jurnal dr. herke partikulat melayang

21
HUBUNGAN ANTARA KADAR PARTIKULAT MELAYANG (PM 10) DI DALAM DEBU UDARA AMBIEN DENGAN KEJADIAN GEJALA PENYAKIT SALURAN PERNAPASAN Devi M. Simatupang 0961050 Rinaldo Silaen 0961050122 Gabriela Enneria Sibarani 0961050124 Ni Putu Surya Diana 0961050

Upload: kadek-widhiana-utami

Post on 23-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

za

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA KADAR PARTIKULAT MELAYANG (PM 10) DI DALAM DEBU UDARA AMBIEN DENGAN KEJADIAN GEJALA PENYAKIT SALURAN

PERNAPASAN

Devi M. Simatupang 0961050

Rinaldo Silaen 0961050122

Gabriela Enneria Sibarani 0961050124

Ni Putu Surya Diana 0961050

Pendahuluan

Pengelompokan debu (partikulat) oleh WHO:< 10 μm> 10 μm

Debu < 10 μm disebut Respirable Particulate Matter (RPM) / Particulate Matter 10 mikron (PM10)

PM10 berbahaya untuk saluran pernapasan karena dapat merusak paru

Tujuan

Umum:

Mendapatkan gambaran hubungan kadar PM10 di dalam debu udara ambien sekitar pabrik semen terhadap kejadian gejala penyakit saluran pernapasan pada masyarakat di sekitar pabrik

Khusus:

Mengetahui kadar partikel debu berukuran 10 mikron di dalam debu udara ambien sekitar pabrik semen pada jarak tertentu dari sumber pencemar dan mengkaji bagaimana hubungannya dengan tingkat kejadian gejala penyakit saluran pernapasan yang ada di masyarakat sekitar pabrik

Mengetahui hubungan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan yang ada dengan kadar PM10 dalam debu udara ambien sekitar pabrik sebagai pajanan utama dengan dikontrol oleh faktor-faktor yang mempertinggi tingkat pemajanan debu

Memperoleh gambaran tentang kondisi kesehatan lingkungan hunian dalam kaitannya sebagai faktor yang mengontrol hubungan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan dengan pajanan utamanya

Metodologi

Menggunakan rancangan cross sectional, bersifat penelitian ekologik

Lokasi: Kecamatan Cileungsi, Gunung Putri dan pabrik semen PT Semen Cibinong

Waktu: November – Desember 1997

Titik sampling dimulai pada titik paling dekat dengan pabrik dan sesuai arah dispersi pencemarnya, yaitu di sekitar cerobong dan pada jarak 500m, 1000m, 2000m dan 3000m dari cerobong

Untuk menggali kejadian gejala penyakit saluran pernapasan menggunakan metode wawancara dengan kuesioner

Sebaran kuesioner sesuai titik sampling debu, menggunakan α = 5%, presisi 10% dan ditambah 20% antisipasi responden yang gugur

Rumus jumlah sampel:

n = Z α2 p (1-p)

d2

Jumlah responden: 120

Analisis menggunakan paket program SPSS melalui tahap analisis univariat, bivariat dan multivariat

Uji statistik menggunakan regresi linier dan regresi logistik

n = sampel minimum yg dibutuhkan

Zα = nilai baku distribusi normal (dengan α = 5%) (1.96)

d = derajat akurasi/presisi mutlak (10%)

p = proporsi variabel dependen dan variabel independen pada penelitian sebelumnya

Hasil Hasil pengukuran kadar debu yang terukur

sebagai PM10 yang terukur di masing-masing lokasi adalah sebagai berikut.

Hubungan antara kadar PM10 dengan prevalensi kejadian gejala penyakit saluran pernapasan pada penduduk sekitar pabrik semen dengan dengan analisis bivariat regresi linier diperoleh seperti tabel berikut.

Hasil wawancara dengan 113 responden di sekitar lokasi pengukuran PM10 menunjukkan 79,6% responden mengeluhkan 1 atau lebih dari 6 gejala penyakit saluran pernapasan, sedangkan sisanya (20,4%) tidak mengeluhkan gejala apapun, seperti yang terlihat pada tabel berikut.

DISKUSI1. Dari analisis statistik secara regresi linier dapat diketahui suatu

hubungan, makin tinggi kadar PM10, makin besar pula prevalensi gejala penyakit saluran pernafasan.

2. Lokasi yang terdekat dengan pabrik mempunyai prevalensi lebih tinggi dari lokasi yang lebih jauh dari pabrik, yakni sampel yang diambil hanya sampai jarak pemukiman 3000m dari pabrik.

3. Kadar PM10 yang dinilai bermakna itu harus mempunya dampak terhadap kesehatan pada setiap kenaikan sebesar 70µg/m³ (Xianren, 1993). Kadar PM10 yang terukur itu melebihi angka ambang batas adalah sampai jarak 2000m dari cerobong, sedangkan jarak 300m termasuk sudah berada dibawah ambang batas.

4. Meskipun kadar debu dibawah ambang batas, pajanan terus menerus dalam konsentrasi rendah, tetap dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (WHO1979: 99 - 148,5µg/m³).

5. Dari 113 responden yang diwawancara, sebanyak 79,6% mengeluhkan gejala penyakit saluran pernafasan dan sisanya mengaku tidak mengeluhkan apa-apa. Hasil ini didorong dengan analisis statistik regresi logistik.

6. Interpretasi : jika pajanan PM10 sebesar 108,18Hg/m³, lama tinggal penduduk rata-rata 20 tahun, jenis pekerjaan mayoritas tidak berhubungan dengan debu, masa kerja rata-rata 7 tahun, merokok dan rumah tidak padat penghuni, maka kemungkinan menderita gejala penyakit saluran pernafasan yakni sebesar 66,49%.

7. Kebermaknaan statistik ini didukung secara substansial, data proporsi penyakit yang ditemukan dilapangan dan dari nilai rentang 95% CI untuk odds ratio.

DISKUSI

KESIMPULAN

Pertama

• Terdapat hubungan linier antara kadar PM10 udara ambien pada pabrik dengan kejadian gejala penyakit saluran pernafasan.

• Kadar PM10 yang terukur bernilai 108,18µg/m³. Prevalensinya diprediksi bernilai 13,81%.

Kedua

• Penelitian terhadap seseorang yang menderita gejala penyakit saluran pernafasan sebanyak 66,49% sudah disurvey berdasarkan hubungan dengan lama tinggal, jenis pekerjaan, masa kerja, merokok dan kepadatan penghuni rumah.

• Terdapat hubungan bermakna antara variabel lama tinggal dan masa kerja dengan kejadian gejala penyakit saluran pernafasan sekitar pabrik.

Ketiga

• Faktor penting dalam mengontrol hubungan kadar PM10 dengan angka kejadian gejala penyakit saluran pernafasan adalah kepadatan penghuni rumah.

TERIMA KASIH