kasus asma akut

33
KASUS ASMA AKUT A. TUJUAN PEMBELAJARAN Menjelaskan pengertian dari gangguan pernafasan Menjelaskan deskripsi dari asma Menjelaskan penyebab dan factor resiko dari stroke Mendefinisikan secara singkat patofisiologi dari asma B. Dasar Teori 1. Definisi Asma merupakan suatu kondisi kronik yang melibatkan sistem respirasi di mana saluran nafas mengalami penyempitan. Selain faktor lingkungan, faktor genetik ikut menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma ini. Sehingga dapat di definisikan bahwa Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika,

Upload: adwinda-rahma-putri

Post on 25-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kasus asma akut 1

TRANSCRIPT

KASUS ASMA AKUT

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Menjelaskan pengertian dari gangguan pernafasan

Menjelaskan deskripsi dari asma

Menjelaskan penyebab dan factor resiko dari stroke

Mendefinisikan secara singkat patofisiologi dari asma

B. Dasar Teori

1. Definisi

Asma merupakan suatu kondisi kronik yang melibatkan sistem respirasi di mana

saluran nafas mengalami penyempitan. Selain faktor lingkungan, faktor genetik ikut

menentukan kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma ini.

Sehingga dapat di definisikan bahwa Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif

intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap

stimulasi tertentu. bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif

intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme,

peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan

penyempitan jalan nafas.

Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National

Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal iniasma bronkial) didefinisikan

sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh:

Obstruksi saluran nafas yang bersifat reversible, baik secara spontan maupun

pengobatan,

Inflamasi jalan nafas , dan

Peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper-

responsivitas)

2. KLASIFIKASI

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum

pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji

faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat

dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan

berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat

menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam

penatalaksanaannya.

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari:

Intermitten;

Persisten ringan;

Persisten sedang;

Persisten berat

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan

sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global

Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan

gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat

serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma

serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).

Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan

ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang

mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat

menyebabkan kematian. Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma,

tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai

prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan

keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan

jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan

memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.

3. EPIDEMIOLOGI

Asma merupakan masalah kesehatan dunia, di mana diperkirakan 300 juta orang

diduga mengidap asma(GINA, 2008) 300 juta orang diduga mengidap asma(GINA,

2008) Kematian akibat asma di dunia dipekirakan mencapai 250 000 orang/tahun Di

Indonesia : prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5

% pendudukIndonesia menderita asma Asma merupakan salah satu penyakit utama

yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di

rumah. Separuh dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak,

sedangkan sepertiganya padamasa dewasa sebelum umur 40 tahun. dapat dimulai

pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali, dan bisa terjadi

padasetiap orang pada segala etnis.

4. PATOFIOLOGI DAN MEKANISME TERJADINYA ASMA

Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi

bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.

Inflamasi

Faktor risiko Faktor risiko

Hipereaktifitas bronkus Obstruksi BR

GejalaFaktor risiko

Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus

ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif

untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien.

Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan

uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat

nonspesifik.

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen,

virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi

asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction =

LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut

menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di

bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit

dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang

kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan

di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal.

Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga

dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas,

netrofil, platelet, limfosit dan monosit.

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus

vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks

bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan

membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam

submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan

asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel

inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF

dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan

inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan

faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:

Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan

dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.

Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.

Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu

(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi

yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan

dengan hiperreaktivitas bronkus.

Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)

maka akan terjadi serangan asma (mengi)

Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah,

binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta

pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus:

Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin

dan metakolin.

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Faktor genetik

Faktor lingkungan

Sensitisasi inflamas

i

Gejala Asma

Hipereaktifitas bronkus obstruksi

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu:

1. Pencegahan primer

2. Pencegahan sekunder

3. Pencegahan tersier

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko

asma (orangtua asma), dengan cara :

Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan

bayi/anak

Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu

asupan janin

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah

tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan

terutama tungau debu rumah.

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah

menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal

dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa

pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE

spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian

asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini

bukan sebagai pengendali asma (controller).

Pemicu (inducer)

Pemacu (enhancer)

Pencetus (trigger)

5. ETIOLOGI

Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan

penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan

peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan

bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika,

berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun

saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.

1. Faktor pada pasien

o Aspek genetik

o Kemungkinan alergi

o Saluran napas yang memang mudah terangsang

o Jenis kelamin

o Ras/etnik

2. Faktor lingkungan

o Bahan-bahan di dalam ruangan :

Tungau debu rumah

Binatang, kecoa

o Bahan-bahan di luar ruangan :

Tepung sari bunga

Jamur

o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan

o Obat-obatan tertentu

o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )

o Ekspresi emosi yang berlebihan

o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

o Infeksi saluran napas

o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktivitas fisik tertentu

o Perubahan cuaca

6. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ASMA

A. Diagnosis

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani

dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik

awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma

diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang .

1. Anamnesis

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:

a. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?

b. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah

terpajan alergen atau polutan?

c. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan

sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?

d. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas

atau olah raga?

e. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat

pelega (bronkodilator)?

f. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca

atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?

g. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis

alergi)?

h. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,

saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.

Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling

sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan

mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak

terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.

Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal

sebagai berikut, sesuai derajat serangan :

Inspeksi

- pasien terlihat gelisah,

- sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi

epigastrium, retraksi suprasternal),

- sianosis

Palpasi

- biasanya tidak ditemukan kelainan

- pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus

Perkusi

- biasanya tidak ditemukan kelainan

Auskultasi

- ekspirasi memanjang,

- mengi,

- suara lendir

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:

- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer

- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter

- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)

- Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.

- Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.

- Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

Diagnosis Banding

Dewasa

- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

- Bronkitis kronik

- Gagal jantung kongestif

- Batuk kronik akibat lain-lain

- Disfungsi larings

- Obstruksi mekanis

- Emboli paru

Anak

- Rinosinusitis

- Refluks gastroesofageal

- Infeksi respiratorik bawah viral berulang

- Displasia bronkopulmoner

- Tuberkulosis

- Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik

intratorakal

- Aspirasi benda asing

- Sindrom diskinesia silier primer

- Defisiensi imun

- Penyakit jantung bawaan

A. Tatalaksana Pasien Asma

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

Tujuan :

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;

Mencegah eksaserbasi akut;

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;

Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;

Menghindari efek samping obat;

Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;

Mencegah kematian karena asma.

Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi

genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien

sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang

terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci

keberhasilan pengobatan.

Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu:

KIE dan hubungan dokter-pasien

Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;

Penilaian, pengobatan dan monitor asma;

Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan

Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma

akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang

1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien.

Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila

tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan

disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat

serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk

selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :

bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)

kortikosteroid sistemik

Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya

diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.

Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.

Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral

(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.

Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada

dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip).

Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila

diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV

Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja

cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip).

Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.

Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-

obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada

dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer). Untuk lebih jelasnya lihat pada

algoritma (bagan 3, bagan 4).

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah

serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.

Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan

pelega); dan Menjaga kebugaran.

Edukasi

Edukasi yang diberikan mencakup :

Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan

Mengenali gejala serangan asma secara dini

Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya

Mengenali dan menghindari faktor pencetus

Kontrol teratur

Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi

asma (bagan 6), sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

Obat asma

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan

asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan

dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi

(kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan

kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.

Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :

Inhalasi kortikosteroid

β2 agonis kerja panjang

antileukotrien

teofilin lepas lambat

Tabel 4. Jenis Obat Asma

Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat

Pengontrol

(Antiinflamasi)

Pelega

(Bronkodilator)

Steroid inhalasi

Antileukokotrin

Kortikosteroid

sistemik

Agonis beta-2

kerjalama

kombinasi steroid dan

Agonis beta-2

kerjalama

Agonis beta-2 kerja

cepat

Flutikason propionat

Budesonide

Zafirlukast

Metilprednisolon

Prednison

Prokaterol

Formoterol

Salmeterol

Flutikason + Salmeterol.

Budesonide + formoterol

Salbutamol

IDT

IDT, turbuhaler

Oral(tablet)

Oral(injeksi)

Oral

Oral

Turbuhaler

IDT

IDT

Turbuhaler

Oral, IDT, rotacap

solution

Antikolinergik

Metilsantin

Kortikosteroid

sistemik

Terbutalin

Prokaterol

Fenoterol

Ipratropium bromide

Teofilin

Aminofilin

Teofilin lepas lambat

Metilprednisolon

Prednison

Oral, IDT, turbuhaler,

solution, ampul (injeksi)

IDT

IDT, solution

IDT, solution

Oral

Oral, injeksi

Oral

Oral, inhaler

Oral

IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama

dengan spacer

Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser

Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet

Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain

dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang

teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan

olahraga lain yang menunjang kebugaran.

7. DESKRIPSI KASUS

AN.H(12 TAHUN) tiba-tiba saja mengalami batuk-batuk yang kerap disertai

sesak nafas setelah bermain sepak bola bersama teman-temannya sampai menjelang

maghrib ketika libur dirumah neneknya. ia segera dibawa kepuskesmas terdekat dan

mendapat obat. pada saat pemeriksaan dia Nampak kelelahan dengan pernafasan yang

cepat serta thakikardi ( 140/menit ) dan bunyi mengi yang terdengar jelas. pagi harinya

neneknya membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut skin

test ,menunjukkan bahwa dia alergi beberapa macam allergen. selain itu, neneknya

menceritakan bahwa dia juga punya riwayat rhinitis alergi dan pernah mengalami operasi

pengambilan tonsil ketika berumur 5 tahun.

Diagnosa: serangan asma akut

Riwayat penyakit

1. Rhinitis sejak usia 3 tahun

2. Tonsilektomi

Riwayat obat

1. obat rhinitis dahulu : CTM selama 1 bulan.

2. obat asma dari puskesmas : oksigen, salbutamol inhaler 2-4 puff dengan MDI interval 20

menit.

8. ANALISIS KASUS ATAU PEMBAHASAN

AN. H(12 TAHUN) pada kasus ini mengalami batuk batuk yang kerap disertai

sesak nafas. gejala ini dapat timbul karena terjadi radang (infeksi saluran

pernafasan), alergi( asma), sebab-sebab mekanis debu saat ia bermain sepak bola dan

dapat juga karna factor suhu yang yang mendadak naik atau turun. batuk terutama

dapat disebabkan oleh infeksi virus. virus-virus ini dapat merusak mukosa saluran

pernafasan sehingga menyebabkan pintu masuk untuk virus dan kuman.batuk dapat

mengakibatkan menjalarnya infeksi dari suatu bagian paru-paru ke yang lain dan juga

mergen yang sama merupakan bebab tambahan pada pasien yang menderita penyakit

jantung.

Dari hasil skin test menunjukkan bahwa dia alergi beberapa allergen . pada

sebagian pasien asma disamping HRB aspesifik, juga terdapat alergi. Dengan ini

dimaksudkan unutu membentuk antibodies terhadap allergen tertentu yang memasuki

tubuh( antigen). antibodies ini dari tipe Ig E, juga disebut regain , mengikat diri pada

mastcells antara lain disaluran pernafasan,mata dan hidung .bilamana jumlah Ig E

sudah cukup besar, maka pada waktu allergen yang sama masuk lagi kedalam tubuh,

terjadilah penggabungan antigen-antibody. ,mastcel ls pecah ( degranulasi) dan segera

melepaskan mediatornya. akibatnya adalah sering kali bronkokontriksi dengan

pengembangan mukosa dan hipersekresi dahak, yang merupakan gejala khas serangan

sama.

allergen inhalasi yang masuk ketubuh lewat pernafasan merupakan penyebab utama

reaksi alergi tersebut diatas. penderita asama menunjukkan kepekaan berlabihan

terhadap, terutama debu rumah, yang mengandung tungau (hausedustmite ) dan bulu

binatang juga terhadap sari bunga berbagai tumbuhan dan pohon, jenis tepung dan jamur

allergen oral dan local dikenal pula, yang memasuki tubuh melaui mulut atau

kulit.banyak bahan makanan mengandung allergen dan juga obat-obatan tertentu atau

metabolitnya dapat menimbulkan reaksi alergi.

pasien juga menpunyai riwayat rhinitis sejak usia 3 tahun dan pernah dilakukan

operasi pengambilan tonsil masalah ini juga berhungan dengan penyakit yang diderita

oleh AN.H rhinitis allergi merupakan gangguan alergi yang paling sering terjadi. sering

kali disertai radang selaput ikat mata.

Gejalanya antara lain salesma berat, bersin hidung mampat dan gatal-gatal

bdisekitar mata dan hidung. umunya gejala ini bertahan lebih dari empat minggu atau

sering kambuh. Penyebabnya dapat diakibatkan oleh reaksi alergi terhadap sari

tepung( pollen ), tungau, debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang atau bahan

makanan.

pollen adalah sel-sel perbanyakan jantan dari rumput dan pohon, yang penyerbukan nya

dilakukan oleh angin.

debu rumah merupakan cocktail dari beragam produk: tungau, fungsi ( spora) dan bakteri,

serpihan kulit dan rambut orang dan binatang piaraan, sisa serangga mata pada pakaian,

tanah dan lain-lain.

9. OBAT TERPILIH

1. TERBUTALIN

2. SALBUTAMOL

3. KLORFENIRAMIN MALEAT

10. EVALUASI OBAT TERPILIH

TERBUTALIN

Indikasi : asma bronchial, emfisema, bronchitis kronik

Kontra indikasi : hipersensitivitas, tirotoksikosis

Efek samping : tremor dan palpitasi adalah karakter dari amin

simpatomimetik, kekakuan dan akan hilang setelah pengobatan beberapa hari dan

palpitasi akan reda bila dosis diturunkan

Perhatian : hati – hati pada hipertensi, gangguan

kardiovaskular, hipertiroid, diabetes mellitus dan riwayat kejang, tidak dianjurkan

pemberian bersamaan dengan obat beta blocker yang non selektif, wanita hamil

trisemester pertama, wanita menyusui, anak dibawah 12 tahun.

Sediaan beredar : asmabet ( mahakan beta farma), brasmatic (darya

varia), forasma (guardian pharmatama ), lasmalin ( lapi)

SALBUTAMOL (ALBUTEROL)

Indikasi : asam bronchial, bronchitis asmatis dan emfisema

pulmonum

Kontra indikasi : hipersensitivitas

Efek samping : mual, sakit kepala, palpitasi, tremor, vasodilatasi

peripheral, takikardia dan hipokalemi yang kadang timbul setelah pemberian dosis tinggi.

Perhatian : hati –hati pemberian pada pasien tirotoksikosis,

wanita hamil dan menyusui, pemberian bersamaan dengan derivate xantin, steroid dan

diuretic, hindari pemberian pada penderita hipertensi, jantung iskemik dan pada pasien

usia lanjut, anak dibawah usia 6 tahun, hipertiroidism, diabetes mellitus.

Interaksi obat : b-blocker, seperti propanolol, menghambat efek

samping salbutamol. Obat adrenergic tambahan, inhibitor monoaminooksidase atau

antidepresan trisiklik.

Sediaan beredar : ascolen (heroic), asmacel ( rocella), astop (yahi utama).

Dll

KLORFENIRAMIN MALEAT

Indikasi : rhinitis, urtikaria, hay fever

Kontra indikasi : hipersensitivitas

Efek samping : mulut kering, mengantuk, pandangan kabur

Perhatian : penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya

tidak mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin, tidak dianjurkan

penggunaan pada wanita hamil dan menyusui

Sediaan beredar : alermak (ifars), allergen (novapharin), alleron ( mega

esa farma)

11. MONITORING DAN FOLLOW

Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri

Hijau

Kondisi baik, asma terkontrol

Tidak ada / minimal gejala

APE : 80 - 100 % nilai dugaan/ terbaik

Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada

pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi  

Kuning

Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/ eksaserbasi

Dengan gejala asma (asma malam, aktiviti terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat

baik saat aktiviti maupun istirahat) dan/ atau APE 60 - 80 % prediksi/ nilai terbaik

Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah

Berbahaya

Gejala asma terus menerus dan membatasi aktiviti sehari-hari.

APE < 60% nilai dugaan/ terbaik

Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati

dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau

ke rumah sakit.

Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami kondisi kronik dan

bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak penderita memantau kondisinya sendiri,

identifikasi perburukan asma sehari-hari, mengontrol gejala dan mengetahui kapan penderita

membutuhkan bantuan medis/ dokter. Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu

merah, kuning dan hijau dianalogkan sebagai kartu menuju sehat balita (KMS) atau lampu lalu

lintas untuk memudahkan pengertian dan diingat penderita. Zona`merah berarti berbahaya,

kuning hati-hati dan hijau adalah baik tidak masalah. Pembagian zona berdasarkan gejala dan

pemeriksaan faal paru (APE) .Agar penderita nyaman dan tidak takut dengan pencatatan

tersebut, maka diberikan nama pelangi asma. Setiap penderita mendapat nasehat/ anjuran dokter

yang bersifat individual bergantung kondisi asmanya, akan tetapi aturan umum pelangi asma

adalah seperti pada tabel 15.

 

Kunjungan

pertama

(First follow-

up)

 

·    Identifikasi & mengontrol

pencetus

·    Penilaian berat asma

·    Medikasi (apa yang dipakai,

bagaimana & kapan, adakah

masalah dengan pengobatan

tsb.)

·    Penanganan serangan asma di

rumah

·    Penderita menunjukkan cara

menggunakan obat inhalasi/ spacer,

koreksi oleh dokter bila perlu

·    Penggunaan peak flow meter

·    Monitor asma & tindakan apa yang

dapat dilakukan (idem di atas)

 

Kunjungan ke

dua (second

follow-up)

 

·        Identifikasi & mengontrol

pencetus

·        Penanganan serangan asma di

rumah

·        Medikasi

·        Monitor asma (gejala & faal

paru/ APE)

·        Penanganan asma mandiri/

pelangi asma (bila penderita

mampu)

·        Penderita menunjukkan cara

menggunakan obat inhalasi &

koreksi bila perlu

·        Demonstrasi penggunaan peak

flow meter (oleh penderita/ dokter)

·        Pelangi asma (bila dilakukan)

 

Setiap

kunjungan

berikut

·    Strategi mengontrol pencetus

·    Medikasi

·    Monitoring asma.

·    Pelangi asma bila penderita

mampu

·        Obat inhalasi

·        Peak flow meter

·        Monitor pelangi asma (bila

dilakukan)

 

12.KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI

berikan informasi baik kegunaan maupun efek samping yang ditimbulkan. Terdapat

dua jenis obat asma, yaitu obat-obat kerja cepat untuk mengatasi dengan segera

serangan sesak nafas (reliever) dan obat-obat pencegahan jangka lama, untuk mengatasi

peradangan pada sluran nafas (preventer/controller)

terangkan faktor-faktor pencetus serangan asma (allergen) dan cara mengendalikannya.

Hal ini memudahkan untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) terhadap

kambuhnya penyakit asma. Faktor-faktor pencetus ini dapat berbeda antara penderita

satu dengan yang lainnya.

Lakukan rehabilitasi dan peningkatan kebugaran jasmani dengan olah raga atau

latihan jasmani terpimpin. Hal ini untuk menjaga koordinasi pernafasan dan fungsi paru

serta pertahanan paru.

Bentuk pemberian edukasi :

·                Komunikasi/nasehat saat berobat   

·                Latihan/ training pengobatan non farmakologi

·                Supervisi

·                Diskusi kan masalah-masalah yang dirasakan pasien

·                Tukar menukar informasi (sharing of information group)