konsep seputar bullying

22
Konsep Seputar Bullying Konsep Seputar Bullying Oleh : Esya Anesty 1. Penelitian Awal Seputar Bullying Sejarah bullying dimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat manusiaNeanderthal digantikan oleh Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah-sejarah mengenai perilaku bullying adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun secara purposif atau bertujuan. Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad- abad, bullyingtidak menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978).Profesor Dan Olweus adalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada literatur bullying. Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan bullying dan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying. Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting. Hasil studi dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke -20 berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel,website, video dan CD mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan apa saja yang perlu kita lakukan untuk mereduksi bahkan menghentikan bullying di sekolah. Sebagaimana yang diindikasikan oleh Olweus (1978), penelitian berkenaan denganbullying dimulai di negara-negara Eropa. Perhatian penelitian di Norwegia dan Swedia pada tahun 1980-an mengarah pada kampanye intervensi nasional pertama menentangbullying. Kesuksesan penelitian ini memotivasi negara-negara lain seperti Finlandia, Inggris, dan Irlandia untuk meneliti bullying (Ross, 2002; Smith&Brain, 2000). Sejak akhir tahun 1980-an, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaksanakan penelitian-penelitian lintas bangsa setiap empat tahun berkenaan dengan perilaku sehat pada anak-anak usia sekolah. Sampel usia 11, 13, dan 15 tahun dari berbagai dunia dinilai, danbullying dimasukan sebagai suatu aspek penting dari penelitian tersebut. Di Asia, Jepang merupakan negara yang telah melakukan upaya-upaya untuk memahami bullying dan mengembangkan cara-cara untuk mencegah bullying. Kata Bahasa Jepang ijime diterjemahkan sebagai “bullyingdalam Bahasa Inggris. Menurut Kawabata (2001), ijime merujuk pada bullying yang menyebabkan hasil-hasil dalam trauma dan dalam beberapa kasus fobia sekolah. Selain itu, Tanaka (2001) menggambarkan shunning sebagai suatu tipe bullying yang khas ditemukan di Jepang.Shunning adalah satu tipe bullying dimana sekolompok teman sebaya secara kolektif mengabaikan dan mengeluarkan seorang korban (dari kelompoknya).

Upload: kang-didan-praboe

Post on 24-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bullying

TRANSCRIPT

Konsep Seputar Bullying

Konsep SeputarBullyingOleh : Esya Anesty

1.Penelitian Awal SeputarBullyingSejarahbullyingdimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat manusiaNeanderthaldigantikan olehHomo Sapiensyang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah-sejarah mengenai perilakubullyingadalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun secara purposif atau bertujuan.Sekalipunbullyingtelah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad,bullyingtidak menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978).Profesor Dan Olweusadalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada literaturbullying.Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukanbullyingdan mengapa beberapa lainnya menjadi korbanbullying. Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwabullyingdi sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting.Hasil studi dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke -20 berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel,website, video dan CD mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan apa saja yang perlu kita lakukan untuk mereduksi bahkan menghentikanbullyingdi sekolah.Sebagaimana yang diindikasikan oleh Olweus (1978), penelitian berkenaan denganbullyingdimulai dinegara-negara Eropa. Perhatian penelitian di Norwegia dan Swedia pada tahun 1980-an mengarah pada kampanye intervensi nasional pertama menentangbullying. Kesuksesan penelitian ini memotivasi negara-negara lain seperti Finlandia, Inggris, dan Irlandia untuk menelitibullying(Ross, 2002; Smith&Brain, 2000). Sejak akhir tahun 1980-an, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaksanakan penelitian-penelitian lintas bangsa setiap empat tahun berkenaan dengan perilaku sehat pada anak-anak usia sekolah. Sampel usia 11, 13, dan 15 tahun dari berbagai dunia dinilai, danbullyingdimasukan sebagai suatu aspek penting dari penelitian tersebut.Di Asia, Jepang merupakannegara yang telah melakukan upaya-upaya untuk memahamibullyingdan mengembangkan cara-cara untuk mencegahbullying. Kata Bahasa Jepangijimediterjemahkan sebagai bullying dalam Bahasa Inggris. Menurut Kawabata (2001),ijimemerujuk padabullyingyang menyebabkan hasil-hasil dalam trauma dan dalam beberapa kasus fobia sekolah. Selain itu, Tanaka (2001) menggambarkanshunningsebagai suatu tipebullyingyang khas ditemukan di Jepang.Shunningadalah satu tipebullyingdimana sekolompok teman sebaya secara kolektif mengabaikan dan mengeluarkan seorang korban (dari kelompoknya).Di Amerika,bullyingjelas-jelas merupakan sebuah isu serius. Menurut Ross (2002),bullyingitu dianggap bentuk agresi yang paling dominan ditemukan di sekolah-sekolah Amerika dan berpengaruh kuat pada sebagian besar para siswa bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lain.

2.DefinisiBullyingIstilahBullyingbelum banyak dikenal masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006).Bullyingberasal dari katabully, menurut kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadilybullydiartikan sebagai :bully /bulie/ kb. (j. lies) penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. ks. Inf.: baik, bagus, kelas satu, nomor wahid. kkt. (bullied) menggertak, mengganggu.

Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomenaBullyingdi antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006).Suatu hal yang alamiah bila memandangbullyingsebagai suatu kejahatan, dikarenakan oleh unsur-unsur yang ada di dalambullyingitu sendiri. Ken Rigby (2003:51) menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertianbullyingyakni antara lain keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.Pengertian tersebut didukung olehColoroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwabullyingakan selalu melibatkan ketiga unsur berikut : (a) Ketidakseimbangan kekuatan (imbalance power).Bullyingbukan persaingan antara saudara kandung, bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak yang setara. Pelakubullyingbisa saja orang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih mahir secara verbal, lebih tinggi secara status sosial, atau berasal dari ras yang berbeda, (b) keinginan untuk mencederai (desire to hurt). Dalambullyingtidak ada kecelakaan atau kekeliruan, tidak ada ketidaksengajaan dalam pengucilan korban.Bullyingberarti menyebabkan kepedihan emosional atau luka fisik, melibatkan tindakan yang dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati sang pelaku saat menyaksikan penderitaan korbannya, (c) ancaman agresi lebih lanjut.Bullyingtidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali saja, tapi juga repetitif atau cenderung diulangi, (d) teror. Unsur keempat ini muncul ketika ekskalasibullyingsemakin meningkat.Bullyingadalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Teror bukan hanya sebuah cara untuk mencapaibullyingtapi juga sebagai tujuanbullying.Unsur-unsur dari pengertianbullyingini diungkapkan juga oleh para ahli yang melakukan berbagai kajian empiris dan teoritis terhadap fenomenabullying.Menurut Olweus (1993:5) "Bullyingcan consist of any action that is used to hurt another child repeatedly and without cause". Tindakan yang dilakukan dapat berupa fisik, verbal ataupun kejadian siksaan mental ataupun emosi seseorang. Sesuatu yang sering terlihat oleh mata kita seperti permainan ataupun pelecehan-pelecehan dapat saja digolongkan sebagai kegiatan ritual daribullying. Hal ini merupakan suatu cara anak-anak muda berinteraksi dengan lingkungannya.Tatum dan tatum (1992 dalam Rigby, 2002:27) menulis : bullying is a willful conscious desire to hurt another and put him/her under stress. Pernyataan tersebut hanya berbeda tipis dengan apa yang dinyatakan oleh Scottish Council for Research in Education yakni bahwa bullying is a willful, conscious desire to hurt or threaten or frighten someone else (Johnson, Munn & Edwards, 1991; dalam Rigby 2002:28).Beberapa ahli meragukan pengertian-pengertian diatas bahwabullyinghanya sekedar keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang bahwa keinginan untuk menyakiti seseorang dan benar-benar menyakiti seseorang merupakan dua hal yang jelas berbeda. Oleh karena itu para psikolog behavioral menambahkan bahwabullyingmerupakan sesuatu yang dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti orang lain dalambullyingselalu diikuti oleh tindakan negatif.Seperti dinyatakan oleh Olweus (1993) dalam formulasi awal mengenai definisibullyingbahwabullyingmerupakan negative actions on the part of one or more other students. Olweus (1993) juga menambahkan bahwabullyingterbukti saat sulit bagi siswa yang menjadi korbanbullyinguntuk mempertahankan diri. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Craig dan Pepler (1998), yang mengartikanbullyingsebagai "tindakan negatif secara fisik atau lisan yang menunjukkan sikap permusuhan, sehingga menimbulkan distress bagi korbannya, berulang dalam kurun waktu tertentu dan melibatkan perbedaan kekuatan antara pelaku dan korbannya.Olweus (1999) memaparkan contoh tindakan negatifyang termasuk dalambullyingantara lain; (1) mengatakan hal yang tidak menyenangkan atau memanggil seseorang dengan julukan yang buruk; (2) mengabaikan atau mengucilkan seseorang dari suatu kelompok karena suatu tujuan; (3) memukul, menendang, menjegal atau menyakiti orang lain secara fisik; (4) mengatakan kebohongan atau rumor yang keliru mengenai seseorang atau membuat siswa lain tidak menyukai seseorang dan hal-hal semacamnya.Unsur ketidakseimbangan kekuatan daribullyingjuga diperdebatkan sebagai sesuatu yang terikat secara situasional (Rigby, 2002:34). Karena ketidakseimbangan kekuatan sewaktu-waktu bisa saja berubah saat korban memperoleh keterampilan untuk mempertahankan diri dan pelaku kehilangan para pendukungnya. Olweus (1993) memberikan klarifikasi untuk unsur ini, yakni dengan menuliskan bahwa Itis not bullying when two student of about the same strange or power argue or fight. Pengertian tersebut sangat membantu dalam menetapkan konteks dari ketidakseimbangan kekuatan yang terdapat dalambullying. Ketidakseimbangan kekuatan yang nyata terlihat saat beberapa bentukbullyingterjadi, seperti pengucilan, penyebaran rumor, dan sarkasme yang menyakitkan dari sekelompok orang terhadap satu orang. Oleh karena itu, ketidakseimbangan kekuatan dalambullyingmerupakan hal yang nyata apabila ketidakseimbangan itu sendiri terikat oleh suatu konteks dan mengalir atau berkelanjutan selama periode waktu yang lama.Meskipun unsur-unsur yang membedakanbullyingdari beragam bentuk kekerasan lainnya sudah cukup jelas, namun masih muncul banyak pertanyaan tentang bagaimana membedakanbullyingdari agresi atau perilaku agresif. Untuk membedakan antarabullyingdan perilaku agresi terkadang nampak seperti membelah sehelai rambut, sangat sulit. Berkowitz (1986; dalam Rigby 2002:30) mengartikan agresi sebagai perilaku menyakiti yang bertujuan terhadap orang lain.Agresi merupakan situasi dimana seseorang memperoleh sesuatu dengan menggunakan kekuatan namun dominansinya terhadap target atau korban merupakan hal yang insidental dan tidak disengaja, sementarabullyingmerupakan situasi akhir yang diinginkan dan dicapai melalui penggunaan kekuatan secara bertujuan untuk menyakiti orang lain dan untuk menunjukkan dominansi seseorang terhadap orang lain. hasil akhir daribullyinglebih dapat diprediksi dibanding hasil akhir dari agresi (Rigby, 2002:31).Untuk membedakanbullyingdari agresi juga dapat dilihat dari seberapa sering agresi tersebut terjadi. Karena beberapa ahli memandangbullyingsebagai agresi yang berulang (Rigby, 2002:31-32). Olweus (1993) menulis bahwabullyingterjadi saat korban mengalami tindakan negatifyang berulang dan terus menerus; Besag (1989) mengemukakan bahwa dalambullyingselalu ada serangan yang berulang; Farrington (1993) menyebutbullyingsebagai repeated oppresion; Irish Department of Health and Children (1999) mengindikasikanbullyingsebagai repeated aggression; Smith dan Sharp (1994) mengklaim bahwabullyingadalah suatu pelecehan kekuasaan yang sistematik ; Losel dan Bliesener (1999) dari Jerman mengartikanbullyingsebagai relative frequent and long lasting aggresiveness; National Police Agency of Japan mengartikanbullyingsebagai pressure continually repeated (Morita, 1996); Rolland menggunakan istilah long-standing violence untuk menggambarkanbullying; Lane (1989) berpendapat bahwabullyingmerupakan perilaku yang diulangi lebih dari satu kejadian; Mora-Merchan (1999) menyatakanbullyingsebagai continuous abusive behaviour.Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwabullyingmerupakan bentuk tindakan kekerasan yang repetitif, cenderung diulang, dilakukan berkali-kali atau terus menerus selama periode waktu tertentu. Olweus (1993) menspesifikan repetition dalam definisibullyingdi awal untuk mengecualikan insiden-insiden minor atau kejadian-kejadian tidak serius yang kadang-kadang terjadi. Kendatipun demikian, Olweus juga mengindikasikan bahwa hal serius tunggal di dalam keadaan tertentu harus dianggap sebagaibullying.Berdasarkan studi kerjasama yang dilakukan Olweus dan Rolland (1970 dalam Rigby, 2002:32), diperoleh kesepakatan mengenai kriteria operasional. Agar dapat disebut sebagaibullying, maka agresi atau bentuk kekerasan lainnya harus terjadi sedikitnya sekali dalam seminggu atau lebih selama periode waktu satu bulan.Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat dilihat bahwa pada dasarnyabullyingadalah suatu perilaku agresif yang sengaja dilakukan dengan motif tertentu. Suatu perilaku agresif dikategorikan sebagaibullyingketika perilaku tersebut telah menyentuh aspek psikologis korban. Jadi,bullyingialah suatu perilaku sadar yang dimaksudkan untuk menyakiti dan menciptakan terror bagi orang lain yang lebih lemah.Bullyingdisebut perilaku sadar karena perilaku ini dilakukan secara berulang, terorganisir dan memiliki tujuan yaitu untuk menciptakan teror bagi korban.Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa kebanyakan definisibullyingdikategorikan sebagai suatu sub bagian dari perilaku agresif yang melibatkan suatu maksuduntuk menyakiti orang lain (Camodecaet al.2003; Olweus 1978; Rivers & Smith, 1994; Smith & Thompson, 1991; dalam Sanders, 2003:15).Bullyingdisebut sebagai sub bagian dari perilaku agresif karena di dalamnya melibatkan agresi atau serangan. Rivers dan Smith (1994, dalam Sanders 2003:24) mengidentifikasi tiga tipe agresi yang termasuk dalambullying: Agresi fisik langsung, agresi verbal langsung, dan agresi tidak langsung.Agresi langsung mencakup perilaku-perilaku yang jelas seperti memukul, mendorong, dan menendang. Agresi verbal langsung mencakup penyebutan nama dan ancaman. Agresi tidak langsung melibatkan perilaku-perilaku seperti menyebarkan rumor dan menceritakan cerita-cerita. Agresi langsung itu secara eksplisit diperlihatkan dari agresor ke korban sedangkan agresi tidak langsung melibatkan pihak ketiga. Dodge (1991, dalam Sanders, 2003:24) memperkenalkan gagasan tentang dua tipe agresi: agresi pro-aktifdan agresi reaktif.Agresi reaktif melibatkan reaksi-reaksi marah dan defensif pada frustasi, sementara agresi proaktif dicirikan dengan perilaku-perilaku yang diarahkan tujuan, dominan, dan memaksa. Seorang individu yang menunjukan agresi proaktif itu berdarah dingin dan akan menggunakan agresi untuk mencapai tujuannya ini. Di sisi lain, agresor reaktif seringkali salah menafsirkan tanda-tanda sosial dan menghubungkan maksud-maksud permusuhan dengan teman-teman sebayanya. Kedua tipe agresi ini telah dihubungkan dengan kekurangan atau kesalahan dalam pemerosesan informasi sosial. Crick dan Dodge (1999, dalam Sanders 2003:25) telah menerapkan agresi reaktif dan proaktif pada fenomenabullyingdan berhipotesa bahwa para pelakubullyingakan memperlihatkan agresi proaktif sementara korbannya akan memperlihatkan agresi reaktif secara dominan. Salmivaly dan Nieminen (2002) memperlihatkan hasil-hasil penelitiannya bahwa pelaku korbanbullying(individu yang berkali-kali menjadi pelakubullyingdan pada kali lain sering menjadi korbanbullying) menunjukan tingkatan agresi paling tinggi (baik proaktif maupun reaktif) dibandingkan dengan individu lain.Parapelakubullyingsecara signifikan menunjukan tingkatan-tingkatan agresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan para korban.Perilakubullyingmerupakan perilaku yangcontinuum. Askew (1989, dalam Rigby 2002:41) merupakan orang pertama yang meyakini hal ini, Askew dalam bukunya menulis bahwa bullying is a continuum that involves attempt to gain power and dominance over another. Pendapat ini didukung oleh Morita (1996, dalam Rigby 2002:41) seorang sosiolog dari Jepang yang menyatakan bahwabullyingbukanlah suatu persoalan hitam dan putih. Secara gradual,bullyingbisa menjadi seperti putih kusam yang kemudian menjadi abu-abu, kemudian menjadi hitam yang paling hitam.Perilakucontinuumperlu memiliki nilai tersendiri di setiap tingkatannya, oleh karena itu diperlukankriteria mengenai apa yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menetapkan tingkatan dari perilaku tersebut. Terkait dengan perilakubullying, Rigby (2002:41-42) memaparkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menentapkan tingkatan atau intensitas perilakubullying:1)jenis tindakanbullying, misalnya ejekan verbal sampai dengan serangan fisik.2)durasi terjadinyabullying, apakah dalam periode waktu yang singkat atau panjang.3)frekuensi terjadinyabullying, misalnya harian, mingguan atau sangat sering.Bullyingkategori rendah (low) biasanya melibatkan periode yang singkat (1-8 hari dalam satu bulan), tindakannya dapat meliputi ejekan, pemberian julukan yang buruk, dan pengucilan sewaktu-waktu.Bullyingdalam kategori ini biasanya menyebalkan dan tidak menyenangkan serta dapat bereskalasi menjadi bentukbullyingyang lebih serius. Kebanyakan perilakubullyingdi sekolah berada dalam tingkatan ini.Bullyingkategori sedang (intermediate) terjadi saat seseorang mengalami bentuk pelecehan dan penghinaan yang sistematik dan meyakinkan selama periode waktu yang cukup lama (9-16 hari dalam satu bulan). Tindakannya dapat meliputi ejekan yang kejam, pengucilan yang berkelanjutan, dan beberapa ancaman dan serangan fisik yang halus seperti mendorong, menjegal, menarik baju dan sebagainya.Bullyingkategori tinggi (severe) melibatkan intimidasi dan tekanan yang kejam danintens, terutama saat hal tersebut terjadi dalam jangka waktu yang panjang atau lama dan sangat menimbulkan distress bagi korbannya.Bullyingkategori ini seringkali melibatkan serangan fisik yang cukup ekstrim seperti memukul, menendang, melukai dengan senjata dan sebagainya, namun bisa juga melibatkan aksi non-fisik seperti pengasingan total dari kelompok, fitnah yang kejam dan sarkasme yang berlebihan.Rigby (2002:42) mengemukakan perlunya mengklasifikasikan perilakubullyingke dalam suatu kontinum perilaku karena apabila kita beranggapan bahwa semua tindakanbullyingadalah sama, maka kita akan menciptakan kesan bahwa seluruh tindakanbullyingdilakukan dengan cara yang sama. Contohnya, kita bisa saja memandang ejek-ejekan yang terjadi kadang-kadang dalam cara yang sama seperti kita memandang serangan fisik yang terjadi berulang-ulang.

3.JenisBullyingBeragam upaya telah ditempuh untuk menetapkan garis pemisah antara subtipe-subtipebullyingsecara umum. Hal ini dilakukan dengan mengklasifikasikan jenis-jenisbullyingmenurut cara penyampaian perilakubullyingitu sendiri. Olweus (1993, dalam Rigby:37) di awal studinya membagibullyingmenjadi tiga jenis yakni:a.Bullyingfisik. Misalnya memukul, menendang dan sebagainya.b.Bullyingverbal. Misalnya menjuluki dengan nama yang buruk dan sebagainya.c.Bullyinggestural. Misalnya memandang orang lain dengan pandangan sinis atau mengancam.Crick dan Gothpeter (1995) menambahkan jenis lain daribullyingyang dilakukan secara non-fisik dan melibatkan agresi tidak langsung, namun dampaknya sangat buruk bagi aspek emosional korban.Bullyingjenis ini disebutbullyingrelasional yang diartikan sebagai upaya membahayakan orang lain melalui manipulasi yang bertujuan dan perusakan terhadap hubungan pertemanannya (Crick & Gothpeter 1995; dalam Rigby 2002:38). Pendapat ini didukung oleh Galen dan Underwood (1997:589) yang menambahkan bahwabullyingrelasional melibatkan tindakan-tindakan seperti penolakan secara verbal, ekspresi wajah negatif, gerak tubuh mengancamatau tidak menyenangkan, dan bentuk yang lebih langsung seperti penyebaran rumor yang keliru dan pengasingan sosial.OMoore dan Minton (2004:74) menambahkan satu lagi jenisbullyingyang melibatkan agresi tidak langsung dan media elektronik, jenisbullyingini disebutelectronic bullyingataue-bullyingataucyber bullying. Seiring dengan perkembangan teknologi, cara-cara untuk melakukan tindakanbullyingpun semakin banyak salah satunya adalah dengan memanfaatkan fasilitas internet dan alat elektronik seperti komputer, kamera,handphonedan perekam audio-video. Pelakubullyingdapat mengirimkan gambar, teks, animasi yang sifatnya mengancam, menyebarkan rumor dan gosip, dan menebar teror melalui berbagai fasilitase-mail, sms, telepon, testimoniwebsite,chatting room,webcam,video calldan sebagainya dengan tujuan untuk mempermalukan atau menyakiti korbannya.Lebih lengkap lagi, Barbara Coloroso (2006:47-50) merangkum berbagai pendapat ahli dan membagibullyingke dalam empat jenis, yaitu:a.Bullyingsecara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenisbullying,bullyingdalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilakubullyingyang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.b.Bullyingsecara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendatibullyingjenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadianbullyingsecara fisik tidak sebanyakbullyingdalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukanbullyingdalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.c.Bullyingsecara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan.Bullyingsecara relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar.Bullyingsecara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya.d.Bullyingelektronik,merupakan bentuk perilakubullyingyang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer,handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.Bullyingjenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakanbullyingsecara fisik dan anak wanita banyak menggunakanbullyingrelasional/emosional, namun keduanya sama-sama menggunakanbullyingverbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51).

4.Proses dan SiklusBullyingProses dan siklus dimanabullyingdimulai dan berkembang dapat diilustrasikan dalam serangkaian diagram. Gambar 2.1 memperlihatkan siklus dimulainyabullying. Siklus atau prosesbullyingdimulai saat terdapat anak yang relatiflemah dan rentan terhadap serangan orang lain.Menurut penelitian, biasanya anak semacam iniintrovert, secara fisik lebih lemah dibanding anak-anak lain, cemas, terisolir dan dijadikan objek olok-olok. Selanjutnya, muncul seorang anak atau sekelompok anak yang lebih kuat dan menempatkan korban kedalam situasibullying. Situasibullyingini biasanya dimulai dengan olok-olok dan ejekan, dan hal tersebut bisa tidak berlanjut dan bisa juga berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi. Beberapa anak mulai ikut serta menjadi pelakubullyingdan korban mulai mengalami kekerasan verbal, tekanan dan dalam kasus yang ekstrim ia bisa saja mengalami serangan fisik. Periode penolakan ini bisa beralih menjadi periode dimana korban menjadi terisolir.

Gambar 2.1 Siklus DimulainyaBullying

Jika korban merupakan korban pasif dan tidak resisten, maka siklus akan berlanjut seperti pada gambar 2.2. Dalam gambar 2.2 terlihat bahwa korban pasif biasanya merasa takut dan cemas. Jika korban memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia terganggu atau ia menyerah, maka hal tersebut merupakan bukti bahwa si pelaku berhasil. Pelaku memperoleh rasa senang dan puas atas dominasinya. Jika ada pembenaran atau penguatan dari orang lain (bystanders), maka secara perlahan empati si pelaku akan menghilang danbullyingakan berlanjut menjadi bentuk yang lebih intens dan lebih terelaborasi. Bagi korban hal ini merupakan pengalaman yang akan menghantui dirinya selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Gambar 2.2 SiklusBullyingTerhadap Korban Pasif

Siklusbullyingdapat terhenti ketika ada korban yang berusaha mencari pertolongan atau mencari cara untuk melepaskan diri menghindar dari pelakubullying, ada yang menemukan cara tersebut dan ada juga yang tidak. Cara-cara yang ditempuh bisa dengan melarikan diri, melawan balik, bersikap dingin seakan tidak terjadi apa-apa, ataupun mencari bantuan dengan melapor pada orang dewasa. Korban yang menemukan cara untuk lepas dari situasibullyingdisebut korban yang resisten.Adajuga korban yang menjadi resisten karena memperoleh pertolongan dari pihak lain, dan hal ini juga dapat mendobrak siklusbullying. Siklusbullyingdengan korban yang resisten akan berlanjut seperti digambarkan oleh gambar 2.3.

Gambar 2.3 SiklusBullyingTerhadap Korban Resisten

5.Bullyingsebagai Proses KelompokSebagai remaja kebutuhan identitas sosial adalah sesuatu yang sangat kuat, sehingga individu di masa ini akan menerima saja segala persyaratan yang diberikan oleh kelompok. Proses pencarian identitas diri dilakukan remaja untuk mendapatkan kejelasan mengenai dirinya dan untuk membentuk diri menjadi seorang yang utuh dan unik. Pada masanya, remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Karena itu, pencarian identitas diri mereka dapatkan melalui penggabungan diri dalam kelompok sebaya atau kelompok yang diidolakan, Bagi remaja penerimaan kelompok penting karena mereka bisa berbagi rasa dan pengalaman dengan teman sebaya dan kelompoknya. Kelompok sebaya menjadi model atau contoh bagi remaja dalam upaya pencarian identitas diri (Turner & Helms,1987:22).Bagi beberapa pendidik dan peneliti,bullyingdianggap sebagai suatu prosesdyadic(terdiri dari dua bagian) yang melibatkan pelaku (bully) dan korban (victim). Perspektif penelitian ini secara dominan memfokuskan pada nominasi teman sebaya dan/atau laporan guru dimana anak-anak dan/atau para guru diminta untuk mengidentifikasi individu-individu manakah yang menjadi pelaku (bully) dan manakah yang korban (victim). Misalnya, Marsh dkk. (2001) menggunakan istilahtroublemakerpengacau danvictimkorban. Pengacau digambarkan sebagai individu yang tidak mengikuti aturan, terlibat dalam perkelahian, dan mengganggu individu lain. Di sisi lain, korban adalah anak yang tidak merasa aman di sekolah karena menerima ancaman dan/atau gangguan fisik yang nyata oleh seseorang di sekolahnya.Menurut Sutton dan Smith (1999),bullyinghendaklah tidak dipandang secara eksklusif sebagai sebuah prosesdyadic. Hendaknya,bullyingdipandang sebagai suatu fenomena kelompok. Kebanyakan anak-anak secara langsung atau pun secara tidak langsung terlibat dalambullyingyang muncul di sekolah mereka (Hawkins, Pepler & Craig, 2001). Pepler dan Craig (1995) menemukan bahwa teman-teman sebaya itu hadir pada 85% situasibullying; jadi insiden ini berpengaruh tidak hanya pada pelaku dan korban melainkan juga individu-individu yang menyaksikanbullyingdan individu-individu yang mendengar mengenai kemunculan tindakbullyingtersebut. Salmivalli et al. (1996) berpendapat bahwa semua anak di suatu kelas atau sekolah tertentu walau bagaimana pun terlibat dalam prosesbullying. Sekalipun mereka tidak secara aktif berpartisipasi dalam perilakubullying, respon mereka pada tindakbullyingdapat mempengaruhi apakahbullyingakan terulang lagi atau tidak.Terjadinyabullyingdi sekolah merupakan suatu proses dinamika kelompok, di mana ada pembagian-pembagian peran di dalamnya (Salmivalli dkk, 1996 & 1999).Salmivalli dan kawan-kawan (1996) mengidentifikasi enam subskala yang menggambarkan berbagai peran serta dalam situasibullying:ringleader bully, assistant of the bully, reinforcer of the bully, defender of the victim, outsider,danvictim. Ringleader bullymengambil peran aktif dalam memulaibullying.Assistant bullyaktif dalam proses-prosesbullyingnamun lebih sekedar pengikutringleader bully. Reinforcerberperan dalam mendorong perilakubullying.Defender of victimterlibat dalam perilaku-perilaku melindungi dan membantu korban dan juga berusaha menghentikan pelakubullyinguntuk tidak melanjutkan tindakannya.Karatzias, Power, dan Swanson (2002) mengidentifkasi peran-peran yang terbagi sebagai hasil dari dinamika kelompok dalambullying, yakni:bullyatau pelakubullying,victimatau korban, danuninvolvedpihak yang tidak terlibat. Menesini, Fonzi, dan Sanchez (2002) mengidentifikasi para siswa ke dalambully, victim, outsideratau pihak luar,dandefenderatau pihak yang bertahan.Outsidersadalah individu yang tidak secara langsung terlibat dalam episodebullying.Defenderadalah individu yang berusaha menolong korbanbullyingdalam berbagai cara.Olafsen, dan Viemero (2000) mengidentifikasi peran-peran jamak dalambullying.Hasil-hasil penelitian mereka memperlihatkanlimaperan dalam prosesbullying:bully, bully-victim, victim of direct bullying, victim of indirect bullying,danindividuals not involved. Pandanganbullyingsebagai sebuah fenomena sosial juga ditekankan dalam penelitian yang dilaksanakan oleh McKinnon (2001) berpendapat bahwabullyingmeliputi peran yang banyak (multiple). Setelah melaksanakan penelitian yang ekstensif, lima peran sepsifik teridentifikasi. Ia berkesimpulan bahwabullies, victims, guardians, hencemen,danactive bystanderssemuanya bagian dari prosesbullying.Guardiansadalah individu-individu yang melindungi korban.Hencemenadalah pengikut setia dari pelakubullying,danactive bystandersatau saksi peristiwa tersebut. Hasil penelitian menunjukan adanya suatu hubungan antara keanggotaan kelompok kelas dan partisipasi dalam episode-episode bully.McKinnon (2001) menemukan bahwa anak-anak yang masuk ke dalam sebuah kelompok kelas yang menonjol dan memegang peranan kepemimpinan yang menonjol itu paling dimungkinkan mengambil peran sebagai pelakubullyingatau peran sebagaiguardian.Anak-anak yang menjadi anggota kelompok kelas yang menonjol namun tidak memegang peranan kepemimpinan itu paling dimungkinkan berfungsi sebagaiactive bystandersdalam suatu situasibullying. Terakhir, anak-anak yang tidak masuk ke dalam sebuah kelompok sosial kelas itu paling dimungkinkan menjadi korban dalam sebuah situasibullying. Jadi, dinamika kelompok tampak memainkan suatu peran sentral padabullying.Secara keseluruhan, literatur penelitian mengindikasikan bahwabullyingitu danpandang lebih sering sebagai suatu fenomena kelompok sebagai lawan dari interaksidyadic.

6.Faktor Penyebab Terjadinya PerilakuBullyingQuiroz dkk (2006 dalam sejiwa.or.id) mengemukakan sedikitnya terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan perilakuBullying, yaitu :

a.Hubungan keluargaAnak akan meniru berbagai nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan perilaku yang ia anut (hasil dari imitasi). Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi kekerasan ataubullying, maka ia mempelajari bahwabullyingadalah suatu perilaku yang bisa diterima dalm membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image), sehingga kemudian ia meniru (imitasi) perilakubullyingtersebut. Menurut Diena Haryana (sejiwa.or.id), karena faktor orangtua di rumah yang tipe suka memaki, membandingkan atau melakukan kekerasan fisik. Anak pun menganggap benar bahasa kekerasan.

b.Teman sebayaSalah satu faktor besar dari perilakubullyingpada remaja disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik secara aktif maupun pasif) bahwabullyingbukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Menurut Djuwita Ratna (2006) pada masanya, remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarga nya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Jadibullyingterjadi karena adanya tuntutan konformitas. Berkenaan dengan faktor teman sebaya dan lingkungan sosial, terdapat beberapa penyebab pelakubullyingmelakukan tindakanbullyingadalah (1) kecemasan dan perasaan inferior dari seorang pelaku, (2) persaingan yang tidak relistis, (3) perasaan dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelakubullyingpernah menjadi korbanbullyingsebelumnya, dan (4) ketidak mampuan menangani emosi secara positif (Rahma, 2008:47).

c.Pengaruh mediaSurvey yang dilakukan kompas (Ipah Saripah, 2006:3) memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%).Melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan Sejiwa (2007), terangkum beberapa pendapat orangtua tentang mengapa anak-anak menjadi pelakubullying, diantaranya : (a) karena mereka pernah menjadi korbanbullying, (b) ingin menunjukkan eksistensi diri, (c) ingin diakui, (d) pengaruh tayangan TV yang negatif, (e) senioritas, (f) menutupi kekurangan diri, (g) mencari perhatian, (h) balas dendam, (i) iseng, (j) sering mendapat perlakuan kasar dari pihak lain, (k) ingin terkenal dan (l) ikut-ikutan (Sejiwa.or, 2007:16).

7.Dampak PerilakuBullyingBullyingtidak hanya berdampak terhadap korban, tapi juga terhadap pelaku, individu yang menyaksikan dan iklim sosial yang pada akhirnya akan berdampak terhadap reputasi suatu komunitas ( Hilda, et all. 2006, dalam sejiwa.or.id).Terdapat banyak bukti tentang efek-efek negatif jangka panjang dari tindakbullyingpada para korban dan pelakunya. Pelibatan dalambullyingsekolah secara empiris teridentifikasi sebagai sebuah faktor yang berkontribusi pada penolakan teman sebaya, perilaku menyimpang, kenalakan remaja, kriminalitas, gangguan psikologis, kekerasan lebih lanjut di sekolah, depresi, dan ideasi bunuh diri. Efek-efek ini telah ditemukan berlanjut pada masa dewasa baik untuk pelaku maupun korbannya (Marsh, dalam Sanders 2003:29).Bullyingjuga berpengaruh pada sekolah dan masyarakat. Sekolah dimanabullyingitu terjadi seringkali dicirikan dengan (a) para siswa yang merasa tidak aman di sekolah, (b) rasa tidak memiliki dan ketidakadaan hubungan dengan masyarakat sekolah, (c) ketidakpercayaan di antara para siswa, (d) pembentukan gang formal dan informal sebagai alat untuk menghasut tindakanbullyingatau melindungi kelompok dari tindakbullying, (e) tindakan hukum yang diambil menentang sekolah yang dilakukan oleh siswa dan orang tua siswa, (f) turunnya reputasi sekolah di masyarakat, (g) rendahnya semangat juang staf dan meningginya stress pekerjaan, (g) dan iklim pendidikan yang buruk (Marsh, dalam Sanders 2003:29).a.Dampak bagi korbanHasil studi yang dilakukanNational Youth Violence Prevention Resource Center(Sanders, 2003:118) menunjukkan bahwabullyingdapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bilabullyingberlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhiself-esteemsiswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim,bullyingdapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).Coloroso (2006:70) mengemukakan bahayanya jikabullyingmenimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensibullyingbagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelakubullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan.Terkait dengan konsekuensibullying,penelitian Banks (2000, dalamNorthwest Regional Educational Laboratory, 2001:33) menunjukkan bahwa perilakubullyingberkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnyaself-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatifbullyingjuga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa.Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antarabullyingdengan meningkatnya depresi dan agresi.

b.Dampak bagi pelakuNational Youth Violence Preventionmengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi(Sanders, 2003:118). Para pelakubullyingini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso (2006:72) mengungkapkan bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelakubullying,tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.Dengan melakukanbullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilakubullyingini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.

c.Dampak bagi siswa lain yang menyaksikanbullying (bystanders)Jikabullyingdibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwabullyingadalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.

8.Karakteristik PelakuBullyingRigby (2002:127) mengidentifikasi karakteristik fisik dan karakteristik mental dari pelakubullyingataubully. Pelakubullyingmerupakan agresor, provokator dan inisiator situasibullying. Si pelaku umumnya siswa yang memiliki fisik besar dan kuat, namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya dikarenakan faktor status sosial atau kedudukan. Pelakubullyingbiasanya mengincar anak yang secara penampilan fisik terlihat berbeda dari dirinya atau orang kebanyakan misalnya yang memiliki warna rambut alami yang mencolok, berkacamata, terlalu kurus, terlalu gemuk atau bahkan yang memiliki cacat fisik.Karakteristik mental pelakubullyingdipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif dan behavioral dalam diri si pelaku itu sendiri. Pada aspek kognitif, Tim Field (1999 dalam Rigby 2002:130) mengemukakan beberapa karakteristik pelakubullyingatau bully, yakni:a.kurang pemahaman akan apa yang dikatakan orang lainb.sering memunculkan dugaan yang salahc.memiliki memori yang selektifd.paranoide.kurang dalam halinsightf.sangat pencurigag.terlihat cerdas namun penampilan sebenarnya tidak demikianh.tidak kreatifi.kesal terhadap perbedaan minorj.kebutuhan impulsif untuk mengontrol orang laink.tidak dapat belajar dari pengalamanSementara itu pada aspek afektif, Field (1999 dalam Rigby 2002:135) menguraikan juga beberapa karakteristik pelakubullying, diantaranya:a.tidak matang secara emosionalb.tidak mampu menjalin hubungan akrabc.kurang kepedulian terhadap orang laind.moodydan tidak konsistene.mudah marah dan impulsiff.tidak memiliki rasa bersalah atau menyesalTerkait aspek behavioral atau perilaku, karakteristik perilakubullyingterangkum dari apa yang dinyatakanBatsche & Knoff (1994 dalam Banks, 1997) dan Olweus (1993 dalam Rigby 2002:137) yakni, kurang empati (have a lack of emphaty and compassion), interpersonal skill buruk (poor interpersonal skill), tidak terampil dalam anger manajemen (have a trouble in anger management or anger resolution), kendali diri lemah (have bad self control), kurang bertanggung jawab (refusal to accept responsibility for his/her behavior) dan memiliki pola perilakuimpulsif agresif(have a greater than average impulsive aggressive behavior patterns).Duncan(2005:4) dalam seminarnya yang bertemaBully Abuse: How Children Harm Other Child,mendukung pernyataan tersebut dengan menuliskan sejumlah karakteristik pelakubullyingdalam daftar ciri-ciribully, yakni sebagai berikut :1)Melakukan perilaku agresif berulang2)Berpikiran positif terhadap penggunaan kekerasan3)Kurang kasih sayang dalam suatu hubungan4)Mengalami kebingungan dalam diri5)Mengembangkan pola perilaku impulsif6)Menggantikan/menyalurkan kemarahan pada orang lain7)Beralih dari korban menjadi pelaku8)Dianggap lebih dominan dari korban9)Agresif, merasa tidak aman dan cemas10)Anti-sosial dan terisolir11)Memiliki/memendam rasa kebencian dan frustasi12)Memiliki pandangan diri (self views) positif yang tidak realistis13)Tidak mampu menyesuaikan terhadap pengharapan baru/kurang jelas14)Menunjukkan ketidaknyamanan sosial dan kebingungan15)Seringkali tidak sadar dan tidak peduli terhadap rasa dendam korbannya16)Diasingkan dan terisolasi dari kehidupan sekolah dan teman sebaya17)Memandang sekolah sebagai sesuatu yang tidak bermakna18)Memiliki pola perilaku dan sejarah bertindak kejam terhadap binatang19)Memiliki pola perilaku pembuat onar20)Kurang toleransi terhadap frustasi21)Suka membanggakan diri dan kurang memahami kebutuhan orang lain22)Kurang memiliki empati dan rasa iba23)Kebutuhan yang berlebihan akan kekuasaan dan superioritas24)Kebutuhan yang berlebih akan perhatian (haus perhatian)25)Mengeksternalisasikan kesalahan26)Bermasalah dalam resolusi amarah (anger resolution)27)Tidak toleran, berprasangka, dan membeda-bedakan orang lain28)Humor yang tidak pantas, sarkastik, dan menyakitkan hati.29)Melontarkan ejekan, olok-olok yang mencela, meremehkan dan menghina/mempermalukan30)Lebih memilih kelompok social yang tertutup31)Mengendalikan suatu perkumpulan social teman sebaya32)Kaku dan berpendirian keras (dogmatis)33)Agresif secara seksual34)Kurang memiliki sensitivitas terhadap gender dan budaya35)Mengalami kekosongan atau kehampaan spiritual36)Seringkali berpikiran negatifdan irrasional37)Menggunakan obat-obatan terlarang38)Melakukan tindakan yang beresiko39)Sikap menantang dan merusak (destruktif)40)Kurang memiliki ketabahan

Terkait dengan karakteristik pelakubullyingyang menunjukkan kurangnya keterampilan interpersonal pada pelakubullying, hasil penelitian yang dilakukan Rigby, Cox dan Black (1997; dalam Rigby 2002:137) terhadap siswa sekolah menengah di Australia yang teridentifikasi sebagai pelakubullying, korban dan bukan keduanya, mengindikasikan bahwa pelakubullyingsecara siginifikan merupakan individu yang kurang kooperatif dibanding individu lainnya. Rigby, Cox dan Black (1997; dalam Rigby 2002:137) menyatakan bahwa,Bullies were, among other things, more likely than others to dislike being in join projects, to prefer not to share their ideas, to avoid consulting with others and to believe that committees are waste of time. It seems likely that for many of the bullies working constructively with others had not been a happy experience.

Ditemukan banyak alasan mengapa seseorang menjadi pelakubullying. Alasan yang paling jelas adalah bahwa pelakubullyingmerasakan kepuasan apabila ia berkuasa di kalangan teman sebayanya. Tidak semua pelakubullyingmelakukan aksinya sebagai kompensasi kepercayaan diri yang rendah. Banyak diantara mereka justru memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Hal ini dapat dikarenakan mereka tidak pernah didik untuk memiliki empati terhadap orang lain. Pelakubullyingumumnya temperamental, menjadikan korban sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya terhadap suatu hal. Ada juga pelakubullyingyang sekedar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri.Hal ini didukung oleh pernyataan Olweus (2002:1) dalamOSDFS NationalTechnical Assistance Meetingyang mengemukakan fakta yang mengejutkan mengenai kontradiksi dalam karakteristik pelakubullying,

In contrast to the popular notion that bullies lack social skills, research has shown that bullies are actually quite adept at reading social cues and perspective-taking. Rather than using these skills prosocially, such as to empathize with others, they instead use them to identify and prey on peer vulnerabilities.

Di Indonesia, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahma Nuraini (2008:78) ditemukan beberapa karakteristik pelakubullyingyakni: 1) suka mendominasi orang lain; 2) suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan; 3) sulit melihat situasi dari sudut pandang orang lain; 4) hanya peduli pada kebutuhan dan kesenangan mereka sendiri; 5) cenderung melukai anak-anak lain ketika tidak ada orang dewasa di sekitar mereka; 6) memandang rekan yang lebih lemah sebagai mangsa; 7) menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan-tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada targetnya; 8) tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya; 9) tidak memiliki pandangan terhadap masa depan, yaitu tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan; 10) haus perhatian.

9.Penanganan Pelaku BullyingBullyingmerupakan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan sosial secara keseluruhan. Serangan dari pelakubullyingterjadi dalam suatu konteks sosial dimana guru dan orangtua umumnya tidak menyadari permasalahan tersebut, dan para remaja lainnya rentan untuk terlibat dalam situasibullyingsementara beberapa lainnya tidak mengetahui cara untuk keluar dari situasi tersebut (Charach, Pepler, & Ziegler, 1995).Bentuk-bentuk penanganan yang umum terhadap pelakubullyingtelah banyak dilakukan baik yang sifatnya prevensi maupun intervensi, seperti misalnya pengembangan kebijakan antibullyingberbasis sekolah (bully-buster, bully-reduce, bully-free, bully-safe,program SAHABAT, kampanye sekolah-aman), resolusi konflik, dan peer counseling (Smith and Sharp, 1994). Sementara itu penanganan yang berbasis pada teori konseling/psikoterapi tertentu masih terbatas seperti halnya penggunaanCognitive Behavioral Therapy(McLaughlin, Laux, Pescara-Kovach; 2006), pendekatan behavioral (Drosopoulos, Heald, McCue; 2008),Transtheoritical Model(Prochaska, 1983 dalam Ponny, 2008),model kognitif sosial (Crick dan Dodge, 1994), sertacooperative learning activities (Olweus, 1993) yang dikembangkan dari teori belajar sosial Albert Bandura.

STOP BULLYING !!!

REFERENSI :

Antara. 2006.Selamatkan Putra/i Anda dari Bullying.(Online).Tersedia:http://www.antara.co.id/print/index.php?id=33112.(5 Mei 2007).Berry, J.W. (1982) "Let's Talk About Teasing." Newark, NJ: Peter Pan Industries.Charach, A., Pepler, D., & Ziegler, S. (1995). Bullying at School: A Canadianperspective.EducationCanada,35, 12-18.

Caroline, Eugeenicia. (tanpa tahun).Teror di Lingkungan Sekolah. (Online).Tersedia:http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00750.html.(15 Juni 2007).Coloroso, Barbara. 2006.Penindas, Tertindas, dan Penonton; Resep Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah hingga SMU. Jakarta: Serambi Ilmu Pustaka.Craig, W. & Pepler, D. (1997). Observations of bullying and victimization in the schoolyard.Canadian Journal of School Psychology,2, 41-60.

Craig, W. M. (1998). The relationship among aggression types, depression, and anxiety in bullies, victims, and bully/victims.Personality and Individual Differences, 24, 123-130.

Craig, W. M., & Pepler, D.J. (1997). Observations of bullying and victimization in the school yard.Canadian Journal of School Psychology. 13, 41-59.

Craig, W. M., Pepler, D. J., Atlas, R. (2000). Observations of bullying on the playground and in the classroom.International Journal of School Psychology, 21, 22-36.

Craig, W., & Pepler, D. (1995). Peer processes in bullying and victimization: An observational study.Exceptionality EducationCanada, 5, 81-95.

Craig. W.M. & Pepler, D.J. (1996). Bullying and victimization at school: What can we do about it? In S.Miller, J. Brodine, & T. Miller (Eds.)Safe by Design: Planning for Peaceful School Communities.Seattle,WA: Committee for Children, 205-230.Departemen Pendidikan Nasional & UNICEF. 2006.Pedoman Pelatihan untuk Guru tentang Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Sekolah.Djuwita, Ratna. 2006.Kekerasan Tersembunyi di Sekolah: Aspek-aspek Psikososial dari Bullying. Makalah dalam WorkshopBullying:Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di Indonesia.Jakarta29 April 2006.Espelage, Dorothy L. 2002.Bullying in Early Adolescense.(Online). Tersedia:http://www.athealth.com/Consumer/disorders/bullying.html.(15Juni 2007).Espelage, Dorothy. L & Swearer, Susan. M. (2004). Bullying in American School. Lawrence Erlbaum Associates : Mahwah, New Jersey.Gunawan, Helmi.2007.Tindakan Kekerasan di Lingkungan Sekolah.Artikel pada Pikiran Rakyat (5 Juli 2007).Huraerah, Abu. 2006.Kekerasan terhadap Anak: Fenomena Masalah Sosial Kritis di Indonesia. Bandung: Nuansa.Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.(2006.PBB: Angka Kekerasan Anak di Indonesia Tinggi.(Online). Tersedia:http://www.menegpp.go.id/menegpp.php?cat=detail&id=media&dat=495. (5 Mei 2007).MontroseAreSchool District. 2005. Handbook of Bully Busters Programme.(Online). Tersedia :www.ocdsb.ca/General_Info/Safe_and_caring/downloads.pdf(Desember 2008).National Childrens Bureau on Behalf of the Anti-Bullying Alliance. 2005.50 Ideas for Anti-Bullying Week. (Online). Tersedia:http://www.anti-bullyingalliance.org. (5 Mei 2007).NationalYouthViolencePreventionResourceCenter. 2002.Facts for Teens: Bullying. (Online). Tersedia:http://www.safeyouth.org. (5 Mei 2007).Northwest Regional Educational Laboratory. 2001.Schoolwide Prevention of Bullying.(Online). Tersedia:http://www.nwrel.org/request. (5 Mei 2007).Newman, D.A., Horne, A.M., & Bartolomucci, L. (2000). Bully busters: A teachersmanual for helping bullies, victims, and bystanders.Champaign,IL: ResearchPress.Nuraini, R. (2008). Perilaku Bullying di Sekolah Menengah Pertama. Skripsi di Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung. : tidak diterbitkan.OMoore, Mona & Minton, Stephen. J. (2004). Dealing with Bullying in Schools. Paul Chapman Publishing: London.Olweus, D. (1993)Bullying at school: What we know and what we can do.Oxford:Blackwell.Olweus, Dan. 2005.Bullying Intervention Strategies That Work.(Online). Tersedia:http://www.educationworld.com/a_issues/issues/issues103.shtml(15 Juni 2007).Olweus, D. (1991). Bully/victim problems among school children: Basic facts and effects of a school based intervention program. In D. Pepler and K. Rubin (Eds.).The development and treatment ofchildhood aggression. Hillsdale:LawrenceErlbaum Associates. pp. 411-448.

Pepler, D. & Craig, W. (1997). Bullying: Research and Interventions.Youth Update,Institute for the Study of Antisocial Youth.

Pikas, A. (1989) The common concern method for the treatment of mobbing. In E.Roland & E.Munthe (Eds.)Bullying: An International PerspectiveLondon: David Fulton. pp.91-104.Purbo, Adriani. 2006.Premanisme di kalangan Siswa Sekolah Dasar.(Online). Tersedia:http://www.sahabatnestle.co.id/homev2/main/dunia-dancow/tksk_sd.asp?id=1414. (15 Juni 2007).Purwadi, Imam, et.al.Tanpa Tahun.Hentikan Kekerasan pada Anak. Mataram: Kerjasama LPA NTB dengan UNICEF.Quiroz, HC., et.al. 2006.Bullying in Schools; Fighting the BullyBattle. (Online). Tersedia:http://www.schoolsafety.us/pubfiles/bullying chalk talk.pdf. (5 Mei 2007).Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). Gencet-gencetan di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak gencet-gencetan.Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01), 1 13.Rigby, Ken.(2005). The Anti-Bullying and Teasing Book. Gryphon House, Inc. :Australia.Rigby, Ken. (2002). New Perspectives on Bullying. Jessica Kingsley Publishers:London.Robinson, G. & Maines, B. (1997).Crying for Help: The No Blame Approach to Bullying.Bristol: Lucky Duck Publishing Ltd.

Salmivalli, C., Huttunen, A., & Lagerspetz, J. (1997). Peer networks and bullying inschools.Scandinavian Journal of Psychology, 38, 305-312.Sanders, Cherryl E. & Gary D. Phye (Eds.).2004.Bullying Implication for The Classroom.California: Elsevier Academic Press.Schmidt. John J. 1999.Counseling in School: Essential Services and Comprehensive Programs 3rded.Boston: Allyn and Bacon.Star, Linda. 2000.Sticks and Stones and Names Can Hurt You: De-Myth-tifying the Classroom Bully!(Online) Tersedia:http://www.educationworld.com/a_issues/issues102.shtml. (15 Juni 2007).Susanti, Inda. 2006.Bullying Bikin Anak Depresi dan Bunuh Diri.(Online). Tersedia:http://www.kpai.go.id/mn_access.php?to=2-artikel&sub=kpai_2-artikel_bd.html . (15 Juni 2007).Smith, P.K., & Sharp, S, (1994)Tackling Bullying at Your School: A Practical Handbook for Teachers.London: Routledge.Star, Linda. 2000.Sticks and Stones and Names Can Hurt You: De-Myth-tifying the Classroom Bully!(Online) Tersedia:http://www.educationworld.com/a_issues/issues102.shtml. (15 Juni 2007).Stones, R. (1993)."Don't Pick On Me: How to Handle Bullying."Markham,Ontario: Pembrok Publishers.Supriyadi, Drs.. 2006.Bullying; Apa itu?. (Online). Tersedia:http://www.pendidikan.com/artikel-cetak/0704/14/Fokus/3456001.htm. (15Juni 2007).

Tanpanama.2006.Jaringan untuk Cegah Kekerasan. (Online).Tersedia:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0704/14/Fokus/3456001.htm. (15Juni 2007).