kaspan mata edited final

35
KASUS PANJANG GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER Disusun oleh: Maryam Liyana Intizam 0510714007 Handrianto 0510714007 Pembimbing: Dr Nanda Wahyu Anindita, SpM Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

Upload: nik-azahani

Post on 03-Jul-2015

311 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kaspan Mata Edited Final

KASUS PANJANG

GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER

Disusun oleh:

Maryam Liyana Intizam 0510714007

Handrianto 0510714007

Pembimbing:

Dr Nanda Wahyu Anindita, SpM

Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang

2010

Page 2: Kaspan Mata Edited Final

BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Glaukoma berasal dari kata Yunani yang bearti hijau kebiruan yang memberikan kesan

warna tersebut pada pupil penderita glaukoma (Ilyas S. 2006). Penyakit glaukoma sendiri

bermaksud penyakit mata dengan kerusakan papil nervus optikus yang ditandai dengan

penggaungan papil nervus optikus (ekskavasi) dan lapang pandang yang menyempit,

disebabkan tekanan intraocular yang meningkat (Vaughan, 2000). Meskipun glaukoma sering

dikaitkan dengan peningkatan tekanan intraokular namun penyakit ini dapat pula terjadi dengan

tekanan intraokular tetap normal. Walaupun kenaikan tekanan intra okuli adalah salah satu dari

faktor resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak mengubah definisi penyakit (Ilyas, 2006;

Herman, 2010). Meskipun begitu, tekanan intraokular merupakan satu- satunya faktor resiko

dari glaukoma yang dapat dimodifikasi sehingga menurunkan progresifitas dari penyakit ini.

Pada sebagian besar penderita, glaukoma terjadi akibat peningkatan intraokular oleh

karena adanya sumbatan pada sirkulasi atau drainase aqueus. Pada beberapa pasien,

kerusakan bisa disebabkan oleh suplai darah yang tidak adekuat ke serabut saraf optik vital,

kelemahan struktur saraf dan atau adanya masalah pada serabut saraf itu sendiri. Glaukoma

merupakan penyakit yang gambaran utamanya adalah kerusakan nervus optikus yang semakin

lama semakin berat. Penyakit ini sering disebut sebagai "silent thief of sight" karena onsetnya

yang tidak jelas dan perkembangannya yang progresif menyebabkan pasien mengalami

kebutaan permanen (Herman, 2009).

Klasifikasi glaukoma dapat dibagi berdasarkan etiologi dan mekanisme peningkatan

tekanan intraokular. Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi dibagi menjadi empat kelompok

besar, yaitu glaukoma primer, sekunder, kongenital, dan absolut. Sedangkan klasifikasi

glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular dibagi menjadi dua

kelompok besar, yaitu glaukoma sudut terbuka dan tertutup (Vaughan, 2000).

Primary Open Angle Glaucoma (POAG) merupakan glaukoma yang paling sering

ditemui dan biasanya pada orang dewasa. Suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut

bilik mata terbuka. POAG juga dikenali sebagai glaukoma kronik simpleks (Ilyas S, 2006).

Page 3: Kaspan Mata Edited Final

Glaukoma ini diagnosisnya dibuat bila ditemukan glaukoma pada kedua mata pada

pemeriksaan pertama, tanpa ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab (Ilyas S,

2006). Glaukoma jenis ini mempunyai respon yang baik terhadap obat-obatan dan harus

digunakan seumur hidup, jika kerusakan saraf penglihatan masih dalam tahap awal (Jelita R.

2010).

1.2 Tujuan

Mengetahui definisi, klasifikasi, faktor resiko, patogenesis, manifestasi klinis,

pemeriksaan dan penatalaksanaan dari glaukoma dan glaukoma POAG.

Page 4: Kaspan Mata Edited Final

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi Glaukoma

Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita kebutaan, 16%

diantaranya disebabkan karena glaukoma, dan sekitar 0,2 % kebutaan di Indonesia disebabkan

oleh penyakit ini. Sedangkan survei Departemen Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa

glaukoma menyumbang 0,45 atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab

kebutaan. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat

yang rendah akan bahaya penyakit ini (Cahyono, 2008; Mohammad, 2008). Prevalensi

kebutaan di Indonesia masih sangat tinggi dengan penyebab utamanya yaitu katarak (0,78%),

glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan

lanjut usia (0,38%). (Siswono, 2008; Eman, 2008)

Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada sebanyak 45 juta orang di dunia yang

mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia Tenggara. Untuk kawasan Asia

Tenggara, berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-

1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk atau

setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India

(0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia meningkat, disebabkan

oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, kurangnya pelayanan

kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan (siswono, 2008; Eman,

2008).

Prevalensi kebutaan untuk semua jenis glaukoma diperkirakan mencapai 5,2 juta orang,

dengan 3 juta orang disebabkan oleh glaukoma primer sudut terbuka. Glaukoma

bertanggungjawab atas 15 % penyebab kebutaan, dan menempatkan glaukoma sebagai

penyebab kedua kebutaan di dunia setelah katarak (AAO, 2003). Prevalensi glaukoma primer

sudut terbuka menunjukkan keterkaitan ras. Pada orang kulit putih dengan usia di atas 40 tahun

prevalensi glaukoma sekitar 1,15 dan 2,1% dan prevalensi pada orang kulit hitam enam kali

lebih besar. Prevalensi glaukoma primer sudut terbuka meningkat seiring meningkatnya usia,

data menunjukkan populasi dengan usia dekade ke-7 lebih beresiko tujuh sampai delapan kali

dibanding usia dekade ke-4 (AAO, 2003). Kebutaan yang ditimbulkan glaukoma bersifat

Page 5: Kaspan Mata Edited Final

irreversible, maka diperlukan deteksi, diagnosa, dan penanganan sedini mungkin untuk

mencegah terjadinya kehilangan penglihatan total (Herman, 2009).

2.3 Faktor Resiko Glaukoma

Meskipun setiap orang beresiko menderita glaukoma, glaukoma lebih sering terjadi

pada usia di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lain untuk terjadi glaukoma selain

peningkatan usia adalah, individu dengan faktor genetik positif dalam keluarga, misalnya orang

tua atau saudara kandung mempunyai riwayat glaukoma atau riwayat kebutaan, resiko

terjadinya glaukoma meningkat 3 kali lipat. Adanya penyakit metabolik seperti hipertensi, resiko

glaukoma meningkat menjadi 80% dan penyakit kencing manis, resiko meningkat 2 kali lipat

berbanding individu normal lain. Selain itu, kelainan refraksi yang ekstrim pada mata seperti

myopia yang berat dapat mendasari terjadinya glaukoma. Resiko terjadinya glaukoma juga

dapat meningkat dengan adanya riwayat trauma pada mata sebelumnya, baik trauma direct

blow maupun trauma pasca bedah. Pada penggunaan steroid jangka panjang juga, dapat

meningkatkan resiko terjadinya glaukoma 3 kali lipat. Tekanan bola mata yang tinggi, > 21

mmHg dan asimetri tekanan intraokular antara kedua mata dapat meningkatkan resiko 5 kali

lipat, selain itu asimetri cup disc ratio antara kedua mata juga dapat berpengaruh terjadinya

glaukoma.(Nurfifi, 2008)

2.5 Patofisiologi Glaukoma Sudut Terbuka

Cairan aqueus adalah cairan jernih yang diproduksi korpus siliaris mengisi bilik mata

depan dan belakang, volumenya sekitar 250µL dan kecepatan pembentukannya yang

bervariasi diurnal antara 1,5-2 μL/ menit, kemudian mengalir antara lensa dan iris, dan melalui

pupil. Cairan ini membawa oksigen, glukosa dan nutrisi lainnya ke kamera okuli anterior (COA).

Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula Meshwork menuju kanal Schlemm’s

dan disalurkan ke dalam sistem vena. Sekitar 90% aliran cairan aqueus dikeluarkan melalui

jaringan trabekulum dan sebagian kecil lainnya akan melalui struktur lain, yaitu jalur uveosklera

pada segmen anterior hingga mencapai ruangan suprakoroid. Untuk selanjutnya akan keluar

melalui sklera yang intak atau saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya (James dkk,

2006).

Ada beberapa mekanisme terjadinya peningkatan tekanan intraokular, yaitu produksi

cairan aqueus yang berlebihan dari korpus siliaris, sedangkan pengeluaran pada jalinan

trabekular dan kanalnya normal, yang kedua hambatan aliran pada pupil sewaktu cairan

Page 6: Kaspan Mata Edited Final

aqueus melewati kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior, dan yang ketiga pengeluaran

di sudut bilik mata terganggu (Kanski, 2003).

Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, tetapi

kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun (Herman, 2010).

Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses degeneratif di

jaringan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah

lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya

adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular

(Vaughan, 2000).

Peningkatan tekanan intraokular mendahului kelainan discus optikus dan lapang

pandang selama bertahun-tahun. Walaupun terdapat hubungan yang jelas antara besarnya

tekanan intraokular dan keparahan penurunan penglihatan, efek besar tekanan pada saraf

optikus sangat bervariasi antar individu (Vaughan, 2000).

Efek dari peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh waktu dan besarnya

peningkatan tekanan tersebut (kanski, 2003; Vaughan 2000). Pada glaukoma primer sudut

terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion retina

berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun (Vaughan, 2000).

Page 7: Kaspan Mata Edited Final

Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan hubungannya

dengan tingginya tekanan intraokular sendiri masih diperdebatkan. Teori-teori utama

memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang structural akibat tekanan

intraokular di saraf optikus setinggi lamina kribrosa atau di pembuluh yang memperdarahi ujung

saraf optikus (Vaughan, 2000).

2.6 Manifestasi klinis Glaukoma Sudut Terbuka

Glaukoma merupakan neuropati nervus optikus dengan gambaran penggaungan papil

nervus optikus, penyempitan lapang pandang yang sering dikaitkan dengan peningkatan

tekanan intraokular. Karena patofisiologi masing-masing glaukoma berbeda, maka manifestasi

klinis dan penatalaksanaannya juga sangat berbeda. Pemahaman terhadap hal ini dapat

menjelaskan mengapa ada pasien yang mengalami nyeri hebat, mata merah malah sampai

mual dan muntah sedangkan pasien glaukoma yang lainnya tidak ( Kanski, 2003).

Glaukoma pada umumnya akan menimbulkan gejala dan tanda berupa kelainan lapang

pandang. Kelainan ini pada tahap awal dapat berupa skotoma relatif atau absolut. yang

berbentuk bercak atau arkuata yang terletak pada daerah 30 derajat sentral, yang dapat meluas

ke perifer, bersatu dengan bintik buta dan membentuk skotoma glaukoma yang khas (Vegan,

2010).

Manifestasi kedua berupa penggaungan dan degenerasi dari papil saraf optik. Hal ini

dapat disebabkan faktor-faktor seperti gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan

degenerasi serabut saraf pada papil nervus optikus (gangguan terjadi pada cabang-cabang

sirkulus Zinn-Haller). Diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokular.

Page 8: Kaspan Mata Edited Final

Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil nervus optikus yang merupakan

lokus minoris pada bola mata. Bagian tepi papil nervus optikus relatif lebih kuat daripada bagian

tengah, sehingga terjadilah penggaungan pada papil nervus optikus. Ekskavasi glaukomatosa

harus dicurigai pada luas penggaungan yang lebih dari 0,3 diameter papil. Hal ini perlu lebih

diberi perhatian apabila diameter vertikal lebih besar daripada diameter horizontal. Hal lain yang

mendukung kecurigaan adalah penggaungan papil yang asimetris antara mata kanan dan kiri.

Manifestasi ketiga berupa peningkatan tekanan intraokular. Tingginya tekanan

intraokular tergantung pada jumlah produksi humor aqueus oleh korpus siliaris dan

drainasenya. Tekanan intraokular dikatakan normal apabila kurang dari 20 mmHg pada

pemeriksaan dengan tonometri aplanasi. Glaukoma sudut terbuka merupakan bentuk kronik

dari glaukoma, berkembang perlahan tapi progresif. Glaukoma sudut terbuka sering tanpa

gejala, dan pasien dengan glaukoma tipe ini biasanya tidak merasakan adanya masalah pada

penglihatannya sehinggalah hanya terdiagnosis saat pemeriksaan pertama apabila kerusakan

lapang pandang sudah mencapai stadium akhir yaitu lapang pandang yang sudah menciut atau

tunnel vision. Meskipun penyakit ini sering menyerang kedua mata, tetapi progresifitasnya

dapat terjadi asimetris (Ilyas S, 2006).

Pada beberapa orang, tanda pertama dari peningkatan tekanan intraokular dapat

berupa hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak karena terjadi blok pada bagian sentral

dari vena sentralis yang disebut Oklusi Vena Retina Sentral (CRVO). Peningkatan tekanan

intraokular merupakan faktor resiko kedua yang umum dari CRVO setelah tekanan darah tinggi.

CRVO ini dapat menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara terpisah dari POAG (Bell,

2010).

Page 9: Kaspan Mata Edited Final

Faktor resiko POAG meliputi:

Riwayat peningkatan tekanan intraokular

Riwayat keluarga glaukoma

Ras (Ras Afro-Amerika punya resiko tinggi)

Usia lebih dari 40 tahun

Myopia

Dari faktor resiko berikut, peningkatan tekanan intraokular merupakan faktor resiko

utama pada glaukoma yang harus segera dirawat secara berkelanjutan. Karena alasan ini,

pemeriksaan mata secara rutin pada optalmologis sangat penting untuk mencegah kerusakan

saraf optikus karena tekanan intraokular tinggi (Bell, 2010).

2.7 Pemeriksaan penunjang untuk Glaukoma

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis glaukoma tentu saja diperlukan evaluasi

secara menyeluruh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Antara

pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosa glaukoma adalah

(Vegan, 2010) :

1. Tonometri

Pemeriksaan untuk mengukur tekanan intraokular. Selain dengan jari (tonometer digital),

dikenal juga beberapa jenis tonometer lain untuk memeriksa TIO, yaitu tonometer shiotz,

tonometer aplanasi Goldman, tonometer Mackay-Marg, dan Pneumatotonometer. Tonometer

aplanasi yang lain selain Goldman dapat berupa tonometer perkin dan TonoPen.

2. Gonioskopi

Dengan lensa gonioskopi, dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat

menimbulkan glaukoma, juga dapat dilihat apakah ada perlekatan iris bagian perifer.

Page 10: Kaspan Mata Edited Final

Dengan gonioskopi kita bisa menentukan seberapa jauh penyempitan sudut yang terjadi

pada suatu glaukoma.

Derajat lebarnya ukuran sudut dibagi menjadi 5 menurut Sistem Shaffer.

Grade 0 : Sudut antara iris dan kornea tertutup, Bisa dilihat dari tidak tampaknya

Schwalbe's line

Grade I : Sudut antara iris dan kornea sebesar 10°, bisa dilihat dari masih

tampaknya Schwalbe's line

Grade II : Sudut antara iris dan kornea sebesar 20°, bisa dilihat dari tampaknya

gambaran Trabecular Meshwork Anterior

Grade III : Sudut antara iris dan kornea sebesar 30°, bisa dilihat dari tampaknya

gambaran scleral spur

Grade IV : Sudut antara iris dan kornea sebesar 40°, bisa dilihat dari tampaknya

korpus siliaris

Dari grading tersebut, grade 0-I menunjukkan resiko tinggi, grade II menunjukkan

resiko sedang, dan grade III-IV menunjukkan resiko ringan (Bell, 2010)

Page 11: Kaspan Mata Edited Final

3. Oftalmoskopi

Alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli. Dibedakan kepada

ophtalmoskop langsung dan tidak langsung. Yang harus diperhatikan adalah papil, yang

mengalami perubahan penggaungan dan degenerasi nervus optikus. Harus diwaspadai adanya

glaukoma apabila terdapat penggaungan >0,3 diameter papil (Cup and Disc Ratio), terutama

bila diameter vertikal lebih besar dari diameter horizontal dan peninggian TIO yang signifikan.

4. Pemeriksaan lapangan pandang

Pemeriksaan lapang pandang diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit tertentu

ataupun menilai progresifitas penyakit. Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan

pemeriksaan konfrontasi, perimeter dan tangent screen. Beberapa perimetri yang dapat

digunakan antaranya adalah perimetri manual yaitu Perimeter Lister, Tangent screen dan

perimeter Goldmann. Perimeter lain adalah perimetri otomatis dan perimeter Oktopus. Lapang

pandang normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke

bawah. Pada glaukoma, kelainan lapang pandang disebabkan oleh kerusakan serabut saraf.

Yang paling dini berupa skotoma relatif atau absolut yang terletak pada 30 derajat sentral.

Pemeriksaan visus perifer secara kasarnya adalah dengan tes konfrontasi dimana pada

jarak 0,5 m, pasien dan pemeriksa saling berhadapan dan pemeriksa menggerakkan tangannya

dari luar kedalam sedang mata pasien dan pemeriksa yang saling berhadapan ditutup sebelah.

Pasien memperhatikan kapan gerak tangan mata itu mulai terlihat, dan diulangi sampai tercapai

360 derajat.pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan catatan lapang pandang pemeriksa harus

normal.

5. Tes provokasi

Untuk glaukoma sudut terbuka, yang umum dilakukan adalah tes minum air (water

drinking test) di mana pasien puasa 4 jam sebelum tes dan diukur TIO (Tekanan Intraokular)

awal, kemudian pasien disuruh minum 1 liter air dalam waktu 5 menit. TIO diukur setiap 15

menit selama 1 jam, kemudian setiap 30 menit selama 1 jam. Bila TIO ↑ ³8 mmHg, provokasi

(+) glaukoma.

Untuk glaukoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah tes kamar gelap (karena

pupil akan midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit, ini akan menyebabkan tertutupnya

Page 12: Kaspan Mata Edited Final

sudut bilik mata). Caranya adalah ukur TIO awal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama

60-90 menit. Ukur segera TIO nya. Kenaikan ³8 mmHg, tes provokasi (+) glaukoma.

6. Biomikroskopi

Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini dapat

ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder.

7. OCT (Optical Coherent Tomography).

Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf.

8. Fluorescein angiography

9. Stereophotogrammetry of the optic disc

2.8 Penatalaksanaan Glaukoma

Medikamentosa

Tujuan terapi glaukoma adalah untuk memperlambat progresivitas kerusakan saraf.

Karena kerusakan saraf dari glaukoma ireversibel, pemberian medikasi pada glaukoma tidak

akan mengembalikan penglihatan pada keadaan normal. Glaukoma diterapi dengan

menurunkan tekanan intraokular. Penurunan TIO dapat dicapai dengan menurunkan produksi

humor aqueus, meningkatkan jumlah pengeluaran humor aqueus dengan meningkatkan outflow

dan pengurangan volume vitreus. Antara medikamentosa untuk glaukoma adalah:

a. Supresi pembentukan cairan aqueus : Penghambat adrenergik beta (timolol maleat 0,25%

dan 0,5%. Betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lain – lain), dan carbonic anhydrase inhibitor

(asetazolamid). Obat- obat ini bekerja dengan cara menurunkan produksi cairan aqueus.

b. Fasilitasi aliran keluar cairan aqueus : Prostaglandin analog, obat parasimpatomimetik, dan

epinephrin.

c. Pengurangan volume vitreus: Obat-obat hiperosmotik. Obat ini mengubah darah menjadi

hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain

itu juga terjadi penurunan produksi aqueous humour. Contoh obat ini adalah glycerin

(glycerol), isosorbit oral, urea intravena dan manitol intravena (Harpreet, 2010).

Page 13: Kaspan Mata Edited Final

Terapi Laser

Ada 3 jenis terapi laser glaukoma yang dapat dikerjakan:

a. Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara

kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan antara keduanya menghilang. Hal ini

dapat dicapai dengan laser neodinium: YAG atau argon (iridektomi perifer atau dengan tindakan

bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea

yang relatif jernih dan dapat meningkatkan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama

apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas (Vaughan, 2000).

b. Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu genio

lensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar humous akueus karena efek luka

bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis schlemm serta terjadinya proses-proses

seluler yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular (Harpreet,2010).

c. Cyclophotocoagulation

Cyclophotocoagulation menggunakan laser untuk membakar jaringan silia, yang menurunkan produksi cairan di mata. Prosedur dilakukan dengan anestesi lokal (Harpreet, 2010).

Terapi bedah konvensional

Jika obat-obatan dan terapi laser gagal untuk mengontrol tekanan intraokular secara

adekuat, maka pembedahan incisional konvensional akan dilakukan. Operasi filtering paling

umum adalah trabeculotomy

Trabeculotomy

Pada trabeculotomy, ophthalmologist membuat jalan alternatif pada mata untuk

meningkatkan pasase dari cairan aqueus dari mata. Dengan membuat kanal drainase

baru, cairan aqueus dapat mengalir lebih baik dari anterior chamber ke bleb (ruangan

yang dibuat untuk drainase) dibawah konjungtiva. Hasilnya tekanan intraokular dapat

diturunkan.

Page 14: Kaspan Mata Edited Final

Seperti kebanyakan prosedur pembedahan, komplikasi mungkin terjadi namun

tidak sering. Setelah operasi, biasanya pasien akan dilarang untuk melakukan

pengangkatan beban yang berat karena dapat menghasilkan komplikasi pada mata.

Drainage Implant Surgery

Operasi ini biasanya dilakukan setelah beberapa kali usaha trabeculotomy gagal.

Pada operasi ini, optalmologis menempatkan selang pada anterior chamber untuk

mengalirkan aqueus humour.

Ablasi Badan Silia

Metode ini merupakan cara terakhir dan dilakukan pada orang-orang yang

tekanannya tetap tinggi meskipun telah menerima pengobatan atau tindakan operasi.

Pada prosedur ini, optalmologis menggunakan laser untuk menghancurkan bagian

korpus siliaris, untuk membatasi produksi aqueus humour. Tekanan intraokular akan

berkurang karena cairan yang diproduksi pada mata lebih sedikit.

Page 15: Kaspan Mata Edited Final

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas

Nama : Ny. A

Register : 1092xxxx

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 42 tahun

Alamat : Sumbersuko, RT 01/ RW 11, Grati, Pasuruan

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Datang ke poli tanggal : 7 Oktober 2010

3.2. Anamnesa (Autoanamnesis)

Keluhan utama : Mata kanan dan kiri kabur

Pasien mengeluh mata kiri dan kanan kabur mulai kurang lebih lapan bulan yang lalu.

Mata semakin kabur dan memberat 6 bulan terakhir ini. Penglihatannya dirasakan kabur secara

bertahap dan pasien juga merasakan pandangannya seperti menyempit dan merasa melihat

seperti di dalam terowongan sehingga sering menabrak-nabrak saat berjalan. Pasien juga

mengatakan melihat pelangi di sekitar lampu. Ini merupakan pertama kalinya pasien datang ke

poli mata RSSA. Riwayat halo (+), cekot-cekot (-), kemeng (-), nyeri (-), mual (-), muntah (-),

pusing (-), silau (+), sekret (-), belekan (-), mata merah (-), trauma (-).

Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien tidak pernah kontrol kesehatan di puskesmas, walaupun begitu, pasien

menyangkal mempunyai penyakit-penyakit kronik lainnya seperti penyakit

kencing manis, hipertensi dan lain-lain.

Page 16: Kaspan Mata Edited Final

Riwayat keluarga:

- Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang serupa, tidak ada keluarga

yang buta

Riwayat pengobatan:

- Tidak didapatkan riwayat pemakaian jamu-jamuan, tapi pasien sering minum pil

untuk asam urat

Foto Pasien

3.3. Pemeriksaan Fisik (tanggal pemeriksaan: 7 Oktober 2010)

Status Generalis:

-Kondisi umum tampak baik. GCS 456

-Tanda-tanda vital: tensi 160/ 110 , N: 80x/’, RR: 20x/’

Page 17: Kaspan Mata Edited Final

Status Oftalmologi:

Okuli Dextra Okuli Sinistra

Orthophoria Posisi Bola Mata Orthophoria

Gerak Bola Mata

2/60 Visus 2/60

spasme (–), edema (–) Palpebra spasme (–), edema (–)

CI (–), PCI (–), jaringan

fibrovaskular (+) sampai

dengan tepi limbus

Konjungtiva CI (–), PCI (–), jaringan

fibrovaskular (+) sampai

dengan tepi limbus

Edema minimal Kornea Edema minimal

Dalam COA Dalam

rad. line (+) Iris rad. line (+)

bulat, RP (+), 4mm Pupil bulat, RP (+), 4mm

Keruh tipis Lensa Keruh tipis

0/ 5,53/ 1050mmHg TIO 0/ 5,53,5/ 10 46,9

mmHg

Page 18: Kaspan Mata Edited Final

3.4 Pemeriksaan Penunjang:

Funduskopi:

- Fundus reflex: +/+

- Media keruh ec katarak +/+

- Papil nervus II: bulat +/+, tegas +/+, C/D ratio: 0,9/ 0,9

Okuli dekstra Okuli sinistra

0,9 C/D rasio 0,9

+ Bayonette +

+ Nasalisasi +

- Hem -

+ Lamina cribrosa (LC) +

+ Peripapillary atrophy (PPA) +

Tipis NRR Tipis

Tipis, kesan semua kuadran NFR Tipis, kesan semua kuadran

18 Target pressure 18

Gonioskopi:

IV IV

IV IV IV IV

IV IV

I S N T I S N T

SL + + + + SL + + + +

TM + + + + TM + + + +

IR + + + + IR + + + +

Page 19: Kaspan Mata Edited Final

SS + + + + SS + + + +

PIG - PIG

Pemeriksaan Lab

BUN 6,6 mg/dl N:

Kreatinin serum 0,66 mg/dl N:

GDP 150,31 mg/dl N: <120

GD 2j PP 158,33 mg/dl N: <140

3.5 Diagnosa

ODS POAG + katarak Burrato Gr I + Pterigium Gr. I

3.6 Terapi

- Timolol 0,5% 2x1 ODS

- Glaukon 2x 250mg

- KSR 1x1

- KIE Biometri

- KIE Perimetri

- Kontrol 1 minggu lagi

3.7 Rencana Monitoring

- Inspeksi diskus optikus secara teratur

- Pengukuran tekanan intraokular secara teratur

- Pengukuran lapang pandang secara teratur

- Keluhan subjektif

Page 20: Kaspan Mata Edited Final

3.8 KIE

- Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya

- Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan

- Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul

- Menjelaskan prognosis penyakit pasien

- Menjelaskan tentang pengaruh hipertensi dan gula darah yang tinggi pada perjalanan

penyakit glaukoma

- Menggalakkan pasien untuk berolah raga dan mengingatkan pasien untuk tidak minum

air dalam jumlah banyak untuk masa yang singkat

3.9 Prognosis

- Visam : dubia ad malam

- Sanam : dubia ad malam

- Vitam : dubia ad bonam

- Kosmetik : dubia ad malam

Page 21: Kaspan Mata Edited Final

BAB 4

PEMBAHASAN

Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua setelah katarak. Glaukoma lebih sering

terjadi pada umur di atas 40 tahun. Primary Open Angle Glaucoma merupakan glaukoma yang

paling sering ditemui dan biasanya pada orang dewasa.

Dari anamnesa, pasien berumur 42 tahun, dengan didapatkan gejala-gejala glaukoma

primer sudut terbuka yaitu penurunan penglihatan bertahap, pandangan yang menyempit, dan

gambaran halo. Didapatkan riwayat silau (+).

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan visus ODS masing-masing 2/60, ditemukan jaringan

fibrovaskular di celah kelopak bagian nasal sampai dengan tepi limbus, edema kornea, lensa

yang keruh tipis, dan tidak didapatkan kelainan pada posisi bola mata, gerak bola mata,

palpebra, kamera okuli anterior, iris dan pupil.

Dari pemeriksaan penunjang yaitu tonometri shiotz, didapatkan tekanan bola mata yang

meningkat yaitu mata kanan 50 mmHg dan mata kiri 46, 9 mmHg. Dari funduskopi, ditemukan

media yang keruh, penggaungan CDR sebesar 0,9 pada masing-masing mata. Dari

pemeriksaan gonioskopi yang dilakukan pada pasien ini, didapatkan hasil yang positif pada

semua pemeriksaan (Schwabe line, trabekular meshwork, iris root, sclera spur) kecuali pada

pigmen dan PAS, (peripheral anterior synechiae), hasilnya negatif.

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terhadap pasien

dapat disimpulkan diagnosa kerja ODS POAG + Katarak Buratto Grade I + Pterigium Grade I.

Penggaungan yang terjadi pada papil nervus optikus adalah disebabkan fenomena yang

dinamakan optic-nerve cupping, yaitu suatu proses penipisan yang progresif dari neuroretinal

rim. Penipisan ini terjadi karena hilangnya sel axon ganglion retina, bersama sama dengan glia

pendukung dan vaskularisasinya (Kwon, 2009).. Pada glaukoma sudut terbuka processus iridis,

scleral spur, garis Schwalbe, dan trabecular meshwork seluruhnya terlihat dengan jelas.

Jika garis Schwalbe dan trabecular meshwork hanya terlihat sedikit berarti glaukoma termasuk

sudut sempit. Jika garis Schwalbe tidak dapat dilihat sama sekali, berarti glaukoma sudut

tertutup. Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang lain, pada pasien ini diusulkan untuk

dilakukan pemeriksaan perimetri dan biometri. Perimetri adalah suatu pemeriksaan untuk

mengukur lapang pandang terutama daerah sentral dan parasentral. Pemeriksaan biometri pula

adalah untuk melihat ketebalan lensa. Pada pasien ini ditetapkan target TIO sebesar 18 mmHg

Page 22: Kaspan Mata Edited Final

masing-masing mata. Dalam manajemen pasien glaukoma, dokter harus berusaha untuk

mencapai rentang stabil dari TIO yang terukur untuk menghindari kerusakan nervus optikus

lebih jauh. Batas atas dari limit dipertimbangkan sebagai “target pressure”. Tekanan target

bervariasi pada tiap pasien sehingga pada pasien yang sama memerlukan penyesuaian seiring

perjalanan penyakit. Ketika memulai terapi, ahli mata mengasumsikan bahwa rentang tekanan

yang terukur pada saat sebelum pengobatan telah memberi kontribusi pada kerusakan nervus

optikus dan mempunyai kemungkinan menyebabkan kerusakan lebih jauh di masa yang akan

datang. Target pressure permulaan yang dipilih harus setidaknya 20% dibawah TIO sebelum

pengobatan, tergantung pada penemuan klinis. Pada umumnya jika terdapat kerusakan yang

lebih lanjut maka target pressure saat mulai terapi harus lebih rendah lagi. Selama follow up

tujuh tahun pasien dari the Advanced Glaucoma Intervention Study dimana TIO selalu dibawah

18 mmHg mempunyai progresi hilangnya lapangan pandang yang minimal (Reza, 2010).

Penurunan visus bertahap ini mungkin disebabkan glaukoma dan kataraknya,

sedangkan pterigiumnya sendiri tidak mengganggu penglihatan karena masih di tepi limbus,

sehingga tidak mengganggu axis visual.

Glaukoma pada umumnya akan menimbulkan gejala dan tanda berupa kelainan lapang

pandang. Pada pasien ini didapatkan keluhan lapangan pandang yang menyempit dan

didukung oleh test konfrontasi (+). Gangguan penglihatan pada glaukoma adalah disebabkan

adanya kerusakan papil nervus optikus yang berfungsi membawa pesan-pesan cahaya dari

mata ke otak dan peningkatan tekanan intraokular, sehingga memberikan penekanan ke segala

arah termasuklah bintik kuning, yang digunakan untuk melihat penglihatan tajam terbaik dan

penglihatan warna. Terapi ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular dan apabila

mungkin memperbaiki patogenesis yang mendasarinya. Penurunan tekanan intraokular dapat

dicapai dengan memperlancar pengeluaran air mata dan mengurangi produksi air mata. Bila

diagnosis sudah dibuat, maka penderita sudah harus memakai obat seumur hidup untuk

mencegah kebutaan. Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa timolol 0,5% 2 kali sehari

sebanyak 1 tetes masing-masing mata. Timolol adalah suatu beta adrenergic antagonis,

berefek menurunkan produksi humor aqueus. Selain itu, pada pasien ini diberikan juga obat

sistemik yaitu glaukon 2 kali 250 mg. Kandungan obat ini adalah asetazolamid, suatu carbonic

anhydrase inhibitor. Obat ini juga berfungsi untuk menurunkan produksi humor aqueus dan

menurunkan TIO. Pemberian KSR pada pasien ini adalah untuk mengatasi efek samping dari

glaucon yang dapat menyebabkan hipokalemi.

Pada katarak, kemungkinan terjadi gangguan proses akomodasi lensa yang mengalami

Page 23: Kaspan Mata Edited Final

katarak dan perubahan daya biasnya akibat hilangnya transparasi lensa. Klasifikasi katarak

yang lebih sederhana untuk memperkirakan densitas kekerasan nukleus, yaitu seperti yang

dikemukakan Burrato dan kawan-kawan. Klasifikasi katarak menurut Burrato adalah seperti

berikut: Gred 1: FR (+), visus lebih dari 6/12, nukleus lunak, lensa tampak sedikit keruh dengan

warna agak keputihan dan usia kurang dari 50 tahun, gred II: FR (+), visus 6/12 hingga 6/30,

nukleus sedikit keras dan tampak sedikit kekuningan, tampak seperti katarak subkapsular

posterior, gred III: FR (-), visus 6/30 hingga 3/60, nukleus agak keras, warna kekuningan dan

korteks abu-abu, gred IV: FR (-), visus 3/60 hingga 1/300, nukleus keras warna kuning

kecoklatan dan usia lebih 65 tahun dan gred V: FR (-), visus kurang dari 1/300, nukleus sangat

keras, bewarna coklat kehitaman, dan usia lebih 65 tahun. Sehingga pada pasien ini, dapat

disimpulkan kataraknya masih gred I.

Dari segi terapi, katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Operasi

dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu

pekerjaan sehari-hari. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak

diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada obat-

obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang dapat menghindari atau menyembuhkan

seseorang dari gangguan katarak. Sehingga untuk pasien ini, tidak ada sebarang

penatalaksanaan untuk kataraknya.

Sedangkan untuk masalah pterigium pada pasien ini, juga tidak dilakukan sebarang

penatalaksanaan. Ini atas alasan pterigium nya masih gred I dan tidak mengganggu visual axis.

Klasifiksi gred pterigium adalah gred I: puncak pterigium pada limbus, gred II: puncak pterigium

terletak pada kurang dari ½ jari-jari, gred III: puncak pterigium lebih dari ½ jari-jari dang red IV:

puncak pterigium sudah di atas pupil. Biasanya disarankan untuk mengangkat pterigium pada

gred III, tapi kadang-kadang pada gred II pun sudah diangkat atas indikasi kosmetik.

Prognosis pada pasien ini tidak baik. Apabila terdeteksi dini, sebagian besar

pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma

sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan

total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang

belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan

lapangan pandang dapat terus berlanjut walaupun tekanan intraokular normal). Pada pasien ini

glaukoma baru terdiagnosis saat sudah terjadi penyempitan lapang pandang berupa tunnel

vision, suatu keadaan yang mengindikasikan sudah terjadi kerusakan yang berat pada diskus

optikus.

Page 24: Kaspan Mata Edited Final

BAB 5

PENUTUP

1. Glaukoma dapat mengenai semua usia tapi paling sering usia di atas 40 tahun. POAG

adalah tipe glaukoma yang paling sering ditemukan.

2. Terdapat beberapa faktor yang diduga terlibat dalam terjadinya glaukoma, antara lain:

Page 25: Kaspan Mata Edited Final

a. Usia

b. Genetik

c. Hipertensi, Diabetis mellitus

d. Kelainan refraksi yang ekstrim

e. Trauma pada mata

f. Penggunaan jangka panjang obat yang mengandung steroid

g. TIO yang tinggi, > 21 mmHg

h. Asimetri TIO dan CDR kedua mata

3. Patofisiologi glaukoma adalah: 1) produksi cairan aqueus yang berlebihan dari korpus

siliaris, sedangkan pengeluaran pada jalinan trabekular dan kanalnya normal, 2) hambatan

aliran pada pupil sewaktu cairan aqueus melewati kamera okuli posterior ke kamera okuli

anterior, dan 3) pengeluaran di sudut bilik mata terganggu

4. Penegakan diagnosa POAG berdasarkan anamnesis (kadang tanpa gejala, penciutan

lapang pandang), pemeriksaan fisik (berkurangnya ketajaman visual) dan pemeriksaan

penunjang (perimetri, tonometri, oftalmoskop, biomikroskopi, gonioskopi, OCT, fluorescein

angiography dan stereophotogrammetry of the optic disc).

5. Penatalaksanaan glaukoma meliputi terapi medikamentosa, laser dan bedah dengan

indikasi, kontraindikasi dan efek samping masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

1. AAO, 2003. Johns JK, Feder SR, Hamill BM . BCSB : Lens and Cataract. Section 10.

San Fransisco USA : AAO

2. Cahyono, 2008. Peringatan Hari Glaukoma Se-dunia di Fakultas Kedokteran Unair.

(online). http:// www.surabaya-ehealth.org.htm. Diakses tanggal 9 Oktober 2010

Page 26: Kaspan Mata Edited Final

3. Eman, 2008. Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. (online)

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/.htm. Diakses tanggal 9 Oktober 2010

4. Harpreet G. 2010. Glaucoma, Phacomorphic.(online)

http://www.emedicine.medscape.com. Diakses 9 Oktober 2010

5. Herman, 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukoma di Kabupaten Tapanuli Selatan.

(online) http:// repositury.usu.ac.id/handle/123456789/6399. Diakses tanggal 9 Oktober

2010

6. Ilyas S, 2006. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. Halaman

205-221

7. Iris health, 2010. Glaucoma. (Online) http://www.irishhealth.com/article.html?id=252

Diakses tanggal 9 Oktober 2010

8. James B, dkk, 2006. Anatomi dalam Oftalmologi. Edisi IX.Erlangga.Jakarta 2006; 1-17

9. Jelita R. 2010, Glaukoma Si Pencuri penglihatan.(online)

http://www.pucebebe.com/healthUpdateView.php/view/Nw== Diakses tanggal 9 Oktober

2010

10. Kanski, Jack J. 2003. Clinical Ophtalmology. King Edward VII Hospital. Windsor, UK.

11.Mohammad, 2008. Glaukoma masih awam di mata masyarakat. (online) http://

www.surabaya-ehealth.org.htm Diakses tanggal 9 Oktober 2010

12. Nurfifi A. 2008. RS Mata YAP. Diagnosis dan Penanganan Glaukoma.

http://www.rsmyap.com Diakses 9 Oktober 2010

13. Reza, 2010. Primary open angle glaucoma. (Online)

http://usebrains.wordpress.com/2010/01/23/primary-open-angle-glaucoma/. Diakses

tanggal 11 Oktober 2010

14.Siswono, 2008. Setiap menit satu orang Indonesia alami kebutaan. (Online)

http://www.waspada.co.id/index2.php.htm Diakses tanggal 9 Oktober 2010

15. Vaughan, Daniel. 2000. Oftalmologi Umum. Alih bahasa, Jan Tambayong; Editor Joko

Suyono. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 220-236.

16. Vegan, 2010. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Glaukoma.(online)

Page 27: Kaspan Mata Edited Final

http://drvegan.wordpress.com/2010/07/31/diagnosis-dan-pemeriksaan-penunjang-

glaukoma/ Diakses tanggal 9 Oktober 2010