kajian peluang aplikasi produksi bersih di industri kelapa...

125
KAJIAN PELUANG APLIKASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI KELAPA SAWIT Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Perbaungan, Sumatera Utara SKRIPSI PANJI MAULANA F34080002 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: vukiet

Post on 13-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

KAJIAN PELUANG APLIKASI PRODUKSI BERSIH

DI INDUSTRI KELAPA SAWIT Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

Perbaungan, Sumatera Utara

SKRIPSI

PANJI MAULANA

F34080002

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

i

STUDY OF CLEANER PRODUCTION IMPLEMENTATION IN PALM OIL INDUSTRY A CASE STUDY AT PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

UNIT USAHA ADOLINA - PERBAUNGAN, NORTH SUMATERA

Panji Maulana, Tajuddin Bantacut, Suprihatin Departement of Agroindustry, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University,

IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone/Fax : 62 251862 5088, 62 251862 1974

ABSTRACT

Palm oil mill is one of the most important industries that supporting the Indonesian’s economy in vacancy of employment, the provision of industrial raw materials, development, and sources of national revenue from non-gas sector. Palm oil mill produces CPO (Crude Palm Oil) and PKO (Palm Kernel Oil). Environmental pollution is one of consequence from palm oil mill that needs special concern. This condition can make a dangerous effect for human and environment. Cleaner production is one of the efforts to improve effectiveness, efficiency of the process, and minimize waste. This research identifies the alternatives recommended of cleaner production in palm oil mill using the case study of palm oil mills at PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. The focus of the analysis is done by looking at the financial aspects of the implementation of the recommended alternative. Determination of priorities to be carried out by AHP (Analytical Hierarchy Process) from experts. The analysis showed that implementation of recommended alternative provide some benefits. The application of good house-keeping will give financial gain Rp. 1.8941 billion/year, process modification will provide Rp. 0.2843 billion/year, and on-site reuse of Rp. 1.6934 billion/year. Alternative assessment of AHP seen from technical factors, economic, and environmental. The priority of alternative that will be implemented are optimization Standar Operational Procedure (0.179), efficiency of water use (0.167), good operating procedures (0.152), use of palm oil mill effluent as biogas (0.152), optimizing the utilization of EFB (0.116), FFA controlling (0.104), collecting split oil by making condensate pond (0.083), and the last is preventing contaminant of FFB (0.046). Keywords: palm oil industry, cleaner production, analytical hierarchy process

ii

PANJI MAULANA. F3408002. Kajian Peluang Aplikasi Produksi Bersih Di Industri Kelapa Sawit. Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara. Di bawah bimbingan Tajuddin Bantacut dan Suprihatin. 2013

RINGKASAN

Agroindustri kelapa sawit menghasilkan minyak kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit atau PKO (Palm Kernel Oil). Total produksi minyak sawit dunia pada November 2012 telah mencapai 52,32 juta ton dan didominasi Indonesia mencapai 51,59%. Data tersebut menunjukkan produksi minyak sawit dunia terus meningkat yang berarti permintaan minyak sawit dunia terus bertambah. Produksi minyak sawit di Indonesia sendiri pada akhir tahun 2012 telah mencapai 28,00 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan telah mencapai 6,30%. Permintaan ekspor bahkan telah mencapai 19,60 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 9,50%. Permintaan CPO dunia mengakibatkan kemajuan teknologi pengolahan CPO yang secara tidak langsung berpengaruh pada hasil samping yang dihasilkan. Pencemaran pada lingkungan hidup merupakan masalah dunia yang akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak karena dapat menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan. Salah satu sistem penanganan dan pengolahan limbah yang dilakukan yaitu EOP (End of Pipe). EOP adalah sistem pengolahan lingkungan yang dilakukan setelah limbah terbentuk. Model pendekatan penanganan seperti ini hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Selain itu model pengelolaan lingkungan dengan penerapan EOP hanya bereaksi setelah limbah terbentuk. Untuk mengatasi hal tersebut maka model produksi bersih (cleaner production) dapat diterapkan sebagai pemecahan masalah. Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alternatif-alternatif potensi untuk penerapan produksi bersih, mengevaluasi kelayakan tindakan alternatif secara teknik, ekonomi, dan lingkungan, menentukan pilihan terbaik dari alternatif, memformulasikan rekomendasi perencanaan dan penerapan produksi bersih, serta menentukan pilihan alternatif terpilih pelaksanaan produksi bersih dengan metode kualitatif berupa AHP (Analytical Hierarchy Process) dari para pakar yang berkompeten dalam bidang perkelapa sawitan sebagai pendukung keputusan. Metode pelaksanaan kajian ini yaitu tahapan persiapan, pengumpulan data primer dan sekunder, mengidentifikasi proses produksi dan limbah yang dihasilkan, penentuan potensi alternatif secara teknik, lingkungan, dan analisis finansial. Konsep produksi bersih direkomendasikan sebagai upaya untuk memberikan keuntungan dalam hal teknik, ekonomi, dan lingkungan untuk perusahaan atau industri pengelola kelapa sawit. Pada penelitian ini direkomendasikan tiga teknik produksi bersih yang dilaksanakan yaitu good house-keeping, modifikasi proses, dan on site reuse. Alternatif terpilih dari teknik good house-keeping yaitu optimasi penegasan SOP, tata cara operasi yang baik, efisiensi pengunaan air, pengendalian asam lemak bebas, dan upaya pencegahan kontaminan pada buah. Alternatif terpilih dari teknik modifikasi proses dilakukan dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat. Untuk teknik on site reuse dilakukan dengan pemanfaatan limbah cair sebagai biogas dan pemanfaatan losses tandan kosong kelapa sawit pengganti pupuk organik. Penerapan good house-keeping yang direkomendasikan mampu menghasilkan penerimaan untuk industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.894.118.036 per tahun. Aplikasi modifikasi proses menghasilkan penerimaan tambahan sebesar Rp. 248.355.091 per tahun. Dan untuk penerapan teknik produksi

iii

bersih on site reuse (pemanfaatan limbah) menghasilkan penerimaan kepada industri kelapa sawit yaitu sebesar Rp. 1.693.941.992 per tahun. Jika dilihat dari skala prioritas tertinggi berdasarkan penilaian AHP (Analytical Hierarchy Process), maka alternatif terpilih yang direkomendasikan untuk dilaksanakan berturut-turut yaitu optimasi penegasan standar operasional prosedur, efisiensi penggunaan air, tata cara operasi yang baik, pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif biogas, optimasi pemanfaatan tandan kosong sebagai pengganti pupuk, pengendalian asam lemak bebas dengan pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk, pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat, dan pencegahan kontaminasi pada buah.

iv

KAJIAN PELUANG APLIKASI PRODUKSI BERSIH

DI INDUSTRI KELAPA SAWIT

Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

Perbaungan, Sumatera Utara

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PANJI MAULANA

F34080002

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

v

Judul Skripsi : Kajian Peluang Aplikasi Produksi Bersih di Industri Kelapa Sawit. Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara Nama : Panji Maulana NIM : F34080002

Menyetujui,

Mengetahui:

Ketua Departemen,

NIP. 19621009 198903 2 001 (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

Tanggal lulus:

Pembimbing II,

(Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin) NIP. 19631221 199003 1 002

Pembimbing I,

(Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc.) NIP 19590503 198703 1 001

vi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Kajian Peluang Aplikasi Produksi Bersih di Industri Kelapa Sawit : Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara adalah hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, MSc. dan Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin dan belum diajukan pada perguruan tinggi dan Instansi manapun dan dimana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013 Yang membuat pernyataan Panji Maulana F34080002

vii

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,

mikrofilm, dan sebagainya

viii

BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Dolok Merangir, Sumatera Utara pada tanggal 15 Januari

1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir dari

pasangan Bapak Heriadi dan Ibu Dharmawaty Sinaga. Pendidikan formal

ditempuh penulis di SD Negeri 091598 Dolok Merangir pada tahun 1996-

2002, SLTP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar pada tahun 2002-2005, dan SMA

Negeri 1 Dolok Batu Nanggar pada tahun 2005-2008. Setelah lulus SMA,

penulis lalu melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dan

kemudian diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

angkatan 45 dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan non-akademik

ekstrakampus diantaranya Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan

(IMMAM), Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN), Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dalam organisasi tersebut Alhamdulillah penulis

diberikan amanah untuk menjabat sebagai Pengurus Divisi Keagamaan IMMAM periode 2009-

2010, Staff Departemen Human Resource Development HIMALOGIN IPB periode 2009-2010,

Wakil Ketua BEM Fateta IPB Kabinet Totalitas Reaksi periode 2010-2011, dan Kepala Bidang

Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Komisariat Fakultas Teknologi Pertanian

IPB (Fateta IPB) periode 2010-2011. Selama aktif di organisasi, penulis sering terlibat dalam

kepanitiaan dan berbagai acara yang diselenggarakan baik di IPB maupun di luar IPB. Penulis

pernah mengikuti program Praktik Lapangan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha

Adolina, Perbaungan- Sumatera Utara pada tahun 2012.

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitiaan dan penyusunan skripsi yang berjudul Kajian Peluang Aplikasi Produksi Bersih di Industri Kelapa Sawit : Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Perbaungan, Sumatera Utara. Tak lupa pula shalawat beriring salam atas junjungan Tauladan Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak Juni 2012 sampai dengan September 2012 di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Perbaungan-Sumatera Utara. Penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari semua pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. selaku pembimbing utama dan Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin selaku pembimbing kedua, yang dengan sangat sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Endang Warsiki, M.T. selaku dosen penguji yang memberikan perbaikan dan saran yang membangun dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev., Fitri Efendi, S.T., dan Ir. Solahuddin yang telah bersedia menjadi responden dalam pengisian kuisioner AHP (Analytical Hierarchy Process).

4. Ir. Eka Priari selaku Manajer Unit di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

5. Seluruh karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang telah banyak membagi ilmu dan pengalamannya.

6. Mamak, Abah, kedua saudaraku, Azhari Praja Kesuma dan Muhammad Tomy Andrian serta keluarga besar Alm. Awalludin Tha’ib dan Alm. J. Sinaga yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

7. Tori, Teguh, Dody, Ida, Niza, Rosyid, Dhani, Yudha, Anton, Dolly, Melisa dan teman-teman TIN IPB terutama TIN 45 seperjuangan atas dukungan dan doa, serta sarannya. Teman-teman IMMAM Medan, IkanMas Siantar, wisma mahameru, dan markas Grawida buat dukungannya.

8. Pihak lain yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih memerlukan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian khususnya dalam bidang industri kelapa sawit serta bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Maret 2013

Panji Maulana

x

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar............................................................................................................................ ix Daftar Tabel................................................................................................................................ xii Daftar Gambar ............................................................................................................................ xiii Daftar Lampiran ......................................................................................................................... xiv I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1 1.2. Tujuan ............................................................................................................................... 2 II. Tinjauan Pustaka 2.1. Tanaman Kelapa Sawit ..................................................................................................... 3 2.2. Minyak Sawit ................................................................................................................... 6 2.3. Limbah Industri Kelapa Sawit ........................................................................................... 9 2.4. Produksi Bersih ................................................................................................................ 11 III. Metodologi 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................................................... 16 3.2. Tahap Penelitian dan Pengumpulan Data ........................................................................... 16 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................................ 18 IV. Gambaran Umum Perusahaan 4.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................................................. 19 4.2. Letak Geografis ................................................................................................................ 19 4.3. Luas Lahan ....................................................................................................................... 20 4.4. Struktur Organisasi ........................................................................................................... 20 4.5. Ketenagakerjaan ............................................................................................................... 22 4.6. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...................................................... 23

4.7. Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001-2008) dan Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001-2004) ............................................................................................................. 23

4.8. RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) .................................................................... 23 4.9. Sistem Pengupahan ........................................................................................................... 24 V. Aspek dan Dinamis Peneraan Produksi Bersih 5.1. Penanganan Bahan Baku ................................................................................................... 25 5.2. Proses Produksi (Minyak dan Inti Sawit) ........................................................................... 27 5.3. Penanganan Limbah Yang Diterapkan ............................................................................... 36 5.4. Analisis Aplikasi Produksi Bersih ..................................................................................... 41 VI. Implikasi Operasional Perusahaan 6.1. Penegasan Standar Operasional Prosedur .......................................................................... 61 6.2. Efisiensi Penggunaan Air .................................................................................................. 62 6.3. Tata Cara Operasi yang Baik ............................................................................................ 62 6.4. Pemanfaatan LCPKS Sebagai Biogas ................................................................................ 63 6.5. Optimasi Pemanfaatan Tandan Kosong ............................................................................. 64 6.6. Pengendalian Asam Lemak Bebas ..................................................................................... 65 6.7. Pengutipan Minyak ........................................................................................................... 65 6.8. Pencegahan Kontaminasi Pada Buah ................................................................................. 67

xi

VII. Kesimpulan dan Saran 7.1. Kesimpulan ...................................................................................................................... 68 7.2. Saran ................................................................................................................................ 68 Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 69 Lampiran ................................................................................................................................. 74

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Taksonomi tanaman kelapa sawit ...................................................................................... 3 Tabel 2. Ciri-ciri buah Dura, Pisifera, dan Tenera .......................................................................... 5 Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawitTabel 4. Standar Nasional Indonesia tentang syarat mutu minyak dan inti sawit ............................. 7

............................................. 7

Tabel 5. Standar kualitas minyak sawit .......................................................................................... 8 Tabel 6. Kandungan hara limbah padat kelapa sawit ...................................................................... 9 Tabel 7. Kualitas limbah cair (inlet) pabrik kelapa sawit ................................................................ 10 Tabel 8. Tahap proses, fungsi, dan limbah pengolahan kelapa sawit ............................................... 11 Tabel 9. Jumlah tenaga kerja Unit Usaha Adolina 2012 ................................................................. 22 Tabel 10. Derajat kematangan buah ............................................................................................... 25 Tabel 11. Data analisis limbah cair pabrik kelapa sawit .................................................................. 38 Tabel 12. Hasil pemantauan pengukuran emisi gas buang pabrik kelapa sawit ................................ 40 Tabel 13. Hasil pengujian udara ambient pabrik kelapa sawit ......................................................... 40 Tabel 14. Hasil uji kadar kotoran terhadap buah yang jatuh ............................................................ 42 Tabel 15. Losses minyak terikut tandan kosong ............................................................................. 48 Tabel 16. Nutrisi dalam tandan kosong ........................................................................................... 49 Tabel 17. Kesetaraan nilai biogas dengan beberapa bahan bakar ..................................................... 54 Tabel 18. Komposisi biogas .......................................................................................................... 54 Tabel 19. Emisi metana dan produksi limbah cair pabrik kelapa sawit Tabel 20. Penentuan penilaian prioritas produksi bersih ................................................................. 57

........................................... 55

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ........................................................... 3 Gambar 2. Penampakan buah kelapa sawit .................................................................................... 4 Gambar 3. Penampakan varietas buah kelapa sawit ........................................................................ 5 Gambar 4. Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia ....................................... 6 Gambar 5. Produksi dan volume ekspor CPO di Indonesia ............................................................. 8 Gambar 6. Teknik pelaksanaan produksi bersih ............................................................................. 15 Gambar 7. Penampakan pabrik kelapa sawit Unit Usaha AdolinaGambar 8. Letak geografis Unit Usaha Adolina dalam google map dan peta .................................. 20

................................................... 19

Gambar 9. Siklus perebusan tiga puncak (tripple peak) .................................................................. 30 Gambar 10. Neraca massa stasiun perebusan ................................................................................. 31 Gambar 11. Neraca massa stasiun penebahan ................................................................................ 32 Gambar 12. Neraca massa stasiun pengempaan .............................................................................. 33 Gambar 13. Neraca massa stasiun pemurnian ................................................................................ 35 Gambar 14. Neraca massa stasiun pabrik biji ................................................................................. 36 Gambar 15. Struktur kimia pembentukan asam lemak pada minyak ............................................... 43 Gambar 16. Desain pembuatan pintu manhole ............................................................................... 50 Gambar 17. Statistik pemakaian air ................................................................................................ 51 Gambar 18. Struktur hierarki dalam pembobotan pakar .................................................................. 58 Gambar 19. Hasil AHP dengan Expert Choice 2000 ...................................................................... 59

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit ...................................................................... 74 Lampiran 2. Diagram alir penelitian ............................................................................................ 75 Lampiran 3. Kuisioner AHP (Analytical Hierarchy Process) ....................................................... 76 Lampiran 4. Flowsheet proses produksi pabrik kelapa sawit ........................................................ 82 Lampiran 5. Standar (norma) di pabrik pengolahan ..................................................................... 83 Lampiran 6. Denah pengolahan limbah (fat fit - kolam anaerobik) .............................................. 84 Lampiran 7. Permasalahan dan alternatif produksi bersih pabrik kelapa sawit .............................. 85 Lampiran 8. Sistem penjadwalan waktu panen dan efisiensi penggunaan truk ............................. 91 Lampiran 9. Pembuatan kolam penampung air kondensat ............................................................ 96 Lampiran 10. Pemanfaatan losses tandan kosong dan minimasi buah terikut tandan kosong... ...... 102 Lampiran 11. Penghematan penggunaan air ................................................. ................................ 104 Lampiran 12. Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas .............................. ..... 105 Lampiran 13. Hasil perhitungan konsitensi AHP setiap kriteria....................................................... 107

1

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Agroindustri memegang peranan penting dalam menopang perekonomian Indonesia baik dalam penyerapan tenaga kerja, penyediaan bahan baku industri, serta pembangunan dan pendapatan daerah hingga nasional dari sektor non gas. Pada era globalisasi seperti saat ini, peranan sektor pertanian berupa keterkaitan agronomi, agroindustri, dan agrobisnis sangat penting untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang lebih baik. Salah satu bentuk agroindustri yaitu industri kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit atau PKO (Palm Kernel Oil). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah salah satu jenis tanaman dari famili palma yang dapat tumbuh di dataran rendah beriklim tropis basah yang dapat menghasilkan minyak sawit (Pahan, 2006). Minyak kelapa sawit yang dihasilkan ini yang menjadi andalan Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif untuk budidaya tanamana kelapa sawit. Berdasarkan data statistik Indeks Mundi USDA (2012) total produksi CPO dunia pada November 2012 telah mencapai 52,32 juta ton dan didominasi Indonesia mencapai 51,59% dan disusul Malaysia yang mencapai 35,35% sebagai negara produsen CPO. Dari data tersebut menunjukkan produksi CPO dunia terus meningkat yang berarti permintaan CPO dunia terus bertambah. Produksi CPO di Indonesia pada pertengahan November 2012 telah mencapai 27,00 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 6,30%. Permintaan ekspor bahkan telah mencapai 19,10 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,11%. Permintaan CPO dunia mengakibatkan kemajuan teknologi pengolahan CPO yang secara tidak langsung berpengaruh pada hasil samping yang dihasilkan. Pencemaran pada lingkungan hidup merupakan masalah dunia yang akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan pencemaran dapat menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan. Salah satu penanganan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan agar limbah yang dibuang aman bagi manusia dan lingkungan. Penanganan limbah seperti ini dikenal dengan sistem EOP (End of Pipe). Dalam penerapan EOP masih sering didapatkan kendala seperti adanya efek samping berupa terbentuknya limbah padat (sludge) dan emisi gas yang bersifat polutan. Sehingga model pendekatan penanganan seperti ini seakan-akan hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya (Bapedal, 1996). Wibowo (1996) menambahkan bahwa penerapan EOP hanya bereaksi setelah limbah terbentuk. Selain itu upaya perbaikan kerusakan dan pencemaran akibat limbah yang terbentuk membutuhkan biaya yang tinggi. Untuk mengurangi hal-hal yang kurang menguntungkan dari penerapan EOP, maka pendekatan produksi bersih (cleaner production) dapat diterapkan sebagai pemecahan masalah. Produksi bersih adalah sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan merupakan salah satu industri kelapa sawit di Indonesia yang menghasilkan CPO. Industri ini menghasilkan limbah padat, cair, dan gas sebagai hasil samping dalam pengolahannya. Limbah-limbah yang dihasilkan ini dapat diminimasi untuk mengurangi biaya pengolahannya. Kebutuhan akan produksi bersih dirasakan

2

sangat perlu untuk diterapkan dengan upaya pencegahan, minimasi, dan memanfaatkan kembali (reuse) terhadap limbah yang terbentuk. Kautsar (2006) menyebutkan alternatif good house-keeping, tata cara operasi yang baik, dan modifikasi proses adalah salah satu alternatif produksi bersih yang harus dilakukan di industri kelapa sawit. Alternatif good house-keeping dilakukan dengan melakukan penutupan kebocoran, pengadaan SOP penyimpanan dan penanganan bahan, pengutipan buah tercecer, dan pemasangan peringatan. Alternatif tata cara operasi yang baik dilakukan dengan pelaksanaan pengawasan dan penambahan SOP. Modifikasi proses dilakukan dengan membuat kolam penampung air kondensat. Nanda (2010) menambahkan alternatif produksi bersih di Industri kelapa sawit bisa dilakukan dengan pemanfaatan kembali effluent pada hydrocylone dan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Dengan penerapan alternatif yang akan disajikan, maka industri kelapa sawit diharapkan tidak hanya mengutamakan dalam hal keuntungan saja, tapi juga menunjukkan kepedulianya terhadap lingkungan (sustainbility system). Konsep produksi bersih direkomendasikan sebagai upaya memberikan keuntungan dalam hal teknik, ekonomi, dan lingkungan untuk perusahaan terkait dan industri pengelola kelapa sawit lainnya.

1.2. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mempelajari konsep produksi bersih dan penerapannya dalam industri kelapa sawit. b. Menganalisis alternatif-alternatif potensi untuk penerapan produksi bersih di setiap stasiun

proses industri kelapa sawit. c. Menentukan tindakan dari alternatif terpilih yang harus dilakukan sebagai upaya penerapan

produksi bersih di industri kelapa sawit. d. Menganalisis finansial dari investasi penerapan produksi bersih di industri kelapa sawit. e. Menentukan pilihan terbaik dari alternatif terpilih pelaksanaan produksi bersih di industri

kelapa sawit dengan AHP (Analytical Hierarchy Process) dari para pakar. f. Rekomendasi perencanaan pelaksanaan produksi bersih.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TANAMAN KELAPA SAWIT Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada masa Pemerintahan Belanda pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor. Pada waktu itu bernama s’Lands Plantentuin Buitenzorg dimana benihnya didatangkan dari Inggris (Pahan, 2006). Yoseph Hooker di tahun 1876 mencoba menanam 700 bibit tanaman kelapa sawit di Labuhan Deli-Sumatera Utara, namun sepuluh tahun berikutnya semua tanaman kelapa sawit ini ditebang habis dan diganti dengan tanaman kelapa. Budidaya tanaman kelapa sawit kemudian dilanjutkan pada tahun 1911 oleh seorang berkebangsaan Jerman, Schadt dengan mendirikan perkebunan kelapa sawit di Tanah Deli-Sumatera Utara. Pada tahun yang sama Andrien Hallet seorang berkebangsaan Belgia juga mendirikan perkebunan kelapa sawit di Pulau Raja Asahan-Sumatera Utara dan Sungai Liput-NAD. Tahun berikutnya perkebunan kelapa sawit semakin berkembang pesat khususnya di Pulau Sumatera. Penampakan tanaman kelapa sawit dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Sumber : LokerInside (2012) Perkembangan kelapa sawit sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk turunan minyak lainnya yang dihasilkan terus meningkat. Hal ini menjadi sesuatu hal yang penting bagi devisa negara dalam perdagangan minyak di Indonesia dan dunia. Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil yang termasuk palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani elaion atau minyak. Sedangkan nama spesies guineensis berasal dari Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Giunea (Ketaren, 1996). Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Taksonomi tanaman kelapa sawit Tingkat Taksonomi Klasifikasi

Kingdom Plantae Divisi Embryophita Siphonagama Kelas Angiospermae Ordo Monocotyledonae Famili Arecaceae Sub famili Cocoideae Genus Elaeis Spesies Elaeis guineensis Jacq.

Sumber : Lubis (2008)

4

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting yang menghasilkan minyak nabati. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daratan rendah di daerah tropis basah. Daerah tropis basah berarti tanaman ini sangat cocok di Indonesia tepatnya di sepanjang garis khatulistiwa antara 23,50 LU sampai 23,50

LS. Kelapa sawit yang umum dibudidayakan di indonesia berspesies Elaeis guineensis Jacq. dan Elaeis oleifera. Spesies Elaeis guineensis Jacq. mempunyai kemampuan produksi yang lebih tinggi dibandingkan Elaeis oleifera. Namun spesies Elaeis oleifera memiliki tanaman yang lebih rendah sehingga lebih muda dipanen. Hingga saat ini para ahli terus melakukan penelitian untuk menyilangkan dua spesies ini.

Persyaratan tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik menurut Pahan (2006) yaitu daerah yang memiliki curah hujan ≥ 2. 000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode bulan kering (‹100 mm/bulan) tidak lebih dari tiga bulan. Temperatur atau suhu siang hari rata-rata 29-330C dan malam hari 22-240

a. Kelapa sawit adalah tanaman palmae yang bisa terus menghasilkan buah produktif lebih dari 10 tahun lebih.

C. Selain itu matahari bersinar sepanjang tahun minimal 5 jam perhari dengan ketinggian area tidak lebih dari 500 mdpl dan kelembaban yang tinggi. Pardamean (2008) menyebutkan kelapa sawit merupakan tanaman monokotil (berbiji tunggal) yang dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah. Tanaman ini adalah salah satu tanaman yang dibudidayakan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar produksinya dapat dikeluarkan secara maksimal. Kelapa sawit dapat menghasilkan buah bernilai ekonomis. Hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :

b. Buah tersusun dalam sebuah tandan yang biasa disebut dengan TBS (Tandan Buah Segar) dan dalam satu pohon bisa menghasilkan 12-15 Tandan (Data Kantor Tanaman PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina).

c. Satu tandan tanaman dewasa beratnya mencapai 15-30 kg, tersusun dari 600-2.000 buah. d. Buah diambil minyaknya dan menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) sebesar 20-24% dan 6%

inti sawit yang menghasilkan PKO (Palm Kernel Oil) sebesar 3-4%. Buah kelapa sawit terdiri dari tiga bagian yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp. Eksokarp adalah lapisan kulit luar buah kelapa sawit yang keras dan licin. Lapisan ini berwarna hitam, ungu tua, atau hijau ketika buah masih muda dan berubah menjadi oranye, merah, atau kuning oranye ketika buah mulai matang. Mesokarp adalah lapisan daging buah yang mengandung minyak CPO dalam jumlah besar jika buah sudah masak. Sedangkan lapisan terakhir disebut dengan endokarp yang merupakan lapisan cangkang yang melindungi inti. Endokarp atau cangkang ini berwarna putih dan memiliki tekstur lunak ketika buah masih muda. Ketika buah sudah mulai masak, endokarp akan berubah menjadi keras dan berwarna merah (Sastrosayono, 2006). Penampakan bagian-bagian buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penampakan buah (a. eksokarp, b. mesokarp, dan c. endokarp).

Sumber : Fauziah (2011)

a

c b

5

Tipe tanaman kelapa sawit berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah dapat dibedakan menjadi dura, pisifera, dan tenera. Tipe dura memiliki ketebalan tempurung 2-8 mm, tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung, daging buah relatif tipis yaitu sekitar 35-50% dari buah brondol, dan kernel besar dengan kandungan minyak rendah. Jika dilakukan persilangan maka tipe dura dipakai sebagai pohon induk betina. Tipe pisifera memiliki ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir tidak ada, memiliki daging buah tebal dan lebih tebal dari daging buah dura, serta daging biji sangat tipis. Tipe ini tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan tipe ini biasanya dipakai sebagai pohon induk jantan. Dari kombinasi antara tipe dura dan pisipera akan menghasilkan tipe tenera yang menghasilkan tempurung tipis (0,5-4,0 mm). Pada tipe tenera terdapat lingkaran serabut sekeliling tempurung, daging buah sangat tebal (60-96% dari buah), dan menghasilkan tandan buah lebih banyak walaupun berukuran relatif lebih kecil. Tipe varietas buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Penampakan varietas buah kelapa sawit (Suprianto, 2010)

Naibaho (1996) menyebutkan bahwa kelapa sawit pada umumnya mengandung 67% daging buah, 23% tandan, dan 10% air dimana dalam pengolahan daging buah mampu menghasilkan 43% minyak kasar, 11% biji, dan 13% ampas. Setiap varietas tanaman kelapa sawit yang berbeda sudah pasti berbeda pula kandungan di dalamnya. Setiap varietas selalu memiliki ciri-ciri yang khas. Ciri-ciri yang khas tersebut meliputi ketebalan cangkang, persen cangkang, persen mesokarp, persen inti buah, dan kadar minyak yang terdapat didalamnya. Ciri-ciri dari varietas tanaman kelapa sawit tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ciri-ciri buah Dura, Pisifera, dan Tenera Komponen Dura Pisifera Tenera Ketebalan cangkang (mm) 2-5 Tidak ada 1-2 % Cangkang/buah 20-50 Tidak ada 3-20 % Mesokarp/buah 20-65 92-97 60-90 % Inti/buah 4-20 3-8 3-15 Kadar minyak Rendah Tinggi Sedang

Sumber : Naibaho (1996) Buah kelapa sawit mempunyai warna yang bervariasi dari ungu, merah, dan ada juga yang hitam. Warna yang bervariasi ini tergantung penggunaan bibit yang digunakan. Buah kelapa sawit akan membrondol pada tandan. Buah inilah yang akan menghasilkan minyak dimana dagingnya menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan intinya menghasilkan PKO (Palm Kernel Oil). Kandungan minyak akan bertambah seiring dengan kematangan buah. Setelah melewati fase matang maka kandungan asam lemak bebas akan meningkat. Semakin tinggi asam lemak bebas maka semakin menurun pula kualitas minyak yang dihasilkan. Oleh karena itu buah dipanen pada saat masa panen yang tepat, tidak mentah, dan juga tidak terlalu matang. Panen kelapa sawit didasarkan pada saat kadar minyak mesokarp mencapai maksimum dan kandungan asam lemak minimum. Kondisi ini

6

terjadi saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu dimana kriteria kematangan dapat dilihat dari warna kulit dan jumlah buah yang membrondol pada setiap tandan tanaman kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. Ekspansi lahan semakin luas untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan mencakup hampir seluruh provinsi di Indonesia. Menurut Pusat Data dan Informasi Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian (2012), terdapat lima provinsi yang memiliki area perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia berturut-turut Provinsi Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat. Luas lahan perkebunan di Indonesia berdasarkan Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2010 mencapai luasan 8,03 juta ha. Kepemilikan usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia dipegang oleh 3 stakeholder. Ketiga stakeholder tersebut yaitu perkebunan rakyat, perkebunan negara, dan perkebunan swasta nasional. Komposisi kepemilikan perkebunan dominan dikuasai oleh perkebunan swasta nasional, disusul perkebunan rakyat, dan perkebunan negara (BUMN). Penggunaan lahan untuk tanaman kelapa sawit ini akan terus meningkat seiring waktu dan kebutuhan minyak nabati dunia. Pulau yang paling luas area perkebunan kelapa sawitnya yaitu Pulau Sumatera. Pulau Kalimantan dan Papua merupakan pulau yang saat ini masih sedikit ditanami, namun daerah ini sangat berpotensi untuk ditumbuhi dan dikembangkan budidaya kelapa sawit. Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit (2006-2010) menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2012) disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia (juta ha) Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

2.2. MINYAK SAWIT Minyak sawit adalah suatu trigriserida yang merupakan senyawa gliserol dengan asam lemak yang berwarna kemerahan karena mengandung karotenoid (ẞ-Karotena), berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar, serta dalam keadaan yang segar mengandung kadar asam lemak bebas yang rendah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). Muchtadi (1992) mengartikan minyak sawit sebagai minyak yang diperoleh dari ekstraksi bagian mesokarp buah kelapa sawit (Elaies guineensis Jacq.) yang tidak mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak kelapa sawit mengandung trigliserida hampir 94% dan komponen-komponen lainnya seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipida dan glikolipida (Winarni, 2007). Trigliserida dapat berbentuk padat maupun cair. Hal ini bergantung

7

kepada komposisi asam lemak penyusunnya. Dalam minyak sawit terdapat banyak asam lemak (Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, 2007). Asam lemak adalah senyawa-senyawa alifatik dengan gugus berupa karboksil. Asam lemak merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak bersama-sama dengan gliserol dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak biasanya berbentuk bebas karena lemak yang terhidrolisis (biasa disebut dengan asam lemak bebas) dan ada juga asam lemak yang terikat sebagai gliserida. Komposisi asam lemak minyak dan inti sawit menurut Eckey (1955) berbeda-beda dan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

(persen) Minyak Inti Sawit

(Persen) Asam kaprilat - 3,0-4,0 Asam Kaproat - 3,0-7,0 Asam laurat - 46,0-52,0 Asam miristat 1,1-2,5 14,0-17,0 Asam palmitat 40,0-46,0 6,5-9,0 Asam stearat 3,6-4,7 1,0-2,5 Asam oleat 39,0-45,0 13,0-19,0 Asam linoleat 7,0-11,0 0,5-2,0

Sumber : Eckey (1955)

Produk minyak kelapa sawit mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak serta kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma, kejernihan, dan kemurnian produk. Asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) merupakan satu indikator penentuan mutu dari CPO dan PKO. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas maka mutu dari minyak yang dihasilkan semakin menurun.

Kelapa sawit bermutu prima (Special Quality) mengandung FFA tidak lebih dari 2%. Kelapa sawit dengan mutu standar mengandung tidak lebih dari 5% FFA. Sebagai negara produsen CPO terbesar dunia dan untuk keberlangsungan ekspor CPO, maka Indonesia memiliki standar untuk tetap menjaga kualitas dari minyak dan inti sawit yang dihasilkan. Standar Nasional Indonesia mutu minyak dan inti sawit disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Standar Nasional Indonesia tentang syarat mutu minyak dan inti sawit No Karakteristik Syarat Cara Pengujian

Minyak Sawit (SNI 01-2901-1992) 1 Warna Kuning jingga sampai

kemerah-merahan Visual

2 Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat), % bobot/bobot maks

5,00 BS 684-1958

3 Kadar kotoran, % bobot/bobot maks 0,05 SNI 01-3184-1992 4 Kadar air % bobot/bobot maks 0,45 BS 684-1958

Inti Sawit (SNI 01-0003-1987) 1 Asam lemak bebas (sebagai asam

palmitat), % bobot/bobot maks 5,00 SP.SMP-30-1975

(BS.684:1958) 2 Kadar kotoran, % bobot/bobot maks 0,05 SP.SMP-28-1975 3 Kadar air % bobot/bobot maks 0,45 SP.SMP-29-1975

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1987 dan 1992)

8

Pahan (2006) menambahkan bahwa untuk memastikan kualitas minyak hasil produksi perlu dilakukan pengecekan ulang mengenai tingkat kematangan buah dengan benar dan telah sesuai dengan standar. Terlaksananya persyaratan kematangan buah diharapkan menghasilkan produk minyak dan inti sawit menjadi baik dengan losses rendah. Dengan tercapainya nilai standar mutu minyak dan inti sawit maka secara tidak langsung akan dapat diketahui tingkat efektivitas dan efisiensi dari suatu pabrik kelapa sawit. Standar kualitas minyak sawit menurut Pahan (2006) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar kualitas minyak sawit No Karakteristik Batasan 1 Kadar asam lemak bebas (%) < 3,50

2 Kadar air (%) < 0,10

3 Kadar kotoran (%) < 0,01

4 DOBI (Deterioritation of Bleachability Index) > 2,40

Sumber : Pahan (2006) Permintaan CPO dunia terus bertambah. Produksi dunia hingga November 2012 telah mencapai 52,32 juta ton CPO (USDA, 2012). Indonesia sebagai negara penghasil terbesar CPO hingga November 2012 mampu menghasilkan 27,00 juta ton CPO atau sekitar 51,60 % dari total produksi dunia dan telah mengekspor 19,10 juta ton CPO. Rata-rata produktivitas terhadap lahan mencapai 2,73 ton CPO/ha pada tahun 2006-2010. Produktivitas diperkirakan akan terus meningkat karena permintaan minyak sawit juga terus meningkat karena kebutuhan dunia. Minyak sawit biasanya digunakan untuk memproduksi kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia dan industri pakan ternak. Kebutuhan minyak sawit yang berasal dari tanaman kelapa sawit hampir 90% digunakan untuk memproduksi bahan pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kokoa, kebutuhan industri roti, cokelat, es krim, biskuit, dan makanan ringan. Sedangkan kebutuhan 10% digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, alkohol lemak, gliserin dan metil ester. Oleokimia digunakan pada industri yang menghasilkan produk pangan, lemak, sabun, deterjen, kosmetik, produk perawatan pribadi, pelumas, minyak pengering, polimer, pelapis permukaan (coating), dan biofuel (Gelder, 2004). Pohon Industri tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1. Produksi dan volume ekspor CPO di Indonesia (2008-2012) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Produksi dan volume ekspor CPO di Indonesia (juta ton) Sumber : United States Departement of Agriculture (2012) [www.IndeksMundi.com]

Tahun

Volume CPO (juta ton)

9

2.3. LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT Limbah Industri kelapa sawit secara umum berdasarkan lokasi pembentukannya dibedakan menjadi dua tipe yaitu limbah hasil perkebunan dan limbah hasil pengolahan (Sa’id, 1994). Fauzi (2007) menyebutkan bahwa limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit dan digolongkan menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah padat yang dihasilkan dari industri kelapa sawit biasanya berasal dari proses penebahan, proses pengempaan dan pemecahan biji. Proses penebahan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong. Proses pengempaan menghasilkan ampas sedangkan proses pemecahan biji menghasilkan limbah padat berupa cangkang sawit. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan yang berasal dari sisa proses pengolahan. Berdasarkan nilai guna atau pemanfaatannya limbah padat dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah padat yang cukup besar dalam proses pengolahan CPO yaitu mencapai 22% dan dapat dimanfaatkan. Tandan kosong dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) perkebunan kelapa sawit. Ditjen PPHP (2006) menyebutkan bahwa cangkang yang dihasilkan pada pengolahan bisa mencapai 6,5%. Cangkang mengandung bahan organik yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan permasalahan yang cukup besar bagi lingkungan. Serabut atau serat yang juga dihasilkan dari proses pengolahan bisa mencapai 13% dari bobot TBS. Serat akan dihisap dan dibawa ke stasiun boiler, sedangkan biji akan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan inti. Pada stasiun pabrik biji, biji akan dipecah pada proses ripple mill dan mendapatkan hasil samping berupa cangkang. Inti akan dipisahkan dari cangkang, dicuci dan disimpan lebih lanjut pada hopper inti. Sedangkan cangkang yang terpisah akan dibawa ke stasiun boiler. Komposisi serat yang dihasilkan di stasiun pengempaan dan cangkang yang dihasilkan dari stasiun pabrik biji akan dijadikan sebagai bahan bakar unit boiler untuk menghasilkan uap. Sampai saat ini cangkang dan serat hanya dimanfaatkan oleh industri kelapa sawit sebagai bahan bakar utama boiler. Namun di sisi lain cangkang sebenarnya bisa dimanfaatkan ke bahan bakar kebutuhan rumah tangga seperti biopelet, sedangkan serat atau serabut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Menurut Ditjen PPHP (2006), bahwa setiap limbah padat kelapa sawit memiliki kandungan hara spesifik. Kandungan hara spesifik limbah padat kelapa sawit disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan hara spesifik limbah padat kelapa sawit

No Limbah Kelapa Sawit Kandungan atas dasar % berat kering

N P K Mg Ca 1 Batang pohon 0,488 0,047 0,699 0,117 0,194 2 Pelepah 2,380 0,157 1,116 0,287 0,568 3 Daun 0,373 0,066 0,873 0,161 0,295 4 Tandan kosong 0,350 0,028 2,285 0,175 0,149 5 Serat buah 0,320 0,080 0,470 0,020 0,110 6 Cangkang 0,330 0,010 0,090 0,020 0,020

Sumber : Ditjen PPHP (2006) Limbah cair pengolahan kelapa sawit berasal dari proses perebusan dan klarifikasi. Limbah cair yang dihasilkan langsung dialirkan melalui saluran yang diarahkan ke kolam pengolahan limbah. Kolam pengolahan limbah industri kelapa sawit terdiri atas kolam pendinginan (cooling pond), primary

10

anaerobic pond, secondary anaerobic pond, dan final pond. Limbah cair kelapa sawit mempunyai kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut dapat mengakibatkan beban pencemaran semakin besar karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan karena lumpur primernya berasal dari proses pemurnian (Sa’id, 1994). Lumpur yang dihasilkan pada proses pemurnian mengandung minyak dan lemak karena proses ekstraksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air. Kualitas limbah cair pabrik kelapa sawit harus sesuai dengan Baku Mutu Lingkungan yang ada pada setiap daerah dimana pabrik tersebut mengolah. Kualitas limbah cair (inlet) pada pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kualitas limbah cair (inlet) pabrik kelapa sawit

No Parameter

Lingkungan Satuan Rata-Rata Rata-Rata1 2

1 BOD mg/l 8.200-35.000 23.500-29.300 2 COD mg/l 15.103-65.100 49.000-63.600 3 TSS mg/l 1.330-50.700 26.500-45.400 4 Nitrogen Total mg/l 12-126 - 5 Minyak dan Lemak mg/l 190-14.720 - 6 pH mg/l 3,3-4,6 4,4-4,5

Sumber : 1Ditjen PPHP (2006) 2

Mahajoeno et al. (2008)

Limbah hasil pengolahan harus ditangani lebih lanjut untuk menghindari pengurangan kadar oksigen di dalam badan air yang menerimanya sebagai akibat dari terjadinya pemecahan bahan-bahan organik. Banyaknya zat pencemar dalam air, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air limbah tersebut. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan kehidupan mahluk hidup yang membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat pertumbuhannya. Limbah yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit dapat diminimasi dan dikurangi kadar pencemarannya. Jika kadar limbah telah diuji tingkat pencemarannya dan telah dinyatakan aman, maka pabrik kelapa sawit pada umumnya memanfaatkan limbah cair sebagai aplikasi lahan. Aplikasi lahan adalah upaya pemanfaatan hasil dari penanganan limbah secara biologis. Penanganan limbah secara biologis untuk aplikasi lahan cukup populer karena tergolong murah dalam operasi dan pemeliharaannya, tidak ada pembuangan ke badan air, tidak ada bau yang terlalu tidak sedap yang dapat mengganggu masyarakat, serta menyediakan air yang kaya unsur hara (Cortland Official 2012). Limbah gas yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit merupakan gas yang keluar dari cerobong ketel uap (boiler) dan gas hasil pembakaran solar dari generator set (genset). Gas yang dihasilkan oleh boiler pada industri kelapa sawit umumnya akan mengalami masa uji setiap enam bulan sekali oleh Bapedal daerah dimana industri tersebut mengolah. Parameter yang diuji adalah sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ammonia, hidrogen sulfida, hidrogen fluorida, klorin, hidrogen klorida, opasitas, dan partikulat. Hasil pengujian dari parameter tersebut dilakukan UPT Laboratorium Lingkungan BLH Daerah dan akan menjadi pedoman untuk menunjukkan apakah emisi udara yang dikeluarkan oleh PKS masih berada di Baku Mutu Lingkungan atau tidak. Limbah B3 industri kelapa sawit terdiri atas oli, accu bekas dari alat angkut forklift, besi, dan baja mesin yang telah rusak. Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun karena sifat dan konsentrasinya dalam jumlahnya. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung dapat

11

mencemarkan dan merusak sehingga dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (Kementrian Lingkungan Hidup, 2002). Limbah B3 yang dihasilkan biasanya dikumpulkan atau disimpan terlebih dahulu di tempat yang aman. Limbah B3 dapat dijual ke perusahaan pengumpul, pengolah, dan pengguna barang-barang bekas. Ada banyak potensi limbah yang dihasilkan di industri kelapa sawit. Oleh karena itu sangat penting dilakukan upaya untuk untuk meminimasinya. Sebelum meminimasi limbah yang terbentuk ada baiknya kita mengetahui limbah-limbah yang dihasikan dari setiap stasiun proses pengolahan kelapa sawit yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tahap proses, fungsi, dan limbah pengolahan minyak sawit No Stasiun Proses Fungsi Limbah/Pencemaran 1 Perebusan (Sterilization) a. Mempermudah

perontokan b. Mengurangi kadar air c. Inaktivasi enzim lipase

dan oksidase

Limbah cair panas dan kebisingan

2 Penebahan (Thressing) a. Memisahkan buah dari tandan. Tandan kosong dikirim ke hopper tandan kosong

Limbah padat dan kebisingan

3 Pengempaan 1. Pelumatan (Digesting) 2. Ekstraksi (Extraction)

a. Menghancurkan

daging buah b. Melepaskan sel yang

mengandung minyak a. Memisahkan minyak

daging buah dengan bagian lain

Kebisingan Limbah padat (serat yang bercampur dengan inti sawit) dan limbah cair panas

4 Pemurnian (Clarification) a. Membersihkan minyak dari kotoran lain

Limbah cair panas, limbah padat (sludge) dan kebisingan

Sumber : Kautsar (2006)

2.4. PRODUKSI BERSIH Produksi bersih adalah sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). UNIDO (2002) menambahkan definisi dari produksi bersih adalah salah satu strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu untuk diterapkan pada seluruh siklus produksi. Hal ini memiliki arti bahwa produksi bersih memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi, air, dan mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah. Dari tujuan tersebut produksi bersih juga dapat diartikan memiliki fokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Upaya pencegahan tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui

12

daur ulang. Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi perusahaan. Purwanto (2005) menyebutkan bahwa produksi bersih adalah tindakan pemakaian bahan baku, air, dan energi. Tindakan ini dilakukan untuk pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimasi terciptanya limbah. Sedangkan Oginawati (2010) menyebutkan produksi bersih sebagai upaya penerapan yang terus-menerus pada suatu strategi pengelolaan lingkungan yang saling terkait dan pencegahan terhadap proses, produk, dan jasa untuk meningkatkan ekoefisiensi. Istilah produksi bersih mulai diperkenalkan oleh UNEP (United Nations Environment Program) pada bulan Mei 1989 dan diajukan secara resmi pada bulan September 1989 pada seminar The Promotion of Cleaner Production di Canterbury, Inggris (Indrasti dan Fauzi, 2009). Beberapa kata kunci yang perlu dicermati dalam produksi bersih adalah pencegahan (preventive), terpadu, terus-menerus (sustainable) dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Dalam strategi pengelolaan lingkungan melalui pendekatan produksi bersih, segala upaya dilakukan untuk mencegah dan menghindari terbentuknya limbah. Keterpaduan dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya aspek yang terlibat seperti sumber daya manusia, teknik teknologi, finansial, manajemen dan lingkungan. Suatu keberhasilan atau pencapaian target pengelolaan lingkungan bukan merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi input bagi siklus upaya pengelolaan lingkungan berikutnya. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan, pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah, dan memperkuat daya saing produk di pasar internasional. Indrasti dan Anas (2009) menyebutkan bahwa ada lima prinsip pokok dalam pelaksanaan produksi bersih. Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih meliputi :

a. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta resikonya terhadap manusia.

b. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.

c. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap, dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik dari pihak pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia industri (industriawan). Selain itu juga, perlu diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan.

d. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan serta manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.

e. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada pengaturan secara command control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku.

13

Sebelumnya juga telah disebutkan UNEP (1999) bahwa prinsip pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah yaitu 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery). Kementerian Lingkungan Hidup (2003) menambahkan bahwa prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih telah ada dalam Kebijakan Nasional dan biasa dikenal dengan 5R (Re-think, Reuse, Reduction, Recovery, dan Recycle). Prinsip-prinsip pokok dalam pelaksanaan produksi bersih tersebut adalah sebagai berikut :

a. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulnya limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk.

b. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi bahwa perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan. Oleh karena itu harus dipahami dengan benar analisis daur hidup produk. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap, dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat, maupun kalangan usaha

c. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulnya limbah pada sumbernya.

d. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia, atau biologi.

e. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika, kimia, dan biologi.

f. Recovery/Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia, dan biologi.

Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5 R, namun perlu diberikan tekanan penting bahwa inti utamanya pada pencegahan dan pengurangan. Strategi Elimination, Re-think, dan Reduce masih ada kemungkinan menghasilkan pencemar atau limbah. Hal inilah perlu dilakukan strategi berikutnya (Reuse, Recycle, dan Recovery) sebagai suatu strategi tingkatan pengelolaan limbah. Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan (Purwanto, 2005).

Menurut Afmar (1999) ada beberapa teknik pelaksanaan produksi bersih antara lain teknik daur ulang dan pengurangan pada sumber. Teknik daur ulang merupakan suatu upaya penggunaan kembali limbah dalam berbagai bentuk, diantaranya dikembalikan lagi ke proses semula, bahan baku pengganti untuk proses produksi lain, dipisahkan untuk diambil kembali bagian yang bermanfaat, dan diolah kembali sebagai produk samping. Walaupun daur ulang limbah cenderung efektif dari segi biaya dibanding pengolahan limbah, ada hal yang harus diperhatikan yaitu bahwa proses daur ulang limbah harus mempertimbangkan semua upaya pengurangan limbah pada sumber telah dilakukan. Pengurangan pada sumber merupakan pengurangan atau eliminasi limbah pada sumbernya. Upaya-upaya yang dilakukan dalam pengurangan pada sumber ini meliputi :

a. Perubahan produk. Perancangan ulang produk, proses, dan jasa yang dihasilkan sehingga akan terjadi perubahan produk, proses, dan jasa. Perubahan ini dapat bersifat komprehensif maupun radikal. Dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu subsitusi produk, konservasi produk, dan perubahan komposisi produk.

14

b. Perubahan material input. Perubahan material input dilaksanakan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau digunakan dalam proses produksi sehingga dapat menghindari terbentuknya limbah B3 dalam proses produksi. Perubahan material input ini akan mempengaruhi proses dan bahan yang dihasilkan, sehingga limbah pun dapat diminimasi.

c. Volume buangan diperkecil. Cara-cara yang dapat dilakukan dalam usaha memperkecil volume buangan yaitu perlakuan pemisahan. Pemisahan limbah dilakukan untuk memisahkan limbah yang bersifat racun dan berbahaya dengan limbah yang tidak beracun. Teknologi yang digunakan untuk mengurangi volume limbah sekaligus menaikan jumlah limbah yang dapat diolah kembali (on site reuse).

d. Perubahan teknologi. Perubahan teknologi mencakup modifikasi proses dan peralatan. Tujuannya untuk mengurangi limbah dan emisi. Perubahan teknologi dapat dilaksanakan mulai dari yang sederhana dalam waktu singkat dan biaya yang murah sampai perubahan yang memerlukan investasi tinggi. Pengeluaran biaya yang tinggi untuk memodifikasi peralatan akan diimbangi dengan adanya penghematan bahan, kecepatan produksi, dan menurunnya biaya pengolahan limbah.

e. Penerapan operasi yang Baik (good house-keeping). Praktik operasi yang baik (good house-keeping) adalah salah satu pilihan pengurangan pada sumber, mencakup tindakan prosedural, administratif atau institusional yang dapat digunakan di perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah. Penerapan operasi ini melibatkan unsur-unsur seperti pengawasan terhadap prosedur-prosedur operasi loss prevention, praktek manajemen, segregasi limbah, perbaikan penanganan material, dan penjadwalan produk.

Tujuan Program produksi bersih pada industri kelapa sawit ini adalah pengurangan ceceran di setiap unit proses, penggunaan air, pengurangan pencemaran kegiatan produksi serta peningkatan kesadaran dan partisipasi aktif karyawan dalam melaksanakan upaya produksi bersih. Teknik produksi bersih pada berbagai alternatif industri kelapa sawit biasanya berupa good house-keeping dan modifikasi proses. Alternatif pertama merupakan suatu upaya pengendalian operasional suatu kegiatan yang bersifat prosedural, administratif, institusional, dengan tujuan untuk mengurangi terbentuknya limbah. Selain upaya pengendalian operasional, teknik dalam melihat potensi dari penerapan produksi bersih limbah kelapa sawit adalah dari segi modifikasi proses. Upaya pengurangan volume dan kualitas limbah dapat dilakukan dengan memodifikasi peralatan yang ada pada unit proses, seperti penambahan dan penggantian sebagian peralatan proses. Modifikasi proses yang dilakukan biasanya terjadi pada proses di stasiun perebusan karena pada proses perebusan ini umumnya terjadi final effluent diatas standar. Modifikasi proses yang dilakukan pada proses perebusan ini biasanya dilakukan dengan membuat kolam penampung air kondesat (Kautsar, 2006). Teknik produksi bersih dapat dilihat pada Gambar 6.

15

Gambar 6. Teknik pelaksanaan produksi bersih (USAID, 1997)

Daur ulang

TEKNIK PRODUKSI BERSIH

Pencegahan sumber pencemar

Penggunaan kembali

1. Pengambilan

ke proses asal 2. Penggantian

bahan baku untuk proses lain

Pengendalian sumber pencemar

Penggunaan kembali

Diproses untuk : 1. Mendapatkan

kembali bahan asal

2. Memperoleh produk samping

Penggunaan kembali

1. Pengambilan

ke proses asal 2. Penggantian

bahan baku untuk proses lain

Mengubah material input

1. Pemurnian

material 2. Penggantian

material produksi

Mengubah teknologi

1. Pengubahan

proses 2. Pengubahan

tata letak, peralatan, dan perpipaan

Tata cara operasi

1. Tindakan prosedural 2. Pencegahan kehilangan 3. Pemisahan aliran limbah 4. Peningkatan penanganan

material 5. Penjadwalan produksi

16

III. METODE PENELITIAN

3.1. KERANGKA PEMIKIRAN Strategi pengelolaan lingkungan dalam suatu industri pada awalnya mengacu pada pendekatan kapasitas daya dukung. Hal ini tidak dapat diterapkan lagi dikarenakan sangat memerlukan biaya yang cukup tinggi. Kemudian konsep strategi pengolahan pada industri berubah menjadi konsep EOP (End of Pipe), yaitu suatu strategi pemecahan masalah dengan mengolah limbah yang terbentuk sehingga kualitas lingkungan dapat ditingkatkan. Namun pada kenyataan konsep ini juga kurang efektif karena limbah tetap terbentuk. Penerapan konsep ini berarti hanya bereaksi setelah limbah terbentuk dan tetap memerlukan biaya teknologi pengolahan limbah yang cukup tinggi dalam upaya perbaikan kerusakan dan pencemaran (Bapedal, 1996). Upaya pengelolaan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan dari industri kelapa sawit dilakukan terus-menerus. Konsep pengelolaan mulai mendekati suatu konsep dengan upaya pencegahan. Konsep ini biasa lebih dikenal dengan produksi bersih. UNEP (1999) mendefenisikan produksi bersih adalah sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Pelaksanaan produksi bersih dilakukan dengan mengenalkan konsep dasar atau prinsip-prinsip produksi bersih kepada perusahaan. Kajian langsung di lapangan dilakukan untuk melihat potensi-potensi kemungkinan penerapan produksi bersih untuk diterapkan. Selain itu juga dilakukan dengan pengamatan dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan. Hasil dari lapangan akan dijadikan alternatif yang akan diolah dalam hal kelayakan teknis, ekonomi, maupun lingkungannya dan yang akan menjadi rekomendasi untuk perusahaan dalam pelaksanaan produksi bersih.

3.2. TAHAPAN PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA 3.2.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan ini merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan awal penelitian. Tahapan ini juga dilakukan dengan mempelajari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan. Referensi dan literatur didapat dari artikel, jurnal ilmiah, buku, laporan administrasi perusahaan yang berkaitan dengan tema dan penelitian yang dilakukan, serta internet. 3.2.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber data dengan menggunakan metode wawancara secara langsung dan tidak langsung. Wawancara dilakukan dengan pihak manajemen perusahaan di bagian P2K3 (Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang mengetahui dari aspek perkebunan, pengolahan, hingga sistem pengiriman CPO. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, dan data di industri kelapa sawit bagian pengolahan PKS (Pabrik Kelapa Sawit), perkebunan, dan penggudangan.

17

3.2.3. Identifikasi Proses Produksi dan Analisis Limbah Tahapan identifikasi proses produksi dilakukan dengan menetapkan input produksi, teknologi proses produksi, output produksi dan perhitungan neraca massa pada setiap stasiun proses. Dari setiap proses produksi tersebut kemudian dilakukan analisis terbentuknya limbah. Selain itu juga dilakukan pengkajian karakteristik secara kuantitas limbah yang dihasilkan setiap proses untuk mempermudah penentuan alternatif produksi bersih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.2.4. Penentuan Alternatif Produksi Bersih secara Teknik, Ekonomi, dan Lingkungan Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan alternatif pelaksanaan produksi bersih yaitu potensi keuntungan pelaksanaan ditinjau dari segi ekonomi, penataan peraturan, peningkatan keselamatan tempat kerja, kemudaan pengadaan teknologi, estimasi biaya investasi, pemeliharaan, fleksibilitas proses produksi terhadap kemungkinan perubahan yang dilakukan, kemungkinan timbulnya permasalahan pada unit lain, dan kemungkinan kegagalan dalam penerapan produksi bersih. Dari data proses produksi dan analisis limbah yang telah didapatkan sebelumnya, maka dapat dilakukan penentuan alternatif pelaksanaan produksi bersih didasarkan pada aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Aspek teknik dilihat dari kemudahan dalam segi teknik pengolahan dalam alternatif yang dipilih. Aspek ekonomi dilihat dengan estimasi biaya dan kemungkinan penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan produksi bersih dan estimasi pengelolaan lingkungan industri kelapa sawit. Aspek lingkungan dilihat dari dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan jika mengambil alternatif yang dipilih. Analisis ekonomi (financial) akan dilakukan dengan mengevaluasi kelayakan ekonomis (cashflow analysis) untuk melihat apakah alternatif penerapan produksi bersih yang diajukan dapat diterapkan atau tidak dengan membandingkan finansial pengeluaran dan penerimaan setiap tahunnya. Analisis finansial yang dilakukan meliputi penghitungan nilai Net Present Value (NPV), Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dam Internal Rate of Return (IRR).

a. Net Present Value (NPV)

Bt

C : Benefit atau penerimaan pada tahun ke-t (Rp)

t

t : Tahun proyek yang sedang berlangsung : Cost atau biaya pada tahun ke-t (Rp)

i : Discount rate (%) Jika NPV ≥ 0, proyek layak untuk dilaksanakan. Jika NPV < 0, proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

b. Pay Back Period (PBP)

t1

t : Tahun saat kumulatif cashflow mulai bernilai positif

2

Kumulatif cashflow1 = kumulatif cashflow mulai bernilai positif : Tahun saat kumulatif cashflow bernilai negatif

Kumulatif cashflow1 = kumulatif cashflow bernilai negatif

18

c. Net B/C

NPVB-C

NPVpositif : Selisih NPV benefit dan NPV cost yang bernilai positif

B-C

Jika Net B/C ≥ 1, proyek layak untuk dilaksanakan. negatif : Selisih NPV benefit dan NPV cost yang bernilai negatif

Jika Net B/C < 1, proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

d. Internal Rate of Return (IRR)

i1

i : Discount rate yang membuat NPV positif (%)

2

NPV : Discount rate yang membuat NPV negatif (%)

1 : NPV pada saat discount rate iNPV

1 2 : NPV pada saat discount rate i

Jika IRR ≥ discount rate, proyek layak untuk dilaksanakan. 2

Jika IRR < discount rate, proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 3.2.5. Penentuan Alternatif Produksi Bersih secara Kualitatif Analisis kualitatif penerapan produksi bersih pada industri kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti variabel tersebut dengan variabel-variabel lainnya. Dalam kasus penerapan produksi bersih pada industri kelapa sawit, variabel yang akan digunakan yaitu model-model alternatif pelaksanaan produksi bersih yang direkomendasikan dan dilakukan untuk mengambil keputusan variabel mana yang lebih baik untuk direkomendasikan terlebih dahulu. Menurut Marimin (2008) persoalan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara grafis, yaitu dengan dikonstruksikannya sebagai diagram bertingkat, dengan struktur bertingkat dari atas ke bawah berturut-berturut tujuan, kriteria, dan alternatif. Penilaian AHP memberikan nilai yang relatif dari suatu kriteria majemuk. Penilaian ini dilakukan untuk membantu pengambilan keputusan alternatif yang akan direkomendasikan. Subjek yang akan digunakan adalah tiga ahli atau pakar yang berkompetensi dalam bidang perkelapasawitan di Indonesia. Kuisioner penilaian AHP Pakar dapat dilihat pada Lampiran 3. Penilaian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) antar variabel. Hasil dari penilaian akan diselesaikan lebih lanjut dengan menggunakan perhitungan manipulasi matrik untuk mendapatkan bobot setiap kriteria dan alternatif yang direkomendasikan dengan menggunakan Expert Choice 2000. 3.3. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara di bagian pengolahan dan bagian perkebunan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2012.

19

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938, budidaya tembakau diubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy (NV SCM)”. Pada tahun 1942, pabrik kelapa sawit ini diambil alih oleh Pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1946 dengan nama tetap “NV Serdang Cultuur Maatschappy (NV SCM)”. Pada tahun 1958, perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Nama PPN diganti menjadi PPN baru SUMUT V tahun 1960. Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua kesatuan yaitu : PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, yang mempunyai kantor kesatuan di Pabatu. Pada tahun 1968 PPN Aneka Tanaman II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT Perkebunan VI (Persero). Tahun 1994 PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII diberi nama PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Unit Usaha Adolina merupakan salah satu Unit Usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan merupakan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Penampakan pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Penampakan pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina

4.2. LETAK GEOGRAFIS PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina berada di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara dengan koordinat 35,00 LU dan 98,90 BT. Letaknya di pinggir Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum) antara kota Medan dan Pematang Siantar, kurang lebih 38 km dari kota Medan. Daerah kerja Unit Usaha Adolina tersebar di dua kabupaten, delapan kecamatan, dan dua puluh tujuh desa. Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Pegajahan, Serba Jadi, dan Dolok Masihul berada di Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan Kecamatan Galang, Bangun Purba, dan STM Hilir

20

berada di Kabupaten Deli Serdang. Lokasi kebun memanjang dari utara ke selatan, kiri kanan berbatasan dengan desa-desa. Unit Usaha Adolina terdiri dari 9 afdeling (Afdeling I s/d afdeling 9). Letak geografis Unit Usaha Adolina dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Letak geografis Unit Usaha Adolina dalam google map dan Peta Sumatera Utara

4.3. LUAS LAHAN Luas kebun PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina berdasarkan HGU seluas 8.965,69 ha dibagi menjadi tiga bagian yaitu kebun kelapa sawit seluas 8.500 ha, kebun benih kakao seluas 150 Ha, dan lain-lain seluas 315,69 ha (Emplasment, pondok, bibitan, dan pabrik). Unit Usaha Adolina dibagi menjadi sembilan afdeling, yaitu kelapa sawit sebanyak sembilan afdeling, dengan kebun benih kakao terletak pada afdeling 3.

4.4. STRUKTUR ORGANISASI Unit Usaha Adolina adalah salah satu dari 33 unit pabrik dan kebun olah yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Sumatera Utara. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya perusahaan ini dibawah naungan BUMN. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina dikepalai oleh seorang Manajer Unit. Manajer Unit membawahi 1.428 pekerja termasuk Kepala Dinas dan asisten. Setiap stakeholder dalam struktur organisasi mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Berikut adalah tugas dan tanggung jawab pada beberapa stakeholder dalam struktur organisasi di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Sumatera Utara. 4.4.1. Manajer Unit

a. Mengelola Unit Usaha dalam mencapai kesatuan tujuan dan kinerja usaha secara efektif dan efisien dan untuk mendukung kesatuan GUU (Grup Unit Usaha) dan bertanggung jawab kepada Manajer GUU-III.

b. Menyusun rencana strategis untuk Unit Usaha yang dipimpinnya. c. Menyusun, melaksanakan, dan mengendalikan Rencana Anggaran Kerja Perusahaan. d. Menyusun dan mengajukan kebutuhan barang, jasa, dan uang kerja.

4.4.2. KDTP (Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan)

a. Mengkoordinir penyusunan Rencana Anggaran Kerja Perusahaan di bagian Teknik dan Pengolahan sesuai dengan pengarahan Manajer Unit dan ketentuan yang berlaku.

21

b. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan operasional pabrik dan mengatur atau mengawasi penggunaannya.

c. Mengawasi kualitas dan kuantitas TBS dan produk PKS dalam rangka pemeliharaan mutu dan kelancaran proses produksi.

d. Mengadakan kerja sama dengan bidang teknik dan bidang terkait dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi kegiatan-kegiatan antara lain menanggulangi stagnasi perbaikan.

4.4.3. KDT (Kepala Dinas Tanaman)

a. Mengkoordinir penyusunan Rencana Anggaran Kerja Perusahaan di bagian tanaman sesuai dengan pengarahan Manajer Unit dan ketentuan yang berlaku.

b. Mengawasi kualitas dan kuantitas tanaman kelapa sawit dan hasil TBS. c. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja untuk operasional tanaman dan mengatur atau

mengawasi penggunaannya. d. Mengadakan kerja sama dengan bidang pertanaman dan bidang terkait dalam merencanakan,

melaksanakan, mengawasi kegiatan-kegiatan antara lain pengawasan terhadap produksi TBS.

4.4.4. KDTU (Kepala Dinas Tata Usaha) a. Merencanakan serta melaksanakan transaksi pembayaran yang berkaitan dengan semua

kegiatan kebun sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Direksi. b. Mengkordinasikan sistem penyusunan Rencana Anggaran Kerja Perusahaan (RKAP) di bagian

sesuai dengan pengarahan Manajer Unit dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. c. Melakukan kas opname stock secara berkala dan melaporkan keadaan kas kepada Manajer

Unit sebagai penanggung jawab serta setiap bulan melaporkan keadaan saldo kas sesuai dengan ketentuan kepada Direksi.

d. Mengatur atau menyusun pembagian tugas pegawai yang berada dibawah tugas atau tanggung jawabnya serta mengadakan pengawasan terhadap tugas yang diberikan.

4.4.5. Asisten Pengolahan

a. Bertanggung jawab atas hasil sortasi dan hasil produksi pengolahan TBS. b. Mengawasi kelancaran penerimaan bahan baku dan administrasi. c. Mengawasi pelaksanaan pemurnian air untuk proses ketel uap dan domestik. d. Merencanakan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pembersihan instalasi pabrik.

4.4.6. Asisten Teknik / Sipil

a. Membantu KDTP bertanggung jawab pada seluruh tugas pokok dan tugas tambahan dalam rangka pengelolaan di bagian Bengkel Teknik atau Bengkel Reparasi dan kebersihan lingkungannya dengan mengacu kepada Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan (ISO 9001 dan ISO 14001) dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b. Mengawasi pelaksanaan tugas pekerjaan di bagian Bengkel Teknik berdasarkan Rencana Anggaran Kerja Perusahaan yang telah disetujui oleh Manajer Unit.

4.4.7. Asisten Afdeling

a. Mempertanggungjawabkan seluruh tugas pokok dan tugas tambahan dalam rangka pengelolaan tanaman dan kebersihan areal tanaman (afdeling) Unit Usaha Adolina kepada KDT dengan mengacu kepada Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan (ISO 9001 dan 14001) dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

22

b. Mengawasi pelaksanaan pemeliharaan berdasarkan Rencana Anggaran Kerja Perusahaan yang telah disetujui oleh Manajer Unit.

c. Memberikan bimbingan dan dorongan untuk menciptakan iklim kerja yang harmonis antar stakeholder di lapangan.

4.4.8. Asisten SDM dan Umum

a. Membantu dan memberikan saran atau pemikiran kepada Manajer Unit dalam melaksanakan fungsi-fungsi MSDM (Manejemen Sumber Daya Manusia).

b. Menyusun dan mengevaluasi kebijakan di bagian Sumber Daya Manusia. c. Menyusun program kegiatan dan kebutuhan anggaran di bagian Sumber Daya Manusia. d. Melaksanakan pengelolaan mutu dan lingkungan di tempat kerja masing-masing sesuai

prosedur yang telah ditetapkan dengan mengacu kepada Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan (ISO 9001 dan 14001) dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

4.4.9. Asisten Tata Usaha

a. Melaksanakan stock opname gudang secara berkala dan melaporkan keadaannya kepada KDTU sebagai penanggung jawab serta setiap bulan melaporkan keadaan keuangan.

b. Mengatur dan menyusun pembagian tugas pegawai yang berada dibawah tugas atau tanggung jawabnya serta mengadakan pengawasan terhadap tugas-tugas yang diberikan.

c. Mengatur dan mengawasi keluar masuknya barang-barang ke bagian Gudang Material. d. Melaksanakan pengelolaan mutu dan lingkungan di tempat kerja masing-masing sesuai

prosedur yang telah ditetapkan dengan mengacu kepada Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan (ISO 9001 dan 14001) dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

4.5. KETENAGAKERJAAN Tenaga kerja di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina sampai bulan April 2012 sebanyak 1.428 orang dengan 19 karyawan pimpinan. Jumlah karyawan pria tercatat sebanyak 1.035 orang dan karyawan wanita sebanyak 393 orang. Jumlah tenaga kerja tersebar dibagian pengolahan dan tanaman yang terdiri dari 9 afdeling (Afdeling 1 sampai dengan afdeling 9).

Tabel 9. Jumlah tenaga kerja di Unit Usaha Adolina 2012

Uraian Tenaga Kerja Unit Usaha Adolina s/d April 2012 Pria Wanita Jumlah

Karyawan pimpinan 18 1 19 Karyawan pelaksana 1.008 390 1.398 Honor 9 2 11 Jumlah 1.035 393 1.428

Sumber : Dokumen RSPO (2012)

4.6. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pengawasan pengendalian dan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina menjamin terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, produktif, dan efektif di seluruh bagian dan Unit-Unit Usaha dengan memenuhi peraturan dan

23

perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara berkesinambungan dan terpelihara. Pengawasan, pengendalian, dan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilakukan dengan cara meminimalisasi potensi bahaya dengan menjaga sistem pengawasan, perawatan kesiapan lingkungan, dan tata cara pelaksanaan kerja karyawan, memakai atau mempergunakan APD (Alat Pelindung Diri) di lokasi kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan memastikan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dipatuhi dan dilaksanakan sesuai kebijakan dan prosedur serta instruksi kerja yang telah ditetapkan. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja memiliki beberapa hal penting yang harus diketahui oleh semua stakeholder yang ada di Unit Usaha Adolina diantaranya :

a. Pengelolaan sistem keselamatan dan kesehatan kerja kepada tamu dilakukan oleh P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan kerja) dan Manajer Unit sebagai ketuanya.

b. Sistem izin kerja. c. Prosedur keadaan darurat yaitu jika lonceng darurat berbunyi maka seluruh pekerja harus

keluar menuju titik evakuasi. d. Semua stakeholder yang mengetahui adanya sumber bahaya harus melaporkan kepada P2K3. e. Menyediakan kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). f. Semua stakeholder maupun tamu yang memasuki areal kerja pabrik harus menggunakan APD. g. Memasuki pembatas akses yaitu merupakan garis berwarna kuning yang berada di lantai

merupakan daerah terlarang bagi tamu terkecuali didampingi oleh pembimbing lapangan.

4.7. SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001-2008) DAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (ISO 14001-2004) Dalam upaya meningkatkan pengelolaan perusahaan menjadi lebih baik, maka manajemen PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina memutuskan untuk menerapkan Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan secara terintegrasi. Tujuan dari Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001-2008) adalah untuk menjamin produksi yang dihasilkan bermutu baik secara konsisten dan memuaskan pelanggan. Audit dilakukan oleh pihak eksternal yang pertama tahun 2005 yaitu oleh PT TUV Nord Indonesia dan dilakuan re-sertifikasi setiap tahun. Sedangkan tujuan dari Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001-2004) adalah untuk memenuhi misi pengembangan usaha perkebunan dan industri hilir yang berwawasan lingkungan. Audit juga dilakukan oleh PT TUV Nord Indonesia. Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan adalah sistem manajemen perusahaan yang dipakai sebagai acuan bagi semua aspek kegiatan dan diterapkan mulai dari kegiatan penerimaan bahan baku, spare parts, proses pengolahan, penanganan limbah, kepuasan pelanggan, dan pengelolaan lingkungan.

4.8. RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) Roundtable on Sustainable Palm Oil adalah asosiasi yang dibentuk oleh tujuh sektor dalam industri minyak sawit mulai dari perkebunan, produsen minyak sawit sampai kepada pendanaan dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Tujuannya adalah untuk mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan dengan kerjasama di antara mata-mata rantai penyedia produksi dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan lainnya. Sebagai bukti penerapan RSPO, dilakukan audit dan sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen yang berperan sebagai lembaga sertifikasi. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) mendapatkan sertifikat RSPO

24

pada 30 Juni 2009. RSPO diakui secara Internasional karena mengatur hal yang berkaitan dengan kelapa sawit untuk keberlanjutan dengan memperhatikan transparansi, kepatuhan kepada peraturan, produktifitas, lingkungan, karyawan, dan sosial. Selain itu juga dilihat dari baiknya pelaksanaan program GAP (Good Agriculture Practice), GMP (Good Manufacture Practice), BMP (Best Management Practice), CSR (Corporate Social Responbility), dan HCV (High Conservation Value). 4.9. SISTEM PENGUPAHAN Sistem pembagian gaji atau upah karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina dilakukan 2 kali setiap bulannya yaitu Remisi I (gajian kecil) dan Remisi II (gajian besar). Jumlah upah atau gaji yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan golongan (I A s/d IV D). Selain gaji bulanan, karyawan juga mendapat upah lembur dihitung luar jam kerja. Setiap karyawan juga mendapat 15 Kg beras setiap kali gajian. Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, perusahaan juga menyediakan fasilitas seperti :

a. Perumahan untuk setiap karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana yang berada di lokasi perkebunan di sekitar pabrik.

b. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga. c. Tunjangan keselamatan kerja, duka cita dan tunjangan hariannya. d. Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan. e. Tempat penitipan bayi. f. Sarana pendidikan dan sekolah gratis bagi anak karyawan berprestasi. g. Tempat ibadah di sekitar perumahan karyawan, sarana olahraga, dan transportasi.

25

V. ASPEK DAN DIMENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

5.1. PENANGANAN BAHAN BAKU Panen adalah serangkaian kegiatan penanganan bahan baku yang dimulai dari memotong tandan yang telah matang sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan, mengutip brondolan, menyusun tandan di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil), dan pengangkutannya ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Kelapa sawit dapat mulai dipanen pada umur 2,5-3,0 tahun atau 3,5-4,0 tahun termasuk pembibitan. Puncak produksi TBS (Tandan Buah Segar) selama 8-10 tahun, umumnya mulai tahun kelima di lapangan sampai umur 13-15 tahun dan kemudian produksi akan turun secara berangsur-angsur. Penanganan bahan baku di bagian lapangan mulai dari sistem panen, sortasi panen, sistem rotasi panen, pemanenan hingga sistem pengangkutan dari lapangan menuju PKS harus sangat diperhatikan agar mutu TBS yang akan dihasilkan baik. Bahan baku TBS yang baik merupakan modal awal untuk menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) yang bermutu baik dan berdaya saing di pasar internasional. 5.1.1. Sistem Panen (Kriteria Matang, Sortasi, dan Rotasi Panen) Kriteria matang panen adalah persyaratan kondisi tandan yang ditetapkan untuk dapat dipanen. Suatu buah dikatakan matang apabila sudah ada sebagian buah yang gugur (brondol) secara alami. Kriteria yang diberlakukan di kebun Unit Usaha Adolina adalah “5 Brondolan per tandan di piringan”. Brondolan yang digunakan sebagai kriteria matang segar adalah brondolan normal dan segar. Brondolan di piringan yang kecil ukurannya (partenocarp), brondolan kering, atau yang sakit tidak bisa dijadikan dasar sebagai kriteria matang panen. Upaya kriteria matang panen 5 brondolan normal dan segar per tandan di piringan dilakukan dengan harapan pelaksanaan panen menjadi lebih mudah. Pelaksana panen dilakukan oleh pemanen, pelaksana sortasi, dan pengawas. Kriteria matang panen yang baik menentukan jumlah dan kandungan minyak yang dihasilkan optimal dengan kandungan ALB (Asam Lemak Bebas) seminimal mungkin. Karena semakin tinggi nilai ALB maka mutu dari minyak akan semakin rendah. Tingkat kematangan buah panen dilihat dari persentase buah luar yang membrondol dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Derajat kematangan buah

Fraksi Jumlah brondolan yang jatuh Derajat kematangan

00 Sangat mentah, tidak ada buah yang membrondol, warna buah hitam

Sangat mentah

0 Bagian buah luar ada yang membrondol 1,0-12,5%

Mentah

1 12,5-25,0% buah luar membrondol Kurang matang

2 25,0-50,0% buah luar membrondol Matang 1

3 50,0-75,0% buah luar membrondol Matang 2

4 75,0-100,0% buah luar membrondol Lewat matang 1 5 Buah bagian dalam ada yang membrondol Lewat matang 2

Sumber : PKS Adolina (2011)

26

Sortasi panen dilakukan di TPH (Tempat Penampungan Hasil) dan juga dilakukan di loading ramp yang sifatnya hanya untuk “cross check”, memeriksa apakah sortasi di TPH dilakukan dengan benar atau tidak. Hasil sortasi tersebut dijadikan dasar penentuan mutu buah karena hanya dilakukan secara sampling serta hasil disampaikan ke afdeling agar mengetahui hasil sortasi TBS kebun yang masuk. Hasil seluruh sortasi TBS dari kebun dilaporkan ke Kepala Dinas Tanaman untuk laporan kepada Manajer Unit. Data mutu buah yang benar dapat digunakan sebagai dasar analisis masalah bila rendemen tidak memenuhi target adalah data sortasi yang dilakukan di TPH karena seluruh buah disortasi di TPH sebelum dikirim ke pabrik. Bila pelaksanaan sortasi di TPH tidak benar maka data hasil sortasi di loading ramp juga tidak benar. Pengawasan mutu panen dan kondisi lapangan dilakukan oleh P2B atau mandor panen, mandor I, asisten afdeling, dan Kepala Dinas Tanaman. Pihak Unit Usaha tidak mengawasi sortasi panen buah pembelian (pihak ketiga) di kebun tempat TBS tersebut dipanen, tapi hanya melakukan sortasi buah pembelian di loading ramp. Oleh karena itu sortasi buah pembelian dilakukan dengan sangat teliti di loading ramp. Penentuan rotasi panen dilakukan dengan mempertimbangkan hari Sabtu dipergunakan untuk perawatan pabrik. Panen diatur hanya pada hari Senin sampai Jum’at atau 5 hari panen dalam seminggu. Maka nilai rotasi panen yang diberlakukan adalah 5/7. Rotasi panen adalah jumlah hari panen dalam seminggu. Rotasi yang lebih dari 7 hari dapat terjadi saat buah dalam jumlah banyak (panen puncak).

5.1.2. Panen (Persiapan, Pelaksanaan, Dan Pengangkutan Panen) Satu regu panen terdiri dari 1 orang mandor panen, 1 orang PPH (Petugas Pengumpulan Hasil) dan 15-20 orang pemanen. Masing-masing pemanen harus membawa seorang pembantu untuk memungut brondolan dan mengangkut ke TPH. Semua stakeholder akan bertanggung jawab terhadap kinerjanya kepada asisten afdeling. Seorang pemanen tandan buah segar di kebun dilengkapi dengan peralatan. Berikut beberapa peralatan panen yang yang digunakan :

a. Dodos (alat yang menyerupai kapak yang diikatkan pada bambu pendek) digunakan untuk memanen tanaman muda (usia tanam 3-5 tahun).

b. Egrek (alat yang menyerupai gancu yang diikatkan pada bambu panjang) untuk tanaman dewasa (usia tanam >5 tahun).

c. Sepeda yang dilengkapi dengan karung serta alas buah. d. Baku untuk memungut brondolan dan karung bekas pupuk untuk menampung brondolan di TPH.

Pelaksanaan panen di kebun diawali dengan proses pemilih tandan yang sudah memenuhi kriteria matang panen. Pelepah dibawah tandan yang dipanen dipotong untuk tanaman dewasa sedangkan tanaman muda pelepah daun tidak dipotong. Pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di gawangan tanah rata, sedangkan di areal bergelombang tidak dibagi dua dan disusun di sekitar tanaman sejajar dengan arah pasar panen yang berfungsi sebagai penahanan erosi. TBS disusun di TPH sedangkan brondolan dikutip bersih dan dimasukkan ke dalam karung untuk dibawa ke tempat pengumpulan brondolan. TBS disusun berbentuk 5 – 10 tandan per baris dan diberi nomor pemanen. Hindarkan brondolan tertumpuk di atas tanah langsung karena hal ini akan dapat menaikkan ALB brondolan tersebut. Pengangkutan TBS adalah kegiatan pengangkutan dari TPH ke PKS. Truk digunakan untuk mengambil buah dari TPH. Proses pengangkutan TBS ke pabrik harus selesai pada hari yang sama ketika TBS tersebut dipanen untuk menghindari kenaikan ALB. Semakin lama buah dibiarkan (tidak langsung diproses) maka ALB akan semakin tinggi dan mutu CPO yang dihasilkan akan rendah. Oleh karena itu setibanya di pabrik, truk pengangkut TBS langsung ditimbang, disortasi di stasiun penerimaan buah, dan langsung direbus di dalam ketel rebusan.

27

5.2. PROSES PRODUKSI (PENGOLAHAN MINYAK DAN INTI SAWIT) Tandan buah segar matang yang telah dipanen akan diolah di pabrik kelapa sawit. Pengolahan tandan buah segar ini dimaksudkan untuk memperoleh minyak sawit dari daging buah (Crude Palm Oil) dan inti (Kernel). Proses pemasakan tandan buah segar harus mendapatkan perhatian khusus sebelum buah dibawa ke pabrik untuk diolah. Buah yang masak atau matang dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah dan buah yang matang. Warna kulit buah matang ditandai dengan warna buah menjadi merah jingga dan buah yang matang ditandai dengan adanya brondolan yang jatuh. Jumlah brondolan yang jatuh menentukan kelayakan panen atau kriteria matang panen. Kriteria matang panen merupakan indikasi yang tepat untuk membantu pemanen agar memotong buah yang layak panen. Kelapa sawit yang layak untuk dipanen apabila jumlah buah yang jatuh per bobot brondolan adalah 2 butir brondolan/kg TBS (Hutagaol E dan Yahya S, 2009). Baik atau tidaknya proses pemasakan buah akan mempengaruhi kandungan ALB minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persentase tinggi dan mengurangi kualitas minyak. Sebaliknya jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang maka kadar ALB yang dihasilkan akan rendah yang menyebabkan rendemen minyak yang diperoleh juga akan rendah (Fauzi , 2007). Menurut Rangkuti (2007), kenaikan ALB ditentukan mulai dari saat buah dipanen sampai diolah di pabrik dimana kenaikan ALB tersebut disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor seperti air, keasaman, dan katalis enzim. Semakin lama reaksi ini berlangsung maka akan semakin banyak asam lemak bebas yang terbentuk. Oleh karena itu TBS yang benar-benar telah matang harus sesegera mungkin diolah dengan meminimalkan terbentuknya luka pada buah pada hari tersebut juga setelah dipanen. ALB terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam buah dan berfungsi memecah lemak/minyak menjadi asam lemak dan gliserol. Kerja enzim tersebut semakin aktif bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan. PKS Unit Usaha Adolina memiliki kapasitas produksi 30 ton/jam dengan rata-rata produksi 17 jam per hari. Flowsheet PKS Unit Usaha Adolina dapat dilihat pada Lampiran 4. 5.2.1. Stasiun Penerimaan Buah (Timbangan dan Loading Ramp) Stasiun timbangan merupakan langkah awal sebelum melakukan proses pengolahan TBS selanjutnya. Timbangan berfungsi sebagai tempat atau alat penimbangan TBS yang dibawa ke pabrik, hasil produksi pabrik (minyak/inti sawit), dan penimbangan barang lain yang terkait dengan aktivitas kebun seperti penimbangan seluruh kernel dan TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) yang akan dikirim keluar pabrik. Jembatan penimbangan yang terdapat di pabrik menggunakan tipe hybrid system dengan kapasitas tergantung dari kapasitas pabrik olah. Di setiap ujung timbangan terdapat load cell yang digunakan untuk mengkonversi deviasi pergeseran platform akibat tekanan beban yang berbentuk angka digital yang tertera pada indikator (PKS Adolina, 2011). Proses penimbangan menggunakan 2 sistem yaitu sistem digital dan sistem manual. Prinsip kerja sistem digital menggunakan alat bantu komputer yang terhubung dengan sensor yang terdapat di bawah daun timbangan. Prinsip kerja pada sistem manual menggunakan alat timbangan yang dioperasikan secara manual oleh operator. Timbangan manual hanya digunakan jika tidak terdapat arus listrik untuk timbangan sistem digital dan kondisi cuaca dalam keadaan hujan. Timbangan dengan sistem digital memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan sistem manual

28

diantaranya dalam hal ketelitian penimbangan yang lebih tinggi, lebih efektif, efisien, dan mengurangi terjadinya kesalahan operator (human error). Sebaliknya sistem digital memiliki kekurangan yaitu tidak dapat digunakan dalam keadaan tidak ada arus listrik dan keadaan cuaca yang tidak baik. Proses perawatan (maintenance) terhadap kedua sistem timbangan tersebut dilakukan sekali dalam setahun. Pada timbangan sistem digital proses perawatan dilakukan oleh Badan Meteorologi dimana pabrik tersebut melakukan pengolahan. Pada saat melakukan proses penimbangan, truk pengangkut TBS masuk ke tempat penimbangan dan supir truk harus keluar dari truk. Sedangkan pada penimbangan truk tangki CPO, sebelum melakukan penimbangan maka satpam dan mandor melakukan pemeriksaan pada setiap truk tangki CPO. Kelengkapan standar yakni satu unit ban cadangan, dongkrak dan kunci roda boleh tidak diturunkan saat penimbangan, tetapi pengganjal ban dan lain-lain termasuk supir tidak boleh berada di dalam truk. Hal ini dilakukan agar berat yang ditimbang tidak bertambah. Setiap truk yang mengangkut TBS ke pabrik akan ditimbang sebagai bruto dan setelah dikeluarkan TBS di loading ramp sebagai tarra. Buah yang tidak sesuai norma akan dimasukkan kembali ke dalam truk dan juga akan dihitung sebagai tarra. TBS yang telah ditimbang selanjutnya akan dibawa ke loading ramp. Loading ramp adalah tempat yang berfungsi untuk menampung TBS dari kebun sebelum di proses, mempermudah pemasukan TBS ke dalam lori, dan mengurangi kadar kotoran yang terdapat pada TBS. Sebelum TBS dimasukkan ke dalam loading ramp, TBS yang telah ditimbang dilakukan penyortasian terlebih dahulu. Sortasi dilakukan di lantai atau peron loading ramp. TBS kemudian dituangkan kedalam loading ramp. PKS Unit Usaha Adolina memiliki 1 unit loading ramp dengan 15 pintu (bays) yang masing-masing pintu berkapasitas 15 ton TBS. Untuk ketahanan kisi-kisi loading ramp, bagian atas (tempat jatuhnya buah) sepanjang loading ramp dilapisi plat besi dengan lebar 2 meter. Hal ini disesuaikan dengan rata-rata jatuhnya buah dari bak truk ke kompartemen ± 1,7 meter. Kemiringan lantai loading ramp 270

terhadap bidang datar dan setiap pintu kompartemen menggunakan pintu tegak lurus (vertikal) yang digerakkan oleh hidrolik. Kerusakan yang sering terjadi pada loading ramp yaitu terjadinya kemacetan pada pintu hidrolik dan terjadinya korosi pada besi penyangga loading ramp. Perawatan (maintenance) harus dilakukan untuk mengurangi resiko kerusakan pada loading ramp. Pemeriksaan pada setiap pintu (bays), pembersihan pada lantai loading ramp, dan pemeriksaan pada handle hidrolik karena kebocoran pelumas harus dilakukan secara berkala (seminggu sekali). Untuk perawatan komponen yang terdapat pada loading ramp harus dilakukan setiap hari.

TBS yang telah berada di dalam loading ramp selanjutnya akan dimasukkan ke dalam lori. Lori adalah tempat untuk merebus TBS. Lori terbuat dari plat besi yang berperforasi sebagai tempat keluarnya air, udara, dan sebagai lubang penetrasi steam ke dalam buah pada saat buah direbus. Untuk pemasukkan TBS ke dalam lori digunakan sistem FIFO (First In First Out), dimana hal ini perlu dilakukan agar buah restan tidak terlalu banyak yang menumpuk yang dapat meningkatkan asam lemak bebas pada buah. Ketika pengisian TBS ke dalam lori perlu diatur keseragaman isi lori dalam satu rebusan berdasarkan kondisi buah (segar, restan, dan buah kecil) untuk memudahkan penentuan holding time. Hal ini perlu dikoordinasikan kepada operator rebusan agar operator rebusan dapat menentukan holding time buah yang akan direbus. Pengisian lori juga harus penuh tetapi tidak boleh berlebihan karena dapat merusak bibir rebusan. Selain itu pengaruh dari pengisian berlebihan mengakibatkan brondolan akan berjatuhan di lantai rebusan sehingga menutup saringan kondensat. Perawatan terhadap lori akan membantu kelancaran proses pengolahan. Dengan adanya lori yang anjlok dan jumlah lori yang kurang dalam proses pengisian dan pengeluaran buah dari rebusan sudah pasti mengakibatkan ketekoran (kekurangan buah terebus) sebagai umpan bagi screw press.

29

5.2.2. Stasiun Perebusan Tandan Buah Segar yang telah dimasukkan ke dalam lori akan direbus dalam perebusan (sterilizer). Sebelum melakukan perebusan, lori yang berisi tandan buah segar akan dipindahkan terlebih dahulu menggunakan transfer carriage. Transfer carriage adalah suatu rel yang berfungsi untuk memindahkan jalur lori dari loading ramp menuju sterilizer yang dilengkapi dengan kontrol panel serta 4 buah roda pada relnya dengan pergerakan ke kiri dan ke kanan. Alat ini menggunakan tenaga elektromotor dengan tali atau kabel baja untuk menarik lori. Lori yang telah dipindahkan pada jalur perebusan selanjutnya akan ditarik dengan alat penarik (capstand). Capstand adalah alat yang digunakan untuk menarik lori pada posisi yang diinginkan seperti menarik lori masuk kedalam rebusan (sterilizer) dan mendekatkan lori pada housting crane. Capstand digerakkan dengan elektromotor yang dapat bergerak maju-mundur. (PKS Adolina, 2011). Lori dimasukkan ke dalam rebusan (sterilizer) yang merupakan bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus tandan buah segar dengan uap (steam). Penggunaan uap pada rebusan diinjeksi dari BPV (Back Pressure Vessel) yang dihasilkan oleh boiler di bagian unit kamar mesin. Uap yang masuk ke dalam rebusan bertekanan 2,3-3,0 kg/cm2

dengan suhu 135-140°C.

Proses perebusan bertujuan untuk mengurangi peningkatan asam lemak bebas, mempermudah proses pembrondolan pada thresher, memaksimalkan lekangnya kernel pada biji, melunakkan daging buah, menurunkan kadar air, dan sebagai supply bagi ketersediaan buah terebus (cooking fruit bunch). Menurut Sunarko (2007) perebusan tandan buah segar mempunyai tujuan untuk mematikan enzim lipase yang terdapat pada buah. Enzim lipase akan membentuk asam lemak bebas dan juga dapat menyebabkan pelepasan buah dari tandan lebih mudah. Selain itu menurut Sunarko, perebusan TBS juga mempermudah pemisahan kernel dari cangkang dan memperlunak daging buah yang akan mempermudah proses pemerasan buah pada proses pengempaan. CFB (Cooking Fruit Bunch) adalah ketersediaan buah terebus yang menjadi kapasitas stasiun rebusan (ton/jam) dan dapat mempengaruhi stasiun berikutnya. CFB digunakan sebagai dasar untuk menentukan kapasitas pabrik. Pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina memiliki 3 unit rebusan dengan kapasitas masing-masing rebusan 25 ton (berisi 10 lori dengan kapasitas lori 2,5 ton TBS/lori). Namun hanya dua unit yang dioperasikan sedangkan satu unit menjadi cadangan jika suatu saat ketel rebusan lainnya sedang dalam perawatan. Siklus yang dibutuhkan untuk di ketel rebusan lebih kurang 90 menit. Maka untuk menghitung CFB atau kapasitas pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina di ketel rebusan yaitu 2 buah ketel rebusan yang digunakan x 2.500 kg/lori x 10 lori x 60/90 menit dan menghasilkan kapasitas 33.333,34 kg/jam atau 33,34 ton/jam. Ketel rebusan yang digunakan berbentuk silinder berdiameter 2.070 mm dengan panjang 27.000 mm dengan sistem 2 pintu. Rebusan harus dilengkapi dengan alat ukur (Manometer dan Termometer). Tiga buah untuk Manometer dan satu buah untuk Termometer digunakan untuk mempermudah pemeriksaan tekanan kerja dan suhu perebusan. Untuk menentukan CFB maka harus menggunakan perhitungan sebagai berikut :

CFB = n x K x l x 60

s n = Jumlah rebusan yang digunakan K = Kapasitas satu lori (kg) l = Jumlah lori dalam satu rebusan s = Siklus proses rebusan yang digunakan dalam menit (PKS Adolina, 2011).

30

Proses perebusan dilakukan dengan sistem perebusan tiga puncak (tripple peak). Sistem perebusan tiga puncak berarti jumlah puncak yang terbentuk selama proses perebusan terdiri dari tiga puncak akibat dari tindakan pemasukan uap, pembuangan uap, dilanjutkan dengan pemasukan uap, penahanan uap, dan pembuangan uap yang dilakukan selama proses perebusan dalam satu siklus (Mangunsong dan Lamria, 2003). Kebutuhan uap rebusan yang digunakan untuk tripple peak di pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina yaitu 260 kg uap/ton TBS. Proses puncak pertama berlangsung selama 15 menit dengan kran steam outlet ditutup dan kran pemasukan uap (steam inlet) dibuka selama 13 menit untuk mencapai tekanan 2,3 kg/cm2 (pemasukan uap). Kemudian kran steam inlet ditutup, kran pembuangan kondensat dibuka terlebih dahulu 1 menit lalu kran steam outlet dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan menjadi 0 kg/cm2. Selanjutnya kran kondensat dan kran steam outlet ditutup kembali, kemudian kran steam inlet dibuka untuk puncak kedua. Puncak pertama berguna untuk memberikan kejutan pada buah. Kadar air pada buah akan keluar dan pada saat kran kondensat dibuka. Setelah itu, kran kondensat dan kran steam outlet ditutup kembali, dan kran steam inlet dibuka untuk melanjutkan proses puncak kedua. Pada puncak kedua operasionalnya sama dengan puncak I. Tekanan uap pada puncak II adalah 2,5 kg/cm2

. Waktu yang diperlukan untuk menaikkan steam adalah ± 12 menit dan untuk pembuangan selama 3 menit. Kran kondensat dan kran steam outlet akan ditutup kembali, kemudian kran steam inlet dibuka untuk puncak III. Puncak kedua bertujuan untuk pelunakan dan pematangan buah yang direbus.

Puncak ketiga berlangsung selama ± 63 menit. Kran steam inlet dibuka penuh untuk mencapai tekanan 3,0 kg/cm2 selama 14 menit. Kemudian puncak ketiga ditahan (holding time) selama 40-50 menit. Selama holding time dilakukan pembuangan kondensat sebanyak tiga kali sehingga tekanan menurun sampai 2,7 kg/cm2. Setelah selesai holding time, pembukaan kran dilakukan secara berturut-turut mulai dari kran pembuangan kondensat dan dilanjutkan dengan kran steam outlet sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2. Waktu yang dibutuhkan untuk penurunan steam ± 4 menit. Setelah tekanan dalam rebusan turun hingga 0 kg/cm2, kran kontrol uap dibuka untuk memastikan tekanan dalam rebusan benar-benar sudah 0 kg/cm2

. Puncak ketiga bertujuan untuk menyempurnakan pelunakan buah dan prekondisi biji dan inti biji akan lekang (PKS Adolina, 2011). Siklus perebusan tiga puncak (tripple peak) dapat dilihat pada Gambar 9.

3 13 15 27 30 44 86 90

Gambar 9. Siklus Perebusan Tripple Peak (PKS Adolina, 2011) Lama perebusan (menit)

Tekanan Rebusan (kg/cm2)

2,5

3,0

2,3

31

Tahapan dalam kecepatan pembukaan kran sangat menentukan keberhasilan pembuangan udara dalam rebusan atau tandan. Pembuangan udara dalam rebusan dilakukan sebelum puncak pertama dengan cara menutup kran steam outlet dan tetap membuka kran air kondensat pada saat steam dimasukkan ke rebusan. Pembuangan udara dalam tandan terjadi pada perebusan puncak I dan II dengan cara melakukan kejutan (pembuangan steam) secepat mungkin. Kejutan atau pembuangan steam yang dianggap baik dari 2,0-2,5 cm2/kg ke 0 cm2/kg adalah maksimum 2 menit. Pada stasiun perebusan ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain tekanan rebusan harus 2,3 < x < 3,0 kg/cm2

, kandungan minyak dalam air kondensat tidak melebihi norma(norma maksimum 0,50% terhadap contoh), kandungan minyak dalam tandan kosong tidak di atas norma (norma maksimum 0,39% terhadap TBS), brondolan lekat dalam tandan kosong tidak melebihi norma (norma maksimum 0,16% terhadap TBS), dan tidak ada air kondensat yang keluar pada saat pintu rebusan dibuka atau mengeluarkan buah masak (Haryanto, 2007). Norma atau standar pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 5. Waktu perebusan yang terlalu lama akan mempengaruhi warna minyak yang diperoleh terlalu tua dan losses minyak terikut air kondensat rebusan bertambah. Sebaliknya waktu perebusan terlalu cepat mempengaruhi proses pelumatan dalam digester tidak sempurna sehingga sebagian daging buah tidak lepas dari biji yang mengakibatkan losses minyak pada ampas dan biji bertambah. PKS Adolina pada tahun 2011 menghasilkan TBS sebesar 188.024,60 ton TBS. Olahan TBS pada stasiun perebusan menghasilkan buah terebus sebesar 89,9% TBS olah dengan pembuangan air kondensat sebesar 12,0%. Neraca massa stasiun perebusan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Neraca massa stasiun perebusan (PKS Adolina, 2011)

5.2.3. Stasiun Penebahan Stasiun penebahan berfungsi untuk memisahkan atau melepaskan brondolan dari tandannya. TBS yang telah selesai direbus dari sterilizer akan ditarik keluar menggunakan capstand. Lori-lori yang keluar dari rebusan diangkat menggunakan hoisting crane dan dituangkan ke auto feeder dengan memutar lori 3600. Penuangan TBS ke auto feeder membutuhkan waktu 5 menit per lori. Hoisting crane juga menurunkan lori ke rel yang diinginkan (Penyusunan lori pada rel loading ramp untuk mempermudah proses pengisian tandan buah sawit ke dalam lori). Pabrik memiliki 2 unit hoisting crane yang berkapasitas 5 ton/unit dengan berat lori yang diangkut sebesar 2,5 ton. Satu unitnya berfungsi sebagai cadangan (setiap pabrik kelapa sawit menggunakan jumlah dan kapasitas hoisting crane yang berbeda-beda tergantung dari kapasitas olah pabrik tersebut). Hoisting crane terdiri dari beberapa bagian, yaitu rel hoisting crane sebagai jalannya crane sewaktu dioperasikan dan tali baja (wire rope) berfungsi untuk mengangkat lori (Widi Sessa, 2010). Pemeriksaan wire rope yang teratur

Perebusan

TBS (100%) 188.024,60

Sterilized Bunch (89,9%) 169.034,12

Uap (27,0%) 50.766,64

Air Kondensat (12,0%) 22.562,95

Uap Jenuh (25,0%) 47.006,15

Kehilangan (0,1%) 188,02

32

harus dilakukan pada hoisting crane. Wire rope tidak ada boleh yang putus walaupun hanya satu lilitan dan harus diganti segera agar kinerja pengolahan menjadi optimal. Hoisting crane harus dikemudikan oleh operator yang telah mendapatkan pelatihan dan sertifikat kemudi dari Depnaker. Auto feeder adalah alat yang digunakan untuk menampung buah dari lori yang dituang hoisting crane dan mengatur pemasukan tandan buah ke dalam thresher. Pengaturan buah yang masuk dari auto feeder ke thresher disesuaikan dengan kapasitas thresher sehingga buah tidak terlalu banyak menumpuk dalam thresher yang dapat mengakibatkan proses perontokan tidak sempurna. Thresher adalah alat pemisah antara tandan dengan brondolan yang berbentuk drum dan dinding berbentuk kisi-kisi. Dengan adanya kisi-kisi yang ada dalam drum, tandan diputar dan dibanting sehingga tandan menjadi kosong dan keluar ke tempat penampungan tandan kosong (hopper empty bunch). Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah TBS 30 ton TBS/jam memiliki 3 unit thresher, yaitu thresher 1, thresher 2, dan thresher 3. Namun hanya 2 thresher yang digunakan. Sedangkan 1 thresser lainnya digunakan sebagai cadangan. Untuk menyempurnakan proses perontokan, terdapat siku pengarah dan pisau cakar yang dipasang sejajar dengan kisi thresher. Pisau cakar ini berfungsi untuk mencabik-cabik tandan agar brondolan yang berada di dalam ikut membrondol. Thresher 1 digunakan untuk memipil atau memisahkan tandan dengan brondolannya. Tandan yang keluar dari thresher 1 akan masuk ke bunch crusher dengan menggunakan konveyor untuk meminimalkan losses brondolan yang kemungkinan masih terikut dalam tandan. Dari bunch crusher tandan tersebut diangkut ke thresher 2 untuk dipipil kembali. Brondolan hasil dari thresher 2 akan terpisah dengan tandan kosong dan akan diangkut dengan fruit elevator ke digester. Pada stasiun penebahan didapatkan buah hasil pipilan sebesar 68,4% TBS olah. Buah pipil ini yang akan dibawa ke digester di stasiun pengempaan. Neraca massa stasiun penebahan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Neraca massa stasiun penebahan (PKS Adolina, 2011)

Pada stasiun penebahan juga terdapat empty bunch conveyor yang berfungsi sebagai alat angkut janjangan atau tandan kosong dari stasiun penebah ke hopper janjangan. Prinsip kerjanya adalah janjangan kosong akan terdorong keluar dari thresher 2 dan masuk ke horizontal empty bunch conveyor. Janjangan kosong kemudian dibawa ke hopper janjangan sebelum dibawa kembali ke afdeling atau kebun kelapa sawit (sebagai pupuk untuk perkembangan tanaman kelapa sawit) dengan menggunakan truk. Di dalam pabrik, pada stasiun penebahan juga terdapat fruit conveyor dan fruit elevator. Ada dua jenis fruit conveyor yaitu bottom fruit conveyor dan top fruit conveyor. Fungsi dari fruit conveyor adalah untuk mengatur aliran (line) buah dari penebah (rotary drum) ke elevator buah untuk diteruskan ke digester. Fruit elevator berfungsi untuk mengangkut brondolan dari bottom fruit conveyor dan kemudian meneruskannya pada top fruit conveyor.

Penebahan

Thresser Bunch (68,4%) 128.608,83

Tandan Kosong (21,0%) 39.485,17

Kehilangan (0,5%) 940,12

Sterilized Bunch (89,9%) 169.034,12

33

5.2.4. Stasiun Kempa Brondolan sawit yang telah lepas dari tandan kemudian memasuki stasiun kempa. Stasiun kempa adalah tempat untuk proses pemisahan minyak dari serat dan biji kelapa sawit. Pada stasiun ini terdapat dua proses utama, yaitu proses digestion dan pressing. Fungsi digester adalah untuk melepaskan daging buah dari biji (noten) dan melumatkannya dengan cara menekan brondolan menggunakan pisau pengaduk yang berputar sambil dipanaskan yang digerakkan oleh elektromotor. Digester memiliki 6 tingkat pisau yang terdiri atas 5 tingkat pisau pengaduk dan 1 tingkat pisau lempar pada bagian bawah. Letak pisau-pisau ini dibuat bersilangan agar daya adukan cukup besar dan sempurna. Temperatur yang digunakan dalam proses pelumatan adalah 90-95˚C. Sistem kerja pada digester awalnya buah hasil penebahan akan diisi penuh sebanyak 75 %, kemudian diputar selama 15 menit dan line press dibuka. Dalam silinder adukan buah sawit dilumat dengan pisau pengaduk yang berputar pada poros sehingga daging buah terlepas dari biji. Proses pengempaan selanjutnya adalah proses pemisahan minyak kasar (crude oil) dari massa adukan dengan cara mengempa pada tekanan 30-40 bar. Alat yang digunakan yaitu screw press. Alat ini terdiri dari 2 batang baja spiral dengan susunan horizontal dan berputar berlawanan arah. Putaran dari presser adalah 10-12 rpm. Minyak yang dihasilkan dari proses pengempaan kemudian masuk ke sand trap tank. Serabut dan biji hasil pengepresan diteruskan ke cake breaker conveyor untuk diolah di pabrik biji. Hasil dari stasiun pengempaan adalah minyak kotor hasil kempa yaitu sebesar 40,9% TBS olah. Neraca massa stasiun pengempaan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Neraca massa stasiun pengempaan (PKS Adolina, 2011) 5.2.5. Stasiun Pemurnian Minyak yang dihasilkan dari proses pengempaan kemudian masuk ke sand trap tank dan dibawa melalui oil gutter. Serabut (serat) dan biji (ampas) hasil pengempaan diteruskan ke CBC (Cake Breaker Conveyor) untuk diolah di pabrik biji. Sand trap tank berfungsi untuk memisahkan pasir dari cairan minyak kasar yang berasal dari screw press. Sistem kerja dari sand trap tank yaitu berdasarkan berat jenis. Minyak yang massa jenisnya lebih kecil akan berada di atas sedangkan pasir akan mengendap di bawah. Pasir akan dikeluarkan melalui blowdown. Minyak kemudian akan dialirkan ke dalam vibrating screen. Vibrating screen berfungsi untuk menyaring hasil dari sand trap tank berupa dari serabut-serabut yang lolos dari stasiun kempa yang dapat menggangu proses pemisahan minyak. Alat ini memiliki dua lapisan yaitu lapisan pertama yang berukuran 20 mesh dan lapisan kedua yang berukuran 40 mesh. Kotoran yang tidak bisa tersaring akan masuk ke dalam bottom fruit conveyor

Pengempaan

Minyak Kotor (40,9%) 76.902,06

Serat (14,0%) 26.323,44

Biji (13,0%) 24.443,20

Kehilangan (0,5%) 940,12

Thresser Bunch (68,4%) 128.608,83

34

untuk kembali diolah di dalam digester. Lumpur bercampur minyak yang tercecer di lantai dikutip secara manual oleh petugas dan dimasukkan ke dalam bak basin. Hasil dari vibrating screen akan dibawa ke COT (Crude Oil Tank) atau biasa disebut dengan bak RO untuk diendapkan. COT selain digunakan untuk menampung minyak dari vibrating screen juga digunakan untuk menurunkan NOS (Non Oil Solid) dan menambah panas. Pemanasan yang dilakukan pada COT dilakukan dengan menggunakan injeksi uap langsung serta steam coil sehingga mencapai suhu 90-950C. Minyak kemudian akan dipompa menuju CST (Continious Settling Tank). CST berfungsi untuk memisahkan minyak, sludge, dan air secara gravitasi dengan menggunakan prinsip perbedaan berat jenis. Satu unit bagian CST terdapat 3 ruang dimana ruang pertama berguna untuk menampung minyak dari pompa minyak kasar dan penambahan panas untuk memanaskan minyak dengan suhu 90-95˚C. Ruang kedua merupakan ruang pemisah antara minyak dan sludge. Minyak akan mengapung dan langsung dialirkan ke oil tank untuk dimurnikan oleh oil purifier sedangkan sludge yang berada pada bagian bawahnya dialirkan ke ruang ketiga untuk ditampung sementara sebelum dialirkan ke sludge tank. Sebelum dibawa ke dalam oil purifier, minyak hasil dari CST akan ditampung terlebih dahulu di dalam oil tank. Di dalam oil tank, minyak akan dipanaskan dengan menggunakan steam spiral yang dapat menghasilkan suhu 90-950

C sebelum dikeluarkan dan dibawa ke oil purifier.

Oil purifier berfungsi untuk memisahkan minyak dengan gaya sentrifugal dan prinsip perbedaan berat jenis dimana minyak yang mempunyai berat jenis lebih kecil akan terdorong ke bagian poros sedangkan kotoran dan air yang berat jenisnya lebih besar akan terdorong ke arah dinding. Menurut Primo (2008), sistem kerja dari oil purifier biasanya dengan cara settling, centriguging, dan filtering. Proses pemurnian minyak ini dilakukan dengan cara memisahkan partikel kotoran dan air. Minyak hasil dari oil purifier akan ditarik masuk ke dalam vacuum dryer. Vacuum dryer berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam minyak dengan cara penguapan hampa. Temperatur minyak di dalam unit ini sebesar 90-95˚C, hal ini dilakukan agar kadar air cepat menguap. Tekanan hampa udara yang ada pada alat ini adalah sebesar 0,8-1,0 kg/cm2. Minyak yang telah bersih keluar dari vacuum dryer dan selanjutnya dipompakan ke tangki penyimpanan (storage tank). Storage tank berfungsi menyimpan sementara minyak yang dihasilkan sebelum didistribusikan. Storage tank harus dibersihkan secara rutin, suhu dijaga pada 40-60˚C, dan kondisi steam coil harus diperiksa secara rutin karena kebocoran steam coil mengakibatkan kadar air CPO yang dihasilkan naik (PKS Adolina, 2011). Tangki penyimpanan yang digunakan dilengkapi dengan pemanas pipa uap. PKS Unit Usaha Adolina memiliki tangki yang dilengkapi dengan 2 unit pompa minyak dengan kapasitas 30 dan 60 m3

/jam.

Sludge yang dikeluarkan dari CST akan dimasukkan ke dalam sludge tank. Pada sludge tank sludge yang masih mengandung minyak akan dipanaskan kembali dengan suhu 90-950C. Minyak yang terkandung didalamnya akan berada diatas, sedangkan sludge dan kotoran akan berada dibawah dan akan dikeluarkan melalui blowdown. Minyak hasil dari sludge tank akan dibawa ke brush cleaning strainer sedangkan kotoran akan dibawa ke bak fat fit. Brush cleaning strainer berfungsi untuk memisahkan atau menghilangkan serat-serat halus yang masih ada dalam cairan sludge. Brush cleaning strainer biasa lebih dikenal sebagai pembersih awal. Kotoran yang dihasilkan dari brush cleaning strainer akan langsung dikirim ke bak fat fit. Sedangkan minyak yang masih mengandung kotoran akan dialirkan ke sand cyclone. Sand cyclone digunakan untuk menangkap pasir yang terkandung dalam sludge sebelum ditampung di balancing tank dan dibawa ke sludge separator. Sludge separator berfungsi untuk menerima sludge dari sludge tank serta memisahkan lumpur dan kotoran pada minyak dengan gaya sentrifugal. Sludge separator dioperasikan dalam kondisi suhu 90-

35

95˚C. Kotoran dan lumpur yang tersaring langsung dikirim ke bak fat fit sedangkan minyak yang dihasilkan akan dibawa menuju ke CST untuk kembali diolah untuk mendapatkan rendemen CPO yang lebih baik lagi. Sebagian kecil minyak masih tetap terikut dalam sludge ke dalam bak basin dan dibawa ke bak fat fit. Dalam bak fat fit minyak akan dikutip dan dibawa kembali ke CST melalui pipa-pipa sedangkan kotoran dibawa ke deoiling pond. Pada deoling pond juga akan dilakukan pengutipan minyak untuk memperbaiki rendemen dan akan dikirim ke bak fat fit sedangkan kotoran akan dibawa ke pengolahan limbah anaerobik. Hasil dari stasiun pemurnian yaitu minyak sawit (crude palm oil) sebesar 23,2% dari TBS olah. Neraca massa stasiun pemurnian dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Neraca massa stasiun pemurnian (PKS Adolina, 2011)

5.2.6. Stasiun Pabrik Biji Pabrik biji berfungsi memisahkan cangkang dan inti (kernel) untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu sesuai spesifikasi. Biji yang bercampur dengan ampas atau serat (fibre) dalam ampas kempa (press cake) diaduk, dipecah, dan dikeringkan dengan CBC. Biji dan serat dalam ampas kempa yang relatif sudah mengering, dipisahkan oleh separating column dengan sistem hisapan yang berada di fibre cyclone. Biji yang masih mengandung serabut turun ke bawah dan dibersihkan serabutnya di polishing drum, sedangkan serat dihisap blower di fibre cyclone dan dikirim ke boiler untuk dijadikan sebagai bahan bakar. Biji dari polishing drum dikirim dengan destoner untuk pemisahan benda-benda asing (batu, besi, dan biji dura) dengan sistem hisap. Melalui corong air lock biji masuk ke nut grading screen untuk dikelompokkan sesuai dengan ukuran fraksinya. Biji yang sudah dikelompokkan berdasarkan ukurannya, dimasukkan dan disimpan kedalam silo biji (nut silo) untuk dipecah oleh nut cracker atau ripple mill. Pemecahan terjadi akibat gaya tekan ripple plate dan putaran rotor bar. Pemisahan inti dan cangkang menggunakan LTDS (Light Tenera Dust Separator). Cangkang akan dikirimkan ke stasiun boiler dengan menggunakan conveyor yang akan digunakan sebagai bahan bakar boiler. Sistem pemisahan yang dilakukan disini adalah dengan menggunakan tenaga blower hisap dust separator dengan adjustmen damper untuk menentukan kualitas output yang dikehendaki, sehingga cangkang pecah yang mempunyai luas penampang lebih besar akan terhisap ke atas dan dialirkan ke boiler sedangkan inti yang terkutip dipompakan ke kernel silo. Campuran inti dan cangkang yang tidak terpisah karena memiliki berat hampir sama dialirkan ke hydrocyclone untuk dilakukan proses pemisahannya. Pada hydrocyclone akan dipisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar dan berat jenisnya hampir sama. Pada hydrocyclone ini inti juga akan melalui tahap pencucian sebelum dibawa ke dalam kernel silo. Kernel silo dilengkapi dengan satu blower dan satu heater. Kemudian akan melewati pemanas dengan tiga tingkatan. Kernel silo juga

Pemurnian

CPO (23,2%) 43.621,71

Lumpur (48,7%) 91.567,98

Kehilangan (0,5%) 940,12

Air (0,5%) 940,12

Minyak Kotor (40,9%) 76.902,06

Air Dilusi (32,0%) 60.167,87

36

dilengkapi dengan shaking grade yang digunakan untuk pengaturan pengiriman inti ke hopper inti dan blower pneumatic. Hasil dari kernel silo berupa inti sebesar 4,1% dari TBS olah akan disimpan di bagian unit hopper inti sebelum dikirim ke pabrik pengolahan minyak inti (palm kernel oil). Neraca massa pabrik biji dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Neraca massa stasiun pabrik biji (PKS Adolina 2011)

5.3. PENANGANAN LIMBAH YANG DITERAPKAN 5.3.1. Limbah Padat Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan pabrik kelapa sawit. Limbah padat yang dihasilkan berupa TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit), serat, dan cangkang. Limbah padat berupa TKKS ini memiliki komponen terbesar berupa selulosa sebesar 40%. Selain itu TKKS juga mengandung komponen lainnya yaitu hemiselulosa sebesar 24%, lignin 21%, dan abu 15%. Menurut Fauzi (2007) TKKS dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman dimana pemanfaatan pupuk organik ini dapat menghemat penggunaan pupuk sintesis sampai dengan 50%. TKKS dijadikan sebagai pupuk yang digunakan untuk meremajakan tanah, meningkatkan unsur hara tanah, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Kegiatan seperti ini biasa dikenal dengan aplikasi lahan (land application). TKKS diaplikasikan pada TBM (Tanaman Belum Menghasilkan), TM (Tanaman Menghasilkan), dan tanah berpasir. Aplikasi TKKS pada TBM dilakukan dengan menyusun rata TKKS pada piringan tanaman kelapa sawit.

Selain itu limbah padat yang dihasilkan PKS adalah cangkang kelapa sawit, yaitu bagian yang paling keras dari komponen kelapa sawit. Limbah ini dihasilkan dari proses pemecahan biji kelapa sawit setelah dilakukan perebusan tandan buah segar. Pada umumnya, cangkang yang dihasilkan adalah 6,5% dari total TBS yang diolah (Ditjen PPHP 2006). Limbah cangkang kelapa sawit dapat menimbulkan permasalahan yang cukup besar bagi lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik yang dimilikinya cukup tinggi, sehingga berpotensi mencemari lingkungan karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar (Ditjen PPHP 2006). Cangkang kelapa sawit sulit untuk didegradasi atau diuraikan secara alami. Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air (8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), dan abu (0.6%).Cangkang dalam PKS merupakan produk samping yang dihasilkan dalam pengolahan, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan uap. Cangkang sebenarnya juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar briket untuk keperluan rumah tangga.

Pabrik Biji

Inti Sawit (4,1%) 7.615,00

Cangkang (7,0%) 13.161,72

Kehilangan (1,4%) 2.726,36

Air (0,5%) 940,12

Biji (13,0%) 24.443,20

37

Serabut kelapa sawit atau biasa lebih sering dikenal dengan serat (fibre) adalah limbah padat PKS yang dihasilkan dari proses pressing TBS. Sama seperti cangkang kelapa sawit, sabut kelapa sawit ini pemanfaatannya masih kurang maksimal, yaitu hanya dijadikan sebagai bahan bakar boiler. Pada proses pengempaan (ekstraksi) dihasilkan ampas (press cake) yang terdiri dari serabut dan biji yang kemudian dipisahkan. Hasil dari pemisahan tersebut menghasilkan serabut sebesar 13 % dari bobot TBS (Ditjen PPHP 2006). Di Indonesia potensi limbah serat kelapa sawit ini diperkirakan sebanyak 846.981 ton kering dan limbah berupa tandan kosong kelapa sawit sebanyak 2.688.280 ton kering. Serat selama ini hanya dimanfaatkan atau diaplikasikan untuk keperluan bahan bakar boiler untuk menghasilkan uap pengolahan di stasiun proses. Pada dasarnya serat juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel dan pulp kertas. Perpaduan kedua limbah padat ini (cangkang dan serat) sampai saat ini dimanfaatkan di stasiun ketel uap sebagai bahan bakar boiler. 5.3.2. Limbah Cair Pengolahan limbah cair bertujuan untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen. Pengolahan limbah cair juga bertujuan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasinya menjadi lebih rendah. Oleh karena itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan-bahan di atas dapat dikurangi (Sugiharto, 1987). Kegiatan-kegiatan pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi pengolahan pendahuluan (pre treatment), pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment), pengolahan ketiga (tertiary treatment), pembunuhan kuman, dan pembuangan lanjutan. Penanganan pendahuluan dan penanganan pertama meliputi proses pemisahan bahan mengapung dan mengendap di kolam pengolahan. Proses penanganannya dilakukan secara fisik maupun kimia. Penanganan kedua meliputi proses biologis, untuk mengurangi bahan-bahan organik yang ada di dalamnya melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Penanganan ketiga merupakan kelanjutan dari penanganan sebelumnya yang dilakukan apabila masih terdapat bahan tertentu yang berbahaya. Pengolahan lanjutan dilakukan untuk menangani lumpur hasil penanganan sebelumnya. Proses biologis dan aplikasi lahan merupakan salah satu sistem yang memberikan keuntungan dalam penanganan limbah karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk. Pengolahan limbah ini mampu meminimasi biaya karena hanya membutuhkan energi yang lebih kecil namun dapat menurunkan beban pencemar berat hingga terbentuk lumpur sebagai pengganti pupuk organik. Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan limbah yang memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan limbah cair mengandung padatan tersuspensi organik dan minyak. Nilai kandungan bahan organik yang tinggi ini dapat terlihat dari nilai BOD (Biological Oxygen Demand) yang merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD maka kandungan bahan organik yang ada dalam limbah juga semakin tinggi. BOD adalah kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Dengan kata lain semakin tinggi nilai BOD maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi. Nilai BOD sering digunakan sebagai tolak ukur kualitas limbah. Analisis kandungan limbah cair pabrik kelapa sawit disajikan pada Tabel 11. Selain BOD terdapat juga beberapa parameter yang biasa digunakan dalam pengujian limbah cair kelapa sawit diantaranya COD, TSS, pH, minyak dan lemak, senyawa-senyawa lainnya seperti Pb, Cu, Cd, dan Zn. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kelarutan oksigen kimiawi yang diperlukan

38

untuk merombak bahan organik dan anorganik. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol terhadap nilai BOD. Nilai COD suatu air limbah umumnya dua kali atau lebih dari nilai BOD. Total Suspended Solid (TSS) merupakan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh suspended solid lebih nyata pada kehidupan biota mikroorganisme. Semakin tinggi TSS maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi (BOD). Oleh karena itu TSS diupayakan diminimalisasi dengan penyaringan, pengendapan atau penambahan bahan kimia flokulan. Derajat keasaman (pH) menjadi parameter untuk melihat keasaman dari limbah cair. Semakin rendah atau tinggi nilai pH maka semakin tinggi pula keasaman atau basa dari limbah cair. Semakin tinggi kandungan limbah maka pH akan semakin rendah (asam). pH yang diinginkan mendekati nilai netral agar aman disalurkan ke aplikasi lahan. Minyak dan lemak dijadikan parameter sebagai referensi perbaikan proses pengambilan minyak dari sludge di stasiun pemurnian. Tingginya nilai kandungan minyak di IPAL berarti mengindikasikan bahwa pengambilan minyak dari sludge kurang baik.

Tabel 11. Data analisis limbah cair pabrik kelapa sawit

No Parameter Satuan Inlet Inlet1 Oulet2 3 1 pH 3,3-4,6 4,0-5,0 7,89 2 BOD mg / L 5 8.200-35.000 20.000-30.000 1.255 3 COD mg / L 15.103-65.100 40.000-60.000 8.462

4 Minyak & Lemak mg / L 190-14.720 5.000-7.000 23

5 TSS mg / L 1.330-50.700 30.000-70.000 -

6 Nitrogen Total mg / L 12-126 500-800 -

7 Pb mg / L - - < 0,01 8 Cu mg / L - - < 0,004 9 Cd mg / L - - < 0,004

10 Zn mg / L - - < 0,02 Sumber : 1 Ditjen PPHP (2006) 2 Inlet PKS PTPN

3

Outlet PKS PTPN (RKL Hasil Pengujian BLH Sumut Desember 2011)

Pengolahan pendahuluan yang dilakukan oleh PKS Unit Usaha Adolina ini adalah pemisahan minyak. Pengambilan minyak dilakukan dengan alat rodos yang terdapat pada unit deoiling pond. Rodos ini merupakan rotary drum dryer yang dimodifikasi. Minyak yang terdapat pada permukaan limbah cair dialirkan menuju rodos tersebut. Minyak ini akan menempel pada rodos yang berputar lalu minyak dipisahkan dengan pisau yang menempel pada rodos. Minyak tersebut kemudian akan dikembalikan ke stasiun klarifikasi (continious settling tank) untuk diolah kembali. Perlakuan selanjutnya yang dilakukan yaitu pengiriman ke dalam kolam anaerobik primer melalui parit-parit yang bertujuan untuk menguraikan butiran-butiran minyak atau senyawa-senyawa organik yang masih tersisa dengan bantuan bakteri. Pada kolam anaerobik primer ini limbah dinetralkan pH-nya dengan cara resirkulasi. Limbah yang keluar dari kolam anaerobik primer selanjutnya masuk ke kolam anaerobik sekunder. Kolam anaerobik sekunder ini bertujuan untuk memproses kembali limbah dari kolam anaerobik primer. Pada kolam anaerobik primer nilai BOD limbah cair masih cukup tinggi sehingga diperlukan proses lanjut untuk menurunkan nilai BOD limbah. Proses pengolahan limbah ini juga dilakukan dengan cara sirkulasi untuk menaikan pH dan menurunkan temperatur. Selanjutnya limbah cair ini masuk ke final pond sebelum dialirkan untuk aplikasi lahan (PKS Adolina, 2011).

39

Aplikasi lahan adalah upaya pemanfaatan hasil dari penanganan limbah secara biologis. Metode penanganan limbah secara biologis untuk land application cukup populer karena tergolong murah dalam operasi dan pemeliharaannya, tidak ada pembuangan ke badan air, tidak ada bau tidak sedap yang dapat mengganggu masyarakat, serta menyediakan air yang kaya unsur hara (Cortland Official 2012). Hasil dari proses biologis adalah air reklamasi berkualitas tinggi (high quality reclaimed water) yang telah memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Air tersebut baik untuk digunakan untuk aplikasi lahan perkebunan sawit sebagai pupuk organik. Limbah yang akan diaplikasikan ke lahan ini terlebih dahulu diambil contohnya untuk dianalisis. Analisis bertujuan untuk mengetahui apakah limbah sudah sesuai dengan Baku Mutu Lingkungan atau belum. Limbah cair yang ada di final pond diresirkulasikan dengan cara menyemprotkan cairan menuju kolam anaerobik primer dan kolam anaerobik sekunder. Selain itu proses resirkulasinya juga dilakukan dengan membuat saluran pipa-pipa yang diarahkan ke kolam anaerobik primer. Hal ini bertujuan untuk menghancurkan sekam-sekam yang timbul pada kolam anaerobik primer, menurunkan suhu, dan menaikan pH. Volume kolam limbah yang dimiliki PKS Unit Usaha Adolina adalah sebesar 5.390 m3 untuk tiap kolam sehingga total volume kolam limbah sebesar 21.560 m3. Kedalaman kolam limbah ini 3,5 m dengan volume limbah efektif yang terisi adalah 80 % dari total volume kolam limbah atau sebesar 17.248 m3. Limbah yang dikeluarkan oleh PKS dari hasil pemurnian pada tahun 2011 sebesar 91.567,98 m3. Jika kapasitas satu kolam efektif 80% x 5.390 m3 dapat menampung sebesar 4.312 m3 dengan waktu retensi 15 hari. Maka untuk jumlah limbah tahun 2011 di kolam pertama untuk diolah 91.567,98 m3

sebesar ± 22 kali atau mencapai waktu retensi 330 hari (asumsi satu tahun adalah 365 hari). Limbah cair yang diolah di Unit Pengolahan Limbah PKS Unit Usaha Adolina ini dianalisis sekali dalam sebulan. Analisis dilakukan oleh UPT Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara dan Laboratorium Bagian Pengolahan Kantor Pusat PT Perkebunan Nusantara IV. Dari data analisis limbah cair maka limbah yang dihasilkan masih berada dibawah standar Baku Mutu Lingkungan. Denah pengolahan limbah dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pada PKS Unit Usaha Adolina, limbah cair yang telah diolah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) diangkut dengan mobil tangki. Limbah cair yang diangkut per hari adalah ± 25 ton. Selain itu, limbah juga dialirkan melalui parit-parit yang berbentuk spiral menuju afdeling. Panjang parit-parit yang dimiliki PKS Unit Usaha Adolina adalah ± 30 km. Aplikasi lahan di pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit biasanya menggunakan teknik parit dan teknik traktor tangki. Pada teknik parit, parit yang diterapkan berliku-liku (spiral). Teknik ini dilakukan dengan memompakan limbah ke tempat yang tinggi, lalu dialirkan ke bawah dengan kemiringan tertentu di dalam alur. Pada teknik traktor tangki, limbah cair diangkut dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) ke areal tanaman (afdeling) dengan menggunakan traktor yang menarik tangki. 5.3.3. Limbah Gas Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang dibuang ke udara. Limbah udara yang dihasilkan oleh PKS Unit Usaha Adolina berasal dari cerobong asap boiler dan cerobong asap mesin genset. Pengujian dilakukan oleh UPT Laboratorium Lingkungan BLH Sumatera Utara setiap enam bulan sekali. Pengujian limbah gas dilakukan pada kulitas udara emisi dan kualitas udara ambient. Pengujian udara emisi dilakukan pada sumber limbah gas tersebut yaitu cerobong asap boiler. Pengujian tidak dilakukan pada cerobong asap genset karena penggunaan genset tidak dilakukan secara terus menerus. Genset dinyalakan ketika listrik dari PLN mati. Parameter yang diuji adalah sulfur dioksida, nitrogen

40

dioksida, ammonia, hidrogen sulfida, hidrogen florida, gas klorin, hidrogen klorida, opasitas, dan partikulat. Hasil pemantauan pengukuran emisi gas buang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil pemantauan pengukuran emisi gas buang tahun 2011 PKS Unit Usaha Adolina

No Parameter Satuan Hasil Analisa Baku

Mutu Metode

Boiler

1 SO mg/Nm 2 78,8 800 Pararosanilin

2 NO mg/Nm 2 150 1000 Salztman

3 NH mg/Nm 3 0,15 2,0 Metyene blue

4 HF mg/Nm 3,16 0,02 Salicylate method

5 HCL mg/Nm 1,95 20 Lantanum Alzarin

6 Opasitas % 20 35 Visual

7 Partikulat mg/Nm 150 350 Gravimetri

8 Getaran cm/s 0,21 40 Vibratometer Sumber : Hasil Pengujian BLH Sumut 2011

Hasil pengujian yang dilakukan UPT Laboratorium Lingkungan BLH Sumatera Utara menunjukkan bahwa emisi udara yang dikeluarkan oleh PKS Unit Usaha Adolina tahun 2011 masih berada di bawah Baku Mutu Lingkungan yang berlaku, hanya nilai HF yang melebihi baku mutu. Didapatkan nilai HF sebesar 3,16 mg/Nm sedangkan sesuai KepMenLH No.13/MENLH/3/1995 sebesar 0,02 mg/Nm. Hal ini dikarenakan panas yang dihasikan terlalu tinggi. Pengendaliannya bisa dilakukan dengan menginstalasi sistem penetral (scrubber) kering yang berfungsi mengendalikan SOx dan gas yang bersifat asam (Global Source, 2012). Oleh karena itu diperlukan APD seperti sarung tangan karet, pelindung mata, dan pakaian pelindung untuk keamanan pekerja. Selain emisi gas boiler juga dilakukan pengujian terhadap udara ambient. Hasil dari pengujian udara ambient pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil pengujian udara ambient PKS Unit Usaha Adolina

No

Parameter

Hasil Analisa Satuan Baku

Mutu

Metode

I II III

1 SO 38,90 2 44,10 45,20 ug/Nm 900 Pararosanilin

2 NO 8,06 2 32,20 54,10 ug/Nm 400 Salztman

3 H2 0,002 S 0,003 0,005 ppm 0,02 Metyene Blue

4 NH 0,012 3 0,01 0,001 ppm 2 Salicylate methode

5 TSP 61,10 84 144,50 ug/Nm 230 Gravimentri

6 Kebisingan 54,90 59,40(1) 70,60(2) dB (3) 8570

(1)

55(2) Sound Level

Meter (3) Sumber : Hasil Pengujian BLH Sumut 2011

41

Pengujian udara ambient dilakukan pada tiga lokasi. Lokasi pertama yaitu ruang proses pengolahan kelapa sawit, lokasi kedua yaitu perkantoran administrasi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina, dan lokasi ketiga pengujian berada pada pemukiman penduduk. Parameter yang diuji adalah sulfur dioksida, nitrogen dioksida, hydrogen sulfide, amonia, TSP (debu) dan kebisingan. Untuk semua pengujian parameter, Instalasi udara ambient tidak melebihi Baku Mutu Lingkungan kecuali parameter kebisingan di lokasi pemukiman penduduk. Hasil pengujian kebisingan tahun terakhir didapatkan nilai kebisingan 70,60 dB sedangkan Baku Mutu No 48/MENLH/11/1996 sebesar 55 dB. Hal ini dikarenakan lokasi pemukiman penduduk merupakan Jalinsum (Jalur Lintas Sumatera). Upaya yang dilakukan pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina yaitu dengan menanami pohon-pohon sepanjang Jalinsum yang melintasi pabrik dan pemukiman karyawan. 5.3.4. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat dan konsentrasinya dalam jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan ataupun merusak dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Limbah B3 merupakan limbah yang berasal dari akivitas bagian kebun dan bagian pengolahan. Limbah B3 perkebunan berupa pupuk yang sudah kadaluarsa serta penggunaan pupuk dan kimia tanaman lainnya seperti pestisida, rodentisida, dan fungisida yang tidak sesuai dengan prosedur. Limbah B3 hasil perkebunan biasanya dilakukan dengan menjual kepada pihak penampung dan pengumpul. Limbah pengolahan berasal dari kantor tata usaha dan teknik. Limbah B3 yang dihasilkan berupa oli dan aki bekas, bekas wadah kimia, lampu bekas, buangan APD yang terkontaminasi bahan kimia, sampel yang telah dianalisis dan bahan kimia yang telah kadaluarsa Limbah B3 yang dihasilkan dikumpulkan atau disimpan terlebih dahulu di pembuangan khusus sampah B3. Limbah B3 ini kemudian disimpan sementara dalam gudang penyimpanan limbah B3. Penanganan limbah B3 ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Limbah B3 dapat dijual ke perusahaan pengumpul, pengolah dan pengguna minyak pelumas bekas. PKS Unit Usaha Adolina telah memiliki izin untuk menyimpan limbah B3 berdasarkan KepMenLH No 14 tahun 2006. Limbah B3 yang dihasilkan sebagian dimanfaatkan untuk kelancaran produksi. Oli bekas yang dihasilkan oleh bagian pengolahan dan teknik dimanfaatkan untuk melumasi rel lori.

5.4 ANALISIS PELUANG APLIKASI PRODUKSI BERSIH 5.4.1. STASIUN PENERIMAAN BUAH a. Kontaminan Pada Buah Kontaminan pada buah akan banyak ditemukan di stasiun penerimaan buah bagian sortasi (loading ramp). Pada stasiun ini operator akan melihat kontaminan yang terjadi pada buah. Kontaminan ini berupa tanah, pasir, batu, dan plastik-plastik dari kebun afdeling yang terikut ke dalam truk saat buah akan diangkut ke pabrik pengolahan atau PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Kontaminan ini harus dicegah

42

atau setidaknya dikurangi kadarnya karena akan menurunkan kualitas produk, merusak peralatan pengolahan, dan sangat mengotori lingkungan pabrik. Hasil uji kadar kotoran terhadap buah yang jatuh dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil uji kadar kotoran terhadap buah yang jatuh Sampel Berat TBS (gram) Kotoran (gram) Kadar (%)

1 4.444,40 5,30 0,12 2 4.882,50 6,40 0,13

3 6.041,75 4,80 0,07

Rata-Rata 5.122,88 5,50 0,11

Sumber : PKS Adolina (2011) Dari ketiga sampel uji yang diambil dari kebun, maka didapatkan kadar kotoran pada buah sebesar 0,11%. Kotoran-kotoran ini merupakan pasir dan tanah yang menempel ketika buah dijatuhkan dari pohonnya. Jika kotoran-kotoran ini tidak dibersihkan di kebun maka akan terbawa ke dalam pabrik. Produksi TBS pada tahun 2011 mencapai 188.024,60 ton TBS, maka kontaminan atau kadar kotoran ini mencapai 206,83 ton. Walaupun hal ini terlihat tidak terlalu berdampak pada lingkungan karena hanya berupa tanah, pasir, dan kotoran lainnya, namun jika tidak dilakukan upaya intensif berupa pencegahan dan dibiarkan dalam jumlah banyak akan sangat menggangu operasional pabrik. Upaya ini perlu dilakukan pencegahan agar tidak mengotori pabrik dan meningkatkan kualitas produk. PKS Unit Usaha Adolina mengatasinya dengan membuat kisi-kisi pada loading ramp. Pasir, tanah, dan batu akan terjatuh melalui kisi-kisi tersebut. Kemudian operator rel lori akan mengumpul dan mengutip secara manual kotoran yang terjatuh dan selanjutnya membuangnya. Kotoran yang masih tetap terikut akan dihilangkan pada stasiun pemurnian pada alat sand trap tank. Pelaksanaan produksi bersih yang direkomendasikan pada alternatif ini yaitu upaya good house-keeping berupa penerapan SOP yang sudah ada dengan lebih baik. Hal yang dilakukan yaitu optimasi pengawasan buah yang dikirim dari kebun dan pembersihan area lantai loading ramp pada saat hari memulai proses serta pada interval waktu tertentu saat proses. Kesadaran dari pihak pekerja untuk menerapkan SOP yang sudah ada juga harus mendukung. Secara teknis dan lingkungan rekomendasi pelaksanaan produksi bersih ini bisa dilakukan dengan mudah tanpa biaya untuk menjaga efisiensi dan efektifitas proses dan lingkungan kerja menjadi tetap bersih. Dalam hal finansial atau ekonomi, keuntungan yang diperoleh memerlukan kajian lebih lanjut dan koordinasi yang baik dengan pihak manajemen perusahaan untuk menentukan nilai keuntungan kuantitatif yang akan didapatkan. Rekomendasi ini layak untuk dilaksanakan karena secara teknik, ekonomi, dan lingkungan akan memberikan keuntungan kepada perusahaan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Permasalahan dan rekomendasi penerapan produksi bersih kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 7.

b. Peningkatan Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas meningkat disebabkan karena beberapa hal diantaranya kerusakan mekanis dan adanya aktifitas enzim pada buah. Pembentukan ALB (Asam Lemak Bebas) pada minyak kelapa sawit dimulai dari buah di lapangan untuk diangkut hingga sampai penimbunan di loading ramp. Dengan kata lain peningkatan ini terjadi pada saat kematangan buah, pemetikan, sampai pengumpulan buah di stasiun penerimaan buah. ALB dihasilkan karena proses pemanenan buah yang tidak tepat waktu dan terlalu lama buah menunggu di loading ramp untuk direbus. ALB terbentuk karena terjadinya proses

43

hidrolisa minyak dan merupakan salah satu indikator penentuan mutu minyak sawit. Jika kadar ALB tinggi berarti mutu minyak akan rendah dan sebaliknya. Proses pematangan buah terjadi karena adanya penguraian atau hidrolisa minyak lemak menjadi gliserol dan ALB. Proses hidrolisa dikatalis oleh enzim lipase yang terdapat dalam buah yang mengandung minyak (Mangoensokerjo dan Semangun, 2003). Jika dinding sel buah kelapa sawit pecah maka enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan segera berlangsung dengan cepat. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor air, keasaman, dan katalis berupa enzim lipase. Dinding sel buah pecah karena pembusukan dan pelukaan mekanik. Pelukan mekanik berupa benturan menyebabkan buah tergores. Struktur kimia pembentukan asam lemak pada minyak dapat dilihat pada Gambar 15.

CH2

RCOO

CH2

OH

CH2 + RCOO 3H2

O 3R-COOH + CH2

OH

CH2

RCOO

CH2

OH

Trigliserida

Air

Asam lemak

Gliserol

Gambar 15. Struktur kimia pembentukan asam lemak pada minyak Dalam buah yang telah dipanen terdapat enzim lipase yang tetap bekerja dalam buah sebelum enzim itu dihentikan dengan pelaksanaan tertentu. Enzim dapat dihentikan dengan cara pemanasan pada suhu yang dapat mendegradasi protein. Enzim lipase bertindak sebagai katalisator dalam pembentukan trigliserida dan kemudian memecahkannya kembali menjadi ALB. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa enzim akan semakin tinggi apabila buah mengalami kememaran (luka). Untuk mengurangi aktifitas enzim maka sesampainya buah di pabrik diusahakan agar kememaran buah diperkecil. Enzim tidak aktif lagi pada suhu 50ºC. Oleh karena itu perebusan dilakukan pada suhu 120ºC di stasiun perebusan untuk menghentikan kegiatan enzim tersebut (Naibaho, 1996). Untuk mengurangi tingkat kenaikan ALB ini maka perlu dilakukan suatu upaya pencegahan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Upaya yang dilakukan yaitu dengan good house-keeping di lapangan dan di dalam pabrik. Upaya di lapangan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemetikan buah pada waktu yang tepat dan pengangkutan ke pabrik dengan truk dengan hati-hati untuk mengurangi buah memar atau rusak. Buah yang telah dipanen tidak diizinkan terlalu lama menunggu untuk segera diangkut ke pabrik agar diproses. Untuk di pabrik upaya yang dilakukan dengan pengawasan buah yang teliti dari operator pengawas di stasiun penerimaan buah loading ramp. Sampai saat ini belum ditemukan suatu alat atau teknologi automatis untuk menentukan tingkat kematangan buah. Tingkat kematangan buah masih dilakukan secara manual oleh operator dengan melihat kematangan buah dari warna dan banyaknya buah membrondol. Tingkat kematangan buah jika dilihat dari warna menunjukkan warna buah menjadi merah jingga dan tingkat kematangan buah jika dilihat dari banyaknya buah yang membrondol yaitu jika buah jatuh 2 butir brondolan per kg TBS (Hutagaol E dan Yahya S, 2009). PKS Adolina (2011) menyebutkan tingkat kematangan buah dilihat dari jumlah buah yang membrondol yang jatuh di sekitar gawangan berjumlah 5 brondolan. Pengaturan sistem penjadwalan yang baik pengangkutan TBS dari kebun di afdeling ke pabrik merupakan salah satu upaya untuk efisiensi biaya berupa penghematan penyewaan truk dalam suatu perkebunan kelapa sawit. Oleh karenanya diperlukan sistem koordinasi yang baik antara

44

pengangkutan dengan sistem waktu panen di kebun. Hal ini dilakukan untuk menghindari kenaikan asam lemak bebas setelah buah dipanen. Penetapan sistem penjadwalan penggunaan truk yang dikoordinasikan dengan jadwal panen menjadi rekomendasi untuk menghemat biaya penyewaan truk yang digunakan sekaligus menghindari peningkatan ALB karena buah yang menunggu terlalu lama untuk diangkut setelah dipanen. Secara teknik rekomendasi pembuatan sistem penjadwalan panen dan efisiensi penggunaan truk bisa dilaksanakan dengan koordinasi pihak manajemen perusahaan untuk meningkatkan mutu TBS yang dihasilkan. Secara ekonomi atau keuntungan (finansial) perlu dilakukan kajian dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui keuntungan yang bisa didapatkan dari perbaikan asam lemak bebas dari rekomendasi yang telah dilakukan. Namun untuk penghematan penyewaan truk setelah dianalisis dari jumlah buah yang dihasilkan dengan truk yang digunakan dari setiap afdeling, maka pihak Unit Usaha Adolina dapat melakukan efisiensi pengangkutan dan menghasilkan penghematan sebesar Rp. 576.000.000/tahun (Pihak Unit Usaha Adolina menyewa truk dari pihak rekanan sebesar Rp. 6.000.000/truk/bulan). Rekomendasi efisiensi penggunaan truk dan lahan yang harus di panen dapat dilihat pada Lampiran 8.

5.4.2. STASIUN REBUSAN a. Tekanan Rebusan Tidak Mencapai 2,8 kg/cm2

Pada Puncak Ketiga

Pada pabrik pengolahan kelapa sawit mempunyai norma tentang berapa nilai tekanan yang harus diberikan pada saat perebusan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada sistem perebusan dilakukan dengan sistem 3 puncak dimana pada puncak pertama harus mencapai 2,3 kg/cm2, puncak kedua 2,5 kg/cm2, dan pada puncak ketiga 3,0 kg/cm2 dengan total satu waktu siklus 80-90 menit. Sugiardi (2011) menyebutkan bahwa uap yang digunakan adalah uap jenuh dengan tekanan 2,8-3,0 kg/cm2 dan pada suhu 1350

C yang dilakukan untuk membunuh enzim lipase yang menyebabkan hidrolisa minyak. Tekanan dan suhu yang tidak sesuai dengan norma menyebabkan kadar asam lemak bebas menjadi tinggi. Jika asam lemak tinggi maka akan berpengaruh terhadap produk turunan yang dihasilkan menjadi terasa bau tengik, kerusakan gizi, tekstur, dan cita rasa menurun (Gunawan, 2003).

Beberapa hal kemungkinan yang menyebabkan tekanan rebusan terutama pada puncak ketiga berada dibawa dari norma yang telah ditetapkan atau dengan kata lain kurang dari 2,8 kg/cm2 antara lain jarak yang terlalu jauh antara ketel rebusan dengan BPV, kemungkinan banyak kebocoran uap di rebusan atau pada pipa dari BPV menuju rebusan, serta terlalu banyak pemakaian uap untuk instalasi di luar rebusan (Hariyanto, 2007). Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan suatu upaya pencegahan dengan teknik good house-keeping berupa pengawasan operasional oleh mandor rebusan kepada operator. Pengawasan operasional dilakukan dengan mengevaluasi grafik rebusan (hasil rekaman perebusan pada mesin operator) untuk mengetahui tekanan perebusan, kebocoran uap, holding time, waktu rebus, dan waktu merebus. Pemeriksaan harian alat pengukur tekanan dan suhu setiap pagi harus dilakukan sebelum proses pada hari tersebut akan dimulai. Dengan kata lain, upaya yang direkomendasikan yaitu dengan optimasi tata cara operasi yang baik oleh pekerja. Selain itu perlu penegasan SOP (Standar Operasional Prosedur) di stasiun perebusan baik dalam hal ketelitian proses serta keselamatan dan kesehatan kerja. Secara teknik dan lingkungan rekomendasi layak untuk dilaksanakan untuk mendapatkan produktifitas dan rendemen yang tinggi. Jika rendemen yang dihasilkan meningkat maka secara tidak langsung keuntungan perusahaan secara finansial juga meningkat. Analisis keuntungan secara finansial tidak bisa ditentukan nilai dalam kuantitatif karena harus dilakukan kajian finansial lebih lanjut dan koordinasi dengan manajemen pusat pihak pabrik.

45

b. Kandungan Minyak Dalam Air Kondensat di Atas Norma Kondensat bisa diartikan sebagai cairan yang terkondensasi dari uap. Kondensasi atau biasa yang dikenal dengan istilah pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap dikompresi (tekanan

ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Dewi (2010) menuliskan bahwa semakin lama perebusan buah maka potensi kehilangan minyak dalam air kondensat semakin tinggi, biji semakin masak dan menghasilkan biji yang lebih mudah pecah dan lekang, kandungan minyak dalam TKKS, mutu minyak sawit akan menurun (Diketahui dengan penurunan DOBI) walaupun semakin lama perebusan maka potensi buah yang terpipil semakin tinggi dan kadar ALB menurun. Sebaliknya semakin cepat perebusan akan menyebabkan buah yang terpipil akan semakin rendah dan secara tidak langsung akan menyebabkan losses buah yang terikut dengan TKKS akan menjadi lebih tinggi. Selain itu perebusan yang terlalu cepat akan menyebabkan kadar ALB masih tinggi yang menyebabkan mutu minyak.

Waktu yang paling tepat untuk satu siklus perebusan 80-900C dengan tekanan pada puncak pertama hingga puncak ketiga masing-masing 2,3, 2,5, dan 3,0 kg/cm2

. Kerusakan alat ukur rebusan, lampu panel, alarm, kebocoran pipa, grafik kerja mesin rebusan pada peralatan rebusan juga akan memberikan pengaruh terhadap minyak yang dihasilkan dan kinerja dari operasional. Oleh karena itu hal-hal ini harus benar-benar diperhatikan. Hariyanto (2007) menyebutkan bahwa kandungan minyak dalam air kondensat kemungkinan disebabkan oleh adanya buah restan yang dicampur dengan buah segar dalam satu perebusan, holding time terlalu lama, buah banyak yang terluka atau memar akibat sering terbanting, brondolan terlindas kendaraan, dan pembuangan air kondensat tidak tuntas. Air kondensat yang dikeluarkan mengandung minyak karena minyak akan menguap saat diberikan suhu dan tekanan tinggi dan akan mengikat pada air kondensat. Menurut Irvan (2009) bahwa hasil samping dari proses rebusan adalah air kondensat yang mengandung minyak sebesar 0,50% yang kemudian akan dimasukkan ke dalam bak fat fit. Pahan (2006) menambahkan bahwa industri pengolahan kelapa sawit mengalami kehilangan minyak pada stasiun perebusan akibat losses minyak karena terikut air kondensat sebesar 0,40-0,90%.

Alternatif aplikasi produksi bersih yang direkomendasikan adalah modifikasi proses berupa pendirian kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak. Alternatif ini dilakukan sebagai upaya pengurangan volume dan kualitas limbah. Dengan pembuatan kolam penampung air kondensat diharapkan bisa dilakukan pengawasan yang lebih ketat dan memberikan peluang untuk mengutip minyak pada air kondensat. Upaya ini akan lebih efektif dibandingkan upaya pengutipan di bak fat fit yang telah bercampur dengan lumpur bercampur minyak di stasiun-stasiun lainnya. Air kondensat yang dikeluarkan dari rebusan akan dialirkan ke blowdown silencer melalui pipa-pipa sedangkan kebocoran uap air pada pipa tersebut akan dialirkan melalui parit-parit sebelum dibawa ke bak fat fit. Peluang penerapan ini dilakukan dengan membuat kolam penampung air kondensat diantara rebusan dengan bak fat fit. Kolam penampung air kondensat akan menampung air yang mengandung minyak dimana minyak akan tertampung di bagian atas karena perbedaan berat jenisnya dan terbawa ke kolam penampung minyak. Minyak akan dipompa kembali ke stasiun pemurnian (sand trap tank) sebagai minyak kasar dan air akan dialirkan ke bak fat fit. Desain kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak yang direkomendasikan dapat dilihat pada Lampiran 9.

46

Berdasarkan neraca massa pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina bahwa dihasilkan 12% air kondensat. Jika pada tahun 2011 TBS yang diproduksi 188.024,60 ton TBS olah/tahun, maka air kondensat yang dihasilkan mencapai 22.562,95 ton/tahun. Kehilangan minyak di PKS Unit Usaha Adolina mencapai 0,50% dari produksi olah di tahun 2011 atau sekitar 112,81 ton minyak kasar per tahun dari air kondensat yang dihasilkan. PKS Unit Usaha Adolina menggunakan dua ketel rebusan sekali beroperasi dengan kapasitas setiap ketel 25 ton TBS olah (10 buah lori). Maka TBS olah per jam mencapai 50 ton TBS/jam untuk dua ketel rebusan beroperasi. Dengan jumlah kolam kondensat sebesar 12% dihasilkan air kondensat sebesar 6 m3/jam dan dengan losses minyak 0,03 m3

/jam. Oleh karena itu dibutuhkan tanah seluas 2,0 x 2,0 x 1,6 m untuk pembuatan kolam penampung air kondensat dan 0,5 x 0,5 x 0,5 m untuk kolam penampung minyak.

Cemaran minyak yang keluar dari pintu mesin rebusan juga mengandung air dan minyak. Campuran minyak dan air ini juga menyebabkan parit menjadi tergenang. Hal ini merupakan salah satu hal yang mengakibatkan kerugian berupa kehilangan minyak dan areal pabrik menjadi kotor. Alternatif pelaksanaan produksi bersih yang direkomendasikan yaitu modifikasi proses dengan membuat parit menuju kolam penampung air kondensat. Secara teknik dan lingkungan pencegahan kehilangan dengan upaya seperti ini bisa dilakukan dengan persetujuan pihak manajemen perusahaan. Jika melihat dari peluang penerapannya maka secara finansial juga akan sangat menguntungkan. Untuk penerapan modifikasi proses pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak membutuhkan biaya investasi. Selain itu diperlukan juga analisis terhadap biaya tetap dan biaya tidak tetap untuk menentukan Net B/C dan Pay Back Period untuk melihat kelayakan dari aplikasi penerapan produksi bersih yang direkomendasikan. Biaya investasi yang digunakan yaitu berupa pembelian pompa, katup, pipa karbom, bahan-bahan bangunan, serta upah pekerjaan borongan untuk pembangunan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak ini. Analisis ini dilakukan untuk tahun pertama penerapan hingga 10 tahun berikutnya dengan membuat analisis lebih lanjut tentang arus kas biaya. Pada alternatif ini biaya tetap dihitung dari biaya penyusutan sedangkan biaya tidak tetap dihitung dari biaya pemeliharaan, biaya kebutuhan pelumas, dan biaya operator. Menurut Pramodya (2010) biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap pada satu periode dan tidak tergantung pada jumlah produk per jam kerja mesin. Yang termasuk biaya tetap yaitu biaya penyusutan, bunga modal, pajak, dan penggudangan. Sedangkan yang termasuk biaya tidak tetap yaitu biaya bahan bakar, kebutuhan pelumas, pemeliharaan, dan operator. Pada alternatif pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak ini tidak dihitung biaya penggunaan bahan bakar karena di PKS untuk menghasilkan uap yang dihasilkan boiler menggunakan pembakaran cangkang dan serat dengan perbandingan 24:76%. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak sebesar Rp. 18.689.708,00. Upaya pengutipan minyak ini dapat menghasilkan NPV sebesar Rp. 2.483.550.913,00 dalam arus kas 10 tahun. Jika dihitung kelayakan ekonomi maka proyek ini dinyatakan layak dengan nilai Net B/C sebesar 8,26 dengan pay back period sebesar 0,04 tahun lebih kurang 15 hari biaya investasi sudah kembali. Jika dilihat dari sisi teknik dan lingkungan, pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak bisa dilakukan dengan koordinasi pihak perusahaan untuk meningkatkan produktifitas (rendemen) yang dihasilkan serta mengurangi cemaran lingkungan oleh minyak yang terikut terbuang. Koordinasi ini harus dilakukan untuk memastikan pihak manajemen perusahaan setuju dengan biaya investasi yang akan dikeluarkan dan pelaksanaan proyek pembangunan ini. Untuk perhitungan analisis finansial atau keuntungan bisa diperoleh (cash flow) pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dapat dilihat pada Lampiran 9.

47

5.4.3. STASIUN PENEBAHAN

a. Buah Terlalu Lama Menunggu Untuk Dituang ke Dalam Autofeeder Stasiun penebahan adalah proses lanjutan dari stasiun perebusan yang dilakukan untuk memipil buah hasil rebusan. Buah hasil rebusan yang berada dalam lori harus segera diangkat dan dituangkan ke dalam autofeeder menggunakan hoisting crane untuk dipipil. Jika dibiarkan lama setelah dikeluarkan dari ketel rebusan dapat menyebabkan asam lemak bebas meningkat dan efek sampingnya minyak yang akan dihasilkan akan menimbulkan bau yang tidak enak serta buah hasil pemipilan atau perontokan tidak sempurna dan berakibat losses buah brondolan ikut terbuang bersama tandan kosong di atas norma. Buah terlalu lama menunggu untuk dituang ke dalam autofeeder dikarenakan pemakaian unit rebusan terlalu banyak. Pemakaian rebusan untuk PKS kapasitas olah 30 ton/jam lebih dari 2 unit dan untuk PKS kapasitas olah 60 ton TBS/jam lebih dari 4 unit dapat mengakibatkan buah rebusan (sterilized bunch) menjadi lama untuk dituang ke dalam autofeeder sehingga jumlah buah di autofeeder terlalu banyak atau menumpuk. Buah terlalu lama menunggu untuk dituang ke dalam autofeeder juga disebabkan karena adanya stagnasi instalasi rebusan. Untuk kapasitas olah PKS 30 ton TBS per jam dengan rata-rata isi lori 2,5 ton maka interval penuangan yang itu rata-rata pada umumnya 5 menit sekali (Nababan, 2011). Penentuan interval waktu yang tepat menurut Hariyanto (2007) jika diketahui pabrik kelapa sawit memiliki kapasitas olah 30 ton TBS/jam dan rata-rata isi lori 2,5 ton yaitu mempunyai dua hal penting. Pertama, jika dioperasikan satu thresser maka interval penuangannya adalah 5 menit. Jika dioperasikan dua thresser maka interval penuangannya adalah 10 menit. Interval penuangan itu didapatkan dari rata-rata isi lori per kapasitas olah yang dikalikan dengan jumlah menit dalam satu jam serta jumlah thresser yang digunakan. Aplikasi produksi bersih yang direkomedasikan yaitu dengan teknik good house-keeping berupa optimasi penegasan standar operasional prosedur penuangan buah dengan hoisting crane ke autofeeder dengan interval waktu yang tetap sesuai dengan kapasitas pabrik dan jumlah thresser yang digunakan. Diharapkan dengan interval penuangan yang konsisten, kecepatan autofeeder juga harus disesuaikan. Sehingga ketika buah dalam autofeeder sudah berjatuhan ke dalam thresser dan mulai habis maka buah harus stand by untuk dituangkan. Buah tidak boleh tidak kosong di dalam autofeeder atau sampai kosong sama sekali dalam keadaan mesin hidup, tetapi harus selalu berisi buah rebusan. Hal ini sangat dituntut kerja konsisten dari seorang operator hoisting crane. Penetapan interval penuangan ini harus dilakukan sesuai aturan dan standar. Secara teknik rekomendasi ini layak untuk dilaksanakan untuk menghindari penurunan mutu karena meningkatnya ALB. Secara finansial atau ekonomi tidak bisa diketahui nilai kuantitatif keuntungan yang bisa didapatkan perusahaan. b. Kehilangan Buah dan Minyak Terikut Tandan Kosong Diatas Norma Pada proses penebahan buah yang telah dipipil atau dirontokkan akan dimasukkan ke dalam digester di stasiun pengempaan. Tandan kosong akan dibawa ke hopper tandan kosong dengan menggunakan konveyor tandan kosong. Buah yang kurang masak hasil dari perebusan ini salah satu faktor penyebab brondolan masih lengket di tandan kosong. Buah yang masih lengket ini mengandung minyak dan hal ini merupakan suatu hal yang penting karena produktivitas minyak kelapa sawit juga akan menurun. TKKS adalah salah satu produk samping pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Dalam satu hari pengolahan bisa dihasilkan ratusan ton TKKS. TKKS tersebut memiliki potensi untuk diolah menjadi berbagai macam produk walaupun sampai saat ini lebih dimanfaatkan untuk aplikasi

48

lahan sebagai pengganti pupuk organik. Sebagian besar tandan kosong yang dihasilkan dari stasiun penebah (threshing) masih mengandung minyak. Untuk itu, kerugian yang terjadi pada proses penebahan yaitu kerugian minyak yang terserap oleh tandan kosong, kerugian minyak dalam buah yang masih tertinggal di tandan (tidak membrondol), dan tandan kosong yang berjatuhan dari konveyor tandan kosong yang akan dimanfaatkan sebagai aplikasi lahan. Menurut (Haryanto, 2007) penyebab buah ikut tandan kosong yaitu buah belum memenuhi kriteria matang panen, holding time terlalu singkat, tekanan steam perebusan kurang dari 2,8 kg/cm2, dan temperatur kurang dari 1300

C akibat pembuangan air kondensat tidak tuntas pada ketel rebusan. Dari hasil penelitian Robiana (2010) menyebutkan bahwa losses minyak akibat buah dan minyak yang terikut tandan kosong harus diminimasi agar produktivitas CPO meningkat. CPO meningkat akan menguntungkan perusahaan dalam hal finansial. Namun tidak lupa pula untuk memperhatikan mutu minyak yang akan dihasilkan. Persen kehilangan minyak dapat dihitung dengan menjumlahkan berat labu alas dan minyak yang dikurangi labu kosong dan dibagi dengan berat sampel basah. Losses minyak terikut tandan kosong kelapa sawit disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Losses minyak terikut tandan kosong

No. Berat sampel basah (gram)

Berat labu alas kosong (gram)

Berat minyak (gram)

Losses Minyak (%)

1 13,6740 117,6936 0,2119 1,5497 2 14,6910 117,6986 0,2292 1,5601 3 13,5261 107,6635 0,1934 1,4298 4 15,6915 117,6859 0,2432 1,5499 5 12,1385 107,0425 0,1748 1,4400 6 10,6753 85,5490 0,1580 1,4801 7 12,9746 100,1870 0,1942 1,4968 8 12,6856 108,3316 0,1814 1,4300 9 10,7632 102,7858 0,1591 1,4782 10 14,1848 117,6854 0,2099 1,4798 11 13,0849 117,6892 0,2021 1,5445 12 13,5214 100,1864 0,2036 1,5058 13 14,7436 100,1831 0,2241 1,5200 14 12,7436 100,1858 0,1948 1,5286

Rata-rata % losses 1,4995 Sumber : Robiana (2010) PKS Rambutan Pada Tabel 15 didapatkan losses minyak akibat terikut tandan kosong mencapai 1,4995% terhadap contoh. Kadar ini masih di bawah standar atau norma yang ditetapkan pabrik pengolahan kelapa sawit. Data PKS Unit Usaha Adolina (2011) menyebutkan bahwa standar kehilangan minyak adalah 0,16 % terhadap TBS dan 2,50% terhadap contoh. Pahan (2006) menambahkan bahwa standar kehilangan buah dan minyak akibat terikut tandan kosong kelapa sawit adalah sebesar 2,3-2,5%. Jika standar kehilangan minyak akibat terikut tandan kosong sebesar 0,16% dari TBS bisa diatasi, maka hal ini dapat menambah pemasukan PKS sebesar Rp. 1.303.253.575,46/tahun. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena dapat memberikan keuntungan finansial yang besar. Aplikasi produksi bersih yang direkomendasikan yaitu dengan penerapan good house-keeping berupa memperbaiki mutu panen dengan penerapan kriteria matang panen 5 brondolan (buah) jatuh di piringan secara konsisten,

49

menaikkan tekanan uap > 2,8 kg/cm2 dengan tetap mengkonsistenkan waktu perebusan, dan mendisiplinkan proses penuangan buah ke dalam autofeeder sesuai intervalnya. Jika dilihat dari upaya pencegahan yang perlu dilakukan bisa dikatakan hal ini hampir tidak memerlukan biaya, namun memerlukan kinerja optimal dari operator ketel rebusan dan hoisting crane, pengawasan kerja mesin rebusan, autofeeder, dan thresser. Rekomendasi pelaksanaan produksi bersih bisa dilakukan secara teknik dan lingkungan serta dari standar norma kehilangan bisa ditentukan keuntungan penghematan, namun dalam pelaksanaannya harus dikaji lebih lanjut dengan melakukan koordinasi kepada pihak manajemen perusahaan. Kombinasi optimasi penegasan SOP dan tata cara operasi yang baik menjadi pilihan terbaik agar upaya ini bisa menguntungkan secara teknis, ekonomi, dan lingkungan. TKKS hasil dari penebahan dikirim ke hopper tandan kosong dan akan dibawa kembali ke lahan perkebunan untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik (land application). Tandan kosong yang dikirim menggunakan konveyor tandan kosong sebagian akan berjatuhan di lantai antara stasiun penebahan sampai hopper tandan kosong karena terlempar keluar dari pembatas konveyor. Menurut Loekito (2002) bahwa tandan kosong atau yang biasa disebut juga dengan janjangan kosong memiliki kesetaraan dengan pupuk yang biasa dijual di pasaran dengan tingkat kesetaraan 1 ton tandan kosong sama dengan 6,10 kg urea, 1,60 kg TSP, 15,90 kg MOP, dan 3,30 kieserit. TKKS juga memiliki kandungan air mencapai 65% dan nutrisi. Nutrisi TKKS disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Nutrisi dalam tandan kosong Kandungan Nutrisi (%)

N P K Mg Ca Cl

0,80 0,07 2,15 0,14 0,21 0,33

Sumber : Loekito (2002) Pihak PKS Unit Usaha Adolina sudah melakukan upaya untuk meminimasi tandan kosong dengan membuat plank besi di sisi kiri konveyor. Namun masih ada tandan kosong yang berjatuhan. Standar atau norma yang diizinkan untuk kehilangan tandan kosong adalah 1,85% terhadap contoh dan 0,39% terhadap TBS (PKS Adolina, 2011). Pahan (2006) menambahkan standar kehilangan tandan kosong sebesar < 2,0% terhadap contoh. Rekomendasi pencegahan kehilangan tandan kosong yang dilakukan adalah dengan melakukan pengutipan tandan kosong yang jatuh dan di bawa ke hopper janjangan. Rekomendasi pencegahan kehilangan ini dikategorikan ke dalam teknik pelaksanaan produksi bersih On site reuse dan bisa dilakukan secara teknik. Dari standar norma kehilangan bisa ditentukan keuntungan, namun dalam pelaksanaannya harus dikaji lebih lanjut dengan kordinasi pihak manajemen perusahaan. Dari segi keuntungan penghematan penggunaan tandan kosong untuk aplikasi lahan sebagai pupuk, pihak Unit Usaha Adolina secara tidak langsung telah telah melakukan penghematan pembelian pupuk dengan subsidi tandan kosong kelapa sawit dalam nilai kuantitatif rupiah sebesar Rp. 1.393.826.360/tahun. Jika upaya pencegahan kehilangan berupa pengutipan bisa dilakukan secara optimal maka kehilangan 0,39% dari tandan buah segar tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dengan penghematan tambahan sebesar Rp. 5.435.922/tahun. Perhitungan dengan upaya pengutipan losses tandan kosong dapat dilihat pada Lampiran 10. Dengan pelaksanaan rekomendasi ini, secara lingkungan tidak mengotori area kerja pabrik. Selain itu pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit untuk aplikasi lahan sebagai pupuk organik di perkebunan bisa dioptimalkan pelaksanaannya.

50

5.4.4. STASIUN PENGEMPAAN a. Tumpahan minyak pada digester. Buah yang telah dipipil atau dirontokkan thresser pada stasiun pengempaan akan dibawa fruit conveyor dan fruit elevator untuk dimasukkan ke dalam digester untuk diaduk dengan suhu 1300

C. Pada proses pengempaan ini akan terjadi kehilangan minyak berupa ceceran minyak akibat tertumpah di lantai. Walaupun tumpahan ini tidak banyak namun tumpahan ini dapat mengotori pabrik. Kautsar (2006) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena keadaan penuh yang mengakibatkan proses pelumatan keluar dari manhole yang merupakan lubang yang digunakan untuk mengetahui keadaan bagian dalam digester. Manhole berada pada bagian atas tank. Pada proses pengadukan ini akan diberi tambahan air untuk mempermudah pelumatan. Gesekan-gesekan yang timbul pada waktu pengadukan akan membuat dinding sel daging buah yang mengandung minyak terkoyak-koyak atau rusak, sehingga minyak bintik-bintik minyak akan keluar dengan sendirinya atau sekurang-kurangnya dapat dengan mudah sekali dikeluarkan dari ketel adukan. Jika minyak yang membebaskan diri dari dalam sel-sel nya selama pengadukan tidak dialirkan keluar dari dalam ketel pengaduk (digester), maka berakibat menurunnya efek pengadukan dan air meluap melalui manhole. Desain pembuatan pintu manhole dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Desain pembuatan pintu penutup manhole

Untuk mengoptimalkan proses pengadukan maka pisau di dalam digester harus dilakukan sesuai dengan batas pemakaian pisau digester. Hariyanto (2007) menyebutkan bahwa umur teknik pisau digester adalah 2000 jam. Maka jika PKS Unit Usaha Adolina berproduksi 304 hari dengan jam olah rata-rata 17 jam maka maksimal penggunaan pisau pengaduk adalah 4 bulan 19 hari harus diganti. Cemaran yang berupa minyak ini seperti telah disebutkan sebelumnya akan mengakibatkan lantai menjadi kotor dan licin. Menurut Kautsar (2006) hal ini bisa dilakukan dengan membuat pintu manhole yang akan menutupi bagian yang terbuka sehingga saat terjadi overflow tidak terdapat

51

ceceran dan dengan pembuatan pintu ini maka bagian dalam digester dapat juga diketahui kondisinya dengan membuka pintu manhole. Kejadian ini akan jarang terjadi namun perlu dilakukan tindakan pencegahan sebagai upaya produksi bersih dengan teknik good house-keeping pelaksanaan tata cara operasi yang baik berupa pengawasan bagian dalam digester. Begitu juga halnya dengan pipa-pipa aliran minyak digester yang menghubungkan stasiun pengempaan dengan sand trap tank di stasiun pemurnian juga bocor dan mengakibatkan minyak tumpah. Hal ini bisa dilakukan pencegahan dengan pengawasan terhadap pipa-pipa setiap pagi nya sebelum pabrik melakukan proses dan dilakukan pengelasan di hari selanjutnya. Apabila pipa tersebut tidak bisa diperbaiki maka dilakukan penggantian pipa. Analisis finansial tidak dilakukan karena tidak ada standar norma kehilangan minyak akibat kebocoran digester, dan harus melakukan analisis finansial yang lebih detail untuk mengetahui keuntungan yang dapat diperoleh. Secara teknis hal ini harus dilakukan pencegahan dengan teknik good house-keeping untuk meningkatkan rendemen minyak yang akan dihasilkan. 5.4.5. STASIUN PEMURNIAN

a. Ceceran Air Di Stasiun Pemurnian Air merupakan salah satu hal sangat diperlukan dalam proses pengolahan kelapa sawit karena hampir seluruh tahapan proses pengolahan membutuhkan air terutama pada proses perebusan, pemurnian, pengutipan inti sawit, dan pembersihan alat-alat proses. Air yang digunakan untuk kegiatan perkebunan dan PKS Unit Usaha Adolina berasal dari air permukaan dan air bawah tanah yang diolah sendiri oleh PKS Unit Usaha Adolina. Air ini didapat dari sungai yang berjarak lebih kurang 400 meter dari pabrik. Pemakaian air Adolina meliputi area afdeling II bibitan (A), produksi pabrik kelapa sawit air bersih (B), air cucian pabrik kelapa sawit dan kantor (C), emplasment Adolina 1 (D), emplasment Adolina 2 (E), afdeling V dwikora (F), afdeling VI cukir (G), afdeling VII bandar kuala (H), pondok pelita bangun purba (I), dan emplasment bangun purba (J). Pemakaian air PKS Unit Usaha Adolina pada tahun 2011 mencapai 405.625,00 m3/tahun dari alokasi 466.468,75 m3/tahun yang diberikan. Hal ini berarti PKS Unit Usaha Adolina telah mampu menghemat penggunaan air sebesar 60.843,75 m3/tahun atau sebesar 13,04 % dari alokasi. Berdasarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bahwa harga air per meter kubik sebesar Rp. 2.301 dengan pajak pemanfaatan air sebesar 20%. Hal ini dapat diketahui bahwa PKS Unit Usaha Adolina mampu menghemat finansial sebesar Rp. 112.001.175 m3

/tahun. Statistik pemakaian air pabrik kelapa sawit Unit Usaha Adolina Tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Stastistik pemakaian air PKS Unit Usaha Adolina Tahun 2011

52

Walaupun hal ini telah memberikan keuntungan finansial kepada pabrik kelapa sawit, namun masih banyak terdapat permasalahan-permasalahan terutama pada stasiun pemurnian ini. Masih banyak air yang dibiarkan mengalir karena operator tidak menutup kran setelah melakukan pencucian terhadap mesin-mesin di stasiun pemurnian. Selain itu kebocoran selang dan penggunaan air pada aliran lumpur juga menyebabkan pemborosan penggunaan air. Kebocoran selang dan kran yang dibiarkan terbuka akan membuat genangan pada lingkungan kerja pabrik. Penggunaan air pada aliran lumpur maksudnya air digunakan untuk mengalirkan lumpur yang masih mengandung minyak untuk dibawa ke bak fat fit. Lumpur ini akan dialirkan melalui-melalui parit. Rekomendasi teknik produksi bersih yang dilakukan yaitu dengan teknik good house-keeping melakukan penutupan kebocoran air dengan pengelasan pada besi selang atau mengganti selang yang bocor. Selain itu juga dituntut dari operator berupa kesadaran penggunaan air. Kautsar (2006) menyebutkan bahwa kebocoran selang-selang di stasiun pemurnian pada pabrik kelapa sawit menghasilkan debit kebocoran rata-rata sebesar 0,062 m3/jam dan pemborosan untuk mengalirkan saluran lumpur mencapai 1,188 m3/jam. Jika PKS Unit Usaha Adolina berproduksi 5.168 jam/tahun maka kehilangan penghematan penggunaan air mencapai 6.460 m3

/tahun atau setara dengan Rp. 14.864.460,00/tahun. Keuntungan ekonomi penghematan penggunaan air dapat dilihat pada Lampiran 11.

Lumpur yang dialirkan dengan air masih mengandung minyak dan PKS Unit Usaha Adolina sudah mengantisipasinya dengan membuat kolam fat fit. Minyak hasil pengutipan di kolam fat fit ini akan dibawa kembali ke stasiun pemurnian dan dimasukkan ke dalam continious settling tank sedangkan lumpur dibawa ke IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Hariyanto (2007) menyebutkan bahwa kandungan minyak dalam lumpur di atas norma dikarenakan kinerja CST tidak optimal (suhu cairan dalam CST kurang dari 950

C, retention time di CST kurang dari 5 jam, dan kurang penambahan air pengencer). Oleh karena itu untuk menghindari kehilangan minyak harus dilakukan pencegahan good house-keeping berupa penegasan SOP dan tata cara operasi yang baik oleh operator dan asisten pabrik dengan melakukan pengawasan di stasiun pemurnian. Secara teknik dan lingkungan alternatif ini harus dilakukan untuk mencegah kehilangan minyak namun untuk analisa finansial belum bisa dilakukan karena kehilangan minyak yang dihasilkan tidak konsisten setiap waktu.

5.4.6. STASIUN PABRIK BIJI

a. Ceceran Minyak Di Atas Norma

Kernel silo umumnya digunakan untuk kapasitas PKS 30 ton TBS/jam berukuran masing-masing rata-rata panjang 2.190 mm dengan lebar 1.840 mm dan tinggi 5.020 mm dengan volume ±20 m3. Untuk pemanasan kernel silo dilengkapi dengan satu blower dan satu heater. Kernel silo berfungsi untuk mengeringkan inti yang berasal dari hydocyclone sampai kadar air sesuai dengan norma yang telah ditentukan. Di dalam kernel silo suhu pemanas yang digunakan dibagi menjadi tiga bagian yaitu tingkat I atau di bagian bawah dengan suhu 60-700C. Tingkat II atau di bagian tengah dengan suhu 50-600C. Tingkat III atau yang paling atas dengan suhu 40-500C. Kernel silo juga dilengkapi dengan shaking grade yang digunakan untuk pengaturan pengiriman inti ke hopper inti dan blower pneumatic. Suhu pada kernel silo dapat meningkat tidak seperti seharusnya dan mengakibatkan minyak pada inti sawit keluar. Hal ini akan menyebabkan penurunan kandungan minyak pada inti sawit. Akibatnya kualitas inti sawit menurun. Minyak ini akan keluar dan cukup mengotori lantai pabrik dan membuat lantai menjadi licin. Minyak juga akan terbawa ke dalam hopper kernel dan mengotori bagian dalamnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dari kernel silo diantaranya

53

temperatur, waktu, kualitas dan kuantitas, kondisi dan kebersihan heater, suplai uap, kondisi blower, kebersihan kisi-kisi dalam silo, dan sistem First in first out.

Alternatif teknik pelaksanaan produksi bersih yang direkomendasikan yaitu good house-keeping dengan mengawasi suhu kernel silo dan uap yang masuk. Pengawasan ini dilakukan oleh seorang operator. Asisten pabrik juga harus melakukan pengawasan secara berkala setiap harinya untuk memastikan dan memeriksa buku catatan operator di kernel silo. Operator harus menurunkan uap panas dengan menutup katup jika suhu kernel silo telah melebihi batas. Altenatif ini membutuhkan kesadaran dan kinerja optimal dari seorang operator. Secara teknik dan lingkungan rekomendasi ini bisa dilakukan tanpa mengeluarkan biaya, materi, dan peralatan khusus lainnya. Mengenai analisis finansial tidak ditentukan karena harus melakukan kajian lebih lanjut mengenai keuntungan yang bisa diperoleh dan dibutuhkan kordinasi dengan pihak manajemen perusahaan.

5.4.7. BAGIAN PENGOLAHAN LIMBAH a. Pemanfaatan Limbah Cair Sebagai Biogas (Sumber Energi Alternatif) Proses pengolahan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) menjadi minyak kelapa sawit menghasilkan limbah padat, cair, gas, dan bahan berbahaya beracun. Limbah cair mendominasi hasil samping dari pengolahan minyak kelapa sawit dikarenakan setiap proses menggunakan air baik sebagai pencuci mesin, pembersihan area lantai pabrik, hingga uap yang digunakan dalam pengolahan. Suprihatin (2012) menambahkan bahwa pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar yang mengandung bahan organik yang tinggi. Jika limbah cair ini langsung dibuang ke lingkungan sekitar dengan kandungan bahan organik tinggi tanpa mengalami pengolahan di IPAL, maka beresiko besar akan mencemari lingkungan. PKS Unit Usaha Adolina menghasilkan limbah cair yang berasal dari proses perebusan, pemurnian, dan pabrik biji. Produksi limbah cair di PKS Unit Usaha Adolina bisa mencapai 0,757 m3/ton TBS olah. Menurut Morad et al (2008) produksi limbah cair pada pabrik kelapa sawit yaitu sekitar 0,75-0,90 m3/ton TBS olah. Jika pada tahun 2011 PKS Unit Usaha Adolina mengolah TBS sebesar 188.024,60 ton TBS maka limbah cair yang dihasilkan 142.334,62 m3

.

Pihak pabrik kelapa sawit telah melakukan upaya pengelolaan terhadap limbah yang dihasilkan dengan pembuatan kolam anaerobik. Pengelolaan limbah yang dilakukan akan mengurangi pencemaran lingkungan. Kolam anaerobik ini memperoleh keuntungan berupa hasil pengelolaan limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai aplikasi lahan untuk pupuk. Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa upaya pengelolaan seperti ini memiliki keuntungan berupa konstruksi dan operasinya sederhana serta tidak memerlukan banyak tenaga kerja ahli. Namun walaupun sederhana, namun tipe pengelolaan seperti ini ternyata juga memiliki kelemahan seperti memerlukan lahan yang luas, efisiensi dan laju eliminasi bahan organik rendah, cukup menimbulkan bau yang tidak enak, dan menghasilkan biogas namun biogas yang terbentuk tidak dapat ditampung dan dimanfaatkan. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Metana dalam biogas jika terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara dan menghasilkan energi yang lebih besar. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena mampu dimanfaatkan sebagai bahan bakar sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Biogas memiliki kandungan energi tinggi yang tidak kalah dari kandungan energi

54

dalam bahan bakar fosil. Nilai kalori dari 1 m3

biogas sekitar 6.000 watt jam, setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok menggantikan minyak tanah, LPG (Liquid Petroleum Gas), butana, batu bara, dan bahan bakar fosil lainnya. Biogas mengandung 75% metana. Semakin tinggi kandungan metana dalam bahan bakar, semakin besar kalor yang dihasilkan. Oleh karena itu, biogas juga memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. Sehingga jika biogas diolah dengan baik, maka biogas dapat digunakan untuk menggantikan gas. Hal ini berarti jumlah gas alam bisa dihemat. Wahyuni (2009) menyebutkan bahwa beberapa bahan bakar yang dimanfaatkan masyarakat pada umumnya seperti elpiji, minyak tanah, solar, bensin, gas alam, dan kayu bakar dapat diperoleh dari biogas. Selain itu bahan bakar ini juga memiliki kesetaraan dengan biogas. Kesetaraan nilai biogas dengan beberapa bahan bakar disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Kesetaraan nilai biogas dengan beberapa bahan bakar Bahan Bakar Kesetaraan 1 m3 Satuan biogas

Elpiji 0,46 kg Minyak tanah 0,62 L

Solar 0,52 L Bensin 0,80 L

Gas alam 1,50 mKayu Bakar

3 3,50 kg

Sumber : Wahyuni (2009) Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil seperti hidrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) serta hidrogen dan (H2

), nitrogen yang kandungannya sangat kecil (Wahyuningsih, 2009). Menurut Hambali (2008), komposisi biogas adalah sebagai berikut disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Komposisi Biogas Komponen Satuan Nilai

Metana (CH4 % ) 50-75 Karbon dioksida (CO2 % ) 25-45 Nitrogen (N2 % ) < 2 Hidrogen (H2 % ) < 1 Hidrogen sulfida (H2 ppm S) 20-20.000 Oksigen (O2 % ) < 2

Sumber : Hambali et al (2008) Limbah cair pabrik kelapa sawit mempunyai potensi menghasilkan metana melalui dekomposisi anaerobik. Metana yang dihasilkan inilah yang akan menjadi pembentuk biogas. Menurut Oktaviani (2012), proses dekomposisi limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari tahapan hidrolisis (pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana penyusunnya), asidogenesis (pembentukan asam), asetogenesis (pembentukan asam asetat), dan metagonesis (pembentukan metana). Setelah metana terbentuk maka akan dihasilkan biogas. Biogas ini dapat dikonversi menjadi bahan bakar (sumber energi terbarukan) maupun listrik yang bisa digunakan untuk kegiatan pengolahan di pabrik maupun di perumahan karyawan. Untuk mendapatkan biogas ini maka Suprihatin (2012) menyebutkan bahan organik dalam limbah cair pabrik kelapa sawit dapat diolah dengan menggunakan bioreaktor

55

anaerobik atau dengan menggunakan kolam stabilisasi tertutup (cover pond system) yang biasa disebut juga dengan lagoon system. Jumlah metana yang dapat ditampung bisa dilihat dari konsentrasi bahan organik yang dihasilkan (nilai COD). Untuk setiap 1 kg COD yang terdegradasi pada kondisi anaerobik dapat dihasilkan sekitar 0,4 m3 CH4 (GTZ, 1997). Menurut Moletta (2005) bahwa produksi biogas mampu mencapai nilai yang lebih tinggi yaitu 500-600 L/kg COD terdegradasi. Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa untuk produksi 1 ton TBS olah mampu menghasilkan biogas sebesar 14,30 m3

dan hal ini setara dengan minyak diesel sekitar 7,20 L. Emisi metana dan produksi biogas limbah cair pabrik kelapa sawit disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Emisi metana dan produksi biogas limbah cair pabrik kelapa sawit (basis 1 ton TBS olah)

Uraian Satuan Nilai Produksi ton TBS 1,00 Produksi limbah cair m 0,75 3 COD dalam limbah cair kg COD 33,23 Potensi emisi gas rumah kaca m3 CH 9,30 4

kg CH 6,67 4 kg CO 163,40 2

kg C 44,60 Potensi Produksi Biogas m 14,30 3 Penghematan bahan bakar Setara diesel L diesel 7,20

Sumber : Suprihatin (2012) Oktaviani (2012) menjelaskan prinsip kerja pendirian proyek pembuatan cover lagoon dengan studi kasus di PT Karya Mas Energi diawali dengan pembuatan kolam (retrofitting) sebagai pembentukan dasar yang rata dengan sisi yang miring yang dilanjutkan dengan pemasangan dasar geomembran (water proof liner) untuk mencegah kontaminasi air tanah. Untuk industri kelapa sawit yang telah menangani pengelolaan limbah dengan kolam anaerobik tidak melakukan proses ini, kecuali kondisi kolam anaerobik nya tidak sesuai dengan standar pengelolaan limbah anaerobik. Setelah itu, dilakukan proses penutupan atau pengelasan HDPE untuk bagian penutup lagoon. Cover lagoon terhubung dengan subsistem penanganan gas dan sistem sludge sisa. Biogas yang dihasilkan akan dialirkan menggunakan blower memasuki H2S scrubber. Kandungan H2

S pada biogas dihancurkan. Setelah itu, biogas akan dialirkan menggunakan blower ke flare dan ke pengering biogas. Dari cover lagoon, terdapat juga aliran blower yang diarahkan langsung ke flare untuk mendestruksi biogas yang berlebih. Hal ini dikendalikan menggunakan sistem monitoring reaktor dan kontrol distribusi biogas secara otomatis. Kontrol pengeringan yang terdapat pada pengering biogas berfungsi menjaga kondisi pengeringan yang tepat sehingga diperoleh kadar gas metana yang cukup pada biogas untuk dimanfaatkan sebagai energi. Biogas hasil pengeringan disalurkan melalui blower ke unit pemanfaatan biogas yaitu bagian generator set biogas. Biogas akan siap untuk dimanfaatkan. Lumpur sisa akan dialirkan ke bagian pengelolaan limbah akhir untuk diaplikasikan sebagai pupuk organik dengan kuantitas yang sangat jauh lebih kecil tentunya.

Tindakan ini dikategorikan dalam teknik produksi bersih on site reuse yaitu dengan memanfaatkan limbah cair kelapa sawit yang dihasilkan untuk menampung metana dan mengkonversinya untuk menghasilkan biogas (sumber energi terbarukan). PKS Unit Usaha Adolina di tahun 2011 mampu memproduksi TBS untuk diolah mencapai 188.024,60 ton dengan produksi limbah cair sebesar 75,70% TBS olah atau sekitar 142.334,62/tahun. COD dalam limbah cair yang dihasilkan sekitar

56

6.248,06 ton COD yang berarti mempunyai potensi menghasilkan biogas sampai 2.688.751,78 m3

. Oktaviani D (2012) mengkaji biaya proyek investasi pendirian dan instalasi biogas PT KME (Karya Mas Energi) di PKS Tandun yang berkapasitas 45 ton TBS/jam memerlukan biaya investasi sebesar Rp. 30.067.440.000,00 dengan biaya operasional setiap tahunnya Rp. 1.093.420.000,00. Maka untuk PKS Unit Usaha Adolina yang berkapasitas rata-rata 30 ton TBS/jam memerlukan biaya investasi Rp. 20.044.960.000,00 dan biaya operasional sebesar Rp. 728.940.000,00. Dari hasil analisis finansial didapatkan NPV sebesar Rp. 16.885.060.000,00 untuk arus kas 10 tahun, Net B/C sebesar 1,69, IRR 16%, dan PBP pada tahun ke 5. Hal ini mengidentifikasikan pembuatan sistem lagoon tertutup layak untuk dilaksanakan untuk secara ekonomi untuk umur ekonomis 10 tahun. Dari segi teknik pelaksanaanya harus adanya koordinasi lebih lanjut dengan pihak perusahaan karena proyek ini memerlukan biaya yang sangat besar. Secara lingkungan pembuatan sistem lagoon tertutup layak untuk dilakukan karena mengurangi efek gas rumah kaca. Perhitungan rekomendasi pembuatan kolam stabilisasi tertutup dapat dilihat pada Lampiran 12.

5.4.8. ANALISIS PENILAIAN SECARA KUANTITATIF Analisis penerapan produksi bersih dilakukan pada kesepuluh alternatif yang telah disebutkan sebelumnya. Kesepuluh alternatif dibagi ke dalam tiga bagian besar teknik pelaksanaan produksi bersih, yaitu good house-keeping, modifikasi proses, dan on site reuse. Untuk mempermudah penentuan prioritas maka beberapa alternatif yang telah dijelaskan sebelumnya dikelompokkan menjadi delapan alternatif. Alternatif pengaturan penuangan buah ke dalam autofeeder dan pengaturan suhu kernel digabung ke dalam upaya tata cara operasi yang baik. Sedangkan pengaturan pengutipan minyak akibat dari digester dan pengaturan di stasiun perebusan disatukan dalam alternatif optimasi penegasan SOP (Standar Operasional Prosedur). Kedelapan alternatif ini yang akan direkomendasikan kepada perusahaan untuk dilaksanakan sesuai dengan prioritas. Kegiatan good house-keeping meliputi pencegahan kontaminan pada buah, pengaturan jadwal dan efisiensi penggunaan truk untuk pengendalian asam lemak bebas, tata cara operasi yang baik, optimasi penegasan standar operasional prosedur, dan efisiensi penggunaan air. Kegiatan modifikasi proses dilakukan dengan pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari kolam kondensat. Sedangkan kegiatan on site reuse meliputi optimasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit untuk aplikasi lahan dan pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam penentuan prioritas alternatif pelaksanaan produksi bersih menurut Bapedal (1996) yaitu potensi keuntungan pelaksanaan ditinjau dari segi ekonomi, penataan peraturan, peningkatan keselamatan tempat kerja, kemudaan pengadaan teknologi, estimasi biaya investasi, pemeliharaan, fleksibilitas proses produksi terhadap kemungkinan perubahan yang dilakukan, kemungkinan timbulnya permasalahan pada unit lain, dan kemungkinan kegagalan dalam penerapan produksi bersih. Dalam penelitian ini, untuk menentukan prioritas pelaksanaan produksi bersih secara kuantitas dilakukan dengan melihat aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Aspek teknis dikaji dari kemudahan dalam pelaksanaan alternatif yang akan direkomendasikan. Ketika alternatif semakin mudah dilaksanakan semakin besar pula peluang perusahaan melaksanakannya. Aspek teknis dilakukan dengan mudah dalam arti tidak terlalu membutuhkan banyak biaya yang dikeluarkan, mudah diaplikasikan ke pekerja, dan tenaga yang dibutuhkan tidak harus menggunakan tenaga ahli. Aspek ekonomi dilihat dengan estimasi biaya investasi dan kemungkinan penghematan atau keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan produksi bersih dan estimasi pengelolaan lingkungan industri kelapa sawit. Semakin besar keuntungan atau penghematan maka semakin besar

57

keinginan perusahaan untuk menerapkan rekomendasi dari alternatif. Aspek lingkungan dilihat dari dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan jika mengambil alternatif yang dipilih. Semakin besar peluang minimasi limbah atau pemanfaatan limbah yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula prioritas alternatif untuk direkomendasikan. Dari penentuan prioritas kuantitatif secara teknis, ekonomis, dan lingkungan maka didapatkan secara berturut-turut alternatif yang akan dilaksanakan yaitu optimasi penegasan SOP, tata cara operasi yang baik, efisiensi penggunaan air, pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas, optimasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai pupuk organik, pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak, pengendalian ALB dengan pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk, dan yang terakhir pencegahan kontaminasi pada buah. Penentuan penilaian prioritas produksi bersih secara teknis, ekonomi, dan lingkungan disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Penentuan penilaian prioritas produksi bersih secara teknis, ekonomi, dan lingkungan

Kriteria Teknik

PB Prioritas

∑ Prioritas Teknis Ekonomi Lingkungan

Kontaminasi pada buah GHK 5 8 7 20 8

Pengendalian ALB GHK 6 3 8 17 7 Tata cara operasi yang baik Autofeeder GHK 2 7 2 11 2

Pengaturan suhu kernel

Pengutipan minyak MP 7 4 5 16 6 Optimasi penegasan SOP Digester GHK 1 2 1 4 1

Tekanan rebusan

Optimasi pemanfaatan TKKS OSR 3 6 6 15 5

Efisiensi penggunaan air GHK 4 5 3 12 3

Pemanfaatan LCPKS OSR 8 1 4 13 4

5.4.9. ANALISIS PENILAIAN SECARA KUALITATIF Penelitian ini tidak hanya menentuan prioritas berdasarkan secara teknis, ekonomi, dan lingkungan saja, namun juga dilakukan dengan berdasarkan kualitatif. Analisis alternatif penerapan produksi bersih secara kualitatif pada industri kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan proses hierarki analitik atau yang biasa disebut juga dengan AHP (Analytical Hierarchy Process). Prinsip kerja dari AHP adalah menguraikan persoalan menjadi unsur-unsurnya yaitu kriteria dan alternatif kemudian disusun menjadi struktur hierarki, penetapan prioritas, dan konsistensi logis. Penyusunan struktur hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Secara grafis, persoalan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). Pemberian bobot bersifat intuitif yaitu dengan melakukan penilaian dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Analisis pemilihan alternatif-alternatif yang direkomendasikan dianalisis dengan menggunakan program Expert Choice 2000. Expert choice 2000 adalah salah satu software AHP yang mampu untuk mengintegrasikan pendapat dari pakar dan tidak

58

membatasi level dari struktur hierarki. Penilaian kualitatif dilakukan oleh pakar yang berkompeten dalam bidang perkelapa sawitan di Indonesia. Dalam penelitian ini pakar yang digunakan yaitu dari pihak akademisi dan pihak industri. Dalam Gambar 18 menggambarkan permasalahan yaitu rekomendasi pemilihan alternatif pelaksanaan produksi bersih pada industri kelapa sawit yang dikaji dari faktor teknis, ekonomi, dan lingkungan sekaligus pembobotannya. Hasil pengolahan pendapat pakar setelah dihitung akan didapatkan nilai bobotnya sekaligus nilai konsistensi penilaiannya. Hasil menunjukkan bobot untuk faktor (kriteria) yaitu untuk kriteria teknis (0,225), kriteria ekonomi (0,435), dan kriteria lingkungan (0,340). Struktur hierarki penerapan produksi bersih dapat dilihat pada Gambar 18. Nilai konsistensi rasio yang didapatkan yaitu sebesar 0,03. Hal ini menyatakan hasil penilaian dilakukan dengan konsisten. Marimin (2008) menyebutkan jika nilai konsistensi ratio yang tidak melebihi nilai batas 0,10 maka penilaian kriteria dan alternatif telah dilakukan dengan konsisten. Hasil pengolahan data menunjukkan good house-keeping berada pada posisi pertama bobot 0,648, kemudian on site reuse dengan bobot 0,268, dan terakhir modifikasi proses dengan 0,083. Apabila dilakukan pengurutan berdasarkan alternatif maka secara berturut-turut yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah adalah optimasi penegasan standar operasional prosedur (0,179), efisiensi penggunaan air (0,167), tata cara operasi yang baik (0,152), pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas (0,152), optimasi pemanfaatan tandan kosong (0,116), pengendalian asam lemak bebas (0,104), pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat (0,083), serta upaya pencegahan kontaminasi pada buah (0,046).

Gambar 18. Struktur hierarki dalam pembobotan AHP Pakar

Aplikasi produksi bersih pada industri kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

1,0000

Teknis (0,225)

Ekonomi (0,435)

Lingkungan (0,340)

Pencegahan kontaminan buah (0,043)

Pengendalian asam lemak bebas (0,054)

Tata cara operasi yang baik (0,224)

Pengutipan minyak (0,041)

Optimasi penegasan SOP (0,281)

Optimasi pemanfaaatan tankos (0,061)

Efisiensi penggunaan air (0,261)

Pemanfaatan LCPKS (0,035)

Pencegahan kontaminan buah (0,052)

Pengendalian asam lemak bebas (0,190)

Tata cara operasi yang baik (0,134)

Pengutipan minyak (0,081)

Optimasi penegasan SOP (0,157)

Optimasi pemanfaaatan tankos (0,133)

Efisiensi penggunaan air (0,168)

Pemanfaatan LCPKS (0,085)

Pencegahan kontaminan buah (0,041)

Pengendalian asam lemak bebas (0,028)

Tata cara operasi yang baik (0,127)

Pengutipan minyak (0,113)

Optimasi penegasan SOP (0,140)

Optimasi pemanfaaatan tankos (0,132)

Efisiensi penggunaan air (0,105)

Pemanfaatan LCPKS (0,315)

59

Nastiti dan Fauzi (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan program produksi bersih itu mengarah pada pengaturan sendiri (self regulation) dan peraturan yang bersifat musyawarak untuk mufakat (negotiated regulatory approach) dari pengaturan secara command dan control. Dengan kata lain pelaksanaan produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk merubah sikap dan tingkah laku dari dalam industri tersebut. Rekomendasi penerapan produksi bersih dilakukan agar perusahaan mendapatkan keuntungan dalam hal teknis, ekonomi, dan lingkungan. Keseluruhan dari alternatif yang ditawarkan layak untuk diterapkan dalam industri kelapa sawit sesuai dengan prioritas tersebut. Penerapan good house-keeping yang direkomendasikan mampu menghasilkan penerimaan untuk industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.894.118.036 per tahun. Aplikasi modifikasi proses menghasilkan penerimaan tambahan sebesar Rp. 248.355.091 per tahun. Dan untuk penerapan teknik produksi bersih on site reuse menghasilkan penerimaan kepada industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.693.941.992 per tahun. Pada penelitian ini yang digunakan menjadi keputusan penentuan prioritas yang akan direkomendasikan kepada perusahaan ada dua yaitu penentuan berdasarkan kuantitatif secara teknis, ekonomis, dan lingkungan dan yang kedua yaitu penentuan berdasarkan kualitatif (menggunakan AHP). Namun yang akan digunakan untuk mengambil keputusan akhir prioritas alternatif yang akan direkomendasikan kepada perusahaan yaitu penentuan berdasarkan kualitatif. Hal ini dikarenakan penilaian dilakukan oleh pakar yang berkompeten dalam bidang perkelapa sawitan di Indonesia. Hasil perhitungan AHP (goal) terhadap alternatif dengan menggunakan Expert Choice 2000 dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil perhitungan AHP dengan Expert Choice setiap kriteria dapat dilihat pada Lampiran 13.

Gambar 19. Hasil AHP dengan menggunakan Expert Choice 2000

60

VI. IMPLIKASI OPERASIONAL PERUSAHAAN

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit (Crude Palm Oil) dan inti sawit (kernel) adalah salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia saat ini. Prospek yang baik dari komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan komoditi perkebunan ini. Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian (2007), berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk membangun perkebunan rakyat dan pembukaan wilayah untuk areal perkebunan besar swasta. Prospek perkebunan yang didukung dengan baik diiringi dengan perkembangan industri pengolahan kelapa sawit. Industri kelapa sawit menjadi industri yang paling strategis. Produksi yang tinggi berdampak positip bagi perekonomian Indonesia baik dari segi kontribusinya terhadap pendapatan negara maupun penyerapan tenaga kerja dalam sektor ini. Produksi terus meningkat dikarenakan permintaan minyak sawit dunia terus meningkat. Sektor industri kelapa sawit menjadi industri yang sangat prospektif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit. Produksi CPO yang tinggi untuk pemenuhan permintaan dunia mengakibatkan secara tidak langsung adanya efek samping pencemaran lingkungan. Pencemaran pada lingkungan hidup akibat industri kelapa sawit dapat menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan jika tidak dilakukan penanganan. Seiring dengan semakin meningkatnya produksi, industri kelapa sawit sudah mempunyai upaya-upaya penanganan untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Penelitian ini mempresentasikan alternatif-alternatif penanganan limbah yang ingin direkomendasikan kepada industri kelapa sawit. Alternatif ini tidak hanya berfokus bagaimana menangani hasil samping berupa limbah, namun juga bagaimana meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Dasar penelitian ini yaitu sebuah sistem yang dikenal dengan produksi bersih. UNEP (2003) mengartikan produksi bersih (cleaner production) adalah sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Aplikasi sistem pendekatan ini diolah dengan melihat peluang untuk dilaksanakan di industri kelapa sawit. Studi kasus dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina-Perbaungan, Sumatera Utara yang merupakan salah satu industri kelapa sawit di Indonesia yang menghasilkan CPO dibawa naungan BUMN. Kapasitas olah di perusahaan ini yaitu 30 ton TBS/jam. Setelah dianalisis produksi bersihnya baik secara teknis, ekonomi, maupun lingkungan, maka alternatif yang akan direkomendasikan diuji dengan AHP. AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki untuk membantu mengambil keputusan (Marimin, 2008). Pengambilan keputusan dengan AHP dibantu oleh pakar (expert) dalam bidang kelapa sawit dan dianalisis lebih lanjut dengan program Expert Choice 2000. Terdapat delapan alternatif yang akan direkomendasikan untuk dilaksanakan di industri kelapa sawit. Alternatif ini akan memberikan keuntungan kepada perusahaan atau industri kelapa sawit. Alternatif-alternatif yang direkomendasikan untuk dilaksanakan secara bertutut-turut yaitu optimasi penegasan standar operasional prosedur, efisiensi penggunaan air, tata cara operasi yang baik, pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif biogas, optimasi pemanfaatan tandan kosong sebagai pupuk organik, pengendalian asam lemak bebas dengan

61

pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk, pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat, dan upaya pencegahan kontaminasi kotoran pada buah.

6.1. Optimasi Penegasan SOP Standard Operating Prosedur (SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi berjalan secara efisien dan efektif, konsisten, standar, dan sistematis (BAA, 2008). Dengan adanya SOP diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja produksi dan layanan yang diberikan. Adanya instruksi kerja yang terstandarisasi maka semua kegiatan akan dilakukan secara konsisten oleh siapapun yang ada di dalam badan tersebut. Semua industri kelapa sawit memiliki buku SOP nya sendiri. SOP itu tercantum pada buku Pedoman SPO (Standar Prosedur Operasi) Perusahaan. Permasalahan yang sering terjadi pada industri kelapa sawit adalah mengenai penerapan dari SOP tersebut. SOP yang telah ada sebenarnya sudah dibuat dengan sangat baik. Namun perlu adanya penegasan dari jajaran puncak manajemen dalam penerapannya. SOP harus bersifat dinamis, dalam arti bisa mengikuti kondisi pada saat aturan atau standar itu dibuat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktivitas. Optimasi penerapan SOP harus bersifat tegas di seluruh elemen baik itu dari sisi perkebunan, pabrik, sampai unsur manajemen tanpa terkecuali. Optimasi penegasan SOP sangat berkaitan dengan tata cara operasi yang baik oleh operator atau pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Dalam penelitian ini penegasan SOP dikhususkan untuk kasus tekanan rebusan yang tidak mencapai 2,8 kg/cm2 pada puncak ketiga, tumpahan minyak pada digester, atau adanya c

eceran minyak di atas norma atau aturan yang telah ditetapkan.

Tekanan rebusan yang tidak mencapai 2,8 kg/cm2

pada puncak ketiga disebabkan jarak yang terlalu jauh antara ketel rebusan dengan BPV, kemungkinan banyak kebocoran uap di rebusan atau pada pipa dari BPV menuju rebusan, serta terlalu banyak pemakaian uap untuk instalasi di luar rebusan (Hariyanto, 2007). Jika pelaksanaan telah sesuai dengan SOP namun masih terjadi kasus seperti ini maka perlu dilakukan pencegahan agar tidak mempengaruhi proses-proses lainnya. Upaya menghindari hal tersebut maka diperlukan pencegahan dengan pengawasan operasional oleh operator, mandor, dan asisten pengolahan. Pengawasan operasional dilakukan dengan mengevaluasi grafik rebusan (hasil rekaman perebusan pada mesin operator) untuk mengetahui tekanan perebusan, kebocoran uap, holding time, waktu rebus, dan waktu merebus. Pemeriksaan harian alat pengukur tekanan dan suhu setiap pagi harus dilakukan sebelum proses pada hari tersebut dimulai.

Pada proses pengempaan akan terjadi kehilangan minyak berupa ceceran minyak akibat tertumpah di lantai. Tumpahan minyak pada digester disebabkan karena pelaksanaan proses tidak sesuai dengan SOP. Walaupun tumpahan ini tidak banyak namun tumpahan ini dapat mengotori pabrik. Kautsar (2006) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena keadaan penuh yang mengakibatkan air proses pelumatan meluap dari manhole yang merupakan lubang yang digunakan untuk mengetahui keadaan bagian dalam digester. Penyebab hal ini adalah pengadukan yang tidak sempurna karena pisau digester yang telah tumpul. Alternatif yang diberikan yaitu dengan mengganti pisau digester setiap 4 bulan 19 hari. Jika SOP sudah dilaksanakan dengan baik namun masih terdapat sedikit minyak yang meleleh dari digester maka alternatif yang dilakukan adalah pembersihan lantai proses oleh operator. Ceceran minyak yang terdapat pada setiap stasiun pada umumnya akan dapat diminimasi jika SOP

62

benar telah dilakukan dengan baik.

Secara teknis optimasi penegasan SOP dapat dengan mudah diterapkan dalam industri kelapa sawit. Dengan penegasan SOP akan membuat pekerja melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dalam hal ekonomi, keuntungan sudah pasti akan diperoleh dengan kinerja yang baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Untuk keuntungan harus membutuhkan kajian lebih lanjut mengenai besarnya nilai yang bisa diperoleh. Secara lingkungan juga akan memberikan keuntungan dengan pengurangan kuantitas hasil samping yang dihasilkan. Penerapan alternatif optimasi penegasan SOP diharapkan direkomendasikan tidak hanya di stasiun perebusan dan pengempaan seperti dalam kasus di atas, namun juga harus dilakukan di seluruh aspek (stasiun) baik di pabrik pengolahan maupun di perkebunan.

6.2. Efisiensi Penggunaan Air Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam industri kelapa sawit. Hampir seluruh tahapan proses pengolahan menggunakan air. Proses perebusan, pemurnian, pengutipan inti sawit, pembersihan alat-alat proses, dan pembersihan area pabrik yang paling banyak menggunakan air. Pada umumnya industri kelapa sawit mendapatkan untuk kegiatan atau aktifitasnya dari air permukaan dan air bawah tanah. Alternatif ini direkomendasi kepada industri kelapa sawit untuk diterapkan dengan melakukan penutupan kebocoran air dikhususkan di area proses pemurnian dan pabrik biji. Penutupan kebocoran air dilakukan dengan pengelasan pada besi selang (pipa) yang bocor. Selain itu upaya penutupan kebocoran air bisa dilakukan dengan mengganti selang yang bocor baik itu selang berbahan plastik maupun besi (pipa). Pemeriksaan selang dan pipa seluruh stasiun olah dilakukan setiap hari sebelum memulai produksi. Kerjasama dari operator berupa kesadaran penggunaan air untuk pencucian mesin-mesin dan area lokasi pabrik di sekitar stasiun pengempaan, pemurnian, dan pabrik biji juga sangat dibutuhkan. Alternatif ini akan menguntungkan pihak industri kelapa sawit baik secara teknis, ekonomi, dan lingkungan. Dalam hal teknis, pelaksanaan alternatif ini mudah untuk dilaksanakan. Secara ekonomis akan mendapatkan penghematan sebesar Rp. 14.864.460/tahun. Pencemaran lingkungan berupa minimasi kuantitas air limbah juga berkurang.

6.3. Tata Cara Operasi Yang Baik Tata cara operasi yang baik merupakan suatu cara melakukan pekerjaan dengan benar untuk mencapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam suatu pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa SOP memiliki hubungan yang sangat erat dengan tata cara operasi yang baik. SOP yang telah ada dan dibuat dengan sangat baik tapi kurang adanya dukungan berupa kesadaran bagi unsur-unsur yang melaksanakan akan menjadi hal yang sia-sia, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu harus saling mendukung antara dua elemen ini. Tujuan dari tata cara operasi yang baik yaitu untuk meningkatkan produktifitas kerja dan produk yang dihasilkan. Selain itu tujuan tata cara operasi yang baik menurut Niebel dan Freivalds (2003) dalam Yuliani (2006) yaitu meminimalkan waktu penyelesaian pekerjaan, menghemat sumber daya dan biaya, serta memaksimalkan keselamatan dan kesehatan kerja. Permasalahan tentang tata cara operasi sering menjadi kendala dalam industri kelapa sawit. Kurangnya kesadaran pekerja sebagai SDM (Sumber daya Manusia) dalam melaksanakan standar operasional prosedur yang berlaku menyebabkan produksi menurun. Hal ini juga berlaku kepada pekerja dalam kasus penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) ketika berada di dalam pabrik. Kesadaran

63

pekerja menurun kemungkinan disebabkan komitmen pekerja yang lemah. Alternatif yang direkomendasikan kepada pihak industri kelapa sawit yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada pekerja terutama dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja dan pemahaman resiko di pabrik dan apa yang harus dan tidak dilakukan sesuai SOP. Pemberian insentif (fee lembur, THR, dan bonus) kepada pekerja juga harus diperhatikan sebagai motivasi kerja. Sistem perekrutan tenaga kerja baru juga harus dilakukan dengan baik. Pekerja yang baru harus benar-benar memahami tentang lingkup dimana mereka bekerja. Industri kelapa sawit pada umumnya telah menerapkan SOP dan tata cara operasi yang baik. Namun tidak semua pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan keinginan. Secara teknis dan lingkungan tata cara operasi yang baik harus diterapkan dengan tegas agar produktifitas meningkat dan minimasi pencemaran yang mungkin terjadi menurun. Sehingga industri kelapa sawit secara tidak langsung juga mendapatkan keuntungan finansial.

6.4. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Energi Alternatif Biogas Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar yang mengandung bahan organik yang tinggi. Jika limbah cair ini langsung dibuang ke lingkungan sekitar dengan kandungan bahan organik tinggi tanpa mengalami pengolahan di IPAL, maka beresiko besar akan mencemari lingkungan. Industri kelapa sawit pada umumnya telah mengatasi penanganan limbah dengan kolam anaerobik yang hasil akhirnya akan dijadikan aplikasi lahan sebagai pupuk organik tanaman kelapa sawit. Pengelolaan kolam anaerobik ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Keuntungan pengelolaan dengan kolam anaerobik selain hasil pengelolaan limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai aplikasi lahan untuk pupuk, konstruksi dan operasinya yang digunakan sederhana, serta tidak memerlukan banyak tenaga kerja ahli. Kekurangan dari tipe pengelolaan seperti ini memerlukan lahan yang luas, efisiensi dan laju eliminasi bahan organik rendah, cukup menimbulkan bau yang tidak enak, dan menghasilkan biogas namun biogas yang terbentuk tidak dapat ditampung dan dimanfaatkan. Alternatif pemanfaatan limbah cair sebagai penghasil biogas direkomendasikan untuk memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan hanya dimanfaatkan untuk aplikasi lahan sebagai pupuk organik. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang mengandung metana dan karbon dioksida. Metana dalam biogas jika terbakar relatif lebih bersih daripada batu bara dan akan menghasilkan energi yang lebih besar. Biogas yang dihasilkan selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana yang dihasilkan merupakan unsur pembentuk biogas. Menurut Oktaviani (2012), proses dekomposisi limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari tahapan hidrolisis (pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana penyusunnya), asidogenesis (pembentukan asam), asetogenesis (pembentukan asam asetat), dan metagonesis (pembentukan metana). Setelah metana terbentuk maka akan dihasilkan biogas. Biogas ini dapat dikonversi menjadi bahan bakar (sumber energi terbarukan) maupun listrik yang bisa digunakan untuk kegiatan pengolahan di pabrik maupun di perumahan karyawan. Untuk mendapatkan biogas ini maka Suprihatin (2012) menyebutkan bahan organik dalam limbah cair pabrik kelapa sawit dapat diolah dengan menggunakan bioreaktor anaerobik atau dengan menggunakan kolam stabilisasi tertutup (cover lagoon pond system). Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa untuk produksi 1 ton TBS olah mampu menghasilkan biogas sebesar 14,30 m3 dan hal ini setara dengan minyak diesel sekitar 7,20 L.

64

Untuk industri kelapa sawit yang berkapasitas rata-rata 30 ton TBS/jam proyek pembangunan kolam stabilisasi tertutup (covered lagoon) memerlukan biaya investasi Rp. 20.044.960.000 dan biaya operasional sebesar Rp. 728.940.000. Dari hasil analisis finansial didapatkan NPV sebesar Rp. 16.885.060.000 untuk arus kas 10 tahun, Net B/C sebesar 1,69, IRR 16%, dan PBP pada tahun ke 5. Hal ini mengidentifikasikan pembuatan sistem lagoon tertutup layak untuk dilaksanakan untuk secara ekonomi untuk umur ekonomis 10 tahun. Dari segi teknik pelaksanaanya harus adanya koordinasi lebih lanjut dengan pihak industri kelapa sawit karena proyek ini memerlukan biaya yang sangat besar. Secara lingkungan pembuatan sistem stabilisasi tertutup layak untuk dilakukan karena mengurangi beban pencemaran limbah terutama efek gas rumah kaca.

6.5. Optimasi Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit TKKS adalah salah satu produk samping pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Dalam satu hari pengolahan bisa dihasilkan ratusan ton TKKS. TKKS tersebut memiliki potensi untuk diolah menjadi berbagai macam produk walaupun sampai saat ini industri kelapa sawit lebih memanfaatkannya untuk aplikasi lahan sebagai pengganti pupuk organik. TKKS hasil dari penebahan dikirim ke hopper tandan kosong dan akan dibawa kembali ke lahan perkebunan untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik (land application). Tandan kosong yang dikirim menggunakan konveyor tandan kosong (empty bunch conveyor) sebagian akan berjatuhan di lantai antara stasiun penebahan sampai hopper tandan kosong karena terlempar keluar dari pembatas konveyor. Menurut Loekito (2002) bahwa tandan kosong memiliki kesetaraan dengan pupuk yang biasa dijual di pasaran. Kesetaraan 1 ton tandan kosong sama dengan 6,10 kg urea, 1,60 kg TSP, 15,90 kg MOP, dan 3,30 kieserit. Beberapa sampel standar atau norma yang diizinkan untuk kehilangan tandan kosong adalah 1,85% terhadap contoh dan 0,39% terhadap TBS (PKS Adolina, 2011). Pahan (2006) menambahkan standar kehilangan tandan kosong sebesar < 2,0% terhadap contoh.

Alternatif ini direkomendasikan untuk mengurangi kehilangan tandan kosong. Tandan kosong dioptimalkan pemanfaatannya sebagai pupuk organik. Dari kasus yang ada maka kehilangan tandan kosong terjadi ketika pengiriman dari proses penebahan ke hopper tandan kosong. Adanya tandan kosong yang terjatuh di bawah lantai penebah dan di sepanjang area yang dilalui empty bunch conveyor harus dicegah. Rekomendasi yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengutipan manual tandan kosong yang terlempar dari thresser di stasiun penebah dan membawanya ke hopper tandan kosong. Selain itu untuk mengatasi buah jatuh dari empty bunch conveyor maka pencegahan dilakukan dengan menambahkan besi penutup pada konveyor. Penutup pada konveyor yang digunakan yaitu besi atau baja mesin-mesin yang tak digunakan di gudang pengumpulan besi atau baja bekas di sekitar pabrik pengolahan. Hal ini secara tidak langsung juga meliputi pemanfaatan limbah besi atau baja bekas. Selain pemanfaatan besi bekas alternatif ini tentunya sangat bisa membantu untuk mengurangi kehilangan tandan kosong yang berjatuhan. Sehingga optimasi pemanfaatan tandan kosong untuk aplikasi lahan bisa berjalan dengan baik. Jika upaya pencegahan kehilangan bisa dilakukan secara optimal maka norma kehilangan 0,39% dari TBS tersebut bisa dimanfaatkan untuk aplikasi lahan sebagai pupuk dengan keuntungan ekonomi sebesar Rp. 5.435.922/tahun. Secara teknis pelaksanaan ini bisa dilaksanakan dengan mudah tanpa biaya namun harus adanya koordinasi dengan pihak manajemen perusahaan. Dalam hal lingkungan, hasil samping proses dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Selain itu dengan alternatif ini maka area kerja pengolahan tetap bersih.

65

6.6. Pengendalian Asam Lemak Bebas dengan Pengaturan Jadwal Panen dan Efisiensi Penggunaan Truk Asam lemak bebas meningkat disebabkan karena beberapa hal diantaranya kerusakan mekanis dan adanya aktifitas enzim pada buah. Pembentukan ALB (Asam Lemak Bebas) pada minyak kelapa sawit dimulai dari buah di lapangan untuk diangkut hingga sampai penimbunan di loading ramp. ALB disebabkan karena proses pemanenan buah yang tidak tepat waktu dan terlalu lama buah menunggu di loading ramp untuk direbus. Jika kadar ALB tinggi berarti mutu minyak akan rendah dan sebaliknya. Jika dinding sel buah kelapa sawit pecah (luka/memar) maka enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan segera berlangsung dengan cepat. Akibatnya ALB akan meningkat. Industri kelapa sawit melakukan pengendalian asam lemak bebas dengan menonaktifkan enzim melalui perebusan di ketel rebusan. Namun jauh sebelum ini harus diperhatikan penanganan-penanganan sebelumnya. Alternatif ini direkomendasikan untuk diterapkan yaitu berupa upaya pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk. Upaya dilakukan mulai dari lapangan (kebun) sampai buah di dalam pabrik. Upaya di lapangan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemetikan buah pada waktu yang tepat. Hal ini disesuaikan dengan jumlah dan kapasitas truk yang akan membawa ke pabrik. Selain itu proses pengangkutan dan penurunan dari truk harus dilakukan dengan hati-hati untuk mengurangi buah memar atau rusak. Buah yang telah dipanen tidak diizinkan terlalu lama menunggu untuk segera diangkut ke pabrik agar diproses. Untuk di pabrik upaya yang dilakukan dengan pengawasan buah yang teliti dari operator pengawas di stasiun penerimaan buah loading ramp. Karena sampai saat ini belum ditemukan suatu alat atau teknologi automatis untuk menentukan tingkat kematangan buah, maka operator pengawasan di stasiun penerimaan buah harus bekerja secara optimal dan mempunyai komitmen yang tinggi. Pengaturan sistem penjadwalan pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik merupakan salah satu cara untuk efisiensi biaya berupa penghematan penyewaan truk. Industri kelapa sawit pada umumnya melakukan penyewaan truk pengangkut dari pihak rekanan (vendor). Sistem koordinasi yang baik antara pengangkutan dengan sistem waktu panen di kebun harus dilakukan. Hal ini untuk menghindari peningkatan ALB karena buah yang menunggu terlalu lama untuk diangkut karena sudah dipanen. Secara teknik rekomendasi pembuatan sistem penjadwalan panen dan efisiensi penggunaan truk bisa dilaksanakan dengan koordinasi pihak manajemen perusahaan untuk meningkatkan mutu TBS yang dihasilkan. Secara ekonomi atau keuntungan (finansial) perlu dilakukan kajian dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui keuntungan yang bisa didapatkan dari perbaikan asam lemak bebas dari rekomendasi yang telah dilakukan. Namun untuk penghematan penyewaan truk setelah dianalisis dari studi kasus pada industri kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dihasilkan penghematan sebesar Rp. 576.000.000/tahun. Dalam hal lingkungan tidak memiliki pengaruh yang berarti, namun buah yang mentah ataupun yang terlalu matang panen akan di reject dari pabrik, dikembalikan ke kebun, dan akan tetap dimanfaatkan sebagai aplikasi lahan.

6.7. Pengutipan Minyak dengan Pembuatan Kolam Penampung Air Kondensat dan Kolam Penampung Minyak Kondensat bisa diartikan sebagai cairan yang terkondensasi dari uap. Uap yang keluar dari ketel rebusan akan menjadi air. Kondensasi atau biasa yang dikenal dengan istilah pengembunan adalah

66

perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (uap) menjadi cairan akibat adanya kompresi (tekanan

a. Waktu yang paling tepat untuk satu siklus perebusan 80-90

ditingkatkan). Hariyanto (2007) menyebutkan bahwa kandungan minyak dalam air kondensat kemungkinan disebabkan oleh adanya buah restan yang dicampur dengan buah segar dalam satu perebusan, holding time terlalu lama, buah banyak yang terluka atau memar akibat sering terbanting, brondolan terlindas kendaraan, dan pembuangan air kondensat tidak tuntas. Hal ini merupakan salah satu hal yang wajar dan selalu terjadi pada stasiun perebusan industri kelapa sawit. Air kondensat yang dikeluarkan mengandung minyak karena minyak akan menguap saat diberikan suhu dan tekanan tinggi dan akan mengikat pada air kondensat. Oleh karena itu untuk mengurangi resiko air kondensat yang terlalu tinggi (melebihi standar losses air kondensat) maka harus diperhatikan beberapa hal penting sebagai berikut :

0C dengan tekanan pada puncak pertama hingga puncak ketiga masing-masing 2,3, 2,5, dan 3,0 kg/cm2

b. Alat ukur rebusan, lampu panel, alarm, kebocoran pipa, grafik kerja mesin rebusan pada peralatan rebusan harus selalu dipantau oleh operator dan asisten yang bertugas. Pemeriksaan harian setiap sebelum memulai proses harus dilakukan.

.

Irvan (2009) menyebutkan bahwa hasil samping dari proses rebusan adalah air kondensat yang mengandung minyak sebesar 0,50% yang kemudian akan dimasukkan ke dalam bak fat fit. Pahan (2006) menambahkan bahwa industri pengolahan kelapa sawit mengalami kehilangan minyak pada stasiun perebusan akibat losses minyak karena terikut air kondensat sebesar 0,40-0,90%. Industri kelapa sawit melakukan pengutipan minyak dengan memanfaatkan bak fat-fit. Untuk pengutipan minyak yang lebih intensif terhadap air kondensat dari ketel rebusan, maka dalam penelitian ini direkomendasikan alternatif dengan pendirian kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak. Upaya ini akan lebih efektif dibandingkan upaya pengutipan di bak fat fit yang telah bercampur dengan lumpur bercampur minyak di stasiun-stasiun lainnya. Air kondensat yang dikeluarkan dari rebusan akan dialirkan ke blowdown silencer melalui pipa-pipa sedangkan kebocoran uap air pada pipa dan ketel rebusan dialirkan melalui parit-parit untuk dibawa ke kolam penampung air kondensat. Penerapan proyek kolam penampung air kondensat ini didirikan diantara ketel rebusan dengan bak fat fit. Kolam penampung air kondensat akan menampung air yang mengandung minyak dimana minyak akan tertampung di bagian atas karena perbedaan berat jenisnya dan terbawa ke kolam penampung minyak. Minyak kasar yang telah terkutip dipompa kembali ke stasiun pemurnian (sand trap tank) sebagai minyak kasar dan air akan dialirkan ke bak fat fit. Studi kasus dilakukan pada industri kelapa sawit berkapasitas 30 ton TBS/jam dengan produksi 188.024,60 ton TBS olah/tahun dan air kondensat yang dihasilkan sebesar 12%. Untuk pembuatan proyek ini dibutuhkan tanah seluas 2,0 x 2,0 x 1,6 m untuk pembuatan kolam penampung air kondensat dan 0,5 x 0,5 x 0,5 m untuk kolam penampung minyak dari air kondensat di sekitar stasiun perebusan. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak sebesar Rp. 18.689.708. Upaya pengutipan minyak ini dapat menghasilkan NPV sebesar Rp. 2.483.550.913 dalam arus kas 10 tahun. Jika dihitung kelayakan ekonomi maka proyek ini dinyatakan layak dengan nilai Net B/C sebesar 8,26 dan pay back period sebesar 0,04 tahun. Jika dilihat dari sisi teknis pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak bisa dilakukan dengan koordinasi pihak perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas (rendemen) yang dihasilkan. Dalam hal lingkungan rekomendasi layak dilakukan untuk mengurangi kuantitas limbah cair yang akan diolah di unit IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah).

67

6.8. Pencegahan Kontaminasi Pada Buah

Kontaminan pada buah akan banyak ditemukan di stasiun penerimaan buah bagian sortasi (loading ramp). Kontaminan ini berupa tanah, pasir, batu, dan plastik-plastik dari kebun afdeling yang terikut ke dalam truk saat buah akan diangkut ke pabrik pengolahan atau PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Kontaminan ini harus dicegah atau setidaknya dikurangi kadarnya karena akan menurunkan kualitas produk, merusak peralatan pengolahan, dan sangat mengotori lingkungan pabrik. Walaupun hal ini terlihat tidak terlalu berdampak apapun karena hanya berupa tanah, pasir, dan kotoran lainnya, namun jika tidak dilakukan upaya intensif berupa pencegahan dan dibiarkan dalam jumlah banyak akan sangat menggangu operasional pabrik. Industri kelapa sawit mengatasi permasalahan kontaminan pada buah dengan membuat kisi-kisi pada loading ramp. Pasir, tanah, dan batu akan terjatuh melalui kisi-kisi tersebut. Kemudian operator rel lori akan mengumpul dan mengutip secara manual kotoran yang terjatuh dan selanjutnya membuangnya. Alternatif yang direkomendasikan yaitu mengoptimalkan pengawasan buah yang akan dibawa dari kebun dan buah yang masuk di pabrik pada stasiun penerimaan buah loading ramp. Buah yang akan dibawah dari kebun sebelum dimasukkan ke dalam truk harus dibersihkan dengan sapu lidi agar pasir, tanah, batu, dan kotoran-kotoran lainnya tidak ikut terbawa ke dalam pabrik. Selain itu perlunya dilakukan pembersihan area lantai loading ramp pada saat hari memulai proses serta pada interval waktu tertentu saat proses. Kesadaran dari pihak pekerja di kebun maupun di pabrik juga harus mendukung. Secara teknis rekomendasi pencegahan kontaminasi pada buah bisa diterapkan tanpa biaya. Dalam hal lingkungan, alternatif ini akan memberikan keuntungan berupa kondisi area pabrik menjadi tetap bersih. Hal ini dilakukan untuk menjaga efisiensi dan efektifitas proses. Dalam hal finansial atau ekonomi, keuntungan yang diperoleh memerlukan kajian lebih lanjut dan koordinasi yang baik dengan pihak manajemen industri kelapa sawit untuk menentukan nilai keuntungan kuantitatif yang akan didapatkan. Namun dengan pelaksanaan alternatif pencegahan kontaminasi pada buah, kondisi ini memperbaiki mutu dari CPO. Selain itu juga akan mengurangi resiko kerusakan mesin terutama ketel rebusan yang bisa mengalami kerusakan jika terlalu sering bergesekan dengan buah yang mengandung pasir saat dimasukkan ke dalam ketel rebusan. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan keuntungan finansial kepada pihak industri baik karena mutu yang dihasilkan maupun dari penghematan biaya maintenance dari mesin yang rusak.

68

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN Kegiatan good house-keeping meliputi optimasi penegasan standar operasional prosedur, tata cara operasi yang baik, efisiensi penggunaan air, pengaturan jadwal dan efisiensi penggunaan truk untuk pengendalian asam lemak bebas, serta pencegahan kontaminan pada buah. Kegiatan modifikasi proses dilakukan dengan pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat. Sedangkan kegiatan on site reuse meliputi optimasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit untuk aplikasi lahan dan pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas. Penerapan good house-keeping yang direkomendasikan mampu menghasilkan penerimaan untuk industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.894.118.036 per tahun. Aplikasi modifikasi proses menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 248.355.091 per tahun. Dan untuk penerapan teknik produksi bersih on site reuse menghasilkan penerimaan kepada industri kelapa sawit sebesar Rp. 1.693.941.992 per tahun. Penerapan berdasarkan dari alternatif-alternatif yang direkomendasikan secara bertutut-turut yaitu optimasi penegasan standar operasional prosedur (0,179), efisiensi penggunaan air (0,167), tata cara operasi yang baik (0,152), pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif biogas (0,152), optimasi pemanfaatan tandan kosong sebagai pupuk organik (0,116), pengendalian asam lemak bebas dengan pengaturan jadwal panen dan efisiensi penggunaan truk (0,104), pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak dari air kondensat (0,083), dan upaya pencegahan kontaminasi kotoran pada buah (0,046). Keseluruhan dari alternatif yang ditawarkan layak sebagai rekomendasi untuk diterapkan sesuai dengan prioritas tersebut karena akan menguntungkan perusahaan atau industri kelapa sawit. 7.2. SARAN Alternatif terpilih direkomendasikan untuk segera dilaksanakan atau diterapkan di industri kelapa sawit untuk memberikan keuntungan teknik (produktivitas), ekonomi (finansial), dan lingkungan (kepercayaan masyarakat sekitar) sesuai dengan prioritas yang diberikan.

69

DAFTAR PUSTAKA

Afmar. 1999. Faktor Kunci dan Teknik Efektif Penerapan Cleaner Production di Industri. Prosiding Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo. Teknik Kimia ITB. Bandung.

Badan Administrasi Akademik. 2008. Standard Operating Procedure (SOP). Universitas Sanata

Dharma. Yogyakarta. Badan Standadisasi Nasional. 1987. Inti Kelapa Sawit. SNI 01-0003-1987. Badan Standadisasi Nasional. 1992. Minyak Kelapa Sawit. SNI 01-2901-1992.

Bapedal. 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit. Buku

Panduan. Jakarta.

Dewi, L. A. Analisis Kehilangan Minyak Kelapa Sawit pada Air Kondensat Unit Perebusan di PT

Perkebunan Nusantara III Unit Rambutan. PS Kimia Analisis USU. Medan.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Kebijakan Pengembangan Komoditas Perkebunan Strategis.

Rapat Kerja Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan dan

Pembangunan Ekonomi 1 Februari 2012. Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen

Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa

Sawit. Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Eckey, S.W. 1955. Vegetable Fat and Oil. Reinhold Publishing Cooporation. New York. Fauzi. 2007. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan

Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Gelder, V. J. W. 2004. Greasy Palms : European Buyers of Indonesian Palm Oil. Friends of Earth

Ltd. London.

GTZ. 1997. Environmental Management Guidline for The Palm Oil Industry. Deutche Gesselschaft Fuer Technische Zussammenarbeit (GTZ) GmbH. Bangkok.

Gunawan. 2003. Analisis Pangan : Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak

Kedelai dengan Variasi Menggoreng. FMIPA Universitas Diponegoro. Semarang.

70

Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan A.H, Pattiwiri A.W, Hendroko R. 2008. Teknologi Bioenergi. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Hariyanto. 2007. Manajemen Operasional Bahan Baku TBS dan Pabrik. PKS Pabatu PT Perkebunan

Nusantara IV (Persero). Pabatu.

Hutagaol dan Yahya. 2009. Manajemen Panen Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di

Sungai Pinang Estate PT Bina Sains Cemerlang Minamas Plantation Musi Rawas. Sumatera

Selatan. Seminar Departemen Agronomi dan Holtikultura IPB. Bogor.

Indrasti, N.S. dan Fauzi, A. 2009. Produksi Bersih. IPB Press Taman Kencana. Bogor.

Irvan. 2009. Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Sungai Pinang Estate

Minamas Plantation. Sumatera Selatan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Lubis, A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Edisi 2. Pusat Penelitian

Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan.

Kautsar, F. I. 2006. Aplikasi Produksi Bersih Pada Industri Kelapa Sawit Studi Kasus di PT Z

Provinsi Riau. Fateta IPB. Bogor.

Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kementerian Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Pusat Data dan

Informasi Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. 2002. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper). Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Kebijakan Nasional Produksi Bersih. Jakarta. Loekito. 2002. Teknologi Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi Lingkungan

Vol.3 No.3 edisi September 2002:242-250.

Mahajoeno E, Lay B.W, Suthajho S.H, Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa

Sawit untuk Produksi Biogas. Biodiversitas. 9:48-52.

Mangoensoekarjo, H. dan Semangun. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadja Mada

University Press. Yogyakarta.

Mangunsong dan Lamria. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Polnep. Pontianak.

71

Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia.

Jakarta.

Moletta, R. 2005. Winery and Distillery Wastewater Treathment by Anaerobic Digestion. Wat. Sci.

Techn, 51 (1) : 137-144. Morad et al. 2008. Simplified Life Cycle Assesment of Crude Palm Oil – a Study at a Palm Oil.

International Conference on Environmental Research and Technology (ICERT 2008).

Muchtadi. 1992. Karekterisasi Komponen Instrinsik Utama Buah Sait (Elaeis guineensis Jacq) Dalam

Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan Pemanfaatan Pro Vitamin A. Direktorat

Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Nababan A. 2011. Mempelajari Teknologi Proses dan Manajemen Mutu di PT Perkebunan Nusantara

IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Laporan Praktik Lapangan Fateta IPB. Bogor.

Naibaho. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Nanda, R. 2010. Studi Pengelolaan Limbah Industri Sebagai Upaya Penerapan Produksi Bersih di

Pabrik Kelapa Sawit. Teknik Lingkungan ITS. Surabaya

Oginawati, K. Produksi Bersih. Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Bandung.

Oktaviani D. 2012. Skripsi : Kajian Manajemen Teknologi Konversi Gas Metana dari Limbah Cair

Pabrik Kelapa Sawit Menjadi Energi Listrik. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB. Bogor.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Pardamean, M. 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. PT Agromedia

Pustaka. Jakarta. Pramudya B. 2010. Model Linear. Handout Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Primo J. 2008. Circulation Oil. JC Engineering Inc. California. Purwanto. 2005. Penerapan Produksi Bersih Di Kawasan Industri. Seminar Penerapan Program

Produksi Bersih Dalam Mendorong Terciptanya Kawasan Eko Industrial di Indonesia 3 Juni 2005. Deputi Urusan Standardisasi dan Teknologi. Jakarta.

72

Rahardiansyah M. N. 2012. Rancang Bangun Penilaian Resiko Mutu Dalam Rantai Pasok Minyak Sawit Kasar Dengan Pendekatan Sistem Dinamis di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Fateta IPB. Bogor.

Rangkuti L. 2007. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas, Kadar Air, dan Kadar Kotoran Pada Minyak

Kelapa Sawit PT Mopoli Raya Aceh Tamiang. FMIPA USU. Medan. Robiana A. 2010. Analisa Kehilangan Minyak Sawit Pada Fat Fit dan Tandan Kosong di PTPN III

Kebun Rambutan. Diploma Kimia Analis USU. Medan. Sa’id, E. G. 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit. Badan Kerjasama

Pusat Studi Lingkungan. Bogor. Sastrosayono S. 2006. Budi Daya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Sugihardi. 2011. Perancangan Alat Penukar Kalor Dalam Organik Rangkine Cycle Untuk

Memanfaatkan Waste Heat Recovery Dari Blowdown Rebusan (Sterilizer) Sebagai Pembangkit Listrik 100 KW Pada Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Sugiharto.1987.Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah.UI Press,Jakarta.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengelolaan Kelapa Sawit. Agro Mmedia Pustaka.

Jakarta. Suprihatin, Gumbira E, Suparno O, Sarono. 2012. Potensi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai

Sumber Energi Alternatif. Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2012. Malang. Tim Penulis. 2012. Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan 2012

Unit Usaha Adolina. Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Adolina. Perbaungan.

UNEP. 1999. United National Environmental Program. www.unep.org.

UNEP. 2003. Cleaner Production Assessment in Industries. www.uneptie.or. [131212].

UNIDO. 2002. What is Cleaner Production. www.unido.org. [131212].

United States Agency For International Development (USAID). 1997. Panduan Pengintegrasian

Produksi Bersih Ke Dalam Penyusunan Program Kegiatan Pembangunan Depperindag. Di

dalam Suartama. 2000. Mempelajari Penerapan Produksi Bersih dan Penanganan Limbah di

PT. Great Giant Pineaple Company. Fateta IPB. Bogor.

73

United States Development Agriculture (USDA). 2012. Indonesian Palm Oil Production by The Year

Statistic. United State Departement of Agriculture. Washington. www.indexmundi.com

[131212].

Wibowo. 1996. Produksi Bersih. Yayasan Kalpa Wilis Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Widi, S. Laporan Praktik Lapangan : Alat dan Proses Pengolahan Kelapa Sawit. PS Teknik Mesin

Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta.

Winarni, O. Kinetika Desorpsi Isotermal Beta Karoten Olein Minyak Sawit Kasar Dari Atapulgit

Dengan Menggunakan Etanol. Fateta IPB. Bogor.

Yuliani, S. 2006. Pengantar Teknologi Industri. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu

Buana. Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pohon Industri Tanaman Kelapa Sawit

74

Tandan Buah Segar Kelapa Sawit

Daging kelapa sawit Biji kelapa sawit Cangkang Serat

Minyak kelapa sawit Inti kelapa sawit

Carotein Toco pherol

Olein Stearin Free fatty acid

Soap stuck

Bungkil Palm kernel oil

Tepung Arang Bahan bakar

Bahan selulosa

Buah kelapa sawit Tandan kosong Sludge

Cocoa butter

Minyak goreng

Minyak salad

Margarin Shorten Vegetable oil

Minyak padat

Glyserin

Sabun Makanan ternak

Fatty acid

Fatty acid

Lauric acid

Miristat acid

Briket arang

Karbon aktif

Asam organik

Minyak padat

Fatty alcohol (ester)

Metalic sald Polyethoxylated derivatif

Fatty amines Ester of dibasic acid

Oxygenated fatty acid

Fatty alcohol Fatty acid amide

Lampiran 1. Pohon Industri Tanaman Kelapa Sawit

Sumber : Yahya (2010)

Lampiran 2. Diagram Alir Metode Penelitian

Persiapan awal

Mulai

Pengamatan Lapangan

Informasi : Aliran proses produksi,

sumber daya, dan bahan baku

Identifikasi proses

Penyusunan alternatif penerapan

produksi bersih

Pengujian dan analisa

Rekomendasi

Selesai

Studi pustaka

Studi pustaka

75

Analisis Kelayakan

Lampiran 3. Kuisioner AHP (Analytical Hierarchy Process)

Kuisioner Penelitian Kajian Peluang Aplikasi Produksi Bersih di Industri Pengolahan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Perbaungan-Sumatera Utara

AHP (Analytical Hierarchy Process)

Kuisioner ini ditujukan kepada Tenaga Ahli (Pakar) dari Akademisi dan Industri. Tanggal : 1. IDENTITAS PENELITI DAN TENAGA AHLI (PAKAR) 1.1. IDENTITAS PENELITI Nama : Panji Maulana NRP : F34080002 Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor Pembimbing : Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin 1.2. IDENTITAS AHLI Nama : Jenis Kelamin : Tanggal Lahir (dd/mm/yy) : Pendidikan Terakhir : O Diploma

O Sarjana

O Master

O Doktor Perguruan Tinggi/Industri/ : Instansi Bidang Keahlian : Lama Bekerja :

76

2. PENGANTAR Pengisian kuisioner dilakukan untuk menentukan strategi dalam penerapan produksi bersih pada industri kelapa sawit. Struktur hierarki dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Hierarki

Aplikasi Produksi Bersih Pada Industri Pengolahan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

Goal

Kriteria/faktor

Alternatif/strategi

Pencegahan kontaminan pada buah (TBS)

Teknis

Ekonomi

Lingkungan

Pengendalian asam lemak bebas dengan pengaturan jadwal panen dan efisiensi mobilitas truk buah

Tata cara operasi yang baik

Pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat

Optimasi penegasan SOP (Standar Operasional Prosedur)

Optimasi pemanfaatan tandan kosong

Efisiensi penggunaan air

Pemanfaatan LCPKS untuk menangkap dan menghasilkan biogas (covered lagoon)

77

3. PETUNJUK PENGISIAN DAN SKALA PENILAIAN 3. 1. PETUNJUK UMUM Petunjuk pengisian kuisioner AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah sebagai berikut :

1. Isi kolam identitas ahli yang terdapat pada halaman depan kuisioner (Bagian 1.2). 2. Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan strategi penerapan produksi bersih pada industri

kelapa sawit. 3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan atau peran komponen dalam

satu level hierarki yang berkaitan dengan komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk (Bagian 3.2).

4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang tersedia. 3. 2. SKALA PENILAIAN Skala penilaian yang dapat digunakan adalah sebagai berikut yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Skala penilaian kriteria dan alternatif AHP (Analytical Hierarchy Process)

Nilai Perbandingan (A dibandingkan dengan B)

Definisi

1 A sama penting dengan B

3 A sedikit lebih penting dari B

-3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)

5 A jelas lebih penting dari B

-5 Kebalikannya (B jelas penting dari A)

7 A sangat jelas lebih penting dari B

-7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)

9 A mutlak lebih penting dari B

-9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)

2,4,6,8 atau -2, -4, -6, -8 Diberikan apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan.

Sumber : Marimin (2008) dalam Hapsari P (2012) Keterangan : Dalam pengisian kuisioner ini tenaga ahli (pakar) diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen A dengan elemen B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah menentukan salah satu elemen yang menjadi prioritas untuk diimplementasikan berdasarkan pendapat tenaga ahli (pakar). 3. 3. CONTOH PENGISIAN Misalkan terdapat elemen yang mempengaruhi penerapan produksi bersih yang akan diterapkan yaitu faktor ekonomi, lingkungan, dan teknis. Berdasarkan tingkat kepentingan tenaga ahli (pakar) maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut (Tabel 2).

78

Tabel 2. Contoh tabel pengisian AHP (Analytical Hierarchy Process)

Elemen Kriteria

Elemen Kriteria Teknik Ekonomi Lingkungan

Teknik 1 -7 5 (a) (b) Ekonomi 1 4 (c)

Lingkungan 1 Keterangan : Nilai pada (a)

Nilai pada : Faktor ekonomi sangat jelas lebih penting dari faktor teknik.

(b)

Nilai pada : Faktor teknik jelas lebih penting dari faktor lingkungan.

(c)

: Faktor ekonomi jelas lebih penting dari faktor lingkungan (ada keraguan).

4. PENILAIAN KUISIONER AHP (Analytical Hierarchy Process) 4. 1. Penilaian perbandingan tingkat kepentingan antar kriteria

Tabel 3. Penilaian tentang perbandingan tingkat kepentingan antar kriteria Elemen Kriteria

Elemen Kriteria

Teknis Ekonomi Lingkungan

Teknis 1 ... ...

Ekonomi 1 ...

Lingkungan 1

79

4.2. Penilaian perbandingan tingkat kepentingan antar rekomendasi alternatif berdasarkan kriteria teknis, ekonomi, dan lingkungan.

Tabel 4. Penilaian perbandingan tingkat kepentingan antar rekomendasi alternatif berdasarkan kriteria teknis

Elemen Alternatif

Elemen Alternatif A B C D E F G H

A 1 ... ... ... ... ... ... ...

B 1 ... ... ... ... ... ...

C 1 ... ... ... ... ...

D 1 ... ... ... ...

E 1 ... ... ...

F 1 ... ...

G 1 ...

H 1

Tabel 5. Penilaian perbandingan tingkat kepentingan antar rekomendasi alternatif berdasarkan kriteria ekonomi

Elemen Alternatif

Elemen Alternatif A B C D E F G H

A 1 ... ... ... ... ... ... ...

B 1 ... ... ... ... ... ...

C 1 ... ... ... ... ...

D 1 ... ... ... ...

E 1 ... ... ...

F 1 ... ...

G 1 ...

H 1

80

Tabel 6. Penilaian perbandingan tingkat kepentingan antar rekomendasi alternatif berdasarkan kriteria lingkungan Elemen

Alternatif Elemen Alternatif

A B C D E F G H A 1 ... ... ... ... ... ... ...

B 1 ... ... ... ... ... ...

C 1 ... ... ... ... ...

D 1 ... ... ... ...

E 1 ... ... ...

F 1 ... ...

G 1 ...

H 1

Keterangan : Alternatif A : Pencegahan kontaminan pada buah (TBS). Alternatif B : Pengaturan jadwal panen dan efisiensi mobilitas truk buah untuk mengendalikan asam lemak bebas. Alternatif C : Tata cara operasi yang baik. Alternatif D : Pengutipan minyak dengan pembuatan kolam penampung air kondensat dan pemisah minyak dari air kondensat. Alternatif E : Optimasi penegasan SOP (Standar Operasional Prosedur). Alternatif F : Optimasi pemanfaatan tandan kosong. Alternatif G : Efisiensi penggunaan air. Alternatif H : Pemanfaatan LCPKS untuk menangkap dan menghasilkan biogas dengan pembuatan kolam stabilisasi tertutup (covered lagoon)

81

Lampiran 4. Flowsheet Proses Produksi Pabrik Kelapa Sawit

Sumber : PKS Adolina (2012)

82

Lampiran 5. Standar-Standar di PKS Unit Usaha Adolina

a. Standar losses minyak sawit (CPO) di pabrik kelapa sawit

No Parameter Standar Losses (%) Terhadap

Contoh TBS 1 Sludge akhir fat-fit/deoling pond 0,50 0,30 2 Ampas kempa 3,90 0,55 3 Tandan kosong 1,85 0,39 4 Buah ikut tandan kosong 2,50 0,16 5 Biji ampas kempa 0,80 0,10 6 Sludge centrifuge (contoh) 0,60 maks - 7 Air rebusan (contoh) 0,50 maks - 8 Kenaikan ALB pabrik 0,30 maks -

Total kehilangan minyak terhadap TBS 1,50 maks

b. Standar mutu minyak kelapa sawit (CPO) pabrik kelapa sawit No Parameter Satuan Standar 1 ALB Golden CPO

ALB CPO Super ALB CPO non Super

% 2,00 maks 2,50 maks 3,50 maks

2 Kadar air % 0,15 maks 3 Kadar kotoran % 0,02 maks 4 DOBI % 2,50 min 5 Bilangan iodin - 51,00 min 6 Bilangan peroksida mek/kg 5,00 maks 7 Bilangan anisidine mek/kg 5,00 maks 8 Fe ppm 5,00 maks 9 Cu ppm 0,30 maks 10 Titik cair 0 39,00-41,00 C

c. Standar losses minyak inti sawit (kernel) di pabrik kelapa sawit

No Parameter Standar Losses (%) Terhadap

Contoh TBS 1 Inti dalam tandan kosong 2,50 maks 0,05 maks 2 Ampas kempa 2,00 maks 0,28 maks 3 Cangkang gabungan 3,73 maks 0,22 maks

Total kehilangan minyak terhadap TBS 1,50 maks

d. Standar mutu minyak inti kelapa sawit (kernel) pabrik kelapa sawit

No Parameter Standar untuk penjualan (%)

Standar untuk PPIS (%)

1 ALB 2,00 maks 2,00 maks 2 Kadar air 7,00 maks 7,00-8,50 3 Kadar kotoran 6,00 maks 7,50-8,50 4 Inti pecah (ripple mill) 15,00-17,00 -

83

Sumber : PKS Adolina (2011)

Lampiran 6. Denah Pengolahan Limbah (Fat fit-Kolam Anaerobik)

Total volume kolam limbah 21.560 m3 dengan efektifitas volume kolam limbah 80%, [80% x 21.560 m3 = 17.248 m3]. Retention time efektif 17.248 m3

/365 = 47 hari. Kedalaman kolam limbah 3,5 m. Total panjang parit (land application) 30.000 m (spiral pattern). Saluran limbah dari pabrik ke IPAL berbentuk paret.

Sumber : PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

84

Lampiran 7. Permasalahan dan Alternatif Produksi Bersih PKS (Pabrik Kelapa Sawit)

Stasiun Penerimaan Buah

No Permasalahan Identifikasi Penyebab

Kemungkinan Penyebab Rekomendasi

Teknik Produksi Bersih

Rekomendasi Pelaksanaan Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 Kontaminan pada buah

√ √ 1. Kotoran (tanah dan sampah plastik) yang terbawa dari kebun.

2. Sistem penyortasian di stasiun penerimaan buah tidak sesuai SOP (Penyortasian secara manual)

Good House-keeping

1. Optimasi pengawasan buah yang akan dikirim di kebun/Penegasan terhadap sistem denda panen.

2. Pembersihan area lantai loading ramp setiap pagi sebelum memulai proses.

3. Penerapan SOP yang tegas terhadap kinerja operator stasiun penerimaan buah.

L 1

L

1

L1

2 Peningkatan asam lemak bebas

√ √ √ 1. Buah terlalu lama dikirim dari kebun afdeling (buah yang sudah dipanen tidak langsung dibawa ke pabrik karena menunggu truk)

2. Buah pembelian yang dikirim bukan merupakan TBS siap panen atau terlalu matang.

Good House-keeping

1. Optimasi pengawasan buah yang akan dikirim di kebun/Penegasan terhadap sistem denda panen.

2. Penerapan SOP yang tegas terhadap kinerja operator stasiun penerimaan buah.

3. Pengaturan penjadwalan sistem panen dan efisiensi penggunaan truk

L

1

L

1

L2

85

Stasiun Perebusan

No Permasalahan Identifikasi Penyebab

Kemungkinan Penyebab Rekomendasi

Teknik Produksi Bersih

Alternatif Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 Tekanan rebusan kurang dari 2,8 kg/cm

2

√ √ 1. Jarak terlalu jauh atau banyak tahanan antara BPV (Back Pressure Valve) dan rebusan sehingga selisih tekanan antara BPV dan rebusan lebih besar 0,2 kg/cm2

2. Banyak kebocoran steam di rebusan atau pada pipa dari BPV menuju rebusan.

.

3. Terlalu banyak pemakaian steam untuk instalasi di luar rebusan.

Good House-keeping

1. Pemeriksaan ketel rebusan sebelum mulai proses.

2. Pengawasan tekanan rebusan, kebocoran uap, holding time, waktu rebus dengan melihat grafik mesin oleh asisten pabrik secara teratur.

L 1

L 1

2 Kandungan minyak dalam air kondensat di atas norma

√ √ √ 1. Buah restan dicampur buah segar dalam satu perebusan.

2. Holding time terlalu lama. 3. Buah banyak yang

terluka/memar akibat sering terbanting atau brondolan terlindas kendaraan.

4. Pembuangan air kondensat tidak tuntas.

Modifikasi Proses

1. Pembuatan kolam penampung kolam kondensat dan kolam penampung minyak.

L

3

86

Stasiun Penebahan

No Kemungkinan Permasalahan

Identifikasi Penyebab Kemungkinan Penyebab

Rekomendasi Teknik

Produksi Bersih

Alternatif Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 Buah terlalu lama menunggu untuk dituang ke dalam autofeeder

√ √ 1. Pemakaian unit rebusan terlalu banyak (Pemakaian kapasitas olah 30 ton/jam lebih dari 2 unit dan untuk kapasitas olah 60 ton TBS/jam lebih dari 4 unit)

2. Stagnasi setelah instalasi rebusan

Good House-keeping

1. Penuangan buah hasil rebusan dengan hoisting crane ke dalam autofeeder dengan interval waktu 5 menit.

2. Optimasi operator stasiun penebahan.

L

1

L1

2 Kehilangan buah dan minyak terikut tandan kosong diatas norma

√ √ √ 1. Buah belum memenuhi kriteria matang panen.

2. Holding time terlalu singkat. 3. Tekanan steam perebusan

kurang dari 2,8kg/cm2

4. Temperatur kurang dari 130.

0

5. Putaran tromol thresser terlalu cepat atau terlalu lama.

C akibat pembuangan air kondensat tidak tuntas.

Good House-keeping

dan On site reuse

1. Perngawasan kualitas atau mutu hasil panen.

2. Konsistensi waktu dan tekanan rebusan dan hal ini butuh optimasi kinerja dari operator dan mengendalikan mesin pengendali ketel rebusan.

3. Pengutipan tandan kosong yang terjatuh di lantai-lantai stasiun penebahan sampai ke hopper janjangan yang dilalui konveyor tandan kosong

L

1

L

1

L2

87

Stasiun Pengempaan

No Kemungkinan Permasalahan

Identifikasi Penyebab Kemungkinan Penyebab

Rekomendasi Teknik

Produksi Bersih

Alternatif Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 Tumpahan minyak pada digester

√ 1. Siklus perebusan terlalu lama akibat tekanan rebusan kurang dari 2,8 kg/cm2

2. Stagnasi pada instalasi sebelum digester.

.

3. Timba-timba buah tidak lengkap.

4. Interval penuangan buah masak ke autofeeder lebih dari 5 menit

Modifikasi Proses

dan Good

House-keeping

1. Pembuatan pintu penutup (manhole) pada digester

2. Pengelasan pipa-pipa yang bocor atau mengganti jika pipa sudah over korosif.

L

2

L1

Stasiun Pemurnian

No Kemungkinan Permasalahan

Identifikasi Penyebab Kemungkinan Penyebab

Rekomendasi Teknik

Produksi Bersih

Alternatif Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 Ceceran air dan minyak di stasiun pemurnian

√ √ 1. Optimasi pengawasan Kinerja CST oleh operator dan asisten pabrik (Suhu cairan CST 950

Good

C, penambahan air pengencer, dan retention time tidak lebih dari 5 jam)

House-keeping 1. Pengawasan stasiun

pemurnian dengan tata cara operasi yang baik.

2. Pembersihan lokasi pabrik dari minyak tumpahan dengan minimasi penggunaan air seminimal mungkin.

L

1

L1

88

Stasiun Pabrik Biji

No Kemungkinan Permasalahan

Identifikasi Penyebab Kemungkinan Penyebab

Rekomendasi Teknik

Produksi Bersih

Alternatif Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 Ceceran minyak di atas norma

√ √ 1. Kecepatan hisap separating column terlalu kencang sehingga pembagian uap panas tidak stabil.

2. Ada kebocoran pada katup sehingga uap panas tidak bisa tertutup ketika telah melebihi norma suhu.

Good House-keeping

1. Optimasi pengawasan suhu kernel dan uap yang masuk (Operator harus menurunkan uap masuk dengan menutup katup jika suhu pada paling atas melebihi norma suhu 40-500C, bagian tengah melebihi norma suhu 50-600C, dan pada bagian bawah kernel silo melebihi norma suhu 60-700

2. Penerapan SOP yang tegas terhadap kinerja operator stasiun pabrik biji.

C.

L

1

L1

Bagian Pengelolaan Limbah

No Kemungkinan Permasalahan

Identifikasi Penyebab Kemungkinan Penyebab

Rekomendasi Teknik

Produksi Bersih

Alternatif Produksi Bersih

Level Pelaksanaan M M1 M2 M3 4

1 √ Limbah cair pabrik kelapa sawit

√ √ √ 1. Uap air yang digunakan untuk merebus kelapa sawit.

2. Faktor mesin yang bocor sehingga losses minyak

On site reuse Pemanfaatan limbah cair untuk menghasilkan energi alternatif berupa biogas dengan mendirikan kolam stabilisasi tertutup (covered

L

3

89

tertumpah di lantai. 3. PKS pada umumnya

menggunakan limbah cair kelapa sawit sebagai aplikasi lahan (langsung dibuang).

4. Penggunaan air yang berlebihan oleh operator saat pencucian mesin

lagoon)

Keterangan identifikasi penyebab dan level pelaksanaan pada Lampiran 7 : M1

M : Faktor material (Bahan Baku/Olah).

2

M : Faktor mesin atau alat.

3

M : Faktor metode atau cara.

4

L : Faktor manusia (skill Sumber Daya Manusia).

1

dikategorikan rendah). : Level 1 (Dapat segera dilaksanakan dengan tidak membutuhkan biaya tambahan. Kalaupun mengeluarkan biaya, biaya yang dikeluarkan

L2

menganalisa finansial lanjutan serta membutuhkan biaya investasi menengah). : Level 2 (Pelaksanaan dapat dilaksanakan namun memerlukan analisis lanjutan dengan pihak manajemen perusahaan untuk pelaksanaannya dan

L3

memerlukan biaya investasi yang relatif tinggi. : Level 3 (Pelaksanaannya sangat kecil dilaksanakan karena selain membutuhkan analisis lanjutan juga memerlukan analisis lanjutan juga

90

Lampiran 8. Sistem Penjadwalan Waktu Panen dan Efisiensi Penggunaan Truk

a. Rata-rata produksi TBS Afd (Afdeling) kebun Unit Usaha Adolina

Bulan Hari olah

Rata-Rata Produksi TBS Afdeling kebun Unit Usaha Adolina (Kg)

Afd.1 Afd.2 Afd.3 Afd.4 Afd.5 Afd.6 Afd.7 Afd.8 Afd.9

Januari 19,50 1.054.658,40 880.313,00 193.117,14 552.887,25 894.412,00 969.285,00 1.004.899,50 562.897,00 355.063,16

Februari 21,75 1.317.671,90 996.531,00 219.734,70 618.308,17 1.136.223,00 1.151.058,00 1.131.556,60 595.406,00 401.679,77

Maret 25,25 1.590.690,10 1.222.302,00 262.860,34 745.534,39 1.381.189,00 1.363.784,00 1.347.432,20 735.188,00 499.905,44

April 24,50 1.642.264,20 1.224.038,00 260.152,74 724.155,24 1.359.373,00 1.339.895,00 1.387.991,60 765.304,00 511.880,99

Mei 27,67 1.727.815,20 1.302.198,00 284.982,71 817.920,95 1.502.792,00 1.497.545,00 1.487.302,50 812.223,00 532.555,46

Juni 26,67 1.855.594,30 1.398.669,00 306.077,82 878.388,22 1.613.752,00 1.608.236,00 1.597.374,40 872.331,00 572.009,77

Juli 28,00 2.285.424,40 1.721.831,00 376.882,63 1.081.963,20 1.988.433,00 1.981.055,00 1.966.998,60 1.074.198,00 704.168,24

Agustus 28,33 2.346.850,40 1.767.893,00 386.987,55 1.111.071,30 2.042.104,00 2.034.375,00 2.019.763,70 1.103.017,00 723.005,16

September 25,67 1.955.204,30 1.471.812,00 322.285,57 925.787,84 1.702.424,00 1.695.240,00 1.682.202,50 918.690,00 601.913,38

Oktober 26,67 2.210.478,20 1.664.222,00 364.392,00 1.046.628,20 1.924.434,00 1.916.487,00 1.901.950,70 1.038.695,00 680.602,56

November 24,67 1.845.014,30 1.345.111,00 296.948,42 892.271,52 1.679.706,00 1.657.169,00 1.618.434,10 876.393,00 546.848,58

Desember 26,00 1.927.249,20 1.381.742,00 311.889,78 908.261,05 1.723.830,00 1.652.663,00 1.573.558,10 868.842,00 567.764,69 Total (per tahun) 304,68 21.758.914,90 16.376.662,00 3.586.311,40 10.303.177,33 18.948.672,00 18.866.792,00 18.719.464,50 10.223.184,00 6.697.397,21

Sumber : Rahardiansyah (2011)

91

b. Analisis keuntungan penghematan penggunaan truk

Uraian Afdeling

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Luas TM (Ha) 924,00 800,00 84,00 741,00 868,00 885,00 775,00 492,00 441,00

Waktu Siklus (menit) 72,50 66,50 72,50 77,00 86,00 90,50 118,25 140,00 128,75

Waktu siklus (jam) 1,21 1,11 1,21 1,28 1,43 1,51 1,97 2,33 2,15

Jarak siklus (km) 15,00 11,00 15,00 18,00 24,00 27,00 45,50 60,00 52,50

Jam kerja truk per hari (jam) 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 Rata-rata produksi TBS harian (Kg/hari)

71.415,63 53.750,37 11.770,75 33.816,39 62.192,04 61.923,30 61.439,75 33.553,84 21.981,74

Produktivitas lahan (Kg TBS/hari/Ha)

77,29 67,19 140,13 45,64 71,65 69,97 79,28 68,20 49,85

Kapasitas truk (kg) 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Kapasitas Jam kerja truk/waktu siklus

6,62 7,22 6,62 6,23 5,58 5,30 4,06 3,43 3,73

Kapasitas trip/kapasitas truk 11,90 8,96 1,96 5,64 10,37 10,32 10,24 5,59 3,66 Kebutuhan truk/afd + 1 truk stand by

5 4 2 3 5 5 5 5 3

Penghematan Truk (buah) 0 1 3 2 0 0 0 0 2

Penghematan penyewaan truk 0 6.000.000 18.000.000 12.000.000 0 0 0 0 12.000.000 92

c. Rekomendasi pembuatan jadwal panen dengan jadwal kedatangan truk c.1. Afdeling I

Asumsi 1/2 siklus (menit) = 37 Afd. 1 (rata-rata produksi harian 71,415.63 kg/hari)

Jadwal Truk 1 Truk 2 Truk 3 Truk 4 Status ∑ lahan yang dipanen (ha)

08.00-08.37 - - - - Start 08.37-09.07 - - - - Up TBS 09.07-09.44 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 310,52 09.44-10.14 - - - - Down TBS

10.14-10.51 - - - - Start 10.51-11.21 - - - - Up TBS 11.21-11.58 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 310,52

11.58-12.28 - - - - Down TBS 12.28-13.05 - - - - Start 13.05-13.35 - - - - Up TBS 13.35-14.12 6.000,00 6.000,00 6.000,00 5.415,63 Delivery 302,95

14.12-14.42 - - Down TBS

c.2. Afdeling II Asumsi 1/2 siklus (menit) = 34

Afd. 2 (rata-rata-produksi harian 53,750.37 kg/hari)

Jadwal Truk 1 Truk 2 Truk 3 Status ∑ lahan yang Dipanen (ha)

08.00-08.34 - - - Start 08.34-09.04 - - - Up TBS 09.04-09.38 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 267,91 09.38-10.08 - - - Down TBS 10.08-10.42 - - - Start 10.42-11.02 - - - Up TBS 11.02-11.36 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 267,91 11.36-12.06 - - - Down TBS 12.06-12.40 - - - Start 12.40-13.10 - - - Up TBS 13.10-14.44 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 264,20 14.44-15.14 - - Down TBS

c.3. Afdeling III

Asumsi 1/2 siklus (menit) = 37 Afd 3. (rata-rata-produksi harian 11,770.75 kg/hari)

Jadwal Truk 1 Status ∑ lahan yang Dipanen (ha)

08.00-08.37 - Start 08.37-09.07 - Up TBS 09.07-09.44 6.000,00 Delivery 42,81 09.44-10.14 - Down TBS 10.14-10.51 - Start 10.51-11.21 - Up TBS 11.21-11.58 5.770,75 Delivery 41,18 11.58-12.28 - Down TBS

93

c.4. Afdeling IV Asumsi 1/2 siklus (menit) = 39

Afd. 4 (rata-rata produksi harian 33,816.39 kg/hari) Jadwal Truk 1 Truk 2 Status ∑ lahan yang dipanen (ha)

08.00-08.39 - - Start 08.39-09.09 - - Up TBS 09.09-09.48 6.000,00 6.000,00 Delivery 262,95 09.48-10.18 - - Down TBS 10.18-10.57 - - Start 10.57-11.27 - - Up TBS 11.27-12.06 6.000,00 6.000,00 Delivery 262,95 12.06-12.36 - - Down TBS 12.36-13.15 - - Start 13.15-13.45 - - Up TBS 13.45-14.24 6.000,00 3.816,39 Delivery 215,10 14.24-14.54 - - Down TBS

c.5. Afdeling V Asumsi 1/2 siklus (menit) = 43

Afd. 5 (rata-rata produksi harian 66,192.04 kg/hari) Jadwal Truk 1 Truk 2 Truk 3 Truk 4 Status ∑ lahan yang dipanen (ha)

08.00-08.43 - - - - Start 08.43-09.13 - - - - Up TBS

09.13-09.56 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 334,96 09.56-10.26 - - - - Down TBS

10.26-11.09 - - - - Start 11.09-11.39 - - - - Up TBS 11.39-12.22 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 334,96

12.22-12.52 - - - - Down TBS 12.52-13.35 - - - - Start 13.35-14.05 - - - - Up TBS 14.05-14.48 6.000,00 6.000,00 2.192,04 - Delivery 198,08

14.48-15.18 - - Down TBS

c.6. Afdeling VI Asumsi 1/2 siklus (menit) = 46

Afd. 6 (rata-rata produksi harian 61,923.30 kg/hari) Jadwal Truk 1 Truk 2 Truk 3 Truk 4 Status ∑ lahan yang dipanen (ha)

08.00-08.46 - - - - Start 08.46-09.16 - - - - Up TBS 09.16-10.02 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 343,00 10.02-10.32 - - - - Down TBS

10.32-11.18 - - - - Start 11.18-11.48 - - - - Up TBS 11.48-12.34 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 343,00

12.34-13.04 - - - - Down TBS 13.04-13.50 - - - - Start 13.50-14.20 - - - - Up TBS 14.20-15.06 6.000,00 6.000,00 1.923,3 - Delivery 198,99

15.06-15.36 - - - - Down TBS

94

c.7. Afdeling VII Asumsi 1/2 siklus (menit) = 60

Afd. 7 (rata-rata produksi harian 61,493.75 kg/hari) Jadwal Truk 1 Truk 2 Truk 3 Truk 4 Status ∑ lahan yang dipanen

08.00-09.00 - - - - Start 09.00-09.30 - - - - Up TBS 09.30-10.30 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 302,74

10.30-11.00 - - - - Down TBS 11.00-12.00 - - - - Start 12.00-12.30 - - - - Up TBS 12.30-13.30 6.000,00 6000 6.000,00 6.000,00 Delivery 302,74

13.30-14.00 - - - - Down TBS 14.00-15.00 - - - - Start 15.00-15.30 - - - - Up TBS 15.30-16.30 6.000,00 6.000,00 1.493,75 - Delivery 170,21

16.30-17.00 - - - - Down TBS

c.8. Afdeling VIII Asumsi 1/2 siklus (menit) = 70

Afd. 8 (rata-rata produksi harian 33,553.84 kg/hari) Jadwal Truk 1 Truk 2 Truk 3 Truk 4 Status ∑ lahan yang dipanen

08.00-09.10 - - - - Start 09.10-09.40 - - - - Up TBS 09.40-10.50 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 Delivery 351,91 10.50-11.20 - - - - Down TBS 11.20-12.30 - - - - Start 12.30-13.00 - - - - Up TBS 13.00-14.10 6.000,00 3.553,84 - - Delivery 140,09 14.10-14.40 - - - - Down TBS

c.9. Afdeling IX

Asumsi 1/2 siklus (menit) = 65 Afd. 9 (rata-rata-produksi harian 21,981.74 kg/hari)

Jadwal Truk 1 Truk 2 Status ∑ lahan yang dipanen 08.00-09.05 - - Start 09.05-09.35 - - Up TBS 09.35-10.40 6.000,00 6.000,00 Delivery 240,75 10.40-11.10 - - Down TBS 11.10-12.15 - - Start 12.15-12.45 - - Up TBS 12.45-13.50 6.000,00 3.981,74 Delivery 200,25 13.50-14.20 - - Down TBS

95

Lampiran 9. Pembuatan Kolam Penampung Air Kondensat Dan Kolam Penampung Minyak a. Desain penampung kolam kondensat dan minyak 2 dimensi tampak atas, Keterangan : Parit (lumpur) Pipa minyak kondensat Pompa Katup b. Perbesaran inset 3 dimensi tampak samping

Deoling pond

ke IPAL

St. penebahan

St. pemurnian

St. pabrik biji

Ruang air

Kamar mesin

Ruang boiler

St. perebusan

Fat fit II

Fat fit I

Blowdown silincer

Kolam penampung kondensat

Penampung minyak

2,0 m

2,0 m

1,6 m 0,5 m

0,5 m

0,5 m

Inset

96

c. Desain penampung kolam kondensat dan minyak 3 dimensi tampak samping

Ke Continious

Settling Tank

Blowdown Silincer

Tanah (ground)

Tanah

97

d. Analisis kebutuhan lahan pembuatan kolam

Uraian Satuan Nilai ∑ TBS Olah Ton TBS/jam 50,00 Kondensat % 12,00 Losses minyak dari air kondensat % 0,50

Air kondensat yang dihasilkan m 6,00 3 Kebutuhan volume kolam kondensat m 2,00 x 2,00 x 1,60

Potensi kehilangan minyak m3 0,03 /Jam Kebutuhan volume kolam minyak m 0,50 x 0,50 x 0,50

e. Biaya investasi pembuatan kolam

Uraian Satuan Jumlah Harga (Rp) Total Harga (Rp)

Pompa unit 1 1.770.000 1.770.000

Katup buah 2 1.361.531 2.723.061

Pipa karbon steel 2" m 35 80.790 2.827.647

Pipa sambung buah 4 10.000 40.000

Semen per 30 kg 5 1.080.500 5.402.500

Batu Bata buah 1.250 550 687.500

Pasir Truk 1 575.000 575.000

Batu Truk 1 1.250.000 1.250.000 Besi pondasi buah 5 80.000 400.000

Seng buah 5 45.000 225.000

Kayu Balok buah 5 125.000 625.000

Lampu buah 1 1.850.000 1.850.000

Upah borongan galian per orang 4 78.500 314.000

Total Harga (Rp) 18.689.708

98

f. Penerimaan rekomendasi pembuatan kolam penampung air kondensat dan kolam penampung minyak

Uraian Satuan Nilai Sumber Data TBS Olah Ton TBS/tahun 188.024,60 Data PKS Kondensat % 12,00 Data PKS ∑ Air kondensat/tahun Ton/Tahun 22.562,95 Data olahan Losses minyak dari air kondensat % 0,50 Data PKS

∑ Minyak dari air kondensat Ton Minyak Kasar/tahun 112,81 Data olahan

Proses Pemurnian % 56,72 Data PKS ∑ Minyak hasil pemurnian Ton CPO/tahun 63,99 Data olahan Harga CPO dunia $/Ton CPO 796,00 Data infosawit 21 Nov 2012

Nilai tukar Rupiah Rp/$ 9.595,00 Data Bank Indonesia 21 Nov

2012 Keuntungan Rp 488.720.090,80 Data olahan g. Biaya penyusutan metode penjumlahan Metode penjumlahan

angka tahun Tahun ke-n

Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

P 18.375.708 S 1.837.571 P-S 16.538.137 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 Nt 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Y 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 (N-Nt) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Dt = ((N-Nt)/y)(P-S) 3.006.934 2.706.241 2.405.547 2.104.854 1.804.160 1.503.467 1.202.774 902.080 601.387 300.693 Nilai akhir 18.375.708 15.368.774 12.662.533 10.256.986 8.152.132 6.347.972 4.844.505 3.641.731 2.739.651 2.138.264 1.837.571

99

h. Keuntungan (Penerimaan – Pengeluaran)

Uraian Tahun ke n

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pengeluaran Biaya tetap

Biaya penyusutan 15.368.774 12.662.533 10.256.986 8.152.132 6.347.972 4.844.505 3.641.731 2.739.651 2.138.264 1.837.571 Biaya tidak tetap

Biaya pemeliharaan 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 1.868.971 Biaya kebutuhan oli 642.000 642.000 642.000 642.000 642.000 642.000 642.000 642.000 642.000 642.000 Biaya operator 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 Total pengeluaran 65.879.744 63.173.504 60.767.957 58.663.103 56.858.943 55.355.476 54.152.702 53.250.622 52.649.235 52.348.542

Penerimaan Pengutipan minyak 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091

100

i. Arus Kas 10 Tahun

Uraian Tahun ke n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penerimaan 0 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 488.720.091 Pengeluaran 18.689.708 65.879.744 63.173.504 60.767.957 58.663.103 56.858.943 55.355.476 54.152.702 53.250.622 52.649.235 52.348.542 Penerimaan Bersih -18.689.708 422.840.347 425.546.587 427.952.134 430.056.988 431.861.148 433.364.615 434.567.389 435.469.469 436.070.856 436.371.549 DR Faktor (11,29%) 1,00 0,90 0,81 0,73 0,65 0,59 0,53 0,47 0,42 0,38 0,34 Penerimaan 0 439.141.065 394.591.666 354.561.655 318.592.555 286.272.401 257.231.019 231.135.789 207.687.832 186.618.593 167.686.758 Biaya 18.689.708 59.196.464 51.006.166 44.086.559 38.241.988 33.305.662 29.135.584 25.611.035 22.629.531 20.104.199 17.961.523 Keuntungan -18.689.708 379.944.601 343.585.499 310.475.095 280.350.567 252.966.739 228.095.435 205.524.753 185.058.302 166.514.394 149.725.235 Arus kas -18.689.708 379.944.601 343.585.499 310.475.095 280.350.567 252.966.739 228.095.435 205.524.753 185.058.302 166.514.394 149.725.235 Kumulatif arus kas -18.689.708 361.254.893 704.840.392 1.015.315.488 1.295.666.055 1.548.632.794 1.776.728.229 1.982.252.982 2.167.311.284 2.333.825.678 2.483.550.913

j. Analisis kelayakan proyek

Uraian Nilai Standar Status NPV 2.483.550.913 >0 Layak PBP 0,04 Tahun Layak Net B/C 8,26 > 1 Layak

101

Lampiran 10. Pemanfaatan losses tandan kosong dan minimasi buah terikut tandan kosong

a. Keuntungan dari pencegahan minyak dan buah terikut TKKS

Uraian Satuan Nilai TBS Olah Ton TBS/tahun 188.024,60 Losses minyak terikut tandan kosong % 0,16

∑ Minyak terikut tandan kosong Ton Minyak Kasar/tahun 300,84

Proses Pemurnian % 56,72 ∑ Minyak hasil pemurnian Ton CPO/tahun 170,64 Harga CPO dunia $/Ton CPO 796,00 Nilai tukar Rupiah Rp/$ 9.595,00 Keuntungan Rp 1.303.253.575,46

b. Jumlah losses TKKS

Uraian Satuan Nilai Produksi TBS 2011 Ton/Tahun 188.024,60 % TKKS % 21,00 Jumlah TKKS Ton/Tahun 39.485,17 % losses TKKS % 0,39 Jumlah losses TKKS Ton/Tahun 730,48 Sumber : PKS Adolina (2011) c. Kesetaraan TKKS sebagai pupuk Kesetaraan 1000 Kg TKKS terhadap pupuk

organic

Uraian Satuan Nilai Urea Kg 6,10 TSP Kg 1,60 MOP Kg 15,90 Kieserit Kg 3,30

Kesetaraan 1 Ton TKKS terhadap pupuk organic

Uraian Satuan Nilai Urea Ton 0,0061 TSP Ton 0,0016 MOP Ton 0,0159 Kieserit Ton 0,0033 Sumber : Loekito (2002)

102

d. Harga kesetaraan TKKS sebagai pupuk Uraian Satuan Nilai Sumber

Harga Urea Rp/Kg 1.800 Pupuk Kujang Harga TSP/NPK Rp/Kg 2.000 tokopupukonline.blogspot.com Harga MOP/KCL Rp/Kg 1.100 tokopupuk.net Harga Kieserit/Mg Rp/Kg 1.100 distributorpupukperkebunan.com

e. Analisis finansial pemanfaatan TKKS sebagai pupuk

Penghematan penggunaan TKKS sebagai pupuk

Uraian Satuan Nilai % TKKS % 21,00 Jumlah TKKS Ton/Tahun 39.485,17 Kesetaraan Jumlah 39.485,17 Urea Ton/Tahun 240,86 TSP Ton/Tahun 63,18 MOP Ton/Tahun 627,81 Kieserit Ton/Tahun 130,30 Urea Rp/Ton/Tahun 433.547.122,70 TSP Rp/Ton/Tahun 126.352.531,20 MOP Rp/Ton/Tahun 690.595.553,30 Kieserit Rp/Ton/Tahun 143.331.152,60 Penghematan 1.393.826.360,00 f. Analisis finansial pemanfaatan losses TKKS sebagai pupuk

Penghematan losses TKKS sebagai pupuk

Uraian Satuan Nilai % TKKS % 0,39 Jumlah TKKS Ton/Tahun 153,99 Kesetaraan banyak 153,99 Urea Ton/Tahun 0,94 TSP Ton/Tahun 0,25 MOP Ton/Tahun 2,45 Kieserit Ton/Tahun 0,51 Urea Rp/Ton/Tahun 1.690.833,78 TSP Rp/Ton/Tahun 492.774,87 MOP Rp/Ton/Tahun 2.693.322,66 Kieserit Rp/Ton/Tahun 558.991,50 Penghematan 5.435.922.80

103

Lampiran 11. Penghematan Penggunaan Air a. Penghematan penggunaan air di PKS Unit Usaha Adolina No Pengguna Air Realisasi Alokasi Satuan

1 Afdeling II (Bibitan) 55.698,00 64.052,70 m3/Tahun

2 PKS air bersih (Produksi) 32.509,00 37.385,35 m3/

3

Tahun

Air cucian PKS dan kantor 47.253,00 54.340,95 m3/

4

Tahun

Emplasment Adolina 149.211,00 171.592,65 m3/

5

Tahun

Emplasment Adolina 33.496,00 38.520,40 m3/

6

Tahun

Afdeling V (Dwikora) 12.049,00 13.856,35 m3/

7

Tahun

Afdeling VI (Cukir) 11.379,00 13.085,85 m3/

8

Tahun

Afdeling VII (Bandar kuala) 39.643,00 45.589,45 m3/

9

Tahun

Pondok Pelita Bangun Purba 5.801,00 6.671,15 m3/

10

Tahun

Emplasment Bangun Purba 18.586,00 21.373,90 m3/

Total

Tahun

405.625,00 466.468,75 m3/Tahun

Penghematan 60.843,75 m3/Tahun

13,04 % Harga air/per meter kubik (Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)

2.301,00 Rp/m

Penghematan

3

140.001.468,80 Rp/m3/

Pajak pemanfaatan air bawah tanah (Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)

Tahun

20,00 %

Penghematan bersih 112.001.175,00 Rp/m3/Tahun

b. Keuntungan rekomendasi penghematan penggunaan air

Uraian Satuan Nilai Debit kebocoran selang di PKS m3 0,062 /jam

Debit air untuk mengalirkan saluran lumpur di PKS (Kautsar, 2006)

m3 1,188 /jam

Waktu produksi PKS Jam/tahun 5.168 Penghematan m3 6.460 /jam Harga air Rp/m 2.301 3 Keuntungan penghematan air Rp/Tahun 14.864.460

104

Lampiran 12. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Biogas a. Biaya pendirian kolam stabilisasi tertutup proyek PT Karya Mas Energi di PKS Tandun yang berkapasitas 45 ton TBS/jam(Oktaviani, 2012) (dalam juta)

Uraian Biaya (dalam juta)

45 ton TBS/jam 30 ton TBS/jam

Pengeluaran

Biaya Investasi 30.067,44 20.044,96

Biaya operasional 1.093,41 728,94

Tenaga kerja umum 3 shift (1 manajer 3 Supervisor, 6 operator)

Bahan kimia dan bahan yang langsung habis

Kontingensi untuk operasi, pemeliharaan, dan perbaikan

Penerimaan 10.614,24 7.076,16

Penerimaan energi (Rp.975/kWh) 1.260 kWh 840kWh b. Penerimaan dan pengeluaran pembuatan kolam stabilisasi tertutup (dalam juta)

Uraian Tahun ke n (dalam juta)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penerimaan 0 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16 7.076,16

Pengeluaran 20.044,96 728,94 728,94 728,94 728,94 728,94 728,94 728,94 728,94 728,94 728,94

Penerimaan bersih -20.044,96 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00 6.347,00

105

c. Arus kas pembuatan kolam stabilisasi tertutup (dalam juta)

Uraian Tahun ke n

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DR Faktor (11,29%) 1,00 0,90 0,81 0,73 0,65 0,59 0,53 0,47 0,42 0,38 0,34

Penerimaan 0,00 6.358,31 5.713,28 5.133,68 4.612,89 4.144,93 3.724,44 3.346,61 3.007,10 2.702,04 2.427,93

Biaya 20.044,96 654,99 588,54 528,84 475,19 426,98 383,67 344,75 309,77 278,35 250,11

Keuntungan -20.044,96 5.703,32 5.124,73 4.604,85 4.137,70 3.717,94 3.340,77 3.001,86 2.697,33 2.423,70 2.177,82

Arus kas -20.044,96 5.703,32 5.124,73 4.604,85 4.137,70 3.717,94 3.340,77 3.001,86 2.697,33 2.423,70 2.177,82

Kumulatif arus kas -20.044,96 -14.341,64 -9.216,91 -4.612,06 -474,37 3.243,58 6.584,35 9.586,21 12.283,54 14.707,24 16.885,06 d. Hasil analisa kelayakan proyek

Uraian Nilai Standar Status

NPV 16.885.060.000,00 > 0 Layak

PBP 5 Tahun 4 Bulan Layak

IRR 16,00% > 11,29% Layak

Net B/C 1,69 > 1 Layak

106

Lampiran 13. Hasil Perhitungan Konsistensi AHP Setiap Kriteria

a. Konsistensi rasio dari tujuan rekomendasi penerapan produksi bersih terhadap kriteria

Keterangan : Nilai konsistensi = 0,01 (konsisten) b. Konsistensi rasio dari kriteria teknis terhadap alternatif

Keterangan : Nilai konsistensi = 0,02 (konsisten) c. Konsistensi rasio dari kriteria ekonomi terhadap alternatif

Keterangan : Nilai konsistensi = 0,02 (konsisten)

107

d. Konsistensi rasio dari kriteria lingkungan terhadap alternatif

Keterangan : Nilai konsistensi = 0,08 (konsisten) e. Layout perhitungan AHP

108