khusyu' dalam shalat
DESCRIPTION
agamaTRANSCRIPT
-
KRITERIA KHUSYU` DALAM SHALAT
Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian akhir pesantren
Oleh :
Mohammad Hasbi Asidiqi
NIS : 09101074
PESANTREN PERSATUAN ISLAM 40 SARONGGE
TAHUN AJARAN 2011-2012 M/1432-1433 H
-
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran sehingga karya tulis
yang berjudul Kriteria Khusyu` dalam Shalat ini dapat diselesaikan. Sungguh
merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi penulis.
Karya tulis ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu
syarat kelulusan Mu`alimin Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge.
Selama melakukan penulisan penulis tentu mengalami berbagai
halangan, namun berkat dukungan dari semua pihak penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa
terimakasih kepada:
1. Yang terkasih kedua orangtuaku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang
yang tiada tara. Yang selalu memberikan doa dan materi yang tidak dapat
tergantikan oleh apa pun.
2. Yang terhormat Mudir Am Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge Ustadz
Deni Saeful Bukhari, yang telah memberikan dorongan beserta fasilitasnya.
3. Yang terhormat Ustadzah Dedeh Sariah selaku pembimbing satu.
4. Yang terhormat Ustadz Wawan Nashrudin selaku pembibing dua.
5. Yang terhormat Mudir mualimien Ustadz Muhammad Shagir, S.Psi
6. Yang terhormat Ustadz dan Ustadzah Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
-
ii
7. Teman-teman seperjuangan; Ahdan Romdon Febriana, Ai Epon, Andi
Romansyah, Akmal Nashrul Fatah, Asri Amalia Nurain, Dicky Zaenudin,
Farida Nurhasanah, Fatia Nurfadillah, Fauzan Ihsan, Gilang Maulid
Triananda, Ikhsanuddin, Maryam Fitri Masitoh, Pujiyati Rohmah, Rosniah,
Sintia Nurohmah Awaliyah, Sopian, Sulastri Mayang Sari, Ujang Parihawan,
Wita Nurhayati, Witri Nurani, Wiwin Solihat dan Yadi Mulyadi yang selalu
menjadi motivator bagi penulis, tanpa dukungan kalian rasanya akan sulit
untuk menyelesaikan karya tulis ini.
Mudah-mudahan karya tulis ini memberikan manfaat bagi pembaca
walaupun penulis sadar penulisan karya tulis ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna.
-
iii
DAFTAR ISI
Kata pengantar ... i
Daftar isi ...... iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .. 1
B. Rumusan Masalah ..... 4
C. Tujuan Penulisan ... 4
D. Manfaat Penelitian . 4
E. Metode Penelitian .. 5
F. Sistematika Penulisan 5
BAB II Landasan Teoritis
A. Pengertian Khusyu` ... 7
B. A. Cara-cara supaya khusyu` dalam shalat . 14
C. B. Hal-hal yang dapat mempengaruhi khusyu` .. 22
BAB III Pelaksanaan Khusyu` dalam Shalat
A. A. Kebiasaan dalam shalat 33
B. B. Hikmah pelaksanaan khusyu` dalam shalat .. 40
BAB IV Kesimpulan dan Saran
A. A. Kesimpulan 48
B. Saran .. 49
Daftar pustaka 50
Riwayat hidup . 51
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna, segala hal yang berkaitan dengan
duniawi dan akhirat sudah ada dan diatur di dalam agama Islam, yang tentunya
berpedoman kepada Quran dan Sunnah. Islam merupakan agama yang dibawa
seluruh nabi, Islam juga adalah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah
SWT.
Diantara ajaran Islam, kita diwajibkan melaksanakan shalat sebanyak lima
waktu yang merupakan amal ibadah yang pertamakali akan dihisab. Jika shalat
seseorang baik maka seluruh amalnya akan baik, namun jika shalatnya rusak
maka seluruh amalnya akan rusak. Maka kita harus melaksanakannya dengan
benar dan sama dengan shalat yang dicontohkan Rosululloh SAW. Dalam sebuah
hadis Beliau bersabda:
Artinya: Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat. (HR. Bukhari).
Dari hadis di atas jelas bahwa dalam pelaksanaan shalat kita tidak boleh
sekehendak kita sendiri, namun harus merujuk kepada apa yang dicontohkan Nabi
SAW.
Shalat juga merupakan ibadah yang paling utama, shalat adalah kewajiban
yang paling besar pengaruhnya, paling besar kebaikannya, dan paling berbahaya
-
2
apabila ditinggalkan. Shalat merupakan tiang agama dan kunci surga. Barangsiapa
yang shalat, berarti telah berpegang teguh dengan syari'at Islam dan
memperkokoh pondasinya. Namun barangsiapa melalaikan shalat berarti telah
melalaikan agamanya dari pondasinya. Oleh karena itu shalat bukanlah hal yang
sepele yang dapat dikerjakan tanpa kesungguhan dalam hati, namun harus
dilaksanakan dengan penuh kekhusyu`an.
Mengenai khusyu`, dalam shalat tentu kita harus berusaha agar selalu
khusyu` di dalam shalat, dikarenakan apabila shalat tanpa khusyu` kita tidak akan
merasakan manfaat dari shalat itu sendiri, bahkan ada ancaman jika melaksanakan
shalat tanpa adanya khusyu`. Dalam surat Al-Ma'un Allah SWT. Berfirman:
Artinya: Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang
yang lalai dalam shalatnya.
Namun jika pelaksanaan shalat dilaksanakan dengan khusyu` maka akan
termasuk ke dalam orang-orang mukmin yang bruntung mendapatkan surga.
Dalam surat Al-Mukminun Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu
orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya.
-
3
Dengan demikian kita dituntut untuk khusyu` dalam setiap kali shalat jika
tidak ingin termasuk kedalam kategori orang-orang yang lalai dan celaka. Namun
sekarang yang menjadi permasalahan adalah fenomena di masyarakat yang
kebanyakan masih belum mengetahui shalat yang khusyu` itu seperti apa? ada
yang mengatakan bahwa khusyu` itu adalah tidak mendengar apapun yang ada di
sekitarnya, dan ada juga yang mengatakan bahwa kita akan mendapatkan
kekhusyu`an dalam shalat dengan cara sambil menangis. Apakah pendapat
tersebut berdasarkan dalil atau hanya berpendapat tanpa merujuk kepada dalil.
Kemudian dalam pelaksanaan shalat tentu kita tidak terlepas dari bermacam-
macam gangguan, baik gangguan syetan atau dari hal yang ada disekitar kita.
Seperti hal-nya ketika melaksanakan shalat berjama'ah dan di depan kita ada yang
memakai pakaian bergambar yang mencolok dan dapat mengalihkan perhatian,
atau ada anak kecil yang berlarian di depan kita. Hal tersebut tentu dapat
mengganggu pikiran kita saat melaksanakan shalat, bahkan sejadah pun yang
dibuat khusus sebagai alas untuk shalat memiliki berbagai motif yang menarik
untuk dilihat. Ketika shalat kita harus menundukan pandangan, namun dengan
menggunakan sejadah yang bergambar tentu kita akan menunduk, tapi bukan
karena ingin khusyu` melainkan hanya tertarik dengan gambar yang ada pada
sejadah. Terlepas dari pakaian dan sejadah, banyak lagi hal lainnya yang mungkin
dapat menghalangi kekhusyu`an, seperti melaksanakan shalat ditempat yang
bising, atau shalat ditengah perjalanan seperti di hutan. Maka dapatkah kita
mengusahakan untuk melaksanakan skalat dengan khusyu`?
-
4
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk mengambil
permasalahan tersebut untuk dikaji lebih dalam, dengan mengangkat judul
"KRITERIA KHUSYU` DALAM SHALAT".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan
masalah tersebut kedalam rumusan masalah sebagai beriku:
1. Bagaimana kriteria khusyu` dalam shalat?
2. Bagaimana cara agar khusyu` dalam shalat?
3. Apa hikmah dari melaksanakan shalat dengan khusyu`?
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan ini yaitu untuk:
1. Mengetahui kriteria khusyu` dalam shalat
2. Mengetahui cara agar khusyu` dalam shalat
3. Mengetahui hikmah dari melaksanakan shalat dengan khusyu`
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
Secara teoritis, penulisan karya tulis ini bisa menambah sumber kepustakaan
dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Secara praktis, agar masyarakat lebih memahami tentang kriteria khusyu`
dalam shalat sehingga dapat menerapkannya didalam shalat.
-
5
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis yaitu metode penelitian
kepustakaan murni, yaitu mencari keterangan yang sesuai dengan dengan masalah
yang akan dibahas dari sumber yang berupa naskah-naskah tertulis, baik
berbentuk dokumen, koran, majalah, dan teks-teks lainnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam pembuatan karya tulis ini akan disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Khusyu`
B. Cara-cara Supaya Khusyu` dalam Shalat
C. Hal-hal yang dapat Mempengaruhi Khusyu`
BAB III PEMBAHASAN MASALAH
A. Kebiasaan dalam Shalat
B. Hikmah dari Pelaksanaan Khusyu` dalam Shalat
-
6
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
-
BAB II
LANDASAN TEORITIS
C. Pengertian khusyu`
1. Menurut bahasa
Kata khusyu' sendiri disebutkan beberapa kali di dalam Al-Qur'an.
Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/tenang, ketakutan,
kering/mati, seperti:
a. Hina dan menunduk
Sebagaimana dalam firman Allah SWT: (QS. Al-Gasyiah : 2).
Artinya: "Banyak muka pada hari itu tunduk terhina"
Allah juga berfirman: (QS. An-Nazi'at : 8-9).
Artinya: "Hati mereka pada waktu itu sangat takut. Pandangannya
tunduk".
Allah juga berfirman: (QS. Al-Qamar : 6-7).
-
8
Artinya: "Maka berpalinglah kamu dari mereka, (ingatlah) hari (ketika)
seorang penyeru (malaikat) menyeru kepada sesuatu yang tidak
menyenangkan (hari pembalasan). Sambil menundukkan
pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-
akan mereka belalang yang beterbangan"
b. Rendah dan tenang
Sebagaimana dalam firman Allah SWT. (QS. (Thaha : 108).
Artinya:Pada hari itu manusia mengikuti penyeru dengan tidak berbelok-
belok. Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha
Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.
c. Merendahkan dan menundukkan diri
Sebagaimana firman Allah SWT (QS. Al-Hasyr : 21).
Artinya: "Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah
disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-
perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berfikir".
-
9
(QS. Al-Qalam: 43).
Artinya: "(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi
mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di
dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan
sejahtera".
d. Kering dan mati
Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS. Fushshilat : 39).
Artinya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa
engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami
turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur
Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat
menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.".
2. Menurut syari`at
-
10
Khusyu` itu merupakan kelunakan hati, ketenangan fikiran, dan
ketenangan (ketundukan) untuk menghindari hawa nafsu, dan hati yang
menangis karena Allah. Lalu hilanglah segala yang ada di dalamnya, berupa
kecongkakan dan kesombongan. Ketika itulah posisi di hadapan Ilah yang
mendominasi. Hamba tidak bergerak dan diam kecuali sesuai dengan apa yang
diperintahkan.
Maka oleh karena itu khusyu` merupakan:
a. Konsekuen dalam amal, dengan mentaati Allah dan meninggalkan
kemaksiatan.
b. Penampilan dalam jiwa yang tentram pada anggota tubuh, yaitu
ketenangan.
c. Hati merasakan keagungan Allah, sehingga merenungkan keagungan dan
kewibawaan.
d. Hati berdiri di hadapan Allah SWT dengan ketundukan dan kerendahan.
e. Memancarnya cahaya pengagungan dalam hati, serta padamnya api
syahwat dan syubhat.
f. Menerima dan patuh terhadap kebenaran. Ketika hawa nafsu dan
keinginan menyelisihinya.
Kita sering mengasosiakan khusyu` dengan kontemplasi, semedi atau
meditasi yang biasa dilakukan dalam praktek ritual agama lain. Kita menjadi
lupa untuk menggali bagaimana Al Qur'an menjelaskan mengenai khusyu`
itu. Dalam firman-Nya . (QS Al-Baqarah : 45-46).
-
11
Artinya: Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini,
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan
kembali kepada-Nya.
3. Pengertian khusyu' di dalam shalat
Seseorang dapat dikatakan khusyu` ketika shalat jika ia meyakini
bahwa pada saat itu ia sedang bermunajat kepada Allah SWT. Ia merasakan
kehadiran Allah, karena sesungguhnya dia sedang berkomunikasi dengan
Allah, mengadu, dan meminta. Dengan kondisi hati yang tunduk pasrah hanya
untuk Allah SWT.
Mengenai makna kekhusyu'an itu, Ibnu Abba's menandaskan: "Artinya
penuh takut dan khidmad." Al-Mujahid menyatakan: "Tenang dan
tunduk."Sementara Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan: "Yang dimaksud
dengan kekhusyu'an di situ adalah kekhusu'an hati."Lain lagi dengan Hasan al-
Bashri, beliau berkata: "Kekhusyu'an mereka itu berawal dari dalam sanubari,
lalu terkilasbalik ke pandangan mata mereka sehingga mereka menundukkan
pandangan mereka dalam shalat."Imam Atha' pernah berkata:"Khusyu' artinya,
tak sedikitpun kita mempermainkan salah satu anggota tubuh kita". Maka, oleh
karena itu kekhusyu'an dalam shalat bukanlah sekedar kemampuan
-
12
memaksimalkan konsentrasi sehingga fikiran hanya terfokus dalam shalat.
Namun kekusyu'an lebih merupakan kondisi hati yang penuh rasa takut,
pasrah, tunduk dan sejenisnya; yang membias dalam setiap gerakan shalat
menjadi nampak anggun, khidmat dan tidak serampangan. Seperti yang sudah
kita ketahui bahwa khusyu` itu adalah ketundukan merasa hina, dan ketaatan
kepada semua perintah Allah SWT. Ketika rasa khusyu` telah didapatkan,
seorang hanba akan berdiri di hadapan Rabbnya dengan lebih tunduk dan
syahwat diri menjadi redam serta rasa takabur menjadi hilang. Ia menjadi
yakin bahwa dirinya sedang bermunajat kepada rabbnya sehingga ia tidak
menoleh ke kiri atau ke kanan. Pengaruh hal demikian nampak jelas pada
semua anggota tubuh orang yang menunaikan shalat. Ia tidak melakukan
kesia-siaan. Tidak memandang ke tembok saja, tidak mengangkat pakaian,
tidak bermain-main dengan jenggotnya, tidak pula dengan pakaiannya, dan
hal-hal lain yang bisa menghalangi kekhusyu`an dalam shalatnya.
Banyak orang mendefinisikan khusyu` dengan menggunakan acuan
peristiwa Ali bin Abi Thalib ketika kakinya terkena anak panah. Ketika anak
panah tersebut akan dicabut Beliau mengerang, tak kuat menahan sakit
sehingga para sahabat tak tega mencabutnya. Lalu Beliau shalat dengan
khusyu. Dan ketika shalat itu, anak panah dapat dicabut tanpa Ali bin Abi
thalib merasakan kesakitan.
Peristiwa tersebut sangat popular dan memberikan kesan yang kuat
bahwa salah satu tanda shalat yang khusyu` adalah seseorang tidak lagi
merasakan sakitnya luka. Seolah-olah ketika shalat dengan khusyu, kita bisa
-
13
lepas dari alam dunia. Tidak merasakan apa-apa dan tidak memikirkan apa-apa
lagi. Kesan ini diperkuat lagi oleh cerita tentang satria yang sedang bersemedi
didalam kisah perwayangan. Diganggu jin dan gendruwo tidak gentar,
dikelilingi binatang buas diam saja, dirayu bidadari cantik tidak tergoda.
Tahan tidak makan dan minum berhari-hari lamanya. Apakah shalat khusyu
harus seperti itu? Siapa orang yang paling khusyu' shalatnya di dunia ini? Pasti
kita sepakat, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling khusyu'
shalatnya. Marilah kita melihat bagaimana Rasulullah melakukan shalatnya.
Pada saat Rosul shalat dan Umamah binti Zainab puteri Nabi berada
di atas leher beliau. Apabila beliau ruku beliau meletakkannya, dan
apabila beliau bangun dari sujudnya, beliau mengambilnya dan
meletakkannya kembali di atas leher beliau. Sebagaimana diterangkan
dalam riwayat Ahmad dan Nasai.
Nabi menyuruh membunuh dua binatang hitam. Yaitu ular dan lipan,
walaupun sedang shalat. Sebagaimana diterangkan dalam riwayat
Muttafaq `alaih.
Nabi memanjangkan sujudnya ketika shalat karena anak kecil
bernama Hasan dan Husain menaiki punggung beliau. Sebagaimana
diterangkan dalam riwayat Ahmad, Nasa`i, dan Hakim.
Nabi menjawab salam ketika sedang shalat dengan cara berisyarat
dengan tangan. Sebagaimana diterangkan dalam riwayat Ahmad dan
Tirmidzi.
-
14
Ketika sedang berperang, Nabi mengajarkan shalat khauf. Shalat
berjamaah yang dilakukan dengan cara yang unik karena harus tetap
dalam kondisi siaga terhadap serangan musuh. Sebagaimana
diterangkan dalam riwayat Muttafaq `alaih.
Dari beberapa riwayat tersebut, ternyata ketika shalat, Nabi selalu
peka dan tanggap kepada lingkungannya. Beliau tetap mendengar dan melihat
apa yang terjadi di sekelilingnya. Lintasan-lintasan pikiran pun tetap ada
ketika Beliau shalat. Bahkan jika ada masalah, Beliau mengajarkan kepada
kita untuk shalat sunnat dua rakaat. Artinya, ketika shalat, Beliau bukan
melupakan suatu masalah, tetapi malah sengaja membawa masalah tersebut
dalam shalatnya untuk disampaikan kepada Allah agar diberikan jalan
keluarnya. Apa yang Beliau ajarkan sesuai dengan apa yang diperintahkan
Allah SWT : (QS Al Baqarah: 153)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar.
D. Cara-cara supaya khusyu` dalam shalat
Ada banyak sekali pendapat-pendapat yang mengemukakan tentang cara-
cara agar kita dapat khusyu` ketika melaksanakan shalat, maka penulis mengutip
beberapa diantaranya untuk dimuat di dalam karya tulis ini.
-
15
1. Berpikir bahwa ini adalah shalat kita yang terahir
Kita harus yakin jika shalat ini ialah sebagai shalat terakhir kita
dimuka bumi ini, sering kita dengar si fulan meninggal seusai shalat, si fulan
meninggal setelah adzan, imam fulan meninggal saat sujud dan lainnya. Si
fulan meninggal saat tengah judi, maksiat dan lainnya.
Mungkin ini ialah shalat terahir di dunia, setelah itu, kita harus relakan
suami atau istri kita seorang diri, anak kita menjadi yatim piatu, mungkin nanti
malam ialah malam pertama dalam liang kubur, semua harta yang kita
kumpulkan tak akan kita bawa, dan menjadi hak saudara kita, wajah elok dan
cantik yang kita banggakan dalam sekejap akan berubah busuk.
Dari Abi Ayyub ra bahwa Nabi saw bersabda: Apabila engkau
mendirikan shalat maka maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan
berpisah. (Musnad Imam Ahmad: 5/412)
Orang yang akan Berpisah yang dimaksud disini ialah seperti halnya
orang yang akan berpisah nyawa dan raganya, akan berpisah dengan semua
anak istri, harta, tahta, segala dunia berganti dengan malam pertama di liang
kubur yang gelap, sunyi, sepi, dingin, sendiri, tiada teman disisi. Tidaklah
seorang muslim yang didatangi oleh shalat yang wajib, kemudian dia baik
dalam melaksanakan wudhu, menhadirkan kekhusyuan dan ruku maka dia
akan menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang telah dikerjakan sebelumnya,
selama dia tidak pernah berbuat dosa-dosa besar dan hal itu terjadi selama
sepanjang masa. (Shahih Muslim: 1/206 no: 228)
-
16
Dan Nabi saw adalah orang yang paling banyak khusyunya di dalam
shalat. Abdullah bin Al-Syikkhir berkata: Aku melihat Nabi saw mendirikan
shalat dan di dalam dada beliau terdengar isak tangis seperti suara gesekan
penggiling tepung karena menangis. (Sunan Abu Dawud: 1/238 no: 716)
Dan Abu Bakar adalah seorang lelaki yang banyak menangis dikala
shalat sehingga dia tidak bisa memperdengarkan suara bacaannya pada saat
shalat mengimami orang. Dan Umar ra, pada saat dia mengimami orang dalam
shalatnya dan membaca surat Yusuf maka isak tangisnya terdengar sampai
pada akhir saf dan dia membaca QS. Yusuf:84. Shahih Bukhari: 1/236
Isham Yusuf bertanya: Hai Hatim, apa yang dimaksud dengan
menyempurnakan shalat?. Jawabnya: Menjelang (sebelum) waktu tiba,
sudah siap dengan wudlu sempurna, lalu berdiri tegak di tempat shalat sepenuh
jiwa raganya, hingga terbayang seakan-akan Kabah didepan mata, dan
makam (liang lahat) tepat di dada, Allah SWT mengetahui segala isi hati, kaki
seakan berada di atas sirath, surga di sisi kanan dan neraka di kirinya, Malaikat
Izrail (Malaikat Maut) tepat berada di tengkuk belakangnya, dan punya
perasaan bahwa Shalat ini shalat yang terakhir dilakukan olehnya Kemudian
takbir dengan khusyu, dan hening penuh dengan tafakkur (berfikir), saat
membaca Al-Fatihah dan surat, lalu ruku dengan penuh tawadlu, dan sujud
dengan tunduk merendah serta memohon, terus duduk dengan sesempurnanya,
baca tahiyat (tasyahud) dengan penuh harapan dan takut, akhirnya salam
menurut sunnatur rasul. Semuanya diserahkan secara ikhlas kepada Allah, lalu
berdiri (sesudah selesai shalat) dengan penuh rasa takut jika tidak diterima
-
17
shalatnya, dan pula penuh harap diterimanya oleh Allah dan semua dipelihara
dengan penuh rasa sabar.
Tanya Isham: sejak berapa lama anda lakukan shalat seperti yang diceritakan
tadi?. Jawabnya:Sejak 30 tahun. Akhirnya ia menangis dan berkata: aku
sama sekali belum pernah melaksanakan shalat yang seperti anda jelaskan.
Bagaimana kita dapat Shalat Khusyu` sementara kita terlalu takabur atau
terlalu sombong dan yakin jika kita masih hidup beberapa waktu setelah
shalat.
2. Memahami/mengetahui setiap bacaan shalat.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS An-Nisa :43).
...
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan
Jelas sekali ayat ini menekankan pada arti bacaan shalat, kita dapat
melatihnya secara berlahan. Jangan sampai puluhan tahun kita hidup di dunia,
hafal berates-ratus lagu Eropa dan Lagu Amerika lengkap dengan nada
panjang pendek, intonasi serta artinya dan juga riwayat pembuatan lagu dan
riwayat hidup artis penyanyinya tapi bacaan shalat saja tidak hafal. Mabuk
dalam ayat ini boleh diartikan sebagai mabuk khamr, tapi juga mabuk dunia,
mabuk harta, mabuk tahta, mabuk cinta pun termasuk pula dalam hal yang
mengganggu shalat sehingga kita lupa bacaan shalat apa yang telah kita baca,
-
18
bahkan kita lupa rakaat ke berapa. Lebih baik membaca surat pendek yang
kita tahu arti bacaan setiap kata-kata daripada membaca surat panjang yang
kita tak tahu apa artinya. Ingat, untuk mencapai shalat khusyu` dalam Ayat
diatas ialah faham apa yang kita ucupkan. Garis besarnya, dalam ayat ini
terdapat dua hal:
a. Jangan melamun, jangan mabuk, jangan mabuk harta, jangan mabuk
cinta, jangan mabuk tahta, jangan mabuk dunia yang membuat kita tidak
sadar dan tidak tahu apa yang kita ucapkan.
b. Arti bacaan shalat yang harus kita fahami untuk mencapai shalat khusyu`
sangat penting hingga kita tidak hanya dituntut hafal bacaan shalat tapi juga
faham artinya agar lebih khusyu` dan menghayati shalat.
3. Bacaan diucapkan dengan suara sedang (tidak terlalu keras dan tidak terlalu
pelan)
Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS Al-Isra': 110)
Artinya: ...Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah
diantara kedua itu.
Bila kita pelankan suara atau cuma di dalam hati saja, maka terkadang
fikiran kita akan melayang tak tentu arah, tapi jika kita baca dengan suara
lirih yang didengar oleh diri sendiri, maka ini akan lebih membantu
konsentrasi pada bacaan shalat.
-
19
4. Tuma`ninah
Meski nampak sepele namun tuma`ninah merupakan hal penting untuk
tercapainya khusyu`. Rasulullah SAW menyuruh orang yang shalat agar
mengulang kembali shalatnya, dan setelah diulang, tapi tetap saja Rasulullah
Muhammad SAW menyuruhnya mengulang lagi shalatnya. Dan setelah
diulang pun, tetap saja Rasulullah SAW menyuruhnya mengulang lagi
shalatnya. Hal ini dikarenakan orang tersebut tidak tenang dan tidak
Tumamaninah dalam shalatnya, tergesa-gesa, tidak menghayati, tidak
memberikan sepenuh jiwa, hati dan raga untuk menghadap Sang Khaliq. Ini
pun menandakan bahwa shalat yang tidak tumamaninah itu tidak sah dan
Rasulullah SAW memerintahkan agar mengulangi shalatnya hingga sampai
berkali-kali.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw masuk ke dalam
masjid dan seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian
menemui Nabi Saw dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya
dan berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang
mengerjakan shalat dengan cara sebelumnya, kemudian menemui dan
mengucapkan salam kepada Nabi Saw. Beliau pun kembali berkata,
"Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Hal itu terjadi tiga
kali. Orang itu berkata, "Demi Dia yang mengutus engkau dengan
kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan cara yang lebih baik
selain cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi Saw bersabda,
"Ketika kau berdiri untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah (surah) dari Al
Quran kemudian rukuklah hingga kau merasa tenang (thuma'ninah).
Kemudian angkatlah kepalamu dan berdiri lurus, lalu sujudlah hingga kau
merasa tenang selama sujudmu, kemudian duduklah dengan tenang, dan
kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu". (1:724 - Shahih Al
Bukhari).
-
20
5. Sebaiknya memilih tempat yang sesuai
Maksudnya ialah tempat yang tidak banyak gangguan yang dapat
menghalangi kita untuk mendapatkan kekhusyu`an. Sebaiknya memilih tempat
yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Tenang dan jauh dari keributan yang mungkin salah satunya ditimbulkan
oleh sesaknya orang yang shalat sehingga dapat menimbulkan suara-suara
yang mengganggu.
b. Menghindari hal-hal yang dapat mengganggu hadirnya malaikat ke tempat
kita shalat, seperti halnya ada gambar dan anjing. Rosul SAW pernah
bersabda: Para malaikat tidak akan memasuki satu rumah yang
didalamnya terdapat anjing dan suroh (sejenis gambar). (Muttafaq
`alaih).
Dalam bahasa arab kata suroh tidak hanya mengandung arti
gambar, tetapi juga bisa diartikan patung, arca dll. Dalam buku karya A.
Hasan berjudul "soal-jawab" dijelaskan secara rinci mengenai larangan
suroh yang memuat sembilan belas hadis, dua belas hadis diriwayatkan
oleh Bukhari yang sudah tidak diragukan lagi keshahihannya, enam hadis
Muslim, dan satu hadis Ahmad. Dari semua hadis larangangan suroh
tersebut A. Hasan menyimpulkan bahwa tidak semua suroh haram, yang
dihamkan yaitu:
gambar yang ditakuti akan disembah orang
gambar yang memang disembah orang
patung yang ditakuti akan disembah orang
-
21
patung yang memang disembah orang
sedangkan gambar dan patung selain itu tidak diharamkan. Hal
tersebut dikarenakan zaman dulu masyarakat Arab masih sangat kental
dengan persembahan trhadap berhala.
Namun sekarang dapat dikatakan berhala sudah jarang ada orang
yang membuat dan menyembahnya. Tetapi sekarang tidak sedikit orang
yang mengidolakan artis, segala cara dilakukan demi idolanya tersebut,
Dinding kamar semuanya dipenuhi dengan gambar idolanya. Hal tersebut
dihawatirkan dapat masuk kepada yang diharamkan disebabkan terlalu
mengangung-agungkan apa yang seharusnya tidak diagungkan dan
dipuja-puja. Namun jika hanya sebatas suka dan tidak ada unsur
mengagungkan maka tidak akan menjadi haram jika menempelkan
gambar yang bagus dan kita sukai.
c. Tidak melaksanakan shalat di atas kuburan atau menghadap kuburan.
Sebagaimana sabda Rosul:
Artinya: Janganlah engkau shalat menghadap kuburan dan jangan pula
engkau duduk di atasnya. (HR Muslim).
Dalam riwayat lain diterangkan: "Allah memusuhi orang-orang Yahudi
yang menjadikan kuburan Nabi-nabi mereka sebagai masjid." (Muttafaq
`alaih).
-
22
E. Hal-hal yang dapat mempengaruhi khusyu`
dalam pelaksanaan shalat tentu kita tidak terlepas dari bermacam-macam
gangguan, baik gangguan syetan atau dari hal yang ada disekitar kita. Seperti
ketika melaksanakan shalat berjama'ah dan di depan kita ada yang memakai
pakaian bergambar yang mencolok dan dapat mengalihkan perhatian, atau ada
anak kecil yang berlarian di depan kita. Hal tersebut tentu dapat mengganggu
pikiran kita saat melaksanakan shalat, bahkan sejadah pun yang dibuat khusus
sebagai alas untuk shalat memiliki berbagai motif yang menarik untuk dilihat.
Ketika shalat kita harus menundukan pandangan, namun dengan menggunakan
sejadah yang bergambar tentu kita akan menunduk, tapi bukan karena ingin
khusyu` melainkan hanya tertarik dengan gambar yang ada pada sejadah. Berikut
adalah beberapa contoh penghalang shalat khusyu`:
1. Ada yang berlalu lalang di depan orang yang sedang shalat.
Rosulullah SAW bersabda:
Artinya: Apabila seseorang di antara kamu shalat dengan memasang
batas yang membatasinya dari orang-orang lalu ada seseorang
yang hendak lewat di hadapannya maka hendaklah ia
mencegahnya. Bila tidak mau perangilah dia sebab dia
sesungguhnya adalah setan. (Muttafaq `alaih).
-
23
Dalam hadis tersebut dapat diketahui bahwa sangat berbahaya jika
berjalan dihadapan orang yang sedang shalat, bahkan Rosul menyuruh untuk
memerangi orang yang tetap ingin berjalan di hadapan yang sedang shalat.
Dalam hadis lain Rosulullah bersabda: seandainya orang yang berlalu di
hadapan orang yang sedang shalat mengetahui apa yang akan menimpa
dirinya, tentu berdiri berdiri selama empat puluh lebih baik baginya daripada
berlalu di hadapannya. (HR Bukhari.)
Syaikh Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi di dalam kitab Aujaz Al-
Masalik ila Muwaththa Al-Imam Malik (3/143) berkata, Ibnu Rusyd berkata,
Ulama jumhur sepakat bahwa makruh hukumnya berlalu di hadapan orang
yang sedang melaksanakan shalat karena adanya ancaman berkenaan dengan
perbuatan itu. Kitab-kitab dari kalangan para pengikut mazhab Syafi`i
dengan jelas menegaskan bahwa berlalu di hadapan orang yang sedang
melaksanakan shalat haram hukumnya. Kitab-kitab dari kalangan para
pengikut mazhab Hanafi dan Maliki menegaskan dengan jelas bahwa dosa atas
orang yang berlalu di hadapan orang yang sedang melaksanakan shalat. Hanya
saja mereka melakukan pembagian atas orang yang berlalu di hadapan orang
yang sedang shalat dengan dasar tinjauan berdosa atau tidak, kepada empat
macam:
a. Orang yang berlalu di depan orang yang shalat berdosa dan orang yang
shalat tidak berdosa jika orang yang menunaikan shalat menghadap
kepada suatu pembatas dan orang yang berlalu itu memiliki jalan luas
lainnya, namun tetap menginjak lewat dari batas. Maka orang yang
-
24
berlalu di hadapan orang shalat berdosa dan orang yang shalat tidak
berdosa.
b. Orang yang berlalu di depan orang yang shalat tidak berdosa dan orang
yang shalat berdosa. Jika seseorang menunaikan shalat di dalam suatu
proyek yang selalu dilalui banyak orang tanpa pembatas atau terlalu jauh
dari pembatas itu, sedangkan orang yang hendak berlalu tidak
mendapatkan jalan luas.
c. Orang yang berlalu dan orang yang shalat kedua-duanya berdosa. seperti
pendapat kedua, akan tetapi orang yang berlalu masih memiliki tempat
yang luas untuk berlalu. Maka kedua-duanya berdosa.
d. Orang yang berlalu dan orang yang shalat kedua-duanya tidak berdosa.
seperti pendapat pertama, tetapi orang yang berlalu tidak memiliki
tempat yang luas untuk berlalu, maka kedua-duanya tidak berdosa.
Maka untuk mencegah hal tersebut kita dianjurkan untuk membuat sutrah
(pembatas) saat akan melaksanakan shalat. Rosul bersabda:
Artinya : Apabila seseorang di antara kamu shalat hendaklah ia
membuat sesuatu di depannya jika ia tidak mendapatkan
hendaknya ia menancapkan tongkat jika tidak memungkinkan
hendaknya ia membuat garis namun hal itu tidak mengganggu
-
25
orang yang lewat di depannya. (HR Ahmad, dan Ibnu
Majah).
Namun sekarang sudah ada sejadah, dan kita dapat menggunakan ujung
sejadah sebagai sutrah, yaitu pembatas supaya orang tidak lewat di hadapan
kita ketika shalat.
Jika begitu bagaimana sikap kita terhadap orang yang tetap berlalu di
hadapan kita ketika shalat?. Maka dijelaskan dalam hadis yang sebelumnya
agar mendorong orang yang berlalu di hadapan kita. Dengan demikian kita
harus menjaga agar tempat sujud kita tidak dilalui orang, bahkan Rosul
menyuruh memerangi orang yang tetap ingin barlalu di hadapan kita ketika
sedang shalat.
2. Menghadap dinding atau tirai yang bermotif
Suatu ketika Rosulullsh SAW shalat di rumah Aisyah yang terdapat
kelambu merah, maka Rosulullah SAW bersabda, singkirkan kelambu
merahmu ini dari kami karena gambar-gambarnya masih saja terlihat di
dalam shalatku. (HR Bukhari)
Dengan hadis tersebut jelas memakai tirai yang memiliki gambar
sebaiknya dihindari agar tidak mengganggu terhadap orang yang shalat.
Begitu pun dengan dinding. Malah sekarang tidak sedikit masjid-masjid yang
diukir dindingnya dengan hiasan kaligrafi, dan karpet dengan gmbar yang
berpariasi. Meskipun terlihat islami, karena menggunakan gambar mesjid
ataupun kabah, namun tetap saja dapat mengganggu. Pada zaman Utsman
ketika mendirikan mesjid, orang-orang membuat gambar buah limun di atas
-
26
langit-langit sehingga orang yang masuk mesjid pandangannya meninggi ke
arah gambar tersebut. Hal itu sampai kepada Utsman dan memerintahkan
untuk melepaskan gambar itu.
Rosul SAW pernah bersabda:
Artinya: "Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi masjid." (HR Abu
Dawud).
Begitu pun dengan gmbar-gambar yang lain, seperti gambar pada punggung
orang yang shalat di hadapan kita. Sebaiknya hal itu di hindari.
3. Menahan buang air
Buang air merupakan suatu hajat bagi manusia, meski ketika shalat
kita tidak dibenarkan untuk menahan buang air, karena dapat mengganggu
kekhusyu`an. Rosulullah SAW bersabda, jangnlah seseorang dari kalian
mendatangi shalat, sedangkan ia dalam keadaan ingin buang air hingga
telah menjadi ringan. (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa`i).
Dalam riwayat lain Rosulullah SAW bersabda, jika engkau
mendatangi shalat dan seseorang dari kalian henda buang hajat, maka
mulailah dengan buang hajat terlebih dahulu. (HR Abu Dawud, Tirmidzi,
dan Nasa`i).
4. Shalat dengan menahan lapar dan ngantuk
Sebagaimana telah diterangkan dalam sabda Rosul SAW:
-
27
Artinya: Apabila makan malam telah dihidangkan makanlah dahulu
sebelum engkau shalat Maghrib. (Muttafaq `alaih).
Hadis di atas menjelaskan jika akan melaksanakan shalat jika dalam
keadaan lapar, atau sudah disediakan makanan makanan diutamakan makan
terlebih dahulu. Dikarenakan kita akan selalu terganggu oleh pikiran kita
yang memikirkan makanan.
Sama hal nya dengan mengantuk. Rosul SAW pernah bersabda:
Apabila seseorang dari kamu mengantuk maka hendaklah ia tidur sampai
hilang rasa kangntuknya, karena apabila ia shalat dalam keadaan
mengantuk memungkinkan ia ingin memohon ampun tetapi dengan tak
sadar memaki dirinya sendiri. (HR Jama'ah)
5. Memakan makanan yang berbau tidak sedap
Rosul SAW pernah bersabda: Barangsiapa makan dari pohon busuk
ini (bawang bombay dan bawang bakung), janganlah sama sekali
mendekati masjid kami karena para malaikat merasa tersakiti dengan apa-
apa yang menjadikan manusia merasa tersakiti. (HR Muslim).
Bawang dapat diqiyaskan (diserupakan) dengan makanan-makanan
lain yang mempunyai sifat yang sama, yaitu memiliki bau yang dapat
mengganggu orang lain. Maka memakan makanan tersebut sebaiknya
dihindari ketika akan melaksanakan shalat.
-
28
Berkenaan dengan hal ini dianjurkan pula siwak (menyikat gigi).
Bersiwak merupakan kategori yang dianjurkan oleh Rosul SAW.
sebagaimana sabda Nabi SAW:
Artinya: Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya aku
perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali wudlu. (HR
Ahmad, Malik, dan Nasa`i).
Kata seandainya menunjukkan bahwa hal tersebut tidak wajib,
namun jika kita mampu melakukannya maka lebih baik jika kita
melakukannya.
6. Mengusap wajah karena ada pasir ketika shalat
Sebagaimana telah diterangkan dalam sabda Rosul SAW:
Artinya: Jika seseorang di antara kamu mendirikan shalat maka
janganlah ia mengusap butir-butir pasir (yang menempel
pada dahinya). (Muttafaq `alaih).
Terdapat kesalahan dalam pemahaman tentang mengusap wajah yang
sebagian orang mengatakan bahwa mengusap wajah adalah bagian dari
shalat, padahal mengusap wajah dilakukan di zaman Rosul disebabkan pada
saat itu lantai masjid masih terbuat dari tanah atau pasir, dikarenakan dilarang
-
29
mengusap pasir ketika shalat, maka diusaplah ketika selesai shalat. Berbeda
dengan zaman sekarang masjid-masjid sudah menggunakan lantai yang bersih
sehingga tidak akan ada tanah yang menempel di wajah dan tidak perlu
diusap saat selesai shalat.
7. Menoleh dan mengankat pandangan ketika shalat
Aisyah pernah bertanya kepada Rosul tentang menoleh dalam shalat,
maka Rosul menjawab: itu adalah copetan yang dilakukan syetan terhadap
seorang hamba. (HR Bukhari).
Rosul juga pernah bersabda:
.
Artinya: Hendaklah benar-benar berhenti orang-orang yang
memandang langit waktu shalat atau pandangan itu tidak
kembali kepada mereka. (HR Muslim).
Dengan demikian, menoleh dan mengangkat pandangan ke atas ketika
shalat merupakan suatu perbuatan yang dilarang.
8. Menguap ketika shalat
Rosul pernah bersabda:
Artinya: Menguap itu termasuk perbuatan setan maka bila
seseorang di antara kamu menguap hendaklah ia menahan
sekuatnya. (HR Muslim dan Tirmidzi).
-
30
Begitu juga ketika shalat. Dalam hadis lain dengan memakai kalimat
tambahan diterangkan: Jika salah seorang dari kalian menguap dalam
shalat, hendaknya ia menahannya dengan sekuat tenaga dan jangan
mengatakan hah karena hal itu adalah dari setan dan ia akan tertawa
karenanya. (HR Bukhari).
9. Menggerak-gerakkan telunjuk ketika tasyahud tidaklah menghalangi
khusyu`
Perlu diketahui bahwa Rosul pun menggerakkan telunjuknya ketika
tasyahud. Sebagaimana diterangkan dalam hadis shahih dari sahabat Wa-il
bin Hujr, ia berkata: Bahwasannya beliau dalam tasyahud meletakkan
kedua tangannya di atas kedua pahanya, meletakkan siku-sikunya di atas
pahanya, dan ujung jarinya di atas lututnya, lalu menggenggam dua
jarinya (kelingking dan jari manis) dan membentuk lingkaran (dengan jari
tengah dan ibu jari), kemudian mengangkat jari (telunjuknya) untuk
berdoa dengan menggerak-gerakkannya. (HR Abu Dawud).
Dalam hadis tersebut tedapat kata yuharrikuhaa yang memiliki arti
menggerak-gerakkannya merupakan fiil mudhari yang menunjukkan arti
istimraariyyah yang berarti terus-menerus.
Al-Allamah Abu ath-Thayyib Muhammad Syamsulhaqq al-Azhim
Abadi dalam Aunul Mabuud (III/281) ia mengatakan, Dalam hadis itu
mengandung arti menggerakkan jari terus-menerus, ketika berdoa dalam
tasyahud. Dengan kata lain menggerak-gerakkan telunjuk dalam tasyahud
adalah sunnah yang dicontohkan Nabi SAW. beliau mengangkat dan
-
31
menggerakkan telunjuknya ketika mulai berdoa, bukan dipertengahan doa
yang biasa dilakukan oleh sebagian orang.
10. Memejamkan mata
Dalam hal memejamkan mata ada yang menyebutkan makruh dan ada
yang boleh. Ibnu Qayyim berpendapat: "Pendapat yang benar adalah, jika
membuka mata tidak mengurangkan khusyu' maka itulah yang lebih utama.
Dan jika ada yang mencederakan khusyu' seperti terlihat hiasan yang
membimbangkan, niscaya tidaklah dimakruhkan memejamkan mata, bahkan
disunnatkan. Kita memejamkan mata dalam keadaan ini, lebih dekat kepada
dasar-dasar Syara' dan maksud-maksudnya".
11. Menangis dalam shalat
Dalam sebuah hadis dari Abdullah bin Sikhkhir, ia berkata: "saya lihat
rosul saw shalat, sedang beliau terisak-isak seperti suara kuwali yang
sedang mendidih, lantaran menangis". (HR Bukhari)
Dan hadis dari Ali, ia berkata: Tak ada diantara kami pada hari
perang badar yang menunggangi kuda selain Al-Miqdad, dan tidak ada
diantara kami yang bershalat malam selain Rosul SAW beliau shalat di
bawah pohon sambil menagngis sampai subuh. (Ibnu Hibban)
Menangis disini adalah menangis dengar bersuara, bukan hanya
meneteskan air mata. Jika hanya meneteskan air mata saya kira itu tidak
-
32
perlu dipermasalahkan, namun ternyata Rosul pun menangis ketika shalat
dengan terisak-isak.
Dalam hadis lain diterangkan: Umar pernah shalat subuh dengan
membaca surat Yusuf. Ketika bacaannya sampai pada bacaan yang artinya
"sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku" Umar menangis dengan suara keras. (HR Bukhari).
Rosul pernah bersabda: Seumpama kalian mengetahui apa yang aku
ketahui, kalian tentu akan sedikit tertawa dan banyak menangis, bahkan
kalian tidak akan dapat merasakan lezatnya makanan dan minuman. Malah
kalian akan berupaya menemukan jalan untuk berlindung kepada-Nya dan
merendahkan diri serta memohon kepada-Nya agar dihindarkan dari
kesedihan dan penderitaan. (HR Thabrani).
-
BAB III
PELAKSANAAN KHUSYU` DALAM SHALAT
C. Kebiasaan dalam shalat
Salah satu prinsip dalam pelaksanaan shalat adalah jangan mencari
khusyu`, cukup siapkan diri untuk menerima khusyu` itu, karena khusyu` bukan
diciptakan oleh kita, melainkan diberikan oleh Allah SWT. Rileks dan nyaman
sehingga kita kita siap untuk menerima khusyu`. Kepala hingga kaki bekerjasama
untuk tercapainya shalat khusyu`. Dalam artian bahwa khusyu` akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi badan kita pada saat itu. Hendaknya kita berdiri
bagaikan pohon cemara yang meluruh atasnya namun kuat akarnya, sehingga
luwes tertiup angin namun tak roboh.
Kemudian mulai bertakbir, Allahu Akbar, dan selanjutnya membaca
dengan pelan-pelan, meresapi kesendirian dan berusaha menangkap kehadiran
Tuhan yang sesungguhnya amat dekat dengan kita, namun kita tumpul untuk
merasakannya. Kita harus yakin bahwa sekarang kita (ruh kita tepatnya) sedang
menemui Allah SWT. Raga kita hanya sebagai alat pengantar ruh untuk berjumpa
kembali dengan penciptanya.
Pernahkah kita shalat di belakang imam yang cepat? Jawabannya bisa jadi
pernah, lalu apa yang kita rasakan? Mungkin saja kita kesal. Baru selesai
membaca Al-fatihah sudah keburu ruku. Mau ruku sudah keburu itidal, dan
seterusnya. Kita menjadi kesal karena irama kecepatan shalat dengan imam
-
34
berbeda. Ternyata demikian juga ketika kita sedang shalat sendiri (munfarid).
Ketika kita shalat ruh kita juga ikut shalat. Ruh inilah yang benar-benar ingin
shalat (kembali menemui Tuhannya). Sebenarnya ruh kita ingin shalat dengan
tenang, santai, dan tumaninah. Namun sayangnya badan kita bergerak terlalu
cepat, sehingga ruh kita tidak nyaman karena selalu tertinggal dalam gerakan
shalat. Maka sebaiknya jika kita sedang ruku, tunggu hingga ruh ikut mantap
dalam ruku. Saat itidal tunggu hingga ruh ikut mantap dalam itidal. Begitupun
dengan gerakan-gerakan shalat yang lain. Berikan kesempatan ruh kita untuk
mengambil sikap shalatnya. Karena dia agak lamban, namun shalat itu utamanya
adalah untuk aku yang sejati, bukan badan fisik kita.
Sekarang di kalangan kita sadar atau tidak sadar, bacaan bagi kebanyakan
kita telah menjadi panglima dalam shalat. Cepat-lambat atau panjang pendeknya
bacaan telah menentukan lamanya shalat. Perpindahan antara satu gerakan ke
gerakan lain dalam shalat ditentukan oleh selesainya bacaan, seolah-olah bacaan
menjadi aba-aba dalam shalat. Begitu kita selesai membaca bacaan sujud tiga kali,
maka segera kita bergerak untuk duduk. Begitu selesai menyampaikan
permohonan ampun disaat duduk di antara dua sujud, kita langsung bergerak
untuk sujud kembali.
Kebiasaan ini mungkin dilakukan karena mencontoh dari apa yang kita
lihat ketika shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, setelah selesai membaca
Al-Fatihah dan surat pendek, imam shalat biasanya akan mengucapkan takbir
sebagai tanda kita harus rukuk. Kita lalu mengambil kesimpulan, bahwa
selesainya bacaan shalat menjadi batas lamanya gerakan shalat yang lainnya.
-
35
Padahal tolak ukurnya berbeda. Ketika kita berdiri membaca Al-Fatihah,
bacaannya adalah wajib. Sedang ketika rukuk, itidal, sujud dan duduk, bacaannya
sunnah, yang wajib adalah gerakannya.
Mungkin kita bertanya-tanya, jika bukan bacaan lalu apa yang menentukan
lamanya gerakan rukuk, itidal, sujud dan duduk? Marilah kita lihat kembali hadis
yang telah dicantumkan pada bab sebelumnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid
dan seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian menemui
Nabi Saw dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya dan berkata,
"Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang mengerjakan shalat
dengan cara sebelumnya, kemudian menemui dan mengucapkan salam kepada
Nabi Saw. Beliau pun kembali berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau
belum shalat". Hal itu terjadi tiga kali. Orang itu berkata, "Demi Dia yang
mengutus engkau dengan kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan
cara yang lebih baik selain cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi
Saw bersabda, "Ketika kau berdiri untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah
(surah) dari Al Quran kemudian rukuklah hingga kau merasa tenang
(thuma'ninah). Kemudian angkatlah kepalamu dan berdiri lurus, lalu sujudlah
hingga kau merasa tenang selama sujudmu, kemudian duduklah dengan tenang,
dan kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu". (1:724 - Shahih Al
Bukhari).
Jika kita membaca hadits di atas, kita bisa menduga bahwa orang itu sudah
mengetahui bacaan dan gerakan-gerakan shalat. Tetapi mungkin pelaksanaan
dilakukan secara terburu-buru. Karena itu, Nabi tidak lagi mengajarkan bacaan
dan dasar-dasar shalat lainnya. Nabi mengajarkan apa yang perlu diperbaiki oleh
orang tersebut. Beliau mengajarkan, bahwa lamanya gerakan shalat, khususnya
ketika ruku', sujud dan duduk, bukanlah ditentukan oleh selesainya bacaan, tetapi
sampai kita merasa tenang.
-
36
Mungkin orang itu sama seperti kita. Kita hafal seluruh bacaan shalat, tahu
gerakan-gerakan shalat dan mungkin juga seluk beluk shalat lainnya. Kita merasa
shalat kita sudah sempurna seperti yang dicontohkan Nabi. Kita sering tidak
sadar, ketika shalat kita sering membaca bacaan dengan cepat agar shalat kita
cepat selesai. Ternyata shalat semacam itu dipandang Nabi hanya seperti angin
lalu saja. Sia-sia. Diulang berkali-kali pun tidak ada gunanya.
Di dalam kehidupan, kita sering menghadapi persoalan yang sulit untuk
dipecahkan atau tiba-tiba kita mendapatkan rasa gelisah dan cemas. Secara
naluriah muncul keinginan kita keluar dari masalah dalam hidup kita. Kita akan
merasa nyaman apabila kita pergi ke tempat yang jauh, ke gunung yang tinggi, ke
laut yang luas, ke rumah teman, atau menghilangkan perasaan itu dengan pergi
berkaraoke. Namun semua itu sifatnya hanya sementara, tenang sebentar setelah
itu muncul lagi.
Ada banyak cara yang dilakukan orang untuk bisa meninggalkan persoalan
yang terjadi dalam hatinya. Dorongan ini adalah fitrah manusia. Namun dorongan
ini diselewengkan oleh pengertian yang keliru sehingga ruh dianggap senang
kalau dibawa ke tempat-tempat hiburan di muka bumi ini. Padahal, ia bukan
berasal dari negeri materi atau alam-alam rendah (bumi). la adalah ruh suci yang
dihembuskan oleh Tuhan yang berasal dari sisi-Nya yang luas. Maka apabila ia
diarahkan kepada Zat Sang Pencipta, ia akan lari meluncur secepat kilat. la akan
merasa senang dan bahagia secara hakiki, karena itulah inti dari perjalanan
spiritual manusia. Rasulullah SAW sendiri bersabda dalam sebuah haditsnya,
bahwa shalat itu adalah mi'raj-nya orang-orang mukmin, yaitu naiknya jiwa
-
37
(mi'raj) meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke
hadirat Allah Yang Maha Tinggi. Mungkin bagi kita yang awam agak canggung
dengan istilah mi'raj, yang kita kenal sebagai sebuah peristiwa luar biasa hebat
yang pernah dialami Rasulullah SAW dan menghasilkan perintah shalat.
Kebanyakan orang menanggapi hadits tersebut dengan berkeyakina bahwa
manusia tidak mungkin berjumpa dengan Allah di dunia. Mereka meyakini,
bahwa perjumpaan dengan Allah hanya akan terjadi di akhirat nanti. Akibatnya,
mereka tak mau ambi pusing mengenai hakikat shalat atau bahkan mereka
menganggap shalat hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan tanpa
harus memikirkan fungsi dan tujuannya.
Ketika muncul pertanyaan mengenai cara mencapai khusyu' dalam shalat,
muncul pula beraneka ragam jawaban. Ada yang menganjurkan untuk mengerti
arti setiap kalimat yang diucapkan dalam shalat, ada juga yang menganjurkan
memandang ke arah tempat sujud (sajadah) sebagai upaya memfokuskan pikiran
agar tidak liar ke sana ke mari, dan beraneka jawaban lainnya. Namun pada
pokoknya, semua cara tersebut harus menyentuh hakikat shalat, yaitu rasa
berkomunikasi dan menerima respons dari yang disembah.
Kita sudah lelah mengupayakan dan mengerahkan tenaga untuk mencapai
khusyu', akan tetapi tetap saja pikiran kita melayang. Tanpa disadari, kita sudah
keluar dari "kesadaran shalat". Allah telah mengingatkan hal ini, bahwa banyak
orang shalat akan tetapi kesadarannya telah terseret keluar dari keadaan shalat itu
sendiri, yaitu bergeser niatnya bukan lagi karena Allah.
-
38
Sebenarnya Nabi sudah memberikan penjelasan secara teknis langkah-
langkah melakukan shalat, yaitu melalui pendekatan psikologis untuk
membangkitkan kesadaran diri, sehingga realitas spiritual benar-benar terwujud
dengan baik, yang pada akhirnya akan menghasilkan jiwa yang tentram. Firman
Allah SWT:
...
Wahai orang-orang yang beriman janganlah engkau mendekati shalat sedang
kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar) (QS. An-Nisa : 43 )
Kalimat laa taqrabu (janganlah kamu mendekati) mempunyai kandungan
maksud bahwa kita dilarang mendekati perbuatan shalat. Sebagian ulama
menganggap haram hukumnya jika orang mendekati shalat dalam keadaan tidak
sadar. Hal ini dikaitkan dengan kalimat larangan yang juga menggunakan kata
"laa taqrabu" seperti dalam beberapa firman Allah:
laa taqraba haadzihisy syajarah - jangan engkau dekati. pohon ini. (QS. Al
Baqarah:35)
waa laa taqrabuu fawaahisya - janganlah engkau dekati keburukan. (QS. Al
A'nam:151)
Laaa taqrabuz zina - janganlah engkau mendekati zina. (QS. Al-Isra':32)
Wala taqrabu maala'l yatiimi -jangan(ah kamu dekati harta anak Yatim. (QS.
Al A'nam: 152)
-
39
Mari kita renungkan. Untuk mendekatinya saja kita dilarang, apa lagi
untuk melakukannya. Jika tetap dilakukan, Allah telah memberikan peringatan
bahwa shalat kita itu akan sia-sia sehingga shalat tidak lagi menjadi alat atau
sarana untuk menciptakan karakter mukmin yang berakhlak mulia. Shalat yang
demikian akan membuat kita merasa lelah. Shalat tidak memberikan rasa nyaman,
enak dan menyenangkan. Kalau sudah demikian, nafsu kita tidak bisa
dikendalikan karena ruh telah tenggelam. Ruh kita telah kehilangan kontak
dengan sang pemberi petunjuk, sang pemberi ilmu, dan juru penerang.
Sebenarnya kita tidak dituntut untuk bisa khusyu', meredam marah, dan
berahlak mulia. Kita hanya perlu datang kepada Allah dengan apa adanya. Karena
kita adalah objek Allah yang sepatutnya mendapatkan penerangan, ketenangan
jiwa, dan petunjuk. tidak perlu merekayasa dengan kepura-puraan. Inilah kita!
Orang yang gelap yang sedang menunggu penerangan. Orang yang lupa yang
sedang menunggu peringatan. Orang bodoh yang sedang menunggu pengajaran.
Orang gelisah yang sedang menunggu diturunkan ketenangan. Itu semua adanya
di dalam kekuasaan Allah SWT.
Perasaan khusyu' tidak mungkin bisa didapatkan jika kita tidak memiliki
kesadaran dan kepercayaan, bahwa sebenarnya ketika shalat kita sedang
berhadapan dengan Allah, sedang berkata-kata dengan Allah. Perjumpaan ini
yang dipandang tidak mungkin oleh sebagian orang, bahkan menganggap Allah
tidak berada di sini, dekat dengan kita, padahal Allah begitu dekat dengan kita.
-
40
D. Hikmah pelaksanaan khusyu` dalam shalat
1. Nilai positif di dunia
Kita dapat melaksanakan shalat dengan khusyu` karena kita disiplin
dengan peraturan-peraturan di dalam shalat. Jika kita terbiasa taat dalam
aturan-aturan shalat tentu saja dalam hal di luar shalat pun kita akan senantiasa
disiplin. Yaitu:
a. Manajemen (disiplin) waktu
Allah mengingatkan kita lima kali sehari. Tidak ada satu agama
pun yang begitu intensif mengingatkan waktu selain Islam. Bahkan Allah
bersumpah berkali-kali atas nama waktu. Wal'ashr, wal lail, wan nahar
dan sebagainya. Karena manusia memang dibatasi waktu. Dan nilai
manusia tergantung dari pada bagaimana dia menyikapi waktu. Kita pasti
mati dan kita tidak tahu kapan mati.
Rasulullah menilai orang yang cerdas bukan orang yang bergelar
atau yang banyak ilmu tapi orang yang banyak ingat mati. Dan sangat
mempersiapkan diri untuk mati. Sehingga penuh perhitungan terhadap
setiap gerak-geriknya. Seorang ahli shalat yang khusyu', bisa dilihat dari
cara menyikapi waktu, dia begitu menilai berharganya waktu sehingga
tidak mau melakukan kesia-siaan. Sikap dan perilakunya yang
menggunakan waktu hanya mau melakukan yang bermakna. Siapapun
yang shalatnya terlihat bagus tetapi begitu banyak membuang waktu
percuma, kufur nikmat terhadap waktu, perlu ditanyakan lagi tentang
kekhusyu`an yang sebenarnya. Dengan kata lain orang yang khusyu`
-
41
dalam shalatnya terlihat dari pribadinya yang sangat menjaga diri dari
kesia-siaan apalagi kemaksiatan.
b. Manajemen niat
Ternyata rahasia shalat dari niat. Qobla subuh, tahiyatul masjid dan
shalat shubuh sama-sama dua rakaat. Yang membedakan adalah niatnya.
Rasulullah bersabda, Innamal 'amalu binniat, Setiap amal tergantung dari
niat.
Siapapun yang ingin sukses harus selalu bertanya niat apapun
dibalik yang dia lakukan dan yang diucapkan. Dia tidak mau bergerak,
sebelum lurus niat karena Allah, tidak menerima amal apapun kecuali niat
yang bersih karena Allah SWT. Semakin bersih niat kita semakin bahagia,
semakin ringan yang kita lakukan, semakin tentram batin ini, semakin
indah apapun yang kita lakukan. Orang-orang yang niatnya ikhlas jauh
berbeda dengan orang yang berniat buruk berniat jahat atau niat yang
tidak benar.
c. Manajemen kesehatan
Ternyata tidak ada satu pun yang berani melakukan shalat tanpa
diawali wudhu atau tayamum. Proses bersih dari awal merupakan kunci
sukses shalat yang khusyu`. Berarti orang yang sangat mencintai bersih
lahir batin itu adalah rahasia penting kesuksesan dunia akhirat.
Niat lurus dalam aktivitas sehari-hari harus dijaga kebersihan
pikiran, dari licik, jahat, kotor dan mesum. Kita harus jaga kebersihan
-
42
mata kita dari memandang yang diharamkan. Kita harus jaga pendengaran
kita dari senang mendengar aib, dll.
Juga semua berasal dari hati yang bersih yang kita jaga tidak
diselimuti kebencian, kedengkian melainkan yang bersih. Juga tubuh
bersih dari makanan yang haram, harta kita bersih dari hak-hak orang lain.
Orang yang sangat mencintai bersih lahir batin insya Allah tidak akan
didatangi kehinaan. Karena kehinaan biasanya dilekatkan dengan segala
sesuatu yang kotor. Maka kalau kita ingin sukses kita harus benar-benar
hidup mencintai bersih lahir batin.
d. Manajemen Tertib (Rukun Shalat Tertib)
Rupanya Allah SWT menjadikan hidup tertib teratur dengan
proporsional adalah kunci sukses. Shalat itu dilakukan dengan tertib.
Barang siapa yang hidupnya tidak teratur, tidak teratur makan sakit maag,
tidak teratur tidur kesehatan terganggu, tidak teratur makan obat akan
teracuni. Perkataan yang tidak teratur akan menimbulkan masalah,
manajemen keuangan yang tidak teratur akan jadi bangkrut.
Melakukan sesuatu tanpa aturan, jalan yang tidak teratur akan
semrawut, macet. Maka pertanyaan pada diri kita, apakah kita termasuk
orang yang memiliki senang hidup dalam sebuah tatanan yang teratur
dengan baik proporsional?
Seandainya menjadi orang yang seenaknya sendiri tidak mau hidup
dalam aturan maka tipis harapan kita akan berprestasi. Kita harus
menikmati hidup yang teratur, rapi, tertib dengan baik. Yang dilakukan
-
43
dengan ikhlas karena Allah semata. Bersih dari cacat cela perbuatan nista,
insya Allah.
e. Tumaninah
Tumaninah ini artinya tenang. Ini yang sangat dahsyat dalam
sebuah prestasi. Kita sering melakukan sesuatu tapi pada saat tubuh kita
melakukan sesuatu pikiran kita tidak di sana, hati kita tidak di sana
akibatnya prestasi apa yang bisa dicapai tanpa kehadiran konsentrasi.
Shalat yang baik itu gerakannya harus disempurnakan, hatinya
hadir, pikiran tertuju konsentrasi. Sebuah kombinasi amal yang sangat
indah. Jika kita sedang bekerja, delapan jam efektif dengan perasaan
bahagia, tenang, konsentrasi yang baik.
Inilah sebenarnya orang yang akan berprestasi maksimal, seimbang
dalam melakukan apapun adil dalam waktu-waktunya hadir lahir
batinnya. Begitu pun juga fokus dalam sikapnya, tentram dalam tindak
tanduknya. Subhanallah.
f. Siap dalam segala situasi
Berdiri, ruku, sujud. Ketika berdiri akal lebih tinggi dari hati. Suatu
saat sedang ruku keseimbangan antara qolbu dengan akal, begitupun
ketika sujud, akal harus tunduk kepada qolbu kita. Tidak takabur si akal
dengan kecerdasannya. Tawadlu dengan qolbu.
Keseimbangan antara hati, ada saatnya akal benar-benar kita peras
sedemikian rupa sebagian kerja kita dan fisik kita ikut. Cobalah kita lihat
-
44
bagaimana hidup ini ada saatnya di atas, di tengah, di bawah, berulang.
Kita nikmati sebagai bagian episode hidup kita.
Tidak usah heran sekarang mudah, besok sulit. Adakalanya akal
kita begitu sulit memecahkan, hati kita yang dominan. Keseimbangan
inilah yang dibutuhkan, tindakan yang selalu proporsional dalam gerak
gerik kita. Tawadlu adalah kunci sukses, jauh dari ketakaburan walaupun
telapak kaki kita sama dengan kening kita.
g. Salam
Shalat ditutup dengan salam. Dengan salam kita memberikan
jaminan pada orang-orang disekitar kita. Bahwa kita berharap
keselamatan. Dan saya bukan biang kezaliman bagi siapapun dan saya
tidak akan merugikan siapapun. Artinya seorang yang shalatnya khusyu`
dia akan menjaga tindak tanduknya. Agar orang lain merasa aman tidak
teraniaya, oleh apapun yang dia miliki dan dia lakukan. Seorang yang
benar-benar ahli shalat yang khusyu`, akhlaknya akan bebas dari
kezaliman terhadap siapa pun. Shalat yang khusyu` adalah shalat yang
sangat produktif dengan kebaikan.
Orang yang khusyu` dalam shalatnya akan merasakan tentram
ketika dalam shalat dan tentram pula dalam aktivitas sehari-hari. Karena
ia sangat berprestasi, disiplin waktunya, manajemen waktu yang optimal,
dengan niat yang selalu lurus dan bersih sehingga tidak akan goyah oleh
imbalan pujian seorang manusia.
-
45
Pribadi yang selalu tertib bersikap apapun teratur sehingga efektif
dan efisien. Pribadi yang benar-benar tumaninah menjalankan setiap
tugasnya hadir dengan kemantapan pribadi, ketentraman jiwa,
kesungguhan dan keseriusan. Pribadi yang benar-benar siap menyikapi
setiap episode dengan baik dan penuh ketawadluan. Dan pribadi yang
merupakan jaminan tidak akan memberikan kerugian, kezaliman bagi
siapapun juga.
Mudah-mudahan dengan hikmah shalat seperti ini maka Allah
menghimpun kesuksesan duniawi, harta, kedudukan, persahabatan yang
merupakan bagian dari rasa aman yang Allah berikan kepada
makhluknya. Wallahu'alam.
2. Keberuntungan di akhirat
Firman Allah SWT. (QS Al-Mukminun: 1-2)
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
yaitu orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya.
a. Memperoleh ampunan
Dalam sebuah hadis Rosul SAW. bersabda: jika ia berdiri dan
shalat, lalu memuji Allah dan menyanjung serta mengagungkan-Nya,
serta mengosongkan hatinya untuk Allah, maka kesalahannya
dihapuskan darinya, seperti pada saat ia dilahirkan ibunya. (HR.
Muslim).
-
46
Dalam hadis lain Rosul juga bersabda: Tidaklah seorang muslim
yang didatangi oleh shalat yang wajib, kemudian dia baik dalam
melaksanakan wudhu, menhadirkan kekhusyuan dan ruku maka dia
akan menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang telah dikerjakan
sebelumnya, selama dia tidak pernah berbuat dosa-dosa besar dan hal
itu terjadi selama sepanjang masa. (Shahih Muslim)
b. Memperoleh pahala yang besar
Sebagaimana dalam firman Allah SWT. (QS Al-Ahzab: 35)
Artinya: sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-
laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuna
yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang
benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perenpuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki
dan perempuan yangbanyak menyebut nama Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar.
-
47
c. Memperoleh surga
Sebagaimana firman Allah SWT. (QS Al-Mukminun:10-11)
Artinya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yaitu yang
akan mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya.
-
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Berdasarkan kajian normatif yang penulis jelaskan yaitu tentang criteria
khusyu` dalam shalat, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kriteria (standar/ukuran) khusyu` dalam shalat adalah ketika seseorang yang
sedang shalat ia meyakini bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah SWT. Ia
merasakan kehadiran Allah, karena sesungguhnya dia sedang berkomunikasi
dengan Allah, mengadu, dan meminta. Dengan kondisi hati yang tunduk
pasrah hanya untuk Allah SWT.
2. Adapun cara agar dapat mencapai khusyu` dalam shalat, sebenarnya kehadiran
khusyu` dalam shalat kita tidak bisa kita ciptakan sendiri, dengan kata lain
khusyu` adalah pemberian Allah SWT. Namun bukan berarti kita tidak
melakukan apa-apa, khusyu` akan Allah berikan kepada hamba yang berusaha.
Adapun kiat-kiat agar kita dihadiahi khusyu` oleh Allah SWT adalah:
a. Selalu merasa umur kita tidak panjang lagi, dan ini adalah shalat kita yang
terakhir.
b. Memahami lafadz yang kita baca dalam shalat.
c. Membaca lafadz dengan suara sedang.
d. Tuma`ninah.
e. Memilih tempat yang nyaman.
-
49
3. Pelaksanaan shalat yang diseretai dengan kekhusyu`an akan memberikan
keberuntungan bagi orang yang melaksanakannya. Akan selalu disiplin baik
dalam hal keduniaan maupun disiplin dalam ibadah. Serta terjauh dari
perbuatan tercela. Karena sesungguhnya fungsi shalat adalah tanha
anilfahsya`i wal munkar. (mencegah perbuatan keji dan munkar). maka jika
orang yang sering shalat namun tetap melakukan maksiat itu berarti shalatnya
dilakukan tanpa adanya rasa khusyu`.
C. Saran
1. Masyarakat diharapkan membaca karya tulis ini atau buku apa pun yang
berkenaan dengan shalat khusyu` supaya lebih memahami makna khusyu`
dan dapat menerapkannya dalam shalat.
2. Untuk generasi yang selanjutnya diharapkan bisa mengkaji lebih dalam
mengenai khusyu` dalam shalat, sehingga kita dapat melaksanakan ibadah
yang paling utama yaitu shalat dengan memiliki rasa khusyu` sehingga shalat
yang kita laksanakan menjadi lebih sempurna.
-
DAFTAR PUSTAKA
Abdussattar, Abu Thalhah Muhammad Yunus. 2005. Manakah orang yang
khusyu` dalam shalat?. Jakarta: PT Darul Falah.
Al-Asqalani, Ibnu Hajr. 1985. Bulughul Maram. Bangil: Perc. Persatuan.
Al-Hilali, Salim bin `Ied. 2009. Beruntunglah orang-orang yang khusyu`.
Jakarta: pustaka Ibnu Katsir.
Ash-Shiddieqy, Muhd. Hasbi. 1976. Pedoman shalat. Jakarta: Bulan
Bintang.
Az-zumari, Fauzan Ahmad. 2004. kiat-kiat khusyu` dalam shalat.
Pm. 2011. 4 tips shalat khusyu`.
Hassan, A. 1988. Soal-jawab. Bandung: CV Diponegoro.
Rosandi, Wendi. 2009. Shalat Khusyu, Shalat sebagai meditasi tertinggi
dalam Islam. STMIK Subang.
Sangkan, Abu. 2010. shalat khusyu` itu mudah. Jakarta: Mardibros
Syamsuddin, Hatta. 2011. Menggapai shalat khusuk.
-
RIWAYAT HIDUP PENULIS
MOHAMMAD HASBI ASIDIQI. Lahir di Sumedang
tanggal 27 Juli 1993 dari pasangan Dadang Sulaiman dan
Ibu Eming. Anak terahir dari enam bersaudara ini pernah
mengenyam pendidikan pada tahun 2000 di SDN Siranasari,
dan lulus tahun 2006. Kemudian pada tahun tersebut
melanjutkan ke MTS Persis 40 Sarongge, dan lulus tahun 2009. Kemudian pada
tahun tersebut melanjutkan ke MA Persis 40 Sarongge, dan lulus pada tahun
2012. Pengalaman berorganisasi pernah menjabat sebagai seksi kesenian di RG 40
Sarongge pada tahun 2011-2012.