keluarga yang komunikatif -...

15
1 KELUARGA YANG KOMUNIKATIF Rosiany Hutagalung Abstraksi Masalah komunikasi sering kali disepelekan didalam kehidupan keluarga, masing-masing beranggapan bahwa dengan pernikahan yang telah terjalin sekian tahun lamanya tentunya pasangan sudah memahami dan mengerti apa yang menjadi keinginan atau kemauan pasangannya, atau merasa gampang “nanti dijelaskan” tanpa disadari akhirnya berlarut -larut menimbulkan “konflik di dalam rumah tangga”. Dari berkomunikasi juga seringkali menimbulkan perasaan sakit hati, marah dan pertengkaran jika penyampaikan kata-kata tidak sesuai dan tidak menyenangkan di telingga diantara sesama anggota keluarga. Keterbukaan, saling menghargai dan mengasihi satu dengan lain didalam anggota keluarga tentunya disampaikan melalui komunikasi. Komunikasi begitu penting bahkan Allah sendiri mengkomunikasikan kehadiran dan kasih-Nya kepada manusia dengan berbagai-bagai cara supaya manusia menyadari dan mengetahui kehadiran-Nya dan kasih-Nya. Ia menyampaikan melalui para Nabi-Nabi, para Rasul yang semua tercantum melalui Firman-Nya yang diberikan kepada manusia untuk diketahui dan ketika manusia menyampaikan permohonan dan keinginannya disampaikan melalui Doa. Key word: Pernikahan Kristen, keluarga, komunikasi, tanggung jawab masing-masing keluarga, problematik dalam komunikasi, komunikasi dan kelurtga yang dipulihkan. Pendahuluan Secara umum, fenomena komunikasi memiliki relevan yang teramat kuat bagi berlangsungnya dan lestarinya sistem kehidupan sosial. Tanpa komunikasi maka kebekuan, kemandekan dan bahkan “kematian” 1 proses kehidupan umat manusia tidak mungkin dapat dihindarkan. Komunikasi sangat penting untuk hubungan dalam keluarga sebab tanpa komunikasi hubungan-hubungan yang akrab tidak dapat dijalin atau tidak dapat hidup. Banyak problem dapat timbul berakar pada masalah komunikasi rumah tangga. Sementara penelitian menunjukkan bahwa 70 % dari waktu bangun digunakan untuk berkomunikasi apakah itu dalam bentuk berbicara, mendengar, membaca atau menulis, 33 % dari waktu tersebut digunakan untuk berbicara. Ini merupakan elemen waktu yang sangat penting, sebab berbicaraan merupakan sarana yang mempererat hubungan keluarga. Percakapan dalam hubungan suami istri bukan hanya sekedar pertukaran informasi. Melalui pembicaraan dapat menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan yang juga berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara belajar mengenal satu dengan yang lain, melepaskan ketegangan, serta menyampaikan pendapat. Dengan demikian tujuan dari suatu komunikasi kelurga bukanlah sekedar untuk menyampaikan informasi melainkan membentuk hubungan dengan orang lain. Mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara konstruktif, jujur dan terbuka akan tetap menemui kesulitan untuk hidup bersama dalam satu keluarga. 2 Menurut Departemen Kesehatan RI (1998): Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989): Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Mereka adalah suami, istri, dan anak-anak jika mereka punya anak-anak, tidak termasuk kerabat dari suami atau kerabat dari istri. 3 Dan sebelum membentuk keluarga Alkitab berbicara tentang pertemuan antara laki-laki dan perempuan, didalam kitab Kejadian 2:18 “Tuhan 1 Mu’tamar, Analisa. (19 Juli 1993) 2 Kathleen Liwidjaja-Kuantaraf, M.D., M.P.H. & Jonathan Kuantaraf, D.Min. Komunikasi Keluarga: Kunci Kebahagiaan Anda. (Indonesia Publishing House, 1999) hal. 2 3 KBBI

Upload: phamdang

Post on 04-Jun-2019

381 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1

KELUARGA YANG KOMUNIKATIF

Rosiany Hutagalung

Abstraksi

Masalah komunikasi sering kali disepelekan didalam kehidupan keluarga, masing-masing

beranggapan bahwa dengan pernikahan yang telah terjalin sekian tahun lamanya tentunya pasangan

sudah memahami dan mengerti apa yang menjadi keinginan atau kemauan pasangannya, atau

merasa gampang “nanti dijelaskan” tanpa disadari akhirnya berlarut-larut menimbulkan “konflik di

dalam rumah tangga”. Dari berkomunikasi juga seringkali menimbulkan perasaan sakit hati, marah

dan pertengkaran jika penyampaikan kata-kata tidak sesuai dan tidak menyenangkan di telingga

diantara sesama anggota keluarga. Keterbukaan, saling menghargai dan mengasihi satu dengan lain

didalam anggota keluarga tentunya disampaikan melalui komunikasi. Komunikasi begitu penting

bahkan Allah sendiri mengkomunikasikan kehadiran dan kasih-Nya kepada manusia dengan

berbagai-bagai cara supaya manusia menyadari dan mengetahui kehadiran-Nya dan kasih-Nya. Ia

menyampaikan melalui para Nabi-Nabi, para Rasul yang semua tercantum melalui Firman-Nya

yang diberikan kepada manusia untuk diketahui dan ketika manusia menyampaikan permohonan

dan keinginannya disampaikan melalui Doa.

Key word: Pernikahan Kristen, keluarga, komunikasi, tanggung jawab masing-masing keluarga,

problematik dalam komunikasi, komunikasi dan kelurtga yang dipulihkan.

Pendahuluan

Secara umum, fenomena komunikasi memiliki relevan yang teramat kuat bagi

berlangsungnya dan lestarinya sistem kehidupan sosial. Tanpa komunikasi maka kebekuan,

kemandekan dan bahkan “kematian”1 proses kehidupan umat manusia tidak mungkin dapat

dihindarkan. Komunikasi sangat penting untuk hubungan dalam keluarga sebab tanpa komunikasi

hubungan-hubungan yang akrab tidak dapat dijalin atau tidak dapat hidup. Banyak problem dapat

timbul berakar pada masalah komunikasi rumah tangga. Sementara penelitian menunjukkan bahwa

70 % dari waktu bangun digunakan untuk berkomunikasi apakah itu dalam bentuk berbicara,

mendengar, membaca atau menulis, 33 % dari waktu tersebut digunakan untuk berbicara. Ini

merupakan elemen waktu yang sangat penting, sebab berbicaraan merupakan sarana yang

mempererat hubungan keluarga.

Percakapan dalam hubungan suami istri bukan hanya sekedar pertukaran informasi. Melalui

pembicaraan dapat menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan yang

juga berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara belajar mengenal satu dengan yang lain,

melepaskan ketegangan, serta menyampaikan pendapat. Dengan demikian tujuan dari suatu

komunikasi kelurga bukanlah sekedar untuk menyampaikan informasi melainkan membentuk

hubungan dengan orang lain. Mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara konstruktif, jujur dan

terbuka akan tetap menemui kesulitan untuk hidup bersama dalam satu keluarga.2

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998): Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat

yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di

bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989):

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan

perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu

sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu

kebudayaan. Mereka adalah suami, istri, dan anak-anak jika mereka punya anak-anak, tidak

termasuk kerabat dari suami atau kerabat dari istri.3 Dan sebelum membentuk keluarga Alkitab

berbicara tentang pertemuan antara laki-laki dan perempuan, didalam kitab Kejadian 2:18 “Tuhan

1 Mu’tamar, Analisa. (19 Juli 1993) 2 Kathleen Liwidjaja-Kuantaraf, M.D., M.P.H. & Jonathan Kuantaraf, D.Min. Komunikasi Keluarga: Kunci

Kebahagiaan Anda. (Indonesia Publishing House, 1999) hal. 2 3 KBBI

2

Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja, aku akan menjadikan penolong

baginya, yang sepadan dengan dia” Pernikahan adalah salah satu peristiwa paling luar biasa dalam

kehidupan. Pernikahan menambah semangat dan memberi pengharapan akan masa depan, dan

merupakan janji akan keselarasan sempurna antara dua manusia.4 Pernikahan merupakan awal dari

sebuah keluarga itu terbentuk.

Richard Foster mengatakan pernikahan adalah sebuah karunia yang berasal dari Allah, dan

pernikahan menghantar manusia kepada “misteri satu daging”. Menurutnya lagi pernikahan juga

sebuah karunia untuk diterima dengan hikmat serta harus dipelihara dengan segala kelembutan.5

Sedangkan Al Budyapratama mengartikan pernikahan sebagai persekutuan hidup antara laki-laki

dan perempuan atas dasar cinta kasih yang total serta tidak dapat ditarik ataupun dipisahkan.6

Dengan kata lain pernikahan mengacu pada perjanjian secara emosional yang mengikat laki-laki

dan perempuan untuk bersama-sama menjalin kehidupan dan membuat kedua-duanya berharga satu

sama lain dan tidak ada perceraian.7

Pernikahan adalah salah satu petualangan hidup yang paling menakjubkan, dan masa

pernikahan lebih panjang dari pada masa melajang. Salah satu kunci kehidupan pernikahan adalah

menyadari bahwa telah membuat komitmen dan janji dihadapan Allah. Ini membawa kepuasan

mendalam yang tidak akan diperoleh seseorang bila tidak mengalaminya. Oleh karena itu penting

ditegaskan bahwa membangun keluarga Kristen ditetapkan dalam suatu ikatan perjanjian yang

eksklusif antara seorang laki-laki dan perempuan yang diteguhkan (ditahbiskan) oleh Allah. Suatu

persekutuan hidup dilandasi oleh persetujuan atau perjanjian karena cinta kasih dan persetujuan dari

kedua belah pihak yang dinyatakan secara jelas dihadapan saksi-saksi yang sah yaitu dihadapan

jemaat dan keluarga.8 Hal ini menjadi alasan penting bagi saya untuk memberikan suatu tanggapan

pribadi tentang Keluarga yaitu: “keluarga adalah inisiatif Allah yang mempertemukan dan

mempersatukan laki-laki dan perempuan yang sesuai dengan citra Allah dalam suatu ikatan dan

kesatuan menjadi bait kudus Tuhan, dan mempertahankan serta menjaga kekudusan

pernikahan dengan saling mengasihi, menjaga, merawat dan melindungi sebagai presentatif

kasih Kristus kepada manusia”. Dan Allah memandang pentingnya suatu pernikahan dan keluarga

sehingga berulang-ulang kali dalam Alkitab, baik dalam perjanjian lama mupun dalam perjanjian

baru.

Pembahasan

Pernikahan Menurut Alkitab

Pernikahan mempunyai dasar dalam Alkitab baik itu di Perjanjian Lama maupun dalam

Perjanjian Baru. Pernikahan yang dimaksud adalah pernikahan kristen yang didasari pada Firman

Allah. Allah menghendaki agar suami dan istri menjadi satu dalam kasih, satu dalam ketaatan, satu

dalam pencurahan perhatian dan satu dalam pengabdian kepada Allah serta menjadi satu team9

dasar utama dari pernikahan adalah Tuhan yang menetapkan pernikan itu, oleh karena itu

pernikahan bukanlah suatu hak pilih.10

a. Pernikahan Menurut Perjanjian Lama

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan tujuan agar mereka saling melengkapi

dalam satu hubungan yaitu pernikahan menurut aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Pernikahan

yang pertama kali dibentuk oleh Allah adalah pernikan ditaman Eden. Dalam konsep perjanjian

lama, pernikahan disebut (Covenant) dalam bahasa Ibrani disebut “Berit” yang artinya

4 Elmer & Ruth Towns, How to Build a Lasting Marriage, penerbit: ANDI-Yogyakarta. 2011. Hal. 3 5 Richard Foster, Uang, Seks, Kekuasaan, (Bandung: Kalam Hidup, 1995) 132 6 Al Budyapratama, Etika Praktis, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004) 42 7 James C. Debsen, Cinta Kasih Seumur Hidup, (Bandung Kalam Hidup, 1999) 28 8 Gilarso, Membangun Keluarga Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 9 9 J.L. Ch. Abineno, Sekitar Etika Sosial (Jakarta: BPK-GM, 1994), 65 10 Jay Adams, Masalah-Masalah Dalam Rumah Tangga Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2001), 38

3

“perjanjian”11 Dalam perjanjian Lama, perjanjian itu bertumpu pada janji Allah dan terletak pada

pusat pikiran Allah d tuangkan di Alktab, perjanjian itu secara khusus dsamakan dengan perjanjian

yang dibuat di Sinai, namun jangkauannya sudah dimulai dari penciptaan sampai pada nabi-nabi.

Perjanjian adalah inti pengertian orang ibrani tentang hubungan mereka dengan Tuhan

Allah. Tersirat didalam perjanjian yang dibuat dengan Adam dan Hawa (Kej, 3:15) dan tergambar

dalam janji Allah yang penuh dengan rahmat dengan Kain (Kej. 4:15), dengan menaruh tanda

kepadanya sehingga ia tidak dibunuh oleh siapapun. Bersama Nuh, Allah berjanji “tetapi dengan

engkau aku akan mengadakan perjanjian Ku..” (Kej. 6:18) kemudian seperti ingin menegaskan

perjanjian tersebut. Allah menyuruh Nuh dan keluarganya masuk kedalam bahtera. Disini dasar

perjanjian seperti janji yang sungguh-sungguh terlihat nyata, karena Allah mengambil inisiatif

untuk melepaskan Nuh dan keluarganya. Allah selalu mengenapi perjanjianNya dan selalu

konsisten dengan apa yang dijanjikannya.12

Pernikahan menurut Perjanjian Lama adalah tata tertib suci yang telah ditetapkan oleh

Allah, yang didalam peraturan itulah diaturkan bagaimana hubungan antara pria dan wanita. Selain

itu, melalui berita penciptaan laki-laki dan perempuan (Kej. 2:18-24) dan jelas Allah menciptakan

satu laki-laki dan satu perempuan. Rencana Allah bagi pernikahan adalah satu orang laki-laki dan

satu orang perempuan yang menjadi satu daging, bersatu secara jasmaniah, dan rohaniah. Gambaran

ini kearah monogami. Dan lebih jelas dalam Kejadian 2:24”sebab itu seorang laki-laki akan

meninggalkan Ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga mereka menjadi satu daging”

dari penguraian singkat diatas dapat dikatakan bahwa dasar pernikahan dalam perjanjian lama

sangatlah kuat karena menyangkut hubungan dengan Allah dan sebaliknya. Gambaran pernikahan

adalah persekutuan Allah dengan Israel yang mana persekutuan itu tidak boleh dirusak atau

dipisahkan oleh umatNya (Hos. 1-30).

b. Pernikahan Menurut Perjanjian Baru.

Dalam Perjanjian Baru pernikah disebut (gamos), pernikahan bukanlah dari masyarakat tetapi

Allah yang menciptakannya dan merancang pernikahan itu untuk kebahagiaan dan kesejahteraan

manusia. Dan pilihan untuk tidak menikah pun adalah ketentuan Allah bagi orang Kristen. (bnd.

Mat. 19:10-12, 1 Kor. 7;7-9), tetapi pernikahan adalah sesuatu yang wajar (Yoh. 2:1-11, Ef. 5:22,

6:4, 1 Tim 3:2, 4:3, 5:14). Pernikahan adalah suatu ikatan yang sangat erat di dunia ini yang

menyangkut kehidupan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang hanya kematian yang

dapat memisahkan mereka. Dalam Matius 19:6, dikatakan bahwa suami dan istri menjadi “satu

daging” mempunyai arti yang lebih luas dari pada hubungan seksual. Menjadi satu daging berarti

menjadi satu kesatuan yang bisa disebut satu orang saja.13 Sejak Allah melembagakan pernikahan

itu melalui Adam dan Hawa, maka hal itu juga masih berlaku bagi orang Kristen sampai sekarang,

Tuhan Yesus kembali mengingatkan dan meneguhkan hal ini, dan Rasul Paulus menekankan

pernikahan merupakan persekutuan yang kudus yang menggambarkan hubungan antara Yesus

Kristus dengan Gereja-Nya (Ef. 5:22-23) yesus menyatakan hubungan-Nya dengan umat-Nya

seperti pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki (Why. 19:7-9, 21:22).

Puncak persekutuan antara orang percaya dengan Kristus dilambangkan dengan pernikahan,

karena pernikahan merupakan yang paling erat, paling mulia, paling kudus. Matius 19:6 merupakan

dasar yang dijadikan Allah lembaga pernikahan sebagai lambang persekutuan antara Yesus Kristus

dengan jemaat-Nya. Dapat dikatakan bahwa pernikahan suami-istri dan persekutuan antara Kristus

dengan jemaat mempunyai hubungan yang sangat erat. Persekutuan jemaat dengan Kristus

tercermin dalam hidup pernikahan suami-istri.14 Jika hubungan mereka dengan Kristus dipelihara

11 Perjanjian adalah suatu ikatan persetujuan antara kedua pihak (bnd. Kej. 31:44; 1 Sam. 18:3) tetapi didalam

hubungannya dengan kepercayaan iman orang Israel, perjanjian itu mempunyai arti tersendiri. Pengambilan prakasa

atau inisiatif adalah Allah. Allah sendiri yang sebenarnya membentuk perjanjian itu (bnd. Kej. 6:18; 9:9-11:15:1)

Perjanjian itu adalah pemberian Allah kepada manusia, Wismohadi Wahono, Disini Kutemukan, (Jakarta, BPK-GM,

2006), 86 12 Willian Dyrness, Tema-Tema dalam Perjanjian Lama, (Malang, Gandum Mas, 1979), 98 13 J.J. de Heer. Tafsiran Alkitab Injil Matius (Psl 1-22), (Jakarta: BPK-GM, 2004), 46-47 14 Jusuf Roni, Membina Keluarga Kristen Yang Bahagia (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1996) 56

4

dengan baik maka hubungan suami istri juga akan terpelihara dengan baik. Mustahil seseorang

dapat mengatakan bahwa ia mengasihi Kristus tetapi ia tidak mengasihi istri atau suaminya.15 Hal

terpenting lainnya Keluarga kristen yaitu Pernikahan Kristen yang berlangsung pada tiga tingkat:

tingkat tubuh, tingkat jiwa, dan tingkat Roh. Hubungan pada tingkat tubuh ditentukan oleh cinta

atau eros, hubungan pada tingkat jiwa ditandai oleh sayang (philia) dan cinta (eros), sedangkan

hubungan pada tingkat rohani diwujudkan oleh kasih (Agape) 16 ketiga hal inilah yang mencakup

kehidupan pernikahan orang Kristen yang sesungguhnya jika salib kasih itu diwujudkan dalam

pernikahan orang kristen yang sejati

Keluarga Kristen

Keluarga adalah lembaga yang tertua di dunia. Alkitab menyaksikan bahwa Allah sendirilah

yang membentuk manusia menjadi satu keluarga. Kemudian Allah memberi ketentuan atau

peraturan yang akan ditaati oleh setiap anggota keluarga, sekaligus memperingatkan mereka untuk

tidak melanggar ketentuan tersebut (Kej. 2:24; Ef. 5:22-23; 6:1-4). Selain itu, keluarga juga

dianggap sebagai sentrum kehidupan manusia; dalam aktifitas sehari-hari setiap orang berangkat

dari keluarga dan kembali kepada keluarga dan bersedia bekerja keras juga demi keluarga.

Menurut Soemadi Tjiptojoewono, setiap orang juga mulai belajar dari lingkungan

keluarga, dan keluargalah yang pertama menikmati jika seseorang itu berhasil dalam hidupnya.

Demikian sebaliknya, keluarga jugalah yang paling menderita dan malu, apabila seseorang dari

anggota keluarganya melakukan perbuatan yang tidak baik.17

Pembentukan keluarga yang terjadi lewat perkawinan memiliki fungsi-fungsi tertentu; ada

fungsi reproduksi, fungsi penanaman nilai-nilai, iman kepercayaan, dan fungsi sosial; hal ini adalah

sebagai bagian dari komunitas masyarakat. Demi kelangsungan sebuah keluarga, maka masing-

masing keluarga hendaklah mengetahui dan memahami hakikat yang sesungguhnya dari keluarga,

serta mengetahui kedudukan, serta hak dan tanggungjawabnya masing-masing, baik dalam

hubungannya dengan sesama anggota keluarga juga bagi lingkungannya maupun gereja, bangsa dan

negara dan bahkan juga kepada Tuhan sendiri.

1. Pengertian Secara Umum

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keluarga adalah unit sosial terkecil di dalam

masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Tetapi Craig Dykstra, sebagaimana dikutip oleh

Thomson menyatakan: Keluarga adalah kelompok orang dengan siapa kita berhubungan, baik

sebagai orang tua, anak-anak, atau keturunan hasil perkawinan atau adopsi.18 Sedangkan

menurut James Starhan, keluarga adalah kelompok sosial, yaitu suatu hasil dari proses sosial di

dalam masyarakat dan merupakan unsur terkecil dalam pembentukan masyarakat19

Dari pengertian di atas, maka pengertian keluarga secara umum dapat dibagi menjadi tiga

bagian besar, yaitu20:

a. Keluarga batih/inti (nuklear family), yaitu kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-

anak yang belum memisahkan diri dari keluarga.

b. Keluarga besar (great family), yaitu kelompok kekerabatan yang berdasarkan garis

keturunan, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (baik hasil perkawinan atau yang diadopsi),

mertua, menantu, cucu, cicit dan sebagianya.

c. Keluarga yang diperluas (Extended family), yaitu kolega, guru, anak didik, organisasi dan

sebagainya.

15 Jay E. Adam, Masalah-Masalah dalam Rumah Tangga Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2001) 61 16 D. Scheunemann, Romantika kehidupan suami istri, (Gandum mas : 2005), 86 17 Soemadi Tjiptojoewono, Pengantar Pendidikan. (Surabaya University PressIKIP, 1995) hal 225 18 M.L. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, (Jakarta BPK-GM, 2000, hal 28 19 J. Strahan, “Family”, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics Vol. V, J, Hasting (ed) (New York: Charles

Scribner’s Sons, 1995) hal 723 20 A.G. Pringgodigdo (ed), Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1997) hal 544

5

Namun dalam tulisan ini yang mendapat sorotan dibatasi pada keluarga batih atau keluarga inti.

2. Dari Sudut Teologis (Alkitab)

Dalam Alkitab, keluarga yang diawali oleh perkawinan, disebut dengan persekutuan yang

dipersekutukan oleh Allah, dan yang tidak dapat diceraikan (dipisahkan) oleh manusia, kecuali

karena kematian dan zinah (Kej 1: 27-28; Mat 19: 5-9)21 Di dalam PL, pengertian keluarga

dihubungkan dengan seluruh anggota keluarga, baik dari masa lalu hingga masa kini; yang masih

hidup dan yang sudah mati. Hal tersebut dapat digambarkan dalam garis keturunan.

Keluarga dalam perjanjian lama di kenal dalam Syebet artinya suku, mispakha artinya

kaum, dan bayit artinya keluarga (Yos 7: 16-8). alam PB, istilah yang menunjuk pada keluarga

adalah patria, menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjuk pada bapak leluhurnya (Luk 2: 4;

Kis 3: 25). Istilah oikoV dan oikia, yang berarti rumahtangga, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak,

juga para hamba, budak, pelayan dan sesama (Mat 21: 33 ff; Kis 10: 7)22. Dalam hal ini William

Sheek, sebagaimana dikutip Thompson menyampaikan suatu defenisi tentang keluarga dalam

kerangka iman, yakni: “Sebagai saudara dalam keluarga Allah, kita menerima setiap orang sebagai

keluarga tanpa membeda-bedakan, baik mereka yang dihubungkan dengan hasil perkawinan, yang

diadopsi, mereka yang bujangan serta mereka yang hidup menyendiri atau dengan orang yang

memilih menjadi anggota keluarga lain di luar keluarga mereka sendiri”23

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa keluarga merupakan pemberian Tuhan, dan Dia

sendirilah sebagai pusat atau kepala keluarga melalui Anak-Nya Yesus Kristus (Ef. 5: 23), dan kita

sendirilah (anggota keluarga) sebagai anak-Nya yang menjadi saudara-saudari (bersaudara) di

dalam Kristus (Familia Dei).

3. Hakikat Keluarga

Hakikat keluarga adalah kesatuan dari semua anggota keluarga dimana ayah, ibu dan anak-

anak dipersatukan di dalam persekutuan yang sesungguhnya. Masing-masing anggota keluarga

merasakan bahwa mereka adalah bagian integral (yang utuh dan tak terpisahkan) satu sama lain;

dan masing-masing mempunyai tanggungjawab demi keutuhan keluarga itu sendiri24. Keluarga

merupakan konteks pembentukan pribadi seseorang, namun setiap orang yang telah dibentuk dalam

keluarga juga dapat dipengaruhi oleh lingkungannya, misalnya lingkungan sekolah, teman bermain,

tempat bekerja, gereja, kelompok masyarakat, kebudayaan, dll.

Khusus bagi keluarga Kristen, semua anggota keluarga harus disucikan dan dikuasai oleh

Yesus Kristus, sehingga keluarga itu menjadi taat dan bertumbuh di dalam tangan Tuhan, yaitu

sebagai pribadi yang luhur. Dengan demikian segala gerak-gerik mereka akan ditentukan oleh

kepercayaan dan pengalaman kekristenan mereka di dalam Tuhan.

Sebuah keluarga tidak terlepas dari kehidupan persekutuan yang lebih luas, yakni gareja dan

masyarakat. Gereja adalah kumpulan dari berbagai keluarga Kristen, yang dipersatukan di dalam

tubuh Kristus (I Kor 10: 16-17). Keluarga sebagai anggota tubuh Kristus terbuka kepada keluarga

lainnya dengan saling menghargai dan mengasihi di antara mereka. Dengan demikian sebagai

anggota persekutuan gereja, maka setiap keluarga harus sadar akan tugas dan panggilannya di

tengah-tengah persekutuan, yaitu dengan meneladani pekerjaan dari Tuhan Yesus sebagai kepala

jemaat (Mat 25: 31-46).

Selain itu, keluarga juga tidak terlepas dari ikatan hidup bersama anggota masyarakat lainnya.

Untuk itu setiap keluarga Kristen seharusnya menjadi “garam” dan “terang” di tengah-tengah

masyarakat; ikut serta menaati peraturan yang ditetapkan oleh masyarakat melalui para pemimpin

atau pemerintah (Rom 13: 1-7). Sebab sikap dan perilaku setiap anggota keluarga dalam masyarakat

adalah mencerminkan keadaan keluarga tersebut di hadapan Tuhan.

21 G. Lindsa, Marriage, Divorce And Remmariage, Christian For The Nations, (USA: tp, 1976) hal 12 22 D.W.B. Robinson, “Keluarga Rumah Tangga, Ensklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1: J.D. Douglas (ed)

(Jakarta: YKPK, 1997) 536-539 23 M.L. Thompson, (Op Cit) hal 28 24 E.G. Homrighausen I. H. Enklar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK- GM, 1995) hl 144-145

6

Tangungjawab Masing-masing Anggota Keluarga

1. Tanggungjawab Orang Tua (Ayah Dan Ibu)

Secara umum tugas dan tanggungjawab orang tua (ayah dan ibu) di dalam keluarga,

menurut J. Verkuyl ada tiga hal25, yakni:

a. Mengurus keperluan jasmani anak-anak

Salah satu tugas orang tua yang paling mendasar adalah mengurus keperluan jasmani

anaknya. Orang tua bertugas memperhatikan kebutuhan fisik anak-anaknya seperti

memberi makan, pakaian, tempat tinggal, dll.

b. Menciptakan suasana at home bagi anak-anak

Setiap orang senantiasa berusaha menciptakan suasana kemesraan, kasih sayang,

keramahtamaan dan keamanan bagi keluarga khususnya bagi anak-anak.

c. Penyelenggara Pendidikan bagi anak-anak

Mendidik anak-anak ke jalan yang benar, baik melalui pendidikan jasmani dan rohani.

Yang paling pokok dalam hal ini adalah paidia kuriou, artinya pendidikan yang dikerjakan

oleh Tuhan Yesus dengan perantaraan orang tua. Ayah dan ibu mengajar dan mendidik

anak-anak di bawah pimpinan dan pengawasan Tuhan sesuai dengan Firman-Nya, agar

anak-anak tersebut kelak menjadi pengikut Kristus (bnd. Rom 8: 29; I Kor 15: 29, Efs 5:

22-25)

Menurut Andar Ismail, orang tua mempunyai tugas dan tangungjawab rangkap, yaitu

sebagai guru dan sekaligus sebagai imam di dalam keluarga. Dalam hal ini tugas orang tua adalah

mendidik anak-anaknya melalui pekerjaan, ucapan (oral), perbuatan (action) dan hidup keteladanan

(spiritualitas)26. Secara khusus tangungjawab seorang ayah selain bertindak sebagai kepala rumah

tangga, juga bertanggungjawab mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarga, membimbing dan

mengarahkan serta melindungi keluarganya, serta berusaha menciptakan suasana kedamaian dan

hidup bersama di dalam keluarga.Sedangkan seorang ibu, selain sebagai pendamping suami dalam

tugas tersebut di atas, juga bertugas dan bertanggungjawab untuk mengasuh dan membesarkan

anak-anak, memberi nasehat dan menghibur setiap anggota keluarga. Selain itu, seorang ibu juga

bertugas untuk mengatur keuangan keluarga dan ikut serta menjaga ketenteraman dalam keluarga.

Dengan melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut di atas, maka orang tua telah

melaksanakan dan merealisasikan tugas dan tanggungjawab (mandat) yang diberikan Allah sesuai

dengan Firman-Nya.

2. Tanggungjawab anak

Kewajiban dan tangungjawab seorang anak adalah menaati dan menghormati orang tua.

Menghormati dapat direalisasikan dengan berbagai cara, misalnya dengan mengakui dan

menghargai wibawa orang tua, mengakui bahwa mereka (orang tua) telah ditugaskan Allah untuk

mendidik setiap anak dalam keluarga; mendengarkan dan melihat motivasi positif di balik nasihat

dan larangan orang tua, mengakui dan memaklumi kelemahan dan kekurangan mereka, sekaligus

mengakui keunggulan (dalam bidang pengalaman) mereka dan sebagainya. Dengan melakukan hal-

hal tersebut di atas, maka seorang anak juga telah melaksanakan dan merealisasikan Hukum Tuhan,

Hormatilah ayah dan ibumu, supaya engkau berbahagia dan lanjud umurmu di tanah yang diberikan

Tuhan, Allahmu kepadamu (Kel 20: 12).

Hakekat Komunikasi

Komunikasi adalah sebuah aktifitas fundamental yang paling mendasar yang tidak bisa

dipisahkan dan sangat penting di dalam kehidupan manusia, komunikasi menjadi penting karena ia

merupakan bagian dari diri manusia baik secara individu maupun secara sosial. Ia mengatur semua

hubungan yang ada dalam diri dan dalam kehidupan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa

25 J. Verkuyl, Etika Kristen Seksuil, (Jakarta: BPK-GN, 1993) hl 174-189 26 Andar Ismail, Selamat Ribut Rukun (Jakarta: BPK-GM, 1997) hl 90-92

7

manusia dan komunikasi adalah dua hal yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan

yang lainnya. Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah sesuatu yang cukup luas cakupannya.

1. Komunikasi Secara Umum

Sebelum kita melanjutkan pembahasan lebih lanjut mengenai komunikasi, kita patut

mengetahui apa yang dimaksudkan dengan komunikasi itu? Menurut Rosady Ruslan dalam

bukunya Managemen Humas dan Komunikasi menjelaskan bahwa kata komunikasi berasal dari

bahasa latin yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.27 Secara

etimologis, kata komunikasi berasal dari kata latin Communis, yang merupakan dasar kata bahasa

Inggris “Common” yang berarti sama. Di mana, sama yang di maksud di sini adalah kesamaan

dalam arti atau makna.28 Sir Gerald Barry mengemukakan istilah komunikasi berasal dari kata

communicare yang berarti bercakap-cakap yang menurut penjelasannya, jika kita berkomunikasi

berarti kita telah mengadakan kesamaan dalam hal kesamaan pengertian atau kesamaan makna.29

Seorang tokoh komunikasi lainnya yaitu menurut Wilbur Scharamm juga menjelaskan

bahwa istilah komunikasi secara bahasa, adalah berasal dari bahasa Inggris yang bersumber dari

istilah Latin yaitu kata Communis yang dalam bahasa Indonesia berarti sama.30 Sedangkan secara

terminologi banyak pengertian pula yang di berikan beberapa ahli dalam mengartikannya. Di antara

para tokoh lainnya adalah : Menurut Rochajat Harun dan Elvinaro Ardianto komunikasi berarti

suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Dalam arti lain, komunikasi

adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem, lambang-lambang,

tanda-tanda atau tingkah laku.31 Carl I. Hovland dalam mendefinisikan komunikasi juga seirama

dengan definisi komunikasi di atas. Hovland berpendapat bahwa komunikasi bukanlah hanya

persoalan mengerti atau tidak mengerti saja, akan tetapi lebih luas lagi dari itu. Menurutnya

komunikasi ialah proses dimana seseorang komunikator menyampaikan perangsang-perangsang

yang biasanya dikirim dalam bentuk lambang-lambang (biasanya symbol verbal) untuk merubah

tingkah laku orang lain atau komunikan. Menurut Hovland, komunikasi adalah "The process by

which an individual (the communicator transmits stimuli (usualy verbal symbols) to modify the

behavior of other individulas cummunicatees"

Di sini, dapat dilihat bahwa Hovland tegas-tegas mengetengahkan atau mengatakan kalimat

"to modify the behavior of other individulas" yang dalam definisi ini menjelaskan bahwa, menurut

Hovland komunikasi bukanlah saja hanya menyampaikan pesan-pesan atau informasi agar orang

lain mengerti saja, akan tetapi lebih dari sekedar itu yaitu agar berubah tingkah lakunya.32

Sedangkan Forsdale mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal

menurut aturan tertentu sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan

diubah. Pada definisi ini, sama seperti Hovland, Rochajat Harun dan Elvinaro Ardianto, Forsdale

memandang komunikasi sebagai suatu proses. Sedangkan kata signal yang maksudnya adalah signal

yang berbentuk verbal maupun nonverbal yang mempunyai aturan tertentu yang dengan adanya

aturan ini menjadikan orang yang menerima signal dan telah mengetahui aturannya akan dapat

mengetahui dan memahami dengan jelas, makna, maksud dan tujuan dari signal yang diterimanya.

Sama seperti Hovland dan yang lainnya, Brent D. Ruben juga mendefinisikan bahwa komunikasi

adalah sebagai suatu proses yaitu suatu aktifitas yang mempunyai beberapa tahapan-tahapan yang

terpisah satu dengan yang lainnya namun tetap berhubungan. Misalnya, ketika seseorang ingin

27 Rosady Ruslan, Managemen Humas dan Komunikasi. Konsepsi dan Aplikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo

Perkasa, 2002) hal. 81 28 Onong, Ucha Efendi, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) hal 19. 29 Sir Gerald Barry (ed), Communication and Language (New York: doubleday&Company, Inc, 1965) hal 16. 30 Wilbur Schramm, The Prosess and Effect Of Mass Communication (Urban : University Of Illinois Press, 1965)

hal 3. 31 Rochajat Harun dan Elvinaro Ardianto, Komunikasi Pembangunan Perspektif Domain: Kaji Ulang dan Teori

Kritis (Jakarta: Rajawali Press, 2011) hal 20 32 Carl I. Hovland, Social Communication. Dalam Bernard Berlson & Morris Janowitz (ed), Reader in Public

Opinion and Communication (New York: The Free Press Of Glencoe, 1953) 181-182

8

berpidato didepan umum, maka ia harus melakukan rentetan aktifitas terdahulu seperti membuat

perencanaan, melatih diri, dan baru lah kemudian tampil berpidato di depan umum. Istilah informasi

yang dipakai Ruben dalam istilah tersebut diartikannya sebagai kumpulan data, pesan, dan sususan

isyarat dalam cara tertentu yang mempunyai arti atau berguna bagi sistem tertentu. Pengertian

informasi disini tidaklah hanya terfokus atau mengarah kepada sesuatu yang bersifat fakta atau

realita saja, akan tetapi dapat juga mengarah kepada hal-hal yang bersifat fiksi, humor, bujukan atau

apa saja.33

2. Komunikasi Ditinjau dari Theologia

Didalam Firman Tuhan Allah telah lebih dahulu mengkomunikasikan diriNya kepada Adam

ditaman Eden (kejadian 2:16-17), Ia langsung berbicara tentang tatanan hidup Taman Eden yang

diatur oleh-Nya. Namun karena perintah yang disampaikan oleh Allah tidak dihiraukan atau secara

tepat dilanggar maka manusia takut untuk berkomunikasi dengan Allah, hal ini disebabkan oleh

karena pelanggaran atau dosa. Sesungguhnya ada beberapa cara Allah menyatakan diriNya yaitu:

Melalui Penciptaan, Melalui Akal Budi, Melalui Komunikasi, Melalui Kristus. Namun Allah tidak

pernah berhenti untuk memiliki keinginan berkomunikasi dengan manusia atau dengan umat-Nya.

Allah berbicara melalui pribadi-pribadi yang dipilihNya: Nabi-Nabi, Rja-Raja, Para Imam sampai

kepada Para Rasul untuk menyampaikan setiap maksud dan kehendaknya. Allah terus mengadakan

komunikasi dengan berbagai orang setelah Adam dan Hawa dikeluarkan dari taman Eden. Kain

mendengar suaraNya.

Demikian juga Henokh, Nuh, Abraham, Ishak dan Yakub. Bagi orang-orang zaman dulu

tersebut, keberadaan Allah sungguh nyata. Mereka mendengar Dia dengan cara yang membuat

keberadaanNya tidak diragukan lagi. Pernyataan khusus Allah kepada umat manusia juga terjadi

dalam bentuk lain. Selain berbicara dengan tegas secara langsung kepada orang-orang tersebut di

atas dan lainnya, Dia juga berkomunikasi dengan cara yang tidak begitu langsung, namun sama

berartinya. Lewat inspirasi RohNya Dia membuat sejumlah orang menuliskan serangkaian

dokumen yang kini kita namakan Alkitab. Untuk menunjukkan pernyataan Alkitab bahwa Allah

berbicara secara langsung melalui penulis-penulisnya, kita dapat melihat beberapa ayat dalam

Perjanjian Baru. Dalam 2Petrus 1:21, sang rasul berkata: Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh

kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah. Inilah

pernyataan bahwa penulis-penulis Perjanjian Lama yang berbicara tentang hal-hal seperti

penghakiman Allah, peristiwa-peristiwa masa depan, kedatangan Kristus, dan hubungan Allah

dengan Israel, tidak berbicara atas nama mereka sendiri. Mereka berbicara atas nama Allah

Pencipta. Ayat lain yang berbicara tentang pernyataan khusus adalah 2Timotius 3:16 dimana Paulus

berkata: Segala Tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk

menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

Sekali lagi, pernyataan tersebut disampaikan dengan cara Allah menyatakan diri secara khusus

melalui kata-kata di Alkitab. Ayat-ayat dalam 2Timotius ini menunjukkan bahwa dengan membaca

dan menaati kata-kata tersebut, seseorang dapat akrab dengan pikiran Allah sehingga ia dapat

menjadi pribadi yang dikehendaki Allah. Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku,

firmanNya ada di lidahku (2Samuel 23:2) Bila kita melihat keunikan Alkitab, hal ini

menunjukkan bahwa ia bukan suatu kumpulan tulisan dari orang-orang biasa. Sebaliknya, ia

merupakan kumpulan dokumen-dokumen yang akurat dan menakjubkan selama beribu-ribu tahun.

Ia menjadi bukti dari sesuatu yang tersusun dan terjaga secara ajaib. Ia unik di antara buku-buku

lain karena banyak sebab. Satu cerita tunggal teranyam dalam kitab-kitabnya, walaupun orang-

orang yang menulisnya tidak mungkin untuk bekerjasama.

a. Kitab-kitab Perjanjian Lama meramalkan dan kitab-kitab Perjanjian Baru memproklamirkan

kedatangan seorang Mesias-Raja.

33 Ibid

9

b. Bila Alkitab berbicara tentang hal-hal ilmiah (walaupun tentang hal-hal tersebut para penulis

tidak mungkin memiliki bukti-bukti empiris), maka ia adalah tepat (Ayub 26:7-12; Yes

40:22; 1Kor 15:39).

c. Fakta-fakta dan nama-nama bersejarah dalam Alkitab secara terus-menerus terbukti

kebenarannya dalam berbagai penelitian dan penemuan arkeologi.

d. Dokumen-dokumen yang diterjemahkan menjadi Alkitab telah terjaga dengan cara-cara

yang ajaib, sehingga memberikan catatan-catatan yang tepat tentang apa yang ditulis oleh

penulis-penulis Alkitab.

e. Tulisan-tulisan itu menyatakan diri berasal dari Allah (Yer 1:2; Yeh 1:1-3; Zef 1:1).

Tidak terlalu jauh bila kita menyimpulkan bahwa dengan cara-cara komunikasi yang khusus,

Allah telah menyatakan kepada kita lebih dari sekadar keberadaanNya. Dia memberitahu kita

tentang sifat, kehendak dan kasihNya kepada umat manusia. Itu sebabnya Alkitab begitu penting. Ia

memberitahu kita bagaimana kita dapat menemukan damai dengan Allah Pencipta dan bagaimana

kita dapat hidup dengan cara yang berkenan kepadaNya.

3. Komunikasi Dalam Keluarga

Norman Wright memberikan satu defenisi yang sangat baik dan sederhana tentang

komunikasi didalam keluarga yaitu proses membagikan informasi baik secara tertulis maupun lisan.

Proses tersebut harus dijalankan sedemikian rupa sehingga orang tersebut mengerti apa yang sedang

anda katakan. Berbicara, mendengarkan dan mengerti semuanya terlibat dalam proses

berkomunikasi. Betapa sering kita berpikir bahwa apa yang kita bicarakan itu dimengerti orang,

namun ternyata tidak selamanya demikian. Anggapan bahwa anda dimengerti pasangan anda tidak

selamanya benar. Ada enam berita yang perlu diperhatikan didalam komunikasi keluarga.

a. Apa yang ingin anda katakan.

b. Apa yang sebenarnya anda katakan.

c. Apa yang didengar kawan bicara anda.

d. Apa pendapat kawan bicara anda mengenai hal yang didengarnya itu

e. Apa yang dikatakan kawan bicara anda mengenai apa yang baru anda katakan.

f. Apa pendapat anda mengenai apa yang dikatakan kawan bicara anda menanggapi apa yang

telah anda katakan itu.

Namun masih sering juga dijumpai dimana pasangan mengalami masalah didalam berkomunikasi.

Berbagai Problem Komuniasi Keluarga

Dalam pengalaman hidup berumah tangga, sering di jumpai berbagi problem komunikasi

keluarga. Beberapa contoh problem komunikasi rumah tangga diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tidak berkomunikasi

Problem komunikasi rumah tangga yang pertama ialah tidak adanya komunikasi atau

kurangnya berkomunikasi. Betapa sering kita melihat suami istri yang tidak memiliki komunikasi

yang baik atau sulit berkomunikasi satu sama lain.

Masalahnya menjadi lebih kompleks sebab mereka hidup dalam suasana di mana suami istri

penuh dengan kesibukan, hingga kesempatan untuk berkomunikasi menjadi sangat terbatas. Pada

tahun1978 laporan Ralph Hyatt yang menunjukkan bahwa pasangan suami istri rata-rata di

Amerika Serikat, berkomunikasi hanya 10 menit saja dalam sehari, penelitian menunjukkan bahwa

suami istri hanya mempunyai waktu 27 menit saja untuk berkomunikasi dalam seminggu. Bila

komunikasi merupakan tumpuan dari kebahagiaan rumah tangga, bagaimana kebahagiaan itu akan

diperoleh bila waktu berkomunikasi hanya selama 27 menit per minggu? Mungkin keadaan di

Indonesia tidak sedemikian buruk, namun dengan adanya kemajuan teknologi, dan dengan makin

bertambahnya kesibukan suami istri dengan kegiatan atau pekerjaannya masing-masing, ada

kecenderungan untuk mengurangi waktu berkomunikasi, bahkan tidak berkomunikasi sama sekali.

10

2. Prasangka

Prasangka merupakan problem komunikasi keluarga yang sangat umum, serta menjadi

pengganggu kebahagiaan rumah tangga. Prasangka menyebabkan adanya kecurigaan satu sama lain,

bahkan memikirkan hal yang buruk dari pasangan yang sama sekali tidak memikirkan hal demikian.

Dr. Jay Adam dalam bukunya, Competent to Counsel, menceritakan sepasang suami istri yang

bertengkar. Setelah bertengkar, suami merasa menyesal bahwa ia telah mengeluarkan kata-kata

kasar. Maka ia pergi menuju ke kamar di mana sang istri, Yenny, sedang menangis tersedu-sedu,

dengan tujuan untuk meminta maaf. Tetapi baru saja ia berkata, “Yen,...” sang istri telah bangun

sambil membentak dengan penuh kemarahan, “mau apa lagi, memang kita tidak cocok!” sang

suami, Johny, menjadi marah lagi dan berkata, “saya datang untuk minta maaf! Dasar memang

kamu tidak tahu untung! Sudahlah!”, lalu ia pergi meninggalkan istrinya di kamar.

Sang istri, setelah menyadari bahwa rupanya ia bertindak salah, maka setelah emosinya

mereda, ia berpikir untuk pergi kepada suaminya untuk meminta maaf. Lalu ia pergi menuju kepada

suaminya dan berkata, “John,...”. namun, sebelum ia mengatakan apa-apa, suami telah berkata,

“mau apa lagi, memang kita tidak cocok! Kita cerai saja!”.

Betapa sering pertengkaran terjadi sebab adanya prasangka. Apa yang dipikirkan suami,

bukanlah selamanya apa yang dipikirkan istri, demikian juga sebaliknya. Kesabaran dan

kepercayaan satu sama lain diperlukan untuk menghindarkan problem komunikasi yang meracuni

banyak rumah tangga.

3. Tidak Mendengar atau Memperhatikan

Tidak mendengar atau tidak memperhatikan pembicaraan suami atau istri merupakan

masalah yang sering timbul dalam rumah tangga. Penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa

diperlukan keterampilan dan kebulatan tekad untuk berbicara, namun diperlukan keterampilan dan

kebulatan tekad yang lebih besar lagi untuk mendengarkan orang lain. Seorang ahli komunikasi

yang bernama Harrel T. Allen mengatakan bahwa “mendengarkan adalah sesuatu yang susah dan

memerlukan peningkatan tenaga. Jantung anda berdetalk lebih cepat, darah anda mengalir lebih

kencang, suhu anda naik.”

4. Mempertahankan Pendapat

Satu problem yang sangat umum yang menyebabkan masalah komunikasi ialah sifat

manusia yang ingin mempertahankan pendapat, atau membela diri. Sebagai gantinya mendengar

kepada orang lain apa yang akan dikatakan oleh orang tersebut, kita cenderung untuk membenarkan

diri apa yang kita rasakan atau pikirkan; kita berjuang untuk memperlihatkan kepada orang lain,

agar kita kelihatan lebih baik dari orang lain.

5. Bungkam

Sering sekali kita mendapatkan istri yang sengaja menghukum suaminya dengan jalan

membungkam. Demikian juga tidak kurang suami yang sengaja membungkam untuk menghukum

istrinya. Bagaimana suami dapat mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran sang istri bila istri

tetap membungkam. Demikianjuga sebaliknya? Komunikasi akan gagal apabila orang-orang yang

terikat dalam suatu hubungan tidak dapat merasa senang dalam mengungkapkan perasaan mereka,

sedangkan perasaan itu, apakah positif maupun negatif, perlu untuk diungkapkan. Membungkam

ten- tu hanya akan meiwmbaih persoalan; sebab membungkam menunjukkan suatu problem

komunikasi yang perlu untuk dihindarkan.

6. "Senapan mesin”

Seorang suami mengomel kepada kami, “Istri saya berbicara se- perti senapan mesin!"

Artinya ia berbicara dengan tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.

Berbicara dengan tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara adalah suatu

problem komunikasi. Walaupun ini ada- lah kebalikan dan membungkam, namun seorang yang

berbicara te- rus tanpa kesempatan untuk mendengar, sehingga tidak adanya ko- munikasi dua arah,

11

juga memllikl problem komunikasi. Robert L. Montgomery menyebutkan: "Semua orang senang

sekali berbicara, sedang yang mau mendengarkan tak ada. Tidak mengherankan kalau begltu

banyak orang pergi ke psikiater.”

7. Problem komunikasi lainnya

Banyak lagi problem komunikasi yang biasa mengganggu keba- hagiaan rumah tangga.

Kurangnya pemyataan kasih sayang, nada su- ara yang kasar, kata-kata yang suka mengritik,

perhatian yang tidak ditujukan kepada pendengar, bahkan kurangnya pengenalan dan pe- ngertian

kepada suami maupun istri, telah menimbulkan banyaknya ketegangan dalam rumah tangga,

pertengkaran dalam rumah tangga, bahkan perpecahan rumah tangga. Mungkin saja suami

berbicara, is- tri mendengar; namun tidak terjadi komunikasi oleh sebab istri mempunyai pengertian

yang lain dari apa yang dimaksudkan oleh suami.

Komunikasi Yang dipulihkan

Hubungan keatas atau hubungan dengan Tuhan menentukan hubungan satu dengan yang lain

karena pernikahan kristen terdiri dari tiga oknum: suami, istri, dan Tuhan ditengah-tengah,

pernikahan keristen tidak hanya didasarkan atas perjanjian antara dua insan dan dua keluarga,

melainkan atas karya Allah, menjodohkan dan mempersatukan laki-laki dan wanita itu (Matius

19:6). Bila digambarkan secara sederhana, maka salib ditempatkan diantara keduanya lebih dekat

masing-masing oknum itu kepada salib, lebih dengan juga mereka satu kepada yang lain. Kalau satu

oknum tidak mempunyai hubungan dengan salib (belum menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai

Juruselamat) berarti komunikasi antara keduanya tidak baik, ada kesenjangan dan ada kekosongan

dalam hubungan rohani. Dosa merupakan penyebab komunikasi manusia dengan Tuhan menjadi

rusak, maka butuh pemulihan terlebih dahulu.

1. Dipulihkan Secara Pribadi dengan Tuhan

Pernikahan Kristen dilaksanakan secara formal di gereja, namun seringkali tanpa Tuhan.

Nama Tuhan disebut dan dicatat didalam surat pernikahan, tetapi bisa saja dua orang yang

dinikahkan tidak mempunyai hubungan pribadi dengan Tuhan, iman mereka hanya tradisional,

dengan demikian dasar pernikahan mereka sebenarnya tidak ada, oleh sebab itu membutuhkan

pelayanan/pengembalaan untuk menolong mereka, perlu membawa mereka kepada kesadaran untuk

meletakkan dasar pernikahan lebih dahulu ialah hubungan rohani mereka dengan Tuhan, sebelum

memperbaiki hubungan yang lain.

Manusia yang sudah jatuh didalam dosa mengalami kematian rohani yang disusul kemudian

oleh kematian jasmani. Roh manusia itu mati, dengan demikian hubungan dengan Allah putus

karena dosa. Kata Firman Tuhan,”Pada hari engkau memakannya (buah terlarang), pastilah engakau

mati,” 34 Firman Tuhan lain menegaskan, “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-

pelanggaran dan dosa-dosamu,”35 situasi yang tanpa harapan itu diubahkan oleh kematian Tuhan

Yesus disalib. Tuhan Yesus menjadi korban yang suci yang menebus dosa manusia. Dinding

pemisah yang dididrikan oleh dosa runtuh. Dan komunikasi antara Allah dan manusia dibangunkan

kembali melalui Roh Kudus. Manusia sekarang dapat dilahirkan dari atas, atau secara Rohani, kalau

ia menerima kurban Tuhan Yesus dengan iman untuk penebusan dosa-dosanya. Dan “semua orang

yang menerimanya, diberi kuasa supaya menjadi anak-anak Allah yaitu mereka yang percaya dalam

nama-Nya: orang-orang yang diperakanan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara

jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah,” 36

Seorang Kristen Rohani37 melalui kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus, roh manusia

ditempati oleh Roh Kudus, sehingga dimulailah dimensi Rohani dalam kehidupannya. Roh manusia

34 Kejadian 2:17 35 Efesus 2:1 36 Yohanes 1:12-13 37 1. Kor. 2:15, bahasa Yun: Antropos Pneumatichos, diterjemahkan dengan manusia rohani.

12

yang tadinya mati karena dosa, sekarang dihidupkan kembali, dan Ia menyembah Allah dalam roh

dan kebenaran. Sesuai dengan Firman Tuhan. “Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia,

harus menyembahnya dalam Roh dan kebenaran.”38 Alam pikiran, perasaan dan kehendaknya

dipenuhi dan diperintah oleh Roh Kudus, sedangkan tubuh sebagai Rumah Roh Kudus juga

terjangkau oleh pemerintahannya

Gambar 1 Proses Pemulihan yang Dikendalikan Tuhan

a. Dipulihkan dalam Kehidupan Suami isri setiap hari melalui hal-hal yang real:

1. Dapat berkomuniaksi dengan baik dan kontinu

Terjalin komunikasi yang baik bila keluarga atau suami istri telah dipulihkan, komunikasi

terbuka dan jujur dengan tidak menyembunyikan sesuatu dari pasangannya komunikasi yang baik

menyebabkan rumah tangga mempunyai suasan yang terbuka, dimana suami istri keadaan yang

tidak terikat, bebas untuk membagikan perasaan dengan jujur dan penuh kasih, tentang apa yang

mereka alami, rasakan dan pikirkan. Seringkali suami atau istri menyembunyikan sesuatu dari

pasangannya dengan alasan, “untuk tidak melukai istri atau suami”. Namun dalam waktu pendek

atau panjang hal tersbut akan diketahui oleh pasangannya dan menimbulkan perasaan yang tidak

menyenangkan, perasaan yang tidak dipercayai, atau tidak dikasihi, yang nampak negatif nya ialah

perasaan harga diri yang munurun.

2. Berusaha Dapat Mengerti Bukan Untuk di Mengerti

Jeritan yang sangat umum dalam setiap pertengkaran ialah “Kamu tidak mengerti saya” atau

“Kamu sangat mementingkan diri”. Adalah suatu keinginan yang umum bagi kita agar kita dapat

dimengerti oleh orang lain, mungkin saja kita memiliki alasan yang tepat dengan penuh pengertian,

serta tindakkan atau kebiasaan kita yang benar, namun tidak ada gunanya untuk mengharapkan agar

kita dapat dimengerti oleh orang lain, kecuali kita sendiri yang dapat mengerti orang lain. Oleh

sebab latar belakang dan lingkungan setiap orang berbeda, dan latar belakang yang berbeda itu

dibawah pernikahannya masing-masing adalah sangat penting bagi masing-masing untuk mengerti,

bukan untuk dimengerti.

38 Yohanes 4:24

13

3. Dapat Memberi Informasi Dengan Bertanya

Suatu peribahasa yang cukup dikenal di indonesia ialah malu bertanya sesat di jalan, hal ini

terjadi juga dalam rumah tangga. Banyak informasi yang anda tidak akan peroleh kecuali dengan

menanyakan hal itu kepada pasangan anda setiap pasangan suami istri harus menghindarkan

anggapan bahwa istri mengetahui apa yang dipikirkan suaminya atau suami mengerti pemikiran

istrinya. Betapa sering asumsi kita mengalami kesalahan coba bayangkan kalau seorang suami

berasumsi bahwa “pasti istri saya senang rumah yang besar”, kemudian ia membuat kontrak

pembelian rumah tersebut tanpa sepengetahuan istrinya padahal istrinya menyukai rumah yang

kecil supaya jangan terlalu repot untuk membersihkan. Tindakkan demikian akan merendahkan

harga diri istrinya seolah-olah istri tidak penting untuk di ajak berkonsultasi. Sebab itu keduanya

tidak berpegang kepada asumsi masing-masing, melainkan selalu berdialog satu sama lain.

4. Dapat Mendengar Dengan Baik

Pasangan suami istri akan semakin menghargai ketika masing-masing dapt saling

mendengar sebab pada hakekatnya adalah lebih mudah untuk berbicara dari pada mendengar. Dr. S.

S. Hayakawa pernah berkata “Jika kita mampu mendengar sebaik kita berbicara maka kita dapat

mengetahui lebih banyak hal yang akan menjadikan kita lebih bijak sana sewaktu kita bertambah

tua dan gantinya berhenti berkembang. Sehingga sejak ia berusia 25 tahun – 26 tahun ia tetap

memiliki prasangka dan asumsi yang sedikit saja. Kita semua memerlukan kesabaran untuk tidak

cepat menarik kesimpulan yang salah untuk itu diperlukan kesabaran dan disiplin untuk mendengar.

Coba anda renungkan sejenak apa yang terjadi bila Anda akan berbicara dan pasangan Anda tidak

mau mendengar sebaliknya terjadi juga dengan pasangan anda bila anda tidak siap untuk

mendengar.

5. Tidak Banyak Mengomel

Mengomel sering menyebabkan suatu masalah yang besar dalam rumah tangga, bila sering

diucapkan pasangan anda akan merasa bahwa anda mencari-cari kesahalan. Ada sebagian orang

mengatakan kalau saya tidak mengomel terus permohonan saya tidak dikabulkan, sebab itu cara

yang terbaik bagi saya agar permohonan saya dikabulkan, ia dengan terus menerus mengomel

biasanya mengomel itu tidak ada hasilnya, sikap suka mengomel menunjukkan perasaan tidak puas

membuat orang prustasi baik yang mengomel atau yang di omelin, itulah sebabnya sifat mengomel

harus dihindari dan masing-masing mencari jalan keluar agar ide atau pun pendapat yang baik dapat

diterima dengan tidak di omel.

6. Dapat Menghormati Pendapat

Oleh sebab manusia mempunyai perbedaan mungkin aja anda tidak setuju dengan pendapat

pasangan anda, namun tidak seharusnya memisahkan anda berdua tetapi anda boleh tetap memiliki

rasa hormat kepada pendapatnya, iangatlah bahwa tidak ada pasangan suami istri yang senang tiasa

yang setuju dalam segala sesuatu. Adanya perbedaan-perbedaan tidak dapat memaksa atau

menuntut suami atau istri untuk menjadi percis seperti dirinya sendiri. Biarkanlah suami atau istri

menjadi seorang yang memiliki kepribadian dan pendapatnya sendiri. Oleh sebab itu lebih tepat

untuk menghormati pasangan anda hingga pasangan anda merasa ia cukup menilai dan memiliki

harga diri.

7. Dapat Memperhatikan Potensi Pasangan Anda

Setiap manusia mempunyai potensi untuk berkembang untuk memiliki sifat, kepribadian,

bahkan masa depan yang baik. Masing-masing bagaikan batu pualam yang dapat diukir menjadi

hiasan yang indah atau mungkin dipukul pecah jadi batu kerikir yang diinjak-injak orang, walaupun

ada perbedaan pendapat yang tidak disetujui anda perlu melihat adanya potensi untuk

perkembangan dari perbedaan pendapat tersebut. Setiap orang mungkin mempunyai masa lalu yang

mengecewakan namun bukan berarti ia akan terus menerus mengecewakan masa depannya, sukses

itu tidak pernah berakhir kegagalan juga bukan sesuatu yang final ini berarti kalau anda sukses anda

14

harus tetap berusaha untuk sukses kalau tidak anda akan gagal, perhatikanlah potensi yang dimiliki

pasangan anda setiap kita melihat sesorang atau pasangand alam proses menjadi seseorang yang

lebih baik.

8. Dapat Mengatasi Hal-hal Yang Merendahkan Harga Diri

Ini bukan perkara mudah. Bahkan ini merupakan inti dari hasil pemulihan banyak pasangan

suami istri yang mempunyai harga dirinya rendah dalam keluarga oleh sebab berbagai masalah

yang dihadapinya. Bebrapa hal yang dapat menyebabkan harga diri yang rendah ialah hilangnya

kasih dalam keluarga adanya konflik dengan kerabat, adanya berbagai problem dengan anak-anak,

adanya kesulitan keuangan, adanya perasaan kesepian atau bosan, adanya masalah seksualitas,

adanya perasaan letih dan tekanan waktu, adanya perubahan-perubahan fisik dan gejala ketuaan.

9. Dapat Membuat Kegiatan Yang Membangun Harga Diri

Oleh sebab harga diri dapat dibangunkan dan diperkembangkan bila seseorang itu merasa ia

diterima dan dicintai, maka kegiatan-kegiatan yang menunjukkan penerimaan menunjukkan kasih

sayang akan meningkatkan harga diri seseorang. Misalnya:

a. Rencana hari perayaan seseorang, apakah itu hari bapak, hari ibu, hari lahir, hari ulang tahun

pernikahan atau hari istimewa lainnya, dapat dirayakan bersama dengan makanan yang

istimewa atau hadiah yang diberikan maka anggota keluarga yang bersangkutan dapat

diterima, dicintai dan dihormati.

b. Apakah yang anda hargai dari pasangan anda. Dengan mengambil waktu untuk diucapkan

akan memberikan kesan yang baik, dan menyebabkan pasangan anda memiliki harga yang

tinggi.

c. Surat keluarga, suami istri akan merasa senang untuk sekali-kali menerima surat cinta dari

pasangannya. Kelihatannya janggal bagi orang Timur sebab surat cinta masih umum bagi

mereka yang berpacaran. Namun, pasangan suami masih memerlukan perasaan yang masih

dicintai maka surat cinta punmasih dibutuhkan bagi mereka.

10. Suami Istri Yang Mendoakan Satu Sama Lain

Saling mendoakan secara pribadi atau saling mendoakan dengan bersama-sama akan

membawa pemulihan yang berdampak satu sama lain, membawakan kebahagiaan dan

menghasilkan hubungan yang lebih baik. Bagaimana perasaan anda bila nama anda disebut dan di

doakan orang lain, pasti anda merasa diterima dan didoakan orang lain. Sebab itu suami istri untuk

memupuk kebiasaan untuk saling mendoakan satu sama lain.

15

DAFTAR PUSTAKA

A.G. Pringgodigdo (ed), Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1997) hal 544

Al Budyapratama, Etika Praktis, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004) 42

Andar Ismail, Selamat Ribut Rukun (Jakarta: BPK-GM, 1997) hl 90-92

Carl I. Hovland, Social Communication. Dalam Bernard Berlson & Morris Janowitz (ed), Reader in

Public Opinion and Communication (New York: The Free Press Of Glencoe, 1953) 181-182

D. Scheunemann, Romantika kehidupan suami istri, (Gandum mas : 2005), 86

D.W.B. Robinson, “Keluarga Rumah Tangga, Ensklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1: J.D. Douglas

(ed) (Jakarta: YKPK, 1997) 536-539

E.G. Homrighausen I. H. Enklar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK- GM, 1995) hl 144-145

Elmer & Ruth Towns, How to Build a Lasting Marriage, penerbit: ANDI-Yogyakarta. 2011. Hal. 3

G. Lindsa, Marriage, Divorce And Remmariage, Christian For The Nations, (USA: tp, 1976) hal 12

Gilarso, Membangun Keluarga Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 9

J. Strahan, “Family”, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics Vol. V, J, Hasting (ed) (New

York: Charles Scribner’s Sons, 1995) hal 723

J. Verkuyl, Etika Kristen Seksuil, (Jakarta: BPK-GN, 1993) hl 174-189

J.J. de Heer. Tafsiran Alkitab Injil Matius (Psl 1-22), (Jakarta: BPK-GM, 2004), 46-47

J.L. Ch. Abineno, Sekitar Etika Sosial (Jakarta: BPK-GM, 1994), 65

James C. Debsen, Cinta Kasih Seumur Hidup, (Bandung Kalam Hidup, 1999) 28

Jay Adams, Masalah-Masalah Dalam Rumah Tangga Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2001), 38

Jay E. Adam, Masalah-Masalah dalam Rumah Tangga Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2001) 61

Jusuf Roni, Membina Keluarga Kristen Yang Bahagia (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1996) 56

Kathleen Liwidjaja-Kuantaraf, M.D., M.P.H. & Jonathan Kuantaraf, D.Min. Komunikasi Keluarga:

Kunci Kebahagiaan Anda. (Indonesia Publishing House, 1999) hal. 2

KBBI

M.L. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, (Jakarta BPK-GM, 2000, hal 28

M.L. Thompson, (Op Cit) hal 28

Mu’tamar, Analisa. (19 Juli 1993)

Onong, Ucha Efendi, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995)

hal 19.

Perjanjian adalah suatu ikatan persetujuan antara kedua pihak (bnd. Kej. 31:44; 1 Sam. 18:3) tetapi

didalam hubungannya dengan kepercayaan iman orang Israel, perjanjian itu mempunyai arti

tersendiri. Pengambilan prakasa atau inisiatif adalah Allah. Allah sendiri yang sebenarnya

membentuk perjanjian itu (bnd. Kej. 6:18; 9:9-11:15:1) Perjanjian itu adalah pemberian Allah

kepada manusia, Wismohadi Wahono, Disini Kutemukan, (Jakarta, BPK-GM, 2006), 86

Richard Foster, Uang, Seks, Kekuasaan, (Bandung: Kalam Hidup, 1995) 132

Rochajat Harun dan Elvinaro Ardianto, Komunikasi Pembangunan Perspektif Domain: Kaji Ulang

dan Teori Kritis (Jakarta: Rajawali Press, 2011) hal 20

Rosady Ruslan, Managemen Humas dan Komunikasi. Konsepsi dan Aplikasi (Jakarta: PT Raja

Grafindo Perkasa, 2002) hal. 81

Sir Gerald Barry (ed), Communication and Language (New York: doubleday&Company, Inc, 1965)

hal 16.

Soemadi Tjiptojoewono, Pengantar Pendidikan. (Surabaya University PressIKIP, 1995) hal 225

Wilbur Schramm, The Prosess and Effect Of Mass Communication (Urban : University Of Illinois

Press, 1965) hal 3.

Willian Dyrness, Tema-Tema dalam Perjanjian Lama, (Malang, Gandum Mas, 1979), 98