jurnal dpt yola

Upload: karisma-aditya-wardani

Post on 12-Jul-2015

171 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    1/12

    PENERAPAN POLA PENGELOLAAN BUT AN TERPADU (PHT) UNTUKPENGENDALIAN HAMA INGER-INGER (Neotermes tectonae Damm) PADA

    BUTAN TANAMAN JATI DI TIMORThe Application of Integrated Forest Management Pattern for Managing Inger-Inger

    (Neotennes tectonae Darum) Pest in Timorese Teak ForestI Komang Surata

    Balai Penelitian Kehutanan KupangJI. Untung Surapati No.7 (Belakang) P.O. Box 69 Kupang, Telp.0380-823357

    e-mail: [email protected] masuk : 3 Juni 2008 ; Naskah diterima : 13 Oktober 2008

    ABSTRACT

    Establisment ofteakforest in Timor, in East Nusa Tenggara Province through Industrial Forest Plantation,reforestation and replantation programs is characterized by a single exotic plant species (monoculture) withrelatively equal age, grown on a large scale. Such development of monoculture teak forest will not support abalanced ecosystem level and is prone to attack by pests and diseases. Pest and disease control using onlypesticides as a long-term choice may result in negative impacts such aspest and disease resistance. The residueof the pesticides can also badly influence human health and the ecosystem. Pest management using onlypesticide is not the only possible, correct way. To decide an appropriate management technique, some factorsneed be examined comprehensively, paying attention to ecological, economic, and health values through aprogram that is known as Integrated Pest Management (IPM). IPM utilizes appropriate managementtechiques, that consider cultural, mechanical, physical, and biological factors, while still taking intoconsideration the ecological, economic, and cultural aspects of the local community to create a sustainable,eco-friendly plantation system. Integrated Pest Management pattern can be used to manage the pests that havebeen found attacking teak plantation in Timor island. One of the main pests that attack teak trees in Hafit,Kupang Distric, Timor island, is inger-inger (Neotermes tectonae Damm.). The pest attacks 2 3. 7 8% of the teaktrees. Its attack damages the stem, degrading wood quality and hampering plant growth. The implementationstrategies ofIPM pattern recommended in this case are sanitation spacing, byfelling attacked trees, biologicalmanagement using natural enemies of Neotermes tectonae,while the use of biological pesticide is the lastalternative.Key words: Integreted pest management, teak, Neotermes tectonae Damm, sanitation thinning

    ABSTRAKPengembangan hutan tanaman jati di Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui program

    Rutan Tanaman Industri (RTI), reboisasi, dan penghijauan dicirikan oleh: satu jenis tanarnan (monokultur),berumur hampir sarna pada skala yang agak luas, dan bukan merupakan tanaman asli daerah setempat(eksotik). Pengembangan komunitas hutan tanaman jati seperti itu tidak akan dapat berkembang pada tingkatkeseimbangan ekologis yang stabil, sehingga sangat rentan terhadap kerusakan hama dan penyakit.Pengendalian hama dan penyakit dengan hanya menggunaan pestisida sebagai pilihan utama dalam jangkapanjang dapat berdampak negatif seperti resistensi hama dan penyakit, residunya yang membahayakan

    33

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    2/12

    Tekno Hutan TanamanVol .1 No.1, November 2008, 33 - 44

    kesehatan manusia dan gangguan terhadap ekologi. Pengendalian hama dengan pestisida bukanlah satu-satunya cara yang tepat. Pilihan teknik pengendalian yang baik harus dilihat secara komprehensif denganmemperhatikan nilai-nilai ekologis, ekonomi, dan kesehatan secara utuh melalui program yang kini dikenaldengan Pengelolaan Hama Terpadu (PRT) atau Integrated Fest Management (rPM). Pengelolaan HamaTerpadu merupakan program pengendalian hama tanaman secara terpadu dengan memanfaatkan berbagaiteknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik, dan hayati) dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonorni, dan budaya masyarakat setempat untuk menciptakan suatu sistem pertanamanyang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Teknik pengendalian hama yang dewasa ini menyerang tanamanj ati di pulau Timor dapat dilakukan dengan pola PHT. Salah satu jenis harna utama yang menyerang tanamanjati di Hafit, Kabupaten Kupang pulau Timor adalah Neotermes tectonae Damn (inger-inger). Prosentaseserangannya rata-rata 23,78 persen. Serangan hama ini merusak batang sehingga menurunkan kualitaskayu dan pertumbuhan tanaman. Strategi penerapan pola PHT yang disarankan dalam pengendalian hama iniadalah dengan melakukan penjarangan sanitasi, yaitu dengan menebang pohon-pohon yang terserang,pengendalian secara biologis dengan penggunaan musuh alami dan pilihan terakhir dengan pestisida nabati.Kata Kunci : Pengelolaan hama terpadu,jati, inger-inger, penjarangan sanitasi

    I. PENDAHULUAN

    Permasalahan perlindungan hutan tanaman semakin menarik perhatian untuk dipecahkan setelahbanyak dibangun hutan tanaman yang cukup luas baik di Jawa maupun di Iuar Jawa. Di Timor Barat,Propinsi Nusa tenggara Timur (NTT) pengembangan hutan tanaman jati secara luas teIah dilakukan melaluiprogram Rutan Tanaman Industri (HTI) oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur sejak tahun 1987-1997,reboisasi dan penghijauan (RKm, Rutan Rakyat) oleh Dinas Kehutanan Kabupaten sejak tahun 1950-sekarang. Sampai tahun 2005 tercatat luasan pengembangan hutan tanaman jati telah mencapai 466.532 ha(Perum Perhutani, 1997, Dinas Kehutanan NTT, 2005 ).

    Pengembangan Rutan Tanaman jati di NTT dicirikan oleh: satu jenis tanaman (monokultur), bukantanaman asli setempat, dan berumur hampir sarna pada luasan skala yang agak luas. Komunitas tanamanjatiseperti itu tidak akan dapat berkembang pada tingkat keseimbangan ekologis yang stabil, sehingga sangatrentan terhadap kerusakan hama dan penyakit. Intari (1995) melaporkan bahwa banyak hutan tanamanyang dibangun di Indonesia dengan pola pertanaman monokultur dengan sebaran penanaman yang luasmengalami kerusakan oleh serangan hama penyakit. Tingginya peluang kerusakan hutan tanaman jati jugabanyak dikaitkan dengan jenis yang ditanam berasal dari daerah luar (exotic) yang benihnya berasal dariJawa. Jenis-jenis exotic yang sudah terserang hama dan penyakit di tempat asalnya mempunyai peluanguntuk diserang di tempat penanaman yang barn. Jenis-jenis tersebut dapatjuga membawa penular hama danpenyakit dari daerah asalnya dan berkembang pada daerah pertanaman yang baru salah satunya melalui benih.

    Sistem penanaman jati dengan penanaman menurut kelas umur, juga akan menciptakan sumber pakanatau habitat hama dan penyakit yang berlimpah di sela-sela pertanaman jati, Dengan kata lain sistempenanaman seperti itu tidak mempunyai struktur yang kuat untuk dapat menghambat penyebaran hamadan penyakit (Sumardi dan Widyastuti, 2004). Peluang terjadinya kerusakan juga akan semakin besarakibat mengabaikan pengelolaan hutan tanaman berdasarkan kaidah-kaidah ekologi. Untuk menanggulangimasalah serangan hama dan penyakitperlu menciptakan sistem silvikultur hutan sehat dengan memperhatikankaidah- kaidah ekologi.

    Dewasa ini pengendalian hama dan penyakit hutan tanaman dengan cara kimia atau pestisida masihpaling sering digunakan, bahkan biasanya diaplikasikan secara berlebihan. Penggunaan pestisida hampirmenjadi satu-satunya pilihan utama karena cara pengendalian dengan pestisida bekerja sangat efektif,praktis, serta cepat membunuh hama sasaran. Penggunaan pestisida mengakibatkan dampak negatif yangsebelumnya tidak diperhitungkan terhadap ekologi, Pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada

    34

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    3/12

    Penerapan pola Penge/o/aan Hutan Terpadu (PHT) untuk pengendalian hama inger-inger(Neotermes tectonae Damm) pada hutan tanaman jetl di Timor

    I Komang Surata

    patogen tumbuhan dan hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot pestisida berkali-kali,bahkan dapat terjadi ledakan hama yang dulunya dianggap tidak penting, dan yang lebih penting lagi adalahdampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Abadi, 2005), dan temyatapermasalahan hama dan penyakit pada tumbuhan tetap tinggi dan pencemaran lingkungan meningkat karenapenggunaan pestisida.Dengan demikian pengelolaan hutan tanaman berupa pengendalian hama dan penyakit dengansolusi sederhana dengan memakai pestisida secara langsung ketika kerusakan terjadi tidak lagi tepatuntuk dilakukan. Ini berarti masalah kerusakan hutan tidak lagi hanya dilihat dari hama sasaran pada masing-masing kerusakan yang terjadi tetapi harus konteksnya dilihat secara ekologi (Sumardi, 2008). Cara pestisidahanya bermanfaat sementara ketika kerusakan terjadi dan bukan suatu kebijakan yang dapat diterimadengan memuaskan dalam sistem pengelolaan hutan yang terencana. Pendekatan pengelolaan hutansecara terpadu yang dirumuskan untuk mengakomodasi nilai-nilai hutan yangjamak dan fungsi ekologi adalahsalah satu solusi yang perlu diterapkan. Menurut Sumardi (2008) secara jamak pendekatan terpadumempunyai makna seleksi, integrasi, dan implementasi pengendalian jasad pengganggu tumbuhanberdasarkan pada pertimbangan dan konsekwensi ekonomi, ekologi, dan sosiologi.

    Oleh karena itu, dalam rangka pengendalian hama yang berbasis ekosistem melalui PHT, dalamtulisan ini akan dicoba dibahas mengenai dampak negatifpertisida terhadap ekosistem, strategi pengelolaanhama terpadu, dan aplikasinya untuk mengendalikan hama Inger-Inger pada hutan tanaman j ati di pulau Timorserta permasalahan penerapan PHT.

    II. DAMPAK NEGATIF PESTISIDA

    Sejak ditemukannya jenis-jenis pestisida organofosfat dan karbamat diawal tahun 1940-an untukmemberantas hama tanaman, maka banyak ahli yang mengira bahwa masalah hama dan organismepengganggu tanaman (OPT) dapat diselesaikan dengan melakukan penyemprotan pestisida. Pada awalnyamemang cara ini memberikan hasil yang sangat cepat dan memuaskan, namun akhirnya ditemukan masalahyaitu bahwa hama-hama tanaman lama kelamaan mulai mengembangkan ketahanan terhadap pestisida.Penyemprotan dengan pestisida secara berulang-ulang dan dalam dosis yang semakin tinggi telahmemberikan dampak negatifkarena selain hama menjadi tahan terhadap pestisidajuga terjadi perkembanganhama baru, terbunuhnya musuh-musuh alami dan organisme bukan target lainnya seperti burung, ular danhewan-hewan langka. Selain itu penyemprotan telah mengakibatkan adanya residu pestisida pada hasil-hasil tanaman, air, tanah, dan udara serta pencemaran Iingkungan yang berdampak negatifterhadap kesehatanmanusia dan hewan-hewan domestik (Untung, 2000).

    Telah banyak hasil studi membuktikan bahwa penggunaan pestisida pada sektor pertanianmemberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan kehidupan manusia. Seperti halnyapenggunaan bahan kimia dalam bidang kedokteran, pestisida juga tidak bebas dari efek negatif. Meskipunbelum ada data dan laporan yang pasti tentang korban keracunan pestisida, namun korban di Indonesiadiyakini ada. Dengan mengkonsumsi produk pertanian yang mengandung pestisida berarti manusiadihadapkan dengan kemungkinan masuknya senyawa racun ke dalam tubuh. Bahan kimia yang masuk ketubuh secara perlahan-lahan dalam waktu lama berpotensi merusak sel-sel tubuh. Sel-sel tubuh yang rusak inicenderung menjadi sel kanker. Jika sel-sel tersebut rusak maka ia berpotensi merusak sel-sel yang lain.Beberapa jenis pestisida mengandung sifat karsinogenik (penyebab kanker), terotogenik (perusak syaraf)dan perusak sistem endokrin (Wahyudi, 2003).

    Serangga sebagai kelompok terbesar di dunia binatang memiliki daya tahan dan daya.lenting yangtinggi dalam mengatasi berbagai tekanan lingkungan, termasuk tekanan akibat penggunaan pestisida.

    Reaksi ekologi serangga antara lain dalam bentuk resistensi hama terhadap pestisida dan resurjensi. Resistensiini diwariskan pada generasi berikutnya, sehingga mendorong petani meningkatkan frekuensi dan jumlahpemakaian pestisida, sampai satu saat hama tidak bisa lagi dikendalikan. (Abadi, 2005). Pestisida, selain

    35

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    4/12

    Tekno Hutan TanamanVol.1 No.1, November 2008, 33 - 44

    membunuh hama pokok yang ingin dibasmi, dapat pula membunuh parasit dan predator hama tersebut. Bilapredator alami suatu hama menurun jumlahnya, maka populasi hama itu pada generasi berikutnya akan lebihbesar.Artinya, pengendalian secara alami menjadi sangat berkurang (Untung, 2004).

    Makin tingginya kesadaran masyarakat akan bahaya residu pestisida pada produk pertanian makamereka cenderung memilih produk yang bebas pestisida. Di negara-negara maju telah diberlakukan batasmaksimum residu pestisida yang boleh ada pada suatu produk atau Maximum Residu Limit (MRL),sehingga menghambat komoditas pertanian Indonesia bersaing di pasar bebas. Seorang ahli dari Agro-foodand Veterinary Authority of Singapore pemah menolak sayuran dari Indonesia, karena hasil analisis dilaboratorium menunjukkan kandungan residu pestisida yang melampaui batas Maximum AllowableConcentration (MAC) yang diperkenankan sebagaimana telah ditetapkan oleh FAD. Di banyak negaramaju beberapa tahun terakhir telah berkembang pula gerakan masyarakat yang dikenal dengan "KonsumenHijau". Mereka menuntut dan membutubkan produk dan komoditas pertanian yang dalam prosesproduksinya tidak menggunakan bahan-bahan kimia pencemar yang dapat membahayakan kesehatan,baik jangka pendek maupun jangka panjang, Fakta ini perlu kita sikapi secara bijak, khususnya denganmembatasi penggunaan pestisida dalam bidang pertanian dan kehutanan. Kalau tidak, produk-produkIndonesia akan semakin sulit bersaing dipasarintemasional (Abadi, 2005).

    Inpres no. 3 pada tahun 1986, pemerintah Indonesia telah mengambil keputusan untuk menerapkankonsep PHT, yaitu pengendalian hama secara terpadu, yang sebenamya pengendalian hama tanpapestisida dalam pengelolaan secara menyeluruh. Subsidi pestisida dicabut secara bertahap, sampai tahun1989. Pada tahun 1992 Undang-Undang No.12 tentang budidaya tanaman yang menyebutkan bahwaperlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu (Wahyudi, 2003). Jadipengembangan PHT di sektor kehutanan sebenamya tidak terlepas dari perkembangan di pertanian yanglebih dulu menerapkannya.

    III. PENGELOLAAN llAMA TERPADU (PHT)

    Pada saat ini para ahli menyadari bahwa pengendalian hama dengan penyemprotan pestisidabukanlah satu-satunya cara yang tepat tetapi hams dilihat secara komprehensif dengan memperhatikan nilai-nilai ekologis, ekonomi, dan kesehatan lingkungan secara umum, melalui program yang kini dikenaldengan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM). Program PHT telahdimulai di Indonesia sejak tahun 1986 untuk tanaman pertanian padi yang diawali dengan dikeluarkannyalarangan oleh pemerintah Indonesia terhadap 56 jenis insektisida untuk digunakan menyemprot hama-hamatanaman padi (Abadi, 2005). Namun sampai saat ini program PHT belum dikembangkan secara luas dibidangtanaman kehutanan.

    Pengelolaan Hama Terpadu merupakan program pengelolaan hama tanaman secara terpadu yangmemanfaatkan berbagai teknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik, dan hayati) dengan tetapmemperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi ,dan budaya untuk menciptakan suatu sistem pertanaman yangberkelanjutan dengan menekan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh pestisida.Penyemprotan pestisida harus dilakukan secara sangat berhati-hati dan sangat selektifbilamana tidak ada lagicara lain untuk menekan populasi hama di lapangan (Abadi,2005).

    Pengelolan Hama Terpadu biasanya didefinisikan sebagai suatu sistem pendekatan untuk mereduksihama perusak sampai pada tingkat yang diperbolebkan lewat sejumlah variasi teknik (Sumardi, 2008). Teknikpaling dominan dalam PHT adalah pengendalian secara biologis. Lewat PHT sejumlah hama yang tanpamengurangi hasil panen tetap dibiarkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Menurut Subiyanto (1987) danAbadi (2005) konsep penerapan PHT meliputi beberapa variasi tekniksebagai berikut

    36

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    5/12

    Penerapan pola Penge/olaan Hutan Terpadu (PHT) untuk pengendalian hama inger-inger(Neotermes tectonae Damm) pada hutan tanaman jati di Timor

    / Komang Surata

    1. SilvikulturDasar dari cara pengendalian ini adalah membina keseimbangan hayati yang ada di dalam hutan dan

    menjauhkan tindakan-tindakan yang dapat menggoncang atau merusak keseimbangan tersebut, atau dengankata lain merupakan usaha menciptakan tegakan hutan yang tidak disukai hama. Usaha usaha ini dapatdilakukan antara lain dengan cata mengatur komposisi tegakan, kerapatan, kesehatan pohon, umur tegakan,memilih pohon yang resisten terhadap hama melalui teknik-teknik penyilangan dan rekayasa genetika,perbaikan pola tanam, rotasi tanaman, menjaga sanitasi, penyiangan tanaman, dan penanaman tanamanperangkap.2. Fisik Mekanik,

    Cara pengendalian ini merupakan cara yang paling lama telah digunakan manusia dan biasanyaberbentuk suatu cara yang sederhana. Cara-cara tersebut antara lain mengubah suhu, kadar air, merusak habitathama, melindungi objek serangan hama, dan penangkapan dengan tangan atau perangkap.3. Biologi

    Merupakan taktik pengendalian hama dengan memanfaatkan musuh alami (agensia hayati). Gunamengendalikan hama tertentu, ke dalam ekosistem tanaman dilepaskan organisme-organisme pengontrolhama berupa predator, parasitoid, parasit, patogen dan agensia antagonis. Predator adalah binatang yangmemburu dan memakan atau menghisap cairan tubuh serangga hama untuk keperluan hidupnya. Contohnya,berbagai jenis laba-laba yang dapat memangsa hama wereng coklat. Parasitoid adalah serangga yang hidupsebagai parasit di dalam tubuh serangga hama (serangga inang) selama masa pradewasa (masa larva,contohnya Diadegma semiclausum, parasit terhadap ulat daun kubis. Patogen adalah mikroorganisme yangdapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap serangga hama, disebut juga mikroorganismeentomopatogen. Sedangkan agensia antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi ataumenghambat pertumbuhan patogen penyebab penyakitpada tumbuhan.

    Teknik biologi dapat juga dilakukan dengan pengendalian tingkah laku serangga hama untukberkembang biak, sehingga jumlah hama dapat diperkecil melalui pengalihan perhatiannya denganmenggunakan sex pheromon. Pengendalian dapat juga dilakukan secara genetik terutama berlangsung lewatmanipulasi genetik, misalnya sterilisasi buatan terhadap sekelompok serangga hama, sehingga pada generasiberikutnya popuJasi hama tersebut akan turun Iewat teknik seperti "Male Sterile" yang sudah banyak dikenal.4. Undang-undang

    Cam ini dilakukan dengan tujuan mencegah menjalarnya suatu hama atau mencegah masuknya hamake suatu daerah dari daerah lain, dengan cara membuat peraturan-peraturan atau undang-undang, misalnyamemberlakukan karantina di pelabuhan-pelabuhan laut dan udara.

    5. PestisidaPenerapan pestisida hanya digunakan apabila dari hasil pengamatan yang dilakukan temyata populasihama telah melampaui ambang pengendalian, sementara teknik pengendalian hama lain yang telah dilakukantidak mampu lagi menghalangi peningkatan populasi hama di atas batas ambang ekonominya. Melaluipenerapan PHT penggunaan pestisida dilakukan dengan pertimbangan yang lebih rasional, sehingga resikoterhadap lingkungan hidup dan kesehatan dapat dibatasi.

    Tujuan penerapan PHT menurut Sumardi (2008) adalah untuk: meningkatkan keuntungan bersihtanaman, meningkatkan kualitas lingkungan, peningkatan pandangan dan persepsi masyarakat. MenurutAbadi (2005) sesuai dengan UUNo.12 tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PPNo. 6 tahun1995 tentang perlindungan tanaman, bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistemPengendalian Hama Terpadu yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemilik tanaman denganbimbingan pemerintah. Dalam hal ini dikembangkan 4 prinsip PHT yaitu: (a) budidaya tanaman sehat, (b)pelestarian musuh alami, (c) pengamatan agroekosistem secara rutin, dan (d) pemilik tanaman menjadi ahiidan manajer PHT di tanamannya.

    37

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    6/12

    Tekno Hutan TanamanVol. 1No.1, November 2008, 33 - 44

    Menurut Sumardi (2008) komponen-komponen kunci dalam penerapan pengelolaan hama terpaduadalah :a. Identifikasi yang tepat tentang jenis penyebab dan tingkat perkembangan yang menyebabkan kerusakan.

    Ini merupakan landasan dari keputusan lain.b. Pemahaman dinamika hamaJpenyakit tanaman, dengan penekanan diarahkan untuk menggali informasilengkap tentang biologi penyebab agar dapat menilai risiko potensial dan menentukan cara pengelolaan

    yang paling baik.c. Merencanakan strategi-strategi pencegahan sebagai strategi pilihan. Penelusuran sejarah lapangan dan

    semua aspek sistem produksi hutan harus dibuat untuk menentukan apakah hutan dapat dimanipulasiuntuk mencegah populasi hama penyakit agar tidak melampui ambang kerusakan ekonomi.

    d. Pemantauan, meliputi penilaian secara periodik faktor pengendali hayatie. Perumusan keputusan dari evaluasi informasi dari pemantauan untuk menilai keuntungan ekonomi yang

    relevan versus risiko-risiko tindakan pengendalian hama penyakitf. Pemilihan taktik pengendalian yang optimal untuk mengatasi masalah dan meminimalkan risiko ekonomi,

    kesehatan dan kerusakan lingkungan.g. PelaJesanaan pengendalian setelah pilihan cara ditentukan dan itu harus dilaksanakan tepat waktu, dengan

    tepat dan lengkap.h. Evaluasi, dilakukan untuk menindak lanjuti tindakan pengendalian.

    IV. SERANGAN HAMA PADA TANAMAN JATI DI TIMOR

    1. Jenis Rama

    Salah satu jenis hama utama yang menyerang tanaman jati di pulau Timor adalah penggerek batangyang disebut inger inger (Neotermes tectonae Damm.) Jenis hama ini sudah lama diketahui di pulau Jawadan dewasa ini banyak menyerang tegakan jati di NTT, karena tidak dilakukan pemeliharaan penjaranganjati yang teratur. Akibat serangan hama ini, tanaman jati menimbulkan cacat pada kayunya berupa lubanggerek memanjang berwama hitam. Adanya cacat ini temyata menurunkan kwalitas kayu. Menurut PerumPerhutani (1997) kerugian yang ditimbulkan dapat menurunkan produksi dan kwalitas kayujati yaitu rata-ratasebesar 8,7 % dan bahaya akan penyebaran inger Inger ke tanaman yang masih sehat.

    Hama penggerek batang Neotermes tectonae Damm (inger inger), tennasuk genus Kalotermes, familiKalotermitidae dan ordo Isoptera. Berkembangnya serangan hama ini diduga karen a kondisi lingkungan yangkurang menguntungkan yaitu kelembaban yang tinggi di musim penghujan atau tegakan sebelumnya tidakdilakukan pemeliharaan secara teratur berupa pemangkasan cabang dan penjarangan, sehingga menimbulkanbanyak bekas cabang-cabang kayu yang mati/rapuh akibat pemangkasan cabang secara alami, yangmerupakan sumber infeksi utama hama ini (Suharti dan Intari, 1974).

    Neotermes tectona Damm adalah serangga yang hidup secara berkoloni. Menurut Kalshoven dalamTarumengkeng (1973) Netermes tectona mernpunyai siklus hidup seperti jenis rayap lainnya, adalah seranggasosial yang polifonnis, hidup dalam koloni dan sesuai dengan tug as masing-masing individu memiliki kastareproduktif dan prajurit. Kasta pekerja yang berbentuk khusus pada famili Kalotermitidae tidak terdapat,sehingga fungsi ini dilakukan oleh larva dan nimpa yang telah cukup kuat. Kasta reproduktif terdiri dariindividu reproduktif primer yaitu raja dan ratu yang berasal dari imago bersayap (sulung) pendiri kolonisuplementer (neaten) yaitu raja dan ratu yang tidak pemah bersayap, berkembang dari larva atau nimfa yangmenj adi masak kelamin dan berfungsi untuk berkembang biak.

    Menurut Tarumengkeng (1973) perkembangan imago terjadi pada pennulaan musim penghujan.Perioditas penerbangan/serangan semakin meningkat dengan kelembaban dan musim hujan yang tinggisemakin meningkat. Biasanya terjadi antarajam 5.40 sore dan jam 6 pagi. Jarak terbang yang dicapai sampai200 m atau lebih bila terbang di atas lapangan terbuka, sehingga infeksi dapat terjadi di tengah-tengah tanaman

    38

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    7/12

    Penerapan po/a Penge/o/aan Hutan Terpadu (PHT) untuk pengenda/ian hama inger-inger(Neotermes tectonae Oamm) pada hutan tanaman jati di Timor

    / Komang Surata

    yang letaknya jauh dari sumber infeksi.Imago Neotermes tectona (serangga dewasa) tertarik untuk kawin pada bagian kayu yang matillapuk,

    bekas gerekan serangga lain atau pada bekas patahan eabang yang telah mati pada batang. Pada tempat-tempattersebut serangga sulung dewasa meneari lubang-Iubang dan eelah-eelah atau selanjutnya membuat lubanguntuk kemudian menggerek dan memperbesar liangnya ke bagian dalam. Perkawinan sulung terjadi di dalamlubang gerekan dimana serangga sulung yang betina menarik serangga sulung jantan dengan mengeluarkanbau yang sfesifik (Suharti dan lntari, 1974).2. Gejala danAkibatSerangan

    Hama inger-inger menyerang tanaman jati dengan cara masuk lewat bekas eabang batang pohon yangmati/lapuk dan selanjutnya hama ini membuat lubang-Iubang gerekan memanjang dan sempit pada kambiumsearah serat kayu yang menyebabkan batang berlubang -lubang sepanj ang 10 - 30 em. Sambil menggerek hamaini juga mengeluarkan cairan yang berasal dari sekresi dan rnenimbulkan bekas di dinding lubang gerekan,mengeras seperti warna eoklat dan liein pada bagian dalamnya (Tarumengkeng, 1973).

    Akibat terjadinya banyak lubang-Iubang gerekan pada batang menyebabkan banyak batang atasmenjadi rapuh Imati dan mudah patah bila tertiup angin dan pada patahan tersebut biasanya lalu tumbuhcabang baru. Akibat patahnya batang atas, maka air hujan mudah masuk melalui pembuluh kayu sehinggabatang atas mudah busuk dan mati. Kondisi kayu yang busuk ini menyebabkan kematian batang sampai batastunas air dan akan mudah terserang infeksi hama dan penyakit lain yang akan menimbulkan kematian.

    Pertumbuhan abnormal (gembol) pada batangjati terjadi karena terbentuknya lubang-lubang gerekan.Akibatnya aktifitas biologi di dalam jaringan batang tanarnan terganggu seperti aliran air dan makanan kebagian atas tanaman menjadi terhambat sehingga menstimulir tumbuhnya tunas air. Sebagai reaksi makakambium membentuk saluran baru dan lingkaran-lingkaran tumbuh batang yang lebih lebar, sehinggamengakibatkan terjadinya gembol. Gembol ini terjadi biasanya pada batang di atas ketinggian 4 - 5 m.Serangan hama ini biasanya terjadi pada permulaan hama ini mulai aktif yaitu pada permulaan musimpenghuj an terutama pada daerah-daerah yang mempunyai kelembaban tinggi (Suharti dan Intari, 1974).3. KerusakanAkibat Serangan

    Salah satu kasus kerusakan serangan inger-inger pada jati dilaporkan terjadi di Hafit, KabupatenKupang Pulau Timor (Surata, 2000). Tingkat serangan yang ditemukan disajikan pada Tabel 1. Hasilpengamatan prosentase serangan menunjukkan bahwa tanamanjati yang terserang hama pada blok tanamantahun 197111972-1975/1976 seluas 215 ha. adalah sebesar 12,96 - 31,92 persen dengan rata-rata 23,78 persenyang termasuk jenis serangan sedang. Tanaman yang terserang paling besar adalah blok tanaman tahun1971/1972 dan 197211973 seluas 75 ha, sedangkan yang terendah pada blok tanaman tahun 197411975seluas 25 ha. Akibat serangan telah terjadi kematian pohon jati sebesar 0,95 %. Kematian ini disebabkanoleh Inger -Inger atau j enis pen yaki t hama lain yang terj adi setelah batang atas patah. Pada saat batang atas patahbekas patahan ini kalau tidak tumbuh eabang bam akan menyebabkan kematian.

    Akibat kerusakan .serangan, semakin tua umur pohon kerusakannya semakin besar, keeuali datapengamatan tahun tanam 1974/1975 tingkat serangannya lebih keei1 karena lokasi berada pada daerah lebihtinggi sehingga kelembabannya lebih rendah di musim hujan. Kejadian ini sesuai dengan Tarumengkeng(1973) yang mengatakan bahwa inger- Inger mulai menyerang tanaman sampai dengan terlihat gejala seranganmemerlukan waktu 3 - 4 tahun, dan serangannya semakin lama akan semakin meningkat sesuai bertambahnyaumur tanaman. Serangan yang paling parah terj adi pada umur 25 - 55 tahun.

    Frekwensi dan siklus serangan hama ini dikawatirkan akan berputar dan bertambah terus menerusdari tahun ke tahunjika tidak ada upaya penanggulangannya dan dikhawatirkan kerugian yang ditimbulkanakan semakin besar. Oleh karena itu perlu segera dilakukantindakan penanggulangan untuk menghindarikerusakan yang lebih parah dan juga rnenghindari ekplosi harna ini menyebar ke tempat lain yang belumterserang dan sekaligus untuk memanfaatkan kayu yang rnasih bemilai ekonorni.

    39

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    8/12

    Tekno Hutan TanamanVol.1 No.1, November 2008,33 - 44

    Tabel (Table) I. Rata-rata prosentase kerusakan tanaman jati akibat serangan hama inger-inger di Hafit,Kabuapten Kupang, Timor (Average percentage of teak plantation damage caused byNeotermes tectonae pest atHafit, Kupang District, Timor)

    JumlahTahun Tinggi Tinggi pohon/ha VolumeTanam Luas Diameter Total Bebas (Trees pohon/ha kerusakan Kematian(Year (Area) (Diameter) (Total Cabang ( number) (Trees (Damage) (Mortality)plant) (ha) (em) height) branchless /ha volume /ha) (%) (%)(m) bole) (m) pohon (m')(trees) .

    1971/1972 25 26,85 12,32 7,89 486 151,9236 30,74 2,001972/1973 50 24,17 15,49 8,39 575 154,8475 31,92 0,861973/1974 25 22,85 13,51 7,83 490 110,103 21,51 0,601974/1975 25 17,93 11,25 6,18 643 70,2156 12,96 0,601975/1976 90 20,23 11,54 6,33 494 70,3456 21,79 0,70Rata-rata( - 22,41 12,82 7,32 537,60 1ll,48 23,78 0,95mean)

    Sumber(Source): Surata(2000)

    Akibat kerusakan serangan, semakin tua umur pohon kerusakannya semakin besar, kecuali datapengamatan tahun tanam 197411975 tingkat serangannya lebih kecil karena lokasi berada pada daerah lebihtinggi sehingga kelembabannya lebih rendah di musim hujan. Kejadian ini sesuai dengan Tarumengkeng(1973) yang mengatakan bahwa inger-inger mulai menyerang tanaman sampai dengan terlihat gejala seranganmemerlukan waktu 3 - 4 tahun, dan serangannya semakin lama akan semakin meningkat sesuai bertambahnyaumurtanaman. Seranganyangpalingparah terjadi pada umur25 - 55tahun.Frekwensi dan siklus serangan hama ini dikawatirkan akan berputar dan bertambah terus menerus daritahun ke tahun jika tidak ada upaya penanggulangannya dan dikhawatirkan kerugian yang ditimbulkan akansemakin besar, Oleh karena itu periu segera dilakukan tindakan penanggulangan untuk menghindarikerusakan yang lebih parah dan juga menghindari ekplosi hama ini menyebar ke tempat lain yang belumterserang dan sekaligus untuk memanfaatkan kayu yang masih bemilai ekonomi.

    V. PENERAPAN PHT UNTUK PENGENDALIAN HAMA INGER INGERTindakan pengendalian terpadu hama pada dasamya adalah suatu tindakan untuk mengatur populasi

    serangga agar tidak menirnbulkan kerusakan di atas ambang ekonomis berarti, dengan cara menekan ataumencegah naiknya populasi serangga dan agar selalu berada pada keadaan tidak menimbulkan kerusakanekonomis. Cara pengendalian ini merupakan cara pengendaliaan hama yang rnengintegrasikan beberapaatau semua komponen pengendali harna, sedangkan penggunaan insektisida merupakan altematif yangterakhir, Menurut Natawigena (1990) timbulnya gagasan untuk mengendalikan hama terpadu didorong olehpengalaman yang menunjukkan bahwa cara pengendalian hama yang terlalu menitik beratkan padapenggunaan pestisida dapat menirnbulkan beberapa dampak negatif

    Pengendalian hama penggerek batangjati di Hafit, pulau Timor dapat digunakan pengendalian secaraterpadu . Pengendalian ini sudah sangat mendesak dilakukan karena kerusakan yang ditimbulkan akibatserangan hama ini intensitasnya semakin meningkat dan sampai sekarang belum ada upaya atau tindakanpengendaliannya. Untuk pengendalian serangan hama ini diperlukan teknik yang tepat. Beberapa usahapengendalian hama inger-inger dengan pola PHT yang disarankan adalah sebagai berikut :

    40

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    9/12

    Penerapan po/a Penge/o/aan Hutan Terpadu (PHT) untuk pengendalian hama inger-;nger(Neotermes tectonae Damm) pada hutan tanaman jati di Timor

    I Komang Surata

    1. PengendaIian Secara SilvikulturUsaha pengendalian secara teknis silvikultur dapat dilakukan dengan penjarangan secara teratur dan

    kontinu (Tarumingkeng, 1973). Usaha-usaha pengendalian ini telah dilakukan sebelum penggunaaninsektisida menjangkau sektor kehutanan. Keuntungan dari pengendalian ini adalah mudah dilakukan dilapangan serta biayanya tidak mahal. Sedangkan kelemahanya adalah karen a tanda serangan inger-Ingermasih baru (koloni muda) sukar dideteksi serta pelaksanaan penjarangan pohon-pohon yang sebetulnya telahmengalami serangan bam tidak ikut dijarangi, sehingga memungkinkan inger-inger masih tetap hidup.

    Mengingat di Hafit tingkat serangannya termasuk sedang-tinggi yaitu 12,96- 31,92 atau rata rata 23,78persen, maka untuk mengendalikan serangan hama ini perlu dilakukan penjarangan keras yaitu penjaranganyang dilakukan terhadap selurnh pohon-pohon yang terserang harna. Akibatnya dalam penjarangan initerutama pada tegakan yang terserang berat akan terjadi penebangan di atas ketentuan jumlah pohon yangdiperkenankan (menurut pedoman teknik penjarangan hutan tanaman jati). Teknik penjarangan sanitasi inidilakukan sebagai berikut:a. Penjarangan dilakukan sebelum masa penerbangan imago (sulung) yaitu sebelum musim penghujan.b. Jumlah pohon yang diperkenankan ditebang berdasarkan data hasil inventarisasi dari sejumlah pohon

    yang sakitlterserangc. Dalam tindakan penjarangan keras ini dilakukan secara hati-hati agar pohon-pohon sehat yang tertinggaltidak cacat dari tendesan pohon yang ditebang, karen ahal tersebut akanmengakibatkan cacat yang berupapatah cabang, luka batang dan sebagainya. Pohon yang cacat ini akan menjadi pintu masuk bagi hamainger-inger.

    d. Seluruh kayu hasil penjarangan harus dikeluarkan jauh dari areal tanamanjati dan selanjutnya di tempatpenimbunan akhir (di luar areal tanaman) kayunya disortir (dipotong). Kayu yang masih baik dan tidakada hamanya dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan. Kayu yang rusak, hamanya dimusnahkan danselanjutnya kayu yang tidak cacat bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau kerajinan.

    e. Selanjutnya setelah dilakukan penjarangan keras, maka dimasa mendatang perlu dilakukan pemeliharaanlanjutan berupa penjarangan secara teratur sesuai petunjuk teknis penjarangan hutan jati.f. Tanamanjati yang di sekitamya belum terserang atau terserang ringan maka harus dilakukan penjarangansecara teratur sesuai dengan pedoman teknik penjarangan. Untuk tegakan yang terserang ringanpenjarangan diutamakan pohon-pohon yang sakityang tidak mungkin lagi berkembang

    Pertimbangan melakukan penjarangan sanitasi terhadap pohon yang terserang (pohon yang sakit)karena pohon yang sakit merupakan sumber infeksi, dengan demikian dianjurkan agar supaya semua pohonyang terserang ditebang saja sehingga mengurangi sumber infeksi. Penebangan atau penjarangan yangdilakukan tentunya akan menimbulkan kerugian seperti merusak penutupan tajuk, akan tetapi kerugian yangdiakibatkan oleh kerusakan penutupan tajuk relatif masih lebih kecil bila dibandingkan dengan besamyakerugian yang diakibatkan oleh serangan inger-inger terhadap seluruh tegakan.

    Akibat penjarangan keras berarti lebih banyak pohon-pohon terserang ditebang sehinggamengakibatkan populasi sebaran pohon menjadi tidak merata dan akan ada tempat-temp at yang kosong.Kondisi ini akan menyebabkan percabangan pohonjati lebih banyak. Tarumengkeng (1973) berpendapatbahwa penutupan tajuk hams tetap terjamin, penjangan keras dapat menimbulkan kualitas kayu tegakantinggal membuat terbentuknya percabangan pohon akan lebih banyak dan juga merangsang pertumbuhantunas-tunas bawah. Oleh karena itu pada lokasi yang kosong perlu ditanami dengan jenis-jenis pohon yangcepattumbuh yang cocok tumbuh di sekitar /di bawah tegakanjati.

    Penjarangan juga akan memperbaiki vigor tegakan yang ditinggalkan karena berkurangnya jumlahpohon, ruang tumbuh bagi tiap pohon bertambah luas, persaingan di dalam dan di atas tanah berkurang.Kondisi ini akan meningkatkan riap pertumbuhan diameter batang meningkat dan berarti mempertinggikualitas kayu.

    Meluasnya serangan hama yang terjadi diHafit disebabkan oleh pemeliharaan hutan yang kurang baik.Penjarangan baru sekali dilakukan,jarak tanam yang semula 2 m x 3 m menjadi 4,3 m x 4,3 rn, dan ini dinilaitidak teratur. Menurut Perhutani (1997) penjarangan yang dilakukan dengan seksama dan teratur akanmenekan perkembangan inger-inger sampai pada tingkat yang tidak berarti. Sebagai contoh, persentase

    41

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    10/12

    Tekno Hutan TanamanVol,1No,1, November 2008,33 - 44

    serangan inger inger di Pasuruan yang dulunya mengkawatirkan, maka sejak tahun 1960 sampai sekaranghanya terdapat pada tingkat yang minimum karena pelaksanaan penjarangan dan pemeliharaan dilaksanakansecara teratur.

    2. Pengendalian Secara BiologiPengendalian secara biologi didasarkan pada pelepasan musuh alami yaitu parasit atau predator. Bilaperlu parasit atau predator tersebut dibiakkan terlebih dahulu diIaboratorium dan setelah mencukupi barn dilepas ke lapangan. Cara ini tidak mudah dan memerlukan penelitian yang cukup lama, namun jika berhasil akansangat efektif dan berjangka panjang, serta merupakan cara yang sangat murah. Parasit dan predator yangsering digunakan tidak terbatas pada golongan serangga saja tetapi juga jamur, bakteri, virus, burung, ataumenggunakan teknikjantan madul (male sterile insects). Tarumengkeng (1973) menyebutkan beberapajenispredator hama inger-Inger adalah semut buas antara lain: Monorium latinode Myr., Monorium gracillium F.Smith. dan Tetramorium pacifium Scabrum Myr, Jenis-jenis lain yang dinyatakan oleh Kalshoven (1930)dalam Subyanto (1991) adalah larva kumbang, tungau dan beberapajenis hewan pemangsa serangga yangberperan dalam pencegahanlinfeksi inger-Inger misalnya burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas,katak pohon dan lain lain.3. Pengendalian Secara Kimia

    Teknik pengendalian ini adalah pilihan terakhir apabila teknik-teknik lain sudah tidak mungkindilakukan. Khusus untuk pengendalian inger-Inger menurut Sultoni dan Subyanto (1981) cara ini akanmenghadapi kesulitan karena letak koloni/sarang berada di dalam jaringan kayu dan terletak tinggi di bagianatas pohon. Disamping itu lubang sarang koloni sering sukar ditemukan, sehingga penggunaan insektisidakontak kurang dapat bekerja secara efektif dan efisien,

    Pengendalian hama ini juga dapat juga dilakukan dengan cara manual untuk mengambil hamakemudian dimatikan dengan zat kimia. Menurut Dammerman (1929) cara pemberantasan ini adalah sebagaiberikut : (a) tanaman yang diserang pada tingkat permulaan dimana larva muda masih berada pada bagianpangkal batang diambil, dimatikan, kemudian luka ditutup dengan ter, (b) menginjeksi corbolineum ke dalamsaluran untuk membunuh larva yang telah masuk ke dalam kayu kemudian lubang ditutup dengan ter atau Iilin.Untuk melaksanakan pekerjaan ini alat yang digunakan adalah semprotan minyak. Cara ini dapat

    dilaksanakan dengan memberi hasil yang memuaskan dengan mempergunakan tenaga yang sedikit terlatih danalatyang sederhana pada areal yang tidak begitu 1uas dan terisolir dari tegakan jatimuda lainnya.

    Menurut Suwandono (1990) cara pengendalian inger-Inger dengan menggunakan insektisidajastac 15cc sebanyak 400 ml/ha yang diaplikasikan secara pengabutan sangat efektifmematikan sulung inger-Ingeryang berada di luar sarang namun residunya tidak efektif mematikan anggota koloni Inger Inger yang berada didalam sarang.

    VI. PERMASALAHAN PENERAPAN PQLA PET

    Sejauh ini perhatian terhadap masalah hama belurn mencapai perhatian yang wajar dan ditanganisecara tuntas, pada hal permasalahan hama tersebut merupakan salah satu aspek yang penting dalamperlindungan hutan, khususnya hutan tanaman jati yang menerapkan sistem silvikultur intensif Dalammewujudkan suatu kondisi tegakan hutan jati yang sehat yang merupakan modal utama dalam pengelolaanhutanjati berbasis ekologi dan lestari, baik waktu sekarang dan akan datang maka masalah hama Inger -Ingerperlu terus dipantau populasinya, sebagai pertirnbangan dalam pengelolaan hama terpadu. Dalam penerapanPHT pada jati ada beberapa permasalahan antara lain :1. Kurangnya minat pemilik tanaman untuk menerapkan PHT karena dampaknya terlihat agak lama.2. Kendalanya kemampuan pelaksana dalam membuat perencanaan untuk pengendalian tanaman masih

    rendah.

    42

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    11/12

    Penerapan po/a Penge/oJaan Hutan Terpadu (PHT) untuk pengendalian hama inger-inger(Neoterrn.es tectonae Damm) pada hutan tanaman jati di Timor

    J Komang Surata

    3. Adanyakebiasaan pemilik tanaman menggunakan benih sembarangan ,4. Keterbatasan informasi cara-cara pengendalian yang efektif dan tidak memsak lingkungan5. Belum adanya Varietas yang tahan terhadap hamajati6. Belum adanya informasi tentang ras-ras 'patogen dan daerah endemi penyebarannya serta varietas jati

    yang tahan hama.7. Diagnosis dan deteksi dini lebih sukar dikuasai kebanyakan pemilik tanaman dan kesulitan dalampenentuan ambang ekonomi.

    8. Masih kurangnya pemahaman pemilik tanaman terhadap aspek yang menyangkut perilaku patogen danpengetahuan tentang faktor- faktor yang mempengaruhinya,

    Oleh karena itu untuk pelaksanan PHT perIu dilakukan sosialisasi teknologi kepada para pemilik hutantanaman di lapangan, Disamping itu perlu melakukan pembinaan kesadaran dan kemampuan masyarakat:bempa kegiatan penerangan dan penyuluhan (langsung/tidak langsung melalui leafletlbooklet), sarasehan(contoh: temu usaha), pembangunan uni t percontohan, dan pelatihanlkursus.

    VII. KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Pengembangan hutan tanaman jati di NTT dicirikan oleh: satu jenis tanaman (monokultur), bukantanaman asli setempat, bemmur hampir sama pada luasan skala yang agak luas. Komunitas tanaman jatiseperti itu tidak akan dapat berkembang pada tingkat keseimbangan ekologis yang stabil, sehingga sangatrentan terhadap seranganhama dan penyakit.

    2. Pengelolaan hama terpadu merupakan program pengelolaan hama tanaman secara terpadu yangmemanfaatkan berbagai teknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik, dan hayati) dengantetap mernperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya untuk menciptakan suatu sistempertanaman yang berkelanjutan dengan menekan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan olehpestisida dankerusakan lingkungan.

    3. Salah satu jenis hama yang menyerang tanaman jati di Hafit, pulau Timor adalah hama Neotermestectonae Damn (inger inger). Hama ini menyerang batang tanamanjati yang masuk lewat cabang batangyang sudah lapuklmati. Prosentase serangan sebesar 12,96-31,92 persen rata-rata 23,78 persen dankematian rata-rata 0,95 persen. Gejala serangan hama ini terjadi pada batang dan merusak batang yangditandai dengan adanya lubang-lubang gerekan searah serat kayu, terjadi gembol dan batang atas yangterserang mudah patah. Serangan hama ini akan merusak batang sehingga menurunkan kualitas kayudan pertumbuhan tanaman. Beberapa masalah yang dihadapi adalah kurangnya minat pemilik tanamankarena dampaknya lama, kemampuan pelaksana dalam membuat perencanaan untuk pengendalian hamatanaman masih rendah, keterbatasan informasi cara-cara pengendalian yang efektif dan tidak merusaklingkungan dan varietas terutama dari aspek ketahanan belum ada.4. Strategi pola penerapan PHT yang disarankan dalam pengendalian hama adalah pada tanaman perludilakukan secara silvikultur dengan penjarangan sanitasi, dengan menebang pohon-pohon yang terserang,secara biologi dengan penggunaan musuh alami predator, dan pilihan terakhir bila tidak memungkinkanbam dengan pestis ida.

    DAFTAR PUSTAKAAbadi, A. L. 2005. Permasalahan dalam Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu Untuk Pengelolaan

    Penyakit Tumbuhan Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Gum Besar dalam Ilmu PenyakitTumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

    Dammerman, K.W. 1929. The Agriculture Zoology of the Malay Archipelago Amsterdam. J.H. de Bussy Ltd.

    43

  • 5/11/2018 jurnal dpt yola

    12/12

    Tekno Hutan TanamanVol.1 No.1, November 2008, 33 - 44

    Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2005. Statistik Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur2005. Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang.

    Intari, S.E. 1995. Harna Rutan Tanaman Industri dan Cara Pengendaliannya. Rimba Indonesia. Jakarta. 30(4);31-39

    Natawigena, R. 1990. Pengendalian Hama Terpadu(IntegratedPest Control) C.V Annico. Bandung.Perhutani. 1997. Pedoman Pemeliharaan Penjarangan untuk Rutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan

    Tanarnan Industri (BTl) di NTB, NTT dan Timor Timur. Jakarta.Subiyanto, 1987. Diktat Ilmu Perlindungan Hutan (Ilmu Harna Hutan). Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan

    Universitas GadjahMada. Yogyakarta.Subiyanto, 1991. Masalah Barna Inger-Inger (Neotermes tectonae Damm) pada Tegakan Jati (Tectona

    grandis L.t) serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kayu Perkakas Pohon yangDiserang. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

    Suharti, M dan S. E. lntari. 1974. Pedoman Pengenalan Beberapa Hama dan Penyakit pada Jati (Tectonagrandis L.f.). Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. N0.182

    Sultoni, A. dan Subyanto., 1981. Observasi Masalah Inger-Inger (Neotermes tectonae Damm) padaTegakan Jati (Tectona grandis L.t) di KPB Pati, Mantingan dan Cepu. Fakultas Kehutanan UGM.Yogyakarta.

    Sumardi dan SM. Widyastuti. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Rutan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

    Sumardi. 2008. Perlindungan Hutan Lanjut. Bahan Kuliah PSIK Program Khusus KTB 602. Program StudiIlmuKehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Surata, 1. K. 2000. Serangan Hama Inger-Inger (Neotermes tectonae Damm) pada Tegakan Jati (Tectonagrandis Lf) di Hafit Kabupaten Kupang. Buletin PenelitianKehutanan. Volume. 4. No.1.

    Suwandono, G. 1990. Masalah Hama Inger-inger di Tegakan Jati (Tectona grandis L.t) dan UsahaPengendaliannya dengan Insektisida Fastac 15 EC Secara Pengabutan . Studi Kasus di BKPB TuderKPH Kebonharjo. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. (Tidak diterbitkan)

    Tarumengkeng,R.,1973. Serangan Inger-Inger dan Penjarangan Sebagai Tindakan Pemberantasan pada Jati.Laporan Lembaga Penelitian Hutan.Bogor.N 0.158.

    Untung, K. 2000. Pelembagaan Konsep Pengendalian Hama Terpadu di Indonesia. Jurnal PerlindunganTanamanIndonesiaNo.6(1): 1-8

    Untung, K. 2004. Pengelolaan Barna Terpadu sebagai Penerapan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.Primordia, No. Is/Th. XXI

    Wahyudi, A., 2003. Risalah Simposium Nasional. Penelitian PHT Perkebunan Rakyat.Pengembangan danImplementasi PHT Perkebunan Rakyat BerbasisAgribisnis.Bogor, 17 - 18 September 2002.

    44