kontras film
DESCRIPTION
ascwkak asljfdolasfTRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar-X
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang yang sangat pendek. Panjang gelombang sinar-X hanya sekitar
1/10.000 panjang gelombang sinar tampak, karena panjang gelombangnya
yang sangat pendek maka sinar-X mempunyai energi yang cukup tinggi
sehingga dapat menembus bahan yang dilaluinya. (Sjahriar Rasad, 2001)
2.1.1 Proses Terjadinya Sinar-X
Urutan proses terjadinya sinar-X menurut Malueka (2006) adalah
sebagai berikut :
1. Katoda (filament) dipanaskan (lebih dari 20000C) sampai
mengalirkan listrik yang berasal dari transformator.
2. Karena panas, elektron-elektron dari katoda (filament) terlepas.
3. Muatan listrik filament sengaja dibuat relatif lebih negatif terhadap
sasaran (target) dengan memilih potensial tinggi, sehingga elektron
bergerak ke anoda.
4. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi,
elektron-elektron menuju anoda dipercepat gerakannya dan
dipusatkan ke alat pemusat (focusing cup).
6
5. Awan-awan elektron yang sampai ke anoda dihentikan mendadak
pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (>99 %) dan sinar-
X (<1%).
6. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar-X yang
terbentuk dan hanya dapat keluar melalui window.
Gambar 2.1 Tabung Pesawat Sinar-X
(Maryanto, dkk, 2008)
Sinar-X yang terbentuk ada dua macam, yaitu :
1. Sinar-X Bremmstrahlung
Bremmstrahlung berasal dari bahasa Jerman yang berarti
perlambatan atau pengereman. Sinar-X Bremmstrahlung
adalah sinar-X yang terpancar bila elektron dengan kecepatan
tinggi mengalami suatu percepatan yang sangat cepat. Bila
suatu elektron melintas dekat dengan suatu nucleus (inti
atom), maka gaya tarik coulomb yang kuat akan
menyebabkan elektron menyimpang secara tajam dari
lintasannya. Sehingga elektron tersebut kehilangan energinya,
7
kemudian energi yang hilang ini menjadi foton sinar-X.
(Bushong, 2008)
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Sinar-X Bremmstrahlung
(Bushong, 2008)
2. Sinar-X Karakteristik
Sinar-X Karakteristik adalah sinar-X yang dihasilkan
dari karakteristik energi elektron tertentu, yaitu interaksi yang
hanya bisa terjadi jika elektron yang datang mempunyai
energi kinetik yang lebih tinggi dari energi ikat elektron pada
atom target. Terjadi karena adanya perpindahan energi ke
materi melalui pengaktifan dan ionisasi yang memungkinkan
terjadinya efek fotolistrik. Adanya elektron yang berpindah
menyebabkan kekosongan dari kulit atom. Kemudian, salah
satu elektron pada kulit terluar akan mengisi tempat kosong
yang ditinggalkan oleh elektron tersebut. Bila hal itu terjadi
8
maka suatu foton akan dipancarkan energinya sama dengan
selisih antara energi awal dan energi akhir. (Bushong, 2008)
Gambar 2.3 Proses Terjadinya Sinar-X Karakteristik
(Bushong, 2008)
2.1.2 Sifat Sinar-X
Sifat sinar-X yang ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen
mempunyai sifat memancar divergen dalam garis lurus, kecepatannya
sama dengan kecepatan cahaya (3 x 108 m/s), merupakan sinar tak
tampak, tidak dapat difokuskan oleh lensa, serta tidak bermuatan dan
tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet. (Malueka, 2006 )
Sinar-X juga mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu :
1. Memiliki daya tembus (penetrating power).
2. Pertebaran
3. Penyerapan
4. Efek Fotografik
5. Pendar Flour ( Flouresensi )
9
a. Fluoresensi
b. Fosforesensi
6. Ionisasi
7. Efek Biologik
2.2 Film Radiografi
Film radiografi adalah media untuk merekam hasil gambaran secara
permanen dalam bentuk radiograf. (Meredith, 1972)
2.2.1 Struktur Film Radiografi
Strukur film radiografi yang umumnya digunakan adalah film
double emulsi, seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 2.4 Struktur Film Doube Emulsi pada potongan melintang.
(Bushong, 2008)
Konstruksi film menurut Bushong (2008) terdiri dari :
10
1. Supercoat
Supercoat adalah layer pelindung emulsi film dari goresan dan
tekanan mekanik yang terbuat dari gelatin bening.
2. Emulsi
Emulsi layer adalah lapisan yang menghasilkan gambaran
sehingga dapat dilihat oleh mata. Terbuat dari kristal-kristal perak
halida yang disuspensikan dalam gelatin. Perak halida sangat peka
terhadap cahaya dan sinar-X. Karakteristik material film
tergantung dari ukuran perak halida, distribusi, dan daerah
sensitivitas dari perak halida.
3. Adhesive
Subtratum adalah lapisan perekat antara emulsi dengan base.
Bahannya terbuat dari cellulose acetate dan gelatin.
4. Base
Base adalah lapisan antara dua lapisan emulsi, yang tipis dan
transparan yang terbuat dari cellulose. Karakteristik base yaitu
kuat, fleksibel, terbebas dari kerusakan, mampu meneruskan
cahaya, serta ketebalannya rata dan tidak bereaksi terhadap bahan
kimia.
2.2.2 Jenis Film Radiografi
11
Menurut Nova Rahman (2009) jenis film radiografi terbagi
menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Berdasarkan sensitivitas terhadap cahaya.
a. Blue Sensitif
Film yang peka terhadap warna biru.
b. Green Sensitif
Film yang peka terhadap warna hijau.
2. Berdasarkan emulsi.
a. Single Emulsi
Single emulsi adalah film yang memiliki emulsi hanya pada
satu sisi base.
b. Double Emulsi
Double emulsi adalah film yang memiliki pada kedua sisi
permukaan film base. Keuntungannya dapat digunakan bolak-
balik.
3. Berdasarkan intensfying screen.
a. Screen Film
Screen film adalah film radiografi yang penggunaannya
selalu memakai intensifying screen.
b. Non-Screen Film
Non-screen film adalah film radiografi yang
penggunaannya tanpa menggunakan intensifying screen.
4. Berdasarkan speed film.
12
a. Low speed
b. Medium speed
c. High speed.
2.2.3 Efek Fotografik pada Film Radiografi
Sinar-X dapat membentuk gambaran pada film radiografi,
merupakan hasil dari sinar-X yang diteruskan setelah melewati objek,
dan mengalami proses absorbsi dan attenuasi sebelumnya. Proses
pembentukan gambaran terbagi menjadi dua, sebagai berikut
(Meredith, 1972) :
1. Bayangan Laten
Bayangan laten merupakan bayangan yang sudah terbentuk
tetapi belum terlihat. Dimana kristal-kristal perak bromida pada
emulsi film terdiri dari ion Ag+ dan Br -. Proses yang dilewati
hingga terbentuknya bayangan laten, yaitu :
A B
-
C D
- Ag
Gambar 2.5 Proses terbentuknya Bayangan Laten
(Meredith, 1972)
e-
Ag +
13
a.Ketika sebuah kristal AgBr terpapar radiasi (sinar-X atau cahaya)
peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penyerpan energi oleh
kristal AgBr sehingga terjadi ionisasi . Kemudian terjadi
pelepasan elektron-elektron ion bromida yang bermuatan
negatif sehingga ion Br - menjadi atom Br yang netral.
b. Elektron-elektron tersebut mempunyai energi kinetik, sehingga
mampu bergerak dan cenderung menuju sensitivity speck.
Disisi lain sensitivity speck mempunyai kemampuan untuk
menjerat elektron. Jika elektron ditangkap sensitivity speck
maka sensitivity speck menjadi bermuatan negatif.
c. Ion perak pada kristal yang bermuatan positif tidak semuanya
terikat pada latice, tetapi ada yang bebas bergerak. Ion-ion ini
akan ditarik oleh elektron pada sensitivity speck, yang
mempunyai daya tarik elektrik.
d. Muatan negatif sensitivity speck akan menetralisir ion Ag+,
sehingga menjadi atom Ag netral (hitam metalik). Peristiwa
ini berulang-ulang sehingga terjadi deposit atom Ag hitam
metalik yang disebut bayangan laten.
2. Bayangan Tampak
Developing (proses pembangkitan) yaitu proses pencelupan
film pada cairan developer yang bersifat basa yang berfungsi untuk
mengembangkan bayangan pada film. Bahan pada developer
mampu merubah perak halogen menjadi perak logam dimana
14
terjadi proses menetralisir Ag + dari AgBr dengan menyuplai e -.
Selama proses Br dilepaskan ke dalam larutan developer sehingga
konsentrasinya banyak pada larutan tersebut.
Fixing (Proses penetapan) yaitu larutan yang bersifat asam
yang berfungsi menghentikan pengembangan film dan
menggugurkan sisa perak bromida, serta mengeraskan emulsi film.
2.3 Kualitas Radiograf
Kualitas radiograf adalah kemampuan radiograf dalam memberikan
informasi yang jelas mengenai objek atau organ yang diperiksa (Bushong,
2008). High Quality radiograf diperoleh dari radiograf yang mempunyai
nilai densitas, kontras, ketajaman, dan detail yang tinggi. Kualitas radiograf
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :
2.3.1 Densitas
Densitas adalah tingkat kerapatan bahan atau derajat kehitaman
dari suatu radiograf. Densitas tertinggi yang dapat dihasilkan bernilai 4
dan densitas terendah bernilai kurang dari 0,2. Nilai densitas yang
dapat dilihat langsung oleh mata manusia berkisar antara 0,25 – 2,5
yang dikenal dengan rentang densitas guna. Densitas fotografi
didefinisikan sebagai : D = Log I0 / I1., dengan D menyatakan densitas,
I0 menyatakan sinar yang menuju ke film, sedangkan I1 menyatakan
sinar yang diteruskan ke film. Densitas dipengaruhi oleh mAs, FFD
15
dan ketebalan objek. Densitas dapat diukur dengan alat densitometer.
(Bushong, 2008)
2.3.2 Kontras
Kontras radiografi adalah perbedaan densitas antara dua titik yang
saling berdekatan. Kontras radiografi dipengaruhi oleh faktor film dan
intensifying screen, radiasi hambur, kolimator, ketebalan objek dan
grid, dll. Dirumuskan oleh Meredith (1972) Kontras adalah (C) = D2
- D1. Dengan C menyatakan kontras, D2 menyatakan daerah densitas
ke 2, dan D1 menyatakan daerah densitas ke 1.
Ketika kontras antara dua daerah pada film cukup besar
perbedaannya, maka dapat bermanfaat bagi Radiolog dalam
mendiagnosis hasil gambaran. Kontras minimum (perbedaan densitas)
yang dapat dideteksi secara visual pada rentang 0,02. (Meredith, 1979)
2.3.3 Ketajaman
Ketajaman adalah kemampuan untuk memperlihatkan batas antara
bayangan satu dengan bayangan lainnya dapat terlihat jelas. Ketajaman
dipengaruhi oleh geometric unsharpness, movement unsharpness, dan
paralax. (Bushong, 2008)
2.3.4 Detail
Detail adalah penggambaran ketajaman dengan struktur-struktur
terkecil dari radiograf. Faktor yang mempengaruhinya adalah focal
spot, FFD (Focus Film Distance), dan FOD (Film Object Distance).
(Bushong, 2008)
16
2.4 Kontras Radiografi
Kontras radiografi adalah perbedaan densitas atau tingkat kegelapan
terhadap dua daerah pada sebuah radiograf dan mampu membedakan
struktur-struktur yang berdekatan dengan densitas jaringan yang berbeda.
(Frank, 2007).
Penilaian kontras radiografi dibagi menjadi dua parameter, yaitu
kontras subjektif dan kontras objektif.
2.4.1 Kontras Subjektif
Kontras subjektif adalah perbedaan brightness antara area pada
radiograf yang dilihat oleh peninjau. Pada penilaian kontras ini tidak
menggunakan perhitungan hanya mengandalkan penglihatan
individual. Variabel yang dihasilkan dari satu peninjau dengan
peninjau yang lain akan berbeda satu sama lain. (Chesney,1971)
2.4.2 Kontras Objektif
Kontras objektif adalah kalkulasi nilai yang diberikan dari
perbedaan densitas berbagai bagian gambaran. (Chesney, 1971)
Kontras Objektif adalah perbedaan kehitaman pada seluruh bagian
citra yang dapat dilihat dan dinyatakan dengan angka. Adapun
penyebabnya adalah :
1. Faktor radiasi
a. Kualitas sinar primer
b. Sinar hambur / scatter
17
2. Faktor film
3. Faktor processing
a. Jenis & susunan bahan pembangkit
b. Waktu & suhu pembangkitkan
c. Lemahnya cairan pembangkit
d. Agitasi film
2.4.3 Pengaruh Film pada Kontras Radiografi
Sifat film berpengaruh pada kontras radiografi yang akan
dihasilkan oleh suatu radiograf. Setiap film yang diproduksi oleh
sebuah perusahaan memiliki karakter masing-masing. Ada film yang
memiliki karakter dengan respon film yang tinggi terhadap eksposi
baik oleh sinar-X maupun cahaya tampak. Respon film terhadap
eksposi tentu sangat dipengaruhi oleh emulsi film. (Nova Rahman,
2009)
Karakteristik emulsi berpengaruh pada kontras radiografi.
Perbedaan kontras bisa terjadi karena perbedaan proses kristal perak
halida yang dicampurkan pada gelatin, pada saat pembuatan emulsi
film. Biasanya produsen mengklasifikasikan kontras menjadi tiga
macam yaitu, kontras medium, tinggi, dan sangat tinggi. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi kristal perak halida Emulsi
dihasilkan dari kristal perak halida yang bervariasi ukurannya, jika
kristal perak halida kecil dan penyebarannya merata maka
menghasilkan kontras yang tinggi. Film dengan ukuran kristal perak
18
halida besar maka akan menghasilkan kontras yang rendah. Sehingga
secara tidak langsung perbedaan kontras dikontrol pada proses
pembuatan emulsi film. (Bushong, 2008).
Gambar 2.6 Ukuran Kristal Perak Halida
(http://siavent.blogspot.com/2010/03/jenis-film-sinar-x.html)
Pengaruh ukuran kristal perak halida ditunjukkan seperti tabel berikut :
Ukuran
Kristal Perak
Halida
Kontras Detail SpeedFaktor
Eksposi
Besar Rendah Rendah Tinggi Rendah
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Kecil Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Tabel 2.1 Pengaruh Ukuran Kristal Perak Halida
(Bushong, 2008)
2.5 Sensitometri
19
Sensitometri merupakan studi tentang respon film terhadap radiasi,
baik respon terhadap cahaya tampak dan respon terhadap sinar-X. (Chesney,
1971). Mempelajari tentang kesensitifan dari film yang telah dieksposi dan
mengukur hasil dari eksposi tersebut setelah film selesai diprosesing.
Cahaya tampak dan sinar-X berpengaruh pada film dan akan terdeposit pada
perak metalik film setelah dibangkitkan.
Deposit dari perak metalik film akan berpengaruh terhadap derajat
kehitaman yang dihasilkan. Terdapat beberapa cara untuk mengukur derajat
kehitaman, yaitu :
1. Transmisi adalah rasio antara sinar yang diteruskan (Transmitted
light/LT) dengan sinar datang atau sinar mula-mula (Incident light/LI).
T. rasio = Transmitted light = Lt
Incident light Li
2. Opasitas adalah rasio antara sinar mula-mula (Incident light/LI) dengan
sinar yang diteruskan (Transmitted light/LT).
Opasitas (O) = Incident light = Li
Transmitted light Lt
3. Densitas adalah fungsi logaritma dari opasitas (Optical Density).
OD = Log Li/Lt
Hubungan antara ketiganya adalah opasitas berbanding lurus dengan
optical density dan berbanding terbalik dengan sinar yang ditransmisikan.
Nilai optical density akan ditunjukkan pada sumbu vertikal dan nilai Log
20
eksposi akan ditunjukkan dalam sumbu horisontal, dalam sebuah grafik dari
metode sensitometri yang dinamakan kurva karakteristik. (Chesney, 1971)
2.5.1 Metode Sensitometri
Scientist pertama yang mengembangkan studi ini adalah dua
photografer yang bekerjasama di tahun 1890, yaitu Hurter dan
Driffleld, sehingga hasil sensitometri yang berupa kurva karakteristik
sering disebut kurva H & D. (Bushong, 2008)
Dalam menghasilkan kurva karakteristik dari suatu film kita harus
melakukan penelitian dengan metode sensitometri. Menurut Chesney
(1971) metode dalam sensitometri terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Perubahan Skala Waktu Eksposi (Time Scale Sensitometri)
Time Scale Sensitometri yaitu dengan memberikan ekposi
dengan perbedaan waktu eksposi (S), sedangkan kV, mA dan jarak
(D) tetap pada pesawat sinar-X yang digunakan.
2. Perubahan Skala mA atau Intensitas (Intensity Scale Sensitometri)
Intensity Scale Sensitometri adalah pengukuran dengan
memberikan variasi pada intensitas radiasi yaitu dengan
memberikan ekposi yang berulang-ulang dengan nilai kV, jarak
dan waktu eksposi yang konstan, sedangkan nilai mA mengalami
perubahan. Cara lain yang digunakan untuk metode intensity scale
sensitometri adalah dengan hukum kuadrat terbalik dengan
perubahan eksposi simultan pada setiap bagian film dengan
perbedaan jarak dari tabung sinar-X.
21
Metode lainnya dari intensity scale sensitometri yaitu :
a. Step wedge (Penetrometer)
Step wedge dibuat menggunakan bahan aluminium yang
dibuat step yang bertingkat ketebalannya, yaitu dari yang tipis
sampai yang tebal. Prosedurnya yaitu dengan memberikan
paparan terhadap film yang kita miliki dengan diberi objek step
wedge tersebut. Hasilnya kemudian diprosesing.
Keuntungan dari penggunaan step wedge adalah dapat
membuat sejumlah step sehingga kurva karakteristik yang
dihasilkan lebih akurat, dapat digunakan kembali, dapat
digunakan pada kombinasi film dan screen yang berbeda,
waktu dapat diketahui, dan memungkinkan pemprosesan film
dengan densitas rendah masuk pertama kali pada processor.
Kerugiannya pada kurva karakteristik film yang dihasilkan
hanya untuk tegangan tabung tertentu.
Gambar 2.7 Konstruksi Step wedge
(Chesney, 1971)
22
b. Sensitometer
Metode sensitometri yang menggunakan sistem elektrik,
alat yang mempunyai sistem eksposi film menggunakan cahaya
tampak. Pada hasilnya didapatkan berbagai variasi nilai densitas
yang bisa langsung dibentuk menjadi kurva karakteristik.
2.5.2 Kurva Karakteristik
Kurva karakteristik adalah kurva yang memberikan gambaran
sebuah film dalam memberikan respon terhadap berbagai tingkat
eksposi. Dari kurva karakteristik maka bisa dilakukan pengukuran
terhadap densitas, kontras, speed, dan latitude. (Bushong, 1988). Kurva
karakteristik dibuat dengan melakukan serangkaian tes eksposi.
Perbedaan densitas pada setiap eksposi akan dihitung dengan
densitometer. (Chesney, 1971)
Menurut Bushong (2008) daerah pada kurva karakteristik dibagi
menjadi 3 daerah yaitu :
Gambar 2.8 Daerah Kurva Karakteristik
(Bushong, 2008)
23
1. Toe (Daerah Tumit)
Toe adalah daerah dimana kurva memiliki densitas yang
paling kecil, bahkan tanpa eksposi atau sedikit eksposi. Densitas
didapat dari perak halida yang tidak terekspose atau eksposi yang
diterima sedikit, dan tidak terbentuk bayangan laten. Daerah yang
densitasnya rendah disebut fog level atau tingkat kehitaman awal.
2. Straight Line (Daerah Guna)
Straight line merupakan daerah yang mengalami perubahan
eksposi dan mempunyai efek pada densitas. Daerah yang
menunjukkan reaksi film terhadap eksposi.
3. Shoulder (Daerah Bahu)
Shoulder merupakan daerah densitas tinggi dari bagian paling
atas kurva, memberikan nilai maksimal densitas dari respon film
terhadap eksposi.
2.6 Proses Pembuatan Kurva Karakteristik Menggunakan Step wedge
Salah satu metode sensitometri adalah menggunakan step wedge.
Gambaran step yang dihasilkan akan dihitung nilai densitasnya. Perbedaan
nilai densitas dari setiap step digunakan untuk membuat kurva karakteristik.
2.6.1 Pembuatan dan Kalibrasi Step wedge
Step wedge yang digunakan berbentuk seperti tangga, terbuat
dari lembaran alumunium. Salah satu metode pembuatan step wedge
menurut Lyold (2001) adalah dengan membagi alumunium lembaran
24
menjadi 21 bagian. Kemudian alumunium yang telah dibagi sesuai
ukuran direkatkan menggunakan lem. Step wedge yang dibuat
memiliki ketebalan 2 mm dan lebar 5 mm untuk masing-masing
stepnya, sehingga pada step wedge dengan 21 step dibuat dengan
ukuran panjang 105 mm dan ketinggian keseluruhan step sebesar 42
mm. Tidak hanya 21 step, sebuah step wedge sederhana juga bisa
dibuat hanya dengan 11 step.
Penggunaan step wedge harus dikalibrasi agar menghasilkan
kurva karakteristik yang tepat. Step wedge dikatakan terkalibrasi baik
apabila mampu menghasilkan kenaikan dan penurunan dari nilai
eksposi. Setiap kenaikan log 0,3 menunjukkan kelipatan dari nilai
eksposi dan setiap penurunan 0,3 menunjukkan pembagian dari nilai
eksposi.
2.6.2 Pembuatan Gambaran Step wedge
Prosedur penelitian sensitometri dengan menggunakan step
wedge harus mengikuti langkah-langkah berikut (Lyold, 2001) :
1. Buat sebuah step wedge standar, dengan gambar yang
dihasilkan dari step wedge mampu untuk menampilkan
perbedaan dari nilai densitas.
2. Letakkan kaset ukuran 18 x 24 cm yang telah diisi film
diatas meja pemeriksaan. Kemudian letakkan step wedge diatas
kaset.
25
3. Dengan FFD 100 cm, central ray pada pertengahan step
wedge dan kolimasi dibatasi seluas step wedge.
4. Faktor ekspose yang digunakan harus mampu
menampakkan perbedaan densitas dari hasil gambaran setiap
step. Sebaiknya lakukan eksperimen terlebih dahulu untuk
menentukan nilai eksposi yang tepat. Menurut David Jenkins
(1980), faktor eksposi yang tepat adalah apabila step petengahan
pada step wedge (step ke – 6) mempunyai nilai OD ± 1,00.
5. Prosessing film, dengan safelight dan prosessing yang
termonitor (sama pada setiap film yang akan dites)
6. Untuk film selanjutnya harus dengan kondisi standar
yang sama dengan film pertama.
7. Gambaran yang dihasilkan harus sesuai standar, yaitu :
a. Jumlah perbedaan nilai densitas biasanya terdiri dari 21 step.
b. Jumlah step yang lebih sedikit boleh untuk digunakan.
c. Step 1 adalah step yang paling terang densitasnya.
2.6.3 Pengukuran dengan Densitometer
Pada densitometer terdapat sumber sinar yang dikombinasikan
dengan sensor sinar untuk penghitungan nilai densitas film.
Penggunaan densitometer mengikuti langkah berikut (Lyold, 2001) :
1. Nyalakn densitometer.
2. Set densitometer hingga menampakkan angka 0.
26
3. Letakkan bagian pada film yang akan dibaca dibawah celah
densitometer, tekan bagian atas densitometer dan snar akan
keluar dari lubang celah tersebut.
4. Tunggu beberapa saat hingga angka pengukuran keluar,
setelah angka keluar lepaskan tekanan pada bagian
densitometer.
5. Catat nilai densitas dari step yang akan diukur.
2.6.4 Pembuatan Kurva Karakteristik
Prosedur dalam pembuatan kurva karakteristik dengan langkah
berikut (Lyold, 2001):
1. Buat sebuah grafik, dengan sumbu Y
menunjukkan nilai densitas dan sumbu X menunjukkan nilai
step.
2. Buat titik pada step 1 (yang densitasnya paling
terang), dan lanjutkan pada step berikutnya.
3. Hubungkan semua titik agar membentuk sebuah
kurva.
2.7 Hipotesa Penelitian
Setelah mengkaji tinjauan pustaka, maka hipotesa penelitian ini adalah:
Ho = Tidak ada perbedaan kontras radiografi yang signifikan dari
penggunaan jenis film yang berbeda.
Ho A = B = C
27
Hi = Ada perbedaan kontras radiografi yang signifikan dari
penggunaan jenis film yang berbeda.
Hi A > B > C
Hipotesa ini akan diuji dengan menggunakan one way ANOVA.
2.8 Kerangka Konsep
Film A Film C
- Ekposi Film (dengan step wedge)
- Processing Film
- Hasil berupa Radiograf
Pengumpulan Data
Kurva Karakteristik
- Mengukur Densitas (dengan Densitometer)
- Plotting Kurva
Nilai Kontras Objektif
Film B
28
2.9 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah :
Variabel Pengertian Alat Ukur Cara UkurSkala
Ukur
Hasil
Ukur
Independent :
Jenis Film
dengan
spesifikasi
speed yang
sama
(medium
speed)
Film adalah
media perekam
gambaran
permanen dalam
bentuk radiograf
yang memiliki
kemamupan atau
kecepatan sama
dalam merepon
sinar -X
Densitometer Sensitometri Ratio Numerik
(angka)
dan
grafik
Dependent :
Kontras
Radiografi
Perbedaan
densitas antara
dua titik yang
saling
Densitometer Sensitometri Ratio Numerik
(angka)
dan
Analisa Data dan Pembahasan
Penarikan Kesimpulan
Dengan Uji Statistik
29
berdekatan grafik