jalan menuju keimanan

49
1 JALAN MENUJU KEIMANAN (Thoriqul Iman) Dari segi istilah, kita sering mendengar istilah ‘aqidah dan iman. Kedua istilah tersebut sebenarnya merupakan dua istilah yang mempunyai konotasi yang sama. Bedanya, istilah ‘aqidah ini digunakan oleh ulama’ Usluhuddin, sedangkan istilah iman digunakan oleh al-Qur’an dan Hadits. Sebab, di dalam al-Qur’an maupun Hadits tidak ada istilah lain selain iman. Iman adalah keyakinan yang dibenarkan oleh hati dan diterima oleh akal, dibuktikan secara lisan juga perbuatan. keimanan haruslah bulat, tidak boleh setengah-setengah, harus 100%, tidak bisa kurang sedikitpun. Adapun dalil yang bisa menghasilkan keyakinan dengan yakin 100% dan berhasil membentuk akidah adalah: 1. Dalil aqli; bukti yang dibawa akal, dan bukan bukti yang dipahami oleh akal. Yang dimaksud dengan bukti yang dibawa akal adalah bukti yang bisa dijangkau oleh akal, ketika bukti tersebut dihasilkan oleh akumulasi dari realitas, penginderaan, otak dan informasi awal. Misalnya, bukti bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah adalah bukti yang dibawa oleh akal, bukan bukti yang dipahami oleh akal. Ini setelah realitas gaya bahasanya diindera oleh penginderaan manusia, lalu dibandingkan dengan gaya bahasa manusia, maka dari sana bisa

Upload: aisy-fitriyani

Post on 22-Jul-2016

47 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jalan Menuju Keimanan

1

JALAN MENUJU KEIMANAN (Thoriqul Iman)

Dari segi istilah, kita sering mendengar istilah ‘aqidah dan iman. Kedua istilah tersebut

sebenarnya merupakan dua istilah yang mempunyai konotasi yang sama. Bedanya,

istilah ‘aqidah ini digunakan oleh ulama’ Usluhuddin, sedangkan istilah iman digunakan

oleh al-Qur’an dan Hadits. Sebab, di dalam al-Qur’an maupun Hadits tidak ada istilah

lain selain iman.

Iman adalah keyakinan yang dibenarkan oleh hati dan diterima oleh akal, dibuktikan

secara lisan juga perbuatan. keimanan haruslah bulat, tidak boleh setengah-setengah,

harus 100%, tidak bisa kurang sedikitpun.

Adapun dalil yang bisa menghasilkan keyakinan dengan yakin 100% dan berhasil

membentuk akidah adalah:

1. Dalil aqli; bukti yang dibawa akal, dan bukan bukti yang dipahami oleh akal. Yang

dimaksud dengan bukti yang dibawa akal adalah bukti yang bisa dijangkau oleh

akal, ketika bukti tersebut dihasilkan oleh akumulasi dari realitas, penginderaan,

otak dan informasi awal. Misalnya, bukti bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah

adalah bukti yang dibawa oleh akal, bukan bukti yang dipahami oleh akal. Ini

setelah realitas gaya bahasanya diindera oleh penginderaan manusia, lalu

dibandingkan dengan gaya bahasa manusia, maka dari sana bisa disimpulkan

bahwa al-Qur’an bukanlah kalam manusia, tetapi kalam Allah SWT.

2. Dali naqli; bukti yang dipahami oleh akal melalui proses penukilan. Misalnya,

bukti bahwa di surga ada bidadari yang menjadi isteri manusia, yang selalu

disucikan oleh Allah, adalah bukti yang dipahami oleh akal manusia melalui

penukilan, bukan bukti yang dibawa oleh akal. Karena realitasnya hanya bisa

dipahami, tetapi tidak bisa dijangkau oleh indera manusia.

Agar manusia mendapatkan keimanan haruslah melalui proses berpikir, sebab

pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat mafahim (persepsi) terhadap sesuatu.

Disamping itu, manusia selalu mengatur tingkah lakunya di dalam kehidupan ini sesuai

mafahimnya terhadap kehidupan. Sebagai contoh, mafahim seseorang terhadap orang

yang dicintainya dengan orang yang dibencinya akan membentuk perilaku yang

Page 2: Jalan Menuju Keimanan

2

berbeda-beda, begitu juga terhadap orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Jadi,

tingkah laku manusia selalu berkaitan erat dengan mafahim yang dimilikinya. Dengan

demikian bila kita hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi luhur,

maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah mafhumnya terlebih dulu.

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:

…..Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu

sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka….. (TQS. Ar-Ra’d (13): 11).

Untuk mendapatkan mafahim yang benar tentang kehidupan maka perlu mewujudkan

suatu pemikiran yang mendasar tentang kehidupan dunia sehingga terwujud mafahim

yang benar tentang kehidupan tersebut. Namun, pemikiran seperti ini tidak akan

melekat erat dan memberikan hasil yang berarti, kecuali apabila terbentuk dalam dirinya

pemikiran tentang alam semesta, manusia, dan hidup; tentang Zat yang ada sebelum

kehidupan dunia dan apa yang ada sesudahnya; disamping juga keterkaitan kehidupan

dunia dengan Zat yang ada sebelumnya dan apa yang ada sesudahnya. Semua itu dapat

dicapai dengan memberikan kepada manusia pemikiran menyeluruh dan sempurna

tentang apa yang ada di balik tiga utama unsur tadi. Sebab pemikiran yang menyeluruh

dan sempurna merupakan landasan berpikir (qa’idah al-fikriyah) yang melahirkan

seluruh pemikiran cabang tentang kehidupan dunia.

Memberikan pemikiran menyeluruh mengenai tiga unsur mendasar tadi, merupakan

solusi fundamental pada diri manusia. Apabila solusi fundamental tadi teruraikan, maka

terurailah berbagai masalah lainnya. Sebab, seluruh problematika kehidupan pada

dasarnya merupakan cabang dari problematika pokok tadi. Namun demikian,

pemecahan itu tidak akan mengantarkan kita pada keimanan yang benar, kecuali jika

pemecahan itu sendiri adalah benar, yaitu sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan

memberikan ketenangan hati.

Islam telah menuntaskan problematika pokok ini dan dipecahkan untuk manusia dengan

cara yang sesuai dengan fitrahnya, memuaskan akal, serta memberikan ketenangan jiwa.

Di tetapkannya pula bahwa untuk memeluk agama islam, tergantung sepenuhnya

kepada pengakuan terhadap pemecahan ini, yaitu pengakuan yang betul-betul muncul

dari akal. Oleh karena itu Islam dibangun di atas satu dasar, yaitu aqidah. Aqidah

menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Pencipta (Al-

Page 3: Jalan Menuju Keimanan

3

Kholiq) yang telah menciptakan ketiganya, serta yang menciptakan segala sesuatu yang

lainnya, Dialah Allah SWT. Bahwasannya Pencipta telah menciptakan segala sesuatu

dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud, wajib adanya, sebab kalau tidak

demikian, berarti Ia tidak mampu menjadi Kholiq. Ia bukanlah makhluk, karena sifat-

Nya sebagai Pencipta memastikan bahwa diri-Nya bukan makhluk. Pasti pula bahwa Ia

mutlak adanya, karena segala sesuatu yang menyandarkan wujud atau eksistensinya

kepada diri-Nya; sementara Ia tidak bersandar kepada apapun.

Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya Pencipta yang menciptakannya,

dapat diterangkan sebagai berikut: bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal

terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta, dan hidup. Tiga unsur ini

bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain.

Misalnya manusia, manusia sifatnya terbatas, karena ia tumbuh dan berkembang sampai

pada batas tertentu yang tidak dapat dilampauinya lagi. Ini menunjukkan bahwa

manusia sifatnya terbatas. Begitu pula halnya dengan hidup, sifatnya terbatas, karena

penampakkannya bersifat individual, apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa

hidup ini selalu berakhir apda satu individu saja. Jadi, hidup juga bersifat terbatas. Sama

halnya dengan alam semesta yang memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan

himpunan dari benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan.

Himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya. Walhasil, manusia,

hidup, dan alam semesta, ketiganya bersifat terbatas.

Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan kita simpulkan

bahwa semuanya tidak azali. Jika bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), tentu

tidak mempunyai keterbatasan. Dengan demikian segala sesuatu yang bersifat terbatas

pasti diciptakan oleh “oleh sesuatu yang lain”, “sesuatu yang lain” inilah yang disebut

Al-Kholiq. Dialah yang menciptakan manusia, hidup dan alam semesta.

Dalam menentukan keberadaan Pencipta, akan kita dapati tiga kemungkinan. Pertama,

Ia diciptakan oleh yang lain. Kedua Ia menciptakan dirinya sendiri. Ketiga Ia

bersifat azali dan wajibul wujud. Kemungkinan yang pertama bahwa Ia diciptakan oleh

yang lain adalah kemungkinan yang bathil, tidak dapat diterima oleh akal. Sebab, bila

benar demikian, tentu Ia bersifat terbatas. Begitu pula dengan kemungkinan yang kedua,

yang menyatakan bahwa Ia menciptakan diri-Nya sendiri, jika demikian berarti Dia

Page 4: Jalan Menuju Keimanan

4

sebagai makhluk dan kholiq pada saat bersamaan. Hal ini jelas tidak dapat diterima.

Oleh karena itu, Al-Kholiq harus bersifat azali dan wajibul wujud. Dialah Allah SWT.

Siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan bahwa di balik semua

benda-benda yang dapat diinderanya, pasti terdapat Pencipta yang telah

menciptakannya. Fakta menunjukkan bahwa semua benda itu bersifat serba kurang,

sangat lemah, dan saling membutuhkan. Hal ini menggambarkan segala sesuatu yang

ada hanyalah makhluk. Jadi untuk membuktikan adanya Al-Kholiq Yang Maha

Pengatur, sebenarnya cukup dengan mengarahkan perhatian manusia terhadap benda-

benda yang ada di alam semesta, fenomena hidup, dan diri manusia sendiri.

Oleh karena itu dalam Al-Qur’an terdapat ajakan untuk mengalihkan perhatian manusia

terhadap benda-benda yang ada, seraya mengajaknya turut mengamati dan

memfokuskan perhatian terhadap benda-benda tersebut dan segala sesuatu yang ada di

sekelilingnya, atau yang berhubungan dengannya, agar dapat membuktikan adanya

Allah SWT. Dengan mengamati benda-benda tersebut, bagaimana satu dengan yang lain

saling membutuhkan, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti,

akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur. Al-Qur’an telah

membeberkan ratusan ayat yang berkenaan dengan hal ini, antara lain firman-firman

Allah SWT: 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian siang dan malam

terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (TQS. Ali Imran (3):

190).

(Dan diantara tanda-tanda (kebesaranNya) ialah penciptaan langit dan bumi,

perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui.) (TQS. Ar-Rum (30): 22) 

Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit,

bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi,

bagaimana ia dihamparkan? (TQS. Al-Ghosyiyah (88): 17-20).

Banyak lagi ayat serupa lainnya, yang mengajak manusia untuk memperhatikan benda-

benda yang ada di alam dengan seksama, dan melihat apa yang ada disekelilingnya

maupun yang berhubungan dengan keberadaan dirinya. Ajakan itu untuk dijadikan

Page 5: Jalan Menuju Keimanan

5

petunjuk akan adanya Pencipta yang Maha Pengatur, sehingga imannya kepada Allah

SWT menjadi iman yang mantap, yang berakal pada akal dan bukti yang nyata.

 Memang benar, iman kepada adanya Pencipta Yang Maha Pengatur merupakan hal

yang fitri pada setiap manusia. Hanya saja iman yang fitri ini muncul dari perasaan yang

berasal dari hati nurani belaka. Cara seperti ini bila dibiarkan begitu saja, tanpa

dikaitkan dengan akal, sangatlah riskan akibatnya serta tidak dapat dipertahankan lama.

Dalam kenyataannya, perasaaan tersebut sering menambah-nambah apa yang diimani,

dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Bahkan ada yang mengkhayalkannya dengan

sifat-sifat tertentu yang dianggap lumrah terhadap apa yang diimaninya. Tanpa sadar,

cara tersebut justru menjerumuskannya ke arah kekufuran dan kesesatan. Penyembahan

berhala, khurafat (cerita bohong) dan ajaran kebatinan, tidak lain merupakan akibat

kesalahan perasaan hati ini. Islam tidak membiarkan perasaan hati sebagai satu-satunya

jalan menuju iman. Hal ini dimaksudkan agar seseorang tidak menambah sifat-sifat

Allah SWT dengan sifat yang bertentangan dengan sifat-sifat ketuhanan, atau memberi

kesempatan untuk mengkhayalkan penjelmaan-Nya dalam bentuk materi, atau

beranggapan bahwa untuk mendekatkan diri kepada-Nya dapat ditempuh melalui

penyembahan benda-benda, sehingga menjurus ke arah kekufuran, syirik, khurafat, dan

imajinasi keliru yang senantiasa ditolak oleh iman yang lurus. Oleh karena itu, islam

menegaskan agar senantiasa menggunakan akal disamping adanya perasaan hati. Islam

mewajibkan setiap umatnya untuk menggunakan akal dalam beriman kepada Allah

SWT, serta melarang bertaqlid dalam masalah aqidah. Untuk itulah islam telah

menjadikan akal sebagai timbangan dalam beriman kepada Allah SWT, sebagaimana

firman Allah:

Dengan demikian setiap muslim wajib menjadikan imannya betul-betul dari proses

berpikir, selalu meneliti dan memperhatikan serta senantiasabertakhim (merujuk)

kepada akalnya secara mutlak dalam beriman kepada (adanya) Allah SWT. Ajakan

untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari sunnatullah

serta untuk memperoleh petunjuk agar beriman terhadap Penciptanya, telah disebut

ratusan kali oleh Al-Qur’an dalam berbagai surat yang berbeda. Semuanya ditujukan

kepada potensi akal manusia untuk diajak berpikir dan merenung, sehingga imannya

betul-betul muncul dari akal dan bukti yang nyata. Disamping untuk

Page 6: Jalan Menuju Keimanan

6

memperingatkannya agar tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh nenek

moyangnya, tanpa meneliti dan menguji kembali sejauh mana kebenarannya. Inilah

iman yang diserukan oleh Islam. Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan

orang sebagai imannya orang-orang lemah, melainkan iman yang berpijak pada

pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan, yang senantiasa mengamati (alam

sekitarnya), berpikir dan berpikir. Mulai pengamatan dan perenungannya akan sampai

kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa.

Kendati wajib atas manusia menggunakan akalnya dalam mencapai iman kepada Allah

SWT, namun tidak mungkin ia menjangkau apa yang ada di luar batas kemampuan

indera dan akalnya. Sebab akal manusia terbatas. Terbatas pula kekuatannya sekalipun

meningkat dan bertambah sampai batas yang tidak dapat dilampauinya, terbatas pula

jangkauannya. Melihat kenyataan ini, maka perlu diingat bahwa akal tidak mampu

memahami Zat Allah dan hakekat-Nya. Sebab, Allah SWT berada di luar tiga unsur

pokok (alam semesta, manusia, dan hidup) tadi. Sedangkan akal manusia tidak mampu

memahami apa yang ada di luar jangkauannya. Ia tidak mampu memahami Zat Allah,

tetapi bukan berarti dapat dikatakan “Bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada

Allah SWT, sedang akalnya sendiri tidak mampu memahami Zat Allah?” Tentu kita

tidak mengatakan demikian, karena pada hakekatnya iman itu adalah percaya terhadap

wujud Allah SWT, sedangkan wujudnya dapat diketahui melalui makhluk-makhluk-

Nya, yaitu alam semesta, manusia dan hidup. Tiga unsur ini berada dalam batas

jangkauan akal manusia. Dengan memahami ketiga hal ini, orang dapat memahami

adanya Pencipta, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, iman terhadap adanya Allah SWT

dapat dicapai melalui akal, dan berada dalam jangkauan akal. Usaha manusia untuk

memahami hakekat Zat Allah SWT merupakan perkara yang mustahil untuk dicapai.

Sebab, Zat Allah berada di luar unsur alam semesta, manusia dan hidup. Dengan kata

lain berada di luar jangkauan kemampuan akal. Akal tidak mungkin memahami hakekat

yang ada di luar batas kemampuannya, karena perannya amat terbatas. Seharusnya

keterbatasnnya itu justru menjadi faktor penguat iman, bukan sebaliknya malah menjadi

penyebab keragu-raguan dan kebimbangan.

Apabila iman kita kepada Allah SWT telah dicapai melalui proses berpikir, maka

kesadaran kita terhadap adanya Allah menjadi sempurna. Begitu pula jika perasaan hati

Page 7: Jalan Menuju Keimanan

7

kita (yang timbul dari widjan, pent.) mengisyaratkan adanya Allah, lalu dikaitkan

dengan akal, tentu perasaan tersebut akan mencapai suatu tingkat yang meyakinkan.

Bahkan hal itu akan memberikan suatu pemahaman yang sempurna serta perasaan yang

meyakinkan terhadap sifat-sifat ketuhanan. Dengan sendirinya, cara tersebut akan

meyakinkan kita bahwa manusia tidak sanggup memahami hakekat Zat Allah.

Sebaliknya hal ini justru akan memperkuat iman kita kepada-Nya. Disamping

keyakinan seperti ini, kita wajib berserah diri terhadap semua yang dikabarkan Allah

SWT tentang hal-hal yang tidak sanggup dicerna atau yang tidak dapat dicapai oleh

akal. Ini disebabkan lemahnya akal manusia yang memiliki ukuran-ukuran nisbi yang

serba terbatas kemampuannya, untuk memahami apa yang ada di luar jangkauan

akalnya. Padahal untuk memahami hal semacam ini, diperlukan ukuran-ukuran yang

tidak nisbi dan tidak terbatas, yang justru tidak dimiliki dan tidak akan pernah dimiliki

manusia.

Adapun bukti kebutuhan manusia terhadap para Rasul, dapat kita lihat dari fakta bahwa

manusia adalah makhluk Allah SWT. Dan beragama adalh sesuatu yang fitri pada diri

manusia, karena termasuk salah satu naluri yang ada pada manusia. Dalam fitrahnya

manusia senantiasa mensucikan Penciptanya. Aktifitas inilah yang dinamakan ibadah,

yang berfungsi sebagai tali penghubung antar manusia dengan Penciptanya. Apabila

hubungan ini dibiarkan begitu saja tanpa aturan, tentu akan menimbulkan kekacauan

ibadah, bahkan dapat menyebabkan terjadinya penyembahan kepada selain Pencipta.

Jadi harus ada aturan tertentu, yang mengatur hubungan ini dengan peraturan yang

benar. Hanya saja, aturan ini tidak boleh datang dari manusia. Sebab, manusia tidak

mampu memahami hakekat Al-Kholiq sehingga dapat meletakkan aturan antara dirinya

dengan Pencipta. Oleh karena itu, aturan ini harus datang dari Al-Kholiq. Karena aturan

ini harus sampai ke tangan manusia, maka tidak boleh tidak harus ada Rasul yang

menyampaikan agama Allah ini kepada umat manusia.

Bukti lain kebutuhan manusia terhadap Rasul adalah bahwa pemuasan manusia terhadap

tuntutan ghorizah (naluri) serta kebutuhan-kebutuhan jasmani, adalah keharusan yang

sangat diperlukan. Pemuasan semacam ini jika dibiarkan berjalan tanpa aturan akan

menjurus kearah pemuasan yang salah dan menyimpang, yang pada gilirannya akan

menyebabkan kesengsaraan umat manusia. Dengan demikian, harus ada aturan yang

Page 8: Jalan Menuju Keimanan

8

mengatur setiap naluri dan kebutuhan jasmani ini. Hanya saja aturan tersebut tidak

boleh datang dari pihak manusia, sebab pemahaman manusia dalam mengatur naluri dan

kebutuhan jasmani selalu berpeluang terjadi perbedaan, perselisihan, pertentangan dan

terpengaruh lingkungan tempat tinggalnya. Apabila manusia dibiarkan membuat aturan

sendiri, tentu aturan tersebut akan memungkinkan terjadinya perbedaan, perselisihan

dan pertentangan yang justru akan menjerumuskannya ke dalam kesengsaraan. Maka

aturan tersebut harus datang dari Allah SWT melalui para Rasul.

Mengenai bukti Al-Qur’an itu datang dari Allah, maka dapat dilihat dari kenyataan

bahwa Al-Qur’an adalah sebuah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah

Muhammad SAW. Dalam menentukan darimana asal Al-Qur’an akan kita dapatkan tiga

kemungkinan. 

Pertama, kitab itu adalah karangan orang Arab. 

Kedua, karangan Muhammad SAW. 

Ketiga, berasal dari Allah SWT. 

Tidak ada lagi kemungkinan selain dari yang tiga ini. sebab, Al-Qur’an adalah berciri

khas Arab, baik dari segi bahasa maupun gayanya.

Kemungkinan pertama yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah karangan orang

Arab, tidak dapat diterima. Sebab Al-Qur’an sendiri telah menantang mereka untuk

membuat karya yang serupa, sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya: 

Bahkan mereka mengatakan,:”Dia Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an itu”.

Katakanlah: (Kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh surat semisal dengannya

(Al Qur’an) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja diantara kamu yang sanggup

selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (TQS. Hud (11): 13).

Dan dalam firman-Nya:

Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya?

Katakanlah:”Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (Al Qur’an), dan

ajaklah siapa saja diantara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika

kamu orang-orang yang benar.” (TQS. Yunus (10): 38).

Orang-orang Arab telah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Hal ini

membuktikan bahwa Al-Qur’an bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak

mampu menghasilkan karya yang serupa, kendati ada tantangan dari Al-Qur’an dan

Page 9: Jalan Menuju Keimanan

9

mereka telah berusaha menjawab tantangan itu. Kemungkinan kedua yang mengatakan

bahwa Al-Qur’an itu karangan Muhammad SAW, juga tidak dapat diterima oleh akal.

Sebab Muhammad adalah orang Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetap ia seorang

manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama

seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal

pula Muhammad – yang juga salah seorang dari bangsa Arab – tidak mampu

menghasilkan karya yang serupa. Oleh karena itu jelas, bahwa Al-Qur’an itu bukan

karangannya.

Terlebih lagi dengan adanya banyak hadits-hadits shahih yang berasal dari Muhammad

SAW – yang sebagian malah diriwayatkan lewat cara yangtawatur – yang

kebenarannya tidak diragukan lagi. Apabila setiap hadits ini dibandingkan dengan ayat

manapun dalam Al-Qur’an, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya

bahasanya padahal Nabi Muhammad SAW, disamping selalu membacakan setiap ayat-

ayat yang diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga mengeluarkan hadits.

Namun, ternyata keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya. Bagaimanapun

kerasnya usaha seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam

pembicaraannya, tetap saja akan terjadi kemiripan antara gaya bahasa yang satu dengan

yang lain, karena merupakan bagian dari ciri khasnya dalam berbicara. Karena tidak ada

kemiripan antar gaya bahasa dalam al-Qur’an dengan gaya bahasa hadits, berarti Al-

Qur’an itu bukan perkataan Nabi Muhammad SAW. Masing-masing keduanya terdapat

perbedaan yang tegas dan jelas. Itulah sebabnya tidak seorangpun dari bangsa Arab –

orang-orang yang paling tahu gaya dan sastra bahasa Arab – pernah menuduh nahwa

Al-Qur’an itu perkataan Muhammad Saw, atau mirip dengan gaya bahasanya.

Satu-satunya tuduhan yang mereka lontarkan adalah bahwa Al-Qur’an itu disadur

Muhammad SAW dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini telah

ditolak keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

(Dan) sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: bahwasannya Al-Qur’an itu

diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang

mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (non-

Arab), sedangkan Al-Qur’an itu dalam bahasa arab yang jelas (TQS. An-Nahl (16):

103).

Page 10: Jalan Menuju Keimanan

10

Apabila telah terbukti bahwa Al-Qur’an itu bukan karangan bangsa Arab, bukan pula

karangan Muhammad SAW, berarti Al-Qur’an itu adalah kalamullah, yang

menjadi mukjizat bagi orang yang membawanya.

Dan karena Nabi Muhammad SAW adalah orang yang membawa Al-Qur’an – yang

merupakan kalamullah dan syari’at Allah, serta tidak ada yang membawa syari’at-Nya

melainkan para Nabi dan Rasul – maka berdasarkan dalil aqli dapat diyakinisecara pasti

bahwa Muhammad SAW itu adalh seorang Nabi dan Rasul.

Jadi dalil aqli adalah iman kepada Allah, kerasulan Muhammad SAW, dan

bahwasannya Al-Qur’an itu merupakan kalamullah.

Jadi, iman kepada Allah dapat dicapai melalui akal dan memang harus demikian. Iman

kepada Allah akan menjadi dasar kuat bagi kita untuk beriman terhadap perkara-perkara

ghoib dan segala hal yang dikabarkan Allah SWT. Jika kita telah beriman kepada Allah

SWT yang memiliki sifat-sifat ketuhanan, maka wajib pula bagi kita untuk beriman

terhadap apa saja yang dikabarkan oleh-Nya. Baik hal itu dapat dijangkau oleh akal

maupun tidak, karena semuanya dikabarkan oleh Allah SWT. Dari sini kita wajib

beriman kepada Hari Kebangkitan dan Pengumpulan di Padang Mahsyar, Surga dan

Neraka, hisab dan siksa. Juga beriman terhadap adanya malaikat, jin dan syaitan, serta

apa saja yang telah diterangkan Al-Qur’an dan hadits yang qoth’i. Iman seperti ini

walaupun telah diperoleh dengan jalan mengutip (naql) dan mendengar (sama’), akan

tetapi pada hakekatnya merupakaniman yang aqli juga. Sebab dasarnya telah dibuktikan

oleh akal. Jadi aqidah seorang muslim itu harus bersandar pada akal atau pada sesuatu

yang telah terbukti dasar kebenarannya oleh akal. Seorang muslim wajib meyakini

segala sesuatu yang telah terbukti dengan akal atau yang datang dari sumber berita yang

yakin dan pasti (qath’i), yaitu apapun yang yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan

hadits qoth’i – yaitu haditsmutawatir -. Apa saja yang tidak terbukti oleh kedua jalan

tadi, yaitu akal serta nash Al-Qur’an dan hadits mutawatir, haram baginya untuk

mengimani. Aqidah tidak boleh diambil kesuali dengan jalan yang pasti.

Berdasarkan penjelasan ini, maka kita wajib beriman kepada apa yang ada sebelum

kehidupan dunia, yaitu Allah SWT; dan kepada kehidupan setelah dunia, yaitu Hari

Akhirat. Bila sudah diketahui bahwa penciptaan dan perintah-perintah Allah merupakan

pokok pangkal kehidupan dunia, sedangkan perhitungan amal perbuatan manusia atas

Page 11: Jalan Menuju Keimanan

11

apa yang telah dikerjakannya di dunia merupakan mata rantai dengan kehidupan setelah

dunia, maka kehidupan ini harus dihubungkan dengan apa yang ada dengan sebelum

dan sesudah kehidupan dunia. Manusia harus terikat dengan hubungan tersebut. Oleh

karena itu, manusia wajib berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah,

dan wajib meyakini bahwa ia akan di-hisab di hari kiamat nanti atas seluruh perbuatan

yang dilakukannya di dunia.

Dengan demikian terbentuklah al-fikru al-mustanir tentang apa yang ada di balik alam

semesta, hidup dan manusia. Telah terbentuk pula al-fikru al-mustanir tentang apa yang

ada dengan sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Bahwasannya kehidupan tersebut

memiliki hubungan antara apa yang ada dengan sebelum dan sesudahnya, berarti

terurailah problematika pokok secara sempurna dengan aqidah islamiyah.

Apabila manusia berhasil memecahkan perkara ini, maka ia dapat beralih memikirkan

kehidupan dunia serta mewujudkan mafahim yang benar dan produktif tentang

kehidupan ini. Pemecahan inilah yang menjadi dasar bagi berdirinya

suatu mabda (ideologi) yang dijadikan sebagai jalan menuju kebangkitan. Pemecahan

itu pula yang menjadi dasar bagi berdirinya hadlarah yaitu suatu peradaban yang

bertitik tolak dari mabda tadi. Disamping yang menjadi dasar yang melahirkan

peraturan-peraturan dan dasar berdirinya Negara Islam. Dengan demikian, dasar

berdirinya Islam – baik secarafikrah (ide dasar) maupun thariqah (metoda pelaksanaan

bagi fikrah) – adalah aqidah islam.

Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan

kepada Kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan

Malaikat-Nya dan Kitab-Kitab-Nya dan Hari akhir maka ia telah sesat sejauh-jauh

kesesatan (TQS. An-Nisa (4): 136).

Apabila semua itu telah terbukti, sedangkan iman kepada-Nya adalah sesuatu

keharusan, maka wajib bagi setiap muslim untuk beriman kepada syariat Islam secara

total. Karena seluruh syariat ini telah tercantum dalam Al-Qur’an dan dibawa oleh

Rasulullah SAW. Apabila tidak beriman berarti ia kafir.

Oleh karena itu penolakan seseorang terhadap hukum-hukum syara’ secara keseluruhan,

atau hukum-hukum qath’i secara rinci dapat menyebabkan kekafiran, baik hukum-

Page 12: Jalan Menuju Keimanan

12

hukum itu berkaitan dengan ibadat, muamalah, ‘uqubat (sanksi),

ataupun math’umat (yang berkaitan dengan makanan).

4 Sifat Penghuni Surga

Setiap muslim sangat menginginkan kebahagiaan abadi di surga kelak. Kenikmatannya tiada terkira. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Page 13: Jalan Menuju Keimanan

13

“Allah berfirman: Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang sholeh surga yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia.” Bacalah firman Allah Ta’ala, “Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah 32: 17) (HR. Bukhari no. 3244 dan Muslim no. 2824)

Ada pelajaran penting dari surat Qaaf (surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat khutbah Jum’at mengenai sifat-sifat penduduk surga. Ada 4 sifat penduduk surga yang disebutkan dalam surat tersebut sebagai berikut:

“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah surga itu dengan aman, Itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qaf 50: 31-35)

Ada empat sifat yang disebutkan dalam ayat yang mulia ini, yaitu: (1) awwab (hamba yang kembali pada Allah), (2) hafiizh (selalu memelihara aturan Allah), (3) takut pada Allah, dan (4) datang dengan hati yang muniib (bertaubat).

Sifat Pertama: AwwabYang dimaksud dengan awwab adalah kembali pada Allah dari maksiat kepada ketaatan pada-Nya, dari hati yang lalai mengingat-Nya kepada hati yang selalu mengingat-Nya.‘Ubaid bin ‘Umair rahimahullah mengatakan, “Awwab adalah ia mengingat akan dosa yang ia lakukan kemudian ia memohon ampun pada Allah atas dosa tersebut.”Sa’id bin Al Musayyib rahimahullah berkata, “Yang dimaksud awwab adalah orang yang berbuat dosa lalu ia bertaubat, kemudian ia terjerumus lagi dalam dosa, lalu ia bertaubat.”

Sifat Kedua: HafiizhIbnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Ia menjaga amanat yang Allah janjikan untuknya dan ia pun menjalankannya.”Qotadah rahimahullah mengatakan, “Ia menjaga kewajiban dan nikmat yang Allah janjikan untuknya.”Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Perlu diketahui nafsu itu ada dua kekuatan yaitu kekuatan offensive (menyerang) dan kekuatan defensive (bertahan). Yang dimaksud dengan awwab adalah kuatnya offensive dengan kembali pada Allah, mengharapkan ridho-Nya dan taat pada-Nya. Sedangkan hafiizh adalah kuatnya defensive yaitu menahan diri dari maksiat dan hal yang terlarang. Jadi hafiizh adalah menahan diri dari larangan Allah, sedangkan awwab adalah menghadap pada Allah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.”

Page 14: Jalan Menuju Keimanan

14

Sifat Ketiga: Takut pada AllahDalam firman Allah (yang artinya), “Orang yang takut kepada Rabb yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya)”, terkandung makna pengakuan akan adanya Allah, akan rububiyah-Nya, akan ketentuan-Nya, akan ilmu dan pengetahuan Allah yang mendetail pada setiap keadaan hamba. Juga di dalamnya terkandung keimanan pada kitab, rasul, perintah dan larangan Allah. Begitu pula di dalamnya terkandung keimanan pada janji baik Allah, ancaman-Nya, dan perjumpaan dengan-Nya. Begitu pula di dalamnya terkandung keimanan pada janji baik Allah, ancaman-Nya, dan perjumpaan dengan-Nya. Seseorang dikatakan takut pada Allah (Ar Rahman) haruslah dengan memenuhi hal-hal yang telah disebutkan tadi.

Sifat Keempat: Datang dengan hati yang muniibYang dimaksudkan dengan datang dengan hati yang muniib dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Kembali (dengan bertaubat) dari bermaksiat pada Allah, melakukan ketaatan, mencintai ketataan tersebut dan menerimanya.”

Intinya yang dimaksud dengan sifat penghuni surga yang keempat adalah kembali kepada Allah dengan hati yang selamat, bertaubat pada-Nya, dan tunduk pada-Nya.Semoga dengan mengetahui empat sifat penghuni surga ini membuat kita semakin dekat pada Allah, bertaubat, menjauhi maksiat dan kembali taat pada-Nya. Sehingga kita dapat berjumpa dengan Allah dengan hati yang selamat. Aamiin Yaa Mujibas Saailin.Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

References:Fawaidul Fawaid, Ibnul Qayyim, hal. 142-143, terbitan Dar Ibnul Jauzi.www.rumaysho.com

7 Pintu Terbesar yang Dimasuki Syetan

Pintu pertama

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika

seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat

Page 15: Jalan Menuju Keimanan

15

tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal

jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan

menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal

hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika

akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan

menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.

Pintu ketiga

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada.

Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk

tujuan ini.

Pintu keempat

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan

menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian

lainnya akan dia dapatkan di akhirat.

Pintu kelima

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan

berlebih-lebiha n memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti

yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau

memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya

dari kemungkaran.

Pinta keenam

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal

terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu

Page 16: Jalan Menuju Keimanan

16

berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan

Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir

mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun

caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan

tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

12 GOLONGAN YANG DIDOAKAN MALAIKAT1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.

"Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di

dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah,

Page 17: Jalan Menuju Keimanan

17

ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci". (HR Imam Ibnu

Hibban dari Abdullah bin Umar)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.

"Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia

berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah,

ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia' (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah,

Shahih Muslim 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang)

yang berada pada shaf - shaf terdepan" (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah)

dari Barra' bin 'Azib)

4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan

sebuah kekosongan di dalam shaf).

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang

yang menyambung shaf-shaf" (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu

Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al

Fatihah.

"Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka

ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan

dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu" (HR

Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.

"Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian

selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum

Page 18: Jalan Menuju Keimanan

18

batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'"

(HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)

7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.

"Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang

menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga

shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian

mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada

siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas

pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana

kalian meninggalkan hambaku?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan

mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka

sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (HR Imam

Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 9140)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.

"Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang

yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang

malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya

dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun

mendapatkan apa yang ia dapatkan' (HR Imam Muslim dari Ummud Darda', Shahih

Muslim 2733)

9. Orang-orang yang berinfak.

"Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2

malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah,

berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah,

hancurkanlah harta orang yang pelit'" (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim dari

Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.

Page 19: Jalan Menuju Keimanan

19

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang-

orang yang sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk

puasa"sunnah" (HR Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin

Umar)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.

"Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus

70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan

saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (HR Imam Ahmad

dari 'Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.

"Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas

seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan

bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya

bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (HR

Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily)

Wallahua’lam bish shawwab.

Sumber : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi, Orang-Orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu

Katsir,

Buah Ranum dari Keridhaan

Page 20: Jalan Menuju Keimanan

20

“….Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya….” (QS. Al-

Bayyinah 98: 8)

Keridhaan memiliki buah yang melimpah berupa keimanan. Orang yang ridha hatinya

akan terangkat hingga tempat yang paling tinggi, yang kemudian mempengaruhi

keyakinannya yang semakin mendalam dan kuat mengakar. Pengaruhnya kemudian

adalah kejujuran dalam berucap, berbuat dan berperilaku.

Kesempurnaan ubudiyahnya lebih disebabkan kemampuannya menjalankan

konsekuensi-konsekuensi hukum yang sebenarnya berat baginya. Tapi, ketika hanya

hukum-hukum yang ringan saja yang ia jalankan maka itu akan membuat jarak

ubudiyahnya dengan Rabbnya semakin jauh.

Dalam konteks bahwa ubudiyah itu berarti kesabaran, tawakal, keridhaan, rasa rendah

diri, rasa membutuhkan, ketaklukan, dan ketundukkan, maka ubudiyah itu tidak akan

sempurna kecuali dengan menjalankan keharusan yang memang berat untuk dilakukan.

Keridhaan terhadap qadha’ bukan berarti ridha terhadap qadha’ , yang tidak

memberatkan, tapi terhadap yang menyakitkan dan memberatkan. Hamba tidak berhak

mengatur qadha’ dan qadar Allah, dengan menerima yang ia mau dan tidak menerima

yang tidak ia mau.

Karena pada dasarnya manusia itu tidak diberi hak untuk memilih: hak itu mutlak

wewenang Allah karena Dia lebih mengetahui, lebih bijaksana, lebih agung dan lebih

tinggi. Karena Allah mengetahui alam ghaib, mengetahui segala rahasia, dan

mengetahui akibat dari segala hal.

Saling Meridhai Satu hal yang harus disadari adalah bahwa keridhaan hamba kepada

Allah dalam segala hal akan membuat Rabbnya ridha kepadanya. Ketika hamba ridha

dengan rizki yang sedikit, maka Rabbnya akan ridha kepadanya dengan amal sedikit

yang dia persembahkan.

Ketika hamba ridha terhadap semua keadaan yang melingkupinya dan tetap

mempertahankan kualitas keridhaannya itu maka Allah akan cepat meridhainya ketika

dia meminta keridhaan-Nya. Dengan kacamata itu, lihatlah orang-orang yang ikhlas,

walaupun ilmu mereka sedikit tapi Allah meridhai semua usaha mereka karena memang

mereka ridha kepada Allah dan Allah meridhai mereka. Berbeda dengan orang-orang

munafik yang selalu ditolak amalan mereka. Mereka tidak menerima apa yang telah

Page 21: Jalan Menuju Keimanan

21

Allah turunkan dan tidak suka terhadap keridhaan-Nya, maka Allah pun menyia-

nyiakan amalan-amalan mereka.

Faedah dari Keridhaan Keridhaan akan menciptakan ketenangan, hati yang dingin,

ketegaran dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tumpang tindih dan yang

muncul deras sekali. Hati yang ridha akan yakin sepenuhnya kepada janji Allah dan

Rasul-Nya.

Hati orang seperti ini seakan dibisikan suara,“Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-

Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah

menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS. Al-Ahzab 33: 22)

Sebaliknya, tidak menerima akan membuat hati tidak tenang, ragu dan cemas, tidak

tegar, sakit hati dan bergejolak. Hati menjadi bergejolak dan terganggu, seakan

didalamnya ada suara membisikan,”Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada

Kami melainkan tipu daya”. Naudzubillahi

Orang-orang yang memiliki hati seperti ini akan mengakui kebenaran jika datang

kebenaran, dan akan berpaling jika mereka dituntut untuk memenuhi tugas mereka.

Ketika mereka diberi kebaikan maka mereka akan merasa tenang, tapi ketika diuji maka

mereka akan berubah menjadi buruk. Mereka akan merugi di dunia dan akhirat.

“Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” QS. Al Hajj 22:11.

Dan, keridhaan akan memberikan ketenangan, sesuatu yang paling berharga. Karena

ketenangan akan membuat hati menjadi tegar, keadaan terkendali dan hati menjadi

jernih. Dan tidak menerima hanya akan menjauhkannya dari ketenangan itu, jauh

dekatnya tergantung pada besar kecilnya ketidakpuasan terhadap keadaan. Ketika

ketenangan itu hilang maka dengan serta merta kegembiraan, rasa aman, dan kedamaian

hidup, juga akan lenyap. Itu berarti bahwa nikmat terbesar yang Allah berikan kepada

hamba-Nya adalah ketenangan di hati.

Dan bagaimana itu bisa didapatkan? Tentunya, dengan keridhaannya kepada Allah

bagaimana pun keadaan yang melingkupinya.

Keselamatan Itu Ada Bersama Keridhaan Keridhaan akan membukakan pintu

keselamatan. Keridhaan akan membuat hati menjadi terbebas dan bersih dari tipu daya,

kebusukan dan kedengkian. Karena hanya orang yang berhati bersihlah yang akan

Page 22: Jalan Menuju Keimanan

22

selamat dari adzab Allah, sebab hati yang bersih adalah hati yang jauh dari syubuhat,

dari keraguan dari menyekutukan Allah dan dari jerat-jerat Iblis yang menyesatkan.

Dalam hati seperti ini hanya ada satu: Allah.

“Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu

menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain- main dalam

kesesatannya.” QS Al An’am 6:91.

Adalah mustahil dalam hati yang bersih itu masih terdapat rasa tidak menerima.

Semakin hamba itu ridha maka semakin bersih hatinya.

Kotoran hati, kebusukan dan tipu daya adalah kaitan dari sikap tidak menerima.

Sedangkan kebersihan, kelurusan dan kemuliaan hati adalah kaitan keridhaan.

Kedengkian adalah buah dari sikap yang tidak menerima. Dan hati yang bersih dari

unsur dengki, adalah buah dari keridhaan. Diibaratkan , keridhaan adalah pohon yang

baik, yang disirami dengan air keikhlasan dan ditanam di kabut tauhid.

Akarnya keimanan, dahan-dahannya adalah amal shaleh, dan buahnya sangat manis.

Disebutkan dalam hadits:

“Yang akan mencicipi rasa iman adalah orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb,

Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul.”

Atau, seperti disebutkan dalam hadits yang lain: “Ada tiga hal yang bila ketiganya itu

menyatu dalam dirinya maka dia akan mendapatkan manisnya iman…”

(Mutafaq Alaih)

Buah dari Keimanan adalah Rasa Bersyukur Keridhaan akan membuahkan rasa syukur

yang merupakan level keimanan tertinggi, bahkan merupakan hakikat dari keimanan itu

sendiri. Dalam tahapan iman, rasa syukur itu adalah puncaknya. Orang yang tidak ridha

terhadap pemberian Allah, keputusan-Nya, penciptaan-Nya, pengaturan-Nya, terhadap

yang diambil dan yang diberikan-Nya, tidak akan bisa bersyukur kepada Allah. Dan itu

artinya, orang yang bersyukur adalah orang yang paling menikmati hidup.

7 Pintu Terbesar yang Dimasuki Syetan

Page 23: Jalan Menuju Keimanan

23

Pintu pertama

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika

seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat

tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal

jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan

menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal

hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika

akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan

menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.

Pintu ketiga

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada.

Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk

tujuan ini.

Pintu keempat

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan

menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian

lainnya akan dia dapatkan di akhirat.

Pintu kelima

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan

berlebih-lebiha n memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti

yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau

memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya

dari kemungkaran.

Page 24: Jalan Menuju Keimanan

24

Pintu keenam

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal

terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu

berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan

Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir

mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun

caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan

tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

7 karakter binatang yang ada di dalam diri manusia berdasarkan Al-Qur'an

Page 25: Jalan Menuju Keimanan

25

Ketika manusia diciptakan oleh Allah, dalam Al Qur'an surat Az Zariyat 56, Allah

berfirman "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah

kepadaKu". maka Allah telah memuliakan kita.. menjadi hamba Allah yang mau tidak

mau harus taat kepada Allah, mengikuti semua aturan-aturan Allah tanpa tawar

menawar. Namun manusia adalah mahluk yang dzalim.. ketika Allah menawarkan

amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung yang kemudian menolak tugas itu,..

manusia menyanggupi untuk memikul amanat itu.. (Al Ahzab:72-73) padahal.. seperti

kita tahu.. kita adalah mahluk Allah yang paling banyak berbuat lalai, membuat

kerusakan di darat dan dilaut. berikut ini 7 karakter binatang yang dikatakan Allah di

dalam Al Qur’an yang ada di dalam diri manusia.

1. Seperti Anjing. "Dan kalau Kami menghendaki; sesungguhnya Kami tingikan

(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan

menurutkan bawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika

kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia

mengulurkan lidahnya juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang

mendustakan ayat-ayat Kami Maka ceritakanlan (kepada mereka) kisah-kisah itu

agar mereka berfikir Amat buruklah perummpamaan orang-orang yang

mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat

zalim'. (QS. 7:176-177)

2. Seperti Binatang Ternak, QS Al A'raf:179 "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk

neraka jahanam banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak

mahu memahaminya dengannya (ayat-ayat Allah) dan yang mempunyai mata

(tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keEsaan Allah) dan yang mempunyai

telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu

seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang

yang lalai"

3. Seperti Kera, QS Al A'raf 165 "Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap

apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah

kamu kera yang hina.Sebagian ahli tafsir memandang bahwa ini sebagai suatu

Page 26: Jalan Menuju Keimanan

26

perumpamaan , artinya hati mereka menyerupai hati kera, karena sama-sama tidak

menerima nasehat dan peringatan.

4. Seperti Babi, "Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-

orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah,

Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang

dijadikan kera dan babi[424] dan (orang yang) menyembah thaghut?". mereka itu

lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus" (QS. Al Maidah:60)

5. Seperti Laba-laba, "perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-

pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan

Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka

mengetahui.(QS. Al Ankabut:41)

6. Seperti Nyamuk, ". Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan

berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[33]. Adapun orang-orang yang

beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka,

tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk

perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan

Allah[34], dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya

petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (QS

Al Baqarah:26)

7. Seperti Keledai, ". perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat,

kemudian mereka tiada memikulnya[1474] adalah seperti keledai yang membawa

Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan

ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

(QS Al Jumuah:5)

9 Orang yang dicintai Allah

Page 27: Jalan Menuju Keimanan

27

Sebagai muslim, kita ingin Allah ridha terhadap kita dan ridha Allah itu diberikan

kepada orang yang dicintaiNya. Al Qur'an menyebutkan 9 orang yang dicintai Allah

Subhanahu wata'ala.

1. Orang yang mengikuti pola hidup Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. setiap

muslim harus mengenal Rasulullah agar dia bisa mengikuti pola hidupnya sehingga

bisa dicintai Allah sebagaimana firmanNya dalam Al Qur'an Surat Ali Imran: 31

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya

Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang."

2. Orang yang beriman dengan benar. orang yang beriman dengan benar dan

membutuhkannya dengan amal shaleh merupakan orang yang disayangi Allah

sesuai dengan firmanNya: ". Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-

Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari

kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada

orang-orang yang beriman. (QS Al Ahzab:43)

3. Orang yang bertaqwa.

Ketaqwaan kepada Allah, membuat kita menjadi mulia dan memperoleh kecintaan

Allah sebagaimana disebutkan dalam firmanNya; "(Bukan demikian), sebenarnya

siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang bertakwa" (QS Ali Imran:76)

4. Orang yang berbuat baik, banyaknya kebaikan yang dilakukan dan membuat

kehidupan di dunia ini terasa indah. Allah sangat cinta kepada hambaNya yang

berbuat kebaikan sebagaimana dalam firmanNya: "dan belanjakanlah (harta

bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang berbuat baik."

5. Orang yang menegakkan keadilan. berlaku adil kepada orang yang sedang

berselisih merupakan hal yang sangat penting karena itulah Allah mencintai orang

yang berlaku adil. dalam Al Qur'an surat Al Hujurat ayat 9 Allah berfirman:". dan

kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu

damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap

Page 28: Jalan Menuju Keimanan

28

yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut

kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya

menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah

mencintai orang-orang yang Berlaku adil."

6. Orang yang sabar, firman Allah dalam QS Ali Imran:146 "dan berapa banyaknya

Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya)

yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka

di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah

menyukai orang-orang yang sabar".

7. Orang yang bertawakkal, manusia yang berserah diri kepada Allah semata, setelah

melakukan upaya yang maksimal dan memohon yang terbaik serta ridha terhadap

ketetapan Allah. Al Qur'an Surat Ali Imran: 159 "Maka disebabkan rahmat dari

Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap

keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena

itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah

dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan

tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang ertawakkal kepada-Nya."

8. Orang yang bertaubat. Al Baqarah:222 "....... Sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

9. Orang yang berjuang di jalan Allah.

Islam merupakan agama yang harus diperjuangkan secara berjamaah dengan

kerjasama yang baik. As Shaff:4

"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan

yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh"

Semoga kita bersama-sama berusaha untuk mendapatkan cinta dari Allah

Subhanahu wa ta'ala

Jalan Menuju Ketenangan Jiwa

Page 29: Jalan Menuju Keimanan

29

Dalam hidup ini manusia sering menghadapi ujian yang berat, yang mengakibatkan kecemasan, ketakutan, kegelisahan, ketidak tenangan. Bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sampai kepada titik yang paling lemah, yaitu.... BUNUH DIRI.

Oleh karena itu ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan, Allah menyebutkan 5 jalan menuju ketenangan jiwa yang ada di dalam Al Qur'an sebagai berikut:

1. Dengan dzikrullah, yaitu selalu berdzikir kepada Allah. ketika kita ketakutan, kita berta'awudz. ketika kita melakukan kesalahan kita cepat beristighfar dengan sungguh-sungguh. ketika mendapat nikmat kita mengucapkan hamdalah, melihat kebesaran Allah kita mengucap subhanallahu, ketika kita menerima ujian atau musibah, kita mengucap innalillahi wa inna ilaihi rodjiuun. jadi hati kita terus menerus mengingat Allah. Allah berfirman dalam Al Qur'an surat 13 Ayat 28"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram".

2. Yakin dengan pertolongan Allah yang sangat dekat.ketika kita menghadapi ujian, kita yakin bahwa ujian layaknya sebagai tamu, yang tidak akan pernah tinggal lama, sehingga kita bersabar dan tetap bertawakkal kepada Allah dan selalu tidak pernah berhenti memohon pertolongan Allah,hanya bergantung kepadaNya. Allah berfirman dalam QS surat 8:10"Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".ayat di atas, telah dikatakan sebelumnya di dalam Al Qur'an Surat Ali Imran:214, (dengan makna yang sama).Kemudian di dalam QS Al Baqarah: 214 "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan dengan bermacam-macam cobaan, sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,"Bilakah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat".

3. Memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah. dengan memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah hati akan menjadi tenteram.

4. Bersyukur, QS An Nahl = 16:112 5. Tilawah, tazmi, tadabbur Al Qur'an (QS 39 ayat 23)"Allah telah menurunkan

perkataan yang paling baik yaitu Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. gemetar karenanya kulit orang-orang yang menjadi takut kepada TUhanNya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya".

Page 30: Jalan Menuju Keimanan

30

Allah berfirman di dalam surat Al Fajr: 27-30 "Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada TUhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu".

Page 31: Jalan Menuju Keimanan

31

4 Sikap Manusia terhadap Setan1. Jangan jadikan setan itu sebagai saudara,dan jauhilah sifat-sifat syetan. salah satu

sifat setan adalah boros. banyak dari kita memiliki harta untuk dibelanjakan bukan

di jalan Allah, melainkan dengan berlebih-lebihan. hal ini tercantum dalam Al

Qur'an (Al Isra:27) "sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara

setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-nya".

2. Janganlah setan dijadikan pemimpin dan pelindung. Qur'an An Nahl:99-100

"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman

dan bertawakkal kepada Tuhannya" "sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah

atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang

mempersekutukannya dengan Allah".

3. Janganlah setan dijadikan sebagai kawan. Qur'an Surat Al Hajj:3-4 "diantara

manusia ada orang yang membantah tentang ALLAH tanpa ilmu pengetahuan dan

mengikuti setiap setan yang sangat jahat". "yang telah ditetapkan terhadap setan itu,

bahwa barang siapa yang berkawan dengan dia akan menyesatkannya dan

membawanya ke azab neraka".

4. Jadikanlah setan sebagai musuh. Qur'an Surat Al Baqarah:208 "hai orang-orang

yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya dan

janganlah kamu turut langkah-langkah setan. sesungguhnya setan itu musuh yang

nyata bagimu".

Berdasarkan uraian di atas, maka manusia harus memahamkan di dalam akal dan

pikirannya bahwa apa-apa yang datang dari Al Qur'an bukanlah kisah dongeng yang

sembari lewat saja dan tidak berbekas di dalam hati.

jika kita berpikir di dalam akal kita yang meyakini adanya Allah.. Mau lari kemana

kita? mau sembunyi dimana kita? kita tetap akan bertemu dengan Allah. dan sungguh

Allah maha Teliti perhitungannya.

Sudah tahu setan itu musuh kita... tapi masih banyak diantara kita yang menjadikan

setan sebagai kawan, dan pemimpin serta pelindung bagi kita? Naudzubillahimindzalik.