kegawat daruratan obstetrik

Upload: octi-guchiani

Post on 16-Oct-2015

109 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tugas octi obgyn

TRANSCRIPT

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    1/20

    Kegawat Daruratan Obstetrik

    Abstrak

    Tidak ada spesialisi kedokteran yang lebih dipenuhi kegawat daruratan selain kebidanan.

    Makalah ini menjelaskan sejumlah kegawat daruratan umum kebidanan dari seorang praktisi

    dengan sudut pandang pedesaan. Kebidaan unik karena terdapat dua pasien sebagai bahan

    pertimbangan dan perawatan. Makalah ini membahas perawatan dasar pada kegawat

    daruratan, penilaian kebidanan dan janin, persalinan prematur, ketuban pecah dini,

    preeklampsia berat, eklampsia, prolaps tali pusat, perdarahan antepartum, abortu dengan syok

    hemoragik, kehamilan ektopik dengan syok, nyeri perut akut selama kehamilan, DIC, inversi

    uterus, perdarahan postpartum, retensio plasenta, kehamilan abdomen, distosia bahu, emboli

    ketuban, trauma, CPR selama kehamilan, seksio sesaria postmortem, seksio sesaria dengan

    anastesia lokal atau tanpa anastesia, dan pengangkutan pasien kebidanan.

    Latar Belakang

    Dalam kebidanan terdapat dua pasien yang harus dirawat, ibu dan janin. Tatalaksana satu

    pasien akan mempengaruhi tatalaksana pasien yang lain. Kadang-kadang harus dibuat

    keputusan untuk merawat satu pasien dengan mengorbankan pasien lain, misalnya perawatan

    ibu yang utama. Pasien kedua yaitu janin dapat hidup atau pun tidak.

    Perawatan Dasar Kegawat Daruratan

    Perawatan dasar pada pasien meliputi resusitasi ABC: air way (jalan nafas), breathing

    (pernafasan), circulation (sirkulasi). Pasien harus dinilai dengan cepat, anamnesis dan

    pemeriksaan fisik dilakukan secepat mungkin. Apakah tanda vitalnya stabil? Apakah pasien

    syok? Akses intravena harus segera dilakukan, dan jika terdapat perdarahan masif dipasang

    infus dua jalur. Apakah pasien dan bayi membutuhkan oksigen? Pemeriksaan laboratorium

    dan radiologi apa yang dibutuhkan? Berapa banyak darah yang tersedia di bank darah?

    Penilaian Kebidanan

    Apakah ada yang datang bersama pasien? Apakah pasien sadar? Apakah terdapat tanda

    trauma luar? Apakah terdapat pedarahan aktif? Apakah pasien kesakitan? Apakah pasien

    dalam persalinan? Berapa lama kah kehamilan? Kebanyakan pasien yang menerima

    perawatan prenatal berapa usia kehamilan jika mereka sadar. Jika tidak, apakah tampilan

    mereka terlihat seperti preterm atau aterm? Bagaimana denyut jantung janin? USG, jika

    tersedia dapat digunakan untuk memperkirakan usia kehamilan, viabilitas jika janin masih

    hidup, presentasi, lokasi plasenta, jumlah janin, dsb. Jika hanya terdapat satu janin, tinggi

    fundus uteri sesuai dengan usia gestasi dalam minggu.

    Penilaian Janin

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    2/20

    Jika kehamilan sudah viabel, dapatkah pasien dan bayi dirawat di pelayanan kesehatan ini

    atau harus dirujuk ke perawatan yang lebih tinggi? Bagaimana perawatan kebidanaan yang

    tersedia di pelayanan kesehatan ini? Apakah ada tenaga yang mampu merawat bayi jika bayi

    harus dilahirkan? Adakah dokter dan perawat anak atau neonalotog? Apakah ahli anastesi

    tersedia? Apakah pasien membutuhkan tokolitik, betamethasome atau profilaksis Strep B?

    Dapatkah bayi dimonitoring?

    Persalinan Prematur

    Masalah nomor satu dokter kandungan di seluruh dunia adalah persalinan prematur.

    Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan sebeluk usia kandungan 37 minggu.

    Persalinan prematur merupakan 10% dari seluruh persalinan tetapi menyumbang 85%

    mortalitas dan morbiditas neonatus. Persalinan prematur membutuhkan pendekatan agresif

    untuk menghentikan persalinan, mengetahui penyebab, dan mencegah persalinan. Sebuah

    usaha harus dilakukan untuk memastikan penyebab, meskipun 50% kasus tidak dapat

    diketahui penyebabnya. Persalinan prematur diterapi dengan tokolitik, biasanya dengan

    magnesium sulfat atau terbutalin. Jika usia kehamilan kurang dari 34 minggu, Betamethasone

    diberikan untuk mempercepat pematangan paru. Antibiotik profilaksis Strep gruo B juga

    diberikan. Keputusan harus dibuat jika kondisi pasien sudah stabil dan membutuhkan rujukan

    ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi atau jika tidak terdapat layanan kandungan.

    Terkadang keputusan yang dibuat adalah menstabilkan pasien kemudian merujuknya atau

    menstabilkan pasien dan tetap membantu persalinan pasien, kemudian ibu dan bayi dirujul.

    Wanita hamil yang bersalin harus dirujuk menggunakan ambulan atau helikopter, tergantung

    sarana yang tersedia dan cuaca.

    Jika pasien sedang bersalin, harus ada tenaga kesehatan yang mendampingi di ambulan. Jika

    terdapat ancaman persalinan didampingi dokter atau dokter spesialis kandungan yang bisa

    melakukan persalinan pervginam. Untuk transport dengan helikopter, biasanya tidak ada

    ruangan untuk dokter atau perawat yang menemani. Sebagian besar helikopter dilengkapi

    dengan dokter atau perawat yang mampu menangani persalinan pervaginam.

    Kadang-kadang jika terdapat ancaman persalian di pelayanan kesehatan yang tidak ada

    dokter kandungan. Seorang dokter harus mampu melakukan pertolongan persalinan

    pervaginam dan seorang perawat harus menemano transport pasien. Sekarang, sebagian besar

    pelayanan kesehtan tersier tidak menerima rujukan pasien bersalin yang tidak ditemani

    dokter. Banyak pelayanan kesehatan mengharuskan pasien dalam kondisi stabil saat dirujuk.

    Kontraindikasi tokolitik termasuk penyakit jantung, gangguan janin berat, hipertiroid,

    migrain berat, diabetes tidak terkontrol, dilatasi serviks lanjut dan fetal distress. Fetal distress

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    3/20

    harus dikelola sebelum ditransfer jika memungkinkan. Tokolitik profilaksis sering digunakan

    selama pemindahan pasien jika tidak terdapat kontraindikasi untuk meminimalisir resiko

    persalinan selama perjalanan.

    Ketuban Pecah Dini

    Ketuban pecah dini adalah kegawatdaruratan kebidanan terpenting kedua. Cairan yan ada di

    vagina berasal dari ketuban yang pecah sebelum terbukti karena sebab lain. Diagnosis

    digunakan dengan pemeriksaan spekulum steril (inspekulo) dengan nitrazin, adanya

    penumpukan cairan di forniks atau dengan perkiraan jumlah cairan ketuban dengan USG.

    Amniosentesis dengan metylen blue juga dapat digunakan untuk membuat diagnosis. Pada

    pemeriksaan dengan spekulum, dilatasi serviks dapat terlihat. Serviks yang tertutup

    berkebalikan dengan serviks yang telah berdilatasi yang menunjukkan persalinan akan terjadi

    mempengaruhi pengelolaan. Apakah terdapat ancaman persalinan? Apa bagian terbawah

    janin? Apakah janin viabel? Berapa usia kandungan?USG dapat digunakan untuk menjawab

    pertanyaan tersebut. Seperti pada persalinan prematu, apakah pelayanan kesehatan mampu

    menangani pasien atau pasien perlu dirujuk? Akankah pasien perlu bersalin dan distabilkan

    baru dirujuk?

    Preeklampsia Berat

    Preeklampsia berat adalah salah satu kegawat daruratan kebidanan yang membutuhkan

    penangana cepat. Tekanan darah sistol 160 mmHg atau tekanan darah diastol 110 mmHg

    membutuhkan penanganan secepatnya. Diagnosis preeklampsia berat juga dengan adanya

    proteinuria 5gr pada urin tampung 24 jam atau +3 pada pemriksaan dipstik. Oliguri yaitu

    pengeluaran urin < 500ml selama 24 jam, gejala sistem saraf pusat, edem pulmonum atau

    sianosis, gangguan tes fungsi hati, trombositopeni, IUGR, atau nyeri kuadran atas perut juga

    mengkonfirmasi diagnosis. Penatalaksanaan preeklampsia berat adalah persalinan, berapa

    pun usia kandungan. Magnesium sulfat digunakan untuk mencegah kejang, hidalazine untuk

    mengontrol tekanan darah setelah loading dose magnesium sulfat, dan Lasix untuk edem

    pulmo. Diuretik hanya digunakan jika terdapat edem pulmo dan gagal jantung kongestif

    akibat emboli pulmo. Diharapkan persalinan pervaginam, seksio sesaria dilakukan jika

    induksi gagal, malpresentasi, atau perburukan tekanan darah.

    Magnesium sulfat diberikan hingga 24 jam postpartum dan kadang hingga 48 jam.

    Preeklampsia dapat terbentuk hingga dua minggu postpartum. Level terapi magnesium sulfat

    dapat diperoleh dalam 4-6 jam, biasanya setiap 6 jam. Jika kreatini 1,3 atau lebih, turunkan

    infus magnesium hingga 50%. Semakin tinggi dosis magnesium, pengecekan level

    magnesium harus makin sering.

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    4/20

    Eklampsia

    Eklampsia adalah kejang general yang biasanya terjad dengan preeklampsia. 50% terjadi

    selama antepartum dan 91% terjadi setelah minggu ke 28. Diagnosis bandingnya antara lain

    epilepsi, hipertensi tidak terkontrol, lupus, perdarahan intrakranial, tumor otak, aneurisma,

    ITP, gangguan metabolik, vaskulitis serebral, trombosis vena kavernosus, pungsi psotdural,

    CVA, suntikan vaskular yang tidak disenganja saat anestesi epidural. Biasanya disertai

    perasaan logam, aura, perasaan aneh sebelum kejang.

    Pencitraan otak tidak selalu diperlukan kecuali jika terdapat perubahan fokal, kejang

    berulang, penurunan kondisi pasien, dan diperlukan untuk menyingkirkan etiologi lain.

    Biasanya penanganannya adalah dengan persalinan, san tidak perlu menunggu terapi

    betamethasone. Hindari diuretik kecuali jika terjadi edem pulmo. Restriksi cairan digunakan

    untuk menurukan insidensi edem serebri. Pengobatannya adalah dengan magnesium sulfat.

    Jila pasien dengan magnesium sulfat dan kejang, diperlukan dosis magnesium sulfat yang

    lebih banyak. Meskipun jarang, lini kedua dengan antikonvulsan diperlukan. Hidralazine dan

    labetolol digunakan untuk mengobati tekanan darah. Nitrogliserin dapat digunakan

    postpartum. Tekanan darah sistol > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg meningkatkan

    resiko stroke.

    Prolaps tali pusat

    Prolaps tali pusat adalah salah satu kegawat daruratan kebidanan yang menyebabkan

    kompresi tali pusat yang dapat menyebabkan hasil fatal pada janin jika tidak ditangani

    dengan segera. Jika ketuban belum pecah, disebut presentasi tali pusat, seperti namanya

    bencana dapat terjadi. Kompresi tali pusat dapat menyebabkan kompresi pembuluh darah di

    dalam tali pusat, yang menyebabkan hipoksia janin. Diagnosis dibuat dengan melihat denyut

    jantung janin dan pemeriksaan dalam vagina. Meskipun prolaps tali pusat dapat terjadi secara

    spontan, sebagian terjadi setelah ketuban pecah saat kepala janin masih tinggi dan belum

    masuk panggul. Prinsipnya, tali pusat yang longgar akan keluar ke vagina mengikuti aliran

    cairan ketuban dan efek gravitasi. Sebagian besar dokter kandungan berusaga memasukkan

    tali pusat ke dalam uterus, namun jarang berhasil. Penting untuk mengetahui apakah janin

    masih hidup, apakah janin viabel atau apakah terdapat anomali.

    Kompresi tali pusat dibebaskam dengan menaikan kepala janin dari vagina sambil

    menyiapkan seksio sesaria. Peninggian kepala dapat dibantu dengan menempatkan ibu pada

    posisi Trendelenburg atau knee-chest.Persalinan pervaginam operativ dilakukan jika serviks

    sudah berdilatasi sempurna dan kepala berada di bagian bawah pelvis.

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    5/20

    A. KPDKetuban pecah dini (KPD) atau disebut juga PROM (Preamture Rupture of The

    Membrane) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan.

    Ketuban yang terlalu cepat pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah

    Dini pada kehamilan premature (Prawirahardjo, 2008).

    Penyebab pasti KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

    Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

    a. Infeksi yang biasanya berawal dari kemaluan, lalu naik ke mulut rahim, leher rahim,dan dinding ketuban. Dinding ketuban paling bawah merupakan bagian pertama yang

    mendapat infeksi dari genital dan yang paling rentan karena mendapat tekanan dari

    bobot janin (Hacker, 2001).

    b. Servik yang inkompetensia yaitu kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karenakelainan pada servik uteri. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma

    sebelumnya pada servik, khususnya pada tindakan dilatasi, kauteterisasi, kuretasi.

    Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam trimester kedua atau

    awal trimester ketiga kehamilan yang disertai prolapsus mebran amnion lewat servik

    dan penonjolan membran tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya

    ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan

    meninggal (Maria, 2007).

    c. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnyatrauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor

    predisposi atau penyebab terjadinya (Hacker, 2001).

    d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yangmenutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

    membran bagian bawah (Hacker, 2001).

    e. Faktor laina. Faktor golongan darah. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai

    dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit

    ketuban.

    b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.d. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

    Ketuban pecah dini (KPD) atau disebut juga dengan PROM (Premature Rupture

    of Membrane) adalah salah satu ketidaknormalan yang paling umum dari kehamilan yang

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    6/20

    memiliki dampak besar bagi neonatal dan ibu. Salah satu penyebab tingginya mortalitas

    dan morbiditas ibu dan bayi adalah infeksi. Infeksi yang banyak dialami oleh sebagian

    besar ibu adalah sebanyak 65% disebabkan KPD. Komplikasi selanjutnya adalah

    kompresi tali pusat, dimana aliran ketuban yang pecah akan membawa serta tali pusat

    dalam aliran menuju ke daerah pintu atas panggul. Hal ini akan menimbulkan kompresi

    tali pusat oleh panggul dan presentasi janin (normalnya kepala sebagai presentasi).

    Apabila tali pusat tertekan antara tulang panggul ibu dan kepala bayi dapat menyebabkan

    kematian janin akibat gangguan sirkulasi janin. Selain itu jumlah amnion yang sedikit

    (oligohidroamnion) juga bisa menimbulkan kompresi karena ruang yang makin sempit.

    Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menimbulkan hipoksia janin yang disebabkan

    terganggunyapassage oksigen dari plasenta ke janin, dan kemungkinan terburuknya akan

    menimbulkan asfiksia dan kematian intrauterine. Oleh karena itu salah satu

    penanganannya adalah terminasi kehamilan yang berarti terjadi kelahiran premature.

    Namun dalam usaha terminasi bukannya tanpa kesulitan, dimana pada ibu yang hisnya

    lemah, yang salah satunya disebabkan waktu yang belum mencukupi, induksi kehamilan

    kemungkinan akan sulit dilakukan dikarenakan carian amnion yang sedikit menyebabkan

    kontraksi uterus yang terjadi tidak efektif. Seperti yang kita ketahui dibutuhkan media

    penghantar kontraksi, dalam hal ini amnion, untuk bisa mendorong bayi keluar.

    Akibatnya, bila induksi ini gagal, harus dilakukan Seksio Caesaria segera dan tidak bisa

    dilahirkan per vaginam. Selain itu kompresi akibat oligohidramnion juga dapat

    menyebabkan deformitas pertumbuhan janin, termasukkompresi pada dinding toraks yang

    menyebabkan gangguan maturasi paru dan pengembangan dada. Hal ini diperparah oleh

    gangguan suplai oksigen ke paru sehingga terjadi hipoplasi paru (Prawirohardjo, 2011).

    Tabel X. Managemen KPD

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    7/20

    Antibiotik yang digunakan pada dalam penanganan ketuban pecah dini adalah

    antibiotik spektrum sempit yaitu penicilin atau ampicilin. Antibiotik profilaksis yang

    digunakan berguna untuk mencegah transmisi vertikal dan sepsis neonatal yang

    disebabkan oleh Streptococcus grup B. Antibiotik yang digunakan yaitu penicilin

    dengan sediaan intravena (IV) dengan 5.000.000-U bolus yang diikuti dengan

    2.500.000 U setiap 4 jam atau ampicilin 2 gram yang diikuti dengan 1 gram intravena

    (IV) setiap 4 jam (erythromycin 500 gram IV setiap 6 jam atau clyndamycin, 900

    gram IV setiap 8 jam, jika terdapat alergi penicilin) (Mercer, 2003).

    Kortikosteroid yang digunakan dalam penanganan ketuban pecah dini adalah dosis

    tunggal betametason dan deksametason. Betametason 12 mg intramuscular, 2 dosis setiap 24

    jam. Deksametason 6mg intramuscular, 4 dosis setiap 12 jam ( Mercer, 2003).

    Tidak ada data yang adekuat dalam merekomendasikan pemberian tokolitik dalam

    terapi untuk mengatasi kejadian ketuban pecah dini. Studi mengenai profilaksis intravena

    atau terapi oral betamimetic mengatakan bahwa pemberian tokolitik dapat mencegah kejadian

    ketuban pecah dini. Pemberian tokolitik pada manajemen hamil dapat diberikan setelah

    kontaksi tidak terjadi. Selama ini beluma ada penelitian konkret yang menyatakan bahwa

    pemberian tokolitik dapat memperbaiki kondisi neonates yang mengalami ketuban pecah dini

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    8/20

    bila terapi tokolitik ini diberikan bersamaan dengan kortikosteroid dan antibiotik. Adapun

    contoh obatnya adalah :

    a. Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.b. Golongan beta-mimetik:

    1. SalbutamolPer infus 20-50 mg/menit, dan per oral 4 mg, 2-4 kali/menit.

    2. TerbutalinPer infus 10-15 mg/menit, per oral 5-7,5 mg setiap 8 jam.

    c. Magnesium sulfat:Parenteral 4-6 gr/iv pemberian bolus 20-30 menit.

    B. Preeklampsia BeratKriteria diagnosis preeklampsia berat adalah adanya tekanan darah sistol 160

    mmHg atau tekanan darah diastol 110 mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan

    jarak 6 jam disertai proteinuria 5 gram protein pada urin tampung 24 jam atau +3

    pada tes dispstik pada 2 sampel urin yang berjarak 4 jam. Preeklampsia berat dapat

    disertai gangguan multi organ yaitu dengan ditandai adanya oliguri (urin kurang dari

    500 ml dalam 24 jam), gangguan penglihatan, edem pulmo, sianosis, nyeri epigastrik,

    gangguan fungsi hati, trombositopeni, dan IUGR (Wagner, 2004).

    Penyebab pasti preeklampsia belum diketahui, namun ada beberapa faktor resiko

    timbulnya preeklampsia yaitu (Duley et al, 2006) :

    a. Kehamilan pertamab. Riwayat preeklampsiac. Usia ibu 40 tahund. BMI ibu 35e. Riwayat preeklampsia di keluarga ibuf. Tekanan darah diastol 80 mmHgg. Kehamilan gandah. Kondisi medis khusus: hipertensi kronik, gangguan ginjal, diabetes

    melitus, antiphospholipid antibodi.

    POGI (2010) membagi preeklampsia berat menjadi 2 golongan yaitu:

    a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    9/20

    b. Preeklampsia berat dengan impending eklampsi, dengan 2 gejala impending yaitumata kabur, mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan nyeri di

    kuadran kanan atas abdomen.

    Pengelolaan dasar preeklampsia berat adalah pertama rencana terapi pada penyulit

    yang muncul dengan pemberian obat-obatan, kemudian menentukan sikap

    terhadap kehamilan. Sikap terhadap kehamilan ada 2 yaitu konservatif jika usia

    kehamilan belum 37 minggu, kehamilan dipertahankan seaterm mungkin sambil

    memberikan terapi medikamentosa. Kedua adalah aktif, apabila usia kehamilan

    sudah 37 minggu, kehamilan diakhiri setelah ibu mendapat terapi medika mentos.

    Terapi medikamentosa segera diberikan setelah pasien masuk rumah sakit yaitu:

    a. Infus RL atau ringer dekstros 5%b. Pemberian antikejang MgSO4. MgSO4 dibagi menjadi 2 jenis yaitu dosis awal

    dan dosis lanjutan. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patela normal,

    respirasi > 16x/ menit, produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100cc; 0.5

    cc/kgBB/jam dan terdapat antidot berupa kalsium glukonat 10% dalam 10 cc.

    Apabila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4 seperti frekuensi nafas >

    16 x/menit, reflek patela (-), dan anuria maka segera diberikan injeksi kalsium

    glukonat 10% dalam 10cc selama 3 menit.

    Tabel x. Pemberian MgSO4 (POGI, 2010)

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    10/20

    c. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126.Obat antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin 10-20mg oral, diulangi

    setelah 30 menit dnegan dosis maksimal 120mg dalam 24 jam. Diharapkan

    tekanan darah dapat turun secara bertahap yaitu 25% dari tekanan darah

    sistolik atau mencapai < 160/105 mmHg atau MAP

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    11/20

    d. Diuretik, tidak berikan secara rutin karena memperberat perfusi plasenta,hipovolemia dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum diberikan atas

    indikasi edem pulmo, gagal jantung kongestif, dan edem anasarka.

    e. Diet seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.f. Posisikan pasien pada posisi miring ke kiri.Sikap tehadap kehamilan (POGI, 2010):

    a. Konservatif, dilakukan jika usia kehamilan kuramg dari 37 minggu dan tidakterdapat tanda-tanda impending eklampsia. Terapi yang diberikan sesuai

    dengan prinsip terapi diatas. MgSO4 tidak perlu diberikan loading dose

    intravena, cukup intarmuskuler. Jika usia kehamilan antara 32-34 minggu

    diberika dexamethasone 6mg 4 kali dosis selama 2 hari. Awasi adanya tanda-

    tanda impending eklampsia dan ulangi pemeriksaan proteinuria tiap 2 hari.

    Penderita dapat dipulangkan jika 3 hari bebas dari gejala preeklampsia berat.

    b. Aktif yang bertujuan untuk terminasi kehamilan. Indikasi terminasi kehamilanadalah (POGI, 2010):

    1. Indikasi ibu:a. Kegagalan terapi medikamentosa yait terjadi kenaikan tekanan darah

    persisten setelah 6 jam pengobatan dimulai.

    b. Tanda dan gejala impending eklampsiac. Gangguan fungsi hepard. Gangguan fungsi ginjale. Curiga solusio plasentaf. Timbul onset partus, KPD, dan perdarahan.

    2. Indikasi janin:a. Umur kehamilan 37 minggu

    b. IUGR berdasarkan USGc. NST nonrekatif dan profil biofisik abnormald. Timbulnya oligohidramnion

    3. Indikasi laboratorium yaitu trombositopenia progresif yang mengarah keHELLP syndrom.

    Pada penanganan aktif, pasien tetap mendapat terapi medikamentosa

    seperti yang telah dijelaskan di atas. Persalinan sedapat mungkin

    pervaginam. Jika penderita belum inpartu dilakukan induksi persalinan

    jika skor Bishop 8. Induksi persalinan harus mencapaikala II dalam 24

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    12/20

    jam. Bila gagal dilakukan seksio sesarea. Indikasi seksio sesarea adalah

    indikasi persalinan pervaginam tidak terpenuhi, induksi gagal, gawat

    janin, dan umur kehamilan < 33 minggu. Jika pasien sudah inpartu

    dilakukan usaha untuk memperingan kala II. Seksio sesaria dapat

    dilakukan apabila terdapat kegawatdaruratan ibu dan gawat janin. Pada

    primigravida direkomendasikan untuk terminasi kehamilan dengan seksio

    sesaria (POGI, 2010).

    Preeklampsi berat perlu mendapat penanganan yang tepat karena dapat

    menyebabkan komplikasi multiorgan antara lain (Duley et al, 2006):

    a. Sistem saraf pusat: kejang (eklampsia), perdarahan serebral (stroke), edemserebri, edem retina, gangguan pengelihatan serebral dan retinal.

    b. Sistem ginjal: nekrosis kortikal dan tubular.c. Sistem respirasi: edem pulmo, edem laring.d. Hati: ikterik, sindrom HELLP, ruptur hepar.e. Sistem koagulasi: DIC, mikroangipati hemolisis.f. Placenta: infark plasenta, solusio plasenta.g. Fetus: kematian fetus, persalinan prematur, IUGR

    C. Eklampsia

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    13/20

    Eklampsia didefinisikan sebagai preeklampsia yang disertai kejang tonik-klonik,

    dapat disusul dengan koma. Eklampsia dapat terjadi pada saat antepartum,

    intrapartum ataupun postpartum. Kejang diawali daerah mulut kemudian diikuti

    kekakuan seluruh tubuh akibat kontraksi otot. Seluruh tubuh akan mengalami

    kontraksi-relaksasi secara bergantian. Setelah beberapa saat kontraksi otot menjadi

    lemah kemudian berhenti. Saat kejang, diafragma menjadi kaku sehingga pernafasan

    terhenti. Pasien dapat mengalami henti nafas, kemudian akan diikuti pasien bernafas

    panjang kemudian nafas kembali normal.Tanpa penanganan yang tepat pasien dapat

    mengalami kejang berulang, dari yang ringan hingga status epileptikus. Setelah

    kejang pasien akan koma selama beberapa saat. Pada kejang yang ringan kesadaran

    akan segera pulih, namun pada kejang yang berat koma dapat berlangsung lama

    bahkan diikuti kematian. Prinsip penangananya adalah terapi suportif dan stabilisasi

    ibu dengan mengatasi permasalahan airway, breathing, dan circulation, mengatasi

    dan mencegah kejang, koreksi hipoksia dan asidemia, mengatasi penyulit khusunya

    krisis hipertensi, lahirkan janin secepat mungkin. Terapi medika mentosa pada

    eklampsia seperti pada preeklampsia berat. MgSO4 diberikan dengan dosis awal 4gr

    MgSO4 20%IV selama 4-5 menit. Jika terjadi kejang berulang berikan MgSO420% 2

    gr IV minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila tetap kejang dapat diberikan

    natrium amobarbital 3-5mg/kgBB IV . Dosis lanjutan MgSO4 adalah 1gr / jam IV.

    Obat antihipertensi diberikan jika tekanan diastolik > 110 mmHg . Nifedipin

    sublingual 10mg, setelah 1 jam pemberian nifedipin dapat diulang jika tensi masih

    tinggi. Penurunan tekanan diatolik jangan terlalu cepat hingga kurang dari 90 mmHg

    atau 30%. Diuretik hanya diberikan jika trejadi edem pulmo, gagal jantung kongestif,

    dan edem anasarka. Perawatan kejang pada pasien eklampsia adalah dengan

    menempatkan pasien pada ruangan isolasi dengan lampu terang, aspirasi lendir di

    dalam orofaring untuk mencegah aspirasi pneumonia, pasang guedel untuk membuka

    jalan nafas, fiksasi badan harus kendor agar tidak terjadi fraktur saat kontraksi, rail

    tempat tidur harus dipasang dan pastikan terkunci. Jika terjadi koma, tingkat

    kesadaran diukur dengan GCS, usahakan jalan nafas tetap terbuka, hindari dekubitus,

    dan perhatikan nutrisi. Prinsipnya semua kehamilan dengan eklampsia harus

    diterminasi tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Terminasi

    dilakukan setelah stabilisasi kondisi ibu, stabilisasi harus dicapai selambat-lambatnya

    4-8 jam setelah pemberian kejang terakhir, kejang terakhir, pemberian obat

    antihipertensi terakhir, atau kesadaran mulai pulih. Seksio sesaria dilakukan jika dala,

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    14/20

    waktu 12 jam bayi tidak dapat dilahirkan pervaginam atau terdapat fetal distress.

    MgSO4 tetapdiberikan hingga 24 jam postpartum atau 24 jam setelah kejang terakhir

    (Cunningham, 2007; POGI, 2010; Prawirohardjo, 2011).

    Komplikasi yang dapat timbul pada eklampsia antara lain solusio plasenta, edem

    pulmo, defisit neurologis, pneumonia aspirasi, henti jantung, gagal ginjal akut,

    kematian maternal dan neonatal. Beberapa kasus terjadi kebutaan akibat lepasnya

    retina atau iskemi/edem di lobus oksipitalis (Prawirohardjo, 2011).

    D. Perdarahan antepartumPerdarahan antepartum didefinisikan sebagai perdarahan dari traktus genitalis sejak

    trimester ketiga kehamilan. Perdarahan antepartum merupakan salah satu penyebab

    tingginya mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal di dunia. 50% pasien

    dengan perdarahan antepartu terdiagnosis plasenta previa dan solusio plasenta,

    sedangkan sisanya tidak terdiagnosis dengan pasti karena tidak dilakukan

    pemeriksaan lanjutan (Giordano. et al, 2010). Adanya riwayat perdarahan pervaginam

    pada wanita hamil trimester III dilakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik,

    USG untuk menentukan lokasi plasenta. Penyebab nonplasenta yang mungkin

    mendasari adanya perdarahan adalah servisitis, ektropion serviks, polip serviks

    maupun kanker serviks. Dapat dilakukan pemeriksaan dengan spekulum steril,

    pemeriksaan vaginal toucher tidak boleh dilakukan kecuali jika hasil USG

    menunjukkan perdarahan tidak disebabkan oleh plasenta previa (Sakonrbut et al,

    2007).

    Gambar x. Plasenta Normal dan Solusio Plasenta

    Solusio plasenta atauplacental abruptionadalah pelepasan dini plasenta dari dinding

    uterus, sehingga terjadi perdarahan sebelum persalinan. Plasenta lepas dari dinding

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    15/20

    uterus karena adanya perdarahan di desidua basalis. Perdarahan tersebut

    menyebabkan terbentuknya hematom dan peningkatan tekanan hidrostatik sehingga

    memicu lepasnya plasenta. Jika hematon tidak mencapai tepi plasenta, maka darah

    tidak keluar dari jalan lahir sehingga jumlah darah yang keluar dari jalan lahir tidak

    menujukkan jumlah perdarahan yang sebenarnya. Penyebab solusio plasenta adalah

    pembuluh darah plasenta yang abnormal dan mudah ruptur. Solusio plasentasering

    dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi gestasional, usia ibu hamil yang tinggi,

    polihidramnion, korioamnionitis, dan trauma. Diagnosis solusio plasenta dapat

    ditegakkan dengan adanya riwayat perdarahan pervaginam, nyeri perut, kontraksi

    uterus, uterus teraba kaku.Pada 20-35% kasus tidak dijumpai perdarahan pervaginam

    karena darah tertahan di retroplasenta. Dapat dijumpai syok akibat perdarahan masif

    dan koagulopati karena penggunaan faktor pembekuan yang berlebihan. Pemeriksaan

    dengan USG kurang sentitif untuk mendeteksi solusio plasenta, diagnosis dapat

    dikonfirmasi dengan memeriksa plasenta setelah persalinan, akan dijumpai adanya

    bekuan darah dan tekanan pada permukaan maternal. Pada janin dapat timbul fetal

    distress,persalinan prematur hingga kematian bayi (Giordano. et al, 2010).

    Penanganan pada solusio plasenta meliputi resusitasi awal dan stabilisasi kondisi ibu

    diikuti oleh penanganan solusio plasenta dan komplikasinya. Beberapa hal yang

    menjadi pertimbangan dalam tatalaksana solusio plasenta adalah luas plasenta yang

    lepas serta reaksi ibu dan janin, dan usia kehamilan. Berikut ini adalah derajat solusio

    plasenta (Giordano. et al, 2010):

    a. Derajat 1: biasanya tidak terdeteksi secara klinis sebelum persalinan,terdiagnosisdengan adanya bekuan darah retropalasental

    b. Derajat 2: gejala klinis solusio plasenta muncul, fetus masih hidup.c. Derajat 3: fetus sudah mati dan dapat disertai koagulopati.

    Penanganan awal meliputi stabilitasi kondisi ibu dan pemeriksaan kesejahteraan

    janin. Terapi definitiv tidak perlu menunggu konfirmasi hasil USG karena USG

    kurang reliable untuk mendiagnosis solusio plasenta. Stabilisasi ibu memerlukan

    pemeriksaan hematokrit dan faktor koagulasi secara serial untuk mengetahui

    apakah terdapat DIC. Tokolitik hanya diberikan jika bagian plasenta yang lepas

    hanya sedikit dan usia kehamilan kurang dari 34 minggu sambil diberikan

    kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Jika denyut jantung janin

    menunjukkan adanya fetal distress biasanya segera dilakukan seksio sesaria

    (Sakonrbut et al, 2007). Pada derajat 1, perdarahan dapat berhenti secara spontan,

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    16/20

    pasien dapat dirawat jalan. Pada derajat 2 atau 3 perli dilakukan resusitasi,

    persalinan, dan koreksi gangguan pembekuan yang dapat muncul. Persalinan

    percobaan pervaginam lebih direkomendasikan jika memenuhi persyaratan

    persalinan pervaginam. Persalinan dilakukan secepat mungkin dengan tetap

    memonitoring kondisi ibu dan janin. Jika muncul tanda-tanda fetal distress

    persalinan dpercepat dengan seksio sesaria. DIC dapat terjadi beberapa jam pada

    solusio plasenta yang berat. Sebelum dilakukan operasi harus dilakukan

    penggantian darah dan komponen darah. Adanya solusio placenta meningkatkan

    resiko perdarahan post partum akibat atonia uteri dan gangguan sistem koagulasi,

    sehingga pasien perlu diawasi dengan ketat. Urin output harus diawasi dengan

    ketat karena gagal ginjal merupakan komplikasi yang potensial terjadi (Giordano.

    et al, 2010).

    Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya dibandingakn plasenta previa bagi

    ibu dan janin. Hal ini dikarenakan perdarahan tersembunyi yang banyak dapat

    mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga terjadi hipoksia janin. Hematoma

    retroplasenter juga dapat menyebabkan koagulopati konsumptif yang fatal bagi

    ibu (Prawirahardjo, 2008). Solusio plasenta terjadi pada 1% kehamilan. Kematian

    neonatal berkisar anatara 10-30%. Diperkirakan 50% terjadi sebelum usia

    kehamilan 36 minggu sehingga meningkatkan kejadia bayi lahir premature. Selain

    bayi prematurm dapat terjadi IUGR maupun IUFD. Komplikasi yang muncul pada

    ibu anatara lain syok, anemia, gagal ginjal akut akibat perdarahan yang hebat, DIC

    akibat masuknya tromboplastin dalam sirkulasi ibu yang menyebabkan

    koagulopati konsumptif. Perdarahan juga dapat menyebabkan infiltrasi sel darah

    ke miometrium. Hal ini menyebabkan gangguan kontraksi miometrium yang dapat

    menyebabkan perdarahan berat pascapersalinan, kondisi ini disebut uterus

    couvelair (Sakonrbut et al, 2007).

    Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah uterus,

    diperkirakan 4-5 dari 1.000 kehamilan menderita plasenta previa. Plasenta previa

    disebabkan oleh implantasi blastokista di segmen bawah uterus, beberapa faktor yang

    dikaitkan dengan kejadian plasenta previa adalah peningkatan paritas dan usia ibu

    hamil, peningkatan ukuran plasenta (misal: gemeli), kerusakan endometrium (misal:

    kuretase), riwayat SC, jaringan parut uterus (misal: post miomektomi), dan riwayat

    plasenta previa. Kecurigaan adanya plasenta previa adalah apabila dijumpai

    perdarahan dengan darah merah segar tanpa sebab, berulang, dan tidak diertai rasa

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    17/20

    sakit. Biasanya plasenta previa diketahui saat pemeriksaan USG, terlihat implantasi

    plasenta di segmen bawah uterus. Klasifikasi plasenta previa menurut lokasi

    implantasi (Giordano. et al, 2010):

    a. Tipe 1/ low lying/ plasenta letak rendah: plasenta berimplantasi kurang lebih 5 cmdari ostium serviks interna

    b. Tipe 2/ Marginal: plasenta mencapai ostium serviks interna tetapi tidakmenutupinya

    c. Tipe 3/ Partial: sebagian plasenta menutupi ostium serviks interna secaraasimetris pada salah satu sisi

    d. Tipe 4/ Complete: plasenta menutupi ostium serviks secara sempurna

    Gambar x. Jenis-Jenis Plasenta Previa

    15 % wanita yang mengalami perdarahan antepartum akan mengalami partus spontan dalam

    2 minggu sejak perdarahan awal. Jika kehamilan lebih dari 37 minggu dan ada perdarahan

    rekuren atau disertai IUGR maka penatalaksanaannya adalah dengan induksi persalinan. Jika

    perdarahan berulang dengan jumlah cukup banyak maka perlu dipertimbangkan terminasi

    kehamilan meskipun usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Pada kehamilan kurang

    dari 36 minggu perlu diberikan steroid untuk mengantisipasi jika terjadi persalinan prematur.

    Penanganan plasenta previa dipengaruhi oleh banyaknya perdarahan dan jenis plasenta

    previa. Pada plasenta previa marginal dan plasenta letak rendah dapat dilakukan persalinan

    percobaan pervaginam, namun pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lateralis

    persalinan harus diakhiri dengan seksio sesaria untuk meminimalisir resiko terjadinya

    perdarahan (Giordano. et al, 2010).

    Sebagian besar mortalitas dan morbiditas neonatus pada plasenta previa disebabkan oleh

    prematuritas janin, sehingga terapi bertujuan untuk mempertahankan kehamilan hingga

    paru janin matur pada kehamilan preterm. Tokolitik diberikan untuk mempertahankan

    kehamilan jika perdarahan disertai dengan kontraksi uterus. Kortikosteroid diberikan padakehamilan 24-34 minggu. Terminasi kehamilan dapat dilakukan pervaginam dan

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    18/20

    perabdominan. Wanita dengan plasenta yang berimplantasi 2cm dari ostium uteri

    interna, persalinan dapat dilakukan pervaginam kecuali jika sedang terjadi perdarahan

    hebat. Pada wanita dengan plasenta yang berimplantasi 1-2cm dari ostium uteri interna

    dapat dilakukan persalinan percobaan pervaginam di fasilitas kesehatan yang mampu

    melakukan seksio sesaria dengan cepat jika diperlukan. Pada wanita dengan plasenta

    previa tanpa perdarahan dilakukan amniosentensis untuk mengetahui tingkat maturasi

    paru sebelum direncanakan seksio sesaria (Sakonrbut et al, 2007).

    Komplikasi yang ditimbulkan plasenta previa antara lain diakibatkan oleh perdarahan

    yang banyak. Akibat perdarahan dapat terjadi syok dan anemia. Jika perdarahan masif

    dapat terjadi koagulopati konsumptif sehingga terjadi DIC. Segmen bawah rahim yang

    tipis membuat trofoblas mudah berinvasi hingga miometrium bahkan sampai perimetrium

    sehingga terjadi plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta. Akibat implantasi

    plasenta yang abnormal dapat terjadi kelainan letak anak. Fetal distress dan persalinan

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    19/20

    prematur sering terjadi karena kondisi ibu yang tidak stabil sehingga harus dilakukan

    terminasi kehamilan sebelum bayi aterm (Prawirahardjo, 2008).

    Vasa previa adalah kondisi dimana pembuluh darah janin yang berada di dalam selaput

    ketuban melewati ostium uteri interna untuk sampai ke tali pusat. Perdarahan dapat terjadi

    saat ketuban pecah saat pembukaan serviks terjadi robekan pembuluh darah tersebut atau

    terputusnya pembuluh darah tersebut dari insersinya di tali pusat. Tanda dan gejala yang

    muncul adalah perdarahan pervaginam, amniotomi, dan bradikardi janin. Pemeriksaan USG

    tranvaginal dapat mendeteksi adanya vasa previa, pada usia kehamilan 18-20 minggu dapat

    diketahui insersi plasenta. Idealnya, dengan ANC yang baik vasa previa sudah dapat

    diketahui sebelum terjadi perdarahan pervaginam akibat rupturnya pembuluh darah. Namun,

    sebagian besar kasus tidak terdeteksi, dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan. Jika

    terjadi perdarahan antepartum dapat menyebabkan asfiksia hingga kematian janin (33%-

    100%). Setelah pasien terdiagnosis vasa previa, pada usia kehamilan 28-32 minggu segera

    diberikan kortikosteroid untuk pematangan paru. Hal ini dikarenakan pasien vasa previa

    mempunyai kecenderungan untuk terjadi persalinan prematur akibat ketuban pecah dini.

    Terminasi kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria elektif, penelitian menunjukkan seksio

    sesaria elektif sebaiknya dilakukan pada minggu ke-34- atau 35 jika tidak terjadi perdarahan.

    Namun jika terjadi perdarahan dan ditemukan darah bayi maka seksio sesaria emergensi

    harus segera dilakukan (Gagnon, 2009; Giordano. et al, 2010).

    Cunningham. 2007. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Dalam: William Obstetrics Edisi

    22. Conecticut: Appleton and Lange.

    Sakornbut, Ellen., Lawrence Leeman., Patricia Fontaine. 2007. Late Pregnancy Bleeding.

    American Family Physician. Vol. 75 No. 8

    Gagnon, Robert. 2009. Guidelines for Management of Vasa Previa.JOGC.No. 231

    Giordano, Rosalba., Alessandra Cacciatore., Pietro Cignini., Reberto Vigna., Mattea

    Romano. 2010. Antepartum Hemorrhage. Journal of Prenatal Medicine.Vol. 4 Issue. 1 Hal.

    12-16

    Wagner, Lana. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American Family

    Physician. Vol. 70 No. 12

    Duley, Lelia., Shireen Meher., Edgardo Abalos. 2006. Management of Preeclampsia. BMJ.

    Vol. 332

  • 5/26/2018 Kegawat Daruratan Obstetrik

    20/20

    Hacker.N.F., Moor J.George, Ketuban Pecah Dini dalamEsensial Obstetri dan Ginekologi,

    edisi 2, Hipokrates, Jakarta, 2001, hal : 304306.

    Maria. 2007.Ketuban Pecah Dini Berhubungan Erat Dengan Persalinan Preterm dan Infeksi

    Intrapartum.

    Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan Edisi IV. Jakarta: Bina Pustaka.

    POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). 2010. Penatalaksanaan Hipertensi

    dalam Kehamilan. Diunduh di URL:

    http://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_

    protaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdfdiakses Jumat, 17

    Mei 2013

    Mercer, Brian M. 2003. Preterm Premature Rupture of the Membranes. The American

    College of Obstetricians and Gynecologists. 101 : 185-8.

    http://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_protaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdfhttp://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_protaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdfhttp://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_protaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdfhttp://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_protaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdfhttp://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_protaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdf