jurnal mola fix

42
TUGAS REVIEW JURNAL “MOLAR PREGNANCY” Pembimbing : dr. Sjafril Sanusi, SpOG Disusun Oleh: Selly Marchella Prestika G4A013015 Heriyanto Edy Irawan G4A013016 Muhammad Taufiqurokhman G4A013073 Bagus Sanjaya G4A014074 SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: bimaputrapratama

Post on 22-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mola hidatidosa

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Mola Fix

TUGAS REVIEW JURNAL

“MOLAR PREGNANCY”

Pembimbing :

dr. Sjafril Sanusi, SpOG

Disusun Oleh:

Selly Marchella Prestika G4A013015

Heriyanto Edy Irawan G4A013016

Muhammad Taufiqurokhman G4A013073

Bagus Sanjaya G4A014074

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2014

Page 2: Jurnal Mola Fix

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi review jurnal dengan judul :

MOLAR PREGNANCY

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian

di bagian obstetri dan ginekologi program profesi dokter

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Selly Marchella Prestika G4A013015

Heriyanto Edy Irawan G4A013016

Muhammad Taufiqurokhman G4A013073

Bagus Sanjaya G4A014074

Purwokerto, Desember 2014

Mengetahui,

Dokter Pembimbing,

dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG

Page 3: Jurnal Mola Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi

korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa merupakan

kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili korialis

plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis

terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan

displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat

sedikit pembuluh darah (Cuningham, 2006).

Mola Hidatidosa merupakan salah satu tipe penyakit trofoblas

gestasional (Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit

berasal dari sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta

pada masa kehamilan, meliputi berbagai penyakit yang berasal dari sel-sel

trofoblast yang diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola

hidatidosa parsial (Partial Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa komplit

(Complete Mola Hydatid, CMH), koriokarsinoma, mola invasif, dan

placental site trophoblastic tumors. Mola hidatidosa adalah tipe GTD

tersering ditemukan dan merupakan neoplasma jinak dari sel trofoblast

(McLennan M, 1999).

Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia,

Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di Amerika

Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa. Angka kejadian mola

hidatidosa di Amerika Serikat ialah 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000

- 1500 kehamilan. Insidensi mola di Asia dilaporkan terjadi 2 kejadian

kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di Timur Jauh bahkan tercatat 1

kejadian dalam 90 kehamilan. Kehamilan mola dapat terjadi di semua

umur wanita hamil, angka kejadian tersering adalah pada wanita hamil

berusia kurang dari 20 tahun dan berusia antara 40 sampai 50 tahun

(Bugti, 2005).

Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan amenore, hiperemesis,

perdarahan pervaginam, uterus lebih dari usia kehamilan, dan kadar b-

Page 4: Jurnal Mola Fix

hCG lebih tinggi daripada usia kehamilan normal. Pengkuretan merupakan

salah satu terapi evakuasi jaringan mola hidatidosa. Setelah dikuret kadar

β hCG akan menurun secara perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak

ditemukan lagi (Martaadisoebrat, 2005).

Page 5: Jurnal Mola Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mola Hidatidosa

1. Definisi

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh

villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa

merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari

vili korialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak.

Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai

tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,

membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola

Hidatidosa merupakan salah satu tipe penyakit trofoblas gestasional

(Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit berasal dari

sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta pada

masa kehamilan. (Cuningham, 2006).

2. Epidemiologi

Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia,

Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di

Amerika Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa. Angka

kejadian mola hidatidosa di Amerika Serikat ialah 1 kejadian

kehamilan mola dari 1.000 - 1500 kehamilan. Insidensi mola di Asia

dilaporkan terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di

Timur Jauh bahkan tercatat 1 kejadian dalam 90 kehamilan.

Kehamilan mola dapat terjadi di semua umur wanita hamil, angka

kejadian tersering adalah pada wanita hamil berusia kurang dari 20

tahun dan berusia antara 40 sampai 50 tahun (Bugti, 2005).

3. Faktor risiko

Faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia sebagai berikut

(Cuningham, 2006):

a. Usia

Page 6: Jurnal Mola Fix

Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada

awal atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat

dijumpai pada wanita berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi

lesi relatif lebih dari 10 kali lipat dibandingkan pada usia 20 sampai

40 tahun.

b. Riwayat Mola

Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 sampai

2 % kasus.

4. Patogenesis

Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast.Pada mola

hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,

melainkan berkembang menjadi keadaan patologik.Beberapa teori

yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast

yaitu (Prince S.A.etc., 2006) :

a. Teori missed abortion

embrio mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi

gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan

masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-

gelembung.

b. Teori neoplasma dari Park

Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang

abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke

dalam villi sehigga timbul gelembung.

c. Studi dari Hertig

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa

semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi

awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke

lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak

adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan

fungsinya selama pembentukan cairan.

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi (Cunningham F.G. etc, 2006) :

Page 7: Jurnal Mola Fix

1. Mola Hidatidosa Komplet (Klasik), jika tidak ditemukan janin.

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel

jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter

sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok

menggantung pada tangkai kecil.Mola hidatidosa komplet tidak

berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX

dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal.Ovum

yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid

yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2

sperma.Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti

buah anggur, dan terdapat tropoblastik hyperplasia.Mola hidatidosa

komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46xx sering, 46 xy

jarang, tapi 46xx nya berasal dari reduplikasi haploid sperma dan

tanpa kromosom dari ovum).Temuan Histologik ditandai oleh:

a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus

b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

d. Tidak adanya janin dan amnion.

2. Mola Hidatidosa Inkomplet (Parsial )

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang

berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin.Terjadi

perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian

villi yang biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh

lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak

terkena. Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari

kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid,

69xxx atau 69xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi

haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia). Mola

hidatidosa parsial / inkomplet memiliki ciri yaitu terdapat jaringan

plasenta yang sehat dan fetus .Gambaran edema villi hanya fokal

dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan

sinsitiotrofoblas.Perkembangan janin terhambat akibat kelainan

Page 8: Jurnal Mola Fix

kromosom dan umumnya, mati pada trimester pertama.Eritrosit

fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan.Vili

khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma

tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.

Mola hidatidosa sempurna Mola hidatidosa parsial

Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX atau

69, XXY)

Patologi

Fetus Tidak ada sering dijumpai

Amnion, sel darah merah

janin

Tidak ada Sering dijumpai

Edema vilus Difus Bervariasi, fokal

Proliferasi trofoblas Bervariasi, ringan sampai

berat

Bervariasi, fokal, ringan

sampai sedang

Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed Abortion

Ukuran uterus 50% lebih besar untuk

masa kehamilan

Kecil untuk masa

kehamilan

Kista theca-lutein 25-30% Jarang

Komplikasi Sering Jarang

Penyakit post mola 20 % Kurang dari 5-10 %

Tabel 2.1 karakteristik mola hidatidosa sempurna dan parsial

Page 9: Jurnal Mola Fix

5. Patofisiologi

Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan,

sebutir ovum sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba

uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba

uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40

minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis

tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam

rongga abdomen pada masa fetus (Cunningham F.G. etc, 2006).

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi

yang sempurna.Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu

demikian.Sering kali perkembangan kehamilan mendapat

gangguan.Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan

kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi

janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan

patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan,

berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai

gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Sebagian dari villi

berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih.Biasanya

tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada

janin.Gelembung itu sebesar bulir kacang hijau sampai sebesar buah

anggur .Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.Di bawah

mikroskop nampak degenerasi hidropik dari stroma jonjot, tidak

adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast.Pada pemeriksaan

kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua karus mola

susunan sex kromatin adalah wanita.Pada mola hidatidosa, ovaria

dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu

ovarium kadang-kadang pada keduanya.Kista ini berdinding tipis dan

berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran

sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan

ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista ini hilang

sendiri setelah mola dilahirkan (Cunningham F.G. etc, 2006)

Page 10: Jurnal Mola Fix

6. Penegakkan diagnosis

a. Anamnesis

Perdarahan pervaginam: Gejala yang paling sering terjadi pada

mola sempurna yaitu perdarahan pervaginam. Jaringan mola

terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus

dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar

dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini

terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa.

Hiperemesis: Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang

hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic

gonadotropin (HCG).

Hipertiroidisme: Sekitar 7% pasien juga datang dengan

takikardia, tremor, dan kulit hangat

(Goldstein, et al, 2008;Kavanagh, et al, 2007)

b. Pemeriksaan fisik

Mola sempurna: Ukuran yang tidak sesuai dengan umur

gestasi. Pembesaran uterus lebih besar daripada biasanya pada

usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola

sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh

pertumbuhan trofoblastik berlebih dan darah yang tertampung.

Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan

umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan.

Preeklampsia: Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna

mengalami toxemia ditandai oleh adanya hipertensi (tekanan

darah [BP] >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/d), dan

edema dengan hyperreflexia. Kejang jarang terjadi.

Kista teka lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter

lebih besar dari 6cm dan diikuti dengan pembesaran ovarium.

Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada pemeriksaan

bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien

biasanya mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya

peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko torsi. Kista ini

Page 11: Jurnal Mola Fix

berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan

kadarnya biasanya menurun setelah mola

Mola Parsial: Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik.

Paling sering ditemukan dengan USG. Pembesaran uterus dan

preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus. Kista

Teka lutein, hiperemesis and hipertiroidism jarang terjadi.

Mola Kembar: Gestasi kembar dengan mola sempurna dan

janin dengan plasenta normal telah dilaporkan. Kasus bayi

lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti

ini juga pernah dilaporkan. Wanita dengan gestasi normal dan

mola beresiko untuk menjadi persisten dan cenderung dapat

bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang

direkomendasikan. Kehamilan dapat dilanjutkan selama status

maternal stabil, tanpa perdarahan, tirotoksikosis, atau

hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko

dari morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar.

Diagnosis genetic prenatal melalui sampling chorionic villus

atau amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi

kariotip fetus.

Denyut jantung janin tidak dijumpai

(Goldstein, et al, 2008)

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

Kadar beta-HCG kuantitatif: Kadar HCG lebih besar dari

100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan trofoblastik

sehat dan meningkatkan kecurigaan bahwa diagnosis

kehamilan mola dapat disingkirkan. Terjadi peningkatan

kadar HCG yang lebih dari biasanya daripada yang

diperkirakan untuk tahap gestasinya.

Page 12: Jurnal Mola Fix

Darah Rutin: Anemia merupakan komplikasi medis yang

umum,

Serum inhibin A dan activin A: Serum inhibin A dan activin

A telah memperlihatkan peningkatan 7 hingga 10 kali lebih

besar pada kehamilan mola dibandingkan dari kehamilan

normal pada usia kehamilan yang sama. Adanya penurunan

inhibin A dan activin A setelah pengangkatan mola dapat

berguna untuk memonitor remisi

(Kavanagh, et al, 2007; Copeland, et al, 2007)

2) Gambaran Radiologi

Ultrasonografi merupakan baku emas untuk mengidentifikasi

baik mola sempurna maupun parsial. Gambaran khas, dengan

menggunakan teknologi USG pada umumnya, yaitu adanya

pola badai salju (Snowstorm) mengindikasikan vili korionik

yang hidropik. USG resolusi tinggi memperlihatkan adanya

massa kompleks intrauterin yang mengandung banyak kista-

kista kecil.

Ketika kehamilan mola di diagnosa, pemeriksaan thoraks x-

ray sebaiknya dilakukan. Paru-paru merupakan tempat

metastasis paling utama terjadinya tumor trofoblastik

(Kavanagh, et al, 2007; Copeland, et al, 2007)

3) Gambaran Histologik

Page 13: Jurnal Mola Fix

Mola Sempurna: Jaringan fetus tidak ditemukan dan

proliferasi trofoblastik berat, hidropik villi, dan kromosom

46,XX or 46,XY didapatkan. Sebagai tambahan, mola

sempurna memperlihatkan peningkatan ekspresi

(dibandingkan dengan plasenta normal) dari beberapa faktor

pertumbuhan termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan

c-erb B-2.

Mola Parsial: Jaringan fetus biasanya ditemukan dalam

bentuk amnion dan sel darah merah janin. Hidropik villi dan

proliferasi trofoblastic juga ditemukan.

(Kavanagh, et al, 2007; Copeland, et al, 2007)

7. Penatalaksaan

Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase:

Evakuasi mola segera dan tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi

trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum

evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan

sepintas untuk mencari metastasis. Radiografi toraks harus dilakukan

untuk mencari lesi paru.

a. Perbaikan umum

Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan

memerlukan transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok.

Disamping itu evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan.

Persiapan darah menjadi program vital pada waktu mengeluarkan

mola dengan kuretase. Pemberian ureterotonika sehingga uterus

mengecil sehingga dapat mengurangi perdarahan.

b. Evakuasi mola segera

c. Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa,

berapapun ukuran uterusnya.

Untuk mola besar, dipersiapkan darah yang sesuai. Zat dilator

serviks digunakan apabila serviks panjang, sangat padat, dan

tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dengan aman dilakukan dalam

Page 14: Jurnal Mola Fix

anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk

memasukkan kuret plastik pengisap. Setelah sebagian besar mola

dikeluarkan melalui aspirasi dan pasien diberi oksitosin, serta

myometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase secara

menyeluruh tetapi hati-hati dengan kuret tajam dan besar. Bisa

dilakukan laparotomy darurat seandainya terjadi perdarahan yang

tidak terkendali atau trauma serius pada uterus.

Histerektomi

Prosedur tindak lanjut

Tujuan utama tindakan adalah deteksi dini setiap perubahan yang

menuju keganasan. Metode umum tindak lanjut seperti berikut:

a. Mencegah kehamilan selama masa tindak lanjut minimal 1 tahun

b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu

c. Menunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar

yang meningkat atau mendatar perlu dilakukan evaluasi dan biasanya

terapi

d. Setelah kadar normal (mencapai batas bawah pengukuran)

pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan

untuk total 1 tahun

e. Tindak lanjut dapat dihentian dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun

Kadar hCG harus turun secara progresif sampai kadar yang tidak bisa

terdeteksi, karena apabila tidak berarti trofoblas menetap. Peningkatan

kadar hCG mengisyaratkan proliferasi trofoblas yang memungkinkan

keganasan kecuali wanita yang bersangkutan hamil. Apabila kadar

hCG serum mendatar atau naik, apabila tidak ada bukti penyakit di luar

uterus, dan apabila uterus tidak lagi penting untuk reproduksi di massa

mendatang, histerektomi perlu dipertimbangkan. Apabila usia dan

paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi memerlukan

kehamilan, maka histerektomi merupakan mungkin lebih dipilih

daripada kuretase isap. Histerektomi merupakan suatu tindakan yang

logis bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi

Page 15: Jurnal Mola Fix

penyakit trofoblastik ganas pada kelompok usia ini cukup besar.

Tow(1966) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia lebih dari

40 tahun dengan mola sempurna kemudian menjadi tumor trofoblastik

gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik,

histerektomi cukup banyak mengurangi kekambuhan penyakit. Namun

apabila uterus akan dipertahankan, apabila terdapat bukti radiografik

keterlibatan paru, atau terdapat metastase di vagina, pasien diberi

kemoterapi.

8. Komplikasi dan Prognosis

Mortalitas akibat mola saat ini praktis telah berkurang menjadi nol

oleh diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Pada kehamilan

mola tahap lanjut, wanita yang bersangkutan biasanya anemia dan

mengalami perdarahan akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini

dapat menyebabkan morbiditas yang serius. Selain ituhampir 20 persen

dari mola sempurna berkembang menjadi tumor trofoblastik

gestasional.

Page 16: Jurnal Mola Fix

Kehamilan Mola

Seorang wanita sehat usia 37 tahun datang dengan hamil 10 minggu disertai

perdarahan pervaginam. Pemeriksaan fisik memperlihatkan ukuran uterus sesuai

dengan umur kehamilan. Kadar hCG serum 22.000 mIU per millimeter. Pada

USG tidak memperlihatkan adanya detak jantung janing. Setelah mendapat

diagnosis klinis missed abortion, pasien menjalani pengangkatan rahim; hasil

pemeriksaan patologis mengindikasikan mola kehamilan komplit. Bagaimana

seharusnya kasus ini di atasi?

I. Masalah Klinis

Kehamilan mola dibagi menjadi dua, mola parsial dan komplit, yang bisa

dibedakan oleh penampakan morfologis dan pemeriksaan histopatologi dan

berdasarkan pola kromosom. Mola komplit tidak ditemui jaringan embrionik

atau janin. Pada vili korionik, trofoblas bersifat difus dan mengalami

hyperplasia dan pembengkakan, dan trofoblas pada tempat implantasi bersifat

difus, atipia jelas. mola komplit biasanya mempunyai kariotip 46,XX dan

kromosom mola diturunkan dari ayah. Kebanyakan mola komplit

kromosomnya bersifat homozigot dan tumbuh dari ovum kosong yang

dibuahi oleh sperma haploid (23X), kemudian memperbanyak kromosomnya

sendiri, Kromosom pada mola komplit berasal dari ayah, DNA mitokondria

berasal dari ibu.

Berbeda dengan mola komplit, mola parsial mempunyai karakteristik pada

ciri patologis berikut: vili korionik bervariasi besarnya dan mengalami

pembengkakan dan hyperplasia trofoblas fokal; atipia ringan bersifat fokal

pada trofoblas di tempat implantasi; vili yang jelas dan berkelok kelok dan

inklusi stroma trofoblas yang jelas; dan terdapat jaringan embrio atau janin.

Mola parsialbiasanya mempunyai kariotip triploid yang berkembang setelah

pembuahan pada ovum normal oleh dua sperma. Setelah janin dengan mola

parsial teridentifikasi, biasanya terdapat kelainan kongenital yang

berhubungan denga triploid seperti sindakliti dan bibir sumbing.

Mola komplit bisa didiagnosis pada trimester kedua, dengan tanda dan

gejala tertentu umumnya adalah ukuran uterus yang sering membesar lebih

Page 17: Jurnal Mola Fix

cepat dari biasanya, anemia, toksemia, hyperemesis, hipertiroidisme, dan

kegagalan nafas. Bagiamanapun presentasi klinis dan karakteristik patologis

dari mola komplit berubah sepenuhnya pada lebih dari dua decade. Pada

beberapa kasus antara tahun 1965 sampai 1975 di New England

Trophoblastic Disease Center, pada rerata kehamilan usia 16,5 minggu,

frekuensi gejala yang ada seperti pembesaran ukuran uterus yang berlebih

sebanyak 51%, anemia 54%, toksemia 27%, hyperemesis 26%,

hipertiroidisme 7%, dan kegagalan pernapasan 2 %.

Dengan tersedianya tes yang akurat dan sensitive untuk mendeteksi kadar

hCG dan penggunaan ultrasonografi, penegakan diagnosis sekarang bisa

dibuat pada trimester pertama, bahkan sebelum timbulnya tanda dan gejala

klasik. Untuk contoh, pada beberapa kasus yang didiagnosis antara tahun

1988 sampai 1993, rerata umur kehamilan pada saat diagnosis adalah 11,8

minggu. Pembesaran uterus berlebih, anemia, toksemia, dan hyperemesis

dideteksi ,berturut-turut, hanya 28 %, 5%, 1%, dan 8% pada pasien, dan tidak

ada pasien yang mempunyai gejala hipertiroidisme dan kegagalan

pernapasan. Insiden perdarah pervaginam sebagai gejala juga menurun dari

97% pada kasus-kasus awal menjadi 84% pada kasus-kasus terakhir.

Pasien dengan mola parsial biasanya datang dengan tanda dan gejala dari

missed aborsi atau inkomplit, termasuk perdarahan pervaginam dan ukuran

uterus kecil atau sesuai dengan usia kehamilan, dibanding dengan tampilan

klasik pada mola komplit. Gejala dan usia kehamilan pada diagnosis mola

parsial, tidak seperti diagnosis pada mola komplit, tidak berubah pada

beberapa tahun terakhir.

Tampilan patologis mola komplit pada trimester pertama juga kurang bisa

teridentifikasi disbanding mola komplit pada trimester kedua. Beberapa kasus

dibandingkan temuan patologis pada 23 mola komplit didiagnosis antara

tahun 1994 dan 1997, dengan rerata usia kehamilan 8,5 minggu, dengan 20

riwayat terdiagnosis mola komplit antara tahun 1969 dan 1975, dengan rerata

usia kehamilan 17 minggu. Kasus terbaru, dibandingkan dengan kasus lama,

memiliki diameter villus lebih kecil (5,7 mm vs 8,2 mm). Selain itu juga

mempunyai lingkar hyperplasia trofoblastik lebih kecil (39% vs 75%) dan

Page 18: Jurnal Mola Fix

nekrosis (22% vs 54%) dan lebih banyak memiliki villus stroma primitive

(70% vs 10%). Neoplasia persisten bisa berkembang pada mola parsial

maupun komplit dan membutuhkan kemoterapi.

II. Strategi dan Bukti

Diagnosis

Pemeriksaan Ultrasonografi

Karena kehamilan mola komplit ditandai dengan adanya pembengkakan vili

korionik, pada ultrasonografi, menemukan pola versikuler mempunyai makna

kuat dalam diagnosis. Dibandingkan dengan mola komplit yang didiagnosa

sebelumnya, mola komplit yang didiagnosa pada trimester pertama

memperlihatkan kavitas yang lebih sedikit dan villi yang lebih kecil.

Meskipun demikian, ultrasonografi masih dapat digunakan untuk mendetekss

banyak kasus. Seperti pada laporan 24 kasus mola komplit pada trimester

pertama (rerata usia kehamilan 8,7 minggu), 17 kasus (71%) terdiagnosis

secara tepat oleh pemeriksaan ultrasonografi. Temuan pada ultrasonografi

yang tidak masuk dalam karakteristik kehamilan mola biasanya disangka

missed aborsi. Kenaikan kadar hCG serum pada pemeriksaan ultrasonografi

bisa membantu membedakan mola komplit awal dengan missed aborsi.

Meskipun demikian, diagnosis pastinya tetap membtuhkan konfirmasi dari

seorang patologis.

Mola parsial juga dihubungkan dengan karakteristik temuan ultrasonografi.

Seperti temuan yang diperlihatkan secara signifikan berhubungan dengan

adanya mola parsial seperti perubahan kistik fokal pada plasenta dan rasio

tranversal ke anteroposterior pada kantung amnion yang lebih dari 1,5;

temuan terakhir bisanya berhibungan dengan triploid. Pada salah satu studi,

ketika temuan keduanya ada, nila prediksi untuk mola parsial sebanyak 87%

meskipun temuan tersebut tidak divalidasi.

Pengukuran hCG

Page 19: Jurnal Mola Fix

Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami hyperplasia pada

kehamilan molar, adanya mola komplit ditandai dengan peningkatan nilai

hCG. Kadar hCG yang lebih dari 100.000 mIU per milliliter sebelum

evakuasi telah di amati pada 30 dari 74 pasien dengan mola komplit (41%)

dalam suatu studi dan 70 dari 153 pasien dengan mola komplit (46%) yang

diikuti di New England Trophoblastic Disease Center.

Dibandingkan dengan mola komplit, mola parsial mempunyai karakteristik

hyperplasia trofoblas yang lebih sedikit. Sehingga, pasien dengan mola

parsial datang tidak pasti mengalami pemingkatan kadal hCG. Telah

dilaporkan kadar hCG serum lebih dari 100.000 mIU per milliliter pada 2 dari

30 pasien dengan mola parsial. Begitu juga, hanya 1 dari 17 pasien dengan

mola parsial pada studi lain yang mencatatkan kadar hCG urin yang lebih dari

300.000,IU permililiter.

Tantangan pada diagnosis patologi

Kesempatan untuk deteksi dini dan evakuasi dari mola komplit telah

membuat diagnosis patologi mendapat tantangan lebih. Mola komplit awal

mempunyai morfologi yang kurang jelas yang bisa membuat kesalahan

klasifikasi sebagai mola parsial atau aborsi hidrofik non mola.

Diagnosis patologi yang tepat didapatkan dari penggunaan sitometri untuk

menentukan ploidy(mola diploid atau triploid) dan melalui penilaian dari

biomarker dari produk gen dari ayah dan ibu. Pada mola komplit dan aborsi

hidrofik diploid, sedangkan mola parsial umumnya triploid. Biomarker yang

mengambil keuntungan dari gen yang tercetak untuk membedakan mola

komplit dari kehamilan lain yang bisa diidentifikasi.Karena mola komplit

umumnya tidak mempunyai kromosom ibu, produk cetakan gen ayah, yang

normalnya diekspresikan oleh hanya kromosom ibu, seharusnya tidak ada.

Sebagai contoh, pada mola komplit, nucleus dari stroma villi dan sel

sitotrofoblas tidak mengekpresikan p57 atau PHLDA2 (Pleckstrin homology-

like domain, family A, member 2), dimana tercetak dari ayah, produk gen

ekspresi dari ibu, meskipun demikian semua kehamilan lainnya, termasuk

Page 20: Jurnal Mola Fix

moa parsial, di karakteristikkan oleh nuclear immunostaining pada sel ini.

Jadi, mola komplit merupakan diploid dan negative untuk p57 dan PHLDA2,

aborsi hidrofik diploid dan positif untuk p57 dan PHLDA2, dan mola parsial

umumnya triploid dan positif untuk p57 dan PHLDA2.

III. Manajemen

Pasien yang sudah terdiagnosis kehamilan mola harus dievaluasi untuk

melihat potensi komplikasi medis yang terjadi seperti anemia, toksemia, atau

hipertiroidisme. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan fisik dan

laboratorium lengkap, termasuk golongan darah, hematokrit, evaluasi tiroid,

hati, dan fungsi ginjal.

Setelah komplikasi medis telah ditangani, keputusan harus dibuat mengenai

metode terbaik untuk dilakukan evakuasi. Kuret hisap adalah metode optimal

evakuasi, terlepas dari ukuran uterus, pada pasien yang ingin

mempertahankan fungsi reproduksi, karena mengakibatkan risiko signifikan

yang lebih rendah dari perdarahan yang berlebihan, infeksi, dan

mempertahankan jaringan molar dibandingkan metode yang melibatkan

induksi dengan oksitosin atau prostaglandin. Karena antigen RhD berada di

dalam trofoblas, pasien dengan golongan darah Rh-negatif harus menerima

Rh globulin imun pada saat evakuasi rahim. Pasien yang telah selesai atau

tidak memiliki kepentingan untuk melahirkan dapat dilakukan histerektomi.

Meskipun histerektomi akan mencegah perkembangan invasi secara lokal,

tetapi tidak akan menghilangkan penyakit yang metastasis. Oleh karena itu,

memantau kadar hCG masih diperlukan untuk memastikan bahwa neoplasia

yang menetap tidak akan berkembang.

IV. Neoplasia yang menetap setelah Kehamilan Mola

Neoplasia trofoblas gestasional nonmetastatic atau metastasis dapat

berkembang pada kehamilan mola lengkap atau parsial. Neoplasia

nonmetastatic terjadi ketika jaringan molar atau koriokarsinoma menyerang

dinding rahim dan tidak ada bukti penyakit luar rahim, sedangkan penyakit

metastasis menyebar di luar rahim. Pada tahun 2002, Federasi Internasional

Ginekologi dan kebidanan membuat kriteria baru untuk diagnosis neoplasia

yang menetap setelah kehamilan mola Kriteria ini meliputi kadar serum hCG

Page 21: Jurnal Mola Fix

yang tidak kembali ke kisaran normal setelah evakuasi, bukti adanya

metastasis, dan diagnosis patologis koriokarsinoma , salah satu dari yang

menetapkan diagnosis neoplasia yang menetap

Insiden kehamilan neoplasia trofoblas setelah kehamilan molar lengkap di

Amerika Serikat telah dilaporkan 18 sampai 29% dan belum terpengaruh oleh

diagnosis dini dan pengobatan mola lengkap. Di pusat kami, setelah evakuasi

mola sempurna, invasi uterus lokal didiagnosis pada 15% pasien, dan

metastasis didiagnosis pada 4% dari patients. Kemoterapi telah terbukti

sangat efektif dalam pengobatan baik penyakit nonmetastatic dan metastasis ,

dengan tingkat kesembuhan berkisar antara 80 dan 100%, tergantung pada

tingkat penyakit.

Gambaran klinis tertentu untuk memprediksi tumor setelah kehamilan mola.

antara 858 pasien dengan mola sempurna yang diikuti di pusat kami, tumor

persisten setelah evakuasi secara signifikan lebih mungkin di antara mereka

yang ditandai dengan tanda-tanda proliferasi trofoblas (41% dari total

kohort), termasuk tingkat hCG yang lebih besar dari 100.000 mIU per

mililiter, ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya,

dan teka lutein kista ovarium lebih besar dari 6 cm, dibanding mereka yang

tidak ditemukan klinis ini. Tingkat invasi uterus berikutnya antara pasien

dengan tanda-tanda proliferasi trofoblas adalah 31,0%, dibandingkan dengan

3,4% di antara pasien tanpa tanda-tanda ini, dan tingkat metastasis adalah

8,8% dibandingkan dengan 0,6%. Oleh karena itu, pasien dengan mola

sempurna yang nyata kadar hCG dan uterus abnormal besar sebelum evakuasi

dikategorikan sebagai berisiko tinggi untuk neoplasia trofoblas gestasional

berikutnya.

Risiko yang dilaporkan mengenai perkembangan kehamilan neoplasia

trofoblas setelah kehamilan mola parsial berkisar 0-11%. kehamilan

neoplasia trofoblas dilaporkan di 73 dari 7155 pasien dengan mola parsial

dari 10 pusat (1,0%) dan 22 dari 390 pasien di pusat kami (5,6%); dalam seri

kasus kami, gejala klinis pada tidak mepresentasikan perbedaan antara pasien

yang berisko terkena tumor dengan yang tidak berisiko.

V. Monitoring kadar hCG setelah evakuasi Mola

Page 22: Jurnal Mola Fix

Setelah evakuasi, kadar hCG serial harus dipantau pada pasien dengan

kehamilan mola lengkap atau parsial sebagai fasilitas untuk deteksi dini

neoplasia persisten trofoblas gestasional. Untuk memastikan bahwa pasien

sudah lengkap, remisi berkelanjutan, tes hCG sering dilakukan setiap minggu

sampai terdeteksi (<5 mIU per mililiter) selama 3 minggu, dengan

pemeriksaan bulanan berikutnya sampai tingkat telah terdeteksi selama 6

bulan. Data dari beberapa pusat untuk beberapa ribu wanita dengan

kehamilan mola menunjukkan bahwa setelah tingkat hCG menjadi tidak

terdeteksi, elevasi berulang dilakuakan dalam waktu kurang dari 1% dari

pasien. Waktu kambuh belum secara khusus ditunjukkan dalam sebagian

besar pasien ini. Dalam satu seri yang melibatkan 4.754 pasien dengan tahi

lalat, 27 (0,6%) memiliki kambuh setelah tes setidaknya satu hCG

menunjukkan tingkat tidak terdeteksi (<5 mIU per mililiter dalam serum atau

<25 mIU per mililiter dalam urin) dalam delapan seri klinis yang diterbitkan

sejak tahun 2004, hanya 2 dari lebih dari 2000 pasien dengan kehamilan mola

memiliki tumor persisten setelah kadar serum hCG telah menjadi tidak

terdeteksi. Data ini menunjukkan bahwa kemungkinkan untuk memperpendek

periode pemeriksaan hCG tindak lanjut setelah evakuasi mola tanpa

mengorbankan keselamatan pasien.

Karena terjadinya kehamilan yang baru akan mengganggu pemeriksaan

tindak lanjut dari kadar hCG, pasien dengan kehamilan mola sangat

disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan selama

seluruh interval monitoring hcg. alat kontrasepsi dalam rahim tidak boleh

dimasukkan sebelum gonadotropin remisi karena risiko perforasi rahim

apabila adanya tumor. Penggunaan metode penghalang baik kontrasepsi atau

kontrasepsi oral harus dianjurkan setelah evakuasi. Meskipun data terbatas

telah disarankan bahwa penggunaan kontrasepsi oral sebelum gonadotropin

remisi dapat dikaitkan dengan peningkatan dengan 2-3 faktor seringnya tumor

muncul setelah kehamilan mola, dibandingkan dengan frekuensi antara

wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral , uji coba secara acak yang

lebih baru tidak menunjukkan peningkatan risiko kehamilan neoplasia

trofoblas setelah kehamilan mola dengan penggunaan kontrasepsi ini. Selain

Page 23: Jurnal Mola Fix

itu, beberapa studi observasional lain juga menunjukkan tidak ada hubungan

yang signifikan antara penggunaan oral setelah kehamilan mola

VI. Kehamilan berikutnya

Setelah kehamilan mola, pasien dan pasangannya sering mengungkapkan

kekhawatiran tentang potensi untuk mengalami kehamilan mola dalam waktu

yang akan datang. Kasus series menunjukkan bahwa kebanyakan pasien

dengan kehamilan mola yang kemudian hamil akan memiliki kehamilan

normal, tetapi ada peningkatan risiko kehamilan mola lain. risiko mutlak

bahwa kehamilan berikutnya akan menjadi kehamilan mola adalah sekitar 1%

setelah satu mola dan sekitar 15 sampai 18% setelah dua mola.

Karena peningkatan risiko penyakit mola, pemeriksaan ultrasonografi

dianjurkan pada trimester pertama kehamilan berikutnya untuk

mengkonfirmasi bahwa kehamilan adalah normal. Hal ini dianggap aman

bagi pasien untuk mencoba hamil setelah pemeriksan hCG tindak lanjut telah

selesai.

VII. Area Ketidakpastian

Periode diperlukan pengujian hCG tindak lanjut setelah evakuasi mola masih

belum jelas. Penggunaan kemoterapi profilaksis pada saat evakuasi juga

masih belum jelas. Dalam dua uji acak, kemoprofilaksis pada pasien dengan

risiko tinggi lengkap kehamilan mola mengakibatkan penurunan yang

signifikan dalam kejadian neoplasia persistent trofoblas gestasional (14%

untuk kedua studi, dibandingkan 47% dan 50% di antara pasien yang tidak

menerima kemoprofilaksis). Penggunaan kemoprofilaksis pada pasien dengan

resiko tinggi mola lengkap umumnya dianggap dalam keadaan sesuai

kenyataan di mana pemeriksaan hcg tindak lanjut tersedia atau penting bagi

pasien.

VIII. Pedoman

The American College of Obstetricians dan gynecology (ACOG) telah

merekomendasikan bahwa setelah evakuasi mola, kadar hCG serum harus

dipantau setiap 1 sampai 2 minggu pada semua pasien sementara tingkat

yang tinggi dan kemudian pada interval bulanan untuk tambahan 6 bulan

Page 24: Jurnal Mola Fix

setelah tingkat menjadi tidak terdeteksi (<5 mIU per mililiter). The

International Federation of Gynecology dan Obstetricians telah menetapkan

pedoman berikut untuk diagnosis tumor persisten setelah kehamilan mola:

empat atau lebih pengukuran tingkat hCG yang menunjukkan dalam nilai-

nilai di atas periode minimal 3 minggu, peningkatan tingkat hCG dari 10%

atau lebih dalam tiga atau lebih pengukuran selama minimal 2 minggu,

analisi munculnya koriokarsinoma secara histologis dan kadar hCG

terdeteksi 6 bulan setelah evakuasi mole.

IX. Kesimpulan dan rekomendasi

Wanita dijelaskan dalam ilustrasi yang disajikan dengan tanda-tanda dan

gejala pada trimester pertama keguguran kandung. Dia tidak memiliki

keistimewaan dalam kehamilan mola (misalnya, rahim yang lebih besar dari

yang sesuai untuk usia kehamilan, ditandai peningkatan kadar hCG, dan

penampilan karakteristik mola pada pemeriksaan ultrasonografi); tidak

adanya temuan yang umum bahwa kehamilan mola biasanya didiagnosis

pada pertama trimester. Dalam kasus di mana temuannon diagnostik secara

histologi, penggunaan flow cytometry untuk menentukan ploidy (umumnya

triploid pada mola lengkap) dan immunostaining untuk maternal

diungkapkan melalui produk gen (mola lengkap adalah p57 negatif dan

PHLDA2) dapat memfasilitasi diagnosis patologis yang akurat.

Kuret hisap dianjurkan untuk evakuasi, setelah kadar hCG seri harus

diukur pada semua pasien dengan kehamilan mola untuk memastikan

kembali ke tingkat tidak terdeteksi, yang menunjukkan remisi lengkap. The

ACOG saat ini merekomendasikan kelanjutan dari pengujian tindak lanjut

selama 6 bulan setelah tingkat menjadi tidak terdeteksi, tetapi risiko

kekambuha tidak terdeteksi sangat rendah (<1%), dan ada kemungkinan

bahwa durasi ini tindak lanjut bisa dengan aman disingkat. Pasien harus

diinstruksikan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan

selama Seluruh interval monitoring hCG; Data menunjukkan bahwa

penggunaan kontrasepsi oral aman selama periode ini. Pasien harus

diyakinkan bahwa, meskipun ada sedikit peningkatan risiko dari kehamilan

Page 25: Jurnal Mola Fix

mola berikutnya setelah satu kehamilan mola, dalam banyak kasus,

kehamilan berikutnya dapat menjadi normal.

Tidak ada potensi konflik kepentingan yang relevan dengan artikel yang

dilaporkan

Page 26: Jurnal Mola Fix

BAB III

KESIMPULAN

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi

korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa merupakan

kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili korialis plasenta

dan biasanya tidak disertai fetus yang intak.Pada mola hidatidosa kehamilan tidak

berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi

keadaan patologik.

Beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari

penyakit trofoblast yaitu Teori missed abortion, Teori neoplasma dari Park dan

Studi dari Hertig. Mola hidatidosa terbagi menjadi mola parsial dan komplit.

Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan

pervaginam.Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Sekitar 7%

pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan ukuran uterus yang tidak sesuai dengan umur gestasi, toxemia

ditandai oleh adanya hipertensi, kista teka lutein, denyut jantung janin tidak

dijumpai. Selain itu kadar HCG lebih besar dari 100,000 mIU/mL dan terus

meningkat. Ultrasonografi merupakan baku emas untuk mengidentifikasi baik

mola sempurna maupun parsial.

Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase; Evakuasi mola segera dan

tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan

keganasan.Hampir 20 persen dari mola sempurna berkembang menjadi tumor

trofoblastik gestasional.

Page 27: Jurnal Mola Fix

DAFTAR PUSTAKA

Bugti QA, Baloch N, Baloch MA. Gestational Trophoblastic Disease in Quetta.

Pakistan J. Med. Res. 2005; 44(2): 92-5

Cuninngham. FG., Gant NF., Leveno KJ., Gilstrap LC., Hauth JC., Wenstrom

KD. 2006.Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional pada Obstetri

Williams. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Cunningham F. Gerry, Gant Norman F, Leveno Kenneth J, et al. 2005.Obstetri

Williams. Dalam: Bagian VIII Gangguan Plasenta Bab.32 Penyakit dan

kelainan plasenta. Jakarta: EGC. Hal.931-9

Copeland L. J., Landon M. B.. Malignant diseases and pregnancy. Obstetrics -

Normal and Problem Pregnancies. 5th edition; Elsevier Churchill

Livingstone; Philadelphia, 2007

Goldstein D. P., Berkowitz R. S.; Gestational trophoblastic disease. 4th edition;

Elsevier Churchill Livingstone; Philadelphia; 2008.

Kavanagh J. J., Gershenson D. M., Gestational trophoblastic disease:

Hydatidiform Mole, Nonmetastatic and Metastatic Gestational

Trophoblastic Tumor: Diagnosis and Management; Comprehensive

Gynecology. 5th edition; Mosby Elsevier; Philadelphia, 2007.

Martaadisoebrata D. Mola hidatidosa dalam Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit

Trofoblas Gestasional, EGC, Jakarta, 2005; 7–41.

McLennan M.K. Molar pregnancy (hydatidiform mole; gestational trophoblastic

disease. JANVIER 1999; 45: 49-62

Price SA., Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit

Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.