iss apendisitis

37
Perawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal : Appendisitis Disusun untuk Memenuhi Mata Ajar Keperwatan Dewasa I Disusun oleh Maulana Bayu Dewangga 22020113130092 Celly Devita Febrianti 22020113130094 Dewi Catur Mei Ningrum 22020113130097 Devi Nailil Hidayah 22020113130107 Azizah 22020113130108 Agstri Lestari Putri 22020113130111 Raswati Tridiyana 22020113130112 Dewi Ulfah 22020113130120 Nurul Inabah 22020113130121 Imamah Indah Cahyani 22020113130124 Dita Andini Dwi Pratiwi 22020113130129 A.13.2 JURUSAN KEPERAWATAN

Upload: dita-andini-d-p

Post on 10-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Apendisitis

TRANSCRIPT

Perawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal : AppendisitisDisusun untuk Memenuhi Mata Ajar Keperwatan Dewasa I

Disusun olehMaulana Bayu Dewangga 22020113130092Celly Devita Febrianti22020113130094Dewi Catur Mei Ningrum22020113130097Devi Nailil Hidayah22020113130107Azizah22020113130108Agstri Lestari Putri22020113130111Raswati Tridiyana22020113130112Dewi Ulfah22020113130120Nurul Inabah22020113130121Imamah Indah Cahyani22020113130124Dita Andini Dwi Pratiwi22020113130129

A.13.2

JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO2014

A. Pengertian Apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendiksitis atau radang umbai cacing. Apendiks adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Apendiks terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Pada orang dewasa umbai cacing berukuran 10-20 cm. Lokasi ujung umbai cacing ini bisa berbeda-beda, bisa di retrocaecal/ di pinggang. Yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya apendik tidak berguna. Apendiks adalah perluasan sekum yang rata-rata penjangnya 10cm. Ujung apensiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama di belakang sekum. Arteri apendisialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari arteri ileokolika. (Sabiston, 1987) Apensiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sekretorik di saluran pencernaan. Jika dilakukanpengangkatan apendiks tidak akan menimbulkan efek fungsi sistem imun.Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah kondisi di mana umbai cacing mengalami infeksi. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang selalu mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007) Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)Penyebab apendisitis adalah penyumbatan usus buntu (misalnya oleh kotoran), usus buntu berbelit, parasit (misalnya cacing), dan adhesi dinding usus. Benda asing dapat mengganggu pengosongan usus buntu sehingga menjadi pemicu untuk usus buntu. Hal ini sering terjadi dengan biji cabai, lebih jarang dengan biji tomat atau jambu biji.Apendisitis tanpa obstruksi usus buntu jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri enterococci, proteus atau bakteri E. coli. Penyakit radang usus seperti penyakit Crohn juga dapat menyebabkan apendisitis.Apendisitis adalah penyakit paling umum yang memerlukan intervensi selama masa kanak-kanak. Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks dan menimbulkan edema, inflamasi, bendungan vena, dan peningkatan tekanan intralumen serta iskemi. Hal ini dapat menyebabkan invasi bakteri, nekrosis, perforasi, dan periontetis. Penyebab obstruksi lumen adalah hiperlasia dari jaringan limfoid submukosa, fekalit di apendiks, benda asing dan parasit. Prognosisnya sangat baik, terutama bila pembedahan dilakukan sebelum terjadi perforasi.Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mememotong jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan dengan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau dengan spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, merupakan metode terbaru yang sangat efektif. (Smeltzer, Suzanne C, 2001)Apendiktomi harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan dan biasanya dikerjakan melalui insisi kuadran kanan bawah. Jika apendiks telah perforasi , terutama dengan perotonitis menyeluruh, resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan beberapa jam sebelum apendiktomi. Laparaskopi apendiktomi lebih mahal akan tetapi memperpendek lama tinggal di rumah sakit. Apendiktomi untuk apendisitis non perforata dihubungkan dengan angka komplikais yang rendah,cepat sembuh dan tinggal di rumah sakit lebih pendek (2-3 hari).Apendiktomi dikerjakan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotik diteruskan sampai 7-10 hari. Kadang-kadang abses yang terlokalisasi akan dialirkan dengan cara terbuka atau perkutan dan jadwal apendiktomi sebagai tindakan efektif, kedua dalam 4-6 minggu.Dalam melakukan tindakan keperawatan klien dengan apendiktomi yang harus diperhatikan adalah penanganan terhadap nyeri dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi, mengobservasi keadaan cairan, perawatan luka dengan cara ganti balutan, serta melakukan tindakan dengan anti septic dan septic.B. Patofisiologi Apendisitis dan ApendektomiApendisitis adalah penyakit palingumum yang memerlukan intervensi bedah selama masa kanak-kanak. Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks dan menimbulkan edema, inflamasi, bendungan vena, dan peningkatan tekanan intra lumen serta iskemi. Hal ini dapat menyebabkan invasi bakteri, nekrosis, perforasi, dan peritonitis.Penyebab obstruksi lumen adalah hyperplasia dari jaringan limfoid submukosa, fekalit di apendiks, benda asing dan parasite.Prognosisnya sangat baik, terutama bila pembedahan dilakukan sebelum terjadi perforasi.Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

C. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomidapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparos kopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.Apendektomi Insidentaldilakukan secara selektif untuk penderita resiko tinggi terjadinya apendisitis atau nyeri perut kuadran kanan bawah. Tujuan dari apendektomi insidental adalah untuk tindakan profilaksis.

D. PencegahanSalah satu kiat agar terhindar dari penyakit radang usus buntu adalah mengkonsumsi makanan yang kaya serat.Mengkonsumsi makanan yang kaya serat akan membantu melunakkan makanan sehingga tidak menginap terlalu lama di dalam usus besar. Hal itu bisa mencegah sebagian sampah makanan nyasar ke dalam usus buntu. Sehingga kemungkinan terjadinya radang usus buntu bisa diperkecil.Makanan kaya serat juga merupakan nutrisi yang cocok untuk kehidupan bakteri 'baik' di dalam usus besar, tetapi tidak disukai bakteri patogen (yang menimbulkan penyakit). Karena itu, banyak mengkonsumsi makanan berserat juga membantu menunjang perkembangan bakteri baik. Sehingga pencernaan dan tubuh kita akan lebih sehat, karena lebih banyak terdapat bakteri 'baik' daripada bakteri patogen di dalam ususMenurut Conectique (2007), pencegahan penyakit apendisitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu :1.Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.2.Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan

E. PEMERIKSAAN APENDISITISAda beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosis adanya Apendisitis, diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi :1. Pemeriksaan fisikDengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan apendiks semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.a. InspeksiPada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling (pembengkakan) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi), sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.b. PalpasiPada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).c. Pemeriksaan colok duburPemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.d. Uji psoas dan uji obturatorPemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturatorinternus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.2. Pemeriksaan LaboratoriumTerdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap akan ditemukan kenaikan dari sel darah putih (leukosit) yang jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrophil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.3. Pemeriksaan radiologiTerdiri dari pemeriksaan foto polos, ultrasonografi dan CT-scan.a. Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis.b. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 - 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak.c. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93-98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis.Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak. Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit apendisitis (radang usus buntu) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosis kemungkinan pemberian antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 -10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

F. Klasifikasi ApendisitisKlasifikasi Apendisitis ada 2 :1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

G. Manifestasi Klinis ApendisitisApendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : 1. Mual, muntah2. Nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius. 3. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.4. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

H. Contoh Askep Apendisitis PANDUAN PENGISIAN FORMAT PENGKAJIANASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DEWASA

IDENTITAS KLIEN Nama : Ny. L No. Reg : 159000Umur : 43 TahunTgl. MRS : 14-1-2013Jenis Kelamin : P Diagnosis medis : AppendisistisSuku/Bangsa : Tgl Pengkajian : 15-1-13 (11.00)

a. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY) Keluhan utama Nyeri pada perut bagian bawah kananRiwayat Penyakit Sekarang Pasien merasa badannya panas dan perut sebelah kanannya nyeri kemudian pasien berobat ke perawat desa tempat pasien tinggal. Dari perawat desa pasien diberi obat pencahar melalui rute rectal, karena kondisi pasien masih tetap sama pasien dianjurkan oleh perawat desa untuk USG di Persada hasil USG adalah pasien (+) menderita Appendisitis. Setelah pasien selesai USG pasien dirujuk ke RSUD jombang.Pada tanggal 14-1-13 pasien MRS di IGD RSUD Jombang, di IGD pasien diberi tindakan infus dan obat analgetik, setelah 2 jam pasien pindah ke ruang Mawar, diruang mawar pasien diberi obat ranitidin, ceftriaxone dan cairan infus.Provokatif: nyeri ditimbulkan dari peradangan pada appendisitisQualitas : nyeri seperti tertusuk-tusukRegio : kuadaran IV, pada titik Mc BurneySkala : 5Time : hilang timbul Upaya yang telah dilakukan : Pasien berobat pada perawat desa Terapi/operasi yang pernah dilakukan Pemeriksaan USGRiwayat Kesehatan Terdahulu Penyakit berat yang pernah diderita : pasien memiliki sesakObat-obat yang biasa dikonsumsi : pasien biasanya mengonsumsi obat asma saat penyakitnya kambuhKebiasaan berobat : pasien berobat pada tenaga kesehatan Alergi ( makanan, minuman, obat, udara, debu, hewan) sebutkan : pasien alergi pada bau-bauan yang menyengat.Riwayat Kesehatan KeluargaSebelumnya pada keluarga pasien tidak ada penyakit menular dan tidak ada penyakit keturunan.Riwayat Kesehatan LingkunganLetak rumah pasien berada didekat sungai, jika sewaktu-waktu terdapat sampah yang memenuhi sungai dan menimbulkan bau tidak sedap pasien akan mengalami serangan asma.PEMERIKSAAN FISIK Tanda-tanda Vital, TB dan BB : S : hangatN : 80x/menit ( teratur, kuat)TD : 120/100mmHg (lengan kanan, berbaring) RR : 30x/menit (regular)

PEMERIKSAAN PER SISTEM A. Sistem PernapasanAnamnesa : Pasien biasanya batuk tidak produktifInspeksi: Nafas cuping hidung tidak ada, Secret / ingus tidak ada, oedem pada mukosa tidak ada, kebersihan bersih, deformitas tidak ada, pemberian O2 tidak ada.Palpasi: nyeri tekan tidak ada, fraktur tulang nasal tidak ada.MulutInspeksi: mukosa bibir tidak sianosis, Alat bantu nafas ETT tidak ada.Sinus paranasalisInspeksi : pemeriksaan sinus paranasalis normalPalpasi: nyeri tekan tidak adaB. LeherInspeksi : trakheostomi tidak adaPalpasi : Nyeri tekan tidak ada, adanya massa tidak ada, pembesaran kelenjar limfe tidak ada, posisi trachea di tengah.C. Faring Inspeksi : kemerahan tidak ada, oedem / tanda-tanda infeksi tidak adaD. Area dadaInspeksi: pola nafas teratur, penggunaan otot Bantu pernafasan tidak ada,pergerakan dada simetris, waktu inspirasi ekspirasi (rasio) Inspirasi : ekspirasi normal), trauma dada tidak ada, pembengkakan tidak ada.Palpasi: nyeri tekan tidak ada, bengkak tidak ada.Auskultasi : Suara nafas tambahan tidak adaE. Cardiovaskuler Dan LimfeAnamnesa: nyeri dada tidak ada, sesak saat mencium bau menyengatWajahInspeksi : sembab(-), pucat(-), sianosis(-), pembuluh darah mata pecah(-), konjungtiva anemis.F. LeherInspeksi : bendungan vena jugularis tidak adaPalpasi: Arteri carotis communis(-)

G. DadaInspeksi : bentuk dada simetris, odema tidak ada.Perkusi : batas jantung normalAuskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2) tidak ada kelainan bunyi jantung.H.Ekstrimitas AtasInspeksi : sianosis(-), clubbing finger(-)Palpasi : CRT kembali kurang dari 2 detik, suhu akral hangati.Ekstrimitas BawahInspeksi : Varises(-), sianosis(-), clubbing finger(-), oedem(-)Palpasi : CRT kembali kurang dari 2 detik, suhu akral hangat, oedemq(-)J.Persyarafan Anamnesis : Pada pasien tidak mengalami nyeri kepala berputar-putar,nyeri kepala sebelah,hilang keseimbangan, mual dan muntah, perubahan berbicara, dan tremor. Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):1. Uji nervus I olfaktorius ( pembau)Pasien dapat membedakan bau-bau yang menyengat dan tidak menyengat (seperti minyak kayu putih,parfum dan kopi).

2. Uji nervus II opticus ( penglihatan)Pada pasien pandangan sudah agak kabur dikarenakan faktor usia.Jarak pandangan antara 20-30cm.3. Uji nervus III oculomotoriusPada pasien tidak terdapat oedema kelopak mata,tidak terdapat sklera mata jauh,bola mata menonjol dan celah mata sempit,tetapi pasien konjungtiva matanya anemis.

4. Nervus IV toklearisPasien diperiksa pupilnya normal dan refleks pupilnya normal pada saat diberi sinaran oleh cahaya.5. Nervus V abdusenPada pasien saat dilakukan pemeriksaan gerak bola mata, pergerakannya adalah normal antar mata kanan dan kiri.

6. Uji nervus VI facialis dengan cara kedua alis mata simetris

7. Nervus VII auditorius/AKUSTIKUS Pada pasien pendengaran normal tidak ada gangguan pada pendengaran.8. Nervus VIII vagusPada pasien pergerakan lidahnya dapat bergerak penuh dan tidak ada gangguan pada pergerakan lidah pasien,dapat menelan secara normal.9. Nervus IX aksesorius :Pada pasien pergerakan kepala dan bahu normal. Kepala dapat menggeleng, menoleh kanan dan kiri. Dan bahu dapat bergerak penuh.Tingkat kesadaran (kualitas):Compos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya,dapat berkomunikasi dengan baik.Tingkat kesadaran (Kuantitas) :GCS (Glasgow Coma Scale), yang dinilai yaitu : E4,M6,V5- Eye/membuka mata (E) :4 = dapat membuka mata spontan - Motorik (M) :6 = dapat bergerak sesuai perintah- Verbal/bicara (V) :5 = orientasi baik : orang, tempat, waktu K.Perkemihan-Eliminasi UriAnamnesa: Pasien bisa merasakan miksi dengan tidak memakai kateter. Dan dapat BAK dengan normal. Urine yang dikeluarkan pasien sehari 4 kali antara 1500-1600ccKandung kemihInspeksi : Tidak ada benjolan, jaringan parut (-), kandung kemih tidak tegangPalpasi : nyeri tekan(-), tidak teraba massaGinjal Inspeksi : tidak terjadi pembesaran ginjalPalpasi:tidak teraba adanya pembesaran ginjalPerkusi : nyeri ketok (-)L. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi Anamnesa : Nafsu makan pasien bagus, pasien makan dengan pola pagi-siang-malam tetapi tidak selalu habis, tidak ada keluhan mual muntah, nyeri tenggorokan, maupun gangguan menelan. Pada hari dilakukan pengkajian pasien belum BAB. Pasien merasakan nyeri pada perut bagian bawah kanan.Provokatif : nyeri ditimbulkan dari peradangan pada appendikQualitas : nyeri seperti tertusuk-tusukRegio : kuadaran IV, pada titik Mc BurneySkala : 5Time : hilang timbul MulutInspeksi : mukosa bibir kering, pada gigi terdapat gigi yang tanggal (1) karies (-), terdapat plak pada sela gigi. Stomatitis (-), pembesaran kelenjar parotis (-)Palpasi : nyeri tekan pada rongga mulut (-), massa(-)Lidah Inspeksi : letak simetris, warna merah muda pucat, tidak ada gerakan tremor.Palpasi : Nodul(-), oedema(-), nyeri tekan(-)Faring - Esofagus Inspeksi : warna palatum merah muda Palpasi : pembesaran kelenjar(-)Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)Inspeksi: tidak ada pembesaran abdomen yang abnormal, tidak tampak vena porta hepatikaAuskultasi : bising usus normalPerkusi : hipertympaiPalpasi:Kuadran I: hepatomegali(-), nyeri tekan(-)Hepar KuadranII: nyeri tekan abdomen(-)Gaster splenomegali(-)Lien Kuadran III: Terdapat massaKuadran IV: Nyeri tekan pada titik Mc BurneyM. Sistem Muskuloskeletal & IntegumenAnamnese : tidak ada nyeri dan tidak terjadi kelemahan ekstremitasWarna kulit Hiperpigmentasi(-), hipopigmentasi(-), kulit tidak bersisikKekuatan otot : 5 5 5 5Fraktur : pasien tidak mengalami fraktur dan tidak pernah ada riwayat frakturLuka : tidak ditemukan luka pada tubuh pasienN. Sistem Endokrin dan EksokrinAnamnesa: tidak merasakan kram, pandangan kabur sesuai penambahan usia, perubahan berat badan dan tinggi badan normal, kesulitan menelan(-), berkeringat(-), tremor(-), hot flushes (panas pada wajah tidak ada)Riwayat KB : pasien tidak pernah melakukan KB karena setiap selesai melahirkan pasien langsung melakukan kiret.Kepala Inspeksi : distribusi rambut(menyebar), tebal, kerontokan(-)Leher Inspeksi : bentuk(normal), pembesaran kelenjar thyroid(-), perubahan warna(-).Palpasi : pembesaran kelenjar(thyroid, parathyroid tidak ada), nyeri tekan(-),suhu badan hangatPayudaraInspeksi : pembesaran mamae (-)Genetalia Inspeksi : Rambut pubis (ketebalan merata, kerontokan tidak ada), bersih, pengeluaran (darah, cairan, lender tidak ada).Palpasi : benjolan(-), Ekstremitas bawahPalpasi: edema non pitting(-)O. Sistem Reproduksi Anamnesa :1. cyclus haid (normal), lama haid(7hari),darah banyak & sifat(cair), flour albus (normal tidak bau dan warna normal),disminore(-), terjadi nyeri punggung saat menstruasi2. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, Keluarga berencana a. Pernah hamil,4x hamil,keguguran pada hamil ke dua,penyulit dalam kehamilan adalah sakit pinggang. jarak kehamilan anak ke-1 dan ke-2 7tahun.b. Selama 3x persalinan:persalinan 1&2 normal dan kiret,persalinan terakhir melalui SC.Payudara Inspeksi : bentuk(normal),kebersihan(+), warna areola(coklat kehitaman), bentuk papilla mamae(normal),massa(-),luka(-),payudara(simetris).Palpasi :benjolan(-), pengeluaran(-), nyeri tekan(-). Axilla Inspeksi: benjolan(-). Palpasi : teraba benjolan(-).AbdomenInspeksi : pembesaran abdomen(-), luka post SC(-). Palpasi : pembesaran (-),massa(-).GenetaliaInspeksi : Rambut pubis(merata),kebersihan(+),odema(-),varices(-),benjolan(-), pengeluaran (-), tanda-tanda infeksi(-).Palpasi: benjolan(-), massa(-), dan nyeri tekan(-).

Persepsi sensori Anamnesa : Nyeri mata(-),penurunan tajam penglihatan(+),mata berkunang-kunang(-), penglihatan ganda( -),mata berair(-), gatal(-), kering(-), benda asing dalam mata(-), penurunan pendengaran(-), nyeri(-).MataInspeksi: Mata simetris, bentuk normal, lesi Papelbra ( normal ), Bulu mata (menyebar), produksi air mata(normal).Kornea : Normal berkilau, transparanIris dan pupil :warna iris dan ukuran(normal),reflek cahaya pada pupil(normal).Lensa : Normal jernih dan transparan.Sclera : warna ( putih normal)Palpasi:Teraba lunak, nyeri dan pembengkakan kelopak mata(-), palpasi kantong lakrimal(normal).Penciuman (Hidung) Palpasi : Sinus (tidak ada nyeri tekan), Palpasi fossa kanina (tidak nyeri),Pembengkakan(-), Deformitas(-).Perkusi : regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat(-) POLA KONSEP DIRI1. CitraTubuh : Pasien menyadari keadaannya sekarang tidak seperti dulu lagi.2. Ideal Diri :Sikap pasien sesuai dengan stadart prilaku,tidak ada penyimpangan perilaku.3. HargaDiri : Pasien merasa senang karena apa yang dia harapkan sesuai dengan apa yang terjadi dengan keadaannya.4. Peran Diri : Pasien berprilaku seperti biasanya di lingkungannya sesuai dengan keadaan dia sekarang.5. Identitas Diri : Pasien menyadari akan keadaan dirinya saat ini jika pasien sedang sakit POLA PERSEPSI TATA LAKSANA HIDUP SEHAT1. Pasien mempunyai kebiasaan pola makan sehat dan mencuci tangan se sering mungkin.2. Pasien bila merasakan keluhan sakit pada dirinya tidak pernah beli obat ke toko atau pun ke dukun,pasien beli obat ke apotik atau langsung ke mantri.3. Pasien belum mandi selama 2 hari di rumah sakit tetapi POLA NILAI DAN KEPERCAYAAN/ SPIRITUALPasien selalu melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang di anut yaitu agama islam bila tidak menstruasi dan sejak sakit pasien lebih mendekatkan diri pada allah SWT .POLA MEKANISME KOPINGPasien selalu berdoa dan berusaha mencari jalan keluarnya terhadap masalah yang di hadapinya.HUBUNGAN PERANPasien sejak melakukan perawatan di rumah sakit,peran di masyarakat di gantikan oleh keluarganya.POLA ISTIRAHAT TIDURAktivitas klien di rumah yaitu menjahit dan pasien jarang tidur siang,hanya tidur malam selama kurang lebih 6 jam.POLA PSIKOSOSIAL Ekspresi wajah pasien tidak menunjukkan kemarahan, kesedihan, kesakitan, gelisah, melamun, takut, bingung maupun diam, pasien lebih aktif bicara untuk melupakan rasa nyerinya. Interaksi klien dengan orang lain baik,pasien paling dekat dengan suami,dukungan keluarga sangat baik, kelompok dan masyarakat mengunjungi saat pasien sakit.Hubungan dan respon baik dengan perawat maupun dokter.\DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN (00132) Nyeri akut(00198) Gangguan pola tidurDAFTAR PRIORITAS(00132) Nyeri akut(00198) Gangguan pola tidur1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologisDomain 12 : kenyamananKelas 1 : kenyamanan fisik NS. DIAGNOSIS :

(NANDA-I) Nyeri akutDEFINITION: Pengalaman sensori dan emosional yan tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung