kista hepar

47
KISTA HEPAR I. PENDAHULUAN Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista timbul dari sisa- sisa epitel ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah massa epitel. (1) Kista dapat bersifat kongenital atau didapat. Cairan kista biasanya bening dan tidak berwarna namun dapat juga viskous atau mengandung kristal kolesterol sebagai hasil dari nekrosis jaringan. True cysts atau kista yang sesungguhnya harus dibedakan dari false cysts atau pseudokista, dimana pseudokista ini merupakan timbunan cairan yang terkandung dalam kavitas yang tidak mempunyai lapisan epithelium. Kista seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamasi atau degeneratif. (2) Penyakit kistik hepar sering diidentifikasi saat laparotomi dan selama pemeriksaan gejala abdominal yang tidak berhubungan dengan kista. Dalam banyak kasus, 1

Upload: dudi

Post on 08-Aug-2015

1.993 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kista Hepar

KISTA HEPAR

I. PENDAHULUAN

Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel

epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh

obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista

timbul dari sisa-sisa epitel ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah

massa epitel.(1)

Kista dapat bersifat kongenital atau didapat. Cairan kista biasanya bening dan

tidak berwarna namun dapat juga viskous atau mengandung kristal kolesterol sebagai

hasil dari nekrosis jaringan. True cysts atau kista yang sesungguhnya harus dibedakan

dari false cysts atau pseudokista, dimana pseudokista ini merupakan timbunan cairan

yang terkandung dalam kavitas yang tidak mempunyai lapisan epithelium. Kista

seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamasi atau degeneratif.(2)

Penyakit kistik hepar sering diidentifikasi saat laparotomi dan selama

pemeriksaan gejala abdominal yang tidak berhubungan dengan kista. Dalam banyak

kasus, penemuan kista hepar yang tidak terduga baik soliter maupun multipel, tidak

memiliki arti klinis bila tidak bergejala, walaupun kista hepar ini juga dapat

diasosiasikan sebagai proses patologis yang cukup serius.(3)

II. ANATOMI HEPAR

Hepar terletak pada kuadran kanan atas abdomen, intraperitoneal tepat di

bawah sisi kanan diafragma yang dilindungi oleh costa. Berat hepar kurang lebih

1400 gram pada orang dewasa dan dibungkus oleh sebuah kapsul fibrous.(4)

1

Page 2: Kista Hepar

Gambar 1. Posisi hepar dalam tubuh(5)

Hepar memiliki facies diaphragmatica dan facies visceralis (dorsokaudal)

yang dibatasi oleh tepi kaudal hepar. Facies diaphragmatica bersifat licin dan

berbentuk kubah, sesuai dengan cekungan permukaan kaudal diafragma, tetapi untuk

sebagian besar terpisah dari diafragma karena recessus subphrenicus cavitas

peritonealis. Hepar tertutup oleh peritoneum, kecuali di sebelah dorsal pada area

nuda, tempat hepar bersentuhan langsung pada diafragma. Area nuda hepar ini

dibatasi oleh melipatnya peritoneum dari diafragma ke hepar sebagai lembar ventral

(cranial) dan lembar dorsal (kaudal) ligamentum coronarium. Kedua lembar tersebut

bertemu di sebelah kanan untuk membentuk ligamentum triangulare. Ke arah kiri

lembar-lembar ligamentum coronarium tercerai dan membatasi area nuda hepar yang

berbentuk segitiga. Lembar ventral ligamentum di sebelah kiri bersinambungan

dengan lembar kanan ligamentum falciforme, dan lembar dorsal bersinambungan

dengan lembar kanan omentum minus. Lembar kiri ligamentum falciforme dan

omentum minus bertemu untuk membentuk ligamentum triangulare sinistrum.(6)

2

Page 3: Kista Hepar

Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dekstra dan lobus hepatis sinistra yang

masing-masing berfungsi secara mandiri. Masing-masing lobus memiliki pendarahan

sendiri dan arteria hepatica dan vena portae hepatis, dan juga penyaluran darah

venosa dan empedu bersifat serupa.(3,6,7)

Lobus hepatis dekstra dibatasi terhadap lobus hepatis sinistra oleh fossa

vesicae biliaris dan sulcus vena cava pada facies visceralis hepatis, dan oleh sebuah

garis khayal pada permukaan diaphragmatika yang melintas dari fundus vesicae

biliaris ke vena cava inferior.(6)

Gambar 2. Anatomi Hepar(5)

3

Page 4: Kista Hepar

Lobus hepatis sinistra mencakup lobus caudatus dan hampir seluruh lobus

quadratus. Lobus hepatis sinistra terpisah dari lobus caudatus dan lobus quadratus

oleh fissure ligament teretis dan fissura ligamenti venosi pada facies visceralis, dan

oleh perlekatan ligamentum teres hepatis pada facies diaphragmatica.(6,7)

Hepar menerima darah dari dua sumber: arteri hepatica propria (30%) dan

vena porta hepatis (70%). Arteri hepatica propria membawa darah yang kaya akan

oksigen dari aorta, dan vena porta hepatis mengantar darah yang miskin akan oksigen

dari saluran cerna, kecuali dari bagian distal canalis analis. Di porta hepatis arteri

hepatica propria dan vena porta hepatis berakhir dengan membentuk ramus dekstra

dan ramus sinistra, masing-masing untuk lobus hepatis dekstra. Lobus-lobus ini

berfungsi secara terpisah, dalam masing-masing lobus cabang primer vena porta

hepatis dan arteri hepatica propria teratur secara konsisten untuk membatasi segmen

vascular. Bidang horizontal melalui masing-masing lobus membagi hepar menjadi

delapan segmen vascular. Antara segmen-segmen terdapat vena hepatica untuk

menyalurkan darah dari segmen-segmen yang bertetangga.(3,4,6,7)

Gambar 3. Distribusi vaskular dan duktus hepatikus(5)

Vena hepatica yang terbentuk melalui persatuan vena centralis hepatis,

bermuara dalam vena cava inferior, tepat kaudal dari diaphragm. Hubungan vena ini

dengan vena cava inferior membantu memantapkan kedudukan hepar.(6)

4

Page 5: Kista Hepar

Gambar 4. Sistem duktuli dan vaskular intrahepatik(5)

Hepar memiliki vasa lymphaticum superficial dan vasa lymphaticum

profundum. Vasa lymphaticum superficial terbanyak bergabung dengan pembuluh

limfe di porta hepatis dan ditampung oleh nodi lymphoidei hepatici.(6)

Pembagian anatomi menurut nomenklatur Couinaud sangat penting dalam

mempertimbangkan reseksi segmen hepar. Hal ini memungkinkan kita melakukan

reseksi pada segmen tertentu atau kombinasi beberapa segmen dengan tetap

mempertahankan vaskularisasi dan kontinuitas aliran bilier pada segmen yang

tertinggal.(3)

5

Page 6: Kista Hepar

Gambar 5. Segmen fungsional hepar – Couinaud’s nomenclature(5)

Anatomi hepar dapat dideskripsikan menggunakan dua aspek yang berbeda :

anatomi morfologis dan anatomi fungsional. Anatomi morfologis tradisional

berdasarkan pada penampakan eksternal hepar, dan tidak mempertimbangkan

vaskularisasi dan percabangan duktus biliaris, yang sebenarnya penting dalam reseksi

hepar.(8)

Klasifikasi Couinaud

C. Couinaud (1957) membagi hepar menjadi delapan segmen fungsional yang

independen. Setiap segmen memiliki aliran vaskular masuk dan keluar masing-

masing, demikian pula dengan duktus biliaris. Di tengah tiap segmen terdapat cabang

dari vena porta, arteri hepatis, dan duktus biliaris. Di daerah perifer tiap segmen

terdapat aliran darah keluar melalui vena hepatica.(8)

Gambar 6. Segmen fungsional hepar – Couinaud’s nomenclature(8)

Vena hepatica dekstra membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan

posterior. Vena hepatica media membagi hepar menjadi lobus kiri dan kanan (atau

6

Page 7: Kista Hepar

hemilever kiri dan kanan). Aliran ini berasal dari vena cava inferior hingga fossa buli-

buli. Vena hepatica sinistra membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan lateral.(8)

Vena porta membagi hepar menjadi segmen atas dan bawah. Vena porta kiri

dan kanan bercabang di superior dan inferior dan kemudian terbagi ke pusat tiap

segmen.(8)

Karena pembagian menjadi unit yang berdiri sendiri seperti ini, tiap segmen

dapat direseksi tanpa mengganggu segmen yang ditinggalkan. Agar hepar dapat tetap

berfungsi, reseksi harus dilakukan sepanjang pembuluh darah yang memperdarahi

perifer dari segmen, yang berarti garis reseksi berjalan paralel dengan vena hepatica.

Vena porta di sentral segmen, duktus biliaris, dan arteri hepatica tetap dipertahankan.(8)

Segmentasi Hepar

Gambar 7. Segmentasi hepar secara clockwise(8)

Terdapat delapan segmen dari hepar. Segmen 4 biasanya dibagi lagi menjadi

segmen 4a dan 4b (menurut klasifikasi Bismuth). Penomoran segmen hepar ini diatur

7

Page 8: Kista Hepar

searah jarum jam (clockwise). Segmen 1 (lobus caudatus) terletak posterior, yang

tidak tampak dalam proyeksi frontal.(8)

Couinaud membagi hepar menjadi lobus fungsional kiri dan kanan (gauche et

droite foie) oleh vena hepatica media, yang dikenal sebagai Cantlie’s line. Cantlie’s

line berawal dari pertengahan buli-buli fossa anterior hingga postero-inferior dari

vena cava.(8)

Pada gambar di atas, tampak seolah bagian medial dari lobus kiri dipisahkan

dari bagian lateral oleh ligamentum falciforme. Sebenarnya bagian medial (segmen 4)

dan lateral (segmen 2 dan 3) ini dipisahkan oleh vena hepatica sinistra yang terletak

di sebelah kiri, sangat dekat dengan ligamentum falciforme.(8)

Anatomi Transversal

Gambar 8. Potongan transversal segmen superior hepar(8)

Gambar di atas menunjukkan potongan transversal segmen superior hepar,

yang dipisahkan oleh vena hepatica. Gambar di sebelah kanan menunjukkan

potongan transversal setinggi vena porta sinistra. Pada tingkat ini vena porta

membagi lobus kiri hepar menjadi segmen superior (2 dan 4a) dan segmen inferior (3

dan 4b). Vena porta sinistra terletak sedikit lebih tinggi daripada vena porta dekstra.(8)

8

Page 9: Kista Hepar

Gambar 9. Potongan transversal segmen inferior hepar(8)

Pada gambar di atas, gambar di sebelah kiri adalah potongan setinggi vena

porta dekstra. Pada tingkat ini vena porta dekstra membagi lobus kanan hepar

menjadi segmen superior (7 dan 8) dan segmen inferior (5 dan 6). Pada potongan

setinggi vena lienalis di gambar sebelah kanan, hanya segmen inferior hepar yang

terlihat.(8)

Klasifikasi Bismuth

9

Page 10: Kista Hepar

Gambar 10. Segmentasi hepar menurut Klasifikasi Bismuth(9)

Klasifikasi ini sebenarnya mirip dengan klasifikasi Couinaud, dengan sedikit

perbedaan. Klasifikasi Bismuth sering digunakan di Amerika, sedangkan klasifikasi

Couinaud lebih populer di Asia dan Eropa.(8)

Menurut Bismuth, tiga cabang vena hepatica membagi hepar menjadi empat

bagian, yang lalu dibagi lagi menjadi segmen yang lebih kecil. Segmen ini dinamakan

portal sectors, sebab masing-masing disuplai oleh pedikel vena porta di bagian

tengahnya. Garis pemisah antarsektor mengandung sebuah vena hepatica. Oleh

karena itu klasifikasi ini dapat digambarkan sebagai vena hepatica dan pedikel vena

porta yang saling mengisi, seperti halnya jari-jari tangan yang saling ditautkan.(8)

Vena porta sinistra membagi lobus kiri hepar menjadi dua sektor : anterior dan

posterior. Sektor anterior kiri terbagi atas dua segmen : segmen IV yaitu lobus

quadratus, dan segmen III, yang merupakan bagian anterior dari lobus hepar kiri.

Kedua segmen ini dipisahkan oleh fissura hepatica sinistra (fissura umbilicalis).

Sektor posterior kiri hanya terdiri atas segmen II, yang berada di bagian posterior dari

lobus kiri hepar.(8)

III. FISIOLOGI HEPAR

Hepar memiliki banyak fungsi, termasuk fungsi pengambilan, penyimpanan,

dan distribusi nutrisi dari darah atau traktus gastrointestinal, sintesis, metabolism, dan

eliminasi berbagai substrat endogen, eksogen, dan berbagai macam toksin. Hepar

menerima suplai darah ganda dengan 75% dari vena porta, dan 25% dari arteri

hepatica. Terdapat autoregulasi dari aliran arteri hepatica, namun tidak dari sistem

vena porta. Aliran vena porta meningkat seiring dengan asupan makanan, garam

10

Page 11: Kista Hepar

empedu, sekretin, pentagastrin, polipeptida intestinal vasoaktif (VIP), glucagon,

isoproterenol, prostaglandin E1 dan E2, dan papaverin. Aliran porta diperlambat oleh

serotonin, angiotensin, vasopressin, nitrat, dan somatostatin.(3)

Secara umum, hepar memiliki empat unit anatomic-fisiologik yang saling

berhubungan dalam membentuk fungsi hepar, yaitu(7) :

1. Sistem sirkulasi

Suplai darah ganda berfungsi membawa nutrisi bagi hepar dan berguna sebagai

pembawa material yang diabsorbsi dari traktus intestinalis untuk digunakan dalam

proses metabolisme. Pembuluh darah yang diikuti dengan sistem limfatik dan serat

saraf berkontribusi untuk mengatur aliran darah dan tekanan intrasinusoidal.

2. Saluran empedu

Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan material yang disekresikan oleh sel-sel

hepar, termasuk bilirubin, kolesterol, dan obat-obat yang telah terdetoksifikasi.

Sistem ini berasal dari apparatus Golgi, yang melewati mikrovili dari kanalis

biliaris dan berakhir pada common bile duct.

3. Sistem retikouloendotelial

Sistem ini memiliki 60% elemen pada hepar, termasuk pula sel Kupffer dan sel-sel

endothelial.

4. Sel fungsional hepar (hepatosit)

Sel ini memiliki aktifitas yang sangat bervariasi. Fungsi metabolik dari hepar

membantu menyediakan kebutuhan tubuh. Sel-sel ini membantu proses anabolik

maupun katabolik, fungsi sekresi dan penyimpanan.

Empedu dibentuk pada membrana kanalikuli hepatosit dan duktuli empedu,

dan disekresikan melalui sebuah proses aktif yang relative tidak tergantung pada

aliran darah. Komponen organik utama dari empedu adalah asam empedu

terkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu, dan protein. Dalam kondisi

normal, 600 hingga 1000 mL empedu diproduksi setiap harinya.(3)

11

Page 12: Kista Hepar

Bilirubin, sebuah produk degradasi dari heme, dieliminasi hampir seluruhnya

pada empedu. Bilirubin bersikulasi terikat pada albumin dan dikeluarkan dari plasma

oleh hepar melalui sistem transpor termediasi. Di dalam hepatosit, bilirubin terikat

pada asam glukuronat sebelum disekresikan pada empedu.(3)

Hepar mensintesis protein plasma utama, termasuk albumin, gamma-globulin,

dan beberapa protein koagulasi. Disfungsi hepar akan memberikan efek koagulasi

dengan menurunnya produksi protein koagulasi, atau dalam kasus ikterus obstruktif,

terdapat penurunan aktifitas dari faktor II, V, VII, IX dan X, sebagai akibat dari

kurangnya modifikasi post-translasi yang bergantung pada vitamin K.(3)

Tes Fungsi Hepar

Beberapa tes biasanya sering dilakukan untuk menganalisa kondisi hepar,

disebut sebagai tes fungsi hepar. Serum aspartate aminotransferase (AST) dan

alanine aminotransferase (ALT) adalah pengukuran level enzim yang normal

terdapat di dalam hepatosit. Selain itu dapat pula dilakukan pengukuran kadar

albumin, faktor pembekuan, dan bilirubin dari sampel darah.(4,7)

Jenis tes Nilai normal

Serum albumin 3,5 – 4,6 g/dL

Total protein 6,0 – 7,4 g/dL

Kolesterol 135 – 300 mg/dL

Alkali fosfatase 24 – 100 IU/dL

AST 10 – 36 unit/dL

ALT 10 – 48 unit/dL

GGT 0 – 48 unit/dL (pria)4 – 26 unit/dL (wanita)

LDH 180- 225 unit/dL

PT 90 – 100% control Lab

12

Page 13: Kista Hepar

Total bilirubin < 1,4 mg/dL

Bilirubin direk < 0,3 mg/dL

Bilirubin indirek < 1,1 mg/dL

Tabel 1. Nilai normal tes fungsi hepar(7)

13

Page 14: Kista Hepar

Fungsi Normal Hepar

Metabolisme energi dan interkonversi substratProduksi glukosa melalui glukoneogenesis dan glikogenolisisKonsumsi glukosa melalui jalur sintesis glikogen, sintesis asam lemak, glikolisis,

dan siklus asam trikarboksilatSintesis kolesterol dari asetat, sintesis trigiliserida dari asam lemak, dan sekresi

keduanya pada partikel VLDL Pengambilan kolesterol dan trigliserida melalui endositosis partikel HDL dan LDL

dengan ekskresi kolesterol pada empedu, beta-oksidasi asam lemak, dan konversi dari asetil-KoA berlebih menjadi keton

Deaminasi asam amino dan konversi ammonia menjadi urea melalui siklus ureaTransaminasi dan sintesis de novo asam amino non esensialFungsi sintesis proteinSintesis berbagai macam protein plasma, termasuk albumin, faktor pembekuan,

protein pengikat, apolipoprotein, angiotensinogen, dan insulin-like growth factor I

Fungsi solubilisasi, transport, dan penyimpananDetoksifikasi obat dan racun melalui reaksi biotransformasi fase I dan fase II dan

ekskresi melalui empeduSolubilisasi lemak dan vitamin larut lemak pada empedu untuk diambil oleh

enterositSintesis dan sekresi dari partikel VLDL dan lipoprotein pre-HDL, dan pembersihan

sisa HDL, LDL, dan kilomikronSintesis dan sekresi berbagai macam protein pengikat, termasuk transferin,

globulin pengikat hormone steroid, globulin pengikat hormone tiroid, seruloplasmin, dan metalotionein

Pengambilan dan penyimpanan vitamin A, D, B12, dan folatFungsi proteksi dan pembersihanDetoksifikasi ammonia melalui siklus ureaDetoksifikasi obat melalui oksidasi mikrosomal dan sistem konjugasiSintesis dan pengantaran glutathionePembersihan sel-sel yang rusak dan protein, hormone, obat-obatan, dan faktor

pembekuan teraktivasi dari sirkulasi portalPembersihan bakteri dan antigen dari sirkulasi portal

Tabel 2. Fungsi normal hepar(4)

IV. EPIDEMIOLOGI

14

Page 15: Kista Hepar

Kista hidatid bersifat endemik di negara-negara berkembang maupun negara

maju seperti negara Mediterania, Amerika Selatan, Australia dan New Zealand.

Insidens penyakit kista hidatid di kawasan endemik berkisar dari 1-220 kasus per 100.

000 orang penduduk. Tidak terdapat predileksi dari jenis kelamin namun biasanya

kista hidatid terjadi pada umur antara 30-40 tahun.(3,7)

Insidens kista hepar non-parasitik yang pasti tidak diketahui karena biasanya

penderita asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala hingga terjadi komplikasi.

Namun diperkirakan kista hepar diderita oleh 5% dari populasi umum. Tidak lebih

dari 10-15% dari jumlah penderita ini mengalami simptom secara klinis. Kista hepar

biasanya dijumpai secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiologik abdominal atau

pada prosedur laporotomi untuk kelainan lain yang dialami penderita, yang tidak

berkaitan dengan gangguan fungsi hepar.(3,10)

Kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding laki-laki,

dengan perbandingan 4-10:1, pada rentang usia 50-60 tahun. Gejala klinis terjadi

akibat pembesaran secara progresif kista, atau karena komplikasi yang timbul akibat

kista tersebut. Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya perdarahan intrakistik, torsi,

infeksi pada kista, transformasi kista ke arah proses malignansi, kompresi pada organ-

organ sekitar yang juga dapat menyebabkan ikterus obstruktif, kista ruptur spontan

serta reaksi alergi akibat kebocoran cairan kista.(3,7,11)

V. KLASIFIKASI KISTA HEPAR

15

Page 16: Kista Hepar

Kista intrahepatik kongenital

Parenkimal

Soliter

Penyakit polikistik hepar

Anak

Dewasa

Fibrosis hepatis kongenital

Dilatasi fokal duktus biliaris intrahepatik (Caroli’s disease)

Kista intrahepatik didapat (acquired)

Inflamatorik

Piogenik

Amebik

Echinococcal (hydatid)

Neoplastik

Benigna

Maligna

Traumatik

Tabel 3. Klasifikasi Kista pada Hepar(12)

Kista Intrahepatik Kongenital

Kista ini dapat tunggal, multipel, difus, terlokalisasi, unilokular, atau

multilokular. Kejadian ditemukan kista pada autopsi dilaporkan dalam 0,15% kasus, 1

% pada pemeriksaan CT-scan. Kista soliter maupun penyakit polikistik hepar lebih

banyak ditemukan pada wanita usia 40 hingga 60 tahun.(7)

Kista non-parasitik soliter biasanya terletak pada lobus kanan hepar. Isi kista

berupa material yang bening, dan memiliki karakteristik tekanan internal yang rendah

– tidak seperti kista parasitik yang memiliki tekanan tinggi. Biasanya cairan kista ini

berwarna kuning kecokelatan, yang diduga berasal dari parenkim yang nekrosis.

Penyakit polikistik hepar menunjukkan gambaran honeycomb appearance dengan

kavitas yang multipel, dengan lesi yang tersebar merata di seluruh hepar.(7)

16

Page 17: Kista Hepar

Baik lesi soliter maupun polikistik tumbuh secara perlahan dan relatif tidak

bergejala. Sebuah massa di kuadran kanan atas yang tidak nyeri adalah keluhan yang

paling sering, dan ketika gejala muncul, biasanya dihubungkan dengan penekanan

pada organ yang berdekatan. Nyeri abdominal yang akut dapat mengikuti komplikasi

torsi, hemoragik intrakistik, atau rupturintraperitoneal. Pemeriksaan klinis dapat

mengidentifikasi massa, dan ginjal juga dapat teraba. Ikterus jarang ditemukan.

Fungsi hepar biasanya tidak menunjukkan abnormalitas. CT scan, USG, dan

arteriografi dapat digunakan untuk menentukan posisi intrahepatik dari massa, dan

peritoneoskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.(12)

Kista soliter yang asimtomatik dan penyakit polikistik hepar biasanya tidak

membutuhkan penanganan khusus. Kista yang besar, soliter, dan simtomatik dapat

ditangani secara elektif kecuali bila terjadi ruptur, hemoragik intrakistik, atau torsi.

Pasien dengan kista hepar telah dapat ditangani dengan baik melalui percutaneus

cathether drainage yang dikontrol secara radiologik, pada waktu yang bersamaan

dengan injeksi cairan yang menyebabkan sklerosis seperti alkohol. Prosedur ini sering

dikaitkan dengan kasus rekurensi. Resolusi permanen diperoleh melalui operasi yang

sederhana dengan pembukaan atap kista secara luas dan dihubungkan kembali seperti

halnya parenkim hepar yang normal. Prosedur ini dapat dilakukan secara

laparoskopik. Pada kasus hemoragik intrakistik yang signifikan, cystectomy mungkin

dibutuhkan. Drainase internal ke intestinum mungkin dibutuhkan hanya bila terdapat

erosi di dalam duktus hepatikus major yang tidak dapat diperbaiki kembali.(7)

Simple Liver Cyst

Simple hepatic cyst muncul dalam jumlah besar dengan ukuran yang

bervariasi, permukaan rata, mengkilat, berwarna biru-keabuan dan sering ditemukan

pada lobus kanan. Dindingnya terdiri atas 3 lapisan : lapisan terdalam menyerupai

epitel duktus biliaris, lapisan tengah yang berupa jaringan ikat padat, dan lapisan luar

yang mengandung jaringan ikat longgar dan duktus biliaris serta pembuluh darah

yang terkompresi.(3)

17

Page 18: Kista Hepar

Kista soliter dapat berasal dari duktus yang tumbuh abnormal sebagai akibat

dari hiperplasia inflamatorik atau obstruksi kongenital. Kista ini dapat mengenai

semua usia. 90% dari kista jenis ini unilokular, dan memiliki ukuran yang bervariasi.

Sebuah kista yang mengandung 2,5 liter cairan telah dilaporkan pada pasien berusia 2

tahun.(1)

Penyebab dari kista jenis ini tidak diketahui, namun diduga muncul secara

congenital. Kista ini memiliki epitel tipe bilier, dan mungkin berasal dari dilatasi

progresif mikrohemartroma bilier. Kista ini jarang mengandung empedu, hipotesis

yang paling diterima adalah kegagalan mikrohemartroma untuk membentuk

hubungan normal dengan saluran empedu. Secara khas, cairan yang terkandung di

dalam kista ini memiliki komposisi elektrolit yang menyerupai plasma. Empedu,

amylase, dan sel darah putih tidak ditemukan. Cairan kista ini disekresikan secara

terus-menerus oleh sel-sel epitel di tepi kista. Karena alasan inilah, aspirasi cairan

dari simple cyst tidak bersifat kuratif.(10)

Apabila ukuran kista besar, mungkin terdapat keluhan yang berhubungan

dengan penekanan organ akibat massa yang besar di kuadran kanan atas. Sebagian

besar kista soliter tidak membutuhkan penanganan, namun bila diindikasikan,

ekstirpasi seluruh kista dipertimbangkan. Bila ukuran kista besar, reseksi dari bagian

dindingnya saja yang dilakukan. Lobektomi hepatik jarang dilakukan.(1,2)

Policystic Liver Disease

Insidens kista hepar congenital sulit ditentukan oleh karena sebagian besar

individu dengan lesi ini tidak mengeluhkan gejala. Penyakit polikistik ini biasanya

disubklasifikasikan sebagai varian pada anak dan dewasa, karena memiliki perbedaan

pada pola pewarisan, status penampilan dan konsekuensi klinis. Penyakit polikistik

pada anak diwariskan secara resesif autosomal dengan 4 subtipe secara umum :

perinatal, neonatal, infantile, dan juvenile. Semua varian dari polikistik pada anak ini

mengenai hepar dan ginjal dengan peningkatan absolut dari duktus biliaris

intrahepatik.(12)

18

Page 19: Kista Hepar

Sebuah kelainan genetik yang jarang pada anak, infantile polycystic disease of

the kidneys and liver, biasanya fatal pada anak-anak. Kista hepatik yang berukuran

mikroskopik dapat terlihat, anak-anak ini dapat mengalami hipertensi portal, atau

hipertensi arteri renalis dan gangguan renal yang progresif.(1)

Penyakit polikistik hepar pada orang dewasa diwariskan secara dominan

autosomal. Hepar tampak kistik difus secara makroskopik, walaupun dapat tampak

pola yang berbeda dari penyakit ini, seperti kista yang unilobar dan ukuran kista yang

bervariasi. Kista dapat ditemukan pada lien, pancreas, ovarium, paru-paru, dan ginjal.

Insidens meningkat seiring usia dan lebih sering pada wanita dibandingkan pria.(1)

PCLD pada dewasa bersifat kongenital dan biasanya berhubungan dengan

autosomal dominant polycystic kidney disease (AD-PKD). Pada pasien ditemukan

mutasi dari gen PKD1 dan PKD2. Namun dalam beberapa kasus, PCLD ditemukan

tanpa adanya PKD. Pada dengan PKD, kista ginjal biasanya lebih dominan

dibandingkan kista pada hepar. PKD sering menyebabkan gagal ginjal, sedangkan

kista hepar sangat jarang menyebabkan fibrosis hepar dan kegagalan fungsi hati.(10)

Tidak seperti kista non-parasitik soliter, penyakit polikistik hepar sering

diasosiasikan dengan kista pada organ lain; 51,6% polikistik hepar diasosiasikan

dengan polikistik ginjal. Polikistik hepar juga diimplikasikan sebagai penyebab yang

jarang dari hipertensi portal, dan juga diasosiasikan dengan atresia duktus biliaris,

kolangitis, dan hemangioma. Pada pasien dengan gejala yang signifikan terkait efek

massa dari polikistik hepar, terapi paliatif dapat dicapai dengan reseksi non-anatomik

dan fenestrasi yang lebar pada kista yang lebih besar.(7)

Prognosis dari penyakit polikistik hepar biasanya bergantung pada penyakit

ginjal yang menyertainya. Kegagalan fungsi hati, ikterus, dan manifestasi hipertensi

portal jarang ditemukan. Tingkat mortalitas dari kista non-parasitik yang ditangani

secara operatif mendekati angka nol.(7)

Kista Intrahepatik Acquired (didapat)

19

Page 20: Kista Hepar

Echinococcal/Kista Hydatid

Kista jenis ini dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah

peternakan biri-biri. Daerah ini termasuk Mediterania (terutama Yunani), Australia,

dan New Zealand, serta negara di Timur Tengah seperti Iran. Infeksi Echinococcal

disebabkan oleh Echinococcus granulosa, yang dapat asimptomatis selama bertahun-

tahun dan menunjukkan hasil yang efektif dengan pembedahan, atau E.

multilocularis, yang lebih virulen dan menyebabkan kista invasif yang multipel dan

lebih sulit ditangani secara operatif. Dua pertiga dari kasus kista echinococcal

ditemukan pada hepar, dan 75% di antaranya berlokasi pada lobus kanan.(7)

Pada hepar host intermediate, terbentuk hydatid unilocular yang tumbuh

perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Dinding hydatid ini memiliki

dua lapisan yang terdiri atas ektokista, yang berupa cangkang fibrous non-selular

yang berfungsi proteksi, dan sebuah endokista, yang merupakan bagian yang aktif

dari kista tersebut. Endokista mensekresi cairan bening yang mengisi kista dan

memproduksi kapsul-kapsul (yang dikenal dengan hydatid sand) dan kista anakan.

Selama bertahun-tahun kemudian, hydatid ini membesar dengan beberapa liter cairan

dan kista anakan yang tak terhitung jumlahnya.(12)

Pasien dengan kista multivesikular yang simpel atau belum berkompliasi

biasanya tidak bergejala. Gejala hanya timbul bila terjadi tekanan pada organ di

sekitarnya. Nyeri tumpul abdomen adalah keluhan yang paling sering ditemukan

(80%). Ikterus, demam, pruritus, nausea, dan vomitus ditemukan pada kurang dari

sepertiga pasien. Fungsi hepar ditemukan abnormal dan pembesaran hepar yang dapat

dipalpasi pada pemeriksaan fisis ditemukan pada 50% pasien, dan eosinofilia hanya

ditemukan pada 5-15% individu yang terinfeksi.(12)

Komplikasi dari kista hidatid di antaranya(7,12) :

Ruptur intrabilier, yang mengenai 5% hingga 10% kasus.

20

Page 21: Kista Hepar

Ruptur intraperitoneal, yang sangat jarang namun dapat menyebabkan

pembentukan kista baru pada rongga peritoneal.

Infeksi bakteri sekunde, yang menyebabkan pembentukan abses.

Ekstensi transdiafragmatika ke rongga pleura.

Kista hidatid berukuran besar yang menimbulkan gejala dapat ditangani

secara laparoskopik maupun dengan open surgery. Langkah-langkah manajemen

kista ini meliputi(12) :

Isolasi kista dari rongga peritoneal untuk meminimalisasi tumpahan cairan kista.

Aspirasi isi kista sedapat mungkin, dibutuhkan pengalaman yang memadai sebab

cairan dalam kista biasanya bertekanan rendah.

Instilasi agen skolekoidal ke dalam rongga kista seperti cairan saline hipertonik

maupun alkohol.

Eksisi kista hidatid dengan memisahkan kista dari hepar melalui pemisahan di

antara lapisan germinal dan adventitia.

Sebagai alternatif, kista dapat dikeluarkan melalui reseksi hepar, atau bila cukup

ekstensif, dapat dilakukan marsupialisasi dan pengisian dengan omentum.

Kista Neoplastik

Lesi kistik neoplastik hepar, jarang merupakan kistadenoma bilier primer atau

kistadenokarsinoma. Lesi ini lebih sering merupakan metastasis dari tumor kistik dari

organ lain, seperti pancreas atau ovarium, atau sekunder dari degenerasi kistik tumor

hepar solid primer atau metastatik.(11)

Kistadenoma (benigna) atau kistadenokarsinoma (maligna) hepar lebih sering

terjadi pada wanita (lebih dari 75%) dan biasanya muncul sebagai nyeri tumpul dan

rasa penuh di perut bagian atas. Lesi ini biasanya dapat didiagnosis dengan USG dan

CT scan, yang menunjukkan sebuah massa kistik dengan dinding yang tebal bertepi

rata dan septa internal. Sebuah massa solid yang berhubungan dengan dinding kista

biasanya dideskripsikan sebagai komponen maligna yang membutuhkan reseksi yang

21

Page 22: Kista Hepar

lebih radikal. Angiografi akan menunjukkan SOL yang avaskular dan bayangan

tumor pada perifer yang disebabkan oleh proyeksi dinding tumor. Tumor ini tidak

berhubungan dengan duktus biliaris, sehingga cholangiografi preoperatif tidak

memiliki nilai diagnostik.(11)

Setelah didiagnosis, sebuah lesi kistik primer hepar dengan gambaran

radiografi berupa kistadenoma harus dieksisi secara utuh walaupun tidak bergejala.

Operasi yang kurang defenitif akan menyebabkan rekurensi tumor, pembesaran, atau

infeksi, hingga dapat bertransformasi menjadi malignansi. Apabila gambaran kista

tampak benigna, kadang dapat dibuang seluruhnya dan memisahkannya dari

parenkim hepar. Dinding kista yang menebal di sekitarnya atau penyebaran pada

parenkim hepar di sekitarnya menunjukkan malignansi, dan eksisi yang lebih lebar

dengan evaluasi histologik melalui frozen section harus dipertimbangkan. Tumor ini,

seperti neoplasma kistik di tempat lain, memiliki potensi malignansi yang cukup

rendah dan jarang rekuren bila dieksisi secara adekuat.(11)

Kista Traumatik

Tipe kista hepatis ini dibentuk dari resolusi hematoma subscapular atau

intraparenkimal yang berasal dari trauma abdominal, di mana peristiwa trauma itu

sendiri dapat diingat maupun tidak diingat oleh pasien. Perdarahan di dalam parenkim

hepar dapat timbul pada trauma tumpul maupun tajam. Kista traumatic mengandung

darah, empedu, dan jaringan hepar yang nekrotik. Lapisan epithelial yang sedikit

menggambarkan bahwa sebenarnya kista traumatik adalah pseudokista. Bila riwayat

trauma tidak jelas, kista ini biasanya tidak dapat dibedakan dari kista kongenital

soliter, dan memiliki penanganan yang sama. Pembedahan dianjurkan bagi pasien

yang mengeluhkan gejala. Pada saat laparotomi, kista traumatik biasanya dapat

dibedakan dari kista congenital dengan adanya dinding yang sangat fibrotik dan

mengandung hemosiderin. Kista yang simptomatik harus dieksisi secara utuh apabila

dimungkinkan. Apabila sebagian dinding kista tidak dapat direseksi dengan mudah,

evaluasi frozen section harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak akan terjadi

22

Page 23: Kista Hepar

proses neoplastik setelahnya. Walaupun kista traumatic dapat terinfeksi sekunder,

kista ini dapat diharapkan memiliki hasil penanganan yang baik. (3,11)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Pasien dengan kista hepar tidak banyak memerlukan pemeriksaan

laboratorium. Hasil pemeriksaan faal hati seperti transaminase atau alkali fosfatase

mungkin sedikit abnormal, namun kadar bilirubin, prothrombin time (PT) dan

activated prothrombin times (APTT) biasanya berada dalam batas normal.(4,10)

Pada Polycystic Liver Disease (PCLD), dapat dijumpai abnormalitas yang

lebih banyak pada pemeriksaan fungsi faal hati, namun gagal fungsi hati jarang

dijumpai. Tes fungsi ginjal termasuk kadar urea dan kreatinin darah biasanya

abnormal. Pada tumor kistik hepar, tes fungsi hati juga dapat normal seperti pada

simple cyst namun bisa terdapat abnormalitas pada sebagian pasien.(4)

Terdapat peningkatan kadar Carbohydrate antigen (CA) 19-9 pada sebagian

pasien. Cairan kista dapat diambil untuk pemeriksaan CA 19-9 pada saat pembedahan

sebagai pemeriksaan marker untuk kistadenoma dan kistadenokarsinoma. Pasien

dengan abses hepar dapat dikenal pasti dari gejala klinis. Pada pemeriksaan darah

sering ditemukan leukositosis.(4)

Jika terdapat kista hidatid, dijumpai eosinophilia pada sekitar 40% pasien, dan

titer antibody echinococcal positif pada hampir 80% dari pasien. Pemeriksaan

immunoassay enzim (enzyme immunoassay, EIA) dapat digunakan untuk mendeteksi

antibodi spesifik untuk E. histolytica.(4)

Pemeriksaan histologik dari kista dilakukan dengan tujuan untuk

menyingkirkan kemungkinan suatu keganasan, seperti kistadenokarsinoma. Secara

histopatologik kista hepar yang benigna mengandung cairan yang bersifat serosa dan

dindingnya terdiri dari selapis sel epitel kuboidal dan stroma fibrosa yang tipis.(4)

23

Page 24: Kista Hepar

Pemeriksaan Radiologik

Sebelum tersedia modalitas pencitraan abdominal secara luas termasuk

ultrasonografi (USG) dan CT scan, kista hepar didiagnosa hanya apabila ia sudah

sangat membesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau sebagai penemuan

tidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini, pemeriksaan radiologik sering

menemukan lesi yang asimptomatik secara tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihan

pemeriksaan radiologik pada pasien dengan kista hepar, seperti USG yang bersifat

non-invasif namun cukup sensitif untuk mendeteksi kista hepar. CT scan juga sensitif

dalam mendeteksi kista hepar, dan hasilnya lebih mudah untuk diinterpretasikan

dibanding USG. MRI, nuclear medicine. scanning dan angiografi hepatik mempunyai

penggunaan yang terbatas dalam mengevaluasi kista hepar.(4,10)

Secara umum simple cysts mempunyai gambaran radiologik yang tipikal yaitu

mempunyai dinding yang tipis dengan cairan yang berdensitas rendah dan

homogenous. PCLD harus dikonfirmasi dengan USG atau CT scan dengan

menemukan kista-kista multiple pada saat evaluasi.(4,10)

Kista hidatid bisa diidentifikasi dengan ditemukannya daughter cyst yang

terkandung dalam rongga utama yang berdinding tebal. Kistadenoma dan

kistadenokarsinoma umumnya terlihat multilokuler dan mempunyai septa internal,

densitas yang heterogeneus dan dinding kista yang irregular. Tidak seperti tumor lain

pada umumnya, jarang dijumpai kalsifikasi pada kistadenoma dan

kistadenokarsinoma.(4,10)

Satu masalah yang sering ditemui dalam mengevaluasi pasien dengan lesi

kistik pada hepar adalah untuk membedakan kista neoplasma dan simple cyst. Namun

secara umum, neoplasma kistik mempunyai dinding yang tebal, irregular dan

hipervaskular, sedangkan dinding kista pada simple cyst tipis dan uniform. Simple

cyst memiliki tendensi memiliki bagian interior yang homogenous dan berdensitas

rendah, sedangkan neoplasma kistik biasanya mempunyai bagian interior yang

heterogenous dengan septasi-septasi.(4)

24

Page 25: Kista Hepar

VII. PENATALAKSANAAN

Penanganan Medikamentosa

Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non-

parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada terapi

konservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara tuntas.(4)

Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara teknis

mudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena mempunyai kadar

rekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang dikombinasikan dengan sklerosan

dengan menggunakan alkohol atau bahan lain berhasil pada sebagian pasien namun

mempunyai tingkat kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi. Sklerosis akan

berhasil hanya terjadi dekompresi sempurna dari dinding kista. Hal ini tidak mungkin

terjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak terdapat

pengobatan medikamentosa untuk PCLD dan kistadenokarsinoma.(4)

Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole dan

mebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan sebagai terapi

adjuvan dan tidak dapat menggantikan peran penanganan bedah atau pengobatan

perkutaneus dengan teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration).

Pengobatan medikamentosa dimulai 4 hari sebelum pembedahan dan dilanjutkan 1

hingga 3 bulan setelah operasi sesuai panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia

(World Health Organisation, WHO).(4)

Penanganan Operatif

Secara umum tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan seluruh

lapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan menyebabkan

terjadinya rekurensi. Secara ideal, kista direseksi keluar secara utuh tanpa melubangi

25

Page 26: Kista Hepar

kavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista akan kolaps dan ditemukan kesukaran

untuk mengenal secara pasti dan mengeluarkan lapisan epitel.(4)

1. Teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration)

Teknik PAIR untuk penanganan kista hepar dilakukan dengan dibantu oleh

USG atau CT scan yang melibatkan aspirasi isi kista melalui sebuah kanula

khusus, diikuti dengan injeksi agen yang bersifat skolisidal selama 15 menit,

kemudian isi kista direaspirasi lagi. Proses ini diulang hingga hasil aspirasi jernih.

Kista kemudian diisi dengan solusi natrium klorida yang isotonik. Tindakan ini

harus diikuti dengan pengobatan perioperatif dengan obat benzimodazole 4 hari

sebelum tindakan hingga 1-3 bulan setelah tindakan.

2. Marsupialisasi (dekapitasi)

Dekapitasi atau unroofing kista dilakukan dengan cara mengeksisi bagian

dari dinding kista yang melewati permukaan hepar. Eksisi seperti ini menghasilkan

permukaan kista yang lebih dangkal pada bagian kista yang tertinggal hingga

cairan yang disekresi oleh epitel yang masih tertinggal merembes kedalam rongga

peritoneal dimana ia diabsorbsi. Sisa epitel dapat juga diablasi dengan

menggunakan sinar koagulator argon atau elektrokauter. Sebelumnya penanganan

kista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi (open unroofing) namun seiring

dengan perkembangan alat dan teknik, ia bisa dilakukan secara laparoskopik.(13)

26

Page 27: Kista Hepar

Gambar 11. Liver Fenestration(13)

Dari hasil penelitian yang dijalankan, didapatkan bahwa unroofing kista

secara laparoskopik mempunyai tingkat morbiditas yang rendah, waktu reokupasi

yang lebih singkat dan bisa kembali ke aktivitas normal lebih cepat dibandingkan

open unroofing secara laparotomi. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi

terjadi rekurensi dengan teknik ini adalah deroofing yang adekuat, kista yang

terletak dalam atau berada di segmen posterior dari hepar, penggunaan sinar argon

untuk sisa epitel dinding kista, tindakan omentoplasty untuk cavitas residual, dan

tindakan laparoskopi atau laparotomi yang pernah dilakukan sebelumnya yang

menyebabkan timbulnya jaringan fibrosis di hepar.(13)

3. Reseksi Hepar dan Tranplantasi Hati

Prosedur yang lebih radikal seperti reseksi hepar dan transplantasi hati telah

digunakan dalam penanganan kista hepar non-parasitik. Walaupun prosedur ini

bisa mendapatkan hasil terbaik dari segi kadar rekurensi yang sangat rendah,

namun ia mempunyai kadar morbiditas yang tinggi, yang mungkin tidak dapat

diterima untuk suatu penyakit yang benigna. Penelitian Martin dkk. menemukan

kadar morbiditas 50% pada 16 pasien yang menjalani prosedur reseksi hepar untuk

penanganan kista hepar non-parasitik. Di antara komplikasi yang terjadi pada

tindakan reseksi hepar, termasuk infeksi paru-paru, efusi pleura, infeksi pada luka

operasi, drainase cairan peritoneal dan empedu yang lama dan hematoma

subphrenikus.(4)

Tranplantasi hepar diindikasikan untuk penyakit polikistik dengan simptom

yang menetap setelah pendekatan terapeutik medikamentosa dan operatif yang lain

gagal, atau pada keadaan gagal ginjal.(4,11)

Reseksi hepar layak untuk diaplikasikan pada pasien dengan kista multipel

yang rekuren atau terdapat kemungkinan suatu tumor kistik hepar. Anatomi

27

Page 28: Kista Hepar

segmental hepar yang pertama dijelaskan oleh Couinaud pada tahun 1957

membagi hepar menjadi delapan segmen dimana setiap segmen mempunyai

cabang arteri hepatikum, vena porta dan traktus biliaris yang tersendiri. Hal ini

memungkinkan untuk mereseksi setiap segmen ini secara individual apabila

diperlukan, dan mengurangi pemotongan tidak perlu dari jaringan hepar yang

normal. Kehilangan darah bisa dikurangi dengan menggunakan teknik oklusi

vaskular (manoeuvre Pringle).(4,11)

Tujuan dari teknik oklusi vaskular adalah untuk mereseksi hepar dengan

perdarahan seminimal mungkin. Penting untuk diperhatikan bahwa dibutuhkan

fungsi hepar residual yang cukup setelah dilakukan reseksi, untuk mencegah

insufisiensi hepatik post-operatif. Kehilangan darah yang banyak diasosiasikan

dengan peningkatan morbiditas peri-operatif.(9)

Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mereseksi segmen hepar secara

keseluruhan. Walaupun pemisah antarsegmen tidak dapat terlihat melalui

permukaan hepar, segmen dapat diidentifikasi dengan melakukan oklusi terhadap

aliran inflow terhadap segmen yang dituju, maka akan terjadi iskemik dan akan

terlihat pembagian fungsional hepar dari permukaan.(9)

28

Page 29: Kista Hepar

Gambar 12. Segmentasi hepar menurut Couinaud(9)

Glisson’s capsule diketahui merupakan kondensasi dari fascia yang

mengelilingi cabang biliovaskular hepar. Couinaud menerangkan bahwa fascia ini

berlanjut dari parenkim hepar hingga segmentasi hepar. Implikasi operatifnya

adalah, apabila suplai dari segmen individual dilakukan dari dalam hepar, ligasi

dari fascia ini akan menyebabkan devaskularisasi segmen. Teknik ini kemudian

dipermudah dengan penggunaan stapler.(9)

Beberapa insisi abdominal dapat digunakan untuk reseksi hepar. Insisi

subkostal bilateral memberikan akses yang baik dan biasanya dilakukan dengan

memperluas insisi eksploratif subkostal kanan untuk menjamin tidak terdapat

penyakit peritoneal yang tidak diharapkan. Ekstensi ke arah atas hingga tepi bawah

sternum (insisi Mercedes-Benz) juga dapat dilakukan untuk mendapatkan akses

yang lebih lebar.(9)

Setelah dilakukan laparotomi eksplorasi, hepar dimobilisasi dari peritoneal.

Ligamentum falciforme dipisahkan dengan perhatian khusus pada identifikasi

29

Page 30: Kista Hepar

lokasi dimana vena hepatika memasuki vena cava inferior. Ligamentum koronaria

dekstra, dipisahkan untuk mobilisasis lobus kanan hepar. Ligamentum triangulare

sinistra dipisahkan untuk mobilisasi lobus kiri hepar.(9)

VIII. PROGNOSIS

Pasien dengan kista non-parasitik yang menjalani teknik dekapitasi kista

secara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar penyembuhan lebih

dari 90%, sedangkan pada pasien dengan PCLD (Policystic Liver Disease)

mempunyai presentase kesembuhan yang lebih rendah dengan teknik yang sama.

Penanganan yang paling efisien untuk PCLD dan kista neoplastik adalah dengan

reseksi hepar, sedangkan efisiensi penanganan kista hidatid dengan teknik PAIR

berbanding penganan operatif lain masih kontroversial.(10,11,12)

30

Page 31: Kista Hepar

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, VC., McKay RJ., Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. Liver and

bile ducts. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 2007. h.1131-2.

2. Doherty, GM., Way, LW. Current surgical diagnosis & treatment 11 th ed. Benign

tumor & cysts of the liver. India : McGraw-Hill. 1994. h.576-7.

3. Norton, JA., et al. Essential practice ofsurgery : basic science and clinical evidence.

Liver. New York : Springer-Verlag. 2003. h.235-41.

4. McPhee, SJ., Lingappa, VR., Ganong, WF. Pathophysiology of disease : an

introduction to clinical medicine 4th ed. New York : Lange Medical Books/McGraw-

Hill. 2003. h. 380-92.

5. Netter. The Human Body Atlas of Netter [e-book]

6. Moore, KL., Agur, AM. Anatomi klinis dasar. Abdomen. Editors : Vivi S. & Virgi S.

Jakarta : Hipokrates. 2002. h. 117-25.

7. Schwartz, SI., et al. Principles of surgery 7th ed. Liver. New York : McGraw-Hill.

1999. h. 1395-405.

8. Smithuis, R. Liver : segmental anatomy [online]. 2006 [dikutip April 2010]. Tersedia

pada URL http://www.radiologyassistant.nl/en/4375bb8dc241d

9. Heriot AG., Karanjia ND. A review of techniques for liver resection [online]. 2002

[dikutip April 2010]. Tersedia pada URL http://www.rsmpress.co.uk/arcsam.pdf

10. Jackson, HH., Mulvihill, SJ. Hepatic cyst [online]. September 2009 [dikutip April

2010]. Tersedia pada URL http://emedicine.medscape.com/article/190818-overview

11. Cady, B. The surgical clinics of north America vol. 69 : Liver surgery. Management

of cystic disease of the liver. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 1989. h. 285-

95.

12. Debas, HT. Gastrointestinal surgery : pathophysiology and management. Liver cyst.

San Fransisco : Springer-Verlag. 2004. h.180-1.

31

Page 32: Kista Hepar

13. Chan. CY., Tan CHJ., Chew, SP, Teh CH. Laparoscopic fenestration of a simple

hepatic cyst [online]. 2001 [dikutip April 2010]. Tersedia pada URL

http://www.pkdiet.com/pdf/liver%20lapRx.pdf

32