kab kalbar

26
KALIMANTAN BARAT Saya akan menuliskan beberapa pengalaman yang saya dapatkan ketika tinggal di daerah Kalimantan khususnya Kalimantan Barat. Propinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan, beribukotakan Pontianak. Sementara, dari segi geografis kewilayahannya, Propinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan dengan Negara Asing yaitu negara bagian Serawak, Malaysia Timur. TRADISI DAN MITOS KALIMANTAN BARAT Hal yang sangat berkesan ketika saya tinggal beberapa lama di Kalimantan adalah pada sisi adat dan tradisi mereka yang masih sangat kental. Ada beberapa tradisi dan mitos yang akan saya jabarkan yaitu tradisi robo-robo, rumah betang milik kepala suku, barongsai singkawang dan kemponan. Tradisi Robo-robo Robo-robo berasal dari kata Robo atau Rabu. Tradisi Robo- Robo biasa diadakan pada Rabu terakhir bulan Sapar (Hijriah) yang menyimbolkan keberkahan. Menurut cerita, ritus ini merupakan peringatan atau napak tilas kedatangan Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan (Martapura) ke Kerajaan Mempawah (Pontianak). Ritual tersebut dimulai ketika Raja, Ratu Mempawah, putra- putrinya serta punggawa dan pengawal berangkat dari Desa Benteng, Mempawah, menggunakan perahu bidar, yakni perahu kerajaan dari Istana Amantubillah. Kapal tersebut akan berlayar menuju muara Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala 1

Upload: shintamariana

Post on 26-Jan-2016

75 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

kalbar kalimantan

TRANSCRIPT

Page 1: Kab Kalbar

KALIMANTAN BARAT

Saya akan menuliskan beberapa pengalaman yang saya dapatkan ketika tinggal di

daerah Kalimantan khususnya Kalimantan Barat. Propinsi Kalimantan Barat terletak di bagian

barat pulau Kalimantan, beribukotakan Pontianak. Sementara, dari segi geografis

kewilayahannya, Propinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang

berbatasan dengan Negara Asing yaitu negara bagian Serawak, Malaysia Timur.

TRADISI DAN MITOS KALIMANTAN BARAT

Hal yang sangat berkesan ketika saya tinggal beberapa lama di Kalimantan adalah pada

sisi adat dan tradisi mereka yang masih sangat kental. Ada beberapa tradisi dan mitos yang

akan saya jabarkan yaitu tradisi robo-robo, rumah betang milik kepala suku, barongsai

singkawang dan kemponan.

Tradisi Robo-robo

Robo-robo berasal dari kata Robo atau Rabu. Tradisi Robo-Robo biasa diadakan pada

Rabu terakhir bulan Sapar (Hijriah) yang menyimbolkan keberkahan. Menurut cerita, ritus ini

merupakan peringatan atau napak tilas kedatangan Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan

Matan (Martapura) ke Kerajaan Mempawah (Pontianak).

Ritual tersebut dimulai ketika Raja, Ratu Mempawah, putra-putrinya serta punggawa

dan pengawal berangkat dari Desa Benteng, Mempawah, menggunakan perahu bidar, yakni

perahu kerajaan dari Istana Amantubillah. Kapal tersebut akan berlayar menuju muara Sungai

Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah dengan jarak tempuh sekitar satu jam

perjalanan. Di muara sungai akan dilakukan semacam upacara "penyambutan" ke laut seperti

ketika Opu Daeng Menambon tiba di muara sungai tersebut untuk pertama kalinya.

Robo-robo itu sendiri dimaksudkan sebagai suatu peringatan serangkaian kejadian

penting bermula Haulan pada hari Senin malam Selasa terakhir bulan Syafar guna mengenang

hari wafatnya Opu Daeng Manambun. Bagi warga keturunan Bugis di Kalbar, robo-robo

biasanya diperingati dengan makan bersama keluarga di halaman rumah. Tidak hanya di

rumah, makan bersama juga dilakukan siswa di berbagai sekolah baik tingkat Sekolah Dasar

hingga Sekolah Menengah Atas pada Rabu pagi.

1

Page 2: Kab Kalbar

Rumah Betang Milik Kepala Suku

Merupakam Satu rumah yang dihuni banyak orang. Itulah ciri khas rumah betang. Saat

berkabung, warga rumah betang tidak melakukan kegiatan yang sifatnya berisik. Satu rumah

untuk semua, itulah rumah betang. Beberapa keluarga tinggal di sana dengan jumlah penghuni

sekitar 100-150 orang. Keluarga besar ini dipimpin oleh seorang tetua yang disebut Pembakas

Lewu .

Rumah betang berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat Dayak. Di sini, orang

Dayak melakukan kegiatan, seperti menenun, memahat, mengukir, menari dan melaksanakan

upacara adat.

Warga rumah betang sangat memelihara rasa kekeluargaan. Jika ada salah satu

penghuni meninggal, semua warga betang ikut berkabung. Rasa berkabung itu ditunjukkan

selama satu minggu. Mereka tidak menyalakan musik, tidak berisik, tidak menggunakan

perhiasan, tidak minum saguer (minuman tradisional dari beras ketan), dan tidak

menghidupkan alat elektronik. Sebaliknya, jika salah seorang penghuni rumah betang

memperoleh ikan dan hasil buruan lainnya, perolehan itu dibagi-bagi dan dimakan bersama-

sama.

Barongsai Singkawang

Singa merah tampak mengendap-endap. Haap! Ia meloncat dan bertengger di sebuah

tiang. Si singa merah bertubuh panjang mulai menari. Para pemain musik mengiringi barongsai

dengan tabuhan bertalu-talu. Dug, dug, jreng! Wuih, meriah sekali. Barongsai siap beraksi!

Itulah sebagai gambaran bagaimana pertunjukan barongsai singkawang.

Kota Singkawang, Kalimantan Barat terkenal dengan pertunjukkan barongsai. Apalagi

menjelang hari Imlek dan Cap Go Meh , semakin banyak yang berlatih. Pemain barongsai

biasanya berlatih satu jam dalam sehari dan dilakukan rutin setiap hari. Pemain ini kadang

bergantian dengan pemain musik jika sudah kelelahan. Selain sering tampil di klenteng,

barongsai juga berkeliling dari rumah ke rumah. Setelah pamer kebolehan, mereka akan

mendapat angpau dari pemilik rumah. Angpau sering diletakkan di tempat yang tinggi oleh

pemilik rumah. Barongsai pun harus meloncat tinggi untuk mengambil angpaunya. Seru Sekali.

Selain barongsai ada juga penari naga. Nah, kalau yang ini, dimainkan oleh orang dewasa. Ini

karena naganya sangat berat. Bayangkan, panjang naga 70 meter dan berat kepalanya 20 kg.

2

Page 3: Kab Kalbar

Untuk mengangkat si naga yang berat dan panjang, dibutuhkan 40 orang dewasa.

Pertunjukkan naga biasanya berlangsung sekitar tiga jam. Saat lampu menyala, naga akan

terlihat sangat bagus. Setelah dimainkan, naga pun langsung dibakar. Aduh, sayang sekali.

Padahal untuk membuat naga ini menghabiskan biaya berjuta-juta. Tapi, ini memang

kepercayaan dan tradisi mereka.

Kemponan atau Kampunan

Salah satu adat yang sangat tidak bisa saya lupakan adalah dengan adanya cerita

tentang sebuah mitos atau kepercayaan yang ada didaerah Pontianak, Kalimantan Barat.

Dimana didaerah tersebut (khususnya suku melayu) sangat meyakini adanya kejadian yang

mereka sebut kemponan atau juga kampunan.

Kemponan atau kampunan adalah sebutan untuk suatu kejadian buruk yang menimpa

seseorang. Kemponan atau kampunan biasanya terjadi apabila kita menolak pemberian atau

penawaran seseorang (biasanya berbentuk makanan atau minuman seperti nasi atau kopi)

tanpa melakukan yang mereka sebut njamah. Njamah adalah tindakan menyentuh dengan

ujung jari sebagai bentuk penghormatan untuk si pemberi. Intinya penolakan dengan cara

halus. Sebagai contoh : apabila kita bertemu atau berkunjung kerumah seseorang dan orang

tersebut memberikan atau menawarkan kita makan maka apabila kita menolak kita harus

"menjamah" atau menyentuhkan ujung jari kita ke makanan tersebut. Apabila kita tidak

melakukan "njamah", maka diyakini pada hari itu kita akan mengalami suatu kejadian buruk

atau musibah,dan itulah yg disebut sebagai Kemponan atau kampunan . Awalnya saya tidak

mempercayai itu sehingga pada akhirnya apabila saya tidak melakukan itu akan ada saja

musibah atau ‘apes’ yang menimpa saya dan akan selalu begitu apabila saya melanggar.

Pembuktian saya terhadap Kemponan atau kampunan ini terbukti pada saat berpindah-

pindah kota di Kalimantan Barat. Jadi untuk Kemponan sendiri di tiap kota mempunyi level

tersendiri. Sebagai contohnya pula ketika saya tinggal di daerah pedalaman daerah Ketapang

yaitu Kendawangan, di daerah ini untuk menyebutkan makanan sendiri tidak di perbolehkan

atau di perbolehkan dengan syarat yaitu setelah menyebutkan makanan tersebut kita harus

segera mengucap “pusa-pusa palet” entah apa maksudnya tapi terkadang saya heran mengapa

bisa demikian dan hal itu memang benar adanya. Setelah saya bandingkan di kota lain seperti

contohnya di Pontianak, mengucap makanan di bebaskan namun apabila di tawari makanan

minimal kita harus menyentuhnya. Untuk membuktikan benar atau tidaknya mitos tersebut

3

Page 4: Kab Kalbar

silahkan anda coba dan buktikan sendiri jika anda berkunjung atau berada di kota pontianak.

Karna sesungguhnya musibah itu semua datangnya dari Allah S.W.T. Yang jelas sebagian besar

suku melayu pontianak meyakini akan hal tesebut.

BAHASA KALIMANTAN BARAT

Hasil pengamatan saya selama menetap beberapa tahun di Kalimantan Barat, bahasa

Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat Kalimantan Barat.

Selain bahasa Indonesia, terdapat bahasa penghubung dominan lainnya yaitu bahasa Melayu,

Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya dan juga terdapat

beragam jenis Bahasa Dayak, Bahasa Tionghoa. Bahasa Melayu sendiri di Kalimantan Barat

terdiri atas beberapa jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas.

Bahasa Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahasa Melayu Malaysia

dan Melayu Riau.

Di setiap kota biasanya mempunyai perbedaan bahasa berdasarkan pada dominan suku

di dalam kota tersebut. Seperti bahasa Cina atau Tionghoa lebih dominan di Kota Singkawang.

Bahasa Madura akan lebih sering terdengar di daerah pedalaman Pontianak. Bahasa Dayak di

daerah pedalaman Sintang. Dan melayu merupakan bahasa penghubung dari berbagai kota.

SUKU KALIMANTAN BARAT

Di Kalimantan Barat dalam pengetahuan saya yang pernah saya dapatkan terdapat

beragam suku yang menetap di sana, seperti suku Melayu, Madura, Bugis, Cina, Dayak, dan

banyak lagi yang menetap disana sebagai contoh dari suku Sunda, Batak, Jawa dan sebagainya

suku tersebut ada karena proses transmigrasi. Namun di antara sekian suku yang telah saya

sebutkan hanya empat suku yang saya anggap paling dominan di Kalimantan Barat yaitu

Melayu, Madura, Dayak, Cina. Agar lebih lengkapnya saya akan mengemukakan apa yang saya

ketahui tentang ke empat suku dominan tersebut yang terdapat di Kalimantan Barat :

Melayu

Suku Melayu di Kalimantan Barat tersebar luas hampir di semua kabupaten dan kota.

Setiap suku memiliki nama dan karakteristik yang berbeda. Suku Melayu di Kalimantan Barat

antara lain Melayu Pontianak, Melayu Singkawang, Melayu Mempawah, Melayu Sambas,

4

Page 5: Kab Kalbar

Melayu Bengkayang, Melayu Sanggau, Melayu Sekadau, Melayu Sintang, Melayu Kapuas Hulu,

Melayu Kubu, Melayu Sukadana dan Melayu Ketapang. Peninggalan sejarah dan budaya

Melayu di Kalimantan Barat tercermin pada peninggalan Keraton yang terdapat di seluruh

kabupaten kota. Adat dan tradisi masih dilestarikan secara turun temurun oleh generasi

penerusnya. Agama di suku melayu ini adalah mayoritas beragama islam bahkan bisa di bilang

hampir seratus persen beragama islam hal ini bisa dikaitkan dengan banyak peninggalan

kerajaan Islam di Kalimantan Barat.

Dialek melayu pontianak merupakan Bahasa Melayu yang dituturkan di Kota Pontianak,

Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Pontianak serta memiliki kesamaan dengan Bahasa

Melayu Sarawak, Malaysia Timur. Bahasa Melayu Pontianak dipengaruhi oleh bahasa dayak

dari rumpun klemantan juga memiliki kesamaan beberapa kosa kata dengan bahasa melayu

yang dituturkan di wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten

Ketapang. Bahasa Pontianak memiliki keunikan dalam penguncapan, dimana tidak mengenal

huruf 'R' dalam percakapan, sebab dalam bahasa melayu Pontianak yang digunakan adalah

'GH' yang berasal dari huruf arab 'غ' ghain. Kemudian terdapat tambahan 'bah' sebagai

penegas kata yang diucapkan sebelumnya. Dalam bahasa Melayu Pontianak tidak mengenal

tingkatan seperti Halus, Sebaya atau Kasar. Kasar dan halusnya seseorang berbicara tergatung

pada penekanan nada dan intonasi. Perbedaan mencolok antara Bahasa Melayu Pontianak

dengan Bahasa Melayu lainnya adalah dalam pembicaraan sehari-hari sering menggunakan

kata-kata yang disingkat dari kata asalnya. Pada penggunaan huruf "E" dalam bahasa Melayu

Pontianak terdapat dua cara pembacaan yakni "e" e pepet dan "é" e taling. "e" pada e pepet

digunakan seperti pada pelafalan huruf "e" pada kata "lemari" , sedangkan "é" pada e taling

digunakan seperti pada pelafalan huruf "e" pada kata "soré"

Madura

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifatnya yang

temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin

bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit

penghasilannya untuk simpanan naik haji. karena suku madura kebanyakan beragama Islam.

Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang

melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji). Harga diri, juga

paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi

5

Page 6: Kab Kalbar

bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) dari pada malu

(putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi corak pada masyarakat Madura.

Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis

yang melibatkan orang Madura di sebabkan oleh kesenjangan sosial, namun sekarang

kesenjangan itu sudah mereda dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun

kembal. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi,

suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan

asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: jual-beli besi tua, pedagang

asongan dan pedagang pasar.

Di Pulau Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak,

Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka

berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas. Namun kebanyakan

generasi muda Madura di kawasan ini sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibu mereka.

Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang

luar Madura yang berusaha mempelajarinya pun mengalami kesulitan, khususnya dari segi

pelafalan tadi. Bahasa Madura mempunyai lafal sentak dan ditekan terutama pada konsonan

[b], [d], [j], [g], jh, dh dan bh atau pada konsonan rangkap seperti jj, dd dan bb . Namun

demikian penekanan ini sering terjadi pada suku kata bagian tengah.Sedangkan untuk sistem

vokal, Bahasa Madura mengenal vokal [a], [i], [u], [e], [ə] dan [o].

Dayak

Sewaktu saya kelas dua Sekolah Dasar (SD) saya sempat tinggal di pedalaman ketapang

yang bernama Tumbang Titi. Di sana saya mendapatkan banyak pelajaran mengenai suku adat

Dayak ini. Akses jalan ke Tumbang Titi sangat luar biasa sulitnya, hanya jalan utama atau

tempat keramaian saja yang ada aspalnya itu pun dengan alakadarnya selebihnya tanah kuning

yang berlubang yang bisa megubur bis kecil. Di pengalaman ini saya akan bercerita lebih dalam

lagi mengenai suku Dayak. Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan.

Sedangkan agama yang mereka anut sangat variatif. Masyarakat Dayak masih memegang

teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada

penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk

sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah

6

Page 7: Kab Kalbar

kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang gana (Dayak mualang) adalah penguasa

tanah, simara-mara (Dayak Kanayatn atau Ahe) adalah penguasa api dan lain-lain.

Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam dianggap oleh suku

dayak telah menjadi sama dengan suku melayu. Banyak yang lupa akan identitas sebagai suku

dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya hingga

mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam memperlihatkan diri

sebagai suku melayu. Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi

kristiani atau nasrani ke pedalaman Kalimantan. Setelah penduduk pendatang di pesisir

berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah ke Agama Islam, agama islam lebih identik

dengan suku melayu dan agama kristiani atau nasrani atau kepercayaan dinamismenya lebih

identik dengan suku Dayak.

Secara keseluruhan Suku Dayak ini tak mengenal agama Kristen dan Islam. Kepercayaan

yang ada hanyalah kepercayaan pada leluhur, binatang-binatang, batu batuan, serta isyarat

alam pembawaan kepercayaan Hindu kuno. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka

mempercayai berbagai pantangan yang tandanya diberikan oleh alam. Pantangan dalam

kehidupan masyarakat Dayak hanya ada dua, yaitu pantangan yang membawa kebebasan

sehingga populasi mereka bertambah banyak dan ada pula karena pantangan berakibat

populasi mereka semakin sedikit dan kini malah hampir punah. Seperti misal kehidupan yang

tak boleh berbaur dengan masyarakat lain dari suku mereka.

Pantangan ini membuat mereka selalu hidup tak tenang dan selalu berpindah pindah.

Sehingga kehidupan mereka tak pernah maju bahkan cendrung tambah primitif. Misalnya saja

seperti Suku Dayak Punan. Suku yang satu ini sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum.

Kebanyakan mereka tinggal di hutan hutan lebat, di dalam goa-goa batu dan pegunungan yang

sulit dijangkau. Sebenarnya hal tersebut bukanlah kesalahan mereka. Namun karena budaya

pantangan leluhur yang tak berani mereka langgar terjadilah keadaan demikian. Hal ini

sebenarnya adalah kesalahan dari leluhur mereka.

Dalam riwayat atau cerita, leluhur mereka ini asal-usulnya datang dari negeri yang

bernama “Yunan“ sebuah daerah dari daratan Cina. Mereka berasal dari keluarga salah satu

kerajaan Cina yang kalah berperang yang kemudian lari bersama perahu-perahu, sehingga

sampai ke tanah Pulau Kalimantan. Karena merasa aman, mereka lalu menetap di daratan

tersebut. Walau demikian, mungkin akibat trauma peperangan, mereka takut bertemu dengan

kelompok masyarakat manapun. Mereka khawatir akan pembantaian dan peperangan

7

Page 8: Kab Kalbar

terulang kembali yang menyebabkan mereka bisa habis atau punah tak bersisa. Karena rasa

takut itu, para leluhur mereka melakukan pelarangan dan pantangan bertemu dengan orang

yang bukan dari kalangan mereka.

Cina

Dari pengalaman dan beberapa pengetahuan yang saya dapatkan selama di Kalimantan

Barat, tentang suku cina lebih banyak didapatkan di daerah Singkawang. Singkawang bisa di

bilang kota yang penduduknya mayoritas Cina atau Tionghoa. Oleh karena terlalu

mendominasinya suku Cina di Singkawang sampai-sampai untuk mencari makanan yang halal

saja sulit dan kebanyakan makanan dengan campuran babi dan anjing hitam. Kota ini hanya

berjarak 150 km atau dua sampai tiga jam dari Pontianak. Kota ini termasuk kota “satelit”

Pontianak, karena dari sisi pendapatan daerah dan aktifitas perekonomian masyarakat lebih

maju dan modern di banding kabupaten atau kodya lainnya di seluruh Kalimantan Barat dan

Pontianak sebagai ibukota Provinsi.

Kota Singkawang yang berpenduduk 300 ribu jiwa ini memang bergeliat dan lebih maju

dalam berbagai bidang. Apakah kota yang heterogen ini memiliki masyarakat dari berbagai

kalangan yang dapat berbaur sehingga memicu rasa saling ketergantungan dan bersaing secara

elegan sehingga bisa maju dan terlihat tertata dengan rapi? Tentu banyak faktor dan hal

lainnya yang menjadi sebab bangkitnya perekonomian kota Singkawang.

Salah satu faktor lainnya yang tidak kalah hebat adalah komposisi etnis yang ada di

Singkawang ternyata di dominasi oleh warga keturunan China (Tionghoa). Setelah itu barulah

warga Melayu, Dayak, Jawa dan lainnya datang ke daerah Singkawang. Maka tidak heran

komposisi penganut agama di seluruh Kabupaten Singkawang adalah 35% beragama Budha,

25% beragama Konghucu, 22% beragama Islam, 12% Kristen Katolik, 3% Protestan, 2% Tao

dan sisanya Hindu dan sebagainya.

Jika kita menuju ke kota Singkawang jalan darat dari pontianak, menjelang masuk ke

Kabupaten Singakwang telah terlihat suasana dan “aura” Tinghoa disepanjang kiri-kanan jalan

provinsi menuju ke Kota Singkawang. Rumah penduduk di kiri dan kanan jalan di desa-desa

dan kecamatan yang dilalui itu hampir seluruhnya warga Indonesia etnis China. Mereka seperti

masyarakat di desa atau kampung kita pada umumnya, ada yang sedang berkipas, selonjoran,

mengayunkan anak, merokok, dan berbagai aktifitas di desa lainnya. Sama persis, mereka

tinggal di negeri leluhurnya seperti kita juga.

8

Page 9: Kab Kalbar

Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) adalah salah suatu etnis di Indonesia.

Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang Tengnang atau Thongnyin. Dalam

bahasa Mandarin mereka disebut Tangren Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang

Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai

orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han.

CINA DALAM DAYAK

Orang Dayak memanggilnya “sobat” (sahabat), mereka memanggil orang Dayak “darat”,

kadang-kadang dipanggilnya juga dengan sebutan laci. Laci artinya anak keturunan. La = anak,

Ci = orang atau keturunan. Anak hasil perkawinan Dayak dengan Cina disebut Pantokng dan

sebaliknya anak hasil perkawinan Cina dengan Dayak dikenal sebagai Pantongla.

Tulisan ini hanya memotret singkat dalam konteks sejarah, bagaimana hubungan Dayak

dan Cina yang hampir sempurna, khususnya kenapa Orang Dayak memanggil Orang Cina

“sobat”, sebuah tata nilai budaya yang sedemikian sempurna, sebagai perwujudan dari nilai-

nilai hidup yang dijaga dan dikembangkan selama ini.

Cina Dalam Dayak, Potret Inkulturasinya kata La Ci seringkali diplesetkan orang luar

untuk mempengaruhi relasi Dayak dengan Cina. Menurut Acui (2005), merujuk pada kata La Ci,

mungkin mereka mengakui secara “implisit” bahwa Dayak adalah keturunan dari kelompok

imigran yang telah datang masa 3000-1500 Sebelum Masehi.

Panggilan “sobat” Orang Dayak kepada Orang Cina diatas bukanlah tanpa alasan. Dalam

tradisi yang sangat sakral, misalnya dalam mitologi keagamaan, seorang tokoh Cina merupakan

salah satu tokoh penting yang sangat dihormati bahkan diakui sebagai leluhur orang Dayak.

Disebutkan, ada lima orang tokoh, yang mencipta adat: Ne Unte’ Pamuka’ Kalimantatn, Ne

Bancina ka Tanyukng Bunga, Ne Sali ka Sabakal, Ne Onton ka Babao, dan Ne Sarukng ka

Sampuro. Menurut pengakuan Singa Ajan (sembilan puluh empat tahun, seorang Singa atau

Timanggong, tinggal di kampong Rees-Menjalin-Landak), Ne Bancina adalah leluhur Orang

Cina, beliau tinggal di sebuah tanjung, yang bernama tanjung bunga, daerah pasir panjang-

Singkawang sekarang ini.

Sebagaimana sejarahnya, Dayak adalah merupakan keturunan Bangsa Weddoid dan

Negrito (Coomans,1987). Orang Negrito dan Weddoid telah ada di Kalimantan sejak tahun

8.000 sebelum masehi. Mereka tinggal di dalam gua dan mata pencaharian mereka adalah

berburu binatang. Kelompok ini menggunakan batu sebagai alat berburu dan meramu.

9

Page 10: Kab Kalbar

Warisan Weddoide yang masih bertahan hingga hari ini dan melekat pada sebagian kecil Orang

Dayak adalah menjadikan hewan anjing sebagai hewan sembelih dan kurban pada jubata

(Tuhan). Ini terjadi karena pada waktu itu banyak anjing hutan yang liar yang hidup di daerah

ini. Binatang ini menjadi hewan buruan yang mudah bagi kaum Weddoide yang masih memiliki

peralatan dari batu. Namun, kelompok ini sekarang telah lenyap sama sekali, setelah

kedatangan imigran baru yang dikenal sebagai Bangsa Proto Melayu atau Melayu Tua

(Wojowasito, 1957). Proto Melayu merupakan imigran kedua yang datang sekitar tahun 3000-

1500 SM. Menurut Asmah Haji Omar, peradaban kelompok ini lebih baik dari Negrito, mereka

telah pandai membuat alat bercocok tanam, membuat barang pecah belah dan alat-alat

perhiasan. Gorys Keraf (1984) mengatakan bahwa, kelompok imigran ini juga telah mengenal

logam, sehingga alat perburuan dan pertanian sudah menggunakan besi.

Emas merupakan penyebab terjadinya salah satu migrasi utama Orang Cina ke Kalbar

pada akhir abad ke-18 (Jackson,1970). Dari catatan sejarah, tahun 1745, dua puluh orang Cina

didatangkan dari Brunei oleh Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah untuk bekerja pada

pertambangan emas, utamanya di Mandor (wilayah Mempawah) dan di Monterado (Sambas).

Hasil emas mencapai puncaknya antara tahun 1790 dan 1820. Pada tahun 1810, produksi emas

dari Kalbar melebihi 350.000 troy ons, dengan nilai lebih dari 3,7 juta dollar Spanyol (Raffles,

1817). Keberhasilan pertambangan emas ini, menyebabkan Sultan Sambas dan Panembahan

Mempawah terus mendatangkan Orang Cina, hingga pada tahun 1770 orang Cina sudah

mencapai 20.000 orang. Menghindari perkelahian sesama perantauan setali sedarah, Lo Fong

Fak, pimpinan sebuah kongsi di Mandor menyatukan 14 kongsi yang tersebar dan mendirikan

sebuah pemerintahan “republic” Lan Fang pada tahun 1777. Republik ini berkuasa selama 108

tahun, 1777 - 1884. Pada masa Presiden Lan Fang ke-10, Presiden Liu Konsin yang berkuasa

sejak 1845-1848, Republik ini pernah melakukan pertempuran dengan Orang Dayak didaerah

Mandor, Lamoanak, Lumut, dan sekitarnya, hasilnya Orang Dayak kalah dan sebagian kecil

memilih bermigrasi kehilir Sungai Mandor, hingga akhirnya membentuk pemukiman diwilayah

Kesultanan Pontianak. Mereka inilah yang menjadi leluhur Orang Dayak di Sei Ambawang.

Perang ini dikenal sebagai “Perang Lamoanak”.

Sebagaimana bangsa lainnya, Orang Dayak sudah mengenal tradisi pertanian sebagai

mata pencaharian. Dalam mitologinya, sebelum padi dikenal, mereka meramu dan

mengumpulkan sagu liar (eugeissona utilis). Sagu liar ini banyak tumbuh ditanah-tanah

lembab, dikenal dengan nama rawa-rawa. Mereka mengambil pati dari sagu ini, lalu

10

Page 11: Kab Kalbar

memelihara tumbuhan sagu, seperti sekarang dilakukan oleh orang Ambawang, Kubu Raya.

Untuk mencampur sagu ini, mereka juga mengumpulkan dan memetik “kulat karakng” (sejenis

jamur) sebagai makanan pokok kedua.

Karena hasil emas mulai berkurang pada tahun 1820-an dan terus menurun dalam dua

dasawarsa berikutnya semakin banyak orang Cina diwilayah Republik Lan Fang yang beralih

keperdagangan dan pertanian dengan menanam padi, sayuran dan beternak babi. Hal ini

sesuai dengan penelitian Jessup, bahwa tradisi pertanian, khususnya tanaman padi Orang

Dayak setidaknya telah dilakukan sejak tahun 1820-an (Jessup, 1981). Tanaman padi mungkin

dibawa oleh imigran Cina ini (Bellwodd;1985). Bellwodd mencatat, padi liar dan padi-padian

lain telah dibudidayakan dipunggung Daerah Aliran Sungai Yangtze yaitu dilahan-lahan basah

musiman disebelah selatan Propinsi Kwang Tung, Fuk Chian, Yun Nan dan Kwang Sie. Hal ini

cocok dengan sebuah tulisan (Asali;2005;3), yang menjelaskan bahwa imigran Cina yang

datang ke Kalbar umumnya dari bagian selatan China, khususnya dari Propinsi Kwang Tung,

Fuk Chian, Yun Nan, dan Kwang Sie. Orang Dayak kemudian berubah dari masyarakat

pengumpul sagu liar menjadi masyarakat yang aktiv menanam padi (Ave, J.B., King, V.T, 1986)

dan menyelenggarakan siklus pertanian yang sarat ritual (Atok;2003;19). Padi pertama yang

ditanam dikenal dengan nama padi antamu’. Oleh Petani Dayak, hingga sekarang jenis padi ini

selalu ditanam, istilahnya “Ngidupatn Banih” (melestarikan benih). Jika merunut sejarah

tanaman padi ini, tidaklah mengherankan kalau dalam prosesi perladangan Dayak, dalam siklus

tertentu dan keadaan tertentu pula, nyaris mengikuti kalender Cina. Penanggalan Cina amat

berpengaruh dalam tradisi perladangan Dayak, hingga hari ini.

Pola pertanian dilahan basah, diyakini juga sebagai warisan Orang Cina di Kalimantan

Barat. orang Dayak mengenalnya dengan istilah Papuk/ Gente’/Bancah (sawah). Budaya

pertanian ini dibawa kelompok migrasi terakhir dari Propinsi Yun Nan terjadi tahun 1921-1929,

ketika di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara. Saat ini, diberbagai tempat kita masih

menjumpai nama sawah berasal dari kata Cina. Di Kampung Nangka, 102 Km dari Pontianak,

kita dengan mudah mendapatkan nama tempat berasal dari Cina; Ju Tet, Kubita, Pahui, dll. Ini

sekaligus bukti, bahwa pencetakan sawah awalnya diperkenalkan mereka. Latar belakang

kelompok imigran baru ini memang kebanyakan petani Orang Hakka.

Selain itu, sejak tahun 1880, orang Cina juga mulai membuka perkebunan lada, gambir

dan setelah tahun 1910 memulai perkebunan karet (Hevea brasiliensis;Euphorbiaceae) (lihat

Dove,R.Michael;1988) . Acong (70 tahun), warga Sei Nyirih Selakau-Sambas, menceritakan

11

Page 12: Kab Kalbar

pada saya bahwa pernah ada sebuah perusahaan besar “KAHIN”, milik Tjiap Sin. Perusahaan ini

berdagang gambir, cengkeh, kopra dan lada, dijualnya ke Singapura. Ia memiliki kapal layar

besar. Untuk ke Singapura, mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hari dari Selakau.

Seiring menipisnya hasil Gambir, Cengkeh, Lada dan Kopra, pada tahun 1958, perusahaan ini

tutup.

Pembauran Orang Dayak dengan Orang Cina yang terjadi sejak berabad-abad silam,

menurunkan perilaku kebudayaan unik, khususnya peralatan adat istiadat dan hukum adat

dalam budaya Dayak. Saat ini, masih dapat kita lihat dari alat-alat peraga adat (dan hukum

adat) yang menggunakan keramik-keramik Cina. Pengaruh ini mungkin hasil dari perdagangan

dan hubungan diplomasi mereka dengan bangsa Cina yang sempat tercatat dalam sejarah

dinasti Cina dari abad ke-7 sampai abad ke-16. Pedagang Cina menukar keramik, guci anggur

dan uang logam dengan hasil-hasil hutan yang dikumpulkan Orang Dayak seperti kayu gaharu,

gading burung rangok (enggang), serta sarang burung walet. Pedagang dari Siam juga

membawa guci-guci yang terbuat dari batu yang masih banyak digunaan Orang Dayak untuk

mas kawin dan untuk upacara penguburan (Fridolin Ukur;1992).

Uniknya, pada peristiwa “demonstrasi” yang berlangsung sekitar 2 bulan, dari Oktober

hingga November 1967, satu titik waktu dimana rezim Orde Lama beralih ke Orde Baru, Orang

Dayak menyebarkan ”Mangkok Merah” sebagai media komunikasinya, untuk ”penghukuman

sosial” terhadap Cina dipedalaman yang ditengarai berafiliasi dengan gerombolan

PGRS/Paraku yang berideologi komunis. Ratusan ribu Orang Cina harus rela meninggalkan

kampung-kampung dipedalaman, dimana sejak ratusan tahun mereka telah berinteraksi positif

dengan Orang Dayak.

Tidak cuma itu, istilah keseharian dalam bahasa Cina dengan mudah kita temui

dikalangan Orang Dayak. Di Kampung Rees, misalnya hampir semua proses pesta (baik pesta

padi, perkawinan, sunatan, dll) istilah-istilah ini muncul. Dari menentukan waktu pesta

(penanggalan Cina; ari segol, dll), nama tempat (tapsong, teosong,dll), nama alat (ten, teokang,

dll), jenis masakan (saunyuk, tunyuk, dll) hingga prosesi makan (concok). Bahkan,alat-alat

pesta maupun alat peraga adat (dan hokum adat) juga menggunakan prototive yang berasal

dari Cina, misalnya; tempayan (tapayatn jampa, siam, manyanyi, batu, dll), mangkuk

(mangkok), piring (pingatn), sendok (teokang), nampan (pahar), dll.

Dalam tradisi minuman, Cina dalam Dayak juga dapat kita lihat dari tradisi minuman

keras, khususnya jenis arak. Sebelumnya Orang Dayak hanya mengenal tuak, yang terbuat dari

12

Page 13: Kab Kalbar

saripati tanaman aren. Di Cina, minum arak sudah menjadi budaya yang tak terpisahkan. Oleh

karena itu kita mengenal dewa mabuk dalam cerita-cerita kungfu. Arak, selain untuk meramu

obat tradisional Cina, yang dikenal sebagai “tajok atau pujok” oleh Orang Dayak juga sebagai

bahan penyedap. Kini, arak telah menjadi bagian sehari-hari bagi kehidupan Orang Dayak.

Tak hanya itu, Cina dalam Dayak juga dapat dilihat dari persenjataan, khususnya

pembuatan senjata api “senjata lantak” sebagai alat berburu dari Orang Cina. Bubuk mesiu

ditemukan oleh ahli ahli kimia Cina pada abad ke-9 ketika sedang mencoba membuat ramuan

kehidupan abadi. Bubuk mesiu ini dibawa tentara Cina yang menetap di Kalimantan setelah

tujuan mereka menghukum Raja Kertanegara. Banyak bukti bahwa penggunaannya dengan

belerang banyak dipakai sebagai obat (Wayne Cocroft; 2000). Sebelum mengenal senjata

lantak dan mesiu, senjata untuk berburu dikalangan Orang Dayak masih berupa tombak dan

sumpit. Tidak cuma itu, “judi” juga diperkenalkan kelompok etnik ini kepada Orang Dayak.

Beragam jenis judi; Liong Fu, Te Fo, Kolok-Kolok, Sung Fu, dan lain-lain sangat digemari Orang

Dayak hingga hari ini. Disetiap pesta, keramaian, warung/toko, dengan mudah ita menjumpai

jenis-jenis permainan judi ini.

Dan bahkan, kegigihan Orang Cina dalam politik juga menjadi inspirasi bagi Orang Dayak.

Sejak tahun 1941, mereka mulai mengembangkan diri dalam perjuangan politik. Sebagaimana

diketahui, umumya kelompok Cina di Kalimantan Barat berasal dari Orang Hakka yang sangat

terkenal keuletannya.Orang Hakka lebih independent-minded (berpikiran bebas), lebih mudah

melepaskan diri dari tradisi dan menangkap idea baru untuk hidup. Tidak heran, orang Hakka

adalah termasuk orang tionghoa yang cepat mengadopsi ide-ide Barat dibanding dengan yang

lain dan mengkombinasikannya dengan budaya Hakka. Dan tekanan kepahitan hidup yang

mereka rasakan menjadikan mereka lebih mudah menjadi kaum revolusioner, lebih progresif,

dan lebih berani maju untuk menuntut pembaharuan, dan banyak pelopor-pelopor

pembaharuan Cina modern berasal dari Hakka. Fleksibilitas orang Hakka dalam menyerap ide-

ide baru, tidak bersikeras untuk mempertahankan tradisi lama yang menghambat, menjadikan

Hakka sebagai etnis yang unik dalam sejarah China modern. Bukan kebetulan, kalau

pemberontakan terbesar di China pada abad ke-19 yang melibatkan puluhan juta manusia, dan

termasuk pemberontakan paling berdarah dalam sejarah kemanusiaan didunia, dimotori oleh

orang Hakka. Literasi sejarah inilah yang kemudian disambung Orang Hakka di Kalimantan

Barat dengan mendirikan sebuah Negara “republic” Lan Fang tahun 1777-1884. Selama

13

Page 14: Kab Kalbar

Kolonial Belanda, republic ini pernah 2 kali berperang dengan Belanda, yakni tahun 1854-1856

dan tahun 1914-1916. Perang itu dinamakan “Perang Kenceng” oleh masyarakat Kalbar.

Sikap revolusioner Orang Cina juga muncul ketika Jepang menduduki Pontianak tahun

1941. Sekelompok Cina mendirikan organisasi bawah tanah dan menyiapkan diri untuk perang

terbuka, namun niat ini menjadi hilang ketika hadir ”tragedi mandor”, sebuah pembunuhan

massal oleh Jepang di Mandor, bekas ibukota Republik Lan Fang. Orang Cina kehilangan

banyak sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu secara ekonomi. Dan karena sikap

yang cenderung bersahabat dengan Orang Dayak, melalui Partai Persatuan Daya (PD),

membuat sebagian elit Orang Cina yang lolos dari ”penyungkupan” berhasil mengkonsolidasi

kekuatan politiknya, dan pada pemilu 1955 dan pemilu 1958, kelompok ini menang. Hal ini

kemudian mengantarkan JC.Oevaang Oeray, tokoh Dayak asal Hulu Kapuas menjadi Gubernur

Kalimantan Barat dan berhasil menempatkan dirinya sebagai refresentasi kelompok etnik yang

berkuasa selama delapan (8) tahun. Dipergantian rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru,

hubungan Cina-Dayak terganggu dengan munculnya peristiwa “demonstrasi”, persahabatan

sirna dan akibatnya puluhan ribu orang Cina harus rela “keluar” dari teritori Dayak dan

mengkonsentrasikan diri di kawasan pesisir, yang selama ini menjadi teritori “Melayu”. Empat

puluh satu tahun (41 tahun) terabaikan, dipenghujung tahun 2007, konsolidasi politik Orang

Cina dan Orang Dayak menemukan klimaksnya, mereka kembali menempatkan dirinya sebagai

refresentasi kelompok etnik yang berkuasa di Kalimantan Barat.

Jika merujuk pada fakta budaya pada kelompok etnik Dayak Mampawah diatas, bagi

saya, kemungkinan besar budaya Dayak sekarang ini merupakan hasil inkulturasi budaya Cina,

walaupun kenyataannya menjadi budaya yang diakui sebagai tradisi Dayak. Mungkin saja,

contoh diatas hanyalah contoh kecil dari inkulturasi Cina dalam Dayak. Saya memahami bahwa

kebudayaan itu selalu bersifat dinamis, namun fakta bahwa tatanan sosial dan tradisi Dayak

telah berinkulturasi secara tajam dan dalam dengan budaya Cina. Cina benar-benar telah

masuk dalam diri Dayak, diberbagai bidang kehidupan, hingga hari ini.

KONFLIK ANTARA SUKU DAYAK DAN MADURA

Konflik antar etnik dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pertentangan alamiah yang

dihasilkan oleh individu atau kelompok yang berbeda etnik, karena diantara mereka memiliki

perbedaan dalam sikap, kepercayaan, nilai, atau kebutuhan (Liliweri, 2005:146).

14

Page 15: Kab Kalbar

Konflik adalah masalah yang lazim yang terjadi dilingkungan masyarakat. Banyaknya

perbedaan menjadi alasan yang mendasar. Begitupun yang terjadi ketika perang antar suku

yang terjadi di Indonesia.

Perang antar suku yang terjadi antara suku dayak dan suku madura memang telah lama

berlalu. Konflik-konflik kekerasan yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura disebabkan

oleh faktor-faktor struktural yang dilandasi oleh faktor faktor kultural; apabila faktor-faktor

struktural dan kultural ini tidak diatasi dengan tuntas dan sepanjang resoluasi konflik tidak

mengedepankan resolusi yang berbasis pada budaya dan kepercayaan masyarakat maka

konflik kekerasan diperkirakan akan terus berulang.

Yohanes menyebutkan bahwa konflik kekerasan antara Suku Dayak dan Suku Madura di

Kalimantan Barat selama ini memang tidak terlepas dari adanya tradisi kekerasan dalam Suku

Dayak, namun sebenarnya bukan tradisi ini yang menjadi penyebab utama konflik melainkan

lebih sebagai akibat dari adanya pemanfaatan oleh pihak-pihak lain yang menginginkan

kekerasan terjadi di Kalimantan Barat. Selain itu, oleh mereka sendiri kekerasan tidak pernah

dikaitkan dengan isu-isu keagamaan

Di sisi Suku Madura, perilaku dan tindakan orang Madura yang tinggal di Kalimantan

Barat, baik yang sudah lama maupun masih baru tidak banyak berbeda dengan perilaku dan

tindakan mereka di tempat asalnya di pulau Madura. Orang Madura biasanya akan merespon

amarah atau kekerasan berupa tindakan resistensi yang cenderung berupa kekerasan pula

(Yohanes Bahari, 2002:314). Karena itu, kecenderungan kekerasan ini pulalah yang mudah

dipicu untuk menimbulkan konflik dengan suku lain.

PERBEDAAN STEREOTIP

Setiap suku tentu memiliki budaya, adat istiadat dan kebiasaan beragam.

Keanekaragaman tersebut tentunya membawa dampak dan konsekuensi sosial bagi kehidupan

berbangsa. Jika tidak disikapi dengan baik, perbedaan tersebut justru menjadi faktor utama

penyebab terjadinya perang antar suku.

Setiap suku akan menginterpretsikan budaya yang mereka miliki dalam lingkungannya

sehingga terciptalah stereotip yang dapat mengakibatkan lestarinya perbedaan. Penonjolan

stereotip suatu suku amat berbahaya. Namun, faktanya stereotip dan stigma buruk itu tetap

15

Page 16: Kab Kalbar

hidup. Bahkan, tanpa disadari kian meluas. Bahaya karna hal ini dapat menimbulkan

pepecahan perang antar suku pun menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan.

Contoh nyatanya adalah stereotip orang Madura dalam pengetahuan orang Indonesia

pada umumnya. Orang Madura kadang identik dengan watak yang kasar dan keras. Sering

menyelesaikan masalah dengan carok, mengakhiri sengketa dengan cara duel maut yang

berujung kematian. Penyebabnya adalah dendam atau pembalasan pihak keluarga dan kerabat

yang terluka. Bahkan, tewas. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan perang antar suku yang

melibatkan suku Madura.

PERTIKAIAN DAYAK - MADURA

Terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara suku Dayak dan Madura, yaitu

peristiwa sampit (2001), dan Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir

semua wilayah Kalimantan dan berakhir dengan pengusiran dan pengungsian ribuan warga

Madura, dengan jumlah korban hingga mencapai 500-an orang. Perang antar suku ini menjadi

masalah sosial yang me-nasional.

Ada empat hal yang menjadi penyebab terjadinya perang suku antara suku Dayak dan

suku Madura :

Perbedaan antara dayak-madura

Perbedaan budaya jelas menjadi alasan mendasar ketika perang antar suku terjadi.

Masalahnya sangat sederhana, tetapi ketika sudah berkaitan dengan kebudayaan, maka hal

tersebut juga berkaitan dengan kebiasaan.

Misalanya permasalahan senjata tajam. Bagi suku dayak, senjata tajam sangat dilarang

keras dibawa ketempat umum. Orang yang membawa senjata tajam kerumah orang lain,

walaupun bermaksud bertamu, dianggap sebagai ancaman atau ajakan berduel. Lain halnya

dengan budaya suku madura yang biasa menyelipkan senjata tajam kemana-mana dan

dianggap biasa ditanah kelahirannya.

Bagi suku dayak, senjata tajam bukan untuk menciderai orang. Bila hal ini terjadi,

pelakunya harus dikenai hukuman adat pati nyawa (bila korban cidera) dan hukum adat

pemampul darah (bila korban tewas). Namun, bila dilakukan berulang kali, masalahnya

berubah menjadi masalah adat karena dianggap sebagai pelecehan terhadap adat sehingga

16

Page 17: Kab Kalbar

simbol adat “mangkok merah” (Dayak Kenayan) atau “Bungai jarau” (Dayak Iban) akan segera

berlaku. Dan itulah yang terjadi dicerita perang antar suku Dayak-Madura.

Perilaku yang tidak menyenangkan

Bagi suku Dayak, mencuri barang orang lain dalam jumlah besar adalah tabu karena

menurut mereka barang dan pemiliknya telah menyatu; ibarat jiwa dan badan. Bila dilanggar,

pemilik barang akan sakit. Bahkan, bisa meninggal. Sementara orang madura sering kali

terlibat pencurian dengan korbannya dari suku dayak. Pencurian yang dilakukan inilah yang

menjadi pemicu pecahnya perang antara suku dayak dan madura.

Pinjam meminjam tanah

Adat suku dayak membolehkan pinjam meminjam tanah tanpa pamrih. Hanya dengan

kepercayaan lisan, orang madura diperbolehkan menggarap tanah orang dayak. Namun,

persoalan timbul saat tanah tersebut diminta kembali. Seringkali orang madura menolak

mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan merekalah yang telah menggarap

selama ini.

Dalam hukum adat Dayak, hal ini disebut balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas

dengan kekerasan. Perang antar suku Dayak dan Madura pun tidak dapat dihindarkan lagi.

Ikrar perdamaian yang dilanggar

Dalam tradisi masyarakat Dayak, ikrar perdamaian harus bersifat abadi. Pelanggaran

akan dianggap sebagai pelecehan adat sekaligus pernyataan permusuhan. sementara orang

Madura telah beberapa kali melanggar ikrar perdamaian. Dan lagi-lagi hal tersebutlah yang

memicu perang antar suku tersebut.

Menurut pendapat saya di dalam konflik ini tidak ada yang dapat disalahkan, walaupun

cenderung madura lah yang salah. Pada intinya didalam konflik ini hanya tidak ada jiwa

pancasilanya. Karena konflik ini tidak akan bisa besar kalau seandainya ada jiwa pancasila

sesuai dengan sila-sila dinegara ini. Dilihat dari kerasnya watak-watak suku dayak dan madura

dan tidak ada jiwa kemanusiaannya.

Perbedaan adat istiadat di suatu daerah sangat berbeda-beda harusnya sebagai

perantau dapat beradaptasi sesuai dengan adat disekitarnya, dan bisa bisa bersosialisasi

dengan suku di daerah tersebut.

17

Page 18: Kab Kalbar

Kesan Penutup

Saya semestinya harus banyak-banyak bersyukur tentang pengalaman yang saya

dapatkan selama di Kalimantan Barat karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan

dan pengalaman itu.

18