jumat, 2 desember 2011 membuka jalur ingin kuliner ke ... filepenilaian pada masyarakat kita bahwa...

1
POPULARITAS sekolah me- nengah atas (SMA) sampai saat ini diakui masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan sekolah menengah kejuruan (SMK). Padahal, kedua jenjang pendidikan ini memiliki ting- katan yang sama. Pemerhati pendidikan Arief Rachman mengakui masih ada penilaian pada masyarakat kita bahwa SMK sebagai sekolah kelas dua ketimbang SMA. “Orang masih melihat SMA lebih tinggi daripada SMK,” ungkapnya saat dihubungi Me- dia Indonesia, Rabu (30/11). Secara struktural, keberadaan SMK tidak ada yang salah dan memang berada dalam satu tingkat dengan SMA sebagai pendidikan menengah lanjut- an. Yang perlu digaris bawahi, lanjut Arief ialah permasalahan kultural bahwa SMK perlu membuktikan diri mampu lebih unggul daripada SMA. “Ini tidak bisa diapa-apakan lagi sampai pada saatnya SMK mampu tampil sebagai jenjang pendidikan yang bisa menye- lesaikan berbagai masalah,” ujar Arief. Pamor SMK yang rendah, menurutnya, bisa terlihat dari pilihan lulusan sekolah mene- ngah pertama yang mayoritas lebih banyak memilih SMA SYARIEF OEBAIDILLAH P ERHELATAN akbar Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tingkat nasional baru saja usai pekan lalu. Sebanyak 1.300 siswa SMK dari 33 provinsi ikut memeriahkan event itu. Mereka mengikuti kompetisi 50 bidang keahlian yang terbagi dalam em- pat kelompok, yakni teknologi, bisnis dan pariwisata, pertanian, serta kriya. Ajang LKS yang digelar di Parkir Timur Senayan, Jakarta, pada 20-24 November itu juga menggelar pameran hasil karya siswa SMK yang diikuti lebih dari 20 SMK se-Jawa dan Suma- tra. Pameran LKS merupakan rangkaian kegiatan yang tidak lepas dari penyelenggaraan yang menampilkan karya siswa SMK, di antaranya pesawat eksperimental, perakitan bodi kendaraan roda empat, kerajinan batik, kuliner, dan animasi. Event unjuk gigi siswa SMK itu seolah memupus kesan selama ini bahwa SMK merupakan pilihan kedua atau cadangan setelah SMA. Oleh karena itu, selain berguna untuk mewa- dahi kreativitas para siswa SMK, kegiatan tersebut diharapkan memacu semangat dan me- rangsang imajinasi kreatif siswa SMK untuk menciptakan karya yang tidak hanya brilian, tapi juga mampu bermanfaat bagi masyarakat luas. Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhamad menjanjikan sekolah yang berprestasi dalam LKS akan mendapat perhatian khusus untuk memacu siswa sekolah itu agar lebih pandai dan mampu berkompetisi baik di level nasional maupun inter- nasional. Para pemenang dipersiapkan untuk mengikuti ASEAN Skill Competition (ASC) 2012 yang akan diselenggarakan di Ta- nah Air. Hamid juga berharap produk-produk yang menjadi jawara merupakan karya inovasi yang masih bisa dikembangkan lagi di berbagai bidang sehingga SMK tidak lagi menjadi sekolah menengah yang dipandang se- belah mata. “Harapan kami event LKS ini selalu lebih baik dan mening- kat kualitasnya setiap tahun terutama bidang keahlian yang dilombakan,” tegasnya. Ia mengingatkan, dunia pen- didikan menengah kejuruan ditantang untuk meningkatkan mutu dan relevansinya agar dapat menghasilkan lulusan dengan prol ketenagakerjaan yang selaras dengan perkem- bangan ekonomi kreatif. “Tamatan SMK harus memi- liki kemampuan untuk ikut menggerakkan ekonomi kreatif, karena itu mereka mesti dibekali kecakapan inovasi, kreativitas, kapabilitas teknologi serta seni dan budaya,” ujarnya. Siswa SMK, lanjut dia, harus ditanamkan nilai-nilai kerja ke- ras, menyukai tantangan, dan ke- mampuan yang sehat, mandiri, dan bertanggung jawab, santun serta cinta Tanah Air. “LKS SMK ini bukan sekadar meningkatkan mutu pendidikan, melainkan harus mendorong mereka mencapai kompetensi tertentu yang dituntut dunia usaha,” tandas Hamid. Ajang LKS SMK diharapkan terus berkembang memfasilitasi para siswa SMK dalam mengem- bangkan dan menunjukkan kom- petensi sesuai bidang keteram- pilan mereka, selain mengasah kecakapan berkomunikasi, ber- pikir kritis, merancang strategi, pemecahan masalah, mampu bekerja dalam kelompok, dan toleran menghadapi perbedaan. Produksi massal Di sisi lain, Mendikbud M Nuh mengatakan hasil karya siswa SMK pada pameran dan LKS dapat diproduksi secara massal karena produk yang dibuat sudah banyak diguna- kan. “Hampir seluruh SMK telah menggunakan fasilitas IT (informasi teknologi). Yang membutuhkan proyektor mau- pun notebook, bisa menggunakan hasil karya siswa SMK dengan merek Esemka,” katanya. Namun, Nuh mengakui satu bidang yang masih sulit ditem- bus untuk memproduksi massal karya SMK adalah bidang otomo- tif karena membutuhkan energi dan biaya yang lebih besar. Melalui produksi massal, karya-karya siswa SMK diharap- kan dapat diprioritaskan. Sebab, lanjut Mendikbud, produk siswa SMK hanya butuh layanan pur- najual yang sederhana. “Jika dapat menembus kerja sama dengan pihak lain untuk layanan purnajual akan jauh lebih baik,” ujarnya. SEKOLAH menengah keju- ruan (SMK) saat ini bukan lagi pilihan kedua bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidik- annya dan serius menekuni bidang pekerjaannya. Apalagi bagi siswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah, masuk SMK meru- pakan pilihan pertama de- ngan harapan dapat segera bekerja. Hal itu tecermin dari ung- kapan alumnus SMK Negeri 9 Bandung Nuryani Oktaani dan alumnus SMK Negeri 6 Bandung Aris Sofyana yang dihubungi Media Indonesia, beberapa waktu lalu. “Saya memilih SMK agar dapat se- gera bekerja dan membantu orangtua,” kata Nuryani. Bagi dia, SMK memberikan pelajaran teori dan praktik untuk memudahkan siswa- siswinya di bidang pekerjaan tertentu. Mojang kelahiran 17 Oktober 1987 itu memang ter- masuk pelajar yang berbakat. Ia memiliki prestasi mem- banggakan dengan menjuarai Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) SMK tingkat nasional bidang memasak atau cookery pada 2003, memenangi Asian Skill Competition (ASC) pada 2004, serta meraih the best of ex- cellent (penghargaan terbaik) memasak pada kejuaraan dunia SMK (World Skill Com- petition) di Calgary, Kanada, pada 2009. Keahliannya dalam mema- sak telah tumbuh sejak kecil hingga tersalurkan bakatnya itu semasa sekolah. Kini, po- sisinya sebagai junior chef the pastry di Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang, salah satu hotel bergengsi dan tertua di Bandung. “Sekarang cita-cita saya ingin menjadi juru masak terbaik. Saya akan bekerja sungguh-sungguh dan belajar terus,” cetusnya. Ia ingin memajukan kuliner Indonesia dengan membawa masakan tradisional untuk menuju internasional. Untuk itu, ia bersama tim Balai Per- temuan Bumi Sangkuriang mengikuti tur ke Malaysia mempromosikan masakan khas Padang dan Sunda. Menyinggung keikutser- taannya dalam event dunia, anak kedua dari tiga bersau- dara tersebut menjelaskan ketika itu masih diperbolehkan karena sesuai dengan per- syaratan usia maksimal 22 ta- hun. Ia harus bersaing dengan peserta dari 38 negara lainnya membuat 13 modul cookery dalam waktu dua hari. “Saya bersama enam utusan SMK lainnya meraih gelar ter- baik dan saya yang mendapat nilai tertinggi meraih the best of nation,” pungkasnya. Lain lagi dengan Aris. Ia mengungkapkan tidak memi- liki prestasi sekolah maupun pribadi yang membanggakan. “Saya hanya menjadi juara kelas saja di SMK dan saya bukan siswa populer,” ujarnya merendah. Namun nyatanya, Aris me- rupakan siswa yang meraih nilai ujian nasional (UN) ter- baik tingkat SMK pada 2010. Menurutnya, ayahnya hanya seorang pedagang keliling yang bekerja keras membiayai sekolahnya. Karena itu, ketika tawaran bekerja dilayangkan oleh perusahaan permesinan, langsung ia sambut. Bahkan, ia rela tidak mengambil beasiswa kuliah Bidik Misi yang ditawarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Alasan saya memilih bekerja dan tidak mengambil beasiswa kuliah sama seperti anak-anak lain- nya. Saya ingin mengurangi beban keluarga dan menam- bah tabungan bila nanti ada ta- waran beasiswa yang sesuai,” cetus Aris yang kini bekerja sebagai operator mesin pada PT Multi Strada di Bekasi. Ia menyadari pendidikan memang nomor satu. Na- mun, demi keluarga, ia rela menunda kuliah. Menurut Aris, bersekolah di SMK jelas amat berbeda dengan SMA. Siswa SMK memiliki kele- bihan pada keterampilan yang menjurus pada keahlian yang ditekuni. ”Kalau SMA hanya sebatas pengenalan materi dan harus diperdalam lagi di bangku kuliah.” (Bay/H-1) DOK SMKN 6 BANDUNG Masih Terkendala Problem Kultural Baru sekitar 40% lulusan sekolah kejuruan yang langsung memperoleh pekerjaan. Membuka Jalur ke Dunia Kerja Ingin Kuliner Indonesia Mendunia 14 JUMAT, 2 DESEMBER 2011 H UMAN IORA Kemendikbud kini berupaya menggandengkan SMK dengan dunia industri dan perbankan guna membantu siswa dalam urusan permodalan. “Ke depan- nya lulusan SMK selain bisa terserap sebagai pekerja di dunia industri juga dapat berwirausa- ha sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan,” cetusnya. Pada bagian lain, Direktur SMK Kemendikbud Djoko Su- trisno menyatakan SMK akan terus diupayakan mampu men- jadi basis industri otomotif na- sional. Pasalnya, hasil karya siswa dalam ajang LKS dan se- jenisnya dalam bidang otomotif diminati banyak pengguna. “Ternyata hasil karya siswa SMK di bidang ini cukup baik dan banyak diminati pengguna, baik individu maupun industri atau perusahaan,” ùngkapnya. Ia menjelaskan, saat ini ada 297 mobil tipe sport utility vehicle (SUV) dan double cabin karya anak SMK yang bekerja sama dengan manufaktur dari per- usahaan swasta. Ia juga mengungkapkan minat masyarakat terhadap SMK men- ingkat setiap tahun. Pada tahun ini, jumlah siswa pada 9.300 SMK negeri dan swasta di Indonesia mencapai 3,97 juta, atau menin- gkat 20%. Peningkatan itu terjadi karena banyaknya lulusan SMK diterima di pasar kerja. Pada tahun lalu, dari sekitar 900 ribu lulusan SMK, sekitar 40% langsung bekerja, 25%- 30% menunggu empat bulan, dan sisanya 12%-14% memilih melanjutkan pendidikan tinggi di politeknik. Guna mendorong kualitas dan kuantitas SMK, Kemdikbud telah mengalokasi- kan anggaran Rp1,9 triliun untuk pembangunan gedung dan seko- lah baru, beasiswa, pembelian, dan sewa peralatan. (H-1) [email protected] rintah terkait berbagai promosi untuk meningkatkan popularitas SMK di mata masyarakat. Berba- gai promosi dan iklan dihadirkan untuk memberikan sudut pan- dang lain terhadap SMK. Namun, hal itu perlu kerja keras. “Pemangkasan budaya seperti itu memang memerlukan waktu yang cukup lama, pemerintah cukup baik dalam melakukan promosi. Namun, hal ini harus ditunjang dengan pembuktian diri dari SMK itu sendiri de- ngan berbagai prestasi sehingga masyarakat punya penilaian tersendiri,” pungkasnya. Memang, salah satu upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk itu dengan mengge- lar Lomba Kompetensi Seko- lah (LKS) dan pameran SMK tingkat nasional di Jakarta, pekan lalu. Ajang ini diharap- kan membuka mata publik, khususnya kalangan industri dan orang tua. Event ini dinilai sebagai sarana yang tepat un- tuk sosialisasi dunia SMK yang semakin berkembang maju. “Harapan saya, orangtua dan dunia industri dapat meli- hat kemajuan pendidikan ting- kat SMK karena tidak semua orang mengetahuinya secara luas,” kata Kepala SMK Negeri 6 Bandung Husen di sela-sela pameran LKS SMK di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Selasa (22/11). Menurutnya, melalui ke- bijakan Direktorat SMK Ke- mendikbud, kompetensi SMK dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk menghasilkan tenaga kerja terampil, tetapi juga dapat melanjutkan kuliah ke perguru- an tinggi dengan biaya mandiri. “Jadi SMK itu BMW, yaitu bisa bekerja, bisa mandiri, dan bisa berwirausaha.” PERIKSA MESIN: Beberapa guru SMKN 6 Bandung sedang memeriksa engine block karya siswa mereka yang dipamerkan di Jakarta, pekan lalu. Saya bersama enam utusan SMK lainnya meraih gelar terbaik dan saya yang mendapat nilai tertinggi.” DOK PRIBADI Nuryani Oktafiani Alumnus SMKN 6 Bandung ketimbang SMK. Selain itu, secara tingkat ekonomi, SMK lebih banyak diisi oleh anak- anak dari keluarga dengan tingkat perekonomian yang rendah. Persoalan lain yang ada di negeri ini ialah terkait titel pen- didikan yang secara budaya memiliki gengsi lebih tinggi khususnya dalam dunia kerja. “Orang kita masih melihat bekerja dengan titel lebih baik daripada tanpa titel, budaya ini seharusnya dipangkas,” lanjut Arief. Dengan ataupun tanpa gelar inilah yang kemudian mem- buat SMK dikerdilkan oleh masyarakat. Padahal, lulusan SMK hampir bisa dipastikan memiliki keahlian teknis ter- tentu pascalulus. Arief menam- bahkan bahwa yang dilihat itu seharusnya ialah tang- gung jawab dalam mengemban pekerjaan bukan pada gelar. “Tanpa gelar tapi mampu bekerja dengan baik bagaima- na? Itu yang lebih baik. Kita jangan sampai terjebak oleh budaya seperti itu.” Arief pun mengapresiasi lang- kah yang dilakukan oleh peme- Pada ajang pameran kali ini, SMKN 6 Bandung yang juga merupakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional itu me- mamerkan salah satu hasil karya siswanya berupa produk blok mesin ukuran 250cc untuk speedboat. SMKN 6 Bandung merupakan salah satu sekolah unggulan di Jawa Barat yang tergabung dalam program Indonesian-German Institute (IGI) sebagai salah satu partner IGI-Partner. “Dalam kapasitas ini lembaga kami bertekad terus mengem- bangkan paket diklat yang lebih beragam bagi masyarakat in- dustri,” tandas Husen. Menurut Husein, sekitar 100 lembaga dan perusahaan nasional telah men- jalin kemitraan antara lain PT PLN, PT Samsung, PT Pindad, dan PT Astra Internasional. Pada kesempatan yang sama, Kepala SMKN 9 Bandung Deddy Hermadi menyatakan SMK kini bukan lagi kelas dua atau pilihan cadangan. Se- iring perubahan paradigma di masyarakat, SMK telah menjadi pilihan utama siswa SMP untuk melanjutkan pendidikannya. Dewasa ini, lanjut Deddy, ka- langan dunia industri meman- dang lulusan SMK lebih siap untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. (HZ/Bay/H-1)

Upload: vanngoc

Post on 04-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JUMAT, 2 DESEMBER 2011 Membuka Jalur Ingin Kuliner ke ... filepenilaian pada masyarakat kita bahwa SMK sebagai sekolah ... Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) Sekolah Menengah Kejuruan

POPULARITAS sekolah me-nengah atas (SMA) sampai saat ini diakui masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan sekolah menengah kejuruan (SMK). Padahal, kedua jenjang pendidikan ini memiliki ting-katan yang sama.

Pemerhati pendidikan Arief Rachman mengakui masih ada penilaian pada masyarakat kita bahwa SMK sebagai sekolah kelas dua ketimbang SMA. “Orang masih melihat SMA lebih tinggi daripada SMK,” ungkapnya saat dihubungi Me-dia Indonesia, Rabu (30/11).

Secara struktural, keberadaan SMK tidak ada yang salah dan memang berada dalam satu tingkat dengan SMA sebagai pendidikan menengah lanjut-an. Yang perlu digaris bawahi, lanjut Arief ialah permasalahan kultural bahwa SMK perlu membuktikan diri mampu lebih unggul daripada SMA.

“Ini tidak bisa diapa-apakan lagi sampai pada saatnya SMK mampu tampil sebagai jenjang pendidikan yang bisa menye-lesaikan berbagai masalah,” ujar Arief.

Pamor SMK yang rendah, menurutnya, bisa terlihat dari pilihan lulusan sekolah mene-ngah pertama yang mayoritas lebih banyak memilih SMA

SYARIEF OEBAIDILLAH

PERHELATAN akbar Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) tingkat nasional baru saja usai pekan lalu. Sebanyak 1.300 siswa SMK dari 33 provinsi ikut memeriahkan event itu. Mereka mengikuti kompetisi 50 bidang keahlian yang terbagi dalam em-pat kelompok, yakni teknologi, bisnis dan pariwisata, pertanian, serta kriya.

Ajang LKS yang digelar di Parkir Timur Senayan, Jakarta, pada 20-24 November itu juga menggelar pameran hasil karya siswa SMK yang diikuti lebih dari 20 SMK se-Jawa dan Suma-tra. Pameran LKS merupakan rangkaian kegiatan yang tidak lepas dari penyelenggaraan yang menampilkan karya siswa SMK, di antaranya pesawat eksperimental, perakitan bodi kendaraan roda empat, kerajinan batik, kuliner, dan animasi.

Event unjuk gigi siswa SMK itu seolah memupus kesan selama ini bahwa SMK merupakan pilihan kedua atau cadangan setelah SMA. Oleh karena itu, selain berguna untuk mewa-dahi kreativitas para siswa SMK, kegiatan tersebut diharapkan memacu semangat dan me-rangsang imajinasi kreatif siswa SMK untuk menciptakan karya yang tidak hanya brilian, tapi juga mampu bermanfaat bagi masyarakat luas.

Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhamad menjanjikan sekolah yang berprestasi dalam LKS akan mendapat perhatian khusus untuk memacu siswa sekolah itu agar lebih pandai dan mampu berkompetisi baik di level nasional maupun inter-nasional.

Para pemenang dipersiapkan untuk mengikuti ASEAN Skill Competition (ASC) 2012 yang akan diselenggarakan di Ta-nah Air. Hamid juga berharap produk-produk yang menjadi jawara merupakan karya inovasi yang masih bisa dikembangkan lagi di berbagai bidang sehingga SMK tidak lagi menjadi sekolah menengah yang dipandang se-belah mata.

“Harapan kami event LKS ini selalu lebih baik dan mening-kat kualitasnya setiap tahun terutama bidang keahlian yang

dilombakan,” tegasnya.Ia mengingatkan, dunia pen-

didikan menengah kejuruan ditantang untuk meningkatkan mutu dan relevansinya agar dapat menghasilkan lulusan dengan profi l ketenagakerjaan yang selaras dengan perkem-bangan ekonomi kreatif.

“Tamatan SMK harus memi-liki kemampuan untuk ikut menggerakkan ekonomi kreatif, karena itu mereka mesti dibekali kecakapan inovasi, kreativitas, kapabilitas teknologi serta seni dan budaya,” ujarnya.

Siswa SMK, lanjut dia, harus ditanamkan nilai-nilai kerja ke-ras, menyukai tantangan, dan ke-mampuan yang sehat, mandiri, dan bertanggung jawab, santun serta cinta Tanah Air.

“LKS SMK ini bukan sekadar meningkatkan mutu pendidikan, melainkan harus mendorong mereka mencapai kompetensi tertentu yang dituntut dunia usaha,” tandas Hamid.

Ajang LKS SMK diharapkan terus berkembang memfasilitasi para siswa SMK dalam mengem-bangkan dan menunjukkan kom-petensi sesuai bidang keteram-pilan mereka, se lain mengasah kecakapan berkomunikasi, ber-pikir kritis, merancang strategi, pemecahan masalah, mampu bekerja dalam kelompok, dan toleran menghadapi perbedaan.

Produksi massalDi sisi lain, Mendikbud M

Nuh mengatakan hasil karya siswa SMK pada pameran dan LKS dapat diproduksi secara massal karena produk yang dibuat sudah banyak diguna-kan. “Hampir seluruh SMK telah menggunakan fasilitas IT (informasi teknologi). Yang membutuhkan proyektor mau-pun notebook, bisa menggunakan hasil karya siswa SMK dengan merek Esemka,” katanya.

Namun, Nuh mengakui satu bidang yang masih sulit ditem-bus untuk memproduksi massal karya SMK adalah bidang otomo-tif karena membutuhkan energi dan biaya yang lebih besar.

Melalui produksi massal, karya-karya siswa SMK diharap-kan dapat diprioritaskan. Sebab, lanjut Mendikbud, produk siswa SMK hanya butuh layanan pur-najual yang sederhana. “Jika dapat menembus kerja sama dengan pihak lain untuk layanan purnajual akan jauh lebih baik,” ujarnya.

SEKOLAH menengah keju-ruan (SMK) saat ini bukan lagi pilihan kedua bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidik-annya dan serius menekuni bidang pekerjaannya. Apalagi bagi siswa yang berasal dari keluarga ekonomi mene ngah ke bawah, masuk SMK meru-pakan pilihan pertama de-ngan harapan dapat segera be kerja.

Hal itu tecermin dari ung-kapan alumnus SMK Negeri 9 Bandung Nuryani Oktafi ani dan alumnus SMK Negeri 6 Bandung Aris Sofyana yang dihubungi Media Indonesia, beberapa waktu lalu. “Saya memilih SMK agar dapat se-gera bekerja dan membantu orangtua,” kata Nuryani.

Bagi dia, SMK memberikan pelajaran teori dan praktik untuk memudahkan siswa-siswinya di bidang pekerjaan tertentu. Mojang kelahiran 17 Oktober 1987 itu memang ter-masuk pelajar yang berbakat. Ia memiliki prestasi mem-banggakan dengan menjuarai Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) SMK tingkat nasional bidang memasak atau cookery pada 2003, memenangi Asian Skill Competition (ASC) pada 2004, serta meraih the best of ex-cellent (penghargaan terbaik) memasak pada kejuaraan dunia SMK (World Skill Com-petition) di Calgary, Kanada, pada 2009.

Keahliannya dalam mema-sak telah tumbuh sejak kecil hingga tersalurkan bakatnya itu semasa sekolah. Kini, po-sisinya sebagai junior chef the pastry di Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang, salah satu hotel bergengsi dan tertua di Bandung.

“Sekarang cita-cita saya ingin menjadi juru masak ter baik. Saya akan bekerja sungguh-sungguh dan belajar terus,” cetusnya.

Ia ingin memajukan kuliner Indonesia dengan membawa masakan tradisional untuk menuju internasional. Untuk itu, ia bersama tim Balai Per-temuan Bumi Sangkuriang mengikuti tur ke Malaysia mempromosikan masakan khas Padang dan Sunda.

Menyinggung keikutser-taannya dalam event dunia, anak kedua dari tiga bersau-dara tersebut menjelaskan ketika itu masih diperbolehkan karena sesuai dengan per-syaratan usia maksimal 22 ta-hun. Ia harus bersaing de ngan peserta dari 38 negara lainnya membuat 13 modul cookery dalam waktu dua hari.

“Saya bersama enam utusan SMK lainnya meraih gelar ter-baik dan saya yang mendapat nilai tertinggi meraih the best of nation,” pungkasnya.

Lain lagi dengan Aris. Ia mengungkapkan tidak memi-liki prestasi sekolah maupun pribadi yang membanggakan. “Saya hanya menjadi juara kelas saja di SMK dan saya bukan siswa populer,” ujarnya merendah.

Namun nyatanya, Aris me-rupakan siswa yang meraih nilai ujian nasional (UN) ter-baik tingkat SMK pada 2010. Menurutnya, ayahnya hanya seorang pedagang keliling yang bekerja keras membiayai sekolahnya. Karena itu, ketika tawaran bekerja dilayangkan oleh perusahaan permesinan, langsung ia sambut.

Bahkan, ia rela t idak mengambil beasiswa kuliah Bidik Misi yang ditawarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Alasan saya memilih bekerja dan tidak mengambil beasiswa kuliah sama seperti anak-anak lain-nya. Saya ingin mengurangi beban keluarga dan menam-bah tabungan bila nanti ada ta-waran beasiswa yang sesuai,” cetus Aris yang kini bekerja sebagai operator mesin pada PT Multi Strada di Bekasi.

Ia menyadari pendidikan memang nomor satu. Na-mun, demi keluarga, ia rela menunda kuliah. Menurut Aris, bersekolah di SMK jelas amat berbeda dengan SMA. Siswa SMK memiliki kele-bihan pada keterampilan yang menjurus pada keahlian yang ditekuni. ”Kalau SMA hanya sebatas pengenalan materi dan harus diperdalam lagi di bangku kuliah.” (Bay/H-1)

DOK SMKN 6 BANDUNG

Masih Terkendala Problem Kultural

Baru sekitar 40% lulusan sekolah kejuruan yang langsung memperoleh pekerjaan.

Membuka Jalur ke Dunia Kerja

Ingin KulinerIndonesiaMendunia

14 JUMAT, 2 DESEMBER 2011HUMANIORA

Kemendikbud kini berupaya menggandengkan SMK dengan dunia industri dan perbankan guna membantu siswa dalam urusan permodalan. “Ke depan-nya lulusan SMK selain bisa terserap sebagai pekerja di dunia industri juga dapat berwirausa-ha sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan,” cetusnya.

Pada bagian lain, Direktur SMK Kemendikbud Djoko Su-trisno menyatakan SMK akan terus diupayakan mampu men-jadi basis industri otomotif na-sional. Pasalnya, hasil karya siswa dalam ajang LKS dan se-jenisnya dalam bidang otomotif

diminati banyak pengguna.“Ternyata hasil karya siswa

SMK di bidang ini cukup baik dan banyak diminati pengguna, baik individu maupun industri atau perusahaan,” ùngkapnya.

Ia menjelaskan, saat ini ada 297 mobil tipe sport utility vehicle (SUV) dan double cabin karya anak SMK yang bekerja sama dengan manufaktur dari per-usahaan swasta.

Ia juga mengungkapkan minat masyarakat terhadap SMK men-ingkat setiap tahun. Pada tahun ini, jumlah siswa pada 9.300 SMK negeri dan swasta di Indonesia mencapai 3,97 juta, atau menin-

gkat 20%. Peningkat an itu terjadi karena banyaknya lulusan SMK diterima di pasar kerja.

Pada tahun lalu, dari sekitar 900 ribu lulusan SMK, sekitar 40% langsung bekerja, 25%-30% menunggu empat bulan, dan sisanya 12%-14% memilih melanjutkan pendidikan tinggi di politeknik. Guna mendorong kualitas dan kuantitas SMK, Kemdikbud telah mengalokasi-kan anggaran Rp1,9 triliun untuk pembangun an gedung dan seko-lah baru, beasiswa, pembelian, dan sewa peralatan. (H-1)

[email protected]

rintah terkait berbagai promosi untuk meningkatkan popularitas SMK di mata masyarakat. Berba-gai promosi dan iklan dihadirkan untuk memberikan sudut pan-dang lain terhadap SMK. Namun,

hal itu perlu kerja keras.“Pemangkasan budaya seperti

itu memang memerlukan waktu yang cukup lama, pemerintah cukup baik dalam melakukan promosi. Namun, hal ini harus

ditunjang dengan pembuktian diri dari SMK itu sendiri de-ngan berbagai prestasi sehingga masyarakat punya penilaian tersendiri,” pungkasnya.

Memang, salah satu upaya

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk itu dengan mengge-lar Lomba Kompetensi Seko-lah (LKS) dan pameran SMK tingkat nasional di Jakarta, pekan lalu. Ajang ini diharap-kan membuka mata publik, khususnya kalangan industri dan orang tua. Event ini dinilai sebagai sarana yang tepat un-tuk sosialisasi dunia SMK yang semakin berkembang maju.

“Harapan saya, orangtua dan dunia industri dapat meli-hat kemajuan pendidikan ting-kat SMK karena tidak semua orang mengetahuinya secara luas,” kata Kepala SMK Negeri 6 Bandung Husen di sela-sela pameran LKS SMK di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Selasa (22/11).

Menurutnya, melalui ke-bijakan Direktorat SMK Ke-mendikbud, kompetensi SMK dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk menghasilkan te naga kerja terampil, tetapi juga dapat melanjutkan kuliah ke perguru-an tinggi dengan biaya mandiri. “Jadi SMK itu BMW, yaitu bisa bekerja, bisa mandiri, dan bisa berwirausaha.”

PERIKSA MESIN: Beberapa guru SMKN 6 Bandung sedang memeriksa engine block karya siswa mereka yang dipamerkan di Jakarta, pekan lalu.

Saya bersama enam utusan

SMK lainnya meraih gelar terbaik dan saya yang mendapat nilai tertinggi.”

DOK PRIBADI

Nuryani OktafianiAlumnus SMKN 6 Bandung

ketimbang SMK. Selain itu, secara tingkat ekonomi, SMK lebih banyak diisi oleh anak-anak dari keluarga dengan tingkat perekonomian yang rendah.

Persoalan lain yang ada di negeri ini ialah terkait titel pen-didikan yang secara budaya memiliki gengsi lebih tinggi khususnya dalam dunia kerja. “Orang kita masih melihat bekerja dengan titel lebih baik daripada tanpa titel, budaya ini seharusnya dipangkas,” lanjut Arief.

Dengan ataupun tanpa gelar inilah yang kemudian mem-buat SMK dikerdilkan oleh masyarakat. Padahal, lulusan SMK hampir bisa dipastikan memiliki keahlian teknis ter-tentu pascalulus. Arief menam-bahkan bahwa yang dilihat itu seharusnya ialah tang-gung jawab dalam mengemban pekerjaan bukan pada gelar.

“Tanpa gelar tapi mampu bekerja dengan baik bagaima-na? Itu yang lebih baik. Kita jangan sampai terjebak oleh budaya seperti itu.”

Arief pun mengapresiasi lang-kah yang dilakukan oleh peme-

Pada ajang pameran kali ini, SMKN 6 Bandung yang juga merupakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional itu me-mamerkan salah satu hasil karya siswanya berupa produk blok mesin ukuran 250cc untuk speedboat. SMKN 6 Bandung merupakan salah satu sekolah unggulan di Jawa Barat yang tergabung dalam program Indonesian-German Institute (IGI) sebagai salah satu partner IGI-Partner.

“Dalam kapasitas ini lembaga kami bertekad terus mengem-bangkan paket diklat yang lebih beragam bagi masyarakat in-dustri,” tandas Husen. Menurut Husein, sekitar 100 lembaga dan perusahaan nasional telah men-jalin kemitraan antara lain PT PLN, PT Samsung, PT Pindad, dan PT Astra Internasional.

Pada kesempatan yang sama, Kepala SMKN 9 Bandung Deddy Hermadi menyatakan SMK kini bukan lagi kelas dua atau pilihan cadangan. Se-iring perubahan paradigma di masyarakat, SMK telah menjadi pilihan utama siswa SMP untuk melanjutkan pendidikannya. Dewasa ini, lanjut Deddy, ka-langan dunia industri meman-dang lulusan SMK lebih siap untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. (HZ/Bay/H-1)