kebijakan indonesia dalam membantu penyelesaian …€¦ · nama : andika yulianto chamil nim :...
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN INDONESIA DALAM
MEMBANTU PENYELESAIAN KONFLIK
ETNIS ROHINGYA-MYANMAR TAHUN
2016-2018
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Andika Yulianto Chamil
11141130000061
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBANTU PENYELESAIAN
KONFLIK ETNIS ROHINGYA-MYANMAR TAHUN 2016-2018
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 31 Januari 2019
Andika Yulianto Chamil
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Andika Yulianto Chamil
NIM : 11141130000061
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBANTU PENYELESAIAN
KONFLIK ETNIS ROHINGYA-MYANMAR TAHUN 2016-2018
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 31 Januari 2019
Mengetahui,
Ketua,
Menyetujui,
Pembimbing
Ahmad Alfajri, MA
NIP.
M. Adian Firnas, M.Si
NIP.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBANTU PENYELESAIAN
KONFLIK ETNIS ROHINGYA-MYANMAR TAHUN 2016-2018
Oleh
Andika Yulianto Chamil
11141130000061
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
14 Februari 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan
Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, MA
NIP.
Eva Mushoffa, MHSPS
NIP.
Penguji I,
Penguji II,
Robi Sugara, M.Sc
NIP: 197709142011012004
Febri Dirgantara Hasibuan, MM
NIP:
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 14 Februari 2019.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Ahmad Alfajri, MA
NIP
v
ABSTRAK
Skripsi ini secara khusus bertujuan untuk menganalisa kebijakan indonesia
dalam membantu penyelesaian konflik etnis rohingya di myanmar pada tahun
2016-2018. Masalah penelitian ini bermula dari kembali masuknya pengungsi
Rohingya ke wilayah Indonesia, setelah sebelumnya pada era presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Pemerintahan Joko Widodo melanjutkan peran yang
dilakukan Indonesia semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pemerintah memberikan bantuan kemanusiaan dan juga diplomasi bilateral
melalui Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Segala bentuk bantuan dan
upaya diplomasi pemerintah ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan
kebijakan Indonesia dalam membantu penyelesaian konflik etnis Rohingya di
Myanmar. Metode kualitatif dan deskriptif analitis menjadi metode penelitian
yang digunakan dalam skripsi ini. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
studi pustaka dengan mencari data yang berasal dari buku, artikel dalam jurnal,
dan laporan resmi berita daring. Dari studi ini menemukan bahwa Presiden Joko
Widodo menerapkan kebijakan-kebijakan yang cukup jelas, baik dalam
menangani pengungsi maupun penyelesaian konflik. Berbagai macam upaya
sudah dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo dalam level internasional
(PBB) dan bilateral (Myanmar, Bangladesh). Bekerja sama dengan UNHCR
dalam menangani pengungsi, dan juga diplomasi bilateral dengan Myanmar dan
juga Bangladesh. Bantuan kemanusiaan pun diberikan kepada para pengungsi di
Cox‟s Bazar dan juga etnis Rohingya di Rakhine State
Kata kunci: Rohingya, Rakhine State, Konflik Etnis, Indonesia, Myanmar,
Kebijakan Luar Negeri, Joko Widodo.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, puji dan syukur selalu penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak
lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW
beserta dengan seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.
Penulis merasa perlu untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak berikut yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Dengan segenap rasa hormat dan kerendahan hati, penulis sangat ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Andre R. Chamil dan Ibu Sri Indartini Chamil, Orang Tua Penulis
yang senantiasa mendidik, memotivasi, menginspirasi, dan selalu mendoakan
Penulis.
2. Kakak dan Kakak Ipar penulis yang selalu mendorong penulis untuk
menyelesaikan Skripsi ini yaitu Mas Rian dan Kak Hana.
3. Bapak M. Adian Firnas, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang selalu
memberikan arahan, motivasi, dan kritik yang membangun dalam perbaikan
penulisan skripsi ini.
4. Sahabat tersayang penulis, Gladis Charisma Inshani. Terima kasih atas segala
dukungan dan perhatian yang telah kamu berikan sejak pertama kali kenal
pada 2013 hingga saat ini. Terima kasih telah selalu sabar mendengarkan
segala keluh kesah penulis dan terus memberikan semangat kepada penulis,
tidak hanya dalam proses penulisan skripsi ini, namun juga setiap saatnya.
Semoga segala doa yang kamu panjatkan segera dikabulkan oleh Allah SWT
dan semoga kamu terus menjadi orang yang lebih baik lagi serta sukses di
kemudian hari, baik dunia maupun akhirat.
5. Segenap jajaran staff dan dosen Program Studi Hubungan Internasional UIN
Jakarta yang telah membagi segudang ilmu serta wawasan yang baru kepada
penulis.
6. Seluruh Staf Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Republik Indonesia
(Divhubinter POLRI), dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar
Negeri (Pusdiklat Kemlu). Terima kasih karena telah memberikan
kesempatan magang dan membimbing Penulis selama magang.
7. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI)
periode 2016 dan periode 2017, dan kepanitian International Relations
Championship (IRON) 2016 yang telah memberikan pengalaman organisasi
dan juga memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengeskplorasi
kelebihan serta kekurangan penulis.
vii
8. Teman-teman penulis yang senantiasa mengisi hari-hari selama kuliah,
Arman, Mia, Rifda, Aldi, Ahda, Aisyah, Wirda, Cesa, dan juga teman-teman
kelas B HI UIN angkatan 2014.
9. Rekan-rekan seperjuangan HI UIN Jakarta angkatan 2014, serta tim Futsal HI
UIN angkatan 2014 (BFC) yang senantiasa mengisi kekosongan jadwal
olahraga penulis.
Penulis berharap bahwa semoga semua bentuk dukungan dan kebaikan
tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak tentu akan sangat
membantu penulis sebagai bahan pertimbangan perbaikan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang besar ke depannya
dalam ranah kajian penelitian pada bidang Ilmu Hubungan Internasional.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 31 Januari 2019
Andika Yulianto Chamil
viii
DAFTAR ISI
KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBANTU PENYELESAIAN KONFLIK
ETNIS ROHINGYA-MYANMAR TAHUN 2016-2018................................................i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................................. iv
ABSTRAK........................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Pernyataan Masalah ...................................................................... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1.5. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 7
1.6. Kerangka Teori ............................................................................ 14
1.6.1. Konsep Kepentingan Nasional ............................................................ 14
1.6.2. Teori Kebijakan Luar Negeri .............................................................. 18
1.7. Metode Penelitian ........................................................................ 21
1.7.1. Tipe Penelitian ...................................................................................... 21
1.7.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 21
1.7.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 22
1.7.4. Teknik Analisis Data ............................................................................ 22
1.7.5. Metode Penulisan ................................................................................. 23
1.8. Sistematika Penulisan ................................................................. 23
BAB II SEJARAH HUBUNGAN INDONESIA-MYANMAR DAN SEJARAH
ETNIS ROHINGYA .................................................................................................... 25
A. Sejarah Hubungan Indonesia-Myanmar ...................................... 25
B. Sejarah Etnis Rohingya .................................................................. 40
BAB III GAMBARAN UMUM KONFLIK ETNIS ROHINGYA DAN SIKAP
PEMERINTAHAN MYANMAR ................................................................................ 45
A. Akar Konflik Secara Historis ......................................................... 45
ix
B. Perlakuan Pemerintah Myanmar Terhadap Etnis Rohingya ..... 49
C. Implikasi dari konflik terhadap kawasan Asia Tenggara ........... 54
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBANTU
PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR PADA 2016 -
2018 ................................................................................................................................ 60
A. Kebijakan Dalam Negeri ................................................................ 60
B. Kebijakan Luar Negeri ................................................................... 67
1) Pemberian Bantuan Kemanusian ........................................................... 68
a) Bantuan Kemanusiaan Pasca Konflik Oktober 2016 ............................ 71
b) Diplomasi Bilateral Indonesia – Myanmar terkait kekerasan Oktober
2016 74
2) Diplomasi Bilateral Indonesia – Myanmar pasca konflik 2017 ........... 75
3) Kemunduran Hubungan Dengan Aung San Suu Kyi ........................... 78
4) Diplomasi Indonesia Pada 2018 .............................................................. 82
C. Beberapa faktor yang melatarbelakangi bantuan Indonesia
dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya ..................................... 83
1) Faktor Internal ......................................................................................... 83
2) Faktor Eksternal....................................................................................... 85
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 88
Kesimpulan ............................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 91
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penanaman FDI Indonesia di Myanmar tahun 2011-2013 .......... 31
Tabel 2.2. Bentuk Diplomasi Ekonomi oleh BUMN Indonesia di Myanmar
..................................................................................................... 34
xi
DAFTAR SINGKATAN
HAM Hak Asasi Manusia
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
SBY Susilo Bambang Yudhoyono
NGO Non-Government Organization
ASEAN Association of South East Asian Nation
FDI Foreign Direct Investment
BUMN Badan Usaha Milik Negara
SDA Sumber Daya Alam
SDM Sumber Daya Manusia
KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
UNHCR United Nations High Commissioner for Refugees
RNDP Rakhine National Development Party
IOM International Organization for Migration
KEMENKUMHAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Perpres Peraturan Presiden
KEMENKOPOLHUKAM Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan
NU Nahdlatul Ulama
PMI Palang Merah Indonesia
MER-C Medical Emergency Rescue Committee
ARSA Arakan Rohingya Salvation Army
ACT Aksi Cepat Tanggap
AKIM Aliansi Kemanusiaan Indonesia
xii
FDI Foreign Direct Investment
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
IMF International Monetary Fund
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan penindasan terhadap etnis
Rohingya di Myanmar sudah berlangsung sejak lama. Myanmar tidak
mengakui etnis Rohingya sebagai anggota warga negaranya, karena
menurut Myanmar, etnis Rohingya merupakan warga pendatang yang
dibawa Inggris dari Bangladesh pada masa penjajahan dan ditempatkan
di daerah Arakan (sekarang Rakhine).1 Pelanggaran HAM tersebut
diperparah ketika tahun 1982, pemerintah Myanmar mengeluarkan
peraturan yang menyangkal komunitas muslim Rohingya sebagai bagian
dari warga negara Myanmar.2 Peraturan tersebut memuat 135 kelompok
etnis yang diakui sebagai bagian dari warga negara Myanmar, namun
etnis Rohingya tidak terdaftar di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan
kaum muslim Rohingya tidak memiliki status kewarganegaraan
(stateless).3 Kewarganegaraan adalah suatu hal yang penting bagi sebuah
1Dewi Asrieyani, (2013),“Peran Office of The High Commissioner for Human Right dalam
Penyelesaian Kasus Genosida Etnis Rohingya di Myanmar (1978-2012)”, Journal Ilmu Hubungan Internasional 1 (2): 42-50, Universitas Mulawarman, hlm. 44. 2Dewi Asrieyani, (2013),“Peran Office of The High Commissioner for Human Right dalam...”,
hlm. 295. 3William J. Jones, (2015) “Myanmar’s Rohingya: Cultural, Violence, and Human Rights Abuses”,
Athena: The 2015 WEI International Academic Confrence Proceedings, Mahidol University International College, hlm.70.
2
negara dan kedaulatannya, oleh karena itu, sangat sulit bagi komunitas
internasional untuk mengintervensi di bawah hukum kewarganegaraan.4
Pelanggaran HAM dan penindasan yang dilakukan oleh
kelompok etnis lain terhadap etnis Rohingya, dan juga tidak adanya
bantuan dari pemerintah Myanmar terkait etnis Rohingya dikarenakan
tidak diakuinya status kewarganegaraan etnis Rohingya, membuat etnis
Rohingya memilih meninggalkan negaranya dan mengungsi, mencari
suaka, di negara tetangganya seperti Bangladesh, dan juga beberapa
negara anggota ASEAN (Association of South East Asia Nation), yaitu
Thailand, Malaysia, dan termasuk juga Indonesia. Namun sangat
disayangkan, Thailand dan Malaysia menolak kedatangan mereka di
tengah laut sebelum menyentuh wilayah kedaulatan mereka dengan
berbagai alasan. 5
Sedangkan Bangladesh menerima kedatangan mereka,
namun dikarenakan kondisi ekonomi Bangladesh yang terbilang
kekurangan (termasuk negara miskin), maka pemerintah Bangladesh
mengembalikan para pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar, atau
menyerahkan mereka ke negara tetangga lainnya. Kondisi tersebut yang
menjadi alasan Indonesia turut aktif membantu penyelesaian konflik
antar etnis di Myanmar ini. Hal ini diperparah dengan tidak adanya
negara anggota ASEAN lain yang benar-benar serius membantu secara
penuh dalam penyelesaian konflik antar etnis ini. Hal tersebut diduga
4William J.Jones, (2015) “Myanmar’s Rohingya: Cultural, Violence, and ...”,hlm. 70
5 Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya, Indonesia, dan ASEAN”, Info Singkat
Hubungan Internasional Vol. VII, No.10/II/P3DI, hlm. 5-6
3
terkait dengan prinsip non-intervensi ASEAN terhadap urusan negara
anggota masing-masing.
Pada konflik etnis Rohingya yang terjadi belakangan ini,
Indonesia telah dan terus melakukan diplomasi dengan pemerintah
Myanmar. Melalui pidato kepresidenan pada September 2017, Presiden
Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, Indonesia menyesalkan aksi
kekerasan yang terjadi di Rakhine State dan perlu adanya aksi nyata
dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pemerintah juga berkomitmen
membantu mengatasi krisis kemanusiaan tersebut.6 Seperti pada
kunjungan ke Manila, Filipina, saat akan menghadiri Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) ASEAN ke-30 pada bulan April 2017, Presiden Jokowi
bertemu dengan State Counsellor Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi.
Presiden Jokowi membahas pentingnya menjaga stabilitas keamanan di
Rakhine State, Myanmar, dimana stabilitas politik Myanmar dapat
berimplikasi terhadap stabilitas keamanan di kawasan ASEAN. Selain
itu, Presiden Jokowi juga menyatakan siap membantu Myanmar dalam
menciptakan perdamaian di Rakhine State, Myanmar, dengan bekerja
sama dalam jangka menengah dan jangka panjang.7
Selain itu, pada bulan September 2017, melalui pidato
kepresidenan, Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah Indonesia telah
6DW, “Indonesia Turun Tangan Bantu Rohingya”, diakses dari
http://www.dw.com/id/indonesia-turun-tangan-bantu-rohingya/a-40351496 pada 7 November 2017 7Algooth Putranto, Misi Menlu Retno, Upaya Jokowi Meneruskan Tradisi Indonesia, diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2017/04/29/14113671/bertemu.aung.san.suu.kyi.jokowi.ingin.ada.kedamaian.di.rakhine pada 7 November 2017
4
menugaskan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno L.P. Marsudi (Menlu
Retno), untuk menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak
seperti Sekertaris Jenderal PBB, António Guterres, dan komisi penasihat
khusus untuk Rakhine State, Kofi Annan. Selain itu, pemerintah juga
memberangkatkan Menteri Luar Negeri ke Myanmar guna
membicarakan peran Indonesia dalam meredam kekerasaan di Myanmar.
Kedatangan Menlu Retno ke Myanmar untuk bertemu dengan Panglima
Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior U Min Aung Hlaing di
Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw, membahas krisis keamanan dan
kemanusiaan yang kembali melanda Rakhine State. Selain itu, Menlu
Retno juga menemui Penasihat Negara Myanmar, Daw Aung San Suu
Kyi. Menlu Retno juga diberangkatkan ke Dhaka, Bangladesh dalam
rangka menyiapkan bantuan kemanusiaan seperti makanan dan obat-
obatan untuk pengungsi etnis Rohingya yang berada di Bangladesh. 8
Menurut Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Ito Sumardi,
Indonesia merupakan satu-satunya negara yang diberi kesempatan untuk
bertemu para pemimpin militer dan pemerintahan di Myanmar. Hal
tersebut dikarenakan Indonesia dihormati dan dianggap sebagai negara
panutan oleh Myanmar.910
8DW “Indonesia Turun Tangan Bantu Rohingya”, diakses dari http://www.dw.com/id/indonesia-
turun-tangan-bantu-rohingya/a-40351496 pada 7 November 2017 9Sapto Nugroho, “Soal Konflik Rohingya, Hanya Indonesia yang Diterima Pemimpin Negara
Myanmar”, diakses dari http://www.tribunnews.com/internasional/2017/09/05/soal-konflik-rohingya-hanya-indonesia-yang-diterima-pemimpin-negara-myanmar pada 7 November 2017 10
Telepon langsung dengan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Ito Sumardi, dengan KompasTV, https://www.youtube.com/watch?v=rGyRnOgJARM diakses pada 7 November 2017
5
Peneliti mengambil judul ini karena melihat adanya kontribusi
yang cukup signifikan dari Indonesia dalam upaya resolusi konflik etnis
yang terjadi di Myanmar. Mulai dari masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), hingga masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Upaya diplomatis, yaitu penekanan terhadap pemerintah Myanmar agar
segera menghentikan kekerasan etnis, terus dilakukan. Pada masa
pemerintahan SBY melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa,
Indonesia sudah melakukan diplomasi publik dalam upaya menekan
pemerintah Myanmar.11
Pada masa pemerintahan Jokowi, Indonesia
mengirim Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi untuk berkomunikasi
secara intensif dengan otoritas setempat terkait krisis yang kian memanas
tersebut.12
Selain itu, alasan lain peneliti mengambil judul ini karena
melihat bagaimana Myanmar menghormati niat baik Indonesia dengan
menerima representatif dari Indonesia, sedangkan menolak representatif
dari negara lain dan bahkan institusi internasional sekalipun.
Judul ini peneliti ambil dengan membandingkan upaya resolusi
konflik yang dilakukan oleh Indonesia pada masa pemerintahan SBY
dengan upaya yang dilakukan oleh Indonesia pada masa pemerintahan
Jokowi yang sudah berjalan selama tiga tahun ini. Agar penelitian ini
mudah dipahami, pembahasan penelitian ini akan dipusatkan pada;
11
Ron Corben, “Jakarta Pressing Burma on Rohingya Legal Rights”, diakses dari https://www.voanews.com/a/indonesia-fm-says-jackarta-pressing-burma-on-rohingya-legal-rights/1698656.html pada 28 Desember 2017 12
Sapto Nugroho, “Soal Konflik Rohingya, Hanya Indonesia yang Diterima...” http://www.tribunnews.com/internasional/2017/09/05/soal-konflik-rohingya-hanya-indonesia-yang-diterima-pemimpin-negara-myanmar
6
pertama, latar belakang dan sejarah singkat konflik yang dialami etnis
Rohingya di Myanmar; kemudian analisis peran aktif Indonesia dalam
menyelesaikan konflik etnis Rohingya di Myanmar.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diambil permasalahan
yang akan dibahas pada bab berikutnya, yaitu “Bagaimana Kebijakan
Indonesia Dalam Membantu Menyelesaikan Konflik Etnis Rohingya
di Myanmar Pada Tahun 2016-2018?”
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini, adapun tujuan-tujuan yang
peneliti harapkan, yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang bagaimana dinamika hubungan antara
Indonesia dan Myanmar terkait resolusi konlfik etnis Rohingya di
Rakhine State, Myanmar.
2. Mengetahui apa saja peran Indonesia dalam resolusi konflik etnis
Rohingya di Rakhine State, Myanmar pada era pemerintahan
Presiden Joko Widodo.
3. Mengetahui alasan dibalik bantuan Indonesia dalam menyelesaikan
konflik etnis Rohingya di Myanmar.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti mengharapkan
penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
7
1. Dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan disiplin Ilmu
Hubungan Internasional, khususnya pada peran yang dilakukan
Indonesia dalam resolusi konflik etnis Rohingya di Rakhine State,
Myanmar.
2. Menjadi salah satu sumber informasi publik, terutama bagi pengkaji
ilmu Hubungan Internasional, dalam hal peran yang dilakukan
Indonesia dalam resolusi konflik etnis Rohingya di Rakhine State,
Myanmar.
1.5. Tinjauan Pustaka
Peneliti mengambil beberapa penelitian sebelumya untuk
digunakan sebagai referensi maupun pembanding dalam penelitian ini.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam studi
ilmiah untuk melanjutkan dan melengkapi penelitian yang sebelumnya
pernah diteliti, serta menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Tinjauan pustaka pertama yang digunakan adalah skripsi milik
Diah Nurhandayani, mahasiswi jurusan Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skrispi yang
dibuat memiliki judul Kebijakan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) Dalam Penyelesaian Kekerasan Etnis Muslim Rohingya di
Myanmar yang ditulis pada tahun 2013. Skrpsi yang ditulis oleh saudari
Diah membahas mengenai kebijakan pemerintah dibawah naungan
Presiden SBY terkait penyelesaian masalah kekerasan yang dialami etnis
Rohingya di Myanmar.
8
Skripsi yang ditulisnya, penulis memiliki sebuah rumusan
masalah utama yang akan dibahas, yaitu mengenai kebijakan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam membantu menyelesaikan
konflik Rohingya. Dalam menjawab rumusan masalah tersebut, penulis
menggunakan Konsep Kepentingan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri.
Konsep Kepentingan Nasional yang digunakan merujuk pada tesis dari
Michael Doyle Simpson yang berjudul A Concept of National Interest.
Michael Doyle memiliki kesimpulan bahwa bangsa yang digerakkan oleh
kepentingan publik untuk menggapai komitmen dan harapan pada
karakter dan aspirasi bangsa disebut sebagai kepentingan nasional.
Selanjutnya, rujukkan yang digunakan oleh penulis adalah konsep
kepentingan nasional oleh Hans J. Morgenthau dengan judul Another
Great Debate: the National Interest of the United States. Morgenthau
menegaskan dalam tulisannya, kepentingan nasional memiliki kaitan
yang kuat dengan pengaruh, kekuasaan, dan kekuatan (power).13
Skripsi ini memberikan sudut pandang yang berbeda dengan
peneliti terkait resolusi konflik etnis Rohingya di Myanmar. Dengan
fokus pada masa pemerintahan Presiden SBY, skripsi ini dapat dijadikan
referensi dan juga pembanding bagi penelitian yang dilakukan peneliti,
karena peneliti lebih fokus pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Penelitian yang akan dilakukan peneliti juga dapat dijadikan pelengkap
13
Diah Nurhandayani, (2013), “Kebijakan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Dalam Penyelesaian Kekerasan Etnis Muslim Rohingya di Myanmar”, hlm. 12-13
9
dari skripsi yang telah ada, karena perbedaan masa pemerintahan dengan
skripsi peneliti.
Tinjauan pustaka kedua yang digunakan adalah jurnal dari Fatma
Arya Ardani, mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di Universitas
Diponegoro dengan judul Kebijakan Indonesia Dalam Membantu
Penyelesaian Konflik Antara Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di
Myanmar (Studi Karakter Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono),
yang ditulis pada tahun 2015. Jurnal ini membahas tentang kebijakan
yang diambil Indonesia dalam rangka membantu menyelesaikan konflik
yang terjadi antara etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar, berfokus
pada pembahasan studi karakter kepribadian Presiden SBY.
Dalam jurnal tersebut, penulis mengemukakan sebuah masalah
utama, yaitu hal-hal yang membuat Indonesia membentuk kebijakan
untuk membantu menyelesaikan konflik pada etnis Rakhine dan
Rohingya di Myanmar. Dalam menjawab permasalahan tersebut, teori
idiosinkratik dari Hudson (2007) dan Herman (1980) menjadi landasan
penulisan yang digunakan oleh penulis. Pada jurnal tersebut mengatakan
bahwa pemimpin menggunakan persepsi dan kognisi dalam menentukan
kebijakan luar negeri, dan karakter pemimpin yangmemberikan pengaruh
pada orientasi kebijakan yang partisipatori.14
14
Fatma Arya Ardani, (2015), “Kebijakan Indonesia Dalam Membantu Penyelesaian Konflik AntaraEtnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar(Studi Karakter Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono)”, hlm. 2
10
Jurnal tersebut peneliti gunakan sebagai referensi karena
memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu
peran Indonesia dalam resolusi konflik etnis Rohingya di Myanmar.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah jurnal
ini berfokus pada studi kasus kepribadian Presiden SBY dalam
pengambilan kebijakan penyelesaian konflik antar etnis Rohingya dan
etnis Rakhine di Myanmar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan
peneliti berfokus pada peran Indonesia dalam resolusi konflik etnis
Rohingya di Myanmar.
Tinjauan pustaka ketiga yang digunakan adalah artikel dari
Badrus Sholeh, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, berjudul Resolusi
Konflik di Asia Tenggara: Pengalaman Muslim Indonesia. Artikel ini
membahas tentang peran kepemimpinan Muslim Indonesia dalam
mewakili pemerintah dan masyarakat sipil pada upaya perdamaian di
Asia Tenggara.
Dalam artikel ini, penulis menganalisis peran Indonesia dalam
perdamaian di Asia Tenggara. Analisis tersebut diawali dengan
perdebatan antara konsep resolusi konflik dan peran Negara serta
masyarakat sipil dalam resolusi konflik regional, yakni di kawasan Asia
Tenggara. Kemudian dilanjutkan dengan pengalaman Indonesia dalam
melakukan beberapa kali mediasi dan resolusi konflik di kawasan Asia
11
Tenggara. Penulis juga mewawancarai beberapa tokoh perdamaian
Indonesia.15
Artikel ini peneliti ambil sebagai referensi karena memiliki
pembahasan yang mirip dengan yang akan peneliti lakukan. Artikel ini
membahas beberaparesolusi konflik di Asia Tenggara yang telah
dilakukan oleh Indonesia, sedangkan peneliti akan membahas secara
khusus resolusi konflik etnis Rohingya di Myanmar yang dilakukan oleh
Indonesia.
Tinjauan pustaka keempat yang peneliti ambil adalah skripsi dari
Rendy Mista Ismail, mahasiswa jurusan Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas Hasanuddin, yang berjudul Peranan Palang Merah
Indonesia Dalam Penyelesaian Konflik Rohingya di Myanmar. Skripsi
ini membahas peran dari Palang Merah Indonesia (PMI) dalam
membantu menyelesaikan konflik yang dialami etnis Rohingya,
khususnya di Myanmar.
Dalam skripsi ini, penulis mengemukakan tiga rumusan masalah
yang dibahas, yaitu bagaimana perkembangan konflik Rohingya
Myanmar pasca keterlibatan Palang Merah Indonesia, apa saja kendala
yang dialami Palang Merah Indonesia, dan bagaimana prospek Palang
Merah Indonesia dalam penyelesaian konflik tersebut. Dalam menjawab
permasalahan yang terjadi, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu
15
Badrus Sholeh, (2017), “Resolusi Konflik di Asia Tenggara:Pengalaman Muslim Indonesia”, Episteme, Vol.12, No.1, hlm. 30
12
konsep Konflik dan Resolusi Konflik, dan konsep Multi-Track
Diplomacy.16
Skripsi ini peneliti ambil sebagai referensi sekaligus pembanding
dengan penelitian yang akan dilakukan. Skripsi ini berfokus pada peran
sebuah Non-Government Organization (NGO) dalam penyelesaian
sebuah konflik, yaitu Palang Merah Indonesia (PMI) dalam resolusi
konflik etnis Rohingya di Myanmar, sedangkan penelitian yang akan
peneliti lakukan berfokus pada peran dari pemerintah Indonesia pada
resolusi konflik etnis Rohingya di Myanmar. Perbandingannya yaitu
bagaimana peran NGO dalam penyelesaian konflik dengan peran
Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik.
Tinjauan pustaka kelima yang peneliti ambil adalah jurnal dari
Novandre Satria dan Ahmad Jamaan yang berjudul Islam dan Kebijakan
Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia dalam Konflik di Rakhine,
Myanmar. Jurnal ini dibuat bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari
sebuah agama terhadap keterlibatan Indonesia dalam konflik etnis di
Rakhine State, Myanmar, antara etnis Rakhine dan etnis Rohingya pada
pertengahan tahun 2012.
Dalam jurnal ini, penulis menganalisis kebijakan luar negeri yang
dibentuk oleh Indonesia dalam perannya menangani konflik di Rakhine,
Myanmar. Selain itu, penulis juga mengemukakan sebuah masalah
utama, yaitu “Bagaimana pengaruh agama terhadap peran Indonesia
16
Rendy Mista Ismail, (2013), “Peranan Palang Merah Indonesia Dalam Penyelesaian Konflik Rohingya di Myanmar”, hlm. 15-20
13
dalam konflik etnis di Rakhine, Myanmar?”. Implikasi agama terhadap
peran Indonesia diamati dengan menggunakan dan dipandu oleh
perspektif Konstruktivisme Holistik yang menggarisbawahi bahwa
perilaku negara dibentuk dari identitas yang terbentuk dari nilai dan
norma yang terjadi, baik pada norma struktural (norma internasional)
atau di wilayah sub-sistemik (domestik). Kerangka pikir Konstruktivisme
terangkai dari analisa politik luar negeri. Pada kerangka tersebut aktor
tidak dianggap sebagai unit yang goal-oriented dan self-oriented yang
mana perilaku seorang aktor merupakan hasil pertimbangan-
pertimbangan rasional terhadap untung-rugi dalam upaya
memaksimalkan pencapaian, melainkan sebagai objek yang dalam
perumusan kebijakannya selalu mempertimbangkan konteks sosial di
mana aktor tersebut berada. Di sisi lain, untuk menjabarkan para aktor
yang mempengaruhi dan dampak yang ditimbulkan dari pengaruh pada
perumusan kebijakan luar negeri, penulis mengambil pemikiran dari
Mark Webber dan Michael Smith. Pemikiran yang memilah entitas-
entitas terkait dengan politik luar negeri; pembuat kebijakan ---mereka
yang terlibat secara langsung, berkelanjutan dan efektif; dan mereka yang
memiliki pengaruh pada proses perumusan kebijakan dari masa ke masa.
Mereka menerangkan bahwa para aktor yang memiliki pengaruh pada
kebijakan luar negeri dan dampak pengaruh aktor tersebut sangat
14
bergantung pada sistem politik domestik dan isu yang diamati negara
bersangkutan.17
Jurnal ini peneliti ambil sebagai referensi tambahan dan sekaligus
pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan. Jurnal ini berfokus
pada analisis bagaimana agama mempengaruhi pengambilan kebijakan
luar negeri Indonesia dalam perannya membantu peyelesaian konflik
yang dialami etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Sedangkan
penelitian yang akan peneliti lakukan berfokus pada analisis bagaimana
peran Indonesia dalam resolusi konflik etnis Rohingya di Myanmar pada
masa pemerintahan Presiden Jokowi.
1.6. Kerangka Teori
Menjawab pertanyaan penelitian yang telah dipilih, pada
penelitian ini digunakan beberapa teori untuk menjawab permasalahan,
yaitu konsep Kepentingan Nasional dan teori Kebijakan Luar Negeri.
1.6.1. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional merupakan suatu tujuan dan cita cita yang
ingin dicapai oleh suatu negara dalam melakukan interaksi hubungan
internasional. Kepentingan nasional terbentuk dari kebutuhan suatu
negara. Kondisi internal, baik dari kondisi sosial-budaya, politik-
ekonomi, dan militer, dapat terlihat dalam kepentingan ini. Berdasarkan
konsepnya, kepentingan nasional digunakan dalam menjelaskan perilaku
17
Novandre Satria dan Ahmad Jamaan, (2013), “Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia dalam Konflik di Rakhine, Myanmar”, hlm. 3-4
15
politik luar negeri dari suatu negara.18
Banyak sekali pihak yang
membahas tentang teori ini, diantaranya adalah Felix E. Oppenheim.
Menurutnya, konsep kepentingan nasional merupakan tujuan
kesejahteraan pemerintahan nasional dalam level internasional, seperti
menjaga otonomi politik dan integritas teritorial. Secara praktik,
kepentingan nasional disamakan dengan national security. Sedangkan
Hans J Morgenthau mendefinisikan national interest sebagai kemampuan
minimum negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik,
politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan itu, para
pemimpin suatu negara dapat menurunkan suatu kebijakan spesifik
terhadap negara lain yang bersifat kerjasama maupun konflik.19
Intinya,
menurut Morgenthau, kepentingan nasional sangat berkaitan dengan
kekuasaan, pengaruh, dan kekuatan atau power.20
Konsep kepentingan nasional Morgenthau dapat dikatakan teori
yang tidak universal, karena apabila kepentingan nasional dianut dalam
kebijakan luar negeri dengan konsepnya yang berlandaskan pada kuatnya
pengaruh, kekuasaan, dan kekuatan, maka dunia akan kembali
mengalami konflik-konflik yang tidak ada ujungnya. Berbeda dengan
Morgenthau, Joseph Frankel membantah pendapat tersebut dengan
18
P.Anthonius Sitepu, (2011),“Studi Hubungan Internasional”, Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.163 19
Theodore A. Couloumbis, H. Wolfe James,(1990),“Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power”, Bandung : Abardin, hlm. 115 20
Hans J, Morgenthau, (1952), “Another Great Debate: The National Interest of The United States”,Political Review, vol XLVI, No.4.
16
menekankan pada kepentingan humanis, moral, dan kepentingan religi.21
Nicholas Spykman sependapat dengan konsep yang diutarakan oleh
Frankel, dimana aspek dari kepentingan kultural dijadikan sebagai bagian
integral dari sebuah kepentingan nasional.22
Seperti yang kita ketahui, kepentingan nasional yang menjadi
landasan kebijakan luar negeri, dijadikan landasan oleh penganut paham
realisme dalam hubungan internasional. Dalam praktiknya, tentu tidak
mudah untuk menjalankan kepentingan nasional. Karena pada
kenyataannya, negara-negara besar yang memiliki power lebih kuat dapat
memaksa dan mengintimidasi negara-negara kecil yang lemah demi
kepentingan nasional mereka sendiri. Maka dari itu, konsep balance of
power sangatlah penting dalam paham realisme.
Menurut Donald E. Nuechterlin, klasifikasi kepentingan nasional
dibagi menjadi 4 jenis23
, yaitu:
a. Kepentingan Pertahanan
Kepentingan yang bertujuan untuk melindungi warga negara,
wilayah, dan sistem politik dari ancaman negara lain
b. Kepentingan Ekonomi
21
Joseph Frankel dalam T. May Rudi, (2002), “Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin”, Bandung: PT Rafika Aditama, hlm. 60 22
Umar Saryadi Bakri, (1999), “Pengantar Hubungan Internasional”, Jakarta: Jayabaya University Press. 23
Joseph Frankel dalam T. May Rudi, (2002), “Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin”, Bandung: PT Rafika Aditama, hlm. 60
17
Kepentingan pemerintah dalam membangun hubungan
ekonomi dengan negara lain dalam rangka meningkatkan
perekonomian negara
c. Kepentingan Tata Internasional
Kepentingan yang bertujuan untuk memberikan keuntungan
bagi negaranya melalui perwujudan serta pertahanan sistem
politik dan ekonomi internasional
d. Kepentingan Ideologi
Kepentingan yang memiliki kaitan dengan pandangan hidup
dan ideologi bangsa
Pada masalah yang diteliti ini, peran Indonesia dalam resolusi
konflik Rohingya di Myanmar merupakan perwujudan dari salah satu
keempat jenis kepentingan nasional tersebut, yaitu kepentingan tata
internasional. Selain itu, peran Indonesia ini juga implementasi dari
pembukaan UUD 1945 yang berbunyi „sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri-kemanusiaan dan
pri-keadilan‟, dan „ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial‟.
Sependapat dengan Frankel, konsep kepentingan nasional yang
semestinya dianut oleh Indonesia merupakan kepentingan nasional yang
meliputi pertahanan, ekonomi, tata internasional, dan ideologi, yang
menekankan pada kepentingan moral, religi, dan kepentingan humanis.
18
1.6.2. Teori Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri (foreign policy) adalah suatu strategi atau
rencana yang dibentuk oleh para pembuat keputusan (decision maker)
suatu negara untuk menghadapi negara lain atau aktor politik
internasional lainnya. Kebijakan tersebut dibentuk guna meraih tujuan
nasional yang tertuang dalam kepentingan nasional. Kebijakan luar
negeri suatu negara dijalankan pemerintah dengan tujuan mencapai
kepentingan nasional masyarakat, seseorang yang berkuasa pada masa
tertentu menentukan kepentingan nasional suatu bangsa pada masa
tersebut. Rosenau berpendapat bahwa fungsi dari proses penyusunan
tujuan suatu negara merupakan tujuan kebijakan luar negeri yang
sebenarnya. Menilik sasaran pada masa lalu dan melihat aspirasi untuk
masa mendatang memberikan pengaruh dalam tujuan tersebut.
Faktor-faktor yang mendasari perumusan kebijakan luar negeri
suatu negara. Dalam perumusan kebijakan luar negeri suatu negara,
terdapat dua faktor yang mendasari, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
Menurut K.J Holsti, perumusan kebijakan luar negeri suatu
negara didasari faktor-faktor berikut, 24
yaitu:
1. Faktor internal, diantaranya: kebutuhan sosial, ekonomi, dan
keamanan; karakteristik geografi dan topografi; atribut
24
K. J. Holsti, International Politics; A Framework for Analysis (New Jersey: Prentice Hall, 1992), 272.
19
nasional; struktur pemerintah; opini publik; birokrasi; dan
pertimbangan etik.
2. Faktor eksternal, diantaranya: struktur sistem internasional;
karakteristik/struktur ekonomi internasional; kebijakan dan
tindakan aktor lain; masalah regional dan global yang berasal
dari pihak swasta; dan hukum internasional dan opini dunia.
Holsti juga menjelaskan kebijakan luar negeri memiliki tiga
konsep dalam menjelaskan hubungan suatu negara dengan kondisi
eksternalnya25
, yaitu:
a. Sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation),
merupakan pedoman untuk menghadapi kondisi eksternal
yang menuntut pembuat keputusan dan tindakan berdasar
orientasi prinsip dan tendensi umum yang terdiri dari sikap,
persepsi, dan nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah
dan kondisi strategis penentu posisi negara dalam politik
internasional.
b. Sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak
(as a set of commitements to and plans for action), berupa
rencana dan komitmen konkret termasuk tujuan dan alat yang
spesifik untuk mempertahankan situasi lingkungan eksternal
yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri.
25
A. A.Perwita dan M. Y. Yani, (2005), “Pengantar Hubungan Internasional”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm.49-50
20
c. Sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behavior),
berupa langkah nyata berdasar orientasi umum, dengan
komitmen dan sasaran yang lebih spesifik, yang berhubungan
dengan kejadian dan situasi di lingkungan eksternal.
Sedangkan menurut Couloumbis dan Wolfe, keputusan politik
luar negeri diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama berdasarkan
sifatnya26
, yaitu:
1) Bersifat pragmatis (terencana), yaitu keputusan besar yang
mempunyai konsekuensi jangka panjang; membuat studi
lanjutan, pertimbangan dan evaluasi yang mendalam
mengenai seluruh opsi alternatif;
2) Bersifat krisis, merupakan keputusan yang dibuat selama
masa krisis, waktu untuk menanggapinya terbatas, dan ada
elemen yang mengejutkan yang membutuhkan respon yang
telah direncanakan sebelumnya;
3) Bersifat taktis, yaitu keputusan penting yang biasanya bersifat
pragmatis, memerlukan evaluasi, revisi, dan pembalikan.
Konflik etnis Rohingya di Myanmar ini sudah menjadi masalah di
dunia internasional. Maka dari itu, kerjasama internasional sangat
dibutuhkan dengan harapan dapat menyelesaikan konflik etnis Rohingya di
Myanmar. Salah satu negara yang turut andil dalam penyelesaian
permasalahan tersebut adalah Indonesia. Di Indonesia pada era Presiden
26
Theodore A. Couloumbis, H. Wolfe James,(1990),“Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power”, Bandung : Abardin, hlm. 129
21
Joko Widodo telah memiliki kebijakan dalam membantu penyelesaian
permasalahan ini dan kebijakan tersebut memiliki relevansi dengan konsep
kepentingan nasional, kebijakan luar negeri, dan idiosinkratik yang
dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini pada bab IV.
1.7. Metode Penelitian
1.7.1. Tipe Penelitian
Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Metode
tersebut berguna untuk memberikan gambaran dan penjelasan secara
sistematis menyangkut kasus dan peristiwa yang terjadi, dimana hal
tersebut relevan dengan permasalahan pada penelitian ini. Metode
deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan fakta-
fakta yang terkait dengan Kebijakan Indonesia Dalam Resolusi Konflik
etnis Rohingya di Myanmar.
1.7.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data teoritis yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Selain itu, peneliti juga menggunakan
sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer merupakan pidato
resmi kenegaraan dan penyampaian langsung oleh Duta Besar.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari data tidak langsung seperti buku,
koran, jurnal, dan situs-situs di internet yang dapat mendukung penelitian
ini. Kedua sumber data tersebut digunakan agar penelitian ini
mendapatkan lebih banyak informasi mengenai “Kebijakan Indonesia
Dalam Membantu Penyelesaian Konflik Etnis Rohingya di Myanmar
Era Presiden Joko Widodo”. Data yang peneliti dapatkan dari sumber-
22
sumber tersebut kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan yang
telah ditentukan.
1.7.3. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data dikumpulkan meggunakan metode telaah
pustaka (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
menelaah sejumlah literatur yang memiliki hubungan dengan
permasalahan penelitian. Literatur yang dapat digunakan diantaranya
adalah buku, artikel, jurnal, koran, dan situs-situs yang terdapat di
internet yang dapat mendukung penelitian ini. Data yang telah diperoleh
selanjutnya digunakan untuk mengkaji peristiwa yang akan dibahas
dalam penelitian.
1.7.4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang bersifat
kualitatif. Data kualitatif menurut Raco (2010) adalah metode penggalian
informasi yang memiliki sifat deskriptif dan bertujuan untuk menyajikan
gambaran dalam suatu peristiwa, gejala, realitas, serta fakta yang
mendalam dan luas sehingga mewujudkan pemahaman baru. Data
kualitatif tidak digunakan untuk melihat hubungan sebab-akibat (causal),
perbandingan (comparative), dan bukan hubungan antar variabel, dimana
hubungan-hubungan tersebut disebut sebagai metode kuantitatif. Pokok
analisa dalam penelitian ini adalah respon Indonesia terkait tragedi krisis
kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingyapada era pemerintahan
Presiden Joko Widodo.
23
1.7.5. Metode Penulisan
Penelitian ini menggunakan pola deduktif dalam metode
penulisannya. Pola ini memberikan gambaran mengenai masalah yang
diteliti secara umum, selanjutnya dibuat kesimpulan dengan memaparkan
data beserta analisis terkait permasalahan yang diteliti.
1.8. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang peneliti gunakan dibagi dalam 5 bab
utama, yaitu:
1) BAB I : Pendahuluan
1.1) Pernyataan masalah, sedikit menjelaskan mengenai
sejarah diskriminasi yang menimpa etnis Rohingya di
Myanmar, dan mengapa Indonesia menjadi satu-
satunya negara yang dipercaya Myanmar dapat
membantu menyelesaikan masalah tersebut.
1.2) Pertanyaan penelitian, permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan ini yaitu “Bagaimana
Kebijakan Indonesia Dalam Membantu
Menyelesaikan Konflik Etnis Rohingya di
Myanmar Pada Tahun 2016-2018?”
1.3) Tujuan dan manfaat penelitian, menjelaskan mengenai
maksud dan kegunaan dibuatnya penelitian ini.
1.4) Kerangka teori penelitian, menjelaskan mengenai teori
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
24
1.5) Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
1.6) Sistematika penulisan, menjelaskan penjabaran tiap
bab dalam penelitian ini.
2) BAB II : Pembahasan penelitian, menjelaskan dinamika
hubungan antara Indonesia-Myanmar. Selain itu, peneliti juga
akan sedikit menjelaskan sejarah keberadaan etnis Rohingya.
3) BAB III berisi tentang penjelasan mengenai akar konflik yang
terjadi di Rakhine State terhadap etnis Rohingya beserta
perlakuan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Tidak hanya itu, peneliti juga akan memaparkan implikasi
dari konflik etnis Rohingya ini terhadap kawasan Asia
Tenggara, khususnya beberapa negara anggota ASEAN.
4) BAB IV berisi tentang pembedahan masalah kebijakan dan
alasan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik
etnis Rohingya di Myanmar dengan menggunakan konsep
serta teori yang sudah dipaparkan pada bab I.
5) BAB V : Penutup, menjabarkan kesimpulan dari penelitian
ini.
6) Daftar Pustaka, menjabarkan referensi-referensi yang diambil
untuk penelitian ini.
25
BAB II
SEJARAH HUBUNGAN INDONESIA-MYANMAR
DAN SEJARAH ETNIS ROHINGYA
A. Sejarah Hubungan Indonesia-Myanmar
Indonesia dan Myanmar merupakan negara yang terletak di kawasan
Asia Tenggara. Dikarenakan kedua negara berada di dalam satu kawasan yang
sama, kedua negara pun memiliki banyak persamaan. Masyarakat kedua negara
multietnis. Indonesia pernah mengalami masalah national building pada saat
awal kemerdekaan, begitu pula dengan Myanmar. Sejarah mencatat, hubungan
bilateral kedua negara telah terjalin sejak masa kemerdekaan Indonesia tahun
1945.27
Pada 1947 merupakan masa perjuangan Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaannya. Pada acara Asian Relation Conference di
New Delhi, India, desakan untuk segara mengadakan Conference on Indonesia
Affairs dilakukan oleh beberapa negara, termasuk Myanmar. Pada tahun yang
sama pula, Myanmar mengizinkan Indonesia untuk mendirikan Indonesian
Office di Yangon. Indonesian Office tersebut merupakan cikal bakal dari
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Myanmar yang ada sekarang. Secara
27
Yani dan Sunu, (2007), “Hubungan RI – Myanmar Sepanjang Masa”, Yangon: Kedutaan Besar Republik Indonesia, diakses dari https://www.kemlu.go.id/yangon/id/berita-agenda/berita-perwakilan/Pages/Hubungan-RI-Myanmar-Sepanjang-Masa.aspx pada 3 Juni 2018
26
resmi, hubungan dan kerjasama bilateral Indonesia-Myanmar dimulai sejak
1951.28
Walau hubungan kedua negara pada awalnya berjalan mulus, pada 1962
hubungan kedua negara agak sedikit terhambat. Hal itu disebabkan berakhirnya
pemerintahan demokratis Myanmar oleh kudeta militer yang dipimpin oleh
Jenderal Ne Win. Pemerintahan yang awalnya demokratis ini diubah ideologinya
menjadi sosialis. Meski demikian, kedua negara tetap menjaga hubungan
baiknya, terlihat dari saling kunjung pemimpin kedua negara yang menandakan
bahwa hubungan kedua negara tetap terjalin walaupun ideologi sudah berubah.29
Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
pemerintah menggambarkan sikap kurang tegas dalam pengambilan keputusan
secara umum. Pada satu sisi, pemerintah menyatakan kesiapannya dalam
membantu menyelesaian konflik etnis Rohingya di Rakhine, namun pada sisi
lain tidak terlihat usaha keras dari pemerintah, baik pada ranah nasional,
regional, maupun internasional. Hal yang sama terlihat pada kebijakan terhadap
pengungsi yang berada di wilayah Indonesia.30
Banyak dari pengungsi yang telah terlebih dahulu tiba di Indonesia dan
ditahan oleh petugas imigrasi seperti para imigran gelap lainnya. Nasib para
pengungsi yang sudah mendapatkan akses masuk pun tidak begitu jelas, apakah
akan melanjutkan hidup di Indonesia atau kembali mencari negara ketiga. Hal
tersebut berjalan hingga bertahun-tahun. Realitas respon pemerintah dan kondisi
28
Yani dan Sunu, (2007), “Hubungan RI – Myanmar...” 29
Yani dan Sunu, (2007), “Hubungan RI – Myanmar...” 30
Diah Nurhandayani, (2014), “Kebijakan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Dalam Penyelesaian Kekerasan Etnis Muslim Rohingya di Myanmar”, UIN Jakarta, hlm. 32
27
sebenarnya yang dialami para pengungsi dapat dipersepsikan sebagai kurang
tegasnya sikap politis presiden SBY. Pada sisi lain, banyak lembaga-lembaga
kemanusiaan, lembaga keagamaan, partai politik, dan institusi lain yang
bergerak serta aktif membantu etnis Rohingya, baik untuk para pengungsi di
Indonesia maupun disalurkan langsung ke Rakhine.31
Kendati demikian, sikap presiden SBY yang kurang tegas itu dapat
dipersepsikan sebagai sikap politik yang mendukung aktifitas organisasi
masyarakat serta lembaga-lembaga kemanusiaan dalam memberikan bantuan,
baik secara material maupun moral. Karena sejatinya bisa saja suatu
pemerintahan melarang masyarakatnya ataupun lembaga yang bernaung di
wilayahnya untuk bergerak memberikan bantuan, baik material maupun moral,
terhadap suku bangsa tertentu.32
Kedekatan hubungan Indonesia dengan Myanmar secara tidak langsung
membuat Indonesia senantiasa berperan aktif dalam membantu Myanmar
menyelesaikan masalah dalam negerinya, salah satunya dukungan Indonesia
terhadap proses rekonsiliasi nasional Myanmar, dan demokratisasi Myanmar.
Indonesia pun mendapat kepercayaan dari Myanmar untuk menjadi fasilitator
proses demokratisasinya. Hal tersebut disebabkan dari latar belakang sejarah
kedua negara, kedekatan hubungan, serta pengalaman dari Indonesia yang
menjadi negara demokratis.33
31
Diah Nurhandayani, (2014), “Kebijakan Pemerintah...”, hlm. 32-33 32
Diah Nurhandayani, (2014), “Kebijakan Pemerintah...”, hlm. 33 33
G. Situmorang, (2014), “Background Information: Hubungan Bilateral RI – Myanmar”, Yangon: Kedutaan Besar Republik Indonesia Yangon.
28
Indonesia yang telah lebih dulu menuju negara yang demokratis
membuat Myanmar menjadikan Indonesia panutan mereka. 3435
Indonesia pun
selalu berupaya untuk berperan aktif dalam membantu Myanmar menyelesaikan
masalah dalam negerinya, salah satunya adalah konflik etnis Rohingya yang
terjadi di Rakhine State. Etnis Rohingya merupakan etnis paling minoritas yang
paling banyak mendapatkan diskriminasi dari pemerintah Rohingya.
Kedekatan hubungan Indonesia dengan Myanmar tidak hanya dalam
bidang politik, namun juga bidang ekonomi. Pasca berdemokrasi dan membuka
diri pada 2011, Myanmar menyadari potensi sumber daya alam yang melimpah
dalam berbagai sektor, dimana pengembangan hal tersebut belum
dimaksimalkan, seperti sektor manufaktur, pertanian, perikanan, pertambangan,
telekomunikasi, dan lain-lain. Dengan hasil tambang yang beragam serta masih
terbatasnya pembangunan infrastruktur, pemerintah Myanmar mulai
mempromosikan pengembangan industrinya dan membuat undang-undang
investasi asing baru yang mengurangi pembatasan aktivitas ekonomi bagi pihak
asing, yaitu dengan dibuatnya undang-undang tentang Foreign Direct Investment
(FDI).36
Hal tersebut membuka peluang bagi Indonesia untuk menanamkan
investasinya di Myanmar.
34
Sapto Nugroho, “Soal Konflik Rohingya, Hanya Indonesia yang Diterima Pemimpin Negara Myanmar”, diakses dari http://www.tribunnews.com/internasional/2017/09/05/soal-konflik-rohingya-hanya-indonesia-yang-diterima-pemimpin-negara-myanmar pada 7 November 2017 35
Telepon langsung dengan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Ito Sumardi, dengan KompasTV, https://www.youtube.com/watch?v=rGyRnOgJARM diakses pada 7 November 2017 36
KBRI Yangon, 2015, “Buku Panduan Sekilas Potensi Myanmar”, Yangon: Kedutaan Besar Republik Indonesia.
29
Posisi Indonesia yang menguat dilihat oleh Myanmar pasca proses
demokratisasinya, serta adanya berbagai peluang kerjasama ekonomi yang
muncul juga menjadi salah satu motivasi bagi Indonesia untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi dari hubungan bilateral Indonesia dengan Myanmar,
khususnya dalam bidang investasi. Indonesia juga melihat bahwa penanaman
investasi ini sangat dibutuhkan oleh Myanmar, mengingat Myanmar merupakan
negara yang baru saja berdemokrasi dan membutuhkan bantuan investasi dari
asing untuk membangun negaranya. Melalui momen ini, pemerintah Indonesia
secara internal mendorong dan menghimbau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) untuk berekspansi dan berinvestasi di Myanmar.37
Myanmar memiliki banyak potensi yang dapat menciptakan peluang
kerjasama investasi antara Indonesia dengan Myanmar. Potensi Sumber Daya
Alam (SDA) Myanmar yang belum tereksplorasi seluruhnya, Sumber Daya
Manusia (SDM) yang cukup dengan upah tenaga kerjanya yang cukup murah,
lokasi pasar yang cukup besar, serta berbagai sektor lain merupakan peluang
terbuka untuk dikembangkan oleh investor-investor Indonesia. Tidak hanya itu,
sektor-sektor investasi yang ditawarkan tersebut kurang lebih sejenis dengan
Indonesia, seperti penanaman modal pada sektor peternakan dan perikanan,
pertanian, kehutanan, energi dan pertambangan, serta sektor pariwisata. Hal-hal
37
D. Saputra, 2012, “Empat BUMN Lebarkan Sayap Bisnis ke Myanmar”, diakses dari Portal Nasional Republik Indonesia: http://www.indonesia.go.id/in/kesehatan/10737?task=view&start=10 pada 1 September 2018
30
tersebut lah yang menjadi motivasi kuat bagi para investor dari Indonesia untuk
berekspansi dan berinvestasi di Myanmar. 38
Walaupun demikian, dari sekian banyak sektor-sektor yang berpotensi
untuk investasi luar negeri, hanya ada beberapa sektor yang dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk berinvestasi di Myanmar, diataranya yaitu; sektor
telekomunikasi, sektor transportasi, sektor kelistrikan, sektor bidang energi dan
pertambangan, sektor infrastruktur, sektor industri manufaktur, dan sektor
perbankan.
Peningkatan nilai investasi Indonesia mulai terlihat. Berdasarkan data
nilai investasi Indonesia pada tahun 2011 dan 2013, nilai investasi Indonesia
hingga akhir 2011 mencapai US$ 241,3 juta, sementara pada akhir 2013
mencapai US$ 600 juta.39
Investasi tersebut sebagian besar berhasil ditanamkan
oleh perusahaan BUMN Indonesia. Keberhasilan tersebut diantaranya dalam
bidang telekomunikasi, industri, pertanian, pertambangan dan energi,
infrastruktur, dan lain-lain.40
Tabel 2.1 berikut merupakan bentuk-bentuk
investasi yang telah ditanamkan oleh BUMN Indonesia di Myanmar pada
rentang tahun 2011-2013.
Tabel 2.1
Penanaman FDI Indonesia di Myanmar tahun 2011-2013
38
Boy, 2014, “Dubes Ito Optimis Hubungan Bisnis Indonesia-Myanmar Kian Terbuka”, diakses dari JPNN.com: http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=276574 pada 10 September 2018 39
G. Situmorang, 2014, “Background Information:...” 40
H. Lazuardi, 2014, “KBRI Myanmar Fasilitasi Kerja Sama Bisnis Dan Investasi”, diakses dari http://industri.bisnis.com/read/20141221/12/384686/kbri-myanmar-fasilitasikerja-sama-bisnis-dan-investasi pada 1 September 2018
31
Sektor Investasi di Myanmar FDI Indonesia Pada Sektor Investasi
Myanmar
Sektor Telekomunikasi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
memenangkan tender untuk
membangun jaringan telekomunikasi
bawah laut antara perbatasan Myanmar-
India, dan menggarap layanan ICT
(Information Communication
Technology) lisensi seluler.
Sektor Transportasi PT Garuda Maintenance Facility
menggarap perbaikan/pemeliharaan
pesawat-pesawat milik Myanmar
Airways International
Sektor Kelistrikan PT PLN membangun Power Plant
dengan suplai batubara dari Indonesia
Sektor Energi dan Pertambangan 1. PT Timah membangun
penambangan timah dan fasilitas
pengolahan bahan mineral
(smelter) di Pubyien-Tamok,
Tanihary, Myanmar.
2. PT Bukit Asam membangun
32
PLTU dengan sistem joint
venture dengan salah satu
perusahaan Myanmar.
3. PT Pertamina membangun
1.360 SPBU dengan sistem joint
venture dengan Myanmar
Petroleum Products Enterprise.
Sektor Infrastruktur PT. Wijaya Karya membangun pabrik
beton pra-cetak dengan sistem joint
venture dengan perusahaan United
Mercury Group (UMG), dan
membangun proyes residensial dan
perkantoran dengan sistem joint venture
dengan perusahaan Noble Twin
Dragons Pte Ltd (NTD).
Sektor Industri Manufaktur 1. PT Semen Indonesia
membangun pabrik pembuatan
semen.
2. PT Pupuk Indonesia
membangun pabrik pembuatan
pupuk.
Sektor Perbankan PT BNI Membuka kantor cabangnya di
33
Myanmar.
Sumber: (KBRI Yangon, 2015)41
Dibalik besarnya peningkatan nilai investasi Indonesia di Myanmar pada
rentang waktu tersebut, Indonesia melakukan berbagai upaya diplomasi ekonomi
demi mendongkrak peningkatan jumlah investasi Indonesia di Myanmar. Upaya
yang dilakukan yaitu berbentuk kunjungan kenegaraan, pendekatan, serta
penjajakan mengenai peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan agar kerjasama
ekonomi antara Indonesia dan Myanmar dapat lebih ditingkatkan lagi. Dalam
Progress Report yang disusun KBRI Yangon (2014)42
tentang program
peningkatan investasi dan kerjasama ekonomi Indonesia-Myanmar, upaya
diplomasi ekonomi terhadap Myanmar sepanjang 2011-2013 telah dilakukan
oleh Indonesia melalui setiap BUMN yang terkait, terangkum dalam tabel
berikut:
Tabel 2.2
Bentuk Diplomasi Ekonomi oleh BUMN Indonesia di Myanmar
Sektor Bentuk Diplomasi Ekonomi
Telekomunikasi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
- Melakukan kunjungan kerja ke
Minister of Communications,
Posts, and Telegraphs (MCPT)
41
KBRI Yangon, 2015, “Buku Panduan Sekilas ...” 42
KBRI Yangon, 2014, “Buletin Komunitas ASEAN. Kesiapan Myanmar Menyongsong Terwujudnya Komunitas Ekonomi ASEAN 2015”, hal. 12.
34
pada 24 September 2014
bertujuan untuk menjajaki
peluang ekrjasama membangun
sambungan jaringan GSM
hingga 30 juta unit dari 2 juta
unit yang sudah ada.
- Melakukan upaya untuk
mendapatkan salah satu lisence
satellite di Myanmar
- Mendirikan Representative
Office di Myanmar sebagai cikal
bakal kantor cabang jika lisesnsi
sebagai operator sudah diperoleh
Transportasi PT Pelabuhan Indonesia II
- Melakukan beberapa kali
kunjungan ke Myanmar
bertujuan untuk menjajaki
peluang pengoperasian beberapa
pelabuhan yang ada di Myanmar
- Mengadakan pembicaraan
dengan Myanmar Port Authority
pada 16 Mei 2013 membahas
35
draft MoU pengembangan 3
(tiga) pelabuhan di daerah
Thilawa-Yangon
PT Garuda Indonesia Tbk. Maintenance
Facility Aero Asia (GMFAA)
- Mengadakan kerjasama dengan
pemerintah Myanmar untuk
perbaikan/pemeliharaan 4
(empat) buah pesawat Airbus A-
320 yang dimiliki Myanmar
International Airlines (MIA)
- Berupaya mengadakan
komunikasi dengan pihak MIA
terkait persetujuan proposal dan
update schedule maintenance
pada 2013, serta berkomunikasi
dengan pihak otoritas
penerbangan sipil Myanmar,
Department of Civil Aviation
(DCA), untuk mengaudit fasilitas
yang dimiliki GMFAA, sebelum
pesawat yang dimiliki Myanmar
36
dirawat oleh GMFAA.
Kelistrikan PT PLN (Persero)
- Melakukan penetrasi melalui
program capacity building
(peningkatan kapasitas) yang
dituangkan di dalam MoU antara
PT PLN dengan Kementerian
Kelistrikan Republik Uni
Myanmar mengenai energy
efficiency.
- General Manager PT PLN
berkunjung ke Myanmar pada
September 2013 dan menemui
Menteri Kelistrikan Myanmar di
Yangon dan membahas program
kerjasama energy loss,
pengembangan Clean
Technology Coal Fired Power
Plant dan Pre-assessment
kapasitas pembangkit listrik di
Tigyit dimana PT PLN akan
bekerjasama dengan Department
37
of Hydropower Generation
Enterprise (DHGE) dan Khin
Maung Nyunt Trading
Company.
Energi dan Pertambangan PT Timah Tbk.
- Mengajukan proposal yang
menyatakan keinginan
bekerjasama dalam upaya
eksplorasi bersama terkait timah
di Pubyien-Tamok, Tanihary,
Myanmar.
- Melakukan proses administrasi
guna mendapatkan lahan untuk
pertambangan serta
pembangunan smelter di daerah
Pubyien-Tamok, Tanihary,
Myanmar, dengan luas 10.000
hektar.
PT Aneka Tambang Tbk.
- Melakukan survei geologi di
Mandalay dan mengajukan ijin
untuk melakukan eksplorasi
38
pertambangan emas dan
tembaga, bekerjasama dengan
local partner atau melalui
akuisisi perusahaan tambang
yang telah lebih dahulu
beroperasi di sana.
PT. Bukit Asam Tbk.
- Merintis kerjasama dalam
bentuk pertambangan batubara
dan pembangunan pembangkit
listrik bertenaga uap (coal-fired
plant) di Myanmar
PT Pertamina (Persero)
- Melakukan kerjasama dengan
Myanmar dalam bentuk
pembangunan refinery baru dan
pengembangan lapangan minyak
dan gas di Myanmar.
Infrastruktur PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
- Menandatangani MoU dengan
United Machinery Group of
Companies (UMG) Myanmar
39
untuk pembangunan pabrik
beton pra-cetak di Yangon
- Membuka liaison office di kota
Yangon pada bulan September
yang diharapkan dapat
memudahkan komunikasi
dengan pihak Myanmar.
Industri Manufaktur PT Semen Indonesia
- Melakukan kunjungan ke
Myanmar pada 24-27 September
2013 dengan tujuan mengamati
langsung kondisi pasar di
Myanmar dan membicarakan
potensi kerjasama di bidang
semen dengan mitra setempat.
- Bekerjasama dengan mitra
setempat yaitu Myanmar
International Trading Co.
(MITC) untuk melakukan
perdagangan terlebih dahulu
sebagai bagian dari langkah awal
dalam meningkatkan akses
40
penetrasi ke Myanmar.
Perbankan PT Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk.
- Membuka hubungan kerjasama
korespondensi dengan beberapa
perbankan di Myanmar, yaitu
MFTB, MICB, Cooperative
Bank, dan Kanbawza Bank
- Melakukan penempatan staf
Business Representative Office
(BRO) pada salah satu bank
tersebut dengan tujuan sharing
knowledge dan mengeksplor
potensi bisnis transaksi
internasional yang dapat
dilakukan antara BNI dengan
bank tersebut.
Sumber: Situmorang (2014)43
B. Sejarah Etnis Rohingya
Pada catatan PBB disebutkan bahwa Rohingya merupakan penduduk
muslim yang menetap di Arakan, Rakhine, Myanmar. Namun, jika dilihat
berdasarkan tutur kata, bahasa yang dikategorikan sebagai bahasa Rohingya
43
G. Situmorang, 2014, “Background Information:...”
41
merupakan bahasa Chittagonian. Bahasa tersebut dituturkan oleh masyarakat
wilayah tenggara Bangladesh. Sedangkan, bahasa yang digunakan di Myanmar
tergolong rumpun Tai Kadal, Austroasiatik, atau Sino-Tibetan.44
Asal-muasal etnis Rohingya dan bagaimana mereka bisa sampai dan
bertempat tinggal di Myanmar masih menjadi hal yang diperdebatkan. Banyak
perbedaan dan klaim yang diutarakan para sejarawan dalam menjelaskan asal-
usul bangsa Rohingya. Pertama, bangsa Rohingya bukanlah keturunan Arab,
melainkan generasi Muslim Chittagonian yang datang dari Bengal (sekarang
Bangladesh) saat Burma (Myanmar) dalam jajahan Inggris.45
Kedua, terminologi
Rohingya ini mulai dikenal dan digunakan sebagai nama sebuah komunitas.
Penamaan tersebut digunakan oleh beberapa kaum intelektual Muslim Bengal
yang tinggal di bagian tenggara Arakan pada awal 1950an. Mereka merupakan
keturunan dari imigran yang berasal dari Chittagong Timur, Bengal dengan
perjanjian Yandabo pada saat perang antara Inggris-Burma I berakhir (1824-
1826).46
Ketiga, Rohingya merupakan masyarakat yang terdiri dari mayoritas
beragama Islam dan minoritas beragama Hindu, dan secara rasial mereka berasal
dari Indo-Semitic. Mereka merupakan campuran Brahmin dari India, Bengals,
Moghuls, Arab, Turks, dan Asia Tengah yang merupakan juru dakwah,
pedagang, dan pejuang yang datang menuju Arakan menggunakan jalur laut.
Bertempat tinggal di Arakan pada masa Ananda Chandra, mereka berbaur
44
A. Y. Hartati, 2013, “Konflik Etnis Myanmaar (Studi Eksistensi Rohingya di tengah Tekananan Pemerintah)”, Semarang: Universitas Wahid Hasyim. 45
Maung Tha Hla, 2009, “Rohingya Hoax”, New York: Buddhist Rakhaing Cultural Association. 46
A. Chan, 2005, “The Development of a Muslim Enclave in Arakan (Rakhine) State of Burma”, SOAS Bulletin Burma Research, Vol.3, NO.2. SBBR.
42
bersama masyarakat lokal dan melahirkan generasi pertama masyarakat
Rohingya.47
Keempat, pada skrip Ananda Chandra tertulis bahwa pada 957 SM,
terjadi perpindahan populasi Tibeto-Burman Theravada Buddhist menuju
wilayah Arakan. Dengan dikalahkannya bala tentara Chandra, mereka
menguasai wilayah Arakan, dan orang-orang yang memiliki paras seperti orang-
orang India kembali menduduki wilayah utara Arakan, atau kembali ke Bengal.
Hal ini merupakan pengusiran orang berparas India yang pertama ke Bengal.48
Lebih dari itu, dikatakan bahwa cikal bakal kelompok Rohingya yang
bermukim di Arakan terlacak sejak zaman kerajaan Mrauk U, yaitu pada zaman
Raja Narameikhla (1430-1434). Setelah diusir bangsa Bengal, Narameikhla
kembali menguasai Mrauk U berkat bantuan dari Sultan Bengal. Seiring dengan
berkuasanya Narameikhla, masuk lah penduduk Muslim Bengal ke wilayah
Arakan, Rakhine. Dalam perkembangannya, jumlah penduduk Muslim Bengal
terus bertambah, terutama ketika kolonial Inggris menguasai Rakhine.
Dikarenakan kurangnya populasi di Rakhine, Inggris mengambil banyak orang
Bengali untuk dipekerjakan sebagai petani di Rakhine. Oleh sebab itu, sampai
saat ini pun, kebanyakan masyarakat Rohingya bekerja dalam sektor agraris.49
Pada 1911, Inggris melakukan sensus penduduk dan mendapati bahwa
masyarakat Muslim yang bermukim di Arakan telah mencapai 58.000 orang.
Angka tersebut terus bertambah pada 1920an ketika saat itu perbatasan India
47
Abid Bahar, 2012, “Ancient Kingdom of Arakan: Understanding The Arab-Chandra Synthesis, diakses dari Kaladan Press: http://www.kaladanpress.org/index.php/report/rohingya/3772-burmasrohingya-origin-in-the-ancient-kingdom-of-arakan-understanding-thearab-chandra-synthesis.html pada 1 September 2018 48
Abid Bahar, 2012, “Ancient Kingdom of Arakan...” 49
A. Y. Hartati, 2013, “Konflik Etnis Myanmar..”
43
ditutup oleh Inggris. Hal tersebut membuat orang-orang Bengali memilih
kembali ke wilayah Rakhine. Sejak 1920an mulai muncul konflik masyarakat
Rohingya dengan penduduk lokal yang merupakan mayoritas Buddha.
Bertambahnya jumlah penduduk yang signifikan membuat mereka cemas.50
Selain paparan tentang asal-muasal etnis Rohingya tersebut di atas,
beberapa sejarawan pun memiliki pendapat lain. Salah satu sejarawan, Khalilur
Rahman, mengatakan bahwa kata “Rohingya” berasal dari bahasa arab “Rahma”
yang mempunyai arti pengampunan. Rahman menelusuri juga peristiwa
kecelakaan kapal pada abad ke-8, tepatnya saat kapal Arab terdampar di Pulau
Ramree (perbatasan antara Burma dan Bangladesh). Pada saat itu, para pedagang
Arab tersebut terancam hukuman mati oleh Raja Arakan. Mereka pun berteriak
“Rahma”, namun para penduduk Arakan salah mengartikannya menjadi
“Raham” (kasihanilah kami), dan dari kata “Raham” itu berubah menjadi
“Rohang” dan akhirnya menjadi “Rohingya”.51
Sejarawan lain yang bernama Jacques P. Leider berpendapat bahwa pada
abad ke-18 terdapat sebuah catatan milik seorang warga Inggris, Buchanan-
Hamilton, menyebutkan bahwa masyarakat muslim sudah ada di wilayah Arakan
sejak abad ke-18. Masyarakat muslim tersebut menyebut diri mereka dengan
50
A. Y. Hartati, 2013, “Konflik Etnis Myanmar...” 51
Aulia Akbar, “Sejarah Masyarakat Rohingya”, diakses dari http://news.okezone.com/read/2012/08/17/411/679197/sejarah-masyarakat-Rohingya pada 11 Juni 2018
44
“Rooinga”. Ada yang sumber yang mengatakan istilah tersebut berasal dari
bahasa Arab “Rahma” (rahmat) atau bahasa Pashtun “rogha” (perdamaian).52
Terlepas dari apakah benar atau tidaknya bahwa Rohingya merupakan
sebuah etnis, dan merupakan etnisitas Myanmar atau tidak, tetapi menurut
sejarah, etnis Rohingya adalah komunitas migran berasal dari Bangladesh yang
telah menetap selama ratusan tahun di wilayah Arakan, Myanmar. Seharusnya,
sebagai sebuah komunitas yang telah menetap dan tinggal selama ratusan tahun
di sebuah wilayah yang pada akhirnya menjadi bagian dari Myanmar, hak-hak
bisa mereka dapatkan, khususnya status kewarganegaraan.53
52
Tri Joko, “Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar”, Jurnal Transnasional Vol. 4 No. 2 Februari 2013, hal. 840 53
Tri Joko, “Konflik Tak Seimbang Etnis...”
45
BAB III
GAMBARAN UMUM KONFLIK ETNIS ROHINGYA
DAN SIKAP PEMERINTAHAN MYANMAR
A. Akar Konflik Secara Historis
Kekerasan antara masyarakat Muslim dan Buddha di Arakan telah terjadi
selama beberapa dekade terakhir. Konflik tersebut dapat ditarik hingga pada saat
Perang Dunia II, ketika pada saat itu masyarakat Rohingya bersikap setia kepada
kolonial Inggris, masyarakat Arakan memihak pada para penjajah Jepang.
Jepang menginvasi Myanmar serta berusaha mengusir penguasa kolonial
Inggris. Saat peristiwa tersebut terjadi, masyarakat Rohingya menjadi target
brutal pemerintah dan penjajah Jepang, dan mendapat bantuan dari kelompok
etnis Rakhine dan Burma, menyiksa dan memaksa masyarakat Rohingya untuk
mengungsi keluar dari Arakan, mengubah profil etnis Arakan, dari yang
mayoritas Muslim menjadi Buddha.54
Pemerintah terus mengawasi komunitas Rohingya dengan ketat. Ketika
pemerintah mendapat adanya gerakan komunitas Rohingya yang menuntut hak
mereka di Arakan, pemerintah langsung melakukan pemberangusan terhadap
mereka. Hal tersebut terus terjadi dari 1960 hingga 1970an. Kebijakan tersebut
diklaim sebagai kebijakan politik pecah belah (devide-et-impera), dengan tujuan
mengusir etnis minoritas dari dunia perpolitikan. Devide-et-impera merupakan
54
Human Rights Watch, All You Can Do Is Pray, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims#page pada 13 November 2018
46
kebijakan politik pecah belah dengan gabungan antara strategi ekonomi, militer
dan politk dengan tujuan mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, dengan
cara memecahkan kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil. Dengan
begitu, pergerakan mereka akan dengan mudah dihentikan. Hal tersebut terbukti
pada tahun 1980an, legislasi yang dikeluarkan pemerintah menyatakan bahwa
komunitas Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan manapun (stateless). Jika
konflik ini terus berlanjut, maka dapat berujung pada pembersihan etnis (ethnic
cleansing).55
Menurut Dr. Jacques P. Leider ---seorang sejarawan Perancis yang
mengamat sejarah Arakan sejak dua dekade lalu--- melalui wawancara dengan
The Irrawaddy, mengatakan bahwa akar masalah yang terjadi di Rakhine bukan
disebabkan oleh sikap rasis masyarakat Buddha. Apa yang terjadi lebih kepada
reaksi emosional mereka yang sangat kuat. Reaksi emosional yang disebabkan
karena kekhawatiran mereka akan pertumbuhan populasi masyarakat muslim
yang sangat masif, khususnya pada desa-desa di Rakhine. Secara singkat,
Jacques menilai permusuhan ini tidak lain karena (1) persoalan perebutan tanah,
(2) pertumbuhan masyarakat Muslim yang sangat masif, dan (3) Xenophobia
atas masyarakat Muslim.56
Konflik antara masyarakat muslim dengan buddha khususnya di Arakan
sudah berusia sangat panjang. Tentunya tidak ada manusia yang ingin hidup
55
Maung Tha Hla, 2009. “Rohingya Hoax, Buddhist Rakhaing Cultural Association”, New York Human Rights Watch, “All you can do is pray”, crimes againts humanity and ethnic cleansing of Rohingya Muslim in Burma‟s Arakan State. Hal. 20-21 56
The Irrawaddy, ”History Behind Arakan State Conflict”, diakses dari https://www.irrawaddy.com/in-person/interview/history-behind-arakan-state-conflict.html pada 13 November 2018
47
dalam permusuhan dan kebencian yang tidak kunjung menemui titik terang.
Namun ketika terdapat sekelompok masyarakat yang terus membenci suatu ras,
kaum, atau penganut agama lain secara turun-temurun, hampir bisa dipastikan
terdapat sebuah faktor pemicu yang menjadi penyebabnya.
Menurut liputan dari berbagai media, terdapat seorang biksu yang
merupakan seorang “pemimpin gerakan anti-Muslim” yang bernama Ashin
Wirathu. Ashin Wirathu merupakan seorang biksu yang dihormati di wilayah
Mandalay, dan mendapat julukan “The Fighting Monk”. Julukan tersebut
didapat karena Wirathu merupakan otak dari pembersihan etnis dan konflik
berdarah yang dilakukan terhadap masyarakat Rohingya. Pada 14 September
2003, Wirathu berbicara dihadapan sekitar 3000 biksu dan memprovokasi
mereka untuk menganggap bahwa muslim adalah maling dan teroris. Wirathu
mengklaim bahwa sanksi Amerika terhadap Myanmar terjadi karena Amerika
ingin menghukum Al-Qaeda, yaitu para muslim yang ada di Myanmar ini. 57
Terdapat sebuah pernyatan dari Wirathu yang berbunyi “Kita mempunyai
sebuah masalah di Myanmar, di Mandalay. Masalah tersebut yaitu Islam.
Terdapat masyarakat muslim baru di Mandalay yang merupakan pendatang dari
Bangladesh dan Pakistan. Mereka adalah teroris dan pencuri, tidak menghormati
wanita dan agama Buddha. Kita adalah kaum Buddha, cinta damai, tetapi kita
harus melindungi diri sendiri”.58
57
Cem Ozturk, “Myanmar’s Muslim Sideshow”, diakses dari http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/EJ21Ae01.html pada 13 November 2018 58
Cem Ozturk, “Myanmar’s Muslim...”
48
Pada 2012, sebuah kerusuhan terjadi di Meiktila, sebuah kota di pusat
Myanmar, yang menyebabkan hancurnya sebuah masjid dan ratusan jiwa
meninggal. Kerusuhan tersebut dipicu dari pidato Wirathu. Wirathu merespon
hal tersebut dengan mengatakan bahwa pidatonya bukanlah “kebencian” ataupun
rasis, melainkan hanya sebuah peringatan untuk melindungi rakyatnya. Apa
yang mereka perbuat terkait peringatan tersebut bukanlah perbuatannya. Dalam
pidatonya Wirathu menyatakan bahwa ia hanya bertindak melindungi orang
yang iya cintai, seperti halnya orang lain melindungi orang yang mereka cintai.
Wirathu hanya memperingatkan orang-orang tentang Muslim. Wirathu
menganalogikan tindakannya seperti seekor anjing yang akan menggonggong
kepada orang asing yang datang ke rumah untuk memperingati sang pemilik.59
Wirathu juga berpendapat bahwa hanya membutuhkan seorang teroris
untuk berada di antara mereka maka kekacauan terjadi, seperti apa yang terjadi
di Barat. Ia hanya tidak ingin hal yang sama terjadi pada negaranya. Ia
menganggap apa yang iya lakukan hanyalah memperingati orang-orang untuk
lebih waspada. Wirathu juga menambahkan jika Donald Trump atau Nigel
Farage membutuhkan saran, ia dengan senang hati akan membagikan
gagasannya. Gagasan tersebut seperti menyusup ke dalam laman grup Muslim
Facebook, merekam semua pembelajaran sekolah-sekolah Islam, serta
pengawasan pemerintah terhadap aktivitas internet, termasuk surat elektronik (e-
59
The Guardian, “‘It Only Takes One Terrorist’: The Buddhist Monk Who Reviles Myanmar’s Muslims”, diakses dari https://www.theguardian.com/global-development/2017/may/12/only-takes-one-terrorist-buddhist-monk-reviles-myanmar-muslims-rohingya-refugees-ashin-wirathu pada 14 November 2018
49
mail). Wirathu mengklaim bahwa internet di Myanmar disaring oleh pasukan
individu miliknya. 60
B. Perlakuan Pemerintah Myanmar Terhadap Etnis Rohingya
Masyarakat Rohingya merupakan penganut Islam yang sangat taat. Hal
itu terlihat dari sunnah yang mereka jalankan, seperti merawat janggut bagi laki-
laki, dan kaum perempuan mengenakan jilbab sebagai kewajiban bagi setiap
muslimah. Tidak hanya itu, terdapat banyak masjid dan madrasah pada setiap
perumahan, dan kaum laki-laki selalu shalat berjamaah di sana, sedangkan kaum
perempuan di rumah. Para ulama berperan penting dalam lingkungan masyarakat
Rohingya. Saran dan opini para ulama selalu didengar dan diikuti oleh
masyarakat, khususnya masalah hukum seperti hukum keluarga. Seluruh
kegiatan sosial seperti pendistribusian daging kurban, menolong orang miskin,
janda, anak yatim dan orang yang berkebutuhan, serta pernikahan dan
pemakaman diawasi oleh badan yang bernama Samaj.61
Namun setelah Burma Citizenship Law pada 1982 diimplementasikan,
diskriminasi hak-hak masyarakat Rohingya semakin memburuk, baik dari segi
politik, budaya, agama, ekonomi, dan sosial. Beberapa contohnya adalah tidak
diperbolehkannya kaum perempuan rohingya mengenakan jilbab, kegiatan
keagamaan diawasi secara ketat, dan masjid-masjid dirobohkan. Tidak
dianggapnya etnis Rohingya sebagai bagian dari banyaknya etnis di Myanmar,
60
The Guardian, “‘It Only Takes One Terrorist’...” 61
Nurul Islam, ”Facts About The Rohingya Muslims of Arakan”, diakses dari http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-rohingya.html pada 14 November 2018
50
mengakibatkan mereka tidak dapat terlibat dalam kegiatan politik ataupun
kegiatan sosial lainnya.62
Pada sisi ekonomi, izin usaha tidak dikeluarkan pemerintah, dan
pemerintah membatasi segala kegiatan usaha yang telah dimiliki etnis Rohingya.
Di sisi lain mereka harus tetap membayar pajak yang tinggi, namun karena
pembatasan tersebut, mereka tidak dapat membayarnya, dan sebagai gantinya,
pemerintah menyita properti milik mereka sebagai ganti dari pembayaran pajak
tersebut. 63
Perlakuan tidak menyenangkan tersebut tidak datang dari pemerintah
saja. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, seorang biksu yang bernama
Ahsin Wirathu yang dipercaya sebagai “pemimpin gerakan anti-Muslim”64
,
berperan besar dalam mepertahankan sikap permusuhan terhadap kaum Muslim,
walaupun terdapat pertentangan dari sebagian kecil para biksu. Alasan
penentangan mereka adalah bahwa sesungguhnya agama Buddha tidak
mengajarkan permusuhan serta kebencian terhadap penganut agama lain.
Terdapat sebuah klaim dari seorang Biksu kepada media Asia Times Online, ia
mengatakan bahwa Wirathu mendapat dukungan dari pemerintah, “Wirathu
bekerja untuk pemerintah”. Ia beralasan bahwa ajaran Buddha tidak pernah
mengajarkan kekasaran seperti yang dilakukan Wirathu. Sang biksu tersebut
62
Nurul Islam, ”Facts About The Rohingya....” 63
Amnesti International, 2004, “Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied”, AI Index: ASA 16/005/2004. 64
Cem Ozturk, “Myanmar’s Muslim Sideshow”, diakses dari http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/EJ21Ae01.html pada 14 November 2018
51
menyatakan, apa yang Wirathu katakana dan lakukan bukanlah cerminan ajaran
Buddha. Sangat banyak biksu yang menentang pandangan Wirathu tersebut.65
Pernyataan biksu tersebut dapat dilihat dari bagaimana Presiden Thein
Sein membela Wirathu. Presiden Thein Sein menyebut Wirathu sebagai “son of
Buddha” dan membelanya dengan menyebutnya sebagai “noble person” yang
berkomitmen terhadap perdamaian.66
Presiden Thein Sein juga membela
pergerakan “969” yang dipimpin oleh Wirathu, sebuah pergerakan yang
menyerukan kaum Buddha untuk memboikot bisnis milik kaum Muslim, setelah
majalah Time menyebut Wirathu sebagai “The Face of Buddhist Terror”, pada 1
Juli 2013 (sampul majalah Time).67
Kebijakan anti-Islam tersebut masih dipertahankan dan berlanjut hingga
masa sekarang, meliputi hampir seluruh kebijakan pemerintah.68
Hal tersebut
dapat dilihat dari pernyataan Presiden Thein Sein terhadap Komisioner Tertinggi
Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) setelah pertikaian dan kerusuhan pada Juni
2012 lalu, bahwa pemerintah Myanmar akan bertanggungjawab terhadap
kebangsaan etnis mereka tetapi mustahil untuk mengakui Rohingya---yang
masuk ke Myanmar melewati perbatasan secara ilegal--- yang bukan merupakan
sebuah etnis di Myanmar. Pemerintah Myanmar beresdia untuk menyerahkan
65
Cem Ozturk, “Myanmar’s Muslim....” 66
Hanna Hindstrom, “Burma President Backs Anti-Muslim ‘Hate Preacher’ Wirathu”, diakses dari http://www.dvb.no/news/politics-news/burma-president-backs-anti-muslim-%E2%80%98hate-preacher%E2%80%99-wirathu/28955 pada 14 November 2018 67
Hanna Hindstrom, “Burma President Backs....” 68
Steinberg David I., 2010, “Burma/Myanmar, what everyone needs to know”, Oxford University Press, hlm. 156
52
kaum Rohingya kepada UNHCR dan membantu menempatkan kembali mereka
di negara ketiga lainnya “yang ingin menampung mereka”. 69
Kebijakan tersebut juga mendapat dukungan dari partai politik RNDP
(Rakhine National Development Party). Ketua RNDP, Dr. Aye Maung,
mengatakan bahwa mereka telah meminta verifikasi menyeluruh sesuai dengan
1982 Burma Citizenship Law dan agar orang-orang yang secara ilegal datang ke
negara Myanmar tinggal di kamp pengungsian. Seperti pengungsi di negara lain,
dengan dukungan dari UNHCR berikan mereka makan dan minum, dan suatu
saat ada negara ketiga yang bersimpati terhadap para pengungsi dan ingin
memberikan kewarganegaraan di negara mereka, ketika interview dengan
Democratic Voice of Burma (DVB). 70
Diskriminasi terhadap masyarakat Rohingya yang dilakukan oleh
pemerintah dinilai jauh lebih parah dibandingkn dengan segregasi rasial
Apartheid yang terjadi di Afrika Selatan oleh masyarakat internasional.
Kebijakan diskriminatif ini disebut menjadi salah satu akar permasalahan krisis
kemanusiaan. Penilaian itu ditegaskan pula oleh Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat, Antony J. Blinken, pada pertemuannya dengan Presiden Thein Sein, 21
Mei 2015, di Naypydaw, Myanmar.71
Selama ini etnis Rohingya dianggap masyarakat ilegal asal Bangladesh
oleh pemerintah Myanmar. Kelompok ini terus mengalami kekerasan dan
69
Democratic Voice of Burma, “UN Rejects Thein Sein’s Potential Rohingya Plan”, diakses dari http://www.dvb.no/news/un-rejects-thein-sein%E2%80%99s-potential-rohingya-plan/22893/ Pada 14 November 2018 70
Democratic Voice of Burma, “UN Rejects Thein Sein’s....“ 71
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya, Indonesia, dan ASEAN”, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VII, No.10/II/P3DI, hlm. 5-6
53
perlakuan diskriminatif. Dari sekian banyaknya etnis di Myanmar, etnis
Rohingya ini merupakan salah satu etnis minoritas, dan mereka bukanlah etnis
asli Myanmar. Dilihat dari penampilan fisiknya, etnis Rohingya lebih mirip
masyarakat Asia Selatan daripada masyarakan Asia Tenggara. Tidak hanya dari
pemerintah, etnis Rohingya pun mendapat perlakuan diskriminatif dari
masyarakat setempat, dan juga kelompok-kelompok masyarakat tertentu bahkan
tokoh agama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dianggap sebagai
imigran gelap dan masyarakat Rohingya tidak mendapatkan hak
kewarganegaraannya.72
Direktur eksekutif organisasi HAM yang bernama Fortify Rights,
Matthew Smith, menemukan sebuah hal yang cukup mengejutkan. Berdasarkan
sebuah dokumen resmi yang ditemukan, membuktikan keterlibatan pemerintah
Myanmar dalam kebijakan-kebijakan diskriminatif yang menimpa kaum Muslim
Rohingya. Dokumen tersebut dicetak sebanyak 79 halaman, mengungkap bahwa
elit pejabat Myanmar memerintah otoritas negara bagian Rakhine agar secara
konsisten membatasi Rohingya sesuai dengan kebijakan negara. Organisasi
HAM yang mendapatkan bocoran tersebut menyampaikan bahwa sebagian besar
dari kebijakan tersebut masih berlaku sampai pada masa sekarang.73
Pada 2014, istilah Rohingya dilarang digunakan oleh pemerintah dan
mendaftarkan masyarakat Rohingya sebagai Bengali pada sensus penduduk
tahun tersebut. Namun pada Maret 2015, pemerintah mengambil kembali kartu
identitas penduduk mereka yang berakibat hilangnya kewarganegaraan serta
72
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 6 73
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 6
54
hak-hak politik mereka. Situasi yang tidak kondusif dan gawat, ditambah sejarah
konflik yang begitu panjang dan perlakuan diskriminatif serta rasial yang terjadi
sebelumnya antara etnis Rohingya dan Rakhine, menambah kecemasan kaum
Rohingya atas keamanan diri mereka jika masih menetap di Myanmar. Hal
tersebut yang menjadi penyebab mereka mengungsi ke negara-negara tetangga
seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia.74
C. Implikasi dari konflik terhadap kawasan Asia Tenggara
Suatu kaum tidak akan mengungsi keluar dari negaranya dan mencari
suaka di negara lain apabila tidak terjadi sesuatu di negara asal mereka. Pada
kasus etnis Rohingya ini, banyak dari mereka yang mengungsi ke negara-negara
tetangga di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand dan Indonesia,
yang juga merupakan negara anggota ASEAN. Dengan mengungsinya etnis
Rohingya, hal tersebut membuktikan bahwa memang kebijakan keras dan
diskriminatif itu benar terjadi.
Sebenarnya, eksodus etnis Rohingya dari Myanmar ini bukanlah hal
baru. Hal yang sama pernah terjadi pada 2012 saat konflik sektarian antara
warga minoritas Muslim Rohingya dengan dengan mayoritas warga Buddha di
negara bagian Rakhine memburuk. Saat itu lebih dari 200 warga Rohingya tewas
dan 140.000 lainnya digiring ke kamp-kamp pengungsi. Pada kasus Mei 2015,
hampir 800 migran dari Rohingya dan Bangladesh diselamatkan oleh nelayan
Aceh dengan menarik perahu mereka ke pantai. Menurut keterangan PBB, masih
banyak ribuan migran lain yang masih terbengkalai di tengah laut, dan
74
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 6
55
diperkirakan sekitar 3.000 orang telah diselamatkan setelah terdampar di pesisir
pantai Thailand, Malaysia, dan Indonesia.75
Para migran yang berasal dari Bangladesh tidak ingin dikategorikan
sebagai pengungsi, karena mereka hanya ingin mencari kehidupan yang lebih
baik. Dari proses registrasi yang dilakukan oleh UNHCR, dapat dipastikan
bahwa imigran asal Bangladesh bukanlah pencari suaka. Mereka meninggalkan
Bangladesh untuk penghidupan yang lebih layak dan pertolongan internasional
tidak dibutuhkan. MD Nazmul Quaunine, duta besar Bangladesh untuk
Indonesia, memastikan akan segera mengembalikan mereka ke Bangladesh.
Sebaliknya, UNHCR menetapkan migran asal Rohingya sebagai pencari suaka
sehingga pertolongan internasional pantas mereka dapatkan.76
Bersama dengan International Organization for Migration (IOM),
UNHCR berusaha mencari tempat penampungan pengungsi, termasuk salah
satunya kemungkinan untuk menetap di Indonesia. Hingga 19 Mei 2015,
UNHCR mencatat 332 migran yang berasal dari Myanmar dan 252 dari
Bangladesh. Pencatatan tersebut bertujuan untuk memastikan identitas, asal
negara, dan alasan meninggalkan negara asal. Seorang perwakilan UNHCR telah
bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yaitu Thomas Vargas. Thomas
menyatakan bahwa pendanaan untuk Indonesia bagi penampungan pengungsi
Rohingya akan dibantu masyarakat Internasional.77
75
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 6 76
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 6 77
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm 7
56
Sebelumnya, pihak keamanan laut Indonesia hanya memberikan bantuan
berupa perbekalan makan dan minuman, sebelum kembali mendorong perahu
para pengungsi ke tengah laut. Namun setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla
memerintahkan untuk menerima pengungsi, barulah Indonesia menerima mereka
atas nama kemanusiaan. Indonesia akan terus berusaha membantu
mempersatukan mereka yang teripsah dari keluarganya. Adapun pengungsi
anak-anak yang telah kehilangan keluarga akan ditampung pesantren dan panti
asuhan di wilayah Indonesia. Pemerintah memberi syarat bahwa Indonesia hanya
akan menerima mereka selama kurang lebih satu tahun. Jika setahun sudah
lewat, harus dikembalikan ke negara asal atau negara ketiga yang sejak awal
merupakan tujuan utama para pengungsi. Syarat tersebut diberlakukan karena
Indonesia bukanlah tujuan utama para pengungsi, melainkan hanya “numpang
lewat”. Para pengungsi melewati Indonesia untuk melintas menuju Australia.
Pusat detensi Kemenkumham sempat kewalahan dalam menampung para
pengungsi tersebut. 78
ASEAN pernah mendapat kritik keras dan disebut mempermainkan nasib
para pengungsi karena tidak pernah mengambil tindakan tegas. Malaysia sebagai
ketua ASEAN pada 2015 menggelar sebuah pertemuan darurat bersama
Indonesia dan Thailand, negara-negara yang juga dihampiri pengungsi
Rohingya. Pertemuan yang dilaksanakan di Putra Jaya pada 20 Mei 2015
tersebut tidak dihadiri oleh pemerintah Myanmar, karena dikhawatirkan jika
78
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm 7
57
mereka ikut maka pembahasan hanya berfokus pada tidak diakuinya
kewarganegaraan masyarakat Rohingya.79
Kritik tajam sempat mengarah pada otoritas keamanan dan angkatan laut
ketiga negara, karena hanya memberikan bantuan di tengah laut, namun
mencegah kapal para pengungsi masuk ke wilayah masing-masing negara,
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Langkah tersebut dinilai tidak
berperikemanusiaan walaupun konvensi UNHCR 1951 yang berkewajiban untuk
menolong pengungsi pada kenyataannya ketiga negara memang tidak
menandatangani.80
Setelah pertemuan darurat tersebut, Malaysia dan Indonesia setuju untuk
menampung setidaknya 7.000 pengungsi, dengan syarat setidaknya menampung
selama satu tahun sambil menunggu UNHCR mendapatkan negara ketiga yang
mau menampung para pengungsi atau mengembalikan para pengungsi ke negara
asal mereka. Namun demikian, masalah ini tidak hanya menjadi masalah bagi
ASEAN saja, tetapi juga menjadi masalah bersama komunitas internasional. Hal
tersebut karena sudah berkaitan dengan krisis kemanusiaan, menurut Menteri
Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman. 81
Salah satu implikasi besar terhadap ASEAN adalah sorotan dunia
terhadap ASEAN yang menempatkan ASEAN dalam pertaruhan yang cukup
besar menyangkut kredibilitasnya dalam menangani kasus Rohingya sebagai
organisasi kawasan yang dibentuk pada era perang dingin. Sejak berdiri, prinsip
79
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 7 80
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 7 81
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 7
58
non-intervensi disepakati oleh negara anggota ASEAN, yaitu prinsip yang tidak
mencampuri urusan internal masing-masing anggota. Prinsip ini mengakibatkan
pendekatan yang ASEAN lakukan dalam mengatasi masalah Rohingya ini harus
sangat hati-hati. Banyak pengamat yang menilai prinsip tersebut turut
menyebabkan kerumitan tersendiri. Terkait prinsip tersebut, Charles Santiago,
ketua organisasi antar-parlemen ASEAN untuk HAM, mengkritik Myanmar
yang justru jauh lebih responsif dan menerima kritik dari negara-negara besar,
seperti Cina dan Amerika Serikat, daripada sesama negara anggota ASEAN. 82
Walaupun demikian, hal tersebut tidak berarti bahwa ASEAN hanya
akan berdiam diri dalam menyikapi kasus Rohingya ini. ASEAN harus bergerak
aktif dalam menangani kasus Rohingya ini mengingat bahwa hal ini bukan
hanya masalah dalam negeri Myanmar saja, karena ribuan masyarakat Rohingya
telah mengungsi ke negara anggota ASEAN lainnya. Hal ini akan mengancam
stabilitas dan keamanan kawasan jika dibiarkan terus menerus.83
Dalam pertemuan pemimpin ASEAN di Sydney, Australia, pada 17-18
Maret 2018, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa beliau akan mengangkat
isu krisis kemanusiaan Rohingya. Beliau mengatakan bahwa Indonesia ingin
menyelesaikan masalah ini bersama-sama dengan negara anggota ASEAN
lainnya beserta Australia. Presiden Joko Widodo sangat menginginkan
membahas hal tersebut, terutama dengan Malcolm Turnbull, Perdana Menteri
Australia, karena beliau sudah pernah berkunjung ke kamp pengungsi di Cox‟s
Bazaar, Bangladesh. Beliau menjelaskan bahwa sebelumnya pernah berbicara
82
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 7 83
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya....”, hlm. 7
59
dengan Malcolm Turnbull mengenai hal ini, namun hal tersebut memang rumit,
tidak mudah, tetapi beliau akan tetap mencoba untuk membahas hal tersebut.84
Kendati demikian, Malcolm Turnbull tidak ingin membahas masalah
tersebut pada pertemuan saat itu, dan lebih memilih berbicara langsung secara
bilateral dengan Aung San Suu Kyi. Malcolm Turnbull mengatakan kepada
Fairfax Media bahwa Australia telah memberikan dana bantuan sebesar $135
juta dalam membantu para pengungsi yang kabur ke Bangladesh dan membantu
Indonesia dalam rekonsiliasi di wilayah konflik.85
84
Peter Hartcher dan James Massola, “Indonesia to Confront Rohingya Crisis at ASEAN”, diakses dari https://www.smh.com.au/world/asia/indonesia-to-confront-rohingya-crisis-at-asean-20180316-p4z4rz.html pada 3 Desember 2018 85
Peter Hartcher dan James Massola, “Indonesia to Confront...”
60
BAB IV
ANALISA KEBIJAKAN INDONESIA DALAM MEMBANTU
PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
PADA 2016 - 2018
A. Kebijakan Dalam Negeri
Dalam menangani pengungsi, sejak 1975, ketika Indonesia menghadapi
krisis pengungsi Indochina, Indonesia telah memperlihatkan komitmennya untuk
mematuhi prinsip non-refoulement, yaitu tidak memulangkan pengungsi atau
pencari suaka ke tempat mereka berasal dimana mereka mendapat perlakuan
diskriminatif. Sejak 1975-1991, Indonesia memilih pulau Galang di kepulauan
Riau untuk menampung lebih dari 100.000 jiwa pencari suaka dan pengungsi
dari Vietnam yang sedang dalam perang. Di sana, pengungsi ditampung di kamp
pengungsian di bawah naungan badan pengungsi PBB. Walaupun Indonesia
tidak menandatangani konvensi UNHCR 1951 tentang pengungsi, namun
komitmen Indonesia merupakan komitmen yang langka dan sangat diapresiasi
oleh masyarakat internasional. 86
Pada Mei 2015, nelayan aceh menyelamatkan sekitar 800 migran asal
Rohingya dan Bangladesh dengan menarik perahu para migran ke tepi pantai
Indonesia, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Bekerja sama
dengan UNHCR, Indonesia mendata para migran asal Rohingya dan Bangladesh
tersebut, dengan tujuan memastikan identitas, asal negara, dan alasan
86
Dio Herdiawan Tobing, 2018, A Year of Jokowi’s Refugee Decree: What has changed?, diakses dari https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018
61
meninggalkan negara asal. UNHCR memastikan bantuan pendanaan masyarakat
internasional bagi penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia. Indonesia
menerima para pengungsi atas nama kemanusiaan. Indonesia akan membantu
mereka untuk kembali bersatu dengan keluarga yang telah terpisah. Adapun
pengungsi anak-anak yang sudah tidak berkeluarga akan ditampung pesantren
maupun panti asuhan di wilayah Indonesia. Namun semua itu dengan syarat
Indonesia hanya akan menampung mereka paling lama satu tahun.87
Dalam masa penampungan tersebut, terdapat permasalahan soal dana.
Ketiadaan dana alokasi khusus menghambat proses penampungan pengungsi.
Anggaran untuk tahun 2015 yang sudah dibuat tidak mungkin dialokasikan
untuk penanganan pengungsi, karena sudah dialokasikan untuk hal lain. Satu-
satunya bantuan yang dapat diberikan pemerintah yaitu lahan penampungan.
Untuk penanganan pengungsi, pemerintah daerah mengeluarkan dana sebesar
Rp. 441,35 juta selama 13 hari, yang hanya memenuhi kebutuhan makan. Kepala
Dinas Sosial Kota Kuala Langsa, Mursyidin, mengatakan dana yang digunakan
tersebut bukanlah dana APBD, melainkan anggaran dari IOM. Pemerintah
daerah hanya menalangi saja, kemudian meminta ganti kepada IOM atas dana
yang sudah dikeluarkan tersebut. 88
Pada Desember 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani “Refugee
Decree”, Peraturan Presiden (Perpres) No. 125/2016 dalam Penanganan
87
Simela Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya, Indonesia, dan ASEAN”, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VII, No.10/II/P3DI, hlm. 6-7 88
Febrina Firdaus, 2015, Pemerintah Janji Tampung Pengungsi, Tapi Tak Ada Dana Khusus Untuk Mereka”, diakses dari https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/94626-tak-ada-dana-alokasi-khusus-untuk-rohingya , pada 21 Februari 2019
62
Pengungsi dari Luar Negeri. Peraturan Presiden tersebut merupakan peraturan
tentang regulasi pengungsi pertama setelah mandat untuk membuat satu setelah
15 tahun lamanya di bawah 1999 Law on Foreign Relation. 89
Dengan disahkannya Perpres No. 125/2016, setidaknya ada tiga
perubahan besar pada politik domestik. Pertama, persepsi lembaga-lembaga
pemerintah mengenai pengungsi maupun pencari suaka di Indonesia. Sebelum
disahkannya Perpres tersebut, setiap lembaga pemerintah yang menangani kasus
pengungsi cenderung menggunakan naluri dan alasan mereka sendiri. Sebagai
contohnya, Direktorat Jenderal Imigrasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (KEMENKUMHAM) tidak membedakan atara pengungsi, pencari
suaka, ataupun masyarakat yang tidak memiliki kewarganegaraan. Bagi mereka,
siapapun yang masuk ke dalam wilayah kedaulatan Indonesia tanpa izin adalah
“imigran ilegal”. Sementara Menteri Luar Negeri yang lebih memperhatikan
kewajiban internasional yang berasal dari perjanjian, bea cukai, dan praktik
negara, selalu lebih berhati-hati dalam menangani pengungsi. Setelah
disahkannya Perpres tersebut, setiap lembaga pemerintah harus merujuk Perpres
tersebut dalam menangani pengungsi. 90
Kedua, dengan berfokus pada menolong, mengevakuasi, memantau,
registrasi, dan mengakomodasi para pengungsi, Perpres tersebut menunjukkan
praktik standar dari prinsip “non-arbitrary refoulement”. Repatriasi hanya akan
89
Dio Herdiawan Tobing, 2018, A Year of Jokowi’s Refugee Decree: What has changed?, diakses dari https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018 90
Dio Herdiawan Tobing, 2018, A Year of Jokowi’s Refugee Decree: What has changed?, diakses dari https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018
63
dilaksanakan jika ada permintaan darurat dari pengungsi yang bersangkutan.
Sebelum disahkannya Perpres tersebut, kebijakan dari lembaga pemerintah
masih kurang jelas. Insiden pendorongan kembali kapal pengungsi ke laut di
Aceh pada Juni 2016 merupakan salah satu respon yang dilakukan terhadap
pengungsi karena belum adanya regulasi yang jelas dalam menangani pengungsi.
Dengan adanya Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan (KEMENKOPOLHUKAM) yang mengkoordinasi implementasi dari
Perpres tersebut, selama tahun 2017 tidak terdengar adanya ”pendorongan
kembali” yang dilakukan terhadap pengungsi seperti sebelumnya. 91
Lebih lanjut, Perpres tersebut memperjelas pembagian kerja antar
lembaga pemerintah dalam penanganan pengungsi. Setidaknya lima lembaga
pemerintah yang terlibat, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM,
kepolisan dan tentara, di bawah naungan MENKOPOLHUKAM. Sebagai
contoh, Menteri Luar Negeri bertanggungjawab mengirimkan nota diplomatik
kepada negara asal pengungsi, dan pemerintah daerah akan menyiapkan tempat
penampungan pengungsi.92
Indonesia memang tidak memiliki kebijakan baru mengenai pengungsi,
dan adanya desakan agar Indonesia bergabung ke dalam negara yang
menandatangani 1951 Refugee Convetion, namun dengan adanya Peraturan
Presiden No.125 tahun 2016 ini menyiapkan sistem perlindungan pengungsi
91
Dio Herdiawan Tobing, 2018, A Year of Jokowi’s Refugee Decree: What has changed?, diakses dari https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018 92
Dio Herdiawan Tobing, 2018, A Year of Jokowi’s Refugee Decree: What has changed?, diakses dari https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018
64
yang memadai dari negara, dan menegaskan kembali komitmen Indonesia
terhadap prinsip “non-refoulement” berdasarkan hukum internasional. 93
Walaupun Perpres ini sudah disahkan, namun nyatanya penerapan
Perpres ini tidak mudah. Pasalnya, Perpres ini baru ditandatangani oleh Presiden
Joko Widodo pada Januari 2017, dan sekiranya perlu waktu 6 hingga 12 bulan
untuk sosialisasi dan implementasi pada tatanan pemerintahan serta penegak
hukum di daerah.94
Selain itu, penganggaran dana untuk implementasi Perpres
ini pun belum sempat dibuat. Kemungkinan lembaga-lembaga daerah membuat
penganggaran dana terkait yaitu pada 2018. 95
Dalam proses sosialisasi dari awal penandatanganan hingga Juli 2017,
baru mencapai 7 provinsi dari target 14 provinsi yang merupakan daerah ramai
pengungsi.96
Menurut data dari UNHCR, terdapat sekitar 14.450 pengungsi dan
pencari suaka yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dan sekitar 25% terdiri
dari anak-anak. 97
Sekitar 4.000 orang berada di rumah detensi imigrasi
(rudenim) yang tersebar dari Riau hingga Jayapura. Sementara itu, sekitar 4.400
orang lainnya berada di rumah komunitas yang dikelola dan dibiayai oleh IOM,
93
Dio Herdiawan Tobing, 2018, A Year of Jokowi’s Refugee Decree: What has changed?, diakses dari https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018 94
Rizki Akbar Hasan, 2017, “UNHCR Puji Perpres Baru RI Soal Penanganan pengungsi”, diakses dari https://www.liputan6.com/global/read/3034088/unhcr-puji-perpres-baru-ri-soal-penanganan-pengungsi pada 8 Januari 2019 95
The Conversation, Kota dan Kabupaten mungkin diminta menampung pengungsi---maukah mereka?, diakses dari https://theconversation.com/kota-dan-kabupaten-mungkin-diminta-menampung-pengungsi-maukah-mereka-83451 pada 8 Januari 2019 96
Rizki Akbar Hasan, 2017, “UNHCR Puji Perpres Baru RI Soal Penanganan pengungsi”, diakses dari https://www.liputan6.com/global/read/3034088/unhcr-puji-perpres-baru-ri-soal-penanganan-pengungsi pada 8 Januari 2019 97
Rizki Akbar Hasan, 2017, “UNHCR Puji Perpres Baru RI Soal Penanganan pengungsi”, diakses dari https://www.liputan6.com/global/read/3034088/unhcr-puji-perpres-baru-ri-soal-penanganan-pengungsi pada 8 Januari 2019
65
dan sekitar 6.000 orang sisanya merupakan pengungsi mandiri yang tinggal di
luar rumah penampungan ataupun rumah komunitas dan hidup di antara warga
lokal. 98
Alasan lain yang menyebabkan Perpres ini belum efektif yaitu tidak
dicantumkannya hak pengungsi untuk bekerja dan mengakses pendidikan.99
Apabila terdapat pengungsi yang bekerja secara ilegal dan diketahui oleh
pemerintah, maka akan dikirimkan ke rumah detensi imigrasi. Mereka tidak
memiliki cara lain selain mengandalkan uang saku pemberian IOM.100
Tidak adanya akses pekerjaan dan pendidikan tentu sangat merugikan
para pengungsi. Karena pengungsi bisa menunggu hingga lebih dari 25 tahun
untuk dapat dipindahkan ke negara tujuan. Anggapan bahwa pekerjaan
penduduk lokal akan direbut oleh para pengungsi menghalangi pemerintah untuk
segera memberi akses pekerjaan kepada pengungsi. 101
Menurut IMF, pada sektor ekonomi, peran dari para pengungsi
berpotensi meningkatkan pendapatan negara dan permintaan domestik. Seperti
di London, kegiatan wirausaha yang dimiliki para pengungsi berpengaruh positif
98
The Conversation, Kota dan Kabupaten mungkin diminta menampung pengungsi---maukah mereka?, diakses dari https://theconversation.com/kota-dan-kabupaten-mungkin-diminta-menampung-pengungsi-maukah-mereka-83451 pada 8 Januari 2019 99
Publikasi IIS, Pemberian Akses Kerja Sebagai Solusi Dalam Menangani Pengungsi di Indonesia”, diakses dari http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/iis-menerbitkan-kertas-kebijakan-penanganan-pengungsi-berbasis-pemberian-akses-pekerjaan/ pada 8 Januari 2019 100
The Conversation, Kota dan Kabupaten mungkin diminta menampung pengungsi---maukah mereka?, diakses dari https://theconversation.com/kota-dan-kabupaten-mungkin-diminta-menampung-pengungsi-maukah-mereka-83451 pada 8 Januari 2019 101
Publikasi IIS, 2018 Pemberian Akses Kerja Sebagai Solusi Dalam Menangani Pengungsi di Indonesia”, diakses dari http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/iis-menerbitkan-kertas-kebijakan-penanganan-pengungsi-berbasis-pemberian-akses-pekerjaan/ pada 8 Januari 2019
66
pada komunitas lokal dan kondisi ekonomi setempat. 102
Maka dari itu, regulasi
akses pekerjaan bagi pengungsi menjadi opsi potensial, dan juga dapat
membantu pemerintah memonitor para pengungsi melalui sistem identifikasi dan
registrasi yang lebih baik.103
Seperti yang dinyatakan oleh IMF, setidaknya perekonomian di sekitar
tempat tinggal para pengungsi, baik rudenim maupun tempat tinggal lainnya,
akan mendapat pengaruh positif. Walaupun tidak mendapatkan akses pekerjaan,
setidaknya para pengungsi masih mendapatkan uang saku dari IOM dan bisa
membelanjakan kebutuhan sehari-hari. Memang pengaruhnya tidak terlalu besar,
namun setidaknya hal tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi
Indonesia dalam jangka panjang ke depannya. Apalagi jika para pengungsi
diberi akses pekerjaan dan diberi izin usaha, pastinya akan memberikan dampak
positif pada komunitas lokal dan perekonomian setempat.
Intinya, implementasi dari Perpres ini masih terus berjalan dari semenjak
Perpres tersebut disahkan. Banyaknya hambatan bukanlah pertanda buruk,
melainkan memang suatu proses untuk penanganan pengungsi yang lebih baik
lagi. Kita hanya bisa berharap agar sosialisasi dan pendanaan APBN maupun
APBD untuk penanganan pengungsi terus berjalan walaupun ada sedikit
hambatan di beberapa sektor.
102
Publikasi IIS, 2018 Pemberian Akses Kerja Sebagai Solusi Dalam Menangani Pengungsi di Indonesia”, diakses dari http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/iis-menerbitkan-kertas-kebijakan-penanganan-pengungsi-berbasis-pemberian-akses-pekerjaan/ pada 8 Januari 2019 103
Yunizar Adiputera & Atin Prabandari, (2018), Akses Pekerjaan Untuk Pengungsi di Indonesia: Peluang dan Tantangan, Institute of Internasional Studeis, pp.7 - 8
67
B. Kebijakan Luar Negeri
Selain Perpres yang menangani pengungsi yang telah berada di wilayah
kedaulatan Indonesia tersebut, pemerintah melalui Menteri Luar Negeri yang
bekerja sama dengan masyarakat sipil memberikan bantuan kemanusiaan berupa
alat tidur, pakaian, makanan, tempat penampungan air, serta tenda untuk
menampung pengungsi, terhadap etnis Rohingya, baik yang telah mengungsi ke
Bangladesh maupun yang masih berada di wilayah Rakhine. Selain itu,
Kementerian Kesehatan juga mengirimkan bantuan berupa obat-obatan sebanyak
1 ton bagi para pengungsi yang mengidap penyakit maupun terluka. 104
Kerja
sama antara Menteri Luar Negeri dan masyarakat sipil tersebut dikepalai oleh
dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah. Kerja sama tersebut memiliki dua tujuan utama, yaitu agar
pemerintah tetap terlibat dalam masalah Rohingya walaupun tidak dapat
memberikan banyak pengaruh terhadap kebijakan Myanmar di wilayah Rakhine,
dan memberikan jalan kepada para Organisasi non-Pemerintah (NGO) Indonesia
untuk ikut membantu dalam bentuk bantuan kemanusiaan. 105
Tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan, Indonesia pun juga aktif
melakukan langkah-langkah diplomasi lain. Diplomasi bilateral beberapa kali
dilakukan, seperti pada Desember 2016, Menteri Retno bertemu dengan Aung
San Suu Kyi, menyampaikan kepedulian Indonesia atas kekerasan yang terjadi,
104
Indonesian Gov’t Continues to Send Humanitarian Aid for Rohingya, Setkab RI, 21 September 2017; diakses dari http://setkab.go.id/en/indonesian-govt-continues-to-send-humanitarian-aid-for-rohingya/ , pada 20 Februari 2019 105
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.1
68
dan meminta bantuan Myanmar untuk melancarkan bantuan kemanusiaan yang
diberikan Indonesia.106
Selain itu melalui Menteri Retno, Indonesia
menginisiasikan untuk menggelar dialog antar agama dengan Myanmar.107
Pada
September 2017, Menteri Retno kembali menemui Aung San Suu Kyi di
Myanmar membahas kekerasan yang terjadi pada Agustus 2017. Tidak hanya
itu, Menteri Retno pun mengusulkan sebuah solusi penyelesaian masalah yang
bernama “Formula 4 + 1”. 108
1) Pemberian Bantuan Kemanusian
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
Indonesia juga telah berperan aktif dalam membantu penyelesaian masalah
Rohingya ini. Salah satunya adalah membawa delegasi dari Organization of the
Islamic Conference (OIC), dan juga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai
Ketua dari Palang Merah Indonesia (PMI), ke dalam kamp pengungsi Rohingya
di Rakhine pada 10 Agustus 2012. Usaha itu pun tidak sia-sia, Myanmar
mengizinkan PMI untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan untuk rekonstruksi
dan rehabilitasi paska-konflik di Rakhine, dengan mendistribusikan berbagai
obat-obatan dan alat-alat medis lainnya. 109
106
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.5 107
Tribunnews, (2016), Indonesia dan Myanmar Gelar Dialog Antar Agama, Selesaikan Konflik Etnis Rohingya, diakses dari http://jambi.tribunnews.com/2016/12/07/indonesia-dan-myanmar-gelar-dialog-antar-agama-selesaikan-konflik-etnis-rohingya pada 9 Januari 2019 108
Foreign Minister Presents the 4+1 Formula Proposal to the Myanmar State Counsellor, Kemlu RI, 04 September 2017; diakses dari https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Foreign-Minister-Presents-the-41-Formula-Proposal-for-Rakhine-State-to-the-Myanmar-State-Counsellor.aspx ; pada 9 Januari 2019 109
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.3
69
Bantuan kemanusiaan Indonesia terhadap Rohingya di Myanmar
meningkat di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Pemerintah membantu
dengan menjadi perantara pendanaan swasta sebanyak US$1.9 Juta untuk
membangun sebuah rumah sakit di kota Mrauk-U, wilayah Rakhine, sekitar
80km di utara Sittwe.110
Gagasan tersebut sudah diusulkan pada Juli 2016, ketika
organisasi kemanusiaan Islam yang bernama Medical Emergency Rescue
Committee (MER-C) mendatangi kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk
mengusulkan program kerja sama dengan PMI untuk membangun rumah sakit
Islam di Rohingya di atas tanah yang telah dibeli oleh MER-C di Myanmar
beberapa tahun sebelumnya. Jusuf Kalla menyetujui hal tersebut dan
menegaskan bahwa rumah sakit tersebut harus bisa menjadi fasilitas medis untuk
semua komunitas, termasuk masyarakat Buddha Rakhine. Beliau juga
menyarankan MER-C untuk bekerja sama dengan Perwakilan Umat Buddha
Indonesia (Walubi) untuk menjadi contoh pluralisme dan toleransi antara
komunitas Buddha dan Muslim di Indonesia.111
Pada 15 September 2017,
Walubi mendonasikan sebanyak US$1 Juta kepada PMI dan MER-C untuk
proyek tersebut, dan sisanya dibantu oleh beberapa donatur lain. Pembangunan
dimulai pada 19 November 2017 dengan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri,
Retno LP Marsudi pada acara ground-breaking ceremony.112
110
Republika, Wapres Fasilitasi Pertemuan MER-C dan Walubi Bangun RS di Myanmar, diakses dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/06/16/o8u99t280-wapres-fasilitasi-pertemuan-merc-dan-walubi-bangun-rs-di-myanmar pada 23 Desember 2018 111
Dikonfirmasi oleh Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada kuliah umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI, dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019. 112
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.4
70
Selain pemerintah Indonesia, banyak lembaga-lembaga swadaya
masyarakat di Indonesia yang turut mengirimkan berbagai bantuan kepada
masyarakat Rohingya. Dompet Duafa dan Aksi Cepat Tanggap (ACT), adalah
kedua lembaga swadaya masyarakat yang terbilang aktif dalam memberikan
perhatian terhadap krisis etnis Rohingya ini. Kedua lembaga tersebut bahkan
menjadikan Rohingya sebagai salah satu fokus utama dalam kinerjanya sebagai
lembaga yang aktif bergerak dalam bidang kemanusiaan. Kedua lembaga
tersebut juga aktif menggalang dana dari masyarakat Indonesia yang pada
kemudian hari akan didistribusikan untuk para korban krisis Rohingya.
Lembaga ACT juga mengirimkan tim medis guna membantu para
pengungsi Rohingya yang sakit dan terluka, serta untuk meningkatkan tingkat
kesehatan masyarakat Rohingya yang berada di kamp pengungsi di Cox‟s
Bazaar, Bangladesh. Program tersebut meluas dengan keikutsertaan dari
relawan-relawan kesehatan lokal yang bersama dengan ACT memberikan
pelayanan kesehatan secara gratis untuk para pengungsi Rohingya. 113
Dompet Dhuafa juga menaruh perhatian yang besar terhadap pengungsi
Rohingya. Sama seperti ACT, pemberian layanan kesehatan secara gratis juga
diberikan oleh Dompet Dhuafa. Dompet Dhuafa juga memiliki visi untuk
mengembangkan program bantuan berupa shelter, distribusi logistik, dan
pendidikan kepada pengungsi Rohingya.114
Bersama dengan lembaga
113
Muhajir Arif Rahmani, Hampir Setahun Tim Medis ACT Layani Pengungsi Rohingya, ACT, 08 Mei 2018, diakses dari https://act.id/news/detail/hampir-setahun-tim-medis-act-layani-pengungsi-rohingya pada 20 Februari 2019 114
Sonya Michaella, Dompet Dhuafa Siapkan Bantuan Jangka Panjang untuk Rohingya, metro tv news, 18 Oktober 2017, diakses dari http://www.metrotvnews.com/cards/4193-
71
kemanusiaan Indonesia lainnya, Dompet Dhuafa tergabung dalam Aliansi
Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM). AKIM bekerja sama dengan
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk memberikan bantuan secara
permanen kepada korban krisis kemanusiaan di Myanmar. 115
Penyaluran bantuan kepadap pengungsi Rohingya oleh AKIM dengan
melakukan kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
dilakukan karena jalan masuk bagi pemberian bantuan tersebut benar-benar
dijaga ketat, dan hanya pemerintah Indonesia lah yang dapat membantu
melancarkan pengiriman tersebut. Hal itu berkat negosiasi secara government-to-
government dengan negara-negara terkait seperti Bangladesh dan Myanmar. 116
a) Bantuan Kemanusiaan Pasca Konflik Oktober 2016
Pada Oktober 2016, terjadi kekerasan yang dilakukan oleh militan
Rohingya “Harakah al-Yakin” atau yang lebih dikenal dalam istilah bahasa
Inggrisnya Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yaitu penyerangan
terhadap pos polisi yang memakan korban jiwa sembilan orang polisi, dan kabur
membawa sejumlah persenjataan beserta amunisinya. Bahkan sepuluh hari
sebelumnya, ARSA dilaporkan juga bertanggungjawab atas pembunuhan dua
orang informan Rohingya di Maungdaw. Angkatan militer Myanmar merespon
rohingya/Dkq3WVnN-dompet-dhuafa-siapkan-bantuan-jangka-panjang-untuk-rohingya pada 20 Februari 2019 115
Langkah Panjang untuk Hadirkan damai di Rohingya, Dompet Dhuafa, Jumat September 2017, diakses dari https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/8243/langkah-panjang-untuk-hadirkan-damai-di-rohingya pada 20 Februari 2019 116
Ray Jordan, Bantuan Kemanusiaan RI untuk Rohingya tiba di Yangon Myanmar, detiknews, 22 September 2017, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3653125/bantuan-kemanusiaan-ri-untuk-rohingya-tiba-di-yangon-myanmar pada 20 Februari 2019
72
hal tersebut dengan kekerasan terhadap rakyat Rohingya dengan menutup
seluruh akses bantuan kemanusiaan. 117
Situasi tersebut mendorong Presiden Jokowi untuk memberangkatkan
Menteri Retno untuk bertemu dengan Konsular Myanmar Aung San Suu Kyi di
Nay Pyi Taw pada 6 Desember 2016. Pertemuan tersebut mengekspresikan
kepedulian Indonesia akan kekerasan terhadap masyarakat Rohingya dan
kesediaan Indonesia dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk para
korban. Pada 19 Desember, Menteri Retno mengadakan diskusi bilateral dengan
Aung San Suu Kyi disela-sela penarikan kembali Menteri Luar Negeri ASEAN
dari Yangon, Myanmar. Menteri Retno mengusulkan Myanmar untuk menjadi
tuan rumah untuk menguatkan persatuan dan solidaritas ASEAN dan
mengurangi tensi antara Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, dengan Suu
Kyi. Suu Kyi menyetujui hal tersebut sebagai wadah informal untuk negara
anggota ASEAN mengekspresikan kepeduliannya terhadap kekerasan yang
terjadi, dengan sedikit harapan Myanmar akan menerima bantuan kemanusiaan
ASEAN di Rakhine. Setelah pertemuan tersebut, pada 29 Desember, Presiden
Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengadakan upacara di Bandar Udara
Halim Perdana Kusuma, yaitu upacara pelepasan bantuan kemanusiaan sebanyak
sepuluh kontainer yang dibeli oleh pemerintah dan ditujukan untuk Sittwe,
Rakhine.118
117
International Crisis Group, “Myanmar: A New Muslim Insurgency in Rakhine State”, Asia Report N°283, 15 December 2016. 118
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And The Rohingya Crisis”, IPAC Report No.46, pp.5
73
Pada 5 Januari 2017, Menteri Retno mengundang perwakilan dari sebelas
kelompok kemanusiaan berbasis agama untuk membahas kolaborasi antara
pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dalam pemberian bantuan kepada
negara bagian Rakhine. Pertemuan itu menghasilkan pembentukan suatu wadah
organisasi yang bernama Indonesia Humanitarian Alliance (IHA) atau Aliansi
Kemanusiaan Indonesia (AKIM). AKIM mengembangkan sebuah program
dengan dana US$2 Juta yang disebut dengan “Humanitarian Assistance for
Sustainable Community (HASCO)”, yang berfokus pada pengembangan sekolah,
pasar-pasar tradisional, dan kegiatan rumah sakit di wilayah Rakhine, persisnya
di Sittwe, Rathedaung, dan Maungdaw. Menteri Luar Negeri membantu
pembuatan visa untuk para staf AKIM dan sesekali berkunjung memantau
program tersebut, menggarisbawahi bahwa pekerjaan aliansi dianggap sebagai
bagian integral dari diplomasi kemanusiaan Indonesia.119
Pada 19 Januari 2017, Menteri Retno mengajukan proposal kepada OIC
dalam Konferensi antar Menteri di Kuala Lumpur, mengajak untuk merespon
kabar terakhir dari konflik Rohingya. Menurut Retno, OIC dapat berkontribusi
untuk memperbaiki situasi di Negara Bagian Rakhine dengan mengambil
langkah-langkah konstruktif dan inklusif. Menteri Retno pun berkunjung ke
Myanmar dari 20 hingga 22 Januari 2017, untuk secara formal mengantarkan
bantuan kemanusiaan dari Indonesia yang baru saja tiba di Yangon, 120
dan
menghadiri inagurasi dari dua sekolah yang dibangun oleh Pos Keadilan Peduli
119
119
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And....” pp.6 120
Ray Jordan, Bantuan Kemanusiaan RI untuk Rohingya tiba di Yangon Myanmar, detiknews, 22 September 2017, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3653125/bantuan-kemanusiaan-ri-untuk-rohingya-tiba-di-yangon-myanmar pada 23 Desember 2018
74
Umat (PKPU, kelompok kemanusiaan yang berafiliasi dengan PKS) di Sittwe,
Rakhine. 121
b) Diplomasi Bilateral Indonesia – Myanmar terkait kekerasan
Oktober 2016
Pada 6 Desember 2016, Presiden Jokowi memberangkatkan Menteri
Retno ke Nay Pyi Taw untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi. Menteri Retno
membahas kepedulian Indonesia terhadap kekerasan yang terjadi dan kesiapan
Indonesia dalam memberikan bantuan kemanusiaan.122
Menteri Retno juga
menyampaikan agar Indonesia dan Myanmar membuka dialog antar agama.
Indonesia dan Myanmar pun sepakat untuk menggelar dialog antar agama. 123
Pada 19 Desember 2016, disela-sela penarikan kembali Menteri Luar
Negeri ASEAN dari Yangon, Myanmar, Menteri Retno mengadakan diskusi
bilateral dengan Aung San Suu Kyi. Beliau mengusulkan agar Myanmar menjadi
tuan rumah guna menguatkan persatuan dan solidaritas ASEAN dan juga
mengurangi tensi antara Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, dengan Suu
Kyi. Suu Kyi menyetujui hal tersebut sebagai wadah informal bagi negara
anggota ASEAN untuk mengekspresikan kepeduliannya terhadap kekerasan
yang sedang terjadi, dan dengan sedikit harapan agar Myanmar menerima
bantuan kemanusiaan yang diberikan ASEAN di Rakhine. 124
121
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.6 122
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And....”, pp.5 123
Tribunnews, (2016), Indonesia dan Myanmar Gelar Dialog Antar Agama, Selesaikan Konflik Etnis Rohingya, diakses dari http://jambi.tribunnews.com/2016/12/07/indonesia-dan-myanmar-gelar-dialog-antar-agama-selesaikan-konflik-etnis-rohingya pada 9 Januari 2019 124
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.5
75
Selain itu dialog antar agama yang diusulkan Menteri Retno saat
berkunjung ke Myanmar pada Deseber 2016 juga mulai berjalan. Utusan dari
Indonesia pada awalnya direncanakan akan berangkat ke Myanmar pada Maret
2017. Tujuannya kurang lebih untuk memprakarsai langkah-langkah
mewujudkan pluralisme di Myanmar.125
Namun dialog pertama tertunda hingga
pada Mei 2017, Menteri Retno menerima delegasi dari Myanmar perihal dialog
antar agama pertama antara Indonesia-Myanmar.126
2) Diplomasi Bilateral Indonesia – Myanmar pasca konflik 2017
Pada 25 Agustus 2017, ARSA kembali berulah dengan menyerang 30
pos polisi dan markas militer. Hal tersebut menimbulkan balasan dari militer
Myanmar dan masyarakat Buddha bersenjata yaitu berupa pembunuhan,
pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa.127
Akibatnya terjadilah eksodus
pengungsi besar-besaran, sebanyak 700.000 etnis Rohingya diusir dari Rakhine
ke Bangladesh hanya dalam hitungan beberapa minggu saja. 128
Indonesia yang sudah terus membantu Rohingya dengan mengirimkan
bantuan kemanusiaan seperti yang telah dibahas sebelumnya pun tidak bisa
tinggal diam. Sepak terjang pemerintahan Indonesia lewat Menteri Retno pada
2016 dan awal 2017 membuat Indonesia berada dalam posisi yang bagus untuk
125
Marcheilla Putri, A, H, (2017), Dorong Perdamaian, Indonesia Prakarsai Dialog Antaragama di Myanmar, diakses dari https://www.merdeka.com/dunia/dorong-perdamaian-indonesia-prakarsai-dialog-antaragama-di-myanmar.html pada 9 Januari 2019 126
Republika, (2017), Retno Marsudi Recieves Myanmar Delegation for Interfaith Dialogue, diakses dari https://www.republika.co.id/berita/en/national-politics/17/05/22/oqd1xd414-retno-marsudi-receives-myanmar-delegation-for-interfaith-dialogue pada 9 Januari 2019 127
Dikonfirmasi oleh Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada kuliah umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI, dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019. 128
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.6
76
segera bertindak cepat dalam merespon kekerasan ini. Keberadaan AKIM sendiri
memastikan dukungan dari banyak organisasi Islam, termasuk NU dan
Muhammadiyah, dan menjadikan AKIM sebagai badan penyalur donasi apabila
ada yang ingin turut serta membantu. AKIM telah menargetkan US$2 Juta untuk
didonasikan pada akhir tahun 2017, namun sudah tercapai pada pertengahan
September. 129
Pada 3 September, Presiden Jokowi mengadakan konferensi pers di
istana negara, mengumumkan bahwa beliau telah menginstruksikan Menteri
Luar Negeri untuk pergi ke Myanmar untuk meminta Myanmar segera
menyudahi kekerasan yang terjadi, melindungi masyarakat Muslim mereka, serta
memastikan akses untuk organisasi kemanusiaan. Beliau juga menyatakan telah
meminta Menteri Retno untuk membuka diskusi intensif dengan Antonio
Gutteres, Sekretaris Jendral PBB, dan juga Kofi Annan.130
Sehari berikutnya, Menteri Retno terbang ke Myanmar untuk bertemu
dengan Aung San Suu Kyi, Konsular Myanmar, dan Jendral U Min Aung
Hlaing, Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar. Pada kesempatan tersebut,
Menteri Retno menyampaikan perhatian dari rakyat Indonesia akan konflik yang
tengah terjadi, dan juga kesiapan Indonesia dalam membantu penyelesaian
masalah tersebut.131
Pada pertemuan ini, Menteri Retno mengusulkan sebuah
129
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And....” pp.7 130
DW, “Indonesia Turun Tangan Bantu Rohingya”, diakses dari http://www.dw.com/id/indonesia-turun-tangan-bantu-rohingya/a-40351496 pada 25 Desember 2018 131
DW, “Indonesia Turun Tangan....”
77
solusi penyelesaian masalah kemanusiaan dengan “Formula 4+1”. 132
Formula
4+1 ini terdiri dari:
1. Mengembalikan stabilitas dan keamanan
2. Pengendalian diri secara maksimal dan komitmen untuk tidak lagi
menggunakan kekerasan
3. Melindungi seluruh orang yang tinggal di Rakhine, dengan tidak
memandang ras maupun agama
4. Dan segera membuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
Keempat formula tersebut dilengkapi dengan “+1”, yaitu menerapkan
rekomendasi dari Kofi Annan, Advisory Commision on Rakhine State. 133
Menteri Retno juga menyempaikan keinginannya untuk melihat proses
konstruksi dari rumah sakit Indonesia yang dibangun di Mrauk-U. 134
Tidak hanya berkunjung ke Myanmar, Menteri Retno juga berangkat ke
Dhaka, Bangladesh, keesokan harinya. Menteri Retno bertemu dengan Perdana
Menteri Bangladesh, Sheik Hasina, dan Menteri Luar Negeri Bangladesh, Abul
Hassan Mahmood Ali untuk berdiskusi tentang kondisi kamp pengungsi
Rohingya dan kesediaan Indonesia untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke
Bangladesh.135
Koordinasi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah
132
DW, “Indonesia Turun Tangan....” 133
Foreign Minister Presents the 4+1 Formula Proposal to the Myanmar State Counsellor, Kemlu RI, 04 September 2017; diakses dari https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Foreign-Minister-Presents-the-41-Formula-Proposal-for-Rakhine-State-to-the-Myanmar-State-Counsellor.aspx ; pada 25 Desember 2018 134
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.7 135
Indonesian Foreign Minister to Meet with Bangladesh PM to Discuss Rohingya Issue, Setkab RI, 05 September 2017; diakses dari http://setkab.go.id/en/indonesian-foreign-minister-to-meet-with-bangladesh-pm-to-discuss-rohingya-issue/ pada 25 Desember 2018
78
Bangladesh dinilai harus dilakukan, agar secara komprehensif masalah ini
terselesaikan. Seminggu kemudian, Presiden Jokowi pergi ke bandar udara
Halim Perdana Kusuma untuk melihat keberangkatan empat pesawat Hercules
yang berisi 34 ton bantuan kemanusiaan.136
Indonesia juga berkoordinasi dengan AHA Centre (ASEAN
Coordinating Centre For Humanitarian Assistance) dalam membantu
menyelesaikan konflik ini. Menteri Retno bersama dengan Duta Besar Indonesia
untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri bertemu dengan Direktur AHA Centre,
Adelina Kamal, membahas lebih lanjut mengenai koordinasi peran AHA Centre
dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). 137
3) Kemunduran Hubungan Dengan Aung San Suu Kyi
Meskipun Indonesia berkeinginan untuk tetap menjaga hubungan baik
dengan Myanmar, usaha Indonesia atas nama Rohingnya rupanya sedikit
membuat Aung San Suu Kyi merasa tersinggung. Komunikasi antara Menteri
Retno dengan Suu Kyi menurun setelah kunjungan ke Cox‟s Bazar pada
September 2017 dan kunjungan Presiden Jokowi ke tempat yang sama pada
Januari 2018. Para petinggi Myanmar tidak banyak menunjukkan keinginan
untuk melanjutkan diskusi bilateral mengenai hal tersebut. Pada saat mereka siap
untuk melanjutkannya pada pertengahan 2018, prioritas Indonesia sudah
136
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And The Rohingya Crisis”, IPAC Report No.46, pp.7 137
Dikonfirmasi oleh Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada kuliah umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI, dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019.
79
bergeser, Menteri Retno dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sudah berfokus
untuk menangani resolusi konflik dan rekonsiliasi di Afghanistan. 138
Di sisi lain, AKIM juga mengalami kesulitan untuk mengirim
anggotanya ke Rakhine setelah diundang oleh penasihat negara bagian Rakhine
pada November 2017, untuk membangun 150 rumah di Sittwe. Pecahnya konflik
antara masyarakat Buddha yang membangkang dengan otoritas negara bagian
Rakhine, dan ketegangan dalam hubungan antara Menteri Luar Negeri Indonesia
dengan pemerintah Myanmar mengakibatkan AKIM untuk bertumpu pada
jaringannya dengan NGO lain yang ada di Rakhine, salah satunya Muslim Aid-
UK, untuk mendapatkan akses masuk. Tidak hanya itu, AKIM juga mengalami
masalah baru di Bangladesh setelah pemerintah mengganti kebijakan
imigrasinya, yang sejak April 2018 semua pekerja kemanusiaan asing harus
menggunakan visa bisnis untuk berkunjung ke kamp pengungsi di Cox‟s Bazar.
Pada 3 April 2018, AKIM berhasil mengirimkan representatifnya untuk
berkunjung ke kamp pengungsi di Sittwe dan rumah sakit Indonesia dan sekolah
di Mrauk-U dengan bantuan dari Muslim Aid. 139
Penyebab lain sulitnya memberikan bantuan kemanusiaan langsung ke
Rakhine State, baik dari pemerintah Indonesia maupun Lembaga Kemanusiaan,
dikarenakan prosedur yang harus dilakukan memang cukup rumit. Pemberian
bantuan kemanusiaan harus melalui pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar
akan menerima bantuan kemanusiaan tersebut dan akan mendistribusikannya
138
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And The Rohingya Crisis”, IPAC Report No.46, pp.10 139
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), “Indonesia And....” pp. 12
80
sendiri ke wilayah-wilayah yang membutuhkan bantuan, tidak hanya Rakhine
State dan etnis Rohingya. Satu-satunya yang mendapat izin dari pemerintah
Myanmar untuk memberikan bantuan secara langsung tanpa melalui prosedur
adalah Palang Merah Indonesia (PMI), karena bantuan tersebut tidak melalui
pemerintah Indonesia. Hal tersebut dilakukan karena kecemburuan sosial
masyarakat wilayah lain yang merasa mereka pun membutuhkan banyak bantuan
dari pemerintah Myanmar, namun mengapa hanya Rakhine State dan etnis
Rohingya yang mendapatkan bantuan. Bahkan pemerintah Myanmar sendiri
meminta pengelola rumah sakit yang dibangun oleh Indonesia (kerjasama PMI,
dan Mer-C) untuk memisahkan perawatan antara masyarakat muslim dan non-
muslim, karena dapat terjadi perselisihan apabila tidak dipisah. Maka
Pemerintah Myanmar mengambil langkah ini agar pendistribusian lebih merata
dan mengurangi kecemburuan sosial yang ada. 140
Sementara fokus Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden lebih kepada
rekonsiliasi dan resolusi konflik di Afghanistan, terdapat menteri lain yang ingin
mengambil alih Menteri Luar Negeri sebagai lawan bicara Myanmar dalam
berbagai masalah selain Rohingya. Adalah Jenderal (Purn.) Wiranto, Menteri
Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), yang mengambil
alih peran aktif dalam mencoba meningkatkan hubungan Indonesia-Myanmar
140
Penjelasan langsung dari Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada Kuliah Umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019.
81
dalam bidang keamanan. 141
Saat pertemuan dengan Menteri U Thaung Tun,
Penasihat Keamanan Nasional Myanmar, di Naypydaw, 5 Desember 2017,
Wiranto menawarkan kerjasama Indonesia dalam hal penanggulangan terorisme.
142 Tidak hanya itu, Wiranto juga mengadakan serangkaian pertemuan dengan
beberapa pejabat pemerintah pada April 2018, termasuk diantaranya pejabat
eksekutif provinsi Aceh, Badan SAR Nasional (BASARNAS), UNHCR, serta
IOM untuk mengkoordinasi tindakan darurat dari adanya kemungkinan
gelombang pengungsi Rohingya lainnya yang akan datang lewat laut Andaman.
Di sela-sela ASEAN Summit ke 32 di Singapur pada 28 April, Wiranto
diundang langsung oleh Menteri Pertahanan Myanmar untuk bertemu dengan
Aung San Suu Kyi, dan menghadiri beberapa pertemuan keamaan di Naypydaw
pada 8 Mei 2018. Wiranto juga mengupayakan agar pemerintah Myanmar mau
membawa permasalahan Rohingya ini ke ranah ASEAN, namun pemerintah
Myanmar menolak dengan dalih masalah ini biar diselesaikan secara bilateral
saja. 143
Dengan perhatian dari Menteri Luar Negeri yang lebih berfokus pada
Afghanistan, nampaknya Wiranto lebih dari bersedia untuk memimpin hubungan
Indonesia-Myanmar, tanpa menekan pada isu Rohingya. 144
141
Dikonfirmasi oleh Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada kuliah umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI, dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019. 142
Republika, (2017), Indonesia Offers Cooperation on Counter-Terrorism to Myanmar, diakses dari https://www.republika.co.id/berita/en/national-politics/17/12/06/p0j7p3414-indonesia-offers-cooperation-on-counterterrorism-to-myanmar pada 10 Januari 2019 143
Penjelasan langsung dari Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada Kuliah Umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019. 144
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.12
82
4) Diplomasi Indonesia Pada 2018
Tidak terlalu banyak memang sepak terjang Indonesia pada tahun 2018.
Hal tersebut juga dikarenakan konflik yang memang sedang tidak terlalu panas.
Pada 27 April 2018, Presiden Jokowi bertemu secara bilateral dengan Presiden
Republik Persatuan Myanmar, Win Myint, Presiden Myanmar yang baru, di
Singapura. Tidak sendiri, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator
Bidang Politik Hukum dan HAM Wiranto, Meteri Koordinator Bidang
Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri
Perdagangan Enggartiasto Lukita, dan juga Kepala Staf Kepresidenan
Moeldoko. 145
Pertemuan tersebut membahas keprihatinan Indonesia terkait krisis
kemanusiaan di Rakhine State serta dampaknya yang terjadi di Cox‟s Bazar,
Bangladesh. Presiden juga menyinggung mulai masuknya pengungsi Rakhine
State ke Indonesia. Presiden juga menyampaikan kesiapan Indonesia untuk terus
membantu Myanmar, baik secara diplomasi bilateral dan juga bantuan
kemanusiaan, terutama juga terkait pemulangan pengungsi dari Cox‟s Bazar ke
Rakhine State secara sukarela, aman, dan terhormat. 146
Namun pemulangan pengungsi menurut peneliti agak sulit dilakukan
secara sukarela, mengingat perkataan Prof. Dr. Iza Fadri terkait banyaknya
145
Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, (2018), Bertemu Presiden Myanmar, Presiden Jokowi Sampaikan Kesiapan Bantu Pemulangan Pengungsi Rohingya, diakses dari http://setkab.go.id/bertemu-presiden-myanmar-presiden-jokowi-sampaikan-kesiapan-bantu-pemulangan-pengungsi-rohingya/ pada 10 Januari 2019 146
Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, (2018), Bertemu Presiden Myanmar, Presiden Jokowi Sampaikan Kesiapan Bantu Pemulangan Pengungsi Rohingya, diakses dari http://setkab.go.id/bertemu-presiden-myanmar-presiden-jokowi-sampaikan-kesiapan-bantu-pemulangan-pengungsi-rohingya/ pada 10 Januari 2019
83
pengungsi yang berada di Cox‟s Bazar yang kabur dan tidak memenuhi
panggilang ketika akan dikembalikan ke Rakhine State.147
C. Beberapa faktor yang melatarbelakangi bantuan Indonesia
dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya
Telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, pemerintah Myanmar dan etnis
Rohingya tengah dalam konflik yang berkepanjangan. Etnis Rohingya yang
tidak diakui kewarganegaraannya, disambung dengan aksi pengusiran yang
dilakukan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya yang menimbulkan
hilangnya nyawa dan tempat tinggal. Hal tersebut memicu reaksi dari dunia
internasional dan tidak terkecuali Indonesia yang mengutuk serta mengecam
tindakan pemerintah Myanmar. Tidak hanya mengecam, Indonesia pun secara
aktif membantu penyelesaian krisis kemanusiaan Rohingya ini.
1) Faktor Internal
Peran aktif Indonesia dalam membantu penyelesaian isu Rohingya ini
dapat dikatakan implementasi dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi „sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan pri-kemanusiaan dan pri-keadilan‟, dan „ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial‟.
Indonesia yang pernah mengalami masa penjajahan selama 3,5 abad lamanya,
dan pendudukan kembali wilayah Indonesia oleh Belanda pasca proklamasi
147
Penjelasan langsung dari Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof. Dr. Iza Fadri pada Kuliah Umum di Miriam Budiarjo Resource Center (MBRC) FISIP UI dengan tema “Transformasi Sosial dan Politik di Myanmar, Serta Kasus Rakhine State”, 15 Januari 2019.
84
kemerdekaan, membentuk karakter Indonesia yang sangat anti penjajahan dan
penindasan. Berdasarkan hal tersebut, melihat yang terjadi kepada etnis
Rohingya, Indonesia tidak membenarkan aksi penindasan atas etnis Rohingya,
dan tidak bisa bertindak diam. Walaupun penindasan yang terjadi bukan
dilakukan oleh penjajah melainkan oleh pemerintah sendiri, tetap saja rasa dan
dampak yang timbul karena hal tersebut kurang lebih sama. Maka dari itu,
Indonesia berperan aktif dengan melakukan langkah-langkah diplomasi maupun
pemberian bantuan kemanusiaan, demi tercapainya perdamaian abadi dan
keadilan sosial bagi Myanmar pada umumnya, dan etnis Rohingya pada
khususnya.
Tidak hanya itu, Indonesia yang walaupun bukan negara Islam, namun
mayoritas penduduk yang beragama Islam memiliki dampak kepada pembuatan
kebijakan. Atas dasar itulah, Indonesia secara tidak langsung memiliki
kewajiban untuk turut membantu meringankan beban etnis Rohingya yang
walaupun bukan saudara setanah air namun beragama Islam juga. Ditambah lagi
desakan dari masyarakat di Indonesia yang beragama Islam, terutama organisasi
masyarakat (ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun koalisi
Islam yang selalu mendesak pemerintah untuk membantu penanganan masalah
“saudara seagama” di negara lain yang tengah mengalami kesulitan, tidak
terkecuali Rohingya.
Desakan masyarakat tersebut salah satu contohnya adalah “Aksi Bela
Rohingya” yang dilakukan di depan kedutaan besar Myanmar di Jakarta pada 6
September 2018, dengan peserta kira-kira 5.000 orang. Mereka melakukan aksi
85
dengan membakar bendara Myanmar dan foto dari Biksu Buddha Militan, Ahsin
Wirathu, dan sebagian lainnya memaksa masuk dengan mencoba menembus
barikade polisi. Mereka meminta untuk memulangkan duta besar Myanmar dari
Indonesia dan memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar. 148
2) Faktor Eksternal
Hukum internasional juga menjadi salah satu faktor Indonesia berperan
aktif dalam membantu penyelesaian konflik etnis Rohingya ini. Indonesia
menghormati kesepakatan secara universal akan hukum internasional, meskipun
persepsi aktor-aktor dalam melihat hukum internasional dapat dipengaruhi dari
perbedaan kepentingan.
Dalam persoalan konflik etnis Rohingya, resolusi yang sekiranya dapat
mendesak pemerintahan Myanmar agar segera mengakhiri tindak kekerasan dan
diskriminasi yang dilakukan terhadap etnis Rohingya sedang dirumuskan PBB.
Tidak hanya mengutuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah
Myanmar saja, resolusi tersebut juga mengutuk kelompok ekstrimis ARSA yang
melakukan penyerangan terhadap otoritas penegak hukum Myanmar. Tidak
hanya mengutuk, resolusi tersebut juga mendesak Myanmar agar segera
membuka jalan bagi investigator dari PBB untuk masuk dan menyelidiki apa
yang terjadi di sana, serta membuka jalan bagi dunia internasional yang ingin
memberikan bantuan kepada masyarakat tertindas di sana. 149
148
Institute For Policy Analysis of Conflict, (2018), Indonesia And The Rohingya Crisis, IPAC Report No.46, pp.8 149
Draft UN Resolution Pressures Myanmar Over Rohingya Crisis, The New Arab, 26 Oktober 2017, diakses dari https://www.alaraby.co.uk/english/news/2017/10/26/draft-un-resolution-pressures-myanmar-over-rohingya-crisis pada 25 Desember 2018
86
Walaupun resolusi tersebut belum selesai dibuat, namun Dewan
Keamanan PBB secara resmi sudah mengeluarkan pernyataan terkait situasi
terkini akan konflik yang terjadi. Pernyataan resmi tersebut tertuang pada
dokumen yang berjudul “Statement by the President of the Security Council”.
Dokumen tersebut keluar dalam rapat Dewan Keamanan PBB ke 8085 pada 6
November 2017, berisikan reaksi Dewan Keamanan terkait kekerasan yang telah
dan sedang terjadi di Myanmar. Dewan Keamanan mengutuk segala bentuk
kekerasan yang telah dan sedang terjadi di wilayah Rakhine, baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun ARSA; mendesak pemerintah Myanmar
untuk tidak lagi menggunakan kekuatan Militer di Rakhine, mengembalikan
sistem administrasi sipil, penegakan hukum yang baik dan benar; menjaga dan
melindungi seluruh warga negaranya tanpa memandang perbedaan ras, status
kewarganegaraan, dan agama; dan agar segera menyelesaikan permasalahan ini
dengan menghormati hak-hak asasi manusia.150
Peran aktif Indonesia dalam membantu penyelesaian konflik etnis
Rohingya yang mendapat pengaruh dari hukum internasional ini, terlihat bahwa
hukum internasional dianggap sebagai norma untuk menentukan hal mana yang
salah dan benar, dan terdapat juga nilai-nilai moral di dalamnya. Indonesia
berpandangan bahwa merupakan hal yang tepat dengan memberi dukungan
konkrit bagi kaum etnis Rohingya pada konteks perlindungan HAM, sehingga
etnis Rohingya dapat hidup dengan tenang dan damai tanpa mengalami
kekerasan di tempat mereka tumbuh dan berkembang, yaitu di Myanmar.
150
United Nations Security Council, Statement by the President of the Security Council, 6 November 2017, pp. 1-3
87
Selain itu, stabilitas kawasan ASEAN juga menjadi salah satu faktor
aktifnya Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan dan diplomasi bilateral.
Stabilitas kawasan ASEAN juga akan terganggu jika krisis kemanusiaan di
Myanmar ini terus terjadi, dan ujungnya dapat mengganggu kerjasama regional.
Salah satu contoh ancaman bagi stabilitas kawasan yaitu para pengungsi
Rohingya. Pengungsi Rohingya mendatangi beberapa negara kawasan dan
mengungsi di sana. Dengan aktifnya Indonesia dalam membantu menyelesaikan
masalah tersebut, diharapkan negara lain mau ikut bekerja sama membantu,
sehingga permasalahan pengungsi ini bisa terselesaikan dan stabilitas kawasan
tetap terjaga, serta kerjasama regional tetap berjalan.151
151
Johannes Nainggolan, Ada Target Yang Ingin Dicapai Indonesia Dengan Membantu Rohingya, diakses dari https://politik.rmol.co/read/2017/09/19/307790/Ada-Target-Yang-Ingin-Dicapai-Indonesia-Dengan-Membantu-Rohingya pada 21 Februari 2019
88
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh etnis Rohingya di
Myanmar terjadi secara sistemik yang dilakukan baik oleh masyarakat dan juga
pemerintah, dan mendapat dukungan dari tokoh agama. Kekerasan tersebut
berakibat eksodus dari etnis Rohingya ke beberapa negara tetangga diantaranya
Bangladesh, Indonesia, Myanmar, dan Thailand. Kekerasan yang terjadi sudah
berlangsung sangat lama, dan minimnya akses masuk ke wilayah konflik
membuat kesulitan bagi masyarakat internasional yang ingin serius
menyelesaikan tragedi ini. Terlibatnya Indonesia yang berupaya membantu
menyelesaikan konflik yang terjadi tidak hanya semata-mata implementasi dari
pembukaan undang-undang dasar, namun juga pembelaan terhadap
kemanusiaan.
Pemerintahan Jokowi sudah berusaha keras dalam menangani para
pengungsi yang masuk ke wilayah Indonesia. Dibentuknya Peraturan Presiden
No. 126 Tahun 2016 merupakan langkah Presiden dalam memperbaiki kualitas
penanganan pengungsi. Namun proses pengimplementasian Perpres tersebut
mengalami beberapa hambatan, seperti kurangnya sosialisasi terhadap aparat
pemerintah dan juga mepetnya waktu pengesahan dengan penganggaran dana
(APBN dan APBD) tahun 2017. Harapannya, sosialisasi terus dilanjutkan agar
para pengungsi mendapatkan hak-haknya dan bisa hidup dengan layak di
wilayah Indonesia.
89
Pemerintahan Jokowi dapat dikatakan juga telah banyak berusaha
membantu menyelesaikan masalah etnis Rohingya ini. Salah satu langkah
diplomasi Menteri Retno yang sangat terlihat adalah “formula 4+1”. Formula
yang dipercaya dapat membantu meredam kekerasan yang sedang terjadi.
Keikutsertaan NU dan Muhammadiyah memastikan bahwa setidaknya ada yang
menyaring keikutsertaan kelompok-kelompok konservatif yang terlibat.
Pertemuan multilateral pun terlihat kurang efektif dalam mendesak
pemerintah Myanmar untuk memberikan hak kewarganegaraan penuh atau
setidaknya kebebasan bergerak untuk etnis Rohingya. Dalam beberapa
pertemuan ASEAN sudah dicoba, namun hasilnya nihil, pemerintah Myanmar
tidak pernah mau membahas isu tersebut. Satu-satunya harapan adalah posisi
baru Indonesia sebagai anggota dari Dewan Keamanan tidak tetap PBB untuk
2019-2020. Diharapkan Indonesia dapat mendorong resolusi untuk masalah
kemanusiaan Rohingya melalui “Formula 4+1”.
Segala bentuk bantuan dan diplomasi telah dilakukan oleh Indonesia,
baik lewat pemerintah maupun lewat lembaga kemanusiaan. Bantuan langsung
sudah diberikan, solusi penyelesaian masalah sudah disampaikan, namun
masalah yang sebenarnya terjadi jauh lebih kompleks daripada yang terlihat dari
luar. Tidak hanya permasalahan agama saja, namun juga permasalahan sosial
dan politik. Semua bantuan dan solusi yang diberikan tidak akan banyak
membantu apabila dari pemerintah Myanmar sendiri tidak segera menanganinya
dengan baik.
90
Keterlibatan Indonesia dalam membantu penyelesaian konflik dan
pertikaian yang terjadi, bukan saja merupakan bagian dari pengimplementasian
konstitusi, namun juga pembelaan terhadap kemanusiaan, serta menjaga
stabilitas nasional dan regional. Keterlibatan Indonesia juga menjadi bagian
penting dari realisasi kepentingan nasional untuk hidup damai dan sejahtera.
Diharapkan pemerintah Indonesia pasca presiden Joko Widodo terus
mengupayakan berbagai langkah diplomatis dalam penyelesaian konflik yang
terjadi di Rakhine dan yang menimpa etnis Rohingya. Pemerintah selanjutnya
diharapkan juga tetap konsisten dalam menyokong berbagai upaya masyarakat
Indonesia secara umum, dan lembaga-lembaga kemanusiaan secara khusus
untuk terus berpartisipasi menolong korban kekerasan yang terjadi di Rakhine
dan yang menimpa etnis Rohingya, baik yang masih berada di wilayah Rakhine,
ataupun yang berada di tempat pengungsian.
91
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bakri, Umar Saryadi. 1999. Pengantar Hubungan Internasional. Jakarta:
Jayabaya University Press.
Couloumbis, Theodore A., H. Wolfe James. 1990. Pengantar Hubungan
Internasional: Keadilan dan Power, Bandung : Abardin
Frankel, Joseph dalam T. May Rudi. 2002. Studi Strategis Dalam Transformasi
Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung: PT Rafika
Aditama
Jones, William J. 2015. Myanmar‟s Rohingya: Cultural, Violence, and Human
Right Abuses. Athena: The 2015 WEI International Academic
Conference Proceedings. Mahidol University International College.
Hartati, A. Y. 2013. Konflik Etnis Myanmaar (Studi Eksistensi Rohingya di
tengah Tekananan Pemerintah). Semarang: Universitas Wahid Hasyim.
Hla, Maung Tha. 2009. Rohingya Hoax, New York: Buddhist Rakhaing Cultural
Association.
______. 2009. Rohingya Hoax, Buddhist Rakhaing Cultural Association”, New
York Human Rights Watch, “All you can do is pray”, crimes againts
humanity and ethnic cleansing of Rohingya Muslim in Burma‟s Arakan
State.
Holsti, K. J. 1992. International Politics; A Framework for Analysis. New
Jersey: Prentice Hall.
KBRI Yangon. 2015. Buku Panduan Sekilas Potensi Myanmar. Yangon:
Kedutaan Besar Republik Indonesia.
KBRI Yangon. 2014. Buletin Komunitas ASEAN. Kesiapan Myanmar
Menyongsong Terwujudnya Komunitas Ekonomi ASEAN 2015. Yangon:
Kedutaan Besar Republik Indonesia
Perwita, A.A. dan M. Y. Yani. 2005. Pengantar Hubungan Internasional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sitepum, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Situmorang, G. 2014. Background Information: Hubungan Bilateral RI –
Myanmar. Yangon: Kedutaan Besar Republik Indonesia Yangon.
Jurnal Adiputera, Yunizar, dan Atin Prabandari. 2018. Akses Pekerjaan Untuk
Pengungsi di Indonesia: Peluang dan Tantangan, Institute of
Internasional Studies.
92
Amnesti International. 2004. Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental
Rights Denied. AI Index: ASA 16/005/2004.
Ardani, Fatma Arya. 2015. Kebijakan Indonesia Dalam Membantu Penyelesaian
Konflik Antara Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar (Studi
Karakter Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono). Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional, Vol.1, No.2: 22-28. Universitas Diponegoro.
Asrieyani, Dewi. 2013. Peran Office of The High Commissioner for Human
Rights dalam Penyelesaian Kasus Genosida Etnis Rohingya di Myanmar
(1978-2012). Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Vol.1, No.2: 42-50.
Universitas Mulawarman.
Chan, A. 2005. The Development of a Muslim Enclave in Arakan (Rakhine)
State of Burma. SOAS Bulletin Burma Research, Vol.3, NO.2. SBBR.
International Crisis Group. Myanmar: A New Muslim Insurgency in Rakhine
State. Asia Report N°283
Institute For Policy Analysis of Conflict. 2018. Indonesia And The Rohingya
Crisis, IPAC Report No.46
Joko, Tri. 2013. Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di
Myanmar. Jurnal Transnasional Vol. 4 No. 2 Februari 2013
Morgenthau, Hans J. 1952. Another Great Debate: The National Interest of The
United States. Political Review. Vol. XLVI
Satria, Novandre, dan Ahmad Jamaan. 2013. Islam dan Kebijakan Luar Negeri
Indonesia: Peran Indonesia dalam Konflik di Rakhine, Myanmar.
Sholeh, Badrus. 2017. Resolusi Konflik di Asia Tenggara: Pengalaman Muslim
Indonesia.
Simela, Victor M., 2015, “Masalah Pengungsi Rohingya, Indonesia, dan
ASEAN”, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VII, No.10/II/P3DI.
Steinberg, David I., 2010, “Burma/Myanmar, what everyone needs to know”,
Oxford University Press, hlm.
Skripsi
Ismail, Rendy Mista. 2013. Peranan Palang Merah Indonesia Dalam
Penyelesaian Konflik Rohingya di Myanmar. Universitas Hasanuddin
Nurhandayani, Diah. 2013. Kebijakan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) Dalam Penyelesaian Kekerasan Etnis Muslim Rohingya di
Myanmar. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Laporan Resmi
D. Saputra, 2012, “Empat BUMN Lebarkan Sayap Bisnis ke Myanmar”, diakses
pada 10 September 2018 dari Portal Nasional Republik Indonesia
(http://www.indonesia.go.id/in/kesehatan/10737?task=view&start=10).
Foreign Minister Presents the 4+1 Formula Proposal to the Myanmar State
Counsellor, Kemlu RI, 04 September 2017; diakses dari
https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Foreign-Minister-Presents-the-
93
41-Formula-Proposal-for-Rakhine-State-to-the-Myanmar-State-
Counsellor.aspx ; pada 23 Desember 2018
Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, (2018), Bertemu Presiden
Myanmar, Presiden Jokowi Sampaikan Kesiapan Bantu Pemulangan
Pengungsi Rohingya, diakses dari http://setkab.go.id/bertemu-presiden-
myanmar-presiden-jokowi-sampaikan-kesiapan-bantu-pemulangan-
pengungsi-rohingya/ pada 10 Januari 2019
Indonesian Foreign Minister to Meet with Bangladesh PM to Discuss Rohingya
Issue, Setkab RI, 05 September 2017; diakses dari
http://setkab.go.id/en/indonesian-foreign-minister-to-meet-with-
bangladesh-pm-to-discuss-rohingya-issue/ pada 25 Desember 2018
Indonesian Gov‟t Continues to Send Humanitarian Aid for Rohingya, Setkab RI,
21 September 2017; diakses dari http://setkab.go.id/en/indonesian-govt-
continues-to-send-humanitarian-aid-for-rohingya/ , pada 20 Februari
2019
Yani dan Sunu. 2007. Hubungan RI – Myanmar Sepanjang Masa. Yangon:
Kedutaan Besar Republik Indonesia, diakses pada 3 Juni 2018.
(https://www.kemlu.go.id/yangon/id/berita-agenda/berita-
perwakilan/Pages/Hubungan-RI-Myanmar-Sepanjang-Masa.aspx)
United Nations Security Council, Statement by the President of the Security
Council, 6 November 2017
Berita
Akbar, Aulia. 2012. Sejarah Masyarakat Rohingya, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2012/08/17/411/679197/sejarah-
masyarakat-Rohingya pada 11 Juni 2018
Bahar, Abid. 2012. Ancient Kingdom of Arakan: Understanding The Arab-
Chandra Synthesis. diakses dari Kaladan Press:
http://www.kaladanpress.org/index.php/report/rohingya/3772-
burmasrohingya-origin-in-the-ancient-kingdom-of-arakan-understanding-
thearab-chandra-synthesis.html pada 1 September 2018
Boy. 2014. “Dubes Ito Optimis Hubungan Bisnis Indonesia-Myanmar Kian
Terbuka”, diakses dari JPNN.com:
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=276574 pada 10
September 2018
Corben, Ron. Jakarta Pressing Burma on Rohingya Legal Rights. 10 Juli 2013.
Diakses pada 28 Desember 2017.
(https://www.voanews.com/a/indonesia-fm-says-jackarta-pressing-
burma-on-rohingya-legal-rights/1698656.html)
Democratic Voice of Burma, UN Rejects Thein Sein‟s Potential Rohingya Plan,
diakses dari http://www.dvb.no/news/un-rejects-thein-
sein%E2%80%99s-potential-rohingya-plan/22893/ Pada 14 November
2018
Draft UN Resolution Pressures Myanmar Over Rohingya Crisis, The New Arab,
26 Oktober 2017, diakses dari
94
https://www.alaraby.co.uk/english/news/2017/10/26/draft-un-resolution-
pressures-myanmar-over-rohingya-crisis pada 25 Desember 2018
DW. Indonesia Turun Tangan Bantu Rohingya. September 2017. Diakses pada
25 Desember 2018. (http://www.dw.com/id/indonesia-turun-tangan-
bantu-rohingya/a-40351496)
Firdaus, Febrina. 2015. Pemerintah Janji Tampung Pengungsi, Tapi Tak Ada
Dana Khusus Untuk Mereka”, diakses dari
https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/94626-tak-
ada-dana-alokasi-khusus-untuk-rohingya , pada 21 Februari 2019
H. Lazuardi. 2014. KBRI Myanmar Fasilitasi Kerja Sama Bisnis Dan Investasi”.
diakses dari http://industri.bisnis.com/read/20141221/12/384686/kbri-
myanmar-fasilitasikerja-sama-bisnis-dan-investasi, pada 1 September
2018
Hartcher, Peter dan James Massola. Indonesia to Confront Rohingya Crisis at
ASEAN, diakses dari https://www.smh.com.au/world/asia/indonesia-to-
confront-rohingya-crisis-at-asean-20180316-p4z4rz.html
Hasan, Rizki Akbar. 2017. UNHCR Puji Perpres Baru RI Soal Penanganan
pengungsi, diakses dari
https://www.liputan6.com/global/read/3034088/unhcr-puji-perpres-baru-
ri-soal-penanganan-pengungsi pada 8 Januari 2019
Hindstrom, Hanna. Burma President Backs Anti-Muslim „Hate Preacher‟
Wirathu, diakses dari http://www.dvb.no/news/politics-news/burma-
president-backs-anti-muslim-%E2%80%98hate-preacher%E2%80%99-
wirathu/28955 pada 14 November 2018
Human Rights Watch, All You Can Do Is Pray, diakses dari
https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-pray/crimes-
against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims#page pada 13
November 2018
Langkah Panjang untuk Hadirkan damai di Rohingya, Dompet Dhuafa, Jumat
September 2017, diakses dari
https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/8243/langkah-panjang-untuk-
hadirkan-damai-di-rohingya pada 20 Februari 2019
Marcheilla Putri, A, H. 2017. Dorong Perdamaian, Indonesia Prakarsai Dialog
Antaragama di Myanmar, diakses dari
https://www.merdeka.com/dunia/dorong-perdamaian-indonesia-
prakarsai-dialog-antaragama-di-myanmar.html pada 9 Januari 2019
Michaella, Sonya. Dompet Dhuafa Siapkan Bantuan Jangka Panjang untuk
Rohingya, MetroTV News, 18 Oktober 2017, diakses dari
http://www.metrotvnews.com/cards/4193-rohingya/Dkq3WVnN-
dompet-dhuafa-siapkan-bantuan-jangka-panjang-untuk-rohingya pada
20 Februari 2019
Nainggolan, Johannes. Ada Target Yang Ingin Dicapai Indonesia Dengan
Membantu Rohingya, 19 September 2017, diakses dari
https://politik.rmol.co/read/2017/09/19/307790/Ada-Target-Yang-Ingin-
Dicapai-Indonesia-Dengan-Membantu-Rohingya pada 21 Februari 2019
95
Nugroho, Sapto. Soal Konflik Rohingya, Hanya Indonesia yang Diterima
Pemimpin Negara Myanmar. 5 September 2017. Diakses pada 25
Desember 2018.
(http://www.tribunnews.com/internasional/2017/09/05/soal-konflik-
rohingya-hanya-indonesia-yang-diterima-pemimpin-negara-myanmar)
Nurul Islam, Facts About The Rohingya Muslims of Arakan, diakses dari
http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-rohingya.html
pada 14 November 2018
Ozturk, Cem. Myanmar‟s Muslim Sideshow, diakses dari
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/EJ21Ae01.html pada 13
November 2018
Republika. Wapres Fasilitasi Pertemuan MER-C dan Walubi Bangun RS di
Myanmar, diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/06/16/o8u99t280-
wapres-fasilitasi-pertemuan-merc-dan-walubi-bangun-rs-di-myanmar
pada 23 Desember 2018
Republika. 2017. Indonesia Offers Cooperation on Counter-Terrorism to
Myanmar, diakses dari https://www.republika.co.id/berita/en/national-
politics/17/12/06/p0j7p3414-indonesia-offers-cooperation-on-
counterterrorism-to-myanmar pada 10 Januari 2019
Republika. 2017. Retno Marsudi Recieves Myanmar Delegation for Interfaith
Dialogue, diakses dari https://www.republika.co.id/berita/en/national-
politics/17/05/22/oqd1xd414-retno-marsudi-receives-myanmar-
delegation-for-interfaith-dialogue pada 9 Januari 2019
Ray Jordan. Bantuan Kemanusiaan RI untuk Rohingya tiba di Yangon Myanmar,
detiknews, 22 September 2017, diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-3653125/bantuan-kemanusiaan-ri-untuk-
rohingya-tiba-di-yangon-myanmar pada 23 Desember 2018
The Conversation. Kota dan Kabupaten mungkin diminta menampung
pengungsi---maukah mereka?, diakses dari
https://theconversation.com/kota-dan-kabupaten-mungkin-diminta-
menampung-pengungsi-maukah-mereka-83451 pada 8 Januari 2019
The Irrawaddy. History Behind Arakan State Conflict, diakses dari
https://www.irrawaddy.com/in-person/interview/history-behind-arakan-
state-conflict.html pada 13 November 2018
The Guardian. „It Only Takes One Terrorist‟: The Buddhist Monk Who Reviles
Myanmar‟s Muslims, diakses dari https://www.theguardian.com/global-
development/2017/may/12/only-takes-one-terrorist-buddhist-monk-
reviles-myanmar-muslims-rohingya-refugees-ashin-wirathu pada 14
November 2018
Tobing, Dio Herdiawan. 2018. A Year of Jokowi‟s Refugee Decree: What has
changed?, diakses dari
https://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/12/a-year-of-jokowis-
refugee-decree-what-has-changed.html pada 23 Desember 2018
Tribunnews. 2016. Indonesia dan Myanmar Gelar Dialog Antar Agama,
Selesaikan Konflik Etnis Rohingya, diakses dari
96
http://jambi.tribunnews.com/2016/12/07/indonesia-dan-myanmar-gelar-
dialog-antar-agama-selesaikan-konflik-etnis-rohingya pada 9 Januari
2019
Publikasi IIS. Pemberian Akses Kerja Sebagai Solusi Dalam Menangani
Pengungsi di Indonesia”, diakses dari
http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/iis-menerbitkan-kertas-kebijakan-
penanganan-pengungsi-berbasis-pemberian-akses-pekerjaan/ pada 8
Januari 2019
Putranto, Algooth. Misi Menlu Retno, Upaya Jokowi Meneruskan Tradisi
Indonesia. 5 September 2017. Diakses pada 25 Desember 2018.
(https://nasional.kompas.com/read/2017/09/05/17384481/misi-menlu-
retno-upaya-jokowi-meneruskan-tradisi-indonesia)
Rahmani, Muhajir Arif. Hampir Setahun Tim Medis ACT Layani Pengungsi
Rohingya, ACT, 08 Mei 2018, diakses dari
https://act.id/news/detail/hampir-setahun-tim-medis-act-layani-
pengungsi-rohingya, pada 20 Februari 2019
Video
Video Telepon langsung dengan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Ito
Sumardi, dengan KompasTV. Diakses pada 7 November 2017.
(https://www.youtube.com/watch?v=rGyRnOgJARM)