konsep dzikir tarekat naqsabandiyah didigilib.uin-suka.ac.id/32562/1/11510017_bab-i_iv-atau-v_daftar...

40
KONSEP DZIKIR TAREKAT NAQSABANDIYAH DI MAJELIS DZIKIR BAITUL MA’RUF DESA PALESANGGAR PEGANTENAN PAMEKASAN MADURA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Agama Oleh: AINUR RAHMAN NIM: 11510017 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2018

Upload: vokhuong

Post on 09-Aug-2019

353 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

KONSEP DZIKIR TAREKAT NAQSABANDIYAH DI

MAJELIS DZIKIR BAITUL MA’RUF DESA

PALESANGGAR PEGANTENAN PAMEKASAN

MADURA

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Agama

Oleh:

AINUR RAHMAN

NIM: 11510017

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2018

keasliann

iii

iv

pengesahan

v

Motto

YOU WISH AND I WISH BUT

ALLAH DOES WHAT HE WILLS

……….

Yakin usaha sampai…!!!

vi

PERSEMBAHAN

********

Skripsi ini saya persembahkan untuk

kedua orang tua

Ibu Misbahah dan Bapak Muhammad Abdurrahman

Saudara saya

Kakak Mahbub Ghazi dan Mbakyu Siti Rosida

Yang sudah mendoakan sekaligus memberikan dukungan

penuh dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini bisa

diselesaikan

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif ..... Tidak ا

dilambangkan

Ba’ B Be ب

Ta’ T Te ت

Tsa’ Ts Te dan es ث

Jim J Je ج

Ha’ H{ Ha titik dibawah ح

Kha’ Kh Ka dan ha خ

Dal D De د

Zal Dz De dan zet ذ

Ra’ R Er ر

Zai Z Zet ز

Sin S Es س

Syin Sy Es dan ye ش

Shad S{ Es titik di bawah ص

Dlad D{ De titik dibawah ض

Tha’ T{ Te titik dibawah ط

Dha’ Z{ Zet titik dibawah ظ

Ain ....’.... Apostrof‘ ع

Ghain G Ge غ

Fa’ F Ef ف

Qaf Q Qi ق

Kaf K Ka ك

Lam L El ل

Mim M Em م

Nun N En ن

Waw W We و

Ha’ H Ha ه

Hamzah .....’.... Apostrof ء

Ya’ Y Ye ي

viii

II. Konsonan rangkap karena tasydid ditulis rangkap

ditulis ‘iddah عدّةIII. Ta’ Marbut}a>h di akhir kata

ditulis jizyah جزية

IV. Vokal panjang

ditulis ja>hiliyyah جاهلية

<ditulis yas’a يسعى

ditulis masji>d مجيد

ditulis furu>d فروض

V. Vokal rangkap

1. Fathah + ya mati ditulis ai

ditulis bainakum بينكم

2. Fathah + waw mati ditulis au

ditulis qaul قول

VI. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan

apostrof

ditulis a’antum أأنتم

VII. kata sandang alif + lam, baik diikuti huruf qamariyah ataupun syamsiyyah

ditulis al-

ditulis al-Qur’a>n القران

ditulis al-Syams الشمش

VIII. penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut

penulisannya

السنةاهل ditulis ahl al-sunnah

ditulis dzawi al-furu>d ذوي الفروض

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat serta hidayah-Nya pada kita untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Dan juga berkat hidayah dan ma’unah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul

Ma’aru Desa Palesanggar Pamekasan Madura”. Shalawat serta salam kepada

Nabi Muhammad saw yang telah mengajarkan kita bagaimana cara melakukan

perubahan sosial, sehingga manusia dapat dientaskan dari zaman penindasan

menuju zaman kemanusiaan.

Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, manusia hidup

di dunia tidak lepas dari pengawasan sang Khaliq. Nafsu menjadi hambatan bagi

manusia untuk lebih dekat dengan Tuhannya maka diperlukan sistem komunikasi

yang inten yaitu dzikir karena dengan dzikir hati manusia akan tentram karena di

dalam diri orang yang berdzikir terdapat Tuhan yang bersemayan dalam hatinya

sehingga ia lupa akan segala nikmat yang ada di dunia fana ini. Dzikir menjadikan

seseorang menjadi manusia yang menghargai terhadap sesama mahluk Tuhan

yang ada di bumi dzikir adalah bentuk komunikasi yang aktif terhadap Allah Swt.

Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Kedua orang tua saya Bapak, Moh. Abdurrahman dan Ibu Misbahah yang

senantiasa memberikan do’a, dukungan bimbingan dan kasih sayang yang

tak terhingga kepada penulis baik dalam bentuk tindakan ataupun perkataan.

Kakak dan Mbak saya, Mahbub Ghazi dan Siti Rosida yang telah

memberikan motivasi tambahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A. Ph.D., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, beserta jajarannya.

3. Dr. Alim Ruswantoro, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam, beserta jajarannya.

x

4. Dr. Robby Habiba Abror, S.Ag., M.Hum. Selaku Ketua Program Studi

seklaigus Pembimbing Akademik dan Dr. Moh Fatkhan, S.Ag., M.Hum.

selaku Sekretaris Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam. Di prodi inilah

penulis mengetahui ilmu-ilmu yang belum pernah didapatkan sebelumnya.

5. Dr. H. Syaifan Nur, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktunya serta memberikan pengarahan dan

masukan dalam proses penulisan skripsi dalam kesibukannya.

6. Seluruh dosen prodi Akidah dan Filsafat Islam, staff Tata Usaha di

lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam dan staf UPT

Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakar

7. Teman-teman di Blok-O Institute (BOI), Junaidi, Fandi Ahmad dan Ahmad

Fauzi.

8. Teman-teman di Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar

(FKMSB)

9. Teman-teman di Forum Akidah Filsafat A 2011

10. Teman-teman jurusan Akidah dan Filsafat Islam angkatan 2011 yang tidak

dapat penulis sebutkan satu-satu.

11. Teman-teman seperjuangan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Komisariat Fakultas Ushuluddin dan seluruh pengurus HMI Cabang

Yogyakarta Periode 2015-2016

12. Teman-teman Being Eleven, yang masih setia ngopi sampai akhirnya skrispi

ini bisa diselesaikan

13. Pasukan Bual Kopas Squad, yang tidak henti-hentinya mengkritik yang

sifatnya kontruktif sampai skripsi ini bisa diselesaikan.

14. Pimpinan dan seluruh anggota Ihwan Majelis Dzikir Baitul Ma’aruf Desa

Palesanggar

xi

Tentu skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran konstruktif

sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat bagi para

penulis dan pembaca. Amiin.

Yogyakarta,

Penulis, 22 November 2017

Ainur Rahman

NIM: 11510017

xii

Abstrak

Skripsi ini membahasa tentang konsep dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis

Dzikir Baitul Ma’aruf, Tarekat mempunyai hubungan substansial dan fungsional

dengan tasawuf. Tarekat pada mulanya tata cara dalam mendekatkan diri kepada

Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang

syekh, kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan

mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan dengan kata lain, tarekat adalah

tasawuf yang melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan

diri kepada Allah, sedangkan tarikat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh

seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tarekat Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat yang banyak dianut oleh

beberapa tasawuf yang inti ajaranyanya adalah dzikir. Dzikir sebagai sarana agar manusia

bisa dekat bahkan bisa bersama Allah sepanjang hidupnya, model gerakan dzikir di

tarekat beranekaragam mulai dari tarian sufi yang dikembangkan oleh Jalaluddin Rumi

dan ada juga dzikir dengan gerakan silat yang ada di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf.

Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih tepat sasaran maka dibuatlah rumusan masalah

sebagai berikut;

1. Bagaimana konsep dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf?

2. Bagaimana makna dari dzikir dengan simbol gerakan silat serta memperaktikan

dzikir dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari?

Adapun metodelogi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) jenis penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Researsch). (2)

Model pendekatan; konstruksi sekaligus menafsirkan simbol dari gerakan dengan simbol

silat (3) metode penelitian; analisis-deskiriptif yang bertujuan untuk membuat gambran

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat. Sedang yang menjadi sumber utamanya

untuk memperoleh data adalah wawancara, observasi, dokumentasi dan literatur yang

berkaitan dengan obyek dari penelitian ini.

Akhirnya skripsi ini menyimpulkan bahwa; (1)Baitul Ma’ruf dalam

mengajarkan konsep berdzikir secara batin tetapi juga dilakukan secara keras da nada

tambahan bacaan yang dilakukukannya seperti sholawat dan alfatihah, disisi lain ajaran

tarekat qodariyah dan tijaniyah juga di anut di dalam Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf. (2)

model dzikir ini adalah pengayom, gerakan silat yang dikeluarkan oleh orang yang

berdzikir dihasilkan dari kekhusuan dalam bacaannya sehinga dari dzikir yang dilakukan

secara khusu’ dapat memancarkan kesuluruh tubuh dan menghasilkan sebuah gerakan,

prakteknya dilakukan di depan mursyid tarekat yang dimulai dengan bai’at, sehingga

mursyid akan mengontrol dzikir pada lathoifnya. Pengayom ini tidak boleh dilakukan

diluar sepengetahuan mursyid, kaena jika dilakukan sendirian maka akan mengalami

jadzab (gila). Pengayom ini bertujuan agar menjadi aktivitas sehari-sehari untuk selalu

bersama Allah, karena tujuan ibadah adalah dekat dengan Allah bahkan bisa bersama

Allah, sehingga sesuatu yang diperbuat dari orang tersebut murni dari Allah (Af’alullah).

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

HALAMAN SURAT KEASLIAN ................................................................................. ii

HALAMAN SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ....................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iv

HALAMAN MOTTO ..................................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... vi

HALAMAN TRANSLITERASI .................................................................................. vii

HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................................. ix

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................................. xi

HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang ..................................................................................... 1

b. Rumusan masalah................................................................................ 6

c. Tujuan dan kegunaan .................................... ..................................... 6

d. Telaah pustaka ..................................................................................... 7

e. Kerangka Teori.................................................................................... 9

f. Metode penelitian .............................................................................. 12

g. Sistematika pembahasan ................................................................... 19

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PALESANGGAR DAN SEJARAH

BERDIRINYA BAITUL MA’RUF

a. Diskripsi Wilayah Penelitian............................................................. 20

b. Sejarah Berdirinya Majelis Dzikir Baitul Ma’aruf............................ 35

c. Biografi KH. Syafi’i .................................................................................... 37

BAB III AJARAN MAJELIS DZIKIR BAITUL MA’ARUF

a. Tarekat Naqsabandiyah ..................................................................... 39

b. Ajaran Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf...... 40

xiv

c. Kegiatan Rutin Baitul Ma’ruf ........................................................... 49

d. Larangan-Larangan Ihwan Baitul Ma’ruf ......................................... 50

e. Syair Baitul Ma’ruf (Nista Bergaya) ................................................. 52

f. Diam dan Pasrah .............................................................................. 54

BAB IV KONSEP DZIKIR DI BAITUL MA’ARUF

a. Konsep Dzikir ................................................................................... 56

b. Tingkatan Dzikir ............................................................................... 58

c. Khalwat dan Anjuman....................................................................... 60

d. Konsep Dzikir Di Baitul Ma’aruf Jhar dan Sirr .............................. 60

e. Makna Dzikir dengan Gerakan Silat ................................................. 64

f. Pengaruh Dzikir dalam Kehidupan Sehari-hari ................................ 66

BAB V PENUTUP

a. Kesimpulan ....................................................................................... 68

b. Saran ................................................................................................. ̀ 70

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 71

CURRICULUM VITAE ................................................................................................. 73

LAMPIRAN ........................................................................................................................

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Esensi agama Islam adalah moral, yaitu moral antara hamba dengan

Tuhannya, antara seorang dengan dirinya sendiri, antara dia dengan orang lain,

moralitas yang diajarkan tasawuf akan mengangkat manusia ke tingkatan shafa al-

tauhid. Pada tahap inilah manusia akan memiliki moralitas Allah (al-takhalluq bi

Akhla Allah)1. Melalui pendekatan kepada Tuhan lewat tasawuf yang

dilembagakan menjadi Majelis Dzikir.

Dalam bidang tasawuf atau dalam bahasa Inggris sufisme2- merupakan

disiplin keilmuan dan tingkah laku spiritual mempunyai banyak aspek yang

menjadikannya sulit untutk menetapkan difinisi khusus untuk istilah itu. Akan

tetapi semua kaum sufi mengalami “pengalaman” yang sama, walaupun sifat

pengalaman itu berbeda-beda. Ibrahim Beisuni seorang sarjana Mesir mencoba

merumuskan definisi tasawuf sebagai “keterbangunan fitrah yang mengarahkan

1 Abdul Muhaya, Peranan Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spritual, dalam buku

Tasawuf dan Krisis. (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2001), cet.I. hlm.24.

2 Kata Sufi berasal dari bahasa Arab yakni Safawa yang berarti jernih. Sebagian yang

lain berpendapat bahwa kata tersebut di ambil dari kata safwa yang berarti orang terpilih. Ada lagi

yang berpendapat bahwa kata suif diturunkan dari kata saff, yang berarti barisan atau deretan.

Sebagian lagi berasumsi asal-usul kata sufi adalah suf yang berarti wol. Masih ada beberapa

pendapaat lain mengenai sufi dengan berbagai varian dan maknanya, namun yang jelas istilah

sufisme hadir dengan menunjuk makna orang-orang yang tertarik pada pengetahuan sebelah dalam

(ruhani) yang menegantarkannya pada kesadaran dan pencerahan hati. Lihat Syaikh Fadhlalla

Haeiri, jenjang-jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah (Yogyakrta: Pustaka Pelajar,

2000) hlm. 1-2.

2

jiwa yang berkesungguhan, untuk berjuang sehingga ia mencapai pengalaman-

pengalaman sampai dan berhubungan langsung dengan wujud mutlak”.3

Sesuai dengan definisi tersebut, maka tasawuf sebenarnya telah

berkembang sejak zaman sahabat Rasulullah, para tabi’in hingga zaman modern

sekarang ini. Namun demikian istilah tasawuf atau sufisme baru digunakan pada

abad ke-2 atau 3 Hijriyah, ketika manusia telah banyak tergoda dan ternoda oleh

gemerlapnya dunia, dan meninggalkan usaha yang bersungguh-sungguh untuk

akhirat.4

Selanjutnya tarekat lebih banyak digunakan para ahli tasawwuf. Mustafa

Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarikat adalah jalan atau pentujuk dalam

melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi

Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat sahabatnya, tabi’in dan tabi’at turun

temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini.5

Fakta sejarah juga membuktikan bahwa Rasulullah sendiri sebelum diangkat

menjadi Rasul berulangkali melakukan tahannus dan khalwat di Gua Hira dengan

tujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati.6

Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas kiranya data

diketahui bahwa yang di maksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat

3 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, edisi 1987, s. v. “Tasawuf”.

4 Umar Asasuddin Sokah, Sufisme dan Jihad Suatu Dikotomi Palsu, Al-jamiah, No. 57,

Th.;1994, hlm. 77-78

5 Mustafa Zahri, Kunci Memahami ilmu Tasawwuf. (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), cet.I,

hlm.56.

6 Proyek Bimpertais (Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam), Pengantar Ilmu

Tasawuf (Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982), hlm. 35.

3

spiritual bagi seorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya

yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-siafatNya disertai penghayatan

yang mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan

sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.7

Pada masa-masa selanjutnya para pelaku tasawuf sudah banyak dijumpai

hampir merata di seluruh penjuru dunia Islam sebagai metode yang lebih

sistematis dan terorganisir. Inilah yang kemudian hari di kenal dengan istilah

tarekat.8 Yang metodenya sudah disusun serta sistematis oleh seorang yang secara

ruhaniyah sudah mendapat pencerahan. Adapun metode tersebut berupa tahap-

tahap (maqamat) yang harus dilalui seorang murid, dan pada setiap tahap tersebut

mempunyai sifat dan penekanan yang berbeda dan biasanya berpengaruh terhadap

keadaan ruhani sang murid (ahwal).

Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat9 mengenai posisi

tasawuf dalam Islam, yakni adanya pendapat yang pro dan kontra. Mereka yang

berpendapat pro menyatakan bahwa seorang akan mampu mencapai derajat

7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawwuf, . (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm.271.

8 Tarekat secara harfiah berarti jalan, metode, cara yang diatur, jalan untuk mencapai

kesempurnaan jiwa dan pencerahan. Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Imiah

Populer (Surabaya: Arkola,1994), hlm. 740. Secara terminology tarekat adalah menjalankan ajaran

agama Islam dengan lebih hati-hati dan teliti sebgaimana menjauhi/meninggalkan yang syubhat

dan melaksakan keutamaan-keutamaan sesudah melaksanakan kewajiban-kewajiban serta

sungguh-sungguh mengerjakan ibadah. Lihat: Sekretariat Muktamar IX Jam’iyyah Ahlith

Thariqoh Al-mu’tabarah an-Nahdliyyah, Hasil-hasil Muktamar IX Jam’iyyah Ahlith Thariqoh al-

Mu’tabrah an Nahdliyyah (Pekalongan: Kanzus Sholawat, 2000), hlm . 212.

9 Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perbedaan dan keragaman dalam pemikiran

dan keberagaman umat Islam. Pertama, faktor internal yang berkaitan dengan kecendrungan

penafsiran dan pemahaman nilai-nilai al-quran. Kedua, faktor eksternal yang melibatkan sejarah,

etnik, latar belakang sosial-budaya, dan juga faktor-faktor politik. Lihat Muhammed Yunis, Politik

Pengkafiran & Petaka Kaum Beriman, alih bahasa: Dahyal Afkar (Yogyakarta: Pilar Media

,2006), hlm. Xiii.

4

ma’rifat hanya dengan melalui bimbingan seseorang guru spiritual (mursyid).

Sedangkan mereka yang berpendapat kontra menyatakan bahwa seorang akan

mampu mencapai derajat ma’rifat tanpa bimbingan seorang guru spiritual

(mursyid) sekalipun.

Tarekat mempunyai hubungan substansial dan fungsional dengan

tasawuf. Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada

Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang

syekh, kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan

mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan dengan kata lain, tarekat adalah

tasawuf yang melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan

diri kepada Allah, sedangkan tarikat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh

seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan.10

Tarekat dikategorikan menjadi dua dan dapat diketahui apakah sebuah

tarekat bisa dinyatakan Shahih (benar) atauhkah batal yakni mu’tabarah dan

ghairu ma’tabarah adalah tarekat yang tersambung sanadnya kepada Rasulullah

SAW. Beliau menerima Malaikat Jibril As. Malaikat Jibril dari Allah SWT.11

Sedangkan ghairu mu’tabarah jumlahnya ada 44,12

baik yang dikenal

maupun(masyhur) dan banyak pengikutnya maupun yang bersifat lokal dan tidak

begitu dikenal.

10Abdul Muhaya, Peranan Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spritual,,,,,,,,,,,. hlm.

.27.

11 Aziz Masyhuri (Perhimpunan), Permasalahan Thariqah; Hasil Kesepakatan dan

Musyarah Besar Jam’iyyah Ahlith Thriqah al-Mu’tabarah Nahdatul Ulama (1957-2005 M.)

(Surabaya: Khalista bekerjasama dengan pesantren al-Aziziyah Jombang, 2006), hlm.166.

12 Aziz Masyhuri (Perhimpunan), Permasalahan Thariqah….., hlm 22-23.

5

Ada banyak tarekat yang berkembang di Indonesia salah satunya adalah

tarekat naqsabandiyah yang sudah ada di Indonesia sejak dua abad sebelum

Belanda mengenalnya untuk pertama kali kendatipun bentuk tarekat itu mungkin

berbeda. Ulama dan sufi Indonesia yang pertama sekali menyebut tarekat ini

dalam tulisan tulisannya adalah Syaikh Yusuf Makassar (1962-1669).13

Adapun

ajaran dasar tarekat Naqsabandiyah menurut Najmuddin Amin Al-kurdi dalam

kitabnya “Tanwirul Qulub”, terdiri dari atas 11 kalimat bahasa persi, 8

diantaranya berasal dari Syekh Muhammad Bahauddin Naqsabandi.14

Amalan

pokok paling mendasar bagi penganut Tarekat Naqsabandiyah adalah dzikrullah

(mengingat Allah).15

Melalui dzikir manusia akan dekat dengan Allah, Dzikir

adalah sebagai bentuk ungkapan cinta kepada Allah bahkan ia sebagai syimbol

utamanya16

Dzikir sebagai sarana agar manusia bisa dekat bahkan bisa bersama Allah

sepanjang hidupnya, model gerakan dzikir di tarekat beraneka sangat beragam

mulai dari tarian sufi yang dikembangkan oleh Jalaluddin Rumi dan ada juga

dzikir dengan gerakan silat yang ada di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf

Baitul Ma’ruf merupakan majelis dzikir yang ada di wilayah desa

Palesanggar Pemakesan Madura, yang menganut paham tarekat naqsabandiyah.

13 Martin Van Brunissen ,Tarekat Naqsandiyah Di Indonesia, Survei Historis, Geografis

dan Susioogis. (Bandung: Mizan. 1992) Cet, 1. Hlm. 34

14 H.A.Fuad Said, Hakekat Tarikat Naqsandiyah (Jakarta: PT. Alusna Dzikra 1996)

hlm. 47

15 H.A.Fuad Said, Hakekat Tarikat…., hlm. 52

16 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Zikir Cahaya Kehidupan. Abdul Hayyie al-Kattani,

Budiman Musthafa “terj.”(Jakarta: Gema Insani Press 2002) hlm. 121

6

Motto yang di gunakan dalam majeliz dzikir ini adalah “Tempat Berupaya

Menata Hati Mengenal Diri, Diri Bukan Siapa-Siapa dan Tidak Menjadi Apa-

apa”.

Ajaran Baitul Ma’aruf selain dzikir dan khalwat yaitu dzikir dengan

gerakan silat, uniknya gerakan silat ini secara tehnis tidak diajarkan tetapi karena

dzikir yang khusuk bisa mengerakan seluruh badan ini yang menjadi pembeda

dengan majelis dzikir lain yang sama-sama juga mengembangkan tarekat.

Fenomena dari gerakan dzikir silat yang dilakukan oleh jammah Baitul

Ma’ruf merupakan dzikir yang dihasilkan dari kekhusuan dalam membacanya

sehingga fenomena menarik untuk diangkat di sisi akademik dan wilayah tarekat-

tarekat yang berkembang di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

permasalahanya dapat dirumuskan sebagai berikut :

3. Bagaimana konsep dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul

Ma’ruf?

4. Bagaimana makna dari dzikir dengan simbol gerakan silat serta

memperaktikan dzikir dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mencari jawaban bagaimana Konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di

Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf

2. Mengatahui makna dari dzikir dengan gerakan silat

7

3. Mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan praktik dzikir Tarekat

Naqsabandiyah di Baitul Ma’ruf.

Adapun kegunaan dari penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat teoritis

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan informasi

mengadakan penelitian tentang konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah

khususnya oleh pada sufi-sufi Indonesia

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan

agama, dalam khazanah dan perbendaharaan ilmu khususnya ilmu tasawuf

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan intelektual penulis

tentang pemahaman agama.

D. Telaah Pustaka

Telaah pustaka digunakan untuk menentukan posisi penyusun dalam

sebuah penelitian yang dapat memebedakan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh penelitian lain. Berkaitan dengan penelitian yang

peneliti buat terdapat beberapa karya tulis, baik berupa buku maupun skripsi.

Berikut beberapa karya tulis yang peneliti jadikan sebagai telaah pustaka:

Karya Skripsi Taufik Rahman, Mahasiswa Universitas Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakrta Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang berjudul

Dzikir dan Relasi Sosial : Ajaran Tauhid Sosial Dalam doktrin Tarekat

8

Qodariyah Naqsabandiyah di Dusun Balak Magelang.17

Skripsi ini membahas

tentang dampak sosial.

Karya Skripsi Slamet Rofiah, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniura yang berjudul Dzikir

dan kecerdasan Spritual Pada Warga Dusun Karangasem Patalan Jetis Bantul

Yogyakarta18

dalam Skripsi ini di bahas tentang bagaimana peran dzikir

mempengaruhi kecerdasan manusiwa di wilayah spiritual.

Karya Skripsi Moch Choirul Huda, Mahasiswa19

Univeristas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

yang berjudul Konsep Zuhud Dalam Tarekat Akmaliyah (Studi Lapangan

Terhadap Doktrin Zuhud. Skripsi ini menjelaskan bagaimana konsep zuhud

didalam terekat akmaliyah serta pengaruhnya kepada kehidupan sehari-hari.

Dzikir : Cahaya Kehidupan, karya Ibn Qoyyim Al-Jauziyah yang judul

aslinya Fawaid Al zikr diterbitkan di Jakrta oleh Gema Insani Pers tahun 2003.

Buku ini menjelaskan tentang doa dan dzikir tetapi dalam buku ini tidak

membahas secara konsep langsung dan pengamalan dari dzikir tersebut.

Karya skripsi Rizem Aizid, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang berjudul

Tanda-Tanda Dalam Dzikir Manaqib Syeikh Abdul Qodir Jailani di Pondon

17 Taufik Rahman Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta. tahun 2011

18 Slamet Rofiah Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniura UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2012

19 Moch Choirul Huda Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta tahun 2008.

9

Pesantren Alqodri Jember20

. Skripsi ini membahas tentang dzikir manaqibnya

syeikh Abdul Qodir Jailani.

Skripsi Gufron Ahmadi, Mahasiswa21

Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta dengan Judul Sumber Ajaran Tarekat naqsabandiyah

Kadirun Yahya (Studi Kasus di Surau Saiful Amin Yogyakarta) dalam skripsi ini

dibahas tentang sumber jaran dan skripsi tidak membahas konsep dan praktik

dzikir secara detail.

Karya skripsi Rizki Hamdan, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Fungsi Dzikir Terhadap Pengendalian Hawa

Nafsu dalam Kitab Minhajul Abidin.22

Skripsi ini membahas tentang kegunaan

dzikir telaah kitab Minhajul Abidin.

Buku karya K.H.A. Musthofa Bisri yang berjudul Pesan Islam sehari hari

: Ritus Dzikir dan Gempitan Umat diterbitkan di Surabaya oleh Risalah Gusti

pada Tahun 1996. Pembahasan dalam buku ini seruan dzikir kepada Allah sebagai

alat komunikasi untuk dekat kepada Allah.

E. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh

Clifford Geertz yang menjelaskan bahwa unutk menangkap makan-makna

20 Rizem Aizid fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta. tahun 2013

21 Gufron Ahmadi Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir Faklutas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam Tahun 2009

22 Rizki Hamdan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Univeristas Islam Negeri Sunan

Kalijga Yogyakarta tahun 2013.

10

kebudayaan, perlu mengetahui terlebih dahulu cara menafsirkan simbol-simbol.23

Yang setiap saat dan tempat dipergunakan orang dalam kehidupan umum.24

Ia

memahami bahwa setiap obyek tindakan, peristiwa, sifat atau hubungan yang

dapat berperan sebagai wahana suatu konsepsi mempunyai “makna”25

simbol.

Jadi penafsiran kebudayaan pada dasarnya adalah penafsiran terhadap makna-

makna simbol. Untuk memahami simbol-simbol, maka perlu menangkap makna-

makna yang memerlukan sebuah interpretasi.26

Menurut Geertz simbol budaya adalah sesuatu yang perlu ditangkap

maknanya. Adapun mekanisme dalam memaknai simbol-simbol kebudayaan,

maka didasarkan pada data konkrit peristiwa atau dunia kehidupan yang sudah

ada. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman atau penafsiran terhadap dunia

kehidupan, maka bagi seorang peneliti harus menempatkan dirinya dalam

pengertian “hadir di tempat yang diteliti” baik secara intelektual maupun

23 Symbol dalam salah satu pengertiannya adalah kata, tanda, isyarat yang digunakan

untuk mewakili sesuatu yang lain. dalam sejarahnya pengguna symbol ini mencakup dua wilayah.

Pertama, wilyah pemikiran dan praktik keagamaan. Kedua, dalam system pemikiran logis dan

ilmiah. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 1007-1008.

24 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, terj. F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius,

1992) ,hlm. 15 dan 21-22.

25 Menurut Geertz, makan adala sebuah penjelasan dan penguraian atas segala sesuatu

ekspresi-ekspresi (tindakan, gejala dan peristiwa) sosial. Ia menjelaskan bahwa dalam setiap

permukaan ekspresi-ekspresi kehidupan sosial terdapat jaringan-jaringan makna yahng

memerlukan terkaan-terkaan yang bersifat interpretative. Clifford Geertz , Tafsir Kebudayaan….,

hlm. 5-7.

26 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan…..,hlm. 8.

11

emosional, dan berusaha menghasilkan atau memeproduksi makna yang di

peroleh melalu “mata kepala” warga masyarakat yang diteliti.27

Geertz megatakan bahwa dalam studi kebudayaan, penanda-penanda

bukanlah gejala, melainkan tindakan-tindakan simbolis yang memerlukan analisis

dengan mencari makan-makna yang tidak tampak dari kenyataan untuk

diungkapkan dan diinterpretasikan. Kemudian ia menjelaskan bahwa budaya

adalah suatu dimensi yang aktif dan konstitutif dari kehidupan sosial. Ia melihat

bahwa budaya merupakan “lengkung simbolis” yang dengannya seseorang bisa

menciptakan dunia mereka, dalam praktiknya terwujud dalam sistem budaya.28

Untuk memahami sistem budaya maka perlu memaknai tindakan manusia sebagai

ungkapan-ungkapan yang simbolis yang bermakna dalam dua level sekaligus:

emosi dan kognitif.29

Dalam konteks ini, Geertz menegaskna bahwa setiap symbol budaya

yang ada dalam masyarakat merupakan “kendaraan” pembawa makna. Geertz

berkesimpulan bahwa selama ini sistem simbol yang tersedia di kehidupan umum

sebuah masyarakat sesungguhnya menunjukkan bagaimana para warga

masyarakat yang bersangkutan: melihat, merasa dan berfikir tentang dunia mereka

dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang sesuai.30

Penekanan Geertz dalam teori

ini adalah untuk lebih memperhatikan apa yang disebut makna daripada sekedar

27 Mujdi Sutrisno dan Hendar Purwanto, (ed.), Teori-teori Kebudayaan (Yogyakarta:

Kanisius, 2005,) hlm. 213.

28 Mujdi Sutrisno dan Hendar Purwanto, (ed.), Teori-teori Kebudayaan…, hlm. 212

29 F.W. Delistone, The Power Of Syimbol, terj. A. Widyamartaya (Yogyakarta:

Kanisius, 2002), hlm. 116

30 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan…..,hlm. 55-59.

12

perilaku manusia, karena dalam setiap menanggapi sebuah gejala atau peristiwa

manusia, ia menganjurkan untuk lebih mementingkan pencarian pemahaman

makna daripada sekedar mecari hubungan sebab akibat dengan merencanakan

landscape yang abstrak.31

Demikian juga memahami dan menangkap sebuah konsep dzikir tarekat

naqsabandiyah di majelis dzikir Baitul Ma’ruf, idealnya warisan Geertz tersebut

akan diajadikan refrensi untuk memahami dan memaknai simbol-simbol dalam

ajaran majelis dzikir Baitul Ma’ruf serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-

hari, pengamalan yang dilalui oleh pelaku dzikir nantinya akan menjadi sumber

penelitian.

F. Metodelogi Penelitian

Untuk memperoleh data dan menganalisa suatu penelitian maka

diperlukan metode-metode tertentu. Pada dasarnya metode berarti suatu cara yang

dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tujuan umum penelitian

adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang ditempuh harus

relevan dengan masalah yang dirumuskan.32

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field research) yang

bersifat kualitatif. Alsannya, dalam penelitian ini mengambil obyek Majelis Dzikir

(Konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Desa Palesanggar, Pegantenan,

Pamekasan Madura). Kualitatif dimaksud adalah bentuk prosedur penelitian yang

31 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan…..,hlm. 25.

32 Hadari Nawai, Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

1998), hlm 61.

13

menghasilkan data deskriptif tertulis yang diperoleh dari narasumber, baik

melalui pengamatan ataupun dari hasil wawancara terhadap sumber-sumber

informan yang telah dijadikan sebagai subyek penelitian.33

2. Sumber data

a. Data Primer

Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari hasil

kombinasi observasi berperan serta wawancara tidak terstruktur terhadap beberapa

informan kunci (key Person), yakni para pakar, pengurus dan pengikut/anggota

Majelis Dzikir Baitul ma’ruf di desa Palesanggar. Wawancara ini dilakukan

dengan cara melakukan wawacara mendalam tentang konsep Dzikir Tarekat

Naqsabandiyah yang ada di dalam majelis dzikir Baitul Ma’ruf.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini (sesuai dengan

tuntunan penggunaan data yang turut digunakan) adalah sumber-sumber

kepustakaan yang membahas tentan ilmu tasawwuf terutama yang ada

hubungannya dengan kosep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah. Data pustaka ini

diperoleh melalui buku-buku, jurnal, artikel, karya ilmiah akademik dan lain

sebagainya.

33 Robert Bogdam dam Steven J. Taylor, Pengantar Metodelogi Penelitian Kualitatif

Studi Pendekatan Fenomenologis Terhadap IlmuSosial, terj, Arif Rahman (Surabaya: Usaha

Nasional, 1992), hlm. 21-22.

14

3. Jenis Data

Subyek penelitian dalam skirpsi ini adalah para pakar, pengurus sekaligus

anggota Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf di Desa Palesanggar. Penelitian ini akan

mengambil informan yang memahami dan terlibat langsung dalam kegiatan yang

diadakan di dalamnya. Alasannya adalah untuk memberi ruang guna mengarahkan

penulis agar memperoleh sumber data dari informan (narasumber) secara

langsung. Sedangkan pengikut atau anggota yang telah di wawancarai untuk

dijadikan informan (narasumber ) dalam penelitian ini fleksibel dan tidak

mengikat yakni tergantung kebutuhan data. Disamping itu, subyek penelitian ini

juga melibatkan para pengurus dan anggota majelis yang di anggap pakar dalam

kaitannya dengan penelitian ini.

4. Tehnik Pegumpulan Data

Tehnik pengumpaulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

dan pencatatan secara sistematis teradap gejala yang tampak pada obyek

penelitian. Baik observasi langsung maupun tidak langsung.34

Metode ini

digunakan hampir setiap pengumpulan data termasuk juga ketika melakukan

penelitian sementara. Observasi ini dilakukan karena dalam penelitian ini tidak

terlepas dari hasil pengamatan yang dilihat dan didengar kemudian dianalisa

untuk dijadikan catatan agar mendapat hasil yang maksimal.

34 Kartini Kartono. Pengantar Metodelogi Riset Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1996),

hlm, 157.

15

Adapun jenis pengamatan atau observasi yang penulis lakukan adalah

observasi model partisipan atau pengamatan berperan serta, yaitu pengamatan

yang dilakukan dengan ikut ambil bagian atau terlibat langsung dalam situasi

obyek (aktivitas jamaah Baitul Ma’ruf) yang diteliti. Tujuannya adalah untuk

memperoleh data yang akurat.35

b. Wawancara

Wawancara (interview) merupakan metode pengumpulan data dengan

jalan Tanya jawab yang dilakukan secara sistematis berdasarkan tujuan

penelitian.36

Metode wawancara yang peneliti lakukan adalah bertujuan untuk

mengetahui konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di dalam Majelis Dzikir Baitul

Ma’ruf.

Penulis dalam hal ini melakukan sebuah wawancara yang mendalam,

yaitu wawancara yang bersifat inklusif. Dengan proses wawancara berlangsung

mengikuti kebutuhan dan situasi. Adapun yang akan dijadikan responden adalah:

1. Pimpinan Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf

2. Anggota yang di anggap memahami ajaran Baitul Ma’ruf.

35 Pengataman berperan serta sering disebutkan juga etnografi atau penleitian lapangan,

yakni “pergi kelapangan”. Tujuannya adalah unutk menelaah sebanyak mungkin proses sosial dan

perilaku dalam budaya tersebut, yakni dengan menguraikan setting-nya dan menghasilkan

gagasan-gagasan teoritis yang akan menjelsakan apa yang dlihat dan didengar dengan memahami

arti apa yang mereka katakana (what people say) dan juga apa yang mereka lakukan(what people

do). Lihat Dedy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif, hlm. 166.

36 Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan untuk

menemukan sesuatu yang tidak dapat dipantau seperti, perasaan, pikiran, motivasi tentang

pemahaman manusia dalam suatu tindakannya. Wawancara merupakan suatu bentuk metode

penelitian untuk membantu utama dari metode observasi. Lihat Koentjaranigrat, Metode-metode

Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 129.

16

Pada bagian ini peneliti akan menggunakan metode Purposive37

, dikarenakan

dalam Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf bukan organisasi struktural sehingga metode

ini sangat pas untuk mendapatkan data yang akurat. Tehnik pengambilan data

diambil secara acak dengan cara wawancara terbuka dan pengamatan, cara ini

dipilih karena jumlah penganutnya tidak diketahui secara pasti.38

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data-data tertulis, berupa

dokumen yang dianggap relevan untuk mendukung pembahasan penelitian.

Dokumen ini diantaranya yang berbentuk buku-buku yang berkenaan dengan

konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah dan beberapa dokumen resmi, misalnya

arsip data anggota yang terdaftar dalam Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf dan

dokumen yang berkenaan dengan goegrafis, demografis dan tupografisnya

sehingga penelitian ini memperoleh gambaran yang utuh tentang keberadaan

lokasi dilapangan.

5. Tehnik Analisa Data

Sesuai dengan sifat penelitian ini, maka dalam pengolahan dan analisa

data dilakukan dengan dua cara. Pertama, dilakukan bersamaan dengan proses

pengumpulan data. Kedua, dilakukan setelah proses selesai.39

Analisa data dalam

37 Purposive Sampling adalah salah satu tehnik pengambilan sample/data yang sering

dugunakan dalam penelitian. Sacara bahasa, kata purposive berarti sengaja. Sederhananya

purposive sampling adalah tehnik pengambilan sampel secara sengaja. Lihat Burhan Bangin,

Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm 78

38 Ida Bagus Mantra, Filsaafat Penelitian&Metode Sosial,(Yogyakarta: Pelajar Pustaka,

2004), Hlm. 146

39 Betty R. Schaarf, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), hlm. 2-

3

17

penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengoalah data dan menyeleksinya secara

sistemaatis, kemudian dikelompokan sesuai dengan kerangka penelitian dan

selanjutnya data yang diperoleh tersebut dianalisa.

Penelitian ini menggunakan metode analisis-deskiriptif yang bertujuan

untuk membuat gambran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta, sifat serta hubungan antar subyek-obyek yang diteliti. Analisa

data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman tantang

obyek dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain.40

Dengan demikian,

analisis diskriptif dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan

menggambarkan secara sistematis mengenai konsep Dzikir Tarekat

Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf.

6. Pendekatan

Untuk memahami dan memaknai sebuah fenomena masyarakat terdapat

metode studi sosial yang bertujuan untuk mengungkapkan dunia riil kehidupan

sosial masyarakat sebagai kebudayaan. Alfred Schurtz mengemukakan bahwa

penyelidikan terhadap suatu sistem budaya mau tidak mau harus mulai dengan

40 Dalam hal ini, Alfred Schutz mengemukakan bahwa unutk mengetahui suatu system

budaya dalam kehiduoan manusia terdapat tiga kunci untuk mengetahuinya. Pertama adalah

memahami bahwa dalam kehidupan sosial yang harus diterima dalam lingkup situasi yang sudah

ada (taken-for-grented word). Kedua adalah memaksimalkan pengetahuan akal sehat (common-

sense knowledge). Ketiga adalah melakukan klarifikasi objek dalam klasifikassi umum

(typification). Gagasan Schutz ini berbeda dengan gagasan rumit versi Husserl yang memisahkan

pengetahuan akal sehat dengan penalaman (persepsi murni) menurut versi Schutz yang hendak

ditekakanya adalah penyelidikan terhadap system budaya harus mulai dengan penyelidikan dunia

common sense sekelompok orang disitulah terlihat tanggapan dan pengertian mereka sehari hari

mengenai dunia kehidupannya. Lihat: Mujdi Sutrisno Dan Hendra Puranto, (ed). Teori-teori

Kebudayaan ….., hlm, 82.

18

penyelidikan dunia commun sense sekelompok orang, karena disitulah terlihat

tanggapan dan penegertian mereka sehari-hari mengenai dunia kehidupannya.41

Sebagaimana Geertz ungkapkan bahwa unutk memahami dan

menanggapi sebuah gejala atau peristiwa dunia kehidupan manusia, ia lebih

memperhatikan apa yang disebut makna daripada sekedar perilaku manusia.

Menurut Geertz, dalam menanggapi sebuah peristiwa manusiawi, ia

menganjurkan seseorang untuk mencari pemahaman makna daripada sekedar

mencari hubungan sebab akibat.42

Oleh karena itu, pendekatan konstruksi ini akan

dijadikan refrensi untuk menganalisa dan memaknai bagaimana konsep Dzikir

Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf yang ada di Desa

Palesanggar.

Dalam memahami sebuah gejala atau peristiwa dunia kehidupan

manusia, Geertz mengemukakan bahwa untuk menangkap yang disebut makna

kebudayaan, perlu diketahui lebih dahulu cara menafsirkan simbol-simbol yang

setiap saat dan tempat dipergunakan orang dalam kehidupan umum. Geertz

menawarkan sebuah metode atau cara menafsirkan simbol-simbol kebudayaan.

Metode ini dikenal dengan istilah “lukisan mendalam” (Tick Discripstion),43

yakni

41 Saifuddin Azwar, metode penelitian…, hlm. 136 dan 126. Lihat juga: Lexi J.

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif…, hlm. 66

42 Lihat: Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan,,,,. Hlm. Vi dan 25.

43 Kebalikan dari tick discripstion adalah thin description. Geertz meminjam istilah dari

Gilbert Ryle, ia mencontohkan anak kecil yang mengedipkan mata, dengan analisa thin

description hanya dapat dilihat bahwa anak itu menutup matanya. Tetapi, tick description akan

menggambarkan anak yang mengedipkan mata mempunyai makna simbolik sesuai dengan

konteksnya sendiri. Dalam menggunakan metode thick description diharapkan dapat memperoleh

suatu informasi tentang makna simbolik dibalik apa yang dikerjakan seseorang. Lihat : clifrord

Geertz, Tafsir kebudyaan …, hlm . 6-8.

19

sebuah penafsiran atau terkaan-terkaan dengan memaparkan konfigurasi atau

sistem simbol-simbol dengan pemaknaan secara mendalam dan menyeluruh.44

Bagi Geertz, prosedur atau operasional cara kerja dalam memehami

makna kebudayaan dengan poola “tick description” terdapat tiga kata kunci yang

harus dilakukan seorang peneliti. Pertama, adalah harus menempatkan dirinya

dalam pengertian “hadir di tempat yang diteliti” (being there). Baik secara

intelektual maupun emosional.45

Kedua adalah menguraikan berbagai aktivitas

mengkaji secara detail peristiwa yang ditelitinya, sehingga dalam hasil penelitian

tersebut seorang pembaca diajak untuk menyaksikan dunia lewat kacamata

pandang yang diteliti. Ketiga adalah melakukan pemahaman dan berusaha

menangkap makna-makna simbolik terhadap sistem simbol sesuai dengan konteks

para pelakunya. Dengan kata lain, peneliti seharusnya belajar bagaimana

mendekati dan memasuki kehidupan yang diteliti.46

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan proses penelitian ini agar masalahnya yang ditelti

dapat dianalisa secara cermat, sistematis dan berada dalam jalur yang ditentukan,

maka penulis akan mengikuti sistematika penelitian sebagai berikut.

44 Clifrord Geertz, Tafsir kebudyaan,,. Hlm. 25.

45 Clifford Geertz Tafsir Kebudayaan. Hlm 3-5

46 Geertz mengaplikasikan Teorinya, diantaranya adalah ketika ia melakukan penelitian

etnografis dengan judul bukunya “islam observed, Religious Devlopment in Maroco and

Indoenesia”. Karya ini mmengungkpakan apa makna Islam bagi dua masyarakat yang berbeda,

maka untuk memperoleh “makna” harus didasarkan menurut kaca mata pandangan orang Maroco

dan Indonesia. Dalam konteks ini, Geertz mengajak para rekan-rekannya (antropolog) untuk lebih

memperhatikan dan memahami makna kebudayaan yang didasarkan pada peristiwa itu sendiri.

Lihat Clifford Geertz Tafsir Kebudayaan ,. Hlm 40-68

20

Bab I memuat pendahuluan. Bab ini akan menguraikan latar belakang

dan problematikan penelitian sekaligus menggambarkan secara keseluruhan

metodelogi penelitian. Sistematika dalam pemabahasan bab ini berisi latar

belakang masalah, signifikansi penelitian, telaan pustaka, kerangka teori, metode

penelitian dan sistematisasi laporan penelitian.

Bab II memuat tentang gambaran umum mengenai tempat, kondisi

georafis, latar belakang sosial budaya Desa Palesanggar dan sejarah berdirinya

dimana keseluruhannya mempengaruhi pola pikir dan kecenderungan jamaah

Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf.

Bab III meliputi tentang ajaran yang dimaksudkan untuk

mendeskirpsikan secara mendalam mengenai ajaran Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf

di Desa Palesanggar.

Bab IV membahas tentang dzikir menurut pimpinan dan anggota yang di

anggap memahami di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf serta makna simbol dari dzikir

dengan gerakan silat dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan penelitian yang

telah dijabarkan dam bab ketiga kemudian saran-saran.

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal

mengenai konsep Dzikir Tarekat Naqsabandiyah di Majelis Dzikir Baitul Ma’ruf

Desa Palesanggar Pamekasan Madura

Dalam tarekat Naqsabandiyah ajaran utamanya adalah dzikir bil qolb

(dzikir di hati) dan dilakukan terus menerus tanpa mengnal ruang dan waktu,

namun di Majelis Dzikir Baitul Ma’aruf konsep dzikirnya tidak hanya di hati

tetapi mulai dari konsep dzikir yang keras (Jahr) sampai yang halus (sirr)

metode dzikir jahr ini digunakan oleh Tarekat Qodariyah, begitu juga dengan

kalimat yang diucapkan ada beberapa tambahan amalan seperti membaca alfatihah

100 kali, sholawat 100 kali jenis bacaan ini digunakan juga oleh tarekat Tijaniyah.

Salah satu ajaran dzikir yang terdapat di Baitul Ma’aruf adalah dzikir

dengan gerakan silat yang isitilah tersebut dinamakan dengan pengayom (perisai

diri, pelindung diri). Uniknya gerakan yang menyerupai silat ini secara tehnis

gerakan tidak diajarkan, geraknya tanpa disengaja dan gerakan ini murni bukan

berasal dari diri ikhwan. Gerakan ini sebagai bentuk meditasi agar hati jauh dari

ego, nafsu dan hal-hal yang sifatnya dunia fana.

Tujuan dari pengayom ini agar ihwan Baitul Ma’aruf melakukan sesuatu

murni dari allah (af’alullah) sesuai sabda Rasullah Saw : berakhlaklah kalian

semua dengan ahlak Allah. Pengayom tersebut tidak boleh di lakukan sendiri

kecuali bagi ihwan yang tingkatan dzikirnya sudah berada pada latifah terakhir

71

yaitu latifatu kullil jasad karena kalau belum mencapai titik ini maka ihwan bisa

jadzab (gila).

B. Saran

Berdasarkan kesmipulan penelitian, maka penulis merekomendasikan

berupa saran-saran sebagai berikut :

1. Pengikut tarekat agar lebih membuka diri terhadap masyarkat setelah

bergabung dalam komunitas tarekat. Tujuannya untuk membina

kerukunan khusunya di Desa Palesanggar

2. Bagi masyarakat pada umumnya, hendaklah menganggap komunitas

tarekat ini sebgai komunitas inklusif bukan komunitas eksklusif, agar

bisa mengetahui tentang hakikat dari ajaran taerkat ini.

3. Untuk mahasiswa-mahasiswi ushuluddin yang ingin menyusun skripsi

maka tarekat ini sangat tepat karena masih banyak tarekat di Indonesia

yang perlu di angkat di wilayah akademik.

72

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Ahmad Bangun & Siregar, Rayani Hanum. Ahlak&Tasawuf. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim. Zikir Cahaya Kehidupan. terjAbdul Hayyie al-

Kattani, Budiman Musthofa Jakarta: Gema Insani Press, 2002

Al-Kharraz, Abu Sa’id. Jalan Cinta Menuju Allah.Yogyakarta: Pustaka Sufi 2003

Asasuddin, Sokah Umar. Sufisme dan jihad Suatu Dikotomi Palsu”, Al-jamiah,

No. 57, 1994

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2002.

Bangin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2011.

Bogdam, Robert dan Taylor, Steven J. Pengantar Metodelogi Penelitian Kualitatif

Studi Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu Sosial, terj, Arif

Rahman. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.

Brunissen, Martin. Van. Tarekat Naqsandiyah Di Indonesia, Survei Historis,

Geografis dan Susioogis. Bandung: Mizan. 1992.

Delistone, F.W. The Power Of Syimbol, terj. A. Widyamartaya. Yogyakarta:

Kanisius, 2002.

Eskavari, Muhammad Fana’i. Tafsir dan Khiddir Ratapan Suci Para Sufi. Jakarta:

Al-huda, 2009.

Fadhlalla, Haeiri Syaikh. jenjang-jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan

Shohifullah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Geertz, Clifford. Tafsir Kebudayaan, terj. F. Budi Hardiman Yogyakarta:

Kanisius, 1992.

Kartono, Kartini. Pengantar Metodelogi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju,

1996.

Koentjaranigrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1997.

Mantra, Ida Bagus. Filsaafat Penelitian&Metode Sosial. Yogyakarta: Pelajar

Pustaka, 2004.

73

Masyhudi, In’amuzzahidin. Dari Waliyullah Menjadi WaliGila: Antara Tasawuf

dan Psikologi. Semarang: Syifa Press, 2007.

Masyhuri, Aziz, Permasalahan Thariqah; Hasil Kesepakatan dan Musyarah

Besar Jam’iyyah Ahlith Thriqah al-Mu’tabarah Nahdatul Ulama

(1957-2005 M.) Surabaya: Khalista bekerjasama dengan pesantren al-

Aziziyah Jombang, 2006.

Nata, Abuddin, Ahlak Tasawwuf. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Nawai, Hadari. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1998.

Proyek Bimpertais (Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam), Pengantar Ilmu

Tasawuf, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.

Said, H.A.Fuad. Hakekat Tarikat Naqsandiyah. (Jakarta: PT. Alusna Dzikra 1996.

Salamah, Ummu. Sosialisme Tarekat Menjajaki Tradisi dan Amaliah Spritual

Sufisme. Bandung: Humaniora, 2005.

Schaarf, Betty R. Schaarf, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1995.

Simuh, Tasawuf dan Krisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Sutrisno, Mujdi dan Purwanto, Hendar (ed.). Teori-teori Kebudayaan.

Yogyakarta: Kanisius, 2005.

Syukur, H.M. Amin. Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern.

Yogyakarta: 2003.

Yunis, Muhammed. Politik Pengkafiran & Petaka Kaum Beriman, alih bahasa:

Dahyal Afkar. Yogyakarta: Pilar Media ,2006.

Zahri, Mustafa. Kunci Memahami ilmu Tasawwuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1995.

Statistik Daerah Kecamatan Pegantenan 2016 di terbitkan oleh Badan Pusat

Statistik Kabupaten Pamekasan 2016

74

CURRICULUM VITAE

PERSONAL

INFORMATION

AINUR RAHMAN

Palesanggar, Pamekasan, East Java

(+62)82225097699

[email protected]

Sex Male | Date of birth 14/03/1993 | Nationality

Indonesian

EDUCATION BACKGROUND

1998 – 2004 Primary School SDN Palesanggar IV Pamekasan, East Java, Indonesia

2004 – 2007 Junior High School MTs ASH SHOHIBIYAH

Pamekasan, East Java, Indonesia

2007 – 2010 Senior High School MA Darul Ulum I Banyunyar

Pamekasan, East Java, Indonesia (http://banyunyar.net) 2011 – 2018 Bachelor Degree of Religion

Faculty of Ushuluddin and Islamic Thought, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

Indonesia (http://www.uin-suka.ac.id)

General Indonesian Theoretical, practical, and research on Philosophy Religion

Subjects Included Hermeneutics Islamic Philosophy Ethics and Aestetics

ORGANIZATONAL EXPERIENCE

2011 – 2012 Association of Banyuanyar Alumnus Students Yogyakarta (FKMSB)

Non-Profit Organization

Yogyakarta

75

Position Head of discourses enhancement and discussion

Responsibility Responsible for monitoring intelectual progress and stimulating quality of

members in academical term..

2013 – 2014 Association of Islamic University Student (HMI)

Non-profit Organization

Commissariat Faculty of ushuluddin and Islamic Thought, UIN Sunan

kalijaga, Yogyakarta, Indonesia

Position Chief of Oreganisation

Responsibility Responsible for all of activities in commissariat

2015 – 2016 Association of Islamic University Student (HMI) Non-profit Organization Branch of Yogyakarta, Indonesia

Position Chief of Apparatus Organization’s Development

Responsibility Responsible for all Apparatus Organization Development under Branch of

Yogykarta HMI

2017 – present Majelis Dzikir Blok O Institute (BOI) Non-profit Organization

Religion and Education organisation in South Yogyakarta Java

Position

Volunteer