kehamilan serotinus
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang paling penting
untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat Statistik (BPS) angka kematian ibu dalam kehamilan dan
persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal
hampir setiap menit karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka kematian
bayi di Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup
atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15% per kelahiran hidup
Postterm atau serotinus adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia kehamilan
melebihi 42 minggu, diketahui bahwa 1 dari 10 kehamilan melebihi usia kehamilan 40 minggu1.
Pengaruh kehamilan posterm terutama adalah terhadap janin, meskipun ini masih banyak
diperdebatkan dan sampai sekarang belum ada persesuaian paham, dalam kenyataannya
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang
dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak
bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya atau meninggal dalam
kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. mempunyai hubungan erat dengan
mortalitas, morbiditas perinatal maupun makrosomia. Sedangkan risiko bagi ibu dengan
kehamilan posterm dapat berupa perdarahan post partum maupun tindakan obstetrik yang
meningkat.
Tahun 1902, Ballantyne yang membuat pertama kali referensi mengenai kehamilan
postterm pada obstetric modern. Akan tetapi pada tahun 1954 Clifford menggambarkan suatu
syndrome yang ditemukan pada bayi baru lahir yang melewati waktu yang diperkirakan dimana
ditemukan pertumbuhan retardasi intrauterine, pewarnaan meconium pada cairan amnion dan
tanda-tanda fetal distress pada persalinan postterm. Auberg (1962) dan Lanman (1968) juga
menyatakan bahwa resiko kematian intrapartum meningkat seiring dengan kehamilan postterm.1,9
1
Pada suatu penelitian, antara 4% sampai 14% (rata-rata 10%) wanita hamil dapat
mencapai usia kehamilan 42 minggu, dan 2% sampai 7% (rata-rata 4%) mencapai usia
kehamilan 43 minggu.9
Penyebab terjadinya post-maturitas biasanya tidak diketahui, namun diduga penyebab
paling sering dari postterm adalah kesalahan perhitungan periode mentruasi yang terakhir.
Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan postterm ini antara lain
primiparitas, kehamilan postterm sebelumnya, jenis kelamin fetus laki-laki, dan faktor genetik.4,12
Ketika usia kehamilan memasuki 40 minggu, plasenta mulai mengecil dan fungsinya
menurun. Karena kemampuan plasenta untuk menyediakan makanan semakin berkurang, maka
janin menggunakan persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber energi.
Akibatnya, laju pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak dapat menyediakan
oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat janin, sehingga janin menjadi rentan
terhadap cedera otak dan organ lainnya.1,2,3,4,7,9,10
Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm ini
dapat ditatalaksana secara aktif dan ekspetatif.9
BAB IIKASUS OBSTETRI
2
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. z Nama suami : Tn. A
Umur : 25 tahun Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : JAWA Suku : JAWA
Alamat : Pondok Meja
Masuk RS : 4 februari 2013, Pukul. 21.05 WIB
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama : Kehamilan lewat bulan dan belum melahirkan, dan kala 1 memanjang
Riwayat Penyakit Sekarang:
4 februari 2013 jam 21.00 WIB : Ny. Z (715739) usia 25 tahun datang ke RSU RM
dengan keluhan usia kehamilan lewat dari tanggal perkiraan persalinan, keluar lendir
darah (√), keluar air –air (-), nyeri ari-ari menjalar kepinggang (√). Dan kala 1
memanjang
Hal ini diketahui Os setelah Os memeriksakan kandungannya ke dokter Sp.OG, → USG :
usia kehamilan 42-43 minggu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa pada kehamilan sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat menstruasi :
Menarche : usia 13 tahun
3
Teratur,satu siklus 28 hari, selama 7 hari, warna merah tua, encer, ganti pembalut
2-3x/hari, dismenorhoe kadang-kadang.
HPHT : 02-04-2012
Usia kehamilan : 42-43 minggu
TP : 09-01-2013
Riwayat Perkawinan :
Perkawinan ke-1, telah berlangsung selama 1 tahun
Riwayat Kehamilan/Persalinan/Nifas :
Tabel 1.1. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
No.Tahun
Partus
Tempat
Partus
UK Jenis
Persalinan
Penolong Penyulit Keadaan Ket.
Nifas Anak
1.
INI
Riwayat Kontrasepsi :
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KeadaanUmum : tampak sakit sedang
4
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
HR : 78 x/menit
T : 36,50C
RR : 20x/menit, teratur
Status Gizi :
BB sebelum hamil : 45 kg
BB saat hamil : 55 kg
TB : 150 cm
IMT : 22,89 kg/m2 (baik)
Kepala dan Leher :
Wajah : Ekspresi wajar, kloasma gravidarum (-)
Mata : Conjungtiva anemis(-/-) , sclera ikterik (-), pupil isokor ka=ki Ɵ
± 3mm
Telinga : sekret (-), pendengaran baik
Hidung : bentuk simetris, deformitas (-), secret (-), deviasi
septum (-)
Mulut : bibir sianosis (-), hiperpigmentasi (-),
Lidah : hiperemis (-)
Thorax :
Mammae : Tidak ada benjolan, puting susu menonjol,
hiperpigmentasi areola (+), colostrum (-), pembesaran
mammae simetris
Jantung : BJ I-II reguler, Murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Lihat status obstetri
Genitalia : Lihat status obstetri
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
5
Status Obstetri
Leopold I : TFUt 33 cm, teraba bagian lunak, bulat, tidak melenting (kesan : bokong)
Leopold II : teraba bagian besar (punggung) di kiri dan bagian kecil (ekstremitas) di kanan
Leopold III : teraba bagian keras, bulat, melenting (kesan : kepala)
Leopold IV : 4/5
DJJ : 122x/i
HIS : ada, jarang
TBJ : 3225 gram
Pemeriksaan Dalam Vagina :
Porsio : konsistensi tebal lunak, posisi anterior
Pendataran : 40 %
Pembukaan : 4 cm
Ketuban : (+)
Presentasi : kepala
Penunjuk : Sulit dinilai
Penurunan : H-I
Posisi : Sulit dinilai
Bishop Score
Pembukaan : 2
Pendataran : 1
Penurunan kepala : 0
Konsistensi serviks : 2
Posisi serviks : 2
Total : 7
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
WBC : 16 x 103/mm3 (3,5 – 10)
RBC :3,98 x 106/mm3 (3,8 – 5,8)
HGB : 11,7 gr/dl (11,0 – 16,5)
HCT : 35,6 % (35 – 50)
PLT : 257.000/mm3 (150 – 390)
6
CT : 2’
BT : 3’
Golongan darah : AB
GDS : 109 mg/dl
V. DIAGNOSIS KERJA :
Primigravida dengan serotinus
VI. PENATALAKSANAAN
Injeksi ceftriaxone 3x1
Drip Defenitif: ½ Amp Pitogin dalam 500 ml RL, mulai dari 8 tetes/i s/d 40 tetes/i
dinaikan setiap 15 menit, sampai his adekuat
Rencana lahir pervaginam
Observasi KU dan TTV ibu
Observasi DJJ, HIS dan kemajuan persalinan
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
VIII. FOLLOW UP
5 Feb 2013, pukul 06.30 WIB
7
S : nyeri semakin kuat
O: KU : sedang, TD : 110/80 mmHg, N : 72x/i, RR : 20x/i, S: 36,5 oC
PD : Portio tipis, pembukaan 7 cm, ketuban (-), pres.kepala, penurunan H III,
DJJ = 120 x/I, HIS = (3x10’ 40”)
A: primigravida dengan serotinus.
P: Injeksi ceftriaxone 3x1
Drip Defenitif: ½ Amp Pitogin dalam 500 ml RL, mulai dari 8 tetes/i s/d 40
tetes/i dinaikan setiap 15 menit, sampai his adekuat
Rencana lahir pervaginam
Observasi KU dan TTV ibu
Observasi DJJ, HIS dan kemajuan persalinan
Pukul 10.40 WIB
Anak lahir spontan, jenis kelamin perempuan, BB= 3200 gram, PB= 50 cm, A/S 7/8
Dirawat di PRT atas indikasi fetal distress ec KWH
Pukul 11.30 WIB
Tfut 1 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, perdarahan pervaginam minimal
D/ P1A0, post partum hari I
Amoxilin tab 500mg 3X1
PCT tab 500mg 3X1
Vitamin B complek 1X1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
DEFENISI
Postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat bulan, kehamilan lewat
waktu, prolonged pregnancy, postterm pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme.1
Postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih) setelah
periode mentruasi yang terakhir. Terminology postterm juga dapat digunakan untuk
menggambarkan keadaan neonatus pada kehamilan lebih dari 42 minggu.1,2,3
Menurut The World Health Organization (WHO) dan International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO), kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap
atau lebih.2,3
EPIDEMIOLOGI
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Namun sekitar 4 - 14 % atau rata-rata 10 % kehamilan akan berlangsung sampai
42 minggu atau lebih. Insiden postterm ini diperkirakan berkisar 3-12% dari seluruh kehamilan.
Namun jika penentuan usia kehamilan menggunakan kriteria ultrasound, insiden postterm dapat
lebih rendah, berkisar antara 3-6%. Hanya 1-4% dari seluruh kehamilan yang berlanjut sampai
43 minggu.2,4
Pada suatu penelitian, antara 4% sampai 14% (rata-rata 10%) wanita hamil dapat
mencapai usia kehamilan 42 minggu, dan 2% sampai 7% (rata-rata 4%) mencapai usia
kehamilan 43 minggu.3
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya post-maturitas biasanya tidak diketahui, namun diduga penyebab
paling sering dari postterm adalah kesalahan perhitungan periode mentruasi yang terakhir. Hanya
sekitar 2% dari kehamilan yang benar-benar termasuk postterm. Hal ini dikarenakan penentuan
usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir seringkali tidak mudah, karena ibu tidak
ingat kapan tanggal hari pertama haid terakhirnya yang pasti dan penentuan saat ovulasi yang
pasti juga tidak mudah, serta adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan seperti
variasi siklus haid, kesalahan perhitungan oleh ibu, dan sebagainya. Rumus Naegele masih
umum dipakai, tetapi harus tetap diingat berbagai faktor di atas yang dapat
mempengaruhi/menyebabkan terjadinya kesalahan perhitungan. Dengan adanya pemeriksaan
9
ultrasonografi (USG) : usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat, dengan penyimpangan hanya
lebih atau kurang satu minggu.
Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan postterm ini antara lain
primigravida, kehamilan postterm sebelumnya, dan faktor genetik. Menurut penelitian Laursen
dkk, kembar monozigot dan dizigot dapat menyebabkan kehamilan postterm. Mereka juga
menemukan bahwa faktor genetik maternal berpengaruh pada kehamilan postterm dan
diperhitungkan sebagai penyebab kira-kira 30% dari kehamilan postterm ini.4
PATOFISIOLOGI
Kadar progesteron yang berlebihan atau tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, menyebabkan uterus menjadi kurang peka terhadap oksitosin, sehingga persalinan
tidak terjadi. Kehamilan lewat waktu mempunyai risiko terhadap janin oleh karena masa hidup
plasenta terbatas. Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa hidup plasenta, maka janin
mungkin akan mengalami kekurangan nutrisi atau oksigenasi akibat dari penurunan fungsi
plasenta.
GEJALA KLINIS
Pada kehamilan lebih dari 40 minggu dilakukan konfirmasi ulang usia kehamilan dengan
menggunakan ultrasonografi, selain itu juga dilihat keadaan fetus dalam kandungan. Pada
kehamilan postterm akan terjadi beberapa perubahan sebagai berikut:3,6,7
1. Penurunan secara progresif cairan amnion
Merupakan konsekuensi dari penurunan produksi urin dari fetus akibat dari penurunan
sirkulasi darah yang melalui ginjal fetus (untuk mengkompensasi peningkatan aliran darah ke
otak fetus).
2. Penuaan plasenta
Menyebabkan penurunan sirkulasi pada fetus, hal ini merupakan masalah yang
dikhawatirkan pada kehamilan postterm ini.
Postterm digunakan untuk menggambarkan keadaan fetus didalam uterus selama lebih
dari 42 minggu. Clifford (1954) membagi keadaan fetus ini dalam tiga stadium antara lain
sebagai berikut:8
1. Kulit berkerut, terkelupas, dengan badan yang kurus
10
2. Stadium 1 dan fetal distress, adanya meconium
3. Stadium 1 dan 2, dengan meconium mewarnai kulit dan kuku
Kriteria Clifford baru-baru ini dimodifikasi untuk menggambarkan dismaturitas, dimana
didefinisikan sebagai mild- hanya pada kulit dan kuku, atau advanced- kulit, kuku, dan
kehilangan lemak subkutaneus dengan pewarnaan meconium.8
Dismaturitas terjadi pada 20-30% kahamilan postterm. Pada kehamilan 41-43 minggu,
prevalensi dismaturitas sekitar 2-3%, dan pada kehamilan 44-45 minggu, prevalensi dismaturitas
meningkat 75%. 8
DIAGNOSA
Diagnosa kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik,
pada anamnesa ditanyakan periode menstruasi terakhir, hal ini merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk menentukan usia kehamilan, namun sering terjadi kesalahan dalam
perhitungan periode teakhir menstruasi. Maka dari itu penegakkan diagnosa kehamilan postterm
ini dengan benar sangatlah sulit.
Menurut WHO kehamilan aterm adalah kehamilan dalam interval 259-294 hari dari usia
menstruasi, hal ini berdasarkan data statistik yang diperoleh dari tanggal menstruasi. Walaupun
periode menstruasi terakhir ditanyakan secara akurat, hal ini bukanlah indikator yang dapat
dipercaya untuk menentukan waktu konsepsi yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan onset
ovulasi dalam siklus mentruasi tidaklah menentu dan juga adanya variasi dari satu siklus ke
siklus berikutnya. Karena perhitungan berdasarkan tanggal menstruasi dianggap kurang akurat,
maka ultrasonography merupakan pilihan terbaik untuk membantu pengklasifikasian kehamilan
postterm berdasarkan WHO (>42 minggu).1,3,4
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm disamping dari riwayat haid, sebaiknya
dilihat pula dari hasil pemeriksaan antenatal.1
1. Riwayat haid
Diagnosis postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid terakhir
(HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan
beberapa kriteria antara lain :
11
a) Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
b) Siklus 28 hari dan teratur
c) Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postterm
kemungkinan adalah :
a) Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal
b) Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan ovulasi
c) Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung
lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20 – 30 % dari seluruh penderita yang diduga postterm )
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
a) Test kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan test imunologik sesudah terlambat 2
minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu
b) Gerak janin : Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18 – 20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18
minggu sedang pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan
persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24
minggu pada multiparitas
c) Denyut jantung janin : Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur
kehamilan 18 – 20 minggu sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia
kehamilan 10 - 12 minggu
Pernoll menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai postterm bila didapat 3
atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sbb:
a) Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
b) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
c) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec
3. Tinggi fundus uteri
12
Dalam trimester pertama, pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat bermanfaat bila
dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri
dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
Selanjutnya umur kehamilan dapat ditentukan secara klasik maupun memakai rumus
McDonald : TFU dalam cm X 8/7 menunjukkan umur kehamilan dalam minggu
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging ( crown-rump length)
memberikan ketepatan sekitar ± 4 hari dari taksiran persalinan. Pada umur kehamilan sekitar
16 – 26 minggu ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan ± 7
hari dari taksiran persalinan. Beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai
seperti lingkar perut, lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari
beberapa hasil pemeriksaan parameter seperti tersebut di atas. Taksiran persalinan tidak dapat
ditentukan secara akurat bilamana BPD > 9,5 cm dengan sekali saja pemeriksaan USG
( tunggal )
5. Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur
bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal
terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara
ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan sering kali
sulit juga pengaruh tidak baik terhadap janin.
6. Pemeriksaan cairan amnion
a. Kadar Lesitin/spingomielin
Bila kadar lesitin/spingomielin sama maka umur kehamilan sekitar 22–28 minggu, lesitin
1,2 kali kadar spingomielin: 28–32 minggu, pada kehamilan genap bulan ratio menjadi
2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan postterm tetapi hanya
digunakan untuk menentukan apakan janin cukup umur / matang untuk dilahirkan.
b. Aktivitas tromboplasti cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan
darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Yaffe menyatakan
bahwa pada umur kehamilan 41-42 minggu ACTA berkisar antara 45–65 detik, pada umur
13
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ACTA kurang dari 45 detik. Bila didapat
ACTA antara 42–46 detik menunjukkan bahwa kehaminan berlangsung lewat waktu
c. Sitologi cairan amniom
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion . Bila jumlah
sel yang mengandung lemak melebihi 10 % maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan
apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih
Diagnosis bayi postterm pascapersalinan dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda-
tanda postterm yang dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu sebagai berikut:
1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks
kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang
kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada
jaringan tali pusat.
Untuk membantu menegakkan diagnosa kehamilan postterm maka dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan antenatal yang berhubungan dengan pengawasan janin. Selanjutnya
pemeriksaan ini juga dapat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang sebaiknnya
dilakukan dan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian janin yang berhubungan dengan
kehamilan postterm. Pemeriksaan tersebut antara lain sebagai berikut:3,6,8
1. Nonstress Test (NST)
Merupakan metode yang popular untuk pengawasan janin pada kehamilan postterm.
Hasil test yang abnormal ( non-reaktif dan deselerasi) dihubungkan dengan resiko tinggi
terjadinya efek negative pada bayi yang dilahirkan. Test ini biasanya dilakukan dua kali
dalam seminggu.
Tabel 1 dibawah ini menunjukkan kriteria Nonstress test.6
Tabel 1. Kriteria Nonstress Test
Hasil Kriteria
Reaktif (normal)
Dalam periode 20 menit, dua atau lebih percepatan denyut
jantung janin sekurangnya 15 denyut permenit denyut jantung
14
rata-rata.
Setiap percepatan berakhir sekurangnya 15 detik.
Gerakan fetus dapat atau tidak dapat dibedakan oleh pasien.
Nonreaktif (abnormal)
Tidak ada percepatan denyut jantung janin selama lebih dari
40 menit.
(Sumber: http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html)
2. Contraction Stress Test (CST)
Pemberian oksitosin IV atau stimulasi puting susu dapat digunakan untuk menentukan
ada atau tidaknya deselerasi denyut jantung janin. Hasil CST yang positif dapat menyatakan
NST nonreaktif yang merupakan hasil dari hypoxia yang di induksi asidosis.
3. Sonography, untuk:
a. Berat badan fetus
b. Volume cairan amnion
Setelah usia kehamilan lebih dari 42 minggu, volume cairan amnion berkurang sekitar
150-170 ml perminggu. Terjadinya penurunan volume cairan amnion ini belum dapat
dimengerti alasannya, namun diduga akibat dari penurunan produksi urin oleh fetus.
c. Biophysical Profile (BPP)
Merupakan metode pengawasan fetus yang popular pada kehamilan postterm. Metode ini
digunakan untuk mengetahui pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetus, dan volume
cairan amnion dengan atau tanpa nonstress test.
4. Doppler ultrasonography untuk mengetahui sirkulasi fetus
KOMPLIKASI
Kehamilan postterm berhubungan dengan hasil persalinan yang beresiko. Persalinan
pada lebih dari 42 minggu, dapat menimbulkan komplikasi baik pada ibu atau janin. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain sebagai berikut:4,6
1. Sindrom dismaturitas (postterm)
15
Janin mempunyai kuku jari-jari dan rambut yang panjang, badan yang kurus dan panjang,
dan kulit keriput.
2. Fetus distress
Janin tidak menerima cukup oksigen sehingga mengakibatkan denyut jantung abnormal dan
berbagai permasalahan lain.
3. Aspirasi meconium
Meconium keluar ke cairan amnion dan dihirup oleh janin sehingga masuk ke paru-paru
sehingga dapat mengakibatkan pneumoni pada janin, namun hal ini tidak begitu sering
terjadi.
4. Macrosomia
Janin tumbuh terlalu besar sehingga sulit dilahirkan pervaginam.
5. Kematian janin saat lahir
Janin meninggal didalam uterus. Kematian janin saat lahir sangat jarang terjadi, namun
kejadian ini meningkat pada kehamilan postterm.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu, yaitu antara lain:4,6
1. Peningkatan resiko luka perineum
Bayi pada kehamilan postterm biasanya lebih besar, dan hal ini mengakibatkan trauma pada
jalan lahir saat persalinan.
2. Peningkatan resiko bedah sesar
Gawat janin sering terjadi selama kehamilan postterm, dan hal ini meningkatkan resiko
dilakukannya bedah sesaria.
3. Efek psikologis
Ibu menjadi gelisah dan tidak tenang.
4. Peningkatan perdarahan setelah persalinan
Hal ini dikarenakan kurangnya kontraktilitas uterus akibat over distensi uterus yang
disebabkan oleh janin yang besar.Tabel 4 dibawah ini menggambarkan komplikasi yang terjadi baik pada ibu dan janin pada kehamilan postterm.6
Tabel 4. Komplikasi yang terkait dengan kehamilan postterm
Komplikasi Maternal
Bedah sesar akut
Komplikasi Neonatal
Aspiksia
16
Disproporsi kepala panggul
Rupture uteri
Distosia
Kematian janin pada saat persalinan
Janin besar
Perdarahan post partum
Infeksi puerperalis
Aspirasi meconium
Patah tulang
Kematian perinatal
Kelumpuhan saraf periper
Pneumonia
Septicemia
(Sumber: http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm ini
dapat ditatalaksana secara aktif dimana kehamilan diterminasi dengan induksi persalinan setelah
usia kehamilan 41 minggu. Agent pematangan servik seperti prostaglandin digunakan untuk
menyiapkan servik, dan bila perlu oksitosin dan amniotomi juga dapat digunakan. Selain itu juga
dapat ditatalaksana secara ekspetatif, dimana dilakukan pada kehamilan 42 minggu atau lebih.
Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi, atau keduanya, atau terjadi
penurunan kondisi janin. Keadaan fetus dievaluasi dengan berbagai tehnik pengawasan fetus.1,3
Sebelum menentukan penatalaksanaan yang dilakukan, perlu diperhatikan beberapa hal
berikut ini:1
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm) atau
bukan. Dengan demikian penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin . Pemeriksaan
Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) & contraction stress test dapat mengetahui
kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap kontraksi uterus. Pemeriksaan ultrasonografi
untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan
dan derajat kematangan plasenta, jumlah dan kualitas air ketuban. Beberapa pemeriksaan
laborat dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol
3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan
penting dalam pengelolaan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi
persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang.
17
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41
minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan
maka janin tumbuh besar, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian
janin neonatus meningkat 5 – 7 % pada persalinan 42 mg atau lebih.6
1. Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin
2. Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri :
a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dibiarkan
berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.
b) Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau indeks cairan
amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi variable pada NST maka dilakukan induksi
persalinan.
c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan kontraksi (CST)
harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin perlu dilahirkan sedangkan bila CST negatif
kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d) Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan
kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
3. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri
Induksi Persalinan pada Kehamilan Postterm 10
Diperlukan tindakan untuk mempercepat persalinan jika jiwa ibu dan janin terancam.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan risiko
dan manfaat masing-masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling
efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janin dan hiperstimulasi pada uterus. Prinsip
dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara
pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor
pelvik (pelvic score=PS).
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari
induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi
sebelum persalinan spontan terjadi”.
18
Metode Induksi persalinan dapat berupa secara farmakologis dan secara non farmakologis:
1. Farmakologis
a. Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah
mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2
meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar
elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi
pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan
peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium.
Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus
dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam.
b. Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan
apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan
dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna
dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin
tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa
adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan.
c. Misoprostol
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak
mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh Food and drug
administration di Amerika Serikat untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak
direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah
mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan
terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks
atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di
rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan
terapi pada pasien.Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis
25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis
yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya
sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90
19
detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan,
dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.
Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :
1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel apapun
(gel dapat mencegah tablet melarut)
2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3 jam
setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak
4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval minimal 3
jam setelah dosis misoprostol terakhir
5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar
uterus.
2. Non Farmakologis
a. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan
prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali
pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi
denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan
kemungkinan luka pada janin.
b. Rangsangan pada Puting Susu
Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman Hipocrates dan diyakini
dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan inisiasi persalinan. Sebagaimana
diketahui rangsangan puting susu dapat memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar
hipofisis posterior sehingga terjadi kontraksi rahim. Teknik yang paling sering dilakukan
yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada payudara
selama satu jam, tiga kali sehari.
c. Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yang lain ditempelkan
pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada
serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan
20
ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal
di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui pasien.
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis kehamilan post matur atau postterm atau serotinus
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
21
Seorang wanita, Ny.Z usia 25 tahun datang ke RS dengan keluhan hamil lewat bulan dan
belum ada tanda-tanda ingin melahirkan. Adanya kehamilan yang lewat dari taksiran persalinan
ini diketahui dari:
dari tanggal perkiraan persalinan
o HPHT : 2-04-2012→ TP (rumus naegele) : 09-01-2013
o MRS 04-02-2013→ > 20 hari dari TP
Serotinus: UK > 2minggu dari TP
Dari pemeriksaan USG diketahui usia kehamilan Os 42-43minggu, terjadinya
oligohidramnion dan fetal distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ <120x/menit. Dari
usia kehamilan tersebut dapat kita tegakkan diagnosa serotinus, sesuai dengan defenisi yang
ditetapkan oleh WHO dan FIGO yaitu kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu
lengkap atau lebih. Selain itu adanya oligohidramnion juga menunjukkan terjadinya
kehamilan serotinus. Setelah usia kehamilan lebih dari 42 minggu, volume cairan amnion
berkurang sekitar 150-170 ml perminggu. Terjadinya penurunan volume cairan amnion ini
belum dapat dimengerti alasannya, namun diduga akibat dari penurunan produksi urin oleh
fetus.
Dari pemeriksaan fisik secara umum pada Os tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
obstetri, hasil pemeriksaan luar (leopold) diketahui tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus
xypoideus, teraba bagian punggung di sisi kiri dan ekstremitas di sisi kanan, DJJ berkisar antara
120-130x/menit, presentasi kepala, dan kepala belum masuk pintu atas panggul (PAP), HIS (-).
Dari pemeriksaan dalam yang dilakukan didapatkan porsio tebal konsistensi lunak, dengan posisi
OUE di anterior, pembukaan 4cm, ketuban (+), penurunan kepala di HI, darah campur lendir (-).
Dari pemeriksaan obstetri tersebut, kita tegakkan diagnosa bahwa Os sudah inpartu.
Untuk penatalaksanaan kehamilan serotinus pada kasus ini sudah tepat, yaitu berupa tindakan
terminasi kehamilan dengan induksi. Adapun jenis induksi yang dipilih yaitu induksi mediciana
(farmakologi) dengan menggunakan oksitosin drip.
22
Untuk penatalaksanaan kehamilan serotinus, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
Sebelum menentukan penatalaksanaan yang dilakukan, perlu diperhatikan beberapa hal
berikut ini:1
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm)
atau bukan.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin. Pemeriksaan
ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan
pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah dan kualitas
air ketuban.
3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang
peranan penting dalam pengelolaan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat
bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42
minggu bilamana serviks telah matang.
Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi, atau keduanya, atau
terjadi penurunan kondisi janin. Keadaan fetus dievaluasi dengan berbagai tehnik pengawasan
fetus. Bishop Score pada pasien ini yaitu pembukaan =1, pendataran=1, penurunan kepala=0,
konsistensi serviks=2, posisi serviks=2, Total=6. (kesan: serviks matang). Untuk usia kehamilan
>42 minggu diupayakan untuk diakhiri.
Pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan dengan cara diinduksi menggunakan Drip
Defenitif: ½ Amp Pitogin dalam 500 ml RL, mulai dari 8 tetes/i s/d 40 tetes/i dinaikan setiap
15 menit, sampai his adekuat
Dari hasil observasi kemajuan persalinan dengan partograft, tampak bahwa induksi pada
pasien ini berhasil. Hal ini terlihat pada pembukaan serviks yang terus maju yang dipantau tiap 4
jam.
.
BAB V
KESIMPULAN
23
Menurut The World Health Organization (WHO) dan International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO), kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap
atau lebih dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280
hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Penyebab terjadinya postterm biasanya tidak
diketahui, namun diduga penyebab paling sering dari postterm adalah kesalahan perhitungan
periode mentruasi yang terakhir. Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan
postterm ini antara lain primiparitas, kehamilan postterm sebelumnya, dan faktor genetik.
Pada kehamilan postterm akan terjadi beberapa perubahan sebagai berikut:
1. Penurunan secara progresif cairan amnion
2. Peningkatan berat fetus
3. Penuaan plasenta
Diagnosis kehamilan lewat waktu pada pemeriksaan antenatal, antara lain:
1. Perhitungan usia kehamilan (rumus Naegele)
2. Pemeriksaan serial tinggi fundus uteri menunjukkan penurunan, karena janin yang tidak
tumbuh lebih besar lagi sementara air ketuban mulai berkurang.
3. Adanya perasaan ibu bahwa gerakan janin berkurang frekuensi dan intensitasnya.
Diagnosis bayi postterm pascapersalinan dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda-
tanda postterm yang dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu sebagai berikut:
1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks
kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang
kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada
jaringan tali pusat.
Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm ini
dapat ditatalaksana secara aktif dimana kehamilan diterminasi dengan induksi persalinan setelah
usia kehamilan 41 minggu. Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi,
atau keduanya, atau terjadi penurunan kondisi janin.
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb DB. 2006. Management of Pregnancy
Beyond 40 Weeks' Gestation. CHRISTUS St. Joseph Hospital Family Practice
Residency, Houston: Texas. (http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html, diakses
tanggal 6 Februari 2013).
2. Odutayo K, Odunsi K. 2006. Post Term Pregnancy. Vol 2. No 9. Yale-New Haven
Hospital: England. (http://www.hygeia.org/poems23.htm, diakses tanggal 6 Februari
2013).
3. Anonymous. 2012. Postterm Pregnancy.
(http://www.emedicine.com/med/byname/postterm-pregnancy.htm, diakses tanggal 7
Februari 2013).
4. Anonymous. 2005. Post-maturity (prolonged pregnancy). EMIS: Spain.
(http://www.patient.co.uk/showdoc/40000208/ , diakses tanggal 8 Juli 2012).
5. Anonymous. 2006. Management of the Postdates Pregnancy. Atlanta Maternal-Fetal
Medicine: Spain.
6. Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. 2006. Hal 203-9
7. Anonymous. 2004. Postmaturitas. Medicastore: Jakarta.
(http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=375&idktg=19&idobat=&UID=20061031143324203.130.227.209, diakses
tanggal 4 Februari 2013).
8. Novaliani, Amirah. Metode-Metode Pematangan Serviks dan Induksi Persalinan. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unsri / RS dr. M. Hoesin Palembang.
25