kolangitis akut

18
1 KOLANGITIS AKUT Masrul Lubis, Julahir H Siregar Divisi Gastroenterohepatologi Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSHAM Medan PENDAHULUAN Defenisi Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit kuning, dan nyeri perut yang berkembang sebagai akibat dari stasis/sumbatan dan infeksi di saluran empedu. Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, namun sekarang diakui bahwa keparahan dapat berkisar dari ringan sampai mengancam. Koledokolitiasis atau adanya batu diadalam saluran empedu/bilier merupakan penyebab utama kolangitis akut 1,2 . Istilah kolangitis akut, kolangitis bakterialis, kolangitis asending dan kolangiti supuratif semuanya umumnya merujuk pada infeksi bacterial saluran bilier , serta untuk membedakannya dari penyakit inflamasi saluran bilier seperti kolangitis sklerosis (sclerosing cholangitis) 2 B.Epidemiologi Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya kolangitis akut simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. kolangitis akut dapat pula disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan striktur 2,3 . Kasus yang parah (kelas III) di TG07 merujuk kepada mereka yang memiliki faktor prognosis yang buruk termasuk shock, gangguan kesadaran, kegagalan organ, dan disseminated intravascular coagulation. Definisi itu ambigu sebelum penerbitan TG07, yang, setelah penelaahan terhadap frekuensi kolangitis akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5% untuk shock, 7-22,2% untuk gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7% untuk pentad Reynold. Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan kriteria

Upload: dangliem

Post on 31-Dec-2016

245 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOLANGITIS AKUT

1

KOLANGITIS AKUT

Masrul Lubis, Julahir H Siregar

Divisi Gastroenterohepatologi Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSHAM Medan

PENDAHULUAN

Defenisi

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit

kuning, dan nyeri perut yang berkembang sebagai akibat dari stasis/sumbatan dan

infeksi di saluran empedu. Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot

sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, namun sekarang diakui bahwa

keparahan dapat berkisar dari ringan sampai mengancam. Koledokolitiasis atau

adanya batu diadalam saluran empedu/bilier merupakan penyebab utama

kolangitis akut1,2.

Istilah kolangitis akut, kolangitis bakterialis, kolangitis asending dan

kolangiti supuratif semuanya umumnya merujuk pada infeksi bacterial saluran

bilier , serta untuk membedakannya dari penyakit inflamasi saluran bilier seperti

kolangitis sklerosis (sclerosing cholangitis)2

B.Epidemiologi

Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya

kolangitis akut simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. kolangitis akut dapat pula

disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan striktur2,3.

Kasus yang parah (kelas III) di TG07 merujuk kepada mereka yang

memiliki faktor prognosis yang buruk termasuk shock, gangguan kesadaran,

kegagalan organ, dan disseminated intravascular coagulation. Definisi itu ambigu

sebelum penerbitan TG07, yang, setelah penelaahan terhadap frekuensi kolangitis

akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5% untuk shock,

7-22,2% untuk gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7% untuk pentad Reynold.

Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan kriteria

Page 2: KOLANGITIS AKUT

2

penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut

karena saluran empedu batu3.

Triad Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan atas, demam dan ikterik

pertamakali diuraikan pada tahun 1877 dan masih digunakan sampai saat ini untuk

mendiagnosa kolangitis akut secara klinis. Umumnya pasien-pasien dengan

kolangitis akut respon dan terjadi resolusi dengan antibiotik, namun demikian

pembersihan saluran bilier secara endoskopi pada akhirnya diperlukan untuk

mengatasi/ terapi penyebab obstruksi. Meskipun umumnya pasien respon

terhadap terapi antibiotik dan drainase bilier, penelitian-penelitian melaporkan

angka morbiditas dari kolangitis akut mencapai 10%

Table 1. Jumlah kasus dan angka kematian kasus kolangitis akut3

References Periode/year Country No.of cases Mortality(%)

Andrew 1957-1967 US 17 64.71

Shinada 1975-1981 Japan 42 57.1

Csendes 1980-1988 Chile 512 11.91

Hinsal 1980-1989 Canada 61 18.03

Chijiwa 1980-1993 Japan 27 11.11

Liu 1982-1987 Taiwan 47 27.66

Lai 1984-1988 Hongkong 86 19.77

Thomson 1984-1988 USA 127 3.94

Arima 1984-1992 Japan 163 2.45

Kunisaki 1984-1994 Japan 82 10.98

Tai 1986-9187 Taiwan 225 6.67

Thomson 1986-1989 USA 96 5.21

Sharma 2000-2004 India 75 2.7

Lee 2001-2002 Taiwan 112 13.4

Rahman 2005 UK 122 10

Pang 2003-2004 Hongkong 171 6.4

Agarwal 2001-2005 India 175 2.9

Tsujino 1994-2005 Japan 343 5.3

Rosing 1995-2005 USA 117 8

Salek 2000-2005 USA 108 24.1

Yeom 2005-2007 korea 181 0.5

Kepentingan Klinis

Kolangitis akut merupakan penyakit yang harus segera di tangani untuk

menurunkan angka kematian dari penyakit tersebut. Kolangitis akut ini harus

dipahami oleh tenaga kesehatan mulai dari penyebab, tanda dan gejala sampai,

tingkatan dari kolangitis dan juga terapinya. Juga perlu dipahami apakah seorang

penderita kolangitis akut harus segera dilakukan drainase atau masih bisa ditunda

dan dijadwalkan untuk menjalani ERCP.

Page 3: KOLANGITIS AKUT

3

ETIOLOGI

Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi bilier saluran (kolestasis) dan

pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut

membutuhkan kehadiran dua faktor: (1) obstruksi bilier dan (2) pertumbuhan

bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Cairan empedu biasanya normal pada

individu yang sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat

menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri ( karena

adanya batu yang melewati ampula/passing stone), sfingterotomi atau

pemasangan sten ( yang disebut kolangitis asending/ascending cholangitis) atau

bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid

hepatic dan celah disse (Space of Disse). Bakterobilia tidak otomatis dengan

sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan

mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA.

Namun demikian, obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena

berkurangnya/ menurunnya aliran empedu (bile flow) dan produksi IgA,

menyebabkan gangguan fungsi sel kuffer dan rusaknya celah membrane sel

(biliary tight junction) menimbulkan refluks kolangiovena2. Penyebab sering

obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, stenosis bilier jinak, striktur

anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Choledocholithiasis

digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-baru kejadian

kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sclerosing cholangitis, dan

instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini melaporkan

bahwa penyakit ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut kolangitis .

Tabel dibawah menunjukkan hasil penelitian tentang penyebab kolangitis akut3,4.

Etiology of acute cholangitis

Cholelithiasis

Benign biliarystricture

Congenital factors

Post-operative factors (damaged bile duct, strictured choledojejunostomy, etc.)

Inflammatory factors (oriental cholangitis, etc.)

Malignant occlusion

Bile duct tumor

Gallbladder tumor

Ampullary tumor

Pancreatic tumor

Page 4: KOLANGITIS AKUT

4

Duodenal tumor

Pancreatitis

Entry of parasites into the bile ducts (Biliary Ascariasis)

External pressure

Fibrosis of the papilla

Duodenal diverticulum

Blood clot

Sump syndrome after biliary enteric anastomosis

Iatrogenic factors

Table 2 Persentase penyebab kolangitis akut3

References Year Setting N Causes (%)

GB

Stones

Benign

stenosis

Malignant

stenosis

Sclerosing

chongitis

Other

unknown

Gigot 1963-

1983

University

Paris

412 48 28 11 1.5 -

Saharia

and

Cameron

1952-

1974

Jhons Hopkins

Hospital,USA

76 70 13 17 0 -

Pit and couse

1976-1978

Jhons Hopkins Hospital,USA

40 70 18 10 3 -

Pit and couse

1983-1985

Jhons Hopkins Hospital,USA

48 32 14 30 24 -

Thomson 1983-

1986

Jhons Hopkins

Hospital,USA

96 28 12 57 3 -

Basoli 1960-

1985

Nuversity of

Rome

80 69 16 13 0 4

Daida 1979 Questionmaire

throughout

Japan

472 56 5 36 - 3

Salek 2000-

2005

Leng island

Jewish Medical center

USA

108 68 4 24 3 1

Faktor Resiko

Empedu dari subyek sehat umumnya bersifat aseptik. Namun, kultur

empedu positif mengandung mikroorganisme pada 16% dari pasien yang

menjalani operasi non-bilier, 72% dari pasien kolangitis akut, 44% dari pasien

kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi bilier (level 4). 12

Bakteri dalam empedu teridentifikasi pada 90% pasien dengan

choledocholithiasis disertai dengan penyakit kuning (level 4) .13 pasien dengan

obstruksi tidak lengkap dari saluran empedu menyajikan tingkat kultur empedu

positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan obstruksi lengkap dari saluran

empedu. Faktor risiko untuk bactobilia mencakup berbagai faktor, seperti

Page 5: KOLANGITIS AKUT

5

dijelaskan di atas1. Faktor resiko lain terjadinya kolangitis yang disebut riwayat

infeksi sebelumnya, usia >70tahun dan diabetes2.

PATOFISIOLOGI

Kolangitis akut terutama disebabkan oleh infeksi bakteri pada pasien

dengan obstruksi bilier. Organisme biasanya naik dari duodenum, penyebaran

hematogen dari vena portal adalah sumber yang jarang dari infeksi . Faktor

predisposisi yang paling penting bagi cholangitis akut adalah obstruksi bilier dan

stasis. Penyebab paling umum dari obstruksi bilier pada pasien dengan cholangitis

akut tanpa saluran empedu stent adalah batu empedu (28-70 persen), stenosis

jinak (5-28 persen), dan keganasan (10-57 persen)1. Selain itu, kolangitis akut

adalah komplikasi umum penempatan stent untuk obstruksi bilier 1.

Mekanisme masuknya bakteri pada saluran empedu

Bakteri dapat masuk ke saluran empedu ketika mekanisme penghalang normal

terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan translokasi bakteri dari sistem portal atau

duodenum ke dalam pohon bilier. Mekanisme penghalang yang normal termasuk

sfingter Oddi, yang biasanya membentuk suatu penghalang mekanis yang efektif

untuk duodenum refluks dan naik infeksi bakteri. Selain itu, tindakan pembilasan

kontinu empedu ditambah aktivitas bakteriostatik garam empedu membantu

menjaga sterilitas empedu. Sekretorik IgA dan lendir empedu mungkin berfungsi

sebagai faktor anti-kepatuhan, mencegah kolonisasi bakteri.

Obstruksi bilier mempromosikan pembendungan empedu dan bakteri

pertumbuhan dan juga dapat membahayakan mekanisme pertahanan kekebalan

tubuh inang1,5. Karena anatomi yang khas , sistem bilier kemungkinan akan

terpengaruh terhadap tekanan intraductal tinggi.Terjadinya bakteremia atau

endotoksemia berkorelasi langsung dengan tekanan intrabiliari. Meningkatnya

tekanan intrabiliari akan menyebabkan peningkatan permeabilitas ductules

empedu, memungkinkan translokasi bakteri dan racun dari sirkulasi portal ke

dalam saluran empedu6. Tekanan tinggi juga meningkatkan migrasi bakteri dari

empedu ke dalam sirkulasi sistemik, meningkatkan risiko septikemia . Selain itu,

peningkatan tekanan bilier merugikan mempengaruhi sejumlah mekanisme

pertahanan tuan rumah termasuk: Sel Kupffer , Aliran empedu ,Produksi IgA.

Bakteri duodenum dapat memasuki sistem empedu dalam konsentrasi

tinggi ketika mekanisme penghalang terganggu, seperti yang terjadi setelah

sphincterotomy endoskopi, bedah koledokus, atau penyisipan stent empedu.

Kolangitis akut sering berkembang setelah endoskopi atau manipulasi perkutan

dengan lengkap drainase bilier atau sebagai komplikasi akhir dari penyumbatan

stent empedu.

Page 6: KOLANGITIS AKUT

6

Namun, bakteri juga bisa lewat secara spontan melalui sfingter Oddi dalam

jumlah kecil. Kehadiran benda asing, seperti batu atau stent, kemudian dapat

bertindak sebagai media untuk kolonisasi bakteri. Empedu yang diambil dari

pasien tanpa obstruksi steril atau hampir steril . Sebagai perbandingan, sekitar 70

persen dari semua pasien dengan batu empedu memiliki bukti bakteri dalam

empedu . Pasien dengan batu empedu saluran memiliki probabilitas lebih tinggi

empedu budaya positif dibandingkan dengan batu empedu di kandung empedu

atau duktus sistikus6.

Bakteri juga dapat dikultur dari batu empedu. Dalam satu studi, misalnya,

80 persen batu pigmen coklat adalah biakan positif, dan 84 persen menunjukkan

pemindaian elektron bukti mikroskopis struktur bakteri7. Organisme yang khas

yang terlihat pada kolangitis (enterococci - 40 persen; Escherichia coli - 17

persen, Klebsiella spp - 10 persen), meskipun rasio enterococci dan E. coli

terbalik dari yang biasanya ditemukan dalam empedu yang terinfeksi.

Beberapa hal yang dapat meningkatkan patogenisitas dalam pengaturan ini

meliputi:

- Pili eksternal dalam gram negatif Enterobacteriaceae, yang memfasilitasi

keterikatan pada permukaan asing, seperti batu atau stent.

- Sebuah matriks glycocalyx terdiri dari exopolysaccharides yang dihasilkan

oleh bakteri yang melindungi organisme dari mekanisme pertahanan tuan

rumah dan dapat menghalangi penetrasi antibiotik 7.

Bacteriologi

Kultur empedu, batu duktus, dan diblokir stent empedu positif di lebih dari 90

persen kasus cholangitis akut, menghasilkan pertumbuhan campuran bakteri gram

negatif dan gram-positif. Bakteri yang paling umum terisolasi adalah asal kolon8:

- Escherichia coli adalah bakteri gram negatif utama terisolasi (25 sampai

50 persen), diikuti oleh Klebsiella (15 sampai 20 persen) dan spesies

Enterobacter (5 sampai 10 persen).

- Bakteri gram positif Yang paling umum adalah spesies Enterococcus (10

sampai 20 persen)

- Anaerob, seperti Bacteroides dan Clostridia, biasanya hadir sebagai bagian

dari infeksi campuran.

Page 7: KOLANGITIS AKUT

7

DIAGNOSIS

Tanda dan Gejala

Diagnosis defenitif kolangitis akut memerlukan konfirmasi infeksi bilier

sebagai sumber gejala sakit sistemik, misalnya dengan aspirasi cairan bilier

purulen pada ERCP. Namun demikian, kolangitis akut biasanya didiagnosis

secara klinis dengan adanya trias Charcod : ( 1 ) demam dan / atau bukti inflamasi

Tanggapan seperti peradangan , ( 2 ) penyakit kuning dan Hasil tes fungsi hati

yang abnormal seperti kolestasis , dan ( 3 ) riwayat penyakit empedu , nyeri

abnormal dan empedu dilatasi , atau bukti etiologi seperti manifestasi empedu .Ini

dianggap bahwa kasus-kasus ini memenuhi 3 kategori dapat didiagnosis sebagai

cholangitis akut, karena tidak adanya metode yang mudah untuk mendapatkan

cairan empedu untuk pemeriksaan dan kultur selain dengan aspirasi pada ERCP,

pungsi perkutan dan pembedahan. Suatu studi prospektif melaporkan hanya 22%

pasien dengan cairan empedu purulen pada operasi koledoktomi memenuhi

criteria triad Charcot. Adanya tambahan syok septic dan delirium (confusion)

pada triad Charcot dikenal sebagai pentad Reynold.

Kriteria diagnostik revisi untuk kolangitis akut ditunjukkan pada Tabel

dibawah. Morbiditas dari kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya

cholangiovenous dan cholangiolymphatic refluks bersama dengan tekanan tinggi

di saluran empedu dan infeksi empedu akibat obstruksi saluran empedu yang

disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria Diagnostik TG13 Akut Cholangitis

kriteria untuk menegakkan diagnosis ketika kolestasis dan peradangan

berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes darah di samping manifestasi empedu

berdasarkan pencitraan yang hadir.

Pada pertemuan di Tokyo mendefinisikan kolangitis akut sebagai ringan

(respon terhadap terapi supportif dan antibiotic), sedang (tidak respon terhadap

terapi medical namun tidak ada disfungsi organ), atau berat ( adanya paling tidak

1 tanda disfungsi organ). Tanda tanda disfungsi organ meliputi hipotensi,

sehingga memerlukan pemberian dobutamin atau dopamine, delirium (confusion),

Page 8: KOLANGITIS AKUT

8

rasio PaO2/FiO2 <300, kreatinin serum >1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit

<100000/µl.

Table 3.Criteria diagnosis kolangitis akut

A.Sytemic inflammation A-1. Fever and/or shaking chills A-2. Laboratory data:evidence of inflammatory respons

B.Cholestasis B-1. Jaundice B-2. laboratory data: abnormal liver function test

C.Imaging C-1. Biliary dilatation C-2. Evidence of the etiology on imaging (stricture,stone,stent etc) Suspected diagnosis: One item in A + one item B or C Deinite diagnosis: One item A, one item B and one item in C

Note: A-2: abnormal white blood cell counts, increase of serum C-reactiv protein levels, and other c hanges indicating inflammation. B-2: increased serum ALP,Gamma GT, AST and ALT levels. Other factors which are helpful in diagnosis of acute cholangitis include abdominal pain right upper quadrant (RUQ) or upper abdominal and history of biliary disease such as gallstones, previous biliary prosedures, and placement of biliary stent. In acute hepatitis marked systematic inf lamatory response is observed infrequently. Virological and serological test required whwn differential diagnosis difficult. Thresholds: A-1 Fever Bt>380C A-2 Evidence of inflammatory response WBC (x1000/µ𝐿) <4.or>10 CRP (mg/dl) ≥1 B-1 Jaundice T-bil≥2mg/dL B-2 Abnormal Liver function Alp (IU) >1.5xSTD GGT (IU) >1.5xSTD AST (IU) >1.5xSTD

Pemeriksaan laboratorium

Kriteria untuk diagnosis definitive kolangitis akut adalah sebagai berikut : adanya

triad Charcot atau bila tidak ada, adanya 2 unsur triad Charcot ditambah adanya

bukti laboratorium adanya respons inflamasi ( leukosit abnormal, meningkatnya

CRP atau perubahan-perubahan lain yang mengindikasikan adanya inflamasi), test

fungsi hati abnormal ( Alkali phospatase, gamma glutamil transpeptidase,

SGOT/SGPT) dan temuan-temuan pencitraan dilatasi bilier atau bukti etiologi

(misalnya adanya batu, striktur atau sten). Partisipan pada pertemuan Tokyo

Page 9: KOLANGITIS AKUT

9

mendefinisikan suatu diagnosis suspek kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih

dari salah satu criteria berikut: riwayat penyakit bilier, demam dan/atau

menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian atas atau kanan atas. Pedoman

tersebut menunjukkan adanya kemajuan dan suatu upaya yang jarang dalam

standarisasi definisi kolangitis kaut, namun pedoman tersebut dirasakan kurang

teliti. Misalnya tidak definiskannya berapa tingkat demam atau ikterik, begitu juga

nyeri abdomen kuadran kanan atas1,9.

Tabel 4. Tingkatan dari kolangitis akut:

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostic kolangitis akut dapat dilakukan dengan

mendeteksi dilatasi bilier dan pemeriksaan penyebab kolangitis akut adalah EUS (

endoscopic ultrasonography), MRCP ( magnetic resonance

cholangiopancreotography) dan ERCP (endoscopic retrograde

cholangiopancreotography). Diantara semuanya hanya EMRCP yang tidak

bersifat invasive, namun tidak portable hanya dapat digunakan pada pasien yang

dapat dibawa keruang radiologi, umumnya studi menunjukkan sensivitas >90%

untuk MRCP dalam mendeteksi batu di CBD dan sensivitasnya makin berkurang

untuk batu yang kecil. ERCP selain memiliki sensivitas untuk mendeteksi juga

memiliki ponetsi untuk terapeutik, dalam mendiagnosis batu CBD, EUS lebih

baik dari ERCP, dalam hal keganasan EUS sama dengan ERCP. Dilatasi

Page 10: KOLANGITIS AKUT

10

intrahepatik tanpa adanya dilatasi CBD, menunjukkan kesan suatu striktur jinak,

sindrom mirri atau lesi di daerah hilus duktus biliaris seperti tumor ganas.

Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten dengan

obstruksi distal seprti batu CBD atau kanker pancreas. Mengetahui penyebab

dilatasi meminimalisai kebutuhan injeksi kontras yang dapat meningkatkan

tekanan bilier cukup kuat untuk menimbulkan refluks cairan bilier kedalam

sirkulasi sistemik dan menghindarkan resiko injeksi yang tidak diinginkan

kedalam segmen yang tidak terdrainase (misalnya pasien dengan striktur daerah

hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkab terjadinya

kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan EUS dan

ERCP, namun kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan harus

dilakukan sebagai prosedur terpisah. Meskipun USG transabdominal relative

tidak sensitive untuk mendeteksi batu CBD (biasanya <30%), namun tersedia ,

mudah dan dapat membantu bila batu atau tumor ditemukan. CT scan lebih

sensitive dari USG transabdominal untuk mendeteksi batu CBD, dan sensitivitas

helical CT tampaknya sebanding dengan MRCP atau EUS pada beberapa studi.

Namun EUS`lebih sensitive dari CT dan MRCP untuk mendiagnosis batu dengan

diameter <1cm.

DIAGNOSA BANDING :

Diagnosis demam dan nyeri perut termasuk:

Kebocoran bilier

Diverticulitis akut

Kolesistitis

Radang usus buntu

Pankreatitis

Abses hati

Sindrom Mirizzi

Lobus kanan bawah pneumonia / empyema

Page 11: KOLANGITIS AKUT

11

PENATALAKSANAAN

Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan segera

setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan volume/dehidrasi dan

menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian

antibiotic dan drainase bilier. beratnya kolangitis akut menetukan perlu tidaknya

pasien dirawat di rumah sakit. bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan,

teruma jika kolangitis akut ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien

dengan batu intrahepatik). Namun demikian umumnya dokter menyarankan

perawatan rumah sakit pada kasus kolangitis akut. kolangitis ringan sampai

sedang dapat ditatalaksana di ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat

sebaiknya dirawat di ICU1.10.11.12.

Terapi Antibiotik

Terapi antibiotic intravena harus diberikan sesegera mungkin. Pedoman

pemberian antibiotic sebaiknya berdasarkan pola infeksi spesifik dan resistensi

lokal rumah sakit. Beberapa panduan (guidelines) menyarankan pada kolangitis

akut ringan sebaiknya pemberian jangka pendek 2-3 hari dengan sefalosporin

generasi pertama atau kedua, penisilin dan inhibitor β laktamase. sedangkan

kolangitis sedang sampai berat sebaiknya pemberian antibiotic minimal 5-7 hari

dengan sefalosporin generasi ketiga atau keempat, nonbaktam dengan atau tanpa

metronidazol untuk kuman anaerob, atau karbapenem. Rekomendasi lain (Jhon

Hopskin) menyarankan regimen berikut pada pasien kolangitis akut ringan sampai

sedang atau community acquired: (misalnya Ampisilin sulbactam iv 3 gram setiap

6 jam, atau ertepenem 1gram sekali sehari, atau ampisilin iv 2gram setiap 6jam

plus gentamicin iv 1.7mg/kgbb setiap 8jam atau golongan fluorokuinolon

(misalnya siprofloksasin iv 400 mg setiap 12 jam, levofloksasin iv 500mg sekali

sehari, atau moxiflokasain iv atau oral 400mg sekali sehari) ditambah

metronidazol iv 500mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob. Untuk pasien

kolangitis akut berat atau nosokomial (hospital acquired), direkomendasikan

pemberian antibiotic sebagai berikut: piparisilin-tazobaktam (3.375gr iv stiap 6

jamatau 4.5 gr iv setiap 8 jam), stau 3.1 gr iv tikarsilin-klavulanat setiap 6 jam,

atau tigesilin (100mg iv bolus, diteruskan 50mg iv sekali sehari) atau sefalosporin

Page 12: KOLANGITIS AKUT

12

generasi ketiga (misalnya seftriakson 1-2gr sekali sehari atau cefepim 1-2 gr seiap

12 jam) dengan metronidazol iv 500mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob.

Pada pasien yang resiko tinggi terkena pathogen resistensi antibiotic dapat

diberikan imipenem iv 500mg setiap 6jam, meropenem iv 1gr setiap 8 jam atau

doripenem iv 500mg setiap 8 jam. Pengecualian/exception terdapat pada semua

panduan, misalnya sefalosporin generasi pertama tidak mencakup infeksi

enterococcus spp. Walaupun cefazolin disetujui FDA untuk terapi kolangitis akut.

karena itu pemilihan terapi antibiotic sebaiknya berdasarkan sejumlah factor

meliputi sensitivitas antibiotic, beratnya penyakit, adanya disfungsi ginjal atau

hati, riwayat pemakaian antibiotic sebelumnya, pola resistensi kuman local dan

penetrasi bilier dari antibiotic. Pilihan antibiotic harus disesuaikan dengan hasil

kultur darah dan cairan empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik

tidak boleh terhambat/tertunda karena menunggu hasil kultur. Pada akhirnya yang

lebih penting dari pemilihan terapi antibitik adalah drainase bilier efektif, karena

adanya obstruksi menghambat ekskresi bilier antibiotic. pada suatu studi, dimana

pasien mendapat satu antibiotic (ceftazime, cefoperazone, imipenem,netilmisin

atau siprofloksasin), hanya siproflokasasin diekskresi kedalam sistem bilier yang

obstruksi dan hanya 20% dari konsentrasi serum10.11.12.

Tabel 5. lama pemberian antibiotik

Page 13: KOLANGITIS AKUT

13

Drainase bilier

Drainase bilier biasanya diperlukan pada pasien kolangitis akut untuk

menghilangkan sumber infeksi dan juga karena obstruksi dapat menurunkan

ekskresi bilier antibiotic. beratnya penyakit menetukan dan menegaskan saatnya

untuk dilakukan drainase. Drainase dapat dilakukan secara elektif pada pasien

kolangitis akut ringan, dalam 24-28 jam pada apsien kolangitis sedang, dan segera

(dalam beberapa jam) pada pasien kolangitis berat karena tidak akan respon

dengan pemberian antibiotic saja. Beratnya kolangitis ditentukan oleh respon

klinik terhadap terapi medical sebagaimana diuraikan dalam panduan Tokyo,

sehingga penggolangan derajat beratnya penyakit kolangitis akut menuntut

observasi untuk mengetahui pasien-pasien mana akan respons baik terhadap

terapi. Pada suatu studi didapatkaan bahwa sekitar 80% pasien kolangitis akut

respon terhadap terapi medical saja dan resolusi infeksi. namun semua pasien

Table 6 Antimicrobial recommendations for acute biliary infections12

Community-acquired biliary infections Healthcare-associated

biliary infectionse

Severity Grade I Grade II Grade IIIe

Antimicro

bial agents

Cholangitis Cholangitis &

cholecystitis

Cholangitis &

cholecystitis

Healthcare-associated

cholangitis &

cholecystitis

Penicillin-

based

therapy

Ampicilin/Sulabctamb

is not recommended

without an

aminoglycoside

Piperacillin

/tazobactam

Piperacillin

/tazobactam

Piperacillin

/tazobactam

Cephalosp

orin-based

therapy

Cefazolina, or

cefotiama, or

cefuroximea,or ceftriaxone,or

cefotaxime ±

metronidazold

Cefmetazolea,

cefoxitina, Flomoxefa,

Cefoperazone/sulbacta

m

Ceftriaxon, or

cefotaxime, or

cefepim, or cefozopran, or

ceftazidime ±

metronidazold

Cefoperazone/sulbacta

m

Cefepime, or

ceftazidime, or

cefozopran ± metronidazold

Cefepime, or

ceftazidime, or

cefozopran ± metronidazold

Carbapene

m-based

ttherapy

Ertapenem Ertapenem Imipenem/cilastatin,

meropenem,

doripenem, ertapenem

Imipenem/cilastatin,

meropenem,

doripenem, ertapenem

Monbacta

m-based therapy

- - Aztreonam ±

metronidazold

Aztreonam ±

metronidazold

Fluoroqui Ciprofloxacin, or Ciprofloxacin, or - -

Page 14: KOLANGITIS AKUT

14

nolone-

based

therapyc

levofloxacin, or

pazufloxacin ±

metronidazold

Moxifloxicam

levofloxacin, or

pazufloxacin ±

metronidazolc

Moxifloxicam a local antimicrobial susceptibility patters (antibiogram) should be considered for use

b Ampicilin/sulabctam has little activity left against Escherichia coli. it is removed from the north

American guidelines

c Fluoroquinolon use is recommended if the susceptibility of cultured isolated is known for

patients with β-lactam allergies. Many extended-spectrum β-lactamase (ESBL)-producing Gram-

negative isolated are fluoroquinolone-resistant.

d Anti-anaerobic therapy, including use of metronidazole, tinidazole, or clindamicin is warranted if

a biliiary-enteric anastomosis is present. the carbapenem, piperacillin/tazobactam,

ampicilin/sulbactam, cefmetazole, cefoxitin, flomoxef, and cefoperazone/sulbactam have sufficient

anti-anerobic activity for this situation.

e Vancomycin is recommended to cover Enterococcus spp, for grade III community-acquired acute

cholangitis and cholesistitis, and healthcare-associated acute billiary infection. Linezolid or

daptomycin is recommended if vancomycin-resistant Enterococcus (VRE), is known to be

colonizing the patient, if previous treatment included vancomycin, and/or if the organism is

common in the community.

tersebut akhirnya memerlukan tindakan pembersihan saluran bilier untuk

mencegah kolangitis rekurens. Suatu studi dari hongkong melakukan ERCP

emergenci pada 225 pasien kolangitis. Frekwensi denyut jantung >100x/menit,

kadar albumin <30g/l, kadar bilirubin>50µmol/l dan masa protrombin > 14 detik

pada saat masuk rumah sakit signifikan berkaitan dengan diperlukannya ERCP,

serta menunjukkan terapi endoskopi lebih aman dibandingkan pembedahan dalam

tatalaksana kolangitis akut, sehingga dekompresi surgical tidak mempunyai

peranan dalam manegemen kolangitis akut. Studi Lai dkk secara random

mengalokasikan 82 pasien dengan kolangitis akut berat kedalam 2 grup,

endoskopi atau dekompresi bilier surgical, kelompok surgical signifikan lebih

banyak mengalami komplikasi dan mortalitas selama di rumah sakit dibandingkan

kelompok endoksopi (66% vs 34%, p >0.05 dan 32% vs 10% , p<0.03 secara

berurutan). Dengan demikian, pasien dengan kolangitis akut sebaiknya masuk

dirawat diruangan medical untuk terapi antibiotik intravena dan dekompresi

endoskopi. dekompresi bilier surgical sebaiknya dihindari pada pasien kolangitis

akut. ERCP lebih jadi pilihan dibandingkan PTBD (percutaneus biliary drainage)

karena lebih tidah invasive, lebih aman, dapat dilakukan bedside dan dapat

membersihkan batu saluran empedu, tidak perlu koreksi koagulopati dan dapat

dilakukan tanpa paparan radiasi jika perlu ( pada pasien yang hamil).

Keberhasilan ERCP lebih tinggi dibandingkan PTBD untuk tatakasana obstruksi

CBD, namun PTBD dipertimbangkan pada obstruksi hilar, bila ahli endoskopi

tidak ada/tersedia. PTBD biasanya dilakukan pada apsien yang gagal dengan

ERCP awal atau bila terdapat anatomi yang abnormal akibat prosedur

Page 15: KOLANGITIS AKUT

15

Gambar 1.Alur penatalaksanaan kolangitis akut menurut Tokyo Guidline 201311.

Table 7. Management kolangitis akut14

.

pembedahan sebelumnya seperti koledokoyeyunostomi, kecuali bila ahli

endsokopi utntuk tatalaksana pasien seperti itu ada. Pasien dengan kolangitis akut

dimana kontras tidak terdrainase setelah gagal ERCP dapat memerlukan drainase

bilier perkutan mendesak untuk menghindari perburukan sepsis. Kolangitis akut

yang terjadi stelah manipulasi saluran bilier merupakan faktor resiko prognosis

buruk pada kolangitis akut. Karena itu tidak direkomendasikan injeksi kontras

Page 16: KOLANGITIS AKUT

16

tanpa terlebih dahulu menempatkan guidwire kedalam sistem bilier. Pada

umumnya pusat endoskopi, keberhasilan ERCP untuk drainase bileir lebih dari

90%, jika tidak demikian sebaiknya dirujuk pada unit/pusat layanan endoskopi

yang lebih baik. EUS terbatas , bila tersedia sebaiknya dilakukan sebelumnya

untuk evaluasi dilatasi saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik, adanya batu,

massa pancreas atau hilus atau batu kandung empedu. Aspirasi jarum halus pada

suatu massa sebaiknya dilakukan hanya jika pasien stabil dan tidak memerlukan

dekompresi bilier mendesak.

KESIMPULAN

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit kuning,

dan nyeri perut ( Triad Charcod), yang berkembang sebagai akibat dari

stasis/sumbatan dan infeksi di saluran empedu. Penanganannya harus segera

dilakukan berupa pemberian antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya

atau sesuai pola kuman di tempat tersebut, dan harus dilakukan tindakan drainase.

Page 17: KOLANGITIS AKUT

17

KEPUSTAKAAN

1.Kimura Y, Takada T, Karawada Y,Nimura Y, Hirata K, Sekiomto M,et al.

Defenitions, Pathophysiology,and epidemiology of acute cholangitis and

cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007;14:15-26

2.Fauzi A. Kolangitis Akut.Dalam:Rani A,Simadibrata M,Syam AF,Editor. Buku

ajar Gastroenterohepatologi. Edisi-1. InternaPublishing;2011:579-90.

3. Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Dirk J. Gouma,et al. TG13

current terminology, etiology, and epidemiology of acute cholangitis and

cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:8–23

4. Satapathy SK, Shifteh A, Kadam J, Friedman B,Cerulli M A, Yang SS. Acute

cholangitis secondary to biliary ascariasis, a case report. practical

gastroenterology march 2011:44-46

5. Attasaranya S,Fogel EL,Lehman GA, Choledocholithiasis, ascending

cholangitis, and gallstone pancreatitis. Med Clin N Am 92 (2008) 925–960

6.Sung JY, Costerton JW, Shaffer EA. Defense system in the biliary tract against

bacterial infection. Dig Dis Sci1992; 37:689.

7.Csendes A, Becerra M, Burdiles P, et al. Bacteriological studies of bile from the

gallbladder in patients with carcinoma of the gallbladder, cholelithiasis, common

bile duct stones and no gallstones disease. Eur J Surg 1994;160:363.

8.Leung JW,et al.bacteriologic analysis of bile and brown pigment stones in

patients with acute cholangitis.Gastrointest.Endosc.2001;54:340-5

9. Kiriyama S, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS< Mayumi T, Pitt HA,et al.

TG13 diagnostic criteria and severity grading of acute cholangitis.Tokyo

Guidline. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:24-34

10. Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M,

Mayumi T. TG13: Updated Tokyo Guidelines for the management of acute

cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:1–7

11. Miura F,Takada T, Strasberg MS, Solomkin JS, Pitt HA, Gouma DJ, TG13

flowchart for the management of acute cholangitis

and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:47–54

12. Gomi H, Solomkin JS, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Yoshida M,. TG13

antimicrobial therapy for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary

Pancreat Sci (2013) 20:60–70

Page 18: KOLANGITIS AKUT

18

13. Higuchi R, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ,Garden OJ. TG13

miscellaneous etiology of cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat

Sci (2013) 20:97–105

14. Okamoto K, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Garden OJ,.

TG13 management bundles for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary

Pancreat Sci (2013) 20:55–59