kehamilan serotinus

37
BAB I PENDAHULUAN Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat Statistik (BPS) angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15% per kelahiran hidup Postterm atau serotinus adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia kehamilan melebihi 42 minggu, diketahui bahwa 1 dari 10 kehamilan melebihi usia kehamilan 40 minggu 1 . Pengaruh kehamilan posterm terutama adalah terhadap janin, meskipun ini masih banyak diperdebatkan dan sampai sekarang belum ada persesuaian paham, dalam kenyataannya mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya atau meninggal dalam kandungan 1

Upload: muhammad-rifki-el-muammary

Post on 02-Jan-2016

411 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kehamilan serotinus

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang paling penting

untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk menyelenggarakan pelayanan

kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat Statistik (BPS) angka kematian ibu dalam kehamilan dan

persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal

hampir setiap menit karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka kematian

bayi di Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup

atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15% per kelahiran hidup

Postterm atau serotinus adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia kehamilan

melebihi 42 minggu, diketahui bahwa 1 dari 10 kehamilan melebihi usia kehamilan 40 minggu1.

Pengaruh kehamilan posterm terutama adalah terhadap janin, meskipun ini masih banyak

diperdebatkan dan sampai sekarang belum ada persesuaian paham, dalam kenyataannya

mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang

dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak

bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya atau meninggal dalam

kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. mempunyai hubungan erat dengan

mortalitas, morbiditas perinatal maupun makrosomia. Sedangkan risiko bagi ibu dengan

kehamilan posterm dapat berupa perdarahan post partum maupun tindakan obstetrik yang

meningkat.

Tahun 1902, Ballantyne yang membuat pertama kali referensi mengenai kehamilan

postterm pada obstetric modern. Akan tetapi pada tahun 1954 Clifford menggambarkan suatu

syndrome yang ditemukan pada bayi baru lahir yang melewati waktu yang diperkirakan dimana

ditemukan pertumbuhan retardasi intrauterine, pewarnaan meconium pada cairan amnion dan

tanda-tanda fetal distress pada persalinan postterm. Auberg (1962) dan Lanman (1968) juga

menyatakan bahwa resiko kematian intrapartum meningkat seiring dengan kehamilan postterm.1,9

1

Page 2: kehamilan serotinus

Pada suatu penelitian, antara 4% sampai 14% (rata-rata 10%) wanita hamil dapat

mencapai usia kehamilan 42 minggu, dan 2% sampai 7% (rata-rata 4%) mencapai usia

kehamilan 43 minggu.9

Penyebab terjadinya post-maturitas biasanya tidak diketahui, namun diduga penyebab

paling sering dari postterm adalah kesalahan perhitungan periode mentruasi yang terakhir.

Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan postterm ini antara lain

primiparitas, kehamilan postterm sebelumnya, jenis kelamin fetus laki-laki, dan faktor genetik.4,12

Ketika usia kehamilan memasuki 40 minggu, plasenta mulai mengecil dan fungsinya

menurun. Karena kemampuan plasenta untuk menyediakan makanan semakin berkurang, maka

janin menggunakan persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber energi.

Akibatnya, laju pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak dapat menyediakan

oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat janin, sehingga janin menjadi rentan

terhadap cedera otak dan organ lainnya.1,2,3,4,7,9,10

Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm ini

dapat ditatalaksana secara aktif dan ekspetatif.9

BAB IIKASUS OBSTETRI

2

Page 3: kehamilan serotinus

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. z Nama suami : Tn. A

Umur : 25 tahun Umur : 27 tahun

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : JAWA Suku : JAWA

Alamat : Pondok Meja

Masuk RS : 4 februari 2013, Pukul. 21.05 WIB

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan Utama : Kehamilan lewat bulan dan belum melahirkan, dan kala 1 memanjang

Riwayat Penyakit Sekarang:

4 februari 2013 jam 21.00 WIB : Ny. Z (715739) usia 25 tahun datang ke RSU RM

dengan keluhan usia kehamilan lewat dari tanggal perkiraan persalinan, keluar lendir

darah (√), keluar air –air (-), nyeri ari-ari menjalar kepinggang (√). Dan kala 1

memanjang

Hal ini diketahui Os setelah Os memeriksakan kandungannya ke dokter Sp.OG, → USG :

usia kehamilan 42-43 minggu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat keluhan serupa pada kehamilan sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat menstruasi :

Menarche : usia 13 tahun

3

Page 4: kehamilan serotinus

Teratur,satu siklus 28 hari, selama 7 hari, warna merah tua, encer, ganti pembalut

2-3x/hari, dismenorhoe kadang-kadang.

HPHT : 02-04-2012

Usia kehamilan : 42-43 minggu

TP : 09-01-2013

Riwayat Perkawinan :

Perkawinan ke-1, telah berlangsung selama 1 tahun

Riwayat Kehamilan/Persalinan/Nifas :

Tabel 1.1. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas

No.Tahun

Partus

Tempat

Partus

UK Jenis

Persalinan

Penolong Penyulit Keadaan Ket.

Nifas Anak

1.

INI

Riwayat Kontrasepsi :

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

KeadaanUmum : tampak sakit sedang

4

Page 5: kehamilan serotinus

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

TD : 120/80 mmHg

HR : 78 x/menit

T : 36,50C

RR : 20x/menit, teratur

Status Gizi :

BB sebelum hamil : 45 kg

BB saat hamil : 55 kg

TB : 150 cm

IMT : 22,89 kg/m2 (baik)

Kepala dan Leher :

Wajah : Ekspresi wajar, kloasma gravidarum (-)

Mata : Conjungtiva anemis(-/-) , sclera ikterik (-), pupil isokor ka=ki Ɵ

± 3mm

Telinga : sekret (-), pendengaran baik

Hidung : bentuk simetris, deformitas (-), secret (-), deviasi

septum (-)

Mulut : bibir sianosis (-), hiperpigmentasi (-),

Lidah : hiperemis (-)

Thorax :

Mammae : Tidak ada benjolan, puting susu menonjol,

hiperpigmentasi areola (+), colostrum (-), pembesaran

mammae simetris

Jantung : BJ I-II reguler, Murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Lihat status obstetri

Genitalia : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)

5

Page 6: kehamilan serotinus

Status Obstetri

Leopold I : TFUt 33 cm, teraba bagian lunak, bulat, tidak melenting (kesan : bokong)

Leopold II : teraba bagian besar (punggung) di kiri dan bagian kecil (ekstremitas) di kanan

Leopold III : teraba bagian keras, bulat, melenting (kesan : kepala)

Leopold IV : 4/5

DJJ : 122x/i

HIS : ada, jarang

TBJ : 3225 gram

Pemeriksaan Dalam Vagina :

Porsio : konsistensi tebal lunak, posisi anterior

Pendataran : 40 %

Pembukaan : 4 cm

Ketuban : (+)

Presentasi : kepala

Penunjuk : Sulit dinilai

Penurunan : H-I

Posisi : Sulit dinilai

Bishop Score

Pembukaan : 2

Pendataran : 1

Penurunan kepala : 0

Konsistensi serviks : 2

Posisi serviks : 2

Total : 7

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

WBC : 16 x 103/mm3 (3,5 – 10)

RBC :3,98 x 106/mm3 (3,8 – 5,8)

HGB : 11,7 gr/dl (11,0 – 16,5)

HCT : 35,6 % (35 – 50)

PLT : 257.000/mm3 (150 – 390)

6

Page 7: kehamilan serotinus

CT : 2’

BT : 3’

Golongan darah : AB

GDS : 109 mg/dl

V. DIAGNOSIS KERJA :

Primigravida dengan serotinus

VI. PENATALAKSANAAN

Injeksi ceftriaxone 3x1

Drip Defenitif: ½ Amp Pitogin dalam 500 ml RL, mulai dari 8 tetes/i s/d 40 tetes/i

dinaikan setiap 15 menit, sampai his adekuat

Rencana lahir pervaginam

Observasi KU dan TTV ibu

Observasi DJJ, HIS dan kemajuan persalinan

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP

5 Feb 2013, pukul 06.30 WIB

7

Page 8: kehamilan serotinus

S : nyeri semakin kuat

O: KU : sedang, TD : 110/80 mmHg, N : 72x/i, RR : 20x/i, S: 36,5 oC

PD : Portio tipis, pembukaan 7 cm, ketuban (-), pres.kepala, penurunan H III,

DJJ = 120 x/I, HIS = (3x10’ 40”)

A: primigravida dengan serotinus.

P: Injeksi ceftriaxone 3x1

Drip Defenitif: ½ Amp Pitogin dalam 500 ml RL, mulai dari 8 tetes/i s/d 40

tetes/i dinaikan setiap 15 menit, sampai his adekuat

Rencana lahir pervaginam

Observasi KU dan TTV ibu

Observasi DJJ, HIS dan kemajuan persalinan

Pukul 10.40 WIB

Anak lahir spontan, jenis kelamin perempuan, BB= 3200 gram, PB= 50 cm, A/S 7/8

Dirawat di PRT atas indikasi fetal distress ec KWH

Pukul 11.30 WIB

Tfut 1 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, perdarahan pervaginam minimal

D/ P1A0, post partum hari I

Amoxilin tab 500mg 3X1

PCT tab 500mg 3X1

Vitamin B complek 1X1

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

8

Page 9: kehamilan serotinus

DEFENISI

Postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat bulan, kehamilan lewat

waktu, prolonged pregnancy, postterm pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme.1

Postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih) setelah

periode mentruasi yang terakhir. Terminology postterm juga dapat digunakan untuk

menggambarkan keadaan neonatus pada kehamilan lebih dari 42 minggu.1,2,3

Menurut The World Health Organization  (WHO) dan International Federation of

Gynecology and Obstetrics (FIGO), kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap

atau lebih.2,3

EPIDEMIOLOGI

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama

haid terakhir. Namun sekitar 4 - 14 % atau rata-rata 10 % kehamilan akan berlangsung sampai

42 minggu atau lebih. Insiden postterm ini diperkirakan berkisar 3-12% dari seluruh kehamilan.

Namun jika penentuan usia kehamilan menggunakan kriteria ultrasound, insiden postterm dapat

lebih rendah, berkisar antara 3-6%. Hanya 1-4% dari seluruh kehamilan yang berlanjut sampai

43 minggu.2,4

Pada suatu penelitian, antara 4% sampai 14% (rata-rata 10%) wanita hamil dapat

mencapai usia kehamilan 42 minggu, dan 2% sampai 7% (rata-rata 4%) mencapai usia

kehamilan 43 minggu.3

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya post-maturitas biasanya tidak diketahui, namun diduga penyebab

paling sering dari postterm adalah kesalahan perhitungan periode mentruasi yang terakhir. Hanya

sekitar 2% dari kehamilan yang benar-benar termasuk postterm. Hal ini dikarenakan penentuan

usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir seringkali tidak mudah, karena ibu tidak

ingat kapan tanggal hari pertama haid terakhirnya yang pasti dan penentuan saat ovulasi yang

pasti juga tidak mudah, serta adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan seperti

variasi siklus haid, kesalahan perhitungan oleh ibu, dan sebagainya. Rumus Naegele masih

umum dipakai, tetapi harus tetap diingat berbagai faktor di atas yang dapat

mempengaruhi/menyebabkan terjadinya kesalahan perhitungan. Dengan adanya pemeriksaan

9

Page 10: kehamilan serotinus

ultrasonografi (USG) : usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat, dengan penyimpangan hanya

lebih atau kurang satu minggu.

Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan postterm ini antara lain

primigravida, kehamilan postterm sebelumnya, dan faktor genetik. Menurut penelitian Laursen

dkk, kembar monozigot dan dizigot dapat menyebabkan kehamilan postterm. Mereka juga

menemukan bahwa faktor genetik maternal berpengaruh pada kehamilan postterm dan

diperhitungkan sebagai penyebab kira-kira 30% dari kehamilan postterm ini.4

PATOFISIOLOGI

Kadar progesteron yang berlebihan atau tidak cepat turun walaupun kehamilan telah

cukup bulan, menyebabkan uterus menjadi kurang peka terhadap oksitosin, sehingga persalinan

tidak terjadi. Kehamilan lewat waktu mempunyai risiko terhadap janin oleh karena masa hidup

plasenta terbatas. Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa hidup plasenta, maka janin

mungkin akan mengalami kekurangan nutrisi atau oksigenasi akibat dari penurunan fungsi

plasenta.

GEJALA KLINIS

Pada kehamilan lebih dari 40 minggu dilakukan konfirmasi ulang usia kehamilan dengan

menggunakan ultrasonografi, selain itu juga dilihat keadaan fetus dalam kandungan. Pada

kehamilan postterm akan terjadi beberapa perubahan sebagai berikut:3,6,7

1. Penurunan secara progresif cairan amnion

Merupakan konsekuensi dari penurunan produksi urin dari fetus akibat dari penurunan

sirkulasi darah yang melalui ginjal fetus (untuk mengkompensasi peningkatan aliran darah ke

otak fetus).

2. Penuaan plasenta

Menyebabkan penurunan sirkulasi pada fetus, hal ini merupakan masalah yang

dikhawatirkan pada kehamilan postterm ini.

Postterm digunakan untuk menggambarkan keadaan fetus didalam uterus selama lebih

dari 42 minggu. Clifford (1954) membagi keadaan fetus ini dalam tiga stadium antara lain

sebagai berikut:8

1. Kulit berkerut, terkelupas, dengan badan yang kurus

10

Page 11: kehamilan serotinus

2. Stadium 1 dan fetal distress, adanya meconium

3. Stadium 1 dan 2, dengan meconium mewarnai kulit dan kuku

Kriteria Clifford baru-baru ini dimodifikasi untuk menggambarkan dismaturitas, dimana

didefinisikan sebagai mild- hanya pada kulit dan kuku, atau advanced- kulit, kuku, dan

kehilangan lemak subkutaneus dengan pewarnaan meconium.8

Dismaturitas terjadi pada 20-30% kahamilan postterm. Pada kehamilan 41-43 minggu,

prevalensi dismaturitas sekitar 2-3%, dan pada kehamilan 44-45 minggu, prevalensi dismaturitas

meningkat 75%. 8

DIAGNOSA

Diagnosa kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik,

pada anamnesa ditanyakan periode menstruasi terakhir, hal ini merupakan salah satu cara yang

dapat digunakan untuk menentukan usia kehamilan, namun sering terjadi kesalahan dalam

perhitungan periode teakhir menstruasi. Maka dari itu penegakkan diagnosa kehamilan postterm

ini dengan benar sangatlah sulit.

Menurut WHO kehamilan aterm adalah kehamilan dalam interval 259-294 hari dari usia

menstruasi, hal ini berdasarkan data statistik yang diperoleh dari tanggal menstruasi. Walaupun

periode menstruasi terakhir ditanyakan secara akurat, hal ini bukanlah indikator yang dapat

dipercaya untuk menentukan waktu konsepsi yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan onset

ovulasi dalam siklus mentruasi tidaklah menentu dan juga adanya variasi dari satu siklus ke

siklus berikutnya. Karena perhitungan berdasarkan tanggal menstruasi dianggap kurang akurat,

maka ultrasonography merupakan pilihan terbaik untuk membantu pengklasifikasian kehamilan

postterm berdasarkan WHO (>42 minggu).1,3,4

Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm disamping dari riwayat haid, sebaiknya

dilihat pula dari hasil pemeriksaan antenatal.1

1. Riwayat haid

Diagnosis postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid terakhir

(HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan

beberapa kriteria antara lain :

11

Page 12: kehamilan serotinus

a) Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya

b) Siklus 28 hari dan teratur

c) Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.

Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postterm

kemungkinan adalah :

a) Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi

abnormal

b) Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan ovulasi

c) Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung

lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20 – 30 % dari seluruh penderita yang diduga postterm )

2. Riwayat pemeriksaan antenatal

a) Test kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan test imunologik sesudah terlambat 2

minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu

b) Gerak janin : Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur

kehamilan 18 – 20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18

minggu sedang pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan

persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24

minggu pada multiparitas

c) Denyut jantung janin : Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur

kehamilan 18 – 20 minggu sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia

kehamilan 10 - 12 minggu

Pernoll menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai postterm bila didapat 3

atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sbb:

a) Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif

b) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler

c) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

d) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec

3. Tinggi fundus uteri

12

Page 13: kehamilan serotinus

Dalam trimester pertama, pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat bermanfaat bila

dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri

dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

Selanjutnya umur kehamilan dapat ditentukan secara klasik maupun memakai rumus

McDonald : TFU dalam cm X 8/7 menunjukkan umur kehamilan dalam minggu

4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging ( crown-rump length)

memberikan ketepatan sekitar ± 4 hari dari taksiran persalinan. Pada umur kehamilan sekitar

16 – 26 minggu ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan ± 7

hari dari taksiran persalinan. Beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai

seperti lingkar perut, lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari

beberapa hasil pemeriksaan parameter seperti tersebut di atas. Taksiran persalinan tidak dapat

ditentukan secara akurat bilamana BPD > 9,5 cm dengan sekali saja pemeriksaan USG

( tunggal )

5. Pemeriksaan radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur

bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal

terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara

ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan sering kali

sulit juga pengaruh tidak baik terhadap janin.

6. Pemeriksaan cairan amnion

a. Kadar Lesitin/spingomielin

Bila kadar lesitin/spingomielin sama maka umur kehamilan sekitar 22–28 minggu, lesitin

1,2 kali kadar spingomielin: 28–32 minggu, pada kehamilan genap bulan ratio menjadi

2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan postterm tetapi hanya

digunakan untuk menentukan apakan janin cukup umur / matang untuk dilahirkan.

b. Aktivitas tromboplasti cairan amnion (ATCA)

Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan

darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Yaffe menyatakan

bahwa pada umur kehamilan 41-42 minggu ACTA berkisar antara 45–65 detik, pada umur

13

Page 14: kehamilan serotinus

kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ACTA kurang dari 45 detik. Bila didapat

ACTA antara 42–46 detik menunjukkan bahwa kehaminan berlangsung lewat waktu

c. Sitologi cairan amniom

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion . Bila jumlah

sel yang mengandung lemak melebihi 10 % maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan

apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih

Diagnosis bayi postterm pascapersalinan dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda-

tanda postterm yang dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu sebagai berikut:

1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks

kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.

2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang

kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.

3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada

jaringan tali pusat.

Untuk membantu menegakkan diagnosa kehamilan postterm maka dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan antenatal yang berhubungan dengan pengawasan janin. Selanjutnya

pemeriksaan ini juga dapat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang sebaiknnya

dilakukan dan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian janin yang berhubungan dengan

kehamilan postterm. Pemeriksaan tersebut antara lain sebagai berikut:3,6,8

1. Nonstress Test (NST)

Merupakan metode yang popular untuk pengawasan janin pada kehamilan postterm.

Hasil test yang abnormal ( non-reaktif dan deselerasi) dihubungkan dengan resiko tinggi

terjadinya efek negative pada bayi yang dilahirkan. Test ini biasanya dilakukan dua kali

dalam seminggu.

Tabel 1 dibawah ini menunjukkan kriteria Nonstress test.6

Tabel 1. Kriteria Nonstress Test

Hasil Kriteria

Reaktif (normal)

Dalam periode 20 menit, dua atau lebih percepatan denyut

jantung janin sekurangnya 15 denyut permenit denyut jantung

14

Page 15: kehamilan serotinus

rata-rata.

Setiap percepatan berakhir sekurangnya 15 detik.

Gerakan fetus dapat atau tidak dapat dibedakan oleh pasien.

Nonreaktif (abnormal)

Tidak ada percepatan denyut jantung janin selama lebih dari

40 menit.

(Sumber: http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html)

2. Contraction Stress Test (CST)

Pemberian oksitosin IV atau stimulasi puting susu dapat digunakan untuk menentukan

ada atau tidaknya deselerasi denyut jantung janin. Hasil CST yang positif dapat menyatakan

NST nonreaktif yang merupakan hasil dari hypoxia yang di induksi asidosis.

3. Sonography, untuk:

a. Berat badan fetus

b. Volume cairan amnion

Setelah usia kehamilan lebih dari 42 minggu, volume cairan amnion berkurang sekitar

150-170 ml perminggu. Terjadinya penurunan volume cairan amnion ini belum dapat

dimengerti alasannya, namun diduga akibat dari penurunan produksi urin oleh fetus.

c. Biophysical Profile (BPP)

Merupakan metode pengawasan fetus yang popular pada kehamilan postterm. Metode ini

digunakan untuk mengetahui pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetus, dan volume

cairan amnion dengan atau tanpa nonstress test.

4. Doppler ultrasonography untuk mengetahui sirkulasi fetus

KOMPLIKASI

Kehamilan postterm berhubungan dengan hasil persalinan yang beresiko. Persalinan

pada lebih dari 42 minggu, dapat menimbulkan komplikasi baik pada ibu atau janin. Beberapa

komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain sebagai berikut:4,6

1. Sindrom dismaturitas (postterm)

15

Page 16: kehamilan serotinus

Janin mempunyai kuku jari-jari dan rambut yang panjang, badan yang kurus dan panjang,

dan kulit keriput.

2. Fetus distress

Janin tidak menerima cukup oksigen sehingga mengakibatkan denyut jantung abnormal dan

berbagai permasalahan lain.

3. Aspirasi meconium

Meconium keluar ke cairan amnion dan dihirup oleh janin sehingga masuk ke paru-paru

sehingga dapat mengakibatkan pneumoni pada janin, namun hal ini tidak begitu sering

terjadi.

4. Macrosomia

Janin tumbuh terlalu besar sehingga sulit dilahirkan pervaginam.

5. Kematian janin saat lahir

Janin meninggal didalam uterus. Kematian janin saat lahir sangat jarang terjadi, namun

kejadian ini meningkat pada kehamilan postterm.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu, yaitu antara lain:4,6

1. Peningkatan resiko luka perineum

Bayi pada kehamilan postterm biasanya lebih besar, dan hal ini mengakibatkan trauma pada

jalan lahir saat persalinan.

2. Peningkatan resiko bedah sesar

Gawat janin sering terjadi selama kehamilan postterm, dan hal ini meningkatkan resiko

dilakukannya bedah sesaria.

3. Efek psikologis

Ibu menjadi gelisah dan tidak tenang.

4. Peningkatan perdarahan setelah persalinan

Hal ini dikarenakan kurangnya kontraktilitas uterus akibat over distensi uterus yang

disebabkan oleh janin yang besar.Tabel 4 dibawah ini menggambarkan komplikasi yang terjadi baik pada ibu dan janin pada kehamilan postterm.6

Tabel 4. Komplikasi yang terkait dengan kehamilan postterm

Komplikasi Maternal

Bedah sesar akut

Komplikasi Neonatal

Aspiksia

16

Page 17: kehamilan serotinus

Disproporsi kepala panggul

Rupture uteri

Distosia

Kematian janin pada saat persalinan

Janin besar

Perdarahan post partum

Infeksi puerperalis

Aspirasi meconium

Patah tulang

Kematian perinatal

Kelumpuhan saraf periper

Pneumonia

Septicemia

(Sumber: http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm ini

dapat ditatalaksana secara aktif dimana kehamilan diterminasi dengan induksi persalinan setelah

usia kehamilan 41 minggu. Agent pematangan servik seperti prostaglandin digunakan untuk

menyiapkan servik, dan bila perlu oksitosin dan amniotomi juga dapat digunakan. Selain itu juga

dapat ditatalaksana secara ekspetatif, dimana dilakukan pada kehamilan 42 minggu atau lebih.

Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi, atau keduanya, atau terjadi

penurunan kondisi janin. Keadaan fetus dievaluasi dengan berbagai tehnik pengawasan fetus.1,3

Sebelum menentukan penatalaksanaan yang dilakukan, perlu diperhatikan beberapa hal

berikut ini:1

1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm) atau

bukan. Dengan demikian penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.

2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin . Pemeriksaan

Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) & contraction stress test dapat mengetahui

kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap kontraksi uterus. Pemeriksaan ultrasonografi

untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan

dan derajat kematangan plasenta, jumlah dan kualitas air ketuban. Beberapa pemeriksaan

laborat dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol

3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan

penting dalam pengelolaan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi

persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana

serviks telah matang.

17

Page 18: kehamilan serotinus

Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41

minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan

maka janin tumbuh besar, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian

janin neonatus meningkat 5 – 7 % pada persalinan 42 mg atau lebih.6

1. Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan induksi persalinan dan

dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin

2. Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak

diakhiri :

a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dibiarkan

berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.

b) Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau indeks cairan

amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi variable pada NST maka dilakukan induksi

persalinan.

c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan kontraksi (CST)

harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin perlu dilahirkan sedangkan bila CST negatif

kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.

d) Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan

kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.

3. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri

Induksi Persalinan pada Kehamilan Postterm 10

Diperlukan tindakan untuk mempercepat persalinan jika jiwa ibu dan janin terancam.

Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan risiko

dan manfaat masing-masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling

efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janin dan hiperstimulasi pada uterus. Prinsip

dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara

pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor

pelvik (pelvic score=PS).

Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari

induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi

sebelum persalinan spontan terjadi”.

18

Page 19: kehamilan serotinus

Metode Induksi persalinan dapat berupa secara farmakologis dan secara non farmakologis:

1. Farmakologis

a. Prostaglandin

Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah

mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2

meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar

elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi

pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan

peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium.

Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus

dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam.

b. Oksitosin

Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan

apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan

dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna

dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin

tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa

adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan.

c. Misoprostol

Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak

mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh Food and drug

administration di Amerika Serikat untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak

direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah

mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan

terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks

atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di

rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan

terapi pada pasien.Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis

25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis

yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya

sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90

19

Page 20: kehamilan serotinus

detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan,

dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.

Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :

1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel apapun

(gel dapat mencegah tablet melarut)

2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit

3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3 jam

setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak

4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval minimal 3

jam setelah dosis misoprostol terakhir

5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar

uterus.

2. Non Farmakologis

a. Amniotomi

Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan

prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali

pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi

denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan

kemungkinan luka pada janin.

b. Rangsangan pada Puting Susu

Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman Hipocrates dan diyakini

dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan inisiasi persalinan. Sebagaimana

diketahui rangsangan puting susu dapat memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar

hipofisis posterior sehingga terjadi kontraksi rahim. Teknik yang paling sering dilakukan

yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada payudara

selama satu jam, tiga kali sehari.

c. Pemakaian Rangsangan Listrik

Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yang lain ditempelkan

pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada

serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan

20

Page 21: kehamilan serotinus

ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal

di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui pasien.

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis kehamilan post matur atau postterm atau serotinus

berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

21

Page 22: kehamilan serotinus

Seorang wanita, Ny.Z usia 25 tahun datang ke RS dengan keluhan hamil lewat bulan dan

belum ada tanda-tanda ingin melahirkan. Adanya kehamilan yang lewat dari taksiran persalinan

ini diketahui dari:

dari tanggal perkiraan persalinan

o HPHT : 2-04-2012→ TP (rumus naegele) : 09-01-2013

o MRS 04-02-2013→ > 20 hari dari TP

Serotinus: UK > 2minggu dari TP

Dari pemeriksaan USG diketahui usia kehamilan Os 42-43minggu, terjadinya

oligohidramnion dan fetal distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ <120x/menit. Dari

usia kehamilan tersebut dapat kita tegakkan diagnosa serotinus, sesuai dengan defenisi yang

ditetapkan oleh WHO dan FIGO yaitu kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu

lengkap atau lebih. Selain itu adanya oligohidramnion juga menunjukkan terjadinya

kehamilan serotinus. Setelah usia kehamilan lebih dari 42 minggu, volume cairan amnion

berkurang sekitar 150-170 ml perminggu. Terjadinya penurunan volume cairan amnion ini

belum dapat dimengerti alasannya, namun diduga akibat dari penurunan produksi urin oleh

fetus.

Dari pemeriksaan fisik secara umum pada Os tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan

obstetri, hasil pemeriksaan luar (leopold) diketahui tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus

xypoideus, teraba bagian punggung di sisi kiri dan ekstremitas di sisi kanan, DJJ berkisar antara

120-130x/menit, presentasi kepala, dan kepala belum masuk pintu atas panggul (PAP), HIS (-).

Dari pemeriksaan dalam yang dilakukan didapatkan porsio tebal konsistensi lunak, dengan posisi

OUE di anterior, pembukaan 4cm, ketuban (+), penurunan kepala di HI, darah campur lendir (-).

Dari pemeriksaan obstetri tersebut, kita tegakkan diagnosa bahwa Os sudah inpartu.

Untuk penatalaksanaan kehamilan serotinus pada kasus ini sudah tepat, yaitu berupa tindakan

terminasi kehamilan dengan induksi. Adapun jenis induksi yang dipilih yaitu induksi mediciana

(farmakologi) dengan menggunakan oksitosin drip.

22

Page 23: kehamilan serotinus

Untuk penatalaksanaan kehamilan serotinus, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

Sebelum menentukan penatalaksanaan yang dilakukan, perlu diperhatikan beberapa hal

berikut ini:1

1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm)

atau bukan.

2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin. Pemeriksaan

ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan

pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah dan kualitas

air ketuban.

3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang

peranan penting dalam pengelolaan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat

bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42

minggu bilamana serviks telah matang.

Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi, atau keduanya, atau

terjadi penurunan kondisi janin. Keadaan fetus dievaluasi dengan berbagai tehnik pengawasan

fetus. Bishop Score pada pasien ini yaitu pembukaan =1, pendataran=1, penurunan kepala=0,

konsistensi serviks=2, posisi serviks=2, Total=6. (kesan: serviks matang). Untuk usia kehamilan

>42 minggu diupayakan untuk diakhiri.

Pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan dengan cara diinduksi menggunakan Drip

Defenitif: ½ Amp Pitogin dalam 500 ml RL, mulai dari 8 tetes/i s/d 40 tetes/i dinaikan setiap

15 menit, sampai his adekuat

Dari hasil observasi kemajuan persalinan dengan partograft, tampak bahwa induksi pada

pasien ini berhasil. Hal ini terlihat pada pembukaan serviks yang terus maju yang dipantau tiap 4

jam.

.

BAB V

KESIMPULAN

23

Page 24: kehamilan serotinus

Menurut The World Health Organization  (WHO) dan International Federation of

Gynecology and Obstetrics (FIGO), kehamilan postterm adalah kehamilan 42 minggu lengkap

atau lebih dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280

hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Penyebab terjadinya postterm biasanya tidak

diketahui, namun diduga penyebab paling sering dari postterm adalah kesalahan perhitungan

periode mentruasi yang terakhir. Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan

postterm ini antara lain primiparitas, kehamilan postterm sebelumnya, dan faktor genetik.

Pada kehamilan postterm akan terjadi beberapa perubahan sebagai berikut:

1. Penurunan secara progresif cairan amnion

2. Peningkatan berat fetus

3. Penuaan plasenta

Diagnosis kehamilan lewat waktu pada pemeriksaan antenatal, antara lain:

1. Perhitungan usia kehamilan (rumus Naegele)

2. Pemeriksaan serial tinggi fundus uteri menunjukkan penurunan, karena janin yang tidak

tumbuh lebih besar lagi sementara air ketuban mulai berkurang.

3. Adanya perasaan ibu bahwa gerakan janin berkurang frekuensi dan intensitasnya.

Diagnosis bayi postterm pascapersalinan dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda-

tanda postterm yang dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu sebagai berikut:

1. Stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks

kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.

2. Stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang

kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.

3. Stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada

jaringan tali pusat.

Penatalaksanaan kehamilan postterm saat ini masih kontroversi. Kehamilan postterm ini

dapat ditatalaksana secara aktif dimana kehamilan diterminasi dengan induksi persalinan setelah

usia kehamilan 41 minggu. Persalinan di induksi hanya jika servik telah matang atau dilatasi,

atau keduanya, atau terjadi penurunan kondisi janin.

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: kehamilan serotinus

1. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb DB. 2006. Management of Pregnancy

Beyond 40 Weeks' Gestation. CHRISTUS St. Joseph Hospital Family Practice

Residency, Houston: Texas. (http://www.aafp.org/afp/20050515/1935.html, diakses

tanggal 6 Februari 2013).

2. Odutayo K, Odunsi K. 2006. Post Term Pregnancy. Vol 2. No 9. Yale-New Haven

Hospital: England. (http://www.hygeia.org/poems23.htm, diakses tanggal 6 Februari

2013).

3. Anonymous. 2012. Postterm Pregnancy.

(http://www.emedicine.com/med/byname/postterm-pregnancy.htm, diakses tanggal 7

Februari 2013).

4. Anonymous. 2005. Post-maturity (prolonged pregnancy). EMIS: Spain.

(http://www.patient.co.uk/showdoc/40000208/ , diakses tanggal 8 Juli 2012).

5. Anonymous. 2006. Management of the Postdates Pregnancy. Atlanta Maternal-Fetal

Medicine: Spain.

6. Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo. 2006. Hal 203-9

7. Anonymous. 2004. Postmaturitas. Medicastore: Jakarta.

(http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?

id=&iddtl=375&idktg=19&idobat=&UID=20061031143324203.130.227.209, diakses

tanggal 4 Februari 2013).

8. Novaliani, Amirah. Metode-Metode Pematangan Serviks dan Induksi Persalinan. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unsri / RS dr. M. Hoesin Palembang.

25