kajian pengaruh jenis pasir, temperatur tuang, dan

10
1 KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN JUMLAH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP POROSITAS GAS DALAM PROSES GRAVITY SAND CASTING PADA NOZZLE CUP MATERIAL SCH 13 Ade Rachman S.ST. Moch. Ahyarsyah, S.ST., M.T ; Kus Hanaldi, S.T., M.T. Politeknik Manufaktur Negeri Bandung Jalan Kanyakan No 21 - Dago, Bandung 40135 Phone/Fax : 022. 250 0241 / 250 2649 Email: [email protected] ABSTRACT In this paper is aimed to shows influence from parameters of foundry process by using gravity sand casting methode on Noozle Cup material SCH 13 in PT. Polman Swadaya for minimize casing defect. After identification, the defect is gas porosity that occur on steel casting commonly. To reduce these defects, four parameters were studied. These are casting design will be the constant variabel and sand type, pouring temperature, and degassing amount will be the variated for shows influence from parameters. The three parameters will be experienced by the numbers that is obtained from Design Of Experiment (DOE). The Design Of Experiment (DOE) which will be use is Taguchi. And to calculate number of porosity use apparent density and true density examination ratio. The result of experiment shows that the sand type is the parameter which give significant influence from three parameters with give contribution percent is 96.13%. And two parameters other give influence notyet. Pepset is sand type which produce the best quality with the lowest percent number gas porosity. Key word: gas porosity, SCH 13, gravity sand casting, material density. ABSTRAK Dalam makalah ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh dari parameter proses pengecoran dengan menggunakan metode pengecoran cetakan pasir dengan gravitasi pada Noozle Cup bahan SCH 13 di PT. Polman Swadaya untuk meminimalkan cacat coran. Setelah identifikasi, cacat benda adalah porositas gas yang biasa terjadi pada pengecoran baja. Untuk mengurangi cacat ini, empat parameter dipelajari. Parameter itu adalah rancangan coran yang akan menjadi variabel konstan dan jenis pasir, temperatur penunagan, dan jumlah degassing akan divariasikan untuk melihat parameter yang berpengaruh dari parameter. Tiga parameter akan diuji coba berdasarkan jumlah percobaan yang diperoleh dari Desain Eksperimen. Desain Eksperimen yang akan digunakan adalah Taguchi. Dan untuk menghitung nilai porositas menggunakan perbandingan densitas semu (pada benda) dan densitas nyata (secara teori). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pasir adalah parameter yang memberikan pengaruh yang signifikan dari tiga parameter dengan persen kontribusi yaitu 96,13%. Dan dua parameter lainnya belum memberikan pengaruh. Pepset adalah jenis pasir yang menghasilkan kualitas terbaik dengan nomor persen porositas gas terendah. Kata kunci: porositas gas, SCH 13, gravity sand casting, densitas material.

Upload: duongkhanh

Post on 12-Jan-2017

217 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

1

KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG,

DAN JUMLAH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP

POROSITAS GAS DALAM PROSES GRAVITY SAND CASTING

PADA NOZZLE CUP MATERIAL SCH 13

Ade Rachman S.ST.

Moch. Ahyarsyah, S.ST., M.T ; Kus Hanaldi, S.T., M.T. Politeknik Manufaktur Negeri Bandung

Jalan Kanyakan No 21 - Dago, Bandung – 40135

Phone/Fax : 022. 250 0241 / 250 2649

Email: [email protected]

ABSTRACT

In this paper is aimed to shows influence from parameters of foundry process by using gravity sand casting methode

on Noozle Cup material SCH 13 in PT. Polman Swadaya for minimize casing defect. After identification, the defect

is gas porosity that occur on steel casting commonly. To reduce these defects, four parameters were studied. These

are casting design will be the constant variabel and sand type, pouring temperature, and degassing amount will be

the variated for shows influence from parameters. The three parameters will be experienced by the numbers that is

obtained from Design Of Experiment (DOE). The Design Of Experiment (DOE) which will be use is Taguchi. And

to calculate number of porosity use apparent density and true density examination ratio.

The result of experiment shows that the sand type is the parameter which give significant influence from three

parameters with give contribution percent is 96.13%. And two parameters other give influence notyet. Pepset is

sand type which produce the best quality with the lowest percent number gas porosity.

Key word: gas porosity, SCH 13, gravity sand casting, material density.

ABSTRAK

Dalam makalah ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh dari parameter proses pengecoran dengan menggunakan

metode pengecoran cetakan pasir dengan gravitasi pada Noozle Cup bahan SCH 13 di PT. Polman Swadaya untuk

meminimalkan cacat coran. Setelah identifikasi, cacat benda adalah porositas gas yang biasa terjadi pada

pengecoran baja. Untuk mengurangi cacat ini, empat parameter dipelajari. Parameter itu adalah rancangan coran

yang akan menjadi variabel konstan dan jenis pasir, temperatur penunagan, dan jumlah degassing akan divariasikan

untuk melihat parameter yang berpengaruh dari parameter. Tiga parameter akan diuji coba berdasarkan jumlah

percobaan yang diperoleh dari Desain Eksperimen. Desain Eksperimen yang akan digunakan adalah Taguchi. Dan

untuk menghitung nilai porositas menggunakan perbandingan densitas semu (pada benda) dan densitas nyata (secara

teori).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pasir adalah parameter yang memberikan pengaruh yang signifikan dari

tiga parameter dengan persen kontribusi yaitu 96,13%. Dan dua parameter lainnya belum memberikan pengaruh.

Pepset adalah jenis pasir yang menghasilkan kualitas terbaik dengan nomor persen porositas gas terendah.

Kata kunci: porositas gas, SCH 13, gravity sand casting, densitas material.

Page 2: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

2

1. PENDAHULUAN

Saat ini perkembangan dunia industri semakin pesat.

Tidak hanya dari segi teknologi tapi jumlah produksi

yang semakin banyak. Salah satu produk yang

diproduksi dalam jumlah banyak adalah Nozzle Cup.

Nozzle Cup merupakan salah satu bagian dari nozzle

yang difungsikan sebagai tutup dalam serangkaian

sistem penguapan.

Saat ini produk Nozzle Cup yang dibuat di PT.Polman

Swadaya mengalami kegagalan yang tinggi karena

adanya cacat. Setelah diidentifikasi cacat tersebut

adalah cacat porositas gas. Hampir 40% kegagalan

produk ditemukan setelah proses pemesinan. Hal

tersebut menyebabkan kerugian bagi PT. Polman

Swadaya yang akhirnya menajdi masalah. Oleh

karena itu, untuk mengatasi permasalah tersebut perlu

dicarikan solusinya. Penelitian ini akan membahas

penanganan cacat pada produk Nozzle Cup guna

bertujuan memperbaiki proses pengecoran agar

menghasilkan produk yang terhindar dari cacat

porositas gas.

Proses pengecoran yang dilakukan pada produk

Nozzle Cup yaitu proses gravity sand casting. Dan

proses perbaikan pun akan dilakukan pada proses

yang sama. Perbaikan proses akan dimulai dari

penelusuran cacat dan penelusuran penyebab cacat.

Kemudian mencari solusi dari penyebab-penyebabnya

dan kemudian baru dilakukan perbaikan yang

sekiranya bisa dilakukan di PT.Polman Swadaya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

“Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke

dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan

membeku”. (Surdia, 2000)

Kalimat di atas adalah ungkapan yang menjadi prinsip

dasar dari pengecoran logam. Sesuai

perkembangannya teknik atau metode pengecoran

logam semakin berkembang. Mulai dari metode yang

paling lama dan umumnya digunakan yaitu gravity

sand casting, centrifugal casting, die casting, squeeze

casting, semisolid metal casting and forging, dan

continuous casting.

2.1. Gravity Sand Casting

Gravity sand casiting adalah metode pengecoran

dengan menggunakan cetakan pasir dimana proses

laju cairan saat penuangan memanfaatkan gravitasi.

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana

dan umum dipakai. Lebih dari 70% dari semua produk

coran logam diproduksi melalui proses pengecoran

pasir.

2.2. Burner Nozzle Cup

Nozzle Cup merupakan bagian dari perangkat nozzle

yang berfungsi sebagai tutup atau tempat keluar

terakhir material yang berada dalam nozzle. Baik itu

liquid ataupun gas sesuai fungsi dari nozzle itu

sendiri. Prinsip dari kegunaan nozzle yaitu sebagai

tempat dan jalur dari material yang akan dialirkan

sehingga perkembangan nozzle dari segi kegunaan

sangat luas tergantung material apa yang berada atau

dialirkan oleh nozzle tersebut.

2.3. Material SCH 13

SCH 13 merupakan material standar penamaan JIS

(Japan Industrial Standart). Material ini merupakan

material besi paduan krom dan nikel dalam proporsi

tertentu untuk menghasilkan material yang tahan

terhadap temperatur tinggi. Range kandungan krom

dalam material ini cukup tinggi untuk memberikan

ketahan yang baik hingga temperatur 2000oF (1093

oC)

dan terkadang lebih tinggi.

(Heat Resisting Steel Castings, 1980)

2.4. Cacat Coran Porositas

Cacat porositas yaitu adanya kekosongan pada benda.

Cacat terjadi ketika logam cair mulai membeku.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya cacat yaitu

penyusutan pada saat logam membeku dan gas yang

muncul kemudian terjebak hingga pembekuan

berakhir.

Porositas gas yaitu cacat porositas yang disebabkan

oleh gas. Gas bisa terjebak didalam rongga cetakan

saat proses pembekuan sehingga menyebabkan rongga

pada saat pembekuan logam berakhir. Bentuk

porositas bisa berbentuk bola, lurus rata atau

memanjang terkadang seperti rongga susut jika

bersamaan dengan adanya porositas rongga susut.

Lokasinya tersebar dan tidak menentu. Sering kali

mendekati daerah permukaan benda. Ukurannya

terkadang kecil dan besar dengan permukaan halus.

2.5. Analisis Cacat Coran

Analisis cacat coran merupakan suatu metode untuk

mencari jenis cacat yang terjadi pada benda. Tujuan

dari analisis cacat coran ini yaitu untuk memberikan

solusi dari pemasalahan cacat pada benda coran.

Adapun langkah-langkah pendekatan dapat dilakukan

yaitu:

1. Peroleh fakta, riwayat produk yang menjawab

pertanyaan apa? kapan? bagaimana? berapa

sering?

2. Identifikasi cacat dengan cara mengklasifikasikan

cacat mulai dari bentuk cacat, lokasi cacat, ukuran

cacat, cara identifikasi cacat. Lakukan

penyelidikan untuk fakta yang hilang

3. Vertifikasi cacat dengan pencocokan dengan

literatur

4. Penentuan proses perbaikan

5. Lakukan uji coba perbaikan

6. Lakukan tindak lanjut

Dengan melakukan tahapan-tahapan berikut maka

perbaikan bisa dilakukan dan masalah cacat coran bisa

teratasi.

Page 3: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

3

2.6. Pengaruh Temperatur Penuangan Terhadap

Porositas Gas

Setiap logam memilki temperatur beku dan temperatur

cair yang berbeda. Selain itu setiap logam memliki

temperatur reaktif terhadap gas, dimana gas akan larut

dan bereaksi pada logam. Perbedaan temperatur

tersebut menyebabkan temperatur tuang pada setiap

logam berbeda-beda. Temperatur tuang dapat

berpengaruh terhadap laju cairan logam saat

memasuki cetakan dan keberadaan gas pada cairan

logam.

2.7. Pengaruh Jenis Pasir Terhadap Porositas Gas

Nilai porositas gas yang terjadi pada logam bisa

dipengaruhi oleh jenis pasir terutama berdasarkan

jenis ikatan pasirnya. Pasir sebagai material cetakan

akan melakukan kontak langsung dengan cairan

logam ketika proses penuangan. Saat proses itulah

permukaan cetakan akan beraksi dengan atmosfer

(udara) mengakibatkan evolusi gas. Masing-masing

pasir berdasarkan jenis ikatannya memberikan

dampak reaksi dan evolusi gas yang berbeda-beda.

2.8. Pengaruh Deoksidasi Aluminium Terhadap

Porositas Gas

Jumlah karbon pada besi akan mengkontrol jumlah

kelarutan dari oksigen pada cairan metal tersebut.

Baja memliki karbon yang rendah sehingga oksigen

yang larut cenderung banyak dibandingkan besi cor.

Daya larut oksigen pada baja cukup besar. Ketika

oksigen dikeluarkan oleh cairan, oksigen dapat

bereaksi dengan karbon membentuk CO dan

menghasilkan gas porositas. Pada baja yang

karbonnya rendah maka dilakukan penambahan

aluminium atau silisium untuk mengikat oksigen.

Oksida yang dihasilkan dari reaksi oksigen dengan

aluminium (Al) atau silisium (Si) tidak akan larut

dalam cairan dan membentuk inklusi.

Senyawa Al2O3 memliki energi bebas yang lebih

rendah dibandingkan dengan SiO2. Aluminium lebih

efektif sebagai deoksidator dibandingkan silikon

terlihat pada Gambar 2.3. (Stefanescu & dkk, 2001)

2.9. Pengaruh Perancangan Coran Terhadap

Porositas Gas

Perancangan coran terdiri dari sistem saluran dan

penambah dimana keduanya mempunyai fungsi yang

berbeda. Dalam perancangan coran yang paling besar

mempengaruhi porositas gas yaitu sistem saluran.

Sedangkan penambah mempengaruhi terhadap

porositas shrinkage.

1. Sistem saluran

Sistem saluran berfungsi sebagai penyalur cairan logam

dari luar cetakan menuju rongga cetak dimana cairan

logam akan membeku. Komponen dari sistem saluran

yaitu terdiri dari saluran masuk (ingate), saluran terak

(runner), saluran turun (sprue), dan cawan tuang

(pouring cup) seperti terlihat pada Gambar 2.4.

(Stefnescu, 1988)

Sifat baja yang sangat sensitif terhadap oksidasi, maka

aliran cairan harus dibuat tenang ketika masuk ke

dalam cetakan. Untuk membuat alliran cairan tenang,

maka diaplikasikan unpressurized system pada sistem

saluran yang membuat kecepatan aliran cairan logam

tereduksi. Dampak dari aliran yang tidak tenang yaitu

proses oksidasi yang terjadi akan banyak sehingga

banyak gas yang masuk dan terjebak dalam cairan dan

cetakan ketika proses pembekuan logam yang

akhirnya menyebabkan cacat porositas gas.

Gambar 2.1

Perubahan volume gas

dalam baja akibat

temperatur

(Monroe, 2005)

Gambar 2.2 evolusi

gas pada material

logam (Campbell,

Castings, 2003)

Gambar 2.3 Ekuibrilium antara FeO dan reaksi

aluminium dan silikon

(Stefanescu & dkk, 2001)

Gambar 2.4

Komponen sistem

saluran

(Stefnescu, 1988)

Page 4: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

4

2.10. Pengujian Porositas

Pengujian porositas dengan pengukuran massa jenis

adalah pengukuran porositas dengan cara

membandingkan nilai massa jenis nyata benda

(apparent density) dengan massa jenis teori (true

density).

%𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 1 − 𝜌𝑎𝑝

𝜌𝑡ℎ ∗ 100 % (2.1)

ρap = massa jenis aktual (g/cm3)

ρth = massa jenis teori (g/cm3)

(Prasetya, Irawan, & Ourbandono, 2012)

1. Apparent density

Berat setiap unit volume material termasuk cacat

(void) yang terdapat dalam material yang diuji.

Dibahas pada standar ASTM B311-93, dihitung

dengan penyedehanaan persamaan berikut.

𝜌𝑎𝑝=𝜌 𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑

𝑊𝑠

𝑊𝑠𝑏 2.2

dengan :

ρap = massa jenis aktual (g/cm3)

ρliquid = massa jenis cairan (g/cm3)

Ws = Berat benda di udara (g)

Wsb = Berat benda di dalam air (g)

(Prasetya, Irawan, & Ourbandono, 2012)

2. True density

Kepadatan dari sebuah material padat tanpa adanya

void atau porositas yang terdapat di dalamnya.

Didefinisikan sebagai perbandingan massanya

terhadap volume sebenarnya (g/cm3). True density

dihitung dengan persamaan berikut.

𝜌𝑡ℎ=

100

%𝐴𝑙𝜌 𝐴𝑙

+ %𝑓𝑒𝜌 𝑓𝑒

+ %𝐶𝑢𝜌𝐶𝑢

+ 𝑒𝑡𝑐 2.3

ρth = massa jenis teori (g/cm3)

%Al, % fe, etc = % berat unsur (%)

ρ Al, ρ fe, etc, = massa jenis unsur (g/cm3)

(Prasetya, Irawan, & Ourbandono, 2012)

(ASTM B311-93, 2002)

2.11. Desain Eksperimen Taguchi

Desain eksperimen Taguchi merupakan salah satu

bagian dari banyaknya desain eksperimen yang biasa

digunakan dalam melakukan eksperimen atau

percobaan. Metode Taguchi diperkenalkan oleh Dr.

Genichi Taguchi (1940) yang merupakan metodologi

baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk

memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat

menekan biaya dan resources seminimal mungkin

Sasaran metode Taguchi adalah menjadikan produk

robust terhadap noise, karena itu sering disebut

sebagai Robust Design. (Fitria, 2009)

2.12. Analysis of Varians (ANOVA)

Analisis variansi dikenal juga analisis ragam. Menurut

Ritonaga (1987:216) analisis ragam adalah suatu

metode yang membagi bagi eksperimen ke dalam

beberapa bagian, bagian mana yang dapat dibagi

berdasarkan sumber, sebab atau faktor. Penggunaan

ragam ini pertama kali dikembangkan oleh R.A Fisher

dalam laporannya tahun 1923, bila ragam dipahami

sebagai kuadrat disimpangan baku dari suatu variabel

X, σ2, analisis ragam dalam kenyataannya tidak

membagi ragam ini kedalam bagian­bagian, tetapi

membagi jumlah kuadrat simpangan, dalam

bagian­bagian tertentu. Bagian bagian inilah yang

digunakan dalam tes signifikansi data dalam

penelitian. (Fitria, 2009)

Analisis Varians pada metode Taguchi digunakan

sebagai metode statistik untuk menginterpretasikan

data­data hasil percobaan. Analisis Varians adalah

teknik perhitungan yang memungkinkan secara

kuantitatif mengestimasikan kontribusi dari setiap

faktor pada semua pengukuran respon. Analisis

varians yang digunakan pada desain parameter

berguna untuk membantu mengidentifikasikan

kontribusi faktor sehingga akurasi perkiraan model

dapat ditentukan. (Fitria, 2009)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Page 5: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

5

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1 Mengenali Permasalahan

Permasalahan pokok dari penelitian ini yaitu

perbaikan kualitas dalam hal cacat porositas untuk

produk Nozzle Cup.

3.2.2 Identifikasi dan Pengumpulan Riwayat Produk

Identifikasi dan pengumpulan riwayat produk

digunakan sebagai pembanding perlakuan proses yang

nantinya akan dilakukan ketika perbaikan.

3.2.3 Identifikasi Cacat

Berikut adalah hasil identifikasi cacat coran yang

terjadi pada benda:

1. Cacat terjadi di dalam tuangan, terlihat setelah

proses pemesinan

2. Lokasi cacat tersebar acak dan cenderung berada

pada daerah atas benda

3. Ukuran cacat relatif besar

4. Permukaan cacat cenderung halus walaupun

terlihat agak kasar.

5. Terlihat secara visual

6. Sebagian berbentuk bulat, sebagian berbentuk

memanjang

Kemudian ciri-ciri dari cacat yang didapat dari hasil

identifikasi dilakukan verifikasi untuk menentukan

jenis cacat yang terjadi dengan mencocokan ciri-ciri

atau karakteristik cacat benda dengan ciri-ciri cacat

pada literatur.

Karakteristik cacat blow

hole menurut IPIS Casting

Defect

Karakteristik cacat

Gas Defect menurut

AFS Casting Defect

Handbook

1. Berada dalam tuangan

2. Berbentuk spherodial

dalam bentuk besar

3. Rongga lembut

4. Penempatan berada

mendekati permukaan

tuangan dibawah inti

atau undercut

5. Berada pada bagian

tebal tetapi berdindig

tipis

6. Sering ditemani

kotoran

1. Rongga berbentuk

sperical, rata atau

memanjang

2. Berada pada tempat

yang biasa gas

terjebak

3. Berada dalam

benda

4. Terletak didaerah

permukaan benda

5. Ukuran ada yang

besar ada yang

kecil

Dari hasil pencocokan ciri-ciri atau karakteristik maka

cacat yang terjadi pada benda bisa teridentifikasi dan

ditentukan bahwa cacat benda termasuk kedalam cacat

porositas gas.

3.2.4 Analisis Sumber Cacat

Berdasarkan hasil identifikasi jenis cacat yang

ditentukan adalah porositas gas. Maka untuk bisa

melakukan perbaikan perlu ditelusuri penyebab

terjadinya cacat tersebut. Berikut pada Gambar

3.2 dijelaskan faktor yang sering menyebabkan

terjadinya porositas gas. Faktor tersebut

dijelaskan dalam bentuk diagram sebab akibat

atau fishbone diagram.

Dari faktor penyebab-penyebab pada diagram sebab

akibat maka perbaikan dapat dilakukan. Perbaikan

yang dilakukan yaitu pada faktor penyebab yang

diberikan tanda lingkaran merah. Dimana

kemungkinan penyebab itulah yang bisa dilakukan

perbaikan untuk saat ini. Adapun perbaikan yang

dilakukan yaitu:

- Faktor jenis pengikat pasir cetak diperbaiki dengan

mencoba memvariasikan jenis pasir cetak yang

digunakan.

- Faktor metalurgi dan proses peleburan diperbaiki

dengan mencoba memvariasikan jumlah deoksidasi

aluminium.

- Faktor proses penuangan diperbaiki dengan

mencoba memvariasikan temperatur tuang cairan.

- Faktor rancangan coran diperbaiki dengan merubah

rancangan coran.

3.2.5 Menentukan Desain Eksperimen Yang

Digunakan.

Desain ekperimen yang digunakan yaitu desain

Taguchi dengan pertimbangan dapat memperbaiki

kualitas dengan menekan biaya proses penelitian.

3.2.6 Menentukan Faktor Respon Dan Metode

Pengukurannya.

Faktor respon dari penelitian ini yaitu nilai porositas.

Nilai porositas ini diambil dari hasil perhitungan

dengan membandingkan apparent density (massa

jenis aktual benda) dengan true density (massa jenis

benda secara teori).

3.2.7 Menentukan Faktor Tetap, Faktor Kendali, Dan

Faktor Noise.

Faktor faktor ini ditentukan berdasarkan identifikasi

sebab akibat dari permasalahan yang telah dilakukan

dalam tahapan sebelumnya. Adapun faktor-faktor

tersebut adalah:

Faktor tetap : Rancangan Coran.

Tabel 3.1 Karakteristik cacat coran porositas

Gambar 3.2 Diagram sebab akibat untuk cacat porositas gas

Porositas Gas

Proses Penuangan Jenis Pengikat Pasir Cetak dan Inti

Metalurgi dan Proses Peleburan Cetakan

Temperatur tuang yang terlalu

rendah atau terlalu tinggi

Penuangan yang tidak konstan

Menghasilkan gas yg banyak

didalam cetakan

Permeabilitas pasir

yang rendah

Rendahnya temperatur sinter pasir

Permeabilitas yang kurang baik

Compactbility yang terlalu tinggi

Cetakan terlalu lama disimpan

Holding yang terlalu lama

pada temperatur tinggi diatas

1600oC

Banyak gas didalam cairan akibat bahan yang jelek

Perancangan Coran

Turbulensi

cairan

Jumlah tingkatan pada

cetakan bertingkat yang

terlalu banyak

Page 6: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

6

Faktor kendali : Jenis Pasir, Temperatur Penuangan,

dan Jumlah Deoksidasi Aluminium.

Faktor noise (tidak terkendali) : Waktu penuangan,

variabilitas bahan, kesalahan manusia, dll.

Untuk menangani faktor noise ini maka diantisipasi

dengan cara melakukan pengulangan percobaan

(replikasi) sebanyak tiga kali.

3.2.8 Menentukan Level Dari Faktor Tetap dan

Faktor Kendali.

Faktor tetap yang digunakan yaitu rancangan coran

yang diperlihatkan pada Gambar 3.3 dan 3.4.

Sementara untuk faktor kendali yaitu divariasikan 2

level masing-masing faktor kendali.

Penambah Saluran

Masuk

Saluran

Terak

Diamter penambah

= 40 mm

a = 25 mm a = 25

Tinggi Penambah =

60 mm

b = 8 h = 35

c =10 p = 250

Saluran Turun Cawan Tuang Leher

Penambah

D1 = 30 D = 80 a = 20 mm

D2 = H = 20 b = 10 mm

H = 75 c = 20 mm

3.2.9 Pemilihan Orthogonal Array (OA).

Berikut tabel orthogonal array L4(23) yang

digunakan dengan kombinasi sesuai Tabel 3.6.

Percobaan Faktor

A B C

1 1 1 1

2 1 2 2

3 2 1 2

4 2 2 1

(Fitria, 2009)

3.2.10 Melakukan Percobaan

Percobaan dilakukan dalam proses pengecoran logam

secara umum mulai dari pembuatan cetakan,

peleburan, perlakuan deoksidasi aluminium,

penuangan, pembongkaran, dan pemisahan benda dari

sistem saluran dan penambah.

a. Pembuatan cetakan

Pembuatan cetakan dilakukan dengan proses cetakan

tangan dengan menggunakan dua jenis pasir yang

berbeda sesuai level yang telah ditentukan. Jumlah

cetakan yaitu 36 cetakan dengan masing-masing

cetakan memiliki empat cavity. Cetakan terdiri dari 18

cetakan dengan pasir CO2 dan 18 cetakan dengan

pasir pepset dengan kedua jenis cetakan ini tidak

dilakukan pengovenan. Masing-masing cetakan

disusun menjadi cetakan bertingkat dengan tiga

tingkatan tiap masing-masing cetakan bertingkat.

b. Peleburan

Proses peleburan dilakukan menggunakan tanur

induksi frekuensi menengah kapasitas 250 kg dengan

daya 200.000 watt. Semua bahan yang telah disiapkan

sesuai hasil perhitungan peramuan komposisi

dimasukan kedalam tanur secara bertahap untuk

hingga mendapatkan cairan logam SCH 13 sesuai

standar komposisi. Pengujian komposisi dilakukan

dengan mesin (OES) Optical Emission Spectrometry.

c. Perlakuan Deoksidasi Aluminium dan Penuangan

Proses perlakuan deoksidasi aluminium dilakukan di

ladel kapasitas 50 kg saat tapping sebelum

penuangan. Dilakukan sesuai level yang ditentukan

dalam percobaan. Proses penuangan dilakukan secepat

mungkin dengan menjaga penuh cawan tuang. Tiap

percobaan dilakukan dalam satu kali tapping. Pada

Tabel 3.5 menjelaskan penggunaan aluminium pada

saat proses deoksidasi.

Perco

baan

Penua

ngan

Kapasitas

Ladel

Persentase

Aluminium

Jumlah

Aluminium

1 1 50 kg ± 5 kg 0.2 % 100 gram ±

10 gram

2 3 50 kg ± 5 kg 0.3 % 100 gram ±

10 gram

3 2 50 kg ± 5 kg 0.3 % 100 gram ±

10 gram

4 4 50 kg ± 5 kg 0.2% 100 gram ±

10 gram

d. Pembongkaran, pemisahan benda dengan

penambah dan sistem saluran serta pemisahan

sampel sesuai percobaan

Proses pembongkaran dilakukan dengan mesin shake

out kemudian dilanjutkan pemotongan dengan mesin

gerinda.

Level Temperatur Tuang (oC)

Level 1 1510-1550

Level 2 1551-1590

Level Jumlah Deoksidasi Aluminium (%)

Level 1 0.2 %

Level 2 0.3 %

Level Jenis Pasir

Level 1 Pasir CO2 Proses

Level 2 Pasir Pepset

Tabel 3.4 Orthogonal array L4(23)

Tabel 3.2 Variasi level tiap faktor

1 2

3 4

Tabel 3.5 Jumlah aluminium (Al) saat proses deoksidasi

Gambar 3.3 Rancangan coran Nozzle Cup

Tabel 3.3 Tabel dimensi sistem saluran Nozzle

Cup

Page 7: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

7

3.2.11 Melakukan Pengujian Visual Dan Analisis

Data Kualitas Coran

Pengujian kualitas dilakukan secara visual kemudian

dilakukan analisis data sederhana untuk menentukan

apakah ada dampak atau timbulnya masalah cacat

baru dari hasil percobaan.

3.2.12 Melakukan Pengujian Porositas

Pengujian porositas dilakukan dengan cara

perhitungan yang membandingkan kedua densitas

yaitu apparent density dan true density. Perhitungan

dapat dilakukan dengan adanya data komposisi aktual

dengan massa jenis untuk menghitung true density

dihitung dengan Persamaan (3.1) atau dihitung dari

densitas benda yang diambil dari sampel benda yang

benar benar pejal tanpa porositas dihitung dengan

Persamaan (3.2). Kemudian perhitungan apparent

denstity dilakukan dengan mengetahui berat benda di

udara dan berat benda didalam air dihitung dengan

Persamaan (3.2). Sedangkan untuk menghitung nilai

persentase porositas menggunakan persamaan (3.3).

Gambar 3.5 menjelaskan skema dalam pengambilan

data berat sampel di udara dan berat benda melayang

didalam air.

𝜌𝑡ℎ=

100

%𝐴𝑙𝜌 𝐴𝑙

+ %𝑓𝑒𝜌 𝑓𝑒

+ %𝐶𝑢𝜌𝐶𝑢

+ 𝑒𝑡𝑐 3.1

𝜌𝑎𝑝=𝜌 𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑

𝑊𝑠

𝑊𝑠𝑏 3.2

dengan :

ρap = massa jenis aktual (g/cm3)

ρliquid = massa jenis cairan (g/cm3)

Ws = Berat benda di udara (g)

Wsb = Berat benda di dalam air (g)

%𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 1 − 𝜌𝑎𝑝

𝜌𝑡ℎ ∗ 100 % (3.3)

(Prasetya, Irawan, & Ourbandono, 2012)

3.2.13 Melakukan Analisis Data Hasil Pengujian

Porositas

Analisis data dilakukan secara bertahap dengan

menggunakan metode-metode analisis sebagai

berikut.

a. Analisis data sederhana untuk melihat data

porositas yang paling bagus.

b. Analisis Taguchi yaitu analisis efek dari rata-rata

(mean effect) dan ANOVA untuk melihat faktor

faktor yang berpengaruh

3.3. Material Dan Peralatan Penelitian

Material dan peralatan yang digunakan yaitu peralatan

umum pada proses pengecoran logam. Berikut

material dan peralatan yang digunakan yang

diklasifikasikan kedalam proses yaitu:

1. material dan peralatan cetakan

2. material dan peralatan proses peleburan

3. material dan peralatan penuangan

4. material dan peralatan proses pembongkaran dan

penggerindaan

5. material dan peralatan pengujian porositas

4. HASIL PENELITIAN

4.1. Data dan Analisis Visual Hasil Percobaan

Percobaan yang dilakukan menghasilkan produk

coran sebanyak 144 buah, dimana setiap percobaan

terdiri dari 36 sampel produk. Adapun data kuliatas

hasil inspeksi visual menghasilkan cacat dalam grafik

berikut.

Gambar 3.4 Skema penimbangan

Untuk pengukuran porositas

13.19%

1.40%4.20%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

Porositas uncomplete sambungan dingin

Persentase Cacat Coran

25%38.80%

8.33% 2.77%0%

20%

40%

60%

Percobaan 1

Percobaan 2

Percobaan 3

Percobaan 4

Persentase Cacat Tiap Percobaan Pada Nozzle Cup

Gambar 4.2 Persentase cacat Nozzle Cup tiap percobaan

Gambar 4.1 Persentase cacat coran

GPersentase cacat Nozzle Cup tiap percobaan

Page 8: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

8

Data hasil inspeksi visual menunjukan bahwa hasil

percobaan memberikan dampak cacat yang lain selain

porositas gas yaitu cacat uncomplete, sinter,

sambungan dingin dan cacat dimensi. Dampak cacat

ini memberikan dampak positif dan negatif terhadap

nilai cacat pada produk sebelumnya. Nilai cacat sinter

menunjukan persentase yang paling besar dengan nilai

18.75%, nilai ini lebih besar dari cacat sinter pada

produk sebelumnya yang hanya 1.89%. Namun cacat

ini masih bisa diperbaiki karena tidak merusak fungsi

dari benda. Sehingga peningkatan cacat ini bisa

diabaikan walaupun perlu dikaji lebih lanjut.

Sedangkan nilai cacat uncomplete menurun dari nilai

10.33% menjadi 1.4%. Dan untuk cacat lainnya

mengalami peningkatan seperti porositas gas sebesar

13.19%, sambungan dingin sebesar 4.2%, dan dimensi

sebesar 3.5% jika dilihat dari hasil pengecekan

kualitas coran secara visual. Dilihat dari nilai cacat

yang tidak bisa ditoleransi nilai cacat yaitu sebesar

18.75 %. Nilai ini lebih besar dari nilai cacat produk

Nozzle Cup yang tidak bisa ditoleransi sebelumnya

yaitu sebesar 16.14% sehingga belum bisa dikatakan

jumlah cacat menurun melainkan meningkat sebesar

2.61 % jika dibandingkan dari nilai cacat hasil

pengecekan kualitas coran secara visual. Pada Gambar

4.3 memperlihatkan cacat yang terjadi pada benda

hasil percobaan.

Untuk jumlah cacat porositas gas secara keseluruhan

masih belum bisa dibandingkan apakah hasil

percobaan ini menurunkan jumlah cacat porositas gas

atau sebaliknya karena belum diketahui jumlah cacat

dari hasil proses pemesinan. Kualitas coran hasil

proses pemesinan ini akan menentukan jumlah cacat

yang terjadi pada percobaan yang dilakukan sehingga

dapat menentukan apakah percobaan yang dilakukan

menurun jumlah kegagalan produk atau sebaliknya

meningkatkan jumlah kegagalan produk.

Nilai persentase cacat yang diberikan tanda kuning

adalah cacat yang tidak bisa diperbaiki. Jika dilihat

dari nilai persentase cacat dari jumlah total benda

yang dibuat maka yang paling tinggi yaitu cacat

porositas gas. Nilai persentase cacat lain selain cacat

porositas gas bernilai cukup kecil sehingga fokus

dari penelitian ini masih pada porositas gas.

4.2. Data dan Analisis Hasil Pengujian

Porositas

Dari hasil analisis data sederhana yang disajikan pada

Gambar 4.4 nilai persentase porositas tiap cavity

terlihat tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan

perbedaan letak atau posisi cavity tidak memberikan

dampak signifikan terhadap besar kecilnya nilai

porositas. Sedangkan jika dilihat dari nilai porositas

tiap percobaan dan tiap layer perbedaan porositas

terlihat signifikan.

Nilai porositas layer 3 dari rata-rata layer adalah nilai

paling kecil porositasnya dan layer 1 adalah nilai yang

paling tinggi porositasnya. Jika dilakukan analisis

pada layer 1, nilai porositas yang besar itu

dikarenakan pengaruh jarak tempuh yang jauh,

turbulensi yang besar, dan kesulitan gas keluar dalam

cetakan pada layer 1 yang menyebabkan banyak gas

yang terjebak dan memicu terjadinya porositas gas.

Hal itu berbanding terbalik dengan layer 3. Sedangkan

perbedaan nilai porositas pada percobaan ini

dikarenakan pengaruh faktor –faktor pada percobaan

tersebut.

Jika dilihat sebaran nilai porositas perlayer pada setiap

percobaan maka percobaan ke 3 dan ke 4 adalah

percobaan yang nilai porositas perlayernya tidak

signifikan. Lebih jelas dijelaskan pada Gambar 4.5.

9.67%

5.20%

3.19%

5.98%5.84% 6.61%

5.66%

10.46% 10.48%

2.07%1.07%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

1 2 3 4

Rata-rata per layerRata-rata per CavityRata-rata per Percobaan

Rata-Rata Porositas

a b

Gambar 4.3

Cacat yang

terjadi pada

benda hasil

percobaan.

a. Cacat

sambungan

dingin

b. Cacat

uncomplete

c. Cacat

uncomplete

d. Cacat sinter

c d

Gambar 4.4 Persentase porositas

16.21 15.86

4.26

2.37

9.17

9.92

1.140.56

6.02

5.65

0.82 0.280.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.00

percobaan 1

percobaan 2

percobaan 3

percobaan 4

Layer 1Layer 2Layer 3

Sebaran nilai porositas

Pe

rsen

tase

Gambar 4.5 Persentase sebaran porositas

Page 9: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

9

Nilai porositas perlayer terkecil yaitu pada percobaan

4 dengan nilai yang tidak terlalu signifikan mulai

dari 2.37 % di layer 1, 0.56% di layer 2, dan 0.28 %

di layer 3.

Untuk melihat faktor yang berpengaruh dalam

percobaan, maka dilakukan analisis efek dari rata-

rata (mean effect) dan ANOVA. Berikut hasil dari

analisis.

Pada Gambar 4.6 kemiringan yang sangat curam

yaitu jenis pasir. Sehingga jenis pasir dikatakan yang

berpengaruh sementara dua faktor lain terlihat tidak

memberikan pengaruh yang signifikan. Maka

rancangan usulan yang bisa ditetapkan yaitu jenis

pasir level 2, sementara faktor lain menghasilkan

selisih yang kecil sehingga belum bisa dipastikan

berpengaruh. Maka perlu dilakukan analisis dengan

ANOVA untuk melihat pengaruhnya.

Berikut pada Tabel 4.2 penyajian dalam tabel

ANOVA.

Dilihat dari nilai P-value pada Tabel 4.2 maka faktor

yang berpengaruh hanya jenis pasir dengan nilai P-

value (2.5x10-7

) lebih kecil dari batasan nilai P-value

atau α (0.05) yang diberikan pada tingkat kepercayaan

95%. Artinya hipotesis nol untuk pasir ditolak.

Sedangkan nilai P-value dari temperatur tuang

(0.404709) lebih besar dari batasan nilai P-value atau

α (0.05) yang diberikan pada tingkat kepercayaan

95%. Sama halnya dengan nilai P-value dari

deoksidasi aluminium (0.394218), nilainya lebih besar

dari batasan P-value atau α (0.05) yang diberikan pada

tingkat kepercayaan 95%. Dengan kata lain hipotesis

nol untuk faktor temperatur tuang dan deoksidasi

aluminium diterima. Berdasarkan hal tersebut dapat

diperoleh faktor yang berpengaruh adalah jenis pasir.

Hal tersebut memberikan keputusan yang sama

dengan keputusan dari nilai F dimana jika nilai F

hitung lebih besar dari F teori maka dikatakan

berpengaruh begitupun sebaliknya.

Hasil perhitungan ANOVA memberikan nilai pasti

dengan tingkat kepercayaan 95% terhadap analisis

efek rata-rata (mean effect) yang telah dilakukan

sebelumnya. Hasil analisis Taguchi menghasilkan

prediksi usulan rancangan terbaik. Usulan rancangan

terbaik adalah pasir level 2 (jenis ikatan pepset).

Sedangkan untuk temperatur tuang dan deoksidasi

aluminium dapat menggunakan level 1 atau level 2.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari proses semua pengolahan data dalam penelitian

ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil identifikasi benda dan cacat

coran maka cacat yang terjadi pada produk Nozzle

Cup sebelum dilakukan perbaikan yaitu cacat

porositas gas.

2. Berdasarkan percobaan dan analisis data secara

statistik maka nilai porositas paling rendah yaitu

pada percobaan ke-empat sebesar 1.07% dengan

kombinasi percobaan jenis pasir pepset,

temperatur tuang pada range 1551oC-1590

oC dan

jumlah deoksidasi sebanyak 0.2%.

3. Berdasarkan percobaan dan analisis data secara

statistik maka faktor jenis pengikat pasir sangat

memperlihatkan pengaruh terhadap nilai porositas

yang terjadi pada produk Nozzle Cup dengan

persentase kontribusi sebesar 96.31%. Sedangkan

faktor temperatur dan deoksidasi aluminium

belum memperlihatkan pengaruh terhadap nilai

porositas.

4. Berdasarkan hasil analisis data maka usulan

rancangan perbaikan sementara yaitu:

a. Penggunaan faktor jenis pasir dengan perlakuan

tanpa pengovenan yang paling baik digunakan

yaitu pasir level 2 (pepset).

b. Pengunaan temperatur tuang sementara dapat

menggunakan level 1 (1510oC - 1550

oC) dan atau

level 2 (1551oC-1590

oC).

c. Penggunaan deoksidasi aluminium sementara

dapat menggunakan level 1 (0.2%) dan atau level

2 (0.3%).

ANOVA

Source of Variation SS Df MS F

Jenis Pasir 237.488 1 237.488 250.416

Temperatur Tuang 0.734 1 0.734 0.774

Deoksidasi Aluminium 0.769 1 0.769 0.811

Error 7.590 8 0.948

Total 246.581 11

Source of Variation P-value F crit Α % K

Jenis Pasir 2.5 x 10-7 5.317 0.05 96.31

Temperatur Tuang 0.404709 5.317 0.05

Deoksidasi Aluminium 0.394218 5.317 0.05

Error

Gambar 4.6 Efek dari rata-rata

Tabel 4.1 Tabel ANOVA pengaruh jenis pasir,

temperatur tuang dan deoksidasi aluminium

10.471

1.573

6.269

5.7755.769

6.275

0.0001.0002.0003.0004.0005.0006.0007.0008.0009.000

10.00011.00012.000

CO2 Pepset 1515-1550 1551-1590 0.20% 0.30%

Efek Rata-rata

efek rata-rata

rata-rata (6.02)

Page 10: KAJIAN PENGARUH JENIS PASIR, TEMPERATUR TUANG, DAN

10

5.2. Saran

1. Lakukan uji vertifikasi terhadap usulan

rancangan untuk meyakinkan usulan rancangan

benar-benar menghasilkan kualitas yang baik

dengan tingkat kepercayaan 95 %.

2. Dalam penelitian ini pengaruh temperatur dan

deoksidasi aluminium belum terlihat

dikarenakan jumlah variasi faktor atau level

yang sedikit. Oleh karena itu untuk dapat

melihat dan mempelajari pengaruh dua faktor

tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan menggunakan variasi level lebih banyak.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

bisa menetapkan faktor jenis pasir mana yang

paling baik untuk proses Nozzle Cup jika

dilakukan proses pengovenan pada proses

pembuatan cetakan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] ASTM B311-93. (2002). Test Method for

Density Determination for Powder Metallurgy

(P/M) Materials Containing Less Than Two

Percent Porosity. ASTM.

[2] Campbell, J. (2003). The New Metallurgy Of

Cast Metal Castings. London: Replika Press

Pvt. Ltd.

[3] Campbell, J., & Harding, R. A. (1994).

Solidification Defects in Castings. TALAT

Lecture 3207 , 1-29.

[4] Casting Defect Handbook. (2001). American

Foundry Society.

[5] Davis, J. R. (1998). Metals Handbook Desk

Edition. ASM International.

[6] Fitria, N. (2009). Analisis Metode Desain

Eksperimen Taguchi Dalam Optimasi

Karakteristik Mutu. 28-48.

[7] GmbH., Developed by Institut für

Gießereitechnik and DK Recycling und

Roheisen. (2003). Casting Defect. Germany.

[8] google. (n.d.). picture gravity sand casting.

Retrieved August 5, 2014, from google:

http://www.emeraldinsight.com/content_image

s/fig/1560050305001.png

[9] (1980). Heat Resisting Steel Castings. In JIS

Handbook (pp. 1750-1755). Intsig.com.

[10] Kassie, A. A., & Assfaw, S. B. (2013).

Minimization of Casting Defects. IOSR Journal

of Engineering (IOSRJEN) , 36.

[11] Köppen, J. B. (1999). Manual Of Casting

Defect. S&B Industrial Minerals, GmbH &

Co.KG.

[12] Monroe, R. (2005). Porosity In Castings. AFS

Transactions , 1-8.

[13] Porter, M. (2000). Gas Burners for Forges,

Furnaces, Kilns.

[14] Prasetya, C., Irawan, Y. S., & Ourbandono, T.

(2012). Pengaruh Jumlah Saluran Masuk Pada

Pengecoran Impeller Turbin Crossflow

Terhadap Cacat Permukaan dan Porositas. 4.

[15] Steel Casting Handbook Supplement 9 High

Alloy Data Sheets Heat Series. (2004). Steel

Founders 'Society of America.

[16] Stefanescu, D., & dkk. (2001). In A.

Handbook, ASM Handbook Volume 15 Casting

(pp. 484, 497, 471, 199, 200). America: ASM

INTERNATIONAL Handbook Committe.

[17] Stefnescu, D. M. (1988). Design Consideration.

In ASM Handbook Volume 15 Casting (pp.

1248, 1257, 1268 – 1270, 1277, 1280 - 1290.).

[18] Surdia, T. (2000). Teknik Pengecoran Logam.

Jakarta: PT Pradnya Paramita.

[19] V.V.Mane, d. (n.d.). New Approach to Casting

Defects Classification and Analysis Supported

by Simulation . 12.

[20] Wikipedia. (n.d.). Casting defect. Retrieved juli

16, 2014, from Wikipedia:

http://en.wikipedia.org/wiki/Casting_defect

[21] Wikipedia. (n.d.). Sand Casting. Retrieved Juli

15, 2014, from wikpedia website:

http://en.wikipedia.org/wiki/Sand_casting#Co

mponents

[22] Yang, K., & El-Haik, B. S. (2009). Design For

Six Sigma A Roadmap For Product

Development. New York: Mc Graw Hill.