komitmen kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja · pdf filemanajemen keselamatan dan...

69
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 39 Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562 Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja (Studi pada Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan) Noer Rafikah Zulyanti *) *) Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) MPS KUD Tani Mulyo Lamongan, mengetahui kesesuaian kebijakan K3 dengan peraturan yang berlaku, dan mengetahui komitmen kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai upaya perlindungan tenaga kerja pada MPS KUD Tani Mulyo Lamongan.Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan sebagai obyek penelitian adalah Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan. Dengan menggunakan teknik purposive sampling peneliti mengumpulkan data dari key informan, dan teknik probability sampling dari 469 karyawan produksi sebagai sample penelitian. Untuk mengetahui komitmen kebijakan K3 di MPS KUD Tani Mulyo, peneliti meneliti 4 elemen, yaitu sumber daya, komunikasi dan kepedulian, pelatihan dan kompetensi, dan tugas dan wewenang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :(a) MPS KUD Tani mulyo telah berkomitmen dengan kebijakan K3 sesuai dengan Permenaker Nomor PER.05/MEN/1996. (b) Elemen sumber daya, dengan telah menepatkan organisasi K3 (P2K3) pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan, yaitu dengan diketuai oleh direktur utama secara langsung, menyediakan sumberdaya manusia, sarana dan anggaran/dana yang diperlukan di bidang K3. (c) Elemen komunikasi dan kepedulian, MPS KUD Tani Mulyo hendaknya perlu memperhatikan motivasi karyawan dalam berperilaku sehingga tujuan akhir proses komunikasi dapat tercapai yaitu berperilaku aman dan dengan menerepakan sistem hadiah dan hukuman dalam penerapan K3. (d) Elemen pelatihan dan kompetensi, MPS KUD Tani Mulyo melaksanakan pelatihan secara internal dan eksternal untuk meningkatkan kompetensi personel dalam bidang K3. (e) Elemen tugas dan wewenang MPS KUD Tani Mulyo telah menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang jelas. (f) MPS KUD Tani berhasil dalam komitmennya untuk melindungi karyawannya dengan keberhasilan penerapan kebijakan K3, hal ini dapat dibuktikan dengan selalu diraihnya penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2011. Kata kunci : kebijakan K3, komitmen, perlindungan tenaga kerja Pengantar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat penting bukan saja untuk mengendalikan risiko kecelakaan kerja, terlebih-lebih jika dikaitkan dengan kondisi perekonomian, yang mana jika terjadi kecelakaan kerja akan dapat mengakibatkan kerugian material/asset pada perusahaan maupun nasional. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Ksehatan Kerja merupakan salah satu untuk menjamin konsistensi dan efektivitas perusahaan dalam mengendalikan sumber bahaya dan dapat meminimalkan risiko, mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta memaksimalkan efisiensi perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dilaksanakan dengan konsisten dan berkesinambungan, kejadian yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan kerugian dapat dicegah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan kewajiban pengusaha melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang dihadapi. Dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja itu sendiri juga mengacu pada Permenaker RI Nomor : Per.05/MEN/1996 pasal 3 ayat 1 dan 2 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang menyatakan bahwa ―Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemran lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)‖ . Menurut data terakhir, pada tahun 2006 terjadi 95.624 kasus kecelakaan kerja, sedangkan pada tahun 2007 terjadi 65.474 kasus kecelakaan kerja. Pada tahun 2008, kasus kecelakaan kerja di Indonesia ditargetkan menurun hingga 50%. Dengan semakin menurunnya angka kecelakaan kerja, diharapkan dapat membantu berkembangnya dunia usaha, investasi dan memacu peningkatan produktivitas nasional (Depnakertrans : 2011). Berkaitan dengan pelaksaan SMK3 , Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia memberikan apresiasi yaitu dengan dianugrahkannya penghargaan kepada 254 perusahaan yang berhasil menerapkan SMK3 berdasarkan evaluasi hasil audit dari Lembaga Audit. Jumlah ini meningkat 6,7% dibanding tahun 2011 yang sebanyak 238 perusahaan (Depnakertrans : 2011). MPS Tani Mulyo adalah mitra dari PT.Hanjaya Mandala Sampoerna yang khusus untuk memproduksi rokok lintingan tangan alias sigaret

Upload: hadang

Post on 01-Feb-2018

317 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 39

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagai Upaya

Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja (Studi pada Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan)

Noer Rafikah Zulyanti *)

*)Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) MPS

KUD Tani Mulyo Lamongan, mengetahui kesesuaian kebijakan K3 dengan peraturan yang berlaku, dan mengetahui

komitmen kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai upaya perlindungan tenaga kerja pada MPS KUD

Tani Mulyo Lamongan.Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan sebagai obyek penelitian

adalah Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan. Dengan menggunakan teknik purposive sampling

peneliti mengumpulkan data dari key informan, dan teknik probability sampling dari 469 karyawan produksi sebagai

sample penelitian. Untuk mengetahui komitmen kebijakan K3 di MPS KUD Tani Mulyo, peneliti meneliti 4 elemen,

yaitu sumber daya, komunikasi dan kepedulian, pelatihan dan kompetensi, dan tugas dan wewenang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :(a) MPS KUD Tani mulyo telah berkomitmen dengan kebijakan K3

sesuai dengan Permenaker Nomor PER.05/MEN/1996. (b) Elemen sumber daya, dengan telah menepatkan organisasi

K3 (P2K3) pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan, yaitu dengan diketuai oleh direktur utama

secara langsung, menyediakan sumberdaya manusia, sarana dan anggaran/dana yang diperlukan di bidang K3. (c)

Elemen komunikasi dan kepedulian, MPS KUD Tani Mulyo hendaknya perlu memperhatikan motivasi karyawan

dalam berperilaku sehingga tujuan akhir proses komunikasi dapat tercapai yaitu berperilaku aman dan dengan

menerepakan sistem hadiah dan hukuman dalam penerapan K3. (d) Elemen pelatihan dan kompetensi, MPS KUD

Tani Mulyo melaksanakan pelatihan secara internal dan eksternal untuk meningkatkan kompetensi personel dalam

bidang K3. (e) Elemen tugas dan wewenang MPS KUD Tani Mulyo telah menetapkan personel yang mempunyai

tanggung jawab dan wewenang yang jelas. (f) MPS KUD Tani berhasil dalam komitmennya untuk melindungi

karyawannya dengan keberhasilan penerapan kebijakan K3, hal ini dapat dibuktikan dengan selalu diraihnya

penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2011.

Kata kunci : kebijakan K3, komitmen, perlindungan tenaga kerja

Pengantar

Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja sangat penting bukan saja untuk

mengendalikan risiko kecelakaan kerja, terlebih-lebih

jika dikaitkan dengan kondisi perekonomian, yang

mana jika terjadi kecelakaan kerja akan dapat

mengakibatkan kerugian material/asset pada

perusahaan maupun nasional. Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Ksehatan Kerja

merupakan salah satu untuk menjamin konsistensi dan

efektivitas perusahaan dalam mengendalikan sumber

bahaya dan dapat meminimalkan risiko, mencegah

kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta

memaksimalkan efisiensi perusahaan yang pada

akhirnya dapat meningkatkan daya saing perusahaan.

Melalui penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dilaksanakan

dengan konsisten dan berkesinambungan, kejadian

yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan

kerugian dapat dicegah. Hal ini sesuai dengan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, yang menyatakan kewajiban

pengusaha melindungi tenaga kerja dari potensi

bahaya yang dihadapi.

Dalam pelaksanaan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja itu sendiri juga

mengacu pada Permenaker RI Nomor :

Per.05/MEN/1996 pasal 3 ayat 1 dan 2 tentang Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang

menyatakan bahwa ―Setiap perusahaan yang

memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang

atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang

ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan

produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja

seperti peledakan, kebakaran, pencemran lingkungan

dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3)‖ .

Menurut data terakhir, pada tahun 2006

terjadi 95.624 kasus kecelakaan kerja, sedangkan pada

tahun 2007 terjadi 65.474 kasus kecelakaan kerja.

Pada tahun 2008, kasus kecelakaan kerja di Indonesia

ditargetkan menurun hingga 50%. Dengan semakin

menurunnya angka kecelakaan kerja, diharapkan dapat

membantu berkembangnya dunia usaha, investasi dan

memacu peningkatan produktivitas nasional

(Depnakertrans : 2011).

Berkaitan dengan pelaksaan SMK3 ,

Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia memberikan apresiasi yaitu dengan

dianugrahkannya penghargaan kepada 254 perusahaan

yang berhasil menerapkan SMK3 berdasarkan

evaluasi hasil audit dari Lembaga Audit. Jumlah ini

meningkat 6,7% dibanding tahun 2011 yang sebanyak

238 perusahaan (Depnakertrans : 2011).

MPS Tani Mulyo adalah mitra dari

PT.Hanjaya Mandala Sampoerna yang khusus untuk

memproduksi rokok lintingan tangan alias sigaret

Page 2: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 40

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

kretek tangan (SKT) yang sampai saat ini memiliki

jumlah tenaga kerja mencapai 1500 orang. Yang mana

sekitar 1300 orang diantara pekerja berpendidikan SD,

SMP, dan SLTA, berhubungan dengan produksi

langsung.

Pengelolaan yang tentu saja tidak mudah bagi

perusahaan. Sehubungan dengan tingkat keselamatan

dan kesehatan kerja MPS Tani Mulyo menerapkan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

sebagai bentuk komitmen manajemen perusahaan

untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang

aman bagi pekerja.

Komitmen perusahaan adalah elemen inti

keberhasilan dari Sistem Manajemen Keselamtan dan

Kesehatan Kerja (SMK3), selain beberapa elemen

yang merupakan rangkaian proses yang terintegrasi

dengan sistem manajemen lain yang ada dalam

perusahaan bagi terpenuhinya ekspektasi performansi

SMK3 yaitu menjamin tersedianya lingkungan kerja

yang aman dan sehat bagi seluruh tenaga kerja.

Kajian Empiris

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara optimal

dilakukan oleh perusahaan saat akan dilakukan audit

saja dan setelah dilakukan audit penerapan SMK3

mengalami kemunduran yang cukup berarti, bahkan

rekomendasi upaya perbaikan yang disarankan tim

audit diabaikan. Dari hasil penelitian dijelaskan pula

bahwa penerapan SMK3 yang lebih baik akan dapat

meningkatkan produktifitas, begitu pula sebaliknya

(Edi Subroto,2002). Sementara Soerono (2005),

menyatakan bahwa penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk dalam

kategori cukup. Hal ini didukung dengan data yang

menyatakan bahwa jumlah kecelakaan dan penyakit

akibat kerja selam 3 tahun terakhir mengalami

penurunan. Dita Artaningtiyas (2007) menyatakan

dalam penelitiannya bahwa permasalahan promotif

adalah perilaku/kebiasaan karyawan yang tidak biasa

makan pagi, istirahat teratur, dan terbatasnya

pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3), terutama pada karyawan yang tidak

mempunyai dasar pendidikan kesehatan. Masalah

preventif adalah perlindungan terhadap bahaya-bahaya

fisik, kimia, biologi, dan zat-zat berbahaya di tempat

kerja. Masalah penerapan ergonomi adalah karyawan

yang bekerja belum sesuai dengan protap (prosedur

tetap) dan adanya ruangan alat yang mempercepat

kelelahannya. Masalah kuratif adalah belum adanya

prosedur tetap untuk pelayanan kesehatan tenaga

honorer. Sedangkan untuk permasalahan yang

menyangkut K3 yang pertama adalah komitmen dan

kebijakan adalah sosialisasi dan tidak adanya

dukungan dana khusus untuk K3. Masalah

pelaksanaan SMK3 adalah sosialisasi protap yang

belum menyeluruh dan petugas K3 yang belum

memiliki keahlian khusus. Masalah pengukuran dan

evaluasi pada SMK3 adalah belum ada standart

operasional prosedur (SOP) untuk evaluasi K3.

Sementara Zaman Tarigan (2008) menyatakan

program-program Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah diterapkan di

pabrik kelapa sawit Tanjung Harapan Medan seperti

rekruitmen, pendidikan, dan pelatihan dan penggunaan

alat pelindung diri. Sedangkan jumlah tenaga kerja

yang menggunakan alat pelindung diri antara lain

helm dipakai sekitar 89,48% pekerja yang seharusnya

menggunakan, sepatu boot dipakai 63,34% pekerja,

sarung tangan dipakai 72,73% pekerja, penutup

telinga dipakai 62,50% pekerja, penutup mulut dipakai

77,78% pekerja, pelindung dada dipakai 53,34%

pekerja yang seharusnya menggunakan. Perlu

disarankan pengawasan yang baik yaitu dengan

pengecekan dan penggunaan alat pelindung diri,

perawatan berkala, dan penyuluhan dari manajemen

pabrik dengan mengadakan pelatihan Ahli

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Kajian Teoritis

Administrasi

Istilah Administrasi berasal dari kata latin ad

dan ministrare yang artinya membantu, melayani, dan

atau mematuhi. Dalam bahasa Inggris dikenal istilah

administration, sedangkandalam bahasa Belanda

dikenal istilah administratie yang artinya setiap

penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis

dan pencatatannya secara tertulis dengan maksud

untuk memperoleh suatu ikhtisar mengenai

keterangan-keterangan itu dalam keseluruhannya dan

dalam hubungannya satu sama lain (Joko Widodo MS,

2003). Administrasi adalah usaha dan kegiatan yang

berkenaan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan

untuk mencapai tujuan (Kamus Terbaru Bahasa

Indonesia : 2008). Sedangkan menurut Dr. Sondang P.

Siagian (1996) yang dikutip oleh Joko Widodo,

administrasi dapat didefinisikan sebagai keseluruhan

proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang

didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pengertian

lain yang diberikan oleh Herbert A. Simon dalam Joko

Widodo (2003 : 2) menyatakan sebagai berikut, in its

broadest sense, administrationcan be difined as the

activities of group cooperating to accomplish common

goals. Dalam pengertian yang luas, administrasi dapat

dirumuskan sebagai kegiatan dari kelompok orang-

orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan

bersama. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat

ditarik kesimpulan pada dasarnya administrasi adalah :

merupakan suatu proses kerja sama yang dilakukan

oleh sekelompok orang dalam rangka mencapai tujuan

tertentu.

Administrasi Negara

Menurut John M. Pfiffner and Robert V. Presthus

yang dikutip Adi Supardi (2009), mengemukakan:

Administrsi Negara adalah pelaksanaan kebijaksanaan

Negara yang telah digariskan oleh badan-badan politik

yang representative (Public Adminiration involve the

implementation of public wich has been outlined by

representative political bodies). Sedangkan menurut

Leonard D. White dalam bukunya yang berjudul

“Introduction tot the study of public Administration”

yang dikutip Adi Supardi (2009) mengemukakan :

Adminitrasi Negara terdiri atas semua/seluruh

Page 3: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 41

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

aktivitas/kegiatan yang bertujuan pemenuhan atau

pelaksanaan kebijaksanaan Negara (public

administration concists of all these operation having

for their purpose the fulfillment or enforcement of

public policy).

Administrasi Niaga

Pengertian administrasi Niaga menurut Prof. Dr..s.

prajudi Admosudidjo (1982) adalah suatu pengertian

yang mencakup dua pengertian menjadi satu, yaitu :

Administrsi Niaga adalah adminitrasi dari pada suatu

organisasi niaga secara keseluruhan, bilamana

organisasi niaga tersebut merupakan perusahaan,

maka administrasi niaga tersebut dijalankan oleh

Direksi dari pada perusahaan. Administrasi Niaga

adalah administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-

tujuan yang bersifat kewiraniagaan (business

objective), dalam pengertian ini, administrasi niaga

tersebut dijalnkan oleh setiap manager dalam suatu

organisasi niaga. Dari uraian tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa Administrsi Niaga adalah proses

kerjasama dari kelompok orang untuk mencapai

keuntungan / laba yang sebesar-besarnya.

Perbedaan Administrasi Negara dan Administrasi

Niaga

Menurut Sondang P. Siagian (1996),

membedakan administrasi Negara (publik) dan

adminstrasi niaga (bisnis) dilihat dari beberapa faktor /

aspek antara lain sebagai berikut :

(a) Tujuan. Administrasi Negara berusaha

meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat (welfare

state). Sedangkan administrasi bisnis berusaha

meningkatkan kegiatan / usaha melalui akumulasi

modal, investasi, dan lain sebagainya.(b) Motif.

Administrasi Negara berorientasi pada public services,

yang efisien, efektif, dan ekonomis. Sedangkan

administrasi bisnis berorientasi pada profit making

yang setinggi-tingginya. (c) Sifat layanan.

Administrasi Negara berorientasi pada seluruh lapisan

masyarakat, sedangkan administrasi bisnis pada

sebagian masyarakat yang mampu membayar layanan.

(d) Wilayah Yuridiksi. Administrasi Negara batas

wilayah yuridiksi sama dengan batas-batas wilayah

kekuasaan Negara, sedangkan administrasi bisnis

batas wilayah kekuasaan tidak jelas. (e) Kekuasaan.

Kekuasaan administrasi Negara berasal dari rakyat

melalui lembaga-lembaga perwakilan, sedangkan

administrasi bisnis ditentukan oleh modal , skill, yang

dimilikinya. (f) Orientasi Politik. Idealnya

administrasi Negara (birokrasi) netral, karena

berfungsi sebagai abdi semua golongan/lapisan

masyarakat. Sedangkan administrasi bisnis cenderung

memihak pada pemegang kekuasaan. (g) Cara Kerja.

Administrasi Negara cenderung lebih lamban, karena

kurang adanya kompetisi dan terlalu legalitas,

sedangkan administrasi bisnis cenderung lebih cepat

dan efisien.

Kebijakan Publik dan Kebijakan Bisnis

Kebijakan publik menurut Dye (1992), adalah

apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan

atau tidak dikerjakan (public policy is whatever

governments choose to do or not to do). Anderson

dalam Islamy (1997) mengartikan kebijakan publik

sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan

tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku

atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah

tertentu. Sedangkan kebijakan bisnis merupakan studi

tentang fungsi dan tanggung jawab pimpinan

perusahaan dalam menghadapi problema yang

mempengaruhi karakter dan keberhasilan perusahaan

secara keseluruhan. Kebijakan bisnis juga dapat

didefinisikan sebagai ketetapan atau keputusan

manajemen untuk mencapai tujuan masa depan

perusahaan yang merupakan pedoman dalam

melakukan aktivitas bisnis.

Proses Pembuatan Kebijakan

Menurut William N. Dunn (2003:43) proses

pembuatan kebijakan dapat divisualisasikan dalam

lima tahap, yaitu : penyusunan agenda, formulasi

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,

dan penilaian kebijakan. (a) Penyusunan agenda. Pada

tahap ini pembuat kebijakan melakukan perumusan

masalah, yaitu menemukan asumsi-asumsi yang

tersembunyi, penyebab-penyebabnya, memetakan

tujuan-tujuan yang memungkinkan memadukan

pandangan-pandangan yang bertentangan, dan

merancang peluang-peluang kebijakan baru.(b)

Formulasi kebijakan. Peramalan merupakan kegiatan

yang dilakukan pada tahap ini. Dengan peramalan

akan dapat menguji masa depan yang plausible,

potensial, dan secara normative bernilai, mengestimasi

akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan,

mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi

dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan

politik dari berbagai pilihan.(c) Adopsi kebijakan.

Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakna tentang manfaat atau biaya dari

berbagai alternative yang akibatnya di masa

mendatang telah diestimasi melalui peramalan. Ini

membantu para pengambil kebijakan pada tahap

adopsi kebijakan.(d) Implementasi kebijakan. Pada

tahap implementasi kebijakan, pengambil kebijakan

melakukan pemantauan atas kebijakan yang telah ada

sebelumnya. Pemantauan membantu menilai tingkat

kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak

diinginkan dari akibat kebijakan atau program,

mengidentifikasi hambatan dan rintangan

implementasi, dan menemukanletak pihak-pihak yang

bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan.(e)

Penilaian. Penilaian dilakukan untuk mengevaluasi

tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang

diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.

Implementasi Kebijakan

Donald S. Van Mater dan Carl E. Horn dalam The

Policy Implementations Process, Administration and

Society yang dikutip oleh Joko Widodo, menguraikan

batasan implementasi sebagai : ―Policy

implementation encompasses those action by public

and private individuals (or groups) that are directed

at the achievement of objevctives set forth in prior

Page 4: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 42

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

policy decisions. This includes both one time efforts to

transform decisions into operational terms, as well as

continuing efforts to achieves the large and small

changes mandated by policy decisions”.

Implementasi kebijakan menekankan pada

suatu tindakan-tindakan, baik yang dilakuakan oleh

pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok),

swasta, yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan

kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini, pada

suatu saat berusaha untuk mentransformasikan

keputusan menjadi pola operasional, serta melanjutkan

usaha tersebut untuk mencapai perubahan baik yang

besar maupun kecil yang diamanatkan oleh keputusan

kebijakan tertentu.

Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Permasalahan yang melatarbelakangi sehingga

ditetapkannya kebijakan K3 oleh

perusahaan(Disnakertrans: 2012) adalah : (a)

Kebutuhan terhadap pentingnya K3 bagi perusahaan

belum menjadi prioritas. (b) Keterlibatan pimpinan

perusahaan terhadap K3 pada umumnya masih kurang.

(c) Penerapan K3 pada umumnya masih pada

perusahaan-perusahaan yang berpotensi bahaya tinggi

seperti pada sector migas, petrokimia, dan pada

perusahaan asing. (d) Keterbatasan pegawai pengawas

keselamatan dan kesehatan kerka di Kabupaten/Kota

baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan

kendala pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah.

(e) Penegakan hokum terhadap pelanggaran

norma/peraturan perundangan di bidang

ketenagakerjaan masih belum optimal.

Kebijakan K3 merupakan perwujudan dari

komitmen pucuk pimpinan yang mamuat visi dan

tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk

melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja,

kerangka dan program kerja (Soehatman Ramli, 2010

: 71).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Berdasarkan pendapat Leon C. Megginson

(1981:364) dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2005)

menyatakan bahwa istilah keselamatan mencakup

kedua istilah risiko keselamatan dan risiko kesehatan.

Dalam bidang ketenagakerjaan, kedua istilah risiko

tersebut dibedakan. Keselamatan kerja menunjukkan

kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,

kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Risiko

keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan

kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan

aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah

tulang, kerugian lat tubuh, penglihatan, dan

pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan

perlengkapan perusahaan atau lingkungan fiisik dan

mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan

pemeliharaan dan latuhan.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3)

Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari

sistem manajmen secara keseluruhan meliputi struktur

organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan

prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan

bagi pengembangan penerapan, pencapaian,

pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan

dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif

(Peraturan Perundangan dan Pedoman Teknis SMK3:

2011).

Saat ini terdapat berbagai bentuk sistem

manajemen K3 yang dikembangkan oleh berbagai

lembagai dan institusi di dalam dan di luar negeri

antara lain :(a) Sistem Manjemen Five Star dari

British Safety Council, UK. Dikembangkan oleh

lembaga K3 di Inggris sekitar tahun 1970, Lembaga

ini memberi penghargaan kepada perusahaan yang

berprestasi berbentuk pedang keselamatan (Sword of

Honour). (b) British Standart BS 8800 Guide to

Occuptional Health and Safety Management System.

Merupakan standar tentang SMK3 yang diberlakukan

di Inggris dan negara lainnya. (c) International Safety

Rating System (ISRS) dari ILCI/DNV. Sistem ini

memberi peringkat kinerja K3 suatu perusahaan

melaui audit dan sistem skoring atau nilai.Process

Safety Management, OHSA Standard CFR 29

1910.119. Merupakan SMK3 yang dirancang khusus

untuk industri proses beresiko tinggi seperti

perminyakan dan petrokimia. (d) Sistem Manajmen

K3 dari Depnaker RI. Sistem ini telah banyak

dikembangkan oloeh perusahaan di Indonesia dan

kinerjanya akan diaudit oleh Sucofindo. (e) American

Petroleum Instutute : API9100A: Model

Environmental Health and Safety (EHS) Management

System. Lembaga ini mengeluarkan pedoman tentang

sistem manajmen keselamatan kerja dan lingkungan.

(f) American Petroleum Institute:API RP750,

Management of Process Hazards. (g) ILO-OSH 2001

: Guideline on OHS Management System. Lembaga

perburuhan dunia ini juga mengembangkan pedoman

SMK3 yang banyak digunakan ssebagai acuan oleh

berbagai negara dan perusahaan. (f) E&P Forum :

Guidelines for development and Aplicatin of HSE

Management System.

Penerapan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja

Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor PER.05/MEN/1996 tentang Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) setiap perusahaan atau tempat kerja wajib

melaksanakan SMK3, yang mana merupakan suatu

sistem yang diterapkan guna mencegah dan

mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Untuk mengusahakan agar tenaga kerja maupun orang

lain yang berada di tempat kerja serta sumber

produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam

keadaan aman dan sehat. Maka penerapan SMK3

berdasarkan pedoman penerapannya meliputi :(1)

Komitmen dan kebijakan pimpinan perusahaan, (2)

Perencanaan, (3) Penerapan , (4) Pengukuran dan

evaluasi, (5) Tinjauan ulang dan peningkatan oleh

pihak manajemen.

Page 5: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 43

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Perlindungan Tenaga Kerja

Setiap tenaga kerja berhak mendapat

perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,

pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai

dengan martabat manusia dan moral agama. Sesuai

dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 86, ―Setiap

pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas‖ :

(a) Keselamatan dan kesehatan kerja; (b) Moral dan

kesusilaan; dan (c) Perlakuan yang sesuai dengan

harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Kecelakan mempengaruhi produktivitas

perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh

Soehatman Ramli (2010 : 15), bahwa di dalam proses

produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar utama

yaitu Kuantitas (Quantity), Kualitas (Quality), dan

Keselamatan (Safety) seperti yang tergambar pada

segitiga produktivitas. Seperti dipaparkan pada

gambar 1 berikut :

Gambar 1. Segitiga Produktivitas dan K3

Komitmen Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Sebagai Upaya Perlindungan Tenaga Kerja

Komitmen ibarat energi yang menggerakkan

roda kebijakan K3 organisasi. Dalam peraturan

Menteri Tenaga Kerja yang tertuang dalam

PER.05/MEN/1996 mensyaratkan agar manajmen

menunjukkan komitmennya terhadap pelaksanaan

SMK3 dengan menetapkan kebijakan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3).

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan

komitmen sebagai suatukeadaan dimana seorang

individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan

keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya

dalam organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson

dalam Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen

organisasional sebagai derajad dimana karyawan

percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi

dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan

organisasinya.

Komitmen kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja pada MPS KUD Tani Mulyo

ditunjukkan melalui keberhasilan penerapan kebijakan

K3. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil empat

elemen penentu keberhasilan penerapan kebijakan K3

yaitu sumber daya, komunikasi dan kesadaran,

pelatihan dan pengembangan, dan tugas dan

wewenang.

Metodologi

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif dan sebagai obyek penelitian adalah Mitra

Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan.

Dengan menggunakan teknik purposive sampling

peneliti mengumpulkan data dari key informan, dan

teknik probability sampling dari 469 karyawan

produksi sebagai sample penelitian. Untuk mengetahui

komitmen kebijakan K3 di MPS KUD Tani Mulyo,

peneliti meneliti 4 elemen, yaitu sumber daya,

komunikasi dan kepedulian, pelatihan dan kompetensi,

dan tugas dan wewenang

Hasil Penelitian dan Pembahasan

MPS KUD Tani Mulyo Lamongan telah

mengintegrasikan Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3). Kebijakan K3 ini

merupakan komitmen perusahaan menyangkut

masalah kualitas keselamatan dan kesehatan dalam

menjalankan proses dan aktivitas bisnis. Kebijakan ini

memberikan kerangka kerja bagi operasi bisnis

perusahaan yang harus dipahami oleh karyawan MPS

Lamongan dan semua orang yang berkepentingan

(kontraktor, subkontraktor, karyawan ). Kebijakan K3

MPS Lamongan dituangkan dalam bahasa yang

mudah dipahami dan diletakkan di lokasi area kerja

yang mudah dijangkau oleh umum.

Hasil observasi menunjukkan bahwa, di beberapa

area kerja seperti area produksi, bengkel,

Laboratorium Quality Control (QC), ruangan

manajemen, pos security, bahkan di kantin-kantin

tempat karyawan beristirahatpun terpasang kebijakan

K3. Hal ini bertujuan selain mudah dijangkau oleh

umum, juga untuk mengembangkan program K3

secara menyeluruh dan terintegrasi dalam rangka

pencegahan dan mitigasi potensi terjadinya kerugian

terhadap seseorang.

Sejarah perkembangan kebijakan K3 pada MPS

Lamongan tidaklah semulus pencapaian produktivitas

selama perusahaan berdiri. Seperti diketahui sejak

tahun 2010-2012, MPS KUD Tani Mulyo

mendapatkan penghargaan dengan kategori Platinum

sebagai penghargaan atas pencapaian produktifitas

“Excellence in Everything” . Pada saat observasi

penelitian, temuan data periode th 2009 – 2011,

peneliti mendapatkan kebijakan K3 yang

ditandatangani oleh Martin G. King, President

Director PT HM Sampoerna, pada 15 Nopember

2008. Yang berbunyi sebagai berikut : ―Adalah

Kebijakan Perusahaan, sebagai salah satu unit bisnis

Philip Morris International, untuk mencapai misi

memberikan sensasi merokok terbaik bagi perokok

dewasa, hari ini dan masa yang akan datang.

Perusahaan berkomitmen untuk menyediakan

tempat kerja yang sehat dan aman, mencegah

kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta mencegah

polusi lingkungan. Hal ini merupakan tanggung jawab

bersama antara perusahaan dan karyawan, dimana

keberhasilan dari kebijakan ini sepenuhnya terletak

pada keterlibatan dari semua karyawan dengan cara

menjalankan kebiasaan kerja yang terbaik dalam

bidang kualitas lingkungan, kesehatan, dan

keselamatan kerja

produktivitas

kuantitas

keselam

atan

kualitas

Page 6: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 44

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Hasil wawancara yang dilakukan dengan

sekretaris P2K3, ibu Zunifa, MPS KUD Tani Mulyo

Lamongan, menerangkan bahwa, di th 2008 hingga th

2011 Kebijkan K3 ada, namun tidak tercatat,

terorganisir, dan implementasinya belum secara

efektif dilakukan. Terlebih komitmennya terhadap

keesuaian dengan undang-undang, peraturan, dan

ketentuan lain yang berlaku. Perusahaan cukup

berkomitmen dengan 5R saja yaitu : Ringkas, Rapi,

Resik, Rawat, Rajin. Kendala yang dihadapi pada saat

itu adalah sumber daya manusia yang masih belum

berkompeten dalam bidang K3, berikut anggaran yang

harus disiapkan oleh perusahaan untuk K3 sangatlah

besar. Namun demikian, perusahaan tetap

menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja bagi karyawan dan orang lain di

tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat,

sehingga tiga elemen produktivitas, yaitu kualitas,

kuantitas, dan keselamatan bisa terwujud. Hal ini

dapat dibuktikan, pada tahun 2004 - 2005 perusahaan

mendapatkan sertifikat Kecelakaan Nihil dan pada

tahun 2007 - 2012 perusahaan kembali mendapatkan

sertifikat Zero Accident, untuk performansinya dengan

kategori nol terhadap kecelakaan akibat kerja.

Pada tahun 2010, kebijakan K3 mulai ditinjau

kembali keberadaannya oleh manajemen perusahaan,

dengan membuat SOP (Standard Operational

Procedure),dan Instruksi Kerja pada setiap level

pekerjaan. Efektivitas Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sebagai sarana

untuk pelaksanaan suatu kebijakan, MPS Lamongan

berkomitmen untuk meningkatkan performansi

operasi secara efektif dan kontinyu sesuai strategi dan

tujuan perusahaan, undang-undang, dan peraturan

pemerintah, serta persyaratan lainnya.

Pada tahun 2012, tepatnya tgl 1 Februari 2012

telah ditetapkan Kebijakan K3 MPS KUD Tani Mulyo

yang ditandatangani oleh Direktur Utama, Ir.H. Djoko

Wahyudi. Berikut adalah isi kebijakan K3 MPS KUD

Tani Mulyo Lamongan: ―Kebijakan Lingkungan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja MPS KUD Tani

Mulyo Lamongan adalah kebijakan perusahaan untuk

menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat bagi

karyawan, kontraktor, pengunjung, dan masyarakat

sekitar guna :‖(a) Mencegah dan mengurangi

kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja serta

polusi lingkungan. (b) Menjamin agar setiap sumber

produksi dapat dipakai secara aman dan efisien. (c)

Menjamin agar setiap proses produksi dapat berjalan

lancar.

Komitmen terhadap peraturan perundangan

yang dilakukan oleh MPS KUD Tani Mulyo

Lamongan adalah minimal setiap awal tahun

mengupgrade data peraturan perundangan pada

Disnaker Kabupaten Lamongan. Selain itu, dari pihak

Disnaker juga secara insidental melakukan kunjungan

ke perusahaan untuk memberitahukan adanya

peraturan perundangan K3 yang baru.

Kegiatan sosialisasi juga dilaksanakan dalam

rangka program perlindungan tenaga kerja dan

pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan.

Seperti yang baru-baru dilaksanakan pada bulan Juli

2012 Disnaker Kabupaten Lamongan melaksanakan

sosialisasi SMK3 yang bekerja sama dengan PT. Abdi

Karya Abadi Surabaya. Yang mana setiap perusahaan

yang berada di area Lamongan-Gresik –Surabaya

yang memiliki kewajiban menerapkan SMK3 menjadi

pesertanya, termasuk MPS KUD Tani Mulyo

Lamongan.

Up date yang dilakukan oleh sekretaris P2K3

tertera dalam Daftar Peraturan Perundangan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang mana dalam

daftar tersebut dicantumkan apakah perubahan

perundangan telah diimplementasikan (compliance =

C) atau belum diimplementasikan (non compliance =

NC). Contoh untuk topik yang berkaitan dengan K3

umum yakni penerapan pasal 13 UU no 1 tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja, ― barang siapa akan

memasuki sesuatu tempat kerja diwajibkan mentaati

semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-

alat pelindung diri yang diwajibkan.‖ Peraturan

tersebut sudah berstatus ―C‖, evaluasi dilakukan oleh

Ibu Zunifa (ahli K3 Umum), dan diterbitkan pada per

tanggal 20 Januari 2012.

Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) adalah pola penerapan

kebijakan K3 MPS KUD Tani Mulyo yang merupakan

bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan

perusahaan. Kelemahan sistem manajemen

mempunyai peranan yang sangat besar sebagai

penyebab kecelakaan, karena sistem manjemenlah

yang mengatur unsur-unsur produksi. Sehingga dapat

dikatakan bahwa kecelakaan merupakan manifestasi

adanya kesalahan manajemen yang menjadi penyebab

masalah dalam proses produksi.

Keberhasilan penerapan kebijakan K3 berarti

pula pencapaian tujuan perusahaan. Seperti diketahui

bahwa kegiatan MPS KUD Tani Mulyo adalah

produksi dengan sistem padat karya, yang berarti

sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para

pekerja produksi yang memiliki peran utama dalam

menghasilkan produk unggul dan kompetitif , maka

tenaga kerja dikelola sedemikian rupa yang

dituangkan dalam suatu bentuk peraturan bersama

yang baik benar, dan proporsional bagi kedua belah

pihak yaitu Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara

perusahaan dan karyawan. Indikator keberhasilan

komitmen perusahaan terhadap penerapan kebijakan

K3 adalah bahwa sejak tahun 2003 – 2011 perusahaan

mendapatkan sertifikat Zero Accident yaitu

penghargaan atas pencapaian kecelakaan nihil, oleh

perusahaan selama satu tahun. Untuk tahun 2012,

kecelakaan yang tercatat sebagian besar tergolong first

aid, artinya karyawan tidak sampai kehilangan hari

kerja mereka. Ada beberapa kecelakaan yang

mengakibatkan sampai kehilangan hari kerja, namun

tipe kecelakaannya adalah lalu lintas pada saat

karyawan pulang atau berangkat kerja. Berikut

rekapitulasi data laporan kecelakaan periode Januari –

September 2012.

Page 7: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 45

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Tabel 1.

REKAPITULASI DATA KECELAKAAN

PERIODE JANUARI – SEPTEMBER 2012

MPS KUD TANI MULYO LAMONGAN

No Bulan Sumber Kecelakaan Jumlah

1 Januari 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

7

3

2 Februari 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

4

1

3 Maret 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

5

3

4 April 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

4

3

5 Mei 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

5

3

6 Juni 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

3

4

7 Juli 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

4

0

8 Agustus 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

3

0

9 September 1.Pisau Push Cutter

2.Sepeda Motor

1

2

Sumber : Poliklinik MPS KUD Tani Mulyo

Lamongan

Sedangkan dalam proses produksi, setiap

sumber/bahan produksi dapat dipakai secara aman dan

efisien, serta dapat berjalan dengan lancar. Hal ini

terbukti sejak diselenggarakannya program

penghargaan untuk produktivitas oleh PT. HM.

Sampoerna, pada tahun 2010 sampai dengan 2012

MPS KUD Tani Mulyo mereaih penghargaan dalam

kategori ―Excellence in Everything‖

Simpulan

Dari penjelasan sebelumnya dapat

disimpulkan penelitian mengenai komitmen kebijakan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada MPS KUD

Tani Mulyo yakni :

1. MPS KUD Tani Mulyo memiliki kebijakan K3

yang mulai diimplemetasikan secara efektif dan

terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan

sejak tanggal 12 Februari 2012.

2. Penerapan kebijakan K3 secara umum telah sesuai

dengan Permenaker Nomor PER.05/MEN/1996,

yaitu menerapkan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja demi

tercapainya tujuan kebijakan K3.

3. Dalam penelitian ini ada empat elemen yang

menentukan keberhasilan dalam penerapan

kebijakan K3 sebagai komitmen MPS KUD Tani

Mulyo atas kebijakan K3 sebagai upaya

perlindungan karywan adalah sumber daya,

komunikasi dan kepedulian , pelatihan dan

kompetensi , tugas dan wewenang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa :

a. Sebagai komitmennya atas ketersediaan sumber

daya, MPS KUD Tani Mulyo telah menempatkan

organisasi K3 yaitu P2K3 pada posisi yang dapat

menentukan keputusan perusahaan dan sebagai

ujung tombak pelaksanaan K3 di perusahaan, Ahli

K3 yang bersertifikasi sebagai lead auditor dalam

audit internal, regu balakar dan tim evakuasi yang

berpartisipasi aktif menjalankan tugas sesuai

dengan prosedur. Mesin dan sarana yang

digunakan telah bersertifikasi untuk kelayakan

penggunannya. MPS KUD Tani Mulyo juga

memberikan dukungan berupa penyediaan dana

guna terealisasinya program kerja tahunan K3.

b. Pada elemen komunikasi, ada 3 indikator yaitu

penyampaian pesan/informasi K3, bertindak jika

terjadi kondisi darurat, dan memastikan karyawan

bekerja dengan benar dan aman, sedangkan untuk

elemen kepedulian ada 2 indikator yaitu, peran

pengawas dan peran rekan kerja. Pada indikator

penyampaian pesan/informasi mengenai tujuan

kebijakan dan beberapa istilah K3 menunjukkan,

lebih dari 50% karyawan bagian giling (GL) dan

push cutter (PC) menyatakan tidak paham hal ini

berbanding lurus dengan peran pengawas, hasil

analisis menunjukkan lebih dari 50% karyawan GL

dan PC menyatakan pengawas mereka tidak

pernah menyampaikan informasi mengenai adanya

kebijakan K3. Sebaliknya pada bagian pack dan

bandrol, lebih dari 50% karyawan paham dengan

tujuan adanya kebijakan K3 yang berbanding lurus

dengan peran pengawas yang menunjukkan lebih

60% karyawan menyatakan pengawas mereka

sering menyampaikan informasi tujuan adanya

kebijakan K3. Hal ini dikarenakan jumlah

karyawan GL dan PC yang jauh lebih banyak

daripada bagian pack dan bandrol serta tingkat

kesulitan pekerjaan dan intensitas pekerjaan bagian

GL dan PC lebih tinggi dari pada bagian pack dan

bandrol.

Untuk Indikator bertindak jika terjadi

kondisi bahaya dan memastikan karyawan bekerja

dengan benar dan aman menunjukkan lebih dari

55% karyawan bagian GL dan PC menyatakan

paham pada indikator bertindak jika terjadi kondisi

darurat, dan 80% lebih karyawan bagian pack dan

bandrol menyatakan paham untuk bekerja dengan

benar dan aman. Hal ini sejalan dengan peran

pengawas (bagian GL, PC, pack, dan bandrol)

yang menunjukkan rata-rata lebih dari 70%

karyawan menyatakan pengawas sering

memberikan informasi tentang tindakan yang

harus diambil pada saat kondisi darurat dan untuk

memastikan bekerja dengan benar dan aman.

Dengan demikian MPS KUD Tani Mulyo telah

berhasil dalam mengembangkan perilaku aman

sebagi bentuk kesadaran karyawan terhadap

keselamatan dan kesehatan kerja, yang secara tidak

langsung MPS KUD Tani Mulyo telah berhasil

mengkomunikasikan tujuan kebijakan K3.

c. Elemen pelatihan dan kompetensi mengantarkan

karyawan MPS KUD Tani Mulyo kearah sumber

daya manusia yang berkompeten dalam bidang K3.

MPS KUD Tani Mulyo berkomitmen untuk

menyediakan sumber daya yang berkompeten

dalam rangka mencapai tujuan penerapan

kebijakan K3. Hal ini dubuktikan, perusahaan

melaksanakan pelatihan untuk mengembangkan

SDM nya dalam bidang K3 baik secara internal

yang dilakukan oleh perusahaan sendiri maupun

Page 8: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 46

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

secara eksternal dari PT. HM Sampoerna atau

dengan instansi terkait dan lembaga yang

berkompeten.

d. Komitmen atas tugas dan wewenang yaitu dengan

menempatkan personel yang memepunyai

tanggung jawab dan wewenang yang jelas dalam

penanganan keselamatan dan kesehatan kerja,

dibuktikan dengan selama pelaksanaan simulasi

keadaan darurat, setiap petugas yang terdiri dari

tim balakar dan tim evakuasi bekerja sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan.

e. MPS KUD Tani berhasil dalam komitmennya

untuk melindungi karyawannya baik dari

kecelakaan maupun penyakit akibat kerja dengan

keberhasilan penerapan kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja (K3), hal ini dapat dibuktikan

dengan selalu diraihnya penghargaan zero

accident (kecelakaan nihil) sejak tahun 2003

sampai dengan tahun 2011.

Daftar Pustaka

Admosudirdjo, S. Prajudi, Dr., Prof., 1982,

Administrasi dan Managemen Umum. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Bird, E, Frank, 1989, Commitmen. Georgio: Institute

Publishing Loganville.

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Lamongan, 4 Juli 2012, Sosialisasi

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Keraj (SMK3).

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Lamongan, 7 Juli 2012, Sosialisasi

SMK3 : Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Dalam Rangka Terwujudnya Budaya K3 di

Jawa Timur.

Dunn, N, William, 2003, Pengantar Analisis

Kebijakan Publik, Edisi kedua. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Dye, Thomas R., 1992, Understanding Public Policy.

Englewood Clifts, New Jersey USA : Prince

Hall.

Edwards III, C, George, 1980, Implementing Publick

Policy. United State of America (USA) :

Congressional Quarterly Press.

Irfan, Islamy, 1997, Prinsip-prinsip Perumusan

Kebijaksanaan Negara, Cetakan kedelapan.

Jakarta : Bumi Aksara.

Ismail, Nawawi, M.Si., M.P.A., Dr., Prof., H., 2009,

Perilaku Administrasi : Kajian, Teoritik, dan

Pengantar Praktik. Surabaya : ITS Press.

Judge dan Robins SP, 2007, Perilaku Organisasi.

Jakarta : Salmenba Empat.

Kementrian Tenega Kerja dan Transmigrasi RI

Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan, 2011, Peraturan Perundangan

dan Pedoman Teknis Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Kementrian Tenega Kerja dan Transmigrasi RI

Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan Direktorat Pengawasan Norma

K3, 2012, Peraturan Pemerintah RI Nomor 50

Tahun 2012.

Leopold, John (edited), 2002, Human Resources in

Organisations. England : Ashford Colour Press.

Ltd.

Mangkunegara, Prabu, A.A. Anwar, M.si., Psi., Drs.,

2005, Manajemen Sumber Daya Perusahaan.

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Muyo

Lamongan, 2010, Manual Sistem Manajemen

Lingkungan dan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

Nazir, Mohammad, Ph.D., 2009, Metode Penelitian.

Bogor : Ghalia Indonesia.

Ramli, Soehatman, 2010, Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja : OHSAS

18001. Jakarta : Dian Rakyat.

Rosyidi, Suherman, M.Com., Drs., Ec., Pengantar

Teori Ekonomi. Surabaya : Duta Jasa.

Siagian, P, Sondang, 1996, Bunga Rampai

Manajemen Modern. Jakarta : PT. Gunung

Agung.

Simanjuntak, Payaman J, 1985, Pengantar Ekonomi

Sumber Daya Manusia. Jakarta : LPFE UI.

Sopiah, 2008, Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Andi.

Suma‘mur, P.K, M.Sc., Dr., 1987, Keselamatan Kerja

dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : PT.

Saksama.

Suma‘mur, P.K, M.Sc., Dr., 1988, Hiegene

Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PT.

Saksama.

Sugiyono, Dr., Prof., 2011, Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Supardi, Adi, Perbedaan Administrasi Negara dan

Niaga, URL : http://adisupardi.blogspot.com, 23

Juli 2009.

Syartini, Titi, 2010, Laporan Penelitian : Penerapan

Sisitem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) Dalam Upaya Pencegahan

Kecelakaan Kerja di PT. Indofood CBP Sukses

Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Usman, Hardius dan Nachrowi, D, Nachrowi, 2006,

Pendekatan Popoler dan Praktis : Ekonometrika

Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta :

LPFE UI.

Widodo, Joko, MS., Dr., 2003, Bunga Rampai : Teori,

Konsep, dan Issue Strategik kontemporer

Administrasi Publik (Diktat Kuliah). Program

Studi Magister Administrasi (MA) Universitas

17 Agustus 1945 Surabaya.

Page 9: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 47

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Efektivitas Pelatihan Dalam Meningkatkan Kompetensi Tutor Tutorial Tatap Muka

Pada Universitas Terbuka (Kasus: Tutor Pada Universitas Terbuka

Di Provinsi Aceh)

Malta*)

*)

Dosen pada FMIPA Universitas Terbuka dpk. UPBJJ-UT Banda Aceh

[email protected]

ABSTRAK

Melalui pelatihan diharapkan kompetensi tutor dapat meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, pengembangan sistem

pelatihan yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kompetensi tutor. Rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Sejaumanakah tingkat efektivitas pelatihan tutor tutorial tatap muka pada

Universitas Terbuka di Provinsi Aceh? (2) Sejauhmanakah tingkat kompetensi tutor tutorial tatap muka pada

Universitas Terbuka di Provinsi Aceh? (3) Sejauhmanakah hubungan antara pelatihan dengan tingkat kompetensi tutor

tutorial tatap muka pada Universitas Terbuka di Provinsi Aceh? Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Desember

2010 pada Universitas Terbuka di Provinsi Aceh. Populasi penelitian adalah semua tutor tutorial tatap muka Universitas

Terbuka di provinsi Aceh tahun 2009 yang telah mendapatkan pelatihan, yaitu sebanyak 237 orang. Sampel penelitian

dipilih dari tutor pada daerah yang paling banyak terdapat tutor, yaitu Aceh Timur sebanyak 66 orang dan Aceh Tengah

sebanyak 13 orang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasional. Untuk menguji hipotesis

yang telah dirumuskan digunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tingkat

efektivitas pelatihan tutor tutorial tatap muka pada Universitas Terbuka di Provinsi Aceh termasuk kategori rendah; (2)

tingkat kompetensi tutor termasuk kategori rendah; (3) Aspek-aspek pelatihan yang harus diperhatikan dalam upaya

meningkatkan kompetensi tutor adalah kesesuaian materi dengan kebutuhan tutor, strategi penyampaian oleh instruktur,

interaksi dengan peserta, dan penggunaan media.

Kata Kunci: efektivitas, pelatihan, kompetensi, dan tutor

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan Tinggi Terbuka dan Jarak Jauh

(PTTJJ) mempunyai karakteristik yang unik, yang

membedakannya dari perguruan tinggi tatap muka.

Perbedaan tersebut menyangkut berbagai aspek, satu di

antaranya adalah dalam sistem pembelajaran. Jika

perguruan tinggi tatap muka lebih menekankan

pembelajaran dalam bentuk tatap muka, maka sesuai

dengan hakikatnya, PTTJJ melakukan pembelajaran

dengan jarak jauh. Sistem pembelajaran jarak jauh

didukung oleh berbagai komponen, salah satu

diantaranya tutorial.

Tutorial merupakan salah satu komponen

penting dalam penyelenggaraan PTTJJ. Mahasiswa

yang belajar dengan sistem jarak jauh dituntut untuk

mampu mandiri dalam menyelesaikan segala masalah

belajar yang dihadapinya. Bahan-bahan tercetak berupa

modul serta surat-surat melalui media massa

merupakan teman akrab yang setia mendampingi

mahasiswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Namun, para mahasiswa ini tidak jarang menghadapi

kesepian dan kejenuhan, rasa terisolasi dan rasa

kesendirian yang kadang-kadang menurunkan

semangat belajar dan akhirnya mengarah kepada drop

out. Hasil berbagai penelitian yang berkaitan dengan

tingginya angka drop-out mengungkapkan bahwa

mahasiswa yang belajar dengan sistem jarak jauh

umumnya menghadapi dua jenis masalah, yaitu (1)

masalah yang berkaitan dengan pencapaian dan

pemerolehan kemampuan dan (2) masalah yang

berkaitan dengan motivasi belajar (Flinck & Flinck,

1990). Untuk mengatasi masalah ini PTTJJ

mengembangkan sarana komunikasi/interaksi dua arah,

yaitu antara mahasiswa dengan tutor/pengurus.

Interaksi/komunikasi tersebut pada umumnya

diwujudkan dalam bentuk tutorial.

Peran tutor sangat penting dalam pelaksanaan

tutorial. Pendidikan Tinggi Terbuka dan Jarak Jauh

(PTTJJ) harus memiliki tenaga akademik dengan

kualifikasi dan kuantitas yang memadai untuk

mengembangkan dan mengelola program tutorial.

Kualifikasi dan kemampuan tutor perlu terus

ditingkatkan, sehingga setiap tutor mampu

menjalankan fungsinya secara optimal.

Salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi

tutor adalah dengan mengadakan pelatihan bagi tutor.

Melalui pelatihan dapat ditingkatkan kompetensi dari

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Universitas

Terbuka di Provinsi Aceh telah melaksanakan

pelatihan dengan maksud meningkatkan kompetensi

tutor dalam mengembangkan dan mengelola program

tutorial; tetapi dalam kenyataannya kompetensi tutor

masih rendah (Mariana dkk, 2009).

Oleh karena itu perlu diupayakan

pengembangan sistem pelatihan dalam upaya

meningkatkan kompetensi tutor dalam

mengembangkan dan mengelola program tutorial.

Upaya-upaya dalam mengembangkan sistem pelatihan

tutor dapat dilakukan terlebih dahulu dengan

mengetahui sejauhmana tingkat efektivitas pelatihan

tutor yang pernah dilakukan dan mengkaji apa saja

aspek-aspek pelatihan yang berhubungan dengan

tingkat kompetensi tutor.

Seberapa efektif pelatihan dalam meningkatkan

kompetensi tutor dan apa saja aspek-aspek dalam

Page 10: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 48

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

pelatihan yang berhubungan dengan tingkat

kompetensi tutor menjadi masalah menarik untuk

diteliti dan menjadi alasan penelitian ini.

Bertitik tolak dari latar belakang yang

dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: (1) Sejaumanakah tingkat

efektivitas pelatihan tutor tutorial tatap muka pada

Universitas Terbuka di Provinsi Aceh?

(2) Sejauhmanakah tingkat kompetensi tutor tutorial

tatap muka pada Universitas Terbuka di Provinsi

Aceh? (3) Sejauhmanakah hubungan antara pelatihan

dengan tingkat kompetensi tutor tutorial tatap muka

pada Universitas Terbuka di Provinsi Aceh?

Berdasarkan rumusan masalah; tujuan penelitian

adalah: (1) Mengetahui tingkat efektivitas pelatihan

tutor tutorial tatap muka pada Universitas Terbuka di

Provinsi Aceh. (2) Mengetahui tingkat kompetensi

tutor tutorial tatap muka pada Universitas Terbuka di

Provinsi Aceh. (3) Mengetahui hubungan antara

pelatihan dengan tingkat kompetensi tutor tutorial tatap

muka pada Universitas Terbuka di Provinsi Aceh.

Tinjauan Pustaka

Efektivitas

Menurut Danfur (2009) efektivitas adalah suatu

ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai; semakin

besar presentase target yang dicapai, makin tinggi

efektivitasnya. Suatu program/kerja disebut efektif jika

pencapaian target output seharusnya > output realisasi,

yang diukur dengan cara membandingkan output

seharusnya dengan output realisasi.

Arifin (2009) mendefinisikan efektivitas adalah

melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk

jangka waktu yang panjang. Efektivitas adalah sebagai

ukuran suksesnya organisasi, sebagai kemampuan

organisasi untuk mencapai segala keperluannya,

organisasi harus mampu menyusun dan

mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai

tujuan.

Berdasarkan pengertian-pengertian efektivitas

tersebut, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah

suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai,

yang dijalankan dengan prosedur yang benar dengan

mengoptimalkan sumber daya yang ada, serta target

tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

Pelatihan

Menurut Nitisemito (Kristina, 2009) pelatihan

adalah suatu kegiatan dari organisasi yang bermaksud

untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap,

tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan dari para

anggota organisasi yang sesuai dengan keinginan

organisasi yang bersangkutan. Menurut Simamora

(Kristina, 2009) pelatihan adalah proses sistematik

pengubahan perilaku para karyawan dalam suatu arah

guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional.

Menurut Armstrong (Kristina, 2009) training is

a planned process to modify attitude, knowledge or

skill behavior through learning experience to achieve

effective peformance in an activity or of activities.

Pelatihan, dengan demikian, merupakan suatu usaha

untuk meningkatkan tanggung jawab mencapai tujuan

organisasi. Pelatihan merupakan proses keterampilan

kerja timbal balik yang bersifat membantu, oleh karena

itu dalam pelatihan seharusnya diciptakan di suatu

lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh

atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian,

pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan

dengan pekerjaan, sehingga dapat mendorong mereka

untuk dapat bekerja lebih baik supaya dihasilkan output

yang diharapkan.

Berdasarkan pendapat diatas mengenai tujuan

pelatihan maka dapat disimpulkan bahwa adanya

pelatihan diharapkan dapat mengembangkan karyawan

sesuai dengan kompetensinya, dapat menggunakan

keahliannya sesuai dengan perubahan teknologi,

karyawan akan lebih berorientasi pada pengembangan

organisasi, meningkatkan kinerja karyawan dan untuk

pengembangan karir, sehingga adanya pelatihan

diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan pribadi

setiap karyawan.

Kompetensi

Syah (2002) menyatakan bahwa pengertian

dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan

atau kecakapan. Istilah kompetensi diartikan sebagai

―kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu

tugas‖ atau sebagai ―memiliki keterampilan yang

disyaratkan‖. Kata kompetensi dipilih untuk

menunjukkan tekanan pada ―kemampuan

mendemonstrasikan pengetahuan‖ (Suparno, 2001).

National Council of State Boards of Nursing

Inc., (Shellabear, 2002) menyatakan bahwa kompetensi

adalah penerapan dari pengetahuan yang bersifat

interpersonal, pembuatan keputusan dan keterampilan

(psychomotor skills) yang diharapkan dalam

menjalankan suatu peran.

Kompetensi dapat diterjemahkan sebagai

penerapan dari pengetahuan, kemampuan, dan

karakteristik individu yang akan menghasilkan kinerja

yang menonjol (Stone dan Beiber, 1997).

Menurut Spencer dan Spencer (1993),

kompetensi merupakan karakteristik mendasar

seseorang, yang menentukan terhadap hasil kerja yang

terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang

ditentukan dalam suatu pekerjaan atau suatu situasi

tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja

(hasil kerja) seseorang dalam situasi dan peran yang

beragam. Tingkat kompetensi seseorang, dengan

demikian dapat digunakan untuk memprediksi bahwa

seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya

dengan baik atau tidak. Kompetensi juga menentukan

cara-cara seseorang dalam berperilaku atau berpikir,

menyesuaikan dalam berbagai situasi, dan bertahan

lama dalam jangka panjang.

Kompetensi dalam penelitian ini adalah

kemampuan tutor dalam melaksanakan kegiatan

tutorial sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Tutorial

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997)

mendefinisikan tutorial sebagai:(1) pembimbingan

kelas oleh seorang pengajar (tutor) untuk seorang

mahasiswa atau sekelompok kecil mahasiswa, atau (2)

pengajaran tambahan melalui tutor. Sedangkan tutor

didefinisikan sebagai (1) orang yang memberi pelajaran

Page 11: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 49

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

kepada seseorang atau sejumlah kecil siswa ( di rumah,

bukan di sekolah), atau (2) dosen yang membimbing

sejumlah mahasiswa di pelajarannya.

Bertitik tolak dari definisi tersebut, dilihat dari

aktivitasnya, tutorial berarti mengajar orang lain atau

memberikan bantuan belajar kepada seseorang.

Bantuan belajar tersebut dapat diberikan oleh orang

yang lebih tua atau yang sebaya. Kegiatan tutorial

melibatkan orang yang mengajar/memberi bantuan

yang disebut tutor dan orang yang belajar atau yang

diberi bantuan belajar (tutee). Terdapat bahan/sumber

belajar di antara tutor dan tutee, yang merupakan

sumber ilmu yang dikaji oleh tutee bersama tutor.

Selanjutnya, di antara tutor dan tutee terjadi interaksi

atau komunikasi, dan inilah yang merupakan inti dari

tutorial.

Menurut Wardani (2000),pada Pendidikan

Tinggi Terbuka dan Jarak Jauh (PTTJJ) sangat

diperlukan pengelolaan tutorial secara serius dan

berkesinambungan; diperlukan perencanaan yang

cermat dan evaluasi yang rutin untuk pengembangan

program tutorial.

Kerangka Berpikir

Penelitian ini ingin mengetahui tingkat

efektivitas pelatihan tutor tutorial tatap muka

Universitas Terbuka di Provinsi Aceh. Efektivitas

pelatihan diduga berhubungan dengan tingkat

kompetensi tutor. Hubungan antar peubah penelitian

disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berpikir Efektivitas Pelatihan

Tutor

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka

berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis

penelitian adalah: terdapat hubungan antara efektivitas

pelatihan dengan kompetensi tutor tutorial tatap muka

Universitas Terbuka di Provinsi Aceh.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua tutor tutorial

tatap muka Universitas Terbuka di Provinsi Aceh tahun

2009 yang telah mendapatkan pelatihan, yaitu

sebanyak 237 orang. Sampel penelitian dipilih dari

tutor pada daerah yang paling banyak terdapat tutor,

yaitu Aceh Timur sebanyak 66 orang dan Aceh Tengah

sebanyak 13 orang.

Rancangan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak

dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif korelasional yang dilaksanakan

untuk melihat hubungan antara peubah-peubah

penelitian dan menguji hipotesis yang telah

dirumuskan sebelumnya. Penelitian terdiri dari peubah

bebas yaitu efektivitas pelatihan (X); dan peubah

terikat yaitu kompetensi tutor (Y).

Untuk mengetahui adanya hubungan dilakukan

uji statistik menggunakan korelasi Rank Spearman dan

untuk menjelaskan substansi hasil uji statistik

digunakan pendekatan kualitatif.

Definisi Operasional

Definisi operasional dalam kegiatan penelitian

ditetapkan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah

terhadap konsep yang telah ditetapkan, dengan

demikian pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan

secara jelas dan terukur. Definisi operasional dalam

penelitian ini adalah:

Efektivitas Pelatihan Tutor (X)

1. Materi (X1) adalah tingkat kecukupan dan

kesesuaian materi pelatihan.

2. Waktu (X2) adalah tingkat kecukupan jumlah jam

pelatihan.

3. Instruktur (X3) adalah tingkat kualitas instruktur

pelatihan.

Kompetensi Tutor (Y)

Kompetensi Tutor adalah tingkat pemahaman

dan penerapan responden terhadap konsep tutorial,

Rancangan Aktivitas Tutorial (RAT) / Satuan Aktivitas

Tutorial (SAT), dan model-model tutorial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektivitas Pelatihan Tutor

Indikator efektivitas pelatihan tutor yang diukur

dalam penelitian ini adalah: (1) materi, (2) waktu,

dan (3) instruktur. Deskripsi selengkapnya, disajikan

pada Tabel 1.

Materi

Peubah materi yang diukur dalam penelitian ini

adalah cakupan materi, sistematika penyajian materi,

manfaat materi yang dirasakan oleh tutor, dan

kemutakhiran materi.

Tabel 1. Deskripsi Efektivitas Pelatihan Tutor

No Efektivitas Pelatihan

(X)

Kategori Persen

1 Materi Rendah

Sedang

Tinggi

41,8

44,3

13,9

2 Waktu Rendah

Sedang

Tinggi

49,4

25,3

25,3

3 Instruktur Rendah

Sedang

Tinggi

41,8

26,6

31,6

Keterangan: n = 79

Karakteristik

Tutor

Pelatihan

(X)

Kompetensi

Tutor

(Y)

Page 12: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 50

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Cakupan materi pelatihan diberikan berdasarkan

arahan materi yang telah ditetapkan Pusat

Pengembangan Instruksional Universitas Terbuka

(PPI-UT), meliputi: Sistem Belajar Jarak Jauh (SBJJ),

Peta Konsep, Perencanaan Tutorial, Pengembangan

Model Tutorial, Pelaksanaan Tutorial, Pemberian dan

Penilaian Tugas, Pengembangan Bahan Presentasi, dan

Pemanfaatan Sumber Belajar. Persentase tutor yang

merasa puas dengan cakupan materi yang diberikan

pada pelaksanaan pelatihan adalah 58,2 %.. Tutor yang

merasa puas menyebutkan bahwa materi yang

disampaikan sudah runut melingkupi sistem

pembelajaran di UT yang harus dipahami tutor serta

konsep/praktek tutorial yang ideal. Sedangkan tutor

yang merasa kurang puas dengan cakupan materi,

menyebutkan bahwa materi yang disampaikan belum

mengakomodir konsep tutorial yang sesuai dengan

karakteristik mahasiswa UT yang sebagian besar

berusia di atas usia ideal peserta didik pendidikan strata

satu.

Sistematika penyajian materi memperhatikan

prinsip alur: sederhana ke rumit dan sedikit ke banyak.

Pada saat pelatihan, pemberian materi didahului

dengan konsep dan kemudian diikuti contoh. Sebagian

besar (62,3 %) tutor merasa puas dengan sistematika

penyajian materi dan menyebutkan bahwa sistematika

yang disajikan dalam pelatihan, memudahkan untuk

memahami materi. Tutor yang merasa kurang puas

dengan sistematika penyajian materi, menyebutkan

bahwa penyajian materi tidak dilakukan secara

konsisten, terkadang dimulai dengan konsep tetapi

sering juga penyajian materi belum dijelaskan

konsepnya tetapi sudah langsung dimulai dengan

pemecahan kasus oleh peserta pelatihan.

Lima puluh sembilan persen tutor menyebutkan

bahwa materi pelatihan bermanfaat dan relevan dengan

kebutuhan sebagai tutor dalam pelaksanaan tutorial

tatap muka. Tutor menyebutkan bahwa materi

pelatihan menambah wawasan tentang bagaimana

hakekat sesungguhnya konsep pendidikan jarak jauh

yang merupakan ‗jiwa‘ pelaksanaan tutorial.

Semua pokok bahasan utama materi berdasarkan

arahan materi dari PPI-UT, yang selalu up to date dan

berdasarkan masukan pustaka mutakhir. Delapan puluh

dua persen tutor mengakui kemutakhiran materi yang

disajikan pada pelatihan tutor.

Waktu

Peubah waktu yang diukur dalam penelitian ini

adalah tingkat kecukupan jumlah jam pelatihan. Total

jumlah jam pelatihan adalah 40 jam pelatihan dan satu

jam pelatihan setara dengan 45 menit.

Empat puluh sembilan persen tutor

menyebutkan bahwa jumlah jam pelatihan tidak cukup,

mengingat banyaknya materi yang disajikan pada saat

pelatihan. MenurutWoolfolk (1993) tidak ada

ketentuan baku jumlah jam untuk suatu pelatihan,

penentuan jumlah jam pelatihan disesuaikan dengan

karakteristik peserta, kerumitan materi, dan tujuan

yang ingin dicapai; namun penelitian Iskandar (2008)

menemukan bahwa jumlah jam pelatihan di bawah 100

jam tidak signifikan untuk meningkatkan kemampuan

peserta didik yang berada pada level pemula. Tutor

tutorial tatap muka Universitas Terbuka di Provinsi

Aceh Aceh termasuk pada level pemula dalam hal

pemahaman tentang konsep tutorial, walaupun telah

bertahun-tahun melakukan kegiatan tutorial tetapi

masih ‗konsisten‘ dengan cara-cara belajar pada

perkuliahan tatap muka.

Instruktur

Peubah instruktur yang diukur dalam penelitian

ini adalah strategi penyampaian oleh instruktur, rasio

latihan/praktek dengan teori, interaksi dengan peserta,

dan penggunaan media.

Strategi penyampaian materi oleh instruktur

disesuaikan dengan tujuan pelatihan dan karakteristik

peserta pelatihan. Salah satu tujuan pelatihan adalah

mengupayakan para tutor supaya mampu menerapkan

konsep pelaksanaan tutorial, sehingga instruktur ketika

menyampaikan materi secara langsung

mempraktekkan/ menggunakan konsep tutorial supaya

peserta dapat memahami konsep yang dimaksud seperti

membagi para peserta pelatihan dalam beberapa

kelompok diskusi (diskusi kelompok adalah salah satu

model dalam tutorial).

Disamping itu, strategi penyampaian juga

menggunakan pendekatan pendidikan orang dewasa.

Peserta pelatihan terdiri dari orang dewasa sehingga

strategi penyampaian materi oleh instruktur

mengadopsi sistem pendidikan orang dewasa yang

berorientasi kebutuhan peserta didik bukan berorientasi

subject matter. Enam puluh sembilan persen tutor

peserta pelatihan menyatakan puas terhadap strategi

penyampaian materi oleh instruktur.

Rasio teori dengan latihan/praktek pada saat

pelatihan tutor berkisar 60:40. Instruktur

menyampaikan teori terlalu lama dan latihan di

kertas/bahan kerja tentang hal yang sudah dijelaskan

hanya sedikit, di akhir sesi. Banyaknya materi yang

akan disampaikan dan sedikitnya waktu menjadi

kendala untuk membuat rasio yang proporsional/ideal.

Sembilan puluh empat persen tutor peserta

pelatihan menyatakan kurang dan tidak puas dengan

rasio antara penyampaian teori dengan latihan/praktek

dan mengusulkan supaya dijadwalkan waktu yang

cukup untuk latihan/praktek dalam pelaksanaan

pelatihan tutor, supaya dapat dipahami dengan baik

setiap item materi pelatihan.

Interaksi instruktur dengan peserta pelatihan

tutor sangat intens. Susunan kursi dan meja diruangan

pelatihan dibuat sedemikian rupa sehingga peserta

dengan mudah dapat berinteraksi dengan instruktur,

peserta tidak merasa sebagai murid yang sedang diajari

oleh guru tetapi instruktur adalah sebagai fasilitator

untuk membantu peserta dalam proses pembelajaran.

Instruktur menerapkan konsep diskusi dalam

penyampaian materi dan tidak seperti ceret yang

menuangkan air ke dalam gelas. Lima puluh delapan

persen peserta pelatihan merasa puas dengan tingkat

interaksi antara instruktur dan peserta.

Instruktur masih kurang dari sisi penggunaan

media dalam kegiatan pelatihan tutor. Beberapa pokok

bahasan menggunakan power point, tetapi tidak semua

materi secara keseluruhan. Padahal media, seperti:

tampilan CD interaktif, tampilan tiga dimensi, adalah

Page 13: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 51

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

salah satu alat untuk mendukung proses pembelajaran

kepada peserta didik dapat berlangsung secara efektif.

Delapan puluh tujuh persen tutor peserta pelatihan

tidak/kurang puas terhadap penggunaan media oleh

instruktur dalam kegiatan pelatihan tutor.

Kompetensi Tutor

Kompetensi Tutor yang diukur dalam penelitian

ini adalah tingkat pemahaman dan penerapan tutor

terhadap konsep tutorial, RAT/SAT, dan model-model

tutorial. Sebagian besar tutor (45,6 %) yang telah

mendapatkan pelatihan tidak memahami konsep

tutorial/model-model tutorial, tidak memahami

RAT/SAT secara komprehensif, tidak menerapkan

konsep tutorial dalam pelaksanaan tutorial serta tidak

menggunakan RAT/SAT dalam kegiatan tutorial.

Lebih dari 40 % tutor yang telah mendapatkan

pelatihan kurang memahami konsep tutorial/model-

model tutorial dan RAT/SAT, tidak konsisten

menerapkan konsep tutorial dalam pelaksanaan

tutorial. Hanya 13,9 % dari tutor yang telah

mendapatkan pelatihan yang memahami dengan baik

konsep tutorial/model-model tutorial, RAT/SAT dan

menerapkan konsep tutorial dalam pelaksanaan tutorial

serta menggunakan RAT/SAT dalam kegiatan tutorial.

Korelasi Pelatihan dengan Kompetensi Tutor

Tutorial Tatap Muka Universitas Terbuka di

Provinsi Aceh

Terdapat sembilan sub peubah yang digunakan

dalam penelitian ini untuk melihat korelasi pelatihan

dengan kompetensi tutor Universitas Terbuka di

Provinsi Aceh. Sembilan peubah yang dimaksud

adalah: cakupan materi, sistematika penyajian materi,

manfaat materi yang dirasakan oleh tutor,

kemutakhiran materi, waktu, strategi penyampaian oleh

instruktur, rasio latihan/praktek dengan teori, interaksi

dengan peserta, dan penggunaan media. Korelasi sub

peubah pelatihan dengan kompetensi tutor tutorial tatap

muka Universitas Terbuka di Provinsi Aceh, disajikan

pada Tabel 2.

Manfaat materi yang dirasakan oleh tutor

berhubungan positif sangat nyata (koefisien korelasi =

0,939) dengan tingkat kompetensi tutor, artinya

semakin bermanfaat materi pelatihan bagi tutor maka

semakin tinggi tingkat kompetensi tutor. Hal ini sejalan

dengan pendapat Rogers (1995) yang menyebutkan

bahwa materi ajar/pelatihan harus punya relevansi

dengan kebutuhan klien.

Tabel 2. Korelasi Pelatihan dengan Kompetensi Tutor

No Sub Peubah Koefisien

korelasi

1 Cakupan materi 0,055

2 Sistematika penyajian materi 0,037

3 Manfaat materi yang dirasakan oleh

tutor 0,939 **

4 Kemutakhiran materi 0,212

5 Waktu 0,092

6 Strategi penyampaian oleh instruktur 0,765 **

7 Rasio latihan/praktek dengan teori 0,334

8 Interaksi dengan peserta 0,865 **

9 Penggunaan media 0,431 **

Keterangan tabel:

n = 79

** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01

Tutor tutorial tatap muka Universitas Terbuka di

Provinsi Aceh punya latar belakang dan pengalaman

dalam pendidikan sistem tatap muka, sehingga dalam

melakukan kegiatan tutorial sistem pembelajaran yang

dilakukan mengikut kepada sistem belajar tatap muka.

Pelatihan tutor yang dilakukan dengan pemaparan

tentang materi sistem belajar jarak jauh dan konsep

tutorial, telah membuka wawasan tutor dan mengubah

sistem pembelajaran yang dilakukan pada kegiatan

tutorial mengikut kepada konsep pendidikan jarak jauh.

Strategi penyampaian oleh instruktur

berhubungan positif sangat nyata (koefisien korelasi =

0,765) dengan tingkat kompetensi tutor, artinya

semakin baik strategi penyampaian oleh instruktur

dalam pelatihan tutor maka semakin tinggi tingkat

kompetensi tutor. Pada pelaksanaan pelatihan tutor,

instruktur dalam menyampaikan materi pelatihan

memperhatikan aspek karakteristik peserta pelatihan

dan berorientasi kepada peserta sebagai subjek. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa instruktur harus

punya inovasi dalam menyampaikan materi kepada

peserta pelatihan supaya tujuan pelatihan dapat dicapai

secara optimal serta Universitas Terbuka harus

berupaya untuk mengembangkan kompetensi instruktur

supaya kreatif dalam menemukan inovasi dalam

pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Winkel

(1986) yang menyebutkan bahwa inovasi dalam sistem

pembelajaran adalah bagian dari strategi dalam proses

belajar mengajar yang akan menentukan hasil belajar.

Interaksi dengan peserta berhubungan positif

sangat nyata (koefisien korelasi = 0,865) dengan

tingkat kompetensi tutor, artinya semakin tinggi tingkat

interaksi instruktur dengan peserta dalam pelatihan

tutor maka semakin meningkat kompetensi tutor.

Melalui interaksi, peserta pelatihan dapat menyatakan

secara eksplisit materi yang belum dimengerti atau

segala sesuatu yang menjadi kendala dalam penerapan

konsep tutorial selama ini dan melalui interaksi juga,

instruktur dapat mengetahui apa yang menjadi

Page 14: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 52

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

masalah/kebutuhan tutor dalam pelaksanaan tutorial

sehingga hal tersebut dapat didiskusikan. Hasil

penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian oleh

Ningkeula (2008) bahwa faktor interaksi selama

pelatihan mempengaruhi hasil belajar peserta pelatihan.

Penggunaan media berhubungan positif sangat

nyata (koefisien korelasi = 0,431) dengan tingkat

kompetensi tutor, artinya semakin tinggi tingkat

penggunaan media dalam pelatihan tutor menjadikan

kompetensi tutor makin tinggi. Media merupakan salah

satu alat bantu dalam proses pembelajaran, melalui

media dapat diberikan ilustrasi dan penjelasan

tambahan. Media juga dapat menambah daya tarik dan

semangat peserta untuk mencermati materi pelatihan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (1994) yang

menyatakan bahwa tingkat kesulitan materi bahan ajar

dapat diminimalkan dengan bantuan media yang

interaktif. Hal penelitian ini menunjukkan bahwa

instruktur bersama Universitas Terbuka harus

merancang suatu media pendukung/tambahan dalam

kegiatan pelatihan tutor, dan tidak hanya

mengandalkan power point versi teks.

KESIMPULAN / REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Tingkat

efektivitas pelatihan tutor tutorial tatap muka

Universitas Terbuka di Provinsi Aceh termasuk

kategori rendah, pelatihan yang dilakukan belum secara

signifikan dapat meningkatkan kompetensi tutor. (2)

Tingkat kompetensi tutor termasuk kategori rendah,

sebagian besar (86,1 %) tutor yang telah mendapatkan

pelatihan kurang memahami konsep tutorial/model-

model tutorial, kurang memahami RAT/SAT secara

komprehensif, dan belum menerapkan konsep tutorial

secara total dalam pelaksanaan tutorial serta belum

menggunakan RAT/SAT dalam kegiatan tutorial secara

konsisten. (3) Aspek-aspek pelatihan yang harus

diperhatikan dalam upaya meningkatkan kompetensi

tutor adalah kesesuaian materi dengan kebutuhan tutor,

strategi penyampaian oleh instruktur, interaksi dengan

peserta, dan penggunaan media.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan,

disarankan beberapa hal sebagai berikut: (1) Materi

pelatihan harus dikembangkan dengan contoh-contoh

yang aktual dan mutakhir dan tidak hanya

mengandalkan materi pokok dari Pusat Pengembangan

Instruksional Universitas Terbuka. (2) Universitas

Terbuka sebaiknya secara konsisten dan berkala selalu

mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik instruktur pelatihan tutor. (3) Pelatihan

seyogyanya berorientasi klien/peserta didik sebagai

subjek dan bukan berorientasi subject matter.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin. (2009). Efektivitas Usaha Anggota Koperasi

yang Peduli Lingkungan.

http://www.smecda.com.

Balai Pustaka. (1997). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta.

Danfur. (2009). Definisi Efektivitas.

http://dansite.wordpress.com.

Flinck, R. & Flinck, A. W. (1990). Handbook for

Tutor.Colombo: Department of Distance

Education.

Hasibuan, S. (1994). Kebutuhan Pelatihan dan

Beberapa Aspek Makro Pelatihan,

Permasalahan Ekonomi, 540, 10.

Iskandar S. (2008). Hubungan Pendidikan dan

Pelatihan Terhadap Kompetensi Pegawai Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kota

Lhokseumawe. Jurnal Studi Pembangunan

USU. http://repository.usu.ac.id.

Kristina, N.N. (2009). Mengembangkan Program

Pelatihan. http://simkesugm06. wordpress.com.

Mariana, dkk. (2009). Kompetensi Tutor

Melaksanakan Tutorial Tatap Muka Pada

Program S1 PGSD di UPBJJ-UT Banda Aceh.

Laporan Hasil Penelitian.

Ningkeula, I. (2008). Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan

dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap

Peserta Pelatihan Pada Balai Pelatihan dan

Pengembangan KB Surabaya, Jurnal Personnel

Management. http://garuda.dikti.go.id.

Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. New

York: The Free Press.

Shellabear, S. (2002). Competency Profiling:

Definition and Implementation [abstrak].

Training Journal. August 2002.

Spencer, L.M dan Spencer S.M. (1993). Competence at

Work: Models for Superior Performance. New

York: John Wiley & Sons, Inc.

Stone, B.B dan Bieber S. (1997). Competencies: A

New Language for Our Work. Journal of

Extension 35 (1).

http://www.joe.org/joe/1997february/iwl.sht.ml.

Suparno, S. (2001). Membangun Kompetensi Belajar.

Jakarta: Depdiknas.

Syah, M. (2002). Psikologi Pendidikan dengan

Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Wardani, IGAK. (2000). Program Tutorial dalam

Sistem Pendidikan Tinggi Terbuka dan Jarak

Jauh. Jurnal PTJJ, 1(2), 41-52.

Winkel, W.S. (1986). Psikologi Pengajaran. Jakarta:

Penerbit PT. Gramedia.

Woolfolk, W.S. (1993). Educational Psychology.

Needham Heigts, Boston, MA: Pearson

Education Inc., dan Allyn and Bacon

Page 15: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 53

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Homeschooling: Another Perspective In Global Education

Uzlifatul Masruroh Isnawati *) [email protected]

Islamic University of Lamongan

Abstract

Regarding the flaw and the criticism towards formal schools, due to the different

learners‘ need, different views on school policy, or even the questions about the facts

on how schools are no longer ―comfort zone‖ place for children.Thus the idea of

home schooling is worth to consider. Instead going to a regular school, parents were

home schooled their children regarding the benefits they take into account.

Considering the learners and parents preference, home schooling is worth to consider

as an alternative choice in educational ―market‖ and policy in our country. It is

important to see this paradigm objectively and proportionally as the education takes

role in this globalization era.

A. Brief History

According to Wikipedia, the free encyclopedia,

homeschooling , also called home education, home

learning , or homeshool is the education of children at

home, typically by parents or professional tutors, rather

than in a public or private school. Home schooling may

also refer to instruction in the home under the

supervision of correspondence schools or umbrella

schools. Although prior to the introduction of of

compulsory school attendance laws, most childhood

education occured within the family or community,

home schooling in the modern sense is an alternative

in developed countries to formal education.

Historically, this education model became a hot

issue in 1964 when John Caldwell Holt, an American

educator published a book entitled ― How children

failed which criticized traditional schools. The book was

based on a theory he had developed as a teacher—that

the academic failure of school children was caused by

pressure placed on children in schools. Holt began

making appearances on Major TV talk shows and

writing book for Life Magazine. In his follo-up work,

How children learn , in 1967, he tried to demonstrate the

learning process of children and why he believed school

short circuits this process.

They asserted that formal school before ages 8-

12 not only lacked of the anticipated effectiveness, but

was actually harmful for children. The Moores began to

publish their view that formal schooling was damaging

young children academically, socially, mentally, and

even psysiologically. They presented evidence that

childhood problem or disorder such as juvenile

delinquency, nearsightedness increased enrollment of

students in special education classes and behavioral

problems were the result of increasingly enrollment of

the students. Further, the Moores cited studies

demonstrating that orphans who were given surrogate

mothers were measurably more intelligent , with

superior long term effect—eventhough the mothers

were mentally retarded teenagers—and that illiterate

tribal mothers in Africa produced children who were

socially and emotionally more advanced than typical

western children, by western standards of

measurements.

The primary assertion was the bound and

emotional development made at home with parents

during these years produced critical long term results

that were cut short by enrollment in schools, and could

neither be replaced nor afterward corrected in an

institutional setting. Recognizing a necessity for early

out-of-home care for some children particularly special

needs and attrractively impoverished children, and

children from exceptionally inferior homes—they

maintained that the vast majority of children are far

better situated at home – even with mediocre parents –

than with the most gifted and motivated teachers in a

school setting (assuming that the child has a gifted and

motivated teacher). They described the difference as

follows: ― This is like saying, if you can help a child by

taking him off the cold street and housing him in a

warm tent, then warm tents should be provided for all

children – when obviously most children already have

even more secure housing‖.

B. Home schooling in Indonesia

The development of home schooling in Indonesia

has not been known precisely since there is no research

regarding this specifically . The term home schooling is,

thus a relatively new in Indonesia. However, home

schooling will no longer be a new program if it is is

viewed as a concept as of learning process taking place

out of formal school. It is due to the very fact, that

according to Dr. Seto Mulyadi, some famous historical

figures Ki Hajar Dewantara and Buya Hamka practiced

and experienced this education model. Meanwhile

another world-wide figure experienced homeschooling

is Thomas Alfa Edison and Bill Gates.

In addition, we probably also familiar with the

terms long distance learning like e-learning, or SMU or

open University (universitas terbuka), Ppendidikan

Kejar (Kelompok Belajar) Paket A dan Paket B can also

be classified into home schooling. Basically home

schooling is an alternative education which emphasizes

flexible curricullum in teaching (Kompas, 29/8/2005)

Page 16: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 54

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

In line with those figures, Helen Ongko (50), a

mother who home schooled her child. She even had to

travel to Singapore and Malaysia attending seminars on

home schooling. ―we were facing economic srisis at that

time, so we had much time at home. It seemed to be

enjoyable teaching and studying together with the

children, ― explained Helen who started teaching her

kids in 2000 ( Kompas, 13/3/2005).

Meanwhile, Danang Sasongko, the Secretary

General of Homeschooling Association and Alternative

Education (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan

Alternatif or Asah Pena) says that unlike in some

developed countries , home schooling is relatively a

new trend in Indonesia. He further explains that there

are three types home schooling (henceforth HS). First,

single homeschooling (HS tunggal). It is initiated by a

single family and carried it at home. Secondly,

compound homeschooling (HS majemuk) which

comprises two families. The last is community

homeschooling (HS Komunitas). This community

model is created using tutorial teaching method. Kak

Seto and Neno Warisman are two out of some people

establishing and chairing this type of homeschooling.

Accordingly, based on articel 7 of the Indonesian

Education law (Undang-undang No. 20/2003) gives

parents the right to select how to educate their children.

In May 2007 the Department of Education published a

manual detailing the requirements for home schooling.

The manual suggests home schools to register and

require testing at certain levels, but currently there is no

enforcement of these requirements. Home schoolers are

not automatically awarded high school diplomas, so to

passing into university may be difficult.

In other words, in national education, based on

section 1 of national education system act of 2003, the

department of national education categorizes home

schooling as informal education. Although government

does not set up the content standard and the process of

informal education, the output and outcome are equal to

that of formal education (formal school) and non-formal

after the learners pass the final-exam using national

standard (section 27, chapter 2).

C. Benefits and Drawbacks of Home schooling

Regarding of its controversy, home schooling

has shown some benefits for the learners. In terms of

parents‘ concern, it is obvious that parents assurely

observe how the the child learns and progresses at any

subject matter they learn. Children who learn quickly

will not be held back just because the rest of the class

does not progress as fast as they do. A child who has

problem keeping up with a class that go beyond other

students will not be put under pressure of falling behind

or feeling undesired for holding the rest of the class

back. In a conventional classroom, a child might have

to wait days or even a week grades and feedback on

projects, test papers, assignments, and many more.

Home schooling offers child‘s immediate feedback so

they know which one is appropriate or not. Immediate

feedback is one of the advantages of homeschooling

which makes learning becomes more effective.

Further, parents are more confortable and focus

on the child‘s learning. Through home schooling , thus

they are able to focus on the educational subjects that

are more beneficial to their child‘s knowledge and

future prospect. Knowing that their children in safe and

comfort environment, parents do not have reasons to

show their anxiety about the negative and unfavourable

environment on their children such as verbal

agressiveness.

Since more than 1 million kids who are educated

at home know that it has a long going for it, students

who are home schooled may benefit from the one-one

attention. For instance, if you don‘t understand

something in math, the whole class won‘t be moving on

without you – you might be the whole class ! and if you

really excell at something , you can keep learning more

at your own pace.

Students who are homeschooled also may get out

in their communities more than other kids their age.

They may get to experience hands-on education at

museums, libraries, business, marinas, and other

community resources. They also might volunteer or

participate in ―service learning‖ where they take on

local projects.

Home schooling gives students lots of

advantages – such as more flexibility than local schools

to focus on specific subjects needed for a future career.

So, if one attends local school and know or have a

chance to meet a home-schooled student, children can

learn a lot from each other.

However, home schooling is not as simple as

sitting down with mom or dad and opening whichever

book you feel like. Laws, regulation, and requirements

vary across different countries, and it‘s up to home

schoolers to comply with local regulations. So, home

schooling can be a lot of works for parents; They need

to know what the law requires them to teach, resrach

sources on those subject (and learn more about the

subjects if there are gaps in their knowledge), and then

do the actual teaching.

It‘s not just the parents who need to do more

work when it comes to home schooling: often the

students do too. As home-schooled kids become teens

and old enough to guide their learning, they may be left

more on their own to find resources and find resources

and do their own research. (it may be challenging at the

time, but working independently like this can put home-

schooled kids ahead of the game when it comes to

preparing for their upper level of education or in college

life).

A kid who‘s home schooled may not have the

convenience of some school facilities, such as a

gymnasium, science lab, or art studio. These may be

less important for little kids, who can do their science

projects in the kitchen or have art class outdoors. But

when it comes to teaching teens, home-schooling

parents may need to find a way around such limitations.

Some parents who home school their kids form groups

so their students can join together for art classes or

group learning activities, like field trips. And some

public schools let home-schooled kids participate in

certain classes or extracurricullar activities. Sharing

lesson time can be good for home-schooled students for

another reason: It provides social interaction that they

might not have if they‘re not part of class.

Page 17: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 55

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

D. Notabled Home schooled Individuals

Regardless the drawbacks of home schooling

might bring about, numerous historical and public

figures were home-eduvated. They are, Abraham

Lincoln (1808-1865) the 16th president of United

States, received very little schooling, but was an avid

reader and taught himself how to read, write, and do

arithematics. Andrew Wyeth (1917) an American realist

painter was taken out of school at vey young age

because of illness; he then received an art education

from his parents. Bode Miller (1977), an American

alpine skier, was home-schooled by his parents until he

was ten. Che Guevara (1928), left-wing guerrilla leader

in Cuba, Africa, and Bolivia and prison commandant

and national bank president in cuba, born in Argentina,

was educated at home mainly by his mother, until the

age of 13.

E. Some Points to Ponder

There at least three important points to consider

about home schooling. First, students‘ social

development although one-one instruction greatly

contribute on students, but some potential probles might

appear. Parents concern for what skills being taught or

exposed in school setting. They assurely the children

learn value which meet to their perspective, but not

other. Some experts regard this kind of protection as

unrealistic and potentially harmful to the child.

Due to the fact that children grow up in the real

world—a world made up of the diversity views oxposed

by different people. Interaction with peers from diverse

background prepare the students how to communicate

and to survive with his/her capacity. On the other hand,

formal schools allow the students to do so. In fact,

formal schools allow young people to learn to navigate

the sometimes-troubled water which caused by the

social diversity.

Meanwhile many experts also believe that the

ability to interact with people outside the family circle is

necessary for success and happiness in life. Students

naturally gain interactive skill in the classroom,

playgrounds, and cafetaria of formal schools did. Unless

parents whom home schooling their kids make

significance efforts to create social situations for

interaction with children outside the family, therefore

parents run the risk of stunting their children‘s

development of the social skill necessary towards the

complex society.

Secondly, due to the sustainability of continuing the

study. Home schooling results on better students‘

academic performance. It is gained from one-one

attention. Besides, many parents who promote home

schooling have teaching preparation or experience.

Nevertheless, students might face difficulties in

their future education endeavors if home schooling is

not aligned with formal school curricullum. Home

schooled students sometimes returned to their former

formal school settings, and many of these students plan

to attend the college or university level. Preparing for

college admission is a significant chore that you should

take into account when you consider home schooling.

This risk should be recognized by the parents to

anticipate.

And the third is about the social concerns. In a

broad sense, home schooling may reduce the democratic

value. As we can see that democratic requires harmony

within the diverse society. In short, people have to know

how to deal with others who might be different from

them. When learning takes place in isolation, early

learners do not experience. The democratic environment

will work only if the cooperative and team working run

and remain the differences. Peer engagement allows

favourable democratic life.

F. Conclusion and Recommendation

Several valid arguments support homeschooling

under the ideal circumtances. Learning at home allos

one-on-one instruction that is not possibly happened at

formal schools. Although professional educators devote

their careers to their students, they can not equally meet

to the kind of unconditional commitmtnt to long-term

development of a child provided by most parents. Those

who are willing to invest the great personal effort on

their children‘s education can be adequately effective in

homeschooling their children.

Regardless on homeshooling controversy, one

thing for sure—homeschooling is not for everyone. It is

a matter of choice and ―taste‖ for parents. It also

requires personal commitment between both parents and

the children as the learners. And when the commitment

is made, the society remains expects that it is including

a commitment to teach the students live in a bigger

world. For parents who choose home shcooling their

children, they are to provide opportunity for the students

to have social interaction for their children.

References:

Brown, J. Home Schooling: Its

Advantageswww.homeschoolingcatalog.com

accessed on February,10, 2013

Houston, P.D. 2008 Should you Homeschool Your

Child? Microsoft Corporation: Microsoft ®

Encharta ®

http:/en. Wikipidia .org/wiki/hpmeschooling#colomn-

one#

http:/www.perspectifbaru.com/wawancara/570

Kompas Cyber media, 29/9/2005. Rumah kelasku, dunia

sekolahku

Quinn. S. 2008. The Common Advantages of Home

schooling.www.associatedco

ntent.com/user/16759/styephnie-quinn.html,

accessed on March, 24, 2013.

Simbolon, P.S. 2007. Home schooling: Sebuah

Pendidikan Alternatif. http:/pormadi

.wordpress.com/author/pormadi, accessed on

April, 15, 2013

Page 18: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 56

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Pembinaan Profesionalisme Guru Dalam Perspektif Teoretis Dan Praktis

Fathurrahman*)

*) Dosen FKIP Universitas Islam Lamongan

Email : [email protected]

Abstrak

Pasca Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, wacana mengenai

profesionalisme guru gencar dibicarakan di Indonesia. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan

tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru.

Ketiga faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Guru

profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses

dan produk kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten dapat

dibuktikan dengan perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi yang memadai menurut ukuran

Indonesia. Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah

memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan profesi. Fakta bahwa guru telah

tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi. Kompetensi

guru tersebut mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3)

kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Kata Kunci : Pembinaan profesionalisme guru, teoriti dan praktis

A. Pendahuluan

Termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa

pendidikan diselenggarakan dengan tujuan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan

jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan

mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan.

Dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan

nasional tersebut perlu keterlibatan berbagai komponen

pemangku kepentingan (stakeholder) dan berbagai

upaya implementasinya. Hal tersebut dilakukan agar

pengembangan pendidikan, khususnya di sekolah dapat

dilakukan dengan baik dan optimal sehingga

memberikan peluang yang sangat besar untuk

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.

Komponen yang paling penting dalam upaya

pencapaian tujuan pendidikan adalah pendidik dan

tenaga kependidikan utamanya guru sebagai pendidik.

Komponen ini dianggap paling penting karena

merupakan ujung tombak pelaksanaan suatu program

pendidikan yang dilakukan pada kegiatan pembelajaran

di kelas. Oleh sebab itu, tinggi rendahnya kualitas guru

sangat mempengaruhi tinggi rendahnya keberhasilan

tujuan pembelajaran. Artinya bahwa suatu kegiatan

pembelajaran akan berjalan dengan baik dan optimal

untuk mencapai tujuan yang diharapkan jika guru

memiliki kompetensi dan performansi pada bidang yang

diajarkannya. Sebaliknya, kegiatan pembelajaran tidak

akan berhasil dengan baik jika guru tidak memiliki

kompetensi dan performansi untuk mengelola

pembelajaran secara baik dan benar.

Di antara kompetensi yang diharapkan dikuasai

oleh seorang guru menurut Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah kompetensi

pedagogik. Kompetensi pedagogik salah satunya adalah

dalam hal melaksanakan pembelajaran sesuai

kurikulum.Guru adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Guru harus memiliki kualifikasi akademik

minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV),

menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial

dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga

profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa

profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber

penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,

kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar

mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan

profesi.Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk

selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Permasalahannya adalah apakah konsepsi

teoretis profesionalisme guru yang disematkan pada

guru yang telah bersertifikasi itu linear dengan realitas

praksis di ruang-ruang pembelajaran?

Tulisan ini akan mengkaji dari perspektif teoretis

dan praksis mengenai profesionalisme guru dengan

tujuan: 1) Menelaah perspektif teoretis peningkatan

profesionalisme guru, 2) Merumuskan strategi

pembinaan dan pemberdayaan profesionalisme guru

dalam perspektif praksis, dan 3) Praksis pembinaan dan

pengembangan profesional guru melalui supervisi.

Rumusan tujuan tersebut dalam rangka sinkronisasi

Page 19: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 57

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

pembinaan profesionalitas guru antara perspektif

teoretis dan praksis sebagai upaya mewujudkan

profesionalisme guru.

B. Peningkatan Profesionalisme Guru dalam

Perspektif Teoritis

Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia

semakin dituntut untuk memenuhi terwujudnya

profesionalisme dan kebutuhan global. Tuntutan ini

menjadi sangat berat ketika kita melihat kondisi

pendidikan Indonesia saat ini. Rendahnya kualitas

pendidikan tersebut sebagai akibat dari kualifikasi dan

kompetensi tenaga pendidik yang masih rendah pula.

Keadaan seperti ini masih berlangsung paling tidak

sampai saat ini, data yang menyedihkan berdasar hasil

the Trends in International Mathematics and Science

Studies (TIMSS) dan Progress in International Reading

Literacy Studies (PIRLS) 2011, yang

diselenggarakan the International Association for the

Evaluation of Educational Achievement (IEA) dan

dipublikasikan pada 11 Desember 2012, selayaknya

membangunkan kita semua, termasuk para pengambil

kebijakan di bidang pendidikan, akan risiko yang akan

dihadapi bangsa ini bila pendidikan tidak ditangani

dengan tepat.

Secara rata-rata, kemampuan siswa-siswa

Indonesia dalam matematika, sains, dan membaca

sangat mencemaskan. Siswa kelas delapan menempati

urutan ke-38 dari 42 negara untuk matematika dengan

rata-rata 386 dan urutan ke-40 untuk sains dengan

ratarata 406. Tingkat Penalaran TIMSS, yang

diselenggarakan empat tahun sekali, didesain untuk

menilai dua dimensi, yaitu penguasaan siswa atas materi

ajar (konten) dan proses berpikir siswa.Assessment kelas

delapan untuk matematika meliputi bilangan, aljabar,

geometri, serta data dan peluang. Adapun sains meliputi

biologi, kimia, fisika, dan ilmu bumi. Proses berpikir

yang dinilai dalam matematika dan sains terdiri

dari knowing (mengetahui), applying (menerapkan),

dan reasoning (bernalar).

Dalam ketiga assessment tersebut, pencapaian

siswa dibagi berdasarkan empat patokan dengan

mengacu ke rata-rata yang diperoleh, yaitu low

international benchmark (400),intermediate

benchmark (475), high international benchmark (550),

dan advanced international benchmark (625).

Hasil TIMSS 2011 untuk matematika

menunjukkan tidak ada siswa Indonesia yang

mencapaiadvanced international benchmark, 2% siswa

mencapai high international benchmark (turun dari 4%

di 2007), 15% mencapai intermediate benchmark (turun

dari 19% di 2007), dan 43% mencapai low international

benchmark (turun dari 48% di 2007). Dengan demikian,

57% siswa kelas delapan kita bahkan belum berhasil

mencapai low international benchmark, yang

menggambarkan tingkat berpikir terendah di saat siswa

baru sampai pada tahap menyelesaikan masalah-

masalah sederhana dengan mengikuti prosedur yang

telah biasa digunakan.Tingkat pencapaian tertinggi,

yaitu advanced international benchmark, antara lain,

meliputi kemampuan memanfaatkan informasi dari

berbagai sumber, mengambil kesimpulan dan

melakukan generalisasi, dan menyelesaikan masalah-

masalah yang membutuhkan beberapa tahapan

penyelesaian.

Untuk sains, tidak ada siswa kita yang mencapai

advanced international benchmark, 3% siswa

mencapai high international benchmark (turun dari 4%

di 2007), 19% mencapai intermediate benchmark (turun

dari 27% di 2007), dan 54% mencapai low international

benchmark (turun dari 65% di 2007). Artinya, 46%

siswa belum berhasil mencapai kategori terendah

tersebut, yang menggambarkan pengenalan siswa akan

fakta-fakta dasar di bidang sains dan kemampuan

menginterpretasi diagram yang sederhana, melengkapi

tabel sederhana dan mengaplikasikan pengetahuan-

pengetahuan dasar ke dalam situasi nyata.

Advanced international benchmark, antara lain,

menggambarkan kemampuan siswa dalam

mengomunikasikan konsep-konsep yang abstrak dan

kompleks di bidang sains serta mengombinasikan

informasi dari berbagai sumber untuk menyelesaikan

masalahmasalah dan mengambil kesimpulan.Pencapaian

siswa kelas empat dalam membaca relatif lebih baik jika

dibandingkan dengan pencapaian siswa kelas delapan

dalam matematika dan sains. Tidak ada siswa kita yang

mencapai advanced international benchmark, 4%

mencapai high international benchmark (naik dari 2%

di 2006), 28% mencapai intermediate bench mark (naik

dari 19% di 2006), dan 66% mencapai low international

benchmark (naik dari 54% di 2007). Artinya, 34% siswa

masih belum mampu menemukan hal-hal spesifik

ataupun informasi yang sesungguhnya telah dinyatakan

secara eksplisit dalam teks yang diberikan. Menelaah

capaian prestasi yang rendah tersebut tentunya sebagai

dampak dari sistem pembelajaran yang belum optimal

dan salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas,

kualifikasi dan kompetensi guru, yang cenderung

unqualified, underqualified, dan mismath.

Diberlakukannya UU Guru-Dosen dan SNP yang

mensyaratkan guru harus S-1, merupakan titik tolak

upaya pemberdayaan dan pengembangan untuk

meningkatkan kualifikasi dan kompetensi guru harus

dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu,

pemberlakuan Otoda dan otonomi pendidikan adalah

instrumen penting untuk menyokong dan meretas

persoalan yang sangat kompleks ketika menyangkut

kompetensi profesi guru.

Dalam bingkai ini, munculnya UU nomor 14

tahun 2005 tentang Guru-Dosen dan Peraturan

Mendiknas nomor 11 tahun 2005 serta SNP (Standar

Nasional Pendidikan) merupakan upaya pemerintah

untuk meningkatkan profesionalisme dan

memprofesikan guru. Dengan asumsi bahwa guru

sebagai profesi yang profesional dengan segala

kompetensi yang harus dimiliki, akan dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran, output, maupun

outcome. Hal ini akan menjadi kenyataan apabila kita

menjalankan amanah dalam perundangan tersebut yang

mengatakan bahwa ‖Pendidik dan Tenaga

Kependidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan

kompetensi (pedagogik, kepribadian, profesional,

sosial) sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan

rohani, serta memilik kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional (Paulina, 2006).

Page 20: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 58

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Secara teoretik, ini sejalan dengan syarat pertama

agar suatu pekerjaan bisa dikategorikan sebagai profesi

menurut Macionis (1987: 498), yakni landasan

pengetahuan teoretik (theoretical knowledge). Guru

memang bukan sekedar pekerjaan atau mata

pencaharian yang membutuhkan ketrampilan teknis,

tetapi juga pengetahuan teoretik (Rosidi, 2007).

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen menetapkan bahwa kompetensi guru

meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Kompetensi pedagogik menunjuk pada kemampuan

mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi

kepribadian menunjuk pada kemampuan kepribadian

yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa

serta menjadi teladan peserta didik.

Kompetensi profesional menunjuk pada

kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas

dan mendalam. Kompetensi sosial menunjuk

kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi

secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama

guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat

sekitar. Tampaknya, kendati syarat kualifikasi

pendidikan terpenuhi, tak berarti dengan sendirinya

seseorang bisa bekerja profesional, sebab juga harus ada

cukup bukti bahwa dia memiliki keahlian, kemahiran,

atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau

norma tertentu. Karena itu, belakangan ditetapkan

bahwa sertifikasi pendidik merupakan pengakuan yang

diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga

profesional.

Syarat kedua profesi adalah pemberlakuan

pelatihan dan praktik yang diatur secara mandiri (self-

regulated training and practice). Kalau kebanyakan

orang bekerja di bawah pengawasan ketat atasan, tak

demikian dengan kerja profesional. Pekerjaan

profesional menikmati derajat otonomi tinggi, yang

bahkan cenderung bekerja secara mandiri. Karena itu,

sejumlah pelatihan profesional masih diperlukan, baik

yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau instansi

yang mempekerjakan, maupun yang diselenggarakan

oleh asosiasi profesi. Gelar formal dan berbagai bentuk

sertifikasi dipersyaratkan untuk berpraktik profesional.

Bahkan, pada sejumlah profesi yang cukup mapan, lobi-

lobi politik asosiasi profesi ini bisa memberikan sanksi

hukum terhadap mereka yang melakukan praktik tanpa

sertifikasi terkait.

Pasal 42 Undang-undang Undang-undang Nomor

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tampak sudah

sejalan dengan prinsip profesionalisme menurut tinjauan

teoretik akademik. Berkenaan dengan organisasi

profesi, ditegaskan sebagai berikut:

Organisasi profesi guru mempunyai

kewenangan:

a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;

b. memberikan bantuan hukum kepada guru;

c. memberikan perlindungan profesi guru;

d. melakukan pembinaan dan pengembangan

profesi guru; dan

e. memajukan pendidikan nasional.

Namun demikian, bila yang dimaksudkan adalah

pengaturan praktik kependidikan secara otonom oleh

guru, jelas kemantapan guru sebagai profesi belum

sampai tahapan ini. Banyak guru masih bekerja dalam

pengawasan ketat para atasan, serta tidak memiliki

derajat otonomi dan kemandirian sebagaimana layaknya

profesi. Pun nyaris tanpa sanksi bagi siapa saja yang

berpraktik keguruan meskipun tanpa sertifikasi

kependidikan. Sistem konvensional teramat jelas tidak

mendukung pemantapan profesi keguruan. Keputusan

penilaian seorang guru bidang studi.

Syarat terakhir, pekerjaan profesional juga

ditandai oleh orientasinya yang lebih kepada masyarakat

daripada kepada pamrih pribadi (community rather

thanself-interest orientation). Pekerjaan profesional

juga dicirikan oleh semangat pengutamaan orang lain

(altruism) dan kemanfaatan bagi seluruh masyarakat

ketimbang dorongan untuk memperkaya diri pribadi.

Kecintaan pada bidang pekerjaan dan pengabdian

kepada masyarakat merupakan salah satu landasan etika

pekerjaan profesional. Walaupun secara praktik boleh

saja menikmati penghasilan tinggi, bobot cinta altruistik

profesi memungkinkan diperolehnya pula prestise sosial

tinggi.

Untuk memecahkan permasalahan belum

terpenuhinya sebagian aspek persyaratan

keprofesionalan guru, diperlukan suatu sistem

pembinaan professional guru secara berkesinambungan.

Dalam pasal 39 ayat (2) UU SISDIKNAS dinyatakan

bahwa Pendidik merupakan tenaga professional yang

bertugas merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan

penelitian dan pengabdian kepada msyarakat, terutama

bagi pendidik pada perguruan tinggi. Tersuratnya

sebutan professional untuk tenaga pendidik (guru),

menuntut harus dipenuhinya berbagai persyaratan

professional oleh guru. Surya (2005)

merekomendasikan hal yang harus dilaksanakan dalam

rangka mereposisi jabatan guru menjadi jabatan

professional sebagai berikut: (1) Pemerintah harus ada

kemauan dan komitmen politik untuk menempatkan

posisi guru dalam keseluruhan pendidikan nasional dan

memberikan penghargaan sesuai dengan hak dan

martabatnya. Penataan kembali berbagai perundang-

undangan dan produk hokum yang berkaitan dengan

pendidikan, agar lebih sesuai dengan tuntutan yang

berkembang. Dalam penataan ini dapat dilakukan

perbaikan perundang-undangan yang telah ada, dan

menghasilkan produk baru termasuk undang-undang

khusus tentang guru. (2) Mewujudkan suatu sistem

manajemen guru dan tenaga kependidikan lainnya

dalam satu institusi yang meiliki kewenangan nasional

secara terpadu yang sistematik, sinergik, dan simbiotik.

Seluruh aspek manajemen guru yang mencakup antara

lain rekrutmen, pendidikan, penempatan, pembinaan,

dan pengembangan berada dalam satu sistem

pengelolaan tunggal yang professional dan proporsional.

Pengelolaan yang lebih bersifat birokratis harus digeser

menjadi pengelolaan yang lebih bersifat

―pemberdayaan‖ dengan suatu mobilitas yang terbuka

baik secara vertical maupun horizontal sesuai dengan

kesempatan dan kompetensinya serta memperhitungkan

berbagai variable individual. (3) Pembenahan sistem

pendidikan dan pelatihan guru yang lebih fungsional

Page 21: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 59

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

untuk lebih menjamin dihasilkan kualitas professional

guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dilihat dari

posisi dan perannya, guru memerlukan kompetensi

pribadi dan profesi agar mampu mampu melaksanakan

proses pendidikan secara mendasar. Oleh karena itu

pendidikan dan latihan guru hendaknya lebih

berorientasi pada pembentukan dan pemberdayaan

kepribadian guru professional, lingkungan kehidupan

pendidikan, dinamika adaptasi yang tinggi,

pengembangan dedikasi kependidikan, dsb. Pendidikan

guru pada masa kini harus menggunakan strategi yang

lebih mengarah pada pembentukan kepribadian dan

kompetensi, memiliki ketrkaitan dengan lingkungan dan

kebutuhan. (4) Pengembangan satu sistem remunerasi

(gaji dan tunjangan lainnya) bagi para guru secara adil,

bernilai ekonomis, serta memiliki daya tarik sedemikian

rupa sehingga merangsang para guru melakukan

tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan

kepuasan lahir batin. Sejalan dengan rekomendasi

UNESCO/ILO, dalam upaya untuk mewujudkan

kesejahteraan guru Indonesia, sistem penggajian guru

harus dibangun sebagai satu kulminasi kesatuan

berbagai variable yang saling terkait yaitu: (1) jenjang

pendidikan tempat guru bertugas, (2) tingkat

pendidikan, (3) pengalaman/masa kerja, (4) beban kerja,

(5) kreativitas, (6) lokasi atau lingkungan kerja, (7)

kepangkatan.

Rekomendasi tersebut mengisyaratkan bahwa

dalam usaha mereposisi guru ke posisi jabatan

professional harus dilakukan melalui manajemen

terpadu yang melibatkan berbagai unsur dan

memperhatikan berbagai variabel yang berpengaruh,

serta dilakukan secara berkelanjutan. Sejalan dengan hal

tersebut, maka dalam membina profesionalisme guru

juga harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan

berbagai komponen baik komponen struktural maupun

non-struktural dan dilaksanakan secara berkelanjutan.

Arah pembinaan guru ditekankan kepada pencapaian

kemampuan dan keterampilan. melaksanakan

pembelajaran yang meliputi penggunaan: 1) open-ended

inquiry, 2) collaborative learning, 3) active

participation during lecture, 4) in cooperation of

relevan material and 5) integration of the laboratory

experiences with the lectur material (Wagner, 2001).

Komponen-komponen tersebut merupakan

indikator keprofesionalan guru yang menjadi tolok ukur

keberhasilan proses pembinaan. Membina

profesionalisme guru berarti praktek professional dari

supervisor dan organisasi profesi untuk membantu guru

mencapai indicator tersebut di atas. Guru yang

menunjukkan indikator-indikator seperti di tersebut di

atas dalam melaksanakan pembelajaran diharapkan akan

menjadi jaminan mutu pendidikan (education quality

assurance). Manejemen pembinaan professional guru

dilakukan dengan pendekatan TQM yang mendudukan

setiap orang sebagai manajer dalam posisinya dan

semua komponen terlibat di dalamnya (Sallis, 1993).

Berdasarkan prinsip TQM, dalam pelaksanaan

pembinaan professional guru diarahkan harus terjadi

tarnsformasi budaya dari budaya tradisional ke budaya

mutu (cultural change), serta proses

perbaikan/peningkatan dilaksanakan secara

berkesinambungan (continuous improvement). Sebagai

contoh program penataran guru untuk kemampuan guru

dalam menguasai bahan ajar (content) seharusnya

dilaksanakan secara terencana dengan tujuan yang jelas

dan metode sesuai. Apabila kigiatan penataran ini

dilakukan asal tugas penyelenggaraan selesai tiadka

akan berdampak pada peningkatan kemampuan guru-

guru tersebut.

Dalam kaitan ini budaya ―asal selesai‖

seharusnya diubah kepada budaya ―penyelenggaraan

berkualitas‖ Seperti telah diuraikan di bagian

Pendahuluan makalah ini, untuk membina

profesionalisme guru telah tersedia berbagai lembaga

atau organisasi profesi baik di tingkat pusat maupun

daerah. Lembaga/organisasi tersebut dipersiapkan Pusat

dan Daerah untuk membantu para guru dalam

meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar.

Komponen-komponen tersebut dapat dibagai menjadi

dua kategori yaitu, kategori structural dan kategori non-

struktural. Komponen Pembina yang termasuk kategori

strukutral antara lain Kepala Sekolah, Pengawas,

LPMP, PPPG. Sedangkan yang termasuk kategori non-

struktural antara lain MGMP, KKG, dan PGRI.

C. Strategi Pembinaan dan Pemberdayaan

Profesionalisme Guru dalam Perspektif Praktis

Meskipun guru telah mendapatkan sertifikasi

sebagai guru profesional pasca uji portofolio atau

pendidikan dan latihan profesional guru sebagai

implementasi UU Guru dan Dosen, yang dapat

diasumsikan mereka telah memiliki kecakapan kognitif,

afektif, dan unjuk kerja yang memadai, namun sebagai

akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta tuntutan pembangunan pendidikan kekinian, maka

guru dituntut untuk terus menerus berupaya

meningkatkan kompetensinya secara dinamis. Mantja

(2002) menyatakan bahwa peningkatan kompetensi

tersebut tidak hanya ditujukan pada aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor, namun yang lebih penting

adalah kemamuan diri untuk terus menerus melakukan

peningkatan kelayakan kompetensi. Sergiovanni (dalam

mantja, 2002) menegaskan bahwa teachers are axpected

to put their knowledge to work to demonstrate they can

dothe job. Finally, professional are expected to engage

in a life long commitment to selfimprovement. Self

improvement is the will-grow competency area.

Pernyataan Sergiovanni tersebut memberikan petunjuk

bahwa asumsi profesionalisme guru pasca sertifikasi

seyognya menjadi spring board bagi guru untuk terus

menerus menata komitmen melakukan perbaikan diri

dalam rangka meningkatkan kompetensi. Peningkatan

kompetensi atas dorongan komitmen diri diharapkan

akan mampu meningkatkan keefektifan kinerjanya di

sekolah. Komitmen untuk meningkatkan kefektifan

kinerja sangat berkaitan dengan pencapaian tujuan

program, yaitu program pembelajaran yang diharapkan

mampu menghasilkan output dan outcome yang

mencapai standar. Jika guru memiliki komitmen untuk

mengembangkan kompetensi diri secara terus menerus,

maka proses-proses perencanaan, pengembangan,

penerapan, pengelolaan, dan penilaian program

pembelajaran diyakini akan dapat dilakukan sesuai

dengan tuntutan kekinian. Penjelasan di atas

Page 22: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 60

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

mengindikasikan, bahwa komitmen diri dan strategi-

strategi manajemen sangat dibutuhkan dalam rangka

memfasilitasi guru meningkatkan profesionalismenya.

Sinergi antara komitmen guru dan strategi manajemen

akan melahirkan proses kolaborasi yang efektif untuk

meningkatkan kompetensi.

Pada saat ini, guru dihadapkan pada perubahan

paradigma persaingan dari sebelumnya lebih bersifat

physical asset menuju paradigma knowledge

basedcompetition. Perubahan paradigma tersebut

menuntut efesiensi dan efektivitas penggunaan sumber

daya guru, karena guru merupakan agen perubahan dan

agen pembaharuan, sehingga mereka mampu bersaing

dan memiliki keunggulan kompetitif.

Pemantapan sumber daya guru sebagai

intellectual capital harus diikuti dengan pengembangan

dan pembaharauan terhadap kemampuan dan keahlian

yang dimilikinya, sehingga mereka mampu dan peka

terhadap arah perubahan yang terjadi. Strategi

pemberdayaan merupakan salah satu cara

pengembangan guru melalui employee involvement.

Analog dengan pikiran Wahibur Rokhman (2002), dapat

dikonsepsikan bahwa pemberdayaan merupakan upaya

kepala sekolah untuk meberikanwewenang dan

tanggung jawab yang proporsional, menciptakan kondisi

saling percaya, dan pelibatan guru dalam menyelesaikan

tugas dan pengambilan keputusan. Kepala sekolah

memiliki peran strategis dalam proses pemberdayaan

guru sebagai agen perubahan. Dalam hal ini, kepala

sekolah dituntut memiliki kesadaran yang tinggi dalam

mendistribusi wewenang dan tanggung jawab secara

proporsional. Upaya ini, pada satu sisi merupakan

proses kaderisasi, di sisi lain adalah untuk

mengakomodasi proses peningkatan kompetensi guru

secara berkelanjutan.

Untuk menjamin keberhasilan proses

pemberdayaan guru, dapat digunakan model

pemberdayaan Khan (dalam Wahibur Rokhman, 2003)

dengan paradigma-paradigma desire, trust, confident,

credibility, accountability, communication. Paradigma

desire merupakan upaya kepala sekolah untuk (a)

memberi kesempatan kepada guru untuk

mengidentifikasi permasalahan yang sedang

berkembang, (b) memperkecil directive personality dan

memperluas keterlibatan guru, (c) mendorong

terciptanya perspektif baru dan memikirkan kembali

strategi untuk meningkatkan kinerja, dan (d)

menggambarkan keahlian team dan melatih guru untuk

melakukan self-control.

Paradigma trust mencakup upaya kepala sekolah

untuk (a) memberi kesempatan kepada guru untuk

berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, (b)

menyediakan waktu dan sumber daya pendukung yang

mencukupi bagi upaya guru untuk meningkatkan

kinerja, (c) menyediakan pelatihan yang mencukupi

bagi kebutuhan peningkatan kinerja guru, (d)

menghargai perbedaan pandangan dan mengakui

kesuksesan yang diraih oleh guru, dan (e) menyediakan

akses informasi yang memadai bagi upaya guru untuk

meningkatkan kinerja.

Paradigma Confident merupakan upaya kepala

sekolah untuk (a) mendelegasikan tugas-tugas yang

dianggap penting kepada guru, (b) menggali dan

mengakomodasi gagasan dan saran guru, (c)

memperluas tugas dan membangun jaringan dengan

sekolah dan instansi lain, dan (d) menyediakan jadwal

job instruction dan mendorong munculnya win-win

solution.

Beberapa upaya kepala sekolah terkait dengan

paradigma credibility, adalah (a) memandang guru

sebagai partner strategis, (b) menawarkan peningkat

standar tinggi di semua aspek kinerja guru, (c)

mensosialisasikan inisiatif guru sebagai individu kepada

guru lain untuk melakukan perubahan secara

partisipatif, dan (d) menggagas win-winsolution dalam

mengatasi perbedaan pandangan dalam penentuan

tujuan dan penetapan prioritas.

Paradigma accountability merupakan upaya

kepala sekolah untuk (a) menggunakan jalur training

dalam mengevaluasi kinerja guru, (b) memberikan tugas

yang terdefinisikan secara jelas dan terukur, (c)

melibatkan guru dalam penentuan standar dan ukuran

kinerja, (d) memberikan bantuan dan saran kepada guru

dalam menyelesaikan beban kerjanya, dan (e)

menyediakan periode dan waktu pemberian feedback.

Paradigma communication adalah upaya kepala sekolah

untuk (a) menetapkan kebijakan open door

communication, (b) menyediakan waktu untuk

memperoleh informasi dan mendiskusikan permasalah

secara terbuka, dan (c) menciptakan kesempatan untuk

cross-training.

Di samping enam paradigma pemberdayaan guru

tersebut, faktor lingkungan sekolah juga sangat

menentukan pelaksanaan program pemberdayaan.

Caudron (dalam Wahibur Rokhman, 2003)

menganjurkan enam hal penting untuk membangun

lingkungan sekolah yang kondusif bagi pelaksanaan

program pemberdayaan. Enam hal tersebut, adalah (1)

work teams and information sharing, (2) training and

resources, (3) measurement and feedback, (4)

reinforcement, (5) responsibility, dan (6)

flexibilityprocedure.

Membentuk work teams and information sharing

sangat penting bagi sekolah, karena di dalam tim

terdapat peluang yang besar terjadinya sharing

knowledge di antara para guru, pegawai, dan kepala

sekolah. Setiap individu diharapkan mampu menyajikan

unjuk kerja dan mempengaruhi secara positif kepada

yang lain dalam meningkatkan kompetensi. Sharing

knowledge di antara para guru, pegawai, dan kepala

sekolah terjadi melalui proses-proses komunikasi

terbuka tentang kekuatan dan kelemahan kinerja mereka

serta mencermati tantangan dan peluang yang mereka

hadapi seiring dengan perkembangan pendidikan.

Pemberdayaan training and resources sangat

penting untuk menunjang peningkatan profesionalisme

guru. Training team memiliki peran penting untuk

menjaga kekompakan dalam penyelesaian berbagai

masalah di sekolah. Hal ini penting, karena

pemberdayaan bagi guru tidak hanya untuk tujuan-

tujuan independent empowering, tetapi juga

interdependent empowering. Namun, training sangat

membutuhkan penyediaan fasilitas da sumber daya lain

yang dibutuhkan guru dalam meningkatkan

kompetensinya. Measurement sangat dibutuhkan untuk

memperoleh data ada atau tidaknya peningkatan dan

Page 23: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 61

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

kemajuan yang dialami guru. Konsep pengukuran tidak

bisa dilepaskan dari konsep standar. Hasil pengukuran

yang dibandingkan dengan standar akan berfungsi

sebagai alat kontrol terhadap kinerja yang dilakukan

oleh guru. Namun pasca pengukuran memerlukan

adanya feedback secara cepat. Hal ini penting, karena

feedback akan memberi peluang bagi guru untuk

menampilkan kinerja yang lebih baik.

Dukungan manajemen dengan pemberian

reinforcement secara terus menerus akan mendukung

dan memotivasi guru. Pada hakikatnya, semua manusia

(termasuk guru) merasa respektif terhadap penghargaan

yang diterima atas prestasi yang dicapainya. Kepala

sekolah atau pengawas perlu memberikan penilaian

yang baik atas prestasi kerja yang bisa dicapai oleh

guru. Kepala sekolah wajib melakukan sosialiasi atas

prestasi yang dicapai guru di sekolah. Memberikan

kepercayaan kepada para guru untuk melakukan

pekerjaan yang sesuai akan membangun responsibility

guru terhadap tugas yang menjadi kewajibannya.

Kepercayaan tersebut akan membangkitkan kreativitas

dan inovasi mereka yang pada akhirnya akan

meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Pemberian

wewenang memiliki nilai strategis bagi guru dalam hal

meningkatkan rasa percaya diri mereka sebagai akibat

dirinya merasa dihargai, penting, dan dibutuhkan

keberadaanya di sekolah. Dengan demikian, guru akan

mengerahkan seluruh pengetahuan dan keahliannya

untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya.

Flexibility procedure sangat dibutuhkan di

sekolah, karena sangat memudahkan dalam

pengambilan keputusan. Prosedur yang fleksibel akan

mendukung sekolah dalam melakukan penyesuaian

terhadap perubahan-perubahan zaman seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Di samping itu, akan memberi peluang pula bagi guru

untuk mampu beradaptasi dan meningkatkan

kompetensi, sehingga lebih siap dalam berkompetisi.

D. Pembinaan dan Pengembangan Profesionalisme

Guru melalui Supervisi

Fase vital dalam pembinaan dan pengembangan

profesionalisme guru adalah supervisi. kepala sekolah

berfungsi sebagai supervisor pengajaran di sekolah.

Kepala sekolah bertanggung jawab mengkoordinasikan

semua program pengajaran. Para guru mengharapkan

agar kepala sekolah menggunakan sebagian besar

waktunya untuk perbaikan dan peningkatan pengajaran.

Oleh sebab itu, kepala sekolah hendaknya memiliki

kompetensi kepemimpinan pengajaran dalam

melaksanakan tugasnya sebagai supervisor. Dia

hendaknya memiliki pemahaman tentang cara yang

tepat dalam melaksanakan supervisi.

Fungsi supervisi pendidikan adalah sebagai

layanan atau bantuan kepada guru untuk

mengembangkan situasi belajar mengajar. Konsep

supervisi sebenarnya diarahkan kepada pembinaan.

Artinya kepala sekolah, guru dan para personel lainnya

di sekolah diberi fasilitas untuk meningkatkan

kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya.Menurut Anwar dan Sagala (2009)

Supervisor mempunyai fungsi-fungsi utama, antara lain:

a. Menetapkan masalah yang betul-betul mendesak

untuk ditanggulangi.

b. Menyelenggarakan inspeksi, yaitu sebelum

memberikan pelayanan kepada guru, supervisor

lebih dulu perlu mengadakan inspeksi sebagai usaha

mensurvai seluruh sistem yang ada.

c. Memberikan solusi terhadap hasil inspeksi yang

telah di survai.

d. Penilaian

e. Latihan, dan

f. Pembinaan atau pengembangan.

Dilihat dari fungsi yang telah ada, tampak jelas

peranan supervisi pendidikan. Peranan supervisi dapat

dikemukakan oleh berbagai pendapat para ahli yang

menyimpulkan tetang tugas dan fungsi supervisor:

a. Koordinator, sebagai koordinator supervisor dapat

mengkoordinasi program-program belajar mengajar,

tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang

berbeda-beda diantara guru-guru.

b. Konsultan, sebagai konsultan supervisor dapat

memberikan bantuan, bersama mengkonsultasikan

masalah yang dialami guru baik secara individual

maupun secara kelompok.

c. Pemimpin kelompok, supervisor dapat memimpin

sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi

kelompok, pada saat mengembangkan kurikulum,

materi pelajaran dan kebutuhan profesional guru

secara bersama-sama.

d. Evaluator, supervisor dapat membantu guru dalam

menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai

kurikulum yang sedang dikembangkan.

Konsepsi umum pendidikan mengenal supervisi

sebagai salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir

dan membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-

guru di sekolah baik secara individual maupun secara

kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam

mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan

demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing

pertumbuan tiap-tiap peserta secara kontinyu, serta

mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat

demokrasi modern. Wilem Mantja (2002)

mendefinisikan bahwa, supervisi diartikan sebagai

kegiatan supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan

untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada

dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh

supervisi, yaitu; perbaikan (guru -murid) dan

peningkatan mutu pendidikan. Willem Mantja

memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan

(guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan

Glickman (dalam Mantja 2002) memperkenalkan

pendekatan supervisi pengembangan (developmental

supervision). Pendekatan tersebut bertolak dari

kenyataan, bahwa pada dasarnya proses supervisi adalah

proses belajar. Dalam proses supervisi, hubungan antara

kepala sekolah analog dengan hubungan antara guru dan

siswa. Guru dalam melayani siswa memiliki kewajiban

untuk memhamami semua karakteristik siswa.

Demikian pula, kepala sekolah dalam melakukan

supervisi pada para guru, hendaknya guru diperhatikan

sebagai individu, karena adanya perbedaanpernedaan

individual guru dalam perkembangan manusiawinya.

Perlakuan seperti itu sangat diperlukan, lebih-lebih guru

dituntut untuk terlibat secara langsung dalam

Page 24: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 62

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

peningkatan kualitas pendidikan. Pendekatan supervisi

perlu didasarkan atas perkembangan, kebutuhan, dan

karakteristik guru. Pendekatan tersebut erat kaitannya

dengan dua unsur penting keefektifan guru dalam

menjalankan tugas keprofesionalan,nyaitu komitmen

dan kemampuan berpikir abstraks.

Komitmen guru merupakan banyaknya waktu

dan tenaga yang mampu dicurahkan oleh guru tersebut

bagi siswa dan menunjang profesinya. Komitmen

diistilahkan sebagai kepedulian, yang dapat diklasifikasi

atas tiga kategori, kepedulian terhadap diri sendiri,

terhadap siswa, dan terhadap profesionalisasi.

Kemampuan berpikir abstraks, adalah kemampuan

kognitif berbasis pengalaman konkrit, mampu

mengidentifikasi tindakan kekinian untuk membantu

siswa belajar secara efektif, dan mampu

mengidentifikasi tindakan yang akan datang yang lebih

memberikan kesuksesan pelayanan bagi siswa.

Kemampuan abstraks diistilahkan sebagai kompleksitas

kognitif.

Perpaduan antara kepedulian dan kompleksitas

kognitif melahirkan tiga tahapan perkembangan

profesional, yaitu perkembangan tingkat rendah, sedang,

dan tinggi. Tahapan perkembangan tersebut

membutuhkan fasilitas supervisi pengembangan, yang

dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu (1) supervisi

direktif diperuntukkan bagi guru yang memiliki

kepedulian pada diri sendiri dengan kompleksitas

kognitif rendah, (2) supervisi kolaboratif diperuntukkan

bagi guru yang memiliki kepedulian kepada siswa dan

kompleksitas kognitif menengah, dan (3) supervisi

nondirektif diperuntukkan bagi guru yang memiliki

kepedulian profesional dengan kompleksitas kognitif

tinggi. Pola-pola tindakan supervisor yang berorientasi

pada supervisi direktif adalah clarifying, presenting,

demonstrating, directing, standardizing, reinforcing.

Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk

mengarahkan kegiatan dalam perbaikan pembelajaran,

menetapkan prangkat standar untuk perbaikan

pembelajaran, menggunakan sarana dan berbagai

dorongan untuk meningkatkan pembelajaran. Tampak,

bahwa dalam supervisi direktif, tanggung jawab

cenderung lebih banyak pada kepala sekolah

dibandingkan

dengan tanggung jawab guru. Dalam supervisi

kolaboratif, pola-pola tindakan supervisor adalah

listening, clarifying, pressenting, problem solving,

negotiating, initiating. Pola-pola tindakan tersebut

mengindikasikan bahwa antara kepala sekolah dan guru

berbagi tanggung jawab. Kepala sekolah berupaya

mendengarkan persepsi guru tentang masalah

pembelajaran yang dihadapinya. Atas dasar persepsi

guru, kepala sekolah menawarkan gagasan pemecahan

masalah. Proses tersebut melahirkan alternatif

pemecahan masalah yang kemudian disepakati untuk

diterapkan dalam pembelajaran. Beranjak dari

pemahaman kepala sekolah, bahwa guru adalah mampu

berkembang dan mengembangkan dirinya ke arah yang

lebih profesional, maka pola tindakan yang dapat

dilakukan dalam supervisi nondirektif, adalah listening,

clarifying, encouraging, pressenting, negotiating,

accomodating teacher-initiated.

Tindakan-tindakan tersebut bertolak dari premis,

bahwa proses belajar bagi guru diwarnai oleh

pengalaman pribadinya, sehingga pada akhirnya guru

tersebut akan mampu memecahkan masalahnya sendiri.

Bagi guru, pemecahan masalah yang dimaksud adalah

upaya memperbaiki dan meningkatkan pengalaman

belajar siswa di kelas. Peranan kepala sekolah adalah

mendengarkan, tidak memberi pertimbangan,

membangkitkan kesadaran sendiri, dan mengklarifikasi

pengalaman-pengalaman guru. Kepala sekolah lebih

menekankan refleksi atau bertanya untuk memperoleh

informasi dengan tujuan membuka komunikasi dalam

pertemuan supervisi mereka. Peranan kepala sekolah

dalam menjalankan supervisi seperti itu akan membuat

persepsi guru menjadi positif.

E. Kesimpulan

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga

profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa

profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber

penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,

kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar

mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan

profesi.Sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk

selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Pasca Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen, wacana mengenai

profesionalisme guru gencar dibicarakan diIndonesia.

Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga

faktor yang cukup penting,yaitu kompetensi guru,

sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga

faktortersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan

erat dengan kualitas pendidikan. Guruprofesional yang

dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan

mendorongterwujudnya proses dan produk kinerja yang

dapat menunjang peningkatan kualitaspendidikan. Guru

kompeten dapat dibuktikan dengan perolehan sertifikasi

guru berikuttunjangan profesi yang memadai menurut

ukuran Indonesia. Sekarang ini, terdapatsejumlah guru

yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah

memperoleh tunjanganprofesi, dan akan memperoleh

tunjangan profesi.

Fakta bahwa guru telah tersertifikasimerupakan

dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki

kompetensi. Kompetensiguru tersebut mencakup empat

jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2)

kompetensiprofesional, (3) kompetensi sosial, dan (4)

kompetensi kepribadian.

Permasalahannya adalah apakah konsepsi

teoretis profesionalisme guru yang disematkan pada

guru yang telah bersertifikasi itu linear dengan realitas

praksis di ruang-ruang pembelajaran.

Program sertifikasi guru merupakan upaya

pemerintah untuk mengidentifikasi guru-guru

berkualitas. Guru berkualitas yang terbukti dari hasil

sertifikasi dijadikan dasar untuk memberikan tunjangan

profesi. Guru yang memperoleh tunjangan profesi

dikategorikan sebagai guru yang profesional. Untuk

menjamin konsistensi profesionalisme guru seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

Page 25: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 63

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

seni, diperlukan upaya-upaya peningkatan

profesionalisme secara berkesinambungan. Secara

preskriptif, dukungan kompetensi manajemen, strategi

pemberdayaan, supervisi pengembangan, dan penelitian

tindakan kelas merupakan dimensi-dimensi teoretis

alternatif untuk meningkatkan profesionalisme guru.

Dukungan kompetensi manajemen diperankan

oleh kepala dinas pendidikan dan kepala sekolah.

Strategi pemberdayaan dan supervisi pengembangan

merupakan peran sentral kepala sekolah. Ketiga dimensi

teoretis tersebut berlandaskan pada filosofi humanistik,

bahwa guru yang harus berkembang secara profesional,

pada dasarnya dapat meningkatkan profesionalismenya

secara mandiri. Oleh sebab itu, peran kompetensi

manajemen, strategi pemberdayaan, dan supervisi

pengembangan tidak lebih dari sekadar fasilitas dan

pijakan bagi guru untuk meningkatkan komitmen.

Daftar Pustaka

Macionis, John J. 1987. Sociology. Englewood Cliffs,

New Jersey: Pentice-Hall. Inc

Mantja, W. 2002. Manajemen pendidikan dan supervisi

pengajaran. Malang: Wineka Media.

McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature

of professional learning communities. Tersedia

pada

http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf.

Rosidi, Sakban. 2008, Penelitian Tindakan, Praksis

Pendidik Profesional. Makalah

Seminar dan Lokakarya Nasional, Kerjasama Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa

Timur dan PP Un-Nur Malang, tanggal 25 Mei

2008.

Saiful Sagala, 2009, Kemampuan Profesional Guru dan

Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta

Sallis, E. (1993), Total Quality Management in

Education, London: Kogan Page Limited

Surya Dharma. 2003. Pengembangan SDM berbasis

kompetensi. Dalam Usmara, A (Ed.): Paradigma

baru manajemen sumber daya manusia. 105-

120. Yogyakarta: Amara Book.

Surya, M. (2005), Profesi Guru Dalam Kenyataan dan

Harapan, Makalah Semiloka Nasional

Profesionalisasi Pendidik dan Tenaga

Kependidikan, , Bandung, FIP-UPI

Wagner E (2001), Development and Evaluation of a

Standards-Based Approach to Instruction in

General Chemistry, Elektronic Journal of

Science Education Vol. 6 No. 1

Wahibur Rokhman, J. 2003. Pemberdayaan dan

komitmen: Upaya mencapai kesuksesan

organisasi dalam menghadapi persaingan global.

Dalam Usmara, A (Ed.): Paradigma baru

manajemen sumber daya manusia. 121-133.

Yogyakarta: Amara Book.

Posisi Dan Fungsi Teori Dalam Penelitian Kualitatif

Page 26: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 64

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Madekhan *) *) Dosen Program Studi Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam Lamongan

Abstract

There is a growing interest on qualitative methodology as evidence by an increasing number of qualitative research

design employed in social science researches. In qualitative inquiry process, the role of theory in the field of social

science and where it situates in the research framework has always created a challenge for the researchers. However,

inconclusive and differing opinions have so far been documented about the position and function of theory in qualitative

research. The purpose of this paper is to build a general perspective in terms of the position and function of theory in

qualitative research methodology applicable to social science research. Review of literatures on these issues were

presented and discussed. As a result, mostly argue that theory in qualitative research is not in terms of testifying the

validity or accuracy, event or experience in real-life cannot always or necessarily be based on theory, yet the

significant role of theory in literature review is an undeniable fact. Here, theory is a road guidance in qualitative

research.

Key Words: qualitative, social research, position and function of theory.

I. PENGERTIAN PENELITIAN KUALITATIF

Setiap penelitian bermaksud untuk menemukan

atau mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan itu

adakalanya berupa teori, yang merupakan penjelasan

terhadap gejala-gejala, dan adakalanya berupa

knowledge yang merupakan konsep-konsep atau pola-

pola regulasi yang terdapat di alam ini. Selain itu,

penelitian juga bermaksud untuk menemukan

pengetahuan yang berupa strategi-strategi untuk

pemecahan suatu masalah. Pada dasarnya penelitian

kualitatif dapat digunakan untuk ketiga maksud tersebut

(Bahar, 2011).

Untuk menggali ragam pengetahuan yang

disebut di atas, penelitian kualitatif mempunyai caranya

sendiri, yang berbeda dari penelitian kuantitatif. Jika

penelitian kuantitatif bertolak dari suatu teori dan

kemudian bermaksud untuk mengujinya, maka dalam

penelitian kualitatif tidak demikian halnya. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bertolak dari

ketidaktahuan, artinya peneliti belum memiliki

pengetahuan tentang obyek yang diteliti, termasuk jenis

data dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan.

Karena itu, penelitian kualitatif tidak menggunakan

teori yang sudah ada sebagai dasar pengembangan

teoritiknya.

Penelitian kualitatif berangkat dari suatu

komitmen untuk memperoleh data secara alamiah:

peneliti beranggapan bahwa pemerolehan pengetahuan

secara sistematik harus berada dalam suasana alamiah

ketimbang dalam suasana artifisial atau buatan seperti

eksperiman (Marshall dan Rossman (1989). Lebih

sistematis dikemukakan Bryman (1988, hal 61-69)

bahwa penelitian kualitatif memiliki 6 kriteria,

sebagaimana dalam tabel 1 berikut:1

Tabel 1. Kriteria Penelitian Kualitatif

1 Melihat melalui mata dari ... atau menurut

1dalam Silverman 1993 hal 23-25

perspektif subjek.

2 Menggambarkan detail-detail kebiasaan di

dalam kehidupan sehari-hari;

3 Memahami tindakan dan makna dalam

konteks sosialnya.

4 Menekankan waktu dan proses

5 Lebih terbuka dan desain penelitiannya

relatif tidak terstruktur,

6 Menghindari konsep dan teori pada tahap

permulaan.

Bila mengacu Tabel 1 di atas maka Penelitian

kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan

pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif

subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar

fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain

itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan

gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai

bahan pembahasan hasil penelitian.

Terdapat perbedaan mendasar antara peran

landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan

penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif,

penelitian berangkat dari teori menuju data, dan

berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori

yang digunakan. Sedangkan dalam penelitian kualitatif

peneliti bertolak dari data yang sarat dengan konteks,

memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas,

dan berakhir dengan suatu teori.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur

statistik atau bentuk hitungan lainnya, secara umum

tujuan penelitian kualitatif adalah untuk ―menemukan‖.

Menemukan berarti sebelumnya belum pernah ada atau

belum diketahui. Bisa dikatakan bahwa pendekatan

kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena

yang diteliti. Kebenaran dari hasil analisis penelitian

kualitatif lebih bersifat ideographik, tidak dapat

digeneralisasi. Hasil analisis penelitian kualitatif

naturalistik lebih bersifat membangun, mengembangkan

maupun menemukan teori-teori sosial. Dengan metode

kualitatif, maka peneliti dapat menemukan pemahaman

yang luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang

kompleks, memahami interaksi dalam situasi sosial

tersebut sehingga dapat ditemukan hipotesis, pola

Page 27: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 65

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

hubungan yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi

teori.

II. PENGERTIAN TEORI

Teori adalah seperangkat dalil mengenai

hubungan antara berbagai konsep. Dalam penelitian

kualitatif, teori yang sudah ada memiliki kegunaan yang

cukup penting, teori dalam penelitian kualitatif

digunakan secara lebih longgar, teori memungkinkan

dan membantu untuk memahami apa yang sudah

diketahui secara intuitif pada saat pertama, tetapi

bersifat jamak untuk berubah sebagaimana teori sosial

berubah. Pada umumnya teori bagi penelitian kualitatif

berguna sebagai sumber inspirasi dan pembanding

(Bahar, 2011).

Kedudukan teori sendiri dalam penelitian

hendaknya dipahami dari keterkaitannya dengan

kedudukan hipotesis, metode dan metodologi. Pada

tabel 1 di bawah ini, Silverman (1993, hal 1) dengan

jelas menggambarkan kedudukan teori di tengah tiga

konsep dasar dalam penelitian.

Tabel 2. Konsep Dasar dalam Penelitian

KONSEP

PENGERTIAN

RELEVANSI

Teori Serangkaian konsep

penjelas

Sesuai

Kegunaan

Hypotesis Pernyataan/proposisi

yang bisa diuji

Validitas

Metodologi Pendekatan umum

untuk mengkaji topik

penelitian

Sesuai

Kegunaan

Metode Suatu teknik

penelitian tertentu.

Harus

sebangun

dengan teori,

hipotesis dan

metodologi

Sebagaimana pada tabel 2, teori menyediakan

serangkaian konsep penjelas (explanatory concepts).

Tanpa sebuah teori, tidak akan terlaksana penelitian. Di

dalam penelitian sosial, contoh teori adalah

fungsionalisme (yang mengkaji fungsi-fungsi pranata

sosial), behaviorisme (yang melihat semua perilaku

dalam kerangka stimulus dan respon), dan interaksi

simbolik (yang memusatkan bagaimana kita

mengkaitkan makna-makna simbolis dengan relasi-

relasi interpersonal.

Dengan demikian teori merupakan sumber

tenaga bagi penelitian, dimana seiring perkembangan

zaman, teori dikembangkan dan dimodifikasi oleh

berbagai penelitian. Di sini diyakini bahwa ketika

didayagunakan teori tidak pernah salah, namun hanya

dalam pemahaman lebih ataupun kurang berguna

Silverman (1993, hal 2).2

2 David, Silverman, Interpreting Qualitative Data, Sage Publication,

London, 1993

Dalam penelitian kualitatif, karena

permasalahan yang dibawa oleh peneliti bersifat

sementara, maka teori yang digunakan dalam penelitian

kualitatif juga bersifat sementara, dan akan berkembang

setelah peneliti memasuki lapangan atau dalam konteks

sosial. Dalam kaitannya dengan teori, penelitian

kualitatif bersifat menemukan teori.

III. TEORI BAGI PENELITI

KUALITATIF

Dari sisi kememadaian, dalam penelitian

kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang harus

dimiliki peneliti kualitatif jauh lebih banyak di

bandingkan penelitian kuantitatif karena harus

disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di

lapangan. Peneliti kualitatif akan lebih profesional kalau

menguasai semua teori sehingga wawasannya lebih

luas, dan dapat menjadi instrumen penelitian yang baik.

Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai

bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih

luas dan mendalam. Walaupun peneliti kualitatif

dituntut untuk menguasai teori yang luas dan mendalam,

namun dalam melaksanakan penelitian, peneliti

kualitatif harus mampu melepaskan teori yang dimiliki

tersebut dan tidak digunakan sebagai panduan dalam

menyusun instrument dan sebagai panduan dalam

menyusun panduan untuk wawancara, dan observasi.

Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data

berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan

dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Peneliti

kualitatif harus bersifat ―perspektif emic‖ artinya

memperoleh data bukan ―sebagai seharusnya‖, bukan

berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi

berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi

dilapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan

oleh partisipan/sumber data.

Oleh karena itu penelitian kualitatif jauh lebih

sulit dari penelitian kuantitatif, karena peneliti kualitatif

harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi

―human instrument‖ yang baik. Penelitian kualitatif jauh

lebih sulit bila dibandingkan dengan penelitian

kuantitatif karena data yang terkumpul bersifat

subyektif dan instrument sebagai alat pengumpul data

adalah peneliti itu sendiri.

Dengan kebutuhan akan teori yang memadai,

maka untuk dapat menjadi instrument penelitian yang

baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki

wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun

wawasan yang berkaitan dengan konteks sosial yang

diteliti yang berupa nilai, budaya, keyakinan, hukum,

adat-istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks

sosial tersebut. Bila peneliti tidak memiliki wawasan

yang luas, maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan

pada sumber data, sulit memahami apa yang terjadi,

tidak akan mampu memahami analisis secara induktif

terhadap data yang diperoleh, padahal pendekatan

induktif memberikan panekanan pada pemahaman yang

kompresif atau ―holistik" mengenai situasi sosial yang

ditelaah. Artinya, kehidupan sosial dipandang sebagai

pelibatan serangkaian peristiwa yang saling berpautan,

yang perlu untuk digambarkan secara lengkap oleh

Page 28: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 66

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

peneliti kualitatif.

IV. POSISI DAN FUNGSI TEORI DALAM

PENELITIAN KUALITATIF

Menurut J.W Creswell (1998), peneliti kualitatif

perlu menyadari perlunya dan tata cara penggunaan

perspektif teori di dalam kajiannya. Ilmu-ilmu sosial

memberikan penjelasan, prediksi dan generalisasi

tentang bagaimana aspek-aspek kehidupan manusia

berperan. Teori-teori tersebut mungkin diajukan oleh

peneliti pada filosofis yang abstrak dan luas ataupun

tingkat yang lebih konkrit dan substansial. Pertanyaan

pokoknya, antara lain adalah: haruskah sebuah

kacamata teori tertentu membingkai penelitian tersebut

sehingga melahirkan pertanyaan penelitian dan

menyarankan sudut pandang di dalamnya?

Yang jelas, bagaimanapun juga memang ada

baiknya seorang peneliti untuk mempertimbangkan

sebuah teori digunakan dalam penelitiannya. Pengertian

membingkai di sini tidak lain adalah menggunakan

sebuah teori ilmu tertentu untuk menginterpretasikan

temuan penelitian dan bukan untuk menentukan

variabel-variabel yang perlu ditemukan, apalagi untuk

membuktikan kebenaran sebuah teori. Dapat dikatakan

bahwa pada dasarnya penggunaan tersebut berada pada

garis yang kontimum dari awal hingga akhir proses

penelitian, tinggal pada posisi mana pada garis tersebut

sebuah teori akan digunakan di masing-masing tradisi

penelitian kualitatif3.

Sementara Bahar (2011), menyatakan bahwa posisi

teori pada pendekatan kualitatif harus diletakkan sesuai

dengan maksud penelitian yang dikerjakan. Pertama,

untuk penelitian yang bermaksud menemukan teori dari

dasar, paling tidak ada tiga aspek fungsi teori yang

dapat dimanfaatkan;

a. Konsep-konsep yang ditemukan pada teori terdahulu

dapat "dipinjam" sementara (sampai ditemukan

konsep yang sebenarnya dari kancah) untuk

merumuskan masalah, membangun kerangka

berpikir, dan menyusun bahan wawancara;

b. Ketika peneliti sudah menemukan kategori-kategori

dari data yang dikumpulkan, ia perlu memeriksa

apakah sistem kategori serupa telah ada sebelumnya.

Jika ya, maka peneliti perlu memahami tentang apa

saja yang dikatakan oleh peneliti lain tentang

kategori tersebut. Hal ini dilakukan hanya untuk

perbandingan saja, bukan untuk mengikutinya; dan

c. Proposisi teoritik yang ditemukan dalam penelitian

kualitatif (yang memiliki hubungan dengan teori

yang sudah dikenal) merupakan sumbangan baru

untuk memperluas teori yang sudah ada. Demikian

pula, jika ternyata teori yang ditemukan identik

dengan teori yang sudah ada, maka teori yang ada

dapat dijadikan sebagai pengabsahan dari temuan

baru itu.

Kedua, untuk penelitian yang bermaksud memperluas

teori yang sudah ada, teori tersebut bermanfaat bagi

peneliti pada tiga hal berikut;

3 Lebih jelas karya John W. Cresswell ini bisa dibaca pada saduran

dengan judul Desain dan Model Penelitian Kualitatif oleh Dr.

M. Djauzi Moedzakir, M.A, UNM, Malang, 2010

a. Penelitian dapat dimulai dari teori terdahulu tersebut

dengan merujuk kerangka umum teori itu. Dengan

kata lain, kerangka teoritik yang sudah ada bisa

digunakan untuk menginterpretasi dan mendekati

data. Namun demikian, penelitian yang sekarang

harus dikembangkan secara tersendiri dan terlepas

dari teori sebelumnya. Dengan demikian, penelitian

dapat dengan bebas memilih data yang

dikumpulkan, sehingga memungkinkan teori

awalnya dapat diubah, ditambah, atau dimodifikasi;

b. Teori yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk

menyusun sejumlah pertanyaan atau menjadi

pedoman dalam pengamatan/wawancara untuk

mengumpul data awal; dan

c. Jika temuan penelitian sekarang berbeda dari teori

yang sudah ada, maka peneliti dapat menjelaskan

bagaimana dan mengapa temuannya berbeda dengan

teori yang ada.

Peneliti kualitatif dituntut mampu

mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan

teori yang dituliskan dalam proposal penelitian lebih

berfungsi untuk menunjukkan seberapa jauh peneliti

memiliki teori dan memahami permasalahan yang

diteliti walaupun permasalahan tersebut masih bersifat

sementara. Oleh karena itu landasan teori yang

dikemukakan bukan merupakan harga mati, tetapi

bersifat sementara. Peneliti kualitatif justru dituntut

untuk melakukan ―grounded research‖, yaitu

menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh di

lapangan.

Ada dua bentuk perangkat yang digunakan dalam

merancang kerangka konseptual sebagai panduan kerja

dalam penelitian kualitatif. Kedua perangkat dimaksud

adalah ―paradigma alamiah‖ (naturalistic paradigm) dan

pola pengembangan pengetahuan dalam ―bidang ilmu‖

yang diteliti. Pada dasarnya kedua perangkat ini bersifat

saling melengkapi, di mana paradigma alamiah

mengarahkan kegiatan penelitian, dari mana dimulai

dan ke mana arahnya, serta bagaimana cara atau proses

kerjanya, sedangkan bidang ilmu mempertegas obyek

material atau substansi yang layak diteliti. Pandangan

mendasar yang menjadi asumsi paradigma alamiah

adalah bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada pola-

pola interaksi atau perilaku tertentu yang terjadi secara

ajeg. Jika peneliti dapat mendeteksi dan menemukan

pola-pola itu, maka ia dapat menyusunnya menjadi

suatu teori. Inilah yang dimaksudkan dalam grounded

theory bahwa penelitian kualitatif merupakan satu upaya

untuk membangun teori dari dasar. Jadi, teori itu

sesungguhnya ditemukan dari masyarakat melalui

penelitian yang sistematis. Oleh karena itu, penelitian

kualitatif sama sekali tidak bermaksud untuk menguji

teori, dan bahkan tidak bertolak dari variabel-variabel

yang direduksi dari suatu teori. Sungguh tidak relevan

jika penelitian kualitatif dimulai dengan teori atau

konsep/variabel yang digunakan teori sebelumnya,

karena akan menghambat pengembangan rumusan teori

baru.

Sejalan dengan asumsi di atas, peneliti kualitatif

tidak membawa konsep-konsep yang diperoleh dari

teori (yang sudah ada) ke lapangan, melainkan berusaha

Page 29: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 67

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

memahami dan memaknai fenomena sesuai dengan

pemahaman dan pemaknaan yang diberikan oleh subyek

yang diteliti. Ini sangat prinsip dalam penelitian

kualitatif. Strategi ini disebut dengan pendekatan emik,

yaitu suatu prinsip pemaknaan fenomena berdasarkan

pemahaman "orang dalam", dengan menggunakan

ukuran-ukuran yang ditemukan di lapangan. Dasar

pijakan penelitian ini ialah adanya interaksi simbolik

dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir

berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan

cara mencari makna semantis universal dari gejala yang

sedang diteliti. Bertolak dari prinsip paradigma alamiah,

proses data kualitatif selalu menggunakan metode

berpikir induktif. Prinsip pokok teknik analisa ini ialah

mengolah dan menganalisa data menjadi data yang

sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna.

Tujuan akhir penelitian kualitatif ialah menghasilkan

pengertian-pengertian, konsep-konsep dan atau

pembangunan suatu teori baru. Perangkat yang kedua

adalah pola pengembangan ilmu sosial, yang pada

mulanya metode-metode kualitatif muncul dari

penelitian-penelitian antropologi, etnologi, serta aliran

fenomenologi dan aliran idealisme. Karena metode-

metode ini bersifat umum dan terbuka maka ilmu sosial

lainnya mengadopsi sebagai sarana penelitiannya.

Ada dua istilah yang sering dipakai dalam

penelitian, kerangka teoritis dan kerangka konseptual.

Istilah kerangka teoritis banyak dipakai dalam penelitian

kuantitatif, tidak pada penelitian kualitatif, sedangkan

istilah kerangka konseptual lebih tepat digunakan pada

penelitian kualitatif. Dasar pertimbangannya adalah,

bahwa penelitian kuantitatif menggunakan deduksi logis

dari suatu teori untuk perumusan hipotesis, sedangkan

penelitian kualitatif lebih pada upaya pembentukan

konsep-konsep dari data lapangan menuju pemahaman

terhadap fenomena atau terbentuknya suatu teori.

Pada hakikatnya, kerangka konseptual adalah suatu

rancangan yang dapat menegaskan tentang dimensi-

dimensi kajian utama penelitian serta mengungkap

tentang perkiraan hubungan-hubungan antara dimensi-

dimensi tersebut. Atas dasar itu, kerangka konseptual

merupakan panduan bagi peneliti dalam proses

penelitiannya, baik memutuskan karakeristik data yang

harus dikumpulkan, strategi dalam melakukan

kategorisasi, maupun dalam penemuan relasi antara

kategori.

Kapan waktu yang paling tepat melakukan

perancangan kerangka konseptual dalam penelitian

kualitatif? Ini menjadi diskusi yang tidak berujung di

kalangan ahli kualitatif. Jika dilakukan dari awal,

mungkin sekali membuat ketidakbebasan bagi peneliti

untuk menemukan fenomena yang asli, karena

pikirannya telah terfokus untuk memperhatikan hanya

pada fokus khusus. Hal ini merupakan pengebirian

karakter penelitian kualitatif. Tetapi jika kerangka

konseptual dirancang belakangan, dapat mengakibatkan

pengumpulan data serampangan dan bisa jadi

menghadirkan data yang melimpah-ruah.

Diskusi yang tidak pernah selesai ini menjadi faktor

munculnya berbagai pola perancangan kerangka

konseptual di kalangan peneliti kualitatif. Ahli

antropologi dan fenomenologi berpendapat, realitas

sosial itu cukup kompleks, karena itu peta-peta

konseptual yang konvensional akan menjadi kendala.

Sebab, latar, fenomena-fenomena, dan pelaku-pelaku

yang paling bermakna tidak akan dapat diramalkan

sebelum penelitian lapangan. Jadi, kerangka konseptual

seharusnya muncul secara empiris di lapangan sewaktu

penelitian berjalan.

Tidak semua penelitian harus menghasilkan teori.

Sebagian dari hasil penelitian itu tidak dimungkinkan

untuk dilanjutkan ke perumusan teori, dan karena itu

harus dihentikan sampai pada penemuan formulasi-

formulasi konseptual dan tema-tema budaya. Penelitian

yang sampai pada penemuan tema-tema seperti itu juga

cukup penting, sebab tema-tema yang memuat

keterangan deskriptif itu dapat disusun secara sistematis

ke dalam bentuk konsepsi -konsepsi dekriptif yang kaya

dengan definisi, informasi, dan atau abstraksi dari

gejala-gejala sosial. Atas dasar itu, seorang peneliti

kualiatif tidak mesti memaksakan diri untuk

menemukan ―teori‖ dari kancah, bahkan ia dapat saja

merancang sebuah penelitian yang hanya sampai pada

penemuan tema-tema untuk disusun ke dalam

pengetahuan deskriptif yang bersifat informatif.

Akhirnya, perumusan teori dimulai dengan

mereduksi jumlah kategori-kategori sekaligus

memperbaiki rumusan dan integrasinya. Modifikasi

rumusan semakin minimal, sekaligus isi data dapat terus

semakin diperbanyak. Atribut terori yang tersusun dari

hasil penafsiran/pemaknaan dilengkapi terus dengan

data baru, dirumuskan kembali dalam arti diperluas

cakupannya sekaligus dipersempit kategorinya. Jika hal

itu sudah tercapai dan peneliti telah merasa yakin akan

hasilnya, pada saat itu peneliti sudah dapat

mempublikasikan hasil penelitiannya.

V. KESIMPULAN

Dasar penelitian kualitatif berada di seputar upaya

memperoleh data secara alamiah. Bagaimana peneliti

berupaya memperoleh pengetahuan secara sistematik

dalam suasana alamiah, tidak artifisial atau buatan. Atas

sifatnya demikian, maka teori dalam penelitian

kualitatif, memiliki kegunaan yang cukup penting. Teori

dalam penelitian kualitatif digunakan untuk

memungkinkan dan membantu peneliti kualitatif

memahami apa yang sudah diketahui secara intuitif

pada saat pertama, tetapi pada fase berikutnya bisa

berubah sebagaimana teori sosial berubah.

Peneliti kualitatif akan lebih profesional kalau

menguasai semua teori sehingga wawasannya lebih

luas, dan dapat menjadi instrumen penelitian yang baik.

Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai

bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih

luas dan mendalam. Oleh karena itu penelitian kualitatif

jauh lebih sulit dari penelitian kuantitatif, karena

peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas

sehingga mampu menjadi ―human instrument‖ yang

baik. Penelitian kualitatif jauh lebih sulit bila

dibandingkan dengan penelitian kuantitatif karena data

yang terkumpul bersifat subyektif dan instrument

sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri.

Fungsi dan posisi sebuah teori dalam pengertian

sederhana adalah bingkai dari sebuah penelitian

kualitatif. Di sini tidak lain adalah menggunakan sebuah

Page 30: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 68

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

teori ilmu tertentu untuk menginterpretasikan temuan

penelitian dan bukan untuk menentukan variabel-

variabel yang perlu ditemukan, apalagi untuk

membuktikan kebenaran sebuah teori. Dapat dikatakan

bahwa pada dasarnya, fungsi dan posisi teori berada

pada garis yang kontimum dari awal hingga akhir proses

penelitian, tinggal pada posisi mana pada garis tersebut

sebuah teori akan digunakan di masing-masing tradisi

penelitian kualitatif.

Akhrinya, sebagaimana ditemukan dalam beberapa

literatur metode penelitian (Moleong, 1999; Creswell,

2002, Lindloft, 1995), menyebutkan bahwa metode

penelitian kualitatif lebih bersifat induktif. Artinya

langkah penelitian yang harus didahulukan adalah data

berdasarkan fakta, gejala, fenomena, realitas yang

menjadi tema, kemudian diolah, diproses, sehingga

akhir penelitian dapat menjadi proposisi, model atau

bahkan teori. Hampir semua disepakati bahwa teori

pada penelitian kualitatif bukan untuk diuji keabsahan,

kebenaran atau kesalahannya, melainkan sebagai

―guidance‖ atau ―petunjuk jalan‖ saja.

Daftar Bacaan :

Bahar, Hartati, Teori dalam Penelitian Kualitatif,

http://tatikbahar.blogspot.com/2011/01/teori-

dalam-penelitian-kualitatif.html, diakses

November 2012.

David, Silverman, Interpreting Qualitative Data, Sage

Publication, London, 1993.

Gempur Santoso, Fundamental Metodologi Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif, Cetakan pertama:

Juli 2005, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta,

2005.

Moedzakir, Djauzi, M.A, Desain dan Model Penelitian

Kualitatif, Universitas Negeri Malang, 2010

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif,

Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.

Purwoko, Bambang, Penelitian Kualitatif, Bahan Kuliah

S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah,

Universitas Gajah Mada, 2008.

Siregar, Parluhutan. Teori dan Kerangka Konseptual,

http://google.or.id//teori dalam penelitian

kualitatif.htm. di akses September 2008

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan

R&D, Alfabeta, Bandung, 2006

Widoyoko, EP, Analisis Kualitatif Dalam Penelitian

Sosial, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian

FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo,

2007

Page 31: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 69

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Mengintegrasikan Soft Skill Dalam Pembelajaran Interaktif (Sebuah telaah kritis atas artikel ilmiah : Integrating Soft Skills Through

Active Learning In The Management Classroom)

Rusydan*)

*)

Dosen FKIP Unisla Lamonggan

Abstrak : Penerapan active learning yang merupakan suatu ide yang cemerlang

untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penerapan atribut soft skill di ruang

kelas di Indonesia, misalnya, lebih banyak lagi tugas presentasi, diskusi

kelompok, sampai role play. Dengan tujuan, semakin mengasah kemampuan

berkomunikasi dan bekerja sama. Hal ini penting sebagai aplikasi pendidikan

yang bukan sekadar bagaimana dosen mengajar dengan baik (teacher centre

learning), tapi bagaimana mahasiswa bisa belajar dengan baik (student centre

learning). Lulusan Perguruan Tinggi kita dihadapkan pada kenyataan dan

problematika masyarakat yang memerlukan ketangguhan kompetensi personal

tinggi. Oleh karenanya diperlukan suasana pembelajaran di kelas yang

berorientasi pada pengembangan soft skill mahasiswa.

Kata kunci: Integrasi, soft skill, pembelajaran interaktif

A. Pendahuluan

Permasalahan Pendidikan di Indonesia saat ini

diungkapkan oleh Muchlas Samani dalam bukunya

Menggagas Pendidikan Bermakna bahwa Pendidikan

kita tampaknya terlalu teoritik, seperti di awang-awang,

tidak membumi, dan memisahkan siswa dari kehidupan

sehari-hari. Pendidikan kita tidak membekali siswa

bagaimana mengahadapi kehidupan nyata di

masyarakat. Lulusan perguruan tinggi hanya memiliki

ijazah, namun tidak memiliki kompetensi. Akibatnya,

mereka tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam

dunia kerja. Sorotan tersebut terutama ditujukan kepada

lulusan dari perguruan tinggi. Terdapat jurang yang

lebar/gap (mismatch) antara lulusan di perguruan tinggi

dengan dunia kerja yang memberikan pekerjaan.

Menurut survei yang diterbitkan National

Association of Colleges and Employers (NACE) di

Amerika Serikat pada tahun 2002 dari hasil jajak

pendapat 457 pengusaha, bahwa Indeks Prestasi (IP)

hanya menempati urutan ke 17 dari 20 kualitas yang

dianggap penting dari seorang lulusan universitas.

Kualitas yang ada di peringkat atas justru merupakan

kemampuan yang tidak terlihat (intengible) namun

sangat diperlukan, seperti kemampuan berkomunikasi,

integritas dan bekerjasama. Kemampuan tersebut

dikenal dengan istilah soft skill.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka tulisan

ini bermaksud untuk menelaah kritis atas artikel jurnal

berjudul Integrating Soft Skills Through Active Learning

In The Management Classroom. Sebuah artikel hasil

penelitian yang dilakukan oleh Chynette

NealyUniversity of Houston-Downtown dimuat

dalamJournal of College Teaching & Learning Volume

2, Number 4 April 2005.

Telaah kritis jurnal ini akan mengambil fokus

teori yang digunakan, Kedua, telaah akan difokuskan

pada metode, baik metode pelaksanaan training maupun

metode analisa data. Dan yang terakhir telaah akan

mengulas sumbangan apa yang dapat diberikan dari

artikel ini baik dalam konteks pengembangan ilmu

maupun tataran praktis.

B. Gambaran umum jurnal

Kemampuan untuk menggunakan interpersonal

skill merupakan hal yang sangat esensial dalam dunia

kerja. Interpersonal skill, yang dianggap sebagai soft

skill menunjuk pada kemampuan komunikasi,

mendengarkan, penyelesaian masalah kelompok,

hubungan antar budaya dan customer service. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk membuktikan

pentingnya interpersonal skill dalam dunia bisnis dan

industri. Dan dari penelitian tersebut menunjukkan

bahwa soft skill menempati urutan teratas sebagai

kemampuan yang dicari pada setiap pencari kerja.

Data dari NACE pada job outlook 2000

menunjuk pada tiga top soft skill yang paling

dibutuhkan yakni komunikasi verbal (4,61), teamwork

(4,61) dan interpersonal (4,54). Hasil tersebut

digunakan sebagai feedback dari dunia bisnis dan

industri yang sering merasa kecewa dengan para sarjana

atau lulusan yang dianggap kurang memiliki

kemampuan tersebut. Data tersebut digunakan oleh para

instruktur manajemen untuk memodifikasi kurikulum

dan teknik pengajaran untuk mempersiapkan pemimpin

bisnis masa depan dengan keterampilan yang

dibutuhkan di dunia kerja pada abad 21.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji active

learning dan hubungannya dengan perkembangan soft

skill dan mengukur signifikansi pengajaran dari para

instruktur manajemen pada mahasiswa tahun pertama

dan atau mahasiswa nontradisional. Yang kedua adalah

menyediakan strategi belajar yang dapat diadaptasi di

kelas dalam kuliah manajemen.

Penelitian ini menggunakan populasi sebagai

partisipasi yang menjadi sampel adalah 20 orang

mahasiswa suatu universitas urban yang berasal dari 70

Page 32: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 70

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

orang mahasiswa di dua kelas manajemen. Terdiri dari

13 orang wanita dan 3 orang pria. 8 orang African

American, 12 orang Hispanic. Berusia antara 25 sampai

dengan 45 tahun. 5 orang tidak bekerja, 9 orang bekerja

part time dan 6 orang bekerja full time.

Tahapan Program penlitian terdiri dari 3 tahap.

Pertama mahasiswa di beri kuliah dan diskusi tentang

soft skill yang dibutuhkan dalam berbagai kondisi dan

kepemimpinan. Ke dua diberi ujian tentang soft skill

yang dibutuhkan pada dunia bisnis saat ini. Yang

terakhir dibagi dalam 6 kelompok dan diberi tugas

berupa studi kasus tentang 3 hal yakni (a)

Communicaton and technology, partisipan diminta

untuk menganalisa permasalahan yang berkait dengan

komunikasi dan teknologi, seperti mengevaluasi jon

application, membuat resume, memberikan peringatan

dan pengumuman kepada karyawan, memimpin rapat,

interview dan sebagainya. Tujuannya agar para

partisipan tersebut memiliki keterampilan komunikasi

baik personal maupun kelompok. (b) Human relations,

partisipan diminta untuk menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan hambatan karena kesadaran budaya

yang rendah dan diskriminasi. Tujuannya agar

partisipan memiliki keterampilan mendengarkan dan

memahami perbedaan budaya. (c) Records and

information management, partisipan dihadapkan pada

tantangan etik, dan diminta untuk mengembangkan

kode etik berkaitan dengan komitmen perusahaan

terhadap tanggung jawab dan kesadaran social.

Tujuannya agar partisipan mampu mengembangkan

kesadaran etik tentang soft skill yang dikembangkan

diantaranya mengartikulasikan ide-ide, berfikir kritis,

dan etika kerja yang merefleksikan tanggung jawab.

Data dianalisa berdasarkan hasil laporan dari

para partisipan baik secara lisan maupun tulisan, dan

diresumekan secara deskriptif. Laporan tersebut berisi

pengalaman partisipan menerapkan teori dalam praktek

kerjanya dan menunjukkan bahwa partisipan telah

mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan

mengaplikasikan soft skil yang dibutuhkan dalam

manajemen dan berpengaruh positif terhadap perilaku

organisasi. Partisipan juga mampu menggunakan

pendekatan pengambilan keputusan yang rasional serta

mengembangkan rencana dan kelompok kerja yang

kolaboratif. Di bawah ini adalah daftar soft skill yang

dapat diidentisikasi dan dikembangkan oleh partisipan

selama pelaksanaan kegiatan active learning:

a. Mendapatkan kepercayaan diri

b. Meningkatkan kemampuan komunikasi baik lisan

maupun tulisan

c. Keinginan yang besar untuk menerima ide dari

orang lain

d. Respek yang tinggi khususnya dari mahasiswa

tradisional

e. Mendapatkan kredibilitas berdasarkan pengalaman

kerja

f. Mahasiswa menghargai seniornya karena

pengalaman hidupnya

g. Mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang

budaya lain

h. Belajar mengenai aspek negatif dari stereotip

i. Belajar bahwa active learning informatif dan

menyenangkan

j. Berteman dengan yang lain meskipun orang tersebut

kurang aktif di kelas

k. Mengatasi rasa malu

l. Belajar tentang teknologi dan aplikasinya

m. Belajar untuk tidak setuju tanpa rasa marah.

n. Mendapatkan kepercayaan bahwa tujuan dapat

dicapai melalui pembimbingan baik oleh instruktur

maupun sejawat.

o. Mengenali pentingnya organisasi dan hubungan

antar karyawan

Proses yang telah dilalui oleh partisipan

memberikan banyak keuntungan diantaranya partisipan

belajar untuk beradaptasi dan menemukan metodenya

sendiri untuk memahami materi perkuliahan. Beberapa

implikasi yang dapat diambil dari penelitian tersebut

adalah:

a. Meneruskan penelitian tentang efektifitas active

learning

b. Para instruktur diharapkan selalu mengeksplorasi

kesempatan untuk mengintegrasikan active learning

dalam aktifitas perkuliahan.

c. Kolaborasi antara akademisi dan praktisi untuk

mengidentifikasikan soft skill dan kemampuan lain

yang dibutuhkan oleh para karyawan.

d. Struktur organisasi yang flat dan meningkatkan

populasi mahasiswa menuntut adanya perubahan

strategi mengajar yang masih tradisional dan up date

kurikulum.

Penelitian ini dilandasi oleh hasil-hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain, yakni :

1. Mishel and Bernstein (1994) yang menyatakan

bahwa transformasi pada angkatan kerja yang

berhubungan erat dengan perubahan-perubahan

diantaranya mahasiswa non tradisional yang

memasuki dunia perguruan tinggi. Berdasarkan data

Departemen Pendidikan AS menunjukkan bahwa

setengah dari mahasiswa tahun pertama berusia

diatas 24 tahun, dan sepertiganya berusia di atas 35

tahun.

2. Kebutuhan untuk memperkecil skill gap dengan

meningkatkan kemampuan para pekerja agar

memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja

yang global, kompetitif dan berteknologi. Keadaan

tersebut membutuhkan transformasi metode

pengajaran. Menurut Fink (1999) an Black (2002)

untuk menjawab hal tersebut para pengajar perlu

mengubah pengajaran yang bersifat tradisional ke

model pembelajaran yang adaptif yang berfokus

pada pendekatan yang terintegrasi dan lebih

melibatkan siswa.

3. Allen (2000) menyatakan bahwa materi perkuliahan

harus mengandung aktivitas pembelajaran yang

bervariasi sehingga mahasiswa dapat berperan dalam

budaya akademik dan memperkaya kehidupannya

melalui proses sharing dengan para pengajarnya.

4. Giezkowski (1992) menyatakan bahwa instruktur

yang mampu menyesuaikan diri dengan mahasiswa

yang sudah matang (mature students) mengalami

peningkatan dalam proses pengajaran dan kelasnya

menjadi sangat dinamis, sebab mahasiswa tersebut

Page 33: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 71

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

cenderung lebih fokusdalam menerapkan apa yang

dipelajari, lebih bermotivasi, dan menunjukkan

perilaku yang unggul. Pengalaman hidupnya

memperkaya diskusi di kelas serta mendorong baik

mahasiswa maupun pengajarnya untuk

membandingkan antara teori dan realita.

5. Bean (1996), Sutherland and Bonwell (1996) dan

Silberman (1996) active learning direkomendasikan

untuk memperluas pemahaman dan interpersonal

skill seperti komunikasi, penyelesaian masalah dan

team work.

6. Lucas (1997) mengatakan bahwa active learning

merupakan pendekatan simulasi atau game yang

memiliki 4 karakteristik yakni (a) mencari arti dan

pemahaman, (b) fokus pada tanggung jawab siswa,

(c) menekankan pada keterampilan dan

pengetahuan, (d) pendekatan terhadap kurikulum

yang menempatkan lulusan pada setting sosial dan

karir yang lebih luas.

C. Telaah Kritis

1. Topik Artikel

Topik artikel ini sangat menarik, mengingat

bahasan mengenai soft skill saat ini sedang hangat

dibicarakan. Jumlah lapangan pekerjaan dan pelamar

kerja yang tidak sebanding membuat persaingan

menjadi ketat. Tatapi kenyataannya banyaknya pelamar

kerja tidak diimbangi dengan kualitas individual yang

dibutuhkan oleh dunia kerja.

Berdasarkan laporan World Compettivenes

Yerabook (2004), tingkat daya saing Sumber Daya

Manusia Indonesia di limgkungan regoional ASEAN

berada paling bawah. Misalnya Singapura berada di

peringkat 2, Malaysia peringkat 16, Thailand peringkat

29 dan Filipina 52. Para pelamar kerja khususnya

lulusan perguruan tinggi yang diharapkan memiliki

kualitas personal yang unggul ternyata kurang tangguh,

tidak jujur, cepat bosan, tidak bisa bekerja teamwork,

sampai minim kemampuan berkomunikasi lisan dan

menulis laporan dengan baik.

Hal ini tidak terlepas dari peran PT yang

idealnya sebagai pusat pengajaran, selama ini hanya

menekankan pengajaran pada keahlian dan keterampilan

fisik (hard skill) Padahal waktu terjun di DU/DI banyak

aspek soft kill seperti kemampuan berkomunikasi yang

baik, kejujuran, etos kerja tinggi, tahan banting dan

aspek-aspek lain yang tidak di ajarkan tetapi sangat

berperan dalam DU/DI tersebut.

Soft Skill didefinisikan sebagai ―personal and

interpersonal behaviors that develop and maximize

human performance (e.g. coaching, team building,

decision making, initiative). Menurut Patrick S. O'Brien

dalam bukunya Making College Count, soft skill dapat

dikategorikan ke dalam 7 area yang disebut Winning

Characteristics, yaitu, communication skills,

organizational skills, leadership, logic, effort, group

skills, dan ethics. Kemampuan nonteknis yang tidak

terlihat wujudnya (intangible) namun sangat diperlukan

itu, disebut soft skill.

Dan survei dari National Association of

College and Employee (NACE), USA (2002), kepada

457 pemimpin, tentang 20 kualitas penting seorang

juara. Hasilnya berturut-turut adalah kemampuan

komunikasi, kejujuran/integritas, kemampuan bekerja

sama, kemampuan interpersonal, beretika,

motivasi/inisiatif, kemampuan beradaptasi, daya

analitik, kemampuan komputer, kemampuan

berorganisasi, berorientasi pada detail, kepemimpinan,

kepercayaan diri, ramah, sopan, bijaksana, indeks

prestasi (IP >= 3,00), kreatif, humoris, dan kemampuan

berwirausaha.

2. Teori yang digunakan

Penelitian ini didasari pada hasil-hasil

penelitian yang telah dilaksanakan oleh para peneliti

terdahulu, diantaranya adanya kebutuhan praktis akan

metode pembelajaran yang menjembatani antara

kebutuhan dunia usaha dan pelaksanaan pengajaran di

PT. Ketidakseimbangan pendidikan di ruang kuliah

yang lebih bertumpu pada hard skill, tentu saja perlu

segera diatasi, antara lain dengan memberikan bobot

lebih kepada pengembangan soft skill. Implementasi soft

skill tersebut dapat dilakukan baik melalui kurikulum

maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Penerapan active learning yang digagas oleh Bean

(1996), Sutherland and Bonwell (1996) dan Silberman

(1996) merupakan suatu ide yang cemerlang untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Penerapan atribut soft

skill di ruang kelas di Indonesia, misalnya, lebih banyak

lagi tugas presentasi, diskusi kelompok, sampai role

play. Dengan tujuan, semakin mengasah kemampuan

berkomunikasi dan bekerja sama. Hal ini penting

sebagai aplikasi pendidikan yang bukan sekadar

bagaimana dosen mengajar dengan baik (teacher centre

learning), tapi bagaimana mahasiswa bisa belajar

dengan baik (student centre learning).

3. Sumbangan bagi dunia pendidikan

Artikel ini memiliki sumbangan yang cukup

signifikan bagi perkembangan dunia pendidikan.

Penelitian di Eropa menyebutkan, kesuksesan seseorang

di dunia usaha 80% ditentukan oleh kemampuan

softskill dan 20% kemampuan hardskill. Akan tetapi,

didalam sistem pendidikan saat ini seperti di paparkan

dalam Rakerwil Pimpinan PTS tahun 2006 bahwa 10 %

adalah soft skills sedangkan 90 % adalah hard skills.

Model pendidikan tinggi pada umumnya masih fokus

pada keterampilan teknis (hard skill) 90 persen di

bandingkan pengembangan kemampuan lunak (Soft

skills) yaitu 10 persen. Sementara itu, National

Association Of College and Employers (NACE) pada

tahun 2005 melaporkan bahwa pada umumnya para

pengguna lulusan membutuhkan keahlian kerja berupa

soft skill 82 persen dan hard skill 18 persen. Oleh

karena itu dibutuhkan adaptasi kurikulum untuk

meningkatkan hasil belajar siswa yang berorientasi pada

soft skill.

4. Kelemahan artikel

Kelemahan dari artikel penelitian ini

diantaranya adalah tidak mendasarkan pada teori-teori

Page 34: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 72

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

tentang soft skill. Meskipun proses pembelajaran

merupakan penekanan pada penelitian ini tetapi soft

skill sebagai out come dari penelitian ini tetap harus

dianalisa secara mendalam.

Metodologi yang digunakan hanya bersifat

deskriptif, sehingga tidak dapat disimpulkan apakah

memang ada perbedaan yang signifikan antara

kemampuan sebelum dan sesudah penelitian. Akan

lebih baik bila didesain dengan eksperimen dan

digunakan kelompok control. Dengan demikian maka

sample dapat diperbanyak dan lebih melibatkan banyak

unsur budaya.

Partisipan adalah orang African American dan

Hispanic, tidak ada satupun orang Amerika asli, hal ini

tentunya akan membawa dampak strereotip dan

prejudice yang sangat tidak diharapkan.

D. Penutup

Kesimpulan

Dari uraian yang telah disampaikan, maka

dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama artikel jurnal

internasional yang berjudul Integrating Soft Skills

Through Active Learning In The Management

Classroom yang dilakukan oleh Chynette

NealyUniversity of Houston-Downtown dimuat

dalamJournal of College Teaching & Learning Volume

2, Number 4 April 2005 sangat menarik untuk dijadikan

kajian.

Kondisi masyarakat di Indonesia khususnya

angkatan kerjanya yang memiliki kualitas personal

rendah, dapat menjadi cermin bahwa soft skill yang

merupakan salah satu aspek penting dari kualitas

personal seseorang masih belum mendapat perhatian.

Dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi mestinya

mampu merespon kondisi ini dengan merevisi

kurikulum pendidikannya berikut pada metode

pembelajaran agar kondisi pembelajaran di kelas dapat

menstimulasi munculnya kemampuan soft skil. Proses

integrasi materi soft skill dalam mata kuliah dan

praktek pengelolaan kelas menjadi keniscayaan bagi

pendidik dalam memimpin pembelajaran yang pada

gilirannya akan mampu menghasilkan lulusan

perguruan tinggi yang kompeten dibidangnya serta

tangguh dalam menghadapi dinamika masyarakat

global.

DAFTAR RUJUKAN

As‘ad, M. 1986. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberti

Daft, R.I. 1986.Organization: A Micro/Macro

Approach. Glenview, Illinois: Scot, Foresman

and Company.

Hughes, R.J. & Kapoor J.R. 1976. Business. Boston:

Houghton Mifflin Company.

Luthan, F. 1985. Organizational Behavior(4th

ed),

Singapore: Mc Graw Hill Book Company.

Moore, G.W.1983. Developing and Evaluating

Educational Research. Toronto: Little Brown

& Company (Canada) Limited.

Owens, R.G. 1991. Organizational Behaviourin

Education (4th

ed). London: Prentice Hall

International Inc.

Santoso, Slamet. Integrasi Soft Skill Mahasiwa di

Perkuliahan;Langkah letih Pengembangan dan

Pendekatan Pendidikan di PT.

(slametsantoso.multiply.com/journal/item/6 -

124k. diakses tanggal 26 Oktober 2008)

Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi

Pendidikan Nasional: Dalam Perspektif Abad

21. Magelang: Indonesia Tera.

Page 35: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 73

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Upaya Meningkatkan Produktivitas Menulis Melalui Strategi Pembelajaran Berbasis

Masalah Untuk Mahasiswa STKIP PGRI Lamongan

Abd. Ghofur* *)

Tenaga Pengajar di STKIP PGRI Lamongan

Abstrak Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

dapat meningkatkan produktivitas menulis Mahasiswa di STKIP PGRI Lamongan.Untuk mencapai tujuan tersebut

dilakukan observasi terkait tingkat produktivitas menulis mahasiswa. Hasil observasi menunjukan bahwa tingkat

produktivitas menulis mahasiswa masih minim, walaupun ada, itupun masih banyak unsur copy paste. Oleh karena itu,

perlu dilakukan tindakan terhadap kelas tersebut.

Tindakan penelitian dengan strategi pembelajaran berbasis masalah ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus yang

pertama kelas dibuat dalam bentuk kelompok. Hasil siklus pertama cukup baik, cuma masih belum merata untuk

masing-masing individu. Hasil evaluasi dan refleksi menunjukan perlu tindakan pada siklus kedua. Pada tahapan ini

hasil evaluasi menunjukan bahwa masing-masing individu mampu membuat karya tulis orisinil sesuai masalah yang

dikaji.

Kata Kunci: Produktivitas Menulis, Strategi pembelajaran berbasis masalah.

PENDAHULUAN

Menulis penting bagi kehidupan manusia. Sebab

menulis merupakan proses berpikir, kegiatan

berkomunikasi, serta merupakan kemampuan yang perlu

dimiliki seorang pembelajar, terutama mahasiswa

(Yuningtyas, 2010).

Kemampuan menulis memiliki peran penting

dalam keberhasilan mahasiswa untuk menyelesaikan

studinya. Beberapa pembelajaran dalam perkuliahan,

menuntut mahasiswa dapat menghasilkan sebuah tulisan.

Bahkan, di akhir masa studinya, mahasiswa harus

membuat laporan penelitian. Namun, aktivitas menulis di

kalangan mahasiswa dapat dikatakan belum berjalan baik.

Hal ini disebabkan menulis dianggap kegiatan yang sulit

dan kurangnya kesadaran membaca di kalangan

mahasiswa untuk meningkatkan kualitas tulisan mereka

(Yuningtyas, 2010).

Ini bukan perkara biasa. Sayang, tak semua orang

menganggap penting hal ini. Akademisi tak terampil

berkarya tulis, sungguh sebuah ironi. Harus ada upaya

luar biasa yang mesti dilakukan agar budaya baca tulis

marak di masyarakat kampus. Produktivitas dalam

berkarya tulis idealnya menjadi ciri khas dari kehidupan

masyarakat ilmiah di lingkungan kampus.

Dalam konteks kekinian, tidak perlu malu

mengakui, kaum intelektual Indonesia belum produktif

berkarya tulis. Di Malaysia, rata-rata per tahun terbit

sekitar 6.000 sampai 7.000 judul buku baru. Sementara di

Indonesia baru terbit sekitar 4.000 sampai 5.000 judul

buku baru (Sapa'at, 2012).

Ironisnya, hal ini tidak sebanding dengan jumlah

penduduk Indonesia yang lebih besar 10 kali lipat dari

jumlah penduduk Malaysia. Idealnya, 60.000 judul buku

baru setiap tahunnya muncul di pasaran, buah pemikiran

dari 61.889 dosen berkualifikasi magister dan 12.081

dosen berkualifikasi doktor di PTN dan PTS seluruh

Indonesia. Dengan perhitungan seperti itu, untuk

mengejar Malaysia saja, setiap dosen di Indonesia harus

menulis satu buku setiap tahunnya (Sapa'at, 2012).

Bagaimana dengan produktivitas menulis para

mahasiswa di Indonesia? Hampir bernasib sama dengan

para dosennya, memprihatinkan. Prof. Alwasilah dalam

sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 16 responden

etnografis (mahasiswa S1, S2, S3) di kampus

Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, mayoritas

responden menilai bahwa pendidikan nasional Indonesia

tidak membekali mahasiswa dengan kemampuan menulis

paper (75%), tidak mengajari kemampuan berpikir kritis

(68%), dan menulis paper merupakan tugas akademik

yang paling sulit (75%) (Sapa'at, 2012).

Kondisi ini menuntut keprihatinan, lantaran pegiat

pendidikan yang seharusnya giat menelurkan karya tulis

sepertinya dalam kondisi mlempem. Memang kondisi ini

tidak bisa dilihat dari sudut pandang sepihak saja. Namun

butuh kajian yang sistematis untuk bisa menggenjot

produktivitas menulis dikalangan pegiat pendidikan,

khususnya para mahasiswa.

Mengacu pada latar belakang masalah diatas,

rumusan masalah penelitian tersebut yakni apakah

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dapat

meningkatkan produktivitas menulis Mahasiswa STKIP

PGRI Lamongan?.

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dapat

meningkatkan produktivitas menulis Mahasiswa STKIP

PGRI Lamongan.

Menurut Rusydiawan (2011) Produktivitas dapat

digambarkan dalam dua pengertian yaitu secara teknis

dan financial. Pengertian produktivitas secara teknis

adalah pengefesiensian produksi terutama dalam

pemakaian ilmu dan teknologi. Sedangkan pengertian

produktivitas secara financial adalah pengukuran

produktivitas atas output dan input yang telah

dikuantifikasi.Suatu perusahaan industry merupakan unit

proses yang mengolah sumber daya (input) menjadi

output dengan suatu transformasi tertentu. Dalam proses

inilah terjadi penambahan nilai lebih dibandingkan

sebelum proses, sehingga produktivitas dapat diukur

berdasarkan pengukuran berikut:

Page 36: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 74

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Produktivitas = Output yang dihasilkan / Input yang

dipergunakan; Pencapaian Tujuan / Penggunaan

sumber-sumber daya; Efektivitas pelaksanaan tugas /

Efisiensi penggunaan sumber daya; Efektivitas /

Efisiensi.

KAJIAN TEORI

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM)

dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran

yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah

yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari

SPBM. Pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran, artinya dalam implementasinya SPBM ada

sejumlah kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa.

SPBM tidak mengharapkan siswa hanya sekedar

mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi

pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir,

berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya

menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan

untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan

masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.

Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses

pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan

dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah.

Berfikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah

proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berfikir ini

dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis

artinya berfikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan

tertentu: sedangkan empiris artinya proses penyelesaian

masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas,

(Sanjaya, 2008).

Arends (Hipni, 2011) menyatakan bahwa model

pembelajaran berdasarkan masalah adalah model

pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa

pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun

pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan

keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan

siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model

ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata

sebagai sesuatu dan meningkatkan keterampilan

berpikirkritis dan menyelesaikan masalah, serta

mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.

Pendekatan pembelajaran Berbasis Masalah ini

mengutamakan proses belajar dimana tugas dosen harus

memfokuskan diri untuk membantu mahasiswa mencapai

keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran

berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat

berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada

masalah, termasuk bagaimana belajar (Nurhayati Abbas

dalam Hipni, 2011). Dosen dalam model pembelajaran

berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah,

penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan

masalah dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu dosen

menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat

meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual

mahasiswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya

dapat terjadi jika dosen dapat menciptakan lingkungan

kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan.

Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas

belajar mahasiswa, baik secara individual maupun secara

kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi

rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentun

arah belajar siswa (Nurhayati Abbas dalam Hipni, 2011).

Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model

pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan

yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan

mereka. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai

pekerjaan siswa tersebut, penilaian itu antara lain asesmen

kenerja, asesmen autentik dan portofolio. Penilaian proses

bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa

merencanakan pemecahan masalah melihat bagaimana

siswa menunjukkan pengetahuan dan keterampilan.

Karena kebanyakan problema dalam kehidupan nyata

bersifat dinamis sesuai perkembangan jaman dan

konteks/lingkungannya, maka perlu dikembangkan model

pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif

mengembangkan kemampuannya untuk belajar (Learning

how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan

tersebut diharapkan siswa akan mudah beradaptasi

(Nurhayati Abbas dalam Hipni, 2011).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa

semester V Prodi Pendidikan Ekonomi dan PPKn STKIP

PGRI Lamongan. Proses penelitian ini dilaksanakan

selama 3 bulan dimulai pada bulan November 2012

sampai dengan Januari 2013. Dalam prakteknya

penelitian ini terbagi dalam dua siklus. Sebagai langkah

awal peneliti melakukan pengumpulan data yang

obyektif, sehingga data yang dihasilkan bukan sekedar

asumsi atau data yang bersifat subyektif. Pada siklus

pertama dimulai pada minggu pertama bulan November

2012 sampai minggu pertama bulan Desember 2012.

Kemudian dilanjutkan dengan siklus kedua dengan

konsep dan format yang hampir sama dengan siklus

pertama, cuma ada beberapa hal yang membedakanya.

Pada siklus kedua ini konsep dan pelaksanaan sudah

mulai matang karena peneliti sudah mengantongi data dan

informasi terkait objek yang menjadi penelitian, sehingga

bisa dijadikan acuan. Sikluss kedua ini dilaksanakan pada

minggu keempat bulan Desember 2012 sampai minggu

kedua bulan Januari 2013. Setiap siklus memuat

perencanaan atau revisi perencanaan, pelaksanaan

tindakan dan observasi, evaluasi dan diakhiri dengan

refleksi.

Pada siklus pertama membutuhkan waktu yang

relatif lama, hal ini dikarenakan Perencanaan yang ada

pada siklus pertama memuat secara umum seluruh siklus.

Perencanaan atau revisi perencanaan pada siklus kedua

membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat.

Page 37: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 75

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Adapun skema siklus dapat dilihat sebagaimana

bagan dibawah ini.

Gambar 1: Pelaksanaan Penelitian Tindakan

Pada siklus satu terdiri dari tiga tindakan yaitu

tindakan pertama, kedua, dan ketiga. Ketiga tindakan

pada siklus satu dilaksanakan setiap jam mata kuliah

strategi belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di

luar kelas. Kemudian pelaksanaan tindakan observasi

bersamaan dengan pelaksanaan siklus. Sedangkan

evaluasi dilaksanakan dua kali. Untuk melengkapi siklus

pertama dilakukan refleksi sebagai bahan renungan atas

segala aktivitas yang telah dilaksanakan pada siklus

pertama.

Pada siklus pertama dibuat dalam bentuk

kelompok berdasar asumsi-asumsi peneliti dan hasil

pengamatan serta wawancara lepas dengan beberapa

mahasiswa yang menjadi sasaran penelitian. Hasil

pengumpulan data awal terkait kemampuan mahasiswa,

kemudian peneliti membuat daftar kelompok sesuai

kemampuan siswa yang dengan sistim heterogen,

sehingga dalam setiap kelompok saling melengkapi antara

personil masing-masing kelompok. Peneliti membagi

kelas yang berjumlah 21 mahasiswa menjadi 4 kelompok.

Pada siklus kedua mahasiswa dianggap sudah

mumpuni dan mandiri dalam membuat karya tulis

menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

dengan sistim individu.

Observasi yang dilakukan selama proses

pembelajaran menggunakan Strategi Pembelajaran

Berbasis Masalah pada tahapan pertama yang

menggunakan sistim kelompok adalah dengan mengamati

interaksi antar anggota tiap kelompok dalam berbagi

peran menyelesaikan tugas. Beberapa hal yang menjadi

bahan observasi adalah 1) Sistematika Tulisan, 2)

Penggunaan tata bahasa, 3) Substansi tulisan dengan

masalah, 4) Orisinilitas tulisan. Beberapa kriteria yang

menjadi bahan observasi karena menjadi tolok ukur

pelaksanaan pembelajaran tahap selanjutnya.

Observasi pada tahapan kedua menggunakan

sistim individu, komponen pengamatan sama dengan

yang ada pada sistem kelompok. Pada tahapan ini

diharapkan menjadi tolok ukur peningkatan produktivitas

mahasiswa dalam menulis karya tulis menggunakan

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah.

Evaluasi ini dilakukan sebagai wujud penilaian

dan koreksi dari metode yang dipakai. Evaluasi ini

dilakukan dengan menggunakan tes dan form penilaian

yang sudah dimodifikasi peneliti. Hal ini dilakukan sebagi

pedoman dan acuan seberapa efektif pembelajaran

menggunakan metode ini. Evaluasi ini dilakukan dua kali,

Evaluasi pertama dilakukan setelah berakhirnya siklus

pertama, sedangkan evaluasi kedua dilaksanakan pada

siklus kedua.

Refleksi penelitian dilakukan dalam rangka untuk

melihat lebih detail pelaksanaan selama proses tindakan

pembelajaran, segala tindakan yang sudah dirancang dan

dilaksanakan apakah sudah berjalan secara efektif dan

optimal apa belum, sehingga bisa dirumuskan beberapa

strategi yang lebih tepat dalam proses tindakan

selanjutnya. Refleksi ini dilakukan setelah berakhirnya

siklus kesatu, tepatnya setelah selesai proses evaluasi

pertama. Secara umum refleksi ini dilakukan untuk

melihat produktivitas karya tulis mahasiswa

menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah.

Beberapa instrumen penelitian yang digunakan

dalam rangka mengumpulkan data untuk menjawab

rumusan masalah adalah; (1) Instrumen Pengamatan, (2)

Instrumen Angket sebelum dan sesudah pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus pertama, mahasiswa dibuat dalam bentuk

kelompok. Setiap kelompok mendapatkan materi tentang

teknik menulis dan pengembangannya. Namun sebelum

pembelajaran dimulai, mereka diberikan angket untuk

mengetahui kondisi awal mahasiswa. Hasil pemberian

angket diketahui bahwa 80% dari seluruh mahasiswa

belum pernah membuat karya tulis. Kemudian 85%

mahasiswa kesulitan untuk membuat karya tulis. Lalu,

30% yang mengetahui penggunaan kosa kata dan tata

bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Selama empat kali pertemuan dalam melakukan

tindakan, ada beberapa perkembangan yang cukup

Kelompok

Kriteria

Sis

tem

ati

k

a T

uli

san

Pen

gg

un

a

an

ta

ta

ba

ha

sa

Su

bst

an

si

tuli

san

den

ga

n

ma

sala

h

Ori

sin

ilit

a

s tu

lisa

n

Satu 80 85 76 80

Dua 79 82 74 75

Tiga 85 75 80 86

Empat 87 90 78 88

Lima 95 87 80 80

SIKLUS 2

SIKLUS 1

Perencanaan Ulang

Penggalian Data

Awal

Tindakan dan observasi

Perencanaan Umum

Tindakan dan observasi

Evaluasi 1

Refleksi

Evaluasi 2

Penyusunan Laporan

Tabel 1. Hasil Evaluasi Siklus I

Page 38: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 76

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

signifikan. Hasil observasi menunjukan bahwa 85%

mahasiswa mampu membuat karya tulis sederhana

dengan Strategi belajar berbasis masalah. Setelah dirasa

cukup melakukan tindakan, langkah berikutnya adalah

melakukan evaluasi. Hasil evaluasi menunjukan bahwa

mahasiswa yang tergabung dalam kelompok mampu

membuat karya tulis sederhana sesuai kriteria yang

diharapkan. Langkah berikutnya adalah melakukan

refleksi, dimana hasilnya adalah melakukan tindakan lagi

dalam siklus kedua. Sebab, secara kelompok mereka

mampu membuat karya tulis, namun secara individu

belum terbukti.

Siklus kedua, mahasiswa sudah melakukan

kegiatan secara individu. Mereka diberikan tindakan sama

seperti pada siklus pertama. Hasil observasi yang

dilakukan saat tindakan berlangsung cukup signifikan.

Tercatat, ada 80% mahasiswa mampu membuat karya

tulis sederhana secara mandiri dan orisinil. Setelah

melakukan tiga kali tindakan, hasilnya cukup

memuaskan. Pada tahap evaluasi, para mahasiswa 90%

sudah mampu mengembangkan dan membuat karya tulis.

Setidaknya, dalam dua siklus, mereka telah menghasilkan

dua kali karya tulis. Sehingga intensitas menulis akan

terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas

menulis mereka.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil tindakan dan observasi dalam

penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi belajar

berbasis masalah mampu meningkatkan produktivitas

menulis mahasiswa. Hal ini didasarkan pada tingkat

keberhasilan mahasiswa menghasilkan karya tulis. Sebab,

sebelumnya mereka kesulitan membuat karya tulis,

walaupun ada, lebih pada copy paste.

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Sebab,

pada siklus pertama hasilnya belum menyeluruh. Sebab,

pada siklus pertama dilakukan dalam bentuk kelompok.

Pada siklus yang kedua, para mahasiswa telah mampu

membuat karya tulis secara mandiri dan orisinil. Sehingga

kesimpulannya, strategi belajar berbasis masalah mampu

mengupayakan peningkatan produktivitas menulis

mahasiswa yang mengambil mata kuliah Media

Pembelajaran semester V Prodi Ekonomi dan PPKn

STKIP PGRI Lamongan.

DAFTAR PUSTAKA

Hipni. Rohman. 2011. Strategi Pembelajaran Berbasis

Masalah [online]

(http://hipni.blogspot.com/2011/09/strategi-

pembelajaran-berbasis-masalah.htm , diakses

tanggal 03 Januari 2013)

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group

Sapa'at. Asep. 2012. Akademisi Miskin Karya Tulis,

Tanya Mengapa?, [online]

(http://www.kesekolah.com/artikel-dan-

berita/berita/akademisi-miskin-karya-tulis-tanya-

mengapa.html, diakses tanggal 26 Desember 2012)

Sopa, Ikhwan. 2012. Definisi Produktivitas, [online]

(http://produktivitas.qacomm.com/blog/definisi-

produktivitas.html, diakses tanggal 26 Desember

2012)

Yuningtyas, A. F. 2010. Pengaruh penerapan strategis

sisnacalisting terhadap kemampuan menulis artikel

mahasiswa. Skripsi prodi bahasa dan sastra

Indonesia jurusan sastra indonesia fakultas sastra

Universitas Negeri Malang: diterbitkan.

Rusydiawan, Imaniar. 2011. Meningkatkan Produktivitas

Produksi dengan Optimalisasi Sistem Infrastruktur

TI Menggunakan Metoda IT Balanced Scorecard.

Thesis Magister Teknik Elektro, Universitas Mercu

Buana: diterbitkan.

Page 39: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 77

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Akibat Hukum Pengangkatan Anak

Jatmiko Winarno *)

*) Dosen Fakultas Hukum Unisla

ABSTRAKSI

Anak merupakan amanat sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga serta dilindungi karena

dalam diri seorang anak melekat harkat, martabat dan hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi keberadaannya.

Perlindungan hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak.

Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa Negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Perlindungan terhadap anak menjadi penting karena anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan

eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Pengangkatan anak tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). KUHPerdata hanya

mengatur ketentuan tentang pengakuan anak di luar kawin yang diatur dalam Buku I Bab XII bagian ketiga, tepatnya

pada Pasal 280 sampai Pasal 289.

Mengingat meningkatnya kebutuhan masyarakat tentang pengangkatan anak dan kultur budaya masyarakat telah

lama mempraktikkan pengangkatan anak, maka Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan Staatsbald 1917

No.129 yang isinya mengatur secara khusus mengenai lembaga pengangkatan anak yang termuat dalam Bab II pasal 5

sampai dengan pasal 15 yang lebih dikenal dengan istilah adopsi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan permasalahan yaitu Bagaimana syarat dan tata

cara pengangkatan anak? Dan Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak?

Kata kunci : anak angkat, akibat hukum

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanat sekaligus karunia dari

Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga serta

dilindungi karena dalam diri seorang anak melekat

harkat, martabat dan hak sebagai manusia yang

harus dijunjung tinggi keberadaannya.

Perlindungan hak asasi anak merupakan bagian dari

hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan

Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak.

Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan

orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab

terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin

terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,

tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak

Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan

sejahtera. Perlindungan terhadap anak menjadi

penting karena anak adalah tunas, potensi, dan

generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,

memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan

sifat khusus yang menjamin kelangsungan

eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun

1979 dan Surat Edaran Mahkamah Agung No.6

Tahun 1983 disamping menjadi pedoman bagi

hakim-hakim di Pengadilan Negeri dan Pengadilan

Tinggi di seluruh Indonesia dalam hal menerima,

memeriksa dan memutus permohonan pengesahan

pengangkatan anak juga merupakan produk hukum

yang dibentuk guna melengkapi peraturan

perundang-undangan yang tidak mencukupi dalam

hal pengaturan mengenai pengangkatan anak.

Selain itu pada kenyataannya, cara pemeriksaan

maupun bentuk serta isi pertimbangan dalam

putusan Pengadilan Negeri di bidang pengangkatan

anak menunjukkan adanya kesalahan-kesalahan

yang kurang menguntungkan. Padahal sangat

diharapkan dari putusan-putusan semacam itu

merupakan faktor yang determinan (menentukan).

Permohonan pengangkatan anak berdasarkan

Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

dibedakan antara:

1. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak

antar-WNI (Domestic Adoption);

2. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak

WNA oleh orang tua angkat WNI (Intercountry

Adoption); dan

3. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak

WNI oleh orang tua angkat WNA (Intercountry

Adoption).

Sedangkan putusan terhadap permohonan

tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung

No.6 Tahun 1983 dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Penetapan : dalam hal pengangkatan anak

Page 40: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 78

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

tersebut terjadi antar-WNI(Domestic

Adoption).

2. Putusan : dalam hal anak yang diangkat oleh

orang tua angkat WNI berstatus WNA atau

dalam hal anak yang diangkat tersebut

berstatus WNI diangkat oleh orang tua angkat

WNA (Intercountry Adoption).

Mengenai akibat hukum pengangkatan anak di

Pengadilan Negeri, Surat Edaran Mahkamah Agung

No.2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak

menyatakan bahwa isi putusan dalam pertimbangan

hukum hendaknya jangan dilupakan hukum apa

yang diterapkan. Pada umumnya dalam hal ini

diterapkan hukum dari pihak yang mengangkat,

kadang-kadang diperlukan perhatian juga terhadap

adanya segi-segi dari hukum antargolongan yang

disebabkan oleh perbedaan suku atau golongan,

mungkin peleburan.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mngetahui bagaimana syarat dan tata

cara pengangkatan anak.

2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum

pengangkatan anak.

II. Kajian Teori

Pengertian pengangkatan anak ada bermacam-

macam, masing-masing pakar mengemukakan

pendapatnya sendiri-sendiri bedasarkan ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam hukum adat, agama

dan kepercayaan dari pihak-pihak yang

bersangkutan.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata kita hingga kini tidak mengenal adanya

lembaga pengangkatan anak (di negara asalnya

telah terjadi perkembangan bahwa B.W. Nederland

sekarang telah mengenal lembaga adoptie)4. Karena

Kitab Undang-undang Hukum Perdata memandang

perkawinan sebagai bentuk hidup bersama bukan

untuk mengadakan keturunan.5 Selain dalam hukum

adat, pengangkatan anak diatur dalam Staatsblad

1917 No.129, khususnya Bab II. Di dalam

Staatsblad tersebut pengangkatan anak dikenal

dengan istilah adopsi.

Adapun Hal yang menjadi latar belakang

diaturnya lembaga pengangkatan anak (adopsi)

dalam Hukum Perdata Barat adalah Kitab Undang-

undang Hukum Perdata diberlakukan pula untuk

golongan Tionghoa dimana masyarakat mengenal

adanya pengangkatan anak (adopsi). Menurut

tradisi mereka, dalam keluarga harus ada anak laki-

laki untuk melanjutkan keturunan dalam garis

keturunan lurus laki-laki. Karena, hanya anak yang

wajib memelihara kuburan dan sembahyang abu

untuk nenek moyang. Oleh karena itu, jika tidak

ada keturunan laki-laki maka seyogyanya

4 Soetojo Prawirohamijojo, 2000, Hukum Orang dan Keluarga

(Personen En Familie-Recht), Surabaya : Airlangga

University Press, hal. 194. 5 Ali Afandi, 1997. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum

Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta, hal.149.

mengangkat seorang anak laki-laki sebagai anaknya

sendiri.6 Oleh sebab itu, diaturlah kctentuan

mengenai pengangkatan anak (adopsi) yang berlaku

bagi masyarakat dalam Staatsblad 1917 No.129

khususnya Bab II.

Pengertian pengangkatan anak tidak ditemukan

dalam pasal-pasal Staatsblad tersebut untuk

mengetahui pengertian pengangkatan anak dapat

dibaca dalam pasal-pasalnya, antara lain Pasal 5

yang menyatakan sebagai berikut :

1. Apabila seorang laki-laki, beristri atau telah

pernah beristri, tidak mempunyai keturunan

laki-laki dalam garis laki-laki, baik keturunan

karena kelahiran, maupun keturunan karena

pengangkatan, maka bolehlah ia mengangkat

seorang laki-laki sebagai anaknya.

2. Pengangkatan yang demikian harus dilakukan

oleh si orang laki-laki tersebut bersama-sama

dengan istrinya, atau jika dilakukannya setelah

perkawinannya bubar, oleh dia sendiri.

3. Apabila kepada seorang perempuan janda,

yang tidak telah kawin lagi. oleh suaminya

yang telah meninggal dunia, tidak ditinggalkan

seorang keturunan sebagaimana termaksud

dalam ayat kesatu pasal ini, maka boleh pun ia

mengangkat seorang laki-laki sebagai anaknya.

Jika sementara itu si suami yang telah

meninggal dunia, dengan surat wasiat telah

menyatakan tak menghendaki pengangkatan

anak oleh istrinya, maka pengangkatan itu pun

tak boleh dilakukannya.

Ketentuan pasal tersebut mengatur mengenai

calon orang tua angkat. Sedangkan anak angkat

dapat diketahui dari Pasal 6 Staatsblad 1917

No.129 yang menyatakan sebagai berikut : Yang

boleh diangkat hanya orang-orang Tionghoa laki-

laki yang tak beristri pun tak beranak, dan tidak

telah diangkat oleh orang lain.

Berdasarkan rumusan pasal-pasal tersebut

pengertian pengangkatan anak (adopsi) berdasarkan

Staatsblad 1917 No.129 adalah pengangkatan anak

Tionghoa laki-laki oleh seorang laki-laki beristri

atau pernah beristri atau seorang janda cerai mati,

tidak mempunyai keturunan laki-laki dalam garis

baik karena kelahiran maupun keturunan karena

pengangkatan, yang berakibat hukum anak yang

diangkat mendapat nama keluarga yang

mengangkat, berkedudukan sebagai anak sah, putus

segala hubungan perdata dengan keluarga asalnya,

tidak mewaris dari keluarga sedarah asalnya dan

mewaris dari keluarga ayah dan ibu yang

mengangkatnya.

Tujuan Pengangkatan Anak Hakikat dari suatu perkawinan adalah

bertujuan membentuk keluarga yang kekal dan

bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam masyarakat suatu keluarga dianggap sebagai

keluarga yang lengkap apabila keluarga tersebut

terdiri dari suami, istri dan anak. Namun pada

6 Soetojo Prawiroharridjojo, Op cit, hal. 194.

Page 41: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 79

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

kenyataannya banyak keluarga yang tidak lengkap

atau dengan kata lain tidak memiliki anak. Hal

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, mungkin

karena belum mempunyai anak atau bahkan karena

pasangan suami istri tersebut memang tidak dapat

memiliki anak. Berdasarkan hal tersebut, maka

pengangkatan anak merupakan salah satu jalan

keluar dari permasalahan tersebut.

Imam Sudiyat dalam bukunya mengatakan

bahwa pengangkatan anak tidak hanya dilakukan

oleh keluarga yang tidak memiliki anak, tetapi tidak

jarang pengangkatan anak juga dilakukan oleh

keluarga yang sudah mempunyai anak. Dari hal

tersebut diketahui bahwa bukan hanya pasangan

suami istri yang tidak rnempunyai anak saja yang

dapat melakukan pengangkatan anak, namun

mereka yang telah mempunyai anak pun dapat pula

melakukan pengangkatan anak.7

Pasal 5 ayat (1) Staatsblad 1917 No.129

mengatakan bahwa, "Bila seorang laki-laki yang

kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai

keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki

naik karena perhubungan darah maupun karena

pengangkatan anak, dapat mengangkat seorang

sebagai anak laki-lakinya. Dari ketentuan pasal

tersebut, jelaslah bahwa yang mendorong seorang

untuk mengangkat anak (mengadopsi) adalah

karena tidak mempunyai anak laki-laki dalam

keluarganya.

Hal tersebut disebabkan Staatsblad tersebut

menganut filosofi dan budaya masyarakat

keturunan Tionghoa yang didasarkan adat istiadat

dan kepercayaan mereka. Pengangkatan anak laki-

laki dimaksudkan untuk melanjutkan pemujaan

kepada leluhur yang hanya dapat dilakukan oleh

seorang anak laki-laki. Selain itu, pengangkatan

anak laki-laki juga untuk mempertahankan garis

keturunan karena masyarakat yang menganut

sistem kekeluargaan patrilineal. Sehingga apabila

mereka tidak mempunyai seorang anak laki-laki

mereka akan berusaha mendapatkannya dengan

jalan mengangkat anak laki-laki.

Dalam hukunn adat, tujuan dari

pengangkalan anak tersebut dibedakan dari masing-

masing daerah. Hal tersebut didasarkan pada sistem

kekeluargaan yang dikenal dalam masyarakat

Indonesia yaitu, patrilineal, matrilineal dan

parental. Namun demikian, bukan berarti hal

tersebut tidak menunjukan adanya persamaan

diantara sistem kekeluargaan satu dengan sistem

kekeluargaan yang lain. Sifat kesamaan dalam

hukum adat tetaplah sama.

Isti Sulistyorini berpendapat bahwa tujuan

pengangkatan anak sangat bervariasi, antara lain:

1. Karena tidak mempunyai anak.

2. Karena belas kasihan.

3. Karena hanya mempunyai anak laki-laki maka

diangkatlah anak perempuan dan sebaliknya.

7 Imam Sudiyat, 1981, Hukum Adat dan Sketsa, Yogyakarta:

Liberty, hal. 102.

4. Sebagai upaya memancing agar segera

mempunyai anak karena, lama tidak

mengandung.

5. Untuk mempererat tali persaudaraan.

6. Untuk menambah/membantu dalam usaha.

7. Karena unsur budaya.8

Motivasi yang beragam tersebut disebabkan

karena keberagaman suku, adat dan kebiasaan di

Indonesia.

Terlaksananya proses pengangkatan anak

tersebut tidak terlepas dari parapihak baik orang tua

kandung maupun orang tua angkat. Para pihak

mempunyai latar belakang yang mendasari

pelaksanaan pengangkatan anak tersebut.

Ikut sertanya orang tua kandung dalam

pelaksanaan pengangkatan anak antara lain

disebabkan oleh:

a. Merasa tidak mampu untuk membesarkan

anaknya;

b. Melihat adanya kesempatan untuk

meringankan beban oleh karena ada yang ingin

mengangkat anak;

c. Adanya imbalan pada persetujuan anak

kandungnya diangkat oleh orang tua angkat;

d. Nasib atau pandangan orang lain

disekelilingnya;

e. Ingin anaknya tertolong material selanjutnya;

f. Masih mempunyai anak lainnya;

g. Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk

membesarkan anaknya sendiri;

h. Merasa bertanggung jawab atas masa depan

anaknya;

i. Tidak menghendaki anak yang dikandungnya

karena hubungan yang tidak sah.9

Pada mulanya pengangkatan anak

mengandung maksud untuk memenuhi kebuluhan

dan kepentingan orang tua yang mengangkat anak

yang antara lain untuk memperoleh anak dalam hal

orang tua angkat tersebut tidak mempunyai anak.

Namun dengan berkembangnya pengetahuan

masyarakat, pengangkatan anak dilaksanakan

dengan maksud dan tujuan tidak lagi semata-mata

untuk kepentingan orang tua angkat lagi tetapi demi

kesejahteraan dan masa depan anak.

Ketentuan mengenai pengangkatan anak yang

terdapat dalam Surat Edaran Mahkamat Agung

No.6 Tahun 1933 Tentang Penyempurnaan Surat

Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1979, Surat

Keputusan Menteri Sosial No. 13 Tahun 1993

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan Anak,

Undang-undang No.23 Tahun 2003 Tentang

Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah

No.54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak menunjukkan kesungguhan

untuk mewujudkan pelaksanaan pengangkatan anak

yang didasarkan pada tujuan kesejahteraan anak.

Pada Surat Edaran Mahkamah Agung No.61

Tahun 1983, perwujudan pengangkatan anak

dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan

8 Isti Sulistyorini, Loc.Cit. 9 Arif Gosida. 1985. Masalah Perlindungan Anak, Jakarta:

Akademika, hal. 26.

Page 42: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 80

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

anak tercermin dari proses pemeriksaan terhadapan

pengangkatan anak tersebut. Dalam hal tersebut,

hakim-hakim pengadilan harus memperoleh

gambaran yang benar tentang motivasi

pengangkatan anak, hak dari pihak yang akan

melepaskan anak maupun pihak yang akan

mengangkat anak.

Apabila diketahui ada alasan dari para orang

tua angkat dalam pelaksanaan pengangkatan anak

tersebut yang menyebabkan berkurangnya jaminan

kesejahteraan terhadap calon anak angkat, maka

dapat dijadikan alasan bagi hakim untuk menolak

pengangkatan anak tersebut.

Pengangkatan anak yang didasarkan pada

pengutamaan kesejahteraan anak ini didorong oleh

keinginan mewujudkan hak-hak anak seperti yang

tertuang dalam "Declaration of theRight of The

Child" (Deklarasi Hak-Hak Anak) yang ditetapkan

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada

tanggal 20 November 1959.

Tujuan pengangkatan anak berdasarkan

peraturan perundang-undangan dipertegas dengan

ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-undang No.23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 2

Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 Tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Dalam peraturan

perundang-undangan tersebut dijelaskan bahwa

pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk

kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan

berdasarkan adat kebiasaan setempat dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan unian diatas maka dapat

disimpulkan bahwa tujuan pengangkatan anak ada

bermacam-macam. Tujuan pengangkatan anak

(adopsi) bagi orang Tionghoa sebagaimana diatur

dalam Staatsblad 1917 No.129 adalah untuk

meneruskan keturunan laki-laki. Tujuan

pcngangkatan anak menurut hukum Adat bersifat

variatif. Menurut hukum Islam, pengangkatan anak

bertujuan sebagai suatu amal yang baik. Sedangkan

pengangkatan anak menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku bertujuan untuk

kepentingan yang terbaik bagi anak.

Macam- macam Pengangkatan Anak Musthofa Sy. dalam bukunya

mengelompokan pengangkatan anak berdasarkan

beberapa kategori, diantaranya kewarganegaraan

orang tua angkat, status perkawinan calon orang tua

angkat, keberadaan anak yang akan diangkat dan

akibat hukum pengangkatan anak.

Dilihat dari kewarganegaraan orang tua

angkat, pengangkatan anak dibedakan menjadi dua

macam, yaitu pengangkatan anak antar Warga

Negara Indonesia (domestic adoption) dan

pengangkatan anak internasional (intercountry

adoption). Domestic adoption adalah pengangkatan

anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNI

terhadap anak angkat WNI. Sedangkan intercountry

adoption adalah pengangkatan anak, yang

dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap

anak angkat WNA atau pengangkatan anak yang

dilakukan oleh orang tua angkat WNA terhadap

anak angkat WNI.10

Dilihat dari status perkawinan calon orang

tua angkat, pengangkatan anak dapat dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu pengangkatan anak yang

dilakukan oleh calon orang tua angkat berstatus

belum kawin (single parent adoption),

pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon

orang tua angkat berstatus kawin dan pengangkatan

anak yang dilakukan oleh janda atau duda

(posthurrus adoption).11

Dilihat dari keberadaan anak yang akan

diangkat, pengangkatan anak dapat dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu pengangkatan anak yang

dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada

dalam kekuasaan orang tua kandung atau orang tua

asal (private adoption), pengangkatan anak yang

dilakukan terhadap calon anak angkat yang berada

dalam organisasi social (non private adoption) dan

anak angkat yang tidak berada dalam

kekuasaanorang tua asal maupun organisasi sosial

misalnya anak yang ditemukan karena dibuang oleh

orangtuanya.12

Dilihat dari akibat hukum pengangkatan

anak, dalam kepustakaan hukum biasanya

membedakan pengangkatan anak menjadi dua

macam, yaitu pengangkatan anak berakibat hukum

sempurna (adoption plena) dan pengangkatan arak

berakibat hukum terbatas (adoption minus plena).13

Berdasarkan uraian di atas, jika dilihat dari

akibat hukumnya, maka pengertian pengangkatan

anak (adopsi) berdasarkan Staatsblad 1917 No.

1129 dapat dimasukan ke dalam pengangkatan anak

berakibat hukum sempuma (adoption plena).

Akibat hukum pengangkatan anak menurut hukum

adat bersifat variatif, sehingga pengangkatan anak

menurut hukum adat ada yang termasuk

pengangkatan anak berakibat hukum sempurna

(adoption plena) dan ada pula vang termasuk

pengangkatan anak berakibat hukum terbatas

(adoption minus plena). Sedangkan pengangkatan

anak menurut hukum Islam dan peraturan

perundang-undang yang berlaku dapat dimasukan

ke dalam pengangkatan anak berakibat hukum

terbatas (adoption minus plena).

Dasar Hukum Pengangkatan Anak Pengangkatan anak melibatkan peran

pengadilan diatur dalam Pasal 9 ayat (1)

Staatsblad 1917 No.l29. pengadilan mempunyai

kewenangan untuk memberi izin pengangkatan

anak bagi janda cerai mati apabila izin dari

keluarga mendiang suaminya tidak diperoleh izin

pengadilan itu harus disebutkan dalam akta

pengangkatan anak.

Ketentuan yang membolehkan janda cerai

mati untuk melakukan pengangkatan anak adalah

10 Musthofa Sy., Op.cit. hal. 42. 11Ibid 12Ibid 13 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, 1983, Sendi-

sendi Hukum Perdata International, Jakarta: Rajawali, hal.

44-45.

Page 43: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 81

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

pengecualiaan dengan beberapa syarat

sebagrimana Pasal 5 ayat (3) Staatsblad tersebut

mengatur. Syarat lain bagi jauda perlu

mendapatkan kata sepakat dari saudara laki-laki

yang telah dewasa dan ayah mendiang suaminya

lebih dahulu sebagaimana diatur dalam Pasal 8

ayat (4). Apabila izin dari keluarga mendiang

suaminya tidak diperoleh, maka izin dapat

diperoleh melalui izinpengadilan.

Pengangkatan anak golongan Tionghoa

hanya untuk laki-laki, sehingga menutup peluang

pengangkatan anak perempuan melalui notaris.

Keinginan WNI keturunan Tionghoa untuk

melakukan pengangkatan terhadap anak

perempuan tidak tertampung oleh lembaga

tersebut dannotaris menolak terhadap

pengangkatan anak yang demikian. Demikian pula

pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon

orang tua angkat yang belum menikah. Untuk bisa

melakukan pengangkatan anak yang demikian Itu

harus ditempuh melalui putusan pengadilan.

Putusan-putusan pengadilan telah mengisi

kekosongan hukum (rechtvacuum) dalam

perkembangan lembaga pengangkatan anak.

Pengangkatan anak melalui pengadilan akan

memberikan perlindungan kepentingan anak dan

kepastian hukum. Hal ini sesuai dengan European

Convention on the Adoption of Children

(Konvensi Adopsi Den Haaag Tahun 1965) yang

menetapkan bahwa penetapan atau putusan

pengadilan merupakan syarat esensial bagi sahnya

pengangkatan anak.

Dalam perkembangannya, permohonan

pengangkatan anak melalui pengadilan semakin

banyak. Semula hanya dikenal pengangkatan anak

menurut Staatsblad 1917 Mo. 129 dan hukum adat

namun kemudian berdasarkan Peraturan

Pemerintah Rl No.7 Tahun 1977 Tentang

Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil

memungkinkan pengangkatan anak untuk

memperoleh tunjangan anak. Selain itu,

berdasarkan Pasal 2 Undang-undanp, No.62 Tahun

1958 banyak terjadi pengangkatan anak warga

negara asing yang belurn berumur 5 (lima) tahun

oleh warga Negara Indonesia.14

Jumlah permohonan pengangkatan anak yang

diajukan ke Pengadilan Negeri terus bertambah,

baik yang dikumulasikan dengan gugatan perdata

maupun diajukan dalam permohonan khusus. Hal

ini menunjukan pergeseran variasi motif

pengangkatan anak dan kebutuhan pengangkatan

anak dalam masyarakat makin bertambah dan

untuk memperoleh kepastian hukum hanya dapat

dilakukan melalui putusan pengadilan.15

Dalam perkembangannya, khusus mengenai

pengangkatan anak WNI oleh orang tua angkat

WNA melalui notaris, Menteri Kehakiman dengan

Surat edaran No.THA 1/1/2 tanggal 24 Februari

14 Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum Acara Perdata

Indonesia, Yogyakarta: Liberty, hal. 36-37 15 Musthofa Sy., 2008, Pengangkatan Anak Kewenangan

Pengadilan Agama, Jakarta: Kencana, hal. 55.

1978 melarang notaris membuatkan akta

pengangkatan anak dan pengangkatan anak

tersebut hanya dapat dilaksanakan melalui

Pengadilan Negeri. Atas keluarnya surat edaran

tersebut, Menteri Sosial menindaklanjuti dengan

Surat Edaran No.Huk 3-1-58.78 tanggal 7

Desember 1978. Selanjutnya Mahkamah Agung

RI memberikan petunjuk mengenai pengangkatan

anak antar-negara (intercountry adoption) dengan

Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1979

tanggal 7 April 1979.16

Berdasarkan SEMA Ko.6 Tahun 1983

Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah

Agung No.2 Tahun 1979, pengangkatan anak yang

dilakukan oleh golongan Tionghoa melalui notaris

tidak dibenarkan tetapi harus melalui pengadilan.17

Demikian pula berdasarkan Peraturan Pemerintah

No. 7 Tahun 1977, anak angkat dapat diajukan

untuk mendapattunjangan anak bagi Pegawai

Negeri Sipil, maka banyak permohonan

pengangkatan anak yang diajukan ke Pengadilan

Negeri.18

Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun

1983 membedakan pengangkatan anak menjadi 3

(tiga) macam, yaitu:

a. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak

antar-WNI (domesticadoption).

b. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak

WNA oleh orang tua angkat WNl (intercountry

adoption).

c. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak

WNI oleh orang tua angkat WNA (intercountry

adoption).

Dengan belakunya Surat Edaran Mahkamah

Agung No.5 Tahun 1983 maka Surat Edaran

Mahkamah Agung No.2 Tahun 1979 dianggap

tidak berlaku lagi.

Pengadilan yang dimaksud untuk

pengangkatan anak pada saat itu adalah

Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat

pertama di lingkungan Peradilan Umum. Peradilan

Unnnn adalah salah satu pelaksana kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada

umumnya.Kekuasaan Peradilan Umum

dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri

sebagaipengadilan tingkat pertama dan pengadilan

tinggi sebagai pengadilantingkat banding,

Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara pidana danperdata di

tingkat pertama. Berdasarkan ketentuan tersebut

dapatditafsirkan bahwa Pengadilan Negeri sebagai

peradilan umum, bertugas dan berwenang

memeriksa, memutus dan menyelesaikan segala

perkara pidana dan perdata di tingkat pertama,

16 Sudikno Mertokusumo, Op.cit., hal. 260. 17 Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum,

BeberapaYurisprudensi Perdata yang penting serta Hubungan

Ketentuan Hukum Acara Perdata, Mahkamah Agung RI,

Jakarta, hal. 551. 18 Amir Martosedono, 1999, Tanya Jawab Pengangkatan

Anak dan Masalahnya, Semarang Dahara Prize, hal. 23-28.

Page 44: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 82

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

kecuali peraturan perundang-undangan

memberikan kewenangan secara khusus kepada

pengadilan lain (attributie van rechismacht), yaitu

Pengadilan Agama, Pengadilan Militer dan

Pengadilan Tala Usaha Negara.

Kewenangan terhndap perkara pengangkatan

anak belum ada pelimpahan kepada pengadilan

lain pada saat itu, oleh karenanya semua perkara

yang berkaitan pengangkatan anak menjadi

kewenangan Pengadilan Negeri.

III. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Anak

Pada prinsipnya tidak ada ketentuan khusus

yang mengharuskan pengangkatan anak dilakukan

dengan penetapan dari pengadilan. Hal tersebut

karena penetapan pengadilan tersebut hanya

berfungsi untuk menguatkan pengangkatan anak

yang dilakukan dan untuk lebih memberikan

jaminanhukum pengangkatan anak adalah sah

apabila dilakukan menurut ketentuan hukum adat,

hukum agama dan kepercayaan dari masing-masing

pihak yangbersangkutan.

Sah atau tidaknya pengangkatan anak

tersebut tergantung pada dipenuhi atau tidaknya

syarat-syarat dan tata cara dalam melakukan

pengangkatan anak. Sebagai contoh yaitu dalam hal

harus adanya persetujuan dari masing-masing

pihak, baik pihak yang mengangkat anak ataupun

pihak yang akan melepaskan anak tersebut. Jika

tidak ada persetujuan dari salah satu pihak, maka

pengangkatan anak tersebnt dianggap tidak sah.

Menurut hukum adat, syarat dan tata cara

pengangkatan anak pada umumnya dilaksanakan

dengan beberapa cara. Cara tersebut sangat

bergantung pada tujuan dan akibat hukum dari

dilakukannya perbuatan pengangkatan anak

tersebut, yaitu:19

1. Pengangkatan Anak Secara Terang Dan Tunai

Pengangkatan anak dalam cara ini

dilakukan olch masyarakat yang yang

menganut perbuatan hukum pengangkatan

anak sebagai perbuatan hukum untuk

menjadikan anak orang lain sebagai anak

kandung. Anak angkat pada masyarakat ini

selain dimasukan ke dalam ikatan somah

(rumah tangga) orang tua angkatnya, ia juga

secara sosial dimasukkan pula ke dalam ikatan

kekerabatan orang tua angkatnya. Selain itu

anak angkat menduduki posisi sebagai ahli

waris dari orangtua angkatnya baik terhadap

harta benda yang bersifat materiil maupun

untuk benda-benda imateriil (gelar-gelar adat

dan kebangsaan).

Secara terang berarti bahwa

pengangkatan anak itu dilaksanakan dengan

sepengetahuan dan dihadapan kepala

persekutuan (kepala adat) dengan melakukan

19Afdol, 2007, Pengangkatan Anak dan Aspek hukumnya

Menurut Hukum Adat, Suara Uldilag Vol.3 No.XI September

2007, MA RI, Jakarta, hal.63.

upacara-upacara adat. Hal ini dilakukan dengan

maksud agar khalayak ramai dapat mengetahui

bahwa telah terjadi tindakan untuk

memutuskan hubungan hukum antara anak

angkat itu dengan orang tua kandungnya

sendiri dan memasukan anak angkat tersebut

ke dalam ikatan hak dan kewajiban orang tua

angkat dan kerabat angkatnya.

Hal tersebut terdapat dalam

pengangkatan anak di Bali. Di Bali pemutusan

hubungan hukum antara anak angkat itu

dengan orang tua kandungnya ditandai dengan

adanya upacara pembakaran seutas benang

(tali) hingga putus. Sedangkan di daerah

Pasemah (Sumatera Selatan), pengangkatan

anak dilakukan secara terang dihadapan orang

sedusun (laman dusun).

Sedangkan yang dimaksud dengan

secara tunai adalah pengangkatan anak tersebut

harus disertai dengan pemberian atau

pembayaran adat, berupa benda-benda magis,

uang atau pakaian. Pengangkatan anak

dianggap telah selesai dengan adanya

pemberian-pemberian tersebut. Pada saat itu

juga anak angkat beralih bubungan hukumnya

dari orang tua kandungnya kepada orang tua

angkatnya. Pengangkatan anak selesai seketika

itu juga dan tidak mungkin ditarik kembali

(eenmalig).20

Prinsip terang ini juga terdapat di Bali

melalui pembayaran adat berupa 1000 (seribu)

kepeng. Sedangkan di Jawa Timur terdapat

satu lembaga yang menyatakan pengangkatan

anak itu suatu perbuatan kontan, yaitu dengan

pembayaran mata uang sejumlah rong wang

segobang (17 ½ sen) kepada orang tua

kandung sebagai sarana magis untuk memutus

ikatan anak dengan orang tua kandungnya.21

2. Pengangkatan Anak Tidak Secara Terang Dan

Tunai

Pengangkatan anak yang tidak bertujuan

untuk menjadikan anak angkat sebagai anak

kandung tidak harus dilakukan secara terang

dan tunai. Di Jawa, pengangkatan anak pada

umumnya tidak memutus pertalian kerabat

antara anak angkat itu dengan orang tua

kandungnya. Sifat pengangkatan anak pada

masyarakat ini umumnya hanya untuk

memasukan anak angkat itu ke dalam

kehidupan rumah tangga orang tua angkatnya

saja. Anak angkat dalam hal ini tidak

berkedudukan sebagai anak kandung dengan

fungsi untuk meneruskan keturunan orang tua

angkatnya. Anak angkat yang diangkat pada

umumnya adalah keponakannya sendiri, baik

laki-laki atau perempuan. Dasar pengangkatan

anak seperti ini adalah untuk:

a. Untuk memperkuat pertalian orang tua

anak yang diangkat;

20 Bushar Muhammad, 1985, Pokok-Pokok Hukum Adat,

Jakarta: Pradnya Paramita, hal. 33 21 Imam Sudiyat, Op.cit. hal. 103.

Page 45: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 83

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

b. Kadang-kadang oleh sebab belas kasihan,

jadi pengangkatan anak untuk menolong

anak angkat tersebut;

c. Berhubungan dengan kepercayaan, jika

mengangkat anak akan mendapat anak

sendiri;

d. Mungkin pula untuk mendapat laki-laki di

rumah yang dapat membantu pekerjaan

orang tua angkat sehari-hari.22

Pada bentuk pengangkatan anak pada

masyarakat di atas, perbuatan hukum

pengangkatan anak itu tidak dilakukan secara

terang dan tunai. Bahwa hal tersebut tidak

harus dilakukan di hadapan dan sepengetahuan

kepala adat untuk keabsahannya. Selain itu

tidak ada keharusan untuk melakukan

pemberian-pemberian atau pembayaran adat

kepada orang tua kandung dari anak angkat

tersebut.

Pengangkatan anak pada masyarakat ini

tidak memutus hubungan hukum hukum antara

anak angkat dengan orang tua kandungnya.

Sehingga ia tetap akan bertindak sebagai ahli

waris dari orang tua kandungnya. Sementara

itu anak angkat juga berhak memperoleh

bagian dari harta gono-gini orang tua

angkatnya sebagai anggota rumah tangga dari

orang tua angkatnya.

Akibat dari tidak dilakukannya

pengangkatan anak secara terang dan tunai

maka pada mayarakat ini sering terjadi keragu-

raguan apakah anak tersebut telah diangkat

sebagai anak dari orang tua angkatnya

sehingga mempunyai hak-hak tertentu terhadap

hartapeninggalan orang tua angkatnya kelak,

atau anak tesebut hanya sebagai anak yang

dipelihara saja sehingga tidak mempunyai hak-

hak tersebut. Meskipun demikian, Soepomo

dalam bukunya mengatakan, bahwa :

Bagaimanapun juga dengan mengambil anak

sebagai anak angkat dan memelihara anak itu

hingga menjadi orang dewasa yang kuat gawe,

maka timbul dan berkembanglah hubungan

rumah tangga (gezinsverhouding) antara bapak

dan ibu angkat disatu pihak dan anak angkat di

lain pihak. Hubungan rumah tangga ini

menimbulkan hak-hak dan kewajiban antara

kedua belah pihak, yang mempunyai k

konsekuensi terhadap harta benda rumah

tangga tersebut.23

3. Pengangkatan Anak Hanya Secara Tunai Saja

Secara terbatas perbutan pengangkatan

anak yang hanya dilakukan secara tunai saja

dapat ditemui dalam masyarakat Indonesia.

Sebagai contoh pada masyarakat suku Rejang

(Bengkulu), seorang ayah yang karena

perkawinannya tidak berhak atas seorang anak

pun yang lahir dari perkawinannya. Hal

tersebut disebabkan karena si ayah tersebut

22 Soepomo, 1977, Bab-bab tentang Hukum Adat, Jakarta:

Pradnya Paramita, hal. 102. 23Ibid

hanya mampu membayar kurang dari setengah

uang adat (pelapik) yang disyaratkan oleh

pihak keluarga istrinya pada saat

perkawinannya. Maka secara adat semua anak

yang lahir dari perkawinannya akan masuk

klan (tobo) ibunya dan si ayah tidak berhak

untuk itu. Meskipun demikian, hukum adat

daerah tersebut masih memberi kesempatan

kepada si ayah untuk mengambil seorang anak

dari perkawinannya itu untuk dimasukan ke

dalam klan-nya sendiri. Agar dapat melakukan

hal tersebut, si ayah harus

melakukanpembayaran uang adat yang disebut

dengan uang pedaut kepada istrinya.

Adanya pemberian uang pedaut dari si

ayah kepada keluarga istrinya yang berakibat si

ayah dapat memasukan anak itu ke dalam

klannya itu dan pada saat bersamaan

memutuskan hubungan hukum anak Itu dengan

ibunya (istrinya) dan kerabat ibunya itu

dipandang sebagai suatu perbuatan

pengangkatan anak pula. Hanya saja pada

bentuk pengangkatan anak semacam ini tidak

perlu dilakukan secara terang yang harus

dilakukan dengan upacara-upacara adat dan

dengan bantuan oleh kepala persekutuan

(pasirah) sehingga semua orang lain

mengetahuinya. Hal tersebut disebabkan

karena hanya terjadi pergeseran hubungan

hukum terhadap orang-orang yang telah hidup

sekeluarga (serumah tangga) tersebut.24

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

diketahui bahwa pengangkatan anak

berdasarkan hukum adat dapat dilakukan

secara terang yang berarti wajib dilakukan

dengan upacara-upacara adat dan dengan

bantuan kepala adat dan tunai yaitu dengan

pembayaran adat berupa sejumlah uang atau

benda-benda yang mempunyai nilai magis oleh

keluarga yang mengangkat anak bagi keluarga

kandung dari anak yang diangkat. Selain itu

pengangkatan anak berdasarkan hukum adat

juga dapat dilakukan tidak secara terang dan

tunai serta dapat pula dilakukan hanya secara

tunai saja.

Sedangkan Staatsblad 1917 No. 129

menentukan bahwa pihak-pihak yang dapat

melakukan pengangkatan anak (adopsi) adalah:

a. Seorang laki-laki yang sudah atau pernah

kawin tapi tidak mempunyai keturunan

laki-laki, baik karena hubungan darah

maupun dari pengangkatan anak.

b. Dilakukan oleh suami istri secara bersama-

sama dan apabila perkawinan telah bubar,

maka dapat dilakukan oleh pihak suami

sendiri.

c. Jika suami meninggal lebih dahulu tanpa

meninggalkan keturunan laki-laki, maka

janda yang tidak kawin lagi dapat

mengadopsi anak laki-laki sebagai

24Abdullah Siddik,1980, Hukum Adat Rejang, Jakarta: Dalai

Pustaka, hal. 232.

Page 46: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 84

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

anaknya (adoptie posthuum). Adopsi oleh

janda dilarang jika suami dalam wasiatnya

menyatakan bahwa ia tidak menghendaki

adopsi oleh jandanya.

Staatsblad 1917 No. 129 menentukan

bahwa adopsi hanya dapat dilakukan terhadap

seorang laki-laki dari golongan Tionghoa yang

tidak kawin dan tidak mempunyai anak serta

belum diadopsi oleh orang lain.

Selain itu harus diperhatikan perbedaan

usia antara anak yang akan diadopsi dengan

orang tua angkatnya. Perbedaan umur tersebut

adalah paling sedikit 18 (Jelapan belas) tahun

lebih muda dari usia suami dan paling sedikit

15 (lima belas) tahun lebih muda dari usia istri

atau janda yang mengadopsinya.

Jika yang diadopsi itu seorang anak dari

keluarga sedarah, misalnya dari saudara pihak

laki-laki atau wanita akan mengadopsi anak

laki-laki dari pamannya, maka hal ini tidak

diperkenankan.

Berdasarkan Stoatsblad 1917 No.129

adopsi juga harus dilakukan dengan adanya

kata sepakat dari kedua belah pihak, yaitu baik

pihak yang melepaskananak dan pihak orang

tua angkat. Untuk lebih jelasnya kata sepakat

dalam melakukan adopsi tersebut harus

dilakukan dengan cara seperti tersebut dibawah

ini:

1. Antara suami istri yang hendak

mengangkat anak harus ada kesepakatan.

Hal ini berarti bahwa seorang laki-laki

yang telah beristri tidak dapat mengadopsi

anak bila istrinya tidak memberikan

kesepakatan dan menolak untuk ikut serta

menandatangani akta notaris.

2. a. Jika yang diangkat itu anak sah, maka

harus ada kata sepakat dari bapak dan

ibu kandungnya. Kalau salah satu dari

mereka sudah meninggal maka harus

ada kata sepakat dari pihak orang tua

yang masih hidup baik itu bapak

ataupun ibunya. Namun dalam hal

pihak ibu kandung yang masih hidup

dan kemudian dia kawin lagi atau jika

kedua orang tua dari anak telah

meninggal dunia, maka harus ada kata

sepakal dari pihak wali anak angkat

atau dari Balai Harta Peninggalan.

b. Jika yang diaugkat tersebut anak luar

kawin, maka harus ada kata sepakat

dari orang tua yang mcngakuinya.

Bila salah satu dari orang tua yang

mengakuinya tersebut telah

meninggal, maka harus ada kata

sepakat dari atau ibunya yang masih

hidup. Dalam hal orang tua tersebut

tidak lagi mengakui atau keduanya

mengakui tapi sudah meninggal, maka

harus ada kata sepakat dari walinya

atau dari Balai Harta Peninggalan.

3. Jika yang akan diadopsi telah mencapai

umur 15 tahun, maka anak yang

bersangkutan harus memberikan juga

kesepakatannya.

4. Bila adopsi dilakukan oleh seorang janda

maka diperlukan kesepakatan dari saudara

ipar laki-laki yang telah dewasa

(meederjarig) dan ayah mendiang

suaminya. Jika mereka tidak ada lagi atau

orang-orang tersebut tidak bertempat

tinggal di Indonesia, maka diperlukan

kesepakatan dari dua anggota laki-laki

sedarah yang telah dewasa dan bertempat

tinggal di Indonesia dari pihak ayah suami

sampai dengan derajat keempat.

Jika tidak diperoleh kesepakatan

(toestemming) dari sanak keluarga yang

dimaksud oleh pasal 8 ayat (4), karena mereka

bukan ayah atau wali dari anak yang diangkat

atau tidak ada sanak keluarga laki-laki sampai

dengan derajat keempat, maka kesepakatan

tersebut dapat digantikan dengan kuasa dari

hakim (Pengadilan Negeri) di tempattinggal

sang janda. Keputusan pengadilan yang

diberikan atas permohonan janda tersebut tak

dapat diajukan banding ataupun kasasi.

Staatsblad 1917 No.129 juga menentukan

bahwa adopsi hanya dapat dilakukan dengan

akta notaris. Jika yang berkepentingan tidak

dapat menghadap sendiri di muka notaris,

maka boleh diwakili oleh seorang kuasa yang

diangkat dengan akte notaris yang khusus

dibuat untuk keperluan itu.

Semua Kesepakatan yang diperlukan

dapat diberikan dengan menggunakan akta

notrris tersendiri, kecuali ayah atau wali dari

sang anak yang akan menyerahkan anak itu

untuk diadopsi. Setiap orang yang

berkepentingan berhak meminta pada Catatan

Sipil agar diberi catatan mengenai adopsi itu di

pinggir akta kelahirannya. Tetapi, tanpa adanya

catatan adopsi tersebut tidak dapat digunakan

untuk menentang keabsahan adopsi. Dengan

kata lain, tidak ada akibat hukumnya apabila

catatan adopsi tersebut tidak dibuatkan.

Adopsi berdasarkan Staatsblad 1917 No.

129 tidak dapat dibatalkan atas dasar

kesepakatan bersama. Sedangkan adopsi anak

perempuan dan adopsi dengan cara lain

daripada akta notaris adalah batal demi hukum.

Adopsidapat dinyakan batal apabila

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9, atau ayat (2) dan (3)

pasal 10.

Untuk pengangkatan anak yang

dimintakan pengesahannya ke Pengadilan

Negeri maka harus dilakukan menurut

ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung

No.6 Tahun 1983 Tentang penyempurnaan

Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun

1979.

Syarat dan bentuk surat permohonan

dalam pengangkatan anak tersebut menurut

Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun

1983 adalah sebagai berikut:

Page 47: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 85

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

1. Permohonan tersebut diajukan dengan cara

lisan dengan hukum acara yang berlaku di

Pengadilan Negeri maupun dengan cara

tertulis dengan menggunakan surat

permohonan.

2. Dapat diajukan oleh pemohon sendiri atau

kuasanya. Namun demikian,meskipun

pemohon memakai seorang kuasa, dia

wajib hadir dalam pemeriksaan sidang di

Pengadilan Negeri.

3. Surat permohonan tersebut dibubuhi

materai secukupnya.

4. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan

Negeri yang daerah hukumnyameliputi

tempat tinggal domisili dari anak yang

diangkat tersebut.

Di dalam surat permohonan tersebut harus

memuat:

1. Motivasi yang dijadikan dasar diajukannya

permohonan pengangkatananak tersebut.

2. Penjelasan mengenai tujuan pengangkatan

anak, yaitu terutama untuk kepentingan

calon anak angkat yang bersangkutan

serta adanya gambaran mengenai

kemungkinan hari depan anak tersebut

setelah pengangkatan anak terjadi.

Surat Edaran Mahkamah Agung No.6

Tahun 1983 menentukan bahwa pengangkatan

anak antar Warga Negara Indonesia dapat

dilakukan baik terhadap pihak-pihak di luar

panti asuhan atau yayasan sosial (private

adoption) maupun terhadap anak-anak yang

berada dalam panti asuhan atau yayasan sosial.

Dalam hal anak yang akan diangkat

tersebut berada dalam panti asuhan atau

yayasan sosial, maka Surat Edaran Mahkamah

Agung No. 6 Tahun 1983 Tentang

Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah

Agung No.2 Tahun 1979 menentukan bahwa

surat permohonan pengangkatan anak tersebut

harus dilampiri dengan surat izin tertulis dari

menteri sosial. Dalam surat izin tersebut hanya

menyatakan bahwa yayasan atau organisasi

sosial yang bersangkutan telah diijinkan

bergerak dibidang pengangkatan anak serta

bagi calon anak angkat harus mempunyai izin

tertulis dari menteri sosial atau pejabat yang

ditunjuk yang menyatakan bahwa anak tersebul

telah diizinkan untuk diserahkan sebagai anak

angkat.

Untuk pengangkatan anak secara umum

yang dilakukan melalui yayasan atau rumah

sakit, dilaluikan sebagai berikut:

Seorang, yang bermaksud melakukan

pengangkatan anak mengajukan permohonan

pengangkatan anak kepada yayasan, panti

asuhan atau rumah sakit biasanya ada syarat-

syarat yang harus dipenuhi. Karena undang-

undang yang khusus mengenai pengangkatan

anak belum ada, maka yang dipakai sebagai

pedoman adalah Surat Keputusan Menteri

Sosial No. 13 Tahun 1993 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang

mengatur mengenai tata cara pengangkatan

anak dari yayasan atau rumah sakit yaitu

dengan cara diajukan permohonan dari pihak

yang ingin mengangkat anak yang isinya antara

lain identitas dari orang mengangkat baik itu

merupakan pasangan suami istri, janda atau

duda atau bahkan orang yang masih berstatus

lajang, pekerjaan dan alamat tempat tinggal.

Dalam permohonan tersebut harus disertai

alasan-alasan dan tujuan dari perbuatan

pengangkatan anak.

Demikian juga identitas dari anak yang

akan diangkat (nama, umur, tempat asil atau

tempat tinggal harus dicantumkan). Apabila

anak tersebut masih mempunyai orang tua

kandung maka dibuatkan surat persetujuan

yang ditandatangani oleh lurah dan camat.

Andaikata anak yang diangkat sudah tidak

mempunyai orang tua atau saudara-saudara

maka yang berwenang adalah yayasan atau

rumah sakit yang mengasuh anak tersebut.

Khusus bagi pengangkatan anak antar

Warga Negara Indonesia yang dilakukan

terhadap anak-anak yang berada dalam panti

asuhan atau yayasan sosial maka

pelaksanaannya didasarkan menurut ketentuan

yang berlaku dalam Surat Keputusan Menteri

Sosial No. 13 Tahun 1993 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Surat Keputusan Menteri Sosial No. 13

Tahun 1993 menentukan tata cara permohonan

untuk mendapat izin pengangkatan anak antar

Warga NegaraIndonesiayaitu sebagai beikut:

1. Mengajukan pemohonan untuk

mendapatkan ijin pengangkatan anak

secara tertulis diatas kertas bermaterai

cukup kepada Kepala Kantor Wilayah

Departemen Sosial Provinsi dimana

yayasan atau organisasi sosial tersebut

berada.

2. Tembusan dari surat permohonan tersebut

disampaikan kepada Menteri Sosial

melalui Direktorat Jenderal Bina

Kesejahteraan Sosial.

3. Kemudian diadakan penelaahan dan

penelitian atas perrnohonan yang diajukan

kepada Kantor Wilayah Departemen

Sosial dibantu oleh Tim Pertimbangan

Pengangkatan Anak Provinsi.

4. Berdasarkan laporan sosial dari pekerja

sosial tersebut maka kepala sektor provinsi

yang akan menentukan diterima atau

ditolaknya permohonan pengangkatan

anak tersebut apabila ditolak maka harus

disebutkan alasan-alasannya. Selain itu, di

dalam Surat Keputusan Menteri Sosial No.

13 Tahun 1993 tersebut juga menentukan

bahwa umur orang tua angkat minimal 30

tahun dan maksimal 45 tahun dan mereka

harus telah menikah minimal 5 tahun.

Akan tetapi Surat Keputusan Menteri

Sosial No. 13 Tahun 1993 memberikan

pengecualian dalam hal pasangan suami isteri

Page 48: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 86

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

tersebut telah dinyatakan dengan surat

keterangan dokter bahwa mereka tidak

mungkin mempunyai anak atau melahirkan

anak. Sehingga berkaitan dengan hal tersebut

maka mereka dapat melakukan pengangkatan

anak walaupun usia perkawinannya belum

mencapai 5 tahun.

Mengenai selisih umur antara orang tua

angkat dengan anak angkat tidak diatur dalam

Surat Keputusan Menteri Sosial No.13 Tahun

1993. Hal tersebut diatur dalam Surat

Keputusan Menteri Sosial No.41 Tahun 1984

yaitu selisih umurnya minimal 20 tahun.

Sedangkan alasan yang digunakan untuk

mengangkat anak yang berasaldari panti

asuhan atau yayasan sosial menurut Surat

Keputusan Menten Sosial No.41 Tahun 1984

adalah sebagai berikut:

1. Tidak mungkin mempunyai anak.

2. Belum mempunyai anak.

3. Hanya mempunyai anak kandung seorang.

4. Mempunyai seorang anak angkat dan tidak

mempunyai anak kandung.

Selanjutnya dalam Surat Keputusan

Menteri Sosial No.13 Tahun 1993 alasan

bahwa hanya mempunyai seorang anak angkat

dan tidak mempunyai anak kandmg tidak dapat

dijadikan sebagai alasan untuk dapat

dilakukannya pengangkatan anak.

Selain alasan-alasan tersebut, calon orang

tua angkat juga harus mampu dalam hal

ekonomi dan sosial. Hal tersebut bertujuan

tidak lain untuk kesejahteraan dan kepentingan

calon anak angkat.

Lebih jauh lagi ketentuan-ketentuan yang

terdapat di dalam Surat Keputusan Menteri

Sosial No.13 Tahun 1993 bersifat melengkapi

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983.

Hal tersebut antara lain dalam hal minimal usia

perkawinan calon orang tua angkat untuk

melakukan pengangkatan anak adalah 5 tahun,

sementara hal tersebut tidak diatur dalam Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983.

Mengenai batas usia calon orang tua

angkat, di dalam Surat Kepulusan Menteri

Sosial No. 13 Tahun 1993 menentukan

maksimal 45 tahun dan minimal 30 tahun. Hal

tersebut bertujuan agar anak angkat dapat

dipelihara dan dididik oleh calon orang tua

angkatnya sampai dewasa. Selain itu Surat

Kepatusan Menteri Sosial No. 13 Tahun 1993

juga mengatur mengenai selisih usia antara

anak angkat dengan calon orang tua angkat,

yaitu 20 tahun. Kedua hal tersebut juga tidak

diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

No. 6 Tahun 1983.

Ketentuan mengenai syarat-syarat

pengangkatan anak kemudian diubah dengan

dibentuknya Peraturan Pemerintah No.54

Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak. Dengan berlakunya

ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

tersebut, maka peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengangkatan anak tetap berlaku sepanjang

tidak bertentangan dengan Peraturan

Pemerintah tersebut.

Akibat Hukum Pengangkatan Anak Hingga saat ini, peraturan perundang-

undangan yang secara khusus mengatur mengenai

pengangkatan anak belum ada, begitu pula hingga

saat ini belum ada pengatnran yang pasti mengenai

akibat hukum dari pelaksanaan pengangkatan anak.

Dalam ketentuan-ketentuan pengangkatan

anak menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No.

6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat

EdaranMahkamah Agung No.2 Tahun 1979

maupun Surat Keputusan Menteri

SosialNo.41/HUR/NEP/VII/1984 maupun

penyempurnaannya yaitu Surat Keputusan Menteri

Sosial No. 13 Tahun 1993 Tentang petunjuk

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, tidak disebutkan

mengenai akibat hukum dari pengangkatan anak.

Namun demikian di dalam pasal 39 ayat (2)

Undang-undang No.23 Tahun 2003 Tentang

Perlindungan Anak jo. Pasal 4 Peraturan

Pemerinlah No.54 Tahon 2007 dinyatakan bahwa,

"Pengangkatan anak berdasarkan tidak memutuskan

hubungan darah antara anak dengan orang tua

kandungnya berdasarkan hukum yang berlaku bagi

anak yang bersangkutan". Dari ketentuan tersebut

dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya

pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah

antara anak angkat dengan orang tua Kandungnya.

Sedangkan pengangkatrn anak (adopsi)

menurut Staatsblad 1917 No. 129 menimbulkan

akibat hukum bahwa anak yang diangkat oleh

suami istri sebagai anak mereka, dianggap sebagai

anak yang dilahirkan dari perkawinan suami istri

tersebut.

Hubungan peidata antara orang tua dengan

sanak keluarganya di satu pihak dengan anak

tersebut di lain pihak menjadi putus, dengan

perkecualianyang disebutkan dalam pasal 14 bila

anak yang diadopsi itu mempunyai nama keluarga

lain, karena hukum akan memperbolehkan nama

keluarga dari ayah yang mengadopsi.

Jika seorang suami mengadopsi anak setelah

perkawinan bubar, maka anak tersebut dianggap

lahir dari perkawinan pria tersebut yang telah bubar

karena kematian istrinya. Maksud ketentuan

tersebut adalah anak itu harus dianggap telah

dilahirkan dari suatu perkawinan fiktif, yaitu

perkawinanantara ayahnya dengan seorang wanita

yang sesungguhnya tidak ada, yang telah bubar

karena istri telah meninggal dunia.

Beberapa pakar berpendapat bahwa maksud

dari ketentuan tersebut adalah bahwa adopsi oleh

seorang suami setelah perkawinan bubar hanya

mempunyai akibat hukum terhadap dia sendiri dan

sanak keluarganya akan tetapi tidak terhadap bekas

istri atau sanak keluarganya.

Lain halnya jika seorang janda mengadopsi

anak setelah suaminya meninggal dunia, maka anak

Page 49: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 87

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

yang diadopsi hanya dapat dianggap sebagai ahli

waris suami dari ibu angkatnya jika suami tidak

memberikan ketentuan-ketentuan atau harta

peninggalannya di dalam wasiatnya, maka hal ini

berarti bahwa ketentuan-ketentuan dalam wasiat

suami yang telah meninggal dunia tidak dapat

diganggu gugat oleh anak angkat. Dengan demikian

maka anak angkat tidak mempunyai legitime portie

atas warisan suami dari ibu angkatnya.

Selain itu, pasal 13 ayat (1) memerintahkan

apabila seorang suami meninggal dunia dengan

meninggalkan istri yang berwenang untuk

mengadopsi, maka Balai Harta Peninggalan wajib

mengambil tindakan-tindakan yang perlu dan

mendesak untuk menyelamatkan dan mengurus

harta peninggalannya yang akan jatuh pada anak

yang diadopsi.

Sedangkan hak-hak pihak ketiga yang dapat

dipengaruhi olehadopsi ini tetap ditangguhkan

sampai dengan dilakukannya adopsi. Tenggang

waktu penangguhan itu selambat-lambatnya selama

yang dimaksud oleh pasal 12 ayat (3) yaitu satu

bulan.

Adopsi yang telah dilakukan dalam jangka

waktu enam bulan setelah meninggalnya suami atau

janda dalam tenggang waktu itu telah meminta izin

dari hakim seperti yang dimaksud dalam pasal 9.

lalu dalam waktu satu bulan setelah izin atau kuasa

itu diperoleh, ia baru menggunakan haknya.

Apabila seorang janda yang melakukan

adopsi, maka anak tersebut dianggap sebagai anak

yang lahir dari janda tersebut dengan suaminya

yang telah meninggal. Dari pengertian tersebut

anak angkat akan mendapatkan bagian warisan

almarhum ayah angkatnya sejauh tidak ditentukan

lain dalam surat wasiat almarhum semasa hidupnya

dan sejauh adopsi tersebut dilakukan dalam jangka

waktu 6 bulan terhitung mulai saat meninggalnya

almarhum.

Kemudian Pasal 14 Staatsblud 1917 No. 129

menjelaskan bahwa, adopsi berakibat putusnya

hubungan hukum antara anak yang diadopsi dengan

orang tuanya sendiri, kecuali:

1. Mengenai larangan kawin yang berdasar atas

suatu tali kekeluargaan.

2. Mengenai peraturan hukum pidana yang

berdasar pada tali kekeluargaan.

3. Mengenai ganti rugi biaya-biaya perkara dan

sandera.

4. Mengenai pembuktian dengan seorang saksi.

5. Mengenai bertindak sebagai saksi.

Ditinjau dari hukum adat, pengangkatan anak

tidak selalu mengakibatkan terputusnya hubungan

perdata dengan orang tua kandung. Meskipun pada

umumnya dengan terjadinya pengangkatan anak,

orang tua angkat akan menggantikan kedudukan

orang tua kandung. Sehingga tanggung jawab orang

tua kandung akan beralih kepada orang tua

angkat.25

25

Isti Sulistyowati, Loc. Cit.

Pada dasarnya akibat hukum yang timbul dari

pengangkatan anak itu tidak terlepas hubungannya

dengan tata cara pengangkatan anak yang telah

dilakukan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan

oleh B. Bastian Tafal bahwa : Pengangkatan anak

yang dilakukan tanpa disertai dengan upacara-

upacara khusus dan tanpa surat-surat, maka

pengangkatan anak seperti ini tidak memutus

pertalian keluarga antara anak yang diangkat

dengan orang tua kandungnya. Meskipun secara

lahiriah hubungan anak itu terputus dengan orang

tua kandungnya karena dimasukan ke dalam

keluarga orang yang mengangkatnya, tetapi secara

batiniah hubungan antara anak dengan orang tua

kandungnya tetap ada. Kemudian dengan saudara

angkat timbul hubungan seperti layaknya saudara

kandung dan dengan keluarga ataukerabat dari

orang tua angkatnya dianggap sebagai sanak

keluarganya sendiri. Selanjutnya dalam upacara

perkawinan bagi anak angkat perempuan, maka

yang menjadi wali nikahnya adalah orang tua

kandungnya atau saudara laki-laki sekandung dari

anak angkat tersebut.26

Dalam hal hubungan dengan orang tua

kandungya tidak terputus, maka hak dan kewajiban

anak angkat masih bercabang dua yaitu terhadap

orang tua angkat maupun terhadap orang tua

kandung. Hal ini mempunyai konsekuensi lebih

lanjut bahwa anak angkat yang tidak terputus

hubungannya dengan orang tua kandung akan

menerima warisan baik dari orang tua kandung

maupun dari orang tua angkat. Keadaan seperti ini

biasanya terjadi pada masyarakat parental. Akan

tetapi sesuai dengan keanekaragaman sistem hukum

pengangkatan anak di berbagai daerah di Indonesia,

maka pandangan masyarakat dalam hubungannya

dengan kedudukan anak angkatpun beraneka ragam

pula. Kadang anak angkat mendapat warisan dari

orang tua angkat berupa harta asal dan harta

bersama, tetapi terkadang hanya harta bersama

saja.27

Sedangkan pengangkatan anak menurut

Hukum Islam pada dasarnya diperbolehkan tapi

semata-mata hanya didasarkan pada tujuan untuk

membantu anak-anak terlantar dan hal itu tidak

membawa akibat hukum apapun. Hal ini

disebabkan karena dalam hukum Islam ada

larangan pengangkatan anak dalam pengertian

adopsi yaitu pemberian status kepada anak sama

dengan status anak kandung. :

Pengangkatan anak menurut Agama Islam

tidak membawa akibat hukum dalam hak hubungan

darah, perwalian dan pewarisan dengan orang tua

kandungnya. Anak angkat tetap memakai nama

orang tua kandungnya dan tetap menjadi ahli waris

dari orang tua kandungnya.28

26 B. Bastian Tafal, 1989, Pengangkatan Anak Menurut

Hukum Adat serta Akibat-Akibat Hukumnya di Kemudian

Hari, Jakarta : Rajawali Press, hal. 85. 27 Isti Sulistyorini, Loc. Cit. Hal. 27 28 M. Budiarto, Op.cit, hal. 2.

Page 50: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 88

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Pada prinsipnya tidak ada ketentuan khusus

yang mengharuskan pengangkatan anak

dilakukan dengan penetapan dari pengadilan.

Hal tersebut karena penetapan pengadilan

tersebut hanya berfungsi untuk menguatkan

pengangkatan anak yang dilakukan dan untuk

lebih memberikan jaminanhukum

pengangkatan anak adalah sah apabila

dilakukan menurut ketentuan hukum adat,

hukum agama dan kepercayaan dari masing-

masing pihak yangbersangkutan.Sah atau

tidaknya pengangkatan anak tersebut

tergantung pada dipenuhi atau tidaknya syarat-

syarat dan tata cara dalam melakukan

pengangkatan anak. Sebagai contoh yaitu

dalam hal harus adanya persetujuan dari

masing-masing pihak, baik pihak yang

mengangkat anak ataupun pihak yang akan

melepaskan anak tersebut. Jika tidak ada

persetujuan dari salah satu pihak, maka

pengangkatan anak tersebnt dianggap tidak

sah.

Menurut hukum adat, syarat dan tata cara

pengangkatan anak pada umumnya

dilaksanakan dengan beberapa cara. Cara

tersebut sangat bergantung pada tujuan dan

akibat hukum dari dilakukannya perbuatan

pengangkatan anak tersebut, yaitu:

a. Pengangkatan Anak Secara Terang Dan

Tunai

b. Pengangkatan Anak Tidak Secara Terang

Dan Tunai

c. Pengangkatan Anak Hanya Secara Tunai

Saja

2. Akibat hukum pengangkatan anak menurut

menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6

Tahun 1983 Surat Keputusan Menteri Sosial

No. 13 Tahun 1993 Tentang petunjuk

Pelaksanaan Pengangkatan Anak, tidak

disebutkan mengenai akibat hukum dari

pengangkatan anak. Namun demikian di dalam

pasal 39 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun

2003 Tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 4

Peraturan Pemerinlah No.54 Tahon 2007

dinyatakan bahwa, "Pengangkatan anak

berdasarkan tidak memutuskan hubungan

darah antara anak dengan orang tua

kandungnya berdasarkan hukum yang berlaku

bagi anak yang bersangkutan". Dari ketentuan

tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan

dilakukannya pengangkatan anak tidak

memutus hubungan darah antara anak angkat

dengan orang tua Kandungnya.Sedangkan

pengangkatrn anak (adopsi) menurut Staatsblad

1917 No. 129 menimbulkan akibat hukum

bahwa anak yang diangkat oleh suami istri

sebagai anak mereka, dianggap sebagai anak

yang dilahirkan dari perkawinan suami istri

tersebut.

B. Saran 1. Hakim Pengadilan Negeri hendaknya

memperhatikan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan

pengangkatan anak khususnya Undang-

undang No.3 Tahun 2006.

2. Para pihak yang terlibat dalam

pengangkatan anak hendaknya mengetahui

akibat hukum dari pengangkatan anak di

Pengadilan Negeri Sehingga diharapkan para

pihak dapat mengetahui kedudukan dan

hubungan hukum antara anak angkat dengan

orang tua angkat maupun anak angkat dengan

orang tua kandungnya.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Abdul Manar, 2005, Penerapan Hukum Acara perdata

di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Prenada

Media.

Abdullah Siddik.1980, Hukum Adat Rejang, Jakarta:

Balai Pustaka.

Ali Afandi, 1997, Hukum Waris Hukum Keluarga

Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta.

Amir Martosedono, 1999, Tanya Jawab Pengangkatan

Anak dan Masalahnya, Semarang: Dahara Prize.

Arif Gosida, 1985, Masalah Perlidungan Anak, Jakarta:

Akademika.

A. Rachmad Budiono, 1999, Pembaruan Hukum

Kewarisan Islam di Indonesia, Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Bastian Tafal, 1989, Pengangkatan Anak Menurut

Hukum Adat Serta Akibat-Akibat Hukumnya

Dikemudian Hari, Jakarta: Rajawali Press.

Bushar Muhammad, 1985, Pokok-Pokok Hukum Adat,

Jakarta: Prajnya Paramita.

Djaja Meliala, 1982, Pengangkatan Anak (Adopsi) di

Indonesia, Bandung: Tarsito.

Imam Sudiyat, 1981, Hukum Adat Dan Sketsa,

Lamongan: Liberty.

Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum

Normatif, Banyumedia Publishing, Malang 2006

Muderis Zaini, 1985, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga

Sistem Hukum, Bina Aksara Jakarta .

M. Budiarto, 1991, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari

Segi Hukum, Jakarta: Akademika Presindo.

M. Yahya Harahap, 1990, Kedudukan Kewenangan dan

Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini.

M. Yahya Harahap, 2004, Hukum Acara Perdata,

Jakarta: Sinar Grafika.

Musthofa Sy., 2008, Pengangkatan Anak

Kewenangan Pengadilan Agama, Jakarta:

Kencana.

Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, 1983,

Sendi-sendi Hukum Perdata International, Jakarta:

Rajawali.

Retno Wulan S., 1979, Wanita Dan Hukum, Bandung:

Alumni.

Satria Effendi M. Zein, 2004, Problematika Hukum

Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Kencana.

Page 51: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 89

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Soepomo 1977, Bab-Bab Tentang Hukum Adat,

Jakarta: Pradnya Paramita.

Soerjono Soekamto, 1992, Intisari Hukum Keluarga,

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Soetojo Prawirohamidjojo, 2000, Hukum Orang Dan

Keluarga (Personen En Familie.-Recht), Surabaya:

Airlangga University Press.

Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum Acara Perdata

Indonesia, Lamongan: Liberty.

Surojo Wignodipuro, 1982. Pengantar dan Asas-asas

Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung.

Zakaria Ahmad Al-Barry, 2004, Hukum Anak-Anak

Dalam Islam (Saduran, Dra. Chadijah Nasution),

Jakarta: Bulan Bintang.

Afdol, 2007, Pengangkatan Anak dan Aspek Hukumnya

Menurut Hukum Adat, Suara Uldilag Vol.3 No.XI

September 2007.

H. Sarmin, 2007, Hukum Formil dan Materil Penetapan

Pengaesahan / Pengangkatan Anak Pada

Peradilan Agama, Suara Uldilag Vol. I No XI

September 2007.

Isti Sulistyorini, 1997, Adopsi Menurut Staatsblad 1917

No. 129 Dan Kaitannya Dengan Pengangkatan

Anak Menurut Hukum Adat, PENA, Jurnal Ilmu

pengetahuan Dan Teknologi: V (9).

M. Karsayuda, 2007, Pengangkatan Anak dari

Keluarga Non-muslim di Pengadilan Agama,

Suara Undilag Vol.3 No.XI September 2007.

Muslich Mauzi, 1984, Beberapa Bentuk Pengangkatan

Anak Di Indonesia Menurut Hukum Islam,

Walisongo, Edisi II Mei 1984.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

Staatblad No.l29 Tahun 1917;

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

Undang-undang No.l Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

Undang-undang No.4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak;

Undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan

Umum;

Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama;

Undang-undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia;

Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak;

Undang-undang No.4 'l'ahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman;

Undang-undang No.8 Tahun 2004 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang No.2 Tahun 1985 Tentang

Peradilan Umum;

Undang-undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama;

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun

1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam;

Surat Keputusan Menteri Sosial No.13 Tahun

1993 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pengangkatan Anak;

Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1979;

Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah

Agung No.2 Tahun 1979;

Page 52: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 90

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

PROSEDUR PENETAPAN PENDAPATAN DAN BIAYA

PADA RSUD DR. R. SOSODORO DJATIKOESOEMO

Abdul Ghofur*)

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan

ABSTRAKSI

Penelitian ini mengacu pada prosedur penetapan pendapatan dan biaya yang sangat penting bagi perusahaan

karena dapat mempengaruhi secara langsung kelancaran serta keberhasilan perusahaan mencapai suatu tujuan.

Masalah yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah pendapatan dan biaya selama tahun 2013. Sejalan

dengan masalah tersebut maka peneliti ini didasarkan pada penetapan yang terdiri dari pendapatan dan biaya,

untuk mengetahui kondisi pendapatan selama satu tahun terakhir yaitu tahun 2013. Selain itu penulis juga

menerapkan analisis prosedur penetapan. Hasil analisis menunjukkan bahwa, hasil-hasil pendapatan usaha yang

utama adalah pendapatan yang berasal dari pelayanan jasa kesehatan masyarakat, berupa: pendapatan rawat

inap, pendapatan rawat jalan, pendapatan rawat inap, pendapatan kartu & karcis, pendapatan pihak III dan

pendapatan lainnya.RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo bojonegoro menetapkan bahwa pendapatan yang

diterima, akan diakui sah sebagai pendapatan saat selesai kegiatan pelayanan jasa kepada pemakai jasa dan

diterbitkan faktornya, walaupun uang pembayaran belum diterima oleh bagian keuangan Rumah sakit. Selain

pendapatan, pada RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo bojonegoro , biaya juga diadakan penetapannya.

Pengeluaran diakui sebagai biaya berdasarkan pemakaian-pemakaian, dan biaya yang muncul seketika serta

biaya yang terencana. Biaya yang dikeluarkan didukung dengan bukti-bukti yang sah walaupun uang pembayaran

belum dikeluarkan oleh bagian keuangan RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo bojonegoro.

Kata kunci :prosedur, pendapatan dan biaya

PENDAHULUAN

Di era globalisasi dan informasi seperti saat

ini, semakin banyak perusahaan-perusahaan baru

yang muncul, sehingga menambah ketatnya

persaingan di dunia usaha. Setiap perusahaan, baik

itu perusahaan jasa maupun perusahaan dagang,

tidak akan terlepas dari masalah pendapatan dan

biaya. Pendapatan yang diperoleh dan biaya yang

dikeluarkan antara satu perusahaan dengan

perusahaan lain berbeda dan ini tergantung pada

bidang usahanya masing-masing. Setiap jenis usaha

menginginkan laba maksimal dan menekan biaya

seminimal mungkin, demi kelangsungan usahanya. Peranan manager perusahaan sangat besar

dalam hal menetapkan target laba yang diperoleh

dari operasi, sebab laba yang diperoleh perusahaan

merupakan salah satu tolak ukur dari perkembangan

suatu perusahaan. Semakin meningkatnya laba dari

tahun ke tahun menunjukkan kemajuan atau

perkembangan suatu perusahaan, maka sebaliknya

jika perusahaan mengalami kemunduran laba dari

tahun ke tahun menunjukkan kemunduran suatu

perusahaan.

Agar memperoleh laba maksimal dibutuhkan

suatu perencanaan pendapatan dan biaya dimasa

yang akan datang. Perencanaan haruslah

merumuskan langkah-langkah untuk tujuan yang

akan dicapai. Perencanaan dapat dibuat dalam

berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang

keuangan.

Perencanaan didalam bidang keuangan lazim

disebut dengan anggaran. Anggaran merupakan

rencana yang dijabarkan dalam bentuk kualitatif

tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dalam

jangka waktu tertentu. Anggaran yang baik akan

sangat membantu manager dalam melaksanakan

fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan.

Oleh karena itu, manager memerlukan

informasi yang dapat mengurangi ketidak pastian

yang dihadapinya sehingga memungkinkan manager

menentukan pilihan yang baik. Rsud Dr. R.

Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro merupakan

perusahaan yang bergerak dibidang jasa. Dimana

pendapatan merupakan hasil yang diperoleh

perusahaan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Sedangkan biaya merupakan alat yang digunakan

dalam memperoleh pendapatan. Pendapatan dan

biaya dapat diketahui jumlahnya hanya apabila

sudah ditetapkan sebagai pendapatan dan biaya

melalui prosedur yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis

tertarik untuk meneliti mengenai hal penetapan

pendapatan dan biaya yang dilaksanakan

perusahaan, dan akan memaparkannya melalui

skripsi ini dengan judul : ― Analisis Prosedur

Penetapan Pendapatan Dan Biaya Pada Rsud

Dr.R.Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro ”.

Berdasarkan latar belakang diatas maka,

rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

bagaimana prosedur yang digunakan Rsud Dr. R.

Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro dalam

menetapkan Pendapatan dan Biaya?. Adapun tujuan

penelitian yang ingin dicapai adalah Untuk

mengetahui prosedur penetapan pendapatan dan

biaya pada Rsud Dr.R.Sosodoro Djatikoesoemo

Page 53: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 92

Bojonegoro.adapun penjelasan dari skripsi sebaqgai

berikut :

a. pengertian prosedur

Prosedur tidak hanya melibatkan aspek

financial saja, tetapi aspek manajemen juga memiliki

peranan penting. Prosedur merupakan rangkaian

langkah yang dilaksanakan untuk menyelesaikan

kegiatan atau aktivitas, sehingga dapat tercapai

tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien

serta dapat dengan mudah menyelesaikan suatu

masalah yang terperinci menurut waktu yang telah

ditetapkan.

Untuk memberikan gambaran yang lebih

jelas, penulis mengemukakan beberapa pendapat

tentang pengertian prosedur, diantaranya pengertian

yang dikemukakan oleh Mulyadi

(2001;5)mendefinisikan prosedur sebagai berikut:

―Prosedur adalah suatu urutan kegiatan,

biasanya melibatkanbeberapa orang dalam suatu

departemen atau lebih yang dibuatuntuk menjamin

penanganan secara seragam transaksi

perusahaanyang terjadi secara berulang-ulang‖.

Sedangkan pengertian prosedur menurut

Azhar Susanto (2000;195) menjelaskanbahwa:

―Prosedur adalah rangkaian aktivitas atau

kegiatan yang dilakukan secara berulang dengan

cara yang sama‖.

Dari pengertian diatas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa pengertianprosedur adalah suatu

urutan tugas dan pekerjaan yang saling berhubungan

satusama lain dalam rangka pencapaian tujuan.

2. Pengertian Pendapatan

Pendapatan memiliki arti yang bermacam-

macam, tergantung dari mana ditinjau pengertian

tersebut: Menurut Ahmed R Belkaoui (2006:278)

Pendapatan telah diinterprestasikan sebagai berikut :

1) Arus masuk aktiva bersih yang dihasilkan dari

penjualan barang atau jasa;

2) Arus keluar barang atau jasa dari perusahaan

kepelanggannya; dan

3) Produk perusahaan yang dihasilkan dari

penciptaan barang atau jasa oleh usaha selama

periode waktu tertentu‖.

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan No. 23 (2007:23.2) Pendapatan adalah

―Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang

timbul dari aktivitas – aktivitas normal perusahaan

selama suatu periode bila arus masuk tersebut

mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal

dari kontribusi penanam modal‖.

Pendapatan timbul karena pelaksanaan

aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan

sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan

jasa, bunga, deviden, royalty dan sewa. Pendapatan

merupakan faktor terpenting untuk mendapatkan

laba oleh sebab itu penentuan pendapatan harus

dilakukan dengan tepat agar benar – benar

mencerminkan hasil usaha dalam suatu periode.

Menurut Thomas R. Dycman, Roland E.

Dukes, Carles C. Davis ( 2000 ; 234 ) Pendapatan

(Revenue) adalah arus masuk atau peningkatan nilai

aktiva entitas atau penyelesaian kewajiban (atau

kombinasi dari keduanya) selama satu priode dari

pengiriman atau produksi barang, pemberian jasa,

atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan

operasi utama atau sentral entitas yang sedang

berlangsung.

Untuk memperjelas pengertian pendapatan

diatas, maka penulis akan mengemukakan terlebih

dahulu penjelasan berikut :

1) Perusahaan Industri

Perusahaan industri adalah suatu perusahaan yang

memproduksi barang- barang untuk dijual kepada

konsumen. Dalam perusahaan industri, pendapatan

yang diperoleh berasal dari penjualan akan barang

yang diproduksinya. Jadi, setiap barang yang dijual

di pasar merupakan pendapatan dari perusahaan

tersebut.

2) Perusahaan Dagang

Perusahaan dagang adalah perusahaan yang menjual

barang dagangan yang telah dibelinya dari

perusahaan industri. Pada perusahaan ini,

pendapatan diperoleh dari penjualan barang

dagangannya, sejumlah harga beli ditambah laba

yang diharapkan. Perusahaan ini umumnya

bertindak sebagai distributor atau penyalur bagi

konsumen akhir.

3) Perusahaan Jasa

Perusahaan jasa adalah perusahaan yang bergerak di

bidang jasa, dimana perusahaan ini memberi jasa

kepada konsumen dan memperoleh imbalan dari jasa

yang diberikan.

Pengertian Pendapatan Menurut M. Rusjdi

(2006; 29) adalah Pendapatan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

wajib pajak, baik yang berasal dari Indeonesia

maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

Pengertian Pendapatan Menurut Standar

Akuntansi Keuangan (2002 ; 23.1) : Pendapatan

adalah arus kas bruto dari manfaat ekonomi yang

timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu

periode bila arus masuk itu mengekibatkan kenaikan

ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi dari

penanam modal. Dari pernyataan diatas dapat

disimpulkan mengenai pendapatan sebagaiberikut :

1. Pendapatan dalam arti sempit :

Pendapatan berasal dari kegiatan pokok perusahaan

dengan menciptakan barang atau jasa yang

selanjutnya ditransfer kepada pelanggan dalam suatu

periode tertentu. Jadi dipisahkan antara pendapatan

yang berasal dari kegiatan pokok perusahaan dengan

yang berasal dari kegiatan diluar kegiatan pokok

perusahaan.

Page 54: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 93

2. Pendapatan dalam arti luas :

Pendapatan berasal dari kegiatan pokok perusahaan

dan kegiatan diluar usaha pokok perusahaan.

3. Pengertian Biaya

Dalam usaha mengelola perusahaan,

diperlukan informasi biaya yang sistematik dan

komparatif serta data analisis biaya dan laba.

Informasi ini membantu manajemen untuk

menetapkan sasaran laba perusahaan, menetapkan

target departemen yang menjadi pedoman

manajemen menengah dan operasi menuju

pencapaian sasaran akhir, mengevaluasi keefektifan

rencana, mengungkapkan keberhasilan atau

kegagalan dalam bentuk tanggung jawab yang

spesifik dan menganalisis serta memutuskan

pengadaan penyesuaian dan perbaikan agar seluruh

organisasi tetap bergerak maju secara seimbang

menuju tujuan yang telah ditetapkan. Sistem

informasi yang benar-benar diperlukan oleh setiap

manajer yang bertanggung jawab. Guna pencapaian

tujuan ini, system tersebut harus dirancang untuk

memberikan informasi tepat pada waktunya.

Selanjutnya, informasi ini harus dikomunikasikan

secara efektif. Untuk itu, kebutuhan akan

pengendalian biaya menjadi hal yang dominan.

Untuk melaksanakan tanggung jawab

perencanaan dan pengendalian biaya, manajer

membutuhkan informasi tentang biaya. Dari sudut

pandang akuntansi, kebutuhan informasi biaya

paling sering berkaitan dengan biaya-biaya

organisasi. Menghasilkan pendapatan tidaklah

menjamin adanya laba. Pengetahuan mengenai

biaya-biaya dapat membuat perbedaan signifikan

dalam keberhasilan keuangan sebuah perusahaan.

Entitas-entitas bisnis yang sangat memahami dan

mengendalikan biaya-biaya biasanya memperoleh

sukses yang lebih baik dari pada entitas-entitas yang

tidak memahaminya.

Tanpa informasi biaya, manajemen tidak

memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan

memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah dari nilai

keluarnya, sehingga tidak memiliki informasi

apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau

sisa hasil usaha yang sangat diperlukan untuk

mengembangkan atau mempertahankan eksistensi

perusahaannya. Begitu juga tanpa informasi biaya,

manajemen tidak memiliki dasar untuk

mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang

dikorbankan dalam menghasilkan sumber ekonomi

lain.

Berdasarkan pandangan tersebut, menurut

Sunarto (2004:2) mengungkapkan secara umum

bahwa : ―Biaya adalah harga pokok atau bagiannya

yang dimanfaatkan atau dikonsumsi untuk

memperoleh pendapatan‖.

Perumusan definisi biaya secara umum yang

dikemukakan di atas, memiliki ciri-ciri seperti

pemakain barang-barang, keterkaitan dengan suatu

tujuan output dan penilaian. Melalui penggunaan

ciri-ciri yang lebih dipertajam dengan

memperhatikan ciri-ciri tambahan yang diperlukan

dapat menghasilkan pengertian biaya secara khusus

atau pengertian biaya yang lebih rinci. Pengertian

biaya secara khusus merupakan pengertian yang

operasional, terutama karena memberi petunjuk

tentang jenis pemakaian barang-barang, banyaknya

pemakaian, kaitan pemakaian dan hasil serta dasar-

dasar penilaiannya, sesuai dengan kekhususan

masing-masing biaya yang bersangkutan.

Krismiaji (2012 : 17) mengemukakan bahwa

: ‖ Biaya adalah kas yang dikorbankan untuk

membeli barang atau jasa yang diharapkan akan

memberikan manfaat bagi perusahaans saat sekarang

atau untuk periode mendatang ‖.

Witjaksono (2013 : 3) menyatakan bahwa :

―Cost dapat dikaitkan atau dihubungkan dengan

manfaat sesuai prinsip ‘Matching‖ (dapat saling

ditanding) antara pengorbanan dengan manfaat.‖

Mursyidi (2008 : 14) menyatakan bahwa :

―Biaya diartikan sebagai suatu pengorbanan yang

dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk

mencapai tujuan, baik yang dapat dibebankan pada

saat ini maupun pada saat yang akan datang.‖

4. pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu sarana

kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

kesehatan dengan memberdayakan berbagai

kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

menghadapi dan menangani masalah medik untuk

pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk me

melihara dan meningkatkan kesehatan yang

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan

untuk menyelenggarakannya disebut sarana

kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan

upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau

upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan

diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)

yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu

dan berkesinambungan.

Menurut Soeroso (2003 : 26) bahwa rumah

sakit adalah institusi yang kompleks dan memiliki

berbagai macam sumber daya profesi. Sekurangnya

terdapat dua profesi utama yaitu dokter dan perawat.

Rumah sakit oleh WHO (1957) diberikan

batasan yaitu suatu bagian menyeluruh (Integrasi)

dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat

baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output

layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan

lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat

Page 55: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 94

pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian

biososial.

Dari definisi, Rumah Sakit menurut WHO

Expert Committee OnOrganization Of Medical

Care:

“is an integral part of social and medical

organization, the function ofwhich is to provide for

the population complete health care, both

curativeand preventive and whose outpatient service

reach out to the family andits home environment; the

hospital is also a centre for the training ofhealth

workers and for biosocial research”, yang dalam

bahasa Indonesianya jika diterjemahkan secara

bebas dapat berarti: suatu bagian menyeluruh dari

organisasi dan medis, berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat

baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output

layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan

lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat

pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian

biososial.

Adapun mutu pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh rumah sakit dipengaruhi oleh ada

tidaknya kritikan dan keluhan dari pasiennya,

lembaga sosial atau swadaya masyarakat dan bahkan

pemerintah sekalipun. Mutu akan diwujudkan jika

telah ada dan berakhirnya interaksi antara penerima

pelayanan dan pemberi pelayanan. Jika pemerintah

yang menyampaikan kritikan ini dapat berarti bahwa

masyarakat mendapatkan legalitas bahwa memang

benar mutu pelayanan kesehatan harus diperbaiki.

Mengukur mutu pelayanan dapat dilakukan dengan

melihat indikator-indikator mutu pelayanan

rumahsakit yang ada di beberapa kebijakan

pemerintah, sudahkan kita mengetahuinya. Analisa

indikator akan mengantarkan kita bagaimana

sebenarnya kualitas manajemen input, manajemen

proses dan output dari proses pelayanan kesehatan

secara mikro maupun makro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

menggambarkan keadaan pendapatan perusahaan

sebagai cerminan hasil kerja manajemen. Sehingga

dapat diketahui masalah yang dihadapi

perusahaan yang dapat menimbulkan hal-hal yang

bisa mengganggu kelangsungan hidup suatu

perusahaan. Sesuai dengan tujuan, maka

penelitian ini menggunakan metode deskriptif.

Menurut Cholid Narbuko dan H. Abu

Achmadi ( 2004: 44 ), pengertian Metode deskriptif

adalah penelitian yang berusaha untuk

menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data,

menganalisis dan menginterprestasi. Metode

penelitian deskriptif ini bertujuan untuk pemecahan

masalah secara sistematis data faktual mengenai

fakta-fakta dan sifat-sifat populasi. Adapun populasi

dari penelitian ini adalah data-data laporan keuangan

dari RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo. Dalam

penelitian ini obyek yang dijadikan sampel adalah

laporan pendapatan dan biaya tahun 2013.

Adapun jenis data yang penulis gunakan

dalam pembuatan Tugas Akhir ini, antara lain Data

primer ialah data yang diperoleh dari objek

penelitian. Data sejenis ini diperoleh dari observasi,

dokumentasi dan konsultasi terhadap pihak-pihak

yang bersangkutan.

Data sekunder ialah data yang diperoleh

dengan mengumpulkan dokumen-dokumen dari

RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo yang berupa

sejarah singkat berdirinya perusahaan, struktur

organisasi, sumber pendapatan, penggunaan biaya,

dan prosedur penetapan pendapatan dan biaya.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa

istilah sehingga didefinisikan secara operasional

agar menjadi petunjuk dalam penelitian ini. Variable

yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :

Pendapatan yang diperoleh dari hasil

pendapatan karcis & kartu, pendapatan rawat inap,

pendapatan rawat jalan, pendapatan pihak III dan

pendapatan lain-lain.

Adapun penggunaan biaya terdiri dari :

1) Program pelayanan administrasi perkantoran

2) Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air

dan listrik

3) Penyediaan jasa administrasi keuangan

4) Penyediaan jasa kebersihan kantor

5) Penyediaan alat tulis kantor

6) Penyediaan barang cetakan dan penggandaan

7) Penyediaan komponen instalasilistrik /

penerangan

8) Penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor

9) Penyediaan bahan bacaan dan peratran

perundang-undangan

10) Penyediaan makanan & minuman

11) Rapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar

daerah

12) Penyediaan jasa tenaga pendukung administrasi

/ teknik

13) Rapat – rapat koordinasi dan konsultasi ke

dalam daerah

14) Program peningkatan sarana dan prasarana

aparatur

15) Program peningkatan disiplin aparatur

16) Program peningkatan kapasitas sumber daya

aparatur

17) Rekrutmen pegawai

18) Program obat & perbekalan kesehatan

19) Program peningkatan keamanan dan

kenyamanan lingkungan

20) Program upaya kesehatan masyarakat

21) Program pelayanan kesehatan penduduk miskin

Page 56: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 95

22) Program pengadaan, peningkatan sarana dan

prasarana

23) Pengadaan, perlengkapan rt rs (dapur, ruang

pasien)

24) Pengadaan bahan-bahan logistik rs

25) Pengadaan percetakan administrasi dan surat-

menyurat

26) Pengembangan type rs

27) Pengadaan peralatan perlengkapan rumah sakit

28) Pembangunan sarana dan prasarana penunjang

rs

29) Program pemeliharaan sarana dan prasarana

rumah sakit

30) Pemeliharaan rutin / berkala ruang rawat inap

rumah sakit

31) Pemeliharaan rutin / berkala alat-alat kesehatan

rs

32) Pemeliharaan rutin berkala ambulance / mobil

jenazah

33) Pemeliharaan rutin / berkala perlengkapan

rumah sakit

34) Program kemitraan peningkatan pelayanan

kesehatan

35) Kemitraan peningkatan kualitas kedokteran dan

paramedis

36) Kemitraan pengobatan bagi pasien kurang

mampu

37) Monitoring, evaluasi & pelaporan

38) Pembinaan kesehatan lingkungan sosial industri

hasil

.

PEMBAHASAN

Yang menjadi masalah pokok dalam skripsi

ini adalah bagaimana prosedur yang digunakan

dalam menetapkan pendapatan dan biaya pada

rumah sakit yang bergerak di bidang pelayanan jasa

kesehatan kepada masyarakat. Sebagaimana telah

diuraikan di atas, pada RSUD Dr. R. Sosodoro

Djatikoesoemo bojonegoro, pendapatan usaha yang

utama adalah pendapatan yang berasal dari

pelayanan jasa kesehatan masyarakat, berupa:

pendapatan rawat inap, pendapatan rawat jalan,

pendapatan rawat inap, pendapatan kartu & karcis,

pendapatan pihak III dan pendapatan lainnya.

RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo

bojonegoro menetapkan bahwa pendapatan yang

diterima, akan diakui sah sebagai pendapatan saat

selesai kegiatan pelayanan jasa kepada pemakai jasa

dan diterbitkan faktornya, walaupun uang

pembayaran belum diterima oleh bagian keuangan

Rumah sakit. Selain pendapatan, pada RSUD Dr. R.

Sosodoro Djatikoesoemo bojonegoro , biaya juga

diadakan penetapannya. Pengeluaran diakui sebagai

biaya berdasarkan pemakaian-pemakaian, dan biaya

yang muncul seketika serta biaya yang terencana.

Adapun kebijaksanaan yang diambil oleh

manajemen dalam menentukan biaya-biaya yang

akan dikeluarkan dapat dibagi menjadi 3 bagian :

1. Berdasarkan Pasar

RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo bojonegoro

menetapkan biaya-biaya yang akan dikeluarkan

perlu dipertimbangkan kondisi pasar pada saat itu.

Kondisi pasar sangat besar pengaruhnya kepada

biaya-biaya yang akan dikeluarkan nantinya. Pihak

manajemen harus dapat menentukan baiya tersebut

sesuai dengan keadaan pasar agar segala kegiatan

yang dilakukan dapat diselesaikan dengan baik.

2. Berdasarkan Alat-alat yang digunakan

RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo bojonegoro

menetapkan biaya harus memperhatikan pemakaian

alat-alat yang mendukung kegiatan seperti: alat-alat

medis maupun non medis.

3. Berdasarkan meningkatnya gaji

Meningkatnya gaji para karyawan juga dapat

mempengaruhi pihak manajemen dalam hal

menetapkan biaya yang akan dikeluarkan. Sehingga

perlu dipertimbangkan peningkatan gaji sebagai

salah satu faktor meningkatnya biaya yang

dikeluarkan. Untuk itu pihak perusahaan harus dapat

mengestimasi peningkatan gaji yang terjadi agar

dalam penetapan biaya tidak terjadi pemborosan

yang sangat besar. Biaya yang dikeluarkan

didukung dengan bukti-bukti yang sah walaupun

uang pembayaran belum dikeluarkan oleh bagian

keuangan RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo

bojonegoro.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang dilakukan

pada bab sebelumnya maka penulis dapat

mengambil keputusan sesuai dengan penelitian pada

RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro

sebagai berikut:

Pendapatan dan biaya pada suatu perusahaan

harus sangat diperhatikan, karena tanpa mengetahui

pendapatan dan biaya dalam suatu perusahaan maka

perusahaan akan sangat sulit untuk mengetahui

kemajuan dan kemundurannya. Kemajuan dan

kemunduran suatu perusahaan akan berpengaruh

kepada pencatatan pendapatan dan biaya yang saling

berkaitan. Apabila pencatatan pendapatan lebih

tinggi dari pada biaya yang rendah maka laba akan

tinggi begitu juga sebaliknya apabila pencatatan

pendapatan rendah dari pada biaya yang tinggi maka

laba akan lebih kecil. Rumah sakit umum

bojonegoro telah melakukan penetapan pendapatan

pada saat terjadi yaitu sebelum penerimaan kas

maupun sesudah penerimaan kas yang dilakukan.

Sementara penetapan dan biaya ditetapkan pada saat

terjadi pengeluaran kas dalam hal pembayaran tunai

dengan membebani kegiatan perusahaan itu.

Page 57: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 96

SARAN Sebagai pelengkap dari kesimpulan yang ada,

maka penulis akan memberikan beberapa saran

sebagai bahan pertimbangan oleh perusahaan,

dengan harapan semoga dapat bermanfaat untuk

menyempurnakan penulisan skripsi. Maka dapat

dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

mempertahankan suatu kinerja rumah sakit,

diperlukan pelayanan dan fasilitas-fasilitas yang baik

dan lengkap. Sebaiknya pihak RSUD Dr. R.

Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro lebih

meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien, atau

bahkan apa bila perlu semakin meningkatkan

pelayanan agar lebih baik lagi. Dalam penetapan dan

biaya harus diberikan pengawasan agar target yang

diinginkan akan tercapai. Untuk biaya yang

dikeluarkan pihak rumah sudah dialokasikan dengan

baik, hanya perlu dilakukan beberapa analisa dan

evaluasi terhadap biaya yang telah dikeluarkan agar

dapat lebih menguntungkan dengan kecil biaya yang

dikeluarkan.

DAFTAR PUSTAKA Belkaoui, Ahmed R. 2006. Teori Akuntansi. Edisi

kelima, Jilid 1, Jakarta : Salemba Empat

Ikatan Akuntansi Indonesia . 2007. Standar

Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba

Empat

Dycman, Thomas R., Roland E.Dukes, dan Charles

J. Davis. 2000. AkuntansiIntermediate,

Terjemahan Munir Ali, Edisi ketiga, Jilid

Pertama, Penerbit Erlangga, Jakarta

Rusjdi, Muhammad. 2006. PPH Pajak Penghasilan,

Edisi Ketiga, Penerbit SMKG Desa Putera

Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standart Akuntansi

Keuangan, Penerbit Salemba Empat,

Jakarta

Skousen, K.Fred dan stice. 2001. Akuntansi

Keuangan Menengah, Penerbit Dian Mas

Cemerlang, Jakarta

Sunarto. 2004. Akuntansi Biaya, edisi kedua,

Yogyakarta : Penerbit Amus.

Krismiaji. 2012. Akuntansi Manajemen, edisi kedua,

Yogyakarta : Penerbit Universitas Gadjah

Mada.

Mulyadi. 2012. Akuntansi Biaya, edisi kelima,

cetakan kesebelas, Yogyarakta : Penerbit

Universitas Gadjah Mada

Mursyidi. 2008. Akuntansi Biaya, Cetakan Pertama,

Bandung : Penerbit Refika Aditama.

Prawironegoro, Darsono, dan Ari Purwanti. 2009.

Akuntansi Manajemen, edisi Ketiga,

Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media.

Wijaksono, Armanto. 2013. Akuntansi Biaya, edisi

revisi, cetakan pertama, Yogyakarta:

Penerbit Graha Ilmu.

Rahmawati. 2012. Akuntansi Biaya 1 DC, cetakan

pertama, Makassar : Penerbit Pustaka

Refleksi.

Samryn. 2012. Akuntansi Manajemen, Informasi

Biaya Untuk Mengendalikan Aktivitas

Operasi dan Investasi, edisi pertama,

Jakarta : PenerbitKencana Prenada Media

Group.

Carter dan milton f usry. 2004. Akuntansi biaya,

terjemahan kristan, edisi ketiga belas,

penerbit salemba empat, jakarta

Soeroso, dan siregar. 2003. Manajemen Sumber

Daya Manusia di Rumah Sakit Suatu Pendekatan

Sistem, cetakan pertama, Jakarta : Penerbit

BukuKedokteran EGC

,

Page 58: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 100

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Analisa Faktor Luas Lahan Dan Tenaga Kerja Terhadap

Tingkat Pendapatan Petani Jagung Di Desa Dadapan

Titin*)

* Dosen Fakultas ekonomi Universitas Islam Lamongan

ABTRAKSI Pembangunan pertanian mempunyai berbagai tujuan.Tujuan pembangunan pertanian adalah untuk

meningkatkan produksi dan memperluas keaneka ragaman hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan

industri dalam negeri serta memperbesar ekspor, meningkatkan taraf hidup dan pendapatan pertanian, mendorong

perluasan dan pemerataan kesempatan dan lapangan kerja serta dukungan pembangunan daerah Pertanian

merupakan sektor terbesar negara ekonomi berkembang, pemasok bahan baku bagi industri dan menjadi sumber

penghasil devisa. Namun banyak faktor-faktor yang dihadapi petani baik secara langsung maupun tidak langsung,

sehingga akan mempengaruhi tingkat pendapatan mereka. Penelitian ini bersifat kualitatif.Dari hasil uji validitas

diperoleh X1 0,75 dan X2 0,57. Uji reliabilitas dikatakan reliabel karenari 0,72 ≥nilai cronbach. Uji regresi

berganda diperoleh Y = 3,73 + 0,33X1 + 0,20X2artinyavariable X akan naik 0,33 dan 0,20 dengan ketentuan

variabel lain yang mempengaruhi = 0. Korelasi berganda diperoleh 0,78 maka pengaruh luas lahan (X1) dan tenaga

kerja (X2) secara simultan terhadap tingkat pendapatan (Y) tergolong kuat. Kontribusi secara simultan sebesar

61,64% sisanya ditentukan oleh variabel lain. Dari uji t diperoleh thitung X1 7,896 ≥ ttabel 2,010 dan thitung X2 4,806 ≥

ttabel 2,010, Ha berbunyi ada pengaruh signifikan secara parsial antara luas lahan dan tenaga kerja terhadap tingkat

pendapatan diterima. Dari uji F diperoleh Fhitung 387,761 ≥ Ftabel 5,09, maka tolak Ho dan Teriman Ha. Hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa luas lahan dan tenaga kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

tingkat pendapatan, dan luas lahan merupakan faktor yang paling dominan.

Kata kunci: luas lahan, tenaga kerja, pendapatan

PENDAHULUAN

Penduduk Indonesia umumnya bermukim

di pedesaan dengan mata pencaharian pokok di

sektor pertanian, sehingga boleh dikatakan

pembangunan pedesaan berkaitan erat dengan

pembangunan pertanian. Pembangunan pedesaan

merupakan program atau strategi yang didesain

untuk meningkatkan kesejahteraan target group

tertentu di pedesaan.

Pertanian merupakan sektor terbesar dalam

setiap ekonomi negara berkembang.Sektor ini

menyediakan pangan bagi sebagian besar

penduduknya dan memberikan lapangan pekerjaan,

dan dapat juga dimanfaatkan menjadi Bahan Bakar

Nabati (BBN). Selain menyediakan kebutuhan

pangan bagi penduduk dan menyerap tenaga kerja,

sektor pertanian merupakan pemasok bahan baku

bagi sektor industri dan menjadi sumber penghasil

devisa.

Peningkatan produktivitas sektor pertanian

dapat dicapai melalui penggunaan faktor-faktor

produksi yang digunakan dalam proses

pembangunan secara efisien. Penggunaan faktor

produksi secara efisien berarti akan dapat menekan

biaya dalam pengelolaan pertanian tersebut,

sehingga dapat diperoleh hasil produksi yang lebih

besar.

Pembangunan pertanian mempunyai

berbagai tujuan.Tujuan pembangunan pertanian

adalah untuk meningkatkan produksi dan

memperluas keaneka ragaman hasil pertanian guna

memenuhi kebutuhan pangan dan industri dalam

negeri serta memperbesar ekspor, meningkatkan

taraf hidup dan pendapatan pertanian, mendorong

perluasan dan pemerataan kesempatan dan lapangan

kerja serta dukungan pembangunan daerah.

Berbagai teori pertumbuhan ekonomi klasik

menunjukkan bahwa sukses pembangunan sektor

industrialisasi disuatu negara selalu diiringi dengan

perbaikan produktifitas dan pertumbuhan

berkelanjutan di sektor pertanian.

Dadapan adalah sebuah desa di kecamatan

Solokuro kabupaten Lamongan yang sebagian besar

adalah berprofesi sebagai petani.Dimana

diantarannya adalah jagung, kacang tanah, cabai,

dan padi.Dari sekian yang di produksi, jagung

adalah yang terbanyak.Dengan lahan pertanian

jagung mencapai sekitar 1000 hektar.Jika produksi

jagung per hektar rata-rata 5 ton, maka produksi

jagung dari desa Dadapan dapat mencapai 5000 ton

pada satu kali panen.

Tanaman jagung sebagai usaha tani yang

pengusahaannya dilakukan secara intensif oleh

petani untuk mendapatkan hasil yang

maksimal.Namun demikian banyak kendala-kendala

Page 59: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 105

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

yang dihadapi petani. Persoalan-persoalan dalam

ekonomi petani pertanian tersebut antara lain : jarak

waktu yang lebar antara pengeluaran dan

penerimaan pendapatan dalam pertanian, karena

pendapatan yang diterima petani hanya pada setiap

musim panen saja, padahal pengeluaran harus

dikeluarkan setiap hari.

Permasalahan lain dari pertanian itu sendiri,

menyangkut penentu produktivitas di sektor

pertanian, antara lain: faktor eksternal seperti musim

kemarau yang menghambat produktivitas pertanian.

Faktor kedua adalah penyusutan luas lahan pertanian

yang diakibatkan adanya industrialisasi dan

urbanisasi.Selanjutnya terbatasnya pemanfaatan

teknologi dan rendahnya kualitas SDM juga menjadi

penentu produktivitas pertanian.

Menggambarkan dan menganalisa masalah-

masalah pembangunan ekonomi di Indonesia secara

keseluruhan adalah suatu pekerjaan yang cukup sulit

karena memerlukan suatu studi yang mendalam dan

pengumpulan data yang cukup rumit.Oleh kerena itu

lebih menyederhanakan persoalannya dalam tulisan

ini dibatasi pembahasan mengenai pembangunan

ekonomi di Jawa Timur khususnya di Desa Dadapan

Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan.

Jagung merupakan komoditas yang dapat

diandalkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan

menjadi BBN. Peningkatan produksi jagung sangat

diharapkan untuk memenuhi permintaan jagung dari

dalam ataupun luar negeri, untuk itu perlu perbaikan

seperti:

1. Peningkatan penanaman jagung di beberapa

lahan yang cocok untuk penanaman jagung,

atau dapat dikatakan sebagai pemanfaatan

lahan untuk produksi jagung.

2. Penggunaan bibit unggul hibrida dan

memperhatikan pemupukan.

3. Peningkatan persepsi atau status sosial

komoditas jagung.

4. Perhatian pemerintah dalam pemanfaatan

jagung sebagai biodiesel, dengan peningkatan

teknologi.

Masalah konsumsi pangan dan

pemenuhannya, merupakan hal yang penting dan

sensitif dalam dinamika kehidupan sosial

ekonomi.Oleh karena itu pemerintah terus berupaya

mencukupi kebutuhan pangan dari produksi sendiri

dengan harga terjangkau oleh masyarakat.

Tingkat kesejahteraan petani sering

dikaitkan dengan keadaan usaha tani yang

dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani.Tingkat

pendapatan ini dipengaruhi oleh banyak faktor,

Dalam konteks teori produksi kaitannya dengan

pertanian, faktor penting dalam pengelolaan

sumberdaya produksi adalah faktor alam (tanah),

modal, dan tenaga kerja, selain itu juga faktor

manajemen.Modal yang dimaksud adalah termasuk

biaya untuk pembelian pupuk, pestisida, dan bibit.

Menurut (DR. Bustanul Arifin, 2005 :

11)Pembangunan suatu daerah dilakukan dengan

mengusahakan agar senantiasa tercipta perubahan-

perubahan sosial, dalam arti kata masyarakat diajak

maju, sehingga makin pandai, makin terampil,

makin bersemangat, makin tekun bekerja dan

seterusnya. Dengan perubahan sosial macam itu

produktifitas disegala bidang kegiatan dan ditambah

dengan sarana-sarana ekonomis, maka proses

pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Apabila

semua masyarakat disuatu daerah berusaha dibidang

pertanian, atau menjadi peternak, ada yang

menanam pohon-pohon untuk menghasilkan kayu

dan lainnya, maka perubahan sosial masyarakat

terutama pada segi-segi pertanian meningkat, gairah

dan semangat kerja dalam usaha-usaha pertanian

meningkat pula, sehingga produktivitas masing-

masing sektor pertanian meningkat.

Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan

sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk

menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri,

atau sumber energi, serta untuk mengelola

lingkungan.Sedangkan definisi manajemen produksi

menurut (Drs. E.A. Abd. Rachim,2008: 2) bahwa

Manajemen operasi secara umum dapat diartikan

sebagai pengarahan dan pengendalian berbagai

kegiatan yang mengolah berbagai jenis sumberdaya

untuk membuat barang atau jasa tertentu.

Semua usaha pertanian pada dasarnya

adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan

dasar-dasar pengetahuan yang sama akan

pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih atau

bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil,

distribusi produk, pengolahan dan pemasaran.

Pertanian modern masa kini biasanya

menerapkan sebagian pertanian intensif (pertanian

industri dan pertanian berkelanjutan), selain itu

dikenal pula pertanian ekstensif (pertanian masukan

rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan

tradisional akan berbentuk pertanian subsistem,

yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata

hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau

komunitasnya.

Segala suatu usaha, pertanian memiliki dua

ciri penting yang selalu melibatkan barang dalam

volume besar dan proses produksi memiliki resiko

yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena

pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau

beberapa tahapnya memerlukan ruang untuk

kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses

produksi.

Page 60: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 106

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Diambil dari skripsi terdahulu.Menurut

winardi alam mengukur kondisi ekonomi seseorang

atau rumah tangga, salah satu konsep pokok yang

paling sering digunakan yaitu melalui tingkat

pendapatan.Pendapatan menunjukkan seluruh uang

atau hasil material lainnya yang dicapai seseorang

atau rumah tangga dalam jangka waktu tertentu pada

suatu kegiatan ekonomi. (winardi, 98: 245).

Dalam ekonomi modern terdapat dua

cabang utama teori, yaitu teori harga dan teori

pendapatan. Teori pendapatan termasuk dalam

ekonomi makro, yaitu teori yang mempelajari hal-

hal besar seperti :

1. Prilaku jutaan rupiah pengeluaran konsumen.

2. Investasi dunia usaha.

3. Pembelian yang besar yang dilakukan

pemerintah.

Menurut pelopor ilmu ekonomi klasik,

Adam Smith dan David Ricardo, distribusi

pendapatan digolongkan menjadi tiga kelas sosial

yang utama, yaitu : pekerja, pemilik modal dan tuan

tanah. Ketiganya menentukan tiga faktor produksi,

yaitu tenaga kerja, modal dan tanah.Penghasilan

yang diterima dari setiap faktor dianggap sebagai

pendapatan masing-masing keluarga terlatih

terhadap pendapatan nasional.

Secara umum faktor-faktor produksi

dipengaruhi oleh alam (tanah), modal dan tenaga

kerja.

Tenaga kerja merupakan faktor produksi

yang perlu diperhitungkan dalam proses produksi

dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari

tersedianya tenaga kerja saja tetapi kualitas dan

macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan. Jumlah

tenaga kerja ini masih banyak dipengaruhi dan

dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis

kelamin, musim dan upah tenaga kerja. Bila kualitas

tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan

terjadi kemacetan dalam proses produksi

(Soekartawi, 2005).

Pembicaraan mengenai tenaga kerja dalam

pertanian Indonesia harus dibedakan ke dalam

persoalan tenaga kerja dalam usaha tani kecil-

kecilan (usaha tani pertanian rakyat) dan persoalan

tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-

besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan

sebagainya, pembedaan ini penting karena apa yang

dikenal sebagai tenaga kerja dalam usaha tani

tidaklah sama pengertiannya secara ekonomis

dengan pengertian tenaga kerja dalam perusahaan-

perusahaan dalam perkebunan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Permintaan Tenaga Kerja:

1. Tingkat Upah

2. Teknologi

3. Produktivitas tenaga kerja

4. Kualitas tenaga kerja

5. Fasilitas modal

6. Manajemen Pertanian Modern

Manajemen Pertanian Modern adalah

Usaha-usaha Meningkatkan Hasil Pertanian dengan

cara-cara modern. Berikut yang dapat dilakukan

dalam manajemen pertanian modern :

1. Intensifikasi Pertanian

2. Ekstensifikasi Pertanian

3. Diversifikasi Pertanian

4. Mekanisasi Pertanian

5. Rehabilitasi Pertanian

METODE PENELITIAN

Variabel independent (bebas) dan variable

dependent (terikat) pada penelitian ini antara lain:

Luas Lahan (X1) dan Tenaga Kerja (X2) sebagai

variabel bebas, Tingkat Pendapatan (Y) sebagai

variabel terikat.

Pengumpulan data yang digunakan pada

penelitian ini menggunakan angket atau kousoner.

Populasi dalam penelitian ini adalah petani desa

Dadapan berjumlah 100 orang petani. Semetara itu

sampel yang digunakan yaitu 50 orang petani.

Teknik analisis data yang digunakan antara lain: (1)

Uji Regresi berganda, (2) Uji Korelasi berganda, (3)

Koefisien determinasi, (4) Uji – t,(5) dan Uji – F.

Pengujian Hipotesis untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan antar variable menggunakan korelasi

berganda, uji – t dan Uji – F.

PEMBAHASAN

Dari Uji Regresi Berganda terdapat

persamaan yaitu:

Ý = a + b1 X1 + b2 X2

Ý =3,73 + 0,33 X1 + 0,20 X2

Dari uji korelasi didapatkan nilai korelasi

(R) sebesar 0,78

Dari koefisien determinasi diperoleh

variabel luas lahan (X1) dan tenaga kerja (X2)

mampu mempengaruhi variabel tingkat pendapatan

petani jagung sebesar 61,64%, sedangkan sisanya

38,36% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

diteliti. .

Dari hasi uji t diperoleh t hitung luas lahan

(X1) sebesar (7,893), sedangkan t hitung tenaga

Page 61: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 107

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penerimaan Ho

kerja (X2) sebesar (4,806) dari t tabel yaitu sebesar

2,010

Dari Uji – F diperoleh Fhitung sebesar

37,761 sedangkan Ftabel sebesar 3,195

Berdasarkan hasil perhitungan di atas,

maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Uji validitas untuk variabel luas lahan (X1)

sebesar 0,75 dan mempunyai tingkat pengaruh yang

kuat terhadap tingkat pendapatan petani jagung (Y),

sedangkan untuk variabel tenagan kerja (X2) sebesar

0,57 dan mempunyai tingkat pengaruh yang sedang

terhadap tingkat pendapatan petani jagung (Y).

Karena nilai variabel luas lahan (X1) lebih besar dari

pada variabel tenaga kerja (X2) maka hipotesis

diterima yaitu luas lahan mempunyai pengaruh yang

lebih dominan dari pada tenaga kerja terhadap

tingkat pendapatan petani jagung di desa Dadapan

Solokuro Lamongan.

Uji reliabilitas diperoleh ri sebesar 0,72,

karena ri lebih besar dari chonchanch alpha (0,60)

maka instrumen dikatakan reliabel dan dapat

digunakan dalam pengambilan data.

Regresi berganda Y=3,73 + 0,33Xi +

0,20X2

a =3,73 merupakan nilai konstanta yang artinya

bahwa apabila variabel bebas yaitu luas lahan (X1)

dan tenaga kerja (X2) yang mempengaruhi = 0 maka

hasil yang diperoleh dari variabel terikat yaitu

tingkat pendapatan petani jagung (Y) sebesar 3,73.

b1=0,33 berarti variabel luas lahan (X1)

mempengaruhi tingkat pendapatan petani jagung

sebesar (0,33). Jika variabel luas lahan (X1) berubah

(dinaikkan) satu satuan maka luas lahan akan

berubah (naik) sebesar 0,33 dengan ketentuan

variabel lain yang mempengaruhi = 0 (konstan).

b2=0,20 berarti variabel tenaga kerja (X2)

mempengaruhi tingkat pendapatan petani jagung (Y)

sebesar 0,20. Jika variabel tenaga kerja (X2) berubah

atau dinaikkan satu satuan maka pendapatan petani

jagung akan berubah (naik) sebesar 0,20 dengan

ketentuan variabel lain yang mempengaruhi = 0

(konstan).

Korelasi ganda diperoleh sebesar 0,78 yang

artinya menunjukkan bahwa variabel luas lahan (X1)

dan tenaga kerja (X2) mampu menjelaskan variabel

tingkat pendaatan petani jagung sebesar dengan nilai

koefisien determinasi sebesar 61,64%, sedangkan

sisanya 38,36% dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak diteliti.

Uji t untuk variabel X1 diperoleh thitung

X1 7,893 > ttabel 2,010, sehingga Ha berbunyi ada

pengaruh yang signifikan antara luas lahan (X1)

terhadap tingkat pendapatan petani jagung diterima.

Dan Ho berbunyi tidak ada pengaruh yang signifikan

antara luas lahan (X1) terhadap tingkat pendapatan

petani jagung ditolak. Dari perhitungan uji validitas

variabel X1 maka disimpulkan bahwa luas lahan

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap tingkat

pendapatan petani jagung.

GAMBAR 1.Kurva Penolakan dari Hasil Uji t X1

-thitung 2,010 thitung2,010 ttabel 7,896

Sedangkan uji t untuk variabel X2

diperoleh t hitung X2 4,806 > t tabel 2,010, sehingga

Ha berbunyi ada pengaruh yang signifikan antara

tenaga kerja terhadap tingkat pendapatan petani

jagung diterima dan Ho berbunyi tidak ada pengaruh

yang signifikan antara tenaga kerja terhadap tingkat

pendapatan petani jagung ditolak. Dari perhitungan

uji validitas X2 maka dapat disimpulkan bahwa

tenaga kerja mempunyai pengaruh yang sedang

terhadap tingkat pendapatan petani jagung.

GAMBAR 2. Kurva Penolakan dari Hasil Uji t X2

-thitung 2,010 thitung2,010 ttabel 4,806

Dari hasil uji validitas tersebut

membuktikan adanya pengaruh yang signifikan

secara parsial terhadap tingkat pendapatan petani,

dan variabel luas lahan (X1) berpengaruh paling

dominan terhadap tingkat pendapatan petani jagung

Uji F diperoleh dari nilai Fhitung 37,761

dengan nilai α = 0,05 dan jumlah n = 50 maka

diketahui Ftabel 3,195. Dengan demikian maka nilai

Fhitung 37,761 > Ftabel 3,195, maka tolak Ho dan

terima Ha yang artinya terdapat pengaruh yang

signifikan secara simultan antara luas lahan (X1) dan

tenaga kerja (X2) terhadap pendapatan petani

jagung.

GAMBAR 3 Kurva Uji F

Daerah

penolakan Ho

Daerah

penolakan Ho

Daerah

penolakan Ho

Daerah

penolakan Ho

Page 62: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 108

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

penulis dan hasil penelitian telah dibahas dalam Bab

V mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pendapatan petani jagung di desa Dadapan

Solokuro Lamongan, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan, antara lain:

Melihat hasil uji t, luas lahan (X1) dan

tenaga kerja (X2) berpengaruh signifikan secara

parsial terhadap tingkat pendapatan petani jagung

(Y), hal ini dibuktikan dengan melihat derajat

hubungan antara variabel luas lahan (X1) dengan

variabel tingkat pendapatan petani jagung (Y)

tergolong kuat dan searah sebesar 0,75, sedangkan

tenaga kerja (X2) dengan variabel tingkat

pendapatan petani jagung (Y) tergolong searah

sebesar 0,57. Dari uji hipotesis thitung X1 7,896 ≥ ttabel

2,010 dan thitung X2 4,806 ≥ ttabel 2,010 sehingga Ho

ditolak dan Ha diterima, yang artinya luas lahan

(X1) dan tenaga kerja (X2) berpengaruh terhadap

tingkat pendapatan petani jagung (Y).

Melihat hasil uji F, luas lahan (X1) dan

tenaga kerja (X2) berpengaruh signifikan secara

simultan, hal ini dibuktikan dari hasil Fhitung =

37,761 ≥ Ftabel = 5,09 sehingga Ho ditolak dan Ha

diterima, yang artinya variabel luas lahan (X1) dan

tenaga kerja (X2) mempunyai pengaruh yang

signifikan secara simultan terhadap variabel tingkat

pendapatan petani jagung (Y). Sedangkan korelasi

linier berganda sebesar 0,78 menunjukkan bahwa

variabel luas lahan (X1) dan tenaga kerja (X2)

mampu menjelaskan variabel tingkat pendapatan

petani jagung sebesar 0,78 dengan nilai koefisien

determinasi sebesar 61,64%, sedangkan sisanya 38,

36% dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti.

Dari persamaan regresi linier berganda Y =

a + b1 + b2 maka diperoleh Y = 3,73 + 0,33X1 +

0,20X2. Menunjukkan bahwa variabel bebas luas

lahan (X1) mempunyai pengaruh yang kuat dan

lebih dominan dibanding variabel tenaga kerja (X2),

atau melihat uji t yang dimana thitung X1 7,896 ≥

ttabel 2,010.

SARAN

Adapun saran dari penulis dari hasil penelitian yang

sudah dilakukan oleh penulis di desa Dadapan

Solokuro Lamongan:

1. Petani harus tetap menjaga dan mengolah lahan

mereka dengan baik, karena luas lahan disini

memiliki pengaruh yang paling dominan dalam

mempengaruhi tingkat pendapatan petani

jagung.

2. Petani juga tetap menjaga keberadaan tenaga

kerja agar tetap dapat bereproduksi yang

bertujuan meningkatkan pendapatan.

Karena tingkat pendapatan tidak akan lepas

dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, baik

pengaruhnya secara langsung maupun tidak

langsung.

DAFTAR PUSTAKA BustanulArifin,Pembangunan Pertanian, PT

Grasido Jakarta, 2005, hal: 11-14

Abd’rachim, Manajemen Produksi, Nobel

Edumedia Jakarta, 2008, hal: 2

Sadono Sukiro,Mikro

EkonomiTeoriPengantar,PT Raja

Grafindo Persada Jakarta, 2009, hal: 195-

350

http://acehmillano.wordpress.com/2013/03/09/faktor

-produksi-ekonomi/ Suharsimi Arikunto,

ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPr

aktek, PT Rineka Cipta Jakarta, 2010,

Edisi ketujuh, hal: 64

Suharsimi Arikunto,

ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPr

aktek, PT Rineka Cipta Jakarta, 2002,

Edisi kelima, hal: 98-135

http://amaniaonfire.blogspot.com/

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian

Suherman Rosyidi,Pengantar Teori Ekonomi, PT

Raja Grafindo PersadaJakarta, 2011,

Edisi kesembilan, hal: 55-56

Sudjana,Metode Statistika, Tarsito Bandung ,

2005, hal: 347-348

Fhitung37,761 Ftabel 3,195

Page 63: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 97

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Pengaruh Faktor Lokasi Dan Keindahan Wisata Maharani Zoo Yang

Berpengaruh Terhadap Daya Tarik Pengunjung Wisata Maharani Zoo

Muhammad Rizal Nur Irawan*)

*)

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan

ABSTRAKSI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Tempat yang strategis, Keindahan alam dan Kenyamanan

berwisata terhadap tingkat Daya tarik pengunjung pada wisata maharani zoo lamongan. Pengumpulan data

disamping wawancara, obsevasi juga dengan menggunakan dokumen prusahaan yang ada dilokasi tersebut. Alat

uji yang digunakan adalah dengan Uji validitas, Uji reabilitas, Analisis regresi linier berganda, Uji t, dan Uji F

dengan pengujian secara parsial dan secara simultan.Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut :

hasil penelitian regresi linier berganda : Y =0,630 +0,276 X1+0,358X2+0,257X3pada saat nilai X sama dengan

nol. b1 = 0,279 menunjukan koefisien regresi untuk X1. Hal ini berarti jika variabel X1 naik satu satuan maka

mempengaruhi kemampuan pegawai dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar = 0,279 b2 = 0,358 b3

= 0,257

Tempat yang strategis berpengaruh signifikan terhadap Daya tarik pengunjung pada wisata maharani zoo

lamongan. dengan nilai t- hitung 3,799 > t-tabel 2,366, Keindahan alam berpengaruh signifikan terhadap Daya

tarik pengunjung pada wisata maharani zoo lamongan dengan nilai t- hitung 4,977 > 2,366 dan Kenyamanan

berwisata berpengaruh signifikan terhadap Daya tarik pengunjung pada wisata maharani zoo lamongan dengan

nilai t- hitung 3,257 > 2,366.

Sedangkan secara simultan Tempat yang strategis, Keindahan alam, Kenyamanan berwisata, berpengaruh

terhadap Daya tarik pengunjung dengan nilai F hitung 73,084 > F- tabel 2,70.

Kata Kunci : Tempat yang strategis, Keindahan alam, Kenyamanan berwisata, Daya tarik pengunjung.

PENDAHULUAN

Dewasa ini dunia pariwisata yang menjadi

industri pariwisata sudah menjadi tumpuan harapan

pemasukan devisa yang cukup besar bagi suatu

negara. Industri pariwisata merupakan suatu

kumpulan dari berbagai macam perusahaan yang

menghasilkan barang dan jasa (goods and services)

yang dibutuhkan oleh wisatawan khususnya selama

dalam perjalananya.Industri ini menghasilkan

produk-produk wisata guna di pasarkan baik

wisatawan domestik maupun wisatawan

mancanegara.Guna meningkatkan pariwisata,

pemerintah berusaha memperbaiki dan

menggembangkan segala aspek yang dapat

membangkitkan selera wisatawan untuk berkunjung,

sehingga di perlukan promosi kepariwisataan yang

berarti bahwa pemerintah telah siap

segalanya.Kemudian diperlukan suatu penanganan

khusus serta juga diperlukan suatu mananjemen

yang baik.

Menurut Hutagalung (2002;23) ―Pariwisata

adalah aktifitas dimana seseorang mencari

kesenangan dengan menikmati berbagai hiburan

yang dapat melepaskan lelah‖. Pendapat ini

menunjukan bahwa pariwisata adalah sebuah proses,

dimana dari proses ini diarahkan untuk mendapatkan

kesenangan hidup. Kepariwisataan juga dapat

memberikan dorongan dan sumbangan terhadap

pelaksanaan pembangunan proyek berbaigai sektor

berbagai negara-negara yang telah berkembeng atau

maju ekonominya, dimana pada giliranya industri

pariwisata merupakan suatu kenyataan ditengah-

tengah industri lainya.

Produk wisata merupakan rangkaian dari

berbagai jasa dan saling terkait.Yaitu jasa yang

dihasilkan dari berbagai perusahaan (segi

ekonomis), jasa masyarakat (Segi Sosial) dan jasa

alam.

Menurut Suwantoro (2004;23) unsur pokok

yang harus mendapat perhatian guna menunjang

daya tarik pengunjung wisata. Meliputi : Keindahan

alam, prasarana wisata, sarana wisata, tempat yang

strategis, tata laksana (pelayanan,keamanan dan

kenyamanan), masyarakat/lingkungan.

Menurut Nurif (2006;13). Melihat posisi

strategis wilayah kabupaten lamongan yang

mempunyai luas 1.812.8 km2. Yang

kepariwisatawaanya masih taraf perkembangan. Hal

ini merupakan nilai tambah yang memberikan

peluang bagi yang meningkatnya kegiatan wisata

dan hal tersebut berpengaruh pada daya tarik

pengunjung di kabupaten lamongan.

Keindahan alam merupakan potensi

pengembangan pariwisata alam yang bertumpuh

pada potensi utama sumber daya alam.Keindahan

juga dapat diliat dari penampilan jalur-jalur wisata.

Page 64: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 98

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

Lingkungan obyek wisatawan akan mendapatkan

lingkungan yang indah, dengan melakukan kegiatan

pemeliharaan serta pelestarian alam yang teratur dan

terus menerus. Faktor daya tarik wisata yang

didasrakan atas mempunyai alam keterkaitan

pengunjung untuk berkunjung ke lokasi wisata.

Kenyamanan berwisata adalah perasaan

nyaman dan senang yang dirasakan oleh

pengunjung saat melakukan kungunjungan wisata.

Faktor kenyamanan tersebut juga akan

mempengaruhi wisatawan dalam mengambil

keputusan layak atau atau obyek wisata alam

tersebut untuk di kunjungi.

Lamongan mempunyai obyek wisata yang

banyak jenisnya, yaitu WBL (Wisata Bahari

Lamongan) dan Tanjung Kodok Beach. Makam

Sunan Drajat, dan Waduk Gondang. Salah satu

obyek wisata yang masih bisa dikembangkan adalah

Goa Maharani, kemudian goa maharani

dikembangkan menjadi Maharani Zoo Lamongan

yang terletak di kecamatan paciran kabupaten

lamongan jawa timur. Pemerintah kabupaten

lamongan, jawa timur optimis obyek wisata

maharani Zoo dan Goa lamongan akan menjadi

salah satu daya tarik untuk meningkatkan jumlah

kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara

yang berkunjung ke berbagai obyek wisata di

Lamongan selama 2007 mencapai 1,8 juta orang.

Wisatawan itu diantaranya berkunjung ke WBL,

Goa Maharani, Kompleks peninggalan Sunan Drajat

dan Waduk Gondang.

Ditambahnya obyek wisata baru, tingkat

kunjungan wisatawan ke Lamongan akan lebih dari

1,8 juta setahun karena maharani Zoo Lamongan

sebuah kawasan wisata baru yang terletak dilokasi

Goa maharani dengan mengadopsi konsep hiburan

dan pendidikan. Maharani Zoo Lamongan ini

diresmikan pada (29/05/2008) diisi dengan 300

macam binatang dari 111 spesies dunia, diantara

binatang yang menjadi andalanya adalah binatang

albino (berpigmen Putih) contohnya , landak putih

ular putih, dan harimau putih yang menempati purih

albino, sehingga wisata ini bisa sebagai alternatif

bagi masyarakat yang ingin refresing dengan

menikmati beraneka binatang koleksi maharani.

Pengunjung Maharani ZooLamongan , terutama dari

kalangan pelajar akan bisa mendapatkan pengalaman

dan pengetahuan tentang dunia hewan yang tidak

bisa ditemui ditempat lain. Hewan-hewan yang ada

adalah hewan langka dan eksotis.Ini sesuai dengan

konsep entertaintment and education diungsung oleh

Maharani.

Pembangunan sektor kepariwisataan di

kabupaten lamongan diarahkan pada peningkatan

pariwisata di kabupaten Lamongan diarahkan pada

peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang

mampu mengalahkan kegiatan ekonomi.

Penyelenggaraan pembangunan disektor ini juga

memiliki manfaat bagi perkembengan sektor lain.

Berkembangnya lapangan kerja, peningkatan

pendapatan masyarakat maupun peningkatan

pendapatan daerah.Pembangunan potensi

kepariwisataan dalam negeri maupun mancanegara.

Dilihat dari faktor yang dipengaruhi daya

tarik bagi wisatawan mancanegara untuk

berkunjung ke Maharani Zoo Lamongan adalah

tempat strategis yaitu sebuah lokasi atau tempat

yang mudah di jangkau oleh masyarakat . tempat

strategis Maharani Zoo Lamongan ini merupakan

daya tarik utama bagi pengunjung , karena letaknya

yang bersebrangan dengan wisata bahari Lamongan

dan dihubungkan dengan sebuah jembatan

penyebrangan agar para wisatawan bermain dikedua

tempat tersebut.

Keindahan alam adalah suasana lingkungan yang

indah dan menyenangkan.daya tarik keindahan alam

wisata ini terletak pada goa maharani yang eksotis

yang menyimpan keindahan alam lebih spesifik dan

unik di atas rata-rata Goa wisata yang lain. Stalagtit

dan stalagmit yang tumbuh di dalam goa dapat

memancarkan cahaya . jenis alam yang di simpan di

gems Stone Gallery di obyek wisata maharani Zoo

dan Goa serta kebun binatang yang hewanya

langkah dan eksotis seperti landak putih, ular putih,

dan harimau putih yang tidak bisa di temui di tempat

lain.Kenyamanan berwisata adalahkenyamanan saat

melakukan kunjungan wisata. Kenyamanan wisata

Maharani Zoo Lamongan ini seperti ketersediaan

tempat parkir, ketersediaan sarana tempat ibadah,

kebersian tempat wisata dan keamanan yang terjaga

, sehingga dapat meningkatkan pengunjung

wisatawan mancanegara.

Menurut Sunarto (2003;6-7) pemasaran

merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan,

pemikiran, penetapan harga, promosi serta

penyaluran gagasan barang dan jasa untuk

menciptakan pertukaran untuk yang memenuhi

sasaran individu dan organisasi.

Dengan demikian 4p Product, price, pleace,

promotion pada mulanya menjadi bauran pemasaran

pasar, perlu diperluas menjadi 7p jika ingin

dipergunakan dalam pemasaran jasa. (Yazid

2001;19) lebih lanjut diuraikan 7p tersebut sebagai

berikut :

a. Produk (Product). Menurut Philip dan Amstrong

(2004;337), produk adalah setiap apa saja yang

ditawarkan dipasar untuk mendapatkan

perhatian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat

memenuhi kebutuhan dan keinginan. Ini meliputi

benda fisik, jasa, organisasi, tempat dan gagasan.

Menurut Lipiyaodi (2001;58) produk merupakan

keseluruan konsep obyek atau proses yang

memberikan sejumlah nilai manfaat kepada

konsumen, dalam produk konsumen tidak hanya

membeli fisik dari produk itu saja tapi membeli

manfaat dari suatu nilai produk tersebut.

Page 65: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 99

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

b. Produk yang ditawarkan oleh Wisata Maharani

Zoo Lamongan adalah tempat rekreasi mulai dari

anak-anak hingga orang tua.Dimana selain kebun

binatang dan Gems Stone Gallery juga

ditawarkan keindahan alam lamongan yang telah

ada sebelumnya, yaitu Goa Maharani.

c. Harga (Price). Menurut Alma (2004;169), harga

merupakan nilai barang yang dinyatakan dengan

uang. Dalam kebijakan harga manajemen harus

memahami tujuan dari penetapan harga yang

diantaranya: bertahap hidup, memaksimalkan laba

jangka pendek, unggul dalam pasar, dan unggul

dalam kualitas. Variabel yang akan dibahas adalah

mengenai harga tiket, potongan harga dan

kemudahan pembayaran.

Harga tiket masuk wisata Maharani Zoo

Lamongan relatif terjangkau oleh segala lapisan

masyarakat karena harga tiket masuk untuk tiket

biasa sebesar Rp 35.000 pada hari biasa, dan Rp

45.000 pada hari libur. Jika dibandingkan dengan

wisata lain seperti Kebun Binatang Surabaya, harga

tiket masuknya relatif murah, yaitu Rp 10.000. Agro

Wisata Batu, harga tiketnya Rp 15.000 dan

Sengkaleng harga tiketnya Rp 35.000.

d. Tempat (Place). Tempat adalah suatu tempat

dimana kita dapat memasarkan produk-produk dan

jasa-jasa yang kita miliki untuk sampai ke

konsumen.

Menurut Kotler (2001;15) saluran distribusi

sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang

mengambil alih hak. Atau membantu dalam

mengalihkan hak atas barang atau jasa tersebut

berpindah dari tangan produsen ke

konsumen.Berkenaan dengan definisi diatas maka

dapat diketahui bahwa fungsi dan peranan saluran

distribusi merupakan salah satu aspek kegiatan

pemasaran yang tidak kalah pentingnya dalam

kegiatan pemasaran lainnya. Variabel yang akan

dibahas mengenai lokasi yang mudah dijangkau oleh

konsumen, letak yang dekat jalan raya, adanya

tempat parkir, kenyamanan, suasana yang indah dan

menyenangkan yang dirasakan konsumen.

Wisata Maharani Zoo Lamongan terletak kurang

lebih 500 m dari pantai utara laut jawa, inilah yang

menjadi daya tarik karena wisata Maharani Zoo

Lamongan merupakan tempat wisata yang

memberikan fasilitas kebun binatang. Wisata

Maharani Zoo Lamongan dikelola oleh PT. Bumi

Lamongan Sejati.

e. Promosi (Promotion). Pada hakekatnya promosi

adalah suatu tindakan yang memperkenalkan produk

kita kepada masyarakat luas akan mengetahui

keberadaan produk kita. Elemen-elemen promosi

mencakup publikasi, ikan, promosi penjualan dan

pemasaran langsung. Menurut Tjiptono (2004;219)

promosi merupakan suatu faktor penentu

keberhasilan program pemasaran.

Variabel yang akan dibahas adalah mengenai

promosi melalui spanduk dan dari mulut ke mulut

(word of mount).

Promosi terdiri dari lima cara yang merupakan alat

pemasaran, yaitu advertising, direct marketing, sales

promotion, public relasion dan publicity. Untuk saat

ini Wisata Maharani Zoo Lamongan telah

melakukan promosii dalam bentuk penyebaran

brosur.Periklanan di website, majalah, radio

mahkota FM Babat Lamongan dalam jaringan radio

suara Surabaya.

f. Orang (people). Dalam hubungannya dengan

pemasaran jasa people atau orang sangat

mempengaruhi kualitas jasa yang di berikan.

Menurut Yazid (2001;20) people adalah semua

pelaku yang memaikan sebagai penyajian jasa dan

akan mempengaruhi persepsi pembeli. People yang

dimaksud diantaranya personal perusahaan,

konsumen dan konsumen lain dalam lingkungan

jasa. Variabel yang akan di bahas mengenai reputasi

karyawan bagian tiket, kantor dan pimpinan.

g. Proses (Proces). Menurut Lupiyoadi (2001:63)

proses merupakan suatu aktivtas,umumnya terdiri

dari produser, jadwal pekerjaaan, mekanisme,

aktivitas dan hal-hal rutin dimana jasa dihasilkan

dan disampaikan kepada konsumen

h. Bukti fisik (Physical evidence)

Bukti fisik(jasa mencakup semua hal yang

berwujud. Berkenaan dengan suatu jasa seperti

brosur, kartu bisnis, format laporan, dan peralatan.

Kolter (2002;9) individu kelompk medapatkan apa

yang mereka butuhkan dan ingin dengan

menciptakan, menawarkan dan secara bebas

mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak

lain.

Alma (2000;5) dalam manajemen pemasaran dan

pemasaran jasa mengemukakan dua tujuan

pemasaran yaitu:

1. Guna mencari keseimbangan pasar. Buyer’s

market seller’s market mendistribusikan barang

dan jasa dari daerah surplus ke daerah minus,

dari produsen ke konsumen, dari pemilik barang

dan jasa ke calon konsumen.

2. Memberikan kepuasan kepada konsumen.

Tujuan ini merupakan tujuan utama yang bukan

komersial atau mencari laba, tetapi member

kepuasan kepada konsumen, maka kegiatan

marketing meliputi berbagai lembaga produsen.

Tujuan lembaga-lembaga non profit ialah

memberikan satisfaction kepada konsumen,

nasabah, jamaah, murid, rakyat yang akan

menikmati produk yang dihasilkan.

Payne (2000;28) dalam pemasaran jasa

mengungkapkan bahwa fungsi pemasaran dapat

dianggap terdiri dari komponen kunci, yaitu:

Page 66: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 105

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

a. Bauran pemasaran, yaitu unsur-unsur internal

penting yang membentuk program pemasaran

sebuah organisasi.

b. Kekuatan pasar, yaitu peluang dan ancaman

eksternal dimana operasi-operasi pemasaran

sebuah organisasi berinteraksi.

c. Proses penyelarasan, yaitu proses strategi dan

manajerial guna memastikan bahwa bauran

pemasaran dan kebijakan-kebijakan internal

baik bagi kekuatan pasar.

d. Kotler seorang ahli pemasaran mengemukakan

pengertian jasa sperti diuraikan dalam definisi

berikut :A service is my any act or performance

that one party can offer to another that is

essentially intsngible and does not result in the

ownersip of anyting. Its production may or may

not be tied to a physical product (2000;428).

Jasa adalh setiap tindakan atau kiinerja yang

ditawarkan oleh suatu pihak yang lain yang

secara prinsip tidak berwujud dan tidak

menyebabkan kepemilikan sesuatu. Produksi

jasa ddapat terikat atau tidak terikat pada suatu

fisik.

e. Zeithaml dan Bitner mengemukakan definisi

jasa sebagai berikut: Include in economic

activities whose output is not a physical

product or construction, isgenerally consumed

at the time it is producted. And provides added

value in forms that arre essentially intangible

concerns of its first purchase (2000;3). Jasa

pada dasarya adalah seluruh aktivitas ekonomi

dengan output selaaiin produk dalam

pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduki

pada saat bersamaan, member nilai tambah dan

secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli

pertamanya.

Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell

– Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19)

terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku

konsumen yaitu :

1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya,

kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar

utama perilaku konsumen adalah memahami

pengaruh lingkungan yang membentuk atau

menghambat individu dalam mengambil keputusan

berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam

lingkungan yang kompleks, dimana perilaku

keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor

tersebut diatas.

2. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri

dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap,

kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan

individu merupkan faktor internal (interpersonal)

yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku.

Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh

perilaku konsumen dalam proses keputusannya.

3. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan

informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan

perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat

utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang

turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam

penambilan keputusan pembelian.

Produk wisata merupakan rangkaian dari

berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang

dihasilkan dari berbagai perusahaan (segi

ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial) dan jasa

alam. Produk wisata sebagai salah satu obyek

penawaran dalam pemasaran pariwisata memiliki

unsur-unsur utama yang terdiri 3 bagian (Yoeti,

2005):

a. Daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk

didalamnya citra yang dibayangkan oleh

wisatawan.

b. Fasilitas yang memiliki daerah tujuan wisata,

meliputi akomodasi, usaha pengelolaan

makanan, parkir, transportasi, rekreasi dan lain-

lain.

c. Kemudahan untuk mencapai tujuan daerah

wisata tersebut.

Mason (2000;46) dan Poerwanto (2001;53) telah

membuat rumusan tentang komponen-komponen

produk wisata yaitu:

a. Atraksi, yaitu daya tarik wisata baik alam,

budaya maupun manusia seperti vestifal atau

pentas seni

b. Aksesbilitas, yaitu kemudahan dalam

memperoleh atau mencapai tujuan wisata keperti

organisasi kepariwisataan (Travel Agent).

c. Amenities, yaitu fasilitas untuk memperoleh

kesenangan. Dalam hal ini dapat berbentuk

akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan.

d. Networking, yaitu jaringan kerjasama yang

berkaitan dengan produk yang ditawarkan baik

lokal, nasional maupun internasional.

Menurut Suwantoro (2004;23) unsure pokok yang

harus mendapat perhatian guna menunjang daya

tarik pengunjung wisata, meliputi: keindahan alam,

pemasaran wisata, sarana wisata, tempat yang

strategis, tata laksana (pelayanan, keamanan dan

kenyamanan), masyarakat/lingkungan.

METODE PENELITIAN

Waktu penelitian ini mulai pada bulan januari

sampai mei 2014 dan lokasi penelitian ini dilakukan

di wisata Maharani Zoo Lamongan.

Jenis penelitian yang dilakukan penelitian

terapan (Applied research) yaitu penelitian yang

kegunaanya diarahkan dalam rangka memecahkan

masalah-masalah kehidupan praktis.Berdasarkan

sumber data, penelitian ini menggunakan definisi,

pengukuran data kuantitatif dan statistik obyektif

melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel

orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab

Page 67: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 106

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk

menentukan frekuensi dan persentase

tanggapan.Berdasarkan tujuan untuk menggetahui

hubungan antara hubungan antara dua variabel atau

lebih yang saling mempengaruhi.

1. Sumber Data

Sumber data penelitian merupakan faktor

penting yang menjadi pertimbangan dalam

penentuan metode pengumpulan data.Adapun

sumber data pada penelitian ini yaitu dengan

penyebaran kuesioner yang diberikan kepada

pengunjung wisata Maharani Zoo Lamongan secara

acak (Indriantoro dan Supomo, 1999: 146).

2. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis data primer sebagai data pendukungnya.

Data primer merupakan sumber data yang

diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui

media perantara) (Indriantoro dan Supomo,

1999:146).Data primer diperoleh dengan

menggunakan metode survei, yaitu dengan

penyebaran kuesioner/pertanyaan kepada responden

untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan

hubungan antara tempat yang strategis, keindahan

alam, kenyamanan berwisata serta daya tarik

pengunjung.

Populasi adalah keseluruan adalah keseluruan

dari elemen yang memiliki sejumlah karakteristik

umum, yang terdiri dari bidang-bidang untuk diteliti

atau keseimbangan kelompok dari orang-orang,

peristiwa yang diminati oleh peneliti untuk diteliti

(Suradnya 2005).Dalam penelitian populasi yang

digunakan adalah para pengunjung Wisata Maharani

Zoo Lamongan.

Menurut Sugiyono (2008;81) sampel adalah

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Penelitian ini menentukan

sampel dilakukan dengan metode non probability

sampling. Dimana teknik pengambilan sampel yang

tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap

unsur atau anggota populasi untuk dipilih satu

sampel.

Prosedur yang digunakan adalah memakai

sampling insidental yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang

yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber

data (Sugiono, 2008;85). Menurut Aaker dalam

Prayoga (2006;45) yang menyatakan “that the

sample be large enough so that when it divided into

group will have minimum sample size of 100 or

more”.Jadi jumlah sampel yang diambil dalam

penelitian ini 100 orang responden.

Metode pengumpulan data jenis penelitian

kualitatif tehnik pengumpulan data yang utama

adalah dengan mengunakan observasi, wawancara,

dokumentasi. (Prof.Dr. Suharsimi

Arikunto;2007:265)

Penelitian ini terdiri dari variabel-variabel yaitu

variabel bebas (X) yang terdiri dari tempat yang

strategis (X1), keindahan alam (X2), kenyamanan

berwisata (X3), dan variabel terikat (Y) yaitu daya

tarik pengunjung.

Adapun pengukuran dari tiap variabel dilakukan

dengan alat bantu menggunakan skala Likert. Skala

Likert merupakan metode yang mengukur sikap

dengan menyatakan setuju atau ketidak setujuanya

terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu

(Indriantoro dan Supomo, 2002;104).

Dalam penelitian hari ini, peneliti menggukan

teknik pengambilan data berupa Kuisioner.Kuisioner

yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan jalan mengajukan daftar pertanyaan secara

tertulis pada seseorang (konsumen) untuk

mendapatkan tanggapan dan informasi yang

diperlukan peneliti.Pertanyaan tersebut ditujukan

kepada responden dengan menggunakan pertanyaan

dalam rangka memperoleh data tentang analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik

pengunjung wisata Maharani Zoo Lamongan.

Pengukuran dan pembobotan nilai kuisioner

menggunakan skala likert. Rentang nilai yang

digunakan adalah 1 sampai dengan 5, namun

pertanyaan-pertanyaan tambahan tidak memiliki

bobot tertentu melainkan hanya digunakan dalam

pembahasan nanti (bersifat deskriptif) bentuk

jawaban berbeda-beda tergantung dari definisi

operasional tetapi Rangge nilainya sama, (sugiyono,

1999;86) misalnya :

1. Uji Instrumen

Sebelum dilakukan analisis data dengan regresi

linier, terlebih dahulu dahulu pengukuran reliabiltas

dan validitas data atau jawaban dari responden atas

kuisioner. Validilitas adalah suatu ukuran yang

menunjunkan tingkat-tingkat keabsahan (validitas)

suatu alat ukur (Arikunto, 2002;160). Uji validitas

digunakan untuk mengukur sah (valid) atau tidanya

suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuisioner mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh

kuisioner tersebut.

Untuk pengukuran validitasdilakukan dengan

mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan

dengan total skor variabel, uji signifikasi atau

validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r

hitung dengan tabel dengan rumus korelasi product

momentRumus :(Santoso,2005;280).

Reliabelitas menunjukan pada suatu pengertian

bahwa suatu alat ukur dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data, karena alat

ukur tersebut sudah baik (Arikunto,2002;170). Uji

reliabilitas sebenarnya alat ukur mengukur suatu

kuisioner yang merupakan indikator dari variabel

Page 68: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 107

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

construct. Suatu variabel dikatakan reliabel atau

handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan

adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktuRumus :(Santoso, 2005;280).

2. Metode Analisis

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis

regresi linear berganda untuk menguji kebeanaran

hipotesis, yaitu daya tarik (tempat yang strategis,

keindahan alam dan kenyamanan berwisata)

berpengaruh terhadap pengunjung wisata Maharani

Zoo Lamongan. Adapun rumus yang digunakan

untuk pengujian ini adalah Y = a + b1X1 + b2X2 +

b3X3 + e (Sugiyono, 2002;261)

3. Uji Hipotesis

a. Uji t

Uji ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel

bebas (independen)terhadap variabel terikat

(dependen)secara parsial(Sugiyono: 2010: 121).

b. Uji F

Uji ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel-

variabel bebas (independen)terhadap variabel terikat

(dependen)secara bersama-

sama(Sugiyono,2008;192).

PEMBAHASAN

Pembuktian hipotesis regresi secara parsial (uji

t) ditujukan untuk mengetahui pengaruh masing-

masing variabel bebas yang terdiri dari tempat yang

strategis, keindahan alam dan kenyamanan berwisata

secara parsial terhadap variabel terikat yaitu daya

tarik pengunjung.

Tempat yang strategis mempunyai pengaruh

positiv terhadap daya tarik pengunjung wisata

Maharani Zoo Lamongan.Hasil penelitian ini

menunjukan t hitung (3,799) > t tabel (2,366) pada

taraf signifikansi 5%. Menurut Nurif (2006;13).

Melihat posisi strategis wilayah Kabupaten

Lamongan yang mempunyai luas 1.812,8 km2, yang

kepariwisataanya masih taraf pengembangan, hal ini

merupakan nilai tambah yang memberikan peluang

bagi meningkatnya kegiatan wisata dan hal tersebut

berpengaruh pada daya tarik pengunjung di

Kabupaten Lamongan. Menurut Suwantoro

(2004;23) tempat yang strategis merupakan sebuah

lokasi atau tempat yang mudah dijangkau oleh

masyarkat.

Keindahan alam mempunyai pengaruh positif

terhadap daya tarik pengunjung wisata Maharani

Zoo Lamongan.Hasil penelitian menunjukan t hitung

(4,977) > t tabel (2,366) pada taraf signifikansi 5%.

Menurut Suwantoro (2004;23) bahwa faktor daya

tarik pengunjung wisata yang didasarkan atas alam

mempunyai ketertarikan pengunjung untuk

berkunjung kelokasi wisata.

Kenyaman berwisata mempunyai pengaruh

yang positif terhadap daya tarik pengunjung wisata

Maharani Zoo Lamongan.Hasil penelitian ini

menunjukan t hitung (3,257) > t tabel (2,366) pada

taraf signifikansi 5%. Menurut Suwantoro

(2004;23), kenyamanan berwisata adalah perasaan

nyaman dan senang yang dirasakan oleh pengunjung

saat melakukan kunjungan wisata. Faktor

kenyamanan tersebut juga akan mempengaruhi daya

tarik pengunjung wisatawan.

Pengaruh yang paling dominan adalah

keindahan alam terhadap daya tarik pengunjung

wisata Maharani Zoo Lamongan.Menurut Suwantoro

(2004;23) bahwa faktor daya tarik wisata yang

didasarkan atas alam mempunyai ketertarikan

pengunjung untuk berkunjung kelokasi wisata.

Hasil uji hipotesis melalui uji F menyatakan

bahwa variabel tempat yang strategis, keindahan

alam dan kenyamanan berwisata secara simultan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap daya

tarik pengunjung wisata Maharani Zoo Lamongan.

Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis yang

menunjukan nilai F hitung (73,084) > F tabel (2,70)

pada taraf signifikansi 5%. Menurut penelitian

terdahulu Suradnya (2005), dengan judul ―Analisis

Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali dan

Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata

Daerah Bali‖ bahwa faktor tempat yang strategis,

keindahan alam dan kenyamanan berwisata

mempunyai pengaruh terhadap daya tarik

pengunjung wisata.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengelolahan data dalam

penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Dari persamaan analisis regresi liniear berganda

diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y = a + b2X1 + b2 X2 + b3 X3

= 0,630 + 0,276 X1 + 0,358 X2 + 0,257

X3

2. Dari uji koefisien detriminasi (R2)

Di peroleh nilai R2 sebesar 0,834, artinya variasi

dalam variabel-variabel bebas yang terdiri dari

tempat yang strategis, keindahan alam, dan

kenyamanan berwisata mampu menjelaskan daya

tarik pengunjung (Y) sebesar 83,4%. Mampu

menjelaskan sebesar 31,0% dijelaskan oleh faktor

lain yang tidak terdapat oleh model.

3. Dari hasil uji Analisa diperoleh hasil

a. Dari hasil uji t = tempat yang strategis 3,799

X1, keindahan alam 4,977 X2, dan kenyaman

berwisata 3,257 X3 lebih besar dari t tabel

sebesar 2,366.

b. Dari hasil uji F = daya tarik pengunjung (Y)

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima hal ini karena F hitung 73,084 > F

Page 69: Komitmen Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja · PDF fileManajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ... Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk komitmen

J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a | 108

Volume 1 No. 2 September 2013 ISSN : 2302-3562

tabel 2,70 dan nilai signifikan F yang lebih

kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05).

c. Pengaruh yang paling dominaan adalah

keindahan alam sebesar (4,977) terhadap

daya tarik pengunjung wisata Maharani Zoo

Lamongan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan

kesimpulan penelitian, maka saran-saran dari

peneliti yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Manajemen Maharani Zoo Lamongan

Berdasarkan hasil penelitian tempat yang

strategis, keindahan alam dan kenyamanan

berwisata berpengaruh terhadap daya tarik

pengunjung, maka peneliti merekomendasikan

untuk pengelola lebih memperhatikan faktor-

faktor tempat yang strategis, keindahan alam dan

kenyamanan berwisata.Hal ini untuk

meningkatkan pengunjung Maharani Zoo

Lamongan.

2. Bagi Peneliti SelanjutanyaPenelitian ini bisa

digunakan sebgai bahan refrensi mengenai

faktor-faktor daya tarik pengunjung wisatadan

diharapkan dapat lebih mengembangkan dan

memperdalam penelitinanya dengan menambah

variabel bebas dan menggunakan alat analisis

yang berbeda.

3. Menjadi bahan kajian tentang pengaruh daya

tarik pengunjung wiasata. Serta sebagai bahan

informasi bagi peneliti berikutnya yang yang

akan mengembangkan topik berikut.

DAFTAR PUSTAKA

Alma. H Buchari, 2004, Manajemen Pemasaran dan

Pemasaran Jasa. CV ALFABETA, Bandung.

Hermawati, 2006, Faktor-Faktor Daya Tarik yang

mempengaruhi Kunjungan Wisatawan

Nusantara ke Propinsi Lampung, Skripsi,

Universitas Lampung.

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 2002,

Metodologi Penelitian Bisnis: Akuntansi dan

Manajemen, BPFE, Yogyakarta

Kotler, Philip, 2000, Marketing Management,

Analysis, Planning and Control. 9th Edition.

New

Kotler dan Amstrong Gary, 2001, Prinsip-Prinsip

Pemasaran. Edisi Kedelapan, Jilid, Penerbit

Erlangga, Jakarta.Kotler, Philip, 2003,

”Marketing Management”, International

Edition, Eleventh Edition, Prentice Hall

Pearson Education International, Inc.

Kotler, Philip, 2005, Manajemen Pemasaran dan

Pemasaran Jasa, Bandung: Alfebeta: 370-

385.

Lupiyoadi, Rambat 2001, Manajemen Pemasaran

Jasa: Teori dan Praktek Jilid 2 Salemba

Empat: Jakarta.

Mason, Robert, D, 2000, Teknik Statistika Untuk

Bisnis dan Ekonomi, Edisi Kesembilan,

Erlangga, Jakarta.

Payne, Andrian, 2000, Pemsaran Jasa (The Essence

of Service Marketing). Edisi Terjemahan.

Edisi 1, Yogyakarta, Andi

Pendit, Nyoman S, 2002, Ilmu Pariwisata Sebuah

Pengantar Perdana. Edisi Terbaru. Jakarta:

PT Pradnya Paramita

Poerwanto, 2001, Geografi Pariwisata Dalam Diklat

Kuliah, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan RI, Universitas Jember

Susanto, Singgih, 2005 Mengatasi Masalah Dengan

SPSS, Cetakan Ke Tiga, Elex Media

Komputindo, Jakarta

Sulistyorini, 2007, Kajian Faktor-Faktor yang

Menjadi Daya Tarik Obyek Wisata Taman

Satwa Taru Jurug Surakarta, Skripsi,

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif dan

R&D, CV ALFABETA, Bandung.

Sunarto, 2003, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi

Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Suradnya, I Made, 2005, Analisis Faktor-Faktor

Daya Tarik Wisata Bali dan Implikasinya

Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah

Bali, Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.

Suwantoro, Gamal, 2004, Dasar-Dasar Pariwisata,

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Tjiptono, Fandi, Manajemen Jasa, Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Yazid, 2001, Pemasaran Jasa Konsep dan

Implementasi, Edisi Kedua, Yogyakarta,

Ekonisia.

Yoety, Oka A, 2005, Perencanaan Strategis

Pemasaran Daerah Tujuan Wisata, Edisi

Kedua, Jakarta: Pradnya Paramiata.

Zeithaml, Valerie A. And Mary Jo Bitner, 2000,

―Service Marketing‖ Integrating Costomer cus

Across The Firm, International Edition,

SecondEdition