kaum puritan amerika: imigran puritan inggris dan pembentuk masyarakat kolonial abad ke-17

24
Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris & Pembentuk Masyarakat Koloni Abad Ke-17 Sejarah Masyarakat & Budaya Amerika Esti Indah Puji Lestari/1306454662

Upload: esti-indah

Post on 28-Jan-2016

269 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Pada masa awal pembentukan masyarakat koloni, Amerika berdiri di atas sendi-sendi kehidupan sosial yang sangat religius. Imigran Eropa yang datang ke dunia baru tersebut antara lain adalah kaum Puritan Inggris. Didorong motif keagamaan, setelah Reformasi Gereja dan dinamika pertentangan agama kaum Puritan tersebut menyeberangi Samudra Atlantik untuk membangun kehidupan baru seperti yang diharapkannya.

TRANSCRIPT

Page 1: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

Kaum Puritan Amerika:Imigran Puritan Inggris & Pembentuk Masyarakat Koloni Abad Ke-17

Sejarah Masyarakat & Budaya Amerika

Esti Indah Puji Lestari/1306454662

Page 2: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kaum Puritan seringkali disebut sebagai peletak dasar nilai-nilai dasar yang

membentuk masyarakat Amerika secara umum. Tradisi dan karakter Amerika dianggap

sebagai warisan langsung dari orang-orang Puritan Inggris yang bermigrasi ke pantai timur

Amerika pada abad ke-17. Kebanggaan sebagai orang terpilih yang mengemban tugas

khusus dalam memengaruhi sejarah perjalanan umat manusia di dunia, membuat bangsa

Amerika merasa seolah menjadi mercusuar dan tolok ukur bagi kelompok lain.

Keyakinan-keyakinan itu pada abad ke-17 dibawa kaum Puritan dari Inggris yang

bertekad membangun masyarakat teladan dan dapat dijadikan percontohan di dunia. Status

keanggotaan masyarakat yang diterapkan oleh pejabat hukum—contoh di koloni

Massachusetts—sangat ketat dikaitkan dengan latar belakang keagamaan dan standar moral

serta kesalehan yang baik. Migrasi kaum Puritan pun dikaitkan dengan konsep perjanjian

dengan Tuhan yang termaktub pada Alkitab Perjanjian Lama yang meyakini bahwa

kemajuan suatu wilayah tergantung pada hubungan baik dengan Tuhan. Untuk menjaga

kesalehan dan ketaatan hubungan dengan Tuhan maka para penghuni wilayah haruslah

seorang yang bermoral dan taat beragama.

Latar belakang historis ini kemudian turut mencampuri pandangan amerikanisme

yang mencetak persepsi bahwa Amerika Serikat sangat Protestan dan dibangun atas dasar

keanggotaan masyarakat yang ekslusif menurut pertimbangan agamanya. Selain itu,

arogansi yang muncul sebagai sebuah bangsa besar juga tak luput dari keyakinan kelompok

bahwa nenek moyang kaum Puritan dari Inggris adalah orang-orang terpilih bermoral yang

dihadirkan untuk mencetak perubahan. Dengan keyakinan moral tinggi yang dilanggengkan

sistem religinya, imigran-imigran awal abad ke-17 yang membentuk masyarakat koloni

merasa berhak untuk merampas tanah dari orang-orang Indian dan memberadabkan

penduduk asli Amerika itu. Atas dasar moral dan kesalehan pula koloni Massachusetts

pernah mengusir imigran Protestan dari Inggris yang dinilai tidak sesuai dengan standar

mereka. Akan tetapi seiring dengan perkembangan Boston menjadi kota dagang dan bandar

pelabuhan besar, kebutuhan terhadap pemukim baru semakin meningkat karena dikaitkan

Page 3: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

2

dengan pertimbangan ekonomi. Penjagaan yang ketat terhadap aspek agama menjadi

terkalahkan oleh kepentingan untuk meningkatkan roda perekonomian melalui penerimaan

imigran-imigran baru.

Migrasi kaum Puritan dari Inggris yang menjadi cikal bakal kaum Puritan dalam

masyarakat koloni Amerika, disebabkan oleh berbagai dinamika agama dan politik yang

terjadi baik di Inggris maupun di Eropa. Reformasi Lutheran, Calvinis, dan Anglikan turut

memengaruhi terbentuknya kaum Puritan awal. Suksesi kepemimpinan politik di Inggris

juga berdampak besar pada migrasi kaum Puritan ke tanah koloni di Amerika. Tanpa

menjelaskan perjalanan Reformasi Gereja dan pergantian tahta kepemimpinan di Inggris,

perunutan akar kaum Puritan tentu tidak tersaji secara gamblang guna membentuk

pemahaman yang komprehensif.

Sebelum kedatangan kaum Puritan, orang-orang Inggris di pantai timur Amerika yang

mulai membangun permukiman di Jamestown pada 1607 telah mendapat pengaruh Katolik

yang kuat dalam masyarakat koloni. Ketika kaum Puritan Inggris tiba di Amerika,

setidaknya sudah terletak dasar-dasar pengaruh Katolik di tanah koloni. Keberadaan

pengaruh Katolik di Amerika juga berawal dari pertentangan masa Reformasi Gereja di

Eropa yang membuat orang-orang Katolik membuat strategi misionaris untuk meluaskan

ajarannya. Sehingga sebelum kedatangan kaum Puritan, masyarakat koloni di pantai timur

Amerika telah diwarnai terlebih dahulu oleh dasar-dasar Katolik.

Tatanan masyarakat koloni Massachusetts yang berdiri di atas dasar kaum Puritan

tidak selamanya kokoh tanpa perlawanan dari dalam. Tokoh seperti Roger Williams dan

kelompok Puritan Ortodoks lainnya justru berbalik melawan beberapa hal yang tidak sesuai

seperti perampasan tanah dan penyatuan otoritas negara dengan geraja. Para penentang itu

meninggalkan Massachusetts dan mencari daerah lain untuk membangun koloni baru yang

sesuai dengan harapannya. Dari situlah akar kaum Puritan menyebar membentuk tatanan

sosial masyarakat yang di kemudian hari disebut sebagai Amerika Serikat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang melatarbelakangi migrasi kaum Puritan dari Inggris ke Amerika pada abad

ke-17?

1.2.2 Bagaimana peran kaum puritan dalam membentuk masyarakat koloni Amerika?

Page 4: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Reformasi Gereja dan Terbentuknya Kaum Puritan di Inggris

Pada 1517 seorang biarawan dari Wittenburg yang juga bergabung dalam Serikat

Agustinus, Martin Luther, melancarkan puncak protesnya pada gereja istana di Wittenburg,

Jerman. Luther mengecam keras praktik penjualan indulgensi1 yang dianggap sebuah

penyelewengan otoritas gereja. Ketika itu gereja katolik di Jerman sedang mengumpulkan

dana untuk pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma dengan menjual indulgensi kepada

jemaat. Martin Luther menempelkan 95 “tesis” di pintu gereja kota Wittenburg.2 Pada

dasarnya ia memprotes doktrin dan praktik gereja yang kebanyakan tidak berdasarkan ajaran

murni Katolik. Protes dan perlawanan yang disampaikan Luther kemudian menandai yang

hingga masa setelahnya disebut sebagai Reformasi Gereja. Kelompok yang memprotes

kesewenang-wenangan otoritas gereja dan menuntut untuk kembali pada ajaran murni yang

tunggal (Al-Kitab) kemudian disebut kelompok protestan.3

Reformasi Gereja yang dipelopori Luther menyebar luas dari Jerman ke wilayah-

wilayah di Eropa. Pada perkembangan selanjutnya, protes yang sama dilancarkan oleh John

Calvin (Jean Cauvin, nama latin) dan Ulrich Zwingli di Swiss. Calvin resmi memutuskan

hubungan dengan keuskupan gereja Katolik pada 1533 dan mengembalikan pusat ajaran

kepada Alkitab yang dianggap sebagai sumber utama ajaran Kristen.

Prinsip Luther dan Calvin yang berupaya mengembalikan ajaran Kristen kepada

Alkitab bertentangan dengan tradisi dan otoritas gereja Katolik. Ajaran Katolik

mempercayai bahwa gereja yang berdiri di bumi adalah suatu otoritas lembaga agama yang

disahkan Tuhan. Dengan demikian gereja di bumi yang diperintah Paus bertindak sebagai

penafsir ajaran dan wahyu Tuhan. Reformasi Gereja menilai penafsiran gereja sebagai

lembaga keagamaan telah melampaui Alkitab sebagai sumber ajaran utama, sehingga perlu

1 Indulgensi: semacam surat pengampunan dosa atau jaminan gereja kepada seseorang bahwa ia bisa langsung masuk surga apabila menyumbangkan hartanya kepada gereja.2 Michael Keene, Kristianitas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006.3 Kelompok yang menghendaki Reformasi Gereja melakukan perlawanan pada 1559 dan sejak itu kelompok tersebut dinamai kelompok protestan.

Page 5: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

4

adanya suatu reformasi yang bertujuan mengembalikan pokok ajaran langsung kepada

Tuhan dan bukan kepada manusia yang menafsirkan wahyu Tuhan.4

Meski bertentangan dengan otoritas geraja Katolik, gereja Lutheran yang menganut

ajaran reformasi Martin Luther berkembang luas di Jerman, Baltik, dan Skandinavia. Gereja

Calvinis yang berakar di Jenewa (Swiss) pun mulai menyebarkan pengaruhnya ke negara-

negara Eropa di sekitarnya seperti Prancis dan Belanda. Masih pada abad yang sama, di

Inggris lahir aliran gereja baru yang disebut gereja Anglikan. Kemunculan gereja Anglikan

akan berkaitan dengan cikal-bakal terbentuknya kaum puritan di Inggris.

Ketika Luther mencetuskan gerakan Reformasi Gereja di Jerman, Inggris masih

menjadi penganut Katolik dan bertalian erat dengan keuskupan Roma. Kemudian tahun

1534 Raja Henry VIII yang memerintah Inggris memutuskan untuk mengangkat dirinya

menjadi pemimpin tertinggi gereja di Inggris dan memutuskan garis hubungan dengan

kepemimpinan Paus di Roma. Konflik Raja Henry VIII dengan Paus dimulai ketika gereja

Katolik menolak untuk mengeluarkan surat cerai untuk raja yang ingin menikah lagi. Aliran

gereja baru yang dipimpin Henry VIII disebut dengan gereja Anglikan dan juga meluaskan

pengaruhnya ke negara-negara lain.5 Reformasi di Inggris tidak lantas menutup

kemungkinan konflik keagamaan pada masa setelahnya. Justru sepeninggal Raja Henry

VIII, pertentangan antara Katolik dan Anglikan masih berlanjut.

Katarina dari Aragon (1485-1536) istri pertama Henry adalah warga negara Spanyol

dan beragama Katolik. Ketika putri mereka Marry (1516-1558) menjadi ratu Inggris dalam

tahun 1553, ia memulihkan Katolisisme, menghukum mati banyak pemimpin Protestan.6

Pengikut gereja Anglikan dan gereja berada pada posisi terpojok pada masa pemerintahan

Ratu Marry (Ratu Marry I). Latar belakang kekuasaan politis yang lebih berpihak pada

Katolik Roma memaksa mereka untuk meninggalkan Inggris.

Elizabeth atau Ratu Elizabeth I, anak Raja Henry VIII dengan Anne Boleyn istri

keduanya, memerintah Inggris sepeninggal Ratu Marry tahun 1558. Jika Ratu Marry

berupaya mengembalikan dominasi Katolik maka Ratu Elizabeth I lebih memilih berpihak

4 Alkitab dianggap sebagai pewahyuan langsung yang murni dari Tuhan.5 Meskipun gereja Anglikan adalah bagian dari gereja reformasi, namun dalam praktiknya gereja tersebut masih menekankan pada perayaan sakramen daripada ajaran yang bersumber dari Alkitab. Gereja Anglikan juga masih menempatkan altar sebagai pusat ibadah di dalam gereja. Selengkapnya dalam Michael Keene, Kristianitas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006.6 George M. Marsden, Agama dan Budaya Amerika, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 21.

Page 6: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

5

pada kelompok protestan. Ia mengesahkan Undang-Undang Supremasi dan Persamaan

tahun 1559 yang memutuskan Anglikan sebagai aliran dan agama Kristen yang resmi di

Inggris.

Elizabeth menyusun suatu kompomi bagi gereja Inggris, dengan mempertahankan

bentuk pemerintahan episkopal (kepemimpinan para uskup) dan sebagian besar upacara

Katolik tradisional, tetapi melembagakan doktrin Prostestan.7 Beberapa praktik keagamaan

yang masih kental tradisi Katolik antara lain keberadaan jabatan keuskupan dan penggunaan

busana khas gereja.

Meskipun telah membuat penetapan besar terkait status gereja Anglikan sebagai

pusat ajaran resmi di Inggris, keputusan tersebut tidak cukup memuaskan kaum puritan dan

penganut protestan yang telah kembali dari pelarian di Jenewa—pusat gereja Calvinis—

selama kepemimpinan Ratu Marry. Mereka mengharapkan pemurnian Kristen yang lebih

drastis dari sekedar penetapan status agama resmi. Thomas Cartwright (1535-1603) adalah

salah satu pemimpin kaum puritan Inggris yang menentang gereja resmi negara (Anglikan)

karena masih memuat unsur tradisional Katolik. Tokoh lainnya adalah Robert Browne yang

menentang gereja Anglikan karena kekuasaan sipil dianggap terlalu berkaitan erat dengan

gereja yang seharusnya independen tanpa campur tangan pemerintah. Ketika tidak dipimpin

lagi oleh Browne, gereja demokratik yang digagasnya berubah menjadi gereja presbiterian.8

Golongan Kalvinis di dalam gereja Inggris, yang menginginkan untuk melakukan

pemurnian lebih lanjut, menjadi terkenal sebagai kaum puritan.9 Kaum puritan tersebut yang

pada perkembangan selanjutnya menjadi cikal-bakal terbentuknya kelompok yang sama di

permukiman-permukiman awal di pantai timur Amerika. Lengsernya Ratu Elizabeth I

(1558-1603) yang digantikan oleh Raja James I tak luput dari pertentangan agama yang

kemudian memaksa sejumlah kaum puritan untuk meninggalkan Inggris.10

2.2 Migrasi Kaum Puritan Ke Amerika

7 Ibid, hlm. 21.8 Presbiterian memiliki akar yang sama dengan Calvinisme (digagas oleh John Knox, salah satu murid terkenal Calvin) hanya saja kelembagaannya tumbuh di Skotlandia Salah satu ciri ajarannya adalah predestinasi ganda (penetapan umat yang akan diselamatkan dan yang akan dihukum Tuhan).9 Ibid, hlm.22.10 Raja James I di Inggris adalah Raja James VI dari Skotlandia.

Page 7: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

6

Sebelum menjadi raja Inggris, James I adalah Raja James VI dari Skotlandia yang

berasal dari keluarga Stuart. Ketika memerintah Inggris, ia menolak keinginan reformasi

total dari kaum puritan. Selain itu, Raja James I tidak dapat menerima golongan presbitarian

yang Calvinis.

Keluarga Stuart dari pihak Raja James di Skotland telah dipaksa, secara

tidak rela, untuk menerima suatu gereja Presbiterian yang Kalvinis, James dan para

penggantinya dari keluarga Stuart, yang memerintah Inggris selama sebagian besar

tahun 1600-an, tentu sangat membenci kaum Puritan Inggris.11

Setelah kematian Eizabeth I, kaum puritan marah terhadap sikap James I

(1603-25) berupa intervensi pemerintah terhadap ibadah dan kebebasan Klerus

mereka.12

Bagi James, kekuasaan mutlak ada di tangan raja – ia percaya bahwa ia

mempunyai “hak ilahi” untuk memerintah, sementara hierarki Anglikan dan gelar

penguasa, yaitu Pembela Iman sangat menarik baginya. Ia meremehkan ajaran

Presbiterian yang mengajarkan kebebasan yang tidak sepaham dengan hak ilahi

seorang raja.13

Reformasi menyeluruh yang dicetuskan kaum puritan Inggris dianggap

menentang ketentuan pemerintah yang telah menetap Anglikan sebagai ajaran resmi

negara. Gagasan reformis mereka dianggap memecah belah rakyat dan berpotensi

untuk merongrong wibawa raja. Mulanya rakyat Inggris terutama kaum Puritan dan

kelompok Separatis senang karena Raja James I tumbuh di lingkungan Presbeterian

di Skotlandia sehingga ada kemungkinan akan mendukung kelompok mereka.

Sedangkan orang Katolik juga tak kalah senang dengan latar belakang ibu Raja

James I yang seorang Katolik. Tetapi pada faktanya James I adalah seorang

Anglikan.

“Jika tidak ada uskup, tidak ada raja,” deikian seru James I, memberitahukan

kepada kaum Puritan bahwa mereka memiliki seorang raja, dengan sendirinya

mereka juga mempunyai uskup gereja. Namun ia masih belum berhadapan dengan

iman fanatic yang melekat pada para “pemurni” (purifiers) gereja tersebut. Di

antara mereka ada yang masih ingin bertahan dalam gereja, tetapi mereka tidak

11 George M. Marsden, Agama dan Budaya Amerika, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2006, hlm. 24.12 Michael Collins dan Matthew A. Price, The Story of Christianity: Menlusuri Jejak Kristianitas, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006, hlm. 143.13 A Kenneth Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Gunung Mulia, Jakarta, 2007, hlm. 91.

Page 8: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

7

merasakan bahwa reformasi akan berhasil di bawah raja yang bersikap bermusuhan

ini.14

Sekelompok jemaat Separatis radikal yang merupakan sekumpulan orang-orang desa

sederhana meninggalkan Inggris menuju Leiden, Belanda tempat yang akan membebaskan

mereka untuk beribadah sesuai dengan cara mereka. Beberapa kelompok Separatis tersebut

yang disebut kaum peziarah atau pilgrims meninggalkan Belanda menuju pantai timur

Amerika dan pada 1620 mereka mendirikan koloni Plymouth.

John Smith, lulusan Universitas Cambridge, adalah seorang pengkhotbah

dan dosen di lingkungan Gereja Anglikan[. . .] Sekitar tahun 1606, ia memberanikan

diri mendirikan Gereja Separatis di Gainsborough, Lincolnshire. [. . . ] Banyak

kelompok Separatis lainnya yang bermunculan di daerah itu, termasuk satu di

Scrooby, di rumah William Brewster. Ketika oposisi para penguasa marak, jemaat

Smyth lari ke Amsterdam. Hal ini terjadi sekitar tahun 1608. (Kelompok Scrooby ini

lari ke Leiden dan di kemudian hari mengirim sebagian keanggotaannya ke

Amerika).15

Nampaknya, kaum Separatis Scrooby yang disebut sebagai kaum peziarah yang

kemudian ditengarai mendirikan koloni Plymouth di tanah koloni. Kelompok itu dinilai

lebih radikal karena keputusannya untuk melepaskan diri dari Inggris dan keinginan untuk

membentuk tatanan masyarakat baru yang memiliki kebebasan agama.

Ketika tahta Inggris digantikan Raja Charles I, putra James I, keadaan tidak membaik.

Kaum Puritan—yang moderat—yang masih di Inggris merasa semakin ditekan oleh otoritas

penguasa. Kelompok itu menempuh jalan yang sama dengan pendahulunya (kaum

peziarah), meninggalkan Inggris untuk membentuk masyarakat baru sesuai dengan prinsip

mereka. Gelombang kedua kaum Puritan mendirikan The Massachusetts Bay Colony pada

1630. Pada gelombang pertama kaum Puritan, mereka terdiri dari para penduduk desa sekte

radikal, sedangkan gelombang kedua lebih didominasi oleh orang-orang kaya yang memiliki

kedudukan tinggi.

Pertentangan antara gereja Katolik dengan geraja Lutheran dan Calvinis di Eropa

membuat orang-orang Katolik menyusun strategi misionaris untuk tetap mempertahankan

hegemoni Katolik di dunia. Reformasi yang menyerang gereja Katolik dibalas dengan

pengiriman utusan misionaris-misionaris Katolik ke berbagai wilayah termasuk pantai timur 14 Ibid, hlm.92.15 Ibid, hlm.90.

Page 9: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

8

Amerika untuk membangun pusat pengaruh Katolik yang baru. Strategi misionaris Katolik

terbukti dengan penguasaan Spanyol atas Amerika Tengah dan Amerika Latin yang tak

luput menyebarkan pengaruh Katolik. Prancis merambah wilayah utara Kanada dengan

membawa serta ajaran Katolik.16

Kedatangan orang-orang Inggris di pantai timur Amerika yang mulai membangun

permukiman di Jamestown pada 1607 menjadi awal pengaruh Katolik yang kuat dalam

masyarakat koloni. Ketika kaum Puritan Inggris tiba di Amerika, setidaknya sudah terletak

dasar-dasar pengaruh Katolik di tanah koloni.

2.3 Kaum Puritan dan Perannya Dalam Pembentukan Masyarakat Koloni

Para peziarah gelombang pertama diberangkatkan atas pembiayaan dari Virginia

Company yang ditujukan untuk bermukim di Virginia. Sayangnya ketika berlayar, kapal

Mayflower yang ditumpangi 102 peziarah itu berlabuh terlalu ke utara di Semenanjung Cape

Cod. Mereka tidak jadi bermukim di Virginia dan memutuskan menetap di sekitar

pelabuhan Plymouth, tempat mereka hidup dan membentuk koloni di tahun 1620. Mereka

menghadapi tantangan alam yang lebih keras di permukiman baru karena geografisnya yang

berada di utara dan musim dingin yang lebih ekstrim.

Rombongan kedua para peziarah yang tiba di Massachusetts Bay berperan besar

dalam pengembangan New England dan pembentukan masyarakat koloninya. Seperti yang

sudah disebutkan di awal, rombongan kedua kaum peziarah didominasi oleh para orang

kaya yang memiliki kedudukan tinggi. Pembentukan masyarakat koloni di Massachusetts

Bay (Boston) dipimpin oleh Gubernur John Winthrop dengan 25 orang lainnya yang telah

mendapatkan izin kerajaan. John Winthrop berperan besar dalam merumuskan suatu

masyarakat Kristen teladan yang menjadi model kehidupan ideal di seluruh dunia.

Sekitar sepuluh tahun pascakedatangan mereka, 65 pendeta didatangkan ke

Massachusetts Bay. Kedatangan para pendeta tersebut sejalan dengan keinginan mereka

untuk membentuk suatu tatanan sosial baru seperti masyarakat teokrasi yang memiliki

kebebasan agama. Pada praktiknya, kepemimpinan yang dijalankan masih

mencampuradukkan agama dan urusan negara (sipil) meskipun secara teoritis masyarakat

16 Setelah pendudukan Prancis di Kanada, Pater Jacques Marquette seorang misionaris Katolik Prancis menyebarkan ajaran Katolik melalui lembah Missisippi dan wilayah utara Amerika yang berbatasan dengan Kanada.

Page 10: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

9

awal Boston itu telah mencoba pemisahan gereja dengan negara. Hal itu kemudian

menumbuhkan sistem kepemimpinan teokratis dan otoriter. Kaum imam dan masyarakat

awam berupaya untuk mempertahankan keseragaman dan keselarasan kehidupan religius

mereka.

Kaum puritan di Massachusetts Bay umumnya memiliki keyakinan kuat bahwa

kedatangan mereka ke tanah koloni baru dan meninggalkan Eropa adalah jalan hidup yang

diperintahkan oleh Tuhan. Hal itu sehubungan dengan keyakinan bahwa mereka

mengemban tugas besar yang berpengaruh terhadap sejarah umat manusia di dunia. Hukum

tertinggi yang mereka yakini adalah Alkitab sebagai wahyu langsung dari Tuhan sebagai

landasan fundamental ajaran agama.

Tekad yang dibawa sejak dari Eropa untuk membentuk suatu kehidupan masyarakat

teladan membuat kaum puritan memandang penting konsep perjanjian dalam Alkitab

Perjanjian Lama yang menggambarkan tentang pemerintahan Tuhan atas Israel. Mereka

percaya bahwa kemajuan dan kemerosotan suatu bangsa didasarkan pada hubungannya

dengan Tuhan. Mereka melaksanakan kehidupan berdasarkan ketentuan dan hukum Tuhan.

Para peziarah yang tiba pada abad ke-17 memiliki pengaruh yang besar dalam

pembentukan landasan kebudayaan Amerika. Mereka adalah pemukim awal yang tegas,

kuat, dan terdidik dari Eropa. Nantinya, orang-orang inilah yang ikut meletakkan dasar-

dasar tradisi kaum Puritan di dalam karakter nasional Amerika, misalnya seperti keyakinan

sebagai orang-orang terpilih yang memiliki tugas khusus dalam pejalanan sejarah umat

manusia.

Orang-orang Amerika gemar menganggap diri mereka sendiri sebagai

mempunyai suatu tugas khusus. Mereka begitu saja berbicara, hampir seperti yang

telah dilakukan kaum Puritan, tentang Amerika Serikat sebagai Israel baru yang

dipilih Allah untuk memainkan suatu peran utama dalam sebuah zaman baru

penebusan dunia. Oleh karena itu tradisi-tradisi kaum Puritan menolong membentuk

pemahaman diri kolektif orang-orang Amerika.17

Pemahaman-pemahaman yang diturunkan langsung dari tradisi kaum Puritan

berpengaruh besar membentuk karakter Amerika yang merasa menjadi bangsa yang lebih

unggul karena dipercaya Tuhan sebagai pengemban khusus. Ketika kesatuan sebagai bangsa

17 George M. Marsden, Agama dan Budaya Amerika, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2006, hlm. 25.

Page 11: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

10

terbentuk, orang-orang Amerika merasa memiliki keutamaan sendiri sebagai bangsa terpilih

yang memang sudah ditakdirkan untuk menjadi sedemikian rupa.

Sebagai bangsa terpilih dan pemimpin baru, mereka merasa memiliki aspek moril

yang lebih baik dibandingkan orang-orang Indian dan Meksiko. Ironisnya, alasan sebagai

yang lebih bermoral tinggi itulah yang turut mendasari perampasan lahan dari orang-orang

Indian. Dengan alasan moral pula yang menyebarkan pandangan bahwa penduduk asli

Amerika perlu untuk diberadabkan seperti mereka. Jelas bahwa keyakinan sebagai bangsa

terpilih dengan sistem moral yang lebih tinggi, justru mencetak karakter masyarakat yang

memiliki arogansi tinggi dengan menganggap kelompok lain tidak lebih beradab dari

kelompoknya.

Roger Williams, salah satu pendeta dari koloni Massachusetts Bay menentang keras

kebijakan yang masih menyatukan gereja dengan negara dan hak koloni untuk merebut

tanah dari orang Indian. Williams dikeluarkan dari masyarakat koloni melalui keputusan

hukum karena dinilai sebagai pemberontak. Ia kemudian membentuk koloni sendiri di

Rhode Island yang membebaskan otoritas negara dari gereja. Menurut Williams, merampas

tanah-tanah orang Indian seperti Israel Kuno menyerobot tanah negeri yang dijanjikan

adalah suatu tatanan politis yang jahat.

Selain Williams, sekelompok kaum Puritan Ortodoks juga mulai meninggalkan

Massachusetts Bay untuk mencari kehidupan di tanah lain yang masih kosong dan subur.

Pemukim lainnya menuju Maine dan New Hampshire. Meskipun mulai ditinggalkan oleh

pemukim awal, Massachusetts Bay sendiri lantas tumbuh menjadi kota dagang dengan

bandar kapal besar di pantai timur Amerika. Boston menjadi kota koloni yang makmur dan

terkenal sebagai pembuat kapal. Dibandingkan masyarakat koloni lain seperti Pennsylvania

misalnya, New England memiliki nilai yang lebih kaku dan ketat dalam kehidupan

religiusnya. New England masih sangat Puritan dan koloni yang paling kental agamanya.

Selain New England, wilayah koloni lain yang terbentuk adalah Maryland dengan

mayoritas penganut Katolik, New York yang dominan dengan gereja reformasi Belanda,

dan Pennsylvania dengan orang-orang Quaker. Massachusetts, Virginia, dan Pennsylvania

misalnya, memiliki corak keterbukaan dan penerimaan yang berbeda-beda terhadap para

imigran awal dari Eropa. Kebijakan Pennsylvania yang banyak dipengaruhi William Penn

menginginkan warga negara yang baik tanpa melihat latar belakang agamanya. Virginia

Page 12: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

11

yang bermaksud meluaskan sektor perkebunan membuka akses luas bagi pekerja dan budak.

Sedangkan Massachusetts yang didominasi kaum Puritan membuka pintu hanya bagi warga

negara yang dinilai murni dari sudut pandang agama.

Dalam sejarah awal masyarakat koloni, Massachusetts pernah menolak serombongan

orang Protestan Inggris—enampuluh penumapang kapal Handmaid—yang datang untuk

bermukim dengan alasan bahwa kelompok itu dinilai tidak memiliki moral dan kesalehan

yang baik menurut ukuran Massachusetts. Ketatnya pandangan religius di Massachusetts tak

lain didasari keyakinan bahwa untuk mencapai kemakmuran dan kemajuan wilayahnya,

mereka hanya menerima jemaat yang taat kepada Tuhan sebagai bentuk penjagaan atas

perjanjian dengan Tuhan. Dengan demikian koloni itu tumbuh menjadi masyarakat dengan

keanggotaan gereja yang ekslusif.

Boston, tempat si Puritan Edward Johnson memperingatkan dalam

pamfletnya Wonder-Working Providence (1654) bahwa kaum imigran akan

merongrong eksperimen suci Koloni Teluk Massahusetts, mencoba

mempertahankan dasar sekte untuk keanggotaan dalam waktu yang lama. Namun,

koloni ini akhirnya tunduk pada hasrat mendapatkan pemukim dengan menerima

orang Yahudi, padahal selama abad ke-17 keanggotaan itu tertutup rapat bagi

mereka.18

Perubahan sikap terhadap kedatangan imigran tak lain dilatarbelakangi oleh

kepentingan ekonomi dan kebutuhan akan sekelompok penghuni baru di tanah koloni.

Menolak kedatangan imigran akan sangat bertolak-belakang dengan kepentingan ekonomi

yang memperhitungkan keberadaan pemukim sebagai pertimbangan awal untuk

menanamkan modal yang menghidupi perekonomian koloni. Persyaratan penerimaan

anggota masyarakat koloni Massachusetts nampak memengaruhi persepsi amerikanisme

yang menganggap Amerika Serikat sebagai bangsa Protestan yang mendasarkan

keanggotaannya melalui pertimbangan keagamaan. Akan tetapi pada akhirnya hal itu

tenggelam dengan kepentingan untuk memperoleh lebih banyak pemukim baru yang

berimbas langsung pada peningkatan ekonomi di tanah koloni.

BAB III

18 Lawrence H. Fuchs, Kaleidoskop Amerika: Ras, Etnik, dan Budaya Warga, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hlm.9.

Page 13: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

12

KESIMPULAN

Kedatangan para imigran Inggris ke pantai timur Amerika pada abad ke-17 tak lain

adalah sekelompok kaum Puritan yang ingin mencari dunia baru dan membangun

masyarakat baru yang sesuai dengan keyakinannya. Migrasi kaum Puritan yang akarnya

terbentuk kuat di Inggris, dilatarbelakangi oleh situasi politik dan keagamaan pada masa

Raja James I yang menolak gagasan reformasi total kaum Puritan Inggris. Kelompok radikal

tersebut menuju Belanda untuk mendapatkan kebebasan beragama sebelum akhirnya

berangkat ke pantai timur Amerika. Gelombang pertama imigran Puritan dari Inggris yang

didominasi oleh orang-orang desa sederhana itu membentuk koloni baru di Plymouth tahun

1620.

Gelombang kedua imigran Puritan memutuskan berangkat ke Amerika setelah situasi

reformasi di Inggris tidak pernah sesuai dengan yang mereka harapkan. Tekanan otoritas

negara dari Raja Charles I juga membulatkan keputusan kaum Puritan tersebut yang

mayoritas orang-orang kaya untuk menyeberang ke tanah koloni. Mereka kemudian

diketahui membentuk masyarakat koloni pada 1630 di Massachusetts Bay yang berkembang

pesat menjadi Boston.

Imigran Inggris—kaum Puritan—membangun masyarakat koloni Massachusetts

dengan dasar-dasar agama yang kental. Standar moral, kesalehan, dan etika diturunkan

langsung dari penghayatan ajaran Alkitab Perjanjian Lama yang berisi tentang Perjanjian

antara manusia dan Tuhan. Mereka meyakini untuk membangun wilayah yang makmur

harus disertai dengan ketaatan masyarakatnya guna menjaga hubungan baik dengan Tuhan.

Mereka meyakini kedatangan mereka ke tanah koloni baru dan meninggalkan Eropa adalah

jalan hidup yang diperintahkan oleh Tuhan untuk mengemban tugas besar yang berpengaruh

terhadap sejarah umat manusia di dunia.

Pada masa-masa selanjutnya, merekalah yang turut meletakkan dasar-dasar tradisi

kaum Puritan di dalam karakter nasional Amerika. Sebagai bangsa imigran dari Eropa yang

mencoba mencari peruntungan di dunia baru yang juga disertai dengan keyakinan-

keyakinan agama, karakter Amerika tumbuh dengan kuat dengan kebanggaan sebagai

orang-orang terpilih. Demi menjaga sisi ekslusif dari masyarakat Puritannya, awalnya

Page 14: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

13

koloni Massachusetts menolak kedatangan para imigran lain yang dianggap tidak memiliki

tingkat keimanan serta etika yang sama dengan mereka.

Pada praktiknya, kepemimpinan di Massachusetts masih belum memisahkan urusan

gereja dengan negara sehingga menimbulkan perlawanan dari dalam masyarakatnya yang

dilontarkan oleh Roger Williams dan kaum Puritan Ortodoks lainnya. Dengan dasar sebagai

orang terpilih yang akan membuat perubahan, mereka memaklumkan untuk merebut tanah

dari orang Indian. Ketidaksesuaian yang dirasakan sekelompok penentang membuat mereka

menyingkir dan membentuk koloni baru di tanah lain yang masih kosong dan subur. Mereka

menuju Maine dan New Hampshire.

Di sisi lain, Massachusetts Bay berhasil melahirkan Boston sebagai kota dagang yang

ramai, dikenal sebagai pembuat kapal yang andal serta memiliki bandar pelabuhan terbesar

di Amerika. Boston tumbuh menjadi pusat perekonomian yang penting. Sepeninggal

kelompok penentang yang meninggalkan Massachusetts Bay, sektor ekonomi menuntut

lebih banyak pemukim untuk tinggal di koloni yang terkenal ketat dengan otoritas agamanya

tersebut. Jumlah pemukim di suatu koloni menentukan potensi investasi yang berdampak

positif bagi perkembangan ekonomi wilayah koloni.

Melalui keterbukaan demi kepentingan ekonomi dan juga menyebarnya para

penentang eksklusivitas Massachusetts, ajaran kaum Puritan pun turut terbawa dalam

tatanan sosial masyarakat Amerika yang dimulai dari wilayah pantai timur. Pada generasi

setelahnya, nilai-nilai dan tradisi yang mencirikan Puritan masih dapat dirasakan termasuk

kebanggaan orang-orang Amerika sebagai orang terpilih yang akan membangun dunia baru.

Dari kajian historis, karakter nasional suatu bangsa dapat ditelisik secara mendalam dari

abad-abad sebelumnya, begitupula Amerika sebagai sebuah bangsa besar menyimpan

dinamika sejarah yang sangat kompleks, berhubungan erat dengan peristiwa besar

sebelumnya—Reformasi Gereja di Eropa dan suksesi otoritas politik di Inggris.

Page 15: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

14

Kepustakaan

Collins, Michael dan Matthew A. Price. 2006. The Story of Christianity: Menelusuri Jejak

Kristianitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Curtis, A Kenneth, dkk. 2007. 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen. Jakarta: Gunung

Mulia

Fuchs, Lawrence H. 1994. Kaleidoskop Amerika: Ras, Etnik dan Budaya Warga. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Keene, Michael. 2006. Kristianitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Luedkte, Luther S (editor). 1994. Mengenal Masyarakat dan Budaya Amerika Serikat Jilid II.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Marsden, George M. 1996. Agama dan Budaya Amerika. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

The United States Information Service. Garis Besar Sejarah Amerika

Page 16: Kaum Puritan Amerika: Imigran Puritan Inggris dan Pembentuk Masyarakat Kolonial Abad Ke-17

15

Lampiran

Perkembangan Gereja Protestan di Amerika Serikat

Sumber: The Story of Christianity, hlm. 145