jurnal reading fraktur ankle
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari maka trauma pada sendi pergelangan kaki
dan terutama dari sendi talo-cruralnya, adalah trauma yang sering sekali terjadi.
Tidak hanya mereka yang aktivitasnya menggunakan sendi ini secara dipaksakan
(seperti misalnya olahragawan dan terutama pemain sepakbola) tetapi juga para
wanita yang menggunakan sepatu berhak tinggi beresiko terkena trauma di
daerah ini. Selain sering, trauma yang ringan saja sudah akan menimbulkan
kesulitan berjalan. Kesulitan ini tidak hanya berupa kecacatan yang temporer, tapi
dapat berubah menjadi suatu kecacatan permanen apabila tidak dilakukan
penanganan serta penatalaksanaan secara baik.
Trauma pada daerah ini sering disertai oleh penyakit lain, seperti
Osteoarthritis post-traumatika dan fraktur karena bentuk persendiannya yang khas
dan majemuk, sehingga dapat menyebabkan robekan ligamen, dan apa yang
disebutkan sebagai Ligamentous Fracture terlepasnya insersi ligamen pada tulang.
Oleh karena itu, pengelolaan trauma pada sendi ini mempunyai arti estetika dan
sosial yang cukup penting dan harus diakui bahwa pengobatannya memang sulit.
Sebelum mempelajari cara-cara penatalaksanaan yang terbaru, penting
sekali kita memahami betul-betul anatomi dari persendian ini dan memahami
faktor-faktor penyebabnya. Dengan kata lain, mekanisme terjadinya sprain,
ligamentous injuries dan fraktur sekitar sendi ini adalah sama. Untuk pengelolaan
yang baik maka perlu kita perhatikan beberapa hal, antara lain :
a. Perlu mempunyai ketrampilan yang tinggi
b. Mengenal jenis trauma secepat mungkin
c. Mencegah salah-tindak sejak semula (mismanagement)
d. Mencegah over-treatment dari trauma yang tidak begitu berat/ringan.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ANATOMI PERGELANGAN KAKI
II.1 Ligamen Pada Ankle
II.2 Otot Pada Ankle
BAB III FRAKTUR ANKLE
III.1 Definisi
III.2 Epidemiologi
III.3 Etiologi
III.4 Klasifikasi
III.5 Patofisiologi
III.6. Gejala Klinis
III.7 Pemeriksaan Fisik
III.8 Pemeriksaan Radiologik
III.9 Penetalaksanaan
III.9.1 Penatalaksanaan Berdasarkan Jenis Fraktur
III.9.2 Penatalaksanaan Fraktur Ankle
III.10 Prognosis
III.11 Komplikasi
KESIMPULAN
DAFTAR ISI
3
ANATOMI PERGELANGAN KAKI
Sendi pergelangan kaki (ankle joint) merupakan sendi engsel yang
dibentuk antara ujung posterior maleolus medialis, maleolus lateralis dari os
fibula yang bersama-sama membentuk sebuah tulang untuk menerima badan talus
juga diperkuat dengan ligament deltoid di sisi medial berjalan dari maleolus
medial ke os tarsal yang mendampinginya dan sering mengalami robekan bila
pergelangan kaki terkilir. Ankle Joint (pergelangan kaki) merupakan persendian
yang paling sering mengalami cedera pada orang dewasa.
Pada sisi medial talotibial joint di topang dengan kuat oleh malleolus
medial dan ligamen medial collateral. Pada sisi lateral terdapat penopang fleksibel
yang dibentuk oleh lateral complex yang terdiri dari fibula, syndesmosis dan
lateral Collateral bands.
Ligamen tibiofibula anterior dan posterior juga disebut sebagai
syndesmosis anterior dan posterior. Syndesmosis ini merupakan serat pengubung
antara tibia dan fibula yang dibentuk oleh ligamen tibiofibular anterior dan
posterior yang letaknya setinggi cekungan tibia dan ligamen intraosseus yang
tebal, berada di bawah membran intraosseus dan terletak 2 cm di atas cekungan
tibia dimana ruang kecil bagian superior dari persendian berakhir. Ligamen lateral
collateral menghubungkan distal fibula dengan talus dan calcaneus. Fleksibilitas
dari lateral complex membuat talus dan fibula bergerak dan berputar selama
pergerakan normal dari ankle. Pergerakan fibula ini pada syndesmosis merupakan
bagian penting dari fungsi fisiologis ankle.
Gerakan sendi pergelangan kaki adalah fleksi (gerakkan melipat sendi) dan
ekstensi (gerakkan membuka sendi) atau lebih biasa disebut dorsi-fleksi dan
plantar-fleksi.
Stabilitas pada mortise ankle joint bergantung pada struktur tulang-tulang
dan ligamen. Persendian utama yang berada diantara talus dan cekungan tibia.
Talus yang berbentuk seperti pelana kuda sangat pas kedudukannya dengan
cekungan tibia dan benturan kecil saja pada tibiotalar joint ini akan mengurangi
4
kontak area dan akan membebani articular cartilago. Hal ini yang akan
menyebabkan adanya arthrosis.
A. Ligamen Pada Ankle
Sendi memerlukan ikatan yang menjaga kohesi tulang yang terbentuk,
mencegah terjadinya pergeseran, dislokasi dan memungkinkan pergerakan secara
spesifik. Deskripsi dari semua ligamen pergelangan kaki dan kaki akan bidang
yang sangat khusus karena jumlah dan kompleksitas. Kapsul sendi di sekitar
sendi, menciptakan ruang tertutup, dan membantu menstabilkan ligamen dalam
misinya.
1. Ligamen dibagian lateral. Mulai dari ujung maleolus lateral, ligamentum
di bagian lateral dibagi menjadi tiga, yaitu ligamentum talofibular anterior,
talofibular posterior, dan calcanofibulare.
2. Deltoid ligamen. Sebaliknya, ligamentum ini dari ujung medial dan
malleolar memegang bagian dalam pergelangan kaki.
3. Syndesmosis ligamen, syndesmosis atau ligamen tibiofibular. Memfiksasi
bagian distal tibia dan fibula untuk menahan keduanya untuk tetap berada
di atas permukaan artikular atas kubah talus. Kerusakan menimbulkan
banyak masalah. Dibutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan dan dapat
meninggalkan gejala sisa berupa rasa sakit dan ketidakstabilan permanen
yang memerlukan intervensi bedah. Ligamentum menghubungkan dua
tulang di jarak anteroposterior, tidak hanya di bagian depan pergelangan
kaki.
4. Di bagian belakang pergelangan kaki juga ada jaringan ligamen yang
menghubungkan tibia dan fibula (tibiofibular posterior), tibia dan talus.
B. Otot Pada Ankle
Otot-otot ekstrinsik kaki bertanggung jawab untuk gerakan pergelangan
kaki dan kaki. Gerakan pada ankle dapat berupa dorsofleksi, plantarfleksi, inverse,
dan eversi kaki.
5
1. Otot-otot intrinsik jari-jari kaki berada di kaki yang sama, mendapatkan
gerakan jari: fleksi, ekstensi, penculikan dan adduksi.
2. Plantar fleksor. Otot-ototnya terletak di bagian belakang kaki di betis.
Mereka adalah soleus dan gastrocnemius pada tendon Achilles.
3. Dorso fleksor adalah mereka yang mengangkat ke atas kaki dan terletak di
bagian depan kaki. Mereka adalah tibialis anterior, Tertius peroneus dan ekstensor
digitorum.
4. Inventor di kaki. Tibialis anterior dimasukkan ke metatarsal pertama dan
baji pertama.
5. Evertors kaki. Para longus peroneus dan peroneus brevis dimasukkan ke
dalam baji pertama dan dasar metatarsal pertama sedangkan peroneal anterior
dimasukkan ke dalam basis keempat dan kelima.
Pemegang peranan paling penting pada trauma dari pergelangan kaki
adalah sendi talocrural, karena itu yang biasanya diartikan dengan ankle joint
adalah sendi ini. Penting oleh karena pada sendi talocrural ini os talus diapit oleh
kedua tangkai garpu yang dibentuk oleh kedua malleoli. Integrasi peranan tulang
dan ligamenta pada sendi ini unik sekali. Pada sisi medial kita lihat dengan jelas
ligamen deltoid yang amat kuat yang terdiri dari tiga bagian, mengikat malleolus
medialis pada os navicular serta calcaneus dan talus (Tibionavicular,
tibiocalcaneal dan talotibial ). Pada sisi lateral ligamen sekuat ligamen deltoid
mengikat malleolus lateralis pada calcaneus dan talus serta tibia (Fibulocalcaneal,
Anterior talofibular serta anterior tibiofibular). Hubungan tibia dan fibula
(syndesmosis) dipertahankan oleh Anterior Tibiofibular dan Posterior Tibiofibular
serta ligamen interosseus yang merupakan lanjutan daripada membrana interossea
pada tungkai bawah. Ligamenta ini yang mempertahankan stabilitas sendi
talocrural dan menentukan gerakan lingkup sendinya (ROM = Range of Motion),
juga bertanggung jawab terhadap penentuan jenis trauma yang terjadi.
Kebanyakan patah tulang malleoli tidak disebabkan oleh trauma yang langsung
tetapi oleh trauma yang indirek berupa : (i) bending, (ii) twisting dan (iii) tearing
6
pada ligamentanya. Bentuk tulang-tulang sekitar sendi ini juga memainkan
peranan yang penting. Dulu ada dua persangkaan yang salah, yaitu :
1. Fibula/Malleolus lateralis tidak berperan dalam menahan daya (berat
badan) pada sendi ini.
2. Persendian fibula-tibia distal adalah sesuatu yang rigid/kaku.
Kalau diperhatikan perbedaan sumbu anatomik dan sumbu fungsionil
sendi talocrural yang cukup besar serta beda lebar os talus bagian depan dan
bagian belakang (1,5 -- 2 mm lebih lebar pada bagian depan), maka dengan
sendirinya pada waktu dorsifleksi tangkai garpu malleolar akan melebar serta
menyempit lagi waktu plantarfleksi. Dengan kata lain gerakan-gerakan melebar-
menyempit oleh karena terdorong, terdapat pada sendi tibiofibular distal ini. Maka
dari itu mempertahankan hal ini juga penting pada pengobatan trauma sekitar
sendi pergelangan kaki ini. Tidak lengkap kiranya mempelajari anatomi sendi
pergelangan kaki tanpa menyebut bermacam-macam istilah yang terdapat pada
sendi ini seperti :
1. Plantarfleksi dan dorsifleksi
2. Eversi dan inversi atau Rotasi Eksternal dan Internal
3. Pronasi-supinasi untuk kaki bagian depan(forefoot) serta
4. Abduksi-adduksi untuk bagian belakang (hindfoot).
7
Gambar 1. Anatomi Pergelangan Kaki
8
FRAKTUR ANKLE
A. Definisi
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah
yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture).
Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang
bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang
berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki. Fraktur yang parah dapat
terjadi pada dislokasi pergelangan kaki. Fraktur ankle itu sendiri yang
dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus lateralis (fibula) dan/atau maleolus
medialis. Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang
diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai
fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang
mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak sendi
pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi
dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan di luar
bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah
pergelangan kaki. Bagian-bagian yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur
dislokasi yaitu gaya abduksi, adduksi, endorotasi atau eksorotasi.
B. Epidemiologi
Insidens sering terjadi pada :
1. Fraktur pergelangan kaki menduduki posisi kedua sebagai fraktur yang
sering ditemukan.
2. Fraktur pada anak-anak pada umunya melibatkan lempeng pertumbuhan.
3. Fraktur pada remaja (Fraktur Tillaux) memiliki pola khusus karena
penutupan parsial pada lempeng pertumbuhan.
4. Angka kejadian fraktur ini lebih tinggi pada kelompok dewasa muda.
9
C. Etiologi
1. Fraktur pergelangan kaki paling sering terjadi pada trauma akut, seperti
jatuh, salah langkah, atau cedera saat berolahraga
2. Lesi patologis jarang menyebabkan fraktur pergelangan kaki
Kondisi yang Berkaitan dengan Fraktur Pergelangan Kaki
1. Keseleo pergelangan kaki (sprain ankle)
2. Keseleo PTT (sprain PTT)
D. Klasifikasi
Suatu sistem klasifikasi berguna untuk memilih tatalaksana yang tepat,
dapat digunakan untuk menentukan prognosis dari hasil pengobatan, atau
membuat perbandingan dari hasil pengobatan pada cedera yang serupa. Banyak
sistem klasifikasi telah dilaporkan, masing-masing berdasarkan kombinasi dari
klinis, penelitian, dan kriteria radiologis dengan beberapa sistem juga
menyebutkan mekanisme cederanya, cedera tulang dan ligamen yang terjadi, dan
stabilitas sendi.
A. Sistem Lauge-Hansen
Klasifikasi ini didasarkan dari pengamatan eksperimental, klinis,
dan radiografik.Lauge-Hensen menemukan bahwa cedera muncul pada
pola sekuensial, yang dipisahkan menjadi beberapa tahap. Pada sistem ini
posisi dari kaki (pronasi dan supinasi) pada saat cedera dideskripsikan
terlebih dahulu dan arah gaya yang menyebabkan deformitas
dideskripsikan kemudian.Lebih dari 95% dari cedera pergelangan kaki
dapat digolongkan pada 1 dari 4 kelompok yang ada. Istilah eversi dan
inversi yang digunakan oleh Lauge-Hensen artinya sama dengan exorotasi
dan endorotasi dari kaki.
Grup kelima, pronasi-dorsiflexi, ditambahkan kemudian untuk
fracture yang diakibatkan oleh beban aksial.Masing-masing grup ini
memiliki beberapa derajat cedera yang disebutkan pada tabel 1.
10
Tabel 1.Clasificasi Lauge-Hansen- Pengelompokan dengan derajat cedera.
Clasificasi Lauge-HansenI. Supinasi-Exorotasi tanpa diastasisTalus tereksorotasi dan strukturnya mengalami kerusakan. Tahap 1 :
Ruptur ligamentum tibiofibularis anterior (inferior) atau fracture Tillaux
Tahap 2:
Fracture fibula dengan pola oblik atau spiral
Tahap 3:
Fragmen dari fibula menarik maleolus posterior atau menyebabkan robeknya ligamentum tibiofibularis.
Tahap 4 :
Fracture maleolus medialis atau robeknya ligamentum deltoidea
II. Cedera pronasi/ abduksi Kaki tereversi dan talus terabduksi Tahap 1 :
Bisa terjadi ruptur ligamentum deltoidea atau adanya fracture avulsi (horizontal) dari maleolus medialis.
Tahap 2:
Ligamentum tibiofibularis anterior dan posterior keduanya ruptur (atau tulang tempat melekatnya teravulsi).
Tahap 3:
Fracture fibula tertutup setingkat sendi. Garis fracture sering horizontal, dapat muncul kominusi, dan fragmen fibula distal tertarik ke lateral.
III. Cedera pronasi/ exorotasi dengan diastasisTahap 1 :
Talus yg terotasi menyebabkan fracture oblik dari maleolus medialis atau ruptur dari ligamentum deltoidea
Tahap 2:
Ligamentum tibiofibularis anterior atau avulsi dari tempat perlekatannya (fracture Tillaux)
Tahap 3:
Adanya fracture spiral atau oblik dari fibula yang bisa terletak proximal (fracture Maizonneuve)
Tahap 4 :
Ruptur ligamentum tibiofibularis posterior atau tertarik lepas dari tulang tempat melekatnya. Membran interoseus robek dan terjadi diastasis yang jelas (Fracture Dupuyren- dislocasi pergelangan kaki).
IV. Cedera supinasi/adduksiTalus teradduksi dalam mortise pergelangan kaki.
Tahap 1 :
Terdapat robek total dari ligamentum lateral atau fracture avulsi dari ujung lateral maleolus. Bila gaya yang ditanggung ringan akan menghasilkan suatu robekan parsial dari ligamentum lateralis
Tahap 2:
Talus yang teradduksi melawan maleolus medialis menyebabkan fracture vertikal atau oblik. Bisa terjadi fracture kompresi dari sudut dan seringkali maleolus medialis bisa fracture tanpa adanya kerusakan ligamentum lateralis lebih dahulu.
V. Cedera pronasi-dorsiflexi (cedera kompresi)Dorsiflexi dari pergelangan kaki dikombinasikan dengan kompresi
11
vertikal paling sering terjadi karena jatuh dari ketinggian.Tahap 1 :
Bagian talus anterior yang lebar dipaksa melalui kedua maleolus sehingga menyebabkan patahnya maleolus medialis.
Tahap 2:
Batas anterior tibia mengalami fracture
Tahap 3:
dengan tingkat keparahan cedera yang tinggi, permukaan artikular inferior dari tibia ( plafon tibia) akan mengalami fracture dengan pola ireguler, sering dengan kominusi hebat.
VI. Cedera kompresi lainnyaBila seseorang jatuh dengan posisi kaki plantarflexi, permukaan artikulasi posterior dari tibia dapat mengalami fracture.Sebagai tambahan, fracture kedua maleolus (seperti pada cedera pronasi/dorsiflexi) dapat terjadi ketika bagian anterior yang lebar dari talus mengarah ke antara kedua maleolus.
B. Klasifikasi Weber
Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber yang
berdasarkan pada level fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari AO serta
Lange-Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi Danis – Weber
adalah sebagai berikut :
1. Weber type A
Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis yang disebabkan adduksi
atau abduksi. Medial maleolus dapat fraktur atau deltoid ligamen robek.
2. Weber type B
Fraktur oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis. Disebabkan
cedera dengan pedis external rotasi syndesmosisnya intak tapi biasanya struktur
dibagikan medial ruptur juga.
3. Weber type C
Fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 bila 1/3 distal dan C2 bila
lebih tinggi lagi. Disebabkan abduksi saja atau kombinasi abduksi dan external
rotasi. Syndsmosis & membrana interosseus robek juga.
12
Gambar 2. Klasifikasi Weber Pada Fraktur Ankle
C. Klasifikasi Pott
Klasifikasi ini telah jarang digunakan karena dianggap kurang
dapat diterapkan tapi masih belum sepenuhnya hilang.Clasificasi ini
memiliki keuntungan karena sederhana dan memiliki relevansi yang cukup
dalam memutuskan cara tatalaksana.
Pada fracture Pott derajat I, terdapat fracture maleolus tunggal
(medial atau lateral). Pada fracture Pott derajat II, malelolus medialis dan
lateralis keduanya mengalami fracture.
Pada fracture Pott derajat III, maleolus medialis, lateralis, dan posterior
semuanya mengalami fracture.
13
Kegunaan clasificasi ini dapat ditingkatkan dengan:
(1) Menganggap bahwa fracture maleolus lateralis berhubungan dengan
robeknya ligamentum deltoidea sebagai cedera derajat II.
(2) Menambahkan adanya diastasis pada deskripsi.
(3) Menambahkan adanya kompresi vertikal dari permukaan artikulasi
inferior tibia.
E. Patofisiologi
Penyelidikan-penyelidikan mekanisme trauma pada sendi talocrural ini
telah dilakukan sejak lama sekali. Tapi baru setelah tahun 1942 oleh penemuan-
penemuan berdasarkan penyelidikan eksperimentil pada preparat-preparat
anatomik, Lauge Hansen dari Denmark berhasil melakukan pembagian dari jenis-
jenis trauma serta berdasarkan pembagian ini hampir semua fraktur serta trauma
dapat dibagi dalam 5 dasar mekanismenya.
1. Trauma supinasi/Eversi
Dalam jenis ini termasuk lebih dari 60% dari fraktur sekitar sendi
talocrural.
2. Trauma Pronasi/Eversi
Tidak begitu sering, hanya kurang lebih 7 -- 8% fraktur sekitar sendi
talocrural.
3. Trauma Supinasi/Adduksi
Antara 9 -- 15% dari fraktur sendir talocrural termasuk golongan ini.
4. Trauma Pronasi/Abduksi
Sekitar 6 -- 17% fraktur sendi talocrural.
5. Trauma Pronasi/Dorsifleksi
Sangat jarang terjadi tapi perlu disebutkan.
14
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi
dalam beberapa macam trauma:
1. Trauma abduksi
Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis
yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi
atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang
bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi
juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral,
tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi
dan terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan
robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.
Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian
depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur
komunitif disertai dengan robekan diastasis.
Banyak pengarang telah melakukan penyelidikan pada material klinis
mereka berdasarkan pembagian dari Lauge Hansen ini. Satu hal yang penting
yang dapat selalu ditarik dari dasar pembagian ini adalah kita dapat mengenal
mekanismenya dari trauma dan kemudian setelah melihat penemuan radiologik ,
menghubungkan trauma yang terdapat pada ligamen-ligamennya. Mengenai
trauma inversi juga telah dilakukan penyelidikan-penyelidikan eksperimentil dan
memang dapat dihasilkan secara eksperimentil tapi suatu trauma inversi hampir
tidak pernah akan ditemukan dalam kehidupan sehari- hari. Perlu ditekankan
15
kembali bahwa sprain , robekan ligamen serta patah tulang pada sendi talocrural
adalah suatu kesatuan etiologi. Kekuatan-kekuatan indirek yang sama, tergantung
dari kedudukan kaki pada saat itu serta arah rotasi sendi talocrural/yang bekerja
pada setiap jenis trauma. Kekuatan indirek ini sebenarnya kecil, dibanding dengan
panjang lever yang misalnya satu meter sudah dapat menimbulkan fraktur.
Lesis menemukan bahwa untuk fulcrum 1 m cukup kekuatan sebanyak 5 --
8 kg saja. Sedangkan suatu kekuatan direk yang diperlukan untuk menyebabkan
kerusakan yang sama, harus kurang lebih 100 kali lebih kuat.
Gambar 3. Posisi Kaki Dorsofleksi
Pada gambar di atas, kaki dalam keadaan netral atau dorsifleksi. Bila
trauma menimbulkan rotasi eksternal yang hebat maka ligamentum tibiofibular
anterior akan teregang. Bila rotasi terjadi terus menerus maka kerusakan
ligamentum deltoid dapat terjadi.
16
Gambar 4. Posisi Kaki Plantar Fleksi Maksimal
Pada gambar di atas, kaki dalatn keadaan plantar fleksi maksimal. Bila
trauma menimbulkan rotasi eksterna yang hebat maka dapat tcrjadi ruptur dari
ligamentum talofibular, disertai luxasi antcrior dari talus.
Gambar 5. Fraktur Maleolus Lateralis
Pada gambar di atas, fraktur maleolus lateralis yang terjadi bila trauma
menimbulkan rotasi eksterna dan abduksi yang hebat memutar os talus dan
mendorong melcolus latcral ke posterior Bila trauma cukup kuat ruptur dari
17
ligamentum dcltoid anterior (tibiotalar dan tibio navicular) serta ligamentum
tibiofibular anterior dapat tcrjadi
F. Diagnosa Klinis
Diagnosa pasti mengenai trauma pada sendi talocrural tidak dapat
didasarkan secara radiologik saja, karena pemeriksaan ini hanya akan memberikan
keterangan yang sedikit sekali mengenai kerusakan pada ligamenta. Diagnosa
pada sendi talocrural membutuhkan palpasi secara metodik oleh karena
kebanyakan struktur yang penting berada langsung dibawah permukaan kulit.
Lakukanlah palpasi pertama pada daerah yang paling tidak memberikan rasa
nyeri, dan singkirkan kemungkinan adanya kerusakan dengan tidak terdapatnya
nyeri tekan setempat serta tidak adanya pernbengkakan pada daerah tersebut.
Misalnya kedua malleoli dapat diraba, dan bilamana tidak memberi rasa nyeri
pada penekanan maka kemungkinan fraktur pada kedua nya kecil sekali.
Ligamenta yang mudah diperiksa antara lain adalah :
1. Medial ligamen. Komponen fibulocalcaneal serta talofibular anterior dari
ligamen lateral.
2. Ligamen tibiofibular inferior. Bilamana ligamenta ini tidak nyeri pada
perabaan dan dapat ditegangkan tanpa memberi rasa sakit, kemungkinan
kerusakan adalah kecil.
Pada setiap pemeriksaan, lingkup gerak sendi harus diperiksa secara teliti.
Batasan dari gerak atau adanya rasa nyeri harus diperhatikan. Untuk mengetahui
stabilitas sendi talocrural perlu hubungan talus dengan kedua tangkai garpu
malleolar diperiksa. Penting pula diingat bahwa nyeri daerah ini mungkin juga
disebabkan oleh karena terdapatnya fraktur pada os calcaneus atau pada basis os
metatarsal ke lima.
18
Gejala Klinis
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan
tak dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki,
kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri
tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligamen.
Nyeri pada pergelangan kaki dan ketidakmampuan menahan berat tubuh.
Deformitas dapat timbul bersama dengan fraktur/dislokasi. Sering juga
ditemukan pembengkakan dan ekimosis.
Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian primer
a. Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas
oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan
napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara
nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c. Circulation : Tekanan darah dapat normal atau meningkat ,
hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal
pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat : Kehilangan fungsi pada bagian yang dan
Keterbatasan mobilitas.
b. Sirkulasi : Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah),
tachikardi, penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, cailary
refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa
hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori : Kesemutan, deformitas, krepitasi,
pemendekan, dan kelemahan
19
d. Kenyamanan : Nyeri tiba-tiba saat cidera dan spasme /
kram otot
e. Keamanan : Laserasi kulit, perdarahan. perubahan
warna dan pembengkakan lokal
Palpasi pada daerah yang terpengaruh dan menginspeksi tiap patahan pada
kulit atau tenting. Memeriksa pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibia posterior dan
semua saraf sensoris maupun motoris pada kaki. Cederan inverse pada
pergelangan kaki dapat menyebabkan palsy nervus peroneus. Memeriksa ada
tidaknya pembengkakan yang parah dan kemungkinan terjadinya sindrom
kompartemen pada kaki.
G. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik perlu dilakukan bilamana dicurigai adanya patah
tulang atau disangka adanya suatu robekan ligamen. Biasanya pemotretan dari dua
sudut, anteroposterior dan lateral sudah akan memberikan jawaban adanya hal-hal
tersebut. Pandangan oblique tidak banyak dapat menambah keterangan lain.
Untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik mengenai permukaan sendi
talocrural, suatu pandangan anteroposterior dengan kaki dalam inversi dapat
dilakukan. Suatu stress X-ray dapat dibuat untuk melihat berapa luas robekan dari
ligamen, hal ini terutama berguna untuk ligamenta lateral. Diastasis sendi
(syndesmosis) tibiofibular distal penting sekali untuk dikenali. Tapi tidak ada
suatu cara khusus untuk melihat luasnya diastasis ini. Suatu fraktur fibula diatas
permukaan sendi talocrural (dapat sampai setinggi 1/3 proksimal fibula) secara
tersendiri (tanpa fraktur tibia pada ketinggian yang sama), selalu harus
diperhatikan akan kemungkinan adanya suatu diastasis. Diastasis juga jelas bila
ada subluksasi talus menjauhi malleolus medialis. Tapi bila tidak terdapat
subluksasi ini, belum berarti tidak adanya suatu diastasis.
20
Gambar 6. Rotgen Fraktur Ankle
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Berdasarkan Jenis Fraktur
1. Fraktur terisolir maleolus lateralis
Bilamana hanya sebagian tulang yang kecil teravulsi, ini dapat
diperlakukan sebagai suatu robekan ligamen lateral yang partial . Bilamana
fragmen lebih besar maka lebih baik dilakukan immobilisasi dengan gips selama
dua sampai tiga minggu, setelah mana mobilisasi dilakukan tapi dengan Partial
Weight Bearing, dan masih melakukan proteksi dengan elastisch verband.
2. Fraktur maleolus medialis
Dapat dicoba dengan reposisi tertutup. Bila berhasil baik dipertahankan
dengan imobilisasi gips di bawah lutut selama 8 minggu. Bila hasil reposisi jelek,
harus dipikirkan kemungkinan terjadinya interposisi periosteum antara kedua
fragmen. Untuk hal ini harus dilakukan tindakan operasi, dipasang internal fiksasi
dengan pemasangan screw.
3. Fraktur maleolus lateralis
Umumnya dengan melakukan reposisi tertutup hasilnya baik. Imobilisasi
dengan gips di bawah lutut selama 6 minggu. Fraktur maleolus lateralis disertai
dengan robeknya ligamen deltoid. Terjadinya fraktur maleolus lateralis dan
dislokasi tulang talus terkena ke lateral. Hal ini dapat coba ditanggulangi dengan
21
reposisi tertutup. Bila hasil reposisi tertutup gagal, dilakukan tindakan open
reduksi dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang fibula.
4. Fraktur maleolus lateralis dan medialis (Bimaleolus)
Terjadi fraktur maleolus lateralis dimana garis patahnya terletak di atas
permukaan sendi pergelangan kaki dan fraktur avulsi maleolus medialis. Hal ini
dapat dicoba dengan melakukan reposisi tertutup. Kalau hasilnya jelek, dilakukan
tindakan operasi reposisi terbuka dengan pemasangan internal fiksasi pada kedua
maleolus.
Penatalaksanaan Fraktur Ankle
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup
Tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk kembali seperti letak semula.
2. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan,
pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri, status neurovaskuler (misal:
peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau, latihan isometrik dan
setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah
4. Langkah Umum
a. Analgesik dan elevasi adalah terapi yang harus dilakukan.
b. b. Semua fraktur pergelangan kaki harus dipasangi splint dalam posisi
netral.
c. Fraktur fibula yang terisolasi atau fraktur malleolus media yang tak
bergeser harus dipasangi casting below-the-knee.
d. Fraktur stabil harus diterapi secara fungsional dengan splint udara dan
peningkatan fungsi weightbearing secara bertahap.
e. Kesesuaian sendi pergelangan kaki penting untuk dipikirkan ketika
melakukan reduksi pada arthritis post-trauma.
22
f. Dislokasi harus secepatnya di reduksi dengan menggunakan sedasi
yang sesuai.
g. Pasien yang mengalami fraktur terbuka harus dimasukan ke ruang
operasi untuk dilakukan irigasi, debridement, dan fiksasi dalam jangka
waktu 8 jam.
h. Pasien dilarang bertumpu pada pergelangan kaki yang mengalami
fraktur hingga tidak ada lagi nyeri dan tanda-tanda penyembuhan
fraktur telah tampak pada gambaran radiologis.
i. Fraktur bimalleolar atau fraktur fibula dengan cedera ligament media
atau cedera syndesmosis hanya dapat diterapi dengan melakukan
operasi.
5. Aktivitas
a. Pergelangan kaki harus diangkat untuk mengurangi pembengkakan.
b. Weightbearing dan ROM yang lebih dini sangat penting dilakukan
untuk mencegah kekakuan.
6. Perawatan
Penggosokan pada splint atau cast sebaiknya tidak dilakukan.
7. Terapi khusus
a. Terapi Fisik
ROM pada sendi MTP dan, kemudian, pada pergelangan kaki dan
pertengahan kaki penting dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
mengurangi parut jaringan lunak.
8. Medikamentosa
a. Lini Pertama : Analgesik
b. Operasi
23
Selain persoalan yang terdapat mengenai tindakan operatip pada fraktur
yang tidak stabil ada beberapa trauma pada sendi talocrural yang memang
merupakan indikasi untuk tindakan operatip, seperti :
1) Fraktur Malleolus medialis dengan interposisi jaringan lunak.
2) Diastasis syndesmosis Tibiofibular inferior (distal).
3) Fraktur Posterior marginal (VOLKMAN Striangle) daritibia, bilamana
lebih dari 1/3 permukaan sendi.
4) Fraktur Anterior marginal dari Tibia (Pronation/dorsiflexion injury).
Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting diingat bahwa
tindakan operatip pada penderita, dimana harus dijelaskan bahwa tujuannya
adalah mendapatkan sendi yang sebaik mungkin dan kemauan penderita untuk
melatih setelah operasi akan memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak.
Dengan menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun
operatip adalah suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai trauma pada
persendian talocrural dalam karangan ini telah diuraikan.
Untuk menentukan ada tidaknya cedera medial, kita dapat melakukan
eksternal rotasi disertai penekanan. Fraktur fibula biasanya ditangani dengan plat
melalui pendekatan insisi lateral (kita dapat menggunakan plat lateral atau
posterior yang bersifat antiglide). Fraktur malleolar medial dapat distabilisasi
dengan sekrup kompresi. Sebuah plat penopang dapat digunakan untuk mengatasi
fraktur vertical. Cedera sindesmosis yang bersifat tidak stabil pada tes
fluoroskopis harus ditangani dengan fiksasi sekrup sindesmosis. Fraktur terbuka
atau tidak stabil membutuhkan sebuah fiksator eksternal dengan atau tanpa
internal fiksasi.
9. Follow Up
a. Gambaran radiografi pasien harus di-follow up tiap 1-2 minggu
b. Setelah splint awal dilepaskan, pasien sebaiknya dipasangi cast below-
the-knee atau moon boot selama 4 minggu.
24
c. Setelah itu gambaran radiografi di-follow up lagi tiap 6 minggu hingga
fraktur sembuh.
10. Disposisi
11. Rujukan
Fraktur tidak stabil atau yang bergeser harus segera dirujuk ke dokter
spesialis ortopedi.
I. Prognosis
Pada umumnya fraktur pergelangan kaki dapat sembuh tanpa komplikasi
dan pasien dapat kembali beraktivitas sebagaimana biasanya.
1) Pada fraktur yang parah, lepuhan dapat timbul dan menyebabkan
gangguan pada integritas kulit.
2) Lesi tendon peroneal dapat disebabkan oleh plat posterior antiglide.
3) Piranti keras yang menyakitkan harus dilepaskan segera setelah fraktur
sembuh.
4) Sindrom kompartemen.
5) Fraktur terbuka dapat mengalami infeksi dan membutuhkan irigasi dan
deridemen
6) Nonunion,sering membtuhkan operasi fusi.
7) Malunion, kadang-kadang membutuhkan osteotomy korektif
8) Pada pasien tua memiliki tulang osteoporotik, yang menyulitkan proses
operasi.
9) Lebih rentan mengalami kerusakan kulit atau luka, dan membutuhkan
terapi khusus untuk memastikan asupan darah tetap lancar.
25
10) Artritis pasca-trauma:
a. Terjadi pada 25% pasien yang mengalami fraktur pergelangan kaki
dan membutuhkan fusi pergelangan kaki untuk mengatasinya.
b. Terjadi peningkatan jumlah pasien yang mengalami nyeri pergelangan
kaki dan arthritis yang berbanding lurus dengan panjangnya masa
follow up setelah fraktur.
11) Pengawasan Pasien
Pemeriksaan radiografi harus dilakukan tiap 2-6 minggu, tergantung pada
pola fraktur dan tanda-tanda penyembuhan.
J. Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi
26
KESIMPULAN
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah
yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture).
Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang
bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang
berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki.
Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber yang
berdasarkan pada level fraktur fibula. , Lauge Hansen dari Denmark berhasil
melakukan pembagian dari jenis-jenis trauma serta berdasarkan pembagian ini
hampir semua fraktur serta trauma dapat dibagi dalam 5 dasar mekanismenya,
yaitu : trauma supinasi / eversi, trauma pronasi / eversi, trauma supinasi / adduksi,
trauma pronasi / abduksi, dan trauma pronasi / dorsifleksi.
Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting diingat bahwa
tindakan operatip pada penderita, dimana harus dijelaskan bahwa tujuannya
adalah mendapatkan sendi yang sebaik mungkin dan kemauan penderita untuk
melatih setelah operasi akan memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak.
Dengan menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun
operatip adalah suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai trauma pada
persendian talocrural dalam karangan ini telah diuraikan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi,
Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.
2. Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar
Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.
3. Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A;
Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P.
Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.
4. Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU;
Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM;
Jakarta.1995.
5. Apley A.G. et al: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 7th
edition. Butterworth Heinemann, 1993, p. 699-712
6. Bucholz et al: Orthopaedic Decisiton Making, BC Dekker Inc. 1984 p. 62-
68
7. Fractures in Adults Charles A. Rockwood Jr. & David P. Green, 2nd ed,
1984
28