kedaulatan negara

41
HUKUM INTERNASIONAL KEDAULATAN NEGARA DISUSUN OLEH: Army Anggara 110110080085 Liely Noor Qadarwati 110110080092 Lasma Natalia 110110080096 Mayang Kemulandari Yamin 110110080122 Vicky Veronika Aruan 110110080128 Gita Santika Amalia 110110080131 Tri Nurul Widia Wardhani 110110080134 Saskia Wahyu Riani 110110080135 Mulyana 110110080138 DOSEN PENGAJAR: Prof. Dr. Eddy Damian, S. H. Idris, S. H., M. A. Diajeng Wulan Christianti, S. H., LL. M

Upload: muhammad-rizki-fajar

Post on 08-Aug-2015

471 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

universitas diponegoro semarang jurusan ilmu hukum

TRANSCRIPT

Page 1: kedaulatan negara

HUKUM INTERNASIONAL

KEDAULATAN NEGARA

DISUSUN OLEH:

Army Anggara 110110080085

Liely Noor Qadarwati 110110080092

Lasma Natalia 110110080096

Mayang Kemulandari Yamin 110110080122

Vicky Veronika Aruan 110110080128

Gita Santika Amalia 110110080131

Tri Nurul Widia Wardhani 110110080134

Saskia Wahyu Riani 110110080135

Mulyana 110110080138

DOSEN PENGAJAR:

Prof. Dr. Eddy Damian, S. H.

Idris, S. H., M. A.

Diajeng Wulan Christianti, S. H., LL. M

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2010

Page 2: kedaulatan negara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara merupakan pribadi terpenting dalam hukum internasional.

Hukum internasional pada dasarnya merupakan produk dari hubungan

antara negara-negara baik melalui praktek yang membentuk hukum

internasional atau melalui kesepakatan (perjanjian) internasional negara-

negara itu sendiri.1 Status dan peran suatu negara dalam dunia

internasional merupakan hal yang utama. Dalam menjalin hubungan

internasional dengan beberapa negara yang ada di dunia status negara

sangat diperlukan apakah negara tersebut merupakan negara yang

berdaulat, negara boneka, atau masih menjadi negara bagian dari suatu

negara lain. Status suatu negara yang berdaulat memberikan kebebasan

dalam menentukan kehidupan rumah tangga negara tersebut tanpa

campur tangan dari negara lain demi tercapainya kehidupan rakyat yang

damai dan sejahtera.

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa syarat-syarat untuk

menjadi suatu negara adalah adanya wilayah, rakyat, pemerintahan, dan

pengakuan dari negara lain. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi

untuk berdirinya suatu negara. Jika salah satu syarat saja tidak terpenuhi,

maka negara tersebut tidak dapat dikatakan suatu negara yang berdaulat.

Sebagai contoh: Taiwan yang sudah memiliki wilayah, rakyat, dan

pemerintahan meskipun pemerintahan yang ada adalah pemerintahan

darurat, namun pengakuan negara lain terhadap Taiwan masih sedikit

yaitu hanya 25 negara kecil yang tidak memiliki pengaruh yang besar

dalam dunia internasional. Adanya keinginan rakyat dari negara tersebut

untuk menjadikan negaranya sebagai negara yang berdaulat bukan

menjadi jaminan berdirinya suatu negara dalam dunia internasional. Harus

ada pengakuan dari negara lain dan organisasi yang memegang peran

penting dalam hubungan internasional seperti PBB karena pengakuan ini

1 Rebecca M.M Wallace, Bambang Arumanadi, Hukum Internaisonal, IKIP Semarang Press, Semarang, 1993, hlm 63.

Page 3: kedaulatan negara

akan mempengaruhi dapat tidaknya negara tersebut dalam menjalin

hubungan internasional dengan bekerjasama dengan negara lain untuk

meningkatkan kehidupan dalam negeri negara tersebut. Pengaruh negara

maju terhadap negara berkembang dalam menentukan kebijakan dalam

negeri dan luar negeri merupakan bentuk intervensi yang tersirat terhadap

negara tersebut.

Negara merupakan perwujudan kehidupan bersama masyarakat

yang memiliki persamaan nasib dan sejarah dalam suatu daerah tertentu.

Negara merupakan suatu organisasi yang terstruktur untuk mencapai

tujuan kehidupan negara tersebut. Berdirinya suatu negara untuk menjadi

negara yang berdaulat dapat melalui negara bekas kolonialisasi menjadi

negara yang merdeka, perpecahan dari suatu negara, penggabungan

beberapa negara menjadi suatu negara baru atau penggunaan kekerasan

untuk menduduki suatu negara.

Kedaulatan negara atas wilayah darat memiliki peran yang sangat

penting dalam kedaulatan suatu negara itu sendiri diantara kedaulatan

atas wilayah laut dan udara. Hal ini dikarenakan wilayah darat sebagai

tempat tinggal masyarakat di negara tersebut sehingga perlu adanya

pendayagunaan secara maksimal potensi sumber daya alam untuk

meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat di negara itu.

Selain itu juga, wilayah darat sangat berpengaruh dalam menjaga

pertahanan dan keamanan suatu negara.

Kedaulatan negara merupakan pencerminan terhadap jaminan hak

asasi manusia dalam menentukan nasib suatu bangsa karena negara

diberikan kebebasan dalam menentukan kebijakan untuk mensejahterkan

kehidupan rakyat negara itu sendiri.

1.2 Identifikasi Masalah

Pembuatan makalah ini tentu mesti didasari pada identifikasi

secara khusus sehingga tidak mengalami penyimpangan dalam

pembahasan. Adapun identifikasi masalah pada makalah ini adalah :

a. Apakah yang menjadi batasan atau definisi dari negara?

Page 4: kedaulatan negara

b. Apa sajakah yang menjadi syarat-syarat menjadi negara?

c. Apakah yang dimaksud dengan kedaulatan dan hak berdaulat

serta bagaimana pelaksanaannya?

d. Apakah maksud dan bagaimana suatu negara dapat memperoleh

kedaulatan atas wilayah darat ?

e. Bagaimana keseluruhan teori – teori yang ada dalam fakta dunia

internasional sekarang ini?

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan

sebelumnya, selain sebagai memenuhi tugas pada mata kuliah hukum

internasional tujuan dari makalah ini adalah:

a. Mengatahui batasan atau definisi dari negara.

b. Mengatahui syarat-syarat terbentuknya negara.

c. Mengetahui maksud dari kedaulatan dan hak berdautan serta

pelaksanaannya.

d. Mengetahui maksud dan cara negara untuk memperoleh

kedaulatan atas wilayah negara.

e. Mengertahui dan memahami penempatan teori – teori yang telah

dikemukakan dalam fakta dunia internasional.

1.4 Kegunaan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan

masalah serta maksud dan tujuan penulisan, maka manfaat yang akan

diperoleh dari penulisan ini adalah: kegunaan secara akademis,

diharapkan hasil penulisan ini dapat menambah wawasan dan sebagai

referensi tambahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

hukum internasional khususnya mengenai kedaulatan suatu negara.

1.5 Metode Penulisan

Page 5: kedaulatan negara

Metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah

tinjauan kepustakaan melalui web research dan analisis data dan teori

dari buku.

BAB II

Page 6: kedaulatan negara

LANDASAN TEORI

1. Syarat-syarat Terbentuknya Negara

Negara adalah subjek hukum internasional dan hal ini sudah ada

sejak munculnya hukum internasional. Banyak para ahli yang telah

memberikan berbagai definisi yang mengggambarkan negara.

Pasal 1 Konvensi Montevideo (Pan American) “Convention on

Rights and Duties of States of 1933” mengenai hak-hak dan kewajiban-

kewajiban negara mengemukakan karateristik-karateristik suatu negara.

Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

“The states as a person of international law should prossess the

following qualifications:

(a) a permanent population;

(b) a defined territory;

(c) a government;

(d) a capacity to enter into relations with other states.”

Berikut adalah uraian tentang masing-masing unsur tersebut.

1. Permanent population

Harus ada rakyat yang permanen. Yang dimaksud dengan rakyat

yaitu sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu

sehingga merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diatur oleh suatu

tertib hukum nasional. Sekumpulan manusia ini mungkin saja berasal dari

keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berbeda dan

memiliki (kelompok) kepentingan yang saling bertentangan. Syarat

penting untuk unsur ini yaitu bahwa rakyat atau masyarakat ini harus

terorganisir dengan baik (organised population). Sebab sulit dibayangkan,

suatu negara dengan pemerintahan yang terorganisir dengan baik ‘hidup’

berdampingan dengan masyarakat disorganised.2

Negara yang terdiri dari individu-individu tersebut, tidak diisyaratkan

jumlah minimal penduduk. Naura, dengan jumlah penduduk 10.000 telah

2 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional: Edisi Revisi, RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2002, hlm 3.

Page 7: kedaulatan negara

dianggap sebagai satu negara, demikian pula Liechtenstein dengan

jumlah penduduk 20.000.3

2. Defined Territory4

Harus ada wilayah atau daerah yang tetap, dimana rakyat tersebut

menetap. Rakyat yang hidup berkeliaran dari suatu daerah ke daerah lain

(a wandering people) bukan termasuk ke dalam unsur ini. Tetapi tidak

penting apakah daerah yang didiami secara tetap itu besar atau kecil.

Dapat saja wilayah tersebut hanya terdiri dari satu kota saja, sebagaimana

halnya dengan suatu negara kota. Tidak dipersoalkan pula apakah

seluruh wilayah tersebut dihuni atau tidak. Unsur ini tidak ada batas

tertentu. Sebagai contoh, Nauru mempunyai penduduk 10.000 orang

dengan luas negeri hanya 8 mil persegi. Vatikan lebih kecil lagi, baik

penduduk maupun luas wilayah. Negeri-negeri kecil ini disebut juga

dengan negara ‘mini’, ‘mikro’, atau sarjana lain menyebut juga sebagai

negara ‘liliput’, ‘dwarf’, atau ‘diminutive state’. Untuk menjadi negara

tidaklah perlu memiliki wilayah yang tetap atau memiliki batas-batas

negara yang tidak sedang dalam sengketa. Sebagai contoh, sejak

merdeka hingga kini, RI masih memiliki batas-batas wilayah laut yang

belum jelas, bahkan menjadi sengketa di pengadilan internasional.

Dalam putusan pengadilan. lahir suatu prinsip bahwa suatu negara

dapat diakui sebagi negara asalkan ia mempunyai wilayah betapapun

besar kecilnya sepanjang wilayah tersebut cukup konsisten (sufficient

consistency). Selain itu, dalam keadaan tertentu suatu negara pun tetap

diakui sebagai subjek hukum internasional, meskipun negara tersebut

tidak memiliki wilayah yang tetap atau ‘tidak’ mempunyai wilayah tertentu.

Contoh adalah PLO. Setelah wilayah negeri ini (Palestina) diserobot

Israel, praktis negeri ini ‘tidak memiliki wilayah sama sekali’. Namun

demikian negara-negara masih menganggapnya sebagai negara,

menerima kantor perwakilan PLO di negaranya atau ikut serta dalam

konperensi-konperensi atau perjanjian internasional.

3 Rebecca M.M Wallace, Op cit, hlm 64.4 Huala Adolf, Op cit, hlml 3-5.

Page 8: kedaulatan negara

Demikian pula perubahan-perubahan yang terjadi, baik menambah

atau mengurangi luasnya wilyah negara tertentu, tidak dengan sendirinya

mengubah identitas negara tersebut. Wilayah tersebut juga tidak perlu

merupakan kesatuan geografis; suatu negara mungkin terdiri dari

beberapa wilayah territorial, yang kurang berhubungan atau saling

berjauhan satu sama lain.5

3. A government

Harus ada pemerintah, yaitu seorang atau beberapa orang yang

mewakili rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Suatu

masyarakat yang anarchis bukan termasuk negara. Bengt Broms

menyebut kriteria ini sebagai ‘organized government’ (pemerintahan yang

terorganisir). Bentuk pemerintahan yang berlaku atau diterapkan

sepenuhnya bergantung kepada rakyat. Apakah itu berupa republic,

kerajaan, atau bentuk lainnya yang rakyat kehendaki. Lauterpacht

menyatakan unsur pemerintah merupakan syarata utama untuk adanya

suatu negara. Jika pemerintah tersebut ternyata kemudian secara hukum

atau secara fakta menjadi negara boneka atau negara satelit dari suatu

negara lainnya, maka negara tersebut tidak dapat digolongkan sebagai

suatu negara. Sebagai contoh kasus adalah ‘Manchukuo’.6

4. A capacity to enter into relations with other states

Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

merupakan hal yang sangat penting. Suatu negara harus memiliki

kemampuan untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan ekstern

dengan negara-negara lain.

Dalam realisasinya tergantung pada tanggapan dari pelaku-pelaku

lain di atas panggung internasional. Pemenuhan ketiga kriteria pertama

pada dasarnya faktual, tetapi pemenuhan kriteria ini tergantung pada

pengakuan. Dengan kata lain, suatu satuan mungkin mempunyai

kemampuan untuk menjalin hubungan luar negeri, tetapi jika negara-

5J.G Starke QC, Bambang Iriana Djajaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hlm 128.

6 Huala Adolf, Op cit, hlm 5.

Page 9: kedaulatan negara

negara lain menolak masuk dalam hubungan dengannya, satuan yang

dimaksud itu ditolak untuk menunjukkan kapasitas dalam praktek.7

Dari ke empat unsur-unsur diatas, unsur yang ke empat menjadi

hal yang penting. Mempunyai kapasitas untuk menjalin hubungan berarti

akan dipengaruhi oleh pengakuan yang diberikan oleh negara-negara lain

dalam dunia internasional. Negara-negara sebagai subjek hukum

internasional bersifat dinamis, ada negara yang dikuasai negara lain, atau

negara baru yang lahir. Perubahan-perubahan ini, anggota masyarakat

dihadapkan dalam dua pilihan dalam menanggapinya. Pilihan tersebut

adalah menyetujui atau menolaknya. Dalam hal ini lembaga pengakuan

memainkan peranannya, dan peranan tersebut sangat penting. Tanpa

mendapatkan pengakuan ini, negara tersebut sedikit banyak akan

mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan negara

lainnya. Brierly menyatakan bahwa pemberian pengakuan ini merupakan

tindakan politik daripada tindakan hukum. Lauterpacht menegaskan

bahwa pengakuan bukanlah masalah hukum. Ia menyatakan bahwa

praktek negara-negara tidak beragam dan tidak menunjukkan adanya

aturan-aturan hukum dalam masalah pengakuan.

Walaupun lembaga pengakuan ini bersifat politik, konsekuensi

yang ditimbulkan dapat berupa konsekuensi politis tertentu dan

konsekuensi yuridis antara negara yang diakui dengan negara yang

mengakui. Konsekuensi politis yang dimaksud misalnya saja kedua

negara dapat dengan leluasa dapat mengadakan hubungan diplomatik.

Sedangkan konsekuensi yuridis dapat berupa: Pertama, pengakuan

tersebut merupakan pembuktian atau keadaan yang sebenarnya dari

lahirnya suatu negara atau pemerintahan baru. Kedua, pengakuan

mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan

tingkat hubungan diplomatik antara negara yang mengakui dan diakui.

Ketiga, pengakuan memeprkukuh status hukum negara yang diakui di

hadapan pengadilan negara yang mengakui. Sehingga fungsi pengakuan

7 Rebecca M.M Wallace, Op cit, hlml 66-67.

Page 10: kedaulatan negara

ini untuk memberikan tempat yang sepantasnya kepada suatu negara

atau pemerintahan baru sebagai anggota masyarakat internasional.

Teori Pengakuan

Dalam pasal pengakuan terhadap negara baru terdapat dua teori

pengakuan8

a. Teori Konstitutif

Teori ini berpendapat bahwa suatu negara menjadi subjek hukum

internasional hanya melalui pengakuan, jadi hanya dengan pengakuanlah

suatu negara baru itu dapat diterima sebagai anggota masyarakat

internasional. Dan karenanya memperoleh status sebagai subjek hukum

internasional. Penganut teori ini, yaitu Oppenheim, Lauterpacht, Chen,

Gugenheim, Anziloti, dan Hans Kelsen. Ada dua alasan yang

melatarbelakangi teori ini. Pertama, mereka berpendapat bahwa hukum

internasional lahir karena kesepakatan negara-negara. Kedua, yaitu

bahwa suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai

status hukum sepanjang negara atau pemerintah itu berhubungan dengan

negara-negara yang tidak mengakui.

b. Teori Deklaratif

Teori ini lahir sebagai reaksi dari teori konstitutif. Menurut teori ini

pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara baru oleh

negara-negara lainnya. Suatu negara mendapatkan semuanya dalam

hukum internasional bukan berdasarkan kesepakatan dari negara-negara

yang telah ada terlebih dahulu, namun berdasarkan situasi-situasi nyata

tertentu. Kemampuan tersebut secara hukum ditentukan oleh usaha-

usahanya serta keadaan-keadaannya yang nyata dan tidak perlu

menunggu negara lain mengakuinya. Negara tersebut mempunyai

kompetensi menurut hukum internasionalnya.

Suatu negara atau pemerintah tidak akan mendapatkan status

hukum di negara lain kecuali negara tersebut diakui oleh negara yang

8 Huala Adolf, Op cit, hlm 75-78.

Page 11: kedaulatan negara

bersangkutan (teori konstitutif). Namun hal ini tidak berarti bahwa negara

atau pemerintah itu tidak ada sama sekali (teori deklaratif). Jadi suatu

negara tetap ada meskipun tidak diakui namun negara tersebut hanya

dapat mengadakan hubungan dengan negara yang mengakuinya.

Bentuk-Bentuk Pengakuan

1. Pengakuan Negara Baru

Pada dasarnya pengakuan terhadap negara baru tidaklah sulit.

Kebanyakan negara diakui setelah negara tersebut merdeka dan

memenuhi empat unsur negara menurut hukum internasional. Akan

menimbulkan masalah jika suatu negara lahir diperoleh dengan cara-cara

damai.

2. Pengakuan Pemerintah Baru

Dalam praktek pengakuan terhadap negara dan pemerintah

biasanya berjalan bersama-sama. Namun karena adapula pengakuan

terpisah maka pemberian atau penolakan pemberian pengakuan terhadap

pemerintah baru tidak ada hubungannya dengan pengakuan negara.

Sehingga jika suatu negara menolak pengakuan suatu pemerintahan baru

yang berkuasa di suatu negara tidak mengakibatkan negara tersebut

kehilangan statusnya sebagai subjek hukum internasional. Dalam

memberikan pengakuan biasanya ada beberapa kriteria yang menjadi

pertimbangan negara untuk memutuskan mengakui atau tidak mengakui

pemerintahan baru tersebut. Kriteria tersebut adalah pemerintah yang

permanen, pemerintahan yang ditaati oleh rakyatnya, dan penguasaan

wilayah secara efektif.

Macam-macam Pengakuan Negara

1. Pengakuan Kolektif

Ada dua bentuk pengakuan yaitu pengakuan dalam bentuk

deklarasi bersama oleh sekelompok negara dan pengakuan yang

diberikan melalui penerimaan suatu negara baru untuk menjadi peserta

atau pihak ke dalam suatu perjanjian multilateral.

Page 12: kedaulatan negara

2. Pengakuan Terpisah

Pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru namun tidak

kepada pemerintahannya atau sebaliknya pengakuan diberikan kepada

suatu pemerintahan baru yang berkuasa namun tidak kepada negaranya.

3. Pengakuan Mutlak

Yaitu suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara

baru tidak dapat ditarik kembali. Institut hukum internasional dalam suatu

resolusi yang disahakan pada tahun 1936 menyatakan pengakuan de jure

suatu negara tidak dapat ditarik kembali.

4. Pengakuan Bersyarat

Yaitu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang

disertai dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara

baru tersebut sebagai imbangan pengakuan. Ada dua macam, yaitu

pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum

pengakuan diberikan dan pengakuan dengan syarat-syarat yang harus

dipenuhi detelah pengakuan diberikan

Macam-Macam Pengakuan Pemerintahan Baru

1. Pengakuan de facto

Yaitu pengakuan yang diberikan oleh suatu negara semata-mata

didasarkan bahwa pemerintah tersebut secara nyata berkuasa

diwilayahnya.

2. Pengakuan de jure

Yaitu pengakuan yang diberikan kepada suatu pemerintah baru

apabila negara tersebut tidak ragu-ragu lagi terhadap eksistensi

pemeirntah baru. Pengakuan diberikan berdasarkan atas penilaian faktor-

faktor faktual dan faktor-faktor hukum.

Cara-cara Pemberian Pengakuan

1. pengakuan yang tegas (express recognition)

Deklarasi atau pernyataan umum (public statement or declaration)

Page 13: kedaulatan negara

Dilakukan dengan mengirimkan pernyataan pengakuan terhadap

pemerintah atau negara baru. Dilakukan dengan hanya mengirimkan nota

diplomatik dan biasanya oleh negara yang mengakui.

Pengakuan oleh perjanjian

Biasanya dipraktekan oleh Inggris di dalam memberikan

kemerdekaan kepada negara kolonial

2. Pengakuan diam-diam

Tindakan-tindakan yang dapat menjadi indikasi bahwa suatu

negara telah memberikan pengakuan secara diam-diam yaitu

pemnhiriman ucapan selamat kepada kepala negara yang baru,

pengiriman perwakilan suatu negara untuk menghadiri pengangkatan atau

pengambilan sumpah suatu negara yang baru, surat-menyurat untuk

pembukaan tukar-menukar perwakilan diplomatik atau konsuler,

perpanjangan hubungan diplomatik, memberikan suara voting kepada

negara baru agar dapat diterima sebgaia anggota PBB, dan membuat

perjanjian dengan negara tersebut.

2. Kedaulatan Negara dan Hak Berdaulat

Pengertian Unsur-unsur Negara

Menurut Hendry C. Black, Negara yaitu sekumpulan orang yang

secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh

ketentuan-ketentuan hukum yang melalui pemerintahan, mampu

menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakat

dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan

perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan internasional

dengan masyarakat internasional lainnya. Unsur-unsur suatu negara

diatur dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights

and Duties of State of 1933.

Disamping ke empat ciri yang telah disebutkan dalam Pasal 1

Konevensi Montevideo, ada dua ciri lain yang juga seyogyanya dimiliki

oleh suatu negara. Ciri kelima, yakni bahwa negara tersebut harus dapat

mempertanggungjawabkan tindakan pejabatnya terhadap pihak/negara

Page 14: kedaulatan negara

lain. Ciri kelima demikian yakni bahwa negara tersebut harus mempunyai

kemampuan international (international capacities). Ciri keenam, yakni

bahwa negara-negara tersebut harus merdeka. Tanpa merdeka suatu

negara bukan merupakan subjek hukum internasional. Menurut Craw

Ford, kriteria ini merupakan kriteria sentral dari suatu negara. Parry and

Grant juga mengatakan kriteria kemerdekaan merupakan kriteria sentral

suatu negara disamping kemerdekaan.

Ciri selanjutnya, yaitu derajat atau tingkat kelanggengan suatu

negara tersebut (permanent), kesediaan atau kemampuan untuk menaati

hukum internasional, tingkat peradaban negara itu, pengakuan negara

lain, tertib hukum negara tersebut, keabsahan berdirinya negara itu dalam

hukum internasional dan masalah penentuan nasib sendiri negara yang

bersangkutan.

Bentuk-bentuk Negara

Dalam membahas bentuk-bentuk negara dalam hukum

internasional fokus bahasannya hanya tertuju pada bentuk-bentuk

dibawah ini:

a. Negara kesatuan

Negara dengan bentuk ini (unitary states) yaitu suatu negara yang

memiliki suatu pemerintah yang bertanggung jawab mengatur seluruh

wilayahnya. Contohnya: Indonesia, Singapura.

b. Dependent states

Adalah negara-negara yang bertanggung jawab kepada negara-

negara lain baik karena adanya perjanjian untuk menyerahkan hubungan

luar negeri kepada negara lain atau karena adanya pendudukan sebagai

akibat perang. Contoh: Negara Jerman.

Ciri-ciri dependent states, diantaranya:

1. Tidak adanya sifat kenegaraan, terutama kemampuan untuk

mengadakan hubungan dengan negara lain.

2. Yurisdiksi dan pemerintahannya berada pada negara lain.

3. Kekuasaan luar negerinya ada pada perwakilan negara lain.

Page 15: kedaulatan negara

4. Adanya campur tangan dari negara lain secara politik.

5. Merupakan subjek hukum dengan ciri khusus (a legal person of a

special type) yang dapat muncul dalam masyarakat internasional hanya

untuk maksud-maksud tertentu saja.

6. Suatu negara yang tidak merdeka untuk melaksanakan suatu tindakan-

tindakan tertentu oleh organ-organnya.

Contoh Dependent States ini dengan membentuk negara

protektorat yaitu negara yang kekuasaan luar negerinya sepenuhnya

berada di bawah kekuasaan negara lain. Selain itu ada namanya Wilayah

Trust/Mandat (wilayah perwakilan) merupakan wilayah yang tidak mandiri

yaitu wilayah yang tidak mampu mengadakan hubungan dengan pihak

asing tanpa dukungan dari negara yang mendukungnya. Maksud dari

pembentukan wilayah perwakilan ini untuk meningkatkan kemampuan

politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan di wilayah tersebut.

c. Federal states

Salah satu bentuk negara yang cukup penting dewasa ini adalah

negara federal (federasi). Negara yang menganut sistem ini adalah

Amerika Serikat, India, Canada, Australia. Bentuk dasar dari negara

federal ini yaitu bahwa wewenang terhadap urusan dalam negeri dibagi

menurut konstitusi antara pejabat federal dengan anggota-anggota

federasi. Sedangkan urusan luar negerinya biasanya dipegang oleh

pemerintah federal pusat. Karena negara federasi ini dianggap sebagai

suatu negara atau subjek hukum internasional, tetapi untuk anggota-

anggota negara dari federasi ini tidak dianggap sebagai negara dalam arti

sesungguhnya.

Bentuk negara yang mirip dengan negara federal (federasi) ini

adalah konfederasi. Kata konfederasi ini tidak lain adalah negara federal

juga, tetapi kekuasaan anggota negara federal (provinsinya) lebih besar.

d. Members of Commonwealth (Negara Persemakmuran)

Persemakmuran dilatarbelakangi oleh adanya proses dekolonisasi

pada negara-negara tersebut.Proses dekolonisasi terjadi karena ada 2

kemungkinan. Pertama, negara tersebut merdeka penuh, berdaulat, dan

Page 16: kedaulatan negara

terpisah dari negara yang pernah mendudukinya. Kedua, negara tersebut

terpaksa tergantung kepada negara yang mendudukinya karena negara

tersebut kecil atau terbelakang (miskin), sehingga memberinya

kemerdekaan bukanlah jalan yang terbaik. Untuk negara-negara ini

kekuasaan untuk mengatur urusan dalam negerinya tetap berada pada

kekuasaannya, namun ketergantungannya kepada negara yang pernah

mendudukinya dalam beberapa urusan-urusan luar negeri dan pertahanan

diserahkan kepada negara induknya. Contoh: Negara Inggris

e. Negara netral

Adalah suatu negara yang kemerdekaan, politik, dan wilayahnya

dengan kokoh dijamin oleh suatu perjanjian bersama negara-negara besar

dan negara-negara ini tidak akan pernah berpegang melawan negara lain,

kecuali untuk pertahanan diri, dan tidak akan pernah mengadakan

perjanjian aliansi yang dapat menimbulkan peperangan. Tujuan netralisasi

ini adalah untuk memelihara perdamaian dengan cara:

1. Melindungi negara-negara kecil dari negara-negara kuat yang

berdekatan dengannya.

2. Melindungi dan menjaga kemerdekaan negara netral ini diantara

negara negara kuat.

Salah satu negara federal adalah Swiss. Swiss menerima jaminan

sebagai negara netral pada kongres Wina tahun 1815 dan dikuatkan

kembali dalam pasal 435 Perjanjian Versailles tahun 1919 dan dengan

Pertukaran Nota antara Inggris dan Itali tahun 1938. Kewajiban negara

netral diantaranya:

1. Tidak menyerang atau mengancam wilayah negara netral

2. melakukan intervensi dengan kekuasaan militer apabila negara netral

ini diserang oleh negara lainnya dan negara-negara penjamin ini

diminta pertolongannya.

Doktrin Hak dan Kewajiban Dasar Negara

Pembahasan tentang hal ini didasarkan pada aliran kontrak sosial,

yaitu bahwa hak seseorang yang berkecimpung dalam masyarakat berada

Page 17: kedaulatan negara

diluar atau terlepas dari kekuasaan negara. Artinya bahwa suatu negara

yang berkecimpung dalam pergaulan masyarakat internasional, hak

dasarnya pun tidak dipengaruhi atau terlepas dari pengaruh negara lain.

a) Hak-hak negara:

1. hak atas kemerdekaan

2. hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang dan

benda yang berada di dalam wilayahnya

3. hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan

negara-negara lain

4. hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif.

b) Kewajiban negara:

1. kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-

masalah yang terjadi di negara lain

2. kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di negara lain

3. kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang berada di

wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia.

4. kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan

perdamaian dan keamanan internasional

5. kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai

6. kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata

7. kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh

melalui cara-cara kekerasan.

Doktrin Monroe

Doktrin ini berkaitan dengan pesan Presiden Amerika Serikat yang

menyinggung soal ancaman pendudukan Soviet terhadap Alaskadan

ancaman intervensi terhadap Aliansi Suci Amerika. Doktrin ini

mengandung dua prinsip penting sebagai berikut:

1. Prinsip nonkolonisasi, yaitu Amerika Serikat berkepentingan untuk

menjamin bahwa tidak ada satu bagian pun dari Benua Amerika yang

bersifat terra nullius (tidak ada yang memiliki) dan menjadi wilayah

kolonisasi negara Eropa.

Page 18: kedaulatan negara

2. Prinsip nonintervensi yang pada pokoknya menetapkan bahwa setiap

upaya negara asing untuk memperluas sistem politiknya ke Benua

Amerika akan merupakan ancaman bahaya terhadap perdamaian dan

keamanan Amerika.

Doktrin Persamaan Kedudukan Negara

Persamaan kedudukan negara merupakan refleksi dari salah satu

bagian dari atribut dari negara, yaitu kedaulatan. Yang menjadi ciri utama

dari topik ini yaitu adanya latar belakang pemikiran bahwa hukum

internasional didasarkan pada kesepakatan bersama dari negara-negara

yang berdaulat, yaitu masyarakat internasional yang sederajat satu sama

lainnya sebagai subjek hukum internasional. Menurut J.L.Brierly

mengatakan bahwa kata persamaan (equality) disini harus dibaca sebagai

persamaan didepan hukum (equality before the law).

Ketentuan Hubungan Bertetangga Antar Negara

Prinsip dari ketentuan hubungan bertetangga antara negara ini

mempunyai kemiripan dengan larangan ‘abuse of rights” atau “misbruik

van recht”. Prinsip yang dimaksud yaitu suatu negara dilarang untuk

menggunakan wilayahnya yang dapat merugikan atau mengancam

kepentingan negara lain.

Hidup Berdampingan Secara Damai

Berdampingan secara damai ini hanya terhadap kaidah-kaidah

yang menjamin bahwa negara-negara dengan sistem politik dan ekonomi

yang berbeda agar saling hormat-menghormati. Sebagai contoh konkret

dari kristalisasi prinsip hidup seperti dalam bentuk keputusan penting.

Misalnya: Dasa Sila Bandung

Kedaulatan Negara Atas Kekayaan Alamnya

Dalam membahas tentang kedaulatan negara, maka kedaulatan

negara atas kekayaan alamnya pun dewasa ini menjadi sangat penting.

Page 19: kedaulatan negara

1. Dalam suatu resolusi Majelis Umum PBB 21 Desember 1952

Ditegaskan tentang prinsip “penentuan nasib sendiri ekonomi setiap

negara”

2. Kedaulatan Permanen terhadap kekayaan alam di dasar laut dan tanah

dibawahnya dan diperairan laut yang masih berada dalam yurisdiksi

nasional suatu negara.

3. Kedaulatan Atas Wilayah Darat

Kedaulatan Tertorial adalah kedaulatan yang dimiliki oleh suatu

negara dalam melaksanakan jurisdiksi eksklusif di wilayahnya. D.P.

O,Connell berpendapat, karena pelaksanaan kedaulatan didasarkan pada

wilayah, maka wilayah adalah konsep fundamental hukum internasional.

Pada prinsipnya suatu negara hanya dapat melaksanakan jurisdiksi

secara eksklusif dan penuh di dalam wilayahnya saja. Karena itu pula

suatu negara yang tidak memiliki wilayah, tidaklah mungkin menjadi suatu

negara.9

Kedaulatan teritorial suatu negara mencakup tiga dimensi, yang

terdiri dari tanah atau daratan (yang mencakup segala yang ada di bawah

dan di atas tanah tersebut, misalnya kekayaan tambang dan segala

sesuatu yang tumbuh di tanah tersebut), laut dan udara.

Dilihat dari segi wilayah, hukum mengenai 4 bentuk rezim pengaturan:

a) kedaulatan teritorial

b) wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan yang

memiliki status tersendiri (misalnya mandat atau trust)

c) res nullius, yaitu wilayah yang tidak dimiliki atau tidak berada dalam

kedaulatan suatu negara

d) res communis, yaitu wilayah yang tidak dapat berada di bawah suatu

kedaulatan tertentu (no-State’s land)

9 Ibid, hlm 111-131.

Page 20: kedaulatan negara

Prinsip dan Cara Memperoleh Wilayah

1. Prinsip Efektivitas

Prinsip ini diperkenalkan oleh Hans Kelsen bahwa kepemilikan

negara atas suatu wilayah ditentukan oleh berlakunya secara efektif

peraturan hukum nasional di wilayah tersebut. Disamping menggunakan

prinsip ini, Martin Dixon juga memperkenalkan 2 prinsip lain, yaitu (a)

adanya kontrol atau pengawasan dari negara terhadap suatu wilayah dan

(b) adanya pelaksanaan fungsi-fungsi negara di wilayah tersebut secara

damai.

2. Prinsip Uti Possidetis

Menurut prinsip ini, pada prinsipnya batas-batas wilayah suatu

negara baru akan mengkuti batas-batas wilayah dari negara yang

mendudukinya. Dinyatakan pada prinsipnya karena dalam kenyataannya

batas-batas wilayah suatu negara (yang atau yang baru) dapat saja

berubah.

Karena cukup banyaknya sengketa perbatasan diselesaikan dengan

menerapkan prinsip ini, Martin Dixon berpendapat bahwa prinsip usi

possidetis sudah menjadi suatu prinsip hukum kebiasaan yang berlaku

umum (a principle of cutomary law of general application)

a. Pendudukan (Occupation)

Pendudukan adalah pendudukan terhadap terra nullius, yaitu wilayah

yang bukan dan sebelumnya pun belum pernah dimiliki oleh suatu negara

ketika pendudukan terjadi. Pendudukan mengandung dua unsur pokok:

yaitu penemuan (discovery) atau the taking of Possesion, dan

pengawasan yang efektif (effective control).

Kriteria lebih lanjut untuk menentukan efektifitas occupation:

Penemuan harus diikuti dengan tindak lanjut untuk membuktikan telah

dilaksanakannya kedaulatan di wilayah yang diduduki.

Penemuan suatu wilayah harus diikuti oleh pengawasan terhadapnya.

Adanya niat dari suatu negara untuk mendudukinya.

Tindakan yang tidak sah bukan syarat pendudukan.

Klain untuk memelihara status terra nullis.

Page 21: kedaulatan negara

b. Penaklukan atau Aneksasi (Annexation)

Penaklukan atau penulis lain menyebutnya pula sebagai subjugasi

(subjugation) adalah suatu cara pemilikan suatu wilayah berdasarkan

kekerasan (penaklukan). Cara ini umumnya baisa terjadi dan diakui

ssebelum tahun 1928 ketika the Briand-Kellog Pact ditandatangani. Saat

ini hukum internasional melarang keras cara-cara penggunaan kekerasan

(militer) untuk mendapatkan suatu wilayah.

c. Akresi atau Pertambahan (Accretion dan Avulsion)

Akresi adalah cara perolehan suatu wilayah baru melalui proses

alam (geografis). Melalui proses ini suatu tanah (wilayah) baru terbentuk

dan menjadi bagian dari wilayah yang ada. Misalnya, pembentukan pulau

di mulut sungai atau perubahan arah suatu sungai yang menyebabkan

tanah menjadi kering yang sebelumnya dilalui oleh air.

d. Preskripsi (Prescription)

Preskripsi adalah pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang

telah didudukinya dalam jangka waktu yang lama dengan sepengetahuan

dan tanpa keberatan dari pemiliknya. Preskripsi sebenarnya adalah

tindakan yang melanggar hukum internasional. Namun sifat pelanggaran

ini tampaknya menjadi hilang (dibenarkan) karena adanya sepengatahuan

atau pengakuan dari pemilik yang seolah-olah menyetujui perbuatan

tersebut.

e. Cessi (Cession)

Cessi adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu negara

lain dan kerapkali berlangsung dalam rangka suatu perjanjian (treaty of

cessio) yang biasanya berlangsung setelah usainya perang. Prinsip yang

penting dalam cessi ini yaitu: pertama, bahwa dalam pengalihan, hak yang

diserahkan tidak boleh melebihi hak yang dimiliki oleh si pengalih

(pemilik). Kedua, di dalam pengalihan suatu wilayah, negara yang

mengalihkan wilayah harus pemilik sah atas wilayah tersebut.

Page 22: kedaulatan negara

f. Plebisit (Plebiscite)

Plebisit adalah pengalihan suatu wilayah melalui pilihan

penduduknya, menyusul dilaksanakannya pemilihan umum, referendum,

atau cara-cara lainnya yang dipilih oleh penduduk.

Page 23: kedaulatan negara

BAB III

PEMBAHASAN

Bagian pembahasan bab ini akan dibahas hubungan landasan teori

yang telah dikemukan dalam bab sebelumnya dengan permasalahan

mengenai kedaulatan negara yang terjadi saat ini. Penulis akan

membahas Taiwan yang saat ini masih dipermasalahkan kedaulatannya

sebagai suatu negara dalam dunia internasional. Meskipun Taiwan sudah

memenuhi empat syarat berdirinya suatu negara menurut Konvensi

Montevideo 1933, secara de facto Taiwan telah memenuhi seluruh kriteria

tersebut berdasarkan Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on

Rights and Duties of State of 1933. Pasal tersebut berbunyi:

The State as a person of international law should possess the following

qualifications:

a) a permanent population

b) a defined territory

c) a government

d) a capacity to enter into relations with other states

Namun secara de jure Taiwan belum dapat disebut sebagai negara

karena Taiwan saat ini belum diakui sebagai sebuah negara oleh dunia

internasional termasuk PBB, walaupun terdapat sebagian kecil negara

yang mengakui Taiwan sebagai sebuah negara. Oleh karena itu mungkin

tampak bahwa sebutan de jure dan de facto secara tegas tidak

merupakan deskripsi atas proses pengakuan itu sendiri, tetapi mempunyai

hubungan dengan status negara atau pemerintah tertentu untuk siapa

pengakuan itu dikeluarkan.10

Proses berdirinya Taiwan dapat dilihat dari terjadinya perang

saudara di Cina antara partai Komunis dengan partai Kuomintang. Partai

Komunis yang memenangkan perang saudara tersebut mendirikan negara

Republik Rakyat Cina pada tahun 1949. Kemudian partai Kuomintang

beralih ke Provinsi Taiwan yang terdiri dari beberapa pulau, pulau yang

10 J.G Starke QC, Op cit, hlm 187.

Page 24: kedaulatan negara

teresar adalah Formosa dan mendirikan pemerintahan yang baru. Sampai

saat ini Republik Rakyat Cina yang memerintah di Cina daratan tidak mau

mengakui Taiwan sebagai negara, RRC menganggap Taiwan masih

bagian dari salah satu provinsi negara tersebut. Berbagai upaya damai

telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah Taiwan dengan Cina mulai

dari penyelesaian dengan Satu Negara Dua Sistem namun hingga saat ini

masalah tersebut belum terselesaikan karena perbedaan ideologi,

ekonomi, politik maupun sistem keamanan di dua wilayah tersebut.

Taiwan hanya diakui oleh 25 negara yang mayoritas adalah

negara-negara kecil yang tidak mempunyai pengaruh yang besar di dunia

internasional. Diperlukan ¾ suara dari negara-negara anggota PBB yang

mengakui Taiwan sebagai suatu negara yang berdaulat. Kurangnya

pengakuan dari negara-negara lain mengakibatkan kerjasama Taiwan di

dunia internasional menjadi terhambat. Berikut beberapa kelemahan

hukum yang utama bagi Taiwan bila tidak diakui sebagai suatu negara

adalah:

a. Taiwan tidak dapat berpekara di pengadilan negara-negara yang belum

mengakuinya.

b. Tindakan dari pemerintah Taiwan tidak akan berakibat hukum di

pengadilan negara yang tidak mengakuinya sebagaimana yang biasa

diberikan menurut aturan ‘komitas’.

c. Perwakilan Taiwan tidak dapat menuntut imunitas dari proses

peradilan.

d. Harta kekayaan Taiwan sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil

dari rezim yang telah digulingkan.

Masa depan Taiwan sebenarnya tidak dapat ditentukan oleh

rakyatnya sendiri karena menyangkut stabilitas regional Asia Timur dan

Pasifik. Negara-negara yang sangat menaruh perhatian dan terlibat

langsung atas masalah Taiwan adalah Amerika Serikat dan Cina. Amerika

Serikat berpengaruh langsung terhadap masalah Taiwan karena posisi

Amerika Serikat yang memberikan perlindungan kepada Taiwan dari

serangan Cina. Tujuan Amerika Serikat melindungi Taiwan adalah

Page 25: kedaulatan negara

menjadikan Taiwan sebagai negara kedua di Asia Pasifik sebagai tempat

pertahanan terhadap pengaruh Cina terhadap dunia baik dari segi

ekonomi maupun militer. Sedangkan yang terlibat secara tidak langsung

adalah Jepang.

Saat ini, Taiwan hanya mempunyai 3 kemungkinan masa depan:

Reunifikasi damai dengan Cina

Sistem persekutuan (Uni Cina-Taiwan)

Satu negara dua sistem (model Hong Kong)

Kemerdekaan Taiwan yang mungkin berdarah-darah melalui jalan

damai seperti referendum Republik Taiwan Status quo Republik Cina

yang tidak mempunyai kedaulatan internasional.

Menurut pendapat Lauterpacht, pemberian pengakuan itu

merupakan suatu keharusan sebagai kewajiban hukum. Pendapat ini

menekankan bahwa suatu negara tidak dapat ada sebagai subjek hukum

tanpa adanya pengakuan ini. Maka hukum internasional membebankan

kewajiban kepada negara-negara yang telah ada untuk memberikan

pengakuannya agar negara baru itu ada.

Dengan nada yang sama namun berbeda dengan redaksinya,

Chen berpendapat bahwa karena negara baru itu ada dan mempunyai

hak maka suatu kewajiban bagi negara-negara lain untuk mengakuinya

agar hak negara tersebut berlaku. Namun pendapat ini ditentang keras

oleh pendapat Ian Brownlie dengan alasan bahwa pengakuan yang

merupakan tindakan publik negara adalah suatu tindakan pilihan atau

opsional atau bersifat politis karena tidak ada kewajiban suatu negara

untuk melaksanakannya11. Brierly pun menyatakan bahwa pemberian

pengakuan ini merupakan tindakan politik dari pada tindakan hukum.

Yang lebih tepat untuk menentukan apakah pengakuan ini merupakan

suatu keharusan atau bukan, nampaknya, tepat apa yang dikatakan oleh

Podesta Costa, bahwa tindakan pengakuan ini merupakan tindakan

fakultatif artinya suatu negara bebas untuk mengakui lahirnya suatu

11 Ian Brownlie, Principles of Public International Law, Oxford University Press, 1975, Hlm 95.

Page 26: kedaulatan negara

negara baru tanpa adanya keharusan untuk melakukannya atau larangan

untuk tidak melakukannya.

Konsekuensi yang akan ditimbulkan dapat berupa konsekuensi

politis dan konsekuensi yuridis antara negara yang diakui dengan negara

yang mengakui. Konsekuensi politis dimaksud misalnya saja, kedua

negara kemudian dapat dengan leluasa mengadakan hubungan

diplomatik sedangkan konsekuensi yuridisnya dapat berupa : Pertama,

pengakuan tersebut merupakan pembuktian atas keadaan yang

sebenarnya (evidence of the factual situation). Kedua, pengakuan

mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan

tingkat hubungan diplomatik antara negara yang mengakui dan yang

diakui. Ketiga, pengakuan memperkukuh status hukum (judicial standing)

negara yang diakui dihadapan pengadilan negara yang mengakui12.

Menurut J.B. Moore makna pengakuan itu sebagai suatu jaminan

yang diberikan kepada suatu negara baru bahwa negara tersebut diterima

sebagai anggota masyarakat internasional. Dari fakta dan definisi tersebut

pula, maka dapat ditarik fungsi pengakuan ini yaitu untuk memberikan

tempat yang sepantasnya kepada suatu negara atau pemerintah baru

sebagai anggota masyarakat Internasional.

Melihat empiris yang terjadinya, Kemerdekaan Taiwan ini

terkendala oleh Negara Cina itu sendiri yang tidak mau mengakui

kemerdekaan Taiwan sebagai negara baru. Selain itu juga, Taiwan

mempunyai bargaining power yang lemah untuk melakukan lobi-lobi

politik dalam mengadakan hubungan diplomatik dengan negara lain

dikarenakan Cina memperingatkan atau memberikan peringatan kepada

negara-negara lain untuk tidak memberikan pengakuan kemerdekaan

kepada Taiwan. Hal ini menjadikan negara-negara lain mengurungkan

niatnya untuk memberikan pengakuan kedaulatan kemerdekaan kepada

Taiwan yang secara nyatanya Taiwan sudah mampu dan sudah

terpenuhinya syarat-syarat menjadi menjadi sebuah negara yang berdiri

sendiri. Sehingga sekarang ini Taiwan diibaratkan sebagai negara semu

12 D.W.Greig, International Law, London:Butterworths, edisi ke-2, 1976, hlm.120.

Page 27: kedaulatan negara

yang secara de facto bisa disebut sebagai suatu negara yang merdeka

tetapi secara de jure belum memenuhi sebagai suatu negara yang

merdeka penuh dikarenakan belum mendapat pengakuan kedaulatan dari

Negara Cina itu sendiri dan Negara-negara lain, serta yang tidak kalah

pentingnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pengakuan

Taiwan sebagai negara belum memenuhi syarat minimal negara baru

yang oleh PBB harus mendapatkan ¾ dari negara-negara anggota PBB.

Page 28: kedaulatan negara

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Untuk berdirinya suatu negara harus memenuhi syarat-syarat yang

telah ditentukan dalam perjanjian internasional yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap yaitu Konvensi Montevideo 1923. Negara

merupakan sujek hukum internasional yang terpenting dalam menjalin

hubungan kerjasama internasional dengan negara lain.

Akan tetapi kita juga menyadari bahwa sekadar terpenuhinya

syarat-syarat tersebut juga belum ada jaminan pengakuan sehingga

kedaulatan suatu negara tidak memiliki eksistensi dalam dunia

internasional. Inilah yang dimaksud sesuai dengan teori politis dari

Lautrpacht. Kepentingan politik yang lebih dominan menguasai dunia

internasional.

Meski demikian dalam kasus Taiwan, dalam teori deklaratif

keberadaan Taiwan sebagai negara tetaplah ada. Dengan penjelasan

bahwa Taiwan dianggap ada bagi negara-negara yang memiliki hubungan

diplomatik dengannya.

4.2 Saran

Makalah ini tentulah sangat terbatas untuk dapat memberikan

masukan dengan pertimbangan fakta dalam dunia internasional mengenai

kekuasaan dan kepentingan politik. Namun demikian sebagai bahan

pembelajaraan tentu hukum internasional perlu memiliki suatu

perkembangan lebih mengenai kepastian hukum. Terutama dalam

memberikan hak berdaulat bagi negara baru atau dengan kata lain

kepastian hukum terhadap pengakuan berdirinya negara baru.

Page 29: kedaulatan negara

Daftar Pustaka

Brownlie, Ian, Principles of Public International Law, Oxford University

Press, 1975.

Greig, D.W, International Law, London: Butterworths, 1976.

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2002.

Rebecca M.M Wallace, Bambang Arumanadi, Hukum Internaisonal,

Semarang: IKIP Semarang Press, 1993.

J.G Starke QC, Bambang Iriana Djajaatmadja, Pengantar Hukum

Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 1997.