repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/jejaring kebijakan... · web viewdalam...

141
Jejaring Kebijakan Implementasi MPMBS

Upload: others

Post on 06-Dec-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Jejaring Kebijakan Implementasi

MPMBS

Page 2: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta, kecuali mencantumkan identitas pemegang hak cipta.

Page 3: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Ine Mariane

Jejaring Kebijakan Implementasi MPMBS

Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Di Sekolah Dasar Negeri Kota Bandung

Page 4: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Dr. Ine Mariane, M.SiJejaring Kebijakan Implementasi MPMBS/Dr. Ine Mariane, M.Si; Editor:

Dr. Purwowibowo, M.Si —Yogyakarta: Pandiva Buku; 2018

xii + 198 hal; 20,5 cm ISBN: 978-602-5583-02-5

1. Judul I. Dr. Purwowibowo, M.Si

Jejaring Kebijakan Implementasi MPMBSPenulis:

Dr. Ine Mariane, M.SiEditor:

Dr. Purwowibowo, M.SiPerancang Isi:

kangWokoDesain Kover:

AndDan CreativeCetakan Pertama: September 2018

Penerbit:

PANDIVA BUKUJogokaryan MJ III/503 Mantrijeron Yogyakarta

Telp. (0274) 384657www.pandivabuku.com

Page 5: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Ucapan terima kasih tak terhingga, Penulis hantarkan kepada

Kedua orangtua tercinta, Ayahanda H. Mansyur Basyar dan (Almh) Ibunda Hj. Mariam

Mertua, (Alm) Ayahanda Mas’udiana Purwasena dan Ibunda Tien Sulastri

Teristimewa, kepada suamiku tersayang, Drs. Yayan Herdiana Anak-anakku tercinta, Soraya Nabilla dan Alya Luthfiyyah

Tak lupa, kepada kakak-kakak dan adik-adik Penulis

Terima kasih atas segala kebaikan doa dan dukungan selama ini

v

Page 6: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

vi

Page 7: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Pengantar dan UcapanTerima Kasih

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan karya di tangan Anda ini. Judul asli buku adalah Jejaring Kebijakan dalam Implementasi Kebijakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Bandung, dan merupakan disertasi Penulis untuk memperoleh gelar Doktor dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Publik Universitas Padjadjaran Bandung.

Buku ini membahas kondisi kebijakan dan implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di Sekolah Dasar Negeri Kota Bandung. Dengan pendekatan kualitatif, datanya bersifat deskriptif, yakni berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

vii

Page 8: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Pengumpulan data primer diperoleh secara langsung me-lalui observasi di lapangan dan wawancara mendalam dengan informan. Sedangkan data sekuder diperoleh dari berbagai dokumentasi yang dianggap relevan dengan studi ini.

Teknik analisis data yang digunakan adalah Interactive Model of Analysis. Dalam studi ini, Penulis mempertahankan sejumlah dalil. Pertama, jejaring kebijakan diwujudkan melalui interaksi kolektif antar-stakeholders dengan memperhatikan variabel kebijakan ideal, sasaran, organisasi pelaksana, dan lingkungan kebijakan.

Kedua, keberhasilan jejaring kebijakan ditentukan oleh kepercayaan, komitmen, sumberdaya, aturan, sistem nilai, pemimpin yang inovatif, kepentingan publik, serta pemerataan kesempatan. Ketiga, kepercayaan publik dibangun melalui human relations, kejelasan tujuan, dan komitmen atas nilai yang ditetapkan.

Keempat, pelayanan publik yang baik berdampak positif pada perkembangan dunia pendidikan dengan memperhatikan kepentingan publik. Kelima, sistem nilai mempengaruhi pen-capaian tujuan kegiatan di dalam interaksi sosial. Keenam, jiwa kewirausahaan diperlukan oleh pimpinan di dalam kegiatan tata kelola pemerintahan. Ketujuh, pendidikan yang berkarakter akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Dengan keterbatasan penulis, maka penulisan buku ini jauh dari sempurna. Namun demikian, tugas berat ini dapat penulis selesaikan.

viii

Page 9: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan penghargaan dan rasa terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, juga bimbingan dan arahan.

Khususnya, kepada yang terhormat, Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli; (Alm) Prof. Dr. Drs. H. Asep Kartiwa, SH, MS; Ibu Dr. Dra. Hj. R. Ira Irawati, M.Si; Prof. Dr. Drs. H. Tachjan M.Si; Dr. Dra. Hj. Sintaningrum. MT; Yogi Suprayogi Sugandi, S.Sos., M.A., Ph.D; Dr. H. Entang Adhy Muhtar, M.S; (Alm) Prof. Dr. H. Dede Mariana, M.Si.

Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Padjajaran Prof. Dr. Med Tri Hanggono Achmad, dr.; Dr. R Widya Setiabudi. S.SIP, S.Si, MT, M.Si (Han); Dr. Santoso Tri Raharjo, S.Sos, M.Si; Dr. Mohammad Benny Alexandri, SE, MM; Ida Widianingsih, S.IP. MA, Ph.D; Dr. Drs. H. Heru Nurasa, MA; para guru besar, dosen, dan seluruh pegawai Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

Ucapan terima kasih tak terhingga atas kesempatan dan dukungannya untuk meyelesaikan studi pada Program Pasca-sarjana (S3) Universitas Padjadjaran juga Penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusup S.p, M.Si., M.Kom selaku Rektor Universitas Pasundan Bandung; Dr. H. Jaja Sutedja SE, M.Si; Dr. T Subarsyah, SH, S.Sos, S.Pd; Dr. Deden Ramdan, M.Si; M Budiana, S.Ip,. M.Si; Dr. Heri Erlangga, S.Sos, M.Pd; Dr. Sutsisno S.Sos,. M.Si; Drs. H. R Sumardhani, M.Si; Drs. Rudi Martiawan, M.Si; N R Ruyani S.Sos,. M.Si.

ix

Page 10: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Terima kasih kepada rekan-rekan dosen di Jurusan Admi-nistrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pasundan; Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah MS dan (Alm) Prof. Dr. H. Tjahjo Sutisnawidjaja, MS.

Terima kasih selanjutnya kepada Bapak/Ibu di Dinas Pen-didikan Kota Bandung; Kepada sejumlah pihak sekolah; Drs. H. Ana Karyana; Ihat Solihat; Ibu Hj. Susi Susilawati; Usep Kurniawan; Hj. Kusmeni Hartadi; Bagian Marketing dan Kerja Sama Sabun Lifebuoy, Dettol, Bank BNI, BJB Kota Bandung; rekan-rekan Angkatan 2011 Program Doktor Adminitrasi Publik Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran yang selama ini telah berbagi suka dan duka serta motivasi dalam menyelesaikan studi.

Teruntuk seluruh keluarga, kerabat, sahabat, teman, dan kolega yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu... terima kasih atas segala kebaikan dan pengorbanan. Semoga balasan yang berlipat ganda datang dari Allah SWT. Billahittaufiq wal hidayah.

Bandung, April 2017

Penulis

x

Page 11: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Daftar Isi

Pengantar dan Ucapan Terima Kasih....................................viiDAFTAR ISI.......................................................................................xi

BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................1

BAB 2. MANAJEMEN PENINGKATAN MUTUBERBASIS SEKOLAH................................................................33A. Teori.................................................................................................34B. Tujuan..............................................................................................36C. Manfaat............................................................................................39D. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan....................................40

1. Kewajiban Sekolah...................................................................402. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah.....................................413. Peranan Orangtua dan Masyarakat.......................................434. Peranan profesionalisme dan manajerial.............................44

E. Ciri dan Karakteristik...................................................................461. Kemandirian..............................................................................522. Kemitraan...................................................................................523. Partisipasi...................................................................................52

xi

Page 12: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

4. Keterbukaan...............................................................................535. Akuntabilitas..............................................................................53

BAB 3. KEBIJAKAN PUBLIK DAN JEJARINGKEBIJAKAN....................................................................................55A. Kebijakan Publik...........................................................................55B. Jejaring Kebijakan.........................................................................63

1. Model Jejaring Kebijakan.......................................................712. Jejaring Kebijakan bagi Indonesia........................................793. Solusi Tepat Bagi Pembentukan Jejaring Kebijakan

di Indonesia...............................................................................833. Jejaring Kebijakan dalam Implementasi Kebijakan

Publik.........................................................................................864. Model-model Implementasi Kebijakan Publik..................86

BAB 4. JEJARING KEBIJAKAN IMPLEMENTASIMPMBS...............................................................................................95A. Kebijakan MPMBS di Kota Bandung......................................95

1. Gambaran Umum MPMBS di Kota Bandung...................952. Dinas Pendidikan Kota Bandung..........................................98

B. Kebijakan Ideal...........................................................................111C. Sasaran Kebijakan......................................................................130

1. Pelaksana kebijakan..............................................................1422. Lingkungan Kebijakan.........................................................149

D. Temuan..........................................................................................172

BAB 5. PENUTUP.......................................................................187

DAFTAR PUSTAKA..................................................................191

TENTANG PENULIS................................................................198

xii

Page 13: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Bab 1Pendahuluan

Kebijakan strategis pendidikan nasional, sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional, satu di antaranya adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan pendekatan manajemen yang harus diterapkan oleh sekolah dasar sebagai bagian dari satuan pendidikan dasar, berdasarkan standar pelayanan minimal.

Penerapan MBS di sekolah mendorong sekolah harus secara aktif, mandiri, terbuka, dan akuntabel melakukan berbagai pro-gram peningkatan mutu pendidikan, sesuai kebutuhan sekolah sendiri, disertai pembuatan keputusan secara partisipatif.

Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen pen-didikan dalam menghadapi tuntutan globalisasi.

1

Page 14: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Indonesia sebenarnya menghadapi masalah mendasar, yaitu mutu pendidikan yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan di Indonesia yang buruk. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, pada 2001, rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain disebabkan oleh sistem pendidikan yang sentralistis atau terpusat.

Partisipasi masyarakat, khususnya orangtua, dalam penye-lenggaraan pendidikan di sekolah, selama ini sangat minim. Kebijakan penyelenggaraan yang bersifat sentralistis, hampir semua hal diatur secara teperinci dari pusat, menyebabkan sekolah kehilangan kemandirian, kreativitas, dan inisiatif mengambil kebijakan yang diperlukan, tanpa adanya petunjuk dari birokrasi pendidikan di atasnya.

Pemerintah melalui Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) memberikan otonomi luas kepada sekolah dengan mengikutsertakan masyarakat untuk mengelola sum-berdaya sekolah dan mengalokasikannya sesuai kebutuhan setempat.

Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar masyarakat lebih memahami, membantu, dan mengontrol penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Bersama masyarakat, sekolah diberi kewenangan untuk mengelola sumberdaya sekolah dan meng-alokasikannya sesuai prioritas, kebutuhan, dan potensi setempat, serta mempertanggung jawabkannya, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.

MPMBS yang ditandai dengan otonomi sekolah serta pe-libatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap

2

Page 15: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

gejala-gejala ketidakpuasan yang muncul dari masyarakat terhadap kinerja sekolah dan rendahnya mutu pendidikan.

Secara umum, MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, serta mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah, antara lain, guru, siswa, Kepala Sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat, untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

MPMBS diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, mutu, pemerataan, dan relevansi. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan pengelolaan sumberdaya, partisi-pasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi.

Peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orangtua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, serta berlakunya sistem insentif dan dis-insentif.

Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui pe-ningkatan partisipasi pada kelompok tertentu, terutama masya-rakat tidak mampu. Sementara peningkatan relevansi, antara lain dapat dilakukan melalui fleksibilitas dan keleluasaan sekolah untuk melakukan pengembangan kurikulum sekolah, sesuai kebutuhan lingkungan.

Sejumlah studi tentang peningkatan mutu sekolah telah dilakukan. Misalnya, Supriono dan Sapari (2001) tentang Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Mojokerto; studi

3

Page 16: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Soedarsono (2002) tentang Peranan Dinas Pendidikan dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan; serta Fatah (2003) mengenai Landasan Manajemen Pendidikan.

Studi lainnya, Muchlis DP, dkk. (2004) tentang Strategi Memacu Peningkatan Mutu Pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan; Suwandi (2004) dari Pusat Studi Kebijakan Balitbang Kemdiknas Jakarta, membahas mengenai Kajian Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada Pendidikan Menengah; Sadiman (2005) membahas Implementasi Manajemen Pe-ningkatan Mutu Berbasis Sekolah dengan mengambil lokus di SD Islam Alhilal dan SD Negeri Pucangan 03 Kartasura.

Selanjutnya, studi Yuliana (2006) membahas Kemampuan Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Nirsamsu (2007) meneliti Manajemen Penjamin Mutu dalam Pengelolaan Sekolah; Ramadhan (2008) menulis Pelaksanaan Fungsi Komite Sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri; Susanto (2009) meriset Rekonstruksi SMK Pancasila menjadi Sekolah MPMBS Penuh Bertaraf Internasional sebagai Upaya Peningkatan Mutu dan Daya Saing Secara Nasional dan Global.

Saludung (2009) membahas Peranan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Jurusan, Ihsan (2009) membahas MBS, Subangun (2010) membahas Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, Muhamad (2010) meneliti Penerapan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Subratha (2010) membahas Evaluasi Efektivitas Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

4

Page 17: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Ditinjau dari Dimensi Context, Input, Process, Output, dan Outcome,

Studi Heri (2010) membahas Evaluasi Pelaksanaan Mana-jemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, Subandono (2011) membahas Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Membentuk Motivasi Kerja Guru, Setianingsih (2012) membahas Peran Kepala Seko-lah dalam Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di MAN Kota Kediri.

Sari Febriana (2012) meneliti Peran Kepala Sekolah dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), sedangkan Nurmaini (2012) membahas Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).

Sementara itu, studi yang dilakukan Penulis, melihat imple-mentasi kebijakan MPMBS dari segi jejaring kebijakannya.

Melalui sistem MPMBS, sekolah dan masyarakat diharapkan mampu memenuhi kebutuhan sekolah sesuai dengan kemampuan dan tuntutan sekolah. Dengan kemandirian yang diberikan ini, sekolah diharapkan lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang direncanakan.

Masyarakat sebagai stakeholders sekolah diharapkan terlibat secara aktif dalam meningkatkan pengembangan sekolah. Ke-terlibatan ini adalah upaya membentuk rasa memiliki terhadap sekolah, sekaligus meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pendidikan.

5

Page 18: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Saat ini, mutu pendidikan belum kunjung membaik, bahkan tidak berhasil. Mengapa demikian?

Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bila mana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku atau materi ajar, dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, secara otomatis, lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output yang bermutu, sebagaimana diharapkan.

Kedua, pembangunan pendidikan saat ini tidak hanya ter-fokus pada penyediaan faktor input pendidikan, tetapi harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak; harus ada dalam batas-batas ter-tentu.

Ketiga, saat ini pendidikan akan menghadapi tantangan dalam hal pembiayaan pendidikan oleh daerah. Dinas Pendidikan Kota Bandung menyebutkan, baru 10% SD Negeri di Kota Bandung yang dapat menyediakan anggaran memadai untuk pendidikan. Padahal, Pemerintah Daerah harus menyediakan prasarana dan sarana pendidikan, seperti gedung sekolah dan peralatan praktikum memadai. Fasilitas WC murid dan taman-taman terkadang tidak terurus. Belum lagi, pola belajar-mengajar seadanya tidak melahirkan inovasi baru dalam peningkatan proses pembelajaran.

Hal itu terjadi, karena adanya ketergantungan pada peme-rintah pusat. Selama ini, pembiayaan pendidikan masih sangat

6

Page 19: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

tergantung pada pemerintah pusat. Semua pembiayaan sekolah dasar negeri tergantung kebijakan dari pemerintah daerah setempat.

Pada pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini, se-kolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Stan-dar Nasional Pendidikan disebutkan dalam Pasal 19 sampai dengan 22 tentang Standar Proses Pendidikan. Di sana tertulis bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diseleng-garakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menan-tang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, adanya ketela-danan pendidik, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan standar yang ditetapkan maka proses pem-belajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pen-didik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model konvensional, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Kenyataannya, banyak di antara pendidik di Kota Bandung yang masih melaksanakan proses pembelajaran secara konvensional, bahkan di antaranya belum menguasai teknologi informasi, seperti komputer dan internet.

7

Page 20: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Sebagaimana diberitakan Pikiran Rakyat1, banyak guru SD Negeri di Kota Bandung yang belum menguasai komputer dan internet. Menurut Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Kota Bandung, hanya sebagian kecil guru yang sudah menguasai teknologi tersebut, padahal menguasai komputer justru akan mempermudah tugas guru. Misalnya, ketika memproses nilai-nilai siswa. Terutama guru-guru yang sudah lama mengabdi, sedikit sekali yang mampu menguasai komputer dan mengakses internet, apalagi guru-guru SD.

Sekarang ini, pada umumnya, kemampuan penguasaan teknologi informasi para guru SD, kalah oleh para siswanya. Padahal, penguasaan teknologi informasi akan mempermudah tugas rutin para guru. Selama ini, tugas tersebut dilakukan guru secara manual. Kurangnya penguasaan komputer bukan karena tidak tersedianya sarana komputer di sekolah, namun karena kurangnya kemampuan dan kemauan, sehingga komputer lebih banyak digunakan oleh bagian tata usaha. Akibatnya, saat seorang guru memerlukan jasa komputer, cenderung meminta bantuan tenaga karyawan tata usaha.

Selayaknyalah profesi seorang pendidik membutuhkan kom-petensi terintegrasi, baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesional, yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik, senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.

1. http://www.pikiran rakyat.com edisi 03/2004.

8

Page 21: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Bagaimana dengan mutu pendidikan di Kota Bandung? Jawabannya, masih rendah. Sekolah Dasar Negeri di Kota Ban-dung masih tergantung pada biaya operasional pendidikan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Sesuai apa yang dikemukakan Gubernur Jawa Barat, Bantuan Operasional Sekolah atau BOS yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat mulai tahun 2015 sudah dihapus, khusus untuk jenjang SD dan SMP.

Penghapusan dilakukan karena menurut perhitungan Peme-rintah Provinsi Jawa Barat, dana BOS yang berasal dari pusat ditambah dengan dana BOS APBD Kabupaten/Kota telah dapat membiayai operasional sekolah pada jenjang tersebut.2

Kota Bandung baru menyosialisasikan kebijakan penyusunan, penggunaan, dan pelaporan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), sehingga belum ada keseragaman posting RKAS antar-satu sekolah dan sekolah lainnya.

Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) merupakan rencana kerja sekolah atau rencana jangka menengah yang di-susun empat tahunan. Ada pula Rencana Kerja Tahunan Sekolah (RKTS). RKAS menjadi salah satu syarat mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2017.3

Ditemukan, tidak ada ketegasan dalam memberikan sanksi kepada para pelanggar, sehingga tidak menimbulkan efek jera

2. http://jabar.tribunnews.tribun.com/amp-2015/01/15/aher.3. http://www.sekolahdasar.net/2017/03/aplikasi-rkas-untuk-sd-sesuai-juknis-

bos.html#ixzz4cbL60MXK.

9

Page 22: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

kepada pelaku. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung menyata-kan belum bisa menjatuhkan sanksi kepada sejumlah Kepala Sekolah yang terindikasi melakukan pelanggaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Bandung 2013. Menurutnya, penjatuhan sanksi harus mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.4

Tidak ada pula kekompakkan kinerja antara pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung. Tidak ada kekompakan kinerja di antara pejabat di lingkungan Disdik, sehingga sering terjadi multi-tafsir ketika sampai di lapangan.5 Selain itu, terdapat kelambanan dalam rekrutmen dan periodisasi masa tugas Kepala Sekolah, sehingga beberapa Kepala Sekolah yang habis masa jabatannya terlambat diberhentikan.6

Terakhir, Dinas Pendidikan juga membebankan biaya kepada sekolah, apabila menggelar suatu kegiatan.7

Berdasarkan permasalahan-permasalahan pendidikan Kota Bandung tersebut maka implementasi kebijakan MPMBS di sekolah dasar negeri yang ada di Kota Bandung menemui be-berapa hambatan sebagai berikut.

Pertama, belum dipahaminya kebijakan MPMBS secara utuh dan benar oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).

4. http://www.pikiran-rakyat.com/serial-konten/disdik-kota-bandung-belum-bisa-jatuhkan-sanksi

5. Wawancara dengan Ketua Forum Aksi Guru Indonesia, Iwan Hermawan, Senin (28/9/2015).

6. ibid.7. Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Negeri Sukarasa, Oktober 2016.

10

Page 23: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Kedua, resistensi terhadap perubahan karena kepentingan, ke-tidakmampuan secara teknis, dan manajerial.

Ketiga, kesulitan dalam menerapkan kebijakan MPMBS dalam kemandirian, kerja sama, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Keempat, belum optimalnya partisipasi pemangku kepentingan sekolah. Kelima, belum optimalnya teamwork yang kompak dalam penerapan MPMBS.

Ada dua institusi utama yang menjadi ujung tombak ke-bijakan MPMBS di Kota Bandung, yakni Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Keduanya dianggap sebagai perwakilan partisipasi masyararakat dalam pendidikan, khususnya sekolah.

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat guna menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas.

Hal tersebut memerlukan strategi besar, dan tidak bisa langsung diterapkan MPMBS, tanpa didahului diagnosis ter-hadap masyarakat. Kebijakan MPMBS sulit dilaksanakan untuk memperbaiki pendidikan, karena selain kesiapan sekolah dan masyarakat, birokrat pendidikan juga menjadi masalah penting.

Masalah implementasi kebijakan sering kali menggunakan pendekatan berbagai model kebijakan, di mana salah satunya adalah model policy network (jejaring kebijakan). Dalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap penyusunan kebijakan publik, terutama pada tahap perumusan kebijakan.

11

Page 24: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Pendekatan jejaring (network approach) dalam kebijakan publik mengalami perkembangan pesat dengan pertumbuhan organisasi cluster dan quango sebagai hasil interaksi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia pendidikan dapat meningkatkan mutu sumberdaya manusia. Upaya peningkatan kualitas ini secara otomatis harus didukung semua pihak yang terlibat dalam jejaring kebijakan, dimulai dari pemerintah se-bagai pemegang kebijakan, pengelola sekolah, dan masyarakat yang merupakan bagian dari stakeholders pendidikan.

Masyarakat yang merupakan golongan orangtua sebagai jejaring pertama membentuk Komite Sekolah. Komite ini di-bentuk dengan harapan agar dapat melaksanakan empat peran, yakni sebagai advisory agency, supporting agency, controlling agency, dan mediator antara sekolah dengan masyarakat. Pelak-sanaan empat peran tersebut secara optimal diharapkan mampu meningkatkan mutu layanan pendidikan.

Hubungan kelembagaan antara Komite Sekolah dengan Kepala Sekolah dan guru bukan hubungan hierarkis—biasanya, pada struktur organisasi dihubungkan dengan tanda garis— tetapi merupakan hubungan kemitraan bersifat koordinatif— biasanya pada struktur organisasi dihubungkan dengan garis putus-putus.

Sementara hubungan antara guru dengan Kepala Sekolah, hierarkis. Namun demikian, hubungan ketiga lembaga tersebut merupakan model hubungan kerja sama dan koordinasi dalam rangka implementasi kebijakan MPMBS.

12

Page 25: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Dewan Pendidikan merupakan badan bersifat mandiri yang tidak mempunyai hubungan hierarki dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Satuan Pendidikan, dan Lembaga-lembaga Pemerintah lainnya mengacu kepada kewenangan masing-masing, berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Peran yang dijalankan Dewan Pendidikan adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung, baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.

Di samping itu, Dewan Pendidikan berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta mediator antara Pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) dengan masyarakat.

Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat dan dapat ditambah dengan unsur birokrasi (legislatif). Unsur masyarakat dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan, tokoh masyarakat (ulama, budayawan, pemuka adat, dan lain-lain), juga anggota masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang dijadikan figur di daerah.

Implementasi kebijakan MPMBS diharapkan dapat terjalin dengan optimal. Koordinasi yang merupakan kerja sama pelaksananaan tugas-tugas berbeda sehingga tidak terjadi pekerjaan yang sama, dikerjakan oleh orang atau lembaga yang

13

Page 26: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

berbeda pada bagian yang berbeda. Dengan adanya koordinasi tugas untuk tiap-tiap bagian atau lembaga, pekerjaan akan dikerjakan sesuai dengan rencana dan tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan.8

Agar implementasi kebijakan MPMBS berjalan secara baik maka masing-masing lembaga (Komite Sekolah, Guru, dan Kepala Sekolah) harus memahami tugas, kewajiban, fungsi, dan peran masing-masing lembaga serta membutuhkan koordinasi.

Dengan menelusuri kemunculan MPMBS di Kota Bandung, berkaitan erat dengan masuknya dana bantuan dari negara dan lembaga asing. USAID PRIORITAS merupakan bagian kesepakatan Pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia dalam penanganan program peningkatkan kualitas akses pendidikan dasar (SD/MI, SMP, dan MTs). Hal itu sudah terjadi, jauh sebelum Depdiknas menjadikan MPMBS sebagai kebijakan nasional pada tahun 2000.

Dengan berbagai negara dan organisasi pemberi dana maka model pelaksanaan MPMBS-nya pun berbeda-beda. Misalnya, untuk wilayah SD Negeri Merdeka dan SD Negeri Karang Pawulang, USAID sudah menjadi pelopor.

Badan Bantuan Pembangunan Pendidikan Internasional Amerika itu telah memberikan semangat para guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), terutama yang saat sekarang mendapat kesempatan pendampingan dari Lembaga Pendidikan

8. Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah; Teori Dasar dan Praktik. Bandung: Refi ka Aditama.

14

Page 27: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk, yakni UNNES dan IAIN Walisongo Semarang.

Berbagai sekolah mitra berkesempatan mengembangkanProgram USAID dalam mengantarkan anak didiknya menujuPembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM).9

Sekolah yang sudah dapat menjalankan jejaring MPMBS cenderung dapat mengoptimalkan mutu pendidikannya, terutama di bidang fasilitas sarana prasarana sekolah, personel (guru dan Kepala Sekolah), serta kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut. Dengan terjalinnya jejaring MPMBS yang optimal maka dapat dilihat, keadaan fisik sekolah akan lebih baik dibandingkan dengan sekolah yang jejaring MPMBS-nya tidak berjalan dengan baik.

Sekolah dasar negeri di Kota Bandung yang implementasi jejaring kebijakan MPMBS-nya sudah berjalan dengan baik mempunyai fasilitas, personel, dan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, fasilitas kelas, kamar mandi, meja, kursi yang sesuai, karena sistem jejaring sekolah dengan pihak swasta sudah berjalan dengan baik.

Sementara apabila jejaring MPMBS di sekolah belum ter-implementasikan dengan baik maka sekolah akan kesulitan untuk mengoptimalkan mutu pendidikan. Sekolah tersebut hanya mengandalkan dana BOS untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

9. https://suaraguru.wordpress.com/2014/05/10/program-usaid-bagi-perkembangan-sekolah-di-indonesia.

15

Page 28: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Fenomena ini menunjukkan, dengan terbentuknya jejaring kebijakan MPMBS dapat mengoptimalkan mutu pendidikan di Kota Bandung.

Sekolah Dasar Negeri Karang Pawulang, Sekolah Dasar Negeri Merdeka 5, Sekolah Dasar Negeri Pajagalan 58, Sekolah Dasar Negeri Margahayu Raya Blok I, Sekolah Dasar Negeri Sukarasa, merupakan sekolah dasar negeri terkemuka di Kota Bandung yang sudah menjalankan jejaring kebijakan MPMBS.

Pengembangan budaya dilakukan dengan peningkatan sarana prasarana berupa rehabilitasi ruang kelas belajar, peningkatan kebersihan dan keasrian sekolah, membuat rambu-rambu atau slogan-slogan pengingat, serta memperbanyak tempat sampah.

Selain itu, membuat program pengelolaan sampah, tersedia-nya kelengkapan sarana dan prasarana untuk pengembangan bidang kesenian dan olahraga, serta media pembelajaran yang berteknologi tinggi, seperti tape recorder, sound system, CD interaktif, internet, kelas audio-video, netbook, dan in focus.10

Jejaring kebijakan dalam MPMBS bukan hanya menuntut peran serta atau keterlibatan para aktor sebagai partisipan, tetapi juga hubungan saling menguntungkan di antara partisipan dalam kerangka organisasi, yang terdiri dari Kepala Sekolah, guru, staf, Dewan Komite, masyarakat, serta lingkungan.

Pada dasarnya, MPMBS telah dilaksanakan di sekolah dasar negeri, meskipun dalam berbagai kategori tingkatan. Sebagian

10. Sumber data: Renstra tiap sekolah.

16

Page 29: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

sekolah dasar negeri telah menerapkan MBS dengan kategori baik, sedangkan sebagian lain, dalam kategori sedang. Ada pula sekolah dasar negeri dengan penerapan MPMBS berkategori awal atau kurang.

Sesuai konsep implementasi MPMBS, pengaturan satuan pendidikan sekolah berbasis pada potensi masyarakat dan lingkungan di sekitar sekolah. Menurut Mulyasa, agar MPMBS dapat berjalan secara optimal, diperlukan strategi dalam imple-mentasinya.11

Pertama, perlu dilakukan pengelompokan sekolah berdasar-kan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan kon-disi lokasi dan kualitas sekolah. Dalam hal ini, sedikitnya akan ditemui tiga kategori sekolah, yaitu baik, sedang, dan kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan.

Perbedaan kemampuan manajemen mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah, sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam menyerap paradigma baru yang ditawarkan MPMBS.

Kedua, penetapan implementasi MBS melalui tiga tahap, yaitu jangka pendek, yakni tahun pertama sampai dengan tahun ketiga; jangka menengah, yaitu tahun keempat sampai dengan tahun keenam; dan jangka panjang, yakni setelah tahun keenam.

Ketiga, implementasi MPMBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman umum yang dapat dipakai

11. Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

17

Page 30: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta laporan pelaksanaan. Pelaksanaan implementasi perlu diperkenalkan sejak awal, melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan, sejak pelaksanaan jangka pendek.

MPMBS di Indonesia dirintis oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional—sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—beserta pemerintah daerah, dengan bantuan The United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan United Nations Educational Scientific and Cultural Orga-nization (UNESCO) sejak tahun 1999 di 7 kabupaten pada 4 provinsi.

Setelah dinyatakan berhasil pada beberapa sekolah piloting, program MBS memperoleh bantuan pendanaan dari donor, baik dari dalam maupun luar negeri, antara lain NZAID, AusAID, USAID, Plan International, Citibank, Save the Children, JICA, dan Kartika Soekarno Foundation. Implementasi program MPMBS di Indonesia dievaluasi pada tahun 2000, 2002, 2005, dan 2010.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa program pembinaan MBS memberikan dampak positif, antara lain peningkatan manajemen sekolah yang lebih transparan, partisipatif, demokratis, dan akuntabel; peningkatan mutu pendidikan; menurunnya tingkat putus sekolah; peningkatan implementasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan strategi PAKEM; dan peningkatan peran serta masyarakat terhadap pendidikan di sekolah dasar.

18

Page 31: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Pada tahun 2010, program Creating Learning Communities for Children (CLCC) mengadakan monitoring dan evaluasi implementasi MPMBS di Indonesia yang hasilnya antara lain sebagai berikut.

Pertama, tim MBS di tiap-tiap daerah bervariasi dalam hal latar belakang personelnya, kepemilikan program kerja, dan kesolidan dalam bekerja sama. Kedua, antisipasi daerah dalam memberikan dana implementasi MBS yang beragam dengan rentangan, mulai miliaran rupiah sampai tidak mengalokasikan sama sekali.

Ketiga, gugus sekolah memiliki struktur organisasi yang jelas, tugas dan fungsi direncanakan dengan baik, serta melak-sanakan program kerja secara rutin. Keempat, MBS di sekolah yang dijadikan pilot project, diimplementasikan 95% untuk tingkat sekolah, 91% Kepala Sekolah, 80% guru, dan 35% anggota Komite Sekolah.

Kelima, terkait manajemen sekolah, mayoritas sekolah memiliki rumusan visi dan misi yang bisa dimengerti anggota Komite Sekolah, memiliki perencanaan sekolah dan memiliki persentase yang tinggi dalam melaksanakan rencana tersebut, serta memiliki rencana program semester, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran untuk tiap pokok bahasan.

Keenam, dalam implementasi PAKEM, para guru kurang memahami beberapa hal, yakni cara mengimplementasikan PAKEM, cara melakukan pertemuan kerja kelompok untuk mendiskusikan bermacam-macam metode mengajar, penggunaan media pembelajaran, perencanaan pembelajaran dan manajemen

19

Page 32: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

kelas. Keterampilan guru dalam mengevaluasi proses belajar perlu dikembangkan lebih lanjut. Pengorganisasian peserta juga didik kurang baik. Buku-buku sumber belajar banyak yang tidak berkualitas dan pembelajaran individual kadang-kadang kurang diminati peserta didik.

Ketujuh, terkait partisipasi masyarakat, prinsip kerja sama telah diimplementasikan oleh mayoritas sekolah. Rata-rata sekolah belum memiliki persediaan air bersih dan toilet yang baik.

Untuk mengatasi masalah di atas, diperlukan model ke-bijakan yang dapat membantu kelancaran proses belajar meng-ajar di sekolah, terutama pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah yang ada serta peningkatan mutu pendidikan di Kota Bandung. Caranya, melihat sudut pandang pengelolaan pendidikan dengan jejaring kebijakan dalam implementasi kebijakan MPMBS.

Oleh karenanya, Penulis mengkaji jejaring kebijakan dalam implementasi kebijakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di sekolah dasar negeri Kota Bandung. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, jejaring kebijakan dalam implementasi kebijakan MPMBS di sekolah dasar negeri Kota Bandung belumlah efektif.

MPMBS merupakan model pengelolaan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan secara partisipatif dengan melibatkan langsung semua warga sekolah. Tujuannya, peningkatan mutu pendidikan melalui

20

Page 33: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan mem-berdayakan sumberdaya yang tersedia.

MPMBS mulai diterapkan di sejumlah sekolah di Indonesia, termasuk penyelenggaraan pendidikan dari pola sentralistis menjadi desentralistis. Artinya, pendidikan diserahkan secara otonom kepada provinsi, kota, kabupaten, dan sekolah setempat.

Sehubungan dengan itu, Indra Jati Sidi mengemukakan empat isi kebijakan penyelenggara pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka peningkatan mutu, relevansi, efisiensi, dan pemerataan pelayanan pendidikan.12

Pertama, peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan cara menetapkan tujuan standar kompetensi melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Kedua, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah (MBS).

Ketiga, peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis pada masyarakat. Keempat, penyertaan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang ber-keadilan. Penerapannya melalui pola pertanggungjawaban yang akuntabel dan transparan.

Keberhasilan MPMBS ditentukan oleh manajerial yang kokoh, sehingga Kepala Sekolah dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan menyenangkan. Demikian halnya penataan penampilan fisik sekolah dari tahun ke tahun yang

12. Indra Jati Sidi. 2000. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas ParadigmaBaru Pendidikan. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

21

Page 34: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

mengalami perubahan lebih maju, sehingga dapat menumbuhkan daya kreativitas, disiplin, dan semangat belajar peserta didik. Dalam kerangka inilah diperlukan implementasi MPMBS.

Mengimplementasikan MPMBS secara efektif dan efisien haruslah ditunjang dengan Kepala Sekolah yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta wawasan yang luas terhadap sekolah yang dipimpinnya. Wibawa Kepala Sekolah diarahkan pada peningkatan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, dan keteladanan.

Studi ini mengambil Teori Jejaring Kebijakan dari Smith untuk membahas implementasi kebijakan MPMBS di sekolah dasar negeri Kota Bandung, dengan asumsi bahwa interaksi di antara para aktor dalam jaringan menentukan cara, teknik, strategi kebijakan harus diimplementasikan sebagai inti dari network governance yang memfokuskan pada jaringan inter-organisasional.

Pendapat Smith diterangkan E.S. Quade (1977) dalam buku berjudul Analysis for Public Decisions terbitan Elsevier New York.13

Implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith memandang proses implementasi ke-bijakan dari proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, di mana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.

13. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit AIPI.

22

Page 35: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel. Pertama, idealized policy, yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempe-ngaruhi, dan merangsang target group untuk melaksanakannya.

Kedua, target groups, yaitu bagian dari policy stakeholders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi, se-bagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena, kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilaku dengan kebijakan yang telah dirumuskan.

Ketiga, implementing organization, yaitu badan-badan pelak-sana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.

Keempat, environmental factors, yakni unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Model proses atau alur Smith tersebut dapat disajikan sebagai berikut.

23

Page 36: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

24 Gambar 1.1

Model of The Policy Implementation Process

Implementing Target GroupOrganization

Policy MarkingProcess Policy Idealized Policy Tensions

Environemental FactorsTransactio

Feedback Institutions

Sumber: Smith (1977), The Policy Implementation Process

Page 37: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Smith menyatakan, dalam proses implementasi kebijakan yang ideal akan terjadi interaksi dan reaksi dari organisasi pengimplementasi, kelompok sasaran, dan faktor-faktor ling-kungan yang mengakibatkan munculnya suasana agak memanas (tensional), kemudian diikuti tindakan tawar-menawar atau (transaksi).

Dari transaksi tersebut, diperoleh umpan balik yang oleh pengambil kebijakan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan selanjutnya.

Ada empat variabel yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi. Keempat variabel tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik.

Oleh karena itu, terjadi ketegangan-ketegangan (tensions) yang bisa menyebabkan timbulnya protes-protes, bahkan aksi fisik, di mana hal ini menghendaki penegakan institusi–institusi baru untuk mewujudkan sasaran kebijakan tersebut.

Ketegangan-ketegangan itu bisa juga menyebabkan per-ubahan-perubahan dalam institusi-institusi lini.

Jadi, pola-pola interaksi dari keempat variabel dalam imple-mentasi kebijakan memunculkan ketidaksesuaian, ketegangan, dan tekanan-tekanan. Pola-pola interaksi itu mungkin meng-hasilkan pembentukan lembaga-lembaga tertentu, sekaligus dijadikan umpan balik untuk mengurangi ketegangan dan dikembalikan ke dalam matriks dari pola-pola transaksi dan kelembagaan.

25

Page 38: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Jejaring antara birokrasi dengan stakeholder lainnya, seperti private (sektor swasta) dan segenap civil society (masyarakat madani) berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini menye-suaikan tuntutan publik untuk tercapainya pelayanan yang maksimal.

Jejaring (partnership) merupakan hubungan yang terjadi antara civil society, pemerintah, dan atau sektor swasta dalam rangka mencapai satu tujuan yang didasarkan pada prinsip kepercayaan, kesetaraan, dan kemandirian.14

Dilihat dari kronologinya, perkembangan jejaring stakeholder antara birokrasi dengan stakeholder lainnya mulai terlihat sangat signifikan sebagai dampak reformasi administrasi negara yang menuntut kebutuhan akan jejaring kebijakan.

Perkembangan paradigma dari Old Public Administration (OPA) ke New Public Management (NPM), kemudian New Public Service (NPS) dan good governance menyebabkan tuntutan akan pembangunan jejaring kebijakan dalam proses kebijakan publik semakin signifikan. Hal ini adalah konsekuensi dari lokus publik sebagai negara menjadi masyarakat. Masyarakat dilibatkan dalam mekanisme administrasi publik.

Government yang semua menitikberatkan pada otoritas mengalami perubahan, menjadi governance yang menitikberat-kan pada kompatibilitas di antara aktor kebijakan, yaitu state

14. Hetifah SJ Sumarto. 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. h. 16.

26

Page 39: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

(pemerintah), private (sektor swasta), dan civil society (masya-rakat sipil).15

Salah satu komponen dari stakeholder adalah civil society. Civil society merupakan ruang tempat kelompok-kelompok sosial dapat eksis dan bergerak. Secara umum, yang dimaksud dengan kelompok sosial meliputi Organisasi Non-Pemerintah (LSM), institusi masyarakat di akar rumput, media, institusi pendidikan, organisasi keagamaan, dan lainnya.

Kelompok sosial tersebut dapat menjadi kekuatan penye-imbang dari pemerintah maupun sektor swasta.16 Pada budaya politik negara demokrasi, civil society beserta pemerintah me-miliki tujuan yang sama, yaitu mewujudkan kebaikan bersama (public goods), seperti penyelenggaraan sekolah, pemberdayaan masyarakat miskin, mendirikan wirausaha, dan lainnya.

Hal ini selaras dengan tujuan negara. Sifat hubungan antara civil society dengan pemerintah (birokrasi) adalah penyeimbang, untuk memaksimalkan pencapaian tujuan.17

Sebagai contoh, pemerintah mendirikan sekolah negeri sebagai salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sementara civil society mendirikan sekolah swasta untuk me-nyeimbangkan kebijakan pemerintah mendirikan sekolah negeri agar kebutuhan publik akan pendidikan bisa terpenuhi. Hal

15. Sri Sawitri. 2011. Jejaring Kebijakan Publik: Kerangka Baru PenyelenggaraanPemerintahan. Purwokerto: Universitas Diponegoro.

16. Sumarto, 2009.17. Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi . 2010. Hukum Lembaga Kepresidenan Indo-

nesia. Bandung: PT Alumni.

27

Page 40: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

ini selaras dengan tujuan governance untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang maksimal.

Private sector (sektor swasta) sebagai aktor dalam stake-holder juga memiliki peranan penting. Inti jejaring antara swasta dengan pemerintah adalah pemerintah memberikan dukungan tertentu terhadap investasi dan produksi oleh private sector melalui proteksi atau subsidi, terutama untuk memproduksi barang publik.18

Sering terjadi kesalahan kebijakan, kelemahan institusi, dan kegagalan tata kelola pemerintahan (policy institutional and governance failure) menyebabkan kontrol terhadap sektor privat saat ini yang tidak dapat diseimbangkan, sehingga terjadi eksternalitas. Perlu adanya penyeimbang, yaitu masyarakat (civil society). Koordinasi yang baik dari ketiga aktor, antara government (state) dengan sektor swasta dan civil society meng-hasilkan equrilibrium, menurut Emil Salim.19

Indonesia mengenal tiga jenis jejaring kebijakan, dengan fokus pada subsistem sebagai wadah jejaring. Pertama, jejaring kebijakan vertikal merupakan keterbukaan hubungan aktor dalam jejaring. Kedua, jejaring kebijakan horizontal, yaitu keterbukaan hubungan antar-aktor yang terjadi, hanya dalam tataran antar-subsistem kebijakan dan hanya bagi pembentukan opini elite.

Ketiga, jejaring Kebijakan Laba-laba, yaitu keterbukaan hubungan aktor-aktor antar-koalisi yang terjadi dalam tataran

18. Shut, Harry. 2005. Runtuhnya Kapitalisme. Jakarta: Teraju.19. Aziz, 2010.

28

Page 41: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

antar-subsistem kebijakan dengan peran penengah sebagai pusat dari jejaring.

Solusi representatif implementasi jejaring di Indonesia ada-lah menggunakan model kebijakan laba-laba. Hal ini ditujukan untuk meminimalisasi refraksi, karena bentuk jejaring laba-laba memiliki integritas yang tinggi dan mampu menggerakkan kontribusi seluruh aktor dalam stakeholder.

Jejaring kebijakan tersebut memiliki karakteristik peran penengah dan bertugas menggiring koalisi yang terdiri dari sejumlah institusi publik dan privat pada seluruh tingkatan pemerintahan yang memiliki sejumlah kepercayaan dasar yang digunakan untuk menyusun peraturan, anggaran, dan sumber-daya manusia agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan kepentingan publik.

Jejaring kebijakan tidak mengacu kepada hubungan antar-aktor, tetapi lebih banyak pada keterkaitan antara hubungan-hubungan sosial yang lebih luas, seperti sektor sosial dan koalisi sosial yang lebih menguntungkan.20

Jejaring kebijakan merupakan semacam sistem politik yang terstruktur dengan bentuk yang berbeda yang lebih memper-hatikan governance dan hubungan antara pemerintahan dan pembuat kebijakan.

Model jejaring implementasi kebijakan MPMBS di sekolah dasar negeri Kota Bandung yang berjalan selama ini, secara jelas dapat dilihat pada bagan kerangka berikut.

20. Marind B. and Renate Mayntz. 1991. Policy Networks: Empirical Evidenceand Theoretical Considerations. London: Routledge.

29

Page 42: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

30 Gambar 1.2Bagan Kerangka Pemikiran

Organisasi Pelaksana Sasaran (Kepala Sekolah,(Dinas Pendidikan) Dewan Pendidikan, Komite

Proses Pembuatan Kebijakan

TensionsKebijakan MPMBS

Kebijakan

TransactionFaktor Lingkungan

Institusi

FeedbackPemerintah Swasta Masyarakat

Jejaring kebijakan

Sumber: Modifikasi Penulis dari Smith (1977), The Policy Implementation Process.

Page 43: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Dalam proses pembuatan kebijakan, lantas menghasilkan kebijakan untuk diimplementasikan berdasarkan empat varia-bel, yakni kebijakan ideal, sasaran kebijakan, pelaksana, serta lingkungan kebijakan.

Implementasi kebijakan MPMBS merupakan kebijakan yang tidak berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi di antara sasaran kebijakan, yaitu Kepala Sekolah, guru, Komite Sekolah, dan Dewan Pendidikan, pelaksana kebijakan (Dinas Pendidikan Kota Bandung), serta lingkungan kebijakan.

Dalam proses implementasinya, terjadi ketegangan yang bisa menimbulkan protes atau tawar-menawar di antara institusi untuk mewujudkan pola transaksi dan kelembagaan yang membentuk jejaring antara birokrasi dan stakeholder lainnya, seperti sektor swasta dan masyarakat madani.

Jejaring kebijakan harus dipahami sebagai struktural yang teratur dan spesifik dalam implementasi suatu kebijakan. Jejaring kebijakan merupakan bentuk baru dari politik pemerintah yang direfleksikan dalam suatu hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Model jejaring kebijakan yang tepat dibutuhkan dalam Implementasi kebijakan MPMBS di sekolah dasar negeri Kota Bandung.

Model jejaring kebijakan yang efektif membutuhkan faktor-faktor kepercayaan, komitmen, sumberdaya, aturan, sistem nilai, pemimpin yang inovatif, kepentingan publik, serta pemerataan kesempatan.

31

Page 44: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Studi ini diharapkan dapat bersumbangsih pemikiran pada dunia keilmuan, khususnya pembangunan jejaring kebijakan dalam implementasi kebijakan publik. Bagi Pemerintah Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, hasil studi dapat dijadikan masukan dalam pengembangan dan perbaikan model jejaring kebijakan MPMBS di masa mendatang.

32

Page 45: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Bab 2Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah

Nanang Fattah menjelaskan, pelaksanaan Manajemen Pe-ningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) selalu mempunyai siklus atau proses yang dibedakan menjadi tiga jenis, yakni iden-tifikasi tujuan, tanggung jawab, dan tugas-tugas; pengembangan standar prestasi; serta pengukuran dan penilaian prestasi.21

Berhasil tidaknya MPMBS sangat tergantung pada pengelola di berbagai level untuk mengambil peranan, sesuai peran masing-masing (stakeholders), terutama kerja sama dengan masyarakat dalam menentukan kewenangan, pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah.

Inovasi kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan kualitas dan keadilan (eguitas), pemerataan (equalitas) bagi semua siswa, yang didasarkan pada kebutuhan peserta didik

21. Nanang Fattah. 2003. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

33

Page 46: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

dan masyarakat lingkungannya. Karena, pada hakikatnya, pen-didikan mempersiapkan generasi muda untuk tujuan terjun ke lingkungan masyarakat.

MPMBS memisahkan sistem informasi, penggunaan sumber, metode mengajar belajar dan pemerintahan (government). Orien-tasi MPMBS melibatkan aktor sekolah secara lebih luas dalam mendidik siswa dan memperbaiki kinerja organisasi (sekolah).

Dalam kaitan ini, Fattah menerangkan bahwa MPMBS mensyaratkan prinsip, adanya kebutuhan untuk berubah (sense of change) atau inovasi; adanya re-desain organisasi pendidikan; dan proses perubahan sebagai proses belajar.

Proses belajar dan re-desain harus ditentukan dan dikelola secara sadar. Kontekstualisme menekankan pentingnya pe-mahaman terhadap semua ini dan proses perubahan secara kontekstual. Elemen kontekstual adalah bagian dari lingkup di mana perubahan terjadi dan sekolah harus beradaptasi.

A. TeoriMPMBS secara konsepsional akan membawa dampak pada

peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi mana-jemen keuangan, pemerataan lewat perubahan kebijakan desen-tralisasi di berbagai aspek, seperti politik, edukasi, administrasi, dan anggaran pendidikan.

Selain meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisien operasional pendidikan, MPMBS bertujuan politik, terutama iklim demokratisasi di sekolah. Konsep manajemen berbasis

34

Page 47: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

22 Gambar 2.1.

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah

.ibid

¾.XULNXOXP(¿VLHQVL$VSHN $VSHN ¾3%0 3HQLQJNDWDQ

(GXNDWLI 3ROLWLN ¾6XPEHU 0XWX 0DQDMHPHQ¾'D\D

$VSHN 7XMXDQ (¿VLHQVL'HVHQWUDOLVDVL 0%6 .LQHUMD$GPLQLVWUDVL .HXDQJDQ6HNRODK

¾.RPLWPHQ

$VSHN6WDNHKROGHUV

7XMXDQ3HPHUDWDDQ

¾%DQJXQ0RGHO)LQDQVLDO 3ROLWLN

.HVHPSDWDQ

¾$QDOLVLV6ZRW¾3URIHVLRQDOLVDVL

35

Page 48: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

.berikut 22sekolah,

sebagaiadalahFattahdigambarkansebagaim

ana

Page 49: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Hanson dan Illrick mengungkapkan keberhasilan mana-jemen berbasis sekolah (MBS) di Spanyol, yaitu menciptakan kualitas manajemen dan pendidikan sebagai strategi perbaikan kinerja sekolah yang mampu meningkatkan kemauan dan ke-mampuan Kepala Sekolah untuk memperbaiki proses belajar mengajar.23

Peter Drucker mempopulerkan MBS sebagai suatu pen-dekatan terhadap perencanaan. Sejak itu, diberlakukan Mana-gement by Objectivity (MBO), bertujuan memperjelas dan menjabarkan tahapan tujuan organisasi. Dengan MBO, dilaku-kan proses penentuan tujuan bersama antara atasan-bawahan, menajer tingkat atas bersama-sama dengan menajer tingkat bawah menentukan tujuan unit kerja, agar serasi dengan tujuan organisasi.

B. TujuanMPMBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk

mencapai keunggulan bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi yang dinyatakan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan lan-dasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang ber-kualitas dan berkelanjutan, baik secara mikro maupun makro.

Mulyasa menjelaskan, MPMBS yang ditandai dengan ada-nya otonomi sekolah dan peran aktif masyarakat merupakan kepekaan pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di

23. ibid.

36

Page 50: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

masyarakat, bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas, mutu, dan pemerataan pendidikan. Hal-hal berikut sebagai penandanya.

1. Peningkatan efisiensi dan efektivitas diperoleh antara lain dengan turut aktifnya masyarakat dalam mengelola sumber-daya masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

2. Untuk peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain me-lalui partisipasi orangtua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, serta peningkatan profesio-nalisme guru dan Kepala Sekolah.

3. Peningkatan pemerataan dapat diperoleh melalui partisi-pasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentraasi pada kelompok tertentu. Hal ini sangat me-mungkinkan, karena rasa kepemilikan masyarakat terhadap sekolah sangat tinggi.24

Secara garis besar, tujuan MPMBS dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Membantu sekolah menjelaskan pengelolaan sekarang dan mendatang.

2. Mendorong dan mendukung partisipasi masyarakat.

3. Mendorong adanya pembuatan keputusan (decision making) di tingkat sekolah.

4. Mendorong terciptanya ketentuan dalam perencanaan dan pelaksanaan.

24. Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

37

Page 51: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Sukses atau tidaknya tujuan MPMBS sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah segala faktor pada diri pelaku pendidikan yang dapat mempengaruhi keberhasilan MPMBS, antara lain wawasan, kemampuan profesional, sikap mental, pengalaman lapangan, dan kemampuan bekerja sama.

Sementara faktor eksternal adalah segala pengaruh yang datang dari luar atau yang dapat menunjang keberhasilan MPMBS, meliputi sarana dan prasarana, lingkungan sekolah, pengawasan, dan kesejahteraan guru.

Berikut tujuan dari MPMBS.

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, melalui pengambilan keputusan bersama.

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar-sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut.

1. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orangtua, dan guru.

38

Page 52: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumberdaya lokal.

3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik, seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.

4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.

C. ManfaatManajemen MPMBS memberikan kebebasan dan kekuasaan

yang besar pada sekolah disertai tanggung jawab. Keleluasaan sekolah dalam menentukan aktivitas pendidikan dapat memberi ruang gerak kepada Kepala Sekolah, guru, orangtua murid, dan masyarakat, sehingga inovasi, dedikasi, dan eksperimentasi akan selalu tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, pendidikan dapat dilakukan secara profesional.

MPMBS akan memunculkan Kepala Sekolah yang inovatif dan kreatif. Guru akan didorong melakukan aktivitasnya lebih profesional, karena kurikulum dapat dikembangkan sesuai de-ngan tuntutan peserta didik dan masyarakat. Begitu juga dengan orangtua didik yang dapat mengawasi secara langsung proses belajar anaknya. Kontrol pun dapat dilakukan oleh masyarakat.

Dalam pengelolaan MPMBS, diperlukan pengelolaan lem-baga yang akuntabel, transaparan, egaliter, dan demokratis, serta menghapuskan monopoli pengelolaan pendidikan.25

25. ibid.

39

Page 53: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Secara lebih jelas dapat dilihat bahwa manfaat dari MPMBS adalah sebagai berikut.

1. Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru, sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya.

2. Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam me-nyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme Kepala Sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah.

3. Guru didorong untuk berinovasi.

4. Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat me-ningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik.

D. Faktor-faktor yang Perlu DiperhatikanDalam melaksanakan MPMBS, Mulyasa menjelaskan be-

berapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan, prioritas pemerintah, peranan orangtua, manajerial, dan pengembangan profesi.26

1. Kewajiban Sekolah

Sekolah yang berpola MPMBS berkewajiban melakukan aktivitasnya secara profesional. Oleh sebab itu, perlu adanya

26. ibid.

40

Page 54: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

monitoring dan pertanggungjawaban akuntabel. Di samping otonomi sekolah yang luas, kebijakan pemerintah pun tidak diabaikan. Pelayanan kepada peserta didik ditingkatkan, serta bersama masyarakat, dapat bekerja sama.

2. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah

Pemerintah pada kapasitasnya sebagai perumus tujuan nasional tentu menyusun skala prioritas. Oleh sebab itu, efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan, serta pedoman umum tentang MPMBS yang telah ditentukan oleh pemerintah sebagai parameter jaminan keberhasilan pendidikan harus dilaksanakan secara efektif, sesuai dengan manajemen Sistem Pendidikan Nasional.

Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah, sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat, sebagai berikut.

a. Menetapkan standar kompetensi siswa dan warga, peraturan kurikulum nasional dan sistem penilaian hasil belajar, penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pedidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan maha-siswa.

b. Menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu.

c. Menjaga kesetaraan mutu antara daerah kabupaten/kota dan antara daerah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok.

41

Page 55: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

d. Menjaga keberlangsungan pembentukan budi pekerti, semangat kebangsaan, dan jiwa nasionalisme, melalui program pendidikan.

Pemerintah daerah berperan memfasilitasi dan membantu staf sekolah, mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa, serta seleksi karyawan.

Terkait kurikulum, Pemda mengkhususkan tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan, serta memberikan kesempatan ke-pada sekolah untuk menentukan metode, guna menghasilkan mutu pembelajaran.

Pemerintah kabupaten/kota menjalankan tugas dan fungsi berikut.

1. Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta.

2. Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset atau sumberdaya pendidikan, meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan sebagainya.

3. Melaksanakan pemberian tugas pembinaan dan pengurus-an atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pen-didikan.

4. Selain itu, Dinas Kabupaten/Kota bertugas sebagai evaluator dan inovator, motivator, standarisator, informan, delegator, dan koordinator.

42

Page 56: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

3. Peranan Orangtua dan Masyarakat

MPMBS memerlukan manajerial yang terampil, berdedikasi, inovatif, dan dapat menciptakan hubungan harmonis antara elemen pelaku pendidikan, terlebih mampu memberdayakan otoritas daerah, serta mengefisiensikan sistem, sehingga sekolah menjadi tumpuan pemikiran masyarakat, juga orangtua siswa, melalui Dewan Sekolah (school council), sehingga orangtua dan masyarakat dapat lebih memahami kebutuhan dan keinginan bersama, demi tercapainya tujuan pendidikan.

Menurut aliran-aliran baru dalam pendidikan dan pengajaran, selalu dianjurkan agar sekolah jangan menjauhkan diri dari masyarakat. Sekolah hendaknya menjadi cermin bagi masyarakat sekitar, serta dirasa oleh masyarakat bahwa sekolah adalah kepunyaan dan memenuhi kebutuhan mereka.

Komite Sekolah memiliki peran penetapan kebijakan-kebijakan yang lebih luas, yakni menyatukan dan memperjelas visi, baik untuk pemerintah daerah dan sekolah itu sendiri. Selainnya, menentukan kebijakan sekolah, visi, dan misi se-kolah dengan mengacu kepada ketentuan nasional dan daerah. Komite Sekolah menganalisis kebijakan pendidikan, melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat, serta menyatukan seluruh komponen sekolah.

Pengawas Sekolah berperan sebagai fasilitator antara ke-bijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah, antara lain menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis, ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi Pemda.

43

Page 57: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Mereka memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai model dalam melaksanakan MPMBS dengan cara melakukannya sendiri, serta menciptakan jalur komunikasi antara sekolah dan Staf Pemda.

4. Peranan profesionalisme dan manajerial

Pelaksanaan MPMBS menuntut Kepala Sekolah, guru, dan tenaga administrasi untuk berlaku dan bertindak secara profesional. Oleh sebab itu, apa yang diputuskan disertai dengan penuh pertimbangan, lebih-lebih bagi Kepala Sekolah yang harus memiliki hal-hal berikut.

a. Kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masya-rakat.

b. Kepahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan.

c. Kemampuan memprediksi keadaan sekarang dan yang akan datang.

d. Kemauan dan kemampuan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan pendidikan secara efektif dan efisien.

e. Kemampuan untuk memanfaatkan peluang dan mengon-septualisasikan arah baru yang lebih maju.

Pada tingkat sekolah, peran Kepala Sekolah sangat sentral sebagai figur pengambil kebijakan dan keputusan strategis dalam pengembangan sekolah.

44

Page 58: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Untuk itu, dalam kerangka MBS, integritas dan profesio-nalitas Kepala Sekolah sangat dibutuhkan. Peran Kepala Sekolah memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai berikut.27

a. Sebagai evaluator pengukuran, seperti kehadiran, kerajinan, dan pribadi para guru, tenaga kependidikan, administrasi sekolah, dan siswa.

b. Sebagai manajer yang memahami dan mampu mengaplikasi-kan fungsi-fungsi manajerial (planning, organizing, actuating, dan controlling).

c. Sebagai administrator, bertugas sebagai pengendali struktur organisasi (pelaporan dan kinerja sekolah), melaksanakan administrasi substantif (kurikulum, siswa, personalia, ke-uangan, sarana, humas, dan administrasi umum).

d. Sebagai supervisor yang memberikan pembinaan atau bim-bingan kepada para guru dan tenaga kependidikan.

e. Sebagai leader yang mampu menggerakkan orang lain agar melakukan kewajibannya secara sadar dan sukarela.

f. Sebagai inovator yang cermat dan cerdas melakukan pem-baruan dan inovasi.

g. Sebagai motivator yang memberikan semangat dan dorongan kepada para guru dan staf untuk bergairah dalam pekerjaan.

Kepala Sekolah juga seorang designer, motivator, fasilitator, dan liaison. Sebagai designer, ia membuat rencana dengan

27. Ernie T. Sule dan Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Prenada.

45

Page 59: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

memberikan kesempatan agar tercipta diskusi-diskusi secara demokratis, menyangkut isu dan permasalahan seputar sekolah dengan tim pengambil keputusan sekolah.

Sebagai fasilitator, Kepala Sekolah mendorong proses pengembangan kemampuan seluruh staf dan mampu menyediakan serta mempergunakan semua sumberdaya untuk pengembangan sekolah.

Sebagai liaison atau penghubung sekolah dengan dunia di luar sekolah, Kepala Sekolah membawa ide-ide baru dan hasil-hasil studi di sekolah dan mampu mengkomunikasikan kinerja dan hasil sekolah kepada stakeholders di luar sekolah. Kepala Sekolah mampu memberikan pembinaan (mental, moral, fisik, dan artistik) kepada para guru dan staf serta para siswa.

E. Ciri dan KarakteristikMPMBS menawarkan konsep pendidikan terdesentralisasi.

Hal itu memberikan harapan baru pada dunia pendidikan, karena mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah. Mulyasa menjelaskan ciri dan karakteristik MPMBS sebagai berikut.28

28 Mulyasa. 2003. ‘MPMBS dalam Otonomi Sekolah’.

46

Page 60: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Tabel 2.1Ciri-ciri Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

Organisasi Proses Sumberdaya SumberdayaSekolah Belajar Manusia dan

Mengajar AdministrasiMenyediakan Meningkatkan Memberdaya- Mengidentifi-Manajemen kualitas kan staf dan kasi sumber-organisasi ke- belajar siswa menempat- daya yangpemimpinan kan personel diperlukantransforma- yang dapat dan meng-sional dalam melayani alokasikanmencapai keperluan sumberdayatujuan semua siswa tersebut se-sekolah suai dengan

kebutuhan

Menyusun Mengembang- Memilih staf Mengelolarencana kan kurikulum yang memi- dana sekolahsekolah dan yang cocok liki wawasanmerumuskan dan tanggap manajemenkebijakan terhadap berbasisuntuk kebutuhan sekolahsekolahnya siswa dansendiri masyarakat

sekolah

Mengelola Menyeleng- Menyediakan Menyediakankegiatan garakan kegiatan dukunganoperasional pengajaran untuk pe- administratifsekolah yang efektif ngembangan

profesi padasemua staf

47

Page 61: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Menjamin Menyediakan Menjamin Mengelolaadanya program pe- kesejahteraan dan memeli-komunikasi ngembangan staf hara gedungyang efektif yang diperlu- dan siswa dan saranaantara kan lainnyasekolah dan siswamasyarakatterkait (schoolcommunity)

Menjamin ter- Program pe- Kesejahteraan Memeliharapeliharanya ngembangan staf dan gedung dansekolah yang yang di perlu- siswa sarana lain-bertanggung kan siswa nyajawab (akun-tabel kepadamasyarakatdan pemerin-tah)

Tabel ini menunjukkan bahwa ciri MPMBS dapat dilihat dari proses belajar-mengajar, sumberdaya manusia, dan sumberdaya administrasinya. Selanjutnya, di bawah ini adalah karakteristik MPMBS.29

29. ibid.

48

Page 62: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Tabel 2.2Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

KARAK- IMPLEMENTASI CONTOH HASILTERISTIK

Output Akademik Nilai NEM menjadi lebihtinggi

Non-akademik Prestasi olahraga dari nomor2 menjadi nomor 1

Proses Keefektifan PBM Internalisasi apa yangdipelajari mampu belajarcara belajar

Kepemimpinan Prakarsa kreatifsekolah yang kuat

Manajemen yang Analisis kebutuhan danefektif perencanaan yang tepat

Memiliki budaya Informasi kualitas untukmutu per baikan, bukan untuk

mengkontrolKewenangan sebatastanggung jawab. Hasil diikutireward dan punishment.Imbal jasa sepadan denganpekerjaan

Memiliki teamwork Output adalah hasil kolektif,cerdas, kreatif, bukan hasil individudan inovatif

Memiliki Memiliki kemampuan dankemandirian kesanggupan kerja tanpa

bergantung atasanMemiliki sumberdaya yangcukup

49

Page 63: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Partisipasi warga Rasa memiliki, rasasekolah tanggung jawab, tingkatdan masyarakat dedikasi

Memiliki keter- Keterbukaan membuatbukaan keputusanmanajemen Keterbukaan penggunaan

uang, penyusunan program,dan evaluasi program

Memiliki kemau- Perubahan adalahan untuk berubah kenikmatan, diam adalah(psikologis dan musuh sekolahfisik) Perubahan terkait dengan

peningkatan anak didik

Evaluasi dan Tiada hari tanpa perbaikanperbaikanberkelanjutan

Responsif Tanggap terhadap aspirasidan antisipatif peningkatan mututerhadapkebutuhan

Sekolah memiliki Pertanggungjawabanakuntabilitas sekolah terhadap orangtua,

masyarakat, siswa,pemerintah

Memiliki Peningkatan SDM,sustainabilitas partisipasi masyarakat tinggi

50

Page 64: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Inputpendidikan

Memiliki kebijakan Tujuan sekolah jelas tentangmutu kebijakan mutu

Kebijakan mutu disusunKepala Sekolah,disosialisasikan kepadawarga sekolahPemikiran, tindakan,kebiasaan, karakter, diwarnaikebijakan mutu

Sumberdaya Mampu mendayagunakantersedia sumberdaya terbatas demi

mutuMemiliki harapan Kepala Sekolah memilikiprestasi yang komitmen dan motivasitinggi tinggi untuk mutu

Guru dan karyawan memilkikomitmen dan motivasitinggi untuk mutu anakdidiknya, walau sumberdayasekolah terbatas

Fokus pada Anak didik adalah fokuspelanggan kegiatan sekolah

pemuasan pelanggandengan mendayagunakansumberdaya maksimal

Manajemen yang Rencana sistematis dantertata teperincijelas Tugas jelas

Program pendukung rencanaAturan main yang jelas.Kendali mutu yang berjalanefektif dan efi sien

51

Page 65: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Konteks penerapan MBS adalah dalam rangka membentuk sekolah yang memiliki kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas, sebagaimana pesan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 Pasal 49 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan hal-hal berikut.

1. Kemandirian

Kemandirian dapat diartikan sebagai kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Kemandirian dari sisi program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama keman-dirian sekolah. Jadi, kemandirian sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan pen-didikan nasional yang berlaku.

2. Kemitraan

Setiap warga sekolah mempunyai fungsi dan peran yang spesifik. Hubungan antar-warga sekolah didasarkan atas ke-mitraan atau partnership, yaitu bentuk hubungan setara dalam berbagi tanggung jawab, sesuai dengan fungsi dan perannya.

3. Partisipasi

Sekolah dapat mewujudkan visinya, kalau semua warga terlibat, sesuai dengan fungsi dan perannya. Pelibatan warga

52

Page 66: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi.

Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerja sama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan.

4. Keterbukaan

Keterbukaan memberi kesempatan kepada warga sekolah untuk mengetahui hal-hal yang sedang terjadi dan memahami kondisi nyata sekolah. Pemahaman ini menjadi awal tumbuhnya kepedulian warga sekolah.

5. Akuntabilitas

MPMBS harus dipahami sebagai model pemberian kewe-nangan yang lebih besar kepada sekolah. Sebagai konsekuensi-nya, sekolah harus bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Untuk itu, sekolah berkewajiban mempertanggung-jawabkan kepada publik tentang apa yang dikerjakan sebagai konsekuensi dari mandat yang diberikan oleh publik. Artinya, akuntabilitas publik menyangkut hak publik untuk memperoleh pertanggungjawaban penyelenggara sekolah.

53

Page 67: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

54

Page 68: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap
Page 69: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Daftar Pustaka

Amaral, Alberto et. al. 2002. Governing Higher Education: National Perspectives on Institutional Governance. New York: Springer.

Anderson, James A. 1975. Public Policy Making: Basic Conceptin Political Sciences. New York: Praeger University Series.

Axelrod, R. 1997. The Complexity of Cooperation: Agent-Based Models of Competition and Collaboration. New Jersey: Princeton Univ. Press.

Birner, R., and H. Wittmer. 2003. Using Social Capital to Create Political Capital: How Do Local Communities Gain Political Influence? A Theoretical Approach and Empirical Evidence from Thailand. In: Dolsak, N., dan E. Ostrom (Eds.), The Commons in the New Millenium, Challenge and Adaptation. Cambridge and London: MIT Press.

191

Page 70: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Calista, Donald J. 1987. Bureaucratic and Governmental Reform:Public Policy Studies. Bradford: JAI Press.

Cooper, Donald R. & Pamela S. Schlinder. 2008. Business Research Methods. Mc Graw-Hill. New York.

Creswell, John W. 2004. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. London:

SAGE Publications.

Denhardt, Janet V. & Robert B. Denhardt. 2007. The New Public Service. New York: ME Sharp.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2005. Qualitative Research. Third Edition. Sage Publication. Inc. California.

Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Panduan Implementasi

Standart Penilaian pada KTSP di Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Dewan Riset Nasional Kementerian Riset dan Teknologi. 2010. Kemitraan dalam Penguatan Sistem Inovasi Nasional. Jakarta: Kementerian Riset dan Teknologi Dewan Riset Nasional.

Dye, Thomas R. 1990. Understanding Public Policy. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy.Washington: Congressional Quarterly Press.

Fattah, Nanang. 2003. Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung: Rosda Karya.

Fukuyama F. 1995. Trust: The Social Virtues and The Creationof Prosperity. New York: Free Press.

192

Page 71: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Goggin, M.L., Bowman, A.O.M., Lester, J.P., O’Toole, L.J. Jr. 1990. Implementation Theory and Practice. Toward a Third Generation. New York: Harper Collins.

Grindle, Merilee S. (ed.). 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. Princeton: Princeton University Press.

Hamidi, Jazim & Mustafa Lutfi. 2010. Hukum Lembaga Ke-presidenan Indonesia. Bandung: PT Alumni.

Hanf and FW Scharpf. 1978. Interorganisational Policy Making.London: Sage.

Hidayat, Aceng. 2007. Pengantar Ekonomi Kelembagaan, Modul Mata Kuliah, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Bogor: FEM-IPB.

Hill, Michael & Hupe Peter. 2002. Implementing Public Policy: Govenance in Theory and in Practice. London: Sage Publications.

Hogwood, Brian W. & Lewis A. Gunn, 1978. Policy Analysis for the Real World. Oxford: Oxford University Press.

Howlett, Michael and M. Ramesh. 1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems. Oxford: Oxford University Press.

Islamy, Irfan, 2009, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Jennings, Gayle. 2001. Tourism Research. Queensland: John Wiley & Sons Australia Ltd.

193

Page 72: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Kickert, Walter; Erik Hans Klijn; dan Joop Koppenjan. 1997.Managing Complex Networks: Strategies for the Public Sector.London: Sage.

Kismartini. 2011. Analisis Kebijakan. Jakarta: Penerbit Uni-versitas Terbuka.

Lindblom, CE. 1965. The Intelligence of Democracy: DecisionMaking through Mutual Adjustment. London: Free Press.

Lipsky, Michael. 1980. Street-level bureaucracy: dilemmas of the individual in public services. New York: Russell Sage Foundation.

Lyons, W.E., David Lowery, and R.H. Dehoog. 1992. The Politics of Dissatisfaction: Citizens, Services and Urban Institutions. Armonk, NY: ME Sharp.

Marind B and Renate Mayntz. 1991. Policy Networks :Empirical Evidence and Theoretical Considerations,

Mazmanian, Daniel A. & Paul A. Sabatier. 1989. Implementation and Public Policy. Maryland: University Press of America.

Meter, Donald S. van & Carl E. van Horn. 1975. The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework. Ohio: Department of Political Science Ohio State University.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1994. Analisis dan Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. UI Press, Jakarta.

Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT RemajaRosda Karya.

194

Page 73: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori DanPraktek Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media.

Peterson, J. & Bomberg, E. 1981. Policy Change and Learning:An Advocacy Coalition Approach. Oxford: Westview.

Richardson, JJ. & AG. Jordan. 1979. Governing Under Pressure: The Policy Process in a Post-Parliamentary Democracy. Government & Administration Series. Paperback. New Jersey: Wiley-Blackwell.

Ritzer, G. & Douglas, J. G. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media

Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan Praktik,Bandung: Refika Aditama.

Rusk, D. 1995. Cities Without Suburbs. Washington DC:Woodrow Wilson Center Press.

Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. Panuju. 2007. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sabatier, Paul A. and Hank C. Jenkins-Smith. 1993. Policy Change and Learning: An Advocacy Coalition Approach. Arizona: Westview Press Boulder, Co.

Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education.London: Kogan Page Educational Series.

Schotter, A. 1981. The Economic Theory of Social Institutions.Cambridge: Cambridge University Press.

195

Page 74: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Shut, Harry. 2005. Runtuhnya Kapitalisme. Jakarta: Teraju.

Sidi, Indra Jati. 2000. Menuju Masyarakat Belajar: MenggagasParadigma Baru Pendidikan. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Sule, Ernie T. dan Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Prenada.

Sumarto, Hetifah SJ. 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indo-nesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Supeno, H. 2002. Pendidikan Dalam Belenggu Kekuasaan.Magelang: Pustaka Paramedia.

Suwitri, Sri. 2011. Jejaring Kebijakan Publik: Kerangka BaruPenyelenggaraan Pemerintahan. Purwokerto: UniversitasDiponogoro.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung:Penerbit AIPI.

Tachan. 2008. Implementasi Budaya Unggulan di Industri Menuju World Class. Jakarta: Menara Tunggal.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi Pikiran George Edwards. Yogyakarta:YPAPI

Wart, Montgomery van. 1998. Changing Public Sector Values.London: Garland Publishing, Inc.

Woodsong, Mack N. & Macqueen K. 2005. Qualitative Research Methods: A Data Collector’s Field Guide. North Carolina: Research Triangle Park.

196

Page 75: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

Tentang Penulis

Dr. Ine Mariane, M.Si. Lahir di Bandung, 2 Agustus 1968. Penulis menyelesaikan studi Program S-1 Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP, Universitas Pasundan, tahun 1992;

Program S-2 Magister Ilmu Sosial, Bidang Kajian Utama Ilmu Administrasi Universitas Padjadjaran tahun 2006; Program S-3 Pasca Sarjana Unpad Peminatan Administrasi Publik tahun 2017.

Penulis mengajar sejak tahun 1997 sebagai dosen Yayasan Perguruan Tinggi Pasundan pada Jurusan Administrasi Negara FISIP UNPAS dengan Bidang Keahlian Administrasi Negara. Sejauh ini, ia telah menghasilkan karya buku berjudul Human Relations (2017) dan Azas-Azas Manajemen (2018).

Bukan hanya mendedikasikan diri pada pendidikan, penulis juga aktif pada organisasi Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Persatuan Sarjana Administrasi Indonesia (Persadi), dan Indo-nesian Asscosiation for Public Administrastion (IAPA).

197

Page 76: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/40241/1/Jejaring Kebijakan... · Web viewDalam jejaring kebijakan diarahkan untuk membangun stakeholders sebagai jejaring dalam setiap

198