konsep dasar kestabilan lereng

31
Konsep nsep nsep nsep Dasar Dasar Dasar Dasar Analisis Analisis Analisis Analisis Kestabilan Kestabilan Kestabilan Kestabilan Lereng Lereng Lereng Lereng Saifuddin Arief [email protected] 1. Pendahuluan Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunan untuk membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai serta tambang terbuka. Beberapa contoh lereng buatan diperlihatkan dalam gambar- gambar berikut ini. Gambar 1. Bendungan tipe urukan

Upload: riyan-hidayat-arifin

Post on 03-Jan-2016

132 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

GEOTEK

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

KKKKoooonsep nsep nsep nsep Dasar Dasar Dasar Dasar AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis Kestabilan Kestabilan Kestabilan Kestabilan LerengLerengLerengLereng

Saifuddin Arief

[email protected]

1. Pendahuluan

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan

bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi atau

karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng

bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan

timbunan untuk membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai

serta tambang terbuka. Beberapa contoh lereng buatan diperlihatkan dalam gambar-

gambar berikut ini.

Gambar 1. Bendungan tipe urukan

Page 2: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 2

Gambar 2. Jalur kereta api

Gambar 3. Timbunan untuk jalan raya

Page 3: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 3

Gambar 4. Tambang terbuka

Suatu longsoran adalah keruntuhan dari material (tanah atau batuan) yang membentuk

lereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran

dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta dengan

ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.

Pemicu terjadinya longsoran dapat terjadi secara alamiah, seperti gempa bumi, atau

sebagai akibat dari aktivitas manusia, misalnya penggalian untuk pembuatan jalan

raya. Longsoran terjadi apabila gaya-gaya yang cenderung menyebabkan material

pada lereng untuk bergerak ke bawah, seperti gaya gravitasi, gaya yang diakibatkan

oleh tekanan air, pembebanan pada permukaan lereng, lebih besar dari pada

kemampunan material pada lereng untuk mencegah terjadinya longsoran.

Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisi

material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja

pada lereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai, analisis hanya dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga kegunaan dari hasil

analisis dapat dipertanyakan.

Page 4: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 4

Tujuan dari analisis kestabilan lereng antara lain adalah sebagai berikut:

� Membuat rancangan lereng yang aman dan ekonomis.

� Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.

� Memperkirakan kestabilan lereng selama konstruksi dilakukan dan untuk

jangka waktu yang panjang.

� Mempelajari kemungkinan terjadinya longsoran, baik pada lereng buatan

maupun lereng alamiah.

� Menganalisis penyebab terjadinya longsoran dan cara memperbaikinya.

� Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng.

Setelah gempa bumi, longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak

mengakibatkan kerugian materi maupun kematian. Kerugian yang dapat ditimbulkan

oleh suatu longsoran antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan,

jalur transportsi serta sarana komunikasi. Contoh dari dampak longsoran diberikan

pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Longsoran yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

Page 5: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 5

Gambar 6. Longsoran yang mengakibatkan terputusnya jalan raya.

2. Lereng Alami

Lereng alami yang telah berada dalam kondisi yang stabil selama puluhan atau bahkan

ratusan tahun dapat runtuh secara tiba-tiba sebagai akibat dari adanya perubahan

kondisi lingkungan, antara lain seperti perubahan bentuk topografi, kondisi air tanah,

adanya gempa bumi maupun pelapukan. Kadang-kadang keruntuhan tersebut juga

dapat disebabkan oleh adanya aktivitas konstruksi seperti pembuatan jalan raya, jalan

kereta api, saluran air dan bendungan.

Terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi dalam analisis kestabilan lereng alami

karena beberapa hal sebagai berikut:

� kesulitan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam analisis yang

memadai.

� tingginya tingkat ketidakpastian mengenai mekanisme longsoran yang

mungkin terjadi serta proses-proses penyebabnya.

Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dalam analisis kestabilan lereng alami

antara lain yaitu menentukan apakah longsoran yang mungkin terjadi merupakan

Page 6: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 6

longsoran yang pertama kali atau longsoran yang terjadi pada bidang geser yang sudah

ada serta kemungkinan terjadinya longsoran apabila dibuat suatu pekerjaan konstruksi

atau penggalian pada lereng.

3. Lereng Buatan

3.1 Timbunan

Analisis kestabilan lereng timbunan biasanya lebih mudah dilakukan dan mempunyai

ketidakpastian yang lebih rendah daripada analisis kestabilan lereng alami dan galian.

Hal ini disebabkan karena material yang digunakan untuk timbunan dapat dipilih dan

dikontrol dengan baik.

Untuk timbunan dari material yang takberkohesi, seperti kerikil, pasir atau lanau,

parameter yang mempengaruhi kestabilan timbunan yaitu: sudut gesek, berat satuan

tanah, tekanan air pori dan sudut kemiringan lereng. Longsoran yang terjadi pada

timbunan tipe ini biasanya merupakan gelinciran translasional atau gelinciran

rotasional yang dangkal. Tekanan air pori yang diakibatkan oleh rembesan akan

mengurangi kestabilan timbunan, sehingga seringkali dalam analisis diasumsikan

permukaan air tanah berada pada permukaan lereng dan rembesan sejajar dengan

permukaan lereng. Kondisi ini biasanya terjadi pada hujan yang sangat deras dan

lama.

Kestabilan lereng timbunan dari material yang berkohesi seperti lempung, pasir

berlempung, tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut: sudut gesek, kohesi,

berat jenis tanah, tekanan air pori dan geometri lereng. Longsoran yang biasanya

terjadi pada jenis timbunan ini adalah gelinciran yang dalam dengan permukaan yang

menyentuh bagian atas dari lapisan keras yang berada di bawah timbunan.

Untuk timbunan yang dibuat di atas material yang mempunyai kekuatan geser lemah,

selain kekuatan geser material timbunan maka juga harus dipertimbangkan kekuatan

Page 7: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 7

geser material pondasi. Timbunan dapat mengalami retakan-retakan tarik pada

permukaannya apabila terjadi penurunan pada material pondasi yang diakibatkan oleh

penambahan beban. Penurunan juga dapat menyebabkan keruntuhan sebagai akibat

dari ketidakcocokan tegangan-regangan diantara timbunan dengan pondasi di

bawahnya. Untuk menghindari hal ini dapat dibuat beberapa perkuatan pada timbunan

atau jika memungkinan dengan membuang material lunak pada pondasi.

Tabel 1. Kondisi Kestabilan Lereng Timbunan dan Galian

Kondisi Metode Analisis Pengujian Kekuatan geser

Kestabilan

jangka pendek

atau akhir

konstruksi

Tegangan total

Tekan takterkekang (Unconfined compression)

Triaksial takterkonsolidasi-takterdrainase

(Unconsolidated-Undrained, UU)

Triaksial terkonsolidasi-takterdrainase

(Consolidated-Undrained, CU) tanpa pengukuran

tekanan air pori

Kestabilan

jangka panjang Tegangan efektif

Geser langsung (Direct shear)

Triaksial terkonsolidasi terdrainase

(Cconsolidated-Drained ,CD)

Triaksial terkonsolidasi-takterdrainase

(Consolidated-Undrained, CU) dengan

pengukuran tekanan air pori

Penurunan muka

air tanah secara

mendadak

Tegangan total

Triaksial terkonsolidasi-takterdrainase

(Unconsolidated-Undrained, UU)

Triaksial terkonsolidasi-terdrainase (Consolidated-

Undrained, CU) tanpa pengukuran tekanan air

pori

Kestabilan timbunan harus ditentukan untuk beberapa kondisi sebagai berikut:

� Kestabilan jangka pendek atau akhir konstruksi

� Kestabilan jangka panjang

� Penurunan muka air tanah mendadak

Page 8: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 8

Metode analisis dan pengujian untuk menentukan parameter kekuatan geser dari

ketiga kondisi tersebut diberikan pada Tabel 1. Kestabilan lereng jangka pendek dapat

juga dianalisis dengan menggunakan konsep tegangan efektif jika lereng dapat

terdrainase dengan cepat.

Kestabilan timbunan akan berfluktuasi selama proses kontruksi dilakukan dan juga

setelah konstruksi selesai. Hal ini diakibatkan karena terdapat perubahan kekuatan

geser material pada timbunan yang disebabkan oleh perubahan tekanan air pori dan

perubahan beban yang bekerja pada timbunan. Ilustrasi dari kondisi kestabilan

timbunan di atas tanah lempung diberikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Kondisi kestabilan timbunan di atas tanah lempung

Kestabilan lereng timbunan akan berkurang apabila tinggi timbunan dinaikkan karena

lereng akan semakin tinggi sehingga beban pada pondasi juga bertambah. Sebagai

akibatnya maka kestabilan jangka pendek atau kestabilan pada akhir konstruksi

Page 9: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 9

timbunan biasanya merupakan kondisi kestabilan yang paling kritis dan lebih

menentukan daripada kestabilan jangka panjang. Setelah timbunan selesai dibuat

maka faktor keamanan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur timbunan

karena adanya konsolidasi pada timbunan dan berkurangnya tekanan air pori sehingga

kekuatan geser timbunan akan bertambah.

3.2 Galian

Tujuan dari rancangan lereng galian adalah untuk menentukan tinggi dan sudut

kemiringan lereng yang optimum sehingga lereng tetap stabil dalam jangka waktu

yang diinginkan. Nilai faktor keamanan yang dipersyaratkan dalam rancangan lereng

galian ditentukan oleh beberapa faktor antara lain yaitu rentang waktu dari

penggunaan galian, lereng permanen atau sementara, stabilisasi yang diperlukan dan

dampak yang ditimbulkan apabila terjadi longsoran. Parameter-parameter diperlukan

dalam analisis kestabilan lereng galian antara lain yaitu: geometri lereng, kekuatan

geser, berat satuan, dan tekanan air pori.

Galian dapat dibuat dengan sudut kemiringan tunggal atau menggunakan sudut

kemiringan yang bervariasi sesuai dengan tipe material yang digali. Misalnya untuk

lereng yang terdiri dari material tanah dan batuan, sudut kemiringan lereng pada

lapisan batuan dapat dibuat lebih terjal daripada sudut kemiringan lereng pada lapisan

tanah. Penggalian lereng juga dapat dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan

berm untuk setiap interval ketinggian. Apabila penggalian dilakukan secara berjenjang

maka harus dilakukan analisis untuk kestabilan lereng secara keseluruhan maupun

lereng tunggal pada setiap jenjang.

Bentuk longsoran yang terjadi pada galian dengan material yang homogen biasanya

berupa sebuah busur lingkaran. Untuk galian pada material yang tidak homogen

bentuk longsorannya akan dipengaruhi oleh distribusi kekuatan geser dalam lereng

dan biasanya bidang runtuhnya bukan berupa sebuah busur lingkaran.

Page 10: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 10

Kestabilan lereng galian juga harus ditentukan untuk beberapa kondisi sebagai

berikut:

� Kestabilan jangka pendek atau akhir konstruksi

� Kestabilan jangka panjang

� Penurunan muka air tanah mendadak

Metode analisis dan pengujian kekuatan geser untuk ketiga kondisi tersebut diberikan

pada Tabel 1. Kestabilan lereng jangka pendek dapat juga dianalisis dengan

menggunakan konsep tegangan efektif apabila air pada lereng dapat terdrainasi

dengan cepat.

Gambar 8. Kondisi kestabilan galian pada tanah lempung

Kestabilan jangka panjang dari lereng galian biasanya lebih menentukan dari pada

kestabilan jangka pendek atau pada saat akhir konstruksi. Hal ini karena setelah galian

selesai dibuat, tekanan air pori akan meningkat, tanah akan mengembang dan menjadi

lebih lemah sehingga kekuatan geser tanah berkurang dan kondisi kestabilan lereng

Page 11: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 11

juga berkurang. Apabila galian dibuat pada material yang mempunyai permeabilitas

yang tinggi maka kondisi kestabilan lereng pada saat akhir konstruksi dan kestabilan

untuk jangka panjang dianggap sama. Variasi kondisi kestabilan ini ditunjukkan pada

Gambar 8.

4. Tipe –Tipe Longsoran

Longsoran dapat diklasifikasikan menurut jenis pergerakan massa runtuh, tipe

material dan kecepatan longsoran. Berdasarkan pergerakan massa runtuhnya

longsoran dapat diklasifikasikan sebagai gelinciran (sliding), runtuhan (falling),

gulingan (toppling), aliran (flowing). Berdasarkan tipe materialnya, longsoran dapat

dibedakan menjadi dua yaitu longsoran batuan dan longsoran tanah.

Gelinciran (sliding) merupakan pergerakan massa ke arah bawah dan ke luar yang

disebabkan oleh tegangan geser yang bekerja pada permukaan runtuh melebihi

tahanan geser yang dimiliki oleh material pada permukaan runtuh. Dua tipe utama dari

longsoran tipe gelinciran yaitu rotasional dan translasional.

Gelinciran rotasional (rotational sliding) merupakan longsoran dengan bidang runtuh

yang cekung ke atas. Bentuk bidang runtuh tersebut seringkali dihampiri sebagai

busur lingkaran, gabungan dari busur lingkaran dengan bidang planar, atau gabungan

dari beberapa garis lurus. Longsoran dengan bidang runtuh berbentuk busur lingkaran

biasanya sering terjadi pada tanah yang homogen. Untuk tanah yang tidak homogen,

bentuk bidang runtuh yang paling mungkin terjadi adalah bidang runtuh yang bukan

busur lingkaran. Gelinciran rotasional juga dapat terjadi pada batuan yang telah

mengalami proses pelapukan dan alterasi yang kuat ataupun pada timbunan dari

batuan-batuan yang dihasilkan oleh kegiatan penambangan.

Gelinciran translational (translational sliding) yaitu gelinciran yang terjadi dengan

bidang runtuh yang berupa bidang planar. Gelinciran translasional antara lain dapat

terjadi pada lapisan tanah tipis yang berada di atas material yang sangat kokoh, seperti

Page 12: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 12

lereng timbunan dari material takberkohesi. Longsoran translasional juga dapat terjadi

pada lereng di mana terdapat bidang lemah yang mempunyai jurus yang sejajar

dengan permukaan lereng serta sudut kemiringan yang lebih besar dari pada sudut

gesek material.

Gambar 9. Sketsa longsoran tipe gelinciran rotasional

Gambar 10. Sketsa longsoran tipe gelinciran translasional

Runtuhan (fall) merupakan jatuhnya bongkahan batuan yang terlepas dari lereng yang

terjal. Bongkahan batuan tersebut dapat jatuh melayang di udara, memantul beberapa

kali pada permukaan bumi, mengelinding atau kombinasi dari beberapa bentuk

pergerakan tersebut. Massa batuan jatuh tersebut mempunyai energi kinetik dan

Page 13: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 13

kecepatan yang sangat tinggi. Keruntuhan tipe ini juga dapat didahului oleh tipe

keruntuhan lainnya seperti gelinciran dan gulingan.

Gambar 11. Sketsa longsoran tipe runtuhan

Gulingan (topple) adalah tergulingnya beberapa blok-blok batuan yang diakibatkan

oleh momen guling yang bekerja pada blok-blok batuan tersebut. Longsoran tipe ini

biasanya terjadi pada lereng-lereng terjal atau bahkan vertikal yang memiliki bidang

takmenerus yang hampir tegak lurus. Momen guling tersebut dihasilkan oleh berat

blok batuan dan juga dapat diakibatkan oleh gaya hidrostatik dari air yang mengisi

pada bidang takmenerus.

Gambar 12. Sketsa Longsoran Tipe Gulingan

Page 14: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 14

Pada longsoran tipe aliran (flow), material bergerak ke arah bawah lereng seperti suatu

cairan. Beberapa bentuk longsoran antara lain yaitu rayapan, aliran tanah, aliran

debris. Longsoran tipe gelinciran dapat berubah secara bertahap menjadi suatu aliran

apabila terjadi perubahan kadar air dan kecepatan selama pergerakan material.

Gambar 13. Sketsa Longsoran Tipe Aliran

Rayapan mempunyai kecepatan pergerakan yang sangat lambat, biasanya merupakan

pergerakan secara menerus ke bawah lereng dari batuan lepas yang menutupi batuan

dasar. Tanda-tanda terjadinya rayapan antara lain yaitu pohon yang melengkung dan

miring, tiang listrik yang miring serta jalan atau pagar yang bergeser dari posisi

awalnya.

Gambar 14. Sketsa Longsoran Tipe Rayapan

Page 15: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 15

Kadangkala tipe pergerakan massa runtuh merupakan kombinasi dua atau lebih dari

beberapa tipe longsoran seperti gelinciran dan jatuhan, gelinciran dan aliran. Tipe

pergerakan massa runtuh yang komplek terjadi karena adanya perubahan bentuk

pergerakan massa runtuh selama massa runtuh bergerak dan berpindah dari tempat

asalnya ke tempat lain yang lebih rendah.

Longsoran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kecepatan pergerakannya massa

runtuhnya, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Longsoran Menurut Kecepatan Pergerakan Massa Runtuh

(Varnes, 1978)

Page 16: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 16

5. Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Longsoran

Gaya-gaya yang bekerja pada lereng secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu gaya-gaya yang cenderung untuk menyebabkan material pada lereng untuk

bergerak ke bawah dan gaya-gaya yang menahan material pada lereng sehingga tidak

terjadi pergerakan atau longsoran.

Berdasarkan hal tersebut, Terzaghi (1950) membagi penyebab-penyebab terjadinya

longsoran menjadi dua kelompok yaitu:

1. Penyebab-penyebab eksternal yang menyebabkan naiknya gaya geser yang bekerja

sepanjang bidang runtuh, antara lain yaitu:

� Perubahan geometri lereng

� Penggalian pada kaki lereng

� Pembebanan pada puncak atau permukaan lereng bagian atas.

� Gaya vibrasi yang ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan.

� Penurunan muka air tanah secara mendadak

2. Penyebab-penyebab internal yang menyebabkan turunnya kekuatan geser material,

antara lain yaitu:

� Pelapukan

� Keruntuhan progressive

� Hilangnya sementasi material,

� Berubahnya struktur material

Akan tetapi menurut Varnes (1978) terdapat sejumlah penyebab internal maupun

eksternal yang dapat menyebabkan naiknya gaya geser sepanjang bidang runtuh

maupun menyebabkan turunnya kekuatan geser material, bahkan kedua hal tersebut

juga dapat dipengaruhi secara serentak.

Terdapatnya sejumlah tipe longsoran menunjukkan beragamnya kondisi yang dapat

menyebabkan lereng menjadi tidak stabil dan proses-proses yang memicu terjadinya

longsoran, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu kondisi

Page 17: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 17

material (tanah atau batuan), proses geomorphologi, perubahan sifat fisik dari

lingkungan dan proses yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Daftar singkat dari

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran diberikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar dari Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Longsoran

Page 18: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 18

Kondisi material bukan merupakan penyebab terjadinya longsoran melainkan kondisi

yang diperlukan agar longsoran dapat terjadi. Meskipun material pada lereng

mempunyai kekuatan geser yang cukup lemah, longsoran tidak akan terjadi apabila

tidak ada proses-proses pemicu longsoran yang bekerja. Proses-proses pemicu terjadi

longsoran dapat terjadi secara alami maupun oleh aktivitas manusia.

Terdapat beberapa faktor alami yang dapat memicu terjadinya longsoran antara lain

yaitu hujan lebat, erosi, pelapukan dan gempa bumi. Hujan dengan intensitas yang

cukup tinggi sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik, kekuatan geser

berkurang, berat massa gelinciran bertambah besar. Erosi pada lereng dapat

menyebabkan tergerusnya kaki lereng sehingga sudut kemiringan lereng bertambah

terjal atau erosi dapat merusak struktur penahan yang berada pada kaki lereng.

Pelapukan adalah suatu proses alami yang dapat merubah sifat kekuatan material

sehingga menjadi lebih lemah dan mudah runtuh. Proses pelapukan dapat terjadi

secara mekanik maupun kimiawi. Gempa bumi akan menyebabkan goncangan pada

tanah sehingga kekuatan material akan berkurang atau bahkan hilang serta akan

menambah resultan gaya geser yang bekerja pada lereng.

Aktivitas manusia yang memicu terjadinya longsoran pada umumnya berkaitan

dengan pekerjaan konstruksi dan kegiatan yang merubah sudut kemiringan lereng

serta kondisi air permukaan dan air tanah. Perubahan sudut kemiringan lereng antara

lain disebabkan oleh kegiatan pertanian, galian dan timbunan untuk konstruksi jalan

raya, konstruksi gedung, konstruksi jalan raya, serta operasi tambang terbuka. Apabila

aktivitas-aktivitas tersebut dikerjakan atau dirancang dengan sembarangan maka

longsoran dapat terjadi karena beban yang bekerja pada lereng melebihi tahanan geser

yang dimiliki oleh lereng. Perubahan pada saluran irigasi atau limpasan permukaan

dapat menyebabkan berubahnya kondisi drainase permukaan, tingkat erosi semakin

tinggi, ataupun dapat menaikkan permukaan air tanah. Kenaikan permukaan air tanah

dapat menyebabkan bertambahnya tekanan air pori dan berkurangnya kekuatan geser

sehingga dapat memicu longsoran.

Page 19: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 19

6. Pengaruh Beberapa Macam Faktor Terhadap Kondisi Kestabilan

Kestabilan suatu lereng akan bervariasi sepanjang waktu. Hal ini antara lain

disebabkan adanya musim hujan dan musim kering sehingga terdapat perubahan

musiman dari permukaan air tanah atau terjadi perubahan kekuatan geser material

yang diakibatkan oleh proses pelapukan. Penurunan kestabilan lereng dapat juga

terjadi secara drastis apabila terjadi perubahan yang tiba-tiba, seperti hujan lebat

dengan intensitas yang tinggi, erosi pada kaki lereng atau pembebanan pada

permukaan lereng. Ilustrasi yang menggambarkan adanya variasi atau perubahan

kondisi kestabilan diperlihatkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Variasi dari Faktor Keamanan Terhadap Waktu

Kondisi kestabilan lereng berdasarkan tahapan kondisi kestabilannya dapat dibagi

menjadi tiga tahap sebagai berikut:

� Sangat stabil, pada tahap ini lereng mempunyai tahanan yang cukup besar

untuk mengatasi gaya-gaya yang menyebabkan lereng menjadi tidak stabil.

� Cukup stabil, pada kondisi lereng lereng mempunyai kekuatan yang tahanan

yang sedikit lebih besar daripada gaya-gaya yang menyebabkan lereng

menjadi tidak stabil serta terdapat kemungkinan untuk terjadi keruntuhan

Page 20: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 20

lereng pada suatu waktu apabila gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya

longsoran mencapai suatu nilai tertentu.

� Tidak stabil, lereng dinyatakan berada dalam kondisi tidak apabila telah

terdapat pergerakan secara kontinu atau berselang-seling.

Pembagian ketiga tahapan kondisi kestabilan tersebut sangat berguna dalam

mempelajari penyebab-penyebab ketidakstabilan lereng dan membaginya menjadi dua

berdasarkan fungsinya yaitu:

� Faktor-faktor penyebab pendahuluan yaitu faktor-faktor yang dapat

menyebabkan lereng menjadi rentan terhadap longsoran sehingga merubah

kondisi kestabilan lereng dari sangat aman menjadi cukup aman.

� Faktor-faktor pemicu longsoran yaitu faktor-faktor yang memicu sehingga

terjadi pergerakan pada lereng atau lereng mengalami longsoran. Faktor

pemicu akan menurunkan kondisi kestabilan lereng dari cukup aman menjadi

tidak stabil.

7. Data-Data Untuk Analisis Kestabilan Lereng

Secara umum data yang diperlukan untuk analisis kestabilan lereng yaitu:

� Topografi

� Sifat geoteknis material

� Kondisi geologi

� Kondisi air tanah

� Pembebanan pada lereng

Topografi

Supaya penyelidikan lapangan dapat dilakukan dengan baik maka harus terdapat peta

yang cukup akurat yang menunjukkan letak dari lubang-lubang bor untuk

penyelidikan kondisi bawah permukaan, daerah pemetaan struktur geologi serta lokasi

dari penampang melintang yang dianalisis.

Page 21: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 21

Sifat material

Sifat material yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng yaitu parameter

kekuatan geser dan berat satuan material. Parameter kekuatan geser merupakan sifat

material terpenting karena faktor keamanan dinyatakan dalam bentuk perbandingan

kekuatan geser yang tersedia dan kekuatan geser yang diperlukan, sehingga penentuan

parameter kekuatan geser harus seakurat mungkin. Parameter kekuatan geser terdiri

dari komponen yaitu kohesi dan sudut geser. Untuk analisis lereng yang telah

mengalami longsoran harus diperhatikan tentang kekuatan geser sisa.

Berdasarkan kondisi pengujian di laboratorium atau di lapangan terdapat dua tipe

kekuatan geser material yaitu: kekuatan geser takterdrainase dan kekuatan geser

terdrainase. Kekuatan geser takterdrainase digunakan apabila analisis kestabilan

lereng dilakukan dengan pendekatan tegangan total, sedangkan kekuatan geser

terdrainase digunakan apabila analisis kestabilan lereng dilakukan dengan pendekatan

tegangan efektif.

Geologi

Beberapa kondisi geologi yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng, yaitu: tipe

mineral pembentuk material lereng, bidang-bidang diskontinuitas dan perlapisan,

tingkat intensitas pelapukan, kedalaman pelapukan, sejarah dari keruntuhan

sebelumnya dan keadaan tegangan di tempat.

Tipe longsoran yang mungkin terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi dari

bidang-bidang takmenerus pada daerah yang dipelajari. Berikut ini adalah sketsa dari

beberapa bentuk tipe longsoran dan kondisi bidang-bidang takmenerus yang

mempengaruhinya.

Page 22: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 22

Gambar 16. Pengaruh Kondisi Bidang-bidang takmenerus terhadap

Tipe-tipe Longsoran

Page 23: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 23

Biasanya data geologi yang tersedia jumlah terbatas sehingga dapat menghasilkan

beragam interpretasi. Oleh sebab itu kondisi geologi harus selalu diamati selama

pekerjaan konstruksi berlangsung dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya

perubahan rancangan lereng apabila kondisi geologi yang aktual ternyata berbeda

dengan kondisi geologi yang diasumsikan. Kondisi geologi yang diasumsikan dalam

perancangan harus ditampilkan dalam penampang melintang.

Air tanah

Kondisi air tanah merupakan salah satu parameter terpenting dalam analisis kestabilan

lereng, karena seringkali terjadi longsoran yang diakibatkan oleh kenaikan tegangan

air pori yang berlebih. Tekanan air pori tidak diperlukan apabila dilakukan analisis

kestabilan dengan tegangan total. Gaya hidrostatik pada permukaan lereng yang

diakibatkan oleh air yang menggenangi permukaan lereng juga harus dimasukkan

dalam perhitungan kestabilan lereng, karena gaya ini mempunyai efek perkuatan pada

lereng.

Pada umumnya keberadaan air akan mengurangi kondisi kestabilan lereng yang antara

lain karena menurunkan kekuatan geser material sebagai akibat naiknya tekanan air

pori, bertambahnya berat satuan material, timbulnya gaya-gaya rembesan yang

ditimbulkan oleh pergerakan air.

Untuk analisis kestabilan pada lereng yang mempunyai dampak tinggi terhadap

keselamatan manusia, perancang sebaiknya mempertimbangkan kondisi air tanah

yang terburuk. Selain faktor curah hujan yang sangat tinggi, kondisi air tanah yang

berbahaya terhadap kestabilan lereng juga dapat disebabkan oleh kebocoran saluran

irigasi, tersumbatnya sistem drainase serta retakan-retakan tarik yang terisi oleh tanah.

Pembebanan pada lereng

Data lain yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng yaitu gaya-gaya luar yang

bekerja pada permukaan lereng, seperti beban dinamik dari lalu-lintas, beban statik

dari bangunan atau timbuna di atas lereng, peledakan. Gaya-gaya luar ini harus

Page 24: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 24

dimasukkan dalam perhitungan karena mempunyai efek mengurangi kondisi

kestabilan lereng.

Geometri Lereng

Data geometri lereng yang diperlukan yaitu data mengenai sudut kemiringan dan

tinggi lereng. Geometri lereng alami dapat ditentukan dengan membuat penampang

vertikal berdasarkan peta topografi. Sedangkan untuk lereng buatan, geometri lereng

ditentukan dari desain lereng yang akan dibuat.

Dari semua data yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng, data mengenai

kekuatan geser dan kondisi air tanah merupakan data yang terpenting dan mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap keakuratan dan keterpercayaan hasil perhitungan

analisis kestabilan lereng. Sayangnya penentuan kedua data tersebut secara akurat dan

dapat mewakili kondisi yang sebenarnya di lapangan merupakan hal yang sulit untuk

dilakukan oleh sebab itu untuk kedua macam data tersebut seringkali digunakan

pendekatan yang konservatif.

8. Efek Tiga Dimensi

Pada umumnya kestabilan lereng dianggap sebagai persoalan dua dimensi dengan

mengasumsikan bahwa lereng berada dalam kondisi regangan bidang, sehingga

bidang gelinciran dianggap mempunyai lebar yang takterhingga. Sehingga asumsi

regangan bidang hanya sesuai untuk penampang yang terletak pada bagian tengah

bidang gelinciran. Untuk bagian-bagian sisi pinggir bidang gelinciran asumsi tersebut

tidak dapat dipenuhi.

Analisis tiga dimensi pada umumnya akan menghasilkan faktor keamanan yang relatif

lebih besar dibanding apabila analisis dilakukan dengan metode dua dimensi dengan

nilai perbedaan yang bervariasi dari 0% sampai 40 %. Hal ini disebabkan karena pada

analisis dua dimensi, pengaruh dari sisi-sisi pinggir bidang runtuh tidak dimasukkan

dalam perhitungan faktor keamanan.

Page 25: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 25

Berikut ini adalah contoh analisis tiga dimensi untuk longsoran dari timbunan limbah

di bukit Kettleman, California. Analisis dua dimensi dari berbagai penampang

melintang menghasilkan nilai faktor keamanan yang bervariasi dari 0.85 sampai 1.36,

sementara itu analisis tiga dimensi menghasilkan nilai faktor keamanan 1.06.

Gambar 17. Contoh Analisis Tiga Dimensi untuk Longsoran

Secara umum analisis kestabilan lereng menggunakan pendekatan dua dimensi cukup

memadai untuk perancangan lereng karena memberikan faktor keamanan yang

konservatif. Analisis kestabilan lereng dengan menggunakan pendekatan tiga dimensi

disarankan dipergunakan dalam analisis balik dari lereng yang mengalami longsoran.

Kekuatan geser yang diperoleh dari perhitungan analisis balik selanjutnya dapat

dipergunakan dalam perancangan perbaikan lereng yang runtuh maupun untuk

perancangan lereng baru pada daerah yang memiliki kondisi yang hampir sama.

Apabila efek tiga dimensi tidak dimasukkan dalam analisis balik maka dapat

mengakibatkan nilai kekuatan geser yang dihasilkan terlalu tinggi dari nilai yang

sebenarnya.

Analisis tiga dimensi juga sangat berguna dalam analisis kestabilan lereng yang

mempunyai topografi yang komplek, lereng dengan kondisi air tanah yang cukup

komplek, lereng dengan material yang memiliki kekuatan geser yang berbeda cukup

Page 26: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 26

berarti antara material pada bidang runtuh dan material diatasnya. Hal ini dikarenakan

analisis tiga dimensi dapat memasukkan adanya variasi spasial tersebut ke dalam

perhitungan faktor keamanan.

9. Analisis Balik

Longsoran merupakan hal yang sering terjadi dalam kegiatan operasional

penambangan maupun konstruksi sipil. Apabila hal tersebut terjadi maka seringkali

dilakukan analisis balik untuk memperkirakan kekuatan geser material pada saat

terjadinya longsoran. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil

pengujian kekuatan geser di laboratorium untuk mendapatkan parameter kekuatan

geser yang dapat dipercaya dapat perhitungan analisis kestabilan lereng selanjutnya.

Gambar 17 adalah contoh hasil perhitungan analisis balik.

Analisis balik dapat menjadi suatu alat yang sangat efektif dalam mengivestigasi

parameter kekuatan geser tanah atau batuan. Akan tetapi bagaimanapun juga harus

berhati-hati terhadap beberapa kesulitan tersembunyi dalam analisis balik yang

meliputi asumsi dasar yang menganggap massa tanah atau batuan adalah homogen,

perkiraan mengenai geometri lereng dan bidang gelinciran serta kondisi tekanan air

pori pada saat terjadinya longsoran. Pada umumnya semua hal tersebut jarang dapat

dicapai atau dipenuhi.

Page 27: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 27

Gambar 17. Analisis balik pada suatu longsoran di Folkestone Warren, U.K

Lokasi bidang runtuh biasanya hanya diketahui dibeberapa titik saja sehingga harus

dilakukan suatu interpolasi untuk mendapat suatu bidang runtuh. Pendekatan ini dapat

menimbulkan suatu kesalahan dalam perhitungan analisis balik. Apabila bidang

runtuh yang diperkirakan lebih dalam dari yang sebenarnya maka akan menghasilkan

nilai kohesi yang lebih tinggi dan nilai sudut gesek yang lebih rendah dan hasil yang

sebaliknya apabila perkiraan bidang runtuh lebih dangkal dari bidang runtuh yang

sebenarnya.

Page 28: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 28

Data-data mengenai tekanan air pori biasanya hanya sedikit dan tidak akurat bahkan

tekanan air pori pada saat terjadinya keruntuhan hampir selalu tidak diketahui.

Apabila tekanan air pori lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya maka akan

menghasilkan nilai parameter kuat geser yang lebih tinggi juga.

Daftar Pustaka

1. Abramson, L.W., Lee, T.S., Sharma, S., and Boyce, G.M., 1996. Slope Stability

and Stabilization Methods. John Wiley & Sons Inc.

2. Arellano, D., Stark, T.D. 2000. Importance of Three-Dimensional Slope Stability

Analyses in Practice. Slope Stability2000. Proceedings of Sessions of Geo-

Denver 2000. Geotechnical Special Publication No. 101. Hal. 18-31

3. Atkinson, L.E. 2000. The Role and Mitigation of Groundwater in Slope Stability,

dalam Slope Stability in Surface Mining (Hustrulid, W.A, McCarter, M.K, dan

Van Zyl, D.J.A, editor), hal. 89-96. SME, Colorado.

4. Bell R. & Glade T. (2004): Quantitative risk analysis for landslides - Examples

from Bíldudalur, NW-Iceland.- Natural Hazard and Earth System Science

4(1): 117-131

5. Bishop, A.W. 1955. The Use the Slip Circle in the Stability Analysis of Slopes.

Geotechnique, Vol. 5, No. 1, hal 7-17.

6. Bommer, J.J dan Rodriguez, C.E. 2002. Earthquake-induced Landslides in

Central America. Engineering Geology, Vol. 63, hal. 189-220.

7. Broadbent, C.D., dan Zavodni, Z.M. 1982. Influence of Rock Structure on

Stability, Stability in Surface Mining, Volume 3, (Brawner, C.O., editor), hal.

7-18, New York, SME.

8. Call, R.D., dan Savely, J.P. 1990. Open Pit Rock Mechanics, dalam Surface

Mining 2nd ed, (Kennedy, B.A.. editor). AIME.

9. Chandler, R. J. (1974). Lias Clay: The Long-Term Stability of Cutting

SlopesGeotechnique 24, No. 1,21-38.

10. Clayton C.R.I., Matthews M.C., Simons N.E. 1995. Site Investigation.Second

Edition. Blackwell Science, Oxford. 584 pp.

Page 29: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 29

11. Coggan, J.S., Stead, D. dan Eyre, J.M. 1998. Evaluation of Techniques for Quarry

Slope Stability Assessment. Trans. Instn Min. Metall. (Sect. B: Appl. earth

sci.) 107, hal B139-147. The Institution of Mining and Metallurgy.

12. Craig, R. F. 1995. Soil Mechanics 5th Ed.. Chapman & Hall, London.

13. Cruden, D.M., & Varnes, D.J. (1996), Landslide Types and Processes Ch.3 in

Landslides. Investigation and Mitigation”, Eds Turner, A.K. and Schuster,

R.L. Special Report 247, Transport Research Board, National Research

Council, Washington D.C.

14. Das, B.M. 1990. Principles of Geotechnical Engineering, 2nd Ed. PWS-KENT,

Boston.

15. Dinis da Gama, C., 1982. Back Analysis of Slope Failure in the Cercado Uranium

Mine, Stability in Surface Mining, Volume 3, (Brawner, C.O., editor), hal.

745-771, New York, SME.

16. Duncan, J.M., dan Buchignani, A.L. 1975. An Engineering Manual for Slope

Stability Studies, Department of Civil Engineering, Institute of Transportation

and Traffic Engineering, University of California, Berkeley.

17. Duncan, J.M, Stark, T.D. 1992. Soil Strength form Back Analysis of Slope

Failure. Stability and Performance of Slopes and Embankments – II, Vol. 2.

(Editor: Seed, R.B, Boulanger, R.W), ASCE. hal. 890-904.

18. Dunn, I.S., Anderson, L.R., dan Kiefer, F.W. 1980. Fundamentals of

Geotechnical Analysis. John Wiley & Sons, New York.

19. Fell, R., Hungr, O., Lerouil, S., Riemer, W. 2000. Keynote Lecture –

Geotechnical Engineering of The Stability of Natural Slopes, and Cuts and

Fills in Soil. GeoEng2000, An International Conference on Geotechnical &

Geological Engineering. 19-24 November 2000 Melbourne, Australia.

20. Franca, P. 1997. Analysts of Slope Stability Using Limit Equilibrium and

Numerical Methods With Case Examples From The Aguas Claras Mine,

Brazil. M.Sc Thesis, Department of Mining Engineering, Queen's University,

Kingston, ontario, Canada

21. Geotechnical Engineering office. 2000. Geotechnical Manual for Slopes 2nd

Edition. Civil Engineering Department. The Government of The Hong Kong

Page 30: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 30

Special Administrative Region, Fourth Reprint.

22. Giani, G. P., 1992. Rock Slope Stability Analysis, Balkema, Rotterdam.

23. Glade T. & Crozier M.J. (2005): The nature of landslide hazard and impact.- in:

Glade T., anderson M. & Crozier M. (Eds): Landslide hazard and risk.- Wiley,

Chichester 43-74.

24. Goodman, R.E., Introduction to Rock Mechanics, 2nd Ed, John Wiley & Sons,

New York, 1989.

25. Goodman, R.E, dan Kieffer D.S. Behavior of Rock in Slopes. Journal of

Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol. 126, No. 8, August

2000, hal.675-684.

26. Gostelow, T.P. 1991. Properties of Soils Relevant to Natural Slope Stability. in

Proceeding Environmental and Quality of Life: Natural Hazards and

Engineering Geology - Prevention and Control of Landslides and Other Mass

Movement (Editor: Almeida–Teixeira, M.E, dkk). Brussels, Commision of the

European Communities, 1991. hal. 37-51.

27. Gostelow, T.P. 1991. Rainfall and Landslides. in Proceeding Environmental and

Quality of Life: Natural Hazards and Engineering Geology - Prevention and

Control of Landslides and Other Mass Movement (Editor: Almeida–Teixeira,

M.E, dkk). Brussels, Commision of the European Communities, 1991. hal.

139-161.

28. Hoek, E., dan Bray, J.W. 1981. Rock Slope Engineering 3rd Ed., Institution of

Mining and Metallurgy, London.

29. Huang, Y. H. 1993. Stability Analysis of Earth Slopes. Van Nostrand Reinhold,

New York.

30. Hudson, J.A. 1989. Rock Mechanics in Engineering Practice, Butterworths,

London.

31. Irfan, T.Y. 1998. Structurally Controlled Landslides in Saprolitic Soils in

Hongkong. Geotechnical and Geological Engineering, Vol. 16, hal. 215-238.

Chapman & Hall.

32. Iverson, R.M. 2000. Landslide Triggering by Rain Infiltration. Water Resources

Research, Vo. 36, No. 7, hal. 1897-1910, July.

Page 31: Konsep Dasar Kestabilan Lereng

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 31

33. Kenney, T.C. 1984. Properties and Behaviour of Soil Relevant to Slope

Instability. Dalam Slope Instability (Editor: Brunsden, D. dan Prior, D.B),

hal.27-65.

34. Morgenstern, N.R., dan Price, V.E. 1965. The Analysis of the Stability of General

Slip Surfaces. Geotechnique, Vol. 15, hal. 79-93.

35. Popescu, M.E. 2002. Landslide Causal Factors and Landslide Remediatial

Options. Keynote Lecture, Proceedings 3rd International Conference on

Landslide, Slope Stability & Safety of Infra-Stuctures, Singapore, hal. 61-81.

36. Sjöberg, J. 1991. Analysis of Large Scale Rock Slopes. Department of Civil and

Mining Engineering, Division of Rock Mechanics. Luleå University of

Technology, Swedia.

37. Skempton, A.W. 1964. Fourth Rankine Lecture: Long term stability of clay

slopes. Geotechnique. Vol, 14, No.2, 77-101.

38. Sowers, G.F. 1979. Introductory Soil Mechanics and Foundations: Geotechnical

Engineering, 4thEd. MacMillan, New York.

39. Stark, T.D., Eid, H.T. 1998. Performance of Three-Dimensional Slope Stability

Methods in Practice. Journal Geotechnical and Geoenvironmental

Engineering. Vo. 124, No. 11, Hal. 1049-1060.

40. Sugalang, Siagian, Y.O.P. dan Nitihardjo, S. 2000. Landslide Disaster in

Indonesia. ITIT Project. Research on Landslide Assessment and Hazard

Mapping in Asia., Report of International Research and Development

Cooperation, hal. 5-10. http://staff.aist.go.jp/s.tsuchida/itit/f_report

41. Tsidzi, K.E.N. 1997. An Engineering Geological Approach to Road Cutting Slope

Design in Ghana. Geotechnical and Geological Engineering, Vol. 15, hal. 31-

45.