jakarta berketahanan penilaian awal ketahanan...

116
Penilaian Awal Ketahanan Jakarta Jakarta Berketahanan

Upload: others

Post on 08-Feb-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Jakarta Berketahanan

Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Tim Penyusun :

100 Resilient Cities

Sekretariat Jakarta Berketahanan

1. Oswar M. Mungkasa

2. Dede Herland

3. Tri Mulyani Sunarharum

4. Rendy Primrizqi

Aecom

Desain Buku

PT Jakarta Konsultindo

1

JAKARTA B ERKETAHANAN

DAFTAR ISI

Daftar Isi

Kata Pengantar

Ringkasan Eksekutif

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Istilah

Daftar Singkatan

1 / Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Konsep Kota Berketahanan

1.3 Jakarta sebagai Pusat Pembelajaran (Center of

Excellence) Kota Berketahanan

1.4 Struktur Organisasi Tim Jakarta Berketahanan

1.5 Proses Penyusunan Strategi Ketahanan

1.6 Kegiatan Menuju Jakarta Berketahanan

2 / Jakarta dan Kompleksitasnya

2.1 Gambaran Umum DKI Jakarta

2.2 Gambaran Ketahanan Jakarta

2.3 Ketahanan terhadap Guncangan dan Tekanan

3 / Ikhtiar Jakarta

3.1 Metodologi

3.2 Hasil Inventarisasi Ikhtiar Jakarta

4 / Persepsi Pemangku Kepentingan

4.1 Metodologi

4.2 Hasil Penilaian Persepsi Ketahanan Jakarta

5 / Kerentanan Aset dan Risikonya

5.1 Metodologi

5.2 Hasil Penilaian Kerentanan Aset dan Risikonya

6 / Fokus Utama

6.1 Metodologi

6.2 Fokus Utama Ketahanan Kota Jakarta

Daftar Pustaka

1

3

4

6

7

8

11

14

17

18

20

20

22

24

32

34

42

57

62

64

67

76

78

83

90

92

95

98

100

103

112

2 Penilaian Awal Ketahanan JakartaFoto : Muhammad Rizki (Unsplash)

3

JAKARTA B ERKETAHANAN

KATA PENGANTAR

Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment) merupakan keluaran Tahap I dari 3 (tiga) tahap dukungan 100RC kepada anggota jejaringnya. Penilaian Awal Ketahanan berisi hasil dari penelusuran pustaka dan data sekunder terkait ikhtiar yang sedang dan telah dilakukan kemudian dipadukan dengan persepsi para pemangku kepentingan yang menggunakan Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework) terhadap guncangan dan tekanan utama yang dihadapi serta tingkat kerentanan aset fisik dan risikonya jika terjadi guncangan. Berangkat dari kondisi eksisting dan hasil penilaian persepsi tersebut, para pemangku kepentingan menyepakati 5 (lima) fokus utama ketahanan kota Jakarta yang perlu digali lebih lanjut sebagai bahan masukan dalam penyusunan Dokumen Strategi Ketahanan Kota Jakarta pada Tahap II. Penilaian Awal Ketahanan ini diharapkan dapat memberikan arah dalam penyusunan Dokumen Strategi Ketahanan Kota Jakarta dan implementasinya di Tahap III.

4 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

RINGKASAN EKSEKUTIF

Tahap I

Menyusun Penilaian Awal Ketahanan ( P r e l i m i n a r y R e s i l i e n c e Assessment/PRA)

Tahap II

Menyusun Strategi Jakarta Berketahanan

Tahap I

M e l a k s a n a k a n Strategi Jakarta Berketahanan

Dukungan 100RC untuk mewujudkan Jakarta menjadi Kota Berketahanan mencakup 3 (tiga) tahapan, yaitu:

Program 100 Kota Berketahanan (100 Resilient Cities/100RC) adalah program nirlaba yang dipelopori oleh The Rockefeller Foundation pada tahun 2013, dibawah naungan Rockefeller Philanthropy Advisors (RPA). Program ini didedikasikan untuk membantu kota dunia dalam membangun ketahanan terhadap tantangan dan isu sosial, ekonomi, dan fisik kota yang semakin meningkat di abad ke-21, diantaranya globalisasi, urbanisasi, dan perubahan iklim.

Ketahanan kota dimaknai sebagai kapasitas individu, masyarakat, institusi, dunia usaha, dan sistem kota untuk bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun menghadapi tekanan/stresses (seperti kemacetan, polusi udara, dan kurangnya air bersih) dan guncangan/shocks (seperti bencana alam, kebakaran, serangan terorisme, dan kerusuhan sosial).

Pada bulan Mei 2016, Jakarta terpilih menjadi anggota jejaring 100RC Angkatan ke III dengan mengungguli 325 aplikasi dari kota lainnya di seluruh dunia. Bergabungnya Jakarta ke dalam jejaring 100RC merupakan sebuah momentum percepatan perwujudan Jakarta sebagai Kota Berketahanan, karena sejatinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan berbagai kegiatan terkait dengan ketahanan kota jauh sebelum bergabung dengan jejaring 100RC.

Bentuk dukungan 100RC tersebut diantaranya berupa (i) memberikan bantuan dana untuk menyelenggarakan Sekretariat Jakarta Berketahanan yang dipimpin oleh Koordinator Ketahanan Kota (Chief Resilience Officer/CRO) dengan tugas sebagai penghubung antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan The Rockefeller Foundation dan pemangku kepentingan lainnya; (ii) memasilitasi penyusunan Strategi

Ketahanan Kota; (iii) menghubungkan anggotanya dengan organisasi City Solutions yang dapat membantu implementasi strategi serta menghubungkan dengan anggota lainnya dalam jejaring internasional 100RC; dan (iv) menyediakan bantuan teknis dan sumberdaya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mencakup penyediaan Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner.

Pengukuhan kerjasama Jakarta dan 100RC sendiri baru diresmikan melalui penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak (Letter of Intent) oleh Gubernur DKI Jakarta dan Presiden 100 Resilient Cities tertanggal 24 Juli 2017. Saat ini, Surat Pernyataan Kehendak tersebut sedang diberikan addendum dengan memasukkan klausul internalisasi strategi ketahanan menjadi salah satu komitmen Jakarta. Sedangkan pihak 100RC menambahkan klausul dalam rangka mempertegas komitmen masa dukungan (September 2017 sampai September 2019), akses pembelajaran dan kolaborasi dengan jejaring 100RC serta dukungan pengembangan kapasitas. Saat laporan ini ditulis (September 2018), amandemen tersebut telah pula ditandatangani oleh Gubernur Anies R Baswedan dan Presiden 100RC, Michael Berkowitz.

Walaupun demikian, beberapa kegiatan persiapan program Jakarta Berketahanan telah dilaksanakan jauh sebelum pengukuhan kerjasama tersebut. Dimulai dengan terselenggaranya Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan/Agenda Setting Workshop pada tanggal 17 November 2016. Lokakarya tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dan berhasil menemukenali isu ketahanan Kota Jakarta, termasuk (i) tantangan yang sedang dan/atau akan dihadapi, (ii) pemangku kepentingan kunci, serta (iii) konsep ketahanan kota dan dukungan 100RC untuk mewujudkannya.

5

JAKARTA B ERKETAHANAN

Selanjutnya, telah terlaksana beberapa kegiatan lanjutan yaitu:

1. Peningkatan Pemahaman Pemangku Kepentingan terkait konsep kota berketahanan melalui Simulasi Permainan Kota Nexus! (19 Januari 2017).

2. Kunjungan belajar ke Semarang sebagai anggota jejaring 100RC pertama di Indonesia, sejak tahun 2014 (24 Maret 2017).

3. Pengenalan Konsep Kota Berketahanan dan Proses Pelaksanaan Program Jakarta Berketahanan kepada para pemangku kepentingan sekaligus Peluncuran Tahap I Program Jakarta Berketahanan (2, 3, dan 5 Mei 2017).

4. Pengumpulan data terkait ketahanan kota bersama para pemangku kepentingan (Mei – Agustus 2017)

5. Kegiatan Berjejaring bersama kota berketahanan lain di dunia, yaitu: (i) CityXchange Summit di Bellagio, Italia (14 – 18 Mei 2017); (ii) Orientasi Chief Resilience Officer (CRO) di Singapura (6 – 8 Juni 2017); (iii) 100RC Global Summit 2017 di New York, Amerika Serikat (23 – 27 Juli 2017); (iv) 100RC Metropolitan Network Exchange 2017 di Santiago, Chile (5 – 8 Desember 2017), (v) Phase I to Phase II Workshop di Singapura (16 - 19 April 2018); dan (vi) Implementation Training Wokshop di Singapura ( 9 - 13 Juli 2018).

Saat ini, Jakarta berada pada akhir Tahap I dan segera memasuki Tahap II. Keluaran dari rangkaian kegiatan Tahap I, yang terlaksana sejak Mei 2016 hingga Februari 2018, adalah terumuskannya Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment/PRA). Seluruh rangkaian proses ini dilaksanakan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara partisipatif.

Rangkaian kegiatan tersebut berturut-turut adalah: (i) pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner daring/online dan luring/offline yang berhasil merangkul 465 responden yang diikuti dengan wawancara beberapa pemangku kepentingan utama; (ii) Lokakarya Persepsi Kota (15 September 2017); (iii) Lokakarya Aset dan Guncangan (20 September 2017); (iv) Sesi kerja/working session mengenai Penilaian Tekanan Kota (25 September 2017); (v) Sesi kerja/working session mengenai Fokus Utama (26 September 2017); serta (vi) Seminar Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) (11 Oktober 2017).

Lebih dari 500 orang yang mewakili berbagai pemangku kepentingan telah turut berpartisipasi dalam penyusunan dokumen Penilaian Awal Ketahanan ini, mulai dari pengisian kuesioner, lokakarya sampai menghadiri seminar. Para pemangku kepentingan tersebut berasal dari Swasta; Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); Kelompok Masyarakat; Asosiasi; Kelompok Komunitas; Akademisi; Pemerintah Pusat; Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta; Pemerintah Daerah di Kawasan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek); Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hasil dari rangkaian kegiatan tersebut adalah terumuskannya Dokumen Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) yang menggambarkan kondisi ketahanan kota Jakarta. Penilaian Awal Ketahanan ini dihasilkan berdasarkan Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework/CRF) yang terdiri dari 4 (empat) dimensi:

i. Kesehatan dan Kesejahteraan: Kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang baik bagi semua orang yang tinggal dan bekerja di Jakarta.

ii. Ekonomi dan Kemasyarakatan: Sistem sosial dan perekonomian yang memungkinkan penduduk kota untuk hidup damai, dan bertindak secara kolektif.

iii. Infrastruktur dan Lingkungan: Ketersediaan infrastruktur buatan dan alam yang menyediakan layanan dasar serta melindungi warga Jakarta.

iv. Kepemimpinan dan Strategi: Kepemimpinan yang efektif, pemberdayaan pemangku kepentingan, dan perencanaan yang terpadu.

Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) menjadi perangkat yang dapat membantu mengenali kondisi ketahanan Kota Jakarta melalui: (i) pengenalan isu strategis Jakarta saat ini dan di masa mendatang; (ii) gambaran ikhtiar yang sudah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi isu tersebut; (iii) persepsi pemangku kepentingan terkait ketahanan Kota Jakarta; serta (iv) kerentanan aset dan risikonya.

Isu strategis yang dihadapi oleh Jakarta saat ini tidak banyak berbeda dengan isu yang dihadapi oleh kota metropolitan lainnya di dunia, terutama disebabkan oleh tingginya laju urbanisasi dan migrasi.

Dalam upaya mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan, dengan mempertimbangkan isu dan permasalahan strategis Jakarta, disepakati 5 (lima) Fokus Utama yang menjadi pijakan dasar memasuki Tahap II, yaitu:

a. Meningkatkan kapasitas tata kelola pemerintahan dan manajemen kota;

b. Membangun budaya siap siaga untuk menghadapi berbagai guncangan;

c. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui tata kelola air bersih, air limbah dan sampah dengan lebih baik;

d. Meningkatkan mobilitas dan konektivitas warga Jakarta;

e. Memelihara kohesi sosial warga Jakarta.

6 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

Tabel 2.1 Total Perjalanan di Jabodetabek Tahun 2015 (perjalanan/hari)

Tabel 3.1 Ikhtiar Prioritas Pemerintah menuju Jakarta Berketahanan

Tabel 6.1 Fokus Utama dan Pertanyaan Analisis Ketahanan Kota

Gambar 1.1 Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework/CRF)

Gambar 1.2 Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gambar 1.3 Struktur Organisasi Tim Jakarta Berketahanan

Gambar 1.4 Proses Penyusunan Strategi Ketahanan Kota

Gambar 1.5 Sesi Diskusi Panel pada Lokakarya Perdana

Gambar 1.6 Daftar Guncangan dan Tekanan Hasil Lokakarya Perdana

Gambar 1.7 Simulasi Permainan Kota Nexus! di Jakarta

Gambar 1.8 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

selaku CRO berkunjung ke kantor 100RC Semarang

Gambar 1.9 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO dan Tim 100RC saat Peluncuran Tahap I

Gambar 1.10 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO didampingi oleh Kepala Bappeda DKI Jakarta di Bellagio City XChange Summit

Gambar 1.11 Wakil dari Jakarta dan Semarang di New York Global Summit.

Gambar 1.12 Penandatanganan Letter of Intent kerjasama Pemprov DKI Jakarta dan program 100 RC oleh Presiden 100 RC Michael Berkowitz

Gambar 1.13 Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, Jakarta 6 -7 September 2017

Gambar 1.14 Kunjungan lapangan ke OPD terkait perencanaan kota dalam Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, 6 -7 September 2017

Gambar 1.15 Seminar Penilaian Awal Ketahanan, Balai Agung, 11 Oktober 2017

Gambar 1.16 Pertemuan Kemitraan Jakarta Berketahanan

Gambar 1.17 Pelatihan Pengarusutamaan Pendekatan Kolaboratif dalam Penyusunan Perencanaan

Gambar 1.18 Perjalanan Jakarta Berketahanan

Gambar 2.1 Wilayah Administrasi DKI Jakarta

Gambar 2.2 Peta Kota Metropolitan Jabodetabek

Gambar 2.3 Peta Kepadatan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2013

Gambar 2.4 Diagram Penduduk DKI Jakarta menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2017

Gambar 2.5 Komposisi Penduduk DKI Jakarta berdasarkan Etnis

Gambar 2.6 Komposisi Penduduk DKI berdasarkan Agama

Gambar 2.7 Peta Sungai Provinsi DKI Jakarta

Gambar 2.8 Penilaian Kinerja terkait Air Bersih dan Air Limbah berdasarkan populasi di DKI Jakarta

Gambar 2.9 Pemetaan Harga Tempat Tinggal dan Lokasi Tempat Kerja di DKI Jakarta

Gambar 2.10 Pemetaan Kawasan Kumuh dan Banjir di DKI Jakarta

Gambar 2.11 Penyakit Menular di Jakarta tahun 2007-2010

Gambar 2.12 Gini Ratio di DKI Jakarta (2016-2017)

Gambar 2.13 Pertumbuhan Ekonomi Jakarta dari tahun 2011 hingga Semester I Tahun 2016 (dalam persen)

Gambar 2.14 Pemetaan Kualitas Air Jakarta tahun 2016

Gambar 2.15 Jumlah Penduduk dan Kendaraan Bermotor di Jabodetabek

Gambar 2.16 Kinerja Mobilitas DKI Jakarta berdasarkan Persentase Moda Transportasi

Gambar 2.17 Proses Pendekatan Partisipatif melalui Musrenbang tingkat Provinsi

Gambar 2.18 Daftar Guncangan dan Tekanan di DKI Jakarta hasil Lokakarya Perdana Jakarta Berketahanan

51

70

104

18

20

21

22

24

25

25

26

26

27

27

28

28

28

29

29

29

30

35

37

39

38

38

39

41

43

43

43

45

47

47

49

53

53

55

57

7

JAKARTA B ERKETAHANAN

Gambar 2.19 Daftar Guncangan Utama di DKI Jakarta menurut BPBD DKI

Gambar 2.20 Peta Frekuensi Banjir di Jakarta Tahun 2013-2017

Gambar 2.21 Infografis Kejadian Kebakaran di DKI Jakarta Tahun 2016

Gambar 3.1 Tahapan Penggunaan Perangkat Inventarisasi Ikhtiar

Gambar 3.2 Tahapan Metode Pengumpulan Data

Gambar 3.3 FGD Draft RPJMD 2018-2022 pada 18 Juli 2017

Gambar 3.4 Hasil Inventarisasi Seluruh Ikhtiar DKI Jakarta berdasar Faktor Penggerak Ketahanan Kota

Gambar 3.5 Proses Pengumpulan Data untuk Inventarisasi Ikhtiar DKI Jakarta. Wawancara dengan Bappeda DKI Jakarta (kiri) dan BPAD DKI Jakarta (Kanan)

Gambar 3.6 Hasil Inventarisasi Ikhtiar berdasarkan Sub-Faktor Penggerak Ketahanan Kota

Gambar 3.7 Hasil Inventarisasi Ikhtiar Prioritas berdasarkan Faktor Penggerak Ketahanan Kota

Gambar 3.8 Diagram Ikhtiar Prioritas berdasarkan Pemangku Kepentingan Pemerintah

Gambar 3.9 Cuplikan Ikhtiar menuju Jakarta Berketahanan

Gambar 3.10 Diagram Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Pemangku Kepentingan Kelompok Masyarakat

Gambar 3.11 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Nasional

Gambar 3.12 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Kota

Gambar 3.13 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Komunitas

Gambar 3.14 Diagram Keterkaitan antar Ikhtiar Prioritas

Gambar 4.1 Diagram Tahapan Penggunaan Penilaian Persepsi Ketahanan Kota

Gambar 4.2 Diagram Tahapan Kegiatan Pengumpulan Data

Gambar 4.3 Diagram Tahapan dalam Survei Daring dan Tertulis

Gambar 4.4 Contoh Pertanyaan Survei Daring

Gambar 4.5 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan

Gambar 4.6 Perbandingan Jumlah Responden berdasarkan Kategori Pemangku Kepentingan

Gambar 4.7 Diagram Persepsi Responden Pemerintah terkait Penilaian Ketahanan Kota

Gambar 4.8 Diagram Persepsi Responden Swasta terkait Penilaian Ketahanan Kota

Gambar 4.9 Diagram Persepsi Responden Kelompok Masyarakat terkait Penilaian Ketahanan Kota

Gambar 4.10 Diagram Persepsi Responden Akademisi terkait Penilaian Ketahanan Kota

Gambar 4.11 Diagram Persepsi Keterkaitan Penilaian Ketahanan Kota antarfaktor Penggerak

Gambar 4.12 Penilaian Persepsi vs Inventarisasi Ikhtiar

Gambar 5.1 Diagram Tahapan Penilaian Kerentanan Aset dan Risikonya

Gambar 5.2 Diagram Tahapan Pengumpulan Data

Gambar 5.3 Daftar Kerentanan Aset terhadap Guncangan Utama

Gambar 5.4 Lokakarya Aset dan Guncangan untuk melihat kerentanan Aset Kota dengan Guncangan

Gambar 5.5 Sesi Kerja Tekanan Kota untuk melihat Tekanan yang berpotensi mengancam Jakarta di Masa Depan

Gambar 6.1 Proses Penentuan Fokus Utama

Gambar 6.2 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan pada Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama

Gambar 6.3 Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota Jakarta

Gambar 6.4 Beberapa Masukan dari Pemangku Kepentingan Terkait

57

58

59

64

65

66

67

67

68

69

70

71

72

72

73

73

74

79

80

80

81

82

83

84

85

85

86

87

89

93

94

95

97

97

100

102

102

103

8 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

DAFTAR ISTILAH

Analisis Silang/Cross Analysis – Analisis korelasi yang digunakan untuk melihat hubungan

antarvariabel. Analisis ini bertujuan untuk melihat kesenjangan yang terjadi antara ikhtiar yang

telah ada dengan dimensi yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan.

Aset – Sumber daya alam dan buatan yang bisa berkontribusi terhadap ketahanan kota.

Center of Excellence – Pusat pembelajaran

Desain Besar – Perencanaan pembangunan berbasis isu yang disusun berdasarkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Konsensus dan komitmen para pemangku kepentingan menjadi kekhasan Desain Besar yang tercermin dalam visi, misi, target, peta jalan dan rencana aksi.

Fokus Utama/Discovery Area – Kumpulan isu yang diprioritaskan dan disepakati untuk didalami lebih lanjut pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan, baik terkait data penunjang, analisis lanjutan maupun informasi penting lainnya.

Fragmented Governance – Tata kelola pemerintahan yang terdiri dari beberapa wilayah administrasi dan/atau daerah otonom yang memiliki kepentingan masing-masing. Sistem ini cenderung menghasilkan sistem kerja yang tidak terpadu.

Gastroenteritis - penyakit diare yang menular yang paling umum ditemukan di Jakarta

Guncangan/shock – Kejadian yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba serta berpotensi mengakibatkan korban jiwa dan/atau kerusakan besar pada aset kota.

Informasi Palsu/Hoax - Informasi yang dibuat bukan berdasarkan bukti yang terpercaya, biasanya disebarkan melalui media sosial dengan maksud negatif.

Jejaring 100RC/100RC network – Jejaring internasional kota anggota 100RC di seluruh dunia guna mendorong pembangunan ketahanan kota anggota 100RC melalui pengembangan hubungan kerja antarCRO dan anggota timnya. Jejaring adalah sarana saling berbagi pengetahuan, praktik unggulan (best practices), dan wadah untuk mencari solusi bersama dalam mengatasi tantangan ketahanan kota. Hasilnya adalah terciptanya tindakan bersama di tingkat regional dan global.

Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) – Perangkat untuk memahami kompleksitas kota dan berbagai ‘faktor penggerak’ (drivers) yang dapat mempengaruhi kondisi ketahanan kota.

Ketahanan Kota/Urban Resilience – Kapasitas individu, masyarakat, institusi, bisnis, dan sistem dari sebuah kota untuk bisa bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun menghadapi berbagai tekanan kronis/chronic stresses dan guncangan akut/acute shocks.

9

JAKARTA B ERKETAHANAN

Konektivitas – Keterhubungan antarwilayah dengan menggunakan sarana/prasarana perhubungan berupa jalan, rel, atau melalui matra udara dan laut. Bisa juga keterhubungan komunikasi antarwarga di wilayah yang berbeda dengan menggunakan perangkat telepon kabel atau seluler.

Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) – Koordinator proses dan upaya lainnya untuk mewujudkan ketahanan kota.

Mobilitas – Pergerakan warga masyarakat dari satu titik ke titik lainnya baik secara fisik maupun sosial. Kualitas mobilitas ditentukan oleh sarana/prasarana, moda transportasi dan ketepatan jadwal.

Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner - Tim konsultan yang ditunjuk oleh 100RC untuk mendukung CRO dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.

Metropolitan Jakarta - Merujuk pada kota DKI Jakarta dan kota/kabupaten di sekitarnya atau sering disebut Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) yang memiliki populasi sekitar 30 juta jiwa.

Orientasi Chief Resilience Officer (CRO) – Orientasi CRO bertujuan untuk membekali CRO dengan konsep berketahanan, kesempatan mengeksplorasi peran CRO, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya 100RC.

Pemangku kepentingan/stakeholders – Individu dan kelompok, baik berada di dalam maupun di luar pemerintahan, yang memiliki pengaruh dan kapasitas untuk membangun ketahanan kota, terdiri dari individu, kelompok masyarakat, swasta, dan pemerintah.

Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) – Menetapkan kekuatan dan kelemahan terkait ketahanan kota dengan menggunakan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).

Penurunan muka tanah/land subsidence – menurunnya muka tanah akibat beban bangunan, rapuhnya tanah dan pengambilan air tanah yang berlebihan.

Perangkat Aset dan Risiko Kota – Perangkat yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC), digunakan untuk menilai kerentanan aset kota dan risikonya melalui dampak guncangan dan tekanan serta keterkaitan antara guncangan dan tekanan tersebut terhadap kerentanan aset kota.

Perangkat Inventarisasi Ikhtiar – Perangkat yang digunakan untuk menemukenali dan memetakan ikhtiar kota berdasarkan pada Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).

Perangkat Persepsi Ketahanan Kota – Perangkat yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC), digunakan untuk melihat persepsi pemangku kepentingan terhadap ketahanan kota.

10 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Pertanyaan Analisis/diagnostic questions – penjabaran fokus utama (discovery areas) berupa rangkaian pertanyaan yang akan diperdalam untuk ditemukan jawabannya dalam penyusunan strategi ketahanan kota.

Platform Partners - mitra yang terdaftar di 100RC yang siap membantu, bisa berbayar atau tidak, kota jejaring 100RC merumuskan dan mengimplementasikan strategi ketahanan kota.

Prakarsa/Initiative – Kegiatan, program, dan bentuk ikhtiar lainnya yang secara khusus ditujukan untuk membangun ketahanan kota yang terbagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: penemuan/penelitian, perencanaan, dan implementasi.

Rasio Gini/Gini Ratio - koefisien yang digunakan untuk mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan. Nilai Rasio Gini berkisar antara 0 - 1. Semakin tinggi nilai Rasio Gini menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi.

Real Time – waktu yang sebenarnya saat suatu kejadian yang terjadi di tempat tertentu diketahui pada saat yang bersamaan oleh orang lain yang berada di tempat yang secara geografis terpisah jauh dengan bantuan teknologi komunikasi.

Strategi – Keseluruhan kumpulan prioritas, gagasan, dan rencana aksi yang akan ditemukenali dan diimplementasikan oleh pemangku kepentingan dalam rangka membangun ketahanan kota.

Strategi ketahanan kota – Sebuah peta jalan/roadmap taktis untuk membangun ketahanan kota. Strategi ini menjabarkan prioritas ketahanan kota serta berbagai kebijakan, program, kegiatan, dan aksi spesifik baik pelaksanaan jangka pendek, menengah, maupun panjang.

Tahap I – Tahapan ini dirancang untuk proses pemindaian menyeluruh tentang ketahanan kota, pembentukan sekretariat untuk membantu CRO, dan pelibatan awal para pakar dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan, pandangan, serta tanggapan kritis mengenai ketahanan kota.

Tahap II – Tindak lanjut dan analisis yang lebih mendalam terhadap hasil Tahap I untuk menyepakati Strategi Ketahanan Kota. Pada Tahap II, CRO akan bermitra dan/atau bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang berasal dari beragam latar belakang serta mitra/platform partners dari 100RC.

Tahap III – Tahap implementasi strategi ketahanan kota dalam rangka mewujudkan ketahanan kota, disebut juga Kelembagaan dan Implementasi.

Tekanan/stress – Kejadian yang terjadi terus-menerus (kronis) dan melemahkan kemampuan penduduk kota dan/atau aset kota untuk berfungsi dan menyediakan kebutuhan dasar.

Working in Silo – Sikap yang terjadi ketika beberapa institusi, kelompok, individu tidak saling berbagi informasi atau pengetahuan kepada institusi/kelompok lain.

11

JAKARTA B ERKETAHANAN

DAFTAR SINGKATAN

APBD Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah

APTB Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway

ASEAN Association of South East Asian Nations

ASN Aparatur Sipil Negara

BT Bujur Timur

Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BABS Buang Air Besar Sembarangan

BBM Bahan Bakar Minyak

BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

BKSP Badan Kerjasama Strategis Pembangunan

Bodetabek Bogor Depok Tangerang Bekasi

BPAD Badan Pengelolaan Aset Daerah

BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah

BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan

BPJS Badan Pengelola Jaminan Sosial

BPS Badan Pusat Statistik

BPTJ Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek

BRT Bus Rapid Transit

BUMD Badan Usaha Milik Daerah

BUMN Badan Usaha Milik Negara

°C Celsius

CRF City Resilience Framework/Kerangka Ketahanan Kota

CRO Chief Resilience Officer/Koordinator Ketahanan Kota

Daring Dalam jaringan (on line)

DAS Daerah Aliran Sungai

DKI Daerah Khusus Ibu Kota

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

FGD Focus Group Discussion/Diskusi Kelompok Terfokus

IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah

IPK Indeks Persepsi Korupsi

IPM Indeks Pembangunan Manusia

ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Jabodetabek Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi

JKN Jaminan Kesehatan Nasional

JPI Jakarta Property Institute

KB Keluarga Berencana

KDH Kepala Daerah

KLB Kejadian Luar Biasa

KLN Kerjasama Luar Negeri

12 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

km2 Kilo meter persegi

KPI Key Performance Indicator/Indikator Kinerja Utama

KRL Kereta Rel Listrik

LLTT/L2T2 Layanan Lumpur Tinja Terjadwal

LoI Letter of Intent/Surat Pernyataan Kehendak

LRT Light Rapid Transit

LS Lintang Selatan

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

Luring Luar jaringan (off line)

mm2 millimeter persegi

MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat

MRT Mass Rapid Transit

Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan

OPD Organisasi Perangkat Daerah

PAD Pendapatan Asli Daerah

PemProv Pemerintah Provinsi

Posyandu Pos Pelayanan Terpadu

Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

PERTAMA Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat

PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap

PRA Preliminary Resilience Assessment/Penilaian Awal Ketahanan

RAKD Rencana Aksi Ketahanan Daerah

RC Resilient Cities

RDTR Rencana Detail Tata Ruang

RPA Rockefeller Philanthropy Advisors

RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

RPJPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

RTH Ruang Terbuka Hijau

RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah

SANIMAS Sanitasi Berbasis Masyarakat

SDM Sumber Daya Manusia

SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah

SMA Sekolah Menengah Atas

SMK Sekolah Menengah Kejuruan

TBC Tuberculosis, gangguan pernapasan kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis

TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi

TKD Tunjangan Kinerja Daerah

TPA Tempat Pembuangan Akhir

TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

13

JAKARTA B ERKETAHANAN

TPT Tingkat Pengangguran Terbuka

UCI Universal Child Immunization

UCLG ASPAC United Cities and Local Governments Asia Pacific

UMP Upah Minimum Provinsi

UNFPA United Nation Fund for Population Activities/ United Nations Population Fund

USAR Urban Search and Rescue

USAID IUWASH PLUS United States Agency for International Development Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk Semua

100RC 100 Resilient Cities/100 Kota Berketahanan

1PENDAHULUAN

JAKARTA B ERKET AHANAN

16 Penilaian Awal Ketahanan JakartaFoto : Bagus Ghufron (Unsplash)

17

JAKARTA B ERKETAHANAN

1.1 LATAR BELAKANG

Isu ketahanan kota menjadi isu yang dihadapi oleh berbagai kota di dunia, termasuk Jakarta. Menjadi kota berketahanan bagi Jakarta merupakan kondisi untuk menjadi kota yang berkelanjutan dan liveable city sesuai visi Jakarta, maju kotanya, bahagia warganya. Pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan dukungan serta keterlibatan warganya sebenarnya sudah melakukan berbagai ikhtiar untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan.

Walaupun tidak berlabel program ketahanan kota, ikhtiar tersebut dapat dikenali dari berbagai program pemenuhan dasar yang telah dan sedang dilakukan yang tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017 dan 2018-2022, diantaranya Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, penguatan infrastruktur transportasi publik: TransJakarta, MRT, LRT dan program penanggulangan banjir, pembangunan instalasi pengolahan air limbah berbasis komunal dan peningkatan penyediaan air bersih.

Jakarta yang telah dikenal sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan etalase Indonesia, juga merupakan daerah khusus Ibu Kota. Statusnya sebagai Daerah Khusus Ibu Kota menjadikan Jakarta sebagai rumah bagi tidak hanya pemerintah provinsi, namun juga pemerintah pusat Republik Indonesia.

Hal ini turut menjadikan Jakarta memiliki keunikan tersendiri dengan kompleksitas yang berbeda jika dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Kondisi ini juga menjadi salah satu alasan bagi Jakarta ketika mengajukan aplikasi untuk menjadi anggota jejaring 100RC sehingga memungkinkan Jakarta untuk saling berbagi pengalaman dengan metropolitan lainnya anggota jejaring 100RC selain mendapatkan dukungan dalam penyusunan dokumen strategi ketahanan kota.

Setelah sukses memilih 63 kota pada tahun 2013 dan 2014, 100 Resilient Cities pada tahun 2016 menerima 325 aplikasi dari 80 negara dari 6 (enam) benua, termasuk Jakarta. Bantuan dari Jakarta Property Institute (JPI), khususnya dalam urusan administratif dan bertindak sebagai narahubung sementara dengan pihak 100RC, telah memungkinkan Jakarta terpilih sebagai salah satu dari 37 kota dunia untuk bergabung dalam jejaring internasional 100RC pada bulan Mei 2016.

Jalinan kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Rockefeller Philanthropy Advisors/100 Resilient Cities (RPA/100RC) terkait Program 100RC diresmikan melalui penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak/Letter of Intent (LoI) tentang Pengembangan dan Implementasi Strategi Ketahanan Kota antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Rockefeller Philanthropy Advisors/100 Resilient Cities (RPA/100RC) pada tanggal 24 Juli 2017.

Surat Pernyataan Kehendak tersebut juga sudah diberikan addendum dengan memasukkan klausul internalisasi strategi ketahanan menjadi salah satu komitmen Jakarta. Sedangkan pihak 100RC menambahkan klausul untuk mempertegas komitmen masa dukungan (September 2017 sampai September 2019), akses pembelajaran dan kolaborasi dengan jejaring 100RC serta dukungan pengembangan kapasitas. Saat laporan ini ditulis (September 2018), amandemen tersebut telah pula ditandatangani oleh Gubernur Anies R Baswedan dan Presiden 100RC, Michael Berkowitz.

LoI ini menjabarkan harapan bersama kedua pihak untuk bermitra dan bekerja sama dalam mengembangkan kemampuan dalam memelihara, serta memulihkan fungsi penting Jakarta untuk menghadapi guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) sehingga individu, komunitas, swasta, pemerintah serta sistem kota dapat terus berkembang mendukung terwujudnya kota yang berketahanan.

18 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

1.2 KONSEP KOTA BERKATAHANAN

KERANGKA KETAHANAN KOTA

12 faktor penggerak yang secara kolektif membentuk

kualitas ketahanan kota.

Gambar 1. 1 Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework).

Program 100 Resilient Cities/Kota Berketahanan memasilitasi Jakarta dalam membangun ketahanan kota dalam menghadapi tantangan dan permasalahan sosial, ekonomi, dan fisik kota yang semakin meningkat di abad ke-21, diantaranya globalisasi, urbanisasi, dan perubahan iklim.

Adapun ketahanan kota yang dimaksud adalah kapasitas individu, masyarakat, institusi, swasta, dan sistem kota untuk bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun mengalami tekanan/stresses seperti kemacetan, polusi udara, dan kurangnya air bersih dan guncangan/shocks seperti bencana alam, kebakaran, serangan

terorisme dan kerusuhan sosial.

Program 100RC menilai bahwa kondisi ketahanan sebuah kota dapat dikenali dari 7 (tujuh) jenis kualitas, yaitu:

Reflektif (Reflective)Sistem kota yang mampu belajar dari pengalaman-pengalaman yang telah terjadi sebelumnya

Memiliki Banyak Alternatif Solusi (Resourceful)Dalam rangka menghadapi tekanan dan guncangan, kota perlu memiliki alternatif solusi atau rencana guna bertindak dengan cepat dan tepat di dalam situasi krisis.

Inklusif (Inclusive)Proses pengambilan keputusan yang inklusif menekankan keterlibatan publik dan beragam pemangku kepentingan

Terintegrasi (Integrated)Berbagai sistem yang mendukung berjalannya kehidupan kota perlu diintegrasikan sehingga tekanan dan isu-isu di kawasan perkotaan yang kompleks dapat diselesaikan secara tepat guna dan tepat sasaran

Kokoh (Robust)Sistem kota yang kokoh berarti sistem tersebut direncanakan dengan baik dan seksama, terpelihara dengan baik, dan dipahami secara menyeluruh oleh seluruh warga kota.

Persiapan Cadangan (Redundant)

Kota perlu menyiapkan cadangan sumber daya sebagai bagian dari alternatif solusi atau rencana dalam menghadapi krisis.

Fleksibel (Flexible)

Sistem kota yang berketahanan harus mampu beradaptasi dalam menghadapi kondisi kawasan perkotaan yang senantiasa dinamis.

Selain itu, aspek ketahanan kota juga dapat dikenali berdasarkan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) yang memiliki 12 (dua belas) faktor penggerak. Berbagai aspek ini mempengaruhi ketahanan kota mengatasi segala guncangan dan tekanan yang dihadapinya.

19

JAKARTA B ERKETAHANAN

KERANGKA KETAHANAN KOTA

12 faktor penggerak yang secara kolektif membentuk

kualitas ketahanan kota.

Gambar 1. 1 Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework).

Dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota, Kerangka Ketahanan Kota digunakan sebagai perangkat analisis untuk menemukenali kekurangan yang perlu ditingkatkan serta peluang dalam mewujudkan kota untuk menjadi kota berketahanan. Dengan menggunakan Kerangka Ketahanan Kota, kompleksitas kota dapat dikenali dan ditelaah melalui analisis faktor penggerak.

Kerangka Ketahanan Kota memiliki 4 (empat) dimensi yang masing-masing memiliki 3 (tiga) faktor penggerak sehingga secara keseluruhan terdapat 12 (dua belas) faktor penggerak. Berikut merupakan keempat Dimensi beserta Faktor Penggeraknya masing-masing:

Kesehatan dan Kesejahteraan: Kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang baik bagi

semua orang yang tinggal dan bekerja di Jakarta.

a. Pemenuhan kebutuhan dasar

a. Penghidupan dan pekerjaan yang layak

a. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat

Ekonomi dan Kemasyarakatan: Sistem sosial dan perekonomian yang memungkinkan para penduduk untuk hidup dengan damai, dan bertindak secara kolektif.

a. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu

a. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan

a. Mendorong kemakmuran ekonomi

Infrastruktur dan Lingkungan: Ketersediaan infrastruktur buatan dan alam yang menyediakan layanan dasar serta melindungi warga Jakarta.

a. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan

a. Menjamin kelangsungan layanan yang penting

a. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan

Kepemimpinan dan Strategi: Kepemimpinan yang efektif, pemberdayaan pemangku kepentingan, dan perencanaan terpadu.

a. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif

a. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan

a. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu

Setiap faktor penggerak mencerminkan ikhtiar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kondisi ketahanan kotanya. Kerangka Ketahanan Kota ini menunjukkan bahwa terdapat banyak cara bagi berbagai pemangku kepentingan dalam berkontribusi mewujudkan ketahanan kota (urban resilience).

20 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

1.3 STRUKTUR ORGANISASI JAKARTA BERKETAHANAN

Berdasarkan pengalaman kota lain yang juga tergabung dalam jejaring 100RC, dipandang perlu untuk membentuk Sekretariat Jakarta Berketahanan yang mendukung efisiensi dan optimalnya upaya Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) dalam mewujudkan Jakarta sebagai Kota Berketahanan.

Sekretariat ini memiliki 3 (tiga) fungsi pokok, yaitu: (i) mendukung dan membantu kinerja dan aktivitas harian CRO; (ii) menyampaikan hasil dari penyusunan Strategi Ketahanan Kota kepada pemangku kepentingan; serta (iii) memberikan dukungan dan bantuan untuk pelaksanaan program 100RC di Jakarta. Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan (lihat Gambar 1.2) terdiri dari:

• Oswar M. Mungkasa, Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) Jakarta

• Dede Herland sebagai Kepala Sekretariat Jakarta Berketahanan atau Deputi Koordinator Ketahanan Kota/Deputi Chief Resilience Officer (CRO)

• Tri Mulyani Sunarharum sebagai Manajer Program

• Rendy Primrizqi sebagai Staf Komunikasi

1.4 JAKARTA SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN (CENTER OF EXCELLENCE) KOTA BERKETAHANANJakarta merupakan kota metropolitan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian. Kondisi ini membuat Jakarta menjadi magnet bagi wilayah penyangga dan kota-kota sekitarnya, yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor. Interaksi yang kuat antara Jakarta dengan wilayah sekitarnya menjadikan isu utama terkait ketahanan kota Jakarta hanya bisa diselesaikan jika Strategi Ketahanan Kota Jakarta terintegrasi dengan perencanaan kota di wilayah sekitarnya.

Oleh karena itu, penyusunan Strategi Ketahanan Kota Jakarta akan melibatkan dan berkolaborasi dengan kota Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor, Tangerang Selatan dan Kabupaten Bekasi, Tangerang, Bogor untuk menghasilkan strategi yang menyeluruh, berjangka panjang, dan terpadu.

Kompleksitas isu perkotaan DKI Jakarta ini mungkin juga dialami oleh berbagai kota lain di Indonesia dan mancanegara. Keberhasilan upaya mewujudkan Jakarta menjadi kota berketahanan dapat menjadikan DKI Jakarta sebagai pusat pembelajaran (centre of excellence) bagi kota metropolitan lainnya di Indonesia dan dunia.

Foto : Vierundsieben (Unsplash)

Gambar 1.2 Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

21

JAKARTA B ERKETAHANAN

Dalam menyusun Strategi Ketahanan Kota, Sekretariat Jakarta Berketahanan didukung oleh beberapa pihak, yaitu: (i) Pengelola Hibah; (ii) Mitra Penyusunan Strategi; (iii) Dewan Pengarah; dan (iv) Kelompok Kerja.

Sebagaimana tersebut dalam Surat Pernyataan Kehendak/Letter of Intent yang telah ditandatangani mengenai penyaluran dana penyusunan Strategi Ketahanan Kota, Program 100RC memberikan bantuan dana selama 2 (dua) tahun dan menunjuk United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) sebagai Pihak Ketiga/Third Party Grantee yang mengelola kebutuhan keuangan dan operasional Sekretariat Jakarta Berketahanan/Resilient Jakarta Secretariat untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.

Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner adalah konsultan dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Program 100RC untuk mendukung penyusunan Strategi Ketahanan Kota. Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gubernur Provinsi DKI Jakarta

Koordinator Ketahanan Kota

Chief Resilience Officer (CRO)

Dewan Pengarah

Steering Committe

Kepala Sekretariat / Deputi CRO

Manajer Program Staff Komunikasi

Pengelola Hibah

Third Party Grantee

Mitra Penyusunan Strategi

Strategy Partner

Kelompok Kerja

Working Group

Keterangan:

Garis komandoGaris koordinasi

Sekretariat Jakarta Berketahanan

diperkuat oleh keberadaan Dewan Pengarah/Steering Committee (SC) dan Kelompok Kerja/Working Group (WG).

Dewan Pengarah terdiri dari para pakar, akademisi, praktisi, tokoh masyarakat, dan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertugas untuk memberikan dukungan penyusunan dan pelaksanaan Strategi Ketahanan Kota Jakarta. Sedangkan Kelompok Kerja terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun pihak/lembaga pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya yang terlibat dalam penyusunan dan pelaksanaan Strategi Ketahanan Kota.

Struktur organisasi Tim Jakarta Berketahanan digambarkan (Gambar 1.3) sebagai berikut:

Gambar 1.3 Struktur Organisasi Tim Jakarta Berketahanan

22 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

1.5 PROSES PENYUSUNAN STRATEGI KETAHANAN KOTA

Tujuan utama Strategi Ketahanan Kota adalah untuk memicu hadirnya ikhtiar, investasi, dan dukungan dari pemerintah setempat maupun pihak luar bagi perwujudan Jakarta sebagai kota berketahanan.

Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO), sebagai koordinator dan pemimpin utama dalam mewujudkan dan mengembangkan ketahanan kota, bertanggung jawab dalam merancang, menyusun serta melakukan implementasi Strategi Ketahanan Kota Jakarta tersebut.

Proses penyusunan strategi ketahanan terbagi ke dalam 3 (tiga) tahapan (Gambar 1.4), yaitu:

1. Tahap I: Tahapan ini dirancang untuk proses pemindaian menyeluruh tentang ketahanan kota, pembentukan sekretariat untuk membantu CRO, dan pelibatan awal para pakar dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan, pandangan, serta tanggapan kritis mengenai ketahanan kota.

2. Tahap II: Tindak lanjut dan analisis yang lebih mendalam terhadap hasil Tahap I untuk menyepakati Strategi Ketahanan Kota. Pada Tahap II, CRO akan bermitra dan/atau bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang memiliki beragam latar belakang dan mitra penyusunan strategi (Strategy Partner).

3. Tahap III: Kelembagaan dan Implementasi (Institutionalization and Implementation). Tahap implementasi strategi ketahanan kota dalam rangka mewujudkan ketahanan kota.

Pada Tahap I dilakukan analisis menyeluruh tentang konteks kota Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai kegiatan pelibatan pemangku kepentingan untuk memahami lebih dalam persepsi para pemangku kepentingan kunci (key stakeholders) tentang kondisi ketahanan kota, ikhtiar yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI terkait ketahanan kota, serta menemukenali guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) utama.

TAHAP IPRA

Penilaian Awal Ketahanan

TimKerja

Dewan

Pengarah

Peblibatan Pemangku

Kepentingan

Ikhtiar kota

Konteks Kota

Persepsi Ketahanan

Fokus Utama

Aset, Guncangan, dan Tekanan

Penyusunan Rencana Kerja

Jakarta Berketahanan

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Penilaian Peluang

Strategi Ketahanan

Kota

Pe

mb

en

tukan

In

stit

usi

dan

Im

ple

me

nta

si

MenujuTAHAP II

Gambar 1.4 Proses Penyusunan Strategi Ketahanan Kota

23

JAKARTA B ERKETAHANAN

TAHAP IPRA

Penilaian Awal Ketahanan

TimKerja

Dewan

Pengarah

Peblibatan Pemangku

Kepentingan

Ikhtiar kota

Konteks Kota

Persepsi Ketahanan

Fokus Utama

Aset, Guncangan, dan Tekanan

Penyusunan Rencana Kerja

Jakarta Berketahanan

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Penilaian Peluang

Strategi Ketahanan

Kota

Pe

mb

en

tukan

In

stit

usi

dan

Im

ple

me

nta

si

MenujuTAHAP II

Proses penyusunan strategi ketahanan kota, dilakukan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait di DKI Jakarta. Pendekatan tersebut memungkinkan integrasi lintas sektor, tingkat pemerintahan, serta wilayah kota/kabupaten.

Sejalan dengan hal tersebut, Strategi Ketahanan Kota Jakarta juga memberikan ruang bagi berbagai pemangku kepentingan (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, perkumpulan masyarakat, akademisi, dan media) untuk berkolaborasi dalam implementasi strategi.

Proses membangun ketahanan kota (urban resilience) bukanlah merupakan proses linier. Upaya yang dilakukan akan ditinjau kembali seiring dengan ditemukenalinya guncangan (shocks) dan/ atau tekanan (stresses) baru, penerapan program, gagasan dan data baru, serta terbukanya peluang untuk berkolaborasi.

Melalui proses tersebut, Jakarta diharapkan dapat menemukenali kekuatan dan kekurangannya sehingga tidak hanya mampu mengurangi dampak buruk saat terjadi krisis, termasuk krisis yang tidak bisa diprediksi, bahkan mampu bangkit dengan lebih kuat.

Pada akhirnya, strategi ketahanan kota bukanlah peta jalan (roadmap) yang statis melainkan dokumen dinamis yang ditinjau secara berkala untuk direvisi sesuai dengan konteks yang berkembang.

Selain itu, Program 100RC juga memberikan kesempatan bagi Jakarta untuk mendapatkan dukungan dari jejaring yang dimilikinya. Berbagai macam dukungan berupa bantuan teknis, konsultasi, serta koneksi kepada kota-kota lain yang tergabung dalam jejaring 100RC dapat menjadi salah satu masukan bagi Jakarta dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.

24 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

1.6 KEGIATAN MENUJU JAKARTA BERKETAHANAN

Menyusul terpilihnya Jakarta sebagai anggota Kota Berketahanan dalam jejaring internasional 100RC, telah diselengggarakan beberapa kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait dalam rangka menyusun Strategi Ketahanan Kota. Selain itu, dilaksanakan juga kegiatan dalam rangka meningkatkan kapasitas Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan.

Berikut beberapa kegiatan pokok yang telah dilakukan:

Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan

(November 2016)

Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan adalah kegiatan resmi pertama Jakarta dengan jejaring 100 RC. Lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal 17 November 2016 di Ballroom Hotel Grand Hyatt menghadirkan berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama mendiskusikan isu ketahanan Jakarta.

Lokakarya menghadirkan Chief Resilience Officer (CRO) Bangkok dan Semarang yang telah menjadi anggota jejaring 100RC Asia Tenggara pada tahun 2013. Mereka memberikan beragam pandangan mengenai tantangan dan peluang terkait proses membangun ketahanan kota (Gambar 1.5).

Pada diskusi panel, Dr. Supachai (CRO Bangkok) menjelaskan bahwa tantangan utama dari proses penyusunan strategi ketahanan adalah bagaimana melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang beragam.

Sedangkan, Purnomo (CRO Semarang) menekankan pentingnya mengambil pendekatan terpadu dalam mengembangkan solusi serta bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.

Setelah diskusi panel, acara dilanjutkan dengan sesi latihan kelompok (small group

exercise) yang bertujuan untuk memicu terjadinya diskusi antara para pemangku kepentingan tentang guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) sesuai dengan konteks kota Jakarta dalam rangka memahami kondisi terkini ketahanan kota Jakarta (lihat Gambar 1.6).

Proses menemukenali pemangku kepentingan dan penerapan pendekatan kolaborasi dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota menjadi salah satu latihan yang dilakukan dalam lokakarya ini.

Gambar 1.5 Sesi Diskusi Panel pada Lokakarya Perdana

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

25

JAKARTA B ERKETAHANAN

Guncangan Tekanan

Banjir

Kebakaran

Demonstrasi

Wabah Penyakit

Kerusuhan/ K e r e s a h a n Sosial

KegagalanInfrastruktur

Gempa Bumi

Kemacetan

Keterjangkauan Perumahan

Polusi Udara

PenangananLimbah

Narkoba

Sanitasi danD r a i n a s e yang Buruk

PerubahanPeruntukanLahan

AksesAir Bersih

PenurunanMuka Tanah

Korupsi

Akses ke R u a n g Publik

Pada tanggal 19 Januari 2017, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berperan selaku CRO berkolaborasi dengan 100RC menyelenggarakan diskusi kelompok menggunakan simulasi papan permainan kota untuk memicu peserta berdiskusi terkait ketahanan kota (Gambar 1.7).

Nexus! merupakan simulasi permainan papan tentang kondisi ekonomi yang dihadapkan dengan tekanan (stresses) terkait permasalahan energi, air, dan pangan. Permainan ini menggunakan metode pelibatan yang menyenangkan dan interaktif dalam memahami konsep ‘ketahanan’ yang terkesan abstrak.

Permainan ini digunakan untuk memicu munculnya diskusi terkait tantangan untuk mengelola sumber daya yang terbatas, memungkinkan para peserta untuk berpikir di luar peranannya di dunia nyata, serta memicu terjadinya percakapan para pemangku kepentingan di Jakarta terkait ketahanan.

Simulasi Permainan Kota Nexus!

(Januari 2017)

Gambar 1.7 Simulasi Permainan Kota Nexus! di Jakarta

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gambar 1.6 Daftar Guncangan dan Tekanan Hasil Lokakarya Perdana

Sumber: Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan

26 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Memiliki kota lain dari Indonesia yang tergabung di jejaring 100RC merupakan keuntungan tersendiri bagi Jakarta sehingga bisa saling berbagi pengalaman dalam penyusunan strategi ketahanan kota. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang diwakili oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berperan sebagai CRO Jakarta, Asisten Deputi Gubernur bidang Tata Ruang, Kepala Bidang Mitigasi terhadap Perubahan Iklim Dinas Lingkungan Hidup, serta Staf Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri (KDH/KLN) berkunjung ke Semarang pada bulan Maret 2017 (Gambar 1.8).

Kunjungan ini bertujuan untuk saling berbagi pengalaman dengan Semarang, terkait (i) menemukenali dan memahami tantangan ketahanan kota; (ii) membentuk kantor ketahanan kota; (ii) menyusun strategi ketahanan kota beserta implementasinya, dan (iv) membentuk struktur tim ketahanan kota.

Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berperan selaku CRO bersama dengan 100RC menyelenggarakan pertemuan selama 3 (tiga) hari guna menyusun peta jalan/roadmap untuk perwujudan Jakarta Berketahanan (Gambar 1.9). Pertemuan ini merupakan kesempatan untuk:

(i) Mendiskusikan tujuan, peluang, dan nilai-nilai unik dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.

(ii) Meninjau kembali kegiatan dan perangkat utama serta peluang menggunakan sumberdaya lainnya yang akan digunakan di Tahap I.

Kunjungan Kerja ke Semarang

(24 Maret 2017)

Peluncuran Tahap I

(2-5 Mei 2017)

(iii) Meninjau kembali kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya serta menemukenali tujuan dan pendekatan serta kegiatan di Tahap I.

(iv) Menemukenali dukungan utama yang dibutuhkan tim Jakarta Berketahanan serta memikirkan upaya pemanfaatan sumberdaya lokal dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.

Gambar 1.8 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO berkunjung ke kantor 100RC Semarang

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gambar 1.9 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO dan Tim 100RC saat Peluncuran Tahap I

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

27

JAKARTA B ERKETAHANAN

100RC menyelenggarakan City XChange Summit di Bellagio, Italia pada bulan Mei 2017 untuk mengembangkan peluang inovasi berbasis masalah bagi kota anggota jejaring 100RC. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengembangkan peta jalan (roadmap) kolaborasi antara kemajuan teknologi dengan ketahanan kota. Kegiatan yang digagas oleh 100RC ini dihadiri oleh lebih dari 40 pemimpin kota, inovator, dan investor.

Jakarta diwakili oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Oswar Mungkasa, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Tuty Kusumawati (lihat Gambar 1.10). Dalam proses diskusi, Jakarta menjelaskan bahwa air bersih dan sanitasi menjadi salah satu isu utama yang perlu didalami lebih lanjut dengan

100 RC mengundang seluruh kota anggota jejaringnya dalam acara tahunan, Global Summit. Pada tahun 2017, pertemuan tersebut dilaksanakan di New York yang dihadiri oleh sekitar 80 Chief Resilience Officer (CRO) dan menjadi sarana untuk berbagi gagasan dan inovasi serta kolaborasi dalam rangka menemukan solusi dan praktik unggulan (best practices) untuk mengatasi tantangan ketahanan kota.

Jakarta diwakili oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, yang berperan selaku CRO dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta (lihat Gambar 1.11). Pada sesi diskusi kelompok, Jakarta mengusung topik: Driving Water Security - Water Funds mengenai isu air bersih dan sanitasi di Jakarta.

Bellagio CityXChange Summit

(14-18 Mei 2017)

bantuan teknologi dan mitra venture capital yang dimiliki oleh 100RC.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, 100RC memasilitasi uji coba terkait pengolahan air limbah skala komunitas sebagai bagian dari sistem pengolahan air limbah Jakarta.

New York Global Summit 2017

(23 -27 Juli 2017)

Gambar 1.10 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO didampingi oleh Kepala Bappeda DKI Jakarta di

Bellagio City XChange Summit

Sumber: Dokumentasi Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gambar 1.11 Wakil dari Jakarta dan Semarang di New York Global Summit.

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

28 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Sekretariat Jakarta Berketahanan bersama staf Kedeputian bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, UCLG Asia Pacific (Third-party grantee), AECOM (Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) mengikuti orientasi yang diselenggarakan selama 2 (dua) hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 6 dan 7 September 2017 (lihat Gambar 1.13 dan 1.14)

.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada Sekretariat Jakarta Berketahanan tentang program 100RC, teori ketahanan/resilience serta metode pendekatan untuk menjaring partisipasi dan penyampaian informasi kepada publik. Disamping itu, orientasi ini juga ditujukan untuk membekali Sekretariat Jakarta Berketahanan dalam membangun dan memperkuat kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan.

Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan (September 2017)

Gambar 1.13 Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, Jakarta 6 -7 September 2017

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gambar 1.14 Kunjungan lapangan ke OPD terkait perencanaan kota dalam Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, 6 -7 September 2017

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

Selain itu, dilangsungkan juga penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak (Letter of Intent/LoI), yang telah ditandatangani terlebih dahulu oleh Gubernur DKI Jakarta, oleh Presiden 100RC Michael Berkowitz (lihat Gambar 1.12). Penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak tersebut menandai secara resmi kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dan 100RC.

Gambar 1.12 Penandatanganan Letter of Intent kerjasama Pemprov DKI Jakarta dan program 100 RC oleh Presiden 100 RC Michael Berkowitz

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

29

JAKARTA B ERKETAHANAN

Seminar Penilaian Awal Ketahanan adalah kegiatan puncak Tahap I Program Jakarta Berketahanan. Seminar ini bertujuan untuk (i) Melaporkan kembali semua keluaran, hasil, dan temuan pada Tahap I serta menghadirkan 5 (lima) fokus utama (discovery area) kepada peserta yang telah ambil bagian pada Tahap I penyusunan Strategi Ketahanan Kota; (ii) Mendapatkan masukan dari peserta yang berasal dari latar belakang yang lebih luas dan beragam dan (iii) Menyediakan landasan awal terkait tahap selanjutnya dari proses penyusunan Strategi Ketahanan Kota Jakarta.

Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota/ Preliminary Resilience Assessment

(11 Oktober, 2017)

Gambar 1.15 Seminar Penilaian Awal Ketahanan, Balai Agung, 11 Oktober 2017

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

Pertemuan kemitraan merupakan sarana pelibatan pemangku kepentingan, terutama organisasi non-pemerintah, dalam membangun ketahanan kota. Pertemuan dilakukan untuk menjelaskan kemajuan program dan peluang kemitraan dalam mewujudkan Jakarta berketahanan.

Sekretariat Jakarta Berketahanan diundang sebagai nara sumber sekaligus fasilitator dalam Pelatihan Penyusunan Perencanaan dengan Pendekatan Kolaboratif yang diselenggarakan oleh Bappeda DKI untuk para staf perencana di Bappeda dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

Pertemuan Kemitraan Jakarta Berketahanan (Oktober, 2017)

Pelatihan Pengarusutamaan Pendekatan Kolaboratif bagi OPD di Provinsi DKI Jakarta (November, 2017)

Gambar 1.16 Pertemuan Kemitraan Jakarta Berketahanan

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

Gambar 1.17 Pelatihan Pengarusutamaan Pendekatan Kolaboratif dalam Penyusunan Perencanaan

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

30 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Gambar 1.18 Perjalanan Jakarta Berketahanan

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan

31

JAKARTA B ERKETAHANAN

2JAKARTA DANKOMPLEKSITASNYA

JAKARTA B ERKET AHANAN

Bab II Jakarta dan Kompleksitasnya merupakan hasil pengumpulan data yang menjadi dasar bagi penyusunan Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) dan penentuan Fokus Utama/Discovery Areas.

Data awal dan informasi mengenai DKI Jakarta secara menyeluruh dihadirkan dalam dokumen ini untuk menggambarkan status ketahanan kota Jakarta serta menjelaskan isu utama yang dialami pada saat ini dan di masa mendatang. Data dan informasi tersebut memberikan pemahaman mengenai tantangan dan peluang dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan.

34 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Gambaran umum DKI Jakarta membahas ketahanan kota Jakarta dengan melihat beberapa aspek, yaitu: (i) Kondisi Geografis DKI Jakarta; (ii) Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan dan Pusat Perekonomian; (iii) Kota Metropolitan Jabodetabek; (iv) Demografi DKI Jakarta; dan (v) Klimatologi dan Hidrologi DKI Jakarta.

2.1.1 Kondisi Geografis DKI Jakarta

Secara geografis, DKI Jakarta terletak pada koordinat antara 6°12'LS dan 106°48'BT. Kota Jakarta terletak pada dataran rendah yang memiliki ketinggian rata-rata 7 (tujuh) meter di atas permukaan air laut. Wilayah DKI Jakarta meliputi daratan seluas 662,33 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2, serta memiliki sekitar 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu 1 .

Wilayah DKI Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara; Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat di bagian timur; Kota Depok Provinsi Jawa Barat di bagian selatan; dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten di bagian barat.

Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh seorang Gubernur. Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 5 (lima) Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi yang masing-masing dipimpin oleh Walikota dan Bupati yang ditunjuk oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Selain memiliki status khusus sebagai ibukota negara, DKI Jakarta merupakan kota yang berfungsi sebagai sebuah provinsi otonom dan memiliki tugas serta kewenangan yang berbeda dengan pemerintah pusat.

1 BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam Angka 2017. Jakarta, Indonesia: BPS DKI Jakarta. Diakses dari https://jakarta.bps.go.id pada tanggal 3 September 2018

2.1 GAMBARAN UMUM DKI JAKARTA

35

JAKARTA B ERKETAHANAN

luas 48,13 km2

luas 146,66 km2

luas 129,54 km2

luas 141,27 km2

luas 188,03 km2

luas 8,70 km2

Gambar 2.1 Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta

36 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.1.2 Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan dan Pusat

Perekonomian

Jakarta memiliki status khusus sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga disebut sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta menjadi pusat pemerintahan NKRI. Karena fungsi tersebut, DKI Jakarta menjadi lokasi berbagai kantor pemerintah pusat, contohnya seperti: Kantor Lembaga Eksekutif (Kantor Presiden, Kantor Wakil Presiden, dan Kantor Kementerian, dan Kantor Lembaga Negara); Kantor Lembaga Legislatif (Kantor MPR dan Kantor DPR); Kantor Lembaga Yudikatif (Kantor Kejaksaan Agung, Kantor Kehakiman, Kantor Mahkamah Agung, dan Kantor Mahkamah Konstitutional); Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Polri); Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI); dan kantor Kementerian/Lembaga lainnya.

DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara juga memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat atau perwakilan lembaga internasional , termasuk tempat berkedudukan Sekretariat Association of Southeast Asian Nation (ASEAN)2.

Statusnya sebagai ibukota negara ini juga turut menjadikan DKI Jakarta sebagai salah satu pusat kegiatan perekonomian. Hal ini turut menjadikan DKI Jakarta sebagai lokasi berdirinya berbagai kantor pusat BUMN dan perusahaan swasta. Kondisi ini semakin meningkatkan daya tarik Jakarta sebagai sumber mata pencaharian sehingga meningkatkan jumlah pendatang dari kota dan kabupaten di sekitar Jakarta serta dari wilayah lain di seluruh Indonesia (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2017).

Banyak dari para pendatang tersebut bekerja dan bermukim di DKI Jakarta sehingga urbanisasi dan perkembangan kota juga semakin meningkat. Perkembangan kota yang pesat pun meningkatkan saling ketergantungan antara DKI Jakarta dengan kota dan kabupaten di sekitarnya sehingga menjadikan DKI Jakarta dan wilayah di sekitarnya ini menjadi Kota Metropolitan Jabodetabek.

Foto : Appai (Unsplash)

37

JAKARTA B ERKETAHANAN

2.1.3 Wilayah Metropolitan Jabodetabek

Wilayah metropolitan Jabodetabek merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara dan menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Tokyo, Jepang. Populasi penduduk Jabodetabek adalah sekitar 31.077.315 jiwa3 . Wilayah Jabodetabek meliputi 10 Kota/Kota Administratif dan 4 (empat) Kabupaten/Kabupaten Administratif. Terdapat 8 (delapan) kota dan kabupaten di Provinsi Banten dan Jawa Barat yang masuk ke dalam wilayah Metropolitan Jabodetabek, yaitu: Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota

2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

3 Badan Pusat Statistik DKI Jakarta (BPS), 2017.4Sunarharum, T.M. (2016). Collaborative Planning for Disaster Resilience: The Role of Community Engagement

for Flood Risk Management (Disertasi). Diakses dari https://eprints.qut.edu.au/101560/ pada tanggal 3 September 2018

Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

DKI Jakarta adalah ibukota negara dan satu-satunya kota di Indonesia dengan status administrasi setingkat provinsi. Pasangan Gubernur-Wakil Gubernur dipilih langsung oleh warga Jakarta untuk memimpin Provinsi DKI Jakarta selama 5 (lima) tahun.

Gambar 2.2 Peta Kota Metropolitan Jabodetabek

Sumber: Dimodifikasi dari Sunarharum, 20164

38 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.1.4 Demografi DKI Jakarta

Jakarta adalah salah satu kota padat yang terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jakarta mengalami peningkatan kepadatan penduduk hingga 15.367 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2017 dan diprediksi akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk 0,9% pada tahun 20205. Dengan angka kelahiran umum yang melebihi angka kematian, Jakarta menjadi tempat tinggal bagi kurang lebih sebesar 10,3 juta jiwa6.

Populasi tertinggi penduduk Jakarta terkonsentrasi di Kota Administratif Jakarta Timur (2.935.685 jiwa), diikuti oleh Kota Administratif Jakarta Barat (2.317.181 jiwa), dan Kota Administratif Jakarta Selatan (2.184.264 jiwa)7. Kepadatan penduduk Jakarta adalah 15.370 orang/km2, yang merupakan kepadatan tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia.

Penglaju dari wilayah sekitar Jakarta semakin meningkatkan populasi Jakarta pada siang hari. Hal ini terlihat dari jumlah penglaju sebanyak 1.382.296 orang yang bertempat tinggal di wilayah

A. KOMPOSISI PENDUDUK

BPS DKI Jakarta mengungkapkan bahwa di DKI Jakarta jumlah penduduk wanita sebanyak 5.088.725 jiwa dan pria sebanyak 5.216.683 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif yaitu 6.621.051 jiwa, lebih besar dari usia non produktif yaitu 3.656.577 jiwa.

Jakarta adalah Durian Besar yang menjadi magnet hampir semua suku dari berbagai wilayah Indonesia untuk melakukan migrasi mencari mata pencaharian. Jakarta adalah wilayah pencampuran etnis dan agama paling beragam di indonesia. Jakarta juga menjadi tempat tinggal beragam kelompok suku, bahkan proporsi Suku Betawi sebagai penduduk asli berada di peringkat kedua (27,8%) setelah Suku Jawa (35,2%) yang merupakan pendatang9 . Semua kelompok suku secara terbuka merayakan budaya mereka, termasuk kelompok minoritas, seperti orang Tionghoa-Indonesia. Seluruh etnis mempunyai kesempatan sama dalam berekspresi dan hak-hak dasarnya juga dilindungi oleh konstitusi.

Sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statitistik menunjukkan bahwa mayoritas penduduk DKI menganut Agama Islam (8,2 juta), yang disusul oleh pemeluk Agama Kristen (724 ribu), kemudian Budha, Katolik, dan Hindu. Terlepas dari perbedaan yang ada, ragam agama yang dipeluk warga Jakarta dipandang sebagai contoh keberagaman/pluralism di negara yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Salah satu perwujudan toleransi berupa lokasi Masjid Istiqlal yang berada di samping Gereja Katedral. Hal ini merupakan simbol solidaritas dan kesatuan agama di Indonesia.

600.000 400.000 200.000 00 200.000 400.000 600.000

65+

60-64

55-59

50-54

45-49

40-44

35-39

30-34

25-29

20-24

15-19

10-14

5-9

0-4

Wanita

Pria

Lainnya

Minangkabau

Batak

Tionghoa

Melayu

Sunda

Betawi

Jawa 35,2%

1,6%

27,8%

5,5%

3,2%

3,6%

15,3%

7,9%

1 2

5Bappenas, BPS, dan UNFPA. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Diakses dari Katalog BPS: 2101018.6BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta Dalam Angka 2017. 7BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta Dalam Angka 2017.

39

JAKARTA B ERKETAHANAN

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

Islam Kristen Protestan

KristenKatolik

Buddha Hindu

8.200.000

724.000

303.000 318.00020.000

Gambar 2.3 Peta Kepadatan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2013

Sumber: Dimodifikasi dari BPS DKI Jakarta, 2017

1. Gambar 2.4 Diagram Penduduk DKI Jakarta

menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2017

Sumber: BPS DKI Jakarta, 2017

2. Gambar 2.5 Komposisi Penduduk DKI

berdasarkan Etnis

Sumber: Jakarta Open Data, 2017

3. Gambar 2.6 Komposisi Penduduk DKI

berdasarkan Agama

Sumber: BPS DKI Jakarta, 2017

3

40 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.1.5 Klimatologi dan Hidrologi DKI Jakarta

A. KLIMATOLOGI

Provinsi DKI Jakarta pada umumnya beriklim tropis atau panas dan kering, dengan suhu udara maksimum di bulan Mei dan September sebesar 35,20C, dan suhu udara minimum di bulan Juni sebesar 23,40C10 . Musim penghujan di Jakarta didominasi oleh monsoon barat laut yang basah yang terjadi pada bulan November hingga Maret, sedangkan musim kemarau dipengaruhi oleh monsoon tenggara yang kering yang terjadi pada bulan Mei sampai September11 . Kelembaban udara di Jakarta berkisar antara 59%-93%, dengan curah hujan tertinggi di bulan Februari sebesar 451,75 mm2, dan curah hujan terendah di bulan Desember yaitu sebesar 41,7 mm2 12.

DKI Jakarta secara umum juga terkena dampak pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Peningkatan suhu udara dapat berdampak pada pola curah hujan yang bisa meningkatkan ancaman terjadinya guncangan, yaitu bencana banjir dan rob, penurunan muka tanah (land subsidence), wabah penyakit, serta abrasi wilayah pesisir13.

B. HIDROLOGI

Wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari kawasan pesisir seluas 155 km2 14, serta terdiri dari pulau-pulau kecil yang terletak di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Jakarta juga merupakan Kota Delta karena terletak pada muara sungai. Jakarta dialiri oleh 13 (tiga belas) sungai yang terbagi dalam 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat. Garis pantai sepanjang 35 km di sisi utara Jakarta merupakan tempat bermuaranya ketiga belas sungai tersebut.

Tiga belas sungai tersebut yaitu Sungai Mookervart, Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut,

Sungai Baru Barat, Sungai Ciliwung, Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Baru Timur, Sungai Buaran, Sungai Jati Kramat, dan Sungai Cakung15. Adapun Sungai Ciliwung merupakan sungai utama yang terbentang sepanjang 120 km, dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 387 km2 yang berhulu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kondisi bentang alam Jakarta yang secara alamiah merupakan kawasan delta/muara sungai berdampak pada sebesar 40% dari luas lahan total di Jakarta berada di bawah permukaan laut, yaitu sekitar 1 hingga 1,5 meter di bawah permukaan laut. Keadaan ini meningkatkan risiko banjir dari tingginya curah hujan dan kenaikan muka air laut.

10 BPBD DKI Jakarta. (2013). Rencana penanggulangan bencana provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2017. 11 Aldrian, E., Susanto, R. D. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Region within Indonesian and Their

Relationship to Surface Temperature. International Journal of Climatology, 23(12), 1435-1452. 12 BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam angka 2017. J13 BPBD DKI Jakarta. (2013). Rencana penanggulangan bencana provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2017. 14 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2013-2017. 15 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2013-2017

41

JAKARTA B ERKETAHANAN

Gambar 2.7 Peta Sungai Provinsi DKI Jakarta

42 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.2 GAMBARAN KETAHANAN KOTA JAKARTA

Gambaran ketahanan kota Jakarta diulas berdasar pada Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF), yang mencakup 4 (empat) dimensi, yaitu: (i) Kesehatan dan Kesejahteraan; (ii) Ekonomi dan Masyarakat; (iii) Infrastruktur dan Lingkungan; dan (iv) Kepemimpinan dan Strategi.

2.2.1 Kesehatan dan Kesejahteraan

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Kesehatan dan Kesejahteraan. Aspek yang dibahas mengacu pada isu terkait faktor penggerak (driver) ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) pemenuhan kebutuhan dasar; (B) penghidupan dan pekerjaan yang layak; dan (C) pelayanan kesehatan masyarakat.

A. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak pemenuhan kebutuhan dasar. Faktor penggerak pemenuhan kebutuhan dasar yang diulas berupa gambaran ketahanan kota Jakarta terkait beberapa isu, yaitu: (i) pemenuhan kebutuhan dasar keluarga; (ii) ketahanan pangan; (iii) pemenuhan kebutuhan gizi; (iv) air minum dan sanitasi; dan (iv) penyediaan perumahan layak dan terjangkau.

a. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Keluarga - Jakarta menempati peringkat terendah di Indonesia untuk persentase keluarga pra-sejahtera pada tahun 2013. Berdasarkan profil pendataan keluarga oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), diketahui bahwa keluarga pra-sejahtera pada tahun 2012 adalah 0,75% dari total penduduk Jakarta. Merujuk angka tersebut, diketahui bahwa sebagian besar keluarga di Jakarta telah dapat memenuhi 6 (enam) indikator kebutuhan dasar keluarga, diantaranya kebutuhan akan pangan, sandang, rumah, kesehatan, pelayanan Keluarga Berencana (KB), dan pendidikan 9

(sembilan) tahun. Meskipun proporsi keluarga pra-sejahtera terlihat rendah, pemenuhan kebutuhan dasar masih menjadi fokus utama pemerintah Jakarta agar seluruh warganya dapat memiliki akses yang sama terhadap kebutuhan dasar.

b. Ketahanan Pangan - Tantangan dalam

menjaga ketahanan pangan di Jakarta adalah terbatasnya lahan pertanian, ketergantungan sumber daya dari daerah lain, meningkatnya jumlah penduduk, terbatasnya akses terhadap informasi tentang ketahanan pangan dan konsumsi beras yang tinggi. Satu-satunya hasil pertanian yang masih dihasilkan di wilayah DKI Jakarta adalah padi. Produksi jagung dan kedelai lokal hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.

c. Pemenuhan Gizi - Perkembangan

status gizi balita menjadi salah satu cara untuk melihat kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan di Jakarta. Sekitar 14% bayi di Jakarta memiliki kualitas gizi dibawah normal. Persentase balita dengan status kurang gizi atau gizi buruk di Jakarta paling banyak terdapat di wilayah Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara, yaitu berturut-turut sebesar 2,95% dan 1,05% total penduduk masing-masing wilayah. Hal ini disebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah dan minimnya pengetahuan tentang gizi anak di masyarakat.

43

JAKARTA B ERKETAHANAN

d. Air Bersih dan Sanitasi - Selain

pangan, salah satu kebutuhan dasar yang masih belum dapat dipenuhi adalah akses terhadap air bersih dan sanitasi. Secara keseluruhan, konsumsi air di DKI Jakarta pada tahun 2014 adalah sebesar 970,99 juta m3 dan meningkat hingga 974,77 juta m3 pada tahun 2015. Konsumsi air yang semakin meningkat setiap tahunnya belum bisa sepenuhnya disediakan oleh PD PAM Jaya. Produksi air bersih oleh PD PAM Jaya tahun 2014 sebesar 537,02 juta m3 tidak seluruhnya dapat tersalurkan kepada pelanggan akibat adanya kebocoran pipa. Selain itu, kesulitan air baku dan pendistribusian air masih menjadi kendala PD PAM Jaya untuk bisa melayani seluruh masyarakat Jakarta.

e. Penyediaan Perumahan Layak dan Terjangkau

Pertambahan jumlah penduduk sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan hunian. Jakarta mengalami kekurangan 700.000 rumah dalam 10 tahun terakhir. Kawasan hunian menghabiskan sebesar 48,41% lahan dari total luas lahan Jakarta. Hal ini mengakibatkan terus meningkatnya harga perumahan di Jakarta sehingga banyak penduduk yang memilih untuk tinggal di wilayah kumuh di bantaran sungai dan rel kereta api.

Lebih baik Lebih buruk

57%Air yang bisa

diminum

40%Air dalam

kemasan botol

40%Menggunakan

septic tank

20%Pengolahan

air limbah

97%Air permukaan yang terkontaminasi

40%Air bawah tanah terkontaminasi

60%Tidak menggunakan septic tank

80%Air limbah tidak terolah

x

Gambar 2.8 Penilaian Kinerja terkait Air Bersih dan Air Limbah Berdasarkan populasi di DKI Jakarta

Sumber: PAM Jaya, 2017

Hal ini juga menunjukan bahwa Jakarta masih perlu meningkatkan upaya penyediaan rumah yang terjangkau untuk masyarakat. Dari 480.508 rumah yang diperiksa pada tahun 2016, hanya 56,8% rumah yang layak dikategorikan sebagai rumah yang sehat untuk masyarakat16. Guna mengatasi hal ini, pemerintah telah berencana membangun 50.000 unit hunian rumah susun di seluruh wilayah ibu kota yang diperuntukkan tidak hanya bagi warga miskin namun juga warga ibukota kelas menengah.

16Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2016). Profil Kesehatan provinsi DKI Jakarta 2016.

Gambar 2.9 Pemetaan Harga Tempat Tinggal dan Lokasi Tempat Kerja di DKI Jakarta

Sumber: World Bank Group, 2017

Gambar 2.10 Pemetaan Kawasan Kumuh dan Banjir

Sumber: World Bank Group, 2017

44 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

B. PENGHIDUPAN DAN PEKERJAAN YANG LAYAK

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak. Faktor penggerak Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak diulas berdasar beberapa isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (i) ketersediaan pekerjaan; (ii) tingkat pendidikan; dan (iii) jumlah pengangguran.

a. Ketersediaan Pekerjaan

Berdasarkan data penduduk 2015, sebagian besar penduduk Jakarta berada di dalam rentang kelompok usia produktif17. Jumlah penduduk usia produktif Jakarta mencapai 6.851.210 jiwa dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 68,09%18 . Sebagian besar penduduk Jakarta bekerja di sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi sebanyak 1,518 ribu orang (33,67%), disusul oleh jasa kemasyarakatan sebesar 1,215 orang (26,94%), dan industri sebesar 588 ribu orang (13,03%).

b. Tingkat Pendidikan

Penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan SMA sederajat, yaitu sebanyak 1.952.000 orang (43,28%) dan diikuti oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah sebanyak 1.478.000 orang (32,78%). Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI tahun 2014 adalah Rp. 2.441.301, naik dari tahun 2013 sebesar UMP 2013 Rp, 2.200.000 atau kenaikan sebesar 10,96%. Sedangkan laju inflasi di DKI Jakarta tahun 2014 adalah 8.95 %, dengan demikian kenaikan UMP DKI tahun 2014 berada diatas inflasi dengan selisih 2,01%19.

c. Jumlah Pengangguran

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jakarta mencapai 9,02%20 dan berhasil turun hingga 7,14% pada tahun 201721. Tingkat pengangguran

tertinggi di Jakarta tercatat dari Jakarta Timur, yaitu 7,8% dengan angka pengangguran sebesar 99.030 jiwa. Sedangkan TPT terendah terdapat di Kepulauan Seribu dengan 6,03% atau setara dengan 610.675 jiwa pada tahun 201522. Dilihat dari tingkat pendidikan pada bulan Agustus 2017, TPT untuk penduduk yang berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 10,86%. Tingkat pengangguran cenderung rendah untuk penduduk dengan tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 4,13%.

C. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Pelayanan Kesehatan. Faktor penggerak Pelayanan Kesehatan diulas berdasarkan beberapa isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (i) tingkat kesehatan masyarakat; (ii) fasilitas kesehatan dan kesiapsiagaan medis; dan (iii) akses kepada layanan kesehatan.

a. Tingkat Kesehatan Masyarakat

Buruknya sanitasi dan kesehatan lingkungan telah menyebabkan munculnya penyakit menular. Salah satunya adalah gastroenteritis, juga dikenal sebagai penyakit diare yang menular, adalah penyakit menular yang paling umum ditemukan di Jakarta dengan lebih dari 400.000 kasus antara tahun 2007 dan 2010. Penyakit menular lainnya adalah penyakit demam berdarah disusul oleh TBC23.

Selain itu, terdapat pula penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat yang menjadi penyebab umum kematian warga Jakarta, misalnya stroke, kecelakaan lalu lintas, jantung, dan diabetes. Polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor juga

17 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/30/142/jumlah-penduduk-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-provinsi-dki-jakarta-2015.html diakses pada tanggal 10 September 2017

18 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 11 September 2017

19 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/83/upah-minimum-provinsi-dan-inflasi-di-dki-jakarta-1999-2014.html20 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-

kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 09September 201721 https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2017/11/06/251/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--dki-jakarta-sebesar-7-14-persen--.html diakses pada

tanggal 12 September 2017 22 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-

kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 13 September 201723 Jumlah Kasus Penyakit Menular Menurut Jenis Penyakit Tahun 2007-2010. Jakarta Dalam Angka, 2015.

45

JAKARTA B ERKETAHANAN

telah menyumbang merebaknya beberapa penyakit terkait dengan dengan pernapasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia, hampir 60% pasien di rumah sakit di Jakarta menderita penyakit terkait polusi udara, seperti asma dan bronkitis, serta penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

TBCInfeksi Saluran Pencernaan

Demam Berdarah

2010

2009

2008

2007

50,0000 100,000 150,000 200,000 250,000

b. Fasilitas Kesehatan dan Kesiapsiagaan

Medis – Kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di Jakarta, khususnya untuk ibu dan anak, sudah cukup baik. Angka harapan hidup penduduk Jakarta meningkat dari 72 tahun pada tahun 2011 ke angka 74 tahun pada tahun 2016. Angka persalinan ibu oleh tenaga kesehatan mencapai 97,3% pada tahun 2016. Nilai ini menggambarkan kemampuan manajemen program kegiatan ibu dan anak dalam pertolongan persalinan sesuai standar. Selain itu, seluruh kelurahan Jakarta telah mencapai Universal Child Immunization (UCI) yang menunjukan bahwa kegiatan imunisasi lengkap pada bayi terlaksana dengan optimal.

Seiring dengan berjalannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebanyak 81,2% penduduk Jakarta dari berbagai tingkat sosial telah mempercayakan Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan kemudahan pelayanan. Profil kesehatan Jakarta tahun 2016 juga menunjukkan bahwa dari 95 kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang

Gambar 2.11 Penyakit Menular di Jakarta tahun 2007-201024

Sumber: Dimodifikasi dari BPS DKI Jakarta, 2015

terjadi di Jakarta, seluruhnya dapat ditangani dalam waktu kurang dari 24 jam, menunjukan kesiapsiagaan Tim Medis dan Gawat Darurat Dinas Kesehatan Jakarta. Jakarta juga sudah memiliki kesadaran tinggi terhadap kesehatan dan pengelolaan organisasi kesejahteraan di masyarakat, termasuk Posyandu, 63,5% posyandu telah berstatus mandiri25.

c. Akses kepada Layanan Kesehatan

Jakarta telah berhasil meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dasar. Sistem asuransi kesehatan Jakarta, yaitu Kartu BPJS, berupa Kartu Jakarta Sehat yang memberikan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin pemegang KTP DKI Jakarta. Dengan demikian, para pendatang tanpa KTP DKI tidak memiliki akses terhadap layanan ini.

24 BPS DKI Jakarta. (2015). Jakarta dalam angka 2015. Jakarta, Indonesia: BPS DKI Jakarta.25 http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/11_DKI_Jakarta_2016.pdf Diakses pada tanggal 20

September 2017

46 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.2.1 Kesehatan dan Kesejahteraan

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Ekonomi dan Masyarakat. Aspek ini dibahas dengan mengacu pada isu terkait faktor penggerak ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan; dan (B) Kemakmuran Ekonomi.

A. STABILITAS SOSIAL, EKONOMI DAN KEADILAN

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan. Faktor penggerak Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (i) Menekan Kriminalitas; (ii) Penegakan Hukum; dan (iii) Kohesi Sosial.

a. Menekan Kriminalitas

Pada tahun 2016, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya merupakan Polda dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Indonesia26. Bahkan, diperkirakan bahwa setiap 12 menit, terjadi 1 (satu) kejadian kriminalitas yang terjadi di DKI Jakarta27. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya dari seluruh pemangku kepentingan di Jakarta untuk menekan angka kriminalitas.

b. Penegakan Hukum

Peningkatan rasa aman bagi warga Jakarta memerlukan komitmen yang kuat dari aparat penegak hukum untuk menegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu. Selain penegakan hukum terhadap setiap tindak kejahatan di berbagai aspek, yaitu aspek pemerintahan, sosial, politik, dan aspek lingkungan, juga diperlukan adanya pemenuhan keadilan bagi masyarakat Jakarta.

Hal ini sesuai dengan visi Gubernur Jakarta

periode 2017-2022, yaitu “Maju Kotanya, Bahagia Warganya”, yang ditandai dengan kemajuan, keadilan dan kesejahteraan menjadi ciri utama kota Jakarta.

c. Kohesi Sosial

Kehidupan perkotaan menyebabkan kohesi sosial terkoyak dan bahkan menurun. Ketimpangan pendapatan antarwarga yang berlainan etnis dan antara penduduk lokal dan pendatang menjadi salah satu pemicu menurunnya kohesi sosial. Ketimpangan sosial yang terjadi di DKI Jakarta diukur melalui gini ratio atau koefisien yang digunakan untuk mengukur ketidakmerataan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan).

Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 - 1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta, Gini Ratio DKI Jakarta pada September 2017 adalah sebesar 0,409 turun 0,004 poin dari 0,413 pada Maret 2017. Namun bila dibandingkan dengan September 2016, meningkat sebesar 0,012 poin. Meskipun terdapat penurunan Gini Ratio, hal ini tetap memperlihatkan peningkatan ketimpangan sosial di Jakarta dibandingkan tahun 2016.

Diperlukan komitmen yang kuat dari pihak Pemerintah untuk menjamin stabilitas sosial, ekonomi, dan keadilan dengan memasilitasi dan menyediakan akses yang sama kepada penduduk, baik pendatang maupun lokal, untuk meraih keberhasilan di Jakarta. Hal ini seiring dengan visi Gubernur Jakarta periode 2017-2022, yaitu “Aman Kotanya, Bahagia Warganya”, yang menekankan kepada penegakan keadilan dan peningkatan kesejahteraan sebagai ciri utama DKI Jakarta.

26 BPS. (2017). Statistik Kriminalitas 2017.27 BPS. (2017). Statistik Kriminalitas 2017.

47

JAKARTA B ERKETAHANAN

0,397

0,409

0,413

September 2016 Maret 2017 September 2017

Gambar 2.12 Gini Ratio di DKI Jakarta (2016-2017)

Sumber: Dimodifikasi dari BPS DKI Jakarta, 2017

B. KEMAKMURAN EKONOMI

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Kemakmuran Ekonomi. Faktor penggerak Kemakmuran Ekonomi diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (a) Tingkat Pertumbuhan Ekonomi; dan (b) Tingkat Kemiskinan.

a. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2011-2016 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

nasional. Pertumbuhan ekonomi Jakarta berkontribusi sebesar 16,5% atau sekitar seperlima perekonomian nasional. Bahkan, data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 menyebutkan bahwa seperlima ekonomi Indonesia digerakkan oleh Jakarta dan sekitarnya28. BPS juga mengungkapkan bahwa Jakarta menguasai 16.5% ekonomi Indonesia dengan porsi yang paling tinggi adalah Jakarta Pusat sebesar 4.14%29. Angka ini tidak beranjak jauh dari tahun ke tahun walaupun desentralisasi sudah diterapkan sejak tahun 2000-an.

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Nasional DKI Jakarta

6,73

6,53

6,11

5,95

5,85,86

6,17

6,03

5,56

5,02

4,79

5,18

Gambar 2.13 Pertumbuhan Ekonomi Jakarta dari Tahun 2011 hingga Semester I Tahun 2016 (dalam persen)

Sumber: Dimodifikasi dari BPS, 2017

28 BPS DKI Jakarta. (2016). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016.29 BPS DKI Jakarta. (2016). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016.

48 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

b. Tingkat Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2011-2016 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Jakarta berkontribusi sebesar 16,5% atau sekitar seperlima perekonomian nasional. Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi kemiskinan masyarakatnya yang cenderung fluktuatif. Pada tahun 2012, persentase penduduk miskin di DKI Jakarta sebesar 3,69%, tahun 2014 mencapai 3,92%, kemudian di tahun 2016 mencapai 3,75%. Tidak hanya sebatas jumlah dan persentase, indeks kemiskinan juga cenderung fluktuatif.

2.2.3 Infrastruktur dan Lingkungan

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Infrastruktur dan Lingkungan. Aspek yang dibahas mengacu pada isu terkait faktor penggerak ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) perlindungan terhadap aset alam dan buatan; dan (B) mobilitas yang dapat diandalkan.

A. PERLINDUNGAN TERHADAP ASET ALAM DAN BUATAN

a. Ketersediaan Air Bersih

Hanya 57% populasi warga Jakarta yang mendapatkan pelayanan air bersih perpipaan. Sumber air yang disediakan secara lokal hanya 3% yaitu dari Sungai Krukut (Cilandak) dan Sungai Pesanggrahan, sedangkan sisanya 97% bersumber dari luar Jakarta (Bendungan Jatiluhur dan Tangerang30). Terbatasnya cakupan pelayanan air bersih perpipaan telah menyebabkan para pengembang dan masyarakat cenderung menggunakan sumur bor untuk mengambil air tanah31. Hal tersebut berdampak pada bertambahnya penurunan muka tanah terutama di wilayah Utara DKI Jakarta, yaitu sekitar 1-15 cm per tahun.

Pemerintah DKI Jakarta melalui PD. PAM Jaya belum mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Jakarta dikarenakan keterbatasan ketersediaan air baku. Kualitas air sungai dan air tanah dangkal DKI Jakarta tidak layak untuk menjadi sumber air baku karena telah tercemar secara kimiawi dan biologi sehingga menjadi penyebab menyebarnya penyakit. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2016, diperkirakan 162 ribu dari 10,15 juta penduduk DKI Jakarta pernah menderita diare.

Berdasarkan Baku Mutu Lingkungan Hidup DKI Jakarta tahun 2015, hasil penilaian 262 sampel air yang diambil dari 22 sungai di Jakarta, menunjukkan tingkat kualitas air yang kurang baik, moderat dan baik. Sumber air baku di DKI Jakarta juga tercemar oleh beberapa kontaminan, yaitu: (i) Intrusi air laut yang disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan; (ii) air limbah domestik (grey water) yang tidak diolah dari hasil mencuci, mandi, dan memasak; (iii) air limbah industri; serta (iv) air limbah (black water) yang tidak

30PAM Jaya. (2017). “Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta.” FGD Penyusunan RPJMD 2018-2022 Bidang Air Bersih, Air Limbah, Dan Persampahan. 20 July 2017.

31Baker, J.L. (2012). Climate change, disaster risk, and the urban poor: cities building resilience for a changing world. The World Bank.

Foto : Rangga Cahya Nugraha (Unsplash)

49

JAKARTA B ERKETAHANAN

Gambar 2.14 Pemetaan Kualitas Air Jakarta tahun 2016

50 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

diolah dengan benar atau dikarenakan sistem tangki septik yang bocor/tidak kedap. Sekitar 80% air limbah rumah tangga langsung dibuang ke sungai tanpa diolah.

Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan pemantauan dan evaluasi secara ketat terhadap pemanfaatan air tanah oleh warga DKI Jakarta, khususnya pada bangunan gedung tinggi. Selain itu, mendesaknya kebutuhan menemukan solusi berkelanjutan terkait sumber air alternatif, seperti pemanenan air hujan, penyulingan air laut, pengolahan air limbah, dan peningkatan kualitas air baku di DKI Jakarta.

b. Pengelolaan Air Limbah

Dalam pelaksanaan RPJMN 2010–2014, pelaksanaan PP Nomor 16 Tahun 2006 tentang Standar Pelayanan Minimal, dan pelaksanaan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007–2012, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan beberapa pembangunan di beberapa bidang pelayanan dasar termasuk dalam hal sanitasi.

Khusus dalam hal pengelolaan limbah domestik, permasalahan berkutat pada belum meratanya pelayanan pengelolaan air limbah meskipun saat ini telah dioperasikan 2 (dua) unit instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di 4 (empat) pasar, 28 unit di gedung perkantoran serta 2 (dua) unit di kawasan industry, sehingga layanan masih dalam taraf layanan dasar. Berdasarkan data dari USAID IUWASH PLUS, akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman masih rendah atau sekitar 1,05 juta KK di Jakarta belum memiliki akses pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Berdasar data tahun 2014 yang diterbitkan oleh Kementerian PUPR akses sanitasi layak (sistem perpipaan/Off Site dan non perpipaan/On Site) sebesar 87,2%, dan akses

dasar (sistem setempat tanpa tangki septik) 4,1% serta tanpa akses 8,7% (penduduk yang Buang Air Besar Sembarangan) sehingga ada 12,8% limbah tinja yang dibuang langsung tanpa pengolahan.

Kajian Bank Dunia tahun 2016 terhadap kondisi air limbah DKI Jakarta, menunjukkan bahwa 10% limbah tinja warga DKI Jakarta langsung dibuang ke selokan atau sungai melalui Buang Air Besar Sembarangan (BABS) ataupun WC tanpa tangki septik. Meskipun data menunjukan 90% limbah tinja sudah diolah tetapi masih ada 75% sistem On Site yang tidak aman. Disamping itu, masih sekitar 800 ribu penduduk Jakarta yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS).

Pemerintah DKI Jakarta melalui PD. PAL Jaya telah melakukan upaya pembenahan sistem sanitasi, baik upaya yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Untuk mencapai pelayanan 100% akses sanitasi, PD. PAL Jaya melakukan dua pendekatan, yaitu: (i) Sistem Off Site (perpipaan) yang terdiri dari Zona 0 (Setiabudi) hingga Zona 14 dan, (ii) Sistem On Site (Non Perpipaan) dengan Layanan Sedot Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2). Pembangunan sanitasi tidak hanya dilakukan oleh PD. PAL Jaya tetapi juga oleh LSM, masyarakat bahkan swasta.

Sebagai upaya perbaikan sanitasi skala komunal, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk bekerjasama dengan Kementerian PUPR membangun Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang pola pembangunanya dikerjakan oleh masyarakat dan pengawasannya dilakukan oleh tim pengawasan lapangan dari Kementerian PUPR.

51

JAKARTA B ERKETAHANAN

c. Pengelolaan Persampahan

Limbah padat Jakarta yang dihasilkan pada tahun 2014 mencapai 7.147 ton/hari dengan 91% (6.492 ton/hari) yang dikirim ke TPA Bantar Gebang32. Dua kandungan utama dari limbah padat ini adalah sampah organik (53,75%) dan sampah kertas (14,92%). Pengelolaan dan koordinasi TPA telah menjadi tantangan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2014, Walikota Bekasi menyatakan bahwa Bantar Gebang hampir mencapai kapasitas penuh.

Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai juga ikut berkontribusi dalam pencemaran sungai dan perubahan aliran air sungai. Pada tahun 2016, jumlah timbulan sampah harian di DKI Jakarta mencapai 7.147,36 ton per hari dengan timbulan terbesar berasal dari wilayah Jakarta Barat dan menyisakan 655,61 ton sampah yang tidak dapat terangkut per harinya.

Permasalahan ini semakin kompleks seiring dengan peningkatan jumlah volume sampah diperkirakan sebesar 7.500 ton per hari akibat pertambahan penduduk Jakarta. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah membentuk armada pasukan oranye dan mengembangkan jejaring kerja bank sampah di berbagai tingkat pada tahun 2016.

B. MOBILITAS YANG DAPAT DIANDALKAN

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Mobilitas yang Dapat Diandalkan. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta terkait dengan Mobilitas dan Konektifitas di DKI Jakarta.

Mobilitas dan Konektifitas di DKI Jakarta - DKI Jakarta adalah kota metropolitan yang menjadi magnet mobilitas/pergerakan warga, baik pergerakan dari luar dan ke DKI maupun pergerakan di dalam DKI. Berdasarkan data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, 31 juta penduduk Jabodetabek melakukan perjalanan di Jabodetabek sebanyak 47,5 juta per hari tahun 2015.

Kemacetan lalu lintas merupakan isu utama yang dihadapi Jakarta, meskipun berbagai upaya tambahan telah dilakukan untuk mengatasi kemacetan melalui pengembangan angkutan umum33. Kemacetan lalu lintas telah meningkatkan konsumsi Bahan Bakan Minyak (BBM) sekurang-kurangnya 30%. Selain itu, ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil berkombinasi dengan kemacetan lalu lintas telah mengakibatkan penurunan kualitas udara.

Pergerakan Perjalanan/hari Penduduk

Pergerakan di dalam Jakarta 19.447.98010.075.300

Pergerakan Ke Jakarta 2.122.620

Pergerakan dari Jakarta 2.129.74221.002.015

Pergerakan di luar Jakarta 23.853.262

Total 47.553.604 31.077.315

Tabel 2.1 Total Perjalanan di Jabodetabek Tahun 2015 (Perjalanan/hari)

Sumber: Data diolah dari BPTJ, 2015

32BPS DKI Jakarta. (2016). Jakarta dalam Angka 2016. Jakarta: BPS.33Baker, J.L. (2012). Climate change, disaster risk, and the urban poor: cities building resilience for a changing world. The World Bank.

52 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Pada tahun 2014 terdapat hampir 25 juta unit kendaraan di jabodetabek, yang terdiri dari 18,5 juta sepeda motor dan 6,4 juta unit mobil (termasuk mobil penumpang, mobil beban, mobil bis, dan kendaraan khusus)34. Selain itu, juga terjadi peningkatan pergerakan kendaraan bermotor dari tahun 2012-2016 yang mencapai 5,35% per tahun (Statistik Transportasi DKI Jakarta, 2016). Saat ini, sebanyak 78% perjalanan di Jakarta menggunakan kendaraan pribadi; 16% oleh kendaraan umum, dan 6% oleh kendaraan lainnya (bukan kendaraan bermotor).

Isu lainnya adalah kurang memadainya daya dukung kapasitas jaringan jalan di Jakarta sehingga tidak bisa mengikuti kebutuhan yang terus meningkat. Contohnya, kapasitas jalan hanya meningkat 1 (satu) persen per tahun yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan yang bisa mencapai hingga 10 (sepuluh) persen per tahun. Menurut Indeks Kepuasan Pengemudi, Jakarta berada pada ranking 178 dengan indeks 3.37. Bandingkan dengan kota Valence Perancis sebagai kota yang paling memuaskan pengendara dengan indeks 8.81 (Indeks Kepuasan Pengemudi Waze, 2016). Salah satu tolok ukurnya adalah angka kecelakaan lalu lintas berada pada urutan kedua penyebab kematian di Jakarta. Ruang trotoar bagi pejalan kaki berada jauh di bawah standar yaitu hanya 7 (tujuh) persen dari 7.250 km jalan di Jakarta yang memiliki trotoar.

Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu tersebut, Jakarta telah memperbaiki akses transportasi umum. Dimulai dengan Program Busway pada tahun 2004 dan program angkutan cepat massal/mass rapid transit (MRT). Pembangunan MRT tahap 1 hampir selesai, dari Lebak Bulus ke Bundaran HI, akan segera ditindaklanjuti dengan konstruksi tahap kedua dari Bundaran HI ke Kampung Bandan serta menyelesaikan koridor Utara-Selatan. Dalam waktu dekat, jalur Timur-Barat juga akan dibangun. Bus-bus mini yang bisa mengangkut penumpang dari rumah hunian mereka ke stasiun utama juga akan ditambah. Dengan demikian diharapkan akan terjadi

perpindahan (shifting) pengguna kendararaan pribadi kepada kendaraan umum, dari baseline 16 % saat ini menjadi 60% pada tahun 202735.

Pengembangan dan pengelolaan penanganan sistem transportasi yang efektif dan efisien dapat memperbaiki kondisi saat ini seperti penanganan masalah kemacetan, polusi, dan angka kecelakaan lalu lintas. Pemerintah Provinsi DKi Jakarta melalui Jakarta Smart City telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pergerakan di DKI Jakarta melalui penyediaan informasi berbasis teknologi. Jakarta Smart City bekerjasama dengan Trafi menyediakan informasi perjalanan real time bagi beberapa moda transportasi seperti Transjakarta, kereta komuter, layanan antar jemput bandara, dan layanan transportasi online.

Foto : Rangga Cahya Nugraha (Unsplash)

34Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. (2016). Seminar Universitas Trisakti 24 Agustus 2016.35Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. (2016). Seminar Universitas Trisakti 24 Agustus 2016.

53

JAKARTA B ERKETAHANAN

Kabupaten Bekasi

3.122.698 Jiwa

1.044.530 Unit

165.431 Unit

Kota Bekasi

2.523.032 Jiwa

1.050.000 Unit

450.000 Unit

Kabupaten Bogor

5.331.149 Jiwa

541.441 Unit

53.327 Unit

Kota Bogor

1.030.720 Jiwa

345.567 Unit

88.477 Unit

Kota Depok

2.033.508 Jiwa

822.406 Unit

157.462 Unit

Kota Tangerang Selatan

1.543.209 Jiwa

206.122 Unit

631.874 Unit

Kota Tangerang

2.047.105 Jiwa

629.441 Unit

133.360 Unit

Kabupaten Tangerang

3.370.594 Jiwa

765.853 Unit

328.223 Unit

DKI Jakarta

10.075.300 Jiwa

13.084.372 Unit

4.399.595 Unit

Gambar 2.15 Jumlah Penduduk dan Kendaraan Bermotor di Jabodetabek

Sumber: Dimodifikasi dari BPTJ, 2016

0%

2010

2002

5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

Sepeda motor

Pejalan kaki/sepeda

Bis

Mobil

Lainnya

Gambar 2.16 Kinerja Mobilitas DKI Jakarta berdasarkan Persentase Moda Transportasi

Sumber: Dimodifikasi dari Survey SITRAMP Person Trip, Survei Komuter JUTPI

54 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.2.4 Kepemimpinan dan Strategi

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Kepemimpinan dan Strategi. Aspek yang dibahas mengacu pada isu terkait faktor penggerak ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) pemerintahan dan pengelolaan yang efektif; dan (B) pemberdayaan seluruh pemangku kepentingan; dan (C) perencanaan jangka panjang yang terpadu.

A. PEMERINTAHAN DAN PENGELOLAAN YANG EFEKTIF

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Pemerintahan dan Pengelolaan yang Efektif. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (a) Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan; dan (b) Kapasitas Tata Kelola.

a. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan

Indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta sesuai amanat Permendagri No. 54 Tahun 2010 dan sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 3 aspek diantaranya yaitu aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah.

Terkait dengan korupsi, kinerja Indonesia secara umum dalam mengurangi korupsi telah menunjukkan peningkatan yang positif, termasuk di DKI Jakarta. Langkah-langkah untuk mengurangi peluang korupsi telah diperkenalkan, sebagai contohnya penyelenggaraan layanan pemerintahan secara online. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurut Transparency international telah menunjukkan peningkatan dalam 2 (dua) tahun terakhir (2016-2017). Daftar Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa Jakarta menduduki peringkat keenam dari 11 kota di Indonesia yang berpartisipasi.

b. Kapasitas Tata Kelola

Jakarta sebagai kota Metropolitan menghadapi tantangan tidak hanya dari tingginya tingkat urbanisasi dan pertumbuhan penduduknya, namun juga dari tata kelola yang tidak terintegrasi (fragmented governance). Tata kelola yang tidak terintegrasi terjadi pada sistem tata kelola di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sistem tata kelola Kota Metropolitan Jabodetabek. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti: (i) perbedaan tingkat pemerintahan antara DKI Jakarta dengan kota dan kabupaten lainnya di wilayah Jabodetabek; (ii) kebiasaan bekerja hanya berdasar pada tupoksi SKPD/OPD; serta (iii) kurangnya perencanaan pembangunan yang terpadu.

Provinsi DKI Jakarta menjadi anggota BKSP Jabodetabekjur yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur). Badan Kerjasama Strategis Pembangunan Jabodetabekjur (BKSP) dibentuk untuk mengkoordinasikan wilayah metropoltan yang lebih luas. Namun, kompleksitas pengelolaan berbagai otoritas daerah tetap menjadi tantangan besar bagi Jakarta.

Pada praktiknya, DKI Jakarta memberikan hibah tahunan kepada daerah penyangga untuk mendanai program pembangunan daerah tersebut yang juga menjadi kepentingan DKI Jakarta, diantaranya sampah, lingkungan (penataan embung di hulu sungai), dan transportasi. Pemerintah DKI Jakarta paling besar memberikan hibah kepada kabupaten Bekasi untuk pengolahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang dan sarana pendukungnya, termasuk dana pengembangan masyarakat sejumlah Rp 300 Miliar pada tahun 2017. Angka tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun. Hibah ini tidak termasuk subsidi tiket TransJakarta dan pembangunan terminal bis di Bekasi

55

JAKARTA B ERKETAHANAN

(transportasi) dan pembangunan embung/waduk di hulu sungai di Kabupaten Bogor untuk menahan air dan pengendalian banjir di DKI Jakarta.

B. PEMBERDAYAAN SELURUH PEMANGKU KEPENTINGAN

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Pemberdayaan Seluruh Pemangku Kepentingan. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait Pemberdayaan Pemangku Kepentingan dalam Proses Perencanaan.

Pemberdayaan Pemangku Kepentingan dalam Proses Perencanaan - Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut36.

Pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mendapatkan aspirasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta mewujudkan rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan pembangunan37. Dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan dalam forum konsultasi publik dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), diharapkan dapat terkumpul semua aspirasi38.

Stakeholder Musrenbang

Pakar dan Perguruan TinggiPakar/Peneliti UI, IPB, UNJ

Unsur Kelompok MasyarakatDewan Kota, PKK, RT/RW, Perwakilan Perempuan dll

Asosiasi Profesional Dunia Usaha dan LSM

ICW, Wahana Visi, KADIN, IDI dll

Pemerintah Daerah Perbatasan

Unsur Pemerintah BODETABEKPUNJUR

Unsur EksekutifJajaran Pemprov

DKI Jakarta

ForkopimdaJajaran TNI/Polri

Unsur LegislatifJajaran DPRD

Provinsi DKI Jakarta

Unsur Pemerintah PusatKementerian/Lembaga

BUMDMRT, TransJakarta, JakPro, Bank DKI

Gambar 2.17 Proses Pendekatan Partisipatif melalui Musrenbang tingkat Provinsi

Sumber: Dimodifikasi dari Rencana Kerja Pembangunan Daerah, 2018

36Suzetta, H. Paskah. (2007). Perencanaan Pembangunan Indonesia dalam Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2008). Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Vol. 15 No. 33. Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia. Diakses dari http://ditpolkom.bappenas.go.id pada tanggal 23 September 2017

37Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2005-2025. Indonesia: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

38Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. Indonesia: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

56 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Dokumen perencanaan yang disusun dengan pendekatan partisipatif diharapkan bisa memenuhi prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan menjaga kesatuan nasional.

Selain hal tersebut di atas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menyadari pentingnya untuk melakukan pendekatan kolaboratif dalam proses penyusunan dokumen perencanaan. Perencanaan kolaboratif merupakan sebuah proses interaktif dari perwujudan konsensus39, penyusunan rencana, dan implementasinya40 sebagai sebuah cara untuk membangun jaringan dan untuk meningkatkan penyampaian pemahaman diantara para pemangku kepentingan terkait41.

Perencanaan kolaboratif dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diwujudkan dalam penyusunan Dokumen Desain Besar berbasis isu di DKI Jakarta. Penyusunan dokumen tersebut digagas oleh Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dengan melibatkan komitmen dan partisipasi dari Organisasi Non-Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Selain itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta juga telah berupaya meningkatkan kapasitas staf perencana Bappeda di DKI Jakarta salah satunya melalui Lokakarya dengan tema “Penyusunan Perencanaan dengan Pendekatan Kolaboratif” pada 20 dan 21 November 2017.

C. PERENCANAAN JANGKA PANJANG YANG TERPADU

Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Perencanaan Jangka Panjang yang Terpadu. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait Perencanan Terpadu yang Kurang Memadai.

Perencanan Terpadu yang Kurang Memadai. Untuk mewujudkan pembangunan Jakarta yang lebih baik, diperlukan dokumen perencanaan yang rinci dan dapat diimplementasikan oleh seluruh pemangku kepentingan yang ada di Jakarta, terutama oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) selaku pelaksana utama dari perencanaan. Dokumen perencanaan ini juga harus merinci arah perkembangan yang dituju oleh Jakarta di masa depan.

Dalam menyusun dokumen perencanaan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu untuk menyelaraskan pembangunan DKI Jakarta dengan tujuan pembangunan nasional, meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata sehingga masyarakat lebih sejahtera. Selain itu dokumen perencanaan memuat visi, misi, dan program Gubernur terpilih.

Hingga saat ini, berbagai inisiatif dilakukan dalam rangka mewujudkan perencanaan pembangunan yang terpadu. Namun diakui juga bahwa pekerjaan membangun Jakarta menuju kota yang lebih berketahanan belum sepenuhnya terkoordinasi dan direncanakan secara baik. Inisiatif yang tersedia umumnya bersifat jangka pendek dan tidak sepenuhnya terintegrasi.

Oleh karena itu, dokumen Strategi Ketahanan Kota yang akan disusun pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan diharapkan menjadi payung besar perencanaan di DKI Jakarta. Dokumen tersebut dapat menjadi acuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemangku kepentingan terkait untuk bersinergi mewujudkan Jakarta menjadi pusat pembelajaran/Center of Excellence Kota Berketahanan di Indonesia.

39Healey, P. 2006. Collaborative planning: shaping places in fragmented societies. Basingstoke, England: Palgrave Macmillan.40Margerum, R.D. (2002). Collaborative planning: building consensus and building a distinct model for practice. Journal of Planning Education

and Research, 21(3), 237-253.41Innes, J, & Booher, D.E. (2000). Indicators for sustainable communities: a strategy building on complexity theory and distributed intelligence.

Planning Theory and Practice, 1(2), 273.

57

JAKARTA B ERKETAHANAN

2.3 KERENTANAN TERHADAP GUNCANGAN DAN TEKANAN

Bagian ini mengulas tingkat kerentanan DKI Jakarta terhadap guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) utama. Hasil Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan berhasil menemukenali dan menyepakati berbagai jenis guncangan dan tekanan utama yang dihadapi Jakarta. Ternyata daftar guncangan dan tekanan utama hasil Lokakarya selaras dengan daftar guncangan utama yang dikeluarkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta 2013-2017.

Guncangan Tekanan

Banjir

Kebakaran

Demonstrasi

Wabah Penyakit

Kerusuhan/ K e r e s a h a n Sosial

KegagalanInfrastruktur

Gempa Bumi

Kemacetan

Keterjangkauan Perumahan

Polusi Udara

PenangananLimbah

Narkoba

Sanitasi danD r a i n a s e yang Buruk

PerubahanPeruntukanLahan

AksesAir Bersih

PenurunanMuka Tanah

Korupsi

Akses ke R u a n g Publik

Gambar 2.18 Daftar Guncangan dan Tekanan di DKI Jakarta

Sumber: Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan, 2017

Gambar 2.19 Daftar Guncangan Utama di DKI Jakarta

Sumber: BPBD DKI Jakarta, 2017

Banjir

Kebakaran Wabah penyakit

Konflik sosial

Kegagalan teknologi

Cuaca ekstrim

Gempa bumi

Banjir rob

58 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

2.3.1. Kerentanan terhadap Guncangan Utama

Kerentanan DKI Jakarta terhadap guncangan utama yang diulas pada bagian ini, diantaranya adalah: (A) Kerentanan terhadap Banjir; (B) Kerentanan terhadap Kebakaran; dan (C) Kerentanan terhadap Gempa Bumi.

A. KERENTANAN TERHADAP BANJIR

Banjir menjadi perhatian utama di Jakarta, karena beberapa faktor antara lain curah hujan tinggi, kenaikan permukaan air laut, sistem drainase yang tidak berfungsi optimal, sungai dan saluran air yang tersumbat, berkurangnya daerah resapan air akibat pembangunan, dan penurunan muka tanah. Banjir juga terjadi karena kurangnya ruang untuk air, yaitu kurangnya daya tampung badan air dan saluran drainase.

Pola banjir besar di Jakarta terjadi setiap lima tahunan, seperti banjir besar yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan besar di tahun 1996, 2002, 2007, 2013, dan 201442. Adapun persebaran lokasi banjir di wilayah Jakarta berdasarkan frekuensi banjir lima tahunan, mulai 2013 hingga 2017, terlihat pada Gambar 2.20.

Pada bulan Januari 2015, banjir besar setinggi 2 (dua) meter telah menyebabkan lima orang korban meninggal akibat banjir dan menyebabkan 231.566 orang direlokasi. Peristiwa banjir besar terjadi lagi pada Februari 2017 yang menewaskan dua orang dan membuat 1.613 orang dievakuasi.

Tindakan pengurangan risiko banjir ditingkatkan dengan pemerintah mengambil peran lebih besar dalam menerapkan strategi pengurangan risiko banjir, termasuk evakuasi paksa masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.

Terdapat beberapa sistem infrastruktur tanggap banjir di Jakarta, diantaranya 34 buah sistem peringatan dini. Namun demikian, sistem tersebut belum sepenuhnya berfungsi saat terjadi banjir karena kurangnya sosialisasi kepada pengguna. Sistem pemantauan banjir lainnya adalah PetaJakarta.org, yang menggunakan data dari media sosial untuk memetakan banjir di seluruh kota secara real-time.

B. KERENTANAN TERHADAP KEBAKARAN

Kebakaran umumnya terjadi di daerah dengan kepadatan tinggi dan di area pasar akibat hubungan pendek listrik, aplikasi listrik yang tidak sesuai dan umur kabel yang kadaluwarsa. Selama ini, kesadaran dan upaya masyarakat masih kurang terkait dengan penggunaan listrik sesuai standar. Pada tahun 2015, terjadi sebanyak 1.473 insiden kebakaran. Namun kebakaran pada bulan November 2016 yang menghancurkan lebih dari 200 rumah diakibatkan oleh ledakan tabung gas.

42Texier, P. (2008). Floods in Jakarta: when the extreme reveals daily structural constraints and mismanagement. Disaster Prevention and Management, 17(3), 358-372.

Gambar 2.20 Peta Frekuensi Banjir di Jakarta Tahun 2013-2017

Sumber: BPBD DKI Jakarta, 2017

59

JAKARTA B ERKETAHANAN

C. KERENTANAN TERHADAP GEMPA BUMI

DKI Jakarta adalah salah satu provinsi yang berpotensi rawan gempa bumi karena diperkirakan terdapat 10 (sepuluh) episentrum gempa aktif berada di sekitar DKI Jakarta. Gempa bumi akan menimbulkan potensi kerusakan yang besar di Jakarta, hal ini diakibatkan karena terdapatnya struktur tanah yang rapuh di kawasan Jakarta yang akan memperbesar intensitas dampak guncangan. Termasuk, potensi ancaman terjadinya tsunami di kawasan pesisir, khususnya di wilayah Jakarta Utara.

Berdasarkan hasil studi, terdapat garis sesar seismik sepanjang 25 km di wilayah selatan dan episentrum terdekat berada di Selat Sunda (sekitar 150 km sebelah barat Jakarta). Menurut Peta Gempa Nasional, potensi gempa menjadi topik yang sensitif di Jakarta mengingat terdapat sekitar 1.000 bangunan dan gedung pencakar langit di Jakarta.

Sebagian besar bangunan baru memang telah memenuhi standar teknik tahan gempa, namun bangunan lama masih belum memenuhinya. Dengan meningkatnya pembangunan vertikal dan rapat, risiko gempa menjadi lebih tinggi. Meningkatnya ancaman gempa akan meningkatkan kebutuhan akan standardisasi peraturan bangunan (building code) yang secara otomatis akan menambah komponen pembiayaan pembangunan gedung.

JAKARTA BARAT

JAKARTA SELATAN

JAKARTA TIMUR

JAKARTA PUSAT

JAKARTA UTARA

KEPULAUAN SERIBU

Jumlah Kejadian Kebakaran

153

116

122

84

130

2Total 607 Kejadian

5046 46 45

49 48

60

69

61

34

56

43

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec

Jumlah KerugianRp 388.851.213.888

Jumlah Kebakaran Perbulan

Jumlah Sarana yang Rusak

Rumah Tinggal

1356

Bangunan Semi Permanen

1376

Gedung

32

Gudang

41

Kios/Ruko

145

Kendaraan

27

Sarana Lain

100

Total3077 Sarana

Penyebab Kebakaran

Konsleting listrik

Tabung gas

Pembakaran sampah

Lilin

Penyebab lainnya

533

47

2

2

23

Jumlah Tempat Pengungsian

21 Lokasi

Jumlah Korban

25 Meninggal dunia16 Luka Berat48 Luka Ringan

2519 Pengungsi

Gambar 2.21 Infografis Kejadian Kebakaran di DKI Jakarta Tahun 2016

Sumber: BPBD DKI Jakarta, 2016

60 Penilaian Awal Ketahanan JakartaFoto : Anton Van Der Weijst (Unsplash)

61

JAKARTA B ERKETAHANAN

Bagian ini mengulas aspek kerentanan DKI Jakarta terhadap berbagai tekanan utama yang ditemukenali pada Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan. Pada lokakarya tersebut, tekanan utama Jakarta ditemukenali diantaranya berupa: kemacetan, keterjangkauan perumahan, pengelolaan sampah, perubahan tata guna lahan, dan terbatasnya akses ke air bersih. Hampir seluruh tekanan utama yang ditemukenali pada Lokakarya tersebut berkaitan pada satu isu besar perkotaan, yaitu: urbanisasi.

Jakarta adalah salah satu kota padat yang terbesar di dunia. Penglaju dari wilayah sekitar Jakarta telah meningkatkan populasi Jakarta pada siang hari. Berdasarkan data Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan Jakarta, pada tahun 2011, kurang lebih 3,67 juta orang dari Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi melakukan perjalanan ke Jakarta setiap harinya.

Urbanisasi di Jakarta terus menerus terjadi dan tidak dapat dihindarkan karena statusnya sebagai Ibu kota Indonesia sekaligus pusat kegiatan bisnis dan ekonomi. Tingkat urbanisasi dalam 5 (lima) tahun terakhir semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pendatang dari daerah luar Jakarta datang bermaksud meningkatkan penghidupan dan perekonomiannya dengan upaya mencari pekerjaan dan tinggal di Jakarta.

Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), sebagian besar migran langsung menuju Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat, karena mereka berpikir terdapat banyak pekerjaan yang tersedia di wilayah tersebut. Jakarta Barat menyediakan lapangan kerja di bidang perdagangan, sementara di Jakarta Utara dan Jakarta Timur lebih banyak menyediakan lapangan kerja di bidang industri. Sebagian besar migran berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.

Ada beberapa upaya di tingkat nasional dan regional untuk menyelesaikan permasalahan urbanisasi di Jakarta; namun demikian, tidak ada pembatasan resmi jumlah pendatang. Para pendatang diharapkan memiliki keahlian tertentu untuk dapat hidup nyaman di Jakarta; karena para pendatang yang non-produktif dapat menjadi permasalahan utama yang menyebabkan munculnya salah satu tekanan di Jakarta

2.3.2 Kerentanan terhadap Tekanan Utama

3IKHTIAR JAKARTA

JAKARTA B ERKET AHANAN

Bab III Ikhtiar Jakarta memaparkan inventarisasi ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan ketahanan kota. Proses inventarisasi tersebut bertujuan untuk melihat keterkaitan antara berbagai ikhtiar menuju Jakarta berketahanan. Ikhtiar yang dimaksud adalah segala upaya yang meliputi rencana, strategi, program, proyek, praktik unggulan, gagasan, kebijakan, atau pembiayaan pembangunan yang berkontribusi dalam peningkatan ketahanan kota.

Inventarisasi ikhtiar kota menggunakan Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework) sebagai pisau analisis untuk menemukenali kekurangan dan ketimpangan dalam upaya membangun ketahanan kota. Hasil inventarisasi ini akan mempermudah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam memrioritaskan ikhtiar yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan di masa depan. Inventarisasi ikhtiar kota juga berperan sebagai tolok ukur/benchmark dalam merumuskan dan mengembangkan ikhtiar yang tercakup dalam dokumen Strategi Ketahanan Kota/City Resilience Strategy.

64 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

3.1 METODOLOGI

Proses inventarisasi ikhtiar kota menggunakan perangkat Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) untuk menemukenali dimensi dan faktor penggerak yang diutamakan tetapi belum menjadi prioritas Jakarta. Hasil dari inventarisasi mencerminkan tingkat pemahaman para pemangku kepentingan terhadap upaya membangun ketahanan kota Jakarta.

Perangkat Inventarisasi Ikhtiar dibuat dengan mengacu pada Kerangka Ketahanan Kota/ City Resilience Framework (CRF). Perangkat ini digunakan untuk menemukenali dan memetakan ikhtiar yang sudah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketahanan kota. Selain itu, Perangkat Inventarisasi Ikhtiar juga mempermudah para pemangku kepentingan terkait untuk menemukenali ikhtiar yang perlu diperkuat dan ditingkatkan.

Proses inventariasi ikhtiar terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu:

A. Input 1: Pemetaan Ikhtiar

Pemetaan Ikhtiar berupa kegiatan menemukenali ikhtiar yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan pemangku kepentingan, skala, tipe, dan status masing-masing ikhtiar tersebut. Hasil tahap ini adalah ikhtiar prioritas dan bukan prioritas.

B. Input 2: Pengelompokan Ikhtiar

Pengelompokan Ikhtiar menjadi ikhtiar primer dan sekunder dengan merujuk pada 12 faktor penggerak (drivers) ketahanan kota. Hasil Tahap ini menghasilkan 3 (tiga) keluaran, yaitu:

a. Keluaran 2 A: Ikhtiar prioritas berdasarkan sub-faktor penggerak (sub driver)

a. Keluaran 2 B: ikhtiar prioritas berdasarkan kategori pemangku kepentingan

a. Keluaran 2 C: keterkaitan antarikhtiar prioritas

C. Input 3: Penjelasan Ikhtiar

Penjelasan Ikhtiar berupa penjabaran hasil analisis dari Input 1 dan Input 2 dalam bentuk Diagram Analisis Ikhtiar DKI Jakarta

3.1.1 Perangkat Inventarisasi Ikhtiar

Gambar 3.1 Tahapan Penggunaan Perangkat Inventarisasi Ikhtiar

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

Memulai Penggunaan Perangkat

Inventarisasi Ikhtiar

Tahapan 1Input 1 - Pemetaan

Ikhtiar

Tahapan 2Input 2 - Pengelom-

pokan Ikhtiar

Tahapan 3Input 3 - Penjelasan

Ikhtiar

Keluaran 1 - Klasifikasi ikhtiar

prioritas dan bukan prioritas

Keluaran 2A - Ikhtiar prioritas berdasarkan

sub-faktor penggerak (sub

drivers)

Keluaran 2B - Ikhtiar prioritas berdasarkan kategori pemangku

kepentingan

Keluaran 2C - Keterkaitan antar ikhtiar prioritas

Keluaran 3 - Diagram analisis ikhtiar DKI

Jakarta

65

JAKARTA B ERKETAHANAN

3.1.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam membangun ketahanan Kota Jakarta, dibutuhkan partisipasi dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan sehingga dipandang penting untuk meningkatkan kesadaran (raising awareness) para pemangku kepentingan perihal kondisi ketahanan Kota Jakarta. Berangkat dari kondisi ini, pendekatan kolaboratif diterapkan untuk melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses Inventarisasi Ikhtiar Kota.

Pendekatan kolaboratif diantaranya diwujudkan ke dalam kegiatan pengumpulan data yang melibatkan pemangku kepentingan terkait, antara lain melalui kegiatan: (i) wawancara, (ii) pengumpulan data sekunder, dan (iii) sesi kerja.

A. Wawancara

Dalam proses inventarisasi ikhtiar Kota, Tim Jakarta Berketahanan mendampingi Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner (SP) melakukan wawancara kepada para pemangku kepentingan terkait untuk mengetahui upaya yang telah dan sedang mereka lakukan untuk membangun ketahanan Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta merupakan pemangku kepentingan utama dalam proses inventarisasi ikhtiar kota. Keterlibatan Bappeda

Wawancara dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Bidang Pengendalian, Pemantauan, dan Pelaporan Pembangunan (P4) serta berbagai Organisasi Non-pemerintah.

1 Pengumpulan data ikhtiar melalui riset data sekunder, identifikasi ikhtiar DKI Jakarta pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta dan diskusi dengan para pemangku kepentingan.

2 Sesi Kerja untuk konfirmasi dan validasi data Ikhtiar yang telah dikumpulkan.

3

sebelumnya dalam berbagai kegiatan Jakarta Berketahanan telah mempermudah proses inventarisasi ini. Bappeda Provinsi DKI Jakarta memberikan berbagai data meliputi rencana/strategi, program, proyek, kegiatan, dan studi yang telah dirumuskan dalam dokumen RPJMD (yang disusun setiap lima tahun sekali).

Dokumen RPJMD 2013-2017 memberikan penjelasan rinci mengenai ikhtiar eksisting DKI Jakarta, sehingga inventarisasi ikhtiar kota dilakukan mengacu pada dokumen tersebut. Sedangkan ikhtiar yang direncanakan di masa mendatang merujuk pada draft RPJMD 2018-2022, yang pada saat Penilaian Awal Ketahanan ini ditulis masih dalam tahap penyusunan. Dokumen final RPJMD 2018-2022 akan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah pada April 2018.

Inventarisasi ikhtiar Kota juga dilengkapi wawancara dengan para pemangku kepentingan yang berasal dari lembaga non-pemerintah, seperti Karina (Caritas Indonesia), ICLEI, IUWASH Plus, Plan International Indonesia, dan lainnya.

Gambar 3.2 Tahapan Metode Pengumpulan Data

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

66 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

B. Pengumpulan Data Sekunder

Tim Jakarta Berketahanan juga turut melakukan pengumpulan data sekunder dengan menghadiri berbagai diskusi terfokus/Focus Group Discussion (FGD) dan pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi non-pemerintah.

Sekretariat Jakarta Berketahanan berkesempatan hadir pada Diskusi Kelompok Terfokus/Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Bappeda dalam rangka menyusun dokumen RPJMD 2018-2022. FGD ini dilaksanakan dengan berbagai topik yang berbeda, diantaranya transportasi, permukiman, lapangan pekerjaan, pendidikan, pangan, kesehatan, sampah, air dan beberapa topik lainnya sehingga menjadi lebih komprehensif.

FGD membahas berbagai program, isu, dan rencana untuk menyelesaikan tantangan yang dihadapi Jakarta sekaligus melakukan sinkronisasi terhadap program Gubernur terpilih yang telah dilantik pada awal Oktober 2017. Selain mendapatkan informasi, Sekretariat Jakarta Berketahanan juga memberikan masukan serta melakukan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan yang lebih luas tentang proses penyusunan Strategi Ketahanan Kota.

C. Sesi Kerja Inventarisasi Ikhtiar Kota

Sesi kerja dengan Bappeda Provinsi DKI Jakarta dilakukan untuk menetapkan skala prioritas ikhtiar. Pemahaman Bappeda tentang program pembangunan di Jakarta telah banyak membantu dalam memrioritaskan ikhtiar yang ada, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Kemudian, hasil inventarisasi tersebut dianalisis dengan menggunakan perangkat ketahanan kota.

Dalam proses Inventarisasi Ikhtiar Jakarta, Sekretariat Jakarta Berketahanan berhasil mengumpulkan 219 ikhtiar, baik yang berasal dari program pemerintah maupun non-pemerintah, yang berkontribusi dan berhubungan langsung dengan ketahanan Kota Jakarta. Selanjutnya, Tim Jakarta Berketahanan bersama Bappeda memililih 160 ikhtiar dari 219 ikhtiar tersebut sebagai ikhtiar prioritas Jakarta.

Langkah berikutnya adalah melakukan pengelompokan ikhtiar prioritas berdasarkan pada ‘faktor penggerak’ primer dan sekunder dengan merujuk pada Kerangka Ketahanan Kota (CRF). Hasil pengelompokan dan inventarisasi ikhtiar dapat terlihat dalam Diagram Inventarisasi Ikhtiar Kota.

Gambar 3.3 FGD Draft RPJMD 2018-2022 pada 18 Juli 2017

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2017

67

JAKARTA B ERKETAHANAN

3.2 HASIL INVENTARISASI IKHTIAR KOTA JAKARTA

219

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total IkhtisarJakarta

Legenda

Primer

Sekunder

3.4

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Gambar 3.4 Hasil Inventarisasi Seluruh Ikhtiar DKI Jakarta berdasar Faktor Penggerak Ketahanan Kota

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2017

Gambar 3.5 Proses Pengumpulan Data untuk Inventarisasi Ikhtiar DKI Jakarta. Wawancara dengan Bappeda DKI Jakarta (kiri) dan BPAD DKI Jakarta (Kanan)

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2017

68 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

3.2.1 Pemetaan Ikhtiar Prioritas

Pengelompokan ikhtiar prioritas ke dalam faktor primer dan sekunder penggerak ketahanan kota telah membantu tim Jakarta Berketahanan dalam memetakan berbagai ikhtiar yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan di Jakarta.

Dengan mengacu kepada Kerangka Ketahanan Kota (CRF), inventarisasi ikhtiar dilakukan untuk menemukenali dimensi dan/atau faktor penggerak mana yang telah banyak mendapatkan perhatian pemangku kepentingan. Selain itu, inventarisasi ikhtiar juga berperan menjadi tolok ukur (benchmark) dalam merencanakan ikhtiar apa saja yang akan dilakukan dalam Strategi Ketahanan Kota (City Resilience Strategy).

A. Pemetaan Sub-Faktor Penggerak Ikhtiar Prioritas

Hasil pemetaan Sub-Faktor Penggerak Ketahanan Kota menunjukkan bahwa mayoritas ikhtiar prioritas ditujukan untuk sub-faktor penggerak ‘Keselarasan antarpemangku kepentingan’, ‘Partisipasi masyarakat’, dan ‘Hubungan antarkomunitas sosial’.

Sedangkan untuk sub-faktor penggerak ‘Pengurangan tingkat korupsi’, ‘Anggaran belanja kota’, dan ‘Teknologi komunikasi’ belum menjadi ikhtiar prioritas para pemangku kepentingan di Jakarta.

Pemetaan ikhtiar prioritas akan memudahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam memrioritaskan ikhtiar yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan berdasarkan dimensi dan/atau faktor penggerak dan/atau sub-faktor ketahanan kota.

1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

2

1

1.1 Rumah

1.2 Energi

1.3 Air

1.4 Pangan

2.1 Kebijakan ketenagakerjaan

2.2 Keahlian dan pelatihan

2.3 Dukungan kehidupan sosial terhadap guncangan

2.4 Pengembangan dan inovasi ekonomi lokal

2.5 Akses keuangan

2. Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak

3.1 Fasilitas kesehatan dan tenaga medis dalam keadaan darurat

3.2 Akses terhadap pelayanan kesehatan

3.3 Kapasitas pelayanan kesehatan masyarakat

3. Menjamin Pelayanan Kesehatan Masyarakat

4.1 Hubungan antar komunitas sosial

4.2 Identitas dan budaya lokal

4.3 Partisipasi masyarakat

4. Mendorong Partisipasi Masyarakat yang Terpadu

5.1 Mencegah kriminalitas

5.2 Pengurangan tingkat korupsi

5.3 Akses kepolisian untuk mendukung keamanan dan keselamatan

5.4 Penegakan hukum

5. Menjamin Stabilitas Sosial, Kemanan, dan Keadilan

6.1 Rencana bisnis berkelanjutan

6.2 Anggaran belanja kota

6.3 Investasi dalam kota

6.4 Ekonomi lokal

6.5 Hubungan ekonomi yang lebih luas

6. Mendorong Kemakmuran Ekonomi

15

1

1 2

2 3

2

3 3

2 4

2

5

23

3 9

1

3 15

1 4

43

2

2 6

1

1

1

4

4

7. Mempertahankan dan Meningkatkan Aset Alam dan Buatan

7.1 Kebijakan Lingkungan

7.2 Perlindungan terhadap infrastruktur penting

7.3 Beragam infrastruktur yang berkecukupan

8. Menjamin Kelansungan Pelayanan yang Penting

8.1 Rencana darurat bagi pelayanan yang penting

8.2 Optimalisasi infrastruktur penting

8.3 Pengelolaan aset

8.4 Pengelolaan risiko banjir

8.5 Pengelolaan ekosistem

9. Menyediakan Komunikasi dan Mobilitas yang Dapat diandalkan

9.1 Jaringan transportasi

9.2 Transportasi publik

9.3 Pengangkutan/transportasi logistik

9.4 Teknologi informasi

9.5 Sistem informasi darurat

10. Meningkatkan Kepemimpinan dan Pengelolaan Efektif

10.1 Keselarasan antar pemangku kepentingan

10.2 Keselarasan pemerintahan

10.3 Pengambil keputusan dan kepemimpinan

10.4 Koordinasi dan kapasitas darurat

11. Memberdayakan Berbagai Pemangku Kepentingan

11.1 Pendidikan

11.2 Kesadaran Risiko Publik

11.3 Pemantauan dan Peringatan Risiko

11.4 Komunikasi Antara Pemerintah dan Masyarakat

11.5 Penyebaran Informasi dan Pengalaman

12. Mengembangkan Perencanaan Jangka Panjang yang Terpadu

12.1 Pemantauan kota dan pengelolaan data

12.2 Strategi dan perencanaan

12.3 Tata guna lahan dan pengembangannya

12.4 Pengaturan standar bangunan

6 4

3 2

6 2

1 2

6 5

3 3

3

6 3

7 3

3

2

2 2

7

3

52

1 2

33

52

4

62

34

31

25

46

51

Gambar 3.6 Hasil Inventarisasi Ikhtiar berdasar Sub-Faktor Penggerak Ketahanan Kota

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

69

JAKARTA B ERKETAHANAN

B. Pemetaan Faktor Penggerak Ikhtiar Prioritas

Berdasarkan pemetaan Faktor Penggerak Ketahanan Kota, mayoritas ikhtiar prioritas ditujukan pada faktor ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, dan ‘Menjamin kelangsungan layanan yang penting’.

Sedangkan, faktor penggerak ‘Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan’, ‘Pemenuhan kebutuhan dasar’, dan ‘Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat’ ternyata belum menjadi ikhtiar prioritas yang telah dan/atau sedang direncanakan oleh Jakarta.

160

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total IkhtiarPrioritas

Legenda

Primer

Sekunder

2.5

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan

Apabila berdasarkan Dimensi Ketahanan Kota, mayoritas ikhtiar prioritas ditujukan untuk dimensi ‘Kepemimpinan dan Strategi’ 33% (53 ikhtiar) diikuti dengan dimensi Infrastruktur dan Lingkungan 31 % (49 ikhtiar). Sedangkan, dimensi Ekonomi dan Masyarakat 19% (30 ikhtiar) dan ‘Kesehatan dan Kesejahteraan’ 17% (28 ikhtiar).

Gambar 3.7 Hasil Inventarisasi Ikhtiar Prioritas berdasarkan Faktor Penggerak Ketahanan Kota

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

70 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

3.2.2 Ikhtiar Prioritas berdasarkan berbagai Kategori Pemangku

Kepentingan

A. Ikhtiar Prioritas berdasarkan Kategori Pemerintah

Hasil dari inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Pemangku Kepentingan Pemerintah menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, 118 diantaranya adalah dilakukan oleh Pemerintah.

Mayoritas ikhtiar prioritas oleh Pemerintah ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, dan ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’.

Sedangkan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Pemenuhan kebutuhan dasar’, ‘Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat’, dan ‘Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan’ belum menjadi ikhtiar prioritas.

118

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Jumlah IkhtiarPrioritas

Pemerintah

Legenda

Primer

Sekunder

3.4

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan

Faktor Pengerak Ikhtiar jakarta

Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan

• Peningkatan mutu Pendidikan;

• Pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan;

• Saran konsultasi, dukungan finansial, dan pelatihan guru;

• Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan

Menjamin kelangsungan layanan yang penting

• Proyek SiGAP: menyusun rencana kontinjensi di tingkat kelurahan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan kesiapsiagaan banjir;

• Antisipasi dan penanggulangan kesehatan terkait bencana;

• Layanan pertolongan pertama;

• Pengembangan sistem drainase;

• Perkuatan tebing Sungai Cisadane dari Pintu Air sampai Pasar Baru ke hulu

Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif

• Peningkatan kemampuan aparatur dalam menegakkan peraturan;

• Koordinasi kebijakan perekonomian;

• PERTAMA (Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat);

• Pelatihan Urban Search and Rescue (USAR)

• Peningkatan kerja sama antardaerah dan luar negeri

Adapun contoh ikhtiar menuju Jakarta Berketahanan dapat dilihat pada tabel dan gambar di samping

Gambar 3.8 Diagram Ikhtiar Prioritas berdasarkan Pemangku Kepentingan Pemerintah

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

Tabel 3.1: Ikhtiar Prioritas Pemerintah menuju Jakarta Berketahanan

71

JAKARTA B ERKET AHANAN

Gambar 3.9 Cuplikan Ikhtiar menuju Jakarta Berketahanan

Sumber: Jakarta Berketahanan, 2018

DESAIN BESARPERTANIAN PERKOTAANPROVINSI DKI JAKARTATAHUN 2018 – 2030

DEPUTI GUBERNUR DKI JAKARTA BIDANG TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP

1

DESAIN BESAR PENYEDIAAN LAYANAN AIR MINUM DAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PROVINSI DKI JAKARTA 2018-2022

Disusun oleh: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Kedeputian Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

d’ Arts of Waste Institute Bandung-Indonesia

i

Rancangan Utama Sistem Pengelolaan Sampah (SPS)

iGrand Design Jakarta Menuju Kota Layak Anak 2018 - 2022

Grand DesignJakarta Menuju

Kota Layak Anak 2018 - 2022

Disusun oleh:

Kedeputian Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

Bekerjasama dengan: Plan International Indonesia

72 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

B. Ikhtiar Prioritas berdasarkan Kategori Kelompok Masyarakat

Hasil dari inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Pemangku Kepentingan Kelompok Masyarakat menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, 42 ikhtiar diantaranya dilakukan oleh Kelompok Masyarakat.

Mayoritas ikhtiar prioritas yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, dan ‘Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu’.

Sedangkan untuk faktor penggerak ketahanan kota lainnya belum dipandang sebagai prioritas karena mayoritas menjadi peran pemerintah. Dapat disampaikan bahwa peran Kelompok masyarakat sangat sedikit terlibat dalam ikhtiar di Jakarta.

Gambar 3.10 Diagram Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Pemangku Kepentingan Kelompok Masyarakat

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

3.2.3 Ikhtiar Prioritas berdasarkan Skala

A. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Nasional

Hasil dari inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Skala Nasional menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, ternyata hanya 5 (lima) ikhtiar diantaranya yang berskala Nasional. Semua ikhtiar dengan skala Nasional ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ’Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan ‘.

Sedangkan sisanya yaitu 11 faktor penggerak ketahanan kota lainnya tidak menjadi ikhtiar prioritas yang telah direncanakan dan/atau dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan di Jakarta.

B. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Regional

Inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Skala Regional belum berhasil diperoleh karena keterbatasan data dan informasi yang lebih terfokus ke skala kota Jakarta.

Walaupun demikian, berhasil ditemukenali 3 (tiga) ikhtiar Skala Regional, yaitu

Gambar 3.11 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Nasional

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

Legenda

Primer

Sekunder

4.67

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan

42

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Jumlah IkhtiarPrioritas

KelompokMasyarakat

Legenda

Primer

Sekunder

5

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

5

Jumlah IkhtiarPrioritas

Skala Nasional

73

JAKARTA B ERKETAHANAN

Peningkatan Kapasitas dan Perkuatan Sungai Ciliwung dan Cisadane yang melewati Jakarta dan sekitarnya, yang berkaitan dengan faktor penggerak ketahanan kota ‘Menjamin kelangsungan layanan penting’.

C. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Kota

Inventarisasi ikhtiar prioritas berdasar klasifikasi Skala Kota menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, terdapat 132 ikhtiar prioritas diantaranya berskala Kota. Mayoritas ikhtiar prioritas dengan skala Kota terkait dengan faktor penggerak ketahanan kota ’Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan, ’Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’, dan ‘Menjamin Kelangsungan Layanan Penting’. Sedangkan faktor penggerak ketahanan kota yang belum menjadi prioritas adalah ‘Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat’.

D. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Komunitas

Inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Skala Komunitas menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, hanya 11 (sebelas) ikhtiar diantaranya berskala Komunitas. Semua ikhtiar prioritas dengan Skala Komunitas ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, dan ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’. Sedangkan untuk 10 faktor penggerak ketahanan kota lainnya belum menjadi prioritas.

Legenda

Primer

Sekunder

2.54

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan

132

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Jumlah IkhtiarPrioritas

Skala Kota

Gambar 3.12 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Kota

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

Legenda

Primer

Sekunder

5.5

Setiap segmen menunjukkan

ikhtiar

Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan

11

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Jumlah IkhtiarPrioritas

Skala Komunitas

10 M

enin

gka

tkan

Gambar 3.13 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Komunitas

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

74 Penilaian Awal Ketahanan JakartaFoto : Gede Suhendra (Unsplash)

75

JAKARTA B ERKETAHANAN

3.2.4 Keterkaitan antar Ikhtiar Prioritas

Diagram Keterkaitan antarikhtiar Prioritas menunjukkan keterkaitan antarikhtiar kota yang dikelompokkan menjadi faktor penggerak, semakin tebal garis yang menghubungkan antarfaktor penggerak, semakin kuat pula keterkaitan antara faktor penggerak tersebut. Tingkat keterkaitan diagram di bawah berasal dari tabel keterkaitan faktor penggerak ketahanan kota.

Fungsi Diagram Keterkaitan Ikhtiar Prioritas di atas dimaksudkan agar dapat diketahui sinergi antarikhtiar kota yang telah dikelompokkan. Dapat disimpulkan bahwa keterkaitan yang paling kuat terjadi antara faktor penggerak ’Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’ dan faktor penggerak ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’, yang keduanya merupakan Dimensi Kepemimpinan dan Strategi.

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Gambar 3.14 Diagram Keterkaitan antar Ikhtiar Prioritas

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018

4PERSEPSIPEMANGKUKEPENTINGAN

JAKARTA B ERKET AHANAN

Keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembangunan merupakan suatu keniscayaan, termasuk dalam proses Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) sebagai upaya mewujudkan Jakarta Berketahanan. Para pemangku kepentingan dilibatkan dalam menilai ketahanan kota Jakarta sesuai persepsi/sudut pandang masing-masing dengan merujuk pada dimensi ketahanan kota yang terdapat pada Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).

Bab ini terdiri dari beberapa bagian: (i) Metodologi: menggambarkan perangkat dan metode pengumpulan data, survei daring dan tertulis serta lokakarya; dan (ii) Hasil Persepsi Penilaian Ketahanan Kota Jakarta yang menggambarkan hasil survei daring dan tertulis serta persepsi para pemangku kepentingan yang diwakili oleh responden pemerintah, swasta, kelompok masyarakat dan akademisi.

78 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Penilaian Persepsi Ketahanan Kota Jakarta dilakukan dengan menggunakan perangkat penilaian yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC) yang merujuk pada dimensi ketahanan kota yang terdapat pada Kerangka Ketahanan Kota (selengkapnya pada Bab 1).

Perangkat ini bertujuan untuk melihat persepsi para pemangku kepentingan terhadap ketahanan Kota Jakarta. Selaian itu, perangkat Penilaian Persepsi Ketahanan Kota bermanfaat untuk:

1. Menetapkan data dasar (baseline) ketahanan kota menurut persepsi para pemangku kepentingan yang mewakili beragam perspektif dan latar belakang keahlian;

2. Menemukenali isu yang terkait dengan ketahanan kota;

3. Memetakan isu ketahanan kota yang saling terkait (cross cutting);

4. Memetakan konsensus dalam mewujudkan ketahanan kota.

5.

Tahapan penilaian persepsi ketahanan kota, terdiri dari:

Tahapan 1

Merupakan kegiatan pelibatan pemangku kepentingan baik berbentuk survei persepsi penilaian maupun lokakarya persepsi penilaian ketahanan kota. Keluarannya berupa rangkuman persepsi pemangku kepentingan terkait.

4.1 METODOLOGI

Penilaian persepsi dilakukan berdasar pada analisis kualitatif dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari para pemangku kepentingan. Proses penilaian persepsi ini melengkapi tahapan terdahulu, yaitu pendalaman kompleksitas Jakarta (Bab 2) dan Ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan Jakarta (Bab 3). Dengan demikian, proses penyusunan PRA ini menjadi lebih lengkap.

4.1.1 Perangkat Penilaian

Tahapan 2

Merupakan pemetaan hasil survei persepsi berdasarkan faktor penggerak dan sub-faktor penggerak Kerangka Ketahanan Kota. Keluarannya berupa:

a. Keluaran 2A: analisis persepsi para pemangku kepentingan terkait mengenai penilaian ketahanan kota Jakarta berdasarkan faktor penggerak (drivers) dan sub-faktor penggerak (sub drivers).

b. Keluaran 2B: analisis persepsi para pemangku kepentingan berdasarkan kategori pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, dan akademisi.

c. Keluaran 2C: keterkaitan persepsi para pemangku kepentingan antarfaktor penggerak yang satu dengan yang lainnya.

79

JAKARTA B ERKETAHANAN

Gambar 4.1 Diagram Tahapan Penggunaan Penilaian Persepsi Ketahanan Kota

Sumber: Dimodifikasi dari 100 Resilient Cities

Keluaran 2AAnalisis persepsi berdasar-

kan faktor (drivers) dan sub-faktor penggerak

(sub-driver)

Keluaran 2BAnalisis persepsi berdasar-

kan kategori pemangku kepentingan

Keluaran 2CKeterkaitan antar faktor

para pemangku kepentingan

Tahapan 1Input 1 - Pelibatan

Pemangku Kepentingan

Tahapan 2Input 2 - Pemetaan Hasil

Survei Persepsi

Keluaran 1Rangkuman Persepsi

Pemangku Kepentingan

Memulai Penggunaan Perangkat

Penilaian Persepsi Ketahanan Kota

80 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

4.1.2 Metode Pengumpulan Data

Penilaian persepsi ketahanan kota Jakarta menggunakan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari unsur Pemerintah, Swasta, Kelompok Masyarakat, dan Akademisi sehingga persepsi/pandangan yang didapatkan terhadap kondisi ketahanan kota Jakarta menjadi lebih menyeluruh. Penerapan pendekatan kolaboratif terlihat dalam kegiatan pengumpulan data, yaitu: (i) survei persepsi penilaian ketahanan kota yang meliputi survei dalam jaringan (online) dan survei tertulis; serta (ii) lokakarya persepsi penilaian ketahanan kota.

Gambar 4.2 Diagram Tahapan Kegiatan Pengumpulan Data

Survei Daring dan Survei Tertulis

Berguna sebagai ajang pengumpulan data awal persepsi

penilaian ketahanan kota

Lokakarya Persepsi Penilaian Persepsi Kota

Berguna sebagai ajang validasi

terhadap hasil survei persepsi penilaian

ketahanan kota

A. Survei Dalam Jaringan (Daring) dan Survei Tertulis

Survei dalam jaringan dan survei tertulis bertujuan untuk: (i) mengetahui persepsi responden tentang ketahanan kota Jakarta; dan (ii) menemukenali dan menilai faktor penggerak yang berkontribusi terhadap ketahanan Jakarta.

Pada survei daring dan tertulis ini, para responden diminta untuk:

1. Memilih dan mengurutkan 4 (empat) faktor penggerak ketahanan kota yang dipandang berpengaruh atau akan memberikan kontribusi pada ketahanan Jakarta.

2. Menjelaskan faktor penggerak ketahanan kota yang telah dipilih.

Gambar 4.3 Diagram Tahapan dalam Survei Daring dan Tertulis

3. Menilai peringkat sesuai dengan skala ‘Sangat baik/memadai’, ‘Sudah cukup baik namun perlu ditingkatkan’, dan ‘Perlu banyak peningkatan agar jauh lebih baik’. Selanjutnya, data yang terkumpul diolah menggunakan Perangkat Penilaian Persepsi Ketahanan Kota.

Memilih

Faktor

Penggerak

Menjelaskan Faktor

Penggerak

Menilai Faktor

Penggerak

1

2

3

Keluaran atau hasil survei divalidasi dalam lokakarya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan berdasarkan 4 (empat) dimensi Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF). Lokakarya juga bertujuan untuk memperoleh pandangan dan persepsi langsung para pemangku kepentingan tentang ketahanan kota Jakarta

81

JAKARTA B ERKETAHANAN

SURVEI DARING PERSEPSI KETAHANAN KOTA JAKARTA

B. Lokakarya Penilaian Persepsi Ketahanan Kota

Lokakarya Penilaian Persepsi Ketahanan Kota bertujuan untuk memvalidasi keluaran survei daring dan survei tertulis. Selain itu, lokakarya ini juga dilaksanakan untuk menyepakati 5 (lima) prioritas utama faktor penggerak ketahanan kota berdasarkan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).

Peserta lokakarya yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda (Pemerintah, Swasta, Kelompok Masyarakat, dan Akademisi) dan dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok sesuai dengan dimensi CRF, yaitu:

Kelompok 1 - Kesehatan dan kesejahteraan

Kelompok 2 - Ekonomi dan masyarakat

Kelompok 3 - Infrastruktur dan lingkungan

Kelompok 4 - Kepemimpinan dan strategi

Fasilitator Kelompok 2 (Tri Mulyani- Ekonomi dan masyarakat

Fasilitator Kelompok 1 (Rendy Primrizqi)Kesehatan dan Kesejahteraan

Fasilitator Kelompok 1 (Rendy Primrizqi)Kesehatan dan Kesejahteraan

Gambar 4.4 Contoh Pertanyaan Survei Daring

Survei dilakukan melalui daring/online dan luring/offline untuk menangkap persepsi para pemangku kepentingan terkait ketahanan kota Jakarta.

Sebanyak 460 responden yang berasal dari berbagai latar belakang (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, akademisi, dan lainnya) turut terlibat dalam survei ini.

82 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Fasilitator Kelompok 3 (Istifarini Handayani) Infrastruktur dan Lingkungan

Fasilitator Kelompok 4 (Aisa Tobing) - Kepemimpinan dan strategi

Iparman Oesman, COO dari Green Building Council Indonesia (GBCI)

Steve J. Manahampi, Ketua Ikatan Arsitek

Indonesia (IAI) Jakarta

Peserta dari berbagai sektor menghadiri lokakarya ini:Pemerintah, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat (nasional dan internasional)

“Konsep resilience harus dapat mengatasi masalah tanpa menimbulkan mas-alah baru di kemudian hari”

- Bambang, Universitas Trisakti

“Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik merupakan faktor yang penting”- Hasil survey dari sektor akademisi

“Meningkatkan mobilitas perkotaan dengan cara fokus pada lalu lintas orang dan barang, bukan kendaraan. Kebijakan dan pembangunan infrastruktur dan pembangunan infrastruktur ditunjukkan bukan untuk mengurangi kemacetan tetapi untuk mengubah perilaku masyarakat dalam menggunakan jalan”- Hasil survey dari sektor pemerintahan

“Faktor yang paling penting untuk pemenuhan kebutu-han dasar adalah air bersih, rumah layak, sanitasi dan drainase”

- Acep, Dinas Pemadam Kebakaran

“Aspek perencanaan jangka panjang, kepemimpinan serta partisipasi masyarakat”

- Khairul, Dewan Riset Daerah

Gambar 4.5 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan

Sumber: Lokakarya Persepsi Penilaian Ketahanan Kota Jakarta

83

JAKARTA B ERKETAHANAN

Peserta dari berbagai sektor menghadiri lokakarya ini:Pemerintah, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat (nasional dan internasional)

“Konsep resilience harus dapat mengatasi masalah tanpa menimbulkan mas-alah baru di kemudian hari”

- Bambang, Universitas Trisakti

“Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik merupakan faktor yang penting”- Hasil survey dari sektor akademisi

“Meningkatkan mobilitas perkotaan dengan cara fokus pada lalu lintas orang dan barang, bukan kendaraan. Kebijakan dan pembangunan infrastruktur dan pembangunan infrastruktur ditunjukkan bukan untuk mengurangi kemacetan tetapi untuk mengubah perilaku masyarakat dalam menggunakan jalan”- Hasil survey dari sektor pemerintahan

“Faktor yang paling penting untuk pemenuhan kebutu-han dasar adalah air bersih, rumah layak, sanitasi dan drainase”

- Acep, Dinas Pemadam Kebakaran

“Aspek perencanaan jangka panjang, kepemimpinan serta partisipasi masyarakat”

- Khairul, Dewan Riset Daerah

4.2 HASIL PERSEPSI PENILAIAN KETAHANAN KOTA JAKARTA

4.2.1 Hasil Survei Dalam Jaringan dan Survei Tertulis

Gambar 4.6 Perbandingan Jumlah Responden berdasarkan Kategori Pemangku Kepentingan

Survei dalam jaringan/daring (online) dan survei tertulis telah berhasil mengumpulkan 460 responden yang berasal dari berbagai latar belakang (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, akademisi, dan lainnya). Data yang terkumpul dari survei daring dan tertulis, kemudian diolah menggunakan Perangkat Penilaian Persepsi Ketahanan Kota 100RC.

Hasil survei merupakan data awal yang

Responden

20%

31%

17%

10%

pemerintah

sektor bisnis

organisasi masyarakat

akademisi

menjadi masukan dalam lokakarya persepsi penilaian ketahanan kota. Hasil survei dianalisis keterkaitannya dengan hasil inventarisasi ikhtiar Jakarta (yang telah dibahas pada Bab 3) dengan menggunakan analisis silang (cross-analysis). Analisis Silang bertujuan untuk melihat kesenjangan yang terjadi antara ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan dengan dimensi ketahanan kota yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan. Hasil lainnya adalah ditemukenalinya dimensi ketahanan kota yang perlu ditingkatkan dan diprioritaskan dalam Strategi Ketahanan Kota (City Resilience Strategy).

4.2.1 Hasil Survei Dalam Jaringan dan Survei Tertulis

Penilaian terhadap ketahanan kota Jakarta berdasarkan persepsi pemangku kepentingan dianalisis menurut 4 (empat) kategori pemangku kepentingan, yaitu:

Masing-masing pemangku kepentingan menilai kualitas Faktor Penggerak ketahanan kota berdasar 3 (tiga) kategori, yaitu:

i. Area kekuatan (arsiran warna biru);

ii. Baik, namun perlu ditingkatkan (arsiran warna kuning); dan

iii. Memerlukan peningkatan (arsiran warna merah).

Penilaian terhadap masing-masing Faktor Penggerak dibobotkan berdasar 3 (tiga) kategori, yaitu:

i. Paling berpengaruh;

ii. Cukup berpengaruh; dan

iii. Kurang berpengaruh.

Penilaian Faktor Penggerak berdasar persepsi seluruh pemangku kepentingan juga dilakukan dan dikaitkan dengan hasil analisis inventarisasi ikhtiar Jakarta pada Bab 3. Hasil penilaian tersebut dapat berperan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam merencanakan Strategi Ketahanan Kota (City Resilience Strategy) pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan. Semakin berpengaruh Faktor Penggerak, maka semakin perlu faktor tersebut untuk diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya.

Pemerintah

AkademisiKelompok Masyarakat

Swasta

84 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

B. Persepsi Responden Swasta terkait Penilaian Ketahanan Kota

Responden Swasta berpandangan bahwa terdapat 3 (tiga) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;

ii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan; dan

iii. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.

Selanjutnya, terdapat 4 (empat) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Pemenuhan kebutuhan dasar;

ii. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;

iii. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan

iv. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.

Gambar 4.7 Diagram Persepsi Responden Pemerintah terkait Penilaian Ketahanan Kota

A. Persepsi Responden Pemerintah terkait Penilaian Ketahanan Kota

Responden Pemerintah berpandangan bahwa terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;

ii. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu;

iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;

iv. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;

v. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan

vi. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.

Selanjutnya, terdapat 4 (empat) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Pemenuhan kebutuhan dasar;

ii. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan;

iii. Menjamin kelangsungan layanan yang penting; dan

iv. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.

Sedangkan Faktor Penggerak yang dinilai kurang berpengaruh adalah

i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat dan

ii. Mendorong kemakmuran ekonomi.

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enjam

in sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munik

asi

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alk

an

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Setiap segmen menunjukkan 4.9 faktor

Total Faktor

427

Legenda

Memerlukan peningkatan

Baik namun perlu ditingkatkan

Area kekuatan

Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan

85

JAKARTA B ERKETAHANAN

Gambar 4.8 Diagram Persepsi Responden Swasta terkait Penilaian Ketahanan Kota

C. Persepsi Responden Kelompok Masyarakat terkait Penilaian Ketahanan Kota

Gambar 4.9 Diagram Persepsi Responden Kelompok Masyarakat terkait Penilaian Ketahanan Kota

v. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan

vi. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.

Selanjutnya, terdapat 2 (dua) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta adalah

i. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu dan

ii. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.

Sedangkan 4 (empat) Faktor Penggerak lainnya dinilai kurang berpengaruh, yaitu:

i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat;

ii. Mendorong kemakmuran ekonomi;

iii. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan; dan

iv. Menjamin kelangsungan layanan yang penting.

Sedangkan 5 (lima) Faktor Penggerak yang dinilai kurang berpengaruh, diantaranya adalah:

i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat;

ii. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu;

iii. Mendorong kemakmuran ekonomi;

iv. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan; dan

v. Menjamin kelangsungan layanan yang penting.

Responden Kelompok Masyarakat berpandangan bahwa terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Pemenuhan kebutuhan dasar;

ii. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;

iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;

iv. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enjam

in sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munik

asi

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alk

an

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total Faktor

560

Legenda

Memerlukan peningkatan

Baik namun perlu ditingkatkan

Area kekuatan

Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Setiap segmen menunjukkan 7.5 faktor

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enjam

in sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munik

asi

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alk

an

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total Faktor

787

Legenda

Memerlukan peningkatan

Baik namun perlu ditingkatkan

Area kekuatan

Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Setiap segmen menunjukkan 9.5 faktor

86 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

D. Persepsi Responden Akademisi terkait Penilaian Ketahanan Kota

Responden Akademisi berpandangan bahwa terdapat 4 (empat) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Pemenuhan kebutuhan dasar;

ii. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif;

iii. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan; dan

iv. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.

Selanjutnya, terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, diantaranya adalah:

i. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;

ii. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu;

iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;

iv. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan;

v. Menjamin kelangsungan layanan yang penting; dan

vi. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan.

Gambar 4.10 Diagram Persepsi Responden Akademisi terkait Penilaian Ketahanan Kota

4.2.3 Keterkaitan antar Penilaian Persepsi

Berdasarkan hasil survei daring, tertulis dan lokakarya, mayoritas responden dan peserta lokakarya telah menemukenali faktor-faktor yang berperan dalam ketahanan Kota Jakarta. Seluruh pemangku kepentingan menilai Faktor Penggerak yang dipandang sangat berpengaruh terhadap ketahanan kota adalah Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu. Faktor penggerak tersebut dipandang sangat perlu ditingkatkan dan perlu untuk diprioritaskan dalam penyusunan Strategi Ketahanan Kota.

Seluruh Responden berpandangan bahwa terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:

i. Pemenuhan kebutuhan dasar;

ii. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;

iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;

iv. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;

v. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan

vi. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enjam

in sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munik

asi

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alk

an

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total Faktor

218

Legenda

Memerlukan peningkatan

Baik namun perlu ditingkatkan

Area kekuatan

Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Setiap segmen menunjukkan 3.0 faktor

Sedangkan 2 (dua) Faktor Penggerak lainnya dinilai kurang berpengaruh adalah

i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat dan

ii. Mendorong kemakmuran ekonomi.

87

JAKARTA B ERKETAHANAN

Selanjutnya, responden juga menyepakati 2 (dua) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta yaitu

i. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu dan

ii. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.

Sedangkan 4 (empat) Faktor Penggerak lainnya yang dinilai kurang berpengaruh, diantaranya adalah:

i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat;

ii. Mendorong kemakmuran ekonomi;

iii. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan; dan

iv. Menjamin kelangsungan layanan yang penting.

Para responden dan peserta lokakarya juga menunjukkan ketergantungan kuat antarfaktor penggerak ketahanan. Terilhat dari jaring laba laba kerangka ketahanan kota (spider web) di Gambar 4.11. Garis yang tebal menunjukkan hubungan antarfaktor penggerak tersebut.

Gambar 4.11 Diagram Persepsi Keterkaitan Penilaian Ketahanan Kota antarfaktor Penggerak

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enjam

in sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iakan ko

munik

asi

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alk

an

10 M

enin

gkatk

an

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total Faktor1993

Legenda

Memerlukan peningkatan

Baik namun perlu ditingkatkan

Area kekuatan

Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Setiap segmen menunjukkan 23.2 faktor

1

2

3

4

5

67

8

9

10

11

12

Makin tebal garisnya, makin kuat pula hubungan antar faktor penggerak tersebut. Jika diurutkan dari yang terkuat adalah:

• ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’ dan ‘Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu’. (Dimensi 4 Kepemimpinan dan Strategi, dan Dimensi 2 Ekonomi dan Masyarakat)

• ‘Penghidupan dan pekerjaan yang layak’ dan ‘Mendorong Kemakmuran Ekonomi’ (Dimensi 1 Kesehatan dan Kesejahteraan dan Dimensi 3 Ekonomi dan Masyarakat.)

• ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’ dan ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’. (Keduanya termasuk Dimensi 4 Kepemimpinan dan Strategi)

• ‘Menjamin kelangsungan layanan yang penting’ dan ‘Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan’. (Keduanya termasuk Dimensi 3 Infrastruktur dan Lingkungan).

88 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Gabungan persepsi para pemangku kepentingan antara hasil survei daring, tertulis, dan lokakarya yang dikonfirmasi dengan spider web telah menghasilkan faktor penggerak utama (primer) dalam mewujudkan ketahanan Kota Jakarta, sebagai berikut:

1. Penghidupan dan pekerjaan yang layak Tingkat pengangguran yang tinggi di Jakarta, penyediaan lapangan pekerjaan, dan perlunya meningkatkan upah minimum yang sesuai dengan standar kehidupan yang tinggi di Jakarta. Selain itu, pentingnya mengembangkan keterampilan untuk kelompok masyarakat yang rentan dan inovasi bisnis lokal.

2. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan. Isu korupsi dan pengurangan tindak kejahatan, penegakkan hukum, dan memastikan keamanan dan keadilan yang setara bagi semua orang.

3. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan. Transportasi umum yang lebih efektif, nyaman, dan aman; serta jaringan transportasi yang terpadu antara Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Selain itu, sistem komunikasi yang handal dan responsif dalam keadaan darurat juga dipandang penting.

4. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif. Masalah integrasi dan integritas dalam penyelarasan antara pemerintah dan multipihak. Kapasitas dan kredibilitas pemimpin dan pengambil keputusan di Jakarta juga dipandang penting untuk ketahanan Jakarta.

5. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu. Perlunya perencanaan terpadu dan terkoordinasi, serta pemantauan dan evaluasi perencanaan jangka panjang di seluruh sektor.

faktor telah dikumpulkan

faktor dinilai ‘Memerlukan peningkatan’

faktor dinilai ‘Baik, namun perlu ditingkatkan’

faktor dinilai ‘Area kekuatan’

1,993

68%

30%

2%

Berdasarkan 1.993 faktor yang terkumpul yang telah dipetakan dalam 12 faktor penggerak ketahanan Kota Jakarta, pemangku kepentingan di Jakarta menilai 68% faktor masih memerlukan banyak peningkatan, 30% sudah baik namun perlu peningkatan, dan hanya 2% dipersepsikan sudah sangat baik (sebagai area kekuatan)

89

JAKARTA B ERKETAHANAN

4.2.4 Hasil Analisis Silang (overlay): Penilaian Persepsi vs Inventarisasi

Ikhtiar

Setelah mengetahui pandangan/persepsi para pemangku kepentingan terhadap kondisi ketahanan kota Jakarta, selanjutnya dilakukan analisis silang antara hasil penilaian persepsi dengan proses inventarisasi ikhtiar. Analisis silang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang ketahanan Kota Jakarta yang lebih lengkap. Analisis silang juga bertujuan untuk menemukenali relevansi dan keterkaitan dari berbagai ikhtiar kota dengan pandangan/persepsi para pemangku kepentingan terkait ketahanan Kota Jakarta.

Dalam analisis silang (overlay) ini juga ditemukenali bahwa sub faktor penggerak yang dianggap paling penting oleh para pemangku kepentingan, namun masih belum mendapat perhatian oleh para pengambil keputusan. Lihat Gambar 4.12 Cakram sebelah kiri (Total Faktor 1993) pada sub faktor penggerak no.12 dan 2, dimana

Gambar 4.12 Penilaian Persepsi vs Inventarisasi Ikhtiar

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pela

yanan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enjam

in sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& kea

dilan

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iakan ko

munik

asi

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alk

an

10 M

enin

gkatk

an

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total Faktor1993

Legenda

Memerlukan peningkatan

Baik namun perlu ditingkatkan

Area kekuatan

Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan

Legenda

Primer

Sekunder

160

11 M

ember

dayak

an b

erbag

ai

peman

gku k

epen

tingan

12 Mengembangkan

perencanaan jangka

panjang yang terpadu

2 Penghidupan &

pekerjaan yang layak

3 M

enja

min

pelay

anan

kese

hata

n m

asy

ara

kat

4 M

end

oro

ng

part

isip

asi

masy

ara

kat

yang

terp

ad

u

5 M

enja

min

sta

bilita

s so

sial,

keam

anan

& k

eadila

n

6 Mendorong

kemakmuran ekonomi

7 Mempertahankan & meningkatkan aset

alam & buatan

8 Menjam

in kelangsungan

layanan yang penting

9 M

enyed

iaka

n ko

munika

si

& m

ob

ilitas y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n

10 M

enin

gka

tkan

kep

em

imp

inan d

an

peng

elo

laan y

ang

efe

kti

f

1 Pemenuhan kebutuhan dasar

Total IkhtiarPrioritas

keduanya mendapatkan nilai 7 (tujuh) yaitu Memerlukan peningkatan (warna merah) dan hanya mendapatkan 2-3 poin yang memandang keduanya Baik, namun perlu ditingkatkan (warna kuning). Pada Cakram Sebelah Kanan (Total Ikhtiar Prioritas 180), sub faktor penggerak (sub driver) no. 12 hanya mendapatkan 3 ikhtiar primer dan 2 sekunder, bahkan No, 2 hanya mendapatkan 2 ikhtiar primer dan 2 sekunder.

Fakta tersebut menunjukkan ikhtiar No. 12 Perencanaan jangka panjang yang terpadu disusul oleh No. 2 Penghidupan dan pekerjaan yang layak dipandang masing kurang, padahal perhatian para pemangku kepentingan terhadap faktor penggerak tersebut cukup tinggi.

5KERENTANAN ASETDAN RISIKONYA

JAKARTA B ERKET AHANAN

Penilaian kerentanan aset dan risikonya bertujuan untuk menemukenali risiko yang dihadapi Jakarta berdasarkan dampak guncangan dan tekanan utama serta keterkaitan diantara keduanya. Aset yang dimaksud adalah aset kota berupa aset fisik buatan dan sumberdaya alam yang berkontribusi terhadap ketahanan kota. Kerentanan aset dinilai berdasarkan potensi pengaruh guncangan dan tekanan terhadap kondisi aset.

Bab V terdiri dari beberapa bagian yang memberikan penjelasan mengenai metodologi yang digunakan dalam penilaian kerentanan aset dan risikonya, serta memaparkan hasil dari penilaian tersebut.

92 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

5.1 METODOLOGI

Penilaian kerentanan aset dan risikonya dari guncangan dan tekanan menghasilkan pemahaman baru terkait keterhubungan antara berbagai guncangan dan tekanan. Penilaian ini juga menggambarkan dampak dari guncangan dan tekanan pada kemampuan kota untuk berkembang. Penilaian ini mendalami risiko melalui sebuah sistem analisis: memrioritaskan guncangan dan tekanan, serta mendalami lebih lanjut keterkaitan diantara masing-masing guncangan dan tekanan.

5.1.1 Perangkat Aset dan Risiko Kota

Kerentanan aset dan risikonya dinilai dengan menggunakan Perangkat Aset dan Risiko Kota yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC). Penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota bertujuan:

a. Melakukan pendekatan yang berwawasan ke depan. Pemangku kepentingan didorong untuk berpikir lebih jauh tentang guncangan dan tekanan yang selama ini telah dikenal dan berdampak. Perangkat ini memberikan petunjuk untuk mempertimbangkan risiko yang dimiliki dalam skala waktu yang berbeda dan skenario terjadinya risiko tersebut di masa depan. Perangkat ini juga memicu dan menampung kemungkinan hadirnya pemikiran dan diskusi tentang keterkaitan antara guncangan dan tekanan.

b. Mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan oleh guncangan dan tekanan;

c. Melengkapi kerangka kerja yang sudah ada dan mendorong para pemangku kepentingan untuk memanfaatkannya;

d. Meningkatkan rasa memiliki dan mempererat hubungan diantara para pemangku kepentingan terkait;

e. Kualitas keluaran yang dihasilkan bergantung kepada keterlibatan para pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai unsur, baik pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat, karena masing-masing unsur memiliki perspektif yang berbeda-beda.

Perangkat Aset dan Risiko Kota terdiri dari 6 (enam) modul, yaitu:

Pemindaian Aset Fisik dilakukan untuk menemukenali aset fisik utama dan melakukan penilaian terhadap

kondisi terkini aset beserta dengan tingkat kerentanannya. Modul ini menghasilkan Matriks Aset

dan Tingkat Kerentanannya. Tujuan penilaian aset dan tingkat kerentanannya adalah untuk mengetahui aset yang memerlukan perhatian berdasarkan hasil pembobotan manajemen aset, tingkat pelayanan,

tingkat perbaikan, dan kekritisan aset.

Modul 1: Pemindaian Aset Fisik

Observasi Guncangan bertujuan untuk menemukenali guncangan akut (acute shock) yang paling mungkin

terjadi dengan mengacu pada kecenderungan guncangan saat ini dan mempertimbangkan

kemungkinan serta intensitas terjadinya guncangan. Selain itu, modul ini juga mempertimbangkan

kemungkinan guncangan dan akibat maksimal dari guncangan tersebut di masa depan serta ancamannya

terhadap kota.

Modul 2: Observasi Guncangan

Matriks Aset dan Guncangan digunakan untuk menilai kerentanan aset fisik terhadap guncangan akut yang

telah diobservasi sebelumnya.

Modul 3: Matriks Aset dan Guncangan

Analisis Skenario dilakukan untuk memperkirakan kemungkinan peristiwa di masa depan sehingga

dapat ditemukenali tekanan kronis (chronic stress) yang mungkin terjadi.

Modul 4: Analisis Skenario

Matriks Tekanan digunakan untuk menemukenali tekanan kronis yang mungkin akan menimbulkan

tantangan kota di masa depan.

Modul 5: Matriks Tekanan

Matriks Guncangan dan Tekanan digunakan untuk menemukenali keterkaitan antara guncangan dan

tekanan.

Modul 6: Matriks Guncangan dan Tekanan

93

JAKARTA B ERKETAHANAN

Dalam proses penilaian kerentanan aset dan risikonya, penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota dilakukan secara bertahap. Modul 1 Pemindaian Aset Fisik dan Modul 2 Observasi Guncangan digunakan paling awal untuk mengumpulkan data awal sebagai masukan analisis pada Modul 3 Matriks Aset dan Guncangan. Modul 2 Observasi Guncangan juga memberikan masukan bagi analisa pada Modul 6 Matriks Guncangan dan Tekanan. Kemudian, Modul 4 Analisis Skenario digunakan sebagai dasar analisis pada Modul 5 Matriks Tekanan. Tahapan berikutnya adalah Hasil analisis Modul 5 menjadi masukan bagi analisis pada Modul 6 Matriks Guncangan dan Tekanan.

Selengkapnya tahapan penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 5.1 Diagram Tahapan Penilaian Kerentanan Aset dan Risikonya

Tahapan Penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota

Memulai Penggunaan Perangkat Aset dan

Risiko Kota

Modul 1 - Pemindaian Aset Fisik

Modul 2 - Observasi Guncangan

Modul 4 - Analisis Skenario

Modul 3 - Matriks Aset dan Guncangan

Modul 5 - Matriks Tekanan

Modul 6 - Matriks Guncangan dan

Tekanan

Keluaran 2 - Matriks

Guncangan

Keluaran 4 - Matriks kemungkinan peristiwa

di masa depan

Keluaran 5 - Matriks Tekanan kronis yang berpotensi menjadi

tantangan

Keluaran 3 - Penilaian kerentanan aset fisik terhadap guncangan

akut

Keluaran 6 - Keterkaitan antara guncangan dan

tekanan

Keluaran 1 - Matriks Aset dan Tingkat Kerentanannya

94 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

5.1.2 Metode Pengumpulan Data

Penilaian kerentanan aset dan risikonya dari guncangan dan tekanan dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Bentuk pendekatan kolaboratif juga digunakan untuk mengumpulkan data, melalui kegiatan: (i) wawancara, (ii) lokakarya, dan (iii) sesi kerja. Adapun tahapan dan keterkaitan antarkegiatan pengumpulan data dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

A. Wawancara

Wawancara bertujuan untuk mengembangkan analisis awal mengenai kerentanan aset kota dan risikonya dari benturan guncangan dan tekanan dengan menggunakan Perangkat Aset dan Risiko Kota yang dikembangkan oleh 100 Resilient City. Setiap sesi wawancara memungkinkan para pemangku kepentingan untuk membahas secara mendalam dan memahami tantangan sekaligus memasukkan data ke dalam format secara langsung.

Wawancara juga memungkinkan pemangku kepentingan untuk melangkah dari satu modul ke modul lainnya secara bertahap dan menyeluruh dalam rangka menemukenali kerentanan aset dan risikonya dari guncangan dan tekanan.

Adapun pemangku kepentingan yang diwawancarai, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta untuk mengembangkan draft pertama analisis Kerentanan Aset dan Risikonya.

B. Lokakarya

Lokakarya bertujuan untuk melakukan validasi terhadap temuan dan analisis awal hasil wawancara; serta memperoleh pandangan dari para pemangku kepentingan berkaitan dengan isu, rencana, strategi, program, proyek, praktik, gagasan, studi, atau kebijakan mengenai aset kota dan kaitannya dengan guncangan.

Lokakarya difokuskan pada diskusi terkait aset fisik dan guncangan di DKI Jakarta, yang dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

i. Fasilitas sosial dan umum;

ii. Energi dan sumber daya;

iii. Struktur bangunan dan lingkungan hidup; serta

iv. Transportasi.

Perangkat Aset dan Risiko Kota yang digunakan adalah:

• Modul 1 Pemindaian Aset Fisik;

• Modul 2 Observasi Guncangan; serta

• Modul 3 Matriks Aset dan Guncangan. Lokakarya tersebut melibatkan berbagai pemangku kepentingan, terutama SKPD/OPD pengelola aset fisik di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

C. Sesi Kerja

Sesi kerja bertujuan untuk:

e. melakukan konfirmasi terkait tekanan utama yang dihadapi Jakarta, baik saat ini maupun yang akan datang;

f. memrioritaskan jenis guncangan dan tekanan dalam konteks skenario masa depan sekaligus menilai potensi memburuknya risiko yang akan dihadapi;

Gambar 5.2 Diagram Tahapan Pengumpulan Data

Lokakarya kerentanan aset dan risikonya terkait aset kota dan guncangan yang dihadapi kota

dengan para pemilik aset

Sesi Kerja Kerentanan Aset dan Risikonya terkait guncangan dan tekanan dengan para pengambil

keputusan utama

Wawancara dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelolaan Aset Daerah

(BPAD) DKI Jakarta untuk mengembangkan draft pertama analisis kerentanan aset dan risikonya

95

JAKARTA B ERKETAHANAN

g. menginformasikan temuan dan analisis awal yang diperoleh dengan menggunakan Perangkat Aset dan Risiko.

Sesi kerja ini berfokus pada diskusi berkaitan dengan guncangan dan tekanan yang mengundang dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Adapun Perangkat Aset dan Risiko Kota yang digunakan pada sesi kerja ini adalah:

i. Modul 4 Analisis Skenario;

ii. Modul 5 Matriks Tekanan; dan

iii. Modul 6 Matriks Guncangan dan Tekanan.

Sesi kerja juga membahas kembali tekanan

utama berdasarkan keluaran dari Lokakarya Perdana Program 100RC Jakarta/Agenda Setting Workshops (yang dilakukan pada bulan November 2016) serta hasil dari kegiatan wawancara dan lokakarya. Tekanan utama dimaksud kemudian dianalisis lebih lanjut sehingga memungkinkan ditemukenalinya tekanan utama saat ini dan tekanan yang menjadi tantangan di masa yang akan datang.

5.2 HASIL PENILAIAN KERENTANAN ASET DAN RISIKONYA

Penggunaan Perangkat Aset dan Risiko telah membantu para pemangku kepentingan untuk menilai kondisi eksisting masing-masing aset kota yang terkait dengan ketahanan Jakarta. Kondisi aset eksisting tersebut dinilai berdasarkan tata kelola, tingkat pelayanan, keadaan perbaikan, tingkat kekritisan, dan risiko bisnis. Sedangkan kerentanan masing-masing aset dinilai berdasarkan risiko yang akan dihadapi oleh aset ketika terjadi guncangan. Penilaian aset ini juga menunjukkan bahwa perbaikan terhadap pengelolaan aset masih diperlukan (lihat Gambar 5.3).

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa aset Kota Jakarta yang dinilai sangat buruk adalah instalasi pengolahan air limbah. Meskipun terdapat beberapa sistem pengolahan air limbah komunal di DKI Jakarta, namun banyak yang tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan, aset kota yang dinilai paling rentan terdampak oleh guncangan adalah pembangkit listrik dan jaringan transmisi listrik. Hal ini disebabkan karena Jakarta sangat bergantung pada energi listrik.

Kondisi aset Guncangan utamaA set paling rentan

Pengolahan air limbahJaringan air minumSungai, situ, pesisirFasilitas pengolahan sampahJalur irigasiPembangkit listrik

Transmisi listrik

Bangunan perumahan

Penyimpanan air baku

Stasiun pemantau kualitas

udara

Ruang terbuka hijau

Aset drainase

Pelabuhan

Depot BBM

Lahan aset pemerintah

Jalan utama

Jalur kereta api

Terowongan

Jembatan

Banjir karena curah hujanKerusakan infrastrukturKerusuhan/keresahan sosialKebakaranWabah penyakitKekeringan

Serangan cyber

Krisis finansial/ekonomi

Ketiadaan listrik

Penurunan permukaan tanah

Banjir rob

Gempa bumi

Serangan teroris

Tawuran warga

Tsunami

Pembangkit listrikPenyimpanan air bakuPelabuhanBandar udaraTransmisi listrikBangunan perumahan

Penyimpanan penyediaan

makanan

Jalur kereta api

Pengolahan air limbah

Jalan utama

Terowongan

Aset drainase

Jembatan

Fasilitas pemadam kebakaran

Ruang terbuka hijau

Taman publik dan jalur

rekreasi

Sungai, situ, pesisir

Klinik kesehatan

Fasilitas pendidikan

MemburukAncaman terbesar

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

MembaikAncaman

terkecil

Gambar 5.3 Daftar Kerentanan Aset terhadap Guncangan Utama

Sumber: Hasil Lokakarya dan Sesi Kerja Kerentanan Aset dan Risikonya

A

96 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

Pada urutan kedua, jaringan air minum dinilai sebagai salah satu aset yang paling rentan. Bencana banjir secara signifikan bisa berdampak negatif terhadap kapasitas dan kemampuan penyimpanan air baku yang kondisinya dinilai sudah buruk menjadi lebih buruk.

Lokakarya menyepakati bahwa banjir karena curah hujan merupakan guncangan paling utama di DKI Jakarta. Banjir juga mempengaruhi kerentanan sungai, situ, pesisir, yang sudah sangat tercemar dengan sampah. Pelabuhan, stasiun kereta api, dan bandar udara juga dinilai sebagai aset yang rentan karena perannya yang penting sebagai prasarana ekonomi Jakarta dan Indonesia.

Tekanan Utama:

Saat ini dan di masa depan

Penilaian kerentanan aset dan risiko kota perlu juga mempertimbangkan risiko kota saat ini, tantangan dan potensi yang akan dihadapi di masa depan. Hasil lokakarya dan sesi kerja menyepakati bahwa tekanan utama yang dinilai mengancam ketahanan DKI Jakarta saat ini diurutkan sebagai berikut:

1. Keamanan, kualitas, dan kebersihan makanan - penggunaan zat adiktif makanan akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius dan membahayakan masyarakat.

2. Tingginya Urbanisasi – Meningkatnya populasi Jakarta akibat migrasi merupakan masalah yang rumit karena solusinya bukan hanya kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun juga kewenangan Pemerintah Pusat dan kota/kabupaten sekitar.

3. Degradasi lingkungan - kualitas udara yang buruk disebabkan oleh polusi kendaraan, pembuangan limbah padat yang tidak terkelola dengan baik dan kualitas air yang buruk.

4. Kapasitas tata kelola yang terkait dengan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif serta pentingnya perencanaan yang terpadu. Sering pula terjadi ketidaksesuaian dalam proses perencanaan antarlembaga, misalnya, ketidakkonsistenan antara rencana pembangunan dan implementasinya.

5. Pemikiran kritis terhadap informasi cyber - informasi palsu (hoax) dan ancaman cyber, yang dapat memancing ketegangan sosial.

97

JAKARTA B ERKETAHANAN

Gambar 5.4 Lokakarya Aset dan Guncangan untuk melihat kerentanan Aset Kota dengan Guncangan

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)

Sedangkan, tekanan utama yang dinilai berpotensi mengancam Jakarta di masa depan juga diurutkan sebagai berikut:

1. Kompetisi hidup yang tinggi - ketidaksetaraan pendapatan dan pendidikan dapat menyebabkan tekanan kronis (chronic stresses) pada individu dan memburuknya kesehatan mental.

2. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi – proses urbanisasi lebih cepat akan dapat meningkatkan kesenjangan dan menurunkan kualitas hidup.

3. Ketersediaan air bersih yang tidak berkelanjutan - kurangnya ketersediaan air bersih menyebabkan semakin banyaknya penyedotan air tanah, yang akan memperburuk risiko penurunan muka tanah (land subsidence).

4. Peningkatan mobilitas - selain dari pengembangan dan sistem transportasi terpadu, peningkatan mobilitas di masa depan juga disebabkan oleh kemajuan teknologi, seperti aplikasi telepon pintar serta kemajuan teknologi informasi yang mendukung aktivitas mobile/remote.

5. Kualitas pendidikan dan pengembangan karakter - tenaga kerja tidak terampil dan ketidakcocokan antara pelatihan, pendidikan, dan pekerjaan menghasilkan tenaga kerja berkualitas rendah di masa depan.

Gambar 5.5 Sesi Kerja Tekanan Kota untuk melihat Tekanan yang berpotensi mengancam Jakarta di Masa Depan

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)

6FOKUS UTAMA

JAKARTA B ERKET AHANAN

Merupakan bagian terakhir dari Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment) Kota Jakarta yang berisi penjelasan 5 (lima) Fokus Utama (Discovery Areas) yang berhasil ditemukenali dan disepakati sebagai hasil analisis keempat bab sebelumnya. Kelima Fokus Utama tersebut selanjutnya menjadi pijakan dan ruang lingkup dalam menyusun Dokumen Strategi Ketahanan Kota (Tahap II Program Jakarta Berketahanan) yang melibatkan para pemangku kepentingan kunci.

100 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

6.1 METODOLOGI

Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) berperan sebagai pisau analisis yang membantu mengenali dan menilai kondisi ketahanan kota Jakarta melalui:

i. pengenalan isu strategis Jakarta saat ini dan di masa mendatang;

ii. pendataan ikhtiar yang sudah dan tengah dilakukan di Jakarta untuk mengatasi isu tersebut;

iii. penjaringan persepsi pemangku kepentingan terkait ketahanan Kota Jakarta; serta

iv. penelaahan kerentanan aset dan risikonya. Hasil dari keempat kegiatan tersebut menjadi data awal dalam proses menemukenali dan menyepakati Fokus Utama Ketahanan Kota Jakarta.

6.1.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Pendekatan kolaboratif tersebut diterapkan pada kegiatan:

i. Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama;

ii. Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota.

(i) Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama

Sesi kerja ini berfokus pada upaya menemukenali dan menyepakati Fokus Utama dan pertanyaan analisisnya (diagnostic questions). Sesi kerja ini melibatkan para pemangku kepentingan kunci. Tujuan Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama adalah:

i. menyampaikan hasil dan temuan yang ditemukenali pada Tahap I yang diperoleh melalui survei daring, survei tertulis, lokakarya, dan sesi kerja; serta

ii. menemukenali hal-hal lain yang dianggap penting bagi ketahanan Jakarta di masa depan.

Gambar 6.1 Proses Penentuan Fokus Utama

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)

menentukan pertanyaan

kunci

menemukenali pertanyaan

analisis

Proses penentuan Fokus Utama terbagi ke dalam dua tahapan, yaitu:

i. penentuan pertanyaan kunci dari daftar panjang pertanyaan (long listed questions); dan

ii. perumusan pertanyaan analisis (diagnostic questions) untuk setiap Fokus Utama (Gambar 6.1).

101

JAKARTA B ERKETAHANAN

Daftar Panjang Pertanyaan

Disusun berdasarkan hasil survei, lokakadrya dan sesi kerja sebelumnya yang bertujuan membantu menemukan fokus utama/discovery areas

Daftar panjang pertanyaan (long listed questions):

Daftar panjang pertanyaan (long listed questions) telah disiapkan sebelumnya yang disusun berdasarkan hasil survei, sesi kerja, dan lokakarya.

Daftar pertanyaan panjang tersebut kemudian dianalisis bersama dengan pemangku kepentingan terkait dan dikerucutkan menjadi 5 (lima) pertanyaan kunci (short listed) yang kemudian disepakati menjadi 5 (lima) Fokus Utama Ketahanan Kota Jakarta. Kelima Fokus Utama kemudian dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan analisis (diagnostic questions).

1. Bagaimana Jakarta bisa terlindungi dari banjir secara lebih baik, saat ini dan di masa depan?

2. Bagaimana pergerakan/mobilitas penduduk di Jakarta bisa ditingkatkan kualitasnya?

3. Apa saja dampak dari keresahan sosial (civil unrest) di Jakarta? Hal apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut?

4. Bagaimana Jakarta mampu menyediakan air minum untuk semua penduduk dan mengelola air limbahnya?

5. Bagaimana Jakarta mampu meningkatkan kualitas dan nilai nutrisi pangan?

6. Bagaimana Jakarta mampu bertahan ketika pasokan pangan dari luar Jakarta terhenti atau terganggu?

7. Bagaimana Jakarta merencanakan dan mengawasi lebih baik arus migrasi penduduk ke Jakarta?

8. Bagaimana Jakarta bisa meningkatkan kapasitas tata kelola pemerintahan dan manajemen kota?

9. Apa penyebab dari terkendalanya perencanaan terpadu?

10. Bagaimana Jakarta mampu memberikan informasi yang berkualitas kepada warganya, baik saat kondisi normal maupun darurat?

11. Apa saja aspek yang mempengaruhi kompetisi sosial atau persaingan hidup penduduk Jakarta?

12. Bagaimana Jakarta bisa menyediakan lokasi pengolahan sampah yang memadai sekaligus mengurangi timbulan sampah di masa depan?

13. Peluang apa yang bisa dimanfaatkan untuk menyediakan lebih banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta?

14. Bagaimana Jakarta bisa lebih mempersiapkan diri dan tanggap terhadap wabah penyakit?

15. Bagaimana status risiko gempa di Jakarta dan bagaimana Jakarta bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapinya?

16. Bagaimana Jakarta mampu meningkatkan kualitas dan kesetaraan akses terhadap pendidikan dan pelatihan sehingga warganya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan dan berkontribusi secara positif dalam kehidupan bermasyarakat?

DAFTAR PANJANG PERTANYAAN

(LONG LISTED QUESTIONS):

102 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

(ii) Seminar Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment/PRA)

Seminar Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) bertujuan untuk:

i. menyampaikan dan melaporkan kembali semua keluaran, hasil, dan temuan Tahap I;

ii. mendapatkan masukan dan mengonfirmasi 5 (lima) Fokus Utama/Discovery Areas (DA) kepada para pemangku kepentingan dalam forum yang lebih besar; dan

iii. memberikan wawasan tentang Tahap II Program Jakarta Berketahanan.

Seminar tersebut mengundang seluruh pemangku kepentingan yang telah berpartisipasi dalam seluruh rangkaian kegiatan Tahap I Program Jakarta Berketahanan, mulai dari survei daring, survei tertulis, lokakarya, hingga sesi kerja (lihat Gambar 6.3). Seminar PRA diawali dengan paparan keluaran, hasil, dan temuan Tahap I yang kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi panel yang menghadirkan dua pembicara, yaitu Associate Director 100RC Asia Pacific dari Singapura dan Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Saat sesi tanya jawab, berbagai

Gambar 6.3 Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota Jakarta

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)

Gambar 6.2 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan pada Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)

“Sebenarnya Jakarta telah memiliki Rencana Pembangu-nan Jangka Panjang dan Menengah (RPJPD dan RPJMD). Isu utama sebenarnya terletak pada konsistensi perencanaan dan implementasi yang mempengaruhi pen-danaan”

- Endang, BPBD

“Permasalahan terkait peruma-han yang terjangkau memiliki hubungan yang kuat dengan mobilitas. Kurang tersedianya perumahan yang terjangkau memaksa masyarakat untuk tinggal di pinggiran kota, sehingga menambah beban lalu lintas di Jakarta”

- Basuki, BPBD

“Permasalahan keresahan sosial (civil unrest) perlu dianggap sebagai Area Temuan sendiri karena men-gandung berbagai masalah sosio-politik. Keresahan sosial (civil unrest) menimbulkan risiko besar bagi Jakarta yang juga adalah ibu kota, tempat terjadinya demonstrasi bahkan untuk isu-isu dalam negeri dan luar negeri”

- Wicaksono Sarosa

masukan dari pemangku kepentingan terkait berhasil dihimpun (lihat Gambar 6.4) yang diantaranya berupa:

iv. perlunya pelibatan dan kolaborasi dengan kabupaten/kota di sekitar DKI Jakarta;

v. perlunya membangun ketahanan kota mulai dari tingkat komunitas; serta

vi. pentingnya integrasi seluruh pemangku kepentingan terkait.

103

JAKARTA B ERKETAHANAN

6.2 FOKUS UTAMA KETAHANAN KOTA JAKARTA

Fokus Utama (Discovery Areas) merupakan kumpulan isu yang diprioritaskan untuk didalami lebih lanjut pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan, baik terkait data penunjang, analisis lanjutan maupun informasi penting lainnya.

Selain itu, Fokus Utama adalah hasil kesepakatan para pemangku kepentingan yang telah terlibat dalam rangkaian kegiatan Tahap I.

Adapun 5 (lima) Fokus Utama tersebut, yaitu:

Gambar 6.4 Beberapa Masukan dari Pemangku Kepentingan Terkait

Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)

“Program Jakarta Berketahanan juga harus melibatkan kota-kota di sekitarnya karena Jakarta memiliki ketergantungan pada daerah sekitarnya seperti Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi”

- Hari Gani, Real Estate Indonesia

“Sekretariat Jakarta Berketahanan seharusnya bekerja secara dekat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan program 100RC Jakarta untuk mewujudkan Ketahanan Kota Jakarta. Perlu pula untuk memperluas jangkauan program 100 RC Jakarta sampai ke tingkat komunitas untuk memastikan implementasinya”

- Denny, Lurah Duri Utara

“Perwujudan Jakarta Berketahan-an harus mensinergikan dan mengintegrasikan semua sektor (pemangku kepentingan, program pemerintah, rencana strategis) terkait. Proses mewu-judkan Jakarta Berketahanan harus memiliki sistem pendanaan yang jelas dan transparan dan disesuaikan dengan dokumen perencanaan milik pemerintah provinsi DKI Jakarta”

- KBP. Kasmudi, SIK., Polda Metro Jaya

Meningkatkan kapasitas

tata kelola pemerintahan dan

manajemen kota

Mengembangkan budaya

siap siaga untuk menghadapi

berbagai guncangan

Meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan melalui

tata kelola air bersih, air limbah,

dan sampah

1

2

3

Meningkatkan kualitas mobilitas

dan konektivitas warga Jakarta;4

Memelihara kohesi sosial warga

Jakarta5

104 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

FOKUS UTAMA

Tabel 6.1 Fokus Utama dan Pertanyaan Analisis Ketahanan Kota

PERTANYAAN ANALISIS

Fokus Utama 1:

Meningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan dan Manajemen Kota

a. Bagaimana Jakarta dapat mengantisipasi isu perencanaan dengan lebih baik?

b. Bagaimana Jakarta melaksanakan perencanaan jangka panjang dan terpadu?

c. Bagaimana Jakarta dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan lebih baik dengan Kota/Kabupaten di sekitarnya (metropolitan governance)?

Fokus Utama 2:

Mengembangkan ‘Budaya’ Siap Siaga untuk Menghadapi Berbagai Guncangan

a. Bagaimana Jakarta bisa mengurangi dampak guncangan (shocks) terhadap aset dan masyarakat, saat ini dan di masa depan?

b. Bagaimana Jakarta bisa lebih siap dalam mengawasi, menanggapi, dan segera pulih/bangkit dari risiko buruknya kesehatan masyarakat?

c. Bagaimana Jakarta lebih mampu mengelola informasi secara akurat, real-time, dan menyediakan informasi yang terpercaya terkait risiko (guncangan dan tekanan) kepada warganya sekaligus melakukan mitigasi risiko penyebaran informasi palsu (hoax)?

d. Bagaimana memperkuat faktor penggerak (drivers) ketahanan untuk mengurangi risiko terpapar dari globalisasi, perubahan ikilim dan urbanisasi?

Adapun pertanyaan analisis masing-masing Fokus Utama, dapat dilihat dapat Tabel 6.1, sebagai berikut:

105

JAKARTA B ERKETAHANAN

Fokus Utama 3:

Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan melalui Tata Kelola Air Bersih, Air Limbah, dan Sampah

a. Bagaimana Jakarta dapat meningkatkan proses pengolahan air limbah dikaitkan dengan penyediaan air bersih untuk semua penduduk?

b. Bagaimana peluang kolaborasi antarpemangku kepentingan dalam pengelolaan air limbah skala komunal terdesentralisasi dan penyediaan air bersih berbasis komunitas?

c. Bagaimana Jakarta mampu meningkatkan ketersediaan air melalui perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)?

d. Bagaimana Jakarta mampu menyelesaikan masalah pembuangan sampah dan mengurangi timbulan sampah dengan lebih baik melalui kolaborasi dengan wilayah (kab/kota/provinsi) sekitarnya?

Fokus Utama 4:

Meningkatkan Kualitas Mobilitas dan Konektivitas Warga Jakarta

a. Bagaimana Jakarta bisa memastikan kualitas dan keamanan transportasi publik, termasuk transportasi publik berbasis aplikasi (daring), dalam rangka meningkatkan mobilitas dan konektivitas?

b. Bagaimana Jakarta mampu memanfaatkan teknologi dalam rangka menyediakan informasi perjalanan yang terpercaya serta mengurangi kebutuhan warga untuk berpergian?

c. Bagaimana Jakarta menyelesaikan masalah kerentanan rantai pasokan pangan, sumber pangan alternatif, dan meningkatkan produksi lokal?

Fokus Utama 5:

Memelihara Kohesi Sosial Warga Jakarta

a. Bagaimana Jakarta mampu mempersiapkan baik pendatang maupun penduduk setempat untuk berkompetisi dan mencapai keberhasilan di Jakarta

b. Bagaimana Jakarta mampu menyediakan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas, relevan dan bisa diakses oleh semua (equity)?

c. Bagaimana Jakarta mengurangi dampak dan penyebab keresahan sosial di Jakarta?

FOKUS UTAMA PERTANYAAN ANALISIS

106 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

6.2.1 Fokus Utama 1:

Meningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan dan Manajemen Kota

Capaian program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai masih belum optimal akibat masih lemahnya kolaborasi antar SKPD/OPD dan/atau antara SKPD/OPD dengan pihak non-pemerintah, dan kapasitas staf yang kurang memadai.

Selain itu, masih belum tersedianya payung besar bagi penyelesaian isu strategis (misalnya berupa Desain Besar berbasis isu) juga berkontribusi pada belum optimalnya capaian program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Foto : Govinder.asia

Pemenuhan kebutuhan dasarPenghidupan dan pekerjaan yang layakMenjamin pelayanan kesehatan masyarakatMemberdayakan berbagai pemangku kepentinganMendorong perencanaan jangka panjang yang terpadu

Kerusuhan/keresahan sosialWabah penyakit

Keamanan, kualitas, dan kebersihan makananUrbanisasi yang tinggiKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduKualitas pendidikan dan pembangunan karakter

‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/ City Resilience Frameworks (CRF)

yang terkait

Guncangan (shock) yang terkait

Tekanan (stress) yang terkait

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

107

JAKARTA B ERKETAHANAN

Membangun ‘budaya’ siap siaga dalam menghadapi berbagai guncangan atau bencana

6.2.2 Fokus Utama 2:

Budaya kesiapsiagaan penduduk DKI Jakarta dalam menghadapi guncangan dipandang masih lemah. Hal ini terlihat dari rendahnya kesadaran penduduk Jakarta untuk mengurangi risiko guncangan. Ikhtiar ini tidak hanya terbatas pada mekanisme keselamatan dan mengurangi risiko buruknya kondisi kesehatan masyarakat, tetapi berkaitan pula dengan upaya menghadirkan informasi yang berkualitas dan real-time sekaligus mencegah menyebarnya informasi palsu (hoax).

Masih belum tersedianya payung besar regulasi penyelesaian isu kebencanaan pada skala komunitas juga berkontribusi pada kurangnya budaya kesiapsiagaan bencana.

‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)

yang terkait

Guncangan (shock) yang terkait

Tekanan (stress) yang terkait

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Menjamin pelayanan kesehatan masyarakatMenjamin kelangsungan layanan yang pentingMenyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkanMeningkatkan kepemimpinan dan tata kelola yang efektifMemberdayakan berbagai pemangku kepentinganMengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu

BanjirKebakaranKegagalan infrastrukturWabah penyakit

Serangan cyberPenurunan permukaan tanahGempa bumi

.

.

.

Kapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduPemikiran kritis terhadap informasi cyberKualitas pendidikan dan pembangunan karakter

Foto : Kemal Jufri - New York Times

108 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

6.2.3 Fokus Utama 3

Cakupan layanan air bersih yang masih terbatas dan pengelolaan air limbah serta sampah yang belum optimal merupakan isu layanan dasar yang dinilai masih menjadi agenda utama bagi Jakarta. Hal ini berdampak pada tingkat kesehatan dan kesejahteraan warga Jakarta.

Selain itu, Desain Besar Penyediaan Layanan Air Minum dan Air Limbah Domestik serta Desain Besar Sistem Pengelolaan Sampah masih belum sepenuhnya diimplementasikan.

‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)

yang terkait

Guncangan (shock) yang terkait

Tekanan (stress) yang terkait

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pemenuhan kebutuhan dasarMempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatanMenjamin kelangsungan layanan yang pentingMeningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektifMengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu

BanjirKegagalan infrastruktur Penurunan permukaan tanahBanjir rob

Degradasi lingkunganKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduSuplai air bersih yang tidak berkelanjutan

Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui pengelolaan air bersih, air limbah, dan sampah

109

JAKARTA B ERKETAHANAN

6.2.4 Fokus Utama 4

Tantangan keseharian mobilitas warga Jakarta (seperti kemacetan, polusi udara dan suara, jumlah kendaraan pribadi yang berlebihan) diakibatkan oleh tidak terintegrasi dan terbatasnya sarana dan prasarana transportasi umum, serta maraknya layanan taksi/ojek berbasis aplikasi daring.

Selain itu, terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta telah menyebabkan menjamurnya hunian di pinggiran Jakarta yang turut mempengaruhi tingginya jumlah penglaju.

‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)

yang terkait

Guncangan (shock) yang terkait

Tekanan (stress) yang terkait

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pemenuhan kebutuhan dasarMenyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkanMeningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektifMengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu

Kegagalan infrastrukturSerangan cyber

Keamanan, kualitas, dan kebersihan makananUrbanisasi yang tinggiKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduPemikiran kritis terhadap informasi cyberKompetisi hidup yang tinggiPeningkatan mobilitas

Meningkatkan kualitas mobilitas dan konektivitas warga Jakarta

Foto : Arga Aditya (Unsplash)

110 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

6.2.5 Fokus Utama 5

Jakarta adalah ‘Durian Besar’, hampir semua suku, agama, ras, dengan beragam tingkat kesejahteraan dari seluruh pelosok Nusantara datang dan tinggal di Ibukota bergabung dengan penduduk lokal menjadikan Jakarta sebagai potret kecil Indonesia. Keguyuban antarwarga atau kohesi sosial menjadi sesuatu yang penting untuk dipertahankan.

‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)

yang terkait

Guncangan (shock) yang terkait

Tekanan (stress) yang terkait

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Penghidupan dan pekerjaan yang layakMendorong partisipasi masyarakat yang terpaduMenjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilanMendorong kemakmuran ekonomiMemberdayakan berbagai pemangku kepentingan

Kegagalan infrastrukturKerusuhan/keresahan sosialKrisis finansial/ekonomiSerangan terorisTawuran warga

Urbanisasi yang tinggiKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduPemikiran kritis terhadap informasi cyberKompetisi hidup yang tinggiKemiskinan dan kesenjangan ekonomi

Memelihara kohesi sosial warga Jakarta

Foto : Rohiim Ariful (Unsplash)

111

JAKARTA B ERKETAHANAN

6.3 TAHAP II PROGRAM JAKARTA BERKETAHANAN

Proses pelaksanaan Tahap II Penyusunan Strategi Ketahanan Kota dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan Strategi Ketahanan Kota yang relevan, komprehensif, dan implementatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan melalui pendekatan kolaboratif. Tahap II Program Jakarta Berketahanan akan menghasilkan beberapa keluaran melalui 3 (tiga) tahapan yang terdiri dari:

(i) Inisiasi Tahap II;

(ii) Penyusunan Strategi Ketahanan Kota Jakarta; dan

(iii) Internalisasi Strategi Ketahanan Kota Jakarta ke dalam

Dokumen Perencanaan Provinsi DKI Jakarta. Tahap II diakhiri dengan peluncuran Strategi Ketahanan Kota sekaligus menandai dimulainya Tahap III Program Jakarta Berketahanan, yaitu Implementasi Strategi Ketahanan Kota.

Penyusunan Rencana Kerja

Jakarta Berketahanan

TAHAP I

MENUJU TAHAP II

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Analisis Fokus Utama

Penilaian Peluang

Strategi Ketahanan

Kota

Pe

mb

en

tukan

institu

si dan

imp

lem

en

tasi

112 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

DOKUMEN PEMERINTAH

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta 2012 – 2017. Jakarta: BPBD.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030. Jakarta: BAPPEDA.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013 – 2017. Jakarta: BAPPEDA.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2017). Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2018-2022. Jakarta: BAPPEDA.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2017). FGD RPJMD: Transportation Presentation. Jakarta: BAPPEDA.

Bappenas, BPS, dan UNFPA. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Diakses dari Katalog BPS: 2101018.

Badan Pusat Statistik Pemerintah Indonesia. (2010). Sensus Penduduk 2010: Penduduk Migran Seumur Hidup. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statitik Provinsi DKI Jakarta. (2015). Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No 12/0 2 2/31/Th.XVII

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2016). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam Angka 2015. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam Angka 2017. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Keadaan Ketenagakerjaan di DKI Jakarta Februari 2017. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Statistik Kriminalitas 2017. Jakarta: BPS.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta. (2016). Data Jumlah Kedatangan Penduduk ke Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Disdukcapil.

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2016). Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2016

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. (2016). SLHD Tahun 2015. Jakarta: DLH DKI Jakarta.

OK EDU. (2017). FGD RPJMD Pendidikan. Jakarta.

PAM Jaya. (2017). Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta: FGD Penyusunan RPJMD 2018-2022 Bidang Air Bersih, Air Limbah, Dan Persampahan. Jakarta: PAM Jaya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Food Station Tjipinang Jaya. (2017). FGD RPJMD 2018-2022. Jakarta: Pemprov. DKI Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Jakarta Open Data, 2017

Jakarta Smart City. (2017). TRAFI,

Aplikasi Mitra Jakarta Smart City. Jakarta: JSC.

BUKU

Aldrian, E., Susanto, R. D. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Region within Indonesian and Their Relationship to Surface Temperature. International Journal of Climatology, 23(12), 1435-1452

Baker, Judy L. (2012). Climate change, disaster risk, and the urban poor: cities building resilience for a changing world. Washington, DC: The World Bank.

JURNAL/ARTIKEL ILMIAH

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. (2016). Seminar Universitas Trisakti 24 Agustus 2016

Healey, P. 2006. Collaborative planning: shaping places in fragmented societies. Basingstoke, England: Palgrave Macmillan

Innes, J, & Booher, D.E. (2000). Indicators for sustainable communities: a strategy building on complexity theory and distributed intelligence. Planning Theory and Practice, 1(2), 273.

Judarwanto, SpA., Dr. Widodo. (2012). Klinik Khusus Kesulitan Makan Pada Anak. Perilaku Makan Anak

113

JAKARTA B ERKETAHANAN

Sekolah. Jakarta Pusat: Kementrian Kesehatan RI.

Koulali, A., et al. (2016). Earth and Planetary Science Letters: The kinematics of crustal deformation in Java from GPS observations: Implications for fault slip partitioning. Research School of Earth Sciences, Australian National University, Canberra; Badan Informasi Geospasial (BIG), Cibinong, Indonesia; Institute of Technology Bandung, Indonesia: ELSEVIER.

Margerum, R.D. (2002). Collaborative planning: building consensus and building a distinct model for practice. Journal of Planning Education and Research, 21(3), 237-253

Mungkasa, Oswar M. (2015). Jakarta: Masalah dan Solusi. Jakarta: Bappenas.

Sunarharum, T.M. (2016). Collaborative Planning for Disaster Resilience: The Role of Community Engagement for Flood Risk Management (Disertasi). Diakses dari https://eprints.qut.edu.au/101560/ pada tanggal 3 September 2018

Suzetta, H. Paskah. (2007). Perencanaan Pembangunan Indonesia dalam Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2008). Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Vol. 15 No. 33. Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia. Diakses dari http://ditpolkom.bappenas.go.id pada tanggal 23 September 2017

Texier, P. (2008). Floods in Jakarta: when the extreme reveals daily structural constraints and mismanagement. Disaster Prevention and Management, 17(3), 358-372.

INTERNET/MEDIA CETAK ONLINE

Transparency International Indonesia. (2017). Corruption Perceptions Index 2017. Diakses pada 12 Februari 2018, dari http://riset.ti.or.id/corruption-perceptions-index-2017/

Waze. (2016). Driver Satisfaction Index 2016. Diakses pada 16 Oktober 2017, dari https://inbox-static.waze.com/driverindex.pdf.thejakartapost.com/news/2016/02/06/editorial-celebrating-ethnic-diversity.html

BPS DKI Jakarta (2015) https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/30/142/jumlah-penduduk-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-provinsi-dki-jakarta-2015.html diakses pada tanggal 10 September 2017

BPS DKI Jakarta (2015) (https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 11 September 2017

BPS DKI Jakarta (2015) https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/83/upah-minimum-provinsi-dan-inflasi-di-dki-jakarta-1999-2014.html. diakses pada tanggal 20 September 2017

Depkes (2016) http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/11_DKI_Jakarta_2016.pdf Diakses pada tanggal 20 September 2017

Foto Bagus Ghufron (2015). https://unsplash.com/photos/uMH-d3WWJhM. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Kemal Jufri (2016). https://www.nytimes.com/2016/10/04/world/asia/jakarta-indonesia-canals.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Anton van der Weijst (2018). https://unsplash.com/photos/JdcDkdAFwOQ. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Appai (2018). https://unsplash.com/photos/-UTi6eeBpFw. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Arga Aditya (2018). https://unsplash.com/photos/KH-1YqaZ1l0. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Gede Suhendra (2018). https://unsplash.com/photos/Q9r85tgKTiU. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Muhammad Rizki (2018). https://unsplash.com/photos/rN3R-lKI45M. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Rangga Cahya Nugraha (2018). https://unsplash.com/photos/tK6G-NekNbo. Diakses pada tanggal 4 Maret 2019.

Foto Rangga Cahya Nugraha (2018). https://unsplash.com/photos/-NqgMct64SE. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Foto Rohiim Ariful (2018). https://unsplash.com/photos/Iz2cMcT6BzU. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019.

Foto Vierundsieben (2018) https://unsplash.com/photos/RAD7dekiQyo. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019

Gedung Balai Kota, Blok E, Lantai 4Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta 10110Tel. (62-21) 389 01 802Email : [email protected]

Jakarta Berketahanan

@JakBerketahanan

@jakberketahanan