kasus osteoporosis

Upload: r-ifan-arief-fahrurozi

Post on 15-Oct-2015

147 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pembahasan Kasus Osteoporosis

TRANSCRIPT

  • Laporan Kasus:

    Seorang Wanita 77 Tahun dengan Keluhan Nyeri Pinggul Kiri

    Kelompok VI

    Dewi Fitriani (03009067) Wella Rusni (03010277)

    Margo Sebastian (03009143) Muhammad Agrifian (03010188)

    Jasmine Ariesta (03010139) Muhammad Dainul (03010189)

    Jeffri Irtan (03010140) Shafa (03010252)

    M Reza Adriyan (03010166) Sherhaniz Melissa A (03010253)

    Made Ayundari P (03010167) R.Ifan Arif Fahrurozi (03010226)

    Vivi Nurvianti (03010276) Rachel Aritonang (03010227)

    Rachma Tia Wasril (03010228)

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    Jakarta, 20 April 2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Menopause yang biasanya terjadi pada wanita usia 40-an atau 50-an, secara dramatis

    meningkatkan kecepatan keropos tulang, itulah yang menyebabkan osteoporosis pada

    wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Penyakit osteoporosis terjadi ketika

    tubuh kehilangan tulang lebih cepat daripada yang dapat membentuk tulang baru.

    Seiring waktu, ketidakseimbangan antara kerusakan tulang dan pembentukan

    menyebabkan massa tulang menurun, sehingga patah tulang terjadi lebih mudah.

    Empat puluh persen perempuan dan dua puluh lima persen pria di atas usia 50 akan

    terkena patah tulang karena osteoporosis lansia dalam seumur hidup nya yang tersisa.

    Lebih dari 2 juta fraktur (patah tulang) terjadi di Amerika Serikat setiap tahun dan

    penyakit tulang osteoporosis ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

    Seseorang yang terkena penyakit osteoporosis perlu latihan dan mendapatkan cukup

    kalsium dan vitamin D untuk membantu menjaga tulang agar tetap kuat. Penderita

    osteoporosis mungkin juga perlu mengkonsumsi obat untuk penyembuhan penyakit

    osteoporosis, terutama osteoporosis pada lansia.

    Siapa yang berisiko menderita penyakit osteoporosis? Menurut National Osteoporosis

    Foundation (NOF), osteoporosis merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang

    utama selama lebih dari 44 juta orang Amerika atau 55 persen dari mereka yang telah

    berumur 50 tahun atau lebih. Sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat sudah memiliki

    riwayat penyakit osteoporosis dan hampir 34 juta lebih memiliki massa tulang yang

    rendah, menempatkan mereka pada risiko osteoporosis. Delapan puluh persen dari

    mereka yang terkena dampak osteoporosis adalah perempuan. (1)

  • BAB II

    ANALISA KASUS

    Identitas

    Nama : Ny. Suyati

    Usia : 77 tahun

    Pekerjaan : Pensiunan Guru

    Alamat : Jl. Sawo, Jakarta Selatan

    Status : Menikah, 4 anak , 7 cucu

    Keluhan Utama : Nyeri panggul kiri

    Dari anamnesis didapatkan bahwa sekitar 2 jam yang lalu, nenek tersebut tersandung

    karpet saat akan berjalan dari posisi duduk ke berdiri, sehingga kembali jatuh

    terduduk di kursi. Menurut pasien pada saat jatuh benturan yang terjadi tidak keras.

    Pada saat berusaha berdiri dari posisi tersebut, pasien merasa nyeri pada panggul kiri,

    tetapi masih sanggup dengan menumpu pada kaki kiri. Beberapa waktu kemudian

    nyeri dirasakan semakin berat, tungkai kiri terasa berat untuk digerakkan, panggul kiri

    terasa kaku dan nyeri, sehingga pasien tidak dapat berdiri dan bertumpu pada panggil

    kiri. Pasien mengaku sudah tidak mengalami menstruasi sejak 25 tahun yang lalu,

    tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak minum alcohol, tidak minum obat anti

    alergi. Tidak melakukan olah raga teratur dan aktivitas paling banyak adalah nonton

    TV di kamar.

    Masalah Keterangan Hipotesa

    Wanita, usia 77 tahun Faktor resiko osteoporosis

    1. Osteoporosis

    2. Osteoartritis

    3. Tumor

    4. Dislokasi art.coxae

    Jatuh terduduk Faktor resiko trauma

    seperti fraktur daerah

    panggul, fraktur

    acetabulum, maupun

    disklokasi pada art.coxae

  • Nyeri pada panggul kiri Kemungkinan terjadi

    fraktur atau dislokasi

    makin kuat

    5. Fr. acetabulum

    6. Fr. Columna femuris

    7. Osteokoliosis

    Tidak menstruasi sejak 25

    tahun lalu

    Telah menopause. Makin

    menguatkan adanya

    osteoporosis karena

    pengurangan kadar

    estrogen

    Tidak olahraga teratur Menguatkan resiko fraktur

    karena jarang beraktivitas

    yang sifatnya weight-

    bearing

    Aktivitas paling banyak

    adalah menonton TV

    Menguatkan resiko fraktur

    karena jarang terkena sinar

    matahari

    Berdasarkan usia pasien yaitu 77 tahun, hipotesa yang mungkin adalah Osteoporosis,

    Osteoarthritis, Osteoskoliosis dan Neoplasma.

    Berdasarkan keluhan pasien yaitu nyeri panggul dan tidak bisa berjalan, hipotesa yang

    mungkin adalah osteoporosis, dislokasi articulatio coxae, fraktur acetabulum, fraktur

    columna femur, osteoarthritis dan neoplasma.

    Dengan menggabungkan 2 aspek diatas maka hipotesa yang mungkin adalah

    osteoporosis, dislokasi articulatio coxae, fraktur acetabulum, fraktur columna femuris,

    osteoarthritis dan neoplasma. Osteoskoliosis dapat disingkirkan karena pada

    osteoskoliosis keluhan nyeri seharusnya nyeri sekitar genitalia dan gluteus. Dan untuk

    keluhan tidak bisa jalan tidak mendukung osteoskoliosis karena yang terjadi pada

    osteoskoliosis adalah perubahan struktur vertebra, femur dan cruris dimana pasien

    akan masih dapat berjalan dan tidak terasa nyeri.

    Anamnesis tambahan

    a. Riwayat Penyakit Sekarang

    1. Apakah sebelum jatuh pernah merasakan nyeri yang sama?

  • 2. Nyerinya bagaimana (menjalar, di satu titik, atau gimana) ?

    3. Apakah ada kaku sendi pada pagi hari ?

    4. Apakah ada pemendekan tinggi badan ?

    5. Apakah nyeri tumpul/tajam ? Apabila tajam, dimana lokasi nyeri paling

    hebat dirasakan ?

    6. Apakah ada gangguan BAB / BAK ?

    b. Riwayat Penyakit Dahulu ?

    1. Apakah ada penyakit metabolik seperti DM?

    c. Riwayat Penyakit Keluarga

    1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita Osteoporosis ?

    d. Riwayat Kebiasaan

    1. Asupan kalsiumnya bagaimana?

    Pemeriksaan fisik

    Status generalis :

    Compos mentis, tidak tampak pucat, ekspresi wajah kesakitan saat

    menggerakan panggul kiri.

    Kesadaran yang compos mentis, menunjukan bahwa vaskularisasi darah ke

    otak masih baik dan tidak terjadi tanda-tanda syok. Kemudian wajah yang

    tidak pucat juga menandakan bahwa pasien tidak mengalami anemia,

    sedangkan wajah kesakitan menandakan bahwa terdapat suatu jaringan

    didaerah panggul kiri atau sekitarnya yang rusak, sehingga menimbulkan rasa

    nyeri.

    Tanda vital : tekanan darah : 130/85 mmHg, nadi: 100x/menit, suhu 36,50c.

    Pernapasan 16x/menit.

    Tekanan darah agak sedikit meningkat berdasarkan JNC VII, hal ini

    disebabkan oleh rasa nyeri yang amat sangat, sehingga memicu tubuh untuk

    terjadinya peningkatan tekanan darah, dengan kompensasi nadi yang agak

    lebih cepat hingga dalam batas atas, yaitu 100x/menit. Suhu tubuh pasien yang

    normal, mengindikasikan bahwa pasien tidak terjadi inflamasi atau infeksi

    kuman di tubuhnya.

    BB 58 kg, TB 160 cm

    Menurut Body Mass Index (BMI) = BB/TB2 :

  • = 22,65

    Hasil tersebut menunjukan bahwa pasien mengalami overweight. Hal ini

    menyebabkan beban kerja otot dan tulang menjadi lebih berat untuk menumpu

    berat badannya. Selain itu, kebiasaannya menonton tv juga memperlemah

    kekuatan tulang pasien tersebut. Hal ini mendukung hipotesa osteoporosis.

    Mata : tidak ikterik, tidak pucat

    Hal ini menunjukan bahwa pasien tidak mengalami kelainan hati dan anemia

    THT dan abdomen : dalam batas normal, fungsi jantung dan paru tidak ada

    kelainan.

    Menunjukan tidak ada penyakit penyerta yang terjadi pada pasien ini.

    Status lokalis panggul

    Look (inspeksi)

    o Tampak Tungkai kiri lebih pendek

    Kemungkinan adanya cum contraction yaitu pemendekan pada pasien,

    hal ini terjadi akibat fraktur dimana tulang yang mengalami fraktur

    mengalami aposisi dan masuk ke area tissue disekitarnya sehingga

    sebagian tulang tersembunyi didalam tissue yang berdampak pasien

    terlihat lebih pendek

    o Posisi Kaki dalam keadaan Eksternal Rotasi

    Kemungkinan adanya dislokasi caput femur ke arah posterolateral

    o Bagian atas paha kiri tampak bengkak

    Kemungkinan akibat dislokasi caput femur ke arah posterolateral,

    sehingga bagian ujung atas tulang femur (trochanter mayor) menekan

    daerah paha kiri atas sehingga terlihat bengkak di luar tubuh.

    Hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami kerusakan pada persendian

    coxae. Terlihat pada posisi external rotasi dan bagian atas paha kiri yang

    tambah bengkak. Selain itu, tidak terjadi kelainan pada regio lutut dan

    pergelangan kaki. Posisi pasien dalam external rotasi menguatkan hipotesa

    osteoporosis karena merupakan ciri-ciri dari fraktur yang diakibatkan

    osteoporosis.

    Feel (palpasi)

  • o Nyeri tekan pada area panggul kiri.

    Nyeri tekan yang terjadi pada pasien menunjukan bahwa pasien

    mengalami kerusakan pada jaringan di daerah panggul kiri.

    Move (gerak)

    o Gerak aktif ekstremitas inferior kanan dalam baras normal

    o Pasien menolak menggerakan panggul kiri karena sangat sakit

    sehingga tidak dilakukan pemeriksaan gerak pasif.

    Kita tidak melakukan pemeriksaan gerak pasif karena takut akan

    memperparah cedera (kemungkinan fraktur/dislokasi) pada pasien

    tersebut, karena seperti keterangan pasien menolak menggerakan panggul

    kirinya karena terasa sangat sakit.

    Kesimpulan:

    Berdasarkan anamnesis yang telah didapatkan bahwa pasien hanya tersandung dan

    jatuh terduduk dengan benturan yang tidak keras, kemudian masih bisa berdiri sesaat

    akan tetapi jatuh terduduk kembali karena nyeri pinggul yang amat sangat. Pada orang

    normal, jatuh terduduk dengan benturan ringan tidak akan menimbulkan gejala.

    Karena pada tulang yang sehat atau normal mempunyai kekuatan untuk menahan

    beban seberat 250 kg. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa pasien memiliki

    kelainan pada tulangnya. Selain itu melihat usia yang sudah lanjut sangat mempunyai

    resiko tinggi akan penyakit degenerative seperti osteoporosis.

    Pemeriksaan lab

    Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur.

    Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan risiko fraktur pada densitas massa

    tulang yang menurun secara progresif dan terus-menerus.

    Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan tepat untuk menilai

    faktor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai

    metode yang dapat digunakan untuk menilai densitas massa tulang adalah single-

    photon absorptiometry (SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry (SPX) lengan

    bawah dan tumit; dual-photon absorptiometry (DPA) dan dual-energy X-ray

  • absorptiometry (DXA) lumbal dan proksimal femur; dan quantitative computed

    tomography (QCT).

    Pada pasien ini, jenis metode yang digunakan adalah dual-energy X-ray

    absorptiometry (DXA).

    Ada 3 bagian tulang yang diukur untuk menentukan diagnosis osteoporosis (Region

    of Interest, ROI):

    Tulang belakang (L1-L4)

    Panggul

    o Femoral neck

    o Total femoral neck

    o Trochanter

    Lengan bawah (33% radius), bila:

    o Tulang belakang dan atau panggul tak dapat diukur

    o Hiperparatiroidisme

    o Sangat obes

    Nilai T-score sebagai patokan adalah: Normal : >-1, Osteopenia:

  • vertebra L1-L4 pasien ini adalah -3,5. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan

    bahwa pasien mengalami osteoporosis di daerah vetebra.

    Oleh karena itu kita dapatkan pada pemeriksaan BMD femur sinistra adalah

    Osteoporosis berat, karena pada foto x-ray didapatkan adanya fraktur pada columna

    femoris. Nilai yang diambil adalah T-score total pada femur. Kemudian pada vertebra

    L1-L4 adalah Osteoporosis. Hal ini menunjukkan bahwa pengeroposan yang terjadi

    tidak rata.

    Pemeriksaan penunjang

    1. Kelengkapan Identitas

    a. Nama: -

    b. Tanggal pengambilan: -

    c. Kanan/kiri: ada (kiri)

    2. Kondisi sinar X pada foto: Densitas jelas

    3. Jenis foto:

    Kanan : Antero-posterior

    Kiri : Antero-posterior

    4. Struktur tulang yang terlibat:

    a. Os. Pubis

    b. Os. Femur

    5. Keterlibatan sendi yang diperlukan:

  • Melibatkan satu persendian yaitu articulation coxae

    6. Kondisi jaringan lunak:

    Normal

    7. Kondisi jaringan keras:

    Mengalami diskontinuitas incomplete pada colum femoris

    8. Lokasi fraktur:

    Pada columna femoris

    9. Kedudukan sendi:

    Normal

    10. Celah sendi:

    Tidak dapat dinilai karena membutuhkan pembanding yaitu foto x-ray kaki

    satu lagi

    11. Patofisiologi:

    Fraktur terjadi akibat osteoporosis

    12. Klasifikasi bentuk fraktur:

    a. Klasifikasi secara klinis : Fraktur tertutup

    b. Klasifikasi secara radiologis :

    13. Gambaran fraktur

    a. Jenis garis fraktur : Oblique

    b. Kelurusan : Adanya pergeseran angulasi pada colum femoris

    c. Aposisi : terlihat adanya aposisi

    d. Adanya pemendekan (cum contractionem)

    e. Belum tampak adanya kalus

    f. Garis fraktur tidak mengenai permukaan sendi

    g. Tidak ada fragmentasi

    h. Korteks lebih luscent

    i. Garis shenton line : Tidak terbentuk

    Kesan: Terdapat fraktur incomplete pada columna femuris sinistra dengan angulasi

  • Diagnosis pasti

    Fraktur patologis incomplete columna femur sinistra dengan angulasi et causa

    osteoporosis dengan diagnosa banding:

    Seperti tabel diatas, diagnosis banding kelompok kami adalah dislokasi art. Coxae, fr.

    acetabulum dan osteoarthritis. Sedangkan neoplasma kami singkirkan karena dari

    riwayat pasien yaitu nyeri akibat trauma, cum contraction, kelainan posisis,

    deformitas panggul dan x-ray tidak ada satupun yang mendukung. Diagnosis banding

    utama kami adalah fraktur acetabulum, karena memiliki gejala dan riwayat yang sama

    dengan fraktur caput femur, namun secara epidemiologi, pengeroposan tulang akibat

    osteoporosis selalu terjadi di caput femur yang memiliki massa yang lebih rentan

    terhadap osteoporosis. Selain itu, fraktur caput femur selalu memiliki kelainan posisi

    berupa eksternal rotasi pada saat terjadi trauma, seperti pada kasus ini.

    Ada beberapa faktor risiko fraktur osteoporosis pada pasien ini sehingga kami

    menegakkan osteoporosis sebagai diagnosis kerja kami, yaitu :

    Non Modifiable

    1. Jenis Kelamin Perempuan

    2. Usia lanjut

    PENYAKIT

    INDIKATOR

    Nyeri

    Akibat

    Trauma

    Cum

    Contraction Kelainan Posisi

    Deformitas

    Panggul X-Ray

    Osteoporosis X Penipisan Korteks,

    Trabekular lebih luscent

    Dislokasi

    Articulatio

    Coxae x

    External Rotasi + Abduksi/Adduksi

    Dislokasi Articulatio

    Coxae

    Fraktur

    Acetabulum

    Bisa Semua Posisi

    tergantung trauma

    Fraktur

    Acetabulum

    Fraktur

    Os Femur External Rotasi

    Fraktur Caput/Columna/

    Os Femur

    Osteoarthritis x x X x Kalsifikasi, Osteofit,

    Penyempitan celah sendi

    Neoplasma x x X x Massa

  • Potentially Modifiable

    1. Berat badan 58 kg

    2. Estrogen deficiency yaitu Menopause

    3. Riwayat terjatuh

    4. Aktivitas fisik inadekuat yaitu pasien memiliki kebiasaan duduk menonton TV

    dalam waktu lama (2)

    Terapi

    a. Fraktur Columna Femoris

    Pada fraktur dapat dilakukan :

    Pemberian analgetik dan NSAID untuk meredakankan nyeri.

    Pembedahan, tergantung dari lokasi, derajat fraktur, dan kondisi sendi pasien.

    Prosedur yang dapat dilakukan di bedah orthopedic yaitu Open Reduction dan

    Internal Fixation dengan pins dan plate pada tulang fraktur agar fungsi kaki

    pasien masih dapat digunakan.

    b. Pengobatan Osteoporosis

    a. Non Medika Mentosa

    Nutrisi

    i. Kalsium

    Untuk mengurangi pengurangan massa tulang dan mencegah

    bone turnover. Pasien dapat diberikan 2 terapi yaitu nutrisi

    makanan dan suplemen. Untuk nutrisi makanan, pasien dapat

    mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, yogurt,

    dan keju dan untuk suplemen dapat diberikan suplemen

    kalsium dengan dosis 600 mg perhari.

    ii. Vitamin D

    Terapi yang dapat dilakukan adalah pasien melakukan kontak

    sinar UV pada pagi hari dan pemberian suplemen vitamin D

    dengan dosis untuk usia 70 tahun yaitu 600 IU. Suplemen

    vitamin D dapat diberikan kombinasi dengan Kalsium.

    Edukasi

    iii. Olahraga Teratur

  • Pasien dapat diedukasi untuk melakukan olahraga angkat

    beban. Olahraga angkat beban pada wanita menopause dapat

    membantu mengurangi pengurangan massa tulang.

    b. Medika Mentosa

    i. Estrogen (Terapi Sulih Hormon)

    Untuk mencegah bone turnover, mengurangi pengurangan

    massa tulang, dan membantu meningkatkan penyimpanan

    kalsium di tulang. Pasien dapat diberikan Estrogen Oral yaitu

    Ethynil Estradiol 5 g/hari dan estrogen suntik intradermal

    yaitu estradiol 50 g/hari. Terapi estrogen dapat diberikan

    kombinasi dengan progestin untuk mencegah keganasan

    endometrium.

    ii. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)

    Untuk meningkatkan massa tulang dan menurunan risiko

    fraktur pada tulang lain. Pasien dapat diberikan Tamoxifen dan

    Raloxifene (60 mg/hari).

    iii. Biphosphonate

    Untuk menghambat resorpsi tulang dengan menghambat

    penghancuran dan pembentukan hidroksiapatit, menghambat

    aktivasi osteoklas dan meningkatkan apoptosis osteoklas.

    Pasien dapat diberikan Alendronate dan Risedronate.

    iv. Calcitonin

    Untuk menurunkan resorpsi tulang dan meningkatkan densitas

    tulang. Pasien dapat diberikan calcitonin karena sudah

    mengalami menopause lebih dari 5 tahun, pasien dapat

    menggunakan calcitonin spray yang disemprotkan ke nasal

    dengan dosis 200 IU/hari. (3)

    Komplikasi

    Komplikasi Osteoporosis :

    Kifosis

    Karena penekanan beban tubuh (kompresi) pada tulang vetebra secara terus menerus,

    sedangkan tulang tidak cukup kuat untuk mempertahankan axis tubuh, maka

  • komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kifosis.

    Waspadai Patah Tulang (Fraktur)

    Fraktur adalah komplikasi yang paling sering dan serius sebagai dampak

    osteoporosis. Mereka sering terjadi pada tulang belakang atau pinggul, tulang

    yang secara langsung mendukung berat badan. Patah tulang pinggul sering

    hasil dari riwayat jatuh. Seperti halnya pinggul, pergelangan tangan terkadang

    juga terjadi fraktur akibat riwayat jatuh. Dalam beberapa kasus, patah tulang

    belakang dapat terjadi bahkan jika seseorang tidak jatuh sekalipun. Fraktur

    kompresi dapat menyebabkan sakit parah dan memerlukan pemulihan yang

    lama.

    Komplikasi fraktur :

    Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.

    Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,

    kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

    Prognosis

    Ad vitam : Ad bonam

    Ad fungsionam : Dubia ad bonam

    Ad sanationam : Dubia ad malam

  • BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    ANATOMI TULANG PANGGUL

    Tulang

    Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu: ilium, iskium, dan pubis. Saat

    dewasa tulang-tulang ini telah menyatu selurunya pada asetabulum.

    Ilium:

    batas atas tulang ini adalah Krista iliaka. Krista iliaka berjalan ke belakang dari spina

    iliaka anteriorsuperior menuju spina iliaka posterior superior. Di bawah tonjolan

    tulang ini terdapat spina inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut permukaan

    glutealis karena disitulah pelekatan m.gluteus. Linea glutealis inferior, anterior, dan

    posterior membatasi pelekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam ilium halus dan

    berongga membentuk fosa iliaka. Fosa iliaka merupakan tempat melekatnya m.

    iliakus. Permukaan aurikularis ilium berartikulasi dengan sacrum pada sendi sakro

    iliaka (sendi sinovial). Ligamentum sakro iliakaposterior, interoseus, dan anterior

    memperkuat sendi sakroiliaka. Linea iliopektinealis berjalan di sebelah

    anteriorpermukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menujupubis.

    Iskium:

    Terdiri dari spina di bagian posterior yang membatasi insisura iskiadika mayor (atas)

    dan minor (bawah). Tuberositas iskium adalah penebalan bagian bawah korpus

    iskium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iskium menonjol ke depan

    dari tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior.

    Pubis:

    Terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini berartikulasi

    dengan tulang pubis di tiap sisi simfisis pubis yang merupakan sendi sindesmosis.

    Permukaan superior dari korpus memiliki krista pubikum dan tuberkulum pubikum.

    Foramen obturatorium merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan

    iskium.

  • Sendi (Articulatio) dan Ligamen Pelvis

    Ada 4 sendi pelvis, yaitu:

    Dua articulation sacroiliaca

    Symphisis pubis

    Articulation sacrococcygeaa .

  • Dua artikulasio sacroilliaca

    Articulation sacroiliaca kanan dan kiri terletak di anara corpus vertebraesacralis ke-1

    dan ke-2 dan facies articularis ilium pada kedua sisi. Karena berat tubuh dihantarkan

    lewat pelvis, maka sendi-sendi ini dapat mengalami tekanan yang berat.

    Permukaan sacrum dan ilium mempunyai banyak tonjolan dan cekungan

    yang saling mengunci dan dengan demikian memberikan kestabilan pada sendi

    tersebut sesuai dengan kebutuhan, karena terdapat sedikit gerakan sinovia pada setinggi

    vertebra sacralis ke-2.

    L i g a m e n t a s a c r o i l i a c a ya n g k u a t m e n g e l i l i n g i s en d i i n i .

    L i g a m e n t sacrospinosa dan sacrotuberosa menghubungkan sacrum dan os coxae. Ligament

    sacrotuberostum terentang dari tepi baah sacrum sampai tuber ischiadicum.

    Ligament sacrospinosum terentang dari tepi bawah sacrum sampai spina ischiadicum. S e m u a

    l i g a m e n t u m t e r s e b u t s e c a r a n o r m a l m e m b a n t u m e m b a t a s i gerakan

    sacrum.

    Sympisis pubis

    Adalah articulation cartilaginosa sekunder yang panjangnya kira-kira 4 cm.facies articularis dari corpus

    ossis pubis ditutupi oleh kartilago hialin, dan suatudiscus cartilaginosa yang menggabungkan kedua

    corpora tersebut. Ligamentum pubicum mengelilingi sendi tersebut dan hanya dapat

    melakukan gerakan yang minimum.

    Artikulasio saccrococcsygea

    Merupakan articulation cartilaginosa sekunder dibentuk oleh tepi bawah sacrum dan tepi atas coccyx.

    Sendi ini dikelilingi dan ditopang oleh ligamentum sacrococcygeum dan dapat melakukan fleksi dan

    ekstensi yang merupakan gerakan pasif saat defekasi dan melahirkan. Ligamentum poupart juga disebut

    ligamentum inguinale terentang antaraspina iliaca anterior superior dan corpus ossis pubis. Membrane

    obturatoria: Membrana obturatoria menutup foramen obturatorium dan padanya terdapat celah sempit

    untuk lewat pembuluh darah,saraf dan pembuluh limfatika.Semua sendi ini dapat bertambah keluasan

    gerakannya selama kehamilan karena terjadi elastisitas (kelenturan) ligament yang memperkuat sendi

    tersebut akibat adanya hormone relaksin.

  • Persarafan

    Perineum dipersarafi oleh sistem saraf somatis dan viseral. Untuk persarafan somatis,

    terutama melalui N.pudendus yang berasal dari pleksus sacralis S2-S4. Nervus ini

    meninggalkan rongga pelvis melalui foramen ischiadica major, melewati ligamentum

    sacrospinous, foramen ischiadica minus lalu memasuki trigonum anale perineum. Di

    perineum N.pudendus tersebut bercabang menjadi tiga bagian:

    N. rectalis inferior, mempersarafi M.sphincter ani eksternus dan M.levator ani di

    sekitarnya. Selain itu serabut saraf ini juga mengantarkan impuls sensorik dari

    segitiga anal perineum.

    N. perinei, mempersarafi segitiga urogenital. Saraf (motorik) ini mensuplai otot-otot

    rangka di segitiga urogenital. Saraf ini juga berfungsi mengantarkan impuls sensorik,

    yaitu melalui N.scrotal posterior (pada pria) atau N.labial posterior (pada wanita).

    N. dorsalis penis/clitoris, memasuki kantung perineal, menuju bagian inferior simfisis

    pubis untuk masuk ke daerah penis/clitoris. Saraf ini bersifat sensoris untuk

    menghantar impuls dari bagian dorsal penis/clitoris.

    Saraf-saraf somatis lain memasuki perineum dan bersifat sensorik, meliputi cabang

    dari N.ilio-inguinal, genitofemoral, posterior femoral cutaneous, dan ancoccygeal.

    Perineum juga dipersarafi oleh saraf viseral, yang masuk melalui dua rute:

    Yang menuju ke bagian kulit, umumnya simpatis postganglionik. Seratnya berjalan

    bersama-sama dengan N.pudendus dari ramus yang menghubungkan trunkus

    simpatikus pelvis dan ramus anterior sakralis.

    Yang menuju ke jaringan erektil, bersifat parasimpatis. Serabutnya melewati pleksus

    hipogastrik di rongga pelvis, berasal dari saraf splanknik medula spinalis S2-S4. Saraf

    ini bersifat memicu terjadinya ereksi.

    Vaskularisasi

    Vaskularisasi pada perineum terutama disuplai oleh A.pudenda interna. Selain itu

    juga A.pudenda eksterna, A.testikular dan A.cremaster.

  • A.pudenda interna merupakan cabang dari A.iliaka interna. Arteri ini berjalan

    bersama dengan N.pudendus, lalu sama seperti N.pudendus akan bercabang menjadi

    tiga:

    A.rectalis inferior, yang melewati fossa ischio-anal untuk mempendarahi otot dan

    kulit terkait. Arteri ini akan beranastomosis dari A.rectalis medial dan superior (yang

    berasal dari A.iliaka interna dan A.mesenterika inferior) untuk mensuplai rektum dan

    anal canal.

    A.perinei, mempendarahi jaringan dan kulit di daerah skrotum atau labia.

    Arteri yang menuju jaringan erektil. Pada pria A.pudenda interna akan berakhir

    menjadi A.bulbiurethrae (mensuplai kelenjar bulbourethral dan korpus spongiosum),

    A.uretralis (mensuplai uretra), A.profunda penis (mensuplai crus dan korpus

    kavernosum) dan A.dorsalis penis (mensuplai glans penis dan jaringan superfisial).

    Sedangkan pada wanita, A.pudenda interna berakhir menjadi A.clitoridis dengan

    cabang meliputi A.bulbivestibuli(mensuplai vestibular dan vagina), A.profunda

    clitoris (mensuplai crus dan korpus kavernosum), dan A.dorsalis clitoris (mensuplai

    clitoris).

    Vena vena di perineum bermuara ke V.pudenda interna lalu V.interna iliaka.

    Pengecualian untuk V.dorsalis profunda penis/clitoris yang bermuara ke vena yang

    mengelilingi prostat (pada pria) atau kandung kemih (pada wanita). Sedangkan

    V.pudenda eksterna, yang menerima suplai dari pars anterior labia mayor/skrotum

    akan bermuara ke V.femoralis.

    Getah bening dari perineum menuju nnll. Inguinales superficiales. (3)

  • HISTOLOGI TULANG PANGGUL (pada orang normal)

    Sel- sel pembentuk tulang terdiri dari :

    Sel osteoprogenitor

    Berbentuk seperti gelendong, berinti gepeng, kromatin inti halus serta

    memiliki sitoplasma bercabang. Sel ini terdapat di permukaan tulang lapisan

    periosteum dan endosteum

    Sel osteoblast

    Berbentuk kubis atau pyramid dengan inti besar dan 1 anak inti, memiliki

    sitoplasma basophil. Terdapat di permukaan tulang. Berfungsi untuk

    mensintesa komponen organic matriks tulang seperti kolagen tipe 1,

    proteoglikan, dan glikoprotein, serta mengendapkan komponen anorganik

    matriks tulang

    Sel osteosit

    Berbentuk seperti amandel, berinti gepeng, serta memiliki sitoplasma

    basofillik. Terdapat di dalam lacuna

    Sel osteoklas

    Berukuran besar dengan sitoplasma asidofilik dan inti banyak. Terdapat di

    dalam lacuna Howship, berasal dari monosit sehingga dapat bergerak seperti

    makrofag. Berfungsi untuk mensekresi asam kolagenase

    Matriks tulang :

    Organik

    Terdiri dari serat kolagen tipe 1 dan substansia dasar (substansia

    osteomukoid). Sbstansia dasar tersebut terdiri dari komponen

    mukopolisakarida (protein non-kolagen) serta protein resisten (protein tahan

    asam)

    Anorganik

    Merupakan matriks yang menyebabkan tulang menjadi keras. Terdiri dari

    kalsium fosfat, kalsium karbonat, kalsium flourida, magnesium flourida,sitrat

    dan klorida

  • HISTOLOGI TULANG PANGGUL (pada orang osteoporosis)

    Secara makroskopis dapat dibedakan 2 macam tulang, yaitu tulang spongiosa

    (cancellous) dan tulang kompakta (padat). Tulang spongiosa terdiri atas trabekula atau

    balok tulang langsing, tidak teratur, bercabang dan saling berhubungan membentuk

    anyaman. Trabekula itu sendiri terdiri dari lamel- lamel dan di dalamnya terdapat

    osteosit serta sistem kanalikuli yang saling berhubungan. Celah- celah di antara

    anyaman itu ditempati oleh sumsum tulang.

    Tulang kompakta tampak padat, kecuali bila dilihat dibawah mikroskop. Di antara

    kedua jenis tulang ini tidak ada pembatas yang jelas karena hanya tergantung pada

    jumlah relatif bahan padat, ukuran dan jumlah celah- celah yang ada. Pada tulang

    panjang, bagian batang (diafisis) lebih banyak terdiri atas tulang kompakta, yang

    mengelilingi rongga sumsum atau sumsum tulang. Setiap bagian ujungnya (epifisis)

    terdiri atas tulang spongiosa yang dibungkus selapis tipis tulang kompakta. Celah-

    celah tulang spongiosa berhubungan langsung dengan rongga rongga sumsum tulang

    diafisis.

    Ciri paling utama tulang secara mikroskopik adalah susunannya yang lamelar

    (substansi intersel yang mengalami perkapuran), matriks tulang (yang tersusun dalam

    lapisan- lapisan), atau lamel- lamel dengan berbagai pola. Lamel itu sendiri

    merupakan hasil peletakan matriks uang terjadi secara ritmik. Serat dalam lamel

    teratur sejajar satu sama lain dalam bentuk pilinan atau heliks. Di dalam substansi

    interstitial terdapat rongga- rongga kecil (lakuna) yang berisi sel- sel osteosit. Dari

    tiap lakuna terpancar saluran- saluran halus (kanalikuli) yang menembus lamel- lamel

    dan berhubungan dengan kanalikuli lakuna sekitarnya.

    Pada penderita osteoporosis, terjadi penurunan massa tulang yang disebabkan oleh

    penipisan trabekula- trabekula (balok- balok penyusunnya) pada tulang spongiosa,

    sehingga tulang berkurang kepadatannya dan menjadi rapuh.

  • Yang kiri normal, yang kanan mengalami osteoporosis. Pada tulang yang mengalami

    osteoporosis terlihat trabekul- trabekula yang menipis atau atrophy. (4)

    PATOFISIOLOGI NYERI

    Nyeri menurut The Internatinal Assosiation for the study of pain (IASP) adalah

    pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan

    kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan.

    Berdasarkan waktunya nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut yang berlangsung

    kurang dari 3 bulan dan nyeri kronis yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

    Klasifikasi nyeri

    Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul sebagai rangsangan pada serabut

    nonsiseptor yaitu serabut A delta dan serabut C oleh rangsang mekanik, termal atau

    kimia. Nyeri nosiseptif dibagi menjadi 2 yaitu nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri

    somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non visera seperti nyeri tulang, nyeri

    arhritis, nyeri metastatik. Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral

    seperti usus, jantung, pankreas. (5)

    Mekanisme nyeri

    Proses nyeri dikelompokkan dalam 4 proses yaitu: transduksi, transmisi, modulasi dan

    persepsi. Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiceptor oleh stimulus noxious

    pada jaringan dimana stimulus ini akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini

    disebut transduksi. Potensial aksi akan ditransmisikan neuron sistem saraf pusat yang

    berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari

    neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini

    neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan

    neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju otak dan talamus.

  • Selanjutnya hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di

    otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.

    Tetapi rangsangan nonsiseptif tidak selalu menimbulkan nyeri dan sebaliknya

    persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nonsiseptif. Terdapat proses modulasi

    sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang

    paling diketahui adalah kornu dorsalis medulla spinalis. Proses akhir adalah persepsi,

    dimana pesan nyeri di relai menuju otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak

    menyenangkan. (6)

    MINERALISASI TULANG

    Mineralisasi tulang merupakan proses penempatan kalsium ke dalam jaringan tulang.

    Sedangkan demineralisasi merupakan proses yang antagonis dengan mineralisasi

    yaitu proses pengambilan kalsium dari jaringan tulang. Selama hidup, tulang secara

    terus-menerus diresorpsi dan dibentuk tulang baru. Kalsium dalam tulang mengalami

    pergantian dengan kecepatan 100% per tahun pada bayi dan 18% per tahun pada

    orang dewasa. Remodeling tulang ini, sebagian bessar adalah proses lokal yang

    berlangsung di daerah yang terbatas oleh populasi sel yang disebut unit remodeling

    tulang. Dalam proses ini melibatkan dua komponen utama yaitu :

    a. Osteoblas

    Osteoblas merupakan sel jaringan tulang yang berperan mensintesis

    kolagen untuk membentuk osteoid sebagai bahan dasar tulang.

    b. Osteoklas

    Adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-

    monosit yang terdapat di tulang.

    Mineralisasi Tulang

    Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan

    dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah elama hidup.

    Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah

    stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

    pembentuk tulang yaitu osteoblas. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam

  • tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan

    matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam

    beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras

    selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi

    bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.

    Faktor yang Mempengaruhi Mineralisasi

    Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion

    kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai

    kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara

    tulang, cairan interstisium, dan darah. Estrogen, testosteron, dan hormon

    perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang.

    Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-

    hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang

    panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung

    pertumbuhan tulang). Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang

    secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan

    merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi

    kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang.

    OSTEOPOROSIS

    1 Definisi

    Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan

    massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko

    fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.

    2 Epidemiologi

    Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan

    problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena

    problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur

    yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

  • Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai

    pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah

    1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM

    mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan

    kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang

    tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.

    3 Etiologi

    Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang

    kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang

    setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak

    sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun

    demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu

    mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis

    beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2

    proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling.

    Prosescoupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan

    aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-

    20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa

    skelet per tahun.

    Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang

    menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation Resorption

    Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari

    tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas

    akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi

    prosesremodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh

    hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang

    menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid.

    Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan

    osteoporosis.

    Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan

    metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang

  • besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap.

    Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus

    melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol

    (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah

    hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang

    (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang

    dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang

    yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada

    asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung

    kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh

    terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

    4 Faktor Resiko Osteoporosis

    1. Usia

    Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8

    2. Genetik

    Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

    Seks (wanita > pria)

    Riwayat keluarga

    3. Lingkungan, dan lainnya

    Defisiensi kalsium

    Aktivitas fisik kurang

    Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)

    Merokok, alkohol

    Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin,

    gangguan penglihatan)

    Hormonal dan penyakit kronik

    Defisiensi estrogen, androgen

    Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme

    Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

    Sifat fisik tulang

    Densitas (massa)

    Ukuran dan geometri

    Mikroarsitektur

  • Komposisi

    Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:

    1. Penurunan respons protektif

    Kelainan neuromuskular

    Gangguan penglihatan

    Gangguan keseimbangan

    2. Peningkatan fragilitas tulang

    Densitas massa tulang rendah

    Hiperparatiroidisme

    3. Gangguan penyediaan energi

    Malabsorpsi

    5 Klasifikasi Osteoporosis

    -Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi

    osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :

    Osteoporosis primer

    Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan

    peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur

    vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering

    terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

    Osteoporosis sekunder

    Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.

    Osteoporosis idiopatik

    Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra

    menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

    7 Gambaran Klinis

    Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan

    karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur

    osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama

    dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus,

    dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada

    punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps

    vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan

  • sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat

    walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat

    tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka

    waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan

    ileus

    Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :

    Patah tulang akibat trauma yang ringan.

    Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

    Gangguan otot (kaku dan lemah)

    Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

    PATOGENESIS TERJADINYA OSTEOPOROSIS

    Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas

    sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas. Keadaan ini

    mengakibatkan penurunan massa tulang. Ada beberapa teori yang menyebabkan

    deferensiasi sel osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu:

    1. Defisiensi estrogen

    2. Faktor sitokin

    3. Pembebanan

    1. Defisiensi estrogen

    Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan

    beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,

    mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1),

    Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan

    sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen

    meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang

    merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan

    mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah

    diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari

    estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti

    tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga

    berpengaruh pada sel osteoklas.

  • Efek estrogen pada sel osteoblast:

    Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat

    penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas

    maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel

    tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh

    sel osteoblas.Seperti dikemukakan diatas bahwa sel osteoblas memiliki

    reseptor estrogen alpha dan betha (ERa dan ERb) di dalam sitosol. Dalam

    diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ERb) 10 kali

    lipat dari reseptor estrogen alpha (ERa).

    Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya

    osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan

    pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan

    penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan

    terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain

    estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b

    (Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih

    lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari

    sel osteoklas.

    Efek estrogen pada sel osteoklas :

    Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan

    pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung

    estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari

    osteoklas. Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi

    RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan

    kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG,

    yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen

    menghambat produksi sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas

    seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7.18 Terhadap apoptosis sel

    osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk

    memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas

    untuk lebih cepat mengalami apoptosis.

    Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui

    reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga

  • mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi

    sel osteoklas dewasa. (7)

    FRAKTUR

    Pengertian Fraktur

    a. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan

    yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)

    b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

    fisik.(Price and Wilson, 2006).

    c. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk,

    2000)

    Penyebab patah tulang

    Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan

    tulang, seperti benturan dan cedera. Fraktur juga komplikasi yang paling sering dan

    serius sebagai dampak osteoporosis. Fraktur sering terjadi pada tulang belakang atau

    pinggul, tulang yang secara langsung mendukung berat badan. Patah tulang pinggul

    sering hasil dari riwayat jatuh. Meskipun kebanyakan orang relatif baik dengan

  • pengobatan bedah modern, patah tulang pinggul dapat menyebabkan kecacatan dan

    bahkan kematian akibat komplikasi pasca operasi, terutama pada orang dewasa yang

    lebih tua. Seperti halnya pinggul, pergelangan tangan terkadang juga terjadi fraktur

    akibat riwayat jatuh. Dalam beberapa kasus, patah tulang belakang dapat terjadi

    bahkan jika seseorang tidak jatuh sekalipun. Fraktur kompresi dapat menyebabkan

    sakit parah dan memerlukan pemulihan yang lama. Fraktur terjadi karena tulang yang

    sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker

    atau osteoporosis.

    Jenis-jenis fraktur

    a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya

    megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).

    b. Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian

    dari garis tengah tulang.

    c. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit

    d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka

    pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. 1) Fraktur terbuka

    terbagi atas tiga derajat, yaitu :

    Derajat I :

    Luka < 1 cm

    Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk

    Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan

    Kontaminasi minimal

    Derajat II :

    laserasi > 1 cm

    Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse

    Fraktur kominutif sedang

    Kontaminasi sedang

    Derajat III :

    Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan

    neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :

  • o Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

    terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat

    kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa

    melihat besarnya ukuran luka.

    o Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar

    atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer

    yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

    e. Sesuai pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan menjadi tulang bergeser/tidak

    bergeser. Jenis khusus fraktur dibagi menjadi:

    1) Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi

    lainnya membengkok.

    2) Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.

    3) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih

    tidak stabil dibanding transversal).

    4) Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

    5) Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

    6) Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering

    terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).

    7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada

    tulang belakang).

    8) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista

    tulang, penyakit Paget, metastasi tulang, tumor).

    9) Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada

    perlengkatannya.

    10) Epfiseal, fraktur melalui epifisis

    11) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang

    lainnya.

    Definisi Fraktur Femur

    Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat

    disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),

    kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2

    tipe dari fraktur femur, yaitu :

    1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul

    dan kapsula.

  • a. Melalui kepala femur (capital fraktur)

    b. Hanya di bawah kepala femur

    c. Melalui leher dari femur

    2. Fraktur Ekstrakapsuler;

    a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih

    besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

    b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci

    di bawah trokhanter kecil.

    Klasifikasi fraktur collum femoris (Garden, 1961)

    a. Stadium I : fraktur yang sepenuhnya terimpaksi

    b. Stadium II : fraktur lengkap tetapi tidak bergeser

    c. Stadium III : fraktur lengkap dengan pergeseran sedang

    d. Stadium IV : fraktur bergeser secara hebat

    Bila dibiarkan tanpa terapi, fraktur stadium I yang tampaknya benigna dapat dengan

    cepat berubah menjadi stadium IV

    Etiologi

    Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

    1. Cedera traumatic

    a) cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang

    patah secara spontan

    b) cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari

    benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan

    fraktur klavikula.

    c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.

    2. Fraktur patologik

    Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan

    trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada

    keadaan :

    a) Tumor tulang (jinak atau ganas)

    b) Infeksi seperti osteomielitis

  • c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi

    vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.

    3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

    misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

    Patofisiologi Fraktur

    Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk

    menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang

    datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

    yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda

    Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

    korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan

    terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula

    tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

    mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

    denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini

    merupakan dasar penyembuhan tulang.

    Manifestasi Klinik fraktur

    Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio

    laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau

    angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3

    tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya

    dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa

    juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis

    Komplikasi Fraktur

    Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.

    Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,

    kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.

    2. Kasper, Braunwauld, Fauci. Osteoporosis. In: Lindsay R, Editors. Harrisons

    Principles of Internal Medicine. 16th

    ed. New York:McGraw-

    Hill;2005;p.2272-8

    3. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .

    Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.

    4. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and

    implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine

    Reviews 2000;21(2):115-37.

    5. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in

    osteoblasts: Role of the ligand the receptor and the co-regulators. J

    Musculoskel Neuron Interact 2003;3(4):357-62.

    6. Broto R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis

    7. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin

    Invest 2003;(111):1120-22.