jalan panjang menuju keharmonisan rumah tangga

79
menuju Libby SinlaEloE, Tri Soekirman, Paul SinlaEloE JALAN PANJANG KEHARMONISAN RUMAH TANGGA RUMAH PEREMPUAN KUPANG Jln. Pegangsaan I, No. 17, Kelapa Lima, Kota Kupang-NTT Telp/Fax. (0380)-823117; E-mail : [email protected]

Upload: paul-sinlaeloe

Post on 21-Jun-2015

1.160 views

Category:

Education


11 download

DESCRIPTION

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dalam suasana yang bahagia, aman, tentram dan damai adalah dambaan setiap orang dalam suatu rumah tangga. Itulah kalimat yang terdapat pada baris pertama sekaligus Alinea Pertama dari Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kalimat ini juga, merupakan gambaran dari kondisi dan atau tujuan yang hendak diwujudkan berkaitan dengan maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Permasalahannya, sejauh mana hal ini teraplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari dalam masyarakat sekitar kita? Pengalaman Rumah Perempuan selama 10 (sepuluh) tahun dalam melakukan kerja-kerja pendampingan korban, membuktikan bahwa memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera, merupakan tantangan yang harus ditemukan solusinya, terutama pasca terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Tantangan ini semakin lebih berat lagi ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga, para pihak mencari keadilan melalui sistem peradilan formal. Pengalaman Rumah Perempuan juga mengajarkan bahwa pasca penarikan kasus dari pihak kepolisian dan atau pasca vonis pengadilan, pihak korban dalam hal ini istri atau anak maupun anggota rumah tangga lainnya akan dipersalahkan oleh pihak keluarga dan atau tetangga. Akibatnya, para korban akan mengalami tekanan psikologis. Khusus bagi anak akan cenderung mencari pelampiasan dengan cara mengikuti perilaku buruk dari pelaku. Sedangkan bagi para istri, biasanya akan memilih jalan pintas yakni perceraian untuk mengakhiri penderitaannya.Berpijak pada realita persoalan di atas, Rumah Perempuan yang merupakan lembaga non profit dan bekerja untuk isue-isue perempuan, kesetaraan gender dan sangat konsern pada persoalan kekerasan dalam rumah tangga, menawarkan suatu model penyelesaian alternatif kasus kekerasan dalam rumah tangga, lewat buku yang berjudul “JALAN PANJANG MENUJU KEHARMONISAN RUMAH TANGGA”.

TRANSCRIPT

Page 1: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

menuju

Libby SinlaEloE, Tri Soekirman, Paul SinlaEloE

JALAN PANJANGKEHARMONISAN

RUMAH TANGGA

RUMAH PEREMPUAN KUPANGJln. Pegangsaan I, No. 17, Kelapa Lima,

Kota Kupang-NTTTelp/Fax. (0380)-823117;

E-mail : [email protected]

Page 2: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Diterbitkan oleh :

RUMAH PEREMPUAN KUPANGJln. Pegangsaan I, No. 17, Kelapa Lima,

Kota Kupang-Nusa Tenggara Timur;Telp/Fax. (0380)-823117; E-mail : [email protected]

menujuJALAN PANJANG

KEHARMONISANRUMAH TANGGA

Page 3: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

JALAN PANJANG MENUJUKEHARMONISAN RUMAH TANGGA

Cetakan Pertama, Februari 2011Hak Cipta © Rumah Perempuan Kupang

ISBN: 978-602-96517-1-3vi + 70 Halaman; 14 x 21 cm

Penulis:Libby SinlaEloE, Tri Soekirman, Paul SinlaEloE

Editor:Paul SinlaEloE

Desain Cover:Wesly Jacob

Lay Out/Tata Letak:Wesly Jacob

Diterbitkan oleh:Rumah Perempuan Kupang

Jln. Pegangsaan I, No. 17, Kelapa Lima, Kota Kupang-Nusa Tenggara Timur;Telp/Fax. (0380)-823117; E-mail: [email protected]

Didukung oleh:American Friends Service Committee (AFSC)-Indonesia

Jln. Krasak Barat, Kota Baru, Yogyakarta; Telp/Fax. 0274-517062/0274-556610;Email: ; Website: www.bina-damai.net

iii

Page 4: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

SEKAPUR SIRIH

Salam Damai Untuk Perdamaian..!merican Friends Service Committee (AFSC) Indonesiamenyampaikan apresiasi yang tinggi dan selamat

atas terbitnya buku dengan judul “Jalan Panjang menujuKeharmonisan Rumah Tangga” yang dirilis oleh LSM RumahPerempuan. Karya kecil ini akan didedikasikan bagipeningkatan martabat kaum perempuan dansekaligus memberikan ruang yang luas pada upayamenyentuh pelaku KDRT (baca: dominan laki-laki/suami) dengan tetap menjunjung harmonisasikeluarga.

Upaya Rumah Perempuan dan komunitasnya merupakan langkahyang mempertegas pengoptimalan modal sosial seperti mekanisme adat danpara aktor terkait di komunitas di dalam penyelesaian KDRT.

Melalui buku ini, kita disadarkan kembali bahwa potensi kebhinekaanNusa Tenggara Timur (NTT) yang beragam adat-istiadat seperti adat Timor,Rote, dan Timor-Timur sangat potensial menyelesaikan kekerasan terhadapperempuan. Ini modal sosial yang perlu diberi ruang sebagaimana yangsering diutarakan oleh Rumah Perempuan sendiri agar kaum perempuankembali percaya dir i dan tidak tenggelam pada keputusasaan.

Buku ini seyogyanya dipandang sebagai kumpulan huruf-huruf hidupyang berbicara tentang keharmonisan rumah tangga dan masa depanperempuan NTT. Karena itu, buku ini diharapkan menjadi rujukan bagi semuapemangku kepentingan yang peduli pada keharmonisan rumah tangga,khususnya nasib perempuan NTT.

Yogyakarta, 8 Maret 2011Jiway Francis Thung

Country Representatif AFSC Indonesia

A

iii

SEKAPUR SIRIH

Page 5: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

KATA PENGANTAR

eutuhan dan kerukunan rumah tangga dalam suasana yang bahagia, aman,tentram dan damai adalah dambaan setiap orang dalam suatu rumah

tangga. Itulah kalimat yang terdapat pada baris pertama sekaligus AlineaPertama dari Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, tentangPenghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kalimat ini juga, merupakangambaran dari kondisi dan atau tujuan yang hendak diwujudkan berkaitandengan maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Permasalahannya,sejauh mana hal ini teraplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari dalammasyarakat sekitar kita?

Pengalaman Rumah Perempuan selama 10 (sepuluh) tahun dalammelakukan kerja-kerja pendampingan korban, membuktikan bahwa memeliharakeutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera, merupakan tantanganyang harus ditemukan solusinya, terutama pasca terjadinya kekerasan dalamrumah tangga. Tantangan ini semakin lebih berat lagi ketika terjadi kekerasandalam rumah tangga, para pihak mencari keadilan melalui sistem peradilanformal.

Pengalaman Rumah Perempuan juga mengajarkan bahwa pasca penarikankasus dari pihak kepolisian dan atau pasca vonis pengadilan, pihak korbandalam hal ini istri atau anak maupun anggota rumah tangga lainnya akandipersalahkan oleh pihak keluarga dan atau tetangga. Akibatnya, para korbanakan mengalami tekanan psikologis. Khusus bagi anak akan cenderung mencaripelampiasan dengan cara mengikuti perilaku buruk dari pelaku. Sedangkan bagipara istri, biasanya akan memilih jalan pintas yakni perceraian untuk mengakhiripenderitaannya.

Berpijak pada realita persoalan di atas, Rumah Perempuan yang merupakanlembaga non profit dan bekerja untuk isue-isue perempuan, kesetaraan genderdan sangat konsern pada persoalan kekerasan dalam rumah tangga, menawarkansuatu model penyelesaian alternatif kasus kekerasan dalam rumah tangga,lewat buku yang berjudul “JALAN PANJANG MENUJU KEHARMONISANRUMAH TANGGA”.

Keberhasilan Rumah Perempuan dalam mendesain model penyelesaianalternatif kasus kekerasan dalam rumah tangga dan membukukannya, tidak

K

iv

KATA PENGANTAR

Page 6: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

bisa dipisahkan dari dukungan dana American Friends Service Committee(AFSC) dan partisipasi dari warga, aparat desa dan para tokoh yang berada diDesa Noelbaki dan Desa Tuapukan, yang merupakan daerah tempat dilakukannyatry out draft model Penyelesaian alternatif kasus kekerasan dalam rumahtangga. Untuk itu, bagi AFSC, aparat desa, warga desa dan para tokoh yangberada di Desa Noelbaki dan Desa Tuapukan, patut mendapatkan ucapkanterima kasih.

Ucapan terima kasih, juga pantas diberikan kepada Jhon Nome, SH.Mhum(Dosen FH UNDANA), Deddy Ch. Manafe, SH.Mhum (Dosen FH UNDANA) danDrs.Ayub Titu Eki, Phd, (Bupati Kupang) yang telah menyumbangkan pikirancerdasnya untuk memperkaya makna dari buku ini. Terima kasih yang tulus,tak lupa diberikan kepada: Pdt. Dr. Eben Nuban Timo, MTh, Prof. Mia Noach,MA.Phd, Ir. Sarah Lery Mboeik, Ir. Farry Dj. Francis, MMA, dr. Joyce Kansil,Octory Gasperz, SE, Drg. Christina Titu Eki, MPh, Esaf Daka Besi, Yacob Folle,SE, Iin Luttu, Frederik Mbura dan Muhazir Hornai Belo yang sudah memberikanpencerahan tentang model penyelesaian alternatif kasus kekerasan dalam rumahtangga.

Khusus untuk teman-teman aktivis Rumah Perempuan: Imelda Daly,Yulius Boni Geti, Noldy Taduhungu, Watty Bagang, Theresia Siti, Hofni Tefbana,Nurkasrih, Imelda Pong, juga layak menerima ucapan terima kasih karenakesetiaan dan kekompakannya dalam melakukan advokasi, mediasi dan konselingterhadap para korban kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Sebagai penutup, buku ini diharapkan menjadi masukan yang bermanfaatbagi para pihak yang berkeinginan untuk melakukan reformasi sistem peradilandi Indonesia. Selain itu, buku ini juga diharapkan dapat menjadi bacaan alternatifyang bermanfaat bagi setiap individu maupun kelompok yang peduli terhadappersoalan kekerasan dalam rumah tangga dan bertekad untuk mewujudkankeutuhan dan kerukunan rumah tangga dalam suasana yang bahagia, aman,tentram dan damai sebagaimana dambaan setiap orang dalam suatu rumahtangga. Terima Kasih...!!!

Kupang, 8 Maret 2011Libby Ratuarat-SinlaEloE

Koordinator Rumah Perempuan

v

KATA PENGANTAR

Page 7: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

SEKAPUR SIRIH .................................................................................KATA PENGANTAR ............................................................................DAFTAR ISI .................................................................................

BAB IPENDAHULUAN .................................................................................A. PENGANTAR .................................................................................B. KDRT DALAM PERSPEKTIF YURIDIS ...............................................C. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA:

Kembalinya “Anak Terhilang”..!! .......................................................

BAB IIKEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMURA. PENGANTAR ......................................................................B. FENOMENA KDRT DI NTT .........................................................C. POTRET KDRT DI NOELBAKI DAN TUAPUKAN ............................

BAB IIIMODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAMRUMAH TANGGA ......................................................................A. PENGANTAR ............................................................B. PENYELESAIAN ALTERNATIF KDRT ..................................................C. MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KDRT VERSI RUMAH

PEREMPUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB IIIPENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .A. PENGANTAR ......................................................................B. PERANAN PEMERINTAH KABUPATEN KUPANG DALAM MEWUJUDKAN

PENYELESAIAN ALTERNATIF KDRT ..................................

DAFTAR BACAAN .............................................................BIOGRAFI PENULIS ......................................................................LAMPIRAN· PROFIL RUMAH PEREMPUAN & PROFIL AFSC .............................

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

iiiivvi

115

14

27272830

363637

40

5252

55

6165

68

Page 8: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

BAB IPENDAHULUAN

A. PENGANTARPdt. Dr. Eben Nuban Timo, MTh (Ketua Majelis Sinode GMIT,Periode 2007-2011)

alam menyelesaikan kasus KDRT memang sebaiknya jalur hukummenjadi pilihan terakhir. Misi yang dilakukan dalam penanganan dan

pencegahan KDRT seharusnya adalah misi pemberdayaan sehinggakeharmonisan dapat terwujud. Untuk mencapai keharmonisankeluarga, sangat penting dilakukan penguatan secara internal

terhadap setiap individu, sehingga mereka bisa bertindak secarapositif dalam segala hal. Dan nantinya, setiap individutersebut dapat bertumbuh menjadi manusia yang kreatifdan bermartabat. Untuk mencapai misi ini tentunya gereja

harus bekerja sama dengan unsur lainnya yang ada di masyarakat, terutamadalam mendiskusikan persoalan ketimpangan gender yang ada. Diskusi-diskusi ini bisa dimasukan dalam bahan ajar katekasasi dan juga konselingpra nikah. (Kupang, 17 Februari 2011).

D

Ir. Sarah Lery Mboeik (Anggota DPD RI, Periode 2009-2014).Penyelesaian kasus KDRT melalui mekanisme non formal (Mekanisme Adat) sebenarnya sudah ada sejak dahulu.Banyak kajian sosiologi hukum yang menceritakantentang mekanisme non formal ini. Di NTT budayapatriarki masih cukup kuat dan ini sangat berkorelasidengan perspektif dari para tua-tua adat dalammenentukan sanksi dalam sebuah kasus KDRT. Jangansampai, sanksi yang diberikan justru akan melanggar

HAM dan menindas kaum perempuan. Untuk itu, mekanisme penyelesaianalternatif ini harus didesain secara baik. Artinya mekanisme penyelesaianalternatif ini seharusnya merupakan hasil dari perpaduan antara mekanisme

1

BAB I.PENDAHULUAN

Page 9: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

formal dan mekanisme non formal (Mekanisme Adat). Kalau tidak, makamekanisme alternatif ini justru akan kembali menguatkan sistem patriarkiyang ada dan posisi perempuan menjadi semakin lemah. Model penyelesaianalternatif kasus KDRT ini, juga tidak boleh didesain untuk diterapkan secarakaku dan diberlakukan secara general di tempat lain karena tidak semuamasyarakat memiliki tipikal yang sama. Satu hal yang tidak boleh dilupakanbahwa penyelesaian kasus KDRT melalui jalur hukum formal dan non formalmaupun mempergunakan mekanisme alternatif mempunyai kelebihan dankelemahannya sendiri-sendiri, sehingga tidak boleh ada dikotomi yang satu

lebih baik dan yang satunya tidak. (Jakarta 5 Februari 2011).

Ir. Farry Dj. Francis, MMA (Anggota DPR RI, Periode2009-2014) Persoalan kekerasan dalam rumah tanggamerupakan masalah yang sudah mendapat perhatianserius dari berbagai pihak di seluruh belahan dunia.Alternatif Penyelesaian Sengketa, merupakan salah satucara yang lebih baik dalam menyelesaikan konflik daripada diselesaikan di kepolisian. Di banyak wilayah,

masyarakat tertentu punya cara-cara sendiri untuk menyelesaikan kasus-kasus KDRT. Misalnya, lewat pendekatan kekeluargaan dan untuk itu, haltersebut perlu didorong. Walaupun demikian pendekatan alternatif dalampenyelsaian kasus KDRT ini, harus di desain secara baik sehingga padatataran implementasinya tidak berdampak buruk pada kaum perempuan.(Jakarta, 19 February 2011)

dr. Joyce Kansil (Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan KotaKupang)Persoalan KDRT merupakan suatu wujud kejahatanterhadap kemanusiaan yang harus dicarikan solusiyang tepat. Dalam menyelesaiakan kasus KDRT, kitaharus mempertimbangkan 2 (dua) hal yaitu: Pertama,kasus yang bisa dimediasi oleh tokoh masyarakat danaparat pemerintah setempat. Kedua, Kasus yangharus diangkat ke ranah hukum formal, yaitu kasusyang berdampak sangat buruk terhadap korban. Penyelesaian kasus berbasis

2

BAB I.PENDAHULUAN

Page 10: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

AKP. Johanis Kristian Tanau (Kasat Reskrim Polres Kupang)Salah satu semangat UU PKDRT adalah pelibatan berbagaielemen masyarakat dalam upaya penyelesaian kasusKDRT menuju keharmonisan. Oleh karena itu, dalammenangani kasus KDRT pihak kepolisian jugamengharapkan ada partisipasi masyarakat. Di wilayahkerja Polres Kupang, bentuk kasus KDRT yangmendominasi dalam beberapa tahun terakhir adalahkasus penganiayaan. Dalam penanganan kasus KDRT,kami menjalankan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Apabila ada pihakyang sudah melaporkan ke kepolisian dan ingin berdamai, maka akandituangkan dalam surat perjanjian damai yang ditandatangani oleh korbandan pelaku serta disaksikan oleh saksi-saksi dari kedua belah pihak. Padasisi lain, pihak kepolisian juga sangat dilematis ketika menangani kasusKDRT. Contohnya, ketika pihak kepolisian diminta oleh salah satu pihak baikpelaku maupun korban untuk memfasilitasi agar terjadinya perdamaiandiantara mereka, maka oleh pihak yang lain sering menuduh bahwa kepolisianselalu menghambat proses penegakan hukum dan berbelit-belit dalampenanganan kasus. Bahkan ada juga yang menuduh pihak kepolisian sudahmenerima uang sogokan dari pihak tertentu. Bertolak dari pengalaman yangdemikian, maka kami berharap pelaporkan kasus KDRT ke pihak kepolisianadalah pilihan terkahir. Bagi pihak kepolisian, apalah artinya kasus KDRT diproses sampai ke pengadilan, namun ini akan memperburuk hubungankekeluargaan dalam lingkup rumah tangga? apalah artinya kalau pelaku divonis bersalah dengan hukuman penjara atau denda sedangkan korban danpihak lain dalam lingkup rumah tangga akan “terlantar”? (Kupang, 1 Maret2011).

masyarakat, memang merupakan model penyelesaian kasus yang lebih baikkarena melibatkan berbagai unsur yang ada dalam masyarakat. Penyelesaiankasus KDRT juga diharapkan dapat diharmonisasikan dengan budaya yangada di NTT yang nota bene system kekeluargaannya masih sangat tinggi.Jika kasus bisa diselesaikan secara kekeluaragaan lebih baik, namun untukkasus berulang dan mermbawa dampak yang fatal bagi korban tidak bisaditolerir. (Kupang, 2 Februari 2011)

3

BAB I.PENDAHULUAN

Page 11: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Prof. Mia Noach, MA.Phd (Dewan Penasehat LPA NTT, Periode2011-2014)

KDRT dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) merupakansuatu tindak kejahatan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai

kemanusian. Penyelesaian kasus kekerasan dalam rumahtangga melalui penyelesaian alternatif pada dasarnyadimaksudkan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan.Penyelesaian alternatif ini lebih menyentuh hati dari para

pihak yang mengalami persoalan kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan,apabila diselesaikan melalui proses hukum formal, hasilnya kurang maksimal.Penyelesaian alternatif kasus kekerasan dalam rumah tangga ini dapatmelibatkan banyak pihak termasuk para penegak hukum. Keterlibatan daripara tokoh agama sangat penting dalam penyelesaian ini, untuk itu peranlembaga agama seperti gereja sangat perlu ditingkatkan. (Kupang, 18Desember 2011).

Winston Rondo, SPt (Direktur CIS Timor)Dalam hal penyelesaian suatu kasus, bisanya terdapat 2 (dua) paradigmayang bisa saling melengkapi: Pertama, realiatas patriarki yang kuat yanagmenjadi sukma dari kasus KDRT. Kedua, politik afirmasi yang melahirkanUU PKDRT. Dengan membawa kasus ke proses hukum formal diharapkandapat memberikan efek jera terhadap pelaku, tapi pada prakteknya justru

berdampak pada pemisahan keluarga. Ini yang tidak kitaharapkan. Pada satu sisi kita harus memastikan perlindunganterhadap perempuan dan anak, namun pada sisi lainnyakeluarga harus tetap utuh dan menjadi sumber teladan.

Pendekatan penyelesaian alternative kasus KDRT ini bisamendorong kesadaran bersama tentang hak perempuan

dan pendekatan yang dirumuskan ini sangat sarat dengankonteks lokal atau sesuai dengan budaya setempat danjuga agama. Selama ini orang masih mengganggap

persoalan KDRT sebagai persoalan privat, namun dengan pendekatan inimendorong berfungsinya mekanisme komunal yang sudah ada di masyarakat.

4

BAB I.PENDAHULUAN

Page 12: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

B. KDRT DALAM PERSPEKTIF YURIDISOleh: Yorhan Yohanis Nome, SH.MHum - Dosen FH Univ. Nusa Cendana

Prologekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan ujung dari relasidalam rumah tangga yang kurang harmonis. Terutama relasi suami-

isteri yang selalu dalam keadaan kon flik. Dalam perspektif teori sosial,paling tidak terdapat 4 (empat) pola relasi suami-isteri yangsedang berada dalam konflik. Stephen K. Sanderson (2003),mengungkapkan pola interaksi suami-isteri yang sedang

berada dalam keadaan konflik dalam empat pola yakni: Polaeskalasi, Pola invalidasi, Pola Menarik diri dan menghindar,serta pola Inteprestasi Negatif.

Indikasi berakhirnya relasi suami-isteri, dalam perspektif teori sosialdilihat dalam 4 (empat) tahap. Keempat tahap ini, sesungguhnya merupakansebuah model pengakhiran relasi (relationship filtering), sebagaimanadiidentifikasikan oleh Knapp dalam Alo Liliweri (2001), yakni: Tahap diferensiasi(deferentiating), Tahap tersendat-sendat (stagnasting), Tahap salingmenjauh (avoiding) dan Tahap pengakhiran relasi (terminating)

Dalam konteks sosial, KDRT terkonstruksi selain karena adanyapengaturan dalam peraturan perundang-undangan, namun juga terkonstruksidari nilai-nilai yang dijadikan rujukan dalam suatu masyarakat. Dalam konteksrujukan nilai inilah terbangun perspektif masyarakat tentang hakikat danmartabat kemanusiaan atau yang dikenal sebagai hak asasi manusia (HAM).

KDRT: Konstruksi Perundang-undanganIsu tentang KDRT mulai merebak di Indonesia seiring dengan

diratifikasinya Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

K

5

BAB I.PENDAHULUAN

Mekanisme komunal ini bukan saja menyadarkan pelaku tetapi juga memberiperlindungan terhadap perempuan dan yang terpenting member kesempatankedua bagi keluarga untuk melakukan pemulihan. Metode ini harus terusdikembangkan dan tentunya tidak dapat diberlakukan sama pada konteksbudaya yang berbeda. (Kupang, 18 Februari 2011).

Page 13: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Against Women (CEDAW) dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala BentukDiskriminasi Terhadap Perempuan. CEDAW, mengintrodusir adanya 5 (lima)bentuk ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terhadap perempuan,yakni: (1). Adanya stereotype, pelabelan bahwa perempuan sebagai wargakelas dua; (2). Marjinalisasi, peminggiran terhadap perempuan dalampengambilan keputusan; (3). Subor dinasi, perempuan ditempatkan padaperan yang tidak penting; (4). Doble burden, adanya beban ganda padaperempuan dalam peran publik sekaligus peran domestik; dan (5). Adanyakekerasan dalam rumah tangga.

Sebagai sebuah konvensi, CEDAW hanya mempunyai daya ikat secaramoral dan tidak mempunyai daya paksa secara normatif. Oleh karena itu,kemudian dikeluarkanlah UU PKDRT. Melalui UU PKDRT, kelima bentukketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dapat diberi kekuatan hukumyang mengikat sekaligus mempunyai daya paksa secara normatif.

UU PKDRT, menempatkan perempuan sebagai kelompok rentan yangpaling banyak mengalami KDRT. Untuk itu, UU PKDRT hadir dalam kerangkamemberikan perlindungan secara khusus bagi kaum perempuan. Dalamkonteks ini, bukan berarti kelompok laki-laki dan anak-anak tidak mendapatperhatian secara serius. UU PKDRT tetap menempatkan kedua kelompokdimaksud juga sebagai pihak yang mungkin saja menjadi korban KDRT,namun dari fenomena yang ada kelompok perempuan yang paling banyakmenderita sebagai korban KDRT.

Dicantumkannya ketentuan Pasal 1 Angka 2 UU PKDRT merupakanwujud tanggung jawab negara dalam melaksanakan amanat Alinea IVPembukaan UUD 1945. Secara sederhana, Alinea IV Pembukaan UUD 1945memberikan 4 (empat) kata kunci yang harus menjadi fungsi negara, yakni:(1). Melindungi, (2). Mensejahterahkan, (3). Mencerdaskan, dan (4).Mendamaikan kehidupan rakyat. Keempat kata kunci ini lebih dikenal sebagaiamanat penderitaan rakyat (Ampera).

Dalam konteks sub kalimat, “…jaminan negara…,” maka yang dimaksuddi sini adalah jaminan dari Pemerintah sebagai penerima mandat Ampera,dan juga dari rakyat sebagai pemberi mandat Ampera, atau dalam UU

6

BAB I.PENDAHULUAN

Page 14: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

PKDRT disebut sebagai partisipan. Dengan kata lain, UU PKDRT menghendakiadanya jaminan baik dari Pemerintah maupun rakyat agar: (1). KDRTdicegah, (2). pelaku KDRT ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku,dan (3). korban KDRT terlindungi.

Berangkat dari pemikiran tentang KDRT sebagai salah satu kejahatanterhadap harkat dan martabat kemanusiaan, maka Pasal 3 UU PKDRTmenggariskan bahwa penghapusan KDRT dilaksanakan berasaskan: (1).penghormatan HAM, (2). keadilan dan kesetaraan gender, (3). nondiskriminasi, dan (4). perlindungan korban. Hadirnya UU PKDRT, tidak sajamelihat rumah tangga sebagai relasi suami-isteri semata, namun memperluasrelasi tersebut.

UU PKDRT pertama-tama memberikan batasan lingkup rumah tanggapada konsep keluarga inti atau keluarga batih (nuclear family). Artinya,sebuah rumah tangga terbentuk dari suami, isteri, dan anak. Untuk kontekskeluarga inti, pendekatan domisili tidak berlaku. Kalaupun mereka tidakmenetap dalam satu rumah, namun masih terikat dalam perkawinan yangsah, maka konsep rumah tangga mencakup mereka.

Selanjut UU PKDRT memperluas lingkup rumah tangga menjadikeluarga luas (extended family). Artinya, sebuah rumah tangga tidak sajameliputi keluarga inti saja, tapi juga meliputi orang-orang yang mempunyaihubungan keluarga dengan keluarga batih karena: (1). Hubungan Darah,(2). Perkawinan, (3). Persusuan, (4). Pengasuhan, dan (5). Perwalian.Untuk kelima kategori ini, pendekatan domisili digunakan. Mereka baru bisatercakup dalam konsep rumah tangga, kalau menetap dalam satu rumah.UU PKDRT, dengan menggunakan pendekatan domisili, kemudian memasukanpembatu rumah tangga ke dalam lingkup rumah tangga. Syaratnya adalah:(1). pembatu rumah tangga tersebut tinggal menetap dalam rumah, dan(2). sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga.

Dalam konteks kekerasan, beberapa pasal mendefinisikan kekerasansebagai berikut: Pasal 6 UU PKDRT, memberi penjelasan bahwa kekerasanfisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau lukaberat. Berkaitan dengan ketentuan ini, terlihat perbedaan mendasar denganyang diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). UU PKDRTmenyatukan 17 (tujuh belas) Pasal dalam KUHP ke dalam Pasal 44 ayat (3)

7

BAB I.PENDAHULUAN

Page 15: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

UU PKDRT, dan 7 (tujuh) Pasal dalam KUHP ke dalam Pasal 44 ayat (1),dan ayat (2) UU PKDRT.

Pasal 7 UU PKDRT menjelaskan bahwa kekerasan psikis adalahperbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ataupenderitaan psikis berat pada seseorang. Pasal 8 UU PKDRT menjelaskanbahwa kekerasan seksual meliputi: (a). pemaksaan hubungan seksual yangdilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tanggatersebut, dan (b). pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorangdalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersialdan/atau tujuan tertentu.

Pasal 9 UU PKDRT memberi kriteria penelantaran rumah tangga,yaitu: (1). menelantarkan orang yang menurut hukum yang berlaku baginyaatau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,perawatan, atau pemeliharaan, dan (2). mengakibatkan ketergantunganekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yanglayak di dalam atau di luar rumah.

KDRT: Perspektif HAMIndonesia sesungguhnya semenjak berdiri, telah secara serius

menetapkan HAM sebagai bagian dari kontrak sosial secara konstitusional.Paling tidak Alinea I Pembukaan UUD 1945, diawali dengan kalimat deklaratif,“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, …” Artinya,Negara Indonesia di dirikan atas kesadaran akan pentingnya HAM. Bahkanpada Amandemen II UUD 1945, ditambahkan satu bab dengan sepuluhpasal yang berisi sepuluh kelompok hak dasar yang merupakan perumpunanyang dikenal dalam HAM.

Perspektif Ham yang dikembangkan di Indonesia, secara operasionaltelah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak AsasiManusia (UU HAM). UU HAM mengelompokkan perangkat hak dimaksudatas 10 (sepuluh) hak dasar, yakni: (1). hak untuk hidup, (2). hak untukberkeluarga dan melanjutkan keturunan, (3). hak mengembangkan diri,(4). hak memperoleh keadilan, (5). hak atas kebebasan pribadi, (6). hakatas rasa aman, (7). hak atas kesejahteraan, (8). hak turut serta dalam

8

BAB I.PENDAHULUAN

Page 16: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

pemerintahan, (9). hak wanita, dan (10) hak anak.Kesepuluh kelompok hak dasar tersebut, melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakananugerah-Nya. Artinya, tidak diberikan, diwariskan, atau tidak dapat dicabutoleh siapapun. Dalam konteks ini, hak untuk berkeluarga dan melanjutkanketurunan, merupakan hak yang melekat pada setiap manusia dan merupakankarunia dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, HAM wajib dihormati, dijunjungtinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang.

Dengan menyebut urut-urutan negara, hukum, pemerintah, dansetiap orang, menunjukkan bahwa UU HAM menempatkannya sesuai dengansiklus tanggung jawab dalam kehidupan bernegara. Tanggung jawab utamadan pertama ada pada negara. Bentuk tanggung jawab tersebut diwujudkandalam pengaturan hukum. Kemudian hukum dijalankan oleh pemerintahdan setiap orang.

Pemerintah sebagai aktor yang mengoperasikan kebijakan negaradalam bentuk pengaturan hukum, telah banyak melakukan upaya ke arahpengakuan, penghormatan, pemenuhan, penyebarluasan, dan penegakan(P5) HAM. Dalam konteks penghapusan KDRT, ada sejumlah kebijakan yangtelah dilakukan, yakni: Pertama, Meratifikasi berbagai instrumen HAMInternasional, seperti: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk DiskriminasiTerhadap Perempuan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984;Rekomendasi Umum Nomor 19 tentang Kekerasan Terhadap PerempuanSidang Ke-11 Tahun 1992 Komite PBB tentang Penghapusan Segala BentukDiskriminasi Terhadap Perempuan; Deklarasi Penghapusan KekerasanTerhadap Perempuan tanggal 20 Desember 1993.

Kedua, Mengeluarkan sejumlah instrumen HAM nasional, seperti:UU HAM; UU PKDRT; Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentangPenyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam RumahTangga; Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang PengarusutamaanGender dalam Pembangunan Nasional.

Berkaitan dengan KDRT sebagai tindak pidana, diatur dalam Pasal44-53 UU PKDRT. Ketentuan pidana dalam UU PKDRT memperlihatkansejumlah aspek yang menarik, yakni: Pertama, Dari segi cara penjatuhanpidana (strafmodus), menggunakan stelsel alternatif penjara atau denda.

9

BAB I.PENDAHULUAN

Page 17: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Dengan adanya stelsel alternatif penjara atau denda sebagai pidana pokok,maka penuntut umum wajib menuntut secara alternatif, demikian juga hakimdalam menjatuhkan pidana kepada pelaku wajib menjatuhkannya secaraalternatif pula. Penuntut umum tidak boleh hanya menuntut dengan pidanatunggal, hakim juga tidak boleh menjatuhkan pidana tunggal. Kalau dalamkenyataannya penerapan hanya menggunakan pidana tunggal, maka jelaspenegak hukum telah salah menerapkan hukum. Dengan kata lain, penegakanhukum yang dilakukan dengan cara yang melanggar hukum. Dengan adanyastelsel pidana alternatif ini, sejalan dengan tujuan utama dari UU PKDRT,yakni tetap menjaga keharmonisan rumah tangga.

Selain itu, dalam bilangan teori hukum pidana, nampaknya pembentukUU PKDRT menganut aliran abolisionism. Aliran yang menempatkan pidanapenjara sebagai ultimum remidium atau penghukuman paling akhir yangdigunakan. Paling tidak selama lembaga pemasyarakatan belum mampumemainkan fungsinya sebagai pelembagaan nilai-nilai kemanusiaan (HAM),maka tidak ada dasar pembenaran pelaku tindak pidana dipidana denganpidana penjara. Oleh karena sebagaimana adagium umum dalam pemikiranpemidanaan, yakni negara tidak berhak untuk membuat seseorang lebihburuk kondisinya, jika dibandingkan dengan sebelum menjalani pidanapenjara.

Kedua, Dari segi bobot ancaman pidana (strafmaat),menggunakan stelsel ancaman minimum umum dan ancaman maksimumkhusus. Dalam bilangan hukum pidana, ancaman pidana minimum umumuntuk pidana penjara adalah 1 (satu) hari, dan ancaman minimum umumuntuk pidana denda adalah Rp.1,- (satu rupiah). Dalam artian, ketika pasalpidana yang ada hanya menyebut ancaman minimum saja, maka harusdibaca bahwa ancaman minimumnya dalam bobot seperti ini. Untuk itu,ketika penjatuhan pidananya dilakukan antara ancaman minimum umumdan ancaman maksimum umum, maka harus dilakukan secara paralel antarapidana penjara atau pidana denda.

Untuk ancaman pidana maksimum, masing-masing pasal dalam UUPKDRT mengaturnya secara khusus. Artinya, selain yang sudah ditetapkan,penegak hukum tidak boleh menerapkan yang lain. Penegak hukum hanyadiberi ruang untuk menerapkan pidana dari ancaman minimum umum hingga

10

BAB I.PENDAHULUAN

Page 18: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

ancaman maksimum khusus pada pasal-per pasal.Ketiga, Dari segi jenis pidana (strafsoort), menggunakan stelsel

pidana pokok dan pidana tambahan. UU PKDRT juga memberikan ruangbagi penegak hukum untuk menerapkan pidana tambahan. Pasal 50 UUPKDRT, memberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan pidanatambahan berupa: (a). pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untukmenjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu dari perlau,dan (b). penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasanlembaga tertentu.

Nampaknya pembentuk UU PKDRT melihat bahwa hanya denganpidana pokok, permasalahan KDRT tidak dapat tertanggulangi. Untuk pidanatambahan pembatasan ruang gerak pelaku, menjadi sangat penting ketikapelaku menjalani pidana alternatifnya dengan pidana denda. Artinya, ketikadijatuhkan pidana alternatif penjara atau denda, kemudian terpidana (palaku)memilih untuk menjalani pidana denda. Pembatasan ruang gerak pelakudalam jarak dan waktu tertentu menjadi aspek yang sangat penting untukmelindungi korban.Selama proses pembatasan ruang gerak pelaku, semestinyaupaya mediasi atau rekonsiliasi dapat dilakukan. Dapat juga pada masa ini,pelaku ditetapkan untuk menjalani pidana tambahan berupa mengikutikonseling. Dengan begitu akar permasalahan KDRT berupa komunikasi relasisuami-isteri (terutama) dapat ditanggulangi.

KDRT sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap HAM harusterus diupayakan untuk dihapus. Kontruksi penghapusan KDRT dilaksanakandengan P5 HAM. Untuk aspek pengakuan, secara eksplisit telah diaturdalam konstitusi dan berbagai instrumen operasional. Aspek yang bermasalahatau yang masih harus dicermati adalah aspek penghormatan, pemenuhan,penyebarluasan, dan penegakan HAM. Keempat aspek ini berkaitan denganimplementasi dari HAM dalam rumah tangga.

Khusus berkaitan dengan penegakan HAM dalam rumah tangga,maka berkaitan langsung dengan UU PKDRT. Untuk operasionalnya penegakanHAM yang diatur dalam UU PKDRT, secara teknis membutuhkan dukungandari 3 (tiga) komponen, yakni: (1). komponen intrumen pelaksanaan, (2).komponen kelembagaan, dan (3). komponen sosial. Untuk kompeneninstrument pelaksanaan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah

11

BAB I.PENDAHULUAN

Page 19: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama PemulihanKorban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PP No. 4/2006).PP No.4/2006,menjabarkan secara teknis sinergisitas lintas sektor ketika menangani korbanKDRT. Dalam PP No.4/2006, juga mengatur tentang komponen kedua, yaknidukungan kelembagaan dalam penegakan UU PKDRT. Ada 3 (tiga) lembagayang wajib dibentuk dalam kerangka ini, yakni: Pertama, Pusat PelayananTerpadu (PPT). Lembaga ini dapat dibentuk oleh pemerintah maupun olehpihak non pemerintah. PPT, menjalankan fungsi menerima, danmenyelenggarakan penanganan korban KDRT pada saat krisis.Penanganandilaksanakan terutama penangan kesehatan (fisik, seksual, dan psikologis).Proses penanganan krisis terhadap korban KDRT diselenggarakan selama7 hari.

Kedua, Ruang Pelayanan Khusus (RPK). Lembaga ini wajibdibentuk pada unit kepolisan setempat. RPK, kini bernama Unit PelayananPerempuan dan Anak (UPPA), dibentuk khusus untuk menangani pelakudan korban KDRT perempuan dan anak. UPPA, terdiri dari tenaga polisiwanita terlatih dengan perspektif HAM. Ketiga, Rumah PerlindunganSosial (RPS). Lembaga ini dapat dibentuk oleh pemerintah maupun olehpihak non pemerintah. RPS, menjalankan fungsi pendampingan sosial,pemulihan, pemberdayaan, pemulangan, dan reintegrasi sosial korban KDRT.Penyelenggaraan kegiatan pada RPS selama 90 (Sembilan puluh) hari. Dalamtenggang waktu tersebut, diharapkan korban telah pulih dan siap untukdikembalikan ke dalam rumah tangganya serta menjalankan perannya sepertisemula.

Dalam perspektif HAM, satu terobosan yang dilakukan oleh UU PKDRT,yakni melalui ketentuan Pasal 55 UU PKDRT yang berbunyi:

“Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan sorangsaksi korban saja sudah cukup untuk meembuktikan bahwa terdakwabersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sahlainnya”.

Berkaitan dengan alat bukti yang sah, Pasal Pasal 184 KUHAP, yakni:(1). Keterangan saksi, (2). Keterangan ahli, (3). Surat, (4). Petunjuk, dan

12

BAB I.PENDAHULUAN

Page 20: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

(5). Keterangan terdakwa. Dalam hal ini, untuk kasus KDRT, salah satu alatbukti yang sah adalah kererangan saksi korban, yang digolongkan sebagaialat bukti yang sah pertama. Alat bukti yang lain dapat digunakan untukmendukung alat bukti pertama tersebut. Namun untuk teknis perkara,sebaiknya alat bukti pertama didukung oleh alat bukti keterangan ahli ataualat bukti surat. Dengan begitu, kekuatan pembuktian dapat dikatakansempurna untuk menyatakan secara sah dan meyakinkan terdakwa bersalahdalam proses pengadilan.

EpilogUU PKDRT hadir untuk memberi P5 HAM bagi korban KDRT terutama

perempuan. Dengan demikian, jelas bahwa UU PKDRT mempunyai perspketifHAM. Akan tetapi, ada sejumlah permasalahan teknis hukum yang harusdirenungkan, yakni: Pertama, Dengan merelatifkan (menyatukan) sejumlahbentuk tindak pidana dalam KUHP menjadi kelompok kekerasan dalam UUPKDRT, membawa konsekuensi yuridis pada hilangnya spesifikasi tindakpidana tersebut. Semakin relatif suatu tindak pidana, maka makin luas danmakin membuka ruang bagi penegak hukum untuk melakukan penafsiranterhadap tindak pidana tersebut. Sebaliknya, semakin spesifik suatu tindakpidana, maka makin mempermudah penerapan tindak pidana tersebut padakasus nyata. Misalnya, untuk kasus kekerasan seksual, KUHP membedakanpada 3 (tiga) rumpun besar, yakni: (1). perkosaan, (2). percabulan, dan(3). perzinahan. Untuk perkosaan dan percabulan, KUHP masih membagilagi dalam sejumlah spesifikasi lagi. Ssementara UU PKDRT menyatukansemuanya dalam bentuk kekerasan seksual.

Kedua, Adanya standar penanganan tindak pidana secara berbedaantara UU PKDRT dengan KUHP meskipun terhadap tindak pidana yangbersesuaian atau bersebanding, hanya karena kualifikasi lingkup rumahtangga. Untuk korban yang tidak tergolong dalam lingkup rumah tangga,maka UU PKDRT tidak dapat diberlakukan. Artinya, KUHP diberlakukan.Sementara jelas logika antara UU PKDRT dengan KUHP sangat berbeda.Misalnya, dalam kekerasan seksual, UU PKDRT mematok logika perlindunganharkat dan martabat korban sebagai manusia. Sementara KUHP denganmenempatkannya sebagai kejahatan terhadap kesusilaan, maka perkosaan,

13

BAB I.PENDAHULUAN

Page 21: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

C. ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA: Kembalinya “AnakTerhilang”..!!Oleh: Deddy R. Ch. Manafe, SH.MHum – Dosen FH Univ. Nusa Cendana

Prologlternatif penyelesaian sengketa (APS), merupakanistilah yang diperkenalkan oleh Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan AlternatifPenyelesaian Sengketa (UU No.30/1999). Pasal 1 angka10 UU No.30/1999 menyatakan bahwa, “AlternatifPenyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaiansengketa atau beda pendapat melalui prosedur yangdisepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan carakonsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”

Dari pengertian dimaksud, ada sejumlah aspek yang perludigarisbawahi, yakni: (1). APS berfungsi sebagai lembaga penyelesaiansengketa atau beda pendapat, (2). APS diawali oleh kesepakatan para pihakmenyangkut prosedur penyelesaiannya, (3). penyelesaian itu di lakukan diluar pengadilan, dan (4). cara yang digunakan berupa konsultasi, negosiasi,mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dengan demikian, APS hadir sebagaipilihan forum penyelesaian bagi para pihak yang bersengketa atau berbedapendapat, selain forum pengadilan.

Selanjutnya, Alinea IX Penjelasan Umum UU No.30/1999 menulisbahwa APS merupakan terjemahan dari alternative dispute resolution(ADR). Dari sinilah, kemudian ketika menyebut APS, seolah-olah merupakansuatu lembaga asing yang diintrodusir ke dalam sistem hukum Indonesia.Apalagi, lima cara kerja APS (konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, ataupenilaian ahli) disebut secara eksplisit dalam pengertian APS, sehingga

A

14

BAB I.PENDAHULUAN

percabulan, dan perzinahan lebih pada upaya perlindungan hak reproduksiseorang perempuan secara sehat. Belum lagi sistem pembuktian yangdigunakan oleh UU PKDRT dan KUHP yang merujuk pada KUHAP jelasberbeda. Bagi UU PKDRT cukup dengan keterangan saksi korban ditambahsatu alat bukti yang sah lainnya terdakwa dapat dipersalahkan. SementaraKUHP dan KUHAP mensyaratkan dua alat bukti yang sah di luar keterangansaksi korban.

Page 22: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

secara praktis kemudian muncul pula anggapan bahwa dalam APS hanyamengenal kelima cara tersebut.

APS sebagai suatu lembaga hukum secara formil pada mulanyaberkembang di kalangan pelaku bisnis di Amerika Serikat (semenjak Tahun1960-an). Lahirnya forum alternatif selain pengadilan ini, disebabkan olehketidakmampuan lembaga pengadilan untuk menjawab perasaan keadilanyang hidup di kalangan pelaku bisnis tersebut. Kekakuan prosedural, tidaktuntasnya permasalahan, lamanya waktu penyelesaian, serta mahalnya biayapengadilan menjadi alasan mendasar sehingga para pelaku bisnis menciptakanforum alternatif selain pengadilan dengan fungsi pengadilan.

Pada konteks Indonesia APS bukanlah merupakan hal yang baru,hal ini dapat dilihat dalam catatan sejarah yang berkaitan dengan hukumdan pengadilan. Menurut W. E. Sutterheim, Pada jaman Majapahit, misalnya,ketika Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada berkuasa, telah diketemukanistilah dhyaksa dan adhyaksa untuk menyebut pejabat-pejabat di pengadilan.Dhyaksa merupakan pejabat yang bertugas untuk memeriksa, mengadili,dan memutus setiap perkara yang diajukan ke pengadilan. SementaraAdhyaksa merupakan pejabat yang bertugas untuk menyerahkan suatuperkara ke pengadilan.

Menurut Muhammad Yamin, hal yang sama juga ditemukan dikerajaan Singosari. Dalam hal ini, seorang Prabu selalu didampingi olehsebuah dewan yang bernama Dharmadhyaksa. Dewan Dharmadhyaksa inipada intinya bertugas untuk: (1). melakukan pengawasan tertinggi terhadapkekayaan suci, (2). melakukan pengawasan tertinggi terhadap urusanpengadilan, dan (3). sebagai ketua pengadilan. Dalam hal ini, Dharmadhyaksaselain melaksanakan fungsi keagamaan (Hindu dan Budha), namun jugamelaksanakan fungsi pengadilan. Kondisi yang sama masih berlanjut sampaimunculnya kesultanan-kesultanan Islam di Jawa. Secara substansimenggunakan hukum syariah, namun secara struktur masih menggunakanstruktur peninggalan kerajaan Hindu dan Budha. (Kusumadi Poedjosewojo,1971).

15

BAB I.PENDAHULUAN

Page 23: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

APS dan Keadilan: Aspek NilaiSengketa dalam literatur sosiologi, dikenal dengan istilah konflik

adalah sesuatu yang alami dan tak terhindarkan. Sengketa merupakankonsekuensi logis dari manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosialyang memiliki perbedaan perspektif tentang hidup dan permasalahannyabaik karena sejarah dan karakter yang unik, perbedaan gender, pengalamandan pandangan serta nilai yang memandu pikiran, perilaku dan motivasidalam mengambil tindakan. Karenanya, sengketa akan ada selama manusiaada. Selain dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebanyakan sengketayang terjadi, sebenarnya sengketa memberikan manfaat positif bagi manusia,antara lain: (1). membantu menyadarkan manusia bahwa ada masalah,(2). mendorong manusia ke arah perubahan yang diperlukan, (3)membangun kepribadian, (4). menambah kepedulian, dan (5). mendorongkedewasaan psikologis.

Dalam kerangka sebuah intervensi, Fisher, dkk (2001),mengidentifikasikan 4 (empat) tipe konflik yang dilihat dari perilaku dansasaran. Secara sederhana, identifikasi dimaksud dapat dilihat padaTabel 1.

16

BAB I.PENDAHULUAN

Tabel 1. Tipe Konflik.S A S A R A N

PERILAKU YANG SELARAS

PERILAKU YANG BERTENTANGAN

TANPA KONFLIK KONFLIK LATEN

KONFLIK PERMUKAAN KONFLIK TEBUKA

Keterangan:1. TANPA KONFLIK: dalam kesan umum adalah lebih baik. Namun, kondisi ini bisa

terjadi jika setiap kelompok atau individu yang hidup damai harus mampumemanfaatkan konflik perilaku dan tujuan (kepentingan) dan mengelolanyasecara kreatif.

2. KONFLIK LATEN: sifatnya tersembunyi, perlu diangkat ke permukaan sehinggadapat ditangani secara efektif.

3. KONFLIK DI PERMUKAAN: memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar danmuncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran yang dapat diatasidengan meningkatkan komunikasi.

4. KONFLIK TERBUKA: adalah yang berakar dalam dan sangat nyata, kompleksdan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dandampaknya.

PERILAKU

Sumber: Simon Fisher, dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Bertindak,Penerbit The British Council-Indonesia, Jakarta, 2001, Hal. 5-6.

Page 24: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Dari pemetaan konflik atau sengketa tersebut, terlihat kalau setiapsengketa yang terjadi dalam masyarakat sesungguhnya mempunyai nilaipositif. Paling tidak, masyarakat kemudian dapat melakukan: (1). reproduksinilai kehidupan sosial, (2). pemulihan relasi sosial dari para pihak yangbersengketa, (3). media belajar dan penguatan norma, serta (4). pengukuhanotoritas struktur sosial.

Untuk aspek pertama, ketika forum APS beroperasi dalam penanganankasus nyata, maka pada saat itu upaya untuk menggali dan mentransformasinilai-nilai sosial terjadi. Nilai sosial yang digali adalah nilai yang diturunkandari para leluhur dan ditafsirkan secara kontekstual atau diterjemahkandalam kebutuhan kekinian.

Untuk aspek kedua, merujuk pada hasil akhir dari cara kerja APS,yakni adanya kesepakatan para pihak. Cara kerja APS, harus diawali dengankesepakatan para pihak mengenai cara penyelesaian sengketa, dan diakhiridengan kesepakatan tentang bentuk penyelesaian sengketa tersebut. Dalamhal ini, kesepakatan para pihak merupakan mekanisme pemulihan relasisosial di antara keduanya. Untuk itu, APS hadir sebagai forum guna pemulihanrelasi sosial dimaksud. Intinya ialah dalam forum APS tidak dikenal upayamenemukan kebenaran dan kesalahan guna penghukuman, seperti yangditerapkan dalam forum pengadilan negara.

Untuk aspek ketiga, setiap kali forum APS dioperasikan untukmenangani kasus nyata, maka itu menjadi momentum bagi masyarakatuntuk belajar dan penguatan terhadap norma yang mereka rujuk. Dalamkonteks ini, jika Hukum Adat dijadikan rujukan, maka jelas bahwa forumAPS menjadi media yang efektif untuk belajar tentang Hukum Adat sertamasyarakat mengukuhkan kembali aturan tersebut masih berlaku danmenjawab perasaan keadilan mereka.

Untuk aspek terakhir, berkaitan dengan legitimasi sosiologis daristruktur sosial dalam suatu masyarakat. Hal yang lumrah bahwa dalamkesatuan masyarakat, terdapat struktur yang mengoperasikannya. Dalambahasa sehari-hari, struktur sosial terbaca sebagai orang-orang yangdianggap mampu atau cakap atau dituakan untuk mengoperasikan normayang menjadi rujukan bagi perilaku hidup sehari-hari. Oleh karena itu, ketikaanggota masyarakat yang bersengketa sepakat membawa kasusnya untuk

17

BAB I.PENDAHULUAN

Page 25: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

ditangani para tetua tersebut, maka itu merupakan pengakuan sekaliguspengukuhan terhadap otoritas dari sturktur sosial yang ada.

Dari gambaran di atas, terlihat jelas bahwa forum APS, merupakancerminan dari pemahaman para aktor yang terlibat akan hak dan kewajibannya.Dalam konteks ini, para aktor memahami perannya dalam kehidupanbermasyarakat ketika menghadapi sengketa. Pemahaman akan hak dankewajiban yang menggiring pada kesadaran akan peran dalam kehidupanbermasyarakat, menunjukkan bahwa para aktor tetap memegang teguhnilai keadilan. Apalagi, ketika keadilan dimaknai sebagai keseimbanganantara hak dan kewajiban.

Napaktilas APS: Aspek NormaAPS sebagai forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan

mendapat bentuk formilnya, pertama kali oleh Undang-Undang Nomor 22Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (UU No.22/1957,kini sudah mengalami perubahan beberapa kali). Dalam UU No.22/1957,diatur 3 (tiga) bentuk APS, yakni: (1). mediasi, (2). konsiliasi, dan (3).arbitrase. Dengan demikian, dari segi umur, forum APS di Indonesia bahkanlebih tua dari di Amerika Serikat dan Singapura. Akan tetapi, forum APS inihanya berlaku di kalangan perburuhan.

Forum APS yang lebih luas dan komprehensif menyelesaikan sengketadalam kehidupan masyarakat adalah HPD. Pasal 88 UU No.5/1974 menyatakanbahwa, “Pengaturan tentang Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Undang-undang.” Atas perintah inilah kemudian keluar UU No.5/1979. Khususmenyangkut HPD, diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU No.5/1979 yangberbunyi :

“Kepala Desa menjalankan hak, wewenang, dan kewajibanpimpinan pemerintahan Desa yaitu menyelenggarakanrumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggaradan penanggungjawab utama di bidang pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangkapenyelenggaraan urusan pemerintahan Desa, urusanpemerintahan umum termasuk pembinaan ketentramandan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menumbuhkan sertamengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagaisendi utama pelaksanaan pemerintahan Desa.”

18

BAB I.PENDAHULUAN

Page 26: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Kemudian Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU No.5/1979 menegaskanbahwa :

“Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan jiwagotong royong masyarakat Desa, Kepala Desa antara lainmelakukan usaha pemantapan koordinasi melalui LembagaSosial Desa, Rukun Tetangga, Rukun Warga, dan Lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya yang ada di Desa. Dalamrangka pelaksanaan tugasnya Kepala Desa di bidangketentraman dan ketertiban dapat mendamaikanperselisihan-perselisihan yang terjadi di Desa.P e r t a n g g u n g j a w a b a n K e p a l a D e s a k e p a d aBupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II meliputipelaksanaan urusan-urusan pemerintahan dan urusanpembantuan maupun urusan-urusan rumah tangga Desa.Setelah Kepala Desa memberikan pertanggungjawabankepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,selanjutnya menyampaikan keterangan pertanggungjawabankepada Lembaga Musyawarah Desa.”

Dari ketentuan tersebut, eksplisit ditulis bahwa :

“Dalam rangka pelaksanaan tugasnya Kepala Desa di bidangketentraman dan ketertiban dapat mendamaikanperselisihan-perselisihan yang terjadi di Desa.”

Pengaturan seperti ini kemudian memunculkan istilah HakimPerdamaian Desa (HPD) sebagai salah satu fungsi yang melekat pada KepalaDesa. Dalam konteks ini, forum HPD jelas merupakan fungsi APS yangsecara formil dijalankan oleh Kepala Desa. Forum HPD dibangun dari logikaperdamaian. Logika ini merupakan penguatan dari logika penyelesaiansengketa dalam Hukum Adat, yakni pemulihan relasi sosial dengan hukumadat sebagai substansi atau rujukannya.

HPD sebagai forum penyelesaian sengketa non pengadilan, telahmengakar dalam praktek kehidupan bermasyarakat di tingkat Desa. Palingtidak, kurang lebih 20 (dua puluh) tahun forum ini dipraktekkan. Di erareformasi keluarlah UU No.22/1999, ternyata forum HPD dihilangkan dalamfungsi Kepala Desa dan forum HPD bersalin nama menjadi forum APS dalamUU No.30/1999. Proses ini ternyata relatif tidak tersosialisasikan denganbaik. Oleh karena itu, dalam prakteknya seolah-olah fungsi Kepala Desa

19

BAB I.PENDAHULUAN

Page 27: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

yang mengoperasikan forum HPD ala UU No.5/1979 telah dihilangkan.Padahal kalau didalami, maka UU No.30/1999, justru makin memperluasfungsi HPD yang tak hanya melekat pada Kepala Desa saja, namun jugameliputi berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.

Secara garis besar, Pasal 6 UU No.30/1999 mengatur mekanismeteknis APS sebagai berikut: (1). penyelesaian sengketa melalui forum APSdidasarkan pada itikad baik untuk mengenyampingkan mekanismepenyelesaian melalui pengadilan, (2). waktu penyelesaian sengketa melaluiforum APS paling lama 14 (empat belas) hari, dan hasilnya dituangkan dalamberita acara, (3). forum APS dapat menggunakan jasa penasehat ahli, (4).forum APS dapat menunjuk mediator lain untuk ikut menyelesaikan sengketayang ditangani, (5). setelah penunjukan mediator, maka dalam waktu 7(tujuh) hari proses penyelesaian sengketa dimulai, (6). forum APS menjaminkerahasiaan aspek pribadi para pihak, dan dalam waktu 30 (tiga) puluh hariberita acara penyelesaian sudah harus ditandatangani para pihak, (7). beritaacara penyelesaian sengketa wajib didaftarkan ke pengadilan negeri setempatpaling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah penandatanganan, dan (8).kesepakatan yang ada dalam berita acara penyelesaian wajib dilaksanakanpaling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pendaftaran.

Ketika Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No.23/2004) diberlakukan, makaperan forum APS menjadi kian penting. Pasal 4 UU No.23/2004 menyatakanbahwa :

“Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan:Pertama, mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumahtangga; Kedua, melindungi korban kekerasan dalam rumahtangga; Ketiga, menindak pelaku kekerasan dalam rumahtangga; dan Keempat, memelihara keutuhan rumah tanggayang harmonis dan sejahtera.”

Dari pengaturan tersebut, terlihat bahwa UU No.23/2004 hadirbukan untuk menghukum pelaku kekerasan dalam rumah tangga (terutamadalam relasi suami-isteri), namun dalam kerangka memelihara keutuhanrumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Oleh karena itu, penyelesaianluar pengadilan kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam banyak kasus

20

BAB I.PENDAHULUAN

Page 28: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

21

BAB I.PENDAHULUAN

Tabel 2. Cara Kerja APSBENTUK INISIATIF KETERLIBATAN FUNGSI PROSES HASILKonsultasi

Negosiasi

Mediasi

Konsiliasi

Penilaian Ahli

Sumber : Diolah dari Bahan Pustaka

Para Pihak

Para Pihak

Para Pihak

Para Pihak

Salah Satu Pihak

Tidak Terlibat

Tidak Terlibat

Tidak Terlibat

Tidak Terlibat

Tidak Terlibat

SumberInformasi

JuruRunding

JuruDamai

MemfasilitasiProses

DasarPenyelesaian

MelaksanakanaProses

MengakuiKekeliruanSumber

Informasi

MenemukanJalan Penyelesaian

DasarPembenaran

SepakatParaPihak

(kecuali seksual fisik, penganiayaan berat, dan pembunuhan/jiwa), justrulebih efektif ketimbang pelaku dikirim ke pengadilan dan menerima pidanapenjara.

Bentuk-Bentuk APS: Aspek PerilakuSebagaimana yang tertera pada Pasal 1 angka 10 UU No.30/1999

mengatur 5 (lima) cara atau bentuk APS, yakni: (1). konsultasi, (2).negosiasi, (3). mediasi, (4). konsiliasi, atau (5). penilaian ahli. Dengandemikian, secara formil kelima cara inilah yang dikenal dalam APS. Sayangnya,UU No.30/1999 tidak merinci mekanisme operasional dari kelima bentukAPS tersebut. Selain itu pula, tidak dijelaskan tentang keterkaitan dari kelimabentuk APS ini. Minimal harus dijelaskan bentuk-bentuk APS dapat atautidak disandingkan satu dengan yang lainnya atau hanya dilaksanakan secaramandiri ketika menghadapi sengketa.

Dengan tidak diaturnya aspek-aspek tersebut, maka pada hakikatnyatidak ada larangan untuk: (1). menerapkan secara mandiri bentuk-bentukAPS, (2). menerapkan secara saling melengkapi bentuk-bentuk APS, dan(3). adanya kebebasan bagi para pihak yang bersengketa maupun pihakketiga dalam memilih bentuk APS yang digunakan guna penyelesaiansengketa yang dihadapi. Secara sederhana, masing-masing bentuk APS dancara kerjanya dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 29: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

APS: Jawaban Ketidakmampuan Pengadilan?Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4/2004) menyatakan bahwa, “Peradilandilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.” Ketentuan inidengan jelas menegaskan kalau proses pengadilan (salah satu sub sistemdalam sistem peradilan), wajib diselenggarakan dengan sederhana, cepat,dan biaya ringan. Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa ketentuan inidimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan. Selanjutnyadijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan sederhana, adalah pemeriksaandan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif.Kemudian untuk aspek biaya ringan, dijelaskan mengandung pengertianbiaya yang dapat dipikul oleh rakyat.

Impian UU No. 4/2004 tersebut, dalam kenyataannya hanya tinggalharapan yang sulit untuk diterapkan. Betapa tidak untuk hukum pidana saja,terdapat sejumlah keterbatasan kemampuan hukum pidana dalammenanggulangi kejahatan. Barda Nawawi Arief (1994), menyebutkan bahwapaling tidak ada 7 (tujuh) sebab sehingga hukum pidana tidak dapatdiandalkan untuk menanggulangi kejahatan, yaitu: (1). sebab-sebabkejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana,(2). hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari saranakontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagaimasalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagaimasalah sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural, dansebagainya), (3). penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatanhanya merupakan kurieren am symptom, oleh karena itu hukum pidanahanya merupakan pengobatan simptomatik dan bukan pengobatan kausatif,(4). sanksi hukum pidana merupakan remedium yang mengandung sifatkontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingyang negatif, (5). sistem pemidanaan bersifat fragmentair danindividual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional, (6). keterbatasanjenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kakudan imperatif, dan (7). bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukansarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi.

Ketidakmampuan pertama dari hukum pidana, dilihat dari segi

22

BAB I.PENDAHULUAN

Page 30: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

penyebab. Misalnya, I. S. Susanto (1998), menjelaskan bahwa jika dilihatdari aspek dimensinya, terdapat 2 (dua) tipe kejahatan, yakni: (1). kejahatanberdimensi kepapaan, dan (2). kejahatan berdimensi keserakahan. Padaumumnya tipe pertama terjadi pada level akar rumput, sedangkan tipekedua terjadi pada level elit. Dalam konteks cakupan kerja Gugus TugasAnti Trafiking Desa, maka jelas kejahatan tipe pertama yang ditangani.Orang ketika melakukan kejahatan karena lapar. Oleh karena itu, adalahtidak tepat kalau orang lapar tersebut dikirim ke penjara berdasarkan prosespengadilan pidana. Adalah lebih tepat, melalui forum APS dicari jalan keluaruntuk mengatasi penyebab orang itu lapar, sehingga melakukan kejahatan.

Pernyataan bahwa hukum pidana hanya merupakan bagian kecildari sarana kontrol sosial, makin memperjelas kalau forum APS jugamerupakan bagian dari sarana kontrol sosial yang fungsinya tidak kalahpenting. Apalagi, ketika dilihat bahwa kejahatan tidak semata-mata sebagaitindakan melanggar hukum pidana semata, namun juga dapat dibaca sebagaitindakan yang mengganggu relasi sosial para pihak dan juga relasi sosialkemasyarakatan. Untuk itu, hanya melalui forum APS, relasi kemanusiaantersebut dapat dipulihkan

Hukum pidana sebagai bagian dari hukum positif, lebih menonjolkansisi normatif semata. Artinya, aspek yang mengemuka adalah mengaturdan memaksa. Dalam hal ini, yang dilihat adalah gejala atau dampaknyasemata, tidak dilihat aspek penyebabnya. Sementara, dalam forum APS,justru aspek penyebab dan akibat menjadi poin yang dilihat secara berimbang.Aspek akibat tidak dapat dipisahkan dari penyebab. Jadi menyelesaikanmasalah, harus dari hulu hingga hilirnya.

Berkaitan dengan jenis pidana (hukuman) yang diancamkan dalamhukum pidana, ternyata berdampak sangat luas. Paling tidak, ketika pelakudikirim ke penjara, misalnya, maka dampaknya: (1). pelaku terputuskewajibannya terhadap keluarga, (2). keluarga kehilangan penopang ekonomikeluarga, jika terpidana adalah kepala keluarga, (3). cap sebagai penjahatakan terbawa hingga ajal, dan (4). hukuman penjara tidak memulihkanrelasi kemanusiaan. Oleh karena, melalui forum pengadilan, maka yangdicari adalah kesalahan dari pelaku dan kebenaran perkara. Dengan katalain, ada pihak yang dibenarkan, dan ada pihak yang disalahkan. Sementara

23

BAB I.PENDAHULUAN

Page 31: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

melalui forum APS, tidak ada logika salah-benar, namun yang dikembangkanadalah logika perdamaian.

Hukum pidana mengandalkan bentuk ancaman pidana sebagaimanadiatur dalam Pasal 10 KUHP, yakni pidana pokok berupa: (1). hukumanmati, (2). hukuman penjara, (3). hukuman kurungan, (4). hukumantutupan, (5). hukuman denda, dan (6). hukuman bersyarat. Selain itu,terdapat juga pidana tambahan berupa: (1). pengumuman putusan hakim,(2). perampasan barang-barang tertentu, dan (3). pencabutan hak-haktertentu. Kemudian UU No.23/2002 menambahkan bentuk tindakan berupa:(1). pengembalian anak pada orang tua, (2). penempatan anak pada DinasSosial, dan (3). penempatan anak menjadi anak binaan negara. Terakhir,UU No.23/2003, menambahkan lagi bentuk tindakan yang dapat dijatuhkanhakim pada pelaku kekerasan dalam rumah tangga, berupa: (1). pembatasanruang gerak dalam radius dan jangka waktu tertentu, dan (2). mewajibkanpelaku mengikuti konseling. Kalau dilihat dari berbagai jenis pidana pokok,pidana tambahan, dan tindakan dalam hukum pidana, ternyata hanyaberorientasi pada pelaku semata. Sementara justru dalam forum APS, relasisosial (pelaku-korban, dan masyarakat).

Untuk bidang hukum perdata, fakta membuktikan bahwa suatuperkara ketika ditangani, paling tidak melalui 4 (tahap), yakni: (1). tahappengadilan pertama, (2). tahap pengadilan banding, (3). tahap pengadilankasasi, dan (4). tahap peninjauan kembali. Dari pentahapan tersebut, adalahtidak mungkin kalau suatu perkara dapat diselesaikan secara sederhana,cepat, dan biaya ringan. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari sengketapidana maupun perdata selalu terjadi. Untuk itu, adalah tidak menggantungkanharapan penyelesaian sengketa semata-mata pada kedua forum pengadilantersebut.

Dalam penghujung Tahun 2008, Kepolisian Republik Indonesia(Polri), meluncurkan konsep perpolisian masyarakat (Polmas) di NTT. Polmas,merupakan salah satu strategi kerja Polri untuk menjawab kebutuhanmasyarakat akan keadilan. Polri menyadari bahwa dengan mengirim setiapperkara ke tingkat penuntutan dan pengadilan, ternyata tidak menyelesaikanmasalah itu sendiri. Masalah memang tertangani dan pelaku dihukum,namun akar permasalahan (penyebab dan akibat) tidak selesai. Menyadari

24

BAB I.PENDAHULUAN

Page 32: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

juga bahwa hukum pidana dalam berbagai produk perundang-undanganternyata tidak menghendaki agar setiap tindak pidana harus diselesaikanmelalui forum pengadilan. Selalu ada ruang untuk diselesaikan di luarpengadilan. Sementara pada sisi yang lain, kalau forum APS tidakdilembagakan, maka dapat saja terjadi tudingan miring kepada Polri, ketikasuatu perkara tidak dilanjutkan.

Pada level akar rumput (Desa) kini telah dibentuk forum kemitraanantara polisi dan masyarakat. Melalui forum ini, polisi bersama masyarakatmenyelesaikan berbagai sengketa dengan logika perdamaian. Apabila, suatukasus telah ditangani melalui Polmas, maka kasus tersebut tidak lagi akanditangani oleh pihak reserse kriminal. Pada titik ini, logika yang dikembangkanoleh forum Polmas dengan forum APS yang dijalankan oleh Gugus TugasAnti Trafiking Desa indentik. Dengan kata lain, kedua forum ini dapat salingmelengkapi dalam operasionalnya. Katakanlah, kalau dalam UU No.30/1999mewajibkan berita acara penyelesaian sengketa oleh forum APS wajibdidaftarkan ke pengadilan negeri setempat, maka melalui kerjasama denganforum Polmas, berita acara tersebut cukup ikut ditandatangani saja olehforum Polmas. Dengan begitu, tidak perlu lagi didaftarkan ke pengadilannegeri, toh kalau kasus tersebut mau ditindaklanjuti, harus pula melaluipihak Polri.

Bentuk kerjasama yang lebih konkrit, yakni: (1). Gugus Tugas AntiTrafiking Desa dapat mengadopsi model pencatatan kasus dan model beritaacara penyelesaian sengketa pada Polmas, dan (2). Polmas dapat mengadopsibentuk-bentuk penyelesaian APS pada Gugus Tugas Anti Trafiking Desa.Dengan bentuk kerjasama seperti ini, maka kedua forum APS ini ke depandiharapkan dapat lebih mampu menjawab perasaan keadilan masyarakatketika bersengketa.

EpilogKehadiran Gugus Tugas Anti Trafiking Desa yang menyelenggarakan

forum APS, sesungguhnya ibarat kembalinya ‘si anak terhilang.’ Betapatidak, semenjak UU No.22/1999 meniadakan forum HPD dan diganti denganforum APS oleh UU No.30/1999, masyarakat desa melihat kalau tidak adalagi forum dengan logika permainan ini. Padahal, permasalahannya hanyalah

25

BAB I.PENDAHULUAN

Page 33: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

tidak memadainya sosialisasi dari forum APS sebagai nama lain dari forumHPD dengan pengayaan bentuk penyelesaian sengketa.

Kini pada level Desa, terdapat 2 (dua) lembaga yangmenyelenggarakan forum APS, yakni: (1). Gugus Tugas Anti Trafiking Desa,dan (2). Polmas. Kedua lembaga ini, terbangun dari logika yang sama yaknihendak menyelenggarakan forum APS dengan logika perdamaian. Untukitu, kedua lembaga ini semestinya dapat bekerjasama dan saling melengkapi.

26

BAB I.PENDAHULUAN

Page 34: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

BAB IIKEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DI NUSA TENGGARA TIMUR

A. PENGANTARasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan adalah hak wargaNegara. Demikianlah amanat yang tertera dalam Pasal 28G ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Oleh karenanya, segala bentukkekerasan harus dihapuskan. Itu berarti, Kekerasan Dalam Rumah Tangga(KDRT) juga harus dihapuskan. Penghapusan KDRT ini, menurut Pasal 1angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), merupakan jaminan yangdiberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelakuKDRT, dan melindungi korban KDRT.

Ironinya, perkembangan dewasa ini menunjukkan KDRT yang dalampasal 1 angka 1 UU PKDRT disebut sebagai setiap perbuatan terhadapseseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraanatau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaranrumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkuprumah tangga, setiap harinya masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi.

Bahkan, media massa cetak maupun elektronik setiap harinyamenyuguhkan berita tentang berbagai kasus KDRT. Maraknya kasus KDRTini menegaskan bahwa Penghapusan tindak KDRT, tidak mungkin dapatterwujud jika hanya dilakukan dengan pendekatan peradilan formal semata.

Dalam perspektif sosiologis, penghapusan tindak KDRT dapat dimulaidengan menghilangkan sebab-sebab dan unsur-unsur pemicunya dengancara mengenali latar belakang sosial pelaku dan korban, adat dan budayayang berlaku, serta struktur sosial di wilayah setempat, akan memudahkansiapa pun dalam menawarkan alternatif solusi yang lebih memenuhi rasakeadilan para pihak.

R

27

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

Page 35: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Dari 433 (empat ratus tiga puluh tiga) kasus KDRT yang didampingioleh rumah perempuan pada 5 (lima) tahun terakhir, 52% kasusnyadisebabkan oleh Faktor ekonomi, 24% kasus dipicu oleh komunikasi yangminim antar pasangan, 18% kasus dipengaruhi pihak ketiga (keluarga danatau WIL), dan terdapat 6% Kasus lainnya disebabkan oleh antara lain

28

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

B. FENOMENA KDRT DI NTTSalah satu jenis kekerasan yang selalu mewarnai ruang publik di

Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah KDRT. Catatan pendampingan RumahPerempuan 5 (lima) tahun terakhir, menunjukan bahwa kasus KDRT selalumenempati ranking teratas dari berbagai jenis kasus kekerasan lain yangdialami oleh Perempuan dan Anak. (Lihat Tabel 3).

Tabel 3. Kasus yang di Advokasi oleh Rumah Perempuan

Jenis KasusTAHUN

KDRT

KESEK

TRAFIKING

KDP / IJM

LAIN-LAIN

2010 2009 2008 2007 2006JUMLAH

JUMLAHSumber: Diolah dari Catatan Akhir Tahun Rumah Perempuan

67 100 73 95 98

30 32 35 40 56

18 10 9 11 10

15 23 18 15 25

37 26 17 17 26167 191 167 178 215

433

193

58

96

123

903

Page 36: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Bentuk KDRT yang dialami oleh korban berdasarkan 433 (empatratus tiga puluh tiga) kasus KDRT yang di advokasi oleh Rumah Perempuanselama sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 adalah KekerasanPsikis, Kekerasan Fisik, Kekerasan Seksual dan Penelantaran. (lihat diagram).

Data dalam diagram menunjukkan bahwa semua korban kasusKDRT mengalami kekerasan berganda. Bagi korban yang mengalami salahsatu bentuk kekerasan baik itu Kekerasan Fisik, Kekerasan Seksual maupunPenelantaran selalu mengalami Kekerasan Psikis. Selain itu, data padadiagram juga menjelaskan bahwa korban yang mengalami Kekerasan Seksualselalu berbarengan dengan Kekerasan Fisik. Kekerasan Fisik yang dialamikorban diantaranya ditampar, ditendang, pelaku membenturkan kepalakorban ke tembok dan lantai, rambut korban dijambak, korban dipukul

29

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

pendidikan anak, pembagian pekerjaan yang tidak jelas dan lain sebagainya.Keseluruhan penyebab kasus KDRT di atas sebenarnya di pelopori olehbudaya patriakhi yang masih kental dalam kehidupan bermasyarakat di NTT.

Buktinya, Pertama, masyarakat membesarkan anak laki-laki denganmenumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidaktoleran. Kedua, laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalammengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karenamerupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial. Ketiga, tradisibahwa istri harus bergantung pada suami, khususnya ekonomi. Keempat,tradisi malechauvinistic, dimana laki-laki masih menganggap diri dandianggap sebagai makhluk yang kuat dan superior.

Kekerasan Psikis

433 kasus (49%)

Kekerasan Seksual

5 kasus (2%)Kekerasan

Fisik275 kasus (32%)

Penelantaran125 kasus (17%)

Page 37: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

dengan gagang sapu, dipukul dengan batako, dilempar dengan batu danlain-lain.

Kekerasan Psikis yang dilakukan pelaku terhadap korban antaralain dimaki, dituduh melakukan sesuatu yang tidak dilakukannya, diancamakan diceraikan, dihina/diludahi oleh pelaku didepan anak-anak dan diusirdari rumah. Wujud Penelantaran yang dilakukan pelaku pada korbanadalah pelaku tidak memberikan nafkah bathin, pelaku tidak memberikanuang belanja dan keperluan lainnya kepada korban, pembatasan nafkah.Model kekerasan seksual yang dilakukan pelaku seperti: Memaksakanistri berhubungan dengan gaya yang tidak lazim, memaksa HuS (HubunganSeksual) disaat istri sedang sakit, melakukan penganiayaan sebelummelakukan HuS, dan memaksakan anak dibawah umur untuk berhubunganseks.

Catatan Rumah Perempuan berkaitan dengan dampak yang dialamikorban dalam 433 (empat ratus tiga puluh tiga) kasus KDRT kasus KDRTadalah Pertama, Dampak Fisik: Lebam, lecet, patah tulang, kepala bocor,pusing dan ada pula korban yang mengalami cacat permanen. Kedua,Dampak Psikis: Korban takut berhubungan seks, hilangnya keinginanuntuk berhubungan seks, trauma, gangguan kejiwaan. Semua korban KDRTjuga mengalami gangguan psikis seperti cemas, gelisah, malu, rendah diri,keinginan untuk bercerai, gangguan ingatan. Ketiga, Dampak TerhadapKesehatan Korban: Terganggunya organ reproduksi, korban mengalamiperdarahan, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan (NB: Khususnya KasusIncest). Keempat, Dampak Ekonomi: Korban dililit utang, karena harusmeminjam uang ke orang lain untuk membiayai hidup. Kelima, DampakSosial: Korban akan menarik diri dari pergaulan dan keluarga, tetangga,bahkan untuk sementara waktu ada juga korban yang berhenti melakukanakstivitas sosial maupun ritual keagamaan.

C. POTRET KDRT DI NOELBAKI DAN TUAPUKANPersoalan KDRT juga terjadi di desa Noelbaki dan desa Tuapukan

yang merupakan wilayah dampingan dari Rumah Perempuan. Dalam kerja-kerja pendampingan untuk persoalan KDRT di ke-2 (dua) Desa ini, RumahPerempuan mendapat banyak pembelajaran. Di antaranya adalah penyelesaian

30

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

Page 38: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

31

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

kasus KDRT bisa di lakukan dengan mekanisme alternat i f.Dalam 2 (dua) tahun terakhir, Rumah Perempuan dengan segala

keterbatasan hanya mampu menangani 12 (Dua Belas) kasus KDRT di keduawilayah kerja ini. Di Desa Noelbaki, Rumah Perempuan menangani 5 (lima)kasus dan di Desa Tuapukan, Rumah Perempuan menangani 7 (tujuh) kasus.

a. KDRT DI DESA NOELBAKIDesa Noelbaki adalah bagian dari Pemerintahan Kecamatan

Kupang Tengah, Kabupaten Kupang yang wilayah administratif seluas17,7 Km² dan didiami oleh 2.224 KK dengan jumlah penduduk sebanyak6.637 orang, dimana yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2.823orang dan yang berjenis kelamin laki-laki adalah 3814 orang.

Desa Noelbaki merupakan desa yang memiliki perpaduanseimbang antara desa modern dan desa tradisional dengan kategorikemajemukan cukup tinggi. Dari segi agama, terdapat 4.557 penduduknyayang beragama Kristen Protestan, Katholik 2037 Orang, Islam 117Orang dan yang beragama Hindu berjumlah 16 Orang. Jika dilihat darietnis/suku, maka penduduk Desa Noelbaki mayoritasnya berasal darisuku/etnis

Page 39: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Secara geografis, Desa Noelbaki berbatasan sebelah utaradengan Teluk Kupang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Oelnasi,sebelah barat berbatasan dengan Desa Mata Air, sebelah timur berbatasandengan Desa Tanah Merah dan Desa Oelpuah. Dari aspek topografi,Desa Noelbaki berada pada dataran rendah dengan ketinggian 10m diatas permukaan laut dan suhu rata-rata berkisar antara 29oc - 35oc.

Di Desa Noelbaki, Rumah Perempuan melakukanadvokasi/pendampingan terhadap 5 (lima) kasus KDRT. Ini tidak berartisepanjang tahun 2009 dan tahun 2010 di Desa Noelbaki hanya terdapat5 (lima) kasus KDRT. Jenis kasus KDRT yang didampingi adalahPenganiayaan sebanyak 4 (empat) kasus dan Penelantaran 1 (satu)kasus.

Pada tahun 2009, Rumah Perempuan menangani 3 (tiga) kasusyang semuanya adalah kasus penganiayaan. Di tahun 2010, ada 2(dua) kasus KDRT yang ditangani oleh Rumah Perempuan. Satu kasusnyaadalah penelantaran dan satunya lagi merupakan kasus penganiayaan.Keseluruhan kasus KDRT yang terjadi di desa Noelbaki disebabkan olehminimnya komunikasi antar pasangan, masalah ekonomi dan pihakketiga (WIL). Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku, berakibatpada korban mengalami gangguan psikis seperti stress, cepat marahdan korban kebanyakan menyendiri dalam artian menarik diri daripergaulan dengan tetangga. Akibat lainnya adalah secara fisik korbanmengalami luka di pelipis, benjolan di bagian kepala, biru/lebam bekaspukulan pada punggung dan terdapat luka goresan pada lengan.Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari Kekerasan Psikis adalah korbanmengalami stress sehingga cepat marah. Untuk penelantaran, berdampakanak-anak kesulitan ke sekolah karena ketiadaan uang transport.

32

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

BOX 1KRONOLOGI KASUS

MENGGAPAI SEBUAH HARAPAN

”Persoalannya sepele, tapi karena tidak bisa menahan emosi,suami saya melempar sepotong kayu, dan mengenai lengan saya hingga berdarah“

5 (lima) tahun sudah mereka menikah dan menjalani kehidupan rumahtangga dengan penuh kebahagiaan. Walaupun hanya bersandar pada hasil

Page 40: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

33

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

pertanian dari lahan milik mereka yang tak terlalu luas, namun mereka takpernah merasa berkekurangan, khususnya beras yang bisa jual untuk memenuhikebutuhan rumah tangga.

Perkawinan mereka yang bahagia ini, memang bukan berarti tanpacekcok, namun nyaris tanpa kekerasan fisik sekalipun. Karena itu, apa yangdialami sang istri ini membuatnya shock, sakit hati dan terutama sakit secarafisik.

Peristiwa ini berawal, saat musim panen hampir tiba, sang istri dimintasuaminya untuk menjaga sawah agar padi tidak dimakan burung. Siang itu,setelah makan siang, ibu muda ini bersiap-siap untuk ke sawah. Dalam perjalananmenuju sawah, tiba-tiba ia merasa malas untuk ke sawah. Yang ada dalampikirannya waktu itu adalah untuk apa siang-siang dan udara panas seperti iniia harus ke sawah, sementara orang lain lagi istirahat di rumah.

Dalam kebimbangan, akhirnya ia memutuskan untuk tidak ke sawahdan memilih untuk mampir ke rumah teman, yang kebetulan juga saat itusementara berada di rumahnya. Senangnya hati ibu muda ini karena bisamenghabiskan waktu siang itu bersama teman. Sementara itu, di rumah sangsuami hendak menyusuli istrinya ke sawah. Sesampainya di sawah karena tidakbertemu dengan istrinya maka ia mencari ke sekeliling kampung, karena takkunjung bertemu, ia mulai gelisah. Kepada setiap orang yang ditemuinyaditanyakannya tentang keberadaan istrinya. Namun tak satupun yang mengetahui.

Di tengah kebingungannya, tiba-tiba datang seorang tetangga dariteman istrinya, kepada orang tersebut sang suami menceritakan bahwa iasedang mencari istrinya. Orang tersebut mengaku melihat istri sang suami dirumah tetangganya.

Berbekal informasi dari tetangga tersebut, maka sang suami punbergegas menuju rumah yang di maksud. Setibanya di sana, ia mendapatiistrinya sedang asyik bercengkerama dengan temannya, saking asyiknyaberbincang, sang istri tak menyadari kalau suaminya sudah berdiri di dekatmereka selama 10 menit.

Tak kuasa menahan rasa jengkel, dengan kasar sang suami membentakistrinya untuk segera kembali ke sawah. Karena takut, sang istri langsungbergegas ke sawah. Tanpa berpamitan pada tuan rumah, sang suami punsegera mengikuti istrinya ke sawah. Sesampainya di sawah, sang istri langsungpamit untuk pulang dengan alasan mau masak nasi dan air, serta mengurusanak semata wayangnya.

Dengan seijin suaminya, sang istri pun bersiap untuk pulang. Barubeberapa langkah meninggalkan sang suami, ia dilempar dengan menggunakansepotong kayu oleh suaminya dan mengenai tangannya. Tak disangka lemparansuaminya membuat tangannya berdarah.

Spontan istrinya langsung berlari ke rumah orang tuanya yang tak jauhdari tempat tinggalnya. Sampai di rumah orang tuanya sang istri melaporkankejadian yang menimpa dirinya. Setelah mendengar informasi tersebut, orangtua sang istri langsung melaporkan kejadian ini kepada tokoh agama dan aparatdesa setempat. Sang suami pun langsung di panggil oleh kepala desa, tokohagama, tokoh masyarakat (tim gugus tugas) untuk menyelesaikan persoalanrumah tangganya secara baik-baik. Di hadapan tim gugus tugas memediasipasangan suami istri ini. Tim gugus tugas juga memberi memberinasehat/konseling seputar persoalan rumah tangga. Akhirnya sang suamimeminta maaf kepada sang istri dan mertuanya dan berjanji tak akan mengulangiperbuatannya lagi. Sang istri akhirnya menerima permintaan maaf sang suami.Pertemuan pun diakhiri dengan doa bersama.

Kronologi Kasus KDRT Yang Terjadi Di Desa Noelbaki Ini,Di Gubah Dalam Bentuk Cerpen

oleh Libby SinlaEloE

Page 41: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

b. KDRT DI DESA TUAPUKANTuapukan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

Kupang Timur dan memiliki wilayah administratif seluas 1.224 ha/m2.Secara geografis, Desa Tuapukan berada di Kabupaten Kupang, NTTdan memiliki batas wilayah sebagai berikut: sebelah timur denganDengan Kelurahan Merdeka, barat dengan Kali Tuapukan, utara denganDesa Oli'o, selatan dengan Desa Oefafi.

Desa Tuapukan didiami oleh 776 kepala keluarga dan memilikipenduduk sebanyak 3.921 orang yang mana jumlah pendudukperempuannya lebih banyak dari laki-laki dengan perencian pendudukperempuan sebanyak 2.028 orang sedangkan jumlah penduduk laki-laki hanya berjumlah 1.893 orang.

Penduduk yang mendiami Desa Tuapukan, mayoritasnyaberagama Khatolik dengan jumlah 2.027 orang, agama Kristen Protestansebanyak 1.889 orang dan yang beragama Islam sebanyak 5 orang.Kebanyakan penduduk desa Tuapukan berasal dari Suku/Etnis Rote(warga lokal) dan Warga Baru (warga yang berasal dari eks ProvinsiTimur-Timor). Perincian jumlah penduduk Desa Tuapukan berdasarkansuku/etnis, sebagai berikut : (Lihat Tabel 5).

34

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

TABEL 5. PENDUDUK DI TUAPUKAN BERDASARKAN SUKU/ETNISNO. SUKU/ETNIS JUMLAH PENDUDUK TOTAL

LAKI-LAKI PEREMPUAN1. BATAK 2 - 22. MADURA 1 2 33. BALI - 2 24. DAYAK 1 1 25. MAKASAR - 2 26. AMBON 1 - 17. FLORES 18 11 298. TIMOR 21 139 1609. SABU 2 5 710. ROTE 901 913 181411. SUMBA 1 - 112. ALOR 24 7 3113. WARGA BARU 921 946 1867

TOTAL 1893 2028 3921Sumber: Data Monografi Desa Tuapukan, 2010

Page 42: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Rumah Perempuan dalam melakukan kerja-kerjanya di desaTuapukan, pada 2 (dua) tahun terakhir, telah menangani 7 (tujuh)kasus KDRT dengan perincian 5 (lima) kasus di tahun 2009 dan padatahun 2010, Rumah Perempuan menangani 2 (dua) kasus KDRT. KasusKDRT yang terjadi di Tuapukan ini disebabkan karena para pelaku tidakmampu mengontrol perilakunya akibat tidak adanya pembagian kerjadan atau tanggung jawab yang jelas dalam mengurus rumah tangga,persoalan ekonomi rumah tangga yang morat-marit, kecemburuanserta perselingkuhan.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku dalam hal inisuami adalah pemukulan, jambak, penganiayaan dan kekerasan verbal.Akibat yang ditimbulkan yang dilakukan oleh pelaku ini memar akibatpukulan, bibir pecah, mengalami pembengkakan pada bagian wajahterutama mata. Selain itu, secara psikis korban juga mengalami tekananbathin dan tidak suka bergaul dengan tetangga.

Dalam hal penyelesaian kasus KDRT di Tuapukan ini, terdapat1 (satu) kasus saja yang mempergunakan proses hukum formal. Itupunhanya sampai pada taraf pelaporan dan selanjutnya kasus tersebutditarik kembali dan diselesaikan dengan mempergunakan modelpenyelesaian alternatif. Sedangkan 6 (enam) kasus lainnya sejak awaldiselesaikan dengan mempergunakan model penyelesaian alternatif.

BOX 2KRONOLOGI KASUS

SENYUM DI TENGAH BADAI

"Saya sadar bahwa saya bukan perempuan sempurna untuk suami saya, tetapi sungguh saya tidak tahan mendengar kata-kata makian yang dia

tujukan kepada saya tanpa alasan, disaat suami saya mabuk"

Mereka termasuk pasangan suami istri bahagia. Walaupun denganmasa pacaran yang singkat, kedua pasangan suami istri ini cukup memahamisatu dengan yang lainnya. Sebelum mereka menikah, sang suami pernahberumah tangga dan dari hasil pernikahan pertamanya itu, membuahkanseorang seorang anak perempuan yang saat ini sudah beranjak remaja.

Hingga usia pernikahan yang telah memasuki tahun ketiga, pasangansuami istri ini belum dikaruniai anak. Namun begitu, mereka tetap hidupbahagia. Sayangnya, di tengah kebahagian pernikahan mereka ini, adasatu kebiasaan jelek dari sang suami yang belum juga hilang yakni kebiasaan

35

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

Page 43: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

mengkonsumsi minuman keras. Kebiasaan ini, terkadang membuat sangsuami menjadi susah mengontrol diri. Alhasil, jika ia dalam keadaanmabuk, maka sang istri akan menjadi tempat pelampiasan kemarahannya.Puncaknya saat itu, sang suami pulang dalam keadaan mabuk, tanpa adasebab ia langsung memaki dan memukul istrinya hingga babak belur.

Kejadian ini membuat sang istri trauma dan ketakutan jika suaminyadalam keadaan mabuk. Akhirnya sang istri hanya bisa menangis danmenangis saja. Hingga suatu sore, saat sang istri sedang menunaikantugasnya di dapur, tiba-tiba terdengar suara orang masuk ke dalam rumah.Karena tidak merasa curiga, sang istripun melanjutkan pekerjaannya didapur. Usai bekerja di dapur sang istri masuk ke ruang makan, didapatinyadua piring kotor bekas makan tergeletak di meja makan. Ternyata ituadalah piring bekas makan sang suami dan anaknya.

Keesokan harinya, sang istri melakukan aktifitas seperti biasalayaknya ibu rumah tangga, memasak, membersihkan rumah dan menenun.Dari kegiatan menenun ini, ia bisa mendapat sedikit penghasilan yangbisa membantu membiayai kebutuhan rumah tangganya. Sedangkan sangsuami bekerja di kebun. Saat sedang menenun, datang anaknya membawaseekor ayam dan langsung mengikat ayam tersebut di dekatnya. Entahbagaimana, tiba-tiba ayam tersebut melompat ke atas tenunan yangsedang dibuat sang istri sehingga membuat tenunan tersebut sobek.Karena merasa kesal, sang istri langsung memarahi anaknya dan memukulayam tersebut hingga patah kakinya.

Sorenya, seperti biasa saat suami pulang dari kebun, ia mendapatikaki ayam dalam keadaan patah, tanpa bertanya kepada sang istri, ialangsung menendang leher dan paha sang istri. Akibat tendangan tersebut,membuat sang istri kesakitan dan tak mampu berjalan. Merasa tidak tahandiperlakukan kasar seperti itu sang istri melaporkan kejadian tersebutkepada salah seorang tokoh masyarakat. Atas inisiatip tokoh masyarakattersebut, diundanglah beberapa orang (tokoh adat) untuk membicarakanpersoalan ini.

Para tokoh masyarakat dan tokoh adat ini akhirnya memanggil sangsuami untuk membicarakan/memediasi masalah yang dilaporkan istrinya.Dari pertemuan tersebut, akhirnya sang suami mau mengakui kesalahannya.Selain itu juga proses perdamaian dengan ditandai makan bersama dansebagai tanda permintaan maaf sang suami memberi selembar kain sarungkepada sang istri.

Sebagai perempuan, sang istri merasa senang, tapi bukan karenadiberi selembar kain dan makan bersama, tetapi karena merasa dihargai.Apalagi sang suami berjanji tak akan mengulanginya lagi. Akhirnya sangistri hanya dapat berharap semoga sang suami benar-benar sadar, sehinggamampu merubah perilakunya di kemudian hari.

Kronologi Kasus KDRT Yang Terjadi Di Desa Noelbaki Ini,Di Gubah Dalam Bentuk Cerpen

oleh Libby SinlaEloE

36

BAB II.KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI NUSA TENGGARA TIMUR

Page 44: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

BAB IIIMODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF

KASUS KEKERASAN DALAMRUMAH TANGGA

A. PENGANTAReharmonisan dan keutuhan rumah tangga merupakan dambaan setiaporang yang berada dalam biduk rumah tangga. Untuk mewujudkan

keharmonisan dan keutuhan rumah tangga, setiap orang dalam lingkuprumah tangga harus dapat mengontrol atau mengendalikan kualitasperilakunya kearah yang positif. Jika tidak, maka Keharmonisan dan keutuhanrumah tangga akan terganggu yang mana pada akhirnya dapat terjadikekerasan dalam rumah tangga seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis,kekerasan seksual dan penelantaran.

Rumah Perempuan dalam melakukan advokasi untuk peghapusankekerasan terhadap perempuan menemukan bahwa Kekerasan yang terjadidalam rumah tangga lebih banyak dialami perempuan yang di siniberkedudukan sebagai seorang istri, sedangkan pelakunya didominasi olehlaki-laki yang berkedudukan sebagai seorang suami. Kekerasan yang terjadidalam rumah tangga seringkali akibat dari tindak kekerasan dalam rumahtangga tidak hanya menimpa korban secara langsung, tetapi juga anggotalain dalam rumah tangga secara tidak langsung. akan berpengaruh pada anak karena sifat anak yang suka meniru segala sesuatu yang dilakukanorang terdekatnya, dalam hal ini ayah dan ibunya. Anak akan menganggapwajar kekerasan yang dilakukan ayahnya, sehingga anak laki-laki yangtumbuh dalam lingkungan seperti itu cenderung akan meniru pola yang sama.

Penderitaan yang dialami oleh para korban kasus kekerasan dalamrumah tangga ini, diperparah dengan kultur masyarakat pada umumnya diNusa Tenggara Timur yang patriarki, dimana laki-laki dalam posisinya sebagaikepala keluarga memiliki hak-hak istimewa seperti pengambilan keputusan,

K

37

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 45: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

memiliki hak dominasi dalam keluarga sehingga segala pendapat maupuntindakannya harus didengar dan diamini. Hak-hak ini diidentikan sebagaiharga diri suami. Istri yang baik diidentikan dengan istri yang menurut apakata suami dan menjaga rahasia rumah tangga dengan baik. Bila istrimelaporkan kasus KDRT ke kepolisian dianggap melecehkan harga dirisuami.

Budaya Patriarki inilah yang menjadi salah satu faktor penyebabsemakin memperburuknya situasi rumah tangga pasca penarikan kembalilaporan polisi oleh istri ataupun pasca vonis dalam proses peradilan hukumformal. Biasanya, Istri akan disalahkan oleh suami dan keluarga sehinggalambat laun istri yang notabene adalah korban dalam kasus KDRT, jadinyaikut menyalahkan dirinya sendiri. Kondisi yang sama juga akan dialami olehpara korban KDRT dalam hal ini istri, ketika suami yang adalah pelakudijatuhi hukuman dalam proses penegakan hukum.

Selain itu, Pasca vonis dalam proses hukum formal, keutuhan dankeharmonisan rumah tangga menjadi rentan dipertahankan dan selaluberakhir dengan perceraian. Hal ini sangat ironis karena salah satu tujuandari penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana yangdiamanatkan dalam pasal 4 huruf d UU No. 23 Tahun 2004, tentangPenghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah memelihara keutuhanrumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Bertolak dari gambaran realita diatas, maka Rumah Perempuanmenggagas suatu model penyelesaian alternatif untuk menangani kasusKDRT. Hal ini dimaksudkan untuk sistem peradilan formal menjadi alternatifterakhir dalam penyelesaian kasus KDRT. Artinya, model penyelesaianalternatif menjadi suatu yang komplementer dengan sistem peradilan formal.Itu berarti juga tidak ada dikotomi mana yang lebih baik antara modelalternatif penyelesaian kasus KDRT dengan mekanisme penegakan hukumdalam sistem peradilan formal.

B. PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KDRTUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang diundangkan dalam LNRI Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan LN RI Nomor 4419, pada tanggal 22

38

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 46: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

September 2004, merupakan salah satu terobosan hukum dalam hal produkperaturan perundang-undangan.

Dalam UUPKDRT terdapat beberapa pembaharuan hukum pidanayang belum pernah diatur oleh Undang-Undang sebelumnya. Salah satuterobosan hukumnya adalah dalam UU PKDRT dicantumkan dengan jelastentang hak-hak korban. UU PKDRT merupakan peraturan pertama yangmengatur hak-hak korban. Hak korban KDRT dalam pasal 10 UU PKDRTyang mencakup: Pertama, perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baiksementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan daripengadilan. Kedua, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.Ketiga, penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.Keempat, pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum padasetiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan. Kelima, pelayanan bimbingan rohani.

Terobosan hukum lainnya adalah pada UU PKDRT, telah dirincimengenai peran masyarakat dalam upaya perwujudan Keutuhan dankerukunan rumah tangga dalam suasana yang bahagia, aman, tentram dandamai adalah dambaan setiap orang dalam suatu rumah tangga. Kewajibanmasyarakat ini diatur dalam pasal 14 dan Pasal 15 UU PKDRT. Bahkan dalampasal 15 dirinci mengenai kewajiban "setiap orang yang mendengar, melihat,atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukanupaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: Pertama,mencegah berlangsungnya tindak pidana. Kedua, memberikan perlindungankepada korban. Ketiga, memberikan pertolongan darurat. Keempat,membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Dengan alur pikir yang seperti ini, maka secara yuridis tersirat bahwaPenyelesaian Kasus kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya dibolehkanuntuk ditempuh dengan jalur sistem peradilan formal, mekanisme peradilannon formal maupun melalui model penyelesaian alternatif. Menurut PaulSinlaEloE (2006), Penyelesaian Kasus melalui sistem peradilan formal dapatdipahami sebagai serangkaian aktivitas dalam proses penegakan hukum(Law Enforcement) suatu kasus yang dilakukan oleh institusi peradilan(Peradilan dalam istilah Inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam

39

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 47: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

bahasa Belanda yang maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungandengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan) berdasarkanhukum positif. Sedangkan mekanisme peradilan non formal dalam prespektifsosiologi hukum dapat dimaknai sebagai proses penyelesaian yang dilakukanoleh tokoh adat, tokoh agama, atau aparat desa berdasarkan hukum adat,hukum agama atau praktik kebiasaan setempat. (Ahmadi Hasan, 2007).

Di samping sistem peradilan formal dan mekanisme peradilan nonformal, Imelda Daly (2009) berpendapat bahwa untuk menyelesaiakn suatukasus termasuk kasus KDRT, bisa dilakukan dengan mekanisme penyelesaianalternatif. Penyelesaian alternatif ini merupakan mekanisme penyelesaiankasus melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, ataupenilaian ahli. (Bandingkan dengan Pasal 1 angka 10 UU No.30/1999).

Dalam konteks penanganan kasus KDRT, Penyelesaian alternatif inibisa dimaknai sebagai suatu mekanisme penyelesaian Kasus KDRT yangdilakukan secara kolaborasi antara Tokoh adat, tokoh agama, tokohperempuan, tokoh pemuda, aparat desa, aparat hukum, pelaku dan korbandengan mempergunakan pendekatan kekeluargaan, pendekatan agama,pendekatan adat dan pendekatan peradilan formal yang lebih mengutamakankeutuhan dan keharmonisan rumah tangga melalui cara negosiasi, mediasi,rehabilitasi yang dipadukan dengan pelayanan konseling, bimbingan rohanidan pelayanan rumah aman. Penyelesaian alternatif kasus KDRT bertujuanuntuk: Pertama, Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.Kedua, Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, Mendidikdan Merubah perilaku bermasalah dari pelaku. Keempat, Memeliharakeutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Kelima, Mencegahsegala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

Keseluruhan makna dari konsep penyelesaian alternatif kasus KDRTdi atas, sejalan dengan ajaran restorative justice-nya Tony Marshall. (JohnRawls, 1971). Restorative justice adalah sebuah teori yang menekankanpada pemulihan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatanpidana. Upaya penyelesaian kasus pidana dengan memulihkan kerugian iniakan tercapai, jika dilakukan dengan proses-proses kooperatif dan melibatkansemua stakeholder (yang berkepentingan). Tindakan-tindakan restoratif

40

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 48: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

justice dalam menyelesaikan suatu perbuatan pidana meliputi: a.mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan kerugian,b. melibatkan semua stakeholder termasuk masyarakat dan pemerintah(dalam arti luas) dalam menyelesaikan suatu tindak pidana dan maengatasiimplikasinya di masa datang, dan c. memperbaiki hubungan antara pelakudan korban.

Konsep penyelesaian alternatif kasus KDRT ini lahir dari pengalamanRumah Perempuan dalam melakukan advokasi/pendampingan terhadapkorban kasus KDRT, dimana banyak korban yang tidak bersedia menempuhsistem peradilan formal maupun sistem peradilan non formal. Alasan daripara korban untuk tidak ingin mencari keadilanmelalui jalur peradilan formal karena: pertama,Korban KDRT masih dianggap sebagai a ibkeluarga atau masalah privat. Kedua, korbanmemiliki ketergantungan ekonomi terhadap pelaku.Ketiga, korban lebih mementingkan nasib anak-anak. Keempat, Korban Masih mencintai pelakusehingga takut terjadi perceraian. Pada sisi yanglain, korban KDRT tidak bersedia kasusnya ditanganime l a l u i mekan i sme peradilan non formal denganalasan: Pertama, Korban takut dikucilkan dari lingkungan setempat. Kedua,korban (istri) selalu dipersalahkan. Ketiga, terkadang korban dan pelakusudah saling memaafkan namun mereka masih terbeban hutang akibatdenda dalam proses adat.

Alasan yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh pelaku KDRTketika Rumah Perempuan memberikan pelayanan konseling. Alasan daripelaku tidak ingin persoalannya diselesaikan melalui jalur peradilan formalkarena: Pertama, masih mencintai korban. Kedua, takut dipecat daripekerjaan (NB: Khusus PNS/TNI/POLRI). Ketiga, takut anak-anaknyaterlantar. Pelaku juga tidak setuju kalau kasusnya diselesaikan melaluimekanisme non formal karena: Pertama, takut aibnya terbongkar. Kedua,terkadang korban dan pelaku sudah saling memaafkan namun mereka masihterbeban hutang akibat denda dalam proses adat. Ketiga, pelaku merasadipaksa dan terpaksa untuk berdamai.

41

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KDRT

Page 49: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

C. MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KDRT VERSI RUMAHPEREMPUAN

Model penyelesaian alternatif kasus KDRT yang didesain oleh rumahperempuan ini sudah diimplementasikan secara khusus di wilayah Try Out,yakni desa Tuapukan dan desa Noelbaki pada tahun 2009 dan tahun 2010.Walaupun hanya kedua desa ini saja yang menjadi pilot project, namunpada waktu yang sama, Rumah Perempuan juga menerapkan draft modelpenyelesaian alternatif kasus KDRT ini ketika melakukan kerja-kerja advokasikasus KDRT yang terjadi diluar Desa Noelbaki dan Desa Tuapukan. (LihatTabel 4).

Data yang tertera dalam tabel 4 menjelasakan bahwa total kasusKDRT yang ditangani oleh Rumah Perempuan pada tahun 2009 dan 2010adalah sebanyak 167 kasus. Di tahun 2009, Rumah perempuan menangani100 (Seratus) kasus KDRT yang mana 63 (Enam Puluh Tiga) kasus dapatdiselesaiakan dengan mempergunakan model penyelesaian alternatif. Padatahun 2010, dari 67 kasus KDRT yang diadvokasi oleh rumah perempuanhanya 29 (Dua Puluh Sembilan) kasus saja yang direkomendasikan untukdiselesaikan melalui mekanisme peradilan formal. Sedangkan, 57% kasusKDRT lainnya bisa diselesaiakn dengan mempergunakan model penyelesaianalternatif.

Secara garis besar, model penyelesaian alternatif kasus KDRT versiRumah Perempuan, dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu Tahap PenerimaanKasus, Tahap Rekonsiliasi, dan Tahap Terminasi. (Lihat bagan). Keseluruhanalur dan cara kerja dalam setiap tahapannya, dijabarkan sebagai berikut:

42

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Tabel 4. Penyelesaian Kasus.

1 2009 63 - 33 1 1002 2010 38 - 24 - 5 67JUMLAH 101 - 57 1 8 167Sumber: Dokumen Pendampingan Korban Rumah Perempuan.

NO TAHUN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS

JumlahPenyelesaianAlternatif

PeradilanNon Formal

PeradilanFormal

Kepolisian Kejaksaan PN/PT3

Page 50: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

43

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

1. Tahap Penerimaan Kasus.Tahap Penerimaan kasus merupakan proses awal tim gugus

tugas menangani suatu laporan kasus KDRT. Pelaporan kasus KDRTdapat dilakukan secara langsung oleh korban, pelaku, orang tua darikorban dan atau pelaku, teman dari korban dan atau pelaku, pihakkeluarga maupun tetangga dari korban dan atau pelaku. Pelaporankasus KDRT juga bisa dilakukan secara tidak langsung oleh pelapormelalui surat, telepon dan media komunikasi la innya.

Untuk kasus KDRT yang korban dan atau pelaku dirujuk olehpihak penegak hukum formal seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilanmaupun oleh lembaga lainnya untuk mendapat pelayanan konselingdan atau bimbingan rohani, pada model penyelesaian alternatif inidikategorikan sebagai pelaporan yang dilakukan secara langsung.

BAGANMODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 51: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Pada tahap penerimaan kasus, para pihak penerima kasus yakniTim Gugus Tugas yang terdiri dari Tokoh Perempuan, Tokoh Masyarakat,Tokoh Adat, Tokoh Agama, Rumah Perempuan dan Aparat Desasetempat, wajib membuat kronologi kasus dan membuat profil singkatdari pelapor, korban, dan pelaku. Apabila korban di antar, petugas jugamencatat identitas pengantar dengan lengkap, seperti: nama lengkap,alamat, pekerjaan, dan alamat lengkap tempat bekerja, telepon dansebagainya.

Kalau pelapornya adalah korban, maka para pihak yang menerimakasus harus memastikan kondisi terakhir korban untuk memutuskanpenting tidaknya mendapatkan pelayanan darurat. Tindakan segerayang diambil apabila korban dalam kondisi kritis baik secara fisik maupunpsikologis sehingga perlu pelayanan darurat, diantaranya: Pertama,Bila korban mengalami luka parah, maka korban segera dibawa keRumah Sakit, Puskesmas atau dokter/bidan praktek terdekat untukmendapatkan perawatan. Kedua, Bila korban mengalami ketakutandan tidak merasa aman ditempat kejadian, maka korban dibawa kerumah aman (shelter) terdekat atau dijauhkan dari si pelaku. Ketiga,Bila korban mengalami perkosaan, korban bisa diobati lukanya tetapidilarang untuk mandi sebelum dilakukan visum. Barang-barang buktiseperti baju, pakaian dalam dan senjata tajam serta barang bukti lainyang menunjang (bila ada) harus disimpan dengan baik.

Untuk penerimaan kasus KDRT yang dilaporkan melalui surat,telepon atau media komunikasi lainnya, maka setelah membuat kronologikasus, profil singkat dari pelapor, korban, dan pelaku, para pihakpenerima kasus harus membuat kesepakatan untuk bisa bertemudengan pelapor. Pengalaman Rumah Perempuan dalam melakukanadvokasi kasus KDRT, menunjukan bahwa kasus KDRT yang dilaporkandengan cara tidak langsung ini sangat bermanfaat bagi korban yangtidak mampu mengakses layanan dengan datang langsung karenaselain tempat tinggalnya jauh juga karena korban secara psikologibelum siap untuk bertemu secara langsung dengan pihak lain.

Dalam hal penerimaan korban dan atau pelaku yang dirujuk, makasebelum membuat kronologi kasus pihak penerima kasus terlebih dahulu

44

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 52: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Box. 3PROTAP RUJUKAN LINTAS SEKTOR

1. Harus ada surat rujukan2. Harus didampingi konselor/pendamping untuk serah terima korban atau pelaku.3. Tugas pendamping/konselor adalah:

a. Memastikan tempat yang akan dirujuk.b. Memastikan keberadaan penerima rujukan.c. Menjelaskan kronologi kasus.d. Menjelaskan Pelayanan yang sudah diberikan kepada korban atau pelaku.e. Membuat kesepakatan pemberian layanan lanjutan.f Menyapakati sistim pendanaan berhubungan dengan kebutuhan korban.

(NB: Kesepakatan ini kalau memungkinkan harus juga melibatkan korbanataupelaku).

g. Menyepakati Pembagian peran antara perujuk dan penerima rujukan.4. Pada saat penyerahan korban harus ditandatangani berita acara penyerahan.

(NB: Dalam Berita acara penyerahan harus dicantumkan dengan jelas tentangkondisi korban atau pelaku).

5. Bila rujukan dilakukan ke atau dari Rumah Sakit dan korban membutuhkan suratketerangan tidak mampu, maka pendamping mendamping korban saat pengurusansurat dimaksud.

Keterangan : Pendampingan bagi pelaku hanya dalam rangka konseling,bimbingan rohani.

2. Tahap Rekonsiliasi.Rekonsiliasi merupakan serangkaian aktivitas untuk

menyelesaikan sengketa secara adil, sekaligus memulihkan hubungankebersamaan diantara para pihak yang bersengketa, sehingga parapihak yang bersengketa dapat bersatu kembali. Itu berarti, berbicaratentang rekonsiliasi harus jelas siapa-siapa yang menjadi obyek yangharus atau akan disatukan kembali dan apa persoalan yang menyebabkanterjadinya sengketa. Setelah itu, baru dibicarakan tentang akibat danjalan keluar penyelesaiannya.

Daniel Sparinga (2003) berpendapat bahwa dalam prosesrekonsiliasi idealnya harus didasarkan pada penghormatan terhadapprinsip kemanusiaan dan keadilan diantara para pihak yang bersengketa.Ada 3 (tiga) aktivitas utama dalam tahap rekonsiliasi pada modelpenyelesaian kasus KDRT, yakni:

45

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

harus memeriksa surat rujukan ataupun data-data yang dikirim olehlembaga/individu perujuk dan membuat berita acara penerimaan kasus.

Page 53: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

a. NegosiasiDalam bahasa sehari-hari kata negosiasi sering disebut

dengan istilah "berunding" atau "bermusyawarah". Dalam kontekspenyelesaian alternatif kasus KDRT, negosiasi dibedakan dalam 2(dua) kategori, yakni negosiasi internal dan negosiasi ekternal.

Negosiasi internal dimaksudkan untuk menyamakanpersepsi diantara pihak penerima kasus dan pelapor berkaitandengan duduk perkara, sekaligus berbagi peran untuk upayapenyelesaian kasus.

Pada proses negosiasi ini, harus dibicarakan juga tentangapakah kasus KDRT yang dilaporkan ini bisa ditangani secarakeseluruhan atau harus melibatkan aparat penegak hukum (pihakKepolisian) atau didorong untuk diselesaikan melalui jalur peradilanformal. Kasus-kasus yang proses penyelesaiananya wajib melibatkanpihak Kepolisian atau didorong untuk diselesaikan melalui jalurperadilan formal tersebut adalah kasus-kasus KDRT yang berkaitandengan hal-hal mendasar yang tidak dapat ditoleransi, yakni: KasusPembunuhan dalam lingkup rumah tangga, Kasus Kekerasan Seksualdalam lingkup rumah tangga dan Kasus Penganiayaan Berat dalamlingkup rumah tangga.

Untuk ketiga kasus ini para tokoh (tim gugus tugas) yangakan menyelesaikan kasus hanya dapat berperan untuk memediasipihak keluarga dari korban maupun keluarga dari pelaku agar tidakterjadi konflik lanjutan. Bagi pelaku pembunuhan serta pelaku dankorban dalam kasus kekerasan seksual dan penganiayaan beratbisa mendapat pelayanan konseling dan bimbingan rohani denganseijin aparat penegak hukum.

Negosiasi eksternal diawali dengan pihak penerima kasusmelakukan pendekatan kepada korban dan pelaku. Dalam melakukanpendekatan terhadap pelaku dan korban harus dibarengi denganpelayanan konseling dan pelayanan bimbingan rohani. Khusus untukkorban yang terancam jiwanya, mendapat penolakan dari keluargadan atau pelaku, korban yang butuh penanganan intensif tapirumahnya jauh, serta korban yang memerlukan persiapan khususuntuk menjalani proses hukum formal, bisa disediakan RumahAman.

46

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 54: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Box. 4.PROTAP KONSELING & BIMBINGAN ROHANI1. Konsele diterima konselor.2. Bila kondisi konsele dalam situasi kritis, maka langkah awalnya konselor

langsung memberikan pertolongan pertama dan apabila kondisi konseleparah, konselor segera membawanya ke dokter.

3. a. Penggalian informasi awal (identitas) dari konsele. Bila konseleadalah anak, maka penggalian informasi dilakukan dengan orangtua,wali atau pendamping.

b. Penggalian masalah dengan prinsip konseling berwawasan gender:* Tidak mengadili korban/non judgement.* Membangun hubungan yang setara /egaliter.* Memegang prinsip keputusan ditangan korban/self determination.* Melakukan pemberdayaan/empowerment (Penyadaran gender,

menjelaskan tentang hak-hak korban, memberikan dukungan,membantu memberikan pertimbangan atau solusi, membantumemahami masalahnya).

* Menjaga kerahasiaan korban.4. Konselor dan konsele (bila anak dengan orangtu/wali, keluarga korban

yang mendampingi) membuat kesepakatan tentang: rujukan, tindaklanjut penyelesaian masalah, peran konselor dan konsele (bila anakdengan orangtua/wali, keluarga konsele yang mendampingi).

5. Kesepakatan rujukan termasuk rujukan ke psikolog bila konselormerasa konsele membutuhkan therapy khusus oleh psikolog.

6. Konselor membuat dokumentasi (lisan, tertulis, visual): identitaskonsele, kronologi kasus, layanan yang diberikan, kondisi konsele(psikis, fisik, seksual).

Pelayanan konseling dan pelayanan bimbingan rohani dalamtahap negosiasi, harus diarahkan untuk: Pertama, Membantukonsele (korban dan pelaku) mengenali permasalahannya danmenemukan cara-cara yang efektif untuk mengatasinya sendiri,Kedua, Memberdayakan konsele (korban dan pelaku) untuk dapatmemutuskan masa depannya sendiri. Ketiga, Menguatkan konsele(korban dan pelaku) dalam menghadapi proses yang dijalaninya.Keempat, Membuat konsele (korban dan pelaku) merasa diterimadan tidak dihakimi.

Pendekatan terhadap korban dan pelaku, dimaksudkan untukmenggali akar masalah sekaligus melakukan penjajakan untukmenghasilkan kesepakatan mengenai cara dan bentuk penyelesaiansengketa yang diinginkan oleh korban maupun pelaku. Jika korban

47

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 55: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

dan atau pelaku memilih penyelesaian kasusnya melalui sistemperadilan formal, maka pihak penerima kasus dalam hal ini timgugus tugas harus tetap mendampingi korban dan merekomendasikankasus ke aparat penegak hukum untuk ditangani sesuai hukumpositif yang berlaku. Namun, kalau kedua belah pihak yang berselisihmemilih penyelesaian alternatif, maka akan ditindaklanjuti denganmediasi.

b. MediasiMediasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut dengan

mediation adalah penyelesaian sengketa dengan cara menengahi.Mediasi juga dapat dipahami sebagai proses negosiasi pemecahanmasalah dimana pihak yang akan menyelesaikan kasus tidak memihak(impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketauntuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian secaramemuaskan.

Ditahap mediasi, pihak penerima kasus atau tim gugus tugasharus secara aktif melaksanakan fungsi sebagai mediator bagikorban dan pelaku kasus KDRT. Dalam melakukan mediasi, pihakyang dipercayakan menjadi mediator harus dapat menawarkansejumlah alternatif penyelesaian yang sekiranya mampu menjawabperasaan keadilan para pihak sehingga keutuhan dan keharmonisanrumah tangga bisa tercipta. Para pihak dalam hal ini korban danpelaku kemudian secara sadar akan mencari "titik temu" denganmemilih alternatif paling menguntungkan atau paling kecil resikonyauntuk dijadikan sebagai bentuk dan cara penyelesian sengketa diantara mereka.

Jika dalam mediasi tidak mencapai titik temu, maka kasusKDRT ini dapat diputuskan dan direkomendasi untuk di prosesmelalui mekanisme peradilan formal. Sedangkan jika ada titik temudalam negosiasi ini, maka: Pertama, pelaku dan korban diwajibkanuntuk menjalani rehabilitasi tanpa adanya sanksi bagi pelaku. Kedua,pelaku dikenakan sanksi sesuai dengan nilai-nilai dan kebiasaan dimasyarakat, sekaligus pelaku dan korban diwajibkan juga untukmenjalani rehabilitasi.

48

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 56: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Selanjutnya, bentuk, cara penyelesaian sengketa dan hasilpenyelesaian sengketa dituangkan dalam berita acara penyelesaiansengketa yang nantinya didaftarkan/diregistrasi pada PengadilanNegeri setempat untuk mendapatkan kekuatan hukum tetap.

c. RehabilitasiRehabilitasi adalah serangkaian aktivitas pelayanan yang

ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuanseseorang yang mengalami disfungsi sosial sehingga dapatmelaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Proses rehabilitasiterhadap korban dan pelaku KDRT, idealnya diarahkan pada pulihnyakondisi baik fisik maupun psikis, sehingga korban dan pelaku dapatmenjalankan aktivitasnya sehari-hari dalam lingkup rumah tanggadan dapat hidup di tengah masyarakat seperti semula. Untukrehabilitasi fisik, tim gugus tugas harus berkoordinasi dengan pihak-pihak yang bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Dalam konteks penyelesaian alternatif, rehabilitasi hanyadimaksudkan untuk memulihkan psikis dari korban dan pelaku.Karenanya, Proses rehabilitasi sehubungan dengan model penyelesaianalternatif kasus KDRT meliputi: Pertama, Pelayanan Konseling.Konseling adalah pemberian bantuan oleh seseorang yang ahli atauorang yang terlatih sedemikian rupa sehingga pemahaman dankemampuan psikologis diri korban meningkat dalam memecahkanpermasalahan yang dihadapi. (Penjelasan Pasal 4 huruf c PP No.4 Tahun 2006).

Konseling yang dilakukan pada tahapan rehabilitasi, lebihdifokuskan agar konsele dalam hal ini korban maupun pelaku dapatmengenali kelemahan dan kekuatannya, sekaligus memotivasi danmemberdayakan mereka menuju perubahan perilaku diri (dalamhal ini perilaku kekerasan) sehingga nantinya dapat diterima dalaml ingkup ke luarga maupun l ingkungan masyarakat .

Kedua, Pelayanan Bimbingan rohani. Bimbingan rohaniadalah hubungan timbal balik (interpersonal relationaship) antaratokoh agama/pembimbing rohani sebagai konselor dengan konselenya

49

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 57: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

(pelaku dan korban) dalam mana konselor mencoba membimbingkonselenya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yangideal atau condusive atmosphere. (Yakub B. Susabda, 1981).

Untuk tahapan rehabilitasi, pelayanan bimbingan rohaniharus dapat menjadikan konsele benar-benar mengenal dan mengertiapa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, mengenali kelemahandan kekuatannya, sekaligus memotivasi dan memberdayakan merekamenuju perubahan perilaku diri (dalam hal ini perilaku kekerasan),sehingga konselenya mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasidan tanggung jawabnya pada Allah dan mencoba mencapai tujuanitu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudahdiberikan Allah kepadanya.

Ketiga, Penyediaan Rumah Aman. Dalam penjelasanpasal 22 ayat (1) huruf c UU PKDRT diuraikan bahwa RumahAman/shelter adalah tempat tinggal sementara/alternative yangdigunakan untuk memberikan perlindungan terhadap korban danrasa aman pada korban KDRT. Penyediaan rumah aman bagi korbandi tahapan rehabilitasi, jika korban mendapat penolakan darikeluarga dan atau korban yang butuh penanganan intensif tapirumahnya jauh.

Box. 5.PROTAP RUMAH AMAN/SHELTER1. Korban diterima di shelter.2. Korban dapat diterima di shelter bila:

a. Korban terancam keselamatannya.b. Korban jauh dari keluarga.c. Korban mendapat penolakan dari keluarga.d. Korban yang butuh penanganan intensif tapi rumahnya jauh.e. Untuk keperluan persiapan proses hukum.

3. Korban membaca dan menandatangani perjanjian masuk shelterdengan disaksikan oleh saksi (keluarga, pendamping). NB: Bila korbanadalah anak, maka persetujuan masuk shelter ditandatangani olehorangtua/wali/pendamping.

4. Konselor/pendamping menjelaskan peraturan selama di shelter.5. Pendamping mendokumentasikan perkembangan korban di shelter

(fisik, psikis, seksual).6. Bila masa tinggal di shelter berakhir, korban menandatangani surat

meninggalkan shelter.7. Konselor wajib membuat surat yang menjelaskan kondisi korban saat

meninggalkan shelter.

50

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 58: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

3. Tahap Terminasi.Terminasi merupakan tahap akhir dari rangkaian proses

penanganan suatu kasus KDRT. Terminasi adalah rangkaian aktivitasuntuk mengakhiri dan atau pengakhiran dalam penanganan suatu kasusKDRT ketika maslah dari korban dan pelaku sudah terpecahkan. MenurutImelda Daly (2009), dalam melakukan terminasi harusmempertimbangkan stabilisasi perubahan perilaku pada diri pelaku dankorban yang telah terjadi di tahap rehabilitasi dapat terjaga, sehinggakorban dan pelaku dapat saling menerima dan diterima dalam lingkuprumah tangga maupun lingkungan masyarakat.

Hal ini menjadi penting karena, sering ditemukan pelaku dankorban (terutama pelaku) mengalami kemunduran dan menampilkankembali perilaku disfungsional pasca terminasi. Untuk itu, dalam prosesterminasi hendaknya dikembangkan berbagai strategi agar korban danpelaku mampu memelihara perubahan perilaku yang telah dicapaidalam tahapan rehabilitasi.

Strategi dasar yang perlu dikembangkan, yakni: Pertama,Reintegrasi. Reintegrasi merupakan upaya untuk menyatukan kembalikorban dengan pelaku maupun korban dan atau pelaku dengan pihakkeluarga. Langkah utama dalam proses reintegrasi adalah tim gugustugas bertemu dengan keluarga dari korban dan atau pelaku untukmenjelaskan tentang keberadaan kondisi fisik, psikologi dari korbandan atau pelaku pasca rehabilitasi, sekaligus mengajak/mendorongpihak keluarga untuk terlibat bersama-sama dengan tim gugus tugasmemantau hubungan korban dan pelaku.

Kedua, Monitoring. Monitoring atau Pemantauan adalahaktivitas pengumpulan informasi yang dilakukan untuk memastikanproses reintegrasi sudah berjalan sesuai dengan rencana atau belum.Dengan pengertian yang demikian, maka monitoring harus dilakukansecara periodik oleh berbagai pihak terutama Tim gugus tugas. Hasildari monitoring dapat digunakan untuk mempelajari masalah-masalahyang timbul dalam pelaksanaan dan mengambil sikap dan kebijakanyang mengembalikan kegiatan sehingga berbuah hasil yang diharapkan.

51

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 59: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Output dari monitoring adalah penemuan unsur kegiatan yang tidakjalan atau ancaman-ancaman yang membuat kegiatan tidak berjalanseperti diharapkan.

Langkah awal untuk pelaksanaan monitoring, yakni para pihakyang melakukan monitoring merumuskan indikator-indikatorperubahan/capaian pada waktu yang diharapkan. Selanjutnya, melakukankunjungan ke korban dan atau pelaku untuk mengetahui perkembanganhubungan di antara mereka.

52

BAB III.MODEL PENYELESAIAN ALTERNATIF KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Page 60: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

BAB IVPENUTUP

A. PENGANTARFrederik Mbura (Tokoh Adat Desa Tuapukan)

odel penyelesaian alternatif kasus KDRT yangsudah kami terapkan bersama Pihak Rumah

Perempuan, pada wilayah ini (Tuapukan) sangat baikdan tepat. Apalagi korban dan pelaku dalam kasusKDRT tidak merasa rugi. Warga Desa Tuapukan jugalebih bisa menerima model penyelesaian alternatifini karena mengutamakan pendekatan kekeluargaan,adat dan agama untuk mencapai tujuan utama, yaitu

keharmonisan dalam keluarga. Dengan adanya model ini bisa memberikanpelajaran yang sangat baik dan sangat berharga. Harapan saya, modelpenyelesaian alternatif ini jangan hanya diterapkan pada kasus KDRT saja,tapi mungkin bisa juga dipergunakan untuk kasus-kasus lain yang ada didesa Tuapukan. Untuk itu, kami sangat butuh pendampingan, diskusi rutindan lebih banyak uji coba sebelum model penyelesaian alternatif ini kitaterapkan ketika menangani masalah lainnya. (Tuapukan, 3 Februari2011).

M

Octory Gasperz, SE (Anggota DPRD Kab. Kupang, Periode 2009-2014)Terjadinya kasus KDRT merupakan suatu luapan emosional yang tidakterkontrol sehingga terjadi keributan dalam rumah tangga oleh karena itupenyelesaian alternatif sangat penting dalam penyeleasaian kasusKDRT ini dan ini juga sangat membantu pihak kepolisiandalam mengeliminir adanya kasus KDRT. Model PenyelesaianAlternatif Kasus KDRT merupakan suatu terobosan yang sangatbermanfaat bagi masyarakat. Dalam proses penyelesaiansuatu kasus KDRT idealnya harus melibatkan orang tuasaksi (Bapak saksi dalam pernikahan), RT/RW setempatdan orang-oarang yang merasa lebih bertanggungjawab

53

BAB IV.PENUTUP

Page 61: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

dalam penyelesaian tersebut. Kedepan Model penyelesaian alternative kasusKDRT ini bisa dipertimbangkan untuk dijadikan peraturan Desa dari setiapdesa yang ada di kabupaten Kupang. Harapan saya adalah kasus KDRTtidak boleh terjadi karena yang menjadi korban dari itu semua adalah anak-anak. (Kupang, 10 Januari 2011).

Drg. Christina Ngadilah, MPh (Ketua TP PKK Kab Kupang, Periode2009-2014)

Persoalan KDRT di Kabupaten Kupang merupakan salahsatu persoalan kemanusiaan yang sampai saat ini belumbisa di tanggulangi secara maksimal. Buktinya, kebanyakankasus yang diselesaikan melalui proses hukum belummenghasilkan suatu keharmonisan dalam rumah tangga,sebagaimana yang diamanatkan UU PKDRT. Untuk itu,model penyelesaian alternatif kasus KDRT yang didesain

oleh Rumah Perempuan diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif solusi.Sebagai seorang Ibu dan " Ibu" dari masyarakat kabupaten Kupang, sayamenyarankan agar model penyelesaian alternatif ini dapat diterapkan disetiapwilayah di Kabupaten Kupang. Tetapi dalam penerapannya, model penyelesaianalternative kasus KDRT ini harus dimodifikasi sesuai dengan karakter budayamasyarakat setempat. Dengan begitu diharapkan penyelesaian kasus KDRTmelalui proses hukum akan menjadi pilihan terakhir dalam penanganankasus KDRT. (Kupang, 4 Februari 2011).

Yacob Folle, SE (Kepala Desa Noelbaki, Periode 2007-2013)Kasus KDRT tidak semua harus di bawah ke ranah hukumkarena banyak kasus KDRT yang masalahnya ringan danbisa diselesaikan secara Alternatif. Model Penyelesaiankasus KDRT secara alternatif yang dibuat oleh Rumah Perempuan ini sudahkami terapkan dan hasilnya sangat luar bisa. Dari sekian kasus KDRT yangditangani dengan model penyelesaian alternatif ini berakhir pada keutuhanrumah tangga. Selain itu, tidak banyak memakan anggaran. Dalam modelpenyelesaian alternatif ini, banyak pihak yang dilibatkan. Mulai dari aparatdesa, tokoh adat, tokoh perempuan maupun tokoh pemuda. Kedepan kami

54

BAB IV.PENUTUP

Page 62: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Esaf Daka Besi (Karteker Desa Tuapukan,Periode 2008-Sekarang)Penyelesaian Alternatif kasus KDRT yang diprakarsaioleh Rumah Perempuan ini sangat bermanfaat karenadalam mewujudkan keharmonisan dalam suatu rumahtangga, tidak mengesampingkan nilai-nilai agama, adatistiadat dan kebiasaan yang ada di desa Tuapukan.Implementasinyapun tidak rumit sebab modelpenyelesaian ini sangat mengutamakan asas kebersamaan pendekatankekeluargaan dimana melibatkan aparat desa, tokoh adat, tokoh agama dansemua unsur stakeholdrs yang ada di wilayah desa. Harapan saya sebagaisekretaris desa yang juga adalah karteker Desa Tuapukan adalah rumahperempuan bisa memfasilitasi kami dalam pembuatan peraturan desaberkaitan dengan model penyelesaian alternatif kasus KDRT dan kasuslainnya. Selain itu, mungkin pihak rumah perempuan dapat terus memberikanpenguatan kapasitas berkaitan dengan konseling dan mediasi, supaya kamibisa bekerja lebih maksimal dalam penyelesaian kasus KDRT. (Tuapukan,9 Februari 2011).

Iin Luttu (Tokoh Perempuan Desa Tuapukan)Kasus KDRT merupakan kasus internal dalam sebuahRumah tangga yang seharusnya bisa di selesaikansecara kekeluargaan tapi dalam kenyataannya adabanyak pihak yang langsung ke pihak kepolisian untukmembuat laporan polisi dan di proses secara hukum.Pengalaman kami di Desa Tuapukan dalammenyelesaikan kasus KDRT dengan mempergunakanmodel alternatif, hasilnya cukup memuaskan karenakami dapat mengembalikan keharmonisan yang dimiliki

oleh pasangan suami istri seperti sebelum mereka bertikai. Sedangkan,Pengalaman kami ketika menyelesaikan kasus KDRT dengan memakai jalurhukum dan di tangani oleh pihak kepolisian, kami menemukan suatu prosespenyelesaian sangat berbelit-belit, memakan anggaran yang lebih mahaldan juga bisa menyebabkan perceraian bagi yang bertikai. Harapan kita ke

55

BAB IV.PENUTUP

Page 63: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Muhazir Hornai Belo (Koordinator Camp Noelbaki)Model penyelesaian alternatif yang di terapkan selamaini sangat menguntungkan kami masyarakat kecil terlebihbagi kami masyarakat camp Noelbaki, setiap masalahyang terjadi dalam camp termasuk masalah KDRTselalu di koordinasi ke koordinator dalam penyelesaianmasalah tersebut. Tidak ada untungnya bagi kamiapabila penyelesaian harus melibatkan pihak keamanandalam menanganinya sehingga masalah yang terjadi

harus di selesaikan secara alternatif. Harapan kami bagi Rumah Perempuankalau bisa Kegiatan Pendampingan di Desa Noelbaki di perpanjang sehinggakami lebih mendalami lagi model penyelesaian alternatif yang sudah diterapkan oleh Rumah Perempuan. Kami berharap ada semacam pelatihan-pelatihan bagi kami bagaimana cara menangani masalah secara alternatifdan membekali kami dengan materi-materi khusunya materi tentang KDRT,konseling, mediasi. Materi-materi ini akan sangat membantu kami dalampenanganan kasus KDRT. (Noelbaki, 11 Februari 2011).

B. PERANAN PEMERINTAH KABUPATEN KUPANG DALAMM E W U J U D K A N P E N Y E L E S A I A N A L T E R N A T I F K D R TOleh. Drs.Ayub Titu Eki, Phd - Bupati Kupang Periode 2009-2014

DRT merupakan salah satu fenomena umum kehidupanmasyarakat yang unik karena kejadiannya tidak

diinginkan oleh siapapun juga namun sering sekali terjadi.Dikatakan unik oleh karena kejadian KDRT melibatkankeluarga bukan saja di Desa tetapi juga di Kota,keluarga berpendidikan rendah dan tinggi, keluargaekonomi lemah dan kuat, lintas agama dan budaya

K

56

BAB IV.PENUTUP

depan supaya Rumah Perempuan, bisa lebih sering melatih masyarakatdalam hal mediasi dan konseling sehingga kami yang awam ini bisamenerapkan model penyelesaian alternatif kasus KDRT ini secara lebih baik.(Tuapukan, 15 Januari 2011).

Page 64: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

suku bangsa. Di mana saja terjadi KDRT dan menimpa siapa saja sudahtentu masyarakat sekitar selalu memandang pelaku sebagai orang yangkurang beradab dan selalu ada upaya hukuman bagi pelaku. Sungguhpunupaya penanganan dan hukuman sering diberikan kepada pelaku, namunangka KDRT nampak terus meningkat.

Bertolak dari realita yang demikian, maka Rumah Perempuan yangmerupakan institusi masyarakat sipil yang konsern pada upaya penghapusanKDRT, telah mendesain model penyelesaian alternatif. Sehubungan denganitu, sumbangan pemikiran saya terkait dengan “Peran Pemerintah KabupatenKupang dalam mewujudkan Penyelesaian Alternatif KDRT” mencakup tigatahap pendekatan yaitu upaya pencegahan (preventive approach), upayapenanganan kasus dan pemulihan hubungan suami-istri yang sedang bertikai(curative approach) dan upaya pemeliharaan kondisi sesudah masa pertikaiansuami-istri (rehabilitative approach). Selanjutnya saya mencoba memberikanmasukan berdasarkan ket iga tahap pendekatan tersebut.

Pendekatan pencegahan sering diabaikan. Sesungguhnya mencegahjauh lebih mudah, lebih murah dan lebih sukses dari pada mengobati.Mematikan api emosi suami atau istri sebelum merambat lebih jauh perlumendapat perhatian serius dalam penanganan alternatif KDRT. Pertanyaanmendasar yang harus dijawab yaitu bangaimana menditeksi dini api emosiyang dapat menyulut KDRT? dan siapa pula yang paling bertanggung jawabmelakukan diteksi dini dan upaya pencegahan KDRT? Menjawab duapertanyaan ini maupun pertanyaan lain terkait dengan upaya pencegahanKDRT perlu masukan dari berbagai pihak, baik pandangan maupunpengalaman praktis. Saya sendiri menyarankan tiga hal sebagai berikut:Pertama, perlu ada media layanan konsultasi keluarga secara langsungmaupun tidak langsung. Ada orang yang berani atau tidak rela jika masalahkeluarga atau masalah pribadinya diketahui oleh orang-orang dekat sekalipun.Konsultasi tidak langsung dapat menggunakan layanan SMS atau suratkepada konsultan ahli dan terpercaya tanpa bertemu muka dengan muka.Konsultasi langsung yang terstruktur memberikan kesempatan dialog lansungpada tempat dan waktu tertentu antara orang bermasalah dengan konsultanahli yang terpercaya tentang cara mematikan api emosi yang dapat menyulutKDRT. Untuk hal ini diperlukan ruangan khusus sebagai klinik konsultasi

57

BAB IV.PENUTUP

Page 65: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

keluarga dan saya menyarankan kiranya dapat menggunakan ruangangereja di luar jam kebaktian/ibadah. Konsultasi langsung yang tidak terstrukturmewajibkan siapa saja diantara kita yang merasa terpanggil dan terbebanuntuk membantu meringankan beban psikologis sesama yang mengeluhkanmasalahnya. Kita semua yakin bahwa semua hal berawal dari kecil menjadibesar. Demikian pula masalah keluarga. Ketika sesuatu masalah baru mulaiterjadi, pasti ada gejala dalam bentuk keluhan atau nampak perubahanpola tingkah laku yang langsung diketahui orang-orang dekat. Orang dekatinilah yang harus segera dapat membantu menyelesaikan masalah sebelumberkembang lebih jauh.

Kedua, perlu ditingkatkan upaya penyadaran atau perubahan polapikir pasangan suami istri dan masyarakat pada umumnya dalam halkemandirian menyelesaikan masalah sendiri dari pada melibatkan oranglain. Sikap ketergantungan pada orang lain untuk membantu menyelesaikanmasalah pribadi dan/atau masalah keluarga nampak masih tinggi. Sikapketergantungan yang tinggi menunjukan ketidak-dewasaan atau sikapkekanak-kanakan seseorang walaupun secara fisik sudah dewasa dan telahmenikah, bahkan sudah mempunyai anak. Melibatkan orang lain turutmenyelesaikan masalah suami-istri sama dengan membuka aid diri/keluargadan dapat pula mendorong pertikaian keluarga semakin meluas. Tidaksemua orang yang rela membantu menyelesaikan persoalan suami-istrimampu melihat persoalan secara obyektif dan membela kebenaran,melainkan lebih sering mengupayakan pembenaran pihak pelaporsehingga mendorong perluasan persoalan kecil menjadi persoalan besar.Dalam hal ini perlu ditumbuhkan prinsip bahwa jika seseorang terbiasamenyelesaikan masalah sendiri maka besar peluang dapat menyelesaikanmasalah orang lain. Demikian pula Jika seseorang mampu menyelesaikanmasalah kecil maka ada kemungkinan dapat pula menyelesaikan masalahbesar. Upaya penyadaran masyarakat agar mandiri dalam menyelesaikanpersoalan sendiri perlu dikembangkan melalui melalui khotbah/renungan,penyuluhan, dan bentuk komunikasi terbuka lain maupun dalam bimbingankhusus.

Ketiga, perlu ditingkatkan sebanyak mungkin kegiatan ekonomiproduktif dan aktivitas sosial-keagamaan yang membangun sikap mental

58

BAB IV.PENUTUP

Page 66: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

yang baik dan menyalurkan aktualitas diri suami atau istri. Pada umumnyapihak suami atau istri yang kurang kerja cenderung mencari kesalahan danmembesarkan masalah. Orang yang kurang kerja lebih banyak menghabiskanwaktu untuk berceritera, menyebar/menerima gosip dan membuat keonaran.Sebaliknya orang yang sibuk kerja atau banyak aktif dalam pelayanansosial/rohani akan menguras pikiran dan tenaga untuk hal-hal positif danmembangun relasi dari pada kesibukan membuat persoalan danmengembangkan masalah.

Upaya penanganan alternatif kasus KDRT dan merukunkan kembalihubungan suami-istri yang sedang (curative approach) sama dengantindakan penyembuhan penyakit sosial yang memerlukan pilihan yang tepat.Jika salah pilih maka keadaan akan tambah buruk. Pilihan dimaksudmenyangkut: pilihan orang, waktu, tempat dan cara pendekatan.

Pertama, orang dimaksud dapat seorang diri atau beberapa orangsecara bersama-sama harus memiliki rasa terbeban, terpanggil,terbiasa/terlatih dan terpercaya dalam hal penyelesaian alternatif kasusKDRT. Terbeban oleh rasa tanggung-jawab karena kedudukan, tugas ataujabatan yang melekat sebagai orangtua, tetua adat, saksi nikah, MajelisJemaat, ketua RT/RW dan sebagainya. Orang yang terbeban tidak akanmerasa nyaman jika kasus dimaksud belum selesai. Terpanggil secaraemosional, psikologis dan oleh dorongan iman untuk ikut mengambil bagiandalam upaya penyelesaian kasus sesama. Orang yang terpanggil (danterbeban) akan berupaya terus-menerus menerapkan cara yang satu diikuticara yang lain hingga tuntas persoalan yang dihadapi. Terbiasa/terlatihdalam upaya penyelesaian konflik suami-istri dengan hasil yang dapatditerima oleh masing-masing pihak. Dalam hal ini kita semua tahu bahwasemua pintu dapat dibuka dengan kunci, tetapi tidak semua pintu dapatdibuka dengan kunci yang sama, kecuali dengan “Master Key” atau “KunciPas”. Orang yang terbiasa/terlatih memiliki kemampuan sama dengan KunciPas yaitu dapat menerapkan cara yang tepat untuk membuka pintu hatisuami-istri untuk saling memaafkan dan saling menerima. Terpercayaterutama dalam hal menjaga rahasia dan mengutamakan kebenaran dalamupaya penyelesaian konflik suami-istri. Mengenai siapa orang yang tepatdalam arti: terbeban, terpanggil, terbiasa/terlatih dan terpercaya dalam

59

BAB IV.PENUTUP

Page 67: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

penyelesaian alternatif KDRT harus dilihat secara saksama dan RumahPerempuan dapat memberikan penyuluhan dan pelatihan tentang hal ini.

Kedua, pilihan waktu yang tepat dapat membantu penyelesaianalternatif KDRT dengan mudah. Lebih cepat lebih baik dalam pengertiantidak boleh menunda waktu lebih lama untuk menyelesaikan masalah suamiistri yang sedang bertikai. Waktu yang berlarut pasti memberikan kesempatankepada masing-masing pihak, suami dan istri, untuk membangun kubuhpertahanan sendiri-sendiri dan/atau melakukan tindakan membalas dendamsatu terhadap yang lain atau memancing reaksi lawan lebih lanjut. Pilihanwaktu juga menuntut kepekaan tinggi dari orang yang membantumenyelesaikan masalah suami-istri untuk cermat menentukan saat yangtepat dalam menasihati seseorang untuk berdamai dengan pasangannya.Saat kemarahan memuncak atau kesibukan tinggi sepatutnya dihindari.Segala sesuatu ada waktunya dan kita telah diberi kuasa untuk dapatmemanfaatkan setiap waktu secara baik untuk mendamaikan sesama.

Ketiga, pilihan tempat dapat mempengaruhi hasil penyelesaianalternatif KDRT. Tempat yang tepat dapat mempengaruhi suasana hatiseseorang untuk dapat mengungkapkan isi hati secara jujur dan terbukamenerima saran atau pendapat orang lain. Tempat yang ramai dan terbukamembuat tidak rasa nyaman seseorang dapat mengungkapkan perasaanhati sepenuhnya sekalipun kepada orang yang dipercaya. Demikian pulatempat yang terlalu tertutup dan sangat sepih dapat menimbulkan rasacuriga dan membias pembicaraan keluar konteks. Pilihan tempat dapatberpindah sesuai perkembangan keadaan tetapi arah dan sasaran pembiraanharus membuahkan penyelesaian alternatif KDRT.

Keempat, cara pendekatan hendaknya tidak bersifat menghakimimelainkan bersifat layanan konsultasi, bimbingan dan pengarahan bagiklien untuk mengambil keputusan damai dengan pasangan secara sukarela.Dalam hal ini konsultan harus mulai dengan upaya mendengar lebih banyakdari klien dan pandai bertanya sedemikian rupa agar klien terbuka danmengungkap secara jujur seluruh isi hatinya. Selanjutnya diikuti dengansaran dan pendapat yang mengarahkan damai secara sukarela. Tidak harusdipaksakan selesai dalam satu atau dua kali pertemuan, tergantung berat-ringan persoalan keluarga yang dialami. Demikian pula tidak benar jika

60

BAB IV.PENUTUP

Page 68: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

konsultasi hanya dilakukan terhadap salah satu pihak saja yaitu suami atauistri dan konsultan bagi suami tidak harus sama dengan konsultan bagi istri.Konsultasi dan bimbingan dapat dikaukan oleh tim tetapi sebaiknya terpisahtempat dan waktu pada tahapan awal sebelum pertemuan final bersamadimana masing-masing pihak telah dipersiapkan secara emosional untuksaling menerima. Ini hanya salah satu cara yang dapat saya sarankan danRumah Perempuan diharapkan menghimpun pendapat sebanyaknya dalamsebuah buku penuntun penyelesaian alternatif KDRT.

Upaya rehabitasi hubungan suami istri setelah rukun kembali seringdiabaikan dan justru hal ini dapat memicuh persoalan lanjutan yang tidakdapat diselesaikan lagi selain tuntutan cerai atau main hakim sendiri. Karenaitu jangan sepelehkan uapaya rehabilitasi hubungan suami-istri setelahbentrok dan didamaikan. Catatan konsultan mengenai harapan, permintaandan ungkapan isi hati suami dan istri untuk menerima tawaran damai harusditindak lanjuti, walaupun demikian, tidak semua tuntutan harus dipenuhiapa adanya. Dalam hal ini yang perlu dipikirkan yaitu bagaimana menindaklanjututi permintaan: pasangan berhenti jadi pemabuk, suka cemburu,punya WIL/PIL dan sebagainya. Ini menjadi akar persoalan yang harusdiselesaikan secara tuntas dari pada sekedar penyelesaian dalam bentuk:pengakuan damai, denda, doa bersama, jabatan tangan dan ciuman. Tindaklanjut dapat berwujud pindah tempat tinggal dan/atau tempat kerja,mengaktifkan komonikasi keluarga, meningkatkan taraf iman suami danistri dan sebagainya. Saya sendiri menyarankan bimbingan rohani terus-menerus dalam waktu yang tidak terbatas dengan harapan Tuhan pasti ikutmerukunkan suami dan istri.

Akhirnya saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga bagiRumah Perempuan atas perjuangannya dalam melakukan penghapusankekerasan dalam rumah tangga demi terwujudnya keharmonisan rumahtangga. Kiranya model penyelesaian alternatif kasus KDRT ini dapatmerukunkan pasangan suami-istri yang cenderung bertikai di zaman sekarangini dan dapat menurunkan angka KDRT khususnya dalam wilayah KabupatenKupang. Selamat bekerja dan Tuhan Yesus memberkati selalu.

61

BAB IV.PENUTUP

Page 69: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

DAFTAR BACAAN

A. BUKU:1. Alo Liliweri, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Penerbit Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2001.2. Frank G. Goble, The Third Force: The Psychology of Abraham

Maslow, alih bahasa, A. Supratinya, Mazhab Ketiga: PsikologiHumanistik Abraham Maslow, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1987.

3. Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis: Alternatif PenyelesaianSengketa, Penerbit Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2001.

4. I. S. Susanto, Kriminologi, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,1998.

5. John Rawls, A theory of Justice, Publusher Oxford University Press,London, 1971.

6. Joni Emerzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di LuarPengadilan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

7. Kusumadi Poedjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata HukumIndonesia, Penerbit Aksara Baru, Jakarta, 1971.

8. Muhammad Yamin, Tata Negara Majapahit, Sapta Purwa II, TanpaTahun.

9. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka,Jakarta, 1990.

10. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana danPenafsirannya, Penerbit Politeia, Bogor, 1976.

11. R. M. Surachman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara,Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1966.

12. Simon Fisher, dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan StrategiBertindak, Penerbit The British Council-Indonesia, Jakarta, 2001.

13. Stephen K. Sanderson, Macrosociology, alih bahasa, Farid Wajidi danS. Menno, Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap RealitasSosial, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

14. Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) danArbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Cet. I, PenerbitGhalia Indonesia, Jakarta, 2000.

62

DAFTAR BACAAN

Page 70: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

15. Tim KP3A, Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan StandarPelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuandan Anak Korban Kekerasan, Penerbit Kementrian PemberdayaanPerempuan dan Perlindungan Anak (KP3A), Jakarta, 2010.

16. Tim Rumah Perempuan, Setetes Air di Tengah Kegersangan,Penerbit Rumah Perempuan, Kupang, 2010.

17. Tim Rumah Perempuan, Catatan Akhir Pendampingan Korban KDRTPeriode 2005-2010, Penerbit Rumah Perempuan, Kupang, 2010.

18. T. O. Ihromi, Sosiologi Keluarga, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung,1999.

19. Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling Jilid 1, Penerbit YayasanGandum Mas,Jakarta, 1981.

20. W. E. Sutterheim, Het Hindoeisme in den Archipel, A. W. SitjhoffsUitgevemij, M. V. Leiden, Tanpa Tahun.

B. D I S E R T A S I / T E S I S / S K R I P S I / L A P O R A N A D V O K A S I :1. Ahmadi Hasan, Penyelesaian Sengketa Hukum Berdasarkan Adat

Badamai Pada Masyarakat Banjar dalam Kerangka SistemHukum Nasional, Disertasi, pada Program Doktor Ilmu Hukum,Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007.

2. Juppa Marolob Haloho, Peranan Lembaga Sosial Dalam MemberikanPerlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam RumahTangga (Study di LBH APIK Medan), Skripsi, Pada Program SarjanaIlmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan, 2008.

3. Lamber Missa, Studi Kriminologi Penyelesaian Kekerasan DalamRumah Tangga di Wilayah Kota Kupang Propinsi Nusa TenggaraTimur, Tesis, Pada Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas HukumUniversitas Diponegoro, Semarang, 2010.

4. Marisa Kurnianingsih, Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam RumahTangga Di Luar Pengadilan, Skripsi, Pada Program Sarjana IlmuHukum, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2010.

63

DAFTAR BACAAN

Page 71: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

C. MAKALAH/ARTIKEL:1. Arief Barda Nawawi, Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana

(Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia),Makalah, Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum PadaFakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 25 Juni 1994.

2. Daniel Sparinga, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi: Penyelesaianatas Warisan Rezim Otoritarian dan Penyelamatan Masa Depandi Indonesia, Makalah, dipresentasikan dalam Semiloka, “PembangunanHukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh BPHN-DEPKEHAM, diDenpasar, Bali, 14-18 Juli 2003.

3. Imelda Daly, Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan PenyelesaianAltrenatif, Makalah, dipresentasikan dalam Diskusi Terbatas,”Penyelesaian Alternatif Kasus KDRT: Antara Tantangan dan Harapan”,yang dilaksanakan oleh Rumah Perempuan, di Restoran Nelayan, KotaKupang, pada tanggal 14 Juni 2009.

4. Mohammad Azzam Manan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga DalamPerspektif Sosiologis, Artikel, yang dipublikasikan dalam JurnalLegislasi Indonesia - Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undanganDepartemen Hukum dan HAM RI, Vol. 5 No. 3, September 2008,

5. Paul SinlaEloE, Peranan Masyarakat Sipil dalam PemantauanPeradilan, Makalah, dipresentasikan dalam Semiloka, “MembangunKomitmen Multipihak dalam Mewujudkan Lembaga Peradilan yangMandiri, Fair, Netral, Kompeten dan Berwibawa”, yang dilaksanakanoleh Komisi Yudisial-RI bekerjasama dengan FH Universitas Mataram,di Hotel Lombok Raya, Mataram, pada tanggal 24 Agustus 2006.

6. Paul SinlaEloE dan Adi Nange, Laki-Laki dan Penghapusan KDRT,Artikel, yang dipublikasikan dalam Harian Pagi Timor Express, tanggal22 Maret 2010.

D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Tahun 19452. UU No. 1 Tahun 1946, tentang Penerjemahan dan Pemberlakukan

Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indië menjadi KitabUndang-Undang Hukum Pidana.

64

DAFTAR BACAAN

Page 72: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

3. UU No. 22 Tahun 1957, tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan.

4. UU No. 5 Tahun 1974, tentang Pemerintahan Daerah.5. UU No. 5 Tahun 1979, tentang Pemerintahan Desa.6. UU No. 8 Tahun 1981, tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.7. UU No. 7 Tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.8. UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.9. UU No. 30 tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.10. UU No. 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia.11. UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.12. UU No. 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban.13. PP No. 4 Tahun 2006, tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama

Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.14. UU No. 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang.15. PP No. 9 Tahun 2008, tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan

Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak PidanaPerdagangan Orang.

16. Peraturan MA-RIÊ No. 02 Tahun 2003, tentang Prosedur Mediasi diPengadilan.

17. PERMEN PPPA-RI NO. 01 Tahun 2010, tentang Standar PelayananMinimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan AnakKorban Kekerasan.

18. Perda Prov. NTT No. 14 Tahun 2008, tentang Pencegahan danPenanganan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

65

DAFTAR BACAAN

Page 73: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

BIOGRAFI PENULIS

W. S. Libby Ratuarat-SinlaEloE, lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur, padatanggal 5 Agustus 1971. Menyelesaikan study S1 di FakultasPeternakan Univesitas Negeri Nusa Cendana, Kupang,tahun 1996. Terlibat dalam memperjuangkan hak-hakperempuan sejak menjadi relawan di Rumah Perempuanpada tahun 2000. Selama bergabung di RumahPerempuan, pernah bertugas sebagai Staf DivisiPublikasi dan Informasi Tahun 2001-2002, KoordinatorDivisi Penguatan Kapasitas periode 2003-2004,Koordinator Divisi Publikasi dan Informasi periode2004-2005, Staf Pendampingan Korban Tahun 2005-2006, Koordinator Pendampingan Korban periode 2006-2009 dan sejak tahun2009 sampai dengan sekarang dipercayakan untuk menjabat sebagai KoordinatorUmum Rumah Perempuan. Selain itu, pernah menjadi Koordinator Blok PolitikMasyarakat Sipil Kota Kupang Periode 2008-2010, Anggota Panwaslu KotaKupang Pemilihan Legislatif DPR, DPRD, DPD tahun 2008-2009. Aktivitas lainyang sering dilakukan adalah menjadi pembicara dan fasilitator dalam berbagaiseminar, workshop, Lokakraya, pelatihan yang berkaitan dengan issue perempuan,Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Kekerasan Terhadap Anak, Traffikcing danBuruh Migran baik pada level nasional maupun lokal. Karyaterakhir yang ditulis bersama rekan-rekannya di RumahPerempuan adalah buku SETETES AIR DI TENGAHKEGERSANGAN, yang di terbitkan tahun 2010 olehRumah Perempuan dengan dukungan Brot Fur die Weltdan American Friend Service Commite.

Tri Maryono Soekirman, lahir di Kupang, NusaTenggara Timur, pada tanggal 15 Maret 1980.Menyelesaikan study S1 pada Fakultas TeologiUniversitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, tahun2007. Sebelum bergabung menjadi staf pendamping

66

BIOGRAFI PENULIS

Page 74: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

komunitas serta publikasi di Rumah Perempuan pada tahun 2010, pernahmenjadi tenaga Pendamping Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada Dinas Pembangunanmasyarakat Desa (PMD) di desa Oh’aem, Kec. Amfoang Selatan, Kab. Kupang,Nusa Tenggara Timur pada periode 1998-1999. Selain itu, pernah bekerjasebagai staf Data Entry Casual pada SENSE Project di Care InternationalIndonesia-Kupang Office pada periode 2007-2009. Selama bergabung denganRumah Perempuan, sering terlibat sebagai nara sumber maupun peserta dalamberbagai pelatihan, seminar dan workshop terutama yang berkaitan denganpersoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan Terhadap Anakdan Perdagangan Orang. Aktivitas lainnya adalah melakukan pengorganisiranpada level komunitas, melakukan konseling terhadap para pelaku KDRT danmengasistensi teknis operasional rumah magnetik untuk pemantauan buruhmigran.

Marthen Luther Johannis Paul SinlaEloE, lahir di Kupang,Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 31 Oktober 1973.Menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Study Ilmu

Hukum Jurusan Tata Negara, Fakultas Hukum UniversitasKristen Artha Wacana, Kupang, pada tahun 2003.Menulis skripsi berjudul: “DESKRIPSI TENTANGPELAKSANAAN PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAIPOLITIK DI KOTA KUPANG”. Sejak tahun 2004 sampaisekarang, bergabung dengan Perkumpulan

Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR-NTT) dan bekerja sebagai StafDiv. Advokasi (Community Organizer & Penanggung Jawab Wilayah di Kab.Kupang untuk Kec. Amfoang Selatan, Kec. Takari dan Kec. Fatuleu) periode2004/2005, Staf Div. Advokasi (Community Organizer & Penanggung JawabWilayah untuk Kab. Rote Ndao) periode 2005/2006 dan sejak Maret 2006 sampaiSekarang menjadi Staf Div. Advokasi (Pengembangan Jaringan Anti Korupsi &Pemantauan Korupsi). Aktifitas lain yang senantiasa dilakukan sejak kuliahhingga sekarang adalah: Pertama, Aktif melakukan pengorganisiran terhadapmasyarakat miskin dan kelompok marjinal lainnya, Melakukanadvokasi/pendampingan terhadap masyarakat untuk menolak berbagai kebijakanyang tidak pro rakyat, Melakukan Advoksi untuk mendorong lahirnya kebijakan

67

BIOGRAFI PENULIS

Page 75: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

67

BIOGRAFI PENULIS

yang pro rakyat, Melakukan Analsis dan mengkritisi APBD serta MelakukanInvestigasi dan Advokasi Berbagai kasus Korupsi di NTT. Kedua, Aktif mengikutidiskusi diberbagai pertemuan/forum pada level nasional maupun lokal dalamkapasitas sebagai Nara sumber, fasilitator maupun peserta. Ketiga, Aktif menulisartikel di berbagai mediamassa cetak maupun elektronik. Artikel yang sudahdipublikasi tersebut diantaranya berkaitan dengan issue Korupsi, PerencanaanPembangunan, Anggaran Publik, Perempuan, Kemiskinan, Partai Politik, PemilihanUmum, Pertanahan, Kepemimpinan.

Page 76: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

LAMPIRAN:

RUMAH PEREMPUAN KUPANG

VISI:Terbebasnya masyarakat miskin, perempuan dan anak dari Eksploitasi,Diskriminasi, persoalan Kesehatan dan Tindak Kekerasan di Kupang.

MISI:1. Meminimalisir eksploitasi dan Tindak Kekerasan Perempuan dan

Anak.2. Memperkuat perekonomian Perempuan dan Masyarakat Miskin.3. Memperluas akses masyarakat Miskin, Anak, dan Perempuan pada

layanan Kesehatan dasar.4. Memperkuat kapasitas lembaga melalui kerja jaringan di tingkat

Lokal, Regional dan Nasional.

KEPENGURUSAN:

Libby SinlaEloE (Koordinator Umum), Rahmawaty Bagang (Koord. Div.Penguatan Kapasitas), Imelda Daly (Koord. Div. Pendampingan), TheresiaSiti (Staf Publikasi), Noldi Taduhungu (Staf Kesekretariatan), Tri Sukirman(Staf Pendampingan), Hofni Tefbana (Staf pendampingan), Julius BoniGeti (Staf Pendampingan), Nur Kassi (Relawan Pendamping), ImeldaPong (Relawan Pendamping),

ALAMAT:

Jln. Pegangsaan I, No. 17, Kelapa Lima, KotaKupang-Nusa Tengga Timur;Telp/Fax. (0380)-823117;E-mail:

68

LAMPIRAN

Page 77: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

PROFIL

AMERICAN FRIENDS SERVICE COMMITTEE (AFSC)

VISI:

Komunitas AFSC Indonesia bekerja untuk mentransformasi kondisi danhubungan-hubungan yang ada di dunia dan di dalam diri sendiri, yangmengancam untuk menghancurkan nilai-nilai mulia dalam hidup manusia.AFSC mempunyai keyakinan bahwa konflik dapat diselesaikan tanpakekerasan, permusuhan bisa menjadi persahabatan, pertentangan bisamenjadi kerjasama, kemiskinan bisa menjadi kesejahteraan danketidakadilan bisa menjadi kemartabatan dan penghargaan.

MISI :

Komunitas AFSC Indonesia bekerja untuk mempengaruhi danmemberdayakan pemuda, orang-orang kunci dan lembaga-lembagakunci melalui kemitraan, sehingga mereka dapat memakai metode-metode nir-kekerasan untuk mentransformasikan konflik dalam komunitasyang mereka layani.

NILAI :

Kami menghargai keyakinan bahwa Tuhan ada dalam diri setiap manusia,dan keyakinan itu menuntun kami untuk menghargai nilai dan martabatsetiap manusia. Kami dituntun dan selalu dikuatkan oleh Tuhan dalammengikuti semangat jemaat Kristen pada awal mula. Dari keyakinan-keyakinan ini mengalirlah pemahaman utama yang membentuk kerangkadasar spiritual lembaga ini dan yang selama ini telah menuntun karya-karya kami.

69

LAMPIRAN

Page 78: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

Kami meyakini bahwa tak seorang pun menjadi musuh kami. Meskipunkami sering menentang tindakan tertentu atau penyalahgunaan kekuasaan,namun yang selalu kami perjuangkan sebenarnya adalah kebaikan dankebenaran yang ada dalam diri setiap manusia. Kami berpendapat bahwakekuatan kasih dan anti kekerasan yang bisa mengubah keadaanmerupakan tantangan terhadap ketidakadilan dan kekerasan dan sebagaikekuatan demi terciptanya rekonsiliasi. Kami terus mencari dan percayapada kekuatan Tuhan yang menuntun setiap manusia dalam pencarianbersama menuju kebenaran dan perbuatan nyata. Kami mengakui bahwapemahaman kami tentang kebenaran belumlah sempurna dan kamimempunyai keyakinan bahwa persepsi baru tentang kebenaran akanterus tercipta untuk kemudian dinyatakan, baik kepada kami maupunkepada orang lain.

Prinsip

· S -implicity · Kesederhanaan· P -eace · Perdamaian· I -ntegrity · Integritas· C -ommunity · Komunitas· E -quality · Kesetaraan

ALAMAT:

Jln. Krasak Barat, Kota Baru, Yogyakarta; Telp/Fax. 0274-517062/0274-556610; Email: ; Website: www.bina-damai.net

70

LAMPIRAN

Page 79: Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga

RUMAH PEREMPUAN KUPANGJln. Pegangsaan I, No. 17, Kelapa Lima,

Kota Kupang-NTTTelp/Fax. (0380)-823117; E-mail : [email protected]

AMERICAN FRIENDS SERVICE COMMITTEEJln. Krasak Barat, Kota Baru, Yogyakarta;Te lp /Fax . 0274-517062/0274-556610;Emai l: ; Website: www.bina-damai.net

ISBN: 978-602-96517-1-3