi janin memanjang dengan presentasi kepala. Dilakukan observasi terhadap denyut jantung janin, dan tanda vital ibu untuk mengetahui keadaan janin dan ibu. DJJ di pantau untuk mengetahui jika ditemukan adanya gawat janin yang dapat mengancam janin, dan tanda vital ibu untuk mengetahui kondisi ibu atau keadaan yang dapat mengancam nyawa ibu. Terjadinya infeksi, karena morbiditas dan mortilitas pada KPSW mencakup gawat janin yang dapat terjadi karena adanya penekanan pada plasenta dikarenakan oligohidramnion, intra uterin fetal death (1-2 % kasus), dan juga adanya infeksi ibu yang ditandai dengan temperatur >38oC, 2 atau lebih dari tanda-tanda nyeri uterus, kontraksi, ketuban bau, leukosit meningkat dan kultur menunjukkan nilai positif. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi. Pada pasien ini diberi penatalaksaan secara aktif yaitu pemberian antibiotik atas pertimbangan KPSW sudah melewati 6-8 jam yakni golden periode sehingga kemungkinan besar bisa terjadi infeksi, dan akan dilakukan terminasi kehamilan. Persalinan direncanakan melalui pervaginam .

Pada pukul 07.30 wib (15 Desember 2013) lahir hidup seorang bayi laki-laki dengan berat badan 2500 gram, panjang badan 45 cm, dan AS 8/9. Pada pukul 07.35 wib plasenta lahir lengkap dengan berat 350 gram, PTP 42 cm, diameter 15 - 16 cm.BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Ketuban pecah sebelum waktunya (PROM) adalah pecahnya selaput berisi cairan ketuban janin sebelum onset persalinan dimulai atau kontraksi uterus reguler.1-3 Pada sebagian besar kasus, pecahnya selaput ketuban timbul mendekati kehamilan aterm, tetapi jika selaput ketuban pecah sebelum kehamilan 37 minggu, disebut dengan ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan preterm atau disebut preterm PROM. Terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya memerlukan penanganan yang serius karena bila telah lewat dari 6-8 jam (golden periode) akan menimbulkan infeksi yang dapat berakibat buruk terhadap ibu dan janin.

STRUKTUR SELAPUT KETUBAN

Selaput ketuban tersusun dari lima lapisan yang terpisah, rata-rata ebal 0,08 0,12 mm (Gambar 1).7 Tidak mengandung pembuluh darah dan syaraf. Kebutuhan nutrisi dipenuhi melalui cairan ketuban. Lapisan paling dalam, terdekat dengan janin adalah epitel ketuban. Sel-sel epitel ketuban mensekresi kolagen tipe III dan IV serta glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen dan fibronektin) yang membentuk membran basalis yaitu lapisan berikutnya dari ketuban.7,8

Lapisan jaringan ikat padat disekitar membran basalis membentuk rangka fibrosa utama selaput ketuban. Jaringan kolagen dari lapisan jaringan ikat padat disekresi oleh sel-sel mesenkim dalam lapisan fibroblas.9 Kolageninterstitial (tipe I dan III) ,mendominasi dan membentuk kumparan paralel dan menjaga integritas mekanik dari selaput ketuban.10 Kolagen tipe V dan VI membentuk hubungan dengan vilamentosa antara kolagen interstitial dengan epitel membran basalis.10 Tidak ada hubungan interposisi antara substansi amorf dasar dengan fibrin-fibrin kolagen dalam jaringan ikat selaput ketubab pada saat kehamilan aterm, sehingga selaput ketuban menhan regangan secara menyeluruh dalam stadium akhir kehamilan normal.

Lapisan fibroblas merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari sel-sel mesenkim dan makrofag dalam matriks ekstraseluler10 Kolagen pada lapisan ini membentuk hubungan yang longgar dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.

Lapisan intermediate (zona spongiosa) berada diantara selaput ketuban dan korion. Kandungan proteoglikan dan glikoproteinnya yang banyak menyebabkan lapisan ini seperti busa pada preparat histologis dan mengandung jaringan non fibrin pada sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediate menyerap stress fisik dengan cara menempatkan selaput ketuban cenderung ke arah sisi korion yang berhubungan dengan desidua ibu.

Gambar 1. Schematic representation of the structure of the fetal membranes at term. The

extracellular-matrix composition of each layer is shown. Adopted from Bilic, 20057Meskipun selaput ketuban lebih tipis (4 kali) daripada korion, selaput ketuban memiliki kekuatan regangan yang lebih besar. Korion mirip dengan suatu tipikal membran epitel dengan kutub-kutubnya mengarah ke desidua ibu. Seiring dengan perkembangan kehamilan, vili trofoblas dalam jaringan korion pada sisi yang berlawanan dari selaput ketuban (bebas dari plasenta) mengalami regresi. Dibawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat dengan janin) adalah membran basalis dan jaringan ikat korionik yang kaya akan fibrin-fibrin kolagen. Selaput ketuban memiliki gambaran yang berbeda untuk membedakan lapisan selaput ketuban yang mengelilingi plasenta dengan lapisan pada sisi yang berlawanan. Meskipun tidak ada bukti yang dapat menentukan dimana titik lemah selaput yang pecah, tetap harus dilakukan perawatan untuk mencegah perubahan-perubahan dalam struktur selapu ketuban dan komposisinya di dalam mempelajari PPROM.

MEKANISME PECAH SELAPUT KETUBAN

Pecahnya selaput ketuban sewaktu inpartu merupaka akibat kelemahan secara umum akibat kontraksi uterus dan tegangan yang berulang-elang. Kekuatan regangan selaput ketuban berkurang pada preparat histologi yang diperoleh setelah inpartu dibandingkan dengan yang diperoleh dari persalinan sesar tanpa inpartu.11 Kelemahan umum selaput ketuban lebih sulit ditentukan antara PROM dengan selaput ketuban yang dipecahkan secara buatan selama proses persalinan.12 Selaput ketuban yang pecah sebelum waktunya, lebih sering tampak hanya kelemahan fokal saja daripada kelemahan umum Daerah di sisi dekat ruptur disebut zona restriksi yang ditandai oleh daerah pembengkakan dan kerusakan fibrin jaringan kolagen antara jaringan padat, fibroblas dan lapisan spongiosa. Oleh karena daerah ini tidak termasuk seluruh daerah sisi ruptur, daerah ini dapat muncul sebelum selaput ketuban pecah dan menjadi titik awal pecahnya ketuban.

Agar kekuatan regangan dapat terpelihara harus melibatkan keseimbangan antara sintesis dan degradasi dari komponen matriks ekstraseluler. Diduga bahwa perubahan pada selaput ketuban, termasuk penurunan kandungan kolagen, struktur kolagen yang berubah dan peningkatan aktifitas kolagenolitik, berhubungan dengan PROM.13

FAKTOR RISIKO DAN PATOFISIOLOGI

Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan PROM. Penderita kulit hitam memiliki risiko PPROM lebih tinggi dibandingkan dengan penderita kulit putih.14 penderita lain yang memiliki resiko tinggi yaitu penderita sosioekonomi rendah, perokok, memiliki riwayat infeksi menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahn pervaginam, dan uterus distensi (seperti polihidramnion, kehamilan kembar).15 Tindakan yang dapat mengakibatkan PPROM termasuk cerclage dan amniosintesis. Tidak terdapat etiologi tunggal pada PPROM. Ada kemungkinan bahwa berbagai faktor predisposisi mempengaruhi seorang penderita PPROM.

A. Infeksi

Terdapat bukti tidak langsung bahwa infeksi saluran genital menjadi pencetus pecahnya selaput ketuban pada hewan percobaan dan manusia. Identifikasi mikroorganisme patogen pada flora vagina manusia segera setelah pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri menjadi penyebab utama patogenesis dari PROM.19 Data epidemiologi menunjukkan hubngan antara koloni saluran genital oleh streptokokus grup B, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme penyebab vaginosis bakteri (bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, Mobiluncus sp, dan mikoplasma genital) dengan peningkatan resiko PPROM.19Infeksi intrauterin menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban melalui beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan degradasi dari matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang termasuk dalam flora vagina menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan selaput ketuban.19 Respon inflamasi ibu terhadap infeksi bakteri menghasilkan mekanisme potensial lain terjadinya pecah ketuban. Respon inflamsi cepat oleh neutrofil polimorfonuklear dan makrofag ke tempat infeksi menghasilkan cytokines, matrix metaloproteinas dan prostaglandin. Cytokines termsuk interleukin-1 dan tumor necrosis factor a, dihasilkan oleh monosit, dan cytokines ini merangsang peningkatan MMP-1 dan MMP 3 pada sel-sel korion17Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu jugameyebabkan produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang akhirnya meningkatkan resiko PPROM diakibatkan oleh iritabilitas uterin dan penurunan kolagen selaput ketuban. Strain-strain tertentu bakteri vagina menghasilkan phospolipase A2, yang menyebabkan pelepasan prostaglandin prekursor, asam arachidonat oleh membran fosfolipid dari selaput ketuban. Selain itu respon imun terhadap infeksi bakteri termasuk produksi cytokines oleh aktifitas miosit meningkatkan produksi prostaglandin E2 oleh sel-sel korion. Prostaglandin (khususnya prostaglandin E2 dan prostaglandin F2() telah diketahui sebagai mediator dalam persalinan pada seluruh mamalia dan prostaglandin E2 mengurangi sintesis kolagen pada selaput ketuban dan peningkatan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblas manusia.

Komponen lain dari respon ibu terhadap infeksi adalah produksi glukokortikoid . Pada kebanyakan jaringan, aktifitas antiinflamasi glukokortikoid diakibatkan penekanan produksi prostaglandin. Pada beberapa jaringan termasuk selaput ketuban, glukokortikoid secara berlawanan menekan stimulasi produksi prostaglandin. Selain itu deksametason dapat mengurangi sintesis fibronektin dan kolagen tipe III pada kultur utama sel epitel selaput ketuban.24 Beberapa temuan ini menduga bahwa glukokortikoid dihasilkan oleh respon terhadap stres infeksi mikroba yang memudahkan pecahnya selaput ketuban.

B. Hormon

Progesteron dan estradiol dapat menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon tersebut menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan inhibitor jaringan metaloproteinase pada fibroblas seviks kelinci24 Relaxin, suatu hormon protein yang mengatur remodeling jaringan ikat dihasilkan secara lokal oleh desidua dan plasenta serta melawan efek inhibisi dari estradiol dan progesteron dengan meningkatkan aktifitas MMP-3 dan MMP-9 dalam selaput ketuban manusia.14 Ekspresi gen relaxin meningkat sebelum proses persalinan aterm pada selaput ketuban janin manusia.

C. Program kematian sel

Program kematina sel atau apoptosis telah diketahui pada proses remodeling berbagai jaringan reproduktif, termasuk pada serviks dan uterus, apoptosis ditandai dengan fragmentasi inti DNA dan katabolisme sub unit 28S ribosomal RNA yang dibutuhkan untuk sintesis protein. Selaput ketuban dan korion manusia yang diperoleh pada kehamilan aterm setelah pecah sebelum waktunya mengandung banyak sel-sel apoptosis di daerah yang berdekatan dengan daerah ruptur dan sedikit sel apoptosis di daerah lain dari selaput ketuban.14 Oleh karena itu pada kasus korioamnionitis, apoptosis sel epitel selaput ketuban sering terlihat berdekatan dengan sel granulosit, diduga bahwa respon imunologi ibu dapat mempercepat kematian sel pada selaput ketuban

D. Regangan selaput ketuban

Overdistensi uterus diakibatkan oleh polihidramnion dan kehamilan ganda dapat menyebabkan regangan selaput ketuban dan meningkatkan resiko PROM. Regangan mekanis dari selaput ketuban menyebabkan produksi beberapa zat amnion, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8. Regangagn juga meningkatkan aktifitas MMP-1 dalam selaput. Prostaglandin E2 meningkatkan iritabilitas uterus, menurunkan produksi MMP-1 dan MMP-3 oleh sel fibroblas.30,31 Produksi interleukin-8 dan prostaglandin amnion memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh trauma fisik (regangan selaput ketuban), sesuai dengan hipotesis akibat trauma dan biokimia dari pecah selaput ketuban.

Gambar 2. Schematic diagram of various mechanisms that have been proposed to result

in PROM or PPROM. Adapted from Bilic, 20057DIAGNOSIS

Diagnosis PROM memerlukan anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Penderita sering mengeluhkan keluar cairan tiba-tiba dengan pancaran terus menerus. Seorang dokter harus menanyakan pada penderita adakah kontraksi uterus, perdarahan pervaginam, baru saja intercourse, atau adakah demam. Penting memastikan kapan taksiran persalinan sebab informasi ini mempengaruhi pengobatan selanjutnya.

A. Melihat cairan amnion dalam vagina

Bukti cairan yang keluar dari vagina atau aliran dari muara serviks saat penderita batuk atau ketika fundus ditekan dapat membantu menentukan adanya PROM. Harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum untuk menentukan adakah pembukaan dan pendatran serviks.

B. Nitrazin test

Metode diagnostik menggunakan kertas nitrazin (lakmus) dan pemeriksaan gambaran daun pakis memilki sensitifitas mendekati 90%.15 pH normal vagina adalah antara 4,5-6,0,sedangkan cairan amnion lebih bersifat alkali, dengan pH antara 7,1-7,3. Kertas lakmus erubah biru pada pH diatas 6

C. Fern test

Merupakan pemeriksaan swab terpisah untuk mengambil cairan dari forniks posterior atau dinding vagina. Sewaktu cairan mengering pada kaca objek, dapat dilihat adanya gambaran daun pakis (arborisasi) di bawah mikroskop. Terdapatnya daun pakis ini mengindikasikan adanya PROM.

D. Epavoration test

Pada test ini, cairan endoserviks diambil dan dipanaskan hingga cairan tersebut menuap. Jika terdapat residu berwarna putih yang tertinggal, berarti terdapat cairan amnion. Jika residu berwarna coklat, berarti selaput ketuban masih utuh.3E. Ultrasonografi

Pada kasus dimana penderita diduga memiliki riwayat PROM, tetapi pemeriksaan fisik gagal memastikan diagnosis, pemeriksaan USG dapat membantu.

F. Intraamniotic Fluorescen

Amniosintesis dapat membantu menentukan ada atau tidaknya pecah ketuban. Dimasukkan 1 ml indigo carmine dye yang telah dicampur dengan 9 ml normal salin steril. Jika ketuban telahpecah, gambaran warna biru keluar ke dallam tampon vagina setelah 30 menit.

G. Amnioscopy

Merupakan tindakan invasif dan jarang dilakukan untuk mendiagnosis PROM. Pada penderita dengan selaput ketuban utuh tindakan ini justru mengakibatkan PROM dan dapat membawa infeksi bakteri.

H. Diamineoxidase test

Diamineoxidase merupakan enzim yang dihasilkan oleh desidua yang berdifusi ke dalam cairan amnion. Terdapatnya enzim ini dalam vagina cukup akurat dalam mendiagnosis PROM. Hanya saja tes ini membutuhkan prosedur laboratorium sehingga tidak praktis dapat digunakan.

I. Fetal fibronectin3Fetal fibronectin merupakan glikoprotein dengan berat molekul besar terdapat dalam jumlah banyak dalam cairan amnion. Dapat dideteksi pada endoserviks atau vagina pada penderita PROM dengan pemeriksaan ELISA. Tes ini memiliki akurasi tinggi dan tidak dipengaruhi oleh darah.

J. Alfa Fetoprotein test3Alfa Fetoprotein (AFP) terdapat dalam jumlah yang banyak dalam cairan ketuban tetapi tidak terdapat dalam sekresi vagina atau urine. Tes ini tidak bak digunakan pada kehamilan aterm karena kadar AFP berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan dan akurasinya dapat berkurang oleh kontaminasi dengan darah ibu.

PENGOBATANA. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada penderita denga PROM dapat menrunkan infeksi neonatal dan memperpanjang periode laten. Sebuah metanalisis8 memperlihatkan bahwa penderita yang mendapatkan antibiotik setelah PPROM dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan antibiotik, mengurangi kejadian endometritis post partum, chorioamnionitis, sepsis neonatal, pneumonia neonatal dan hemoragi intravnetrikuler.

B. Tokolitik

Terapi tokolitik dapat memperpanjang periode laten untuk waktu yang singkat tetapi tidak memperlihatkan peningkatan luaran janin yang baik. Terapi tokolitik jangka panjang pada penderita PROM tidak direkomendasikan dengan pertimbangan belum ada hasil penelitian lebih lanjut.

C. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid dapat menrunkan morbiditas dan mortalitas perinatal setela PPROM33 antara lain resiko RDS, hemoragi intraventrikuler dan enterokolitis nekrotikan.

Gambar 3. Algorithm for the management of patients with preterm PROM. (PROM = premature rupture of membranes.)PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ketuban pecah sebelum waktunya dapat dibedakan atas penatalaksanaan secara konservatif dan aktif.

1. Konservatif

Bila tidak didapatkan komplikasi dan usia gestasi 28-37 minggu, diberikan obat-obatan:

-Tokolitik

-Kortikosteroid untuk pematangan paru

-Vitamin C dosis tinggi

-Antibiotik4Komplikasi :

1 Suhu > 38,2C

2 Leukosit > 15000/mm3

3 Air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning4Apabila setelah pengobatan diberikan air ketuban tidak lagi keluar, maka penderita boleh pulang dengan nasihat :

1 Tidak boleh bersetubuh

2 Vagina tidak boleh diirigasi

3 Tidak memakai celana dalam, pembalut wanita atau semua yang memudahkan terjadinya infeksi.

2.Penatalaksanaan aktif

Indikasi penatalaksanaan aktif bila :

Didapatkan komplikasi

Usia kehamilan kurang dari 28 minggu atau lebih dari 37 minggu

Janin mati dalam kandungan

Indeks tokolitik > 84Penatalaksanaan aktif meliputi :

a. Pemberian antibiotik bila :

Terjadinya komplikasi

Inpartu

Ketuban pecah < 12 jam1 Adanya rencana terminasi dengan induksi atau akselerasi, seksio sesaria

b.Dilakukan terminasi

Pervaginam bila :

Usia gestasi < 28 minggu

Janin mati4

Perabdominam bila :

Kontra indikasi tetes pitosin

Letak lintang

Presentasi lain yang tidak memungkinkan pervaginam

Skor Bishop < 51BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Chan Paul D, Johnson S M, Current Clinical Strategies Gynecology and Obstetric. Laguna Hills, California 2006;38-9.

2. Syamsuddin, A, Komar, H. Panduan Partograf. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; Palembang. 2001.

3. Arias F. Practical guide ti High Risk Pregnancy and Delivery. 2nd Ed. Mosby Year Book 1993:100-13

4. Sadler, W, T. Embriologi Kedokteran. Ed 5. EGC; 1988.

5. Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin Abdul Bari, Rachimhadhi Trijatmo. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet.5. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta. 1999.

6. Standar Pelayanan Profesi Obgin. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSMH Palembang;Palembang. 2000.

7. Bilic Grozdana, Sealing and Healing of Fetal Membranes. Dissertation PhD Department of Obstetrics, University Hospital of Zurich, Switzerland 2005:7-188. Mercer BM, Arheart KL. Antimicrobial theraphy in expectant management of preterm premature ruptur of membranes. Lancet 1995;346:1271-99. Casey ML, MacDonald PC. Interstitial collagen synthesis and processing in human amnion. Biol Reprod 1996;55:1253-6010. Lavery JP, Miller CE, Kningt RD. The effect of labor on reologic response of chorioamniotic membranes. Obstet Gynecol 1982;60:87-92. Abstract11. Malak TM, Bell SC. Structuaral characteristic of term human fetal membranes. Br J Obstet Gyanaecol 1994;101:375-86. Abstract12. Savitz DA, Blackmore CA, Thorp JM. Epidemiologic characteristicof preterm delivery. Am J Obstet Gynecol 1991;164:467-71. Abstract13. American College of Obstetricans and Gynecologist. Premature rupture of membranes. Clinical management guidelianes for obstetrician-gynecologist. ACOG practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol Obstet 1998;63:75-84. Abstract.

14. Bendon RW, Faye-Petersen O, Pavlova Z, Qureshi F, Mercer B, Miodovnik M, et al. Fetel membrane hystology in preterm premature rupture of membranes: comparison to controls, and between antibiotic and placebo treatment. Pediatr Dev Pathol 1999;2:552-8. Abstract.

15. Stuart EL, Evans GS, Lin YS, Powers HJ. Reduced collagen and ascorbic acid concentrations and increased proteolytic susceptibility with prelabor fetal membrane rupture in women. Biol Reprod 2005;72:230-5.16. Heddleston L, Mc Duffie RS Jr, Gibbs RS. A rabbit model for ascending infection in fragnancy: intervention with indomethacinand delayed ampicilin sulbactam theraphy. Am J Obstet Gynecol 1993;169:708-1217. Gillian D. Bryant-Greenwood, Lynnae K. Millar. Human Fetal Membranes: Their Preterm Premature Rupture. Pacific Biomedical Research Center, University of Hawaii, Honolulu, Hawaii.2000 18. Lee C. Yang,DO; Donald R. Taylor,DO; Howard H. Kaufman,DO; Roderick Hume,MD; Byron Calhoun,MD. Maternal and Fetal Outcomes of Spontaneous Preterm Premature Rupture of Membranes Saint Alexius Medical Center, 1555 Barrington Rd, Hoffman Estates. JAOA .Vol 104 . No 12 . December 2004 19. Ekwo EE, Gossselink CA, Woolson R, Moawad A. Risk s for premature rupture of membranes. Int J epidemiol 1993;22:495-50320. Regan JA, Chao S, James LS. Premature rupture of membranes. Am J Obstet Gynecol 1981.724-8.21. Cox SM, Leveno KJ. Intentional delivery versus expectant management with preterm rupture of membranes. Obstet gynaecol 1995.22. Mercer BM. Preterm premature rupture of membranes. Obstet Gynecol 2003.

23. Schutte MF, Treffres PE, Kloosterman GJ, Soepatmi.S. Mnagement of pramture rupture of membranes. Am J obstet Gynecol.2003.

1