kapita selekta jeparadise

25
ASFIKSIA NEONATORUM I. PENDAHULUAN Asfiksia adalah progresif hipoksemia dan hiperkapnea yang disertai dengan perkembangan progresif dari asidosis metabolik. Kejadian Asphyixia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uteris dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Faktor tersebut diantaranya dalah adanya (1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus, (2) pada ibu yang kehamilannya beresiko, (3) faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta, (4) faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat antara janin dan jalan lahir, serta (5) faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu. 1,2,3 Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai 1

Upload: mohamad-muntaha

Post on 14-Dec-2015

273 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Kapita Selekta Jeparadise

ASFIKSIA NEONATORUM

I. PENDAHULUAN

Asfiksia adalah progresif hipoksemia dan hiperkapnea yang disertai dengan

perkembangan progresif dari asidosis metabolik. Kejadian Asphyixia neonatorum adalah

suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal

ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uteris dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-

faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Faktor

tersebut diantaranya dalah adanya

(1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau penyakit paru,

dan gangguan kontraksi uterus,

(2) pada ibu yang kehamilannya beresiko,

(3) faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta,

(4) faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat antara janin dan

jalan lahir, serta

(5) faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.1,2,3

Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati

hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi

yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi

otak sebagai pertimbangan utama. Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan

perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan

kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan

penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan

pada hari-hari pertama setelah lahir (james,1959). Penyelidikan patologi anatomis yang

dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada

jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.4,5

II. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia

disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan

1

Page 2: Kapita Selekta Jeparadise

dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003

asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak

diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.1,3

Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup

dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan

belajar.4 Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian

perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%),

prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%). 4

Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005, bayi baru lahir berjumlah 754

orang, 27 bayi (3,58%) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah kelahiran 1.185 bayi, bayi

dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal sebelum usia 7 hari sejumlah 134 (11,31%),

dimana asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108

bayi (81%) dan tahun 2007 angka kelahiran 757, bayi lahir dengan asfiksia neonatorum

sebanyak 234 (30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 (77,94 per seribu)

dan bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi (34%). 2

III. ETIOLOGI

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan

melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran

plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada

aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.4

Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan

mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan

fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari

perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan

erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan

terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler.2

enyebab asphyxia neonatorum terdiri dari 3:

1. Faktor Ibu

a. Hipoksia ibu

Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini

akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya

2

Page 3: Kapita Selekta Jeparadise

b. Gangguan aliran darah uterus

Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen

ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada

(a) Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit

atau obat,

(b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,

(c) Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.

Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio

plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh

darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran

darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher

kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :

(a) Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung

dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.

(b) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.

(c) Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis

saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

6

IV. PATOFISIOLOGI

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk

mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam

keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah

3

Page 4: Kapita Selekta Jeparadise

dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin,

sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus

arteriosus kemudian masuk ke aorta.4

Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama

oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan

berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam

pembuluh darah di sekitar alveoli.4

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi

plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan

kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan

terhadap aliran darah bekurang.4

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan

tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran

darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang

diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak

mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh

tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk

menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan

pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang

sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak

oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.4

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-

parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan

mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan

rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam

pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.4

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan

akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat

reversibel/ tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai

dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung

selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh

pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan

4

Page 5: Kapita Selekta Jeparadise

bradikardi dan penurunan tekanan darah.3

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan

pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran

gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi

akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen

tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik terjadi akibat

metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya

akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya

hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya

asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung

sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat

akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi

darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan

kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel

otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.3

8

V. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu lahir dan lahir tidak

bernafas/menangis.4 Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari faktor resiko.6

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat berat ringannya

asfiksia.6

Klinis 0 1 2

Warna kulit

(appearance)

Biru pucat Tubuh merah,

ekstremitas biru

Merah seluruh

tubuh

Frekuensi jantung

(pulse)

Tidak ada <100x/ menit >100x/menit

Frekuensi refleks

(grymace)

Tidak ada Gerakan sedikit Batuk/bersin

Tonus otot lunglai Fleksi ekstremitas Gerakan aktif

5

Page 6: Kapita Selekta Jeparadise

(activity)

Pernafasan

(respiratory)

Tidak ada Menangis lemah/

terdengar sedikit

meringis atau

mendengkur

Menangis kuat

Tabel. Skor Apgar (dikutip dari kepustakaan 2)

Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalah kemampuan

sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi

seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti

mengisap dan mencari puting susu, salah satu cara menetapkan vitalitas bayi yaitu dengan

nilai apgar. (IDAI, 1998)2

1. Skor apgar 7-10 ( Vigorous Baby). Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak

memerlukan tindakan istimewa.5

2. Skor apgar 4-6 (Mild-moderate asphyxia)- Asfiksia sedang. Pada pemeriksaan fisis akan

terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,

refleks iritabilitas tidak ada.5

3. A. Asfiksia berat.

Skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung kurang dari

100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas

tidak ada.

B. Asfiksia berat dengan henti jantung.

Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan

(1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap,

(2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya

sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.5

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5

menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor menjadi 7. Nilai

apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi baru lahir dan menentukan prognosis,

6

Page 7: Kapita Selekta Jeparadise

bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi

tidak menangis.6

Pemeriksaan Penunjang

Foto Polos dada

Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah6

o Pada pemeriksaan analisa gas darah, menunjukkan hasil :

Pa O2 < 50 mm H2O

PaCO2> 55 mm H2O pH < 7,30

VI. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan

membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang

dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.5

a.Resusitasi

b.Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:4

1. apakah bayi cukup bulan?

10 2. apakah air ketuban jernih?

3. apakah bayi bernapas atau menangis?

4. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan

rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan

diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari

salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi

berikut ini secara berurutan4 :

(1) Langkah awal dalam stabilisasi4

a. Memberikan kehangatan4

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan

telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh

tubuh.4

Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus

7

Page 8: Kapita Selekta Jeparadise

mendapat perlakuan khusus.2,3 Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian

teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan

meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR.2,4,5 Alat

lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat.4

b.Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya4

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu

agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah

masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan

balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.4

c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan4

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia

aspirasi.16 Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi

adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu

(intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan

bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi

mekonium.4 Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada

keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium.4

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi

mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari

100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk

mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah

pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan

kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai

glotis.4 Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,

pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.4

d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang

benar.4 Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan

akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila

setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas

adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil

telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.4

8

Page 9: Kapita Selekta Jeparadise

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua

rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun

tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan

pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang

berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.4

(2) Ventilasi tekanan positif 4

Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila

semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap

kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan

congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus

diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat

VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau

pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi

penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.4

(3) kompresi dada4

Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan

ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage)

terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang

belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke

seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen,

sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif, satu orang

menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan

pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi

dan kompresi harus dilakukan secara bergantian.4 Teknik ibu jari lebih

direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak

sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.4

(4) Pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)4

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan

dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna

kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan

putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan 1).

9

Page 10: Kapita Selekta Jeparadise

10

Page 11: Kapita Selekta Jeparadise

b. Pemberian obat-obatan

(1) Epinefrin

Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah

dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak

boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan

meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3

ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui

selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung

tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang

endotrakeal.4

(2) Volume Ekspander

Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang

dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi,

hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya

pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon

yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang

sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan

kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif

jika diduga kehilangan darah banyak.4

(3) Bikarbonat

Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang

mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan

bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan

pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB

atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan

konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak.

Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.4

(4) Nalokson

Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi

pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam

11

Page 12: Kapita Selekta Jeparadise

sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat

narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara

pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan

melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu

diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.4

VII. PENCEGAHAN

Pencegahan secara Umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan

faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik.

Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan

derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab

rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan,

pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu

dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.4

Pencegahan saat persalinan

Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerja sama

yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.7

Yang harus diperhatikan:

- Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta pemberian

pituitarin dalam dosis tinggi.7

- Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O2 dan darah

segar.7

- Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama pada

kala II.7

16

12

Page 13: Kapita Selekta Jeparadise

VIII. KOMPLIKASI

Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan organ.

sistem pengaruh

Sistem saraf pusat Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark,

perdarahan intrakranial, kejang-

kejang,

edema otak, hipotonia, hipertonia

kardiovaskular Iskemia miokardium, kontraktilitas

jelek, bising jantung, insufisiensi

trikuspidalis, hipotensi

pulmonal Sirkulasi janin persisten, perdarahan

paru, sindrom kegawatan pernapasan

ginjal Nekrosis tubular akut atau korteks

Adrenal Perdarahan adrenal

Saluran cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis

metabolik Sekresi ADH yang tidak sesuai,

hiponatremia, hipoglikemia,

hipokalsemia, mioglobinuria

kulit Nekrosis lemak subkutan

hematologi Koagulasi intravaskular tersebar

Tabel 2. Pengaruh Asfiksia (dikutip dari kepustakaan 8) Komplikasi yang mungkin terjadi

dan perawatan pasca resusitasi yang dilakukan.4

13

Page 14: Kapita Selekta Jeparadise

Sistem organ Komplikasi yang

mungkin terjadi

Tindakan pasca

resusitasi

otak Apnu

kejang

Pemantauan apnu

Bantuan ventilasi kalau

perlu

Pemantauan gula darag,

elektrolit

Pencegahan hipotermia

Pertimbangkan terapi

anti kejang

Paru-paru Hipertensi pulmonal

Pneumonia

Pneumothoraks

Takipnu transien

Sindrom aspirasi

Mekonium

Defisiensi surfaktan

Pertahankan ventilasi

dan

oksigenasi

Pertimbangkan

antibiotika

Foto thoraks bila sesak

nafas

Pemberian oksigen alir

bebas

Tunda minum bila sesak

Pertimbangkan

pemberian surfaktan

kardiovaskuler hipotensi Pemantauan tekanan

darahdan frekuensi

jantung

Pertimbangkan inotropik

(misalnya dopamin) dan/

atau cairan penambah

volume darah

ginjal Nekrosis tubular akut Pemantauan produksi

urin

Batasi masukan cairan

bila ada oliguria dan

14

Page 15: Kapita Selekta Jeparadise

volume vaskuler adekuat

Pemantauan kadar

elektrolit

gastrointestinal Ileus

Enterokolitis

nekrotikans

Tunda pemberian

minum

Berikan cairan intravena

Pertimbangkan nutrisi

parenteral

Metabolik/ hematologik Hipoglikemia

Hipokalsemia

Hiponatremia

Anemia

trombositopenia

Pemantauan gula darah

Pemantauan elektrolit

Pemantauan hematokrit

Pemantauan trombosit

Tabel 3. Komplikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan (dikutip dari kepustakaan 4)

IX. PROGNOSIS

Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasi metabolik dan

kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati, pada umur kehamilan bayi

(hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada tingkat keparahan ensefalopati

hipoksik-iskemik.8

Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi

yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita

cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.7

19

15

Page 16: Kapita Selekta Jeparadise

DAFTAR PUSTAKA

1. David. K, William E, Benitz, and Philip Sunshine. Fetal and Neonatal Brain Injury :

Mechanisms, Management and the Risks of Practice, Third Edition. 2012

2. Desfauza, Evi. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum

Pada bayi Baru Lahir yang Dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan. 2007. Medan

:Universitas Sumatera Utara.

3. Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.

2008. Jakarta : Salemba Medika.

4. Departemen kesehatan republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan penatalaksanaan

Asfiksia Neonatorum.

5. Dr. Rusepno Hassan,dkk. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Info Medika Jakarta

: Fakultas Kedokteran UI.

6. Utomo, Martono Tri. Asfiksia Neonatorum. Cited on : December 28th. 2011. Updated on :

2006. Available on http://www.pediatrik.com

7. Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, Sp.OG. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 4. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.

8. Behrman, Kliergman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol. 1. Jakarta : EGC.

16