kisah sahabat nabi

29
Kisah Sahabat Nabi: Mush'ab bin Umair, Duta Islam yang Pertama Selasa, 23 Agustus 2011 15:56 WIB REPUBLIKA.CO.ID, Mush'ab bin Umair salah seorang diantara para sahabat Nabi. Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan. Para ahli sejarah melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai nama paling harum." Mush'ab lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Makkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sebagaimana yang dialami Mush'ab bin Umair. Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Makkah dan menjadi bintang di tempat- tempat pertemuan, akan meningkat menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan? Suatu hari, anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Makkah mengenai Muhammad Al-Amin, yang mengatakan dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai dai yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa. Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam. Maka pada suatu senja, didorong oleh kerinduannya, pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah SAW sering berkumpul dengan para sahabatnya, mengajarkan mereka ayat-ayat Alquran dan mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang Maha Akbar. Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya. Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, adalah seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat, Ia wanita yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush'ab memeluk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri. Bahkan walau seluruh penduduk Makkah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya, bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.

Upload: fitri-sachii

Post on 24-Jul-2015

106 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kisah Sahabat Nabi

Kisah Sahabat Nabi: Mush'ab bin Umair, Duta Islam yang Pertama

Selasa, 23 Agustus 2011 15:56 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Mush'ab bin Umair salah seorang diantara para sahabat Nabi. Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan. Para ahli sejarah melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai nama paling harum."

Mush'ab lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Makkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sebagaimana yang dialami Mush'ab bin Umair.

Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Makkah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan?

Suatu hari, anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Makkah mengenai Muhammad Al-Amin, yang mengatakan dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai dai yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.

Maka pada suatu senja, didorong oleh kerinduannya, pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah SAW sering berkumpul dengan para sahabatnya, mengajarkan mereka ayat-ayat Alquran dan mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang Maha Akbar.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya.

Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, adalah seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat, Ia wanita yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush'ab memeluk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri.

Bahkan walau seluruh penduduk Makkah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya, bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.

Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majelis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.

Tetapi di kota Makkah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak. Kebetulan seorang yang bernama Utsman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad SAW. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Makkah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat Alquran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketakwaan.

Page 2: Kisah Sahabat Nabi

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai, ketika melihat cahaya yang membuat wajah putranya berseri cemerlang itu kian berwibawa. Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab tak jadi menyakiti putranya. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya dengan rapat.

Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habasyah. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lalu pergi ke Habasyah melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muslimin, lalu pulang ke Makkah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para sahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.

Pada Suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah SAW. Demi memandang Mush'ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka—pakaiannya sebelum masuk Islam—tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia, seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya."

Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush'ab. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.

Mush'ab memikul amant itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Mush'ab memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah diterapkan. Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaknya mengikuti pola hidup Rasulullah SAW yang diimaninya yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka. Demikianlah duta Rasulullah yang pertama itu telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya.

Dalam Perang Uhud, Mush'ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Page 3: Kisah Sahabat Nabi

Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.

Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.

Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!"

Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, "Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah."

Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada, kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!"

Kemudian sambil berpaling ke arah sahabat yang masih hidup, Rasulullah bersabda, "Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya."

Kisah Sahabat Nabi: Ja’far bin Abu Thalib, Si Burung Surga

Selasa, 02 Agustus 2011 21:06 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim masuk Islam sejak awal dan sempat mengikuti hijrah ke Habasyah. Ia malah sempat mendakwahkan Islam di daerah itu.

Dalam Perang Muktah, ia diserahi tugas menjadi pemegang bendera Islam. Setelah tangan kanannya terpotong dia memegang bendera dengan tangan kiri. Namun tangan kirinya juga terpotong, sehingga dia memegang bendera itu dengan dadanya. Akhirnya, ia mati syahid dengan tubuh penuh luka dan sayatan pedang.

Di kalangan Bani Abdi Manaf ada lima orang yang sangat mirip dengan Rasulullah SAW, sehingga seringkali orang salah menerka. Mereka itu adalah Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthallib, sepupu sekaligus saudara sesusuan beliau. Qutsam Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib, sepupu Nabi. Saib bin Ubaid bin Abdi Yazin bin Hasyim. Ja’far bin Abu Thalib, saudara Ali bin Abu Thalib. Dan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan Ja'far bin Abu Thalib adalah orang yang paling mirip dengan Nabi SAW di antara mereka berlima.

Ja’far dan istrinya, Asma’ bin Umais, bergabung dalam barisan kaum Muslimin sejak dari awal. Keduanya menyatakan Islam di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum Rasulullah SAW masuk ke rumah Al-Arqam.

Pasangan suami istri Bani Hasyim yang muda belia ini tidak luput pula dari penyiksaan kaum kafir Quraisy, sebagaimana yang diderita kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam. Namun mereka bersabar menerima segala cobaan yang menimpa.

Namun yang merisaukan mereka berdua adalah kaum Quraisy membatasi geraknya untuk menegakkan syiar Islam dan melarangnya untuk merasakan kelezatan ibadah. Maka Ja’far bin Abu Thalib beserta istrinya memohon izin kepada Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama-sama dengan para sahabat lainnya.

Page 4: Kisah Sahabat Nabi

Rasulullah SAW pun mengizinkan.

Ja'far pun menjadi pemimpin kaum Muslimin yang berangkat ke Habasyah. Mereka merasa lega, bahwa Raja Habasyah (Najasyi) adalah orang yang adil dan saleh. Di Habasyah, kaum Muslimin dapat menikmati kemanisan agama yang mereka anut, bebas dari rasa cemas dan ketakutan yang mengganggu dan yang menyebabkan mereka hijrah.

Ja’far bin Abu Thalib beserta istri tinggal dengan aman dan tenang dalam perlindungan Najasyi yang ramah tamah itu selama sepuluh tahun.

Pada tahun ke-7 Hijriyah, kedua suami istri itu meninggalkan Habasyah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kebetulan Rasulullah SAW baru saja pulang dari Khaibar. Beliau sangat gembira bertemu dengan Ja’far sehingga karena kegembiraannya beliau berkata, "Aku tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah karena kemenangan di Khaibar atau karena kedatangan Ja’far?"

Begitu pula kaum Muslimin umumnya, terlebih fakir miskin, mereka juga bergembira dengan kedatangan Ja’far. Ia adalah sosok yang sangat penyantun dan banyak membela golongan dhuafa, sehingga digelari Abil Masakin (bapak orang-orang miskin).

Abu Hurairah bercerita tentang Ja’far, "Orang yang paling baik kepada kami (golongan orang-orang miskin) ialah Ja’far bin Abu Thalib. Dia sering mengajak kami makan di rumahnya, lalu kami makan apa yang ada. Bila makanannya sudah habis, diberikannya kepada kami pancinya, lalu kami habiskan sampai dengan kerak-keraknya."

Belum begitu lama Ja’far tinggal di Madinah, pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan.

Rasulullah berpesan, "Jika Zaid tewas atau cidera, komandan digantikan Ja’far bin Abi Thalib. Seandainya Ja’far tewas atau cidera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila Abdullah bin Rawahah cidera atau gugur pula, hendaklah kaum muslmin memilih pemimpin/komandan di antara mereka."

Setelah pasukan sampai di Muktah, yaitu sebuah kota dekat Syam dalam wilayah Yordania, mereka mendapati tentara Romawi telah siap menyambut dengan kekuatan 100.000 pasukan inti yang terlatih, berpengalaman, dan membawa persenjataan lengkap. Pasukan mereka juga terdiri dari 100.000 milisi Nasrani Arab dari kabilah-kabilah Lakham, Judzam, Qudha’ah, dan lain-lain. Sementara, tentara kaum Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah hanya berkekuatan 3.000 tentara.

Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang itu berhadap-hadapanan, pertempuran segera berkobar dengan hebatnya. Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid ketika dia dan tentaranya sedang maju menyerbu ke tengah-tengah musuh.

Melihat Zaid jatuh, Ja’far segera melompat dari punggung kudanya, kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya. Dia maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya. Akhirnya musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya.

Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat. Suatu ketika tangan kanannya terkena sabetan musuh sehingga buntung. Maka dipegangnya bendera komando dengan tangan kirinya.

Tangan kirinya putus pula terkena sabetan pedang musuh. Dia tidak gentar dan putus asa. Dipeluknya bendera komando ke dadanya dengan kedua lengan yang masih utuh. Namun tidak berapa lama kemudian, kedua lengannya tinggal sepertiga saja dibuntung musuh. Ja'far pun syahid menyusul Zaid.

Secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera komando dari komando Ja’far bin Abu Thalib. Pimpinan kini berada di tangan Abdullah bin Rawahah, sehingga akhirnya dia gugur pula sebagai syahid, menyusul kedua

Page 5: Kisah Sahabat Nabi

sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu.

Rasulullah SAW sangat sedih mendapat berita ketiga panglimanya gugur di medan tempur. Beliau pergi ke rumah Ja’far, didapatinya Asma’, istri Ja’far, sedang bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.

Asma’ bercerita, "Ketika Rasulullah mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas, tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku takut mendengar berita buruk. Beliau memberi salam dan menanyakan anak-anak kami. Beliau menanyakan mana anak-anak Ja’far, suruh mereka ke sini.”

Asma' kemudian memanggil mereka semua dan disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja'far berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan beliau. Mereka berebutan untuk bersalaman kepada Rasulullah. Beliau menengkurapkan mukanya kepada anak-anak sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata beliau mengalir membasahi pipi mereka.

Asma' bertanya, "Ya Rasulullah, demi Allah, mengapa anda menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua sahabatnya?"

Beliau menjawab, "Ya, mereka telah syahid hari ini."

Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka diam terpaku di tempat masing-masing, seolah-olah seekor burung sedang bertengger di kepala mereka.

Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya, "Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya... Ya Allah, gantilah Ja’far bagi istrinya."

Kemudian beliau bersabda, "Aku melihat, sungguh Ja’far berada di surga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah dan bertanda di kakinya."

Kisah Sahabat Nabi: Habib bin Zaid, Keteguhan Hati Pembela Rasul

Rabu, 27 Juli 2011 16:01 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Habib bin Zaid dibesarkan dalam sebuah rumah yang penuh keharuman iman di setiap sudutnya, di lingkungan keluarga yang melambangkan pengorbanan.

Ayah Habib, Zaid bin Ashim, adalah salah seorang dari rombongan Yatsrib yang pertama-tama masuk Islam. Zaid termasuk Kelompok 70 orang yang melakukan baiat dengan Rasulullah di Aqabah. Bersama Zaid bin Ashim turut pula di baiat istri dan dua orang putranya.

Ibu Habib, Ummu Amarah Nasibah Al-Maziniyah, merupakan wanita pertama yang memanggul senjata untuk mempertahankan agama Allah dan membela Nabi Muhammad SAW.

Saudaranya, Abdullah bin Zaid, adalah pemuda yang mempertaruhkan lehernya sebagai tebusan dalam Perang Uhud, untuk melindungi Rasul yang mulia. Tak heran jika Rasulullah berdoa bagi keluarga tersebut, "Semoga Allah melimpahkan barakah dan rahmat-Nya bagi kalian sekeluarga."

Cahaya iman telah menyinari hati Habib bin Zaid sejak dia masih muda belia, sehingga melekat kokoh di hatinya. Allah telah menakdirkannya bersama-sama ibu, bapak, bibi, dan saudaranya pergi ke Makkah, turun beserta Kelompok 70 untuk melakukan baiat dengan Rasulullah SAW dan melukis sejarah.

Habib bin Zaid mengulurkan tangannya yang kecil kepada Rasulullah sambil mengucapkan sumpah setia pada malam gelap gulita di Aqabah. Maka sejak hari itu, dia lebih mencintai Rasulullah daripada ayah bundanya sendiri. Dan Islam lebih mahal baginya daripada dirinya sendiri.

Page 6: Kisah Sahabat Nabi

Habib bin Zaid tidak turut berperang dalam Perang Badar, karena ketika itu dia masih kecil. Begitu pula dalam Perang Uhud, dia belum memperoleh kehormatan untuk ikut ambil bagian, karena dia belum kuat memanggul senjata. Tetapi setelah kedua peperangan itu, dia selalu ikut berperang mengikuti Rasulullah SAW, dan bertugas sebagai pemegang bendera perang yang dibanggakan.

Pengalaman-pengalaman perang yang dialami Habib bagaimana pun besar dan mengejutkannya, pada hakikatnya tiada lain ialah merupakan proses mematangkan mental Habib untuk menghadapi peristiwa yang sungguh mengguncangkan hati, seperti terguncangnya miliaran kaum Muslimin sejak masa kenabian hingga masa kita sekarang.

Pada tahun ke-9 Hijriyah, tiang-tiang Islam telah kuat tertancap dalam di Jazirah Arab. Jamaah dari seluruh pelosok Arab berdatangan ke Yatsrib menemui Rasulullah SAW, masuk Islam di hadapan beliau, dan berjanji (baiat) patuh dan setia.

Di antara mereka terdapat pula rombongan Bani Hanifah dari Najd. Mereka menambatkan unta-untanya di pinggir kota Madinah, dijaga oleh beberapa orang kawannya. Seorang di antara penjaga ini bernama Musailamah bin Habib Al-Hanafy. Para utusan yang tidak bertugas menjaga kendaraan, pergi menghadap Rasulullah SAW. Di hadapan beliau mereka menyatakan masuk Islam beserta kaumnya. Rasulullah menyambut kedatangan mereka dengan hormat dan ramah tamah. Bahkan beliau memerintahkan supaya memberi hadiah bagi mereka dan bagi kawan-kawannya yang tidak turut hadir, karena bertugas menjaga kendaraan.

Tidak berapa lama setelah para utusan Bani Hanifah ini sampai di kampung mereka, Najd, Musailamah bin Habib Al-Hanafy murtad dari Islam. Dia berpidato di hadapan orang banyak menyatakan dirinya Nabi dan Rasul Allah. Dia mengatakan bahwa Allah mengutusnya menjadi Nabi untuk Bani Hanifah, sebagaimana Allah mengutus Muhammad bin Abdullah untuk kaum Quraisy. Bani Hanifah menerima pernyataan Musailamah tersebut dengan berbagai alasan. Tetapi yang terpenting di antaranya ialah karena fanatik kesukuan.

Seorang dari pendukungnya berkata, "Saya mengakui sungguh Muhammad itu benar dan Musailamah sungguh bohong. Tetapi kebohongan orang Rabi’ah (Musailamah) lebih saya sukai dari pada kebenaran orang Mudhar (Muhammad)."

Tatkala pengikut Musailamah bertambah banyak dan kuat, dia mengirim surat kepada Rasulullah: "Teriring salam untuk Anda. Adapun sesudah itu... Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi sekutu Anda. Separuh bumi ini adalah untuk kami, dan separuh lagi untuk kaum Quraisy. Tetapi kaum Quraisy berbuat keterlaluan."

Surat tersebut diantar oleh dua orang utusan Musailamah kepada Rasulullah SAW. Selesai membaca surat itu, Rasulullah bertanya kepada keduanya, “Bagaimana pendapat kalian (mengenai pernyataan Musailamah ini)?"

"Kami sependapat dengan Musilamah!" jawab mereka ketus.

Rasulullah bersabda, "Demi Allah, seandainya tidak dilarang membunuh para utusan, sesungguhnya kupenggal leher kalian."

Rasulullah membalas surat Musailamah sebagai berikut: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah pembohong. Keselamatan hanyalah bagi siapa yang mengikuti petunjuk (yang benar). Adapun sesudah itu... Sesungguhnya bumi ini adalah milik Allah, Dialah yang berhak mewariskannya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendakinya.Kemenangan adalah bagi orang-orang yang takwa."

Surat balasan tersebut dikirimkan melalui kedua utusan Musailamah. Musailamah bertambah jahat, dan kejahatannya semakin meluas. Rasulullah mengirim surat lagi kepada Musailamah, memperingatkan supaya dia menghentikan segala kegiatannya yang menyesatkan itu. Beliau menunjuk Habib bin Zaid, untuk mengantarkan surat tersebut kepada Musailamah. Ketika itu Habib masih muda belia. Tetapi dia pemuda mukmin yang beriman kuat, dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

Habib bin Zaid berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan Rasulullah kepadanya dengan penuh semangat,

Page 7: Kisah Sahabat Nabi

tanpa merasa lelah dan membuang-buang waktu. Akhirnya sampailah dia ke perkampungan Najd. Maka diberikannya surat Rasulullah itu langsung kepada Musailamah.

Ketika membaca surat tersebut, dada Musailamah turun naik karena iri dan dengki. Mukanya memerah disaput kemurkaan. Lalu diperintahkannya kepada pengawal supaya mengikat Habib bin Zaid.

Keesokan harinya, Musailamah muncul di majelisnya diiringkan para pembesar dan pengikutnya. Dia menyatakan majelis terbuka untuk orang banyak. Ia kemudian memerintahkan agar Habib bin Zaid diseret ke hadapannya. Habib masuk ke dalam majelis dalam keadaan terbelenggu, dan berjalan tertatih-tatih karena beratnya belenggu yang dibawanya.

Habib bin Zaid berdiri di tengah-tengah orang banyak dengan kepala tegak, kokoh dan kuat.

Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah kamu mengaku Muhammad itu Rasulullah?"

“Ya, benar! Aku mengakui Muhammad sesungguhnya Rasulullah!” jawab Habib tegas.

Musailamah terdiam karena marah. “Apakah kamu mengakui, aku sebagai Rasulullah?" tanya Musailamah lagi.

Habib bin Zaid menjawab dengan nada menghina dan menyakitkan hati. "Agaknya telingaku tuli. Aku tidak pernah mendengar yang begitu."

Wajah Musailamah berubah. Bibirnya gemeretak karena marah. Lalu katanya kepada algojo, "Potong tubuhnya sepotong!"

Algojo menghampiri Habib bin Zaid, lalu dipotongnya bagian tubuh Habib, dan potongan itu menggelinding di tanah.

Musailamah bertanya kembali, "Apakah kamu mengakui Muhammad itu Rasulullah?"

Jawab Habib, "Ya, aku mengakui sesungguhnya Muhammad Rasulullah!”

"Apakah kamu mengakui aku Rasulullah?"

"Telah kukatakan kepadamu, telingaku tuli mendengar ucapanmu itu!"

Musailamah kembali menyuruh algojo memotong bagian lain tubuh Habib, dan potongannya jatuh di dekat potongan yang pertama. Orang banyak terbelalak melihat keteguhan hati Habib yang nekat menentang sang nabi palsu.

Musailamah terus bertanya, dan algojo terus pula memotong-motong tubuh Habib berkali-kali sesuai dengan perintah Musailamah. Walaupun begitu, bibir Habib tetap berujar, "Aku mengakui sesungguhnya Muhammad Rasulullah!"

Separuh tubuh Habib telah terpotong-potong dan potongannya berserakan di tanah. Separuhnya lagi bagaikan onggokan daging yang bicara. Akhirnya, jiwa Habib melayang menemui Tuhannya. Kedua bibirnya senantiasa mengucapkan bahwa ia hanya mengakuai Muhammad SAW—yang telah ia baiat pada malam Aqabah—sebagai Rasulullah.

Setelah berita kematian Habib bin Zaid disampaikan orang kepada ibunya, Nasibah bin Maziniyah, ia hanya berucap, "Seperti itu pulalah aku harus membuat perhitungan dengan Musailamah Al-Kadzdzab. Dan kepada Allah jua aku berserah diri. Anakku Habib bin Zaid telah bersumpah setia dengan Rasulullah SAW sejak kecil. Sumpah itu dipenuhinya ketika dia muda belia. Seandainya Allah memungkinkanku, akan kusuruh anak-anak perempuan Musailamah menampar pipi bapaknya."

Beberapa lama kemudian, setelah kematian Habib bin Zaid, tibalah hari yang dinanti-nantikan Nasibah. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengerahkan kaum Muslimin memerangi nabi-nabi palsu, termasuk Musailamah Al-

Page 8: Kisah Sahabat Nabi

Kadzdzab. Kaum Muslimin berangkat untuk memerangi Musailamah. Dalam pasukan itu terdapat Nasibah Al-Maziniyah dan putranya, Abdullah bin Zaid.

Ketika perang di Yamamah itu telah berkecamuk, Nasibah membelah barisan demi barisan musuh bagaikan seekor singa, sambil berteriak, "Di mana musuh Allah itu, tunjukkan kepadaku!"

Ketika Nasibah menemukan Musailamah, sang nabi palsu ternyata telah pulang ke akhirat, tewas tersungkur di medan pertempuran tubuh bermandi darahnya sendiri. Tidak lama kemudian, Nasibah pun gugur sebagai syahidah.

Salman al-Farisy pencari kebenaran

Sesungguhnya sesiapa yang mencari kebenaran, pasti akan menemuinya. Kisah ini adalah kisah benar pengalaman seorang manusia mencari agama yang benar (hak), iaitu pengalaman Salman Al Farisy

Marilah kita semak Salman menceritakan pengalamannya selama mengembara mencari agama yang hak itu. Dengan ingatannya yang kuat, ceritanya lebih lengkap, terperinci dan lebih terpercaya. seorang sahabat Rasulullah saw.

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma berkata, "Salman al-Farisi Radhiyallahu 'Anhu menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Kata Salman, "Saya pemuda Parsi, penduduk kota Isfahan, berasal dari desa Jayyan. Bapaku pemimpin Desa. Orang terkaya dan berkedudukan tinggi di situ. Aku adalah insan yang paling disayangi ayah sejak dilahirkan. Kasih sayang beliau semakin bertambah seiring dengan peningkatan usiaku, sehingga kerana teramat sayang, aku dijaga di rumah seperti anak gadis.

Aku mengabdikan diri dalam Agama Majusi (yang dianut ayah dan bangsaku). Aku ditugaskan untuk menjaga api penyembahan kami supaya api tersebut sentiasa menyala.

Ayahku memiliki kebun yang luas, dengan hasil yang banyak Kerana itu beliau menetap di sana untuk mengawasi dan memungut hasilnya. Pada suatu hari bapa pulang ke desa untuk menyelesaikan suatu urusan penting. Beliau berkata kepadaku, "Hai anakku! Bapa sekarang sangat sibuk. Kerana itu pergilah engkau mengurus kebun kita hari ini menggantikan Bapa.''

Aku pergi ke kebun kami. Dalam perjalanan ke sana aku melalui sebuah gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka sedang sembahyang. Suara itu sangat menarik perhatianku.

Sebenarnya aku belum mengerti apa-apa tentang agama Nasrani dan agama-agama lain. Kerana selama ini aku dikurung bapa di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapapun. Maka ketika aku mendengar suara mereka, aku tertarik untuk masuk ke gereja itu dan mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Aku kagum dengan cara mereka bersembahyang dan ingin menyertainya.

Kataku, "Demi Allah! ini lebih bagus daripada agama kami."Aku tidak berganjak dari gereja itu sehinggalah petang. Sehingga aku terlupa untuk ke kebun.

Aku bertanya kepada mereka, "Dari mana asal agama ini?"

"Dari Syam (Syria)," jawab mereka.

Setelah hari senja, barulah aku pulang. Bapa bertanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau kepadaku.

Page 9: Kisah Sahabat Nabi

Jawabku, "Wahai, Bapa! Aku bertemu dengan orang sedang sembahyang di gereja. Aku kagum melihat mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang sembahyang seperti itu. Kerana itu aku berada di gereja mereka sampai petang."

Bapa menasihati akan perbuatanku itu. Katanya, "Hai, anakku! Agama Nasrani itu bukan agama yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu (Majusi) lebih baik dari agama Nasrani itu!"

Jawabku, "Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah yang lebih baik dari agama kita."

Bapa khuatir dengan ucapanku itu. Dia takut kalau aku murtad dari agama Majusi yang kami anuti. Kerana itu dia mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai.

Ketika aku beroleh kesempatan, kukirim surat kepada orang-orang Nasrani minta tolong kepada mereka untuk memaklumkan kepadaku andai ada kafilah yang akan ke Syam supaya memberitahu kepadaku. Tidak berapa lama kemudian, datang kepada mereka satu kafilah yang hendak pergi ke Syam. Mereka memberitahu kepadaku.

Maka aku berusaha untuk membebaskan diri daripada rantai yang membelengu diriku dan melarikan diri bersama kafilah tersebut ke Syam.

Sampai di sana aku bertanya kepada mereka, "Siapa kepala agama Nasrani di sini?"

"Uskup yang menjaga "jawab mereka.

Aku pergi menemui Uskup seraya berkata kepadanya, "Aku tertarik masuk agama Nasrani. Aku bersedia menadi pelayan anda sambil belajar agama dan sembahyang bersama-sama anda."

'Masuklah!" kata Uskup.

Aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai pelayan.

Setelah beberapa lama aku berbakti kepadanya, tahulah aku Uskup itu orang jahat. Dia menganjurkan jama'ahnya bersedekah dan mendorong umatnya beramal pahala. Bila sedekah mereka telah terkumpul, disimpannya saja dalam perbendaharaannya dan tidak dibahagi-bahagikannya kepada fakir miskin sehingga kekayaannya telah berkumpul sebanyak tujuh peti emas.

Aku sangat membencinya kerana perbuatannya yang mengambil kesempatan untuk mengumpul harta dengan duit sedekah kaumnya. tidak lama kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul hendak menguburkannya.

Aku berkata kepada mereka, 'Pendeta kalian ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah dan digembirakannya kalian dengan pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan sedekah kepadanya disimpannya saja untuk dirinya, tidak satupun yang diberikannya kepada fakir miskin."

Tanya mereka, "Bagaimana kamu tahu demikian?"

Jawabku, "Akan kutunjukkan kepada kalian simpanannya."

Kata mereka, "Ya, tunjukkanlah kepada kami!"

Maka kuperlihatkan kepada mereka simpanannya yang terdiri dan tujuh peti, penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata, "Demi Allah! Jangan dikuburkan dia!"

Page 10: Kisah Sahabat Nabi

Lalu mereka salib jenazah uskup itu, kemudian mereka lempari dengan batu. Sesudah itu mereka angkat pendeta lain sebagai penggantinya. Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah kulihat orang yang lebih zuhud daripadanya. Dia sangat membenci dunia tetapi sangat cinta kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Kerana itu aku sangat menyukainya, dan lama tinggal bersamanya.

Ketika ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, "Wahai guru! Kepada siapa guru mempercayakanku seandainya guru meninggal. Dan dengan siapa aku harus berguru sepeninggalan guru?"

Jawabnya, "Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang pendeta di Mosul, yang belum merubah dan menukar-nukar ajaran-ajaran agama yang murni. Hubungi dia di sana!"

Maka tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di Mosul. Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah meninggal itu.

Kata pendeta Mosul, "Tinggallah bersama saya."

Aku tinggal bersamanya. Ternyata dia pendeta yang baik. Ketika dia hampir meninggal, aku berkata kepada nya, "Sebagaimana guru ketahui, mungkin ajal guru sudah dekat. Kepada siapa guru mempercayai seandainya guru sudah tiada?"

Jawabnya, "Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang pendeta di Nasibin. Hubungilah dia!"

Ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di Nasibin. Kepadanya kuceritakan pengalamanku serta pesan pendeta Mosul.

Kata pendeta Nasibin, "Tinggallah bersama kami!"

Setelah aku tinggal di sana, ternyata pendeta Nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan belajar dengannya sehinggalah beliau wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu perihalku maka kepada siapa harusku berguru seandainya guru meninggal?"

Jawabnya, "Hai, anakku! Aku tidak tahu lagi pendeta yang masih memegang teguh agamanya, kecuali seorang pendeta yang tinggal di Amuria. Hubungilah dia!"

Aku pergi menghubungi pendeta di Amuria itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku.

Katanya, "Tinggallah bersama kami!

Dengan petunjuknya, aku tinggal di sana sambil mengembala kambing dan sapi. Setelah guruku sudah dekat pula ajalnya, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu urusanku. Maka kepada siapakah lagi aku akan anda percayai seandainya guru meninggal dan apakah yang harus kuperbuat?"

Katanya, "Hai, anakku! Setahuku tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berpegang teguh dengan agama yang murni seperti kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah Arab akan muncul seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Nabi Ibrahim.

Kemudian dia akan berpindah ke negeri yang banyak pohon kurma di sana, terletak antara dua bukit berbatu hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mahu menerima dan memakan hadiah, tetapi tidak mahu menerima dan memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia!"

Page 11: Kisah Sahabat Nabi

Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu segerombolan saudagar Arab dan kabilah "Kalb" lewat di sana. Aku berkata kepada mereka, "Jika kalian mahu membawaku ke negeri Arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan kambing-kambingku."

Jawab mereka, "Baiklah! Kami bawa engkau ke sana."

Maka kuberikan kepada mereka sapi dan kambing peliharaanku semuanya. Aku dibawanya bersama-sama mereka. Sesampainya kami di Wadil Qura aku ditipu oleh mereka. Aku dijual kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan Yahudi itu dan berkhidmat kepadanya sebagai hamba. Pada suatu hari anak saudara majikanku datang mengunjunginya, iaitu Yahudi Bani Quraizhah, lalu aku dibelinya daripada majikanku.

Aku berpindah ke Yastrib dengan majikanku yang baru ini. Di sana aku melihat banyak pohon kurma seperti yang diceritakan guruku, Pendeta Amuria. Aku yakin itulah kota yang dimaksud guruku itu. Aku tinggal di kota itu bersama majikanku yang baru.

Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah muncul. Tetapi baginda masih berada di Makkah menyeru kaumnya. Namun begitu aku belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da'wah yang baginda sebarkan kerana aku terlalu sibuk dengan tugasku sebagai hamba.

Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah saw. berpindah ke Yastrib. Demi Allah! Ketika itu aku sedang berada di puncak pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikanku. Dan majikanku itu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba datang anak saudaranya mengatakan, "Biar mampus Bani Qaiah!( kabilah Aus dan Khazraj) Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di Quba' menyambut kedatangan lelaki dari Makkah yang mendakwa dirinya Nabi."

Mendengar ucapannya itu badanku terasa panas dingin seperti demam, sehingga aku menggigil kerananya. Aku kuatir akan jatuh dan tubuhku akan menimpa majikanku. Aku segera turun dari puncak ponon, lalu bertanya kepada tamu itu, "Apa kabar anda? Cubalah khabarkan kembali kepadaku!"

Majikanku marah dan memukulku seraya berkata, "Ini bukan urusanmu! Kerjakan tugasmu kembali!"

Keesokannya aku mengambil buah kurma seberapa banyak yang mampu kukumpulkan. Lalu kubawa ke hadapan Rasulullah saw..

Kataku "Aku tahu tuan orang soleh. Tuan datang bersama-sama sahabat tuan sebagai perantau. Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekahkan kepada tuan. Aku lihat tuanlah yang lebih berhak menerimanya daripada yang lain-lain." Lalu aku hulurkan kurma itu ke hadapannya.

Baginda berkata kepada para sahabatnya, "silakan kalian makan,...!" Tetapi baginda tidak menyentuh sedikit pun makanan itu apalagi untuk memakannya.

Aku berkata dalam hati, "Inilah satu di antara ciri cirinya!"

Kemudian aku pergi meninggalkannya dan kukumpulkan pula sedikit demi sedikit kurma yang terdaya kukumpulkan. Ketika Rasulullah saw. pindah dari Quba' ke Madinah, kubawa kurma itu kepada baginda.

Kataku, "Aku lihat tuan tidak mahu memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma, sebagai hadiah untuk tuan."

Rasulullah saw. memakan buah kurma yang kuhadiahkan kepadanya. Dan baginda mempersilakan pula para sahabatnya makan bersama-sama dengannya. Kataku dalam hati, "ini ciri kedua!"

Page 12: Kisah Sahabat Nabi

Kemudian kudatangi baginda di Baqi', ketika baginda menghantar jenazah sahabat baginda untuk dimakamkan di sana. Aku melihat baginda memakai dua helai kain. Setelah aku memberi salam kepada baginda, aku berjalan mengekorinya sambil melihat ke belakang baginda untuk melihat tanda kenabian yang dikatakan guruku.

Agaknya baginda mengetahui maksudku. Maka dijatuhkannya kain yang menyelimuti belakangnya, sehingga aku melihat dengan jelas tanda kenabiannya.

Barulah aku yakin, dia adalah Nabi yang baru diutus itu. Aku terus memeluk bagindanya, lalu kuciumi dia sambil menangis.

Tanya Rasulullah, "Bagaimana khabar Anda?"

Maka kuceritakan kepada beliau seluruh kisah pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan supaya aku menceritakan pula pengalamanku itu kepada para sahabat baginda. Lalu kuceritakan pula kepada mereka. Mereka sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.

Berbahagilah Salman Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat. Berbahagialah Salman yang telah menemukan agama yang hak, lalu dia iman dengan agama itu dan memegang teguh agama yang diimaninya itu. Berbahagialah Salman pada hari kematiannya, dan pada hari dia dibangkitkan kembali kelak.

Salman sibuk bekerja sebagai hamba. Dan kerana inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. "Rasulullah saw. suatu hari bersabda kepadaku, "Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!" Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.

Kemudian Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepada saudara kalian ini." Mereka pun membantuku dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, setiap orang sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.

Setelah terkumpul Rasulullah saw. bersabda kepadaku, "Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku."

Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah saw. dan memberitahukan perihalku, Kemudian Rasulullah saw. keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada baginda dan Rasulullah saw. pun meletakkannya di tangan baginda. Maka, demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.

Untuk tebusan pohon kurma sudah dipenuhi, aku masih mempunyai tanggungan wang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah saw. membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas baginda bersabda, "Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?"

Kemudian aku dipanggil baginda, lalu baginda bersabda, "Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!"

"Wahai Rasulullah saw., bagaimana status emas ini bagiku? Soalku inginkan kepastian daripada baginda.

Rasulullah menjawab, "Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi kebaikan kepadanya." Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan.

Page 13: Kisah Sahabat Nabi

Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah saw. dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.'

(HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir(6/222); lbnu Sa'ad dalamath-Thabagat, 4/75; al-Balhaqi dalam al-kubra, 10/323.)

Abu Bakar As-Siddiq yang lembut hati - sebuah biografi dan studi analisi tentang permulaan sejarah islam sepeninggalan Nabi s.a.w. oleh Muhammad Husain Haekal (Part 1 - Prakata)

PRAKATASemua peristiwa sejarah dunia Islam catatannya didasarkan pada hijrah Nabi dari Mekah ke Medinah. Rahasia diambilnya peristiwa besar ini sebagai permulaan sejarah Islam, karena waktu itulah permulaan Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya dalam menghadapi mereka yang mcmerangi risalahnya di tanah suci itu. Kemudian mereka melakukan perbuatan-perbuatan makar hendak membunuhnya. Dalam hijrah itu hanya Abu Bakr sendiri saja yang menemani Rasulullah. Dalam sakitnya yang terakhir dan ketika sudah tidak kuat lagi mengimami salat, Rasulullah meminta Abu Bakr bertindak memimpin salat itu menggantikannya. la tidak ingin tempat ini dipegang oleh Umar bin Khattab.

Nabi memilih Abu Bakar dalam hijrah dan salatDipilihnya Abu Bakar menemaninya ketika hijrah dan mengimami salat menggantikannya, karena Abu Bakar Muslim pertama yang beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah, dan demi imannya itu pula dialah yang paling banyak berkorban. Sejak masuk Islam besar sekali hasratnya hendak membantu Nabi dalam berdakwah demi agama Allah dan membela kaum Muslimin. la lebih mencintai Rasulullah daripada dirinya sendiri, mendampinginya selalu dalam setiap peristiwa. Di samping itu, di samping iman yang begitu teguh akhlaknya pun sudah mendekati kesempurnaan, cintanya begitu besar kepada orang lain, paling dekat dan akrab kepada mereka.Jika demikian halnya, tidak heran bila Muslimin kemudian mengangkatnya sebagai pengganti Rasulullah. Memang, tidak heranlah dengan sikapnya itu ia membela Islam dan menyebarkan agama Allah di muka bumi ini. Dialah yang telah memulai sejarah lahirnya kedaulatan1 Islam, (1 Pengertian kedaulatan di sini dan di bagian-bagian lain dalam buku ini merupakan terjemahan kata bahasa Arab imbaraturiyah, 'sebuah kedaulatan besar, luas dan banyak jumlahnya, dengan kekuatan yang besar meliputi bcrbagai macam bangsa, golongan, ras) yang kemudian menyebar di timur dan di barat, ke India dan Tiongkok di Asia, ke Maroko dan Andalusia di Afrika dan Eropa, dan yang kemudian mengarahkan kebudayaan umat manusia ke suatu tujuan, yang pengaruhnya di seluruh dunia masih terasa sampai sekarang.

Laki-laki yang begitu rendah hati itu, begitu mudah terharu, begitu halus perasaannya, bergaul dengan mereka yang lemah dalam dirinya terpendam suatu kekuatan yang dahsyat sekali. Dengan kemampuan yang luar biasa dalam membina tokoh-tokoh serta dalam menampilkan posisi dan bakat mereka, ia tak kenal ragu, pantang mundur. Ia mendorong mereka terjun ke dalam lapangan yang bcrmanfaat untuk kepentingan umum, menyalurkan segala kekuatan dengan kemampuan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.

Di manakah terpendamnya sifat genius dalam diri Abu Bakar itu selama masa Rasulullah dulu?Kembali ingatan saya pada sejarah Abu Bakr sebelum menjadi Khalifah. Bila saya tampilkan kembali peranannya di samping Rasulullah, maka tampak ia dengan keagungannya itu dalam warna baru sebagai lingkaran cahaya kebesaran yang seimbang ketika ia berada di samping kebesaran dan keagungan Rasulullah. Tetapi semua itu baru tampak jelas di depan mata saya tatkala saya bandingkan dengan sahabat-sahabat Rasulullah yang lain serta pengikut-pengikutnya dari kalangan Muslimin. Betapa pula peranan mereka itu di sisi kebesaran dan keagungannya dengan peranannya pada masa risalah, dan ketika orang-orang Kuraisy begitu hebat memusuhi dan mengganggu Rasulullah, ketika tcrjadi peristiwa Isra, kemudian waktu hijrah, lalu dalam mcnghadapi intrikintrik orang-orang Yahudi di Yasrib (Medinah)?!

Peristiwa-peristiwa itu saja rasanya cukup sudah untuk dijadikan dasar penulisan sejarah hidupnya, untuk dicatatkan namanya dalam sebuah catatan yang abadi. Sungguhpun begitu, kebesaran Abu Bakr adalah kebesaran yang tanpa suara, kebesaran yang tak mau berbicara tentang dirinya, sebab, itu adalah kebesaran jiwa, kebesaran iman yang sungguh-sungguh kepada Allah dan kepada wahyu yang disampaikan kepada. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam.

Page 14: Kisah Sahabat Nabi

Ciri khas masa Abu BakrMemang saya sederhanakan tatkala saya sebutkan bahwa masa (periode) pemerintahan Abu Bakr punya jati diri dan bentuknya sendiri yang sempurna, yaitu dalam hubungannya dengan masa Rasulullah sebelum itu dan dengan masa Umar sesudahnya, yang ditandai dengan suatu ciri khas. Masa Rasulullah adalah masa wahyu dari Allah. Allah telah menyempurnakan agama itu untuk umat manusia, telah mclengkapinya dengan karunia-Nya dan dengan Islam sebagai agama yang dipilihkan-Nya untuk mereka. Sedang masa Umar ialah masa pembentukan hukum yang dasardasarnya sudah ditertibkan dengan kedaulatan yang sudah mulai berjalan lancar. Sebaliknya masa Abu Bakr adalah masa pcralihan yang sungguh sulit dan rumit, yang bcrtalian dengan kedua masa itu; namun berbeda dengan kedua masa itu. Bahkan berbeda dari setiap masa yang pernah dikcnal orang dalam sejarah hukum dan ketertibannya serta dalam sejarah agama-agama dan penyebarannya.

Mengatasi kesulitanDalam masa transisi yang sangat kritis ini Abu Bakr dihadapkan pada kesulitan-kcsulitan yang begitu besar sehingga pada saat-saat permulaan itu timbul kekhawatiran yang dirasakan oleh seluruh umat Muslimin.Setelah semua itu dapat diatasi berkat kekuatan imannya, dan untuk waktu berikutnya Allah telah memberikan sukses dan kemenangan, datang Umar memegang tampuk pimpinan umat Islam. Ia memimpin mereka dengan berpegang pada keadilan yang sangat ketat serta memperkuat pemerintahannya sehingga negara-negara lain tunduk setia kepada kekuasaannya.

Memang, telah timbul kekhawatiran di kalangan umat melihat kesulitan yang dihadapi Abu Bakr itu. Sebabnya ialah wilayah Arab yang pada masa Rasulullah sudah tuntas kesatuannya, tiba-tiba jadi goncang begitu RasuluUah wafat. Bahkan gejala-gejala kegoncangan itu memang sudah mulai mengancam sebelum RasuluUah berpulang. Musailimah bin Habib di Yamamah mendakwakan diri nabi dan mengirim delegasi kepada Nabi di Medinah dengan menyatakan bahwa Musailimah juga nabi seperti Muhammad dan bahwa "Bumi ini separuh buat kami dan separuh buat Kuraisy; tetapi Kuraisy adalah golongan yang tidak suka berlaku adil." Juga Aswad Ansi di Yaman mendakwakan diri nabi dan tukang sihir, mengajak orang dengan sembunyi-sembunyi. Setelah merasa dirinya kuat ia pergi ke dacrah selatan lalu mengusir wakil-wakil Muhammad, lalu terus ke Najran. Ia hendak menyebarkan pengaruhnya di kawasan ini. Muhammad mengutus orang kepada wakilnya di Yaman dengan perintah supaya mengepung Aswad atau membunuhnya. Soalnya karena orang Arab yang sudah beriman dengan ajaran tauhid dan sudah meninggalkan penyembahan berhala, tak pernah membayangkan bahwa kesatuan agama mereka telah disusul oleh kesatuan politik. Malah banyak di antara mereka yang masih rindu ingin kembali kepada kepercayaan lamanya. Itu sebabnya, begitu mereka mendengar RasuluUah wafat mereka menjadi murtad, dan banyak di antara kabilah itu yang menyatakan tidak lagi tunduk pada kekuasaan Medinah. Mereka menganggap membayar zakat itu sama dengan keharusan pajak. Oleh karena itu mereka menolak.

Pemberontakan dan Perang RiddahSeperti jilatan api, cepat sekali pemberontakan itu menjalar ke seluruh jazirah Arab begitu RasuluUah wafat. Berita pemberontakan ini sampai juga kepada penduduk Medinah, kepada mereka yang berada di sekeliling Abu Bakr setelah mereka mcmbaiatnya. Mereka sangat terkejut. Berselisih pendapat mereka apa yang hams diperbuat. Satu golongan berpendapat, termasuk Umar bin Khattab, untuk tidak mcnindak mereka yang menolak membayar zakat selama mereka tetap mcngakui, bahwa tak ada tuhan selain Allah dan Muhammad RasuluUah. Dengan begitu barangkali mereka menghendaki agar tidak banyak musuh yang akan dapat mengalahkan mereka. Allah tidak memberikan janji kemenangan kepada mereka seperti yang diberikan kepada RasuluUah. Juga vvahyu sudah tidak diturunkan kepada siapa pun lagi setelah Nabi dan Rasul penutup itu berpulang ke rahmatullah. Tetapi Abu Bakr tetap bersikeras, mereka yang menolak merabayar zakat dan murtad dari agamanya harus diperangi. Dan itulah Perang Riddah1 (1 Riddah sebuah istilah dalam sejarah Islam, dari akar kata radda, irtadda, "bcrbalik ke bclakang", dalam istilah fikih "meninggalkan keyakinan, agama dsb." (Bd. Qur'an 3. 86-91; 16. 106 sqq). Orang yang melakukannya disebut murtadd seperti yang dikcnal dalam bahasa Indonesia. Perang riddah berarti perang melawan kaum murtad.' —Pnj.) yang telah menelan waktu sctahun lebih.

Perang Riddah itu tidak hanya melibatkan ratusan orang dari pasukan Khalifah dan ratusan lagi dari pihak lawan, bahkan di antaranya sampai puluhan ribu dari masing-masing pihak yang terlibat langsung dalam

Page 15: Kisah Sahabat Nabi

pertempuran yang cukup scngit itu. Ratusan, bahkan ribuan di antara kedua belah pihak terbunuh. Pengaruhnya dalam sejarah Islam cukup menentukan. Andaikata Abu Bakr ketika itu tunduk pada pihak yang tidak menyetujui perang, sebagai akibatnya niscaya kekacauan akan lebih meluas ke seluruh kawasan Arab, dan kedaulatan Islam tentu tidak akan ada. Juga jika pasukan Abu Bakr bukan pihak yang menang dalam perang itu, niscaya akibatnya akan lebih parah lagi. Jalannya sejarah dunia pun akan sangat berlainan.

Oleh karena itu, tidaklah berlebihan ketika orang mengatakan, bahwa dcngan posisinya dalam menghadapi pihak Arab yang murtad discrtai kemenangannya dalam menghadapi mereka itu, Abu Bakr telah mengubah arah sejarah dunia. Tangan Tuhan jugalah yang telah melahirkan kebudayaan umat manusia itu dalam bentuknya yang baru.

Pengaruh kemenangan Perang RiddahKalau tidak karena kemenangan Abu Bakr dalam Perang Riddah, penyerbuan ke Irak dan ke Syam tentu tidak akan dimulai, dan pasukan Muslimin pun tak akan berangkat dengan kemenangan memasuki kedua imperium besar itu, Rumawi dan Persia, untuk kemudian digantikan oleh kedaulatan Islam di atas puing itu juga! Kebudayaan Islam telah menggantikan kedua pola kebudayaan itu. Lagi, kalau tidak karena Perang Riddah, dengan gugurnya sahabat-sahabat sebagai syahid yang memastikan kemenangan itu, niscaya tidak akan ccpat-cepat Umar menyarankan kepada Abu Bakr agar Qur'an segera dikumpulkan. Karena pengumpulan inilah pula yang menyebabkan adanya penyatuan bacaan menurut dialek Mudar pada masa Usman. Dengan demikian, Qur'an adalah dasar yang kukuh dalam menegakkan kebenaran, merupakan tonggak yang tak tergoyahkan bagi kebudayaan Islam. Selanjutnya, kalau tidak karena kemenangan yang diberikan Allah kepada kaum Muslimin dalam Perang Riddah itu, jangan-jangan Abu Bakr belum dapat menyusun suatu sistem pemerintahan di Medinah, yang di atas sendi itu pula kemudian Umar menggunakan asas musyawarah. Polanya keadilan dan kasih sayang, intinya kebajikan dan ketakwaan.

Inilah peristiwa-peristiwa agung yang telah dapat diselesaikan dalam vvaktu singkat, tak sampai dua puluh tujuh bulan. Barangkali karena waktu yang sesingkat itu pula yang menyebabkan sebagian orang sampai merentang jarak begitu panjang hingga pada masa Umar, dengan anggapan bahwa jika hanya dalam beberapa bulan saja tidak akan cukup waktu orang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang sampai mengubah jalannya sejarah dunia itu.Kalau saja mereka ingat, bahwa beberapa revolusi yang telah membawa umat manusia dari suatu kcadaan kepada keadaan yang lain selesai dalam waktu seperti itu, dan bahwa hukum alam sedikit demi scdikit tunduk pada prinsip-prinsip revolusi untuk meningkatkan umat manusia mencapai kesempurnaannya, tidaklah akan cepat-cepat mereka beralih dari masa revolusi rohani seperti yang dicetuskan olch Rasulullah ke seluruh dunia itu, ke kedaulatan Islam yang sudah tersebar ke scgenap penjuru dunia dan sudah juga menganut revolusi itu. Mereka tidak akan lama-lama berhcnti hanya sampai di situ, ketika orang-orang Arab itu mencoba hendak mengadakan pcrlawanan sebagai reaksi atas ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Hal ini sudah menjadi bawaan manusia di mana dan kapan pun tatkala mereka hendak melawan setiap prinsip baru. Mereka mencoba memadamkannya, tetapi Allah akan tetap menyempurnakan cahayanya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Hubungan kebesarannya sebagai Khalifah dengan kebesarannya sebagai SahabatBagaimana Abu Bakr dapat menghadapi scgala kcsulitan itu pada permulaan ia memegang pimpinan dan dia tetap bertahan, kemudian dapat mcngatasinya? Sesudah itu pula mulai ia merintis jalan menyebarkan agama dan membuat sebuah kedaulatan sementara kesulitan-kesulitan itu masih ada? Sudah tentu sifat pribadinya bcsar sekali pcngaruhnya. Tetapi sifat-sifat itu saja tidak akan sampai ke tingkat yang sudah dicapainya itu kalau tidak karena persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun penuh itu. Oleh karena itu para ahli sejarah sepakat bahwa kebesaran Abu Bakr selama masa menjadi Khalifah itu erat sekali hubungannya dengan persahabatannya dengan Rasulullah. Selama dalam persahabatan itu ia telah menghirup jiwa agama yang dibawa oleh Muhammad, ia sepenuhnya mengerti maksud dan tujuannya, mengerti secara naluri, tidak dikacaukan oleh adanya kesalahan atau kcraguan. Apa yang telah dihirupkan dan dipaharainya dengan nalurinya itu ialah bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin dapat menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain untuk mencari kebenaran demi kebcnaran semata. Banyak memang orang yang dapat memahami kebenaran rohani demikian ini pada setiap zaman, tetapi mereka menangkapnya dengan akal, sedang Abu Bakr menangkap semua itu dengan kalbunya, dengan matanya ia melihat bulat-bulat hidup dalam diri Rasulullah Sallallahu

Page 16: Kisah Sahabat Nabi

'alaihi wasallam dan dalam perbuatannya

Teladan yang telah mengilhaminyaIman yang sungguh-sungguh demi kebenaran itulah yang membuatnya menentang sahabat-sahabatnya dalam soal menghadapi golongan murtad waktu itu, dan bersikeras hendak memerangi mereka meskipun harus pergi seorang diri. Bctapa ia tak akan melakukan itu padahal ia sudah menyaksikan sendiri Nabi berdiri seorang diri mengajak orangorang di Mekah ke jalan Allah, tapi mereka ramai-ramai menentangnya. Lalu ia di bujuk dengan harta, dengan kerajaan dan kedudukan tinggi. Kemudian ia pun diperangi dengan maksud hendak membendungnya dari kebenaran yang dibawanya itu. Tidak, malah ia menjawab: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya, tidak akan kutinggalkan!"

Kenapa ia tidak juga berbuat demikian padahal ia sudah menyaksikan Nabi akibat Perang Uhud, dan setelah kemenangan pihak Kuraisy atas pasukan Muslimin? Nabi kembali bersama-sama kaum Muslimin yang masih ada, yang pernah mcngalami Perang Uhud, dan sambil menunggu kedatangan Kuraisy ia bcrmarkas di Hamra'ul Asad dan tinggal di sana tiga hari, memasang api unggun sepanjang malam, sehingga semangat Kuraisy menjadi goyah dan mereka kembali ke Mekah. Dengan demikian kaum Muslimin telah dapat mcngembalikan kedudukannya sesudah mengalami kegoncangan di Uhud.

Kenapa ia tidak berbuat serupa itu juga padahal ia pernah menyaksikan sendiri pagi itu Nabi di Hunain, dengan jumlah sahabat yang sedikit ia memanggil-manggil anggota-anggota pasukan Muslimin yang berlarian: "Hai orang-orang! Kamu mau ke mana!? Mau ke mana?!" Dan orang yang beribu-ribu itu sedang diliputi ketakutan. Setelah mereka mengetahui posisi Nabi dan mendengar pula panggilan Abbas: "Saudara-saudara dari Ansar, yang tclah memberikan tempat dan pertolongan! Saudara-saudara dari Muhajirin yang telah membaiat di bawah pohon, Muhammad masih hidup, mari ke mari!" Dari scgenap penjuru terdengar jawaban yang menyerukan: "Ya, kami siap, kami siap!" Kini mereka semua kembali, dan bertempur lagi secara heroik sekali.Alangkah indahnya teladan itu, teladan yang telah mengilhami orang, bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin itu dapat menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain untuk mencari kebenaran demi kebenaran scmata! Siapakah orang yang memiliki iman seperti pada Abu Bakr itu, yang mengambil teladan dari Rasulullah, schingga ia menjadi salah satu unsur kehidupan yang sangat menentukan!? Inilah kekuatan rohani, yang dalam hidup ini tak ada yang dapat menguasainya, tiada kenal lemah atau ragu, dan tak ada yang akan dapat mengalahkannya.

Kekuatan rohani pada imanKekuatan rohani yang diperoleh Abu Bakr pada diri Rasulullah itu dan yang telah membuat kaum Muslimin dapat mengalahkan orang-orang Arab murtad, telah memberikan semangat kepada scgenap kaum Muslimin yang mengangkat mereka kepada keimanan, bahwa mereka tak akan mendapat kemenangan tanpa pertolongan Allah. Mereka mendambakan mati syahid, gugur demi kebenaran. Bagi mereka mati syahid itu suatu kemenangan yang tak ada taranya. Kita akan membaca dalam buku ini bukti-bukti demikian itu, yang dalam sejarah scdikit sekali bandingannya. Kaum Muslimin pada masa Rasulullah yakin sekali, bahwa mereka akan mendapat kemenangan, scbab Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya akan memberi bala bantuan dengan para malaikat. Tuhan telah mewahyukan kepadanya untuk membuktikan janji-Nya.Tetapi pada masa Abu Bakr, dengan berpulangnya Rasulullah ke sisi Allah, wahyu sudah tak ada lagi. Hanya tinggal iman saja lagi, hanya tinggal berteladan saja lagi kepada Rasulullah dan kepada penggantinya dalam meningkatkan iman ke taraf yang lebih tinggi selama hidup di dunia ini. Mati syahid demi membela iman telah menjadi sumber dan rahasia kekuatan, rahasia kemenangan. Itulah rahasia keluhuran budi kita dalam arti kcmanusiaan dengan segala martabatnya untuk mencapai kesempurnaan hidup insani yang terdapat dalam diri kita.

Kenyataan rohani inilah yang telah memberi kekuatan batin kepada Abu Bakr dengan berteladan kepada Rasulullah. Ini diterjemahkan kepada kita dalam perbuatan Muslimin pada masa kepemimpinannya sebagai Khalifah serta bimbingannya yang begitu jelas sehingga dapat kitaraba seolah semua itu benda nyata yang dapat ditangkap dengan indera. Kenyataan rohani ini dapat kita rasakan dalam Perang Riddah dan kemudian pada waktu memasuki Irak dan Syam. Kalau bukan karena keimanan ini, dengan jumlah kaum Muslimin yang masih kecil pada masa Khalifah yang pertama itu, niscaya

Page 17: Kisah Sahabat Nabi

mereka tak akan mampu menyelesaikan segala pekerjaan dan tugas raksasa itu dengan begitu baik, yang selanjutnya telah membukakan jalan ke sebuah kedaulatan Islam yang besar.

Suatu kenyataan sosial setelah kenyataan rohaniAbu Bakr memperoleh kekuatan batinnya itu dengan berteladan kepada Rasulullah. Di samping kenyataan rohani ini, kenyataan sosial juga besar pengaruhnya dalam kehidupan setiap umat atau bangsa, dan setiap umat merasa bangga terhadap dirinya, dengan percaya kepada kekuatan sendiri. Mereka merasa, bahwa mereka mempunyai kewajiban menyimpan suatu risalah, suatu pesan kepada dunia, dan dunia pun wajib menyambut risalahnya itu. Seperti halnya dengan umat ini, tak ada suatu kekuasaan dan kekuatan betapapun besarnya yang boleh merintangi jalannya.Kedua kenyataan ini, rohani dan sosial, saling mengisi. Pada setiap zaman dan umat ada suatu dasar untuk mengambil hati bangsa-bangsa lain yang dengan penuh semangat menyambut kedua kenyataan itu dan demi berhasilnya risalah yang mengajak bangsa-bangsa itu.Lebih-lebih yang demikian ini apabila dasar risalahnya bertujuan memberantas kezaliman, memelihara keadilan yang didasarkan pada persamaan antara sesama manusia. Berapa sering sudah sebuah kedaulatan berdiri atas dasar itu juga dalam berbagai kurun sejarah dan berapa sering pula imperium demikian itu mengalami kehancuran karena ia sudah menyimpang dari jalur yang sebenarnya. Oleh karena itu penyimpangan demikian ini oleh pihak lawan dijadikan senjata untuk mengadakan perlawanan.

Ia sadar dan yakin, Islam agama persamaanPersamaan adalah pola Islam dan olch karenanya ia merupakan inti kedaulatannya. Kenyataan ini sekarang kita pahami dengan pikiran kita seperti yang banyak dipahami orang dulu juga. Kemudian mereka tidak dapat mempertahankan kedaulatan itu seperti juga kita sekarang, karena hal-hal tertentu atau karena di luar kehendak kita. Tetapi Abu Bakr, dengan nalurinya ia sudah dapat memahami dan benar-benar yakin ia akan hal itu. Maka didorongnya umat Islam agar melaksanakan, dan mereka pun dapat membuktikan dan tetap berlangsung selama beberapa abad dan generasi.

Dengan nalurinya Abu Bakr memahami benar bahwa pada intinya yang paling dalam Islam adalah agama persamaan antar sesama umat manusia. Dakwah atau seruan itu tidak hanya ditujukan kepada golongan tertentu saja, tetapi kepada umat manusia seluruhnya. Pada masa hidupnya Rasulullah telah mengangkat bekas-bekas budak kc suatu kedudukan yang tinggi. Begitu juga orang-orang yang bukan Arab untuk memerintah di kalangan Arab. Salman orang Persia adalah sahabat dekatnya, Zaid bin Harisah, bekas budak yang pernah dibeli oleh Khadijah lalu diberikan kepada Nabi yang kemudian oleh Nabi dimerdekakan dan dijadikan anak angkat. Dia jugalah yang di angkat menjadi panglima dalam Perang Mu'tah, dan sebelum itu pun banyak pekerjaan lain yang berada di bawah pimpinannya. Sesudah itu, sebelum Rasulullah menderita sakit yang terakhir, Usamah anak Zaid itu diserahi pimpinan pasukan, yang anggota-anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar, di antaranya Abu Bakr dan Umar. Rasulullah Sallallahu'alaihi wasallam telah mengangkat Bazan orang Persia itu memegang pimpinan di Yaman.Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan orang karena kearabannya atau karena posisinya dalam kabilah. Yang membedakan orang hanyalah amal perbuatannya. Sahabat-sahabat Rasulullah yang diajaknya bermusyawarah dan pendapatnya dihargai di kalangan Muslimin adalah pemuda-pemuda, yang karena keimanannya yang sungguh serta pengorbanannya di jalan Allah, mereka berada di barisan pertama. Sikap Rasulullah ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Qur'an, bahwa tak ada perbedaan pada manusia itu selain takwanya, dan balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal perbuatannya. Perbedaan derajat yang satu dengan yang lain, hanya oleh perbuatan dan ketakwaan itu juga.Sudah tentu, cara yang dilakukan oleh Rasulullah itu banyak sekali mengurangi kecongkakan orang-orang Arab karena fanatisma rasialnya, kalaupun mereka hendak membangga-banggakannya juga, apalagi karena Allah telah memilih Nabi-Nya dari kalangan mereka sendiri, yang akan mereka jadikan alasan akan tingginya kedudukan mereka. Juga Abu Bakr, sudah tentu yang dijadikan pegangannya ialah persamaan dalam Islam antara sesama manusia dan bangsa itu. Inilah yang telah menjadi kekuatannya, sehingga pasukan Persia dan pasukan Rumawi bertekuk lutut.

Pada dasarnya Islam kedaulatan sejagatAbu Bakr dengan nalurinya sudah menyadari benar bahwa dasar Islam adalah kedaulatan sejagat. Seruannya tidak tcrbatas hanya pada golongan Arab, tetapi ajakan kepada kebenaran itu ditujukan kepada seluruh umat manusia. Karena memang sudah demikian keadaannya, Nabi telah mengirimkan para utusannya kepada raja-

Page 18: Kisah Sahabat Nabi

raja dan pcnguasa, mengajak mereka sama-sama menerima agama Allah. Sudah menjadi kewajiban setiap orang yang beriman kepada agama ini untuk berdakwah, menyampaikan ajaran-Nya sebagai petunjuk dan rahmat. Dalam diri Rasulullah sudah ada teladan yang baik bagi setiap Muslim. Rasulullah telah menyerukan dakwahnya kepada segenap umat manusia yang terdiri dari berbagai warna kulit. Para penggantinya hendaknya juga menyebarkan seruan itu ke segenap belahan bumi ini.

Biarlah mereka berjuang demi kebebasan berdakwah. Jangan memaksa siapa pun dan jangan juga mau dirintangi dalam menyampaikan kebenaran yang sudah mereka peroleh itu. Hendaklah seluruh jagat ini menjadi arena dakwah kepada kebenaran, apa pun risiko yang akan menimpa diri mereka demi perjuangan di jalan Allah itu. Bila sampai mereka mati syahid, Allah jugalah yang akan memberi balasan.Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dakwah Rasulullah, yang telah dipahami benar oleh Abu Bakr dengan nalurinya, berkat persahabatannya selama itu serta pelajaran-pelajaran yang diterimanya dari Rasulullah. Itulah yang menyebabkan Abu Bakr begitu menerima tugas, segala kesulitan itu buat dia tidak berarti lagi dan ia tetap berusaha mengatasinya, dan itu juga yang membuat kedaulatan Islam cepat berkembang ke segenap penjuru dunia dan kemudian banyak bangsa yang bernaung di bawah panji Islam.

Generasi demi generasi kebudayaan bangsa-bangsa itu terus menyebar di dunia. Kemudian menjadi tua, seperti biasanya semua bangsa dan imperium itu harus berangsur tua. Kemudian jatuh tertidur, nyenyak, lama sekali tidurnya, yang selanjutnya disambung oleh kematian seorang demi seorang.

Apa penyebab jatuhnya kedaulatan Islam?Adakah yang menyebabkan ketuaan dan kemudian tidur nyenyak yang panjang itu karena prinsip dasar tadi yang terbukti rapuh, ataukah karena bangsa-bangsa yang sudah lepas dari kedaulatan Islam karena sudah menolak prinsip-prinsip itu, lalu menganut yang sebaliknya lalu menjadi lumpuh dan akhirnya lenyap karena perbuatannya sendiri? Begitulah sejarah semua kedaulatan Islam itu, sejak berdirinya, kebesarannya dan kemudian keruntuhannya. Itulah sejarah yang patut dicatat dengan metoda serta studi yang benar-benar ilmiah dan dapat di percaya, lepas dari segala sikap fanatisma. Peristiwa demi peristiwa itu dianalisis dan dicari sebab-sebabnya yang dapat diterima akal serta sesuai dengan kecenderungan rohani yang ingin mencapai kesempurnaan. Namun begitu suatu hal yang sudah menjadi kodrat manusia ialah kita masih terkungkung oleh nafsu kita pada kehidupan dunia. Dengan demikian kita makin jauh dari tujuan hendak mencapai kesempurnaan itu.

Rasanya tak perlu lagi saya menyebutkan bahwa kelumpuhan dan tidur nyenyak ini disebabkan oleh bangsa-bangsa yang lepas dari kedaulatan Islam itu sudah meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang sebenarnya sudah menjadi pegangan kedaulatan Islam, prinsip-prinsip Islam yang dasarnya masih murni. Seorang peneliti sejarah kedaulatan Islam yang adil dan obyektif akan dapat meraba dan melihatnya dengan jelas rentetan perkembangannya sejak mula timbulnya perselisihan di kalangan umat Islam penduduk jazirah itu, sampai terjadinya perpecahan antara yang Arab dengan yang bukan-Arab, yang kemudian menjelma menjadi jurang yang mcnganga lebar-lebar menjurus pada kehancuran.

Saya tertarik menulis sejarah Abu BakrBaik secara terinci atau dengan ringkas sudah tentu pengantar ini tidak akan memadai untuk menguraikan semua persoalan itu. Kiranya cukup dengan isyarat ini saja. Saya hanya akan membatasi pada masa yang pendek ini tapi sungguh agung yakni masa Abu Bakr as-Siddiq. Saya akan mencatat apa yang saya rasa sangat menggairahkan selama saya menulis biografi ini. Besar sekali harapan saya, apa yang akan saya tulis tentang orang ini sudah akan memenuhi hasrat hati akan kebenaran, serta mencapai apa yang saya inginkan dalam melukiskan bentuk yang hendak saya coba secermat mungkin: sebuah kehidupan yang mengantarkan masa lampau tampak jelas dalam wajah masa sekarang. Saya akan mcngatakan apa yang saya inginkan, sebab saya selalu merasa bahwa wajah ini masih mengandung kekurangan yang tidak sedikit, yang karena beberapa sebab, saya sendiri pun belum sampai ke sana.Rasanya saya akan bertambah gembira jika buku ini dapat menerjemahkan ke dalam hati pembaca wajah yang jelas mengcnai masa (periode) Abu Bakr, teman kcsayangan (al-khalil) dan teman dekat Rasulullah. Keinginan saya ini mungkin terasa agak bcrlebihan. Masa Abu Bakr seperti saya sebutkan di atas merupakan gambaran tersendiri dalam bentuknya yang lengkap. Orang dapat melihatnya dari sela-sela buku sejarah tentang dirinya yang pernah dilukiskan orang begitu gemilang, sempurna dan integral. Tetapi untuk sampai ke batas wajah yang integral itu diperlukan suatu upaya yang terus-menerus dari generasi ke generasi. Juga perlu

Page 19: Kisah Sahabat Nabi

penelitian dari pelbagai seginya. Belum ada lagi suatu upaya mengenai Abu Bakr dan masanya yang agak integral. Suatu studi baru masih tetap diperlukan dengan pembahasan yang lebih mendalam, memperbandingkan zaman masa Abu Bakr itu dcngan masa kehidupan bangsa-bangsa yang punya pengaruh pada zaman itu.

Saya yakin usaha semacam ini dalam waktu dekat akan dilanjutkan orang dan akan ada kerja sama dalam mengungkapkan wajah masa itu dengan lebih terinci, jelas dan selengkap mungkin.Untuk masa Abu Bakr upaya demikian sangat diperlukan melebihi masa-masa yang lain. Sumber-sumber lama dalam bahasa Arab yang bicara tentang Abu Bakr dan masanya masih sering kacau, sehingga rangkaian peristiwa demi peristiwa yang diceritakan itu sukar diikuti. Di sisi lain, tidak sedikit pula catatan-catatan peristiwa itu yang lebih dekat pada dongeng daripada sejarah. Dalam memperbandingkan sumbersumber itu diharapkan orang akan dapat memperoleh bahan-bahan yang dapat membantunya dalam meneliti peristiwa-peristiwa itu, tetapi sumbersumber yang datang berturut-turut untuk beberapa peristiwa itu sering membuat orang jadi bingung. Mau tak mau ia harus menelitinya kembali dengan membuat catatan bahwa pekerjaan itu masih patut diragukan.

Kacaunya sumber para ahli sejarah dapat dimaklumiSaya berpendapat kckacauan sumber-sumber para ahli sejarah dahulu itu yang akibatnya berlanjut sampai pada upaya mereka yang datang kemudian, bahkan sampai masa kita sekarang ini, dapat dimaklumi. Masa itu, ketika Abu Bakr memegang pimpinan umat Islam adalah masa yang benar-benar penuh perjuangan. Mereka yang beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah sedang memikul beban yang amat berat untuk mendukung dakwah agama Allah serta ajaran-ajaran Rasulullah. Mereka semua serentak terjun ke medan perjuangan, berjuang di jalan Allah. Mereka terjun langsung ke kancah peperangan, membunuh atau dibunuh. Buat mereka kehidupan dunia dengan segala kenikmatannya itu tak ada artinya. Tidak apa memilih hidup menderita, tabah menghadapi segala cobaan. Mereka sudah menyerahkan hidup mereka untuk Allah, dan untuk semua itu tanpa mengharapkan balasan selain pahala Yang Mahakuasa. Buat mereka sudah tak ada lagi waktu senggang atau saat-saat santai. Tak ada di antara mereka yang memikirkan apa yang terjadi kemarin karena untuk hari esok memerlukan pekerjaan yang lebih banyak dari kemarin.

Itulah sebabnya tak ada waktu buat mereka mencatat sccara teratur scgala peristiwa besar yang terjadi masa itu. Baru kemudian beritaberita itu disampaikan orang secara berantai. Sesudah itu mcreka tak dapat lagi menyampaikan dan meneruskan berita itu seperti keagungan yang terjadi pada masa Rasulullah. Ya, bagaimana akan dapat mereka lakukan dalam kesibukan mcreka yang terus-menerus dalam menyiarkan agama serta menyusun kedaulatan Islam yang makin hari bertambah luas itu.

Oleh karena itu, bagi penulis sejarah masa itu mau tak mau harus menguji dan memperbandingkan sumber-sumber itu sambil mencari kebenaran yang terdapat di dalamnya. Pekerjaan dengan cara seperti yang telah diusahakan mereka dahulu itu bukan main beratnya. Dengan tidak mengurangi penghargaan serta penghormatan kita atas usaha itu, namun mereka belum dapat mengungkapkan kekuatan yang ada pada masa Abu Bakr dan pemcrintahannya dalam bentuk yang begitu jelas, memesonakan sekaligus mengagumkan dan luar biasa.

Contoh kacaunya referensiKita lihat misalnya buku-buku acuan yang kita pergunakan dalam buku ini. Bab demi bab dapat kita baca untuk mengetahui sampai berapa jauh kecermatan seperti yang kita sebutkan itu. Bcberapa buku acuan itu hanya sclintas saja menyinggung masalah-masalah yang begitu penting, yang oleh sumber-sumber lain diuraikan dengan terinci. Sampai-sampai para ahli sejarah semacam Tabari, Ibn Kasir dan Balazuri misalnya, samasekali tidak menyinggung soal pengumpulan Qur'an. Padahal peristiwa pengumpulan Qur'an itu pekerjaan besar dan penting yang harus menghiasi masa Abu Bakr, meskipun bukan yang terbesar. Mengenai peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Perang Riddah, pembebasan Irak dan Syam, para sejarawan itu masih saling berbeda pendapat. Bahkan berita-bcrita yang saling bertentangan itu terdapat dalam satu kitab yang sama, sehingga orang akan menjadi bingung mana berita yang boleh dipercaya dan mana yang tidak.

Sulit mengikuti peristiwa dalam urutan waktuPerbedaan waktu ketika peristiwa-peristiwa itu terjadi tidak pula kurang pentingnya dengan perbedaan penggambaran peristiwa-peristiwa itu. Mengenai waktu terjadinya peristiwa itu sering pula masih bersifat

Page 20: Kisah Sahabat Nabi

untung-untungan, tidak didasarkan pada suatu patokan yang sccara cermat boleh dijadikan pegangan. Juga perbandingan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain masih sangat membingungkan. Tabari misalnya, ia menyebutkan bahwa Perang Riddah itu terjadi pada tahun sebelas Hijri dan masuk ke Irak pada tahun dua belas sedang kc Syam dilakukan dalam tahun tiga belas. Membaca rentetan waktu yang berturut-turut itu orang akan menduga bahwa perang Irak baru dimulai setelah Perang Riddah usai dan masuk ke Syam setelah keadaan di Irak stabil. Tetapi bila peristiwa demi peristiwa serta kejadian-kejadian itu diperiksa agak teliti orang akan jadi ragu mengenai terjadinya rentetan demikian itu. Tetapi bila kita teliti lebih dalam lagi akan tcrnyata bahwa peristiwa Irak itu terjadi sementara Perang Riddah masih berlangsung, sedang terjadinya penaklukan Syam scusai Perang Riddah. Sementara itu pasukan Khalid bin Walid masih giat mengatur keamanan dan ketertiban di Irak dan sedang bcrsiap-siap menghadapi peperangan baru.

Juga dalam urutan geografiTidak hanya sampai di situ saja yang dapat menimbulkan kebingungan. Dalam arti urutan geografi ketika mengikuti peristiwa demi peristiwa orang sering terbentur. Bahkan masih ada bebcrapa sumber yang saling bertentangan schubungan dengan urutan itu, untuk tidak menyebut adanya nama-nama tempat yang berubah-ubah dan ada pula yang hampir sama, yang juga dapat menimbulkan kebingungan baru. Beberapa Orientalis pernah menerbitkan peta-peta Idrisi yang lama seperti apa adanya, lalu dilampiri dengan peta-peta buatan mereka sendiri seperti yang biasa kita kenal. Hal ini membuat kita lebih mudah mengenali tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa itu masing-masing. Kalaupun hal ini dapat memudahkan kita mengadakan penelitian, yang tadinya memang cukup sulit, namun keraguan tetap ada sehubungan dengan beberapa sumber, yang sebenarnya memang sukar dapat dipercaya.Oleh karena itu beberapa sejarawan masih maju mundur menghadapi masa Abu Bakr itu, karena apa yang mereka baca hampir tak dapat mereka percayai. Mereka yang menulis sejarah Islam itu seolah mau menghindari hal-hal semacam itu semua, atau cukup dengan isyarat saja scdikit mengenai masa Abu Bakr itu, tak sampai memberikan suatu gambaran yang lengkap, yang akan dapat mengungkapkan kejayaan masa itu dan dampak yang sangat menentukan dalam sejarah Islam serta lahirnya sebuah kedaulatan Islam.

Hanya sedikit sumber yang menyinggung peranan Abu Bakr Sumber-sumber demikian terasa makin kacau karena tidak bicara tentang Abu Bakr masa pemerintahannya seperti ketika bicara tentang Khalid bin Walid serta panglima-panglima lain yang memasuki Syam dan tinggal di sana menunggu kedatangan Khalid dari Irak, kcmudian bersama-sama menaklukkan Damsyik dan dengan bakat perangnya ia menghancurkan semua kekuatan moral pihak Rumawi. Mcmbaca kitabkitab acuan semacam ini orang akan membayangkan seolah Abu Bakr hanya tinggal di Medinah, tak bekerja apa-apa selain beribadah. Inilah kesalahan yang sungguh fatal. Padahal semua yang terjadi pada masa Abu Bakr, Abu Bakr-lah jiwa dan penggcraknya.

Di atas sudah kita singgung apa yang terjadi dengan Abu Bakr di satu pihak, dan Umar serta sebagian kaum Muslimin di pihak lain mengenai perbedaan pendapat dalam menghadapi golongan murtad dan mereka yang menolak melaksanakan zakat. Betapa ia begitu gigih hcndak menghadapi mcrcka walaupun seorang diri. Dalam buku ini akan kita lihat, bahwa sebenarnya dialah yang telah mendorong Khalid bin Walid untuk pergi ke Irak memperkuat pasukan Musanna bin Harisah asy-Syaibani dan dia juga yang berseru kepada semua penduduk Arab di seluruh Semenanjung itu agar membebaskan Syam.

Setelah Abu Ubaidah serta pasukannya mengalami kelambatan untuk memasuki Syam, dia jugalah yang mengerahkan Khalid bin Walid untuk membantu mereka. Dalam pada itu dia juga yang mcngorganisasi pembentukan baitulmal serta mengatur distribusi harta rampasan perang di kalangan umat Islam, melakukan pengangkatan para gubernur serta mengawasi pckerjaan mereka. Begitu besar perhatiannya dicurahkan pada masalah-masalah negara dan administrasinya, sehingga semua pikiran di luar itu, baik mengenai pribadinya ataupun soal keluarga, dikesampingkan. Dalam mcncurahkan perhatian untuk kepentingan negara, dari soal yang kecil sampai ke soal yang besar, dialah yang berhasil menyelesaikan dalam waktu relatif pendek, suatu pekerjaan yang tidak akan dapat diselesaikan orang dalam waktu bertahun-tahun. Malah sedikit sekali orang yang akan mampu menyelesaikan.Barangkali masih ada sebab lain yang cukup berpengaruh di samping yang kita kemukakan di atas mengenai sikap para sejarawan itu terhadap Abu Bakr dan zamannya. Mereka mengira, bahwa persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun itu, dan yang menjadi pilihan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sehingga Rasul berkata: Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah "khalil-ku" mereka mengira bahwa semua itu lebih penting daripada

Page 21: Kisah Sahabat Nabi

prestasinya selama masa kekhalifahannya. Mcmang sudah tak perlu disangsikan lagi bahwa kedudukan Abu Bakr di samping Rasulullah dalam penilaian kita merupakan dampak yang amat tinggi dan cemerlang; tetapi kekhalifahan Abu Bakr adalah sebuah lingkaran yang telah melengkapi dan menjadi mahkotanya sejarah yang agung itu.

Tugas kekhalifahannya tidak kurang dari persahabatannyaPekerjaan Abu Bakr dalam kekhalifahannya tak kurang besarnya dari persahabatannya dengan Rasulullah. Bahkan pada masa kerasulannya dia adalah salah seorang dari dua orang itu (ketika keduanya berada dalam gua). Pertama, Allah telah memilihnya dalam kenabian dan mengutamakannya dalam menyampaikan risalah serta mewahyukan Qur'an kepadanya sebagai penjelasan dan petunjuk serta pemisah antara yang benar dengan yang batil. Beban yang dipikul oleh Abu Bakr pada waktu kerasulan itu adalah beban seorang pengikut yang penuh iman, yang kekuatan imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah tak pernah goyah. Bahkan beban yang dipikulnya setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah, adalah beban yang dipikulnya sendiri sebagai manusia pertama di kalangan Muslimin dan sebagai pengganti (Khalifah) Rasulullah. Bukan lagi ia seorang pengikut yang ikut bicara dalam musyawarah, melainkan sebagai seorang pemimpin yang diikuti sahabatsahabatnya dengan memberikan pendapat kepadanya seperti halnya ia sendiri dulu bersama-sama sahabat-sahabat yang lain memberikan pendapat kepada Rasulullah.

Beban itu dipikulnya dengan penuh iman, penuh amanah dan kejujuran. Allah telah memberikan balasan kepadanya dan kepada kaum Muslimin dengan sebaik-baikriya. Jika kejujuran Abu Bakr dalam bersahabat dengan Rasulullah merupakan suatu manifestasi kebesaran insani yang didasarkan pada keimanan yang murni sebagai sandarannya yang kukuh, maka pengabdian Abu Bakr selama dalam kekhalifahannya untuk membela agama, untuk melakukan dakwah serta membangun kedaulatan Islam, tidak pula kurang agungnya dari persahabatannya dengan Rasulullah, disertai keimanan yang sungguh-sungguh kepadanya dan kepada segala yang diwahyukan Allah kepadanya. Oleh karena itu sejarah kekhilafahan (pemerintahan) Abu Bakr patut sekali dibahas secara lebih terinci.